• Tidak ada hasil yang ditemukan

Valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang pulau pombo Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang pulau pombo Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku"

Copied!
300
0
0

Teks penuh

(1)

ABDUL RAHIM LESTALUHU

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pombo Provinsi Maluku adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

Abdul Rahim Lestaluhu

(3)

Under direction of ACHMAD FAHRUDIN and UNGGUL AKTANI.

Pulau Pombo is marine tourism park, area is 1,000 hectar, included land, coral reef and lagoon. The aims of the research are: (1) to assess benefit of coral reef fisheries (producer surplus) to estimating economic value, special of functional role coral reef providing of spawning, nursery and feeding ground to economic coral fish, and (2) to analyze the alternative of management for coral reef resources in Pombo Island, base on economic value from aktivity of coral reef fisheries, to guarantee to get him optimal benefit and sustainable from economic perpective. The method used of respondents is purposive and accidental technique, the number of respondents is 25 deriving from Fishery Household (RTP) of coral reef. To economic valuation is market price method. Scenario without management versus with management done with approach of benefit cost analysis. Observation for coral reef with manta tow method and quadrat method of 1 x 1 m with chopper as far as 50 m coastline parallel and distance between location of transect is 2.5 m. Rechopper 3 times, in reef flat and also in reef slope. Within the quadrat transect, underwater sequential photographs to assess benthic groups and coral reef coverage, dominansi colony and mortality index. The results show that life coral coverage was 11 – 30% in 2 category result of manta tow or life coral coverage was 23.03% (bed status) result of quadrat transect, mortality index was 0.68; and a total of 140 species belonging to 49 genera. Furthermore, economic value of the coral reef in Pombo Island covering 0.6536 km2, for spawning ground to Rp 10,812,641, for nursery and feeding ground each to Rp 511,869,222. The result of cost benefit analysis to scenario without management versus with management by doing zonation covering 20% (13 ha), based on a productivity change, in the level of real interest rate 7.34%, estimates NPV to spawning ground of Rp 39,653,211 to Rp 68,491,313 and to nursery and feeding ground each of Rp 2,820,738,177 to Rp 3,388,424,567 without management versus to spawning ground of Rp -261,050,483 to Rp 196,187,044 and for nursery and feeding ground each of Rp 7,783,903 to Rp 6,210,956,923 with management.

(4)

Pulau Pombo Maluku Tengah Provinsi Maluku. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan UNGGUL AKTANI.

Pulau Pombo merupakan Taman Wisata Alam Laut (TWAL), dengan luas 1.000 hektar, termasuk daratan, terumbu karang dan laguna. Permasalahan di TWAL adalah pengelolaan kawasan yang tidak optimal, dimana sejak ditetapkannya sebagai TWAL, hingga saat ini belum dilakukan suatu kajian pengelolaan, untuk merumuskan model pengelolaannya, adapun tujuan untuk menjadikannya sebagai kawasan objek wisata bahari masih sekedar wacana. Kendala dalam pengelolaan kawasan ini diantaranya yaitu tidak adanya dana, sumber daya manusia (SDM) dan koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholders), dan kegiatan yang baru dilaksanakan pada tahun 2008 ini adalah program transplantasi karang. Sementara itu laporan dari tim Identifikasi Potensi Kawasan Konservasi oleh BKSDA Maluku tahun 2005, disimpulkan bahwa lemahnya pengawasan membuat masyarakat melakukan kegiatan pada Cagar Alam TWA Pulau Pombo, sarana dan prasarana yang tidak ada, dan tidak adanya patroli yang efektif.

Akibat permasalahan tidak adanya pengelolaan tersebut menimbulkan kesan bahwa cagar alam dan TWAL Pulau Pombo layaknya kawasan bebas akses, orang bebas melakukan apa saja di kawasan lindung ini, termasuk pemboman ikan. Berdasarkan permasalahan tersebut, ada beberapa pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama disebabkan oleh ketiadaan pengelolaan, bagaimana kondisi biofisik saat ini dari terumbu karang TWAL Pulau Pombo yang menyediakan jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan-ikan karang ekonomis. Kedua sebagai akibat lanjutan kondisi saat ini pada terumbu karang TWAL Pulau Pombo, ada tiga pertanyaan yang dikemukakan di sini, yaitu: (i) berapa produksi perikanan karang di TWAL Pulau Pombo; (ii) berapa nilai ekonomi manfaat tidak langsung ekosistem terumbu karang TWAL Pulau Pombo untuk jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis. Dimana penilaiannya didasarkan atas pemanfaatan terumbu karang pada saat sekarang (existing), ketika tidak adanya pengelolaan TWAL; dan (iii) bagaimana alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang yang optimal dan lestari, dari perspektif ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menilai manfaat perikanan karang (surplus produsen) untuk mengestimasi nilai ekonomi, khusus peran fungsional terumbu karang yang menyediakan jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis, dan (2) mengkaji alternatif pengelolaan sumber daya terumbu karang TWAL Pulau Pombo, berbasis nilai ekonomi dari aktifitas perikanan karang, agar menjamin diperolehnya manfaat optimal dan lestari dari perspektif ekonomi.

(5)

lereng terumbu karang. Setiap substrat di dalam transek dipotret untuk menaksir tutupan substrat, dominansi koloni dari tiap jenis terumbu karang dan indeks kematian.

Hasil manta-tow tutupan karang hidup 11 – 30% masuk dalam kategori 2 dan hasil tarnsek kuadrat tutupan karang hidup 23,03% atau status buruk, indeks kematian 0,68, dan total jenis 140 dari 49 genera. Nilai ekonomi aktual terumbu karang TWAL Pulau Pombo untuk tempat pemijahan sebesar Rp 10.812.641, dengan NPV sebesar RP 72.606.820 dalam jangka waktu sepuluh tahun. Untuk

jasa tempat pengasuhan dan mencari makan, masing-masing sebesar Rp 511.869.222, dengan NPV sebesar Rp 3.511.784.328 dalam jangka waktu

sepuluh tahun.

Skenario berdasarkan perubahan produktifitas, dengan pendekatan CBA untuk mengevaluasi antara tanpa pengelolaan dan dengan pengelolaan, dengan menetapkan kawasan perlindungan laut dan kontrol terhadap aktifitas penangkapan ikan yang merusak, tanpa pengelolaan diperkirakan NPV antara Rp 39.653.211 sampai Rp 68.491.313 dari jasa tempat pemijahan, dan dari jasa

tempat pengasuhan dan mencari makan antara Rp 2.820.738.177 sampai Rp 3.388.424.567. Sementara dengan pengelolaan diperkirakan NPV antara Rp -261.050.483 sampai Rp 196.187.044 dari jasa tempat pemijahan, dan dari jasa tempat pengasuhan dan mencari makan diperkirakan NPV antara Rp 7.783.903 sampai Rp 6.210.956.923.

Kondisi tutupan terumbu karang TWAL Pulau Pombo yang memprihatinkan, dengan tutupan rata-rata 23% seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, merupakan produk dari pengelolaan TWAL yang tidak optimal. Fakta tersebut menjadi justifikasi akan perlunya membuat suatu daerah perlindungan laut (DPL) untuk melindungi dan menyehatkan terumbu karang, yang akan berdampak pada meningkatnya kelimpahan, keaneka-ragaman dan biomas ikan karang, yang akan di ekspor ke bukan DPL. Dengan demikian dari sisi ekologi menjamin kelestarian terumbu karang, dan secara ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan nelayan karang melalui meningkatnya hasil tangkapan, seperti yang ditujukan oleh skenario dengan pengelolaan. Mengingat status buruk dari terumbu karang TWAL Pulau Pombo, selain perlunya didirikan DPL, hal yang mendesak adalah perlu untuk dilakukan upaya rehabilitasi terumbu karang, seperti melakukan replantasi karang. Kedua upaya ini diharapkan dapat menyelamatkan ekosistem terumbu karang TWAL Pulau Pombo, sehingga terhindarkan dari kolapsnya ekosistem.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

ABDUL RAHIM LESTALUHU

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Penelitian : Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pombo Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku Nama Mahasiswa : Abdul Rahim Lestaluhu

Nomor Pokok : C451040061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.S. Ketua

Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir.H. Tridoyo Kusumastanto, M.S. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Pebruari – April 2007 ini ialah ekosistem terumbu karang, dengan judul Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pombo Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin dan Dr. Ir. Unggul Aktani (alm) selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Gatot Yulianto yang telah banyak memberi saran. Khusus bagi almarhum, penulis mendoakan semoga ilmu yang telah diturunkan kepada penulis bernilai ibadah dan menjadi amal jariah di mata Allah SWT. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika beserta segenap dosen dan staf program studi ESK dan SEI, rekan-rekan ESK angkatan I – VI, teman-teman di lapangan Hasim, Ibrahim, Malik, Rusdi, Muin cs dan Bapak Janu sekeluarga. Terima kasih kepada Universitas Darussalam Ambon, Direktorat Pendidikan Tinggi DIKNAS, Yayasan MAMA, PEMDA Provinsi Maluku, Yayasan Damandiri dan Yayasan DBM atas bantuan dana dalam penyelesaian studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapa (alm), Mama, Istri dan kedua anakku Hamda dan Nurul, Ca’Cing dan Abang Mus, serta seluruh keluarga tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 4 Mei 1970 dari ayah Abdul Radjak Lestaluhu dan ibu Insum Lestaluhu. Penulis merupakan putra keenam dari enam bersaudara.

Tahun 1989 penulis lulus dari SMA PGRI 8 Malang dan pada tahun 1991 masuk Universitas Pattimura Ambon melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Universitas Pattimura. Penulis memilih Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Tahun 2001 penulis diterima kerja di Universitas Darussalam Ambon sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian dengan status Dosen honorer dan pada tahun 2002 penulis diangkat menjadi Dosen tetap.

Tahun 2002 penulis menikahi Saripa Ramia, pegawai pada instansi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah, dan hingga sekarang telah diakruniai dua orang anak, Ahmad Hamda Rahmani Lestaluhu dan Nurul Hamdi Lestaluhu.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .……...………... v

DAFTAR GAMBAR ……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN …….……….. viii

I. PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Metode Penentuan Lokasi Penelitian ……….

IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1.Keadaan Umum Pulau Pombo ………

4.1.1. Letak dan Luas ………

4.1.2. Kondisi Hidro Oseanografi ……….

(13)

Halaman

4.2.Terumbu Karang Pulau Pombo ………...

4.3.Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Pengakses Pulau Pombo ………..

4.3.1. Aksesibilitas ………

4.3.2. Luas Pemukiman dan Lahan Pertanian ………...

4.3.3. Kependudukan ……….

4.3.4. Karakteristik Responden ……….

42

5.1.Kondisi Terumbu Karang di TWAL Pulau Pombo ... 5.1.1. Hasil Pengamatan dengan Manta-tow ………. 5.1.2. Hasil Pengamatan dengan Transek Kuadrat ... 5.2. Produksi Perikanan Karang di Kawasan Perairan Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo ... 5.2.1. Keragaman Hasil Tangkapan ... 5.2.2. Produksi Ikan Karang ... 5.3. Nilai Ekonomi Perikanan Karang di Kawasan Perairan Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo ...

5.4. Nilai Ekonomi Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo ... 5.5. Nilai Ekonomi Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo per Hektar 5.6. Kajian Pengelolaan Sumber Daya Terumbu Karang TWAL Pulau

Pombo ... 5.6.1. Skenario Tanpa Pengelolaan versus Dengan Pengelolaan ... 5.6.2. Tantangan dalam Pengelolaan TWAL Pulau Pombo ...

VI. SIMPULAN DAN SARAN

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jasa dan Barang Ekosistem Terumbu Karang ...

2. Nilai Ekonomi Jasa dan Barang dari EkosistemTerumbu Karang ...

3. Matriks Skenario Tanpa Pengelolaan versus Dengan Pengelolaan ...

4. Luas Pemukiman dan Lahan Pertanian di Dusun Batu Dua dan

Waainuru ...

5. Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga, Penduduk, RTP dan Nelayan

Tangkap di Dusun Batu Dua dan Waainuru ………...

6. Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur di Dusun Batu Dua dan

Waainuru ……….

7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Dusun Batu

dan Waainuru ………..

8. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga di Dusun

Batu Dua dan Waainuru ………..

9. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis dan Sarana Alat Tangkap di

Dusun Batu Dua dan Waainuru ………..

10.Jumlah Titik dan Persentase Tutupan Karang Batu, Karang Mati dan

Karang Lunak Hasil Manta-tow di TAWAL Pulau Pombo, Tahun 2007 11.Jumlah Titik dan Persentase Tutupan Karang Batu, Karang Mati dan

Karang Lunak Hasil Manta-tow di TAWAL Pulau Pombo, Tahun 1997 12.Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Stasiun 1 ………. 13.Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Stasiun 2 ………. 14.Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Stasiun 3 ………. 15.Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di TAWAL Pulau Pombo ………... 16.Hasil Tangkapan Ikan Karang Ekonomis di TAWAL Pulau Pombo

(15)

Halaman

17.Hasil Tangkapan Ikan Karang Ekonomis di TAWAL Pulau Pombo …. 18.Parameter Baseline Analysis untuk Tingkat Pemanfaatan

(trip/perahu/thn) ……….. 19.Parameter Baseline Analysis untuk Tingkat Tangkapan

(kg/perahu/thn) ……… 20.Parameter Baseline Analysis untuk Harga Rata-rata (Rp/kg) …………. 21.Parameter Baseline Analysis untuk Biaya Operasi (Rp/thn) …………... 22.Parameter Baseline Analysis untuk Biaya Tetap (Rp/perahu/thn) …….. 23.Parameter Baseline Analysis untuk Biaya Tenaga Kerja (Rp/thn) …….. 24.Nilai Ekonomi Perikanan Karang per Perahu per Tahun (Rp) ...

25.NPV Ekonomi Perikanan Karang per Perahu per Tahun (Rp) ...

26.Nilai Aktual Ekonomi Terumbu Karang Pulau Pombo Berdasarkan Jasa

27.NPV Terumbu Karang TAWAL Pulau Pombo Berdasarkan Jasa ...

28.Nilai Ekonomi Terumbu Karang TAWAL Pulau Pombo per Hektar ...

29.Matriks Skenario Tanpa Pengelolaan dan Dengan Pengelolaan ... 30.NPV Skenario Tanpa Pengelolaan dan Dengan Pengelolaan ...

59

62

63

63

64

64

65

66

67

68

69

71

74

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

31.Kerangka Pemikiran ...

32.Nilai Ekonomi Total Sumber Daya Terumbu Karang ...

33.Kerangka Berpikir Pendekatan Effect on Production ………. 34.Rangka Tetra-pod untuk Pengambilan Gambar Contoh Terumbu

Karang (modifikasi dari English et al. 1994) ... 35.Persentase Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di TAWAL Pulau Pombo ………...

36.Persentase Ikan Karang Ekonomis Hasil Tangkapan Berdasarkan Ordo

(Gambar Kiri) dan Famili (Gambar Kanan) ...

37.Persentase Hasil Tangkapan Ikan Karang Berdasarkan Berat per Famili

(Gambar Kiri) dan Jasa Ekosistem Terumbu Karang (Gambar Kanan) .

38.Nilai Ekonomi Perikanan Karang di TAWAL Pulau Pombo ...

39.NPV Manfaat Ekonomi Perikanan Karang di TAWAL Pulau Pombo ...

40.Nilai Ekonomi Aktual Terumbu Karang TAWAL Pulau Pombo ...

41.NPV Manfaat Ekonomi Terumbu Karang TAWAL Pulau Pombo ...

42.Nilai Present Value Benefit dan Present Residual Rent Ekonomi Terumbu Karang TAWAL Pulau Pombo per Hektar ………. 43.NPV Terumbu Karang TAWAL Pulau Pombo antara Tanpa

Pengelolaan (Garis Merah) versus Dengan Pengelolaan (Garis Biru) .. 8

16

20

30

54

57

60

66

67

68

70

71

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

44.Peta Lokasi Penelitian ...

45.Standarisasi Catch dan Effort Ekstraksi Ikan Karang ……….. 46.Analisis Ekonomi Manfaat Tidak Langsung Terumbu Karang

TAWAL Pulau Pombo Tahun 2007 ………. 89

91

(18)

1.1.Latar Belakang

Pulau Pombo merupakan salah satu Pulau di Provinsi Maluku yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam dengan kategori Kawasan Suaka Alam, dengan status Cagar Alam/Taman Laut oleh Pemerintah Indonesia melalui SK. Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1973 tanggal 25 Juli 1973 dengan luas 1.000 ha, termasuk daratan, terumbu karang dan lagun.

Paska ditetapkannya sebagai Cagar Alam/Taman Laut, BKSDA Wilayah VIII Maluku dalam pengelolaannya kemudian menempatkan seorang petugas jaga dan dibuat sarana dan prasarana pegelolaan seperti bangunan pos jaga, menara pengintai, pondok kerja dan jaga, sumur bor dan MCK, generator dan alat penerangan, 3 buah speed-boat dengan dermaga dan garasinya di Dusun Waainuru (BKSDA Wilayah VIII-Kanwil Dephut Provinsi Maluku, 1995). Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan Cagar Alam ini terutama oleh adanya praktek penangkapan ikan dengan menggunakan bom, bubu dan racun yang mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang.

Kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan Pulau Pombo antara lain sebagai (BKSDA Wilayah VIII-Kanwil Dephut Provinsi Maluku, 1995): (i) sarana penelitian dan laboratorium lapangan studi kelautan oleh Pusat Penelitian dan Pembangunan Oseanologi (P3O)-Lembaga Oseanologi Nasional (LON) LIPI dan PUSDI-PSL/EPM serta Fakultas Perikanan Universitas Pattimura; (ii) sarana pendidikan dan latihan konservasi sumber daya alam dan pariwisata alam: kader konservasi, pencinta alam, pemandu wisata alam oleh BKSDA Wilayah VIII bekerjasama dengan Kanwil Depparpostel dan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku; (iii) sarana dan tujuan wisata; dan (iv) sarana untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar, seperti sumber perikanan tradisional.

(19)

ilmiah dilakukan di tempat ini, diantaranya oleh (UNEP-WCMC, 2006): Soedharma (1977), Kvalvagnaes dan Halim (1979), Salm et al. (1982), Randall dan Eldredge (1983), dan de Korte (1984). Juga studi-studi yang telah dilakukan oleh P3O-LON LIPI bersama PUSDI-PSL/EPM Universitas Pattimura.

Dalam perkembangannya kemudian kawasan konservasi laut ini terjadi perubahan, dimana untuk ekosistem terumbu karangnya ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam, dengan status Taman Wisata Alam Laut, berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 329/Kpts-VI/1996, pada tanggal 30 Juli 1996. Adapun untuk Pulau Pombo itu sendiri yang daratannya seluas 4,02 ha statusnya seperti semula sebagai Cagar Alam.

Sebagai TWAL menjadikan kawasan konservasi ini selain mengemban fungsi sebagai penyelamatan plasma nutfah atau keaneka-ragaman terumbu karang, juga untuk pengembangan wisata bahari dan perikanan. Namun sayangnya hingga penelitian ini dilakukan pengelolaan untuk kawasan konservasi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya dan terkesan tidak terurus. Sarana dan prasarana pengelolaan yang ada telah hancur, dan belum ada upaya rehabilitasi.

Pengelolaan kawasan ini dapat dikatakan tidak optimal, dimana sejak ditetapkannya sebagai TWAL, hingga saat ini belum dilakukan suatu kajian pengelolaan, untuk merumuskan model pengelolaannya, adapun tujuan untuk menjadikannya sebagai kawasan objek wisata bahari masih sekedar wacana (hasil wawancara dengan Kepala BKSDA Kabupaten Maluku Tengah). Kendala dalam pengelolaan kawasan ini diantaranya yaitu tidak adanya dana, sumber daya manusia (SDM) dan koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholders), dan kegiatan yang baru dilaksanakan pada tahun 2008 ini adalah program transplantasi karang. Sementara itu laporan dari tim Identifikasi Potensi Kawasan Konservasi oleh BKSDA Maluku tahun 2005, disimpulkan bahwa lemahnya pengawasan membuat masyarakat melakukan kegiatan pada Cagar Alam TWA Pulau Pombo, sarana dan prasarana yang tidak ada, dan tidak adanya patroli yang efektif.

(20)

yang mendera provinsi ini (hasil wawancara dengan peneliti terumbu karang dari LIPI Ambon). Dikuatirkan kerusakan terumbu karang tersebut akan mengakibatkan kapasitas produksinya untuk menghasilkan produk akhir seperti ikan karang ekonomis penting akan semakin menurun. Kondisi ini dimungkinkan karena peran ekologinya sebagai habitat dan jasa sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan terminimalkan.

Fakta ini yang mendorong perlu dilakukan penelitian penilaian ekosistem terumbu karang, yang difokuskan pada nilai manfaat tidak langsung dari jasa terumbu karang sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis. Penilaian fungsi non-ekonomi ini dianggap perlu, mengingat kesulitan yang dihadapi dalam memberikan nilai yang komprehensif. Dengan demikian cara penilaian sumber daya ini dan cara-cara penilaian yang telah ada diharapkan dapat membantu memberikan nilai yang komprehensif dari ekosistem terumbu karang. Nilai manfaat tidak langsung yang diperoleh ini akan dapat menjadi informasi yang relevan untuk proses pengambilan keputusan dan merekomendasikan bentuk pengelolaan ekosistem terumbu karang yang optimal dan lestari dari perspektif ekonomi.

1.2.Permasalahan

Ekosistem terumbu karang TWAL Pulau Pombo memiliki peran yang sangat penting dalam dinamika ekosistem pesisir dan laut disekitarnya. Peran yang dihubungkan dengan fungsi ekologinya yang menunjang kehidupan biota laut, termasuk komunitas ikan karang ekonomis, yang penting bagi perikanan karang setempat. Menurut Costanza et al. (1997) ekosistem menghadirkan fungsi sebagai habitat untuk populasi penghuni dan yang transit, dan menyediakan jasa sebagai tempat berlindung, dan menurut Moberg dan Folke (1999) fungsi ekosistem terumbu karang sebagai tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan yangpenting untuk banyak mahluk hidup. Dengan demikian pemeliharaan dan pemulihan ekosistem terumbu karang Pulau Pombo, yang kualitasnya merosot, menjadi perhatian bersama.

(21)

dengan alat dan cara merusak seperti pemboman, bubu dan penggunaan racun. Potensi kekayaan alam laut yang dimiliki seperti terumbu karang, tercatat ada 105 spesies dari 53 genus dan subgenus (Salm et al., 1982 diacu di dalam UNEP-WCMC, 1991) dengan luas 0,6536 km2 (Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Tengah, 2005), terancam rusak berkelanjutan, karang mati semakin luas, dengan tutupan terumbu karang yang semakin menurun pula. Terjadi degradasi kualitas terumbu karang yang semakin parah, bila mana aktifitas merusak tersebut tidak segera ditangani.

Dampak lanjutannya adalah berpengaruh pada potensi kekayaan ikan karang setempat, yang tercatat ada 130 spesies ikan (Sumadhiharga, 1971 diacu di dalam

UNEP-WCMC, 1991), kelimpahan dan keaneka-ragaman akan berkurang. Seperti yang terjadi di Papua New Guinea, hasil survei Jones et al. (2004) selama 8 tahun (1996-2003) dilaporkan bahwa kemunduran dalam tutupan karang menyebabkan kemunduran yang paralel dalam biodiversitas ikan, baik di daerah perlindungan laut (DPL) maupun di area terbuka bagi penangkapan ikan. Diakhir survei, penurunan dalam biodiversitas ikan telah berkurang 15%, kesembuhan kecil yang berhubungan dengan peningkatan dalam tutupan karang di tahun sebelumnya. Apa yang terjadi ini dapat dipahami sebagai menurunnya fungsi ekologisnya yang mendukung kehidupan komunitas ikan karang, seperti jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan. Hasil studi Anderson (2002) melaporkan bahwa tutupan karang hidup berkorelasi positif terhadap kelimpahan ikan.

Akibat kerusakan terumbu karang adalah terjadi kemerosotan kemampuan produksi dari lingkungan ekosistem terumbu karang, kelimpahan dan keaneka-ragaman produk akhir seperti ikan karang ekonomis akan merosot pula. Selanjutnya yang terjadi adalah penurunan hasil tangkapan ikan karang ekonomis, resiko yang akan berdampak pada kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi jangka panjang dari nelayan karang lokal. Keadaan yang disimpulkan sebagai menurunnya manfaat ekonomi yang diperoleh dari ekosistem terumbu karang.

(22)

mengembangkan menjadi tujuan objek wisata bahari, namun rencana ini masih sebatas wacana. Kendala utama dalam pengelolaan TWAL ini adalah ketiadaan dana, SDM yang terbatas dan kurangnya koordinasi antara pemangku kepentingan.

Akibat permasalahan tidak adanya pengelolaan tersebut menimbulkan kesan bahwa cagar alam dan TWAL Pulau Pombo layaknya kawasan bebas akses, orang bebas melakukan apa saja di kawasan lindung ini, termasuk pemboman ikan. Berdasarkan permasalahan tersebut, ada beberapa pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama disebabkan oleh ketiadaan pengelolaan, bagaimana kondisi biofisik saat ini dari terumbu karang TWAL Pulau Pombo yang menyediakan jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan-ikan karang ekonomis. Kedua sebagai akibat lanjutan kondisi saat ini pada terumbu karang TWAL Pulau Pombo, ada tiga pertanyaan yang dikemukakan di sini, yaitu: (i) berapa produksi perikanan karang di TWAL Pulau Pombo; (ii) berapa nilai ekonomi manfaat tidak langsung ekosistem terumbu karang TWAL Pulau Pombo untuk jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis. Dimana penilaiannya didasarkan atas pemanfaatan terumbu karang pada saat sekarang (existing), ketika tidak adanya pengelolaan TWAL; dan (iii) bagaimana alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang yang optimal dan lestari, dari perspektif ekonomi.

1.3.Kerangka Pemikiran

Pendekatan kerangka pemikiran yang sistematis dalam bentuk alur diagram (Gambar 1), digunakan untuk tercapainya tujuan dari penelitian yang telah ditetapkan. Pulau Pombo ditetapkan sebagai TWAL karena pertimbangan memiliki ekosistem terumbu karang yang kaya keragamannya. Ekosistem terumbu karang tersebut dalam sistem laut setempat menyediakan beragam fungsi ekologi. Diantaranya sebagai tempat hidup, yang menyediakan jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis, yang merupakan sumber mata-pencaharian dan sumber protein bagi nelayan karang dan masyarakat lokal.

(23)

terminimalkan. Menurut Öhman (1989) bahwa efek dari rusaknya terumbu karang adalah dapat mempengaruhi fauna ikan secara langsung melalui kepindahan ikan atau secara tidak langsung melalui pembinasaan habitat. Dari kondisi ini dampak lanjutan yang ditimbulkan adalah terjadi penurunan kelimpahan ikan karang, dan berkurangnya hasil tangkapan ikan karang ekonomis atau penurunan manfaat ekonomi.

Ancaman terhadap keberadaan terumbu karang ini mendorong untuk perlu menghimpun informasi potensi ekosistem terumbu karang, dalam hal ini informasi nilai ekonomi yang menggambarkan nilai riil aset sumber daya, dengan cara melakukan penilaian ekosistem. Penilaian dilakukan dengan cara mengidentifikasi perubahan-perubahan dalam aliran biaya dan manfaat ekonomi dari perikanan karang yang disebabkan oleh perubahan kualitas terumbu karang. Perubahan diasumsikan sebagai kemerosotan kemampuannya untuk menyediakan tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis.

Nilai ekosistem ini dinyatakan dalam terminologi uang, memberikan nilai moneter terhadap jasa-jasa tersebut, yang diperoleh dari biaya dan manfaat yang mengalir sepanjang waktu dari aktifitas pemanfaatan ikan-ikan karang ekonomis yang berasosiasi dengan ke-tiga jasa tadi. Penilaian ini mencerminkan kerugian-kerugian atau keuntungan-keuntungan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya perubahan kualitas ekosistem terumbu karang. Atau mencerminkan perubahan kepuasan atau kesejahteraan masyarakat lokal, utamanya nelayan karang, karena perubahan kualitas terumbu karang. Penilaian ini menjadi bersifat obyektif dalam menentukan nilai asset atau potensi dari ekosistem terumbu karang, sehingga terhindarkan dari penilaian yang rendah atau sebaliknya, penilaian yang kelewat tinggi.

(24)

Pulau Sumilon dan Apo, Pillipina. Skenario tanpa pengelolaan adalah seperti pemanfaatan yang ada sekarang ini (existing), dimana yang terjadi adalah kawasan TWAL bebas untuk kegiatan penangkapan ikan dan tidak adanya kontrol terhadap aktifitas penangkapan ikan yang merusak.

Pendekatan yang digunakan untuk memutuskan bentuk pengelolaan yang ideal tersebut adalah dengan Cost Benefit Analysis (CBA), yang merupakan alat pengambilan keputusan ekonomi. Pendekatan CBA ini digunakan untuk menilai atau menaksir dan memprioritaskan skenario yang ada, yang akan membantu memperlihatkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari tiap skenario dan dampaknya pada kesejahteraan masyarakat. Pengambilan keputusan dan skenario yang dipilih akan mengacu pada pertimbangan bahwa sumber daya yang digunakan telah dialokasikan secara efisien, yaitu pengelolaan yang memberikan paling besar peningkatan dalam kesejahteraan sosial dengan jumlah biaya yang minimum.

1.4.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menilai manfaat perikanan karang (surplus produsen) untuk mengestimasi nilai ekonomi, khusus peran fungsional terumbu karang yang menyediakan jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan karang ekonomis.

2. Mengkaji alternatif pengelolaan sumber daya terumbu karang TWAL Pulau Pombo, berbasis nilai ekonomi dari aktifitas perikanan karang, agar menjamin diperolehnya manfaat optimal dan lestari dari perspektif ekonomi.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi terkini akan status kondisi terumbu karang TWAL Pulau Pombo.

2. Cara penilaian ekosistem untuk manfaat tidak langsung, khusus untuk jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan ini dapat bermanfaat untuk melakukan penilaian ekosistem yang lebih komprehensif.

(25)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Pombo

Perubahan Tutupan Terumbu Karang

Kajian Ekologi dan Ekonomi

Metode Observasi Terumbu Karang: -Manta-tow:

mengitari pulau - Transek kuadrat:

Stasiun 1 (kategori 1) Stasiun 2 (kategori 2) Stasiun 3 (kategori 3)

Analisis Biaya-Manfaat (CBA) Perbedaan Kualitas

Terumbu Karang

Skenario: Pengelolaan Produksi Perikanan Karang:

- Volume ikan karang ekonomis tangkapan - Keaneka-ragaman ikan karang ekonomis

tangkapan

- Ikan karang ekonomis terkait “jasa“; Harga Ikan Karang Ekonomis; Biaya Ekstraksi Ikan Karang Ekonomis Terumbu Karang

(fungsi ekologi: habitat; & jasa: tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari

makan bagi ikan karang ekonomis)

Data Towing

Penilaian Ekonomi Terumbu Karang (indirect use: jasa tempat pemijahan, pengasuhan dan

mencari makan ikan karang ekonomis): - Analisis ekonomi ikan karang ekonomis

- Analisis ekonomi berdasarkan “jasa“ Pemanfaatan Terumbu Karang:

Perikanan karang, Penilitian ilmiah, Pariwisata

Wawancara dengan Nelayan Karang dan Pencacahan Hasil Tangkapan Ikan Karang Ekonomis

Skenario: Tanpa pengelolaan

Pemanfaatan Lestari Terumbu Karang Terumbu Karang:

- Komposisi substrat

(26)

2.1. Terumbu Karang

Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria =

Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1992). Karang adalah binatang-binatang kecil, dalam bentuk yang paling sederhana karang hanya bisa terdiri dari sebuah polip yang mempunyai bentuk seperti tabung dengan mulut di bagian atas yang dikelilingi oleh tentakel. Pada beberapa jenis karang, individu polip ini mempunyai bentuk banyak, kembar identik yang tersusun rapat membentuk formasi yang disebut koloni (Burke et al., 2002). Mereka mendapatkan makanannya melalui dua cara:

pertama dengan menggunakan tentakel mereka untuk menangkap plankton dan kedua

melalui alga kecil (disebut zooxanthellae) yang hidup di jaringan karang (Westmacott

et al., 2000).

Terumbu karang dapat hidup baik di suatu tempat manakala didukung oleh syarat lingkungan alam yang sesuai bagi pertumbuhannya, yaitu antara lain (Nybakken, 1992): (1) suhu, perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23 – 250C; (2) kedalaman, kebanyakan terumbu tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang, tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50 – 70 m; (3) salinitas, pada kadar garam normal 32 - 35‰ terumbu karang dapat hidup dengan baik; dan (4) pengendapan, terumbu tidak akan berkembang dan tumbuh baik manakala bila terjadi endapan berat yang menutupi dan menyumbat struktur pemberian makanannya.

(27)

(horseshoe) atau terumbu karang melingkar yang melingkupi suatu lagun yang sentral (sering jauh dari daratan di laut terbuka).

2.2. Pengertian Sumber Daya Terumbu Karang

Kata sumber daya merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris untuk “resources“. Resources atau sumber daya dapat berupa benda atau keadaan yang memiliki kapasitas untuk memungkinkan berbuat sesuatu, sesuatu di sini adalah untuk mengambil keuntungan dari kesempatan yang tersedia atau untuk membebaskan diri dari kesulitan (Prawiro, 1983). Sumber daya dapat juga dikatakan sebagai komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia (Fauzi, 2004). Dari penjelasan ini sumber daya dapat didefinisikan sebagai benda atau keadaan yang dapat memberikan manfaat bagi manusia, yang dalam pemanfaatannya dibutuhkan pengetahuan, teknologi atau ketrampilan dan modal.

Kekayaan alam yang tersedia di sekitar kita, baik berupa materi maupun non materi, dapat dikatakan sumber daya manakala manusia memiliki pengetahuan, teknologi dan modal untuk memperoleh manfaat yang terkandung. Sebaliknya tanpa memiliki pengetahuan, teknologi dan modal, kekayaan alam yang ada menjadi tidak bermanfaat, dan kekayaan alam tersebut tidak dikatakan sebagai sumber daya tetapi barang netral. Adapun untuk sumber daya alam (SDA), Yakin (2004) mendefinisikan SDA sebagai segala sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan umat manusia. Dengan kata lain, SDA adalah sumbangan bumi berupa benda hidup maupun benda mati (living and non-living endowments) yang bisa dieksploitasi oleh manusia sebagai sumber makanan, bahan mentah dan energi. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Yakin, menurut Fauzi (2004) bahwa SDA adalah segala sumber daya hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan enerji.

(28)

tetapi sumber daya terumbu karang juga memberikan jasa yang dapat dinikmati secara langsung seperti panorama alam dan perlindungan pantai, juga jasa yang diperoleh secara tidak langsung seperti perannya sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan bagi ikan-ikan karang ekonomis penting yang merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan karang dan juga merupakan sumber protein bagi manusia.

2.3. Ikan Karang

2.3.1. Ikan Karang Ekonomis

Bentuk pertumbuhan terumbu karang yang beragam seperti bercabang, pipih/merayap, meja, daun dan pejal/padat, memungkinkan adanya celah atau ruang. Celah atau ruang yang ada ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat hidup, dan tempat yang nyaman untuk melakukan pemijahan, pengasuhan dan mencari makan ataupun tempat berteduh atau bersembunyi oleh ikan demersal maupun pelagis yang mempunyai nilai pasar. Choat dan Bellwood (1991), menggolongkan ikan-ikan yang ditemukan di terumbu karang ke dalam dua kategori utama yaitu: “jenis terumbu karang” (reef species) dan “jenis yang dihubungkan dengan terumbu karang” (reef-associated species). Penggolongan ini oleh Choat dan Bellwood (1991) didasarkan pada karakteristik-karakteristik ekologis, hubungannya dengan habitat, pendistribusian, karakteristik taxonomik, dan fitur struktural. Ikan-ikan karang ekonomis seperti famili Scaridae

(Parrotfishes), Acanthuridae (Surgeonfishes, Unicornfishes), Siganidae

(Rabbitfishes), Labridae (Wrasses) dan Pomacentridae (Damselfishes, Anemonefishes, Humbugs, Pullers) digolongkan sebagai “jenis terumbu karang”.

Ikan-ikan karang yang merupakan predator-predator invertebrata yang gesit seperti famili Holocentridae (Squirrel dan Soldierfishes), Haemulidae (Sweetlips),

Serranidae (Rockcods, Groupers, Basslets), Kyphosidae (Drummers), Lethrinidae

(29)

Kedua jenis ikan karang ini merupakan ikan-ikan yang menjadi target untuk penangkapan, oleh karena memiliki nilai pasar sehingga dikatakan sebagai ikan karang ekonomis penting atau ikan konsumsi. Dengan demikian tidak heran bila ikan-ikan karang tersebut menjadi buruan oleh para nelayan, apakah itu nelayan tradisional ataupun nelayan modern.

2.3.2. Siklus Hidup dan Model Pemijahan Ikan Karang Ekonomis

Siklus kehidupan dari kebanyakan ikan-ikan karang ekonomis dapat dibagi terpisah ke dalam tiga tahap biologi/ekologi (Hallacher, 2003), yaitu: (i) tahap dalam bentuk larva pelagik; (ii) tahap ikan muda; dan (iii) tahap ikan dewasa. Sepanjang tahap pelagik, telur-telur dan/atau larva mengapung di dalam air terbuka sebagai komponen plankton laut. Fase ikan muda dimulai saat ikan-ikan muda menempati terumbu karang dalam suatu proses yang dikenal sebagai perekrutan. Ikan-ikan muda cenderung untuk memikirkan diri sendiri (introvert) dan adalah lebih sedikit nampaknya dibanding ikan dewasa. Tahap ikan dewasa ditandai oleh kedewasaan seksual, dan bisa disertai oleh suatu transisi dari ikan muda sampai pewarnaan ikan dewasa atau morphologi.

Ikan-ikan karang tersebut dalam tahap larva pelagik, sebelumnya melalui suatu proses pemijahan. Thresher (1991) telah mengenalkan dua model pemijahan yang sangat umum pada ikan karang, pertama pemijahan pelagis dimana telur-telur ditumpahkan secara langsung ke dalam kolom air yang mana mereka dibubarkan dan pada akhirnya dalam bentuk larva; dan kedua pemijahan demersal dimana secara negatif telur-telur dilengketkan, pada umumnya ditujukan oleh satu atau kedua inangnya sampai mereka ke dalam bentuk larva yang kemudian mengalami suatu tahap planktonik.

Ikan-ikan karang ekonomis seperti famili Carangidae (Jacks dan trevallies),

Acanthuridae (Surgeonfishes), Scombridae (Tunas dan Mackerels), Chaetodontidae

(Butterflyfishes), Lutjanidae (Snappers), Mullidae (Goatfishes), Labridae (Wrasses),

Scaridae (Parrotfishes), Serranidae (Groupers), Holocentridae (Squirrelfishes),

Pomacanthidae (Angelfishes), dan Sphyraenidae (Barracudas) tergolong sebagai pemijahan pelagis. Sedangkan ikan karang ekonomis famili Balistidae (Triggerfishes),

(30)

2.4. Hubungan antara Terumbu Karang dan Komunitas Ikan Karang

Faktor-faktor yang mempengaruhi keaneka-ragaman dan kelimpahan jenis dari komunitas ikan karang dalam hubungannya dengan terumbu karang adalah tutupan karang hidup (Bel dan Galzin, 1984; Anderson, 2002; Jones et al., 2004), keaneke-ragaman subtratum (Roberts dan Ormond, 1987), dan faktor ke tiga yang berpengaruh terhadap ikan karang adalah keaneka-ragaman struktural (Luckhurst dan Luckhurst, 1978; McClanahan, 1994).

Hipotesis ini didukung oleh hasil studi Chabanet et al. (1997), dilaporkan bahwa keaneka-ragaman dan kekayaan jenis dari kumpulan ikan karang adalah dihubungkan dengan banyak variabel karang seperti kompleksitas bangunan (architectural) atau tutupan karang bercabang, keaneka-ragaman, kekayaan jenis, kelimpahan, ukuran koloni, tutupan karang hidup, tutupan karang pejal/padat dan tutupan karang pipih/merayap.

Kelimpahan dan keaneka-ragaman ikan karang ditentukan pula oleh besar kecilnya luasan terumbu karang, terumbu karang yang lebih luas kelimpahan dan keaneka-ragaman jenis ikan karang adalah lebih tinggi dibanding terumbu karang yang luasannya kecil (Acosta dan Robertson, 2002).

Bagaimana hubungan antara terumbu karang sebagai habitat dan distribusi komunitas ikan karang adalah dapat dijelaskan oleh ketergantungan ikan karang pada terumbu karang yang menyediakan tempat makanan dan perlindungan (Öhman dan Rajasuriya, 1998) dan reproduksi, terumbu karang berstruktur kompleks yang sehat akan memaksimalkan jumlah keragaman dan kuantitas ruangan guna kesuksesan reproduksi (Westmacott et al., 2000).

Pertama kompetisi untuk makanan adalah faktor penting dalam menentukan keaneka-ragaman dan kelimpahan ikan karang. Pada terumbu karang sehat, keragaman dan kuantitas makanan adalah tinggi dan ini berdampak positif langsung pada keragaman dan kelimpahan ikan karang. Terumbu tanpa karang akan tidak lagi mendukung fauna ikan yang berbeda tetapi lebih akan didominasi jumlahnya oleh suatu subset kecil spesies yang lebih menyukai alga atau substrat puing (Jones et al., 2004). Studi oleh Robertson dan Gaines (1986) di Barrier Reef

(31)

pemberian makan utama bagi 13 jenis surgeonfish dalam aturan makannya yakni:

microalgivores, macroalgivores dan detrivores.

Kedua terumbu karang menyediakan naungan dan perlindungan dari para predator, khususnya bagi ikan berjenis kecil dan ini mempengaruhi pola kelangsungan hidup dan kelimpahannya saat dewasa (Eggleston, 1995).

Ketiga terumbu karang menyediakan lingkungan yang tepat untuk kegiatan reproduksi dan penempatan larva ikan dan ini akan turut menentukan struktur komunitas ikan dewasa nantinya. Hasil studi Eckert (1987) menunjukkan bahwa larva ikan setelah tahun pertama masih hidup di terumbu karang, jenis yang hidup di patch reef, mempunyai kesempatan hidup lebih lama. Pada ikan dewasa dari jenis yang berbeda, adanya variasi yang lebar dalam rata-rata masa hidup di patch reef. Pada ikan muda, jenis yang tidak berteduh di substrat menunjukkan kematian yang lebih tinggi, jenis yang tinggal di karang bercabangsecara umum mempunyai kematian rendah.

2.5. Status Ekosistem Terumbu Karang TWAL Pulau Pombo

Keberadaan dan kelangsungan peran fungsional ekosistem terumbu karang adalah penting, sebagai jaminan terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup dari ikan-ikan karang ekonomis dan biota laut lainnya. Kerusakan terumbu karang akibat eksploitasi sumber daya laut yang berlebihan oleh manusia telah mengancam keberadaan terumbu karang dan dapat menghilangkan peran fungsionalnya, dan seperti efek domino, akibat yang ditimbulkan akan mengancam pula ikan-ikan karang, dan mengancam pula kesinambungan matapencaharian para nelayan karang, yang diawali oleh turunnya hasil tangkapan ikan karang ekonomis.

Menurut Spurgeon (2005), akar permasalahan kerusakan terumbu karang diantaranya pertumbuhan penduduk, keserakahan manusia, kekurangan makanan dan kemiskinan yang impaknya penggunaan metode penangkapan yang bersifat merusak, yang dampaknya karang rusak dan mati, dan konsekuensinya adalah menurunkan hasil makanan, kehilangan biodiversitas dan penerimaan yang menurun.

Laporan studi oleh Burke et al. (2002), sekitar 85% terumbu karang yang ada di Indonesia dalam keadaan terancam oleh aktifitas manusia dan persentase ancaman

akibat penangkapan ikan dengan menggunakan metode yang merusak mencapai 53%.

(32)

kawasan ini terumbu karang merupakan inti dari matapencaharian bagi ratusan ribu nelayan subsisten, dan merupakan sumber sekuritas makanan disaat kesukaran di bidang pertanian (Cesar, 1996), dan pertumbuhan penduduk telah menambah tekanan terhadap terumbu karang di Indonesia (Burke et al., 2002).

Studi oleh Hopley dan Suharsono (2000), dilaporkan bahwa di Maluku

tekanan terhadap terumbu karang akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak cukup tinggi, sekitar 65% dari hasil survei di wilayah Maluku menunjukkan kerusakan akibat bahan peledak. Fakta ini mengkuatirkan,

mengingat kawasan yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan dikelilingi oleh

terumbu karang yang produktif ini, mayoritas keluarga hidup dalam komunitas

pesisir yang kecil, yang diutarakan oleh Harkesa dan Novaczek (2002) bahwa

paling sedikit bagian dari kehidupannya diperoleh dari eksploitasi sumber daya laut

seperti ikan karang, ikan pelagis, shellfish dan ketimun laut.

Meskipun minimnya informasi tentang TWAL Pulau Pombo, apa yang

terjadi di Maluku demikian pula yang terjadi di TWAL Pulau Pombo. Dilaporkan

bahwa tantangan dalam pengelolaan TWAL diantaranya adalah kerusakan

terumbu karang akibat pemboman ikan dan bubu (UNEP-WCMC, 1991).

Penggunaan bahan peledak berdampak pada rusaknya terumbu karang, karang-karang

dengan bentuk pertumbuhan bercabang, menjari, daun dan meja menjadi patah,

sedangkan karang padat/pejal dan pipih/merayap menjadi terbelah, kesemuanya akan

hancur dan menjadi karang mati. Akibat lanjutan berupa turunnya kualitas sumber daya

terumbu karang di TWAL Pulau Pombo, dan menurunkan kapasitas produksinya,

seperti produk akhir ikan karang ekonomis.

Hasil pengamatan dengan menggunakan metode manta-tow oleh Manihin (1997), dilaporkan bahwa dari keseluruhan 18 titik towing menunjukkan jejak-jejak pemboman. Berdasarkan tutupan karang hidup, kondisi terumbu karang

masuk dalam kategori 3 (tutupan 31% - 50%) sebanyak 11 titik (61%), dan

kategori 2 (tutupan 11% - 30%) sebanyak 7 titik (39%). Bila diasumsikan bahwa

tanpa adanya gangguan manusia terumbu karang TWAL Pulau Pombo dalam

kondisi alami, dalam kategori 5 (tutupan 76% - 100%), maka dengan demikian

(33)

2.6. Nilai Ekonomi Sumber Daya Terumbu Karang

Pentingnya keberadaan ekosistem atau sumber daya terumbu karang bagi manusia dapat dilihat dalam fungsi ekologisnya bagi biota laut dan lingkungan sekitarnya, produk berupa barang dan jasa ekosistem yang menghasilkan manfaat atau nilai ekonomi, seperti yang tersaji pada Tebel 1 berikut ini.

Tabel 1. Jasa dan Barang dari Ekosistem Terumbu Karang

Sumber daya terbaharui Produk makanan laut, material dasar dan obat-obatan, material dasar lainnya (seperti rumput laut), barang suvenir dan perhiasan, koleksi karang dan ikan hidup untuk perdagangan akuarium

Penambangan terumbu karang Pasir untuk bangunan dan jalan

Jasa stuktur fisik Perlindungan garis pantai, membentuk daratan, mendukung pertumbuhan mangrove dan padang lamun, pembangkitan pasir karang Jasa biotis

(di dalam ekosistem)

Merawat habitat, pustaka genetis dan biodiversitas, regulasi fungsi dan proses ekosistem, merawat daya kenyal kehidupan Jasa biotis

(antar ekosistem)

Mendukung kehidupan“mobile links“, ekspor produksi organik seperti jaring makanan (food web) pelagis

Jasa Bio-geo-kimia Fiksasi nitrogen, kontrol neraca CO2/Ca,

asimilasi limbah

Jasa informasi Memantau dan rekaman polusi, pengawasan iklim

Jasa sosial dan budaya Dukungan rekreasi, turisme, nilai estetika dan inspirasi artistik, kelangsungan

matapencaharian masyarakat, dukungan budaya, nilai spritual dan reliji

Sumber: diadaptasi dari Moberg dan Folke (1999).

Kesemua fungsi ekologi yang mengalir dalam bentuk barang dan jasa ini dalam analisis ekonomi dapat diberikan nilai moneter sebagai manfaat untuk mengestimasi nilai ekonomi ekosistem atau sumber daya terumbu karang. Nilai-nilai ini digolongkan dalam Nilai-nilai manfaat (use value) dan nilai bukan manfaat (non-use value), yang secara keseluruhan membentuk nilai ekonomi total (total economic valuation) ekosistem atau sumber daya terumbu karang seperti yang dipetakan oleh Barton (1994) pada Gambar 2.

(34)

daya dan arus manfaat yang disediakan, barang dan jasa, tidak ada (Adger et al., 1994). Nilai ekonomi total kemudian bisa digambarkan sebagai jumlah sumber daya, yang bersama-sama dinyatakan dalam unit uang, bahwa masyarakat akan bersedia berkorban untuk menghindari keadaan dari situasi pertama ke situasi

kedua, atau masyarakat tersebut akan bersedia untuk menerima seperti ganti-rugi jika keadaan seperti itu berlangsung.

Sumber: Barton (1994).

Gambar 2. Nilai ekonomi total sumber daya terumbu karang

Nilai-nilai ekonomi tersebut dapat ditulis dalam persamaan matematis berikut ini (dimodifikasi dari Adgeret al., 1994):

Total Economic Value (TEV) = Use Values + Non-Use Values = (Direct-use value + Indirect-use value + Option value) + (Bequest value + Existence value)

Dimana (dimodifikasi dari Bakosurtanal, 2003):

(35)

NM = Nilai manfaat (use values), yaitu cara penilaian atau upaya kuantifikasi barang dan jasa sumber daya terumbu karang ke nilai uang (monetized), terlepas ada atau tidaknya nilai pasar terhadap barang dan jasa tersebut.

NBM = Nilai bukan manfaat (no-use values).

NL = Nilai langsung (direct use values), yaitu output (barang dan jasa) yang terkandung dalam sumber daya terumbu karang yang secara langsung dapat dimanfaatkan.

NTL = Nilai tidak langsung (indirect use values), yaitu barang dan jasa yang ada karena keberadaan sumber daya terumbu karang yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumber daya terumbu karang.

NP = Nilai pilihan (option values), yaitu potensi manfaat langsung atau tidak langsung dari sumber daya terumbu karang yang dapat dimanfaatkan diwaktu mendatang dengan asumsi sumber daya terumbu karang tidak mengalami kemusnahan atau kerusakan yang permanen. Nilai ini merupakan kesanggupan individu untuk membayar atau mengeluarkan sejumlah uang agar dapat menfaatkan potensi sumber daya terumbu karang di waktu mendatang.

NW = Nilai waris (bequest value), yaitu nilai yang berkaitan dengan perlindungan atau pengawetan (preservation) sumber daya terumbu karang agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka dapat mengambil manfaat daripadanya sebagai manfaat yang telah diambil oleh generasi sebelumnya.

NK = Nilai keberadaan (existence values), yaitu nilai keberadaan sumber daya terumbu karang yang terlepas dari manfaat yang dapat diambil daripadanya. Nilai ini lebih berkaitan dengan nilai relijius yang melihat adanya hak hidup pada setiap komponen sumber daya terumbu karang.

(36)

Ahmed et al., 2003; Pham and Tran, 2003; Yeo, 2003), perdagangan aquarium (McAllister, 1988), penjualan produk ornamen (de Groot, 1992), material bangunan (de Groot, 1992), pendidikan dan riset (de Groot, 1992; Spurgeon 1992;); manfaat tidak langsung: perlindungan pantai (McAllister, 1991; Cesar, 1996; Gustavson, 1998), merawat biodiversitas (de Groot, 1992), dan perlindungan alami (de Groot, 1992); nilai bukan manfaat (Ayob et al., 2001), budaya/artistik (de Groot, 1992), spiritual (de Groot, 1992); dan nilai ekonomi total (de Groot, 1992; Wright, 1994; Seenprachawong, 2003). Data nilai ekonomi dari berbagai studi ini dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2.

Penilaian sumber daya terumbu karang untuk skala Dunia telah dilakukan oleh Cesar et al. (2003), yang melaporkan bahwa potensi manfaat bersih per tahun dan net present value (NPV) (r = 3%) dari terumbu karang di Dunia yang luasnya mencapai 248.000 km2 mengalirkan nilai ekonomi sebagai berikut: perikanan US$ 5.718 juta, perlindungan pantai US$ 9.009 juta, turisme/rekreasi US$ 9.621 juta, nilai biodiversitas US$ 5.483 juta, total US$ 29.830 juta dengan NPV US$ 797.359 juta.

Nilai ekonomi dari hasil-hasil studi tersebut mencerminkan seberapa besar keinginan membayar (willingness to pay/WTP) seseorang atau masyarakat untuk memperoleh manfaat barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh sumber daya terumbu karang. Karena sumber daya dipandang sebagai suatu asset, demikian disebut dalam literatur ekonomi sumber daya dan lingkungan, dengan demikian nilai ekonomi tersebut dapat dipandang pula sebagai besarnya nilai asset terumbu karang yang menyediakan jasa dan barang bagi manusia.

(37)

Tabel 2. Nilai Ekonomi Jasa dan Barang dari Sumber Daya Terumbu Karang Manfaat Ekonomi Lokasi Studi dan pustaka Nilai Ekonomi

Manfaat langsung:

- Perikanan Philippines (McAllister, 1988) US$ 80 juta/thn

Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,70/ha/thn (ikan dan krustase)

Indonesia Coral Reefs (Cesar, 1996) US$ 40.000 (peracunan ikan); US$ 86.000 (pemboman ikan); US$ 81.000 (sedimentasi); US$ 109.000 (tangkap lebih) Montego Bay Coral Reefs (Gustavson,

1998)

US$ 1,31 juta (1996)

Great Barrier Reefs (Driml, 1999) US$ 143 juta (1996) - Turisme atau

Rekreasi

Virgin Islands National Park, St. Johns (Posner et al., 1981)

US$ 8.295/ha (2.820 ha)

Bacuit Bay, Philippines (Hodgson and Dixon, 1988)

US$ 6.280 logging dan US$ 13.334 larangan logging

Galapagos National Park, Ecuador (Edwards, 1991)

US$ 312/hari/orang

John Pennekamp/Key Largo (Leeworthy, 1991)

US$ 285 – 426/hari/orang

Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 45/ha/thn dan US$ 1.300/ha/thn Bonaire Marine Park (Pendleton, 1995) US$ 7,9 – 8,8 juta (1991)

NPV US$ 74,21 juta (r = 10%; periode 20 tahun)

Indonesia Coral Reefs (Cesar, 1996) US$ 3.000 – 436.000

(peracunan ikan); US$ 3.000 – 482.000 (pemboman ikan dan

penambangan karang ); US$ 192.000 (sedimentasi) Montego Bay Coral Reefs (Gustavson,

1998)

US$ 315 juta (1996)

Great Barrier Reef (Driml, 1999) AU$ 769 juta (1996) Andaman Sea, Thailand (Seenprachawong,

2003)

US$ 205,42 juta (US$ 6.243/ha/thn) Bolinao Coral Reefs, Philippines

(Ahmed et al., 2003)

US$ 223/person (setara US$ 1,3 juta) (2000)

Coral-surrounded Hon Mun Islands, Vietnam (Pham and Tran, 2003)

US$ 17,9 juta/thn

Pulau Payar Marine Park, Kedah, Malaysia (Yeo, 2003)

US$ 390.000

- Perdagangan akuarium

Philippines (McAllister, 1988) US$ 10 juta/thn

- Penjualan produk ornamen

Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,40/ha/thn

- Material bangunan Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 5,20/ha/thn - Pendidikan dan

riset

Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 2,73/ha/thn

Panama Coral Reefs (Spurgeon, 1992) US$ 2,5 juta (1991) Manfaat Tidak

Langsung:

- Perlindungan pantai Philippines Coral Reefs (McAllister, 1991) US$ 22 milyar (22.000 km2) Indonesia Coral Reefs (Cesar, 1996) US$ 9.000 – 193.000

(pemboman ikan ); US$ 12.000 – 260.000 (penambangan karang ) - Merawat

biodiversitas

Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 4,9/ha/thn

- Perlindungan alami Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,55/ha/thn Nilai Bukan Manfaat:

- Budaya/artistik Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,20/ha/thn - Spritual Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 0,52/ha/thn - Nilai pilihan Galapagos National Park (de Groot, 1992) US$ 120/ha/thn

(38)

2.7. Pendekatan Produktifitas (Effect on Production)

Pendekatan fungsi produksi (PF), juga disebut “menilai lingkungan sebagai input”, berasumsi bahwa barang dan jasa lingkungan pada dasarnya bertindak sebagai faktor input dalam produksi suatu barang yang dipasarkan yang menghasilkan manfaat. Dengan demikian, perubahan dalam ketersediaan barang atau jasa lingkungan dapat mempengaruhi biaya dan supply dari barang yang dipasarkan (NAP, 2004).

Kekayaan alam (natural assets) memiliki nilai bagi manusia karena alam merupakan sumber daya yang produktif, yang menghasilkan manfaat baik dalam bentuk barang maupun jasa selama periode tertentu. Dalam konteks inilah, pendekatan produktifitas dalam penilaian ekonomi sumber daya alam dilakukan dengan asumsi bahwa sumber daya alam dipandang sebagai input bagi suatu produk final (final goods) yang bernilai bagi publik, dan kapasitas produksi dari sumber daya alam tersebut dinilai dari seberapa besar kontribusi sumber daya alam tersebut kepada produksi produk final (Grigalus dan Congar, 1995 diacu di dalam Adrianto, 2004).

Sumber: Adrianto (2004).

Gambar 3. Kerangka Berpikir Pendekatan Effect on Production

Secara konsepsual, pendekatan produktifitas beranjak dari pemikiran bahwa apabila ada gangguan terhadap sistem sumber daya alam (misal polusi), maka kemampuan sumber daya alam untuk menghasilkan aliran barang atau jasa menjadi terganggu (injured). Gangguan ini mengakibatkan perubahan produksi

Fungsi sistem SDA terganggu

Aliran produksi barang dan jasa terganggu

Perubahan produksi barang dan jasa

Perubahan perilaku pemanfaatan SDA

(39)

barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam tersebut, yang pada akhirnya akan mengubah pula perilaku pemanfaatannya. Perubahan perilaku pemanfaatan ini akan mengubah nilai dari sumber daya alam tersebut. Secara diagram, kerangka berpikir dari pendekatan produktifitas ini disajikan pada Gambar 3.

2.8. Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analysis/CBA)

Analisa biaya-manfaat adalah suatu metodologi yang membandingkan nilai sekarang dari semua manfaat sosial dengan nilai sekarang dari biaya kesempatan di dalam menggunakan sumber daya. Ini akan dapat memberikan pengertian berharga dalam efisiensi ekonomi dari tindakan-tindakan pengelolaan dan pengaturan (Lipton et al., 1998). Bila nilai bersih (manfaat dikurangi biaya) dari satu proyek atau tindakan adalah lebih besar dari nol, dengan demikian proyek atau tindakan dianggap sebagai efisien secara ekonomi. Semakin bertambah manfaat melebihi biaya-biaya, semakin banyak masyarakat akan menghendaki manfaat dari aktifitas proyek atau keputusan kebijakan tersebut (Bateman et al., 2005).

(40)

Melalui analisis biaya-manfaat akan diketahui bagaimana aliran tunai (kas) dari biaya (kas keluar) dan manfaat (kas masuk) yang menyebar dalam suatu proyek atau tindakan. Ketepatan dalam menaksir aliran kas keluar dan kas masuk akan menentukan baik tidaknya hasil analisis.

Satu hal yang penting dalam melakukan analisis biaya-manfaat adalah nilai waktu uang (time value of money). Nilai waktu menjadi pertimbangan oleh karena proyek kapital atau tindakan mempunyai kehidupan ekonomi yang panjang hingga masa akan datang. Pengaruh waktu terhadap uang ini oleh karena pemilihan untuk investasi dalam suatu proyek atau tindakan, dimana kemudian berbagai pilihan lain dibatalkan (NCEDR, 2007). Dengan sederhana ini dapat diilustrasikan sebagai berikut, dengan nominal uang yang sama seseorang akan senang memiliki uang sekarang dibanding memilikinya untuk waktu akan datang, dan memilih melakukan pembayaran di akan datang dibanding melakukannya sekarang.

Berkaitan dengan nilai waktu uang, maka dilakukan pendekatan suku bunga,

yang merupakandigunakan dalam menghitung nilai sekarang dari biaya dan manfaat tahunan yang diharapkan (OMB, 1996). Pendiskontoan adalah suatu prosedur yang mengurangi nilai di akan datang, yang tujuannya adalah untuk menentukan nilai sekarang dari arus biaya atau manfaat dalam hubungan dengan biaya atau manfaat pada waktu berbeda di masa datang (Lipton et al., 1998). Suku bunga ini merupakan nilai manfaat-manfaat yang bertambah bunganya dalam beberapa periode waktu yang akan datang yang harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga nilai dapat dibandingkan dengan nilai-nilai saat ini (NCEDR, 2007).

2.9.Penelitian tentang Valuasi Ekonomi Sumber Daya Terumbu Karang dengan Menggunakan CBA

Beberapa peneliti terdahulu dalam melakukan studi valuasi menggunakan analisis biaya manfaat (CBA), pendekatan yang digunakan untuk memutuskan bentuk pengelolaan dari skenario yang dikembangkan. Peneliti dan laporan hasil studi mereka diantaranya adalah sebagai berikut (Cesar dan Chong, 2000):

1. Posner et al. (1981)

(41)

wisatawan dan efek positif pada nilai lahan. Manfaat total dari Taman Nasional di St Johns diperkirakan US$ 8.295 (1980) untuk lahan yang luasnya sekitar 2.820 ha.

2. Hodgson and Dixon (1988)

Studi CBA mengevaluasi pilihan pengelolaan: (i) melanjutkan logging seperti biasanya; (ii) melarang logging di daerah aliran sungai (drainage basin) Teluk Bacuit. Menggunakan metoda perubahan produktif (EoP), studi pada teluk Bacuit, Pilipina, yang disimpulkan bahwa PV pendapatan kotor untuk rekreasi dan turisme adalah sebesar US$ 6.280 dengan logging, dan US$ 13.334 dengan melarang logging. Perhitungan didasarkan pada rata-rata kapasitas hotel, menginap (occupancy), dan tingkat hunian harian; dan diasumsikan kemunduran tahunan mencapai 10% pada pendapatan dari turisme dikaitkan dengan penurunan kualitas air laut oleh karena adanya sedimentasi. Studi juga memperkirakan PV pendapatan kotor untuk perikanan, yaitu sebesar US$ 9.108 dengan logging dan US$ 17.248 dengan melarang logging, yang didasarkan pada asumsi constant returns to scale dari sistem alami.

3. Sawyer (1992)

Studi perubahan produktifitas di terumbu karang atol Takabonerate di Indonesia. Studi CBA mengevaluasi pilihan pengelolaan, antara tidak ada pengelolaan (no management) dan pengelolaan (management) dengan melakukan penetapan taman laut dengan melakukan regulasi terhadap penangkapan ikan. Diperkiraan PV pendapatan kotor: antara Rp 2 milyar sampai Rp 103 milyar tanpa pengelolaan dan antara Rp 47 milyar sampai Rp 777 milyar dengan pengelolaan, berdasarkan pada survei aktifitas penangkapan; dan analisis sensitifitas dimana kemunduran tangkapan ikan adalah 0 - 15% dan suku bunga 5 - 15%.

4. Cesar (1996)

(42)

dengan nilai yang hilang per km2 akibat peracunan ikan sebesar US$ 40.000; akibat pemboman ikan sebesar US$ 86.000; akibat penambangan karang sebesar US$ 94.000; akibat sedimentasi sebesar US$ 81.000; dan akibat tangkap lebih sebesar US$ 109.000. Didasarkan pada asumsi akan dampak dari praktek-praktek tersebut pada terumbu karang dan perikanan.

Dengan menggunakan cara yang sama juga dilakukan untuk turisme, didasarkan pada asumsi akan dampak dari praktek peracunan ikan, pemboman ikan dan penambangan karang, dan sedimentasi yang merusak terumbu karang dan menyebabkan penurunan pontensi penerimaan dari turisme. NPV dari turisme dengan nilai yang hilang per km2 akibat peracunan ikan sebesar antara US$ 3.000 sampai US$ 436.000; akibat pemboman ikan dan penambangan karang sebesar antara US$ 3.000 sampai US$ 482.000; dan akibat sedimentasi sebesar US$ 192.000.

2.10. Konsep Ikan Karang Ekonomis sebagai Taksiran Nilai Ekonomi Jasa Terumbu Karang sebagai Tempat Pemijahan, Pengasuhan dan Mencari Makan

Fungsi ekologis ekosistem terumbu karang secara khusus dapat diketahui dengan melihat asosiasinya dengan ikan-ikan karang. Sebagai tempat pemijahan, ikan karang ekonomis penting seperti famili Pomacentridae dan Balistidae yang digolongkan sebagai ikan dengan model pemijahan demersal (spawning demersal egg) (Leis, 1991; Allen dan Robertson, 997). Sebagai tempat pengasuhan, dapat dicontohkan pada studi yang dilakukan oleh Meyer et al. (2002) untuk ikan karang ekonomis famili Carangidae, berdasarkan ukuran hasil tangkapan ikan berukuran kecil (<350 mm) mayoritas tertangkap di sekitar area terumbu karang dan ukuran besar (>500 mm) mayoritas tertangkap di luar area terumbu karang, yang disimpulkan bahwa area terumbu karang sebagai tempat pengasuhan untuk ikan-ikan muda.

Sebagai tempat mencari makan, studi oleh Bel dan Galzin (1984) mempertunjukan korelasi antara karang hidup dan komunitas ikan, terumbu karang menyediakan makanan untuk ikan, tidak hanya untuk pemakan karang

(43)

Gaines (1986) di Barrier Reef Aldabra, dilaporkan bahwa terumbu karang menyediakan tiga kelompok pemberian makan utama bagi 13 jenis ikan karang ekonomis famili Acanthuridae (Surgeonfishes) dalam aturan makannya, yaitu: microalgivores (Acanthurus lineatus, A. leucosternon, A. nigrofuscus, A. triostegus, dan Zebrasoma scopes); macroalgivores (Zebrasoma veliferum, Naso brevirostris, N. lituratus, dan N. unicornis); dan detrivores (Acanthurus tennenti, A. nigricaudus, Ctenochaetus striatus, dan C. strigosus).

Asosiasi yang telah diperlihatkan antara terumbu karang dan ikan-ikan karang ekonomis ini dapat digunakan untuk mengukur nilai ekonomi ekosistem terumbu karang sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan. Ini dapat dilakukan dengan asumsi bahwa ekosistem terumbu karang dipandang sebagai input untuk menghasilkan produk akhir (final goods), khususnya berupa ikan-ikan karang yang memiliki nilai pasar (market value). Produk akhir yang memiliki nilai pasar ini dapat digunakan untuk melakukan penilaian seberapa besar kontribusi ekosistem terumbu karang dari ke-tiga jasa tersebut terhadap ikan-ikan karang ekonomis.

Pendekatan ini digunakan karena jasa terumbu karang tersebut merupakan manfaat tidak langsung, yang sulit dikuantifikasikan untuk mendapatkan nilai moneternya, karena sifatnya yang tidak tampak (intangible) dan tidak memiliki nilai pasar (non-market valuation). Keadaan ini terjadi karena pasar tidak mampu untuk merefleksikan keseluruhan manfaat dan biaya sosial dari jasa atau barang yang dihasilkan lingkungan, apa yang kita kenal sebagai kegagalan pasar (market failure), sehingga manfaat ekologis tersebut luput dikuantifikasi dan diberikan nilai moneter untuk mendapatkan nilai riil atau potensi sumber daya terumbu karang. Dengan demikian harapannya nilai ekonomi dari pendekatan ini dapat memberikan nilai riil dari ekosistem terumbu karang.

(44)

Kuantifikasi untuk jasa tempat pengasuhan dan mencari makan dilakukan pada semua famili ikan karang ekonomis, baik yang tergolong sebagai ikan “jenis terumbu karang” dan “jenis yang dihubungkan dengan terumbu karang”, merujuk pada klasifikasi oleh Choat dan Bellwood (1991). Dengan asumsi bahwa, karena keberadaannya sebagai ikan-ikan karang, sudah tentu lingkungan atau tempat hidupnya adalah pada ekosistem terumbu karang, dan ekosistem terumbu karang menyediakan tempat untuk pengasuhan dan mencari makan. Menurut Polunin dan Roberts (1993) bahwa, banyak ikan menghabiskan keseluruhan hidupnya di terumbu karang, tetapi terumbu karang juga bertindak sebagai sebagai suatu tempat pemeliharaan dan pengasuhan untuk banyak ikan.

Menurut Fauzi (2004) bahwa mengingat pentingnya fungsi-fungsi ekonomi dan non-ekonomi dari sumber daya alam, tantangan yang dihadapi oleh penentu kebijakan adalah bagaimana memberikan nilai yang komprehensif terhadap sumber daya alam itu sendiri. Dalam hal ini, nilai tersebut tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumber daya, melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut. Permasalahan ini yang kemudian menjadi pertimbangan untuk melakukan valuasi non-pasar terhadap jasa ekosistem terumbu karang sebagai tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi ikan-ikan karang ekonomis.

2.11. Analisis Sensitifitas (Sensitivity Analysis)

Analisis sensitifitas adalah metoda untuk menganalisa ketidak-pastian oleh perubahan variabel-variabel input dan mengamati kepekaan pada hasil. Menurut (Marshall, 1999) analisis kepekaan atau sensitifitas mengukur dampak pada hasil yang diharapkan dari suatu analisis perubahan satu atau lebih nilai yang penting, variabel-variabel yang tidak pasti. Sebagai contoh, perubahan suatu kawasan laut dari open access menjadi DPL, seperti yang dilakukan pada Pulau Pombo, akan memberikan dampak tertentu pada nelayan yang mengakses kawasan tersebut.

(45)

keragaman hasil tangkap; dan (iv) memperbaiki catch mix (yaitu frekwensi yang lebih tinggi antara ikan dewasa atau ikan besar. Biaya DPL: (i) penurunan hasil tangkap; (ii) kemacetan (congestion) pada tempat penangkapan; (iii) biaya yang meningkat sejalan dengan pemilihan lokasi penangkapan; dan (iv) peningkatan pada resiko keamanan.

(46)

3.1. Waktu dan Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 40 hari kalender, dari tanggal 1 Februari sampai 30 April 2007. Lokasi penelitian dibagi menjadi dua tempat, lokasi

pertama di Pulau Pombo untuk pengambilan contoh biofisik terumbu karang. Pulau Pombo dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa pulau ini merupakan TWAL yang memiliki kekayaan terumbu karang yang diperkirakan mengalami degradasi akibat aktifitas dekstruktif manusia. Lokasi

kedua di Dusun Waainuru dan Batu Dua, sebagai tempat pengambilan populasi nelayan karang.

3.2.Metode Penentuan Responden

Populasi target yang menjadi objek pengamatan adalah nelayan karangyang aktifitas melautnya sehari-hari menangkap ikan karang bernilai ekonomis di kawasan perairan terumbu karang Pulau Pombo. Dalam studi ini, saat dilakukan survei awal yang teridentifikasi adalah dominan nelayan ikan karangyang berasal dari Dusun Waainuru, dan selebihnya dari Dusun Batu Dua.

Penentuan responden dari populasi target digunakan teknik convenience

(hapzard atau accidental) yaitu prosedur memilih responden yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda, 2007). Posedur ini digunakan berdasarkan kenyataan bahwa di lapangan tidak tersedia data sekunder yang berkaitan dengan data statistik populasi nelayan ikan karang, baik yang dari Dusun Waainuru maupun Batu Dua. Hasil survei di lapangan ditemukan bahwa ukuran populasi nelayan ikan karang relatif kecil, hanya 25 RTP, sehingga diputuskan untuk dilakukan sensus lengkap.

3.3. Metode Penentuan Lokasi Contoh Stasiun

Gambar

Tabel 1. Jasa dan Barang dari Ekosistem Terumbu Karang
Gambar 2. Nilai ekonomi total sumber daya terumbu karang
Tabel 2. Nilai Ekonomi Jasa dan Barang dari Sumber Daya Terumbu Karang Manfaat Ekonomi Lokasi Studi dan pustaka Nilai Ekonomi
Gambar 3. Kerangka Berpikir Pendekatan Effect on Production
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama fermentasi yang terbaik dalam fermentasi Jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap Bahan Kering, dan Bahan Organik, dan Abu

Sebagai proses terakhir di hari kedua pertemuan, peserta yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil evaluasi kegiatan yang

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengamati proses densifikasi MZT2 dengan penambahan 2wt%, 4wt%, dan 6wt% V2O5, menghitung densitas MZT2

Dapat dilihat dari ada beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan yang belum melibatkan unsur masyarakat secara menyeluruh, sebenarnya masyarakat paling tau apa yang

Segenap Staf Tata Usaha Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah banyak membantu dalam mengurus surat-surat yang penulis perlukan.. KAP

Apabila pada batas waktu yang telah ditentukan, peserta belum melakukan pembayaran pelunasan stan, maka panitia berhak membatalkan kepesertaannya dan uang muka sewa stan yang

Tata kerja kelompok ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aturan besar kelompok SHK Lestari Muara Tiga sebagai acuan atau landasan pelaksanaan kerja kelompok dalam

Sebagaimana telah disebutkan di atas, pelaksanaan rangkaian upa- cara nyepi, khususnya upacara pangrupukan berfungsi secara mendalam sebagai berikut: (1) untuk