• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ripitabilitas Sifat Kecepatan Lari dan Korelasi Fenotipiknya dengan Tinggi Badan pada Kuda Pacu Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ripitabilitas Sifat Kecepatan Lari dan Korelasi Fenotipiknya dengan Tinggi Badan pada Kuda Pacu Indonesia"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

RIPITABILITAS SIFAT KECEPATAN LARI DAN KORELASI

FENOTIPIKNYA DENGAN TINGGI BADAN

PADA KUDA PACU INDONESIA

SKRIPSI

JUSTIAN RENARDI LOUIS

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

JUSTIAN RENARDI LOUIS. D14062273. 2010. Ripitabilitas Sifat Kecepatan Lari dan Korelasi Fenotipiknya dengan Tinggi Badan pada Kuda Pacu Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.

Kuda Pacu Indonesia merupakan hasil grading-up kuda Sumba dengan kuda pacu Thoroughbred, membentuk ”bangsa baru” yang telah beradaptasi baik dengan lingkungan Indonesia sehingga dianggap sebagai kuda lokal. Kuda tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu parameter genetik yang diperlukan untuk program seleksi sifat kecepatan lari adalah ripitabilitas. Penelitian ini diperlukan sebagai dasar pengembangan Kuda Pacu Indonesia (KPI).

Perolehan informasi kecepatan lari sebagai data penelitian dilakukan dari koleksi data pada Buku Panduan Acara Kejurnas Pordasi tahun 1998–2008. Data yang diperoleh merupakan data performa fenotipik kuda pacu yang dilombakan. Data yang diolah merupakan kecepatan lari, yang diperoleh dari informasi waktu tempuh dan jarak lomba, dan tinggi badan. Setiap individu kuda yang diamati memiliki jumlah catatan yang tidak sama satu sama lain. Data dari individu-individu kuda yang diamati dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan umur. Perhitungan ripitabilitas kecepatan lari dilakukan berdasarkan Becker (1968) dengan model statistik Yik= µ + αi+eik. Perhitungan nilai korelasi dilakukan dengan rumus korelasi regresi.

Kecepatan lari KPI jantan dan betina pada umur dua tahun berbeda (P<0,05), berturut-turut sebesar 15,030±0,724 dan 15,203±0,634 m/detik. Kecepatan lari kuda pacu jantan dan betina tidak berbeda pada umur 3, 4, dan >4 tahun; berturut-turut sebesar 15,096±0,514; 15,244±0,704; dan 15,308±0,758 m/detik.

Ripitabilitas kecepatan lari kuda pacu jantan pada umur dua tahun (0,573±0,140) lebih tinggi daripada betina (0,315±0,206). Ripitabilitas kecepatan lari pada umur tiga tahun (0,278±0,138) dikategorikan sebagai ripitabilitas sedang. Ripitabilitas kecepatan lari tertinggi (0,737±0,042) ditemukan pada umur empat tahun, dikategorikan sebagai ripitabilitas tinggi. Ripitabilitas kecepatan lari umur diatas empat tahun (0,460±0,095) lebih rendah daripada umur empat tahun, tetapi masih tetap dikategorikan sebagai ripitabilitas tinggi.

Pada umur dua tahun pengaruh genetis kecepatan lari pada kuda pacu jantan lebih tinggi dibandingkan betina, sedangkan pengaruh lingkungan sementara ditemukan lebih tinggi pada kedua jenis kelamin umur tiga tahun. Pada umur tersebut pengaruh lingkungan sementara, seperti pelatihan, masih lebih besar daripada pengaruh genetis. Kelompok kuda pacu umur empat tahun mampu mengekspresikan keunggulan sifat kecepatan lari; karena pengaruh genetis lebih tinggi daripada pengaruh lingkungan sementara. Pengaruh genetis dan lingkungan sementara diamati pada ripitabilitas kecepatan lari.

(3)

betina umur empat tahun memiliki tinggi badan berturut-turut sebesar 153,095±5,610 dan 149,811±5,394 cm; pada umur diatas empat tahun berturut-turut sebesar 151,626±8,219 dan 148,662±5,039 cm.

Kelompok kuda pacu jantan umur empat tahun memiliki korelasi positif (koefisien korelasi 0,53) yang sangat nyata (P<0,01) antara kecepatan lari dan tinggi badan. Korelasi antara sifat kecepatan lari dan tinggi badan tidak ditemukan pada kuda pacu kelompok umur lain.

(4)

ABSTRACT

Repeatability of Racing Performance and Phenotypic Correlation Between Racing-Speed and Body Height in Indonesian Racehorse

Louis, J. R., R. R. Noor, dan R. H. Mulyono

The aims of this study were to estimate the repeatability of racing-speed and values of phenotypic-correlation between racing-speed and body-height in Indonesian racehorse; which are expected to be useful for a development of Indonesian racehorses’ performance through selection programs. The racing records used in the study were obtained from the ”Kejurnas Pordasi horseracing guidebook & registry” 1998–2008. The traits used in the study were racing-speed and body-height for ages of 2, 3, 4, and >4 years old. The data from each age were analyzed separately. Results showed that the racing-speed of 2 years old male and female Indonesian racehorses are significantly different (P<0.05). Mean of fastest racing-speed is shown by the group of above-four years old. Estimates of speed repeatability range from moderate to high (0,278±0,138 to 0,737±0,042); was highest for the group of four years old and lowest for the group of three years old. Group of two years old males shows higher estimates of speed repeatability than group of females for the same age. Results of t-test show that body-height of Indonesian racehorses in general for the age of 2 through >4 years old are not significantly different. Group of 4 years old males shows a very significant (P<0.01) phenotypic correlation between racing-speed and body-height. The results indicate that a moderate level of genetic progress might be possible for racing performance of Indonesian racehorse if selection is based on the phenotypic values of the horses, particularly on racing-speed and body height, above the age of four years old.

(5)

RIPITABILITAS SIFAT KECEPATAN LARI DAN KORELASI

FENOTIPIKNYA DENGAN TINGGI BADAN

PADA KUDA PACU INDONESIA

JUSTIAN RENARDI LOUIS

D14062273

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : RIPITABILITAS SIFAT KECEPATAN LARI DAN KORELASI FENOTIPIKNYA DENGAN TINGGI BADAN PADA KUDA PACU INDONESIA

Nama : Justian Renardi Louis NIM : D14062273

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc.) (Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) NIP: 196102101986031003 NIP: 196211241988032002

Mengetahui : Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 195912121986031004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandung pada tanggal 27 Januari 1988. Penulis adalah putra pertama anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Hendy Louis dan Tririanti Suryabudhi.

Penulis mengawali pendidikan dasar di Kota Bandung pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Santa Angela Bandung dan diselesaikan pada tahun 2000. Penulis kemudian melanjutkan mengambil pendidikan menengah pertama pada tahun 2000 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Santa Angela Bandung dan diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan menengah tingkat atas Penulis ditempuh pada tahun 2003 hingga tahun 2006 di SMU Santa Angela Bandung. Selama bersekolah penulis sempat aktif sebagai anggota dan pengurus Kelompok Sosial Serviam Santa Angela Bandung periode 2004/2005 dan 2005/2006.

(8)

KATA PENGANTAR

Kuda Pacu Indonesia merupakan sebuah ”bangsa baru” ternak kuda yang diharapkan dapat berkembang pada masa yang akan datang. Perkembangan ini dapat diraih melalui banyak cara, dan diantaranya ialah seleksi. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi genetis sifat kecepatan lari Kuda Pacu Indonesia (KPI), yang akan bermanfaat bagi penetapan program seleksi yang tepat.

Penelitian diawali dengan pengumpulan dan pentabulasian data catatan kecepatan lari kuda pacu menjadi sekumpulan data yang lebih mudah diolah. Proses penelitian dilakukan dengan mengevaluasi sifat kecepatan lari dan korelasi sifat tersebut dengan tinggi badan KPI. Hasil penelitian menjelaskan mengenai sifat kecepatan lari, ripitabilitas (daya pengulangan), dan korelasi fenotipik sifat tersebut dengan tinggi badan pada berbagai kelompok umur. Hasil ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan potensi kuda pacu Indonesia, ataupun penilitian lain yang mengarah pada tujuan yang sama.

(9)

DAFTAR ISI

Kuda Pacu Indonesia (KPI) / Peranakan Thoroughbred... 4

Kuda Sandel ... 4

Seleksi dan Persilangan... 5

Pelestarian Sumberdaya Genetik Kuda ... 5

Sifat Kuantitatif ... 6

Kecepatan Lari dan Performa Pacu... 7

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Performa Pacu. ... 8

Pertumbuhan dan Tinggi Badan... 8

Rancangan dan Analisis Data ... 13

Nilai Ripitabilitas ... 13

Uji-t 2 Sampel ... 14

Korelasi Fenotipik Antara Kecepatan Lari dengan Tinggi Badan... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

Sifat Kecepatan Lari dan Ripitabilitasnya... 15

(10)

Ripitabilitas Sifat Kecepatan Lari ... 20

Tinggi Badan ... 23

Korelasi Sifat Kecepatan Lari dan Tinggi Badan... 25

KESIMPULAN DAN SARAN... 27

Kesimpulan... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Sampel Kuda yang Diamati Berdasarkan Umur

dan Jenis Kelamin... 11 Tabel 2. Tabel Analisis Ragam ... 13 Tabel 3. Rataan Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia Jantan

dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur... 15 Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji-t Kecepatan Lari antara Dua Kelompok

Umur pada Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina ... 18 Tabel 5. Nilai σ dan σ Sifat Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia

Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur... 19 Tabel 6. Nilai Ripitabilitas Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia

Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur... 21 Tabel 7. Rataan Tinggi Badan Kuda Pacu Indonesia Jantan dan

Betina pada Berbagai Kelompok Umur ... 23 Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji-t Tinggi Badan antara Dua Kelompok

Umur pada Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina ... 24 Tabel 9. Korelasi antara Kecepatan Lari dan Tinggi Badan Kuda Pacu

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Uji-t Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia

antara Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur ... 32 Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Uji-t Tinggi Badan Kuda Pacu Indonesia

antara Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur ... 32 Lampiran 3. Contoh Data Kecepatan Lari berdasarkan Pencatatan dari Buku

Panduan Acara Pacuan Kuda pada Kuda Pacu Indonesia

Nomor Individu 1-15 ... 33 Lampiran 4. Contoh Data Kecepatan Lari berdasarkan Pencatatan dari Buku

Panduan Acara Pacuan Kuda pada Kuda Pacu Indonesia

Nomor Individu 16-30 ... 33 Lampiran 5. Contoh Data Kecepatan Lari (m/detik) Kuda Pacu Jantan pada

Umur Dua Tahun ... 34 Lampiran 6. Contoh Data Kecepatan Lari (m/detik) Kuda Pacu Betina pada

Umur Lebih dari Empat Tahun (lima tahun dan lebih) ... 35 Lampiran 7. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan Umur

Dua Tahun... 36 Lampiran 8. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Betina Umur

Dua Tahun... 37 Lampiran 9. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan dan

Betina Umur Tiga Tahun ... 38 Lampiran 10. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan dan

Betina Umur Empat Tahun ... 39 Lampiran 11. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan dan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda Pacu Indonesia merupakan ternak lokal Indonesia yang telah beradaptasi baik di lingkungan Indonesia. Kuda tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan dengan mempertimbangkan sektor ekonomi dan budaya yang tidak dapat dilepaskan dari peran pemulia dalam proses pengembangannya. Kebijakan pemerintah mengenai pengembangan ternak lokal Indonesia, contohnya Permentan No.35/Permentan/OT.140/8/2006, diharapkan dapat menempatkan kuda pacu sebagai salah satu target utama sumber budaya lokal yang menjadi simbol kebanggaan sekaligus daya tarik pariwisata bagi masyarakat dalam dan luar negeri.

Kuda pacu yang bermutu tinggi memiliki nilai ekonomi tersendiri karena peningkatan kecepatan pacu berkorelasi dengan harga jual. Kepemilikan kuda pacu bermutu tinggi juga merupakan kebanggaan tersendiri bagi pemilik, disamping memberikan keuntungan nyata dalam bentuk perolehan hadiah karena prestasi yang berhasil diraih.

Kuda Pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda hasil grading-up kuda lokal Sumba dengan kuda pacu unggul Thoroughbred yang membentuk ”bangsa baru” yang telah beradaptasi baik dengan lingkungan Indonesia sehingga dianggap sebagai kuda lokal. Metode seleksi merupakan upaya pemuliaan untuk meningkatkan kecepatan pacu kuda lokal Indonesia, sehingga karakteristik kuda lokal Indonesia dapat dipertahankan. Salah satu parameter genetik yang diperlukan untuk program seleksi ke arah sifat kecepatan pacu kuda adalah ripitabilitas. Sejauh ini belum banyak penelitian yang membahas mengenai potensi genetis kecepatan lari kuda pacu Indonesia. Penelitian ini sangat diperlukan sebagai dasar pengembangan KPI.

Tujuan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda

Kuda (Equus caballus) termasuk dalam famili Equidae yang berkerabat erat dengan keledai (Equus asinus), zebra (Equus zebra), dan hemione (Equus heminus). Food and Agriculture Organization (FAO) (2000) menyatakan bahwa sejarah berdasarkan pertimbangan arkeolog menunjukkan bahwa bangsa kuda telah didomestikasi di daerah Eurasian, negara bagian Ukraina pada tahun 4000 SM dimana kuda dimanfaatkan sebagai hewan tunggangan dan sumber daging. Terdapat juga beberapa daerah lain yang diduga telah mendomestikasi kuda seperti China, Mesopotamia, Turkistan, dan wilayah bagian Utara pegunungan Persia. Sementara itu, tempat dan waktu pertama kali kuda didomestikasi masih menjadi perdebatan diantara para arkeologis.

Kuda (Equus caballus atauEquus ferus caballus) menurut Ensminger (1962) memiliki klasifikasi zoologis sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Perissodactyla Famili : Equidae Genus : Equus

Spesies : Equus caballus

(15)

pada awalnya dianggap sebagai hewan yang berkaitan dengan lokasi geografis tempatnya dikembangbiakkan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara khusus (Bowling dan Ruvinsky, 2004).

Kuda dapat dikelompokkan menjadi tipe berat, tipe ringan, dan kuda poni sesuai dengan ukuran, bentuk tubuh, dan kegunaan. Kuda tipe berat memiliki tinggi badan 1,45-1,75 m saat berdiri, bobot badan lebih dari 700 kg, dan biasa digunakan sebagai kuda pekerja. Kuda tipe ringan memiliki tinggi badan 1,45-1,70 m saat berdiri, bobot badan 450-700 kg, digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik, dan kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih lincah dibanding kuda tipe berat. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 m dan bobot badan 250-450 kg. Dijelaskan lebih lanjut bahwa beberapa kuda berukuran kecil biasa dibentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962).

Parakkasi (1986) menyatakan bahwa kuda berperanan penting dalam aktivitas kehidupan masyarakat sejak kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha berdiri yaitu sekitar abad ketujuh. Kuda berperanan sebagai alat transportasi, penarik bajak di sawah, berburu, dan penggunaan kuda dalam olahraga ketangkasan berkuda serta pacuan. Penggunaan kuda dalam olahraga ketangkasan berkuda dan pacuan banyak ditemukan di Nusa Tenggara Barat dan Timur. Peternakan tradisional telah melahirkan kuda pacu lokal seperti kuda Batak, Padang Mangatas, Priangan, Sumba, Minahasa, dan kuda Sandel, yang menurut Equestrian Indonesia (2008) berasal dari daerah-daerah yang dikenal memiliki ternak-ternak kuda tradisional seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat serta Nusa Tenggara Timur. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa di Indonesia juga ditemukan populasi kuda peranakan Thoroughbred yang merupakan persilangan antara kuda Thoroughbred dan kuda lokal Sumba (kuda Sandel) yang digunakan sebagai kuda pacu.

Kuda Thoroughbred

(16)

Ketiga kuda stallions (pejantan) tersebut dibawa ke Inggris dari Wilayah Mediteranian Timur Tengah sekitar abad ke-17 yang disilangkan dengan kuda Eropa. Hasil persilangan dengan kuda betina lokal di Inggris tersebut kemudian menurunkan kuda pacu unggul yang dinamakan English Thoroughbred yang digunakan sebagai kuda pacu di seluruh dunia (Kidd, 1995). Dijelaskan lebih lanjut oleh FAO (2000) bahwa persilangan kuda unggul tersebut menghasilkan kuda persilangan yang memiliki kemampuan mengangkut beban sekaligus memiliki kecepatan lebih untuk jarak tempuh yang jauh. Kuda tersebut kemudian berkembang dalam ukuran yang lebih ramping, gagah, dan menarik sebagai kuda pacuan. Blakely dan Blade (1991) menyatakan bahwa selain kecerdasannya, karakteristik lari dan daya tahan kuda Thoroughbred telah terbukti selama ratusan tahun dalam arena perlombaan flatdan jumpingseperti Kentucky Derbydan English Grand National Steeplechase.

Kuda Pacu Indonesia (KPI) / Peranakan Thoroughbred

Kuda Pacu Indonesia (KPI) merupakan peranakan Thoroughbred yang dibentuk melalui program grading-up dengan tujuan untuk memenuhi permintaan kuda pacu. Proses pembentukan kuda peranakan Thoroughbreddimulai dari kuda G1 yang merupakan hasil persilangan betina lokal dengan pejantan Thoroughbred, dengan darah lokal 50% dan darah Thoroughbred 50%. Kuda G2 merupakan hasil persilangan kuda betina G1 pada umur 3 atau 4 tahun dengan pejantan Thoroughbred. Kuda betina G2 yang disilangkan dengan pejantan Thoroughbred akan menghasilkan kuda G3, kuda dengan komposisi darah lokal 12,5% dan darah Thoroughbred 87,5%, yang dijadikan bibit pejantan (parent-stock). Kuda Pacu Indonesia merupakan hasil persilangan kuda betina G4 dengan kuda jantan G4 atau G3 (Soehardjono, 1990).

Kuda Sandel

(17)

Kuda ini memiliki pinggang agak tinggi dan merupakan keturunan kuda Australia yang pernah diintroduksi ke Pulau Sumba (Soehardjono, 1990). Meskipun demikian, kuda Sandel memiliki postur tubuh yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kuda ras dari Australia atau Amerika. Kuda Sandel memiliki tinggi punggung antara 130-142 cm, kaki dan kuku yang kuat dengan leher yang besar serta memiliki daya tahan (endurance) yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai kuda tarik, kuda tunggang, dan bahkan kuda pacu (Equestrian Indonesia, 2008). Edwards (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia (termasuk kuda Sumba) digolongkan sebagai kuda poni. Dijelaskan lebih lanjut bahwa konformasi tubuh kuda Sumba terlihat tidak sempurna, tetapi memiliki bagian punggung yang sangat kuat.

Seluruh kuda poni (termasuk kuda Sumba) telah beradaptasi secara fisik dan merubah cara hidup mereka untuk dapat bertahan pada kondisi tempat mereka hidup (Roberts, 1994). Jenis kuda ini sampai sekarang masih diternakkan di Pulau Sumba dan diperdagangkan ke pulau-pulau lain seperti Jawa, Madura, dan Bali sebagai kuda tarik, tunggang, dan kuda pacu (Equestrian Indonesia, 2008).

Seleksi dan Persilangan

Gatenby (1991) menyatakan bahwa perbaikan mutu ternak dapat dilakukan melalui seleksi dan persilangan untuk membentuk bangsa baru dengan introduksi gen baru dari luar. Noor (2008) menyatakan pula bahwa persilangan merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ternak. Persilangan dan seleksi merupakan salah satu peran yang dapat dilakukan peternak dalam mengembangkan kualitas ternak (kuda), misalnya seleksi terhadap kecepatan dan stamina yang berkembang dengan cepat (Campbell dan Lasley, 1981). Seleksi kuda pacu dilakukan berdasarkan konformasi, silsilah keturunan, catatan pacuan, dan kesehatan terutama perototannya. Seleksi pada kelompok kuda sprinter(jarak pacu yang dekat) dipilih kuda yang umumnya memiliki perototan yang lebih banyak, sedangkan untuk pacuan yang jaraknya cukup jauh pemilihan kuda umumnya melihat panjang kaki (Worldiq, 2006).

Pelestarian Sumberdaya Genetik Kuda

(18)

hilangnya bangsa-bangsa ternak lebih disebabkan oleh kecenderungan peternak untuk mengembangkan bangsa ternak eksotik. Keadaan ini banyak terjadi pada petani-peternak di negara-negara berkembang seperti Indonesia dan India akibat banyaknya persilangan yang meluas (Sodhi et al., 2006). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pemuliaan ternak, bioteknologi, permintaan pasar yang berlebih, penerapan mekanisasi pertanian yang tidak tepat, dan diversifikasi produk ternak menyebabkan terjadinya eksploitasi besar-besaran sumberdaya genetis ternak lokal melalui persilangan dan penggantian breed baru yang mengancam kelestarian plasma nutfah keragaman genetik ternak, yang sangat penting untuk dipertahankan sebagai konservasi sumberdaya genetik hewan. Hal ini pun akan berdampak pada kelangsungan ketersediaan sumber makanan asal hewan yang berkelanjutan (Subandriyo dan Setiadi, 2003; Sodhi et al., 2006).

Konservasi sumberdaya genetik hewan lokal memainkan peranan penting dalam kelangsungan ketersediaan pangan dunia. Namun peranan ini masih sering kurang disadari, terlihat dari kenyataan bahwa (1) lebih dari 60% bangsa-bangsa ternak dunia berada di negara-negara berkembang; (2) mempertahankan potensi genetik ternak asli/ lokal bukan merupakan hal yang menguntungkan bagi peternak; (3) tidak adanya program pengawasan yang ketat dan ketersediaan informasi yang akurat terhadap sebagian besar bangsa ternak asli; dan (4) masih kurangnya pengembangan potensi genetik terhadap bangsa-bangsa ternak lokal (FAO, 2001). Jacoebs (1994) menambahkan bahwa bangsa kuda yang terdapat di Indonesia pemuliabiakannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15 -1,35 m sehingga tergolong dalam jenis poni. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya kurang serasi, karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan kaki bagian belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara.

Sifat Kuantitatif

(19)

bertanduk, atau tidak bertanduk sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya. Sifat-sifat kualitatif biasanya hanya dikontrol oleh sepasang gen. Sifat kualitatif biasanya bersifat tidak aditif (Noor, 2008).

Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur pada seekor ternak baik untuk sifat produksi seperti ukuran morfologi tubuh, kecepatan lari, daya tahan, dan tenaga tarik juga untuk sifat reproduksi seperti lama kebuntingan, lama birahi, dan produksi susu (Martojo, 1992). Noor (2008) menyatakan bahwa sifat kuantitatif dikontrol oleh banyak pasangan gen yang bersifat aditif. Gen-gen tersebut terdapat dalam sel-sel jaringan dari berbagai bagian tubuh dan organ-organ vital yang saling berinteraksi dalam proses biokimia faali tubuh, maka tidaklah sulit membayangkan bahwa jumlah gen yang berperanan dalam proses tumbuh kembang ini dapat mencapai ratusan bahkan ribuan (Martojo, 1992).

Kecepatan Lari dan Performa Pacu

Hintz (1980) menyatakan bahwa performa pacu dapat diukur melalui pendapatan (hadiah pada perlombaan), catatan pendapatan, indeks pendapatan rata-rata, jarak dari juara, tingkatan performa, berat penyeimbang, waktu-tempuh, waktu rata-rata, urutan juara, lomba yang didiskualifikasi, dan sebagainya. Namun, waktu-tempuh dianggap sebagai parameter yang paling tepat untuk mengukur performa pacu, selain itu waktu-tempuh juga merupakan parameter yang paling sering digunakan. Hal serupa dinyatakan pula oleh Ekîz dan Koçak (2007) bahwa performa pacu kuda dapat diukur melalui waktu-tempuh atau urutan finishsuatu jarak lomba, jumlah pendapatan dalam satu periode, dan berat penyeimbang. Namun waktu-tempuh merupakan sifat yang lebih mudah diwariskan dibanding posisi juara dan jumlah uang yang dimenangkan. Lebih jauh dijelaskan bahwa waktu-tempuh lomba dalam setiap pacuan merupakan satu-satunya ukuran langsung terhadap kecepatan dan juga merupakan sebuah ukuran kuantitatif yang paling tepat untuk mengevaluasi performa pacu pada kuda secara genetis. Nilai kecepatan lari seekor kuda dapat diperoleh dengan membagi jarak pacu terhadap waktu tempuh.

(20)

bahwa puncak performa pacu kuda Thoroughbred di Amerika bermacam-macam, yakni 4 tahun pada pejantan; 2,5 tahun pada induk atau kuda betina; dan 5,5 tahun pada kuda jantan kastrasi.

Thompson (1995) dan Quickness (2006) menyatakan bahwa keseluruhan kerangka kuda memiliki perototan yang terdiri atas tiga jenis urat syaraf utama, yaitu slow twitch fiber, intermediate twitch fiber, dan fast twitch fiber. Slow twitch fiber mempengaruhi kekuatan dan daya tahan otot, intermediate twitch fiber mempengaruhi kemampuan kedua urat syaraf lain, dan fast twitch fiber mempengaruhi kecepatan kontraksi otot. Otot dengan fast twitch fiber memberikan seekor kuda kecepatan, kegesitan, dan ketangkasan serta kekuatan saat berlari.

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Performa Pacu. Hintz (1980) menyatakan bahwa faktor umur dan jenis kelamin mempengaruhi performa pacu kuda Thoroughbred. Faktor lingkungan seperti umur pejantan (ayah), musim saat ternak dilahirkan, lama bunting induk, dan urutan kelahiran individu tidak mempengaruhi performa pacu kuda Thoroughbred.

Islami (2006) menyatakan bahwa pelatih memiliki peranan penting dalam menghasilkan kuda pacu berprestasi. Pelatih yang berpengalaman memiliki kemampuan untuk menilai kelebihan dan kekurangan seekor kuda. Pelatih kemudian akan menentukan bentuk latihan yang sesuai dengan kondisi khusus kuda.

Pertumbuhan dan Tinggi Badan

(21)

pertumbuhan seekor ternak. Kadar androgen yang tinggi pada ternak jantan akan meningkatkan perkembangan otot sehingga individu jantan memiliki pertumbuhan yang lebih besar dan cepat, terutama pada massa protein tubuh.

Bowling dan Ruvinsky (2004) menyatakan bahwa ukuran tubuh kuda memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan akan semakin meningkat seiring pertambahan umur. Tinggi pundak (atau tinggi badan) kuda Thoroughbredmemiliki nilai heritabilitas antara 0,33 hingga 0,88. Sebuah analisis hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda menjelaskan peningkatan kecepatan yang dihasilkan anak kuda disebabkan oleh pertambahan panjang langkah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ternyata anak kuda yang larinya cepat memiliki kaki yang lebih berat dengan frekuensi langkah lebih banyak dan tinggi; dan hal ini terjadi pada kuda yang relatif lebih tinggi. Hill et al. (2010) menyatakan bahwa terdapat asosiasi yang signifikan pada pertambahan massa tubuh kuda pacu Thoroughbred, beserta perototannya, dengan peningkatan tinggi badan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa hubungan ini semakin nyata pada kuda jantan, yang memiliki massa tubuh (otot) yang lebih padat dan banyak.

Ripitabilitas

(22)

kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Nilai ripitabilitas suatu sifat dikatakan rendah jika nilainya berada antara 0,0-0,2; dikatakan sedang jika berada di antara 0,2-0,4; dan dikatakan tinggi jika nilainya melebihi 0,4.

(23)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pengumpulan dan pengolahan data serta penulisan skripsi dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2010 di Laboratorium Genetika Kuantitatif Bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Pengambilan informasi kecepatan lari Kuda Pacu Indonesia sebagai data penelitian dilakukan dari koleksi data atau catatan kecepatan pacu pada Buku Panduan Acara Kejurnas Pordasi Ke-32 Tahun 1998, Buku Panduan Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Ke-34 Tahun 2000, Buku Panduan Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Tahun 2000-2003, Buku Panduan Pacuan Kuda dalam Rangka HUT Minahasa Ke-576 Tahun 2004, Buku Panduan Acara Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Ke-39 Tahun 2005, Buku Panduan Acara Piala Jakarta Derby 2006, Buku Panduan Acara Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Ke-40 Tahun 2006, Buku Panduan Acara Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Ke-41 Tahun 2007, Buku Panduan Acara Lomba Pacuan Kuda Bendi Kalaper dan Perayaan Menyambut Natal Pordasi Tahun 2008, Buku Panduan Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Ke-42 Tahun 2008, Buku Panduan Pacuan Kuda Kejurnas Pordasi Ke-42 Tahun 2008. Jumlah sampel yang digunakan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Sampel Kuda yang Diamati Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Umur (Tahun) Kuda (Ekor) Jumlah (Ekor)

Jantan (♂) Betina (♀)

2 38 40 78

3 51 48 99

4 40 36 76

>4 39 27 66

(24)

--Prosedur dan Rancangan

Prosedur

Data yang diperoleh merupakan data performa fenotipik kuda pacu yang dilombakan. Data meliputi nama kuda, nama induk pejantan, warna rambut, umur, tinggi badan, nama pemilik, event dan tahun lomba, jarak tempuh lomba, waktu tempuh lomba, waktu pelaksanaan lomba dan selisih jarak finishdengan kuda peserta sebelumnya. Data tersebut akan dirangkum dalam bentuk tabel yang lebih mudah untuk dipelajari.

Data yang dapat diolah merupakan catatan kecepatan lari dan tinggi badan selama masa produktif sampai dengan tahun terakhir pencatatan dilakukan. Setiap individu kuda yang diamati memiliki jumlah catatan yang tidak sama satu sama lain. Data dari individu-individu kuda yang diamati dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan umur, kemudian ditabulasikan untuk mempermudah pengolahan data lebih lanjut.

Data yang telah ditabulasikan digunakan dalam perhitungan ripitabilitas pada penelitian ini. Perhitungan nilai ripitabilitas kecepatan lari menggunakan data kecepatan lari yang diperoleh dari informasi waktu tempuh dan jarak lomba. Hintz (1980) menyatakan bahwa waktu tempuh mengindikasikan jumlah detik yang dibutuhkan seekor kuda untuk menyelesaikan lomba, dan merupakan parameter yang paling sering digunakan. Ekîz dan Koçak (2007) melaporkan bahwa waktu tempuh lomba dalam setiap pacuan merupakan satu-satunya pengukuran langsung pada kecepatan dan juga merupakan pengukuran kuantitatif yang tepat untuk mengevaluasi secara genetis performa pacu pada kuda. Nilai kecepatan lari seekor kuda diperoleh dengan membagi jarak lomba terhadap waktu tempuh. Pengujian rataan dilakukan dengan uji-t 2 sampel; jika uji-t antara kelompok jantan dan betina pada kelompok umur tertentu menunjukkan hasil tidak nyata, maka data yang digunakan merupakan data gabungan (kelompok jantan dan betina).

(25)

Rancangan dan Analisis Data

Data kecepatan lari yang telah ditabulasikan diolah menggunakan metode analisis ragam (ANOVA) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2. dan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai ripitabilitas. Data yang sama juga digunakan untuk mendapatkan nilai korelasi antara kecepatan lari dengan tinggi badan kuda yang diamati. Pengelompokan dan pentabulasian data dilakukan dengan menggunakan program Excell Microsoft Office. Pengolahan data dengan metode analisis ragam, analisis uji-t 2-sampel, dan perhitungan nilai korelasi dilakukan melalui program MINITAB14 dan Statistix8.

Model rancangan percobaan berdasarkan Becker (1968) yaitu: Yik= µ + αi+eik

Keterangan:

Yik =pengukuran ke-k pada individu ke-i µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh individu ke-i

eik = pengaruh lingkungan tidak terkontrol dan atribut deviasi genetik individu Tabel 2. Tabel Analisis Ragam

Sumber

Pendugaan nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus (Becker, 1968): R = σW2

σW2 + σ e 2

(26)

Keterangan :

R = ripitabilitas

= ragam kecepatan pacu antara individu-individu yang diamati

= ragam kecepatan pacu berdasarkan pengukuran-pengukuran dalam individu yang diamati

= kuadrat tengah kecepatan pacu = kuadrat tengah individu yang diamati

1

k

= jumlah pencatatan atau ulangan

Uji-t 2 Sampel

Pengujian kesamaan antara dua populasi dihitung menggunakan rumus: t = ((X1- X2) - 0) / s

Keterangan : X1 = rataaan populasi sampel 1 X2 = rataan populasi sampel 2 s = standar deviasi sampel

0 = perbedaan antara rataan populasi

Korelasi Fenotipik Antara Kecepatan Lari dengan Tinggi Badan

Pendugaan koefisien korelasi antara dua parameter (kecepatan lari dan tinggi badan) dihitung dengan menggunakan rumus koefisien korelasi regresi (Maciejowski dan Zięba, 1982):

r = ∑ xy – (∑ x)(∑ y)n ∑ 2 − ∑ 2n ∑ 2 − ∑ 2n

Keterangan : rxy = koefisien korelasi untuk x (tinggi badan) dan y (keceptan lari) Σxy = jumlah pengamatan nilai tinggi badan dan kecepatan lari Σx = jumlah pengukuran nilai tinggi badan

Σy = jumlah pengukuran nilai kecepatan lari Σx2 = jumlah kuadrat nilai tinggi badan Σy2 = jumlah kuadrat nilai kecepatan lari (Σx)2 = kuadrat jumlah nilai tinggi badan (Σy)2 = kuadrat jumlah nilai kecepatan lari

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kecepatan Lari dan Ripitabilitasnya

Sifat Kecepatan Lari

Kecepatan lari Kuda Pacu Indonesia (KPI) yang diamati pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, secara umum kecepatan lari KPI baik pada jantan maupun betina semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur. Hal ini didukung pernyataan Hintz (1980) bahwa pada kuda Thoroughbred di Amerika secara umum puncak performa pacu dicapai pada umur empat tahun. Performa pacu seekor kuda dinilai dari nilai kecepatan atau berapa cepat seekor kuda dapat berlari dan menyelesaikan pacuan.

Tabel 3. Rataan Kecepatan Lari (m/detik) Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur

Keterangan: persen dalam kurung menyatakan koefisien keragaman, n=jumlah individu, superscript

yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)

(28)

Nilai rataan kecepatan lari kuda pacu betina pada umur tiga tahun relatif lebih rendah daripada umur dua tahun. Penurunan kecepatan lari ini kemungkinan karena waktu dan frekuensi latihan kuda pacu betina yang berkurang akibat penerapan program manajemen reproduksi. Peternak atau pemilik kuda memerlukan replacement-stockatau pengganti yang diturunkan dari kuda pacu unggul. Kuda pacu betina pada periode umur ini (tiga tahun) mendapatkan porsi dan waktu latihan yang lebih sedikit, karena dikonsentrasikan untuk persiapan memperoleh keturunan dengan mempertimbangkan masa bunting dan kondisi kesehatan kuda betina serta anak. Jumlah kuda pacu betina unggul yang mengikuti pacuan berkurang karena program tersebut. Damron (2006) menyatakan bahwa proses pengawinan kuda betina sebaiknya dilakukan pada umur diatas dua tahun meskipun pubertas atau dewasa kelamin dicapai pada umur 1,0–1,5 tahun. Manajemen reproduksi ini mencakup masa laktasi anak kuda, program latihan selama kebuntingan dan pasca kelahiran anak, pemenuhan kebutuhan pakan dan nutrisi. Penerapan aspek manajemen yang berbeda oleh masing-masing peternak akan memberikan hasil yang berbeda pula pada setiap individu kuda pacu betina, terutama pada sifat kecepatan lari.

Koefisien keragaman terbesar pada sifat kecepatan lari kuda pacu betina (4,7%) dimiliki oleh kelompok kuda pacu betina umur empat tahun. Hal ini mungkin terjadi karena sifat pacu unggul dari kuda pacu betina telah terekspresi. Berdasarkan jumlah sampel yang diamati, secara umum kuda pacu pada umur tiga tahun meningkat (n=99). Kemungkinan hal ini terjadi karena cukup banyak peternak yang baru mulai menyertakan kuda mereka dalam pacuan saat kuda berumur tiga tahun. Pada umur tersebut banyak ditemukan kuda dengan performa yang layak untuk disertakan dalam pacuan; yang diperlihatkan dengan koefisien keragaman yang menurun (4,54% pada umur dua tahun menjadi 3,41% pada umur tiga tahun) atau keseragaman kecepatan lari yang meningkat. Keseragaman kecepatan lari ini menunjukkan bahwa baik kuda yang baru turut serta maupun kuda yang telah berpacu sebelumnya memiliki kecepatan lari yang tidak terlalu berbeda.

(29)

kelompok kuda pacu jantan berumur dua tahun. Hal ini sangat mungkin terjadi karena banyak faktor, diantaranya pengalaman latihan setiap individu, program latihan dan pemeliharaan, proses perkembangan perototan setiap individu, program pemberian pakan dan manajemen, dan hubungan joki atau pelatih dengan individu. Penerapan manajemen pemeliharaan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda. Faris (2009) menyatakan bahwa aspek pemeliharaan kuda seperti perawatan kaki dan pemandian kuda berpengaruh terhadap kenyamanan kuda dan peningkatan penampilan kuda. Islami (2006) menyatakan bahwa pelatih memiliki peranan penting dalam menghasilkan kuda pacu berprestasi, pelatih berpengalaman memiliki kemampuan menilai kelebihan dan kekurangan seekor kuda untuk kemudian menentukan bentuk latihan yang sesuai dengan kondisi kuda. Faris (2009) menyatakan bahwa pelatih dan joki mempengaruhi mental kuda muda. Pola latihan kuda pacu secara umum terdiri dari kombinasi latihan berdasarkan gaya berjalan kuda yaitu walk, trot, dan canteryang diterapkan pada pagi dan sore hari.

Kecenderungan peningkatan kecepatan lari kuda pacu pada umur di atas tiga tahun kemungkinan mempengaruhi keputusan peternak untuk menyertakan kuda mereka dalam pacuan, yang diperlihatkan dengan jumlah sampel yang lebih sedikit (n=99 pada umur tiga tahun, n=76 pada umur empat tahun) dengan kecepatan lari yang meningkat. Hal ini mungkin mengindikasikan kuda yang diikutsertakan dalam pacuan sudah merupakan hasil seleksi. Jumlah sampel yang semakin sedikit dengan umur yang bertambah, pada umur lebih dari tiga tahun, mengindikasikan bahwa sampel yang diamati merupakan individu-individu kuda terseleksi yang memiliki performa unggul atau berkecepatan lari tinggi.

Tabel 4 menyajikan hasil uji-t kecepatan lari kuda pacu jantan dan betina antara dua kelompok umur yang diamati pada penelitian ini. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kecepatan lari kuda pacu Indonesia secara umum tidak dipengaruhi oleh umur pada selang umur 2–4 tahun. Kecepatan lari kuda pacu mulai meningkat dari umur empat menuju diatas empat tahun.

(30)

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji-t Kecepatan Lari Antara Dua Kelompok Umur pada Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina

Umur (Tahun) Jenis kelamin Hasil uji-t Nilai P

2 – 3 ♂ tn 0,873

♀ tn 0,113

2 – 4 ♂ tn 0,097

♀ tn 0,806

2 – >4 ♂ tn 0,064

♀ tn 0,334

3 – 4 ♂ tn 0,061

♀ tn 0,196

3 – >4 ♂ * 0,029

♀ ** 0,005

4 – >4 ♂ tn 0,919

♀ tn 0,223

Keterangan : *= nyata, **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Thoroughbred di Amerika dicapai pada umur 2–3 tahun. Pada penelitian ini kecepatan lari tertinggi kuda pacu betina (15,349 m/detik) baru dicapai pada umur diatas empat tahun.

Perbedaan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor genetis maupun faktor lingkungan seperti manajemen reproduksi, program pelatihan, dan manajemen pakan. Hal ini dapat diamati pada Tabel 5 yang menyajikan nilai ragam genetis dan lingkungan untuk sifat kecepatan lari KPI pada berbagai kelompok umur. Faris (2009) menyatakan bahwa pemberian pakan pada kuda pacu sebaiknya memiliki rasio hijauan : konsentrat sebesar 30:70 dengan frekuensi pemberian 2–3 kali dalam sehari. Pemberian pakan kuda pacu sebaiknya mempertimbangkan bobot badan, skor tubuh, dan umur kuda; namun hal ini belum diterapkan dalam manajemen pemeliharan kuda pacu di Indonesia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kuda muda memerlukan lebih banyak pakan (Faris, 2009), dengan kadar protein 2%–4% lebih tinggi untuk kegiatan latihan ringan, kerja menengah, dan kerja berat (Cunningham et al., 2005).

(31)

sementara ditemukan tinggi pada kuda pacu betina. Pada umur tersebut potensi genetis kecepatan lari lebih tinggi ditemukan pada kuda pacu jantan. Pelatihan merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh besar terhadap kecepatan lari. Faktor lingkungan sementara pada kuda pacu betina lebih besar dibandingkan kuda pacu jantan, mengindikasikan bahwa kuda pacu betina lebih tidak mudah untuk mengadaptasikan diri sebagai kuda pacu berkecepatan tinggi.

Tabel 5. Nilai σ dan σ Sifat Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur

Umur (Tahun) σ (σ + σ ) σ (σ )

2

♂ 0,193 0,144

♀ 0,084 0,183

3 (♂+♀) 0,049 0,127

4 (♂+♀) 0,235 0,084

>4 (♂+♀) 0,126 0,148

Keterangan : σ =Kuadrat Tengah Antara Individu, σ = Kuadrat Tengah Antara

Pengamatan dalam Individu, σ = Ragam Genetis, σ = Ragam

Lingkungan Tetap, σ = Ragam Lingkungan Sementara

Pada umur tiga tahun kuda pacu betina sudah mulai mampu beradaptasi diri sebagai kuda pacu berkecepatan tinggi, hal ini diperlihatkan oleh kecepatan lari kuda pacu jantan dan betina yang tidak berbeda. Pada umur tersebut, pengaruh lingkungan sementara ditemukan masih lebih tinggi dibandingkan pengaruh genetis pada kedua jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan sementara, seperti pelatihan, masih lebih besar dari pengaruh genetis.

Pelatihan yang dilakukan secara terus menerus pada kuda pacu jantan dan betina menghasilkan individu yang telah beradaptasi untuk tampil sebagai kuda pacu berkecepatan tinggi. Hal ini diperlihatkan dengan pengaruh genetis yang lebih besar dari pengaruh lingkungan sementara pada kelompok umur empat tahun. Pada kelompok umur ini kuda pacu yang telah dilatih dengan baik mampu mengekspresikan keunggulan sifat kecepatan lari.

(32)

kelahiran tidak mempengaruhi performa pacu kuda Thoroughbred. Dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor lain seperti umur dan jenis kelamin mempengaruhi performa pacu kuda Thoroughbred. Pada penelitian ini perbedaan performa pacu kuda jantan dan betina diperlihatkan pada umur dua tahun. Puncak performa pacu kuda yang ditemukan pada penelitian ini sedikit berbeda dengan yang ditemukan Hintz (1980) pada kuda Thoroughbred di Amerika. Hal tersebut terjadi karena KPI merupakan hasil persilangan kuda Sumba dengan kuda Thoroughbred, yang telah membentuk ”bangsa baru” dan telah beradaptasi baik pada kondisi Indonesia.

Ripitabilitas Sifat Kecepatan Lari

Sifat kecepatan lari yang diamati dalam penelitian ini termasuk ke dalam sifat kuantitif. Martojo (1992) menyatakan bahwa sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur pada seekor ternak seperti kecepatan lari. Pengukuran sifat-sifat kuantitatif tidak berakhir pada perolehan nilai dan rataan ukuran sifat-sifat tersebut, seringkali hasil pengukuran digunakan dalam perhitungan untuk menyelidiki apakah sifat tersebut memiliki kecenderungan untuk berulang pada pengukuran berikutnya di masa yang akan datang. Perhitungan tersebut berguna untuk mengetahui apakah sifat yang diamati merupakan sebuah ekspresi genetis atau semata-mata merupakan hasil pengaruh lingkungan sementara pada seekor atau sekelompok ternak. Hasil perhitungan yang digunakan untuk mengetahui kecenderungan pengulangan suatu sifat disebut dengan nilai ripitabilitas. Keragaman suatu sifat mempengaruhi nilai dugaan ripitabilitas sifat tersebut, semakin beragam data maka semakin rendah nilai ripitabilitas dan sebaliknya.

(33)

pernyataan Martojo (1992) yaitu 60%–80%, pada kelompok kuda pacu umur empat tahun dan kelompok kuda pacu jantan umur dua tahun.

Tabel 6. Nilai Ripitabilitas Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur

Umur (Tahun) Jenis Kelamin Nilai Ripitabilitas (R ± S.E.)

2

♂ 0,573 ± 0,140

♀ 0,315 ± 0,206

3 ♂+♀ 0,278 ± 0,138

4 ♂+♀ 0,737 ± 0,042

>4 ♂+♀ 0,460 ± 0,095

Keterangan : R= nilai ripitabilitas, S.E.= standard error

(34)

Ripitabilitas kecepatan lari tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini ditemukan pada umur empat tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada umur tersebut daya pengulangan sifat kecepatan lari berkorelasi tinggi satu sama lain, yang pada penelitian ini dicapai pada kecepatan lari yang tinggi. Pada umur tersebut kuda pacu telah dapat mengekspresikan potensi genetis dengan baik sebagai kuda pacu berkecepatan tinggi. Daya pengulangan sifat kecepatan lari pada umur dua tahun ditemukan lebih tinggi pada kuda jantan, mengindikasikan bahwa potensi genetis kecepatan lari kuda jantan pada umur tersebut sudah mulai terekspresi. Hal ini kemungkinan dipengaruhi peranan hormon-hormon terkait perbedaan jenis kelamin dan pertumbuhan. Cunningham et al. (2005) menyatakan bahwa kelompok hormon androgen yang mempengaruhi perkembangan karakteristik seks sekunder pada jantan, juga memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan tulang dan otot. Perkembangan tulang dan otot kuda pacu Indonesia umur dua tahun pada penelitian ini kemungkinan mempengaruhi kecepatan lari.

Daya pengulangan sifat kecepatan lari kelompok kuda pacu umur lebih dari empat tahun relatif menurun, diindikasikan dengan nilai ripitabilitas yang lebih rendah, yaitu 0,46 yang masih dikategorikan sebagai ripitabilitas tinggi. Penurunan ini kemungkinan mengindikasikan bahwa sifat kecepatan lari kuda pacu mengarah pada kondisi yang lebih stabil, ditandai juga dengan besar pengaruh genetis dan lingkungan yang hampir seimbang (Tabel 5). Kuda pacu pada kelompok umur diatas empat tahun menunjukkan potensi kecepatan lari yang baik, walaupun faktor lingkungan sementara tetap berpengaruh, seperti pelatihan (program dan waktu latihan, hubungan joki dengan individu) dan manajemen pemeliharaan yang teratur (pakan, kontrol penyakit, perkandangan, program pemuliaan). Graham-Thiers dan Kronfeld (2005) menyatakan bahwa untuk mempertahankan ukuran otot seekor kuda memerlukan tambahan makanan berupa asam amino meskipun hanya melakukan sedikit exercise. Cunningham et al. (2005) menyatakan bahwa kuda dewasa tanpa latihan (maintenance) memerlukan 8% protein dalam pakan, sedangkan kuda dewasa dengan latihan ringan memerlukan 1,8% protein lebih banyak.

(35)

konstan, tidak terpengaruh jumlah rataan ukuran yang mungkin berubah. Nilai ripitabilitas yang tinggi adalah bukti dari determinasi sifat yang diamati (Maciejowski dan Zięba, 1982). Perolehan nilai ripitabilitas kecepatan lari pada penelitian (0,28–0,74) ini sedikit di atas hasil pengamatan Ekîz dan Koçak (2007) pada kuda Thoroughbreddi Turki (0,28–0,40). Hal ini mengindikasikan bahwa KPI memiliki daya pengulangan dan pewarisan sifat kecepatan lari yang lebih tinggi daripada kuda Thoroughbred, meskipun kecepatan lari KPI lebih rendah.

Tinggi Badan

Tinggi badan KPI yang diamati pada penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Hasil statistik uji-t yang tertera pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tinggi badan kuda pacu Indonesia secara umum tidak berbeda pada kisaran umur 2– >4 tahun, kecuali tinggi badan kuda jantan antara kelompok umur 4– >4 tahun. Tinggi badan kuda pacu jantan dan betina umur 2 dan 3 tahun tidak berbeda. Perbedaan tinggi badan mulai nampak pada umur empat tahun. Perbedaan tersebut mungkin terjadi karena pengaruh hormon yang berhubungan dengan pertumbuhan yang disebabkan perbedaan jenis kelamin. Cunningham et al. (2005) menyatakan bahwa sekresi

Tabel 7. Rataan Tinggi Badan Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur

Keterangan: persen dalam kurung menyatakan koefisien keragaman, n=jumlah individu, superscript

(36)

testosteron sebagai hormon utama androgen mempengaruhi pertumbuhan cepat yang terjadi menjelang dan selama pubertas. Individu jantan memproduksi testosteron lebih banyak daripada individu betina sehingga tumbuh lebih besar dan cepat. Hormon estrogen betina pada beberapa spesies menghambat pertumbuhan jaringan otot. Dijelaskan lebih lanjut bahwa jenis kelamin memainkan peranan penting dalam pertumbuhan seekor ternak. Kadar androgen yang tinggi pada jantan meningkatkan perkembangan otot sehingga individu jantan memiliki pertumbuhan yang lebih besar dan cepat, terutama pada massa protein tubuh.

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji-t Tinggi Badan Antara Dua Kelompok Umur pada Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina

Umur (Tahun) Jenis Kelamin Hasil Uji-t Nilai P (P-Value)

2 – 3 ♂

Keterangan : *= nyata, tn = tidak nyata

(37)

tinggi badan menurut Bowling dan Ruvinsky (2004) digolongkan sedang sampai dengan tinggi (0,33–0,88).

Korelasi Sifat Kecepatan Lari dan Tinggi Badan

Bowling dan Ruvinsky (2004) melaporkan analisis hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda. Dijelaskan lebih lanjut bahwa peningkatan kecepatan lari anak kuda disebabkan pertambahan panjang langkah. Anak kuda berkecepatan lari tinggi memiliki kaki yang lebih panjang, frekuensi langkah yang lebih banyak, dan melangkah lebih tinggi. Hal ini terjadi pada kuda yang relatif lebih tinggi. Pada penelitian ini, pendugaan nilai korelasi antara kecepatan lari dengan tinggi badan dilakukan berdasarkan pernyataan Bowling dan Ruvinsky (2004), bahwa tinggi badan merupakan faktor penentu kecepatan lari kuda pacu. Hasil pendugaan nilai korelasi antara sifat kecepatan lari dengan tinggi badan KPI disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Korelasi Antara Kecepatan Lari dengan Tinggi Badan Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur

Umur (Tahun) Jenis Kelamin Koefisien Korelasi Nilai P (P-Value)

2 tahun ♂

Keterangan : ** = sangat nyata, tn = tidak nyata

(38)

signifikan pada pertambahan massa tubuh kuda pacu Thoroughbred beserta perototannya, dengan peningkatan tinggi badan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa hubungan ini semakin nyata pada kuda jantan, yang memiliki massa tubuh (otot) yang lebih padat dan banyak.

Koefisien korelasi sangat nyata (P<0,01) yang ditunjukkan kelompok KPI jantan umur empat tahun kemungkinan karena kuda pacu jantan berada pada kondisi puncak performa. Potensi genetis sifat kecepatan lari tertinggi telah diekspresikan oleh KPI jantan umur empat tahun. Pada umur lebih dari empat tahun potensi genetis sifat kecepatan lari tidak berbeda dengan umur sebelumnya, tetapi tinggi badan kelompok kuda pacu jantan ditemukan lebih rendah. Hal ini yang menyebabkan tidak ditemukan korelasi antara kecepatan lari dan tinggi badan.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kecepatan lari kuda pacu jantan dan betina pada umur 3, 4, dan >4 tahun tidak berbeda. Kecepatan lari kuda pacu Indonesia jantan dan betina tertinggi ditemukan pada kelompok umur empat tahun. Pada umur dua tahun pengaruh genetis kecepatan lari pada kuda pacu jantan lebih tinggi dibandingkan kuda pacu betina, sedangkan pengaruh lingkungan sementara ditemukan lebih tinggi pada kuda pacu betina dan kedua jenis kelamin pada umur tiga tahun.

Ripitabilitas sifat kecepatan lari kuda pacu jantan pada umur dua tahun lebih tinggi daripada betina (0,573 vs. 0,315). Ripitabilitas kecepatan lari pada umur tiga tahun (0,278) lebih rendah daripada umur dua tahun, dan dikategorikan sebagai ripitabilitas sedang. Ripitabilitas kecepatan lari kuda pacu Indonesia tertinggi (0,737), dikategorikan sebagai ripitabilitas tinggi, ditemukan pada umur empat tahun. Ripitabilitas kecepatan lari pada umur diatas empat tahun lebih rendah daripada umur empat tahun (0,460 vs. 0,737), tetapi masih tetap dikategorikan sebagai ripitabilitas tinggi.

Tinggi badan kuda pacu Indonesia secara umum tidak berbeda pada kisaran umur 2– >4 tahun. Perbedaan tinggi badan antara kuda pacu jantan dan betina mulai nampak pada umur empat tahun. Kuda pacu jantan umur empat tahun memiliki korelasi yang sangat nyata (P<0,01) antara kecepatan lari dan tinggi badan. Kecepatan lari kuda pacu betina umur empat tahun tidak berkorelasi dengan tinggi badan. Korelasi antara kecepatan lari dan tinggi badan tidak ditemukan pada kelompok kuda pacu umur lebih dari empat tahun.

Saran

(40)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala berkat, tuntunan, dan karunia-Nya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. dan Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si. selaku pembimbing skripsi atas kesabaran, tanggung jawab, dan perhatian yang luar biasa. Terima kasih untuk waktu, pengalaman, dan nasihat yang senantiasa diberikan dari awal pencetusan ide penelitian hingga penulisan skripsi terselesaikan. Penulis pun mengucapkan terima kasih kepada Ir. Salundik, M.Si. selaku pembimbing akademik atas saran, pengarahan, dan pengalaman yang dibagikan selama ini; terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S. dan Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si. sebagai anggota dewan penguji atas pangalaman serta saran bagi penulisan skripsi, tidak terlewatkan kepada Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. selaku dosen pembahas seminar atas saran yang telah diberikan bagi penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih pada keluarga tercinta: Mama dan Cici atas semua doa, dorongan, dan perhatian yang tak kunjung padam; Papa atas doa dan nasihat yang selalu membangun; terimakasih untuk semua pengorbanan dan bantuan kalian. Terima kasih pada Liza Angela atas semua doa, dukungan, pengorbanan, kesabaran, dan perhatian yang selalu ditunjukkan dengan penuh cinta. Terima kasih Penulis ucapkan pada semua sahabat Fakultas Peternakan : A.Vanda A., Yoshefhin M.R., D. Sunaryo, D.K. Barus, Mellisa R.S.D., S.J. Sianturi, serta teman-teman lain atas dukungan dan perjuangan bersama. Terimakasih Penulis ucapkan pada Maksiaterz: D. Pramudita, F.R. Luhur, A. Sutrisna, Rio A.R., J. Glen, Y. Tigana, Bayang D.K., dan W.G. Munthe atas semua dukungan, persahabatan, pengalaman, kesabaran, keisengan, dan kebersamaan selama ini. Terima kasih pada Priskila L, Vania D.A., Cintya, dan Fuad H. sebagai rekan seperjuangan dalam penelitian; Erick T. atas dukungan dan hiburan selama penulisan skripsi; semua sahabat Anak-Bola Angela atas dukungan dan doa yang diberikan. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan IPB atas kerja keras dan dedikasi yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, D., D.Y. Telegin, & D. Brown. 1991. Origin of the horseback riding. Scientific American. 225: 44-48.

Bannikov, A. G. & F. E. Flint. 1989. Order Perrisodactyla. In : Skolov, V. E. (Ed). Life of Animals Mammals. Vol. 7. Prosveshenie, Moscow.

Becker, W. A. 1968. Manual of Procedures in Quantitative Genetics. 2nd ed. Washington State University Press, Washington.

Blakely, J. & D. H. Blade. 1991. The Science of Animal Husbandry. Prentice-Hall Inc., New Jersey.

Bourdon, R. M. 1997. Understanding Animal Breeding. Prentice Hall Inc., New Jersey.

Bowling, A. T. & A. Ruvinsky. 2004. The Genetic of The Horse. CABI Publishing, London.

Campbell, J. R. & J. F. Lasley. 1981. The Science of Animals that Serve Humanity. 3rded. McGraw-Hill Book Company, New York.

Cunningham, M., M. A. Latour, & D. Acker. 2005. Animal Science and Industry. 7th ed. Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Damron, W. S. 2006. Introduction to Animal Science: Global, Biological, Social, and Industry Perspectives. 3rded. Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Edwards, E. H. 1994. The Encyclopedia of The Horse. Dorling Kindersley, London. Ensminger, M. E. 1962. Animal Science. Animal Agriculture Series. 5thed. Printers

& Publishers Inc., Danville, Illinois.

Ekîz, B. & Ö. Koçak. 2007. Estimates of genetic parameters for racing times of Thoroughbred horses. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 2007. 31(1): 1-5.

Equestrian Indonesia. 2008. Grading Up Kuda Lokal dengan Thoroughbred. http://www.equestrian-indonesia.org/thoroughbred [20-05-2010].

Faris, I. 2009. Pola latihan kuda pacu di Pulo Mas dalam rangka menghadapi Kejuaraan Derby Nasional 2009. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2000. World Watch List for Domestic Animal Diversity. 3rded. FAO, Rome.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2001. Sustainable Use of Animal Genetic Resources. IDAD-APHD FAO, Rome.

Gatenby, R. M. 1991. Sheep. The Tropical Agriculturalist. McMillan Education Ltd., London.

(42)

Hill, E. W., J. Gu, S. S. Eivers, R. G. Fonseca, B. A. McGivney, P. Govindajaran, N. Orr, L. M. Katz, & D. MacHugh. 2010. A sequence polymorphism in MSTN predicts sprinting ability and racing stamina in Thoroughbred horses. PLoS ONE 5(1): e8645. doi:10.1371/journal.pone.0008645

Hintz, R. L. 1980. Genetics of performance in the horse. J. Anim. Sci. 51:582-594. Islami, R. Z. 2006. Evaluasi performa Kuda Pacu Indonesia. Tesis. Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jacoebs, T. N. 1994. Budidaya Ternak Kuda. Kanisius, Yogyakarta.

Kidd, J. 1995. Horses and Ponies of The World. Ward Lock Publishing, London. Lasley, J. E. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd ed. Prentice-Hall Inc.,

Englewood Cliffs, New Jersey.

Maciejowski, J. &J. Sięba. 1982. Genetics and Animal Breeding. Elsevier Publisher Company, Amsterdam.

Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. Pallawaruka, 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik vol. 1b. UI Press

Indonesia, Jakarta.

Quickness, A. 2006. Isometrics training and fast twitch muscle fibers. http://www.athleticquickness.com/about_athletic_quickness/ismtrcs_training/java.ht m [27Agustus 2010].

Roberts, P. 1994. The Complete Horse. Multimedia Books Publishing Ltd., London. Sodhi, M., M. Mukesh, B. Prakash, S.P.S. Ahlawat, & R. C. Sobti. 2006.

Microsatellite DNA typing for assessment of genetic variability in Tharparkar breed of Indian Zebu (Bos indicus) cattle, a major breed of Rajasthan. J. Genet. 85: 165-170.

Soehardjono, O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta.

Subandriyo & B. Setiadi. 2003. Pengelolaan plasma nutfah hewani sebagai asset dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Lokakarya Pemantapan Pengelolaan Database dan Pengenalan Jejaring Kerja Plasma Nutfah Pertanian, Bogor 21-28 Juli 2003, Komisi Nasional Plasma Nutfah.

Thompson, K. N. 1995. Skeletal growth rates of weanling and yearling Thoroughbred horses. J. Anim. Sci. 73:2513-2517.

Turner, H. N. & S. Young. 1969. Quantitative Genetics in Sheep Breeding. Cornell University Press, New York.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, & W. Hardjosubroto. 1987. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(43)
(44)

Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Uji-t Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia Antara Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur

Umur (Tahun) Hasil Uji- t Nilai P

2 * 0,045

3 tn 0,441

4 tn 0,877

>4 tn 0,147

Keterangan : *= nyata, **= sangat nyata, tn= tidak nyata

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Uji-t Tinggi Badan Kuda Pacu Indonesia Antara Jantan dan Betina pada Berbagai Kelompok Umur Umur (tahun) Hasil uji-t Nilai P

2 tn 0,705

3 tn 0,139

4 ** 0,000

>4 ** 0,006

(45)

Lampiran 3. Contoh Data Kecepatan Lari Berdasarkan Pencatatan dari Buku Panduan Acara Pacuan Kuda pada Kuda Pacu

14,50 15,09 14,81 14,77 14,72 14,68 15,38 15,06 15,01 15,38 15,15 15,05 14,63 15,49 15,69

14,68 14,62 13,47 13,89 14,29 14,07 14,27 14,09 13,75 15,38 15,38 15,28 15,22 15,17 14,92

15,02 14,74 15,71 15,75 15,32

15,06 15,74

14,60 15,38

Keterangan : 1= Bridgit; 2= Nokia; 3= Putri Tevane; 4= Sinyo Pedooben; 5= Ratu Dora; 6= Bhayangkara Minsel; 7= Damai; 8= Peter Pan; 9= Tri Love; 10= Minsel Queen; 11= My Way Junior; 12= Merry Christmas; 13= Duta Tonsea; 14= Bunga Kasih; 15= Maesa Queen

Lampiran 4. Contoh Data Kecepatan Lari Berdasarkan Pencatatan dari Buku Panduan Acara Pacuan Kuda pada Kuda Pacu Indonesia Nomor Individu 16-30

15,98 15,93 16,33 16,25 15,31 15,77 15,25 15,37 15,45 15,50 15,61 14,70 15,27 13,87 14,07

14,97 15,35 15,52 14,63 15,65 15,93 14,81 15,15 14,66 15,02 15,47 14,40 14,82 14,14 14,49

15,63 14,55 15,05 14,54 14,94 14,94

14,39

14,38

Keterangan : 16= Red Ranger; 17= Maesa Star; 18= Prima Sulut; 19= Torona Queen; 20= Padang Bulan; 21= Ratu Samosir; 22= Acropolis; 23= Anglia Rose; 24= Pasiwuren; 25= Romeo; 26= Putra Simpaty; 27= Bless Pangeran; 28= Maesa Putra; 29= Bravo Tonsea; 30= Putri Swadiri

(46)

34

Lampiran 5. Contoh Data Kecepatan Lari (m/detik) Kuda Pacu Jantan pada Umur Dua Tahun No.

Individu 2 6 8 9 13 16 18 27 29 31 32 37 38

15,094 14,677 15,055 15,008 14,625 15,975 16,327 14,701 13,866 14,215 14,286 15,980 15,350

14,616 14,066 14,092 13,748 14,135 14,128 14,706 15,198 15,267

14,938

rataan 14,855 14,371 14,574 14,378 14,625 15,975 16,327 14,701 14,313 14,172 14,496 15,589 15,309 No.

individu 40 46 68 70 82 96 97 98 102 104 106 107 108

14,929 15,410 15,289 15,011 13,414 15,267 14,946 15,039 15,311 15,322 14,838 15,463 15,476

14,513 15,313 15,342 14,652 15,317 15,583 15,321

rataan 14,721 15,410 15,301 15,177 13,414 15,267 14,799 15,178 15,311 15,322 14,838 15,523 15,399 No.

individu 109 115 119 138 139 146 160 161 162 164 197 206

15,508 16,000 15,269 14,987 15,260 14,523 15,180 15,045 15,018 14,975 15,154 15,005 15,342 15,504 15,599

15,834

rataan 15,425 15,779 15,434 14,987 15,260 14,523 15,180 15,045 15,018 14,975 15,154 15,005

Keterangan : 2= Nokia; 6= Bhayangkara Minsel; 8= Peter Pan; 9= Tri Love; 13= Duta Tonsea; 16= Red Ranger; 18= Prima Sulut; 27= Bless Pangeran; 29= Bravo Tonsea; 31= Prima Maroon; 32= Golgota; 37= Lebih Baik; 38= Prince Jade; 40= Opo Kilat; 46= Iron Horse; 68= Lord Baracuda; 70= Lucky Bravo; 82= Wali Nagari; 96= Mayoret; 97= Sinar Ramadhan; 98= Anak Nagari; 102= Tanjung Alam Putra; 104=Jubah Putih; 106= Saud; 107= Putra Manguni Makasiouw; 108= Qolbun Salim; 109= Brave Heart (Bintang Klabat); 115= Aroma Cengkeh; 119= Pramuda Wardani; 138= Jofid Scanlon; 139= Terano; 146= Bintang Sanubari; 160= Prince Alzao; 161= Situjuh Nagari; 162= King Master; 164= Bintang Ramboh; 197= Wuri Muda; 206= Banyu Kencana

3

(47)

Lampiran 6. Contoh Data Kecepatan Lari (m/detik) Kuda Pacu Betina pada Umur Lebih dari Empat Tahun (lima tahun dan lebih) No.

Individu 20 36 45 48 49 54 56 58 63 64 69 72 76 79

15,309 15,299 15,782 15,535 15,528 14,802 15,278 15,515 15,518 16,021 15,867 15,530 14,927 15,845

15,653 15,835 15,674 14,937 15,238 16,197 15,265

15,719 14,773 16,085

15,933

rataan 15,481 15,299 15,782 15,755 15,601 14,837 15,258 15,856 15,518 15,790 15,867 15,530 14,927 15,845

No.

individu 84 90 101 116 121 122 125 129 141 157 170 177 183

14,445 14,943 15,796 15,301 15,244 14,991 16,108 14,599 14,960 14,962 15,742 15,321 14,915

14,218 14,756 15,335 15,393 15,012 15,102 14,689

14,773 15,518 14,973

16,139 14,974

15,697 14,956

15,605 15,054

14,796

rataan 14,332 14,824 15,796 15,301 15,244 15,547 15,751 14,599 14,960 14,961 15,742 15,212 14,802

Keterangan : 20= Padang Bulan; 36= North Lady; 45= Selebritis; 48= Queen Trojan; 49= Lady Antik; 54= Pakas Star; 56= Arena Tumotowa; 58= My Glory; 63= Aussie; 64= Anglia; 69= Aquarian Trojan; 72= Noni Toraget; 76=Super Sport; 79= Brilliant Agam; 84= Wimpina; 90= Dewi Prima; 101= Cinto Nagari; 116= Rano Reindang; 121= Cinta Mulia; 122= Miss Redgan; 125= Xena; 129= Yes One; 141= Princess Tanjung; 157= Bunga Bangsa; 170= Bontot Tanjungsari; 177= Dalimo Putri; 180= Peduli

3

(48)

Lampiran 7. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan Umur Dua Tahun

Sumber

Keragaman Derajat Bebas JK KT

KT yang Diharapkan

Antara Individu 37 16,379 0,443

+ k

1

Antara Pengamatan dalam Individu

21 3,020 0,144

Total 58 19,399

Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, = KT antara individu, = KT antara

pengamatan, koefisien k1= ( )( . −

. ), N= jumlah individu, m.= jumlah

pengamatan, ∑ m = kuadrat jumlah ulangan

=

( )

( . −

.

)

=

= 1/37 (59 – 105/59) = 0,193 = 1,547 0,193 + 0,144

= 0,573

=

= 0,443 – 0,144 1,547 = 0,193

S.E.(R)

=

( . ) ( ) [ ( ) ] ( . )( )

= √ 2(59 – 1) (1–0,573)2[1 + (1,547 –1) 0,573]2 (1,547)2(59–38) (38 – 1)

= √ 0,020 = 0,14

(49)

Lampiran 8. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Betina Umur

Antara Individu 39 12,024 0,308

+ k

1

Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, = KT antara individu, = KT antara

pengamatan, koefisien k1= ( )( . −

. ), N= jumlah individu, m.= jumlah

pengamatan, ∑ m = kuadrat jumlah ulangan

(50)

Lampiran 9. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan dan Betina Umur Tiga Tahun

Sumber

Keragaman Derajat Bebas JK KT

KT yang Diharapkan

Antara Individu 98 19,467 0,199

+ k

1

Antara Pengamatan dalam Individu

48 6,092 0,127

Total 146 25,559

Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, = KT antara individu, = KT antara

pengamatan, koefisien k1= ( )( . −

. ), N= jumlah individu, m.= jumlah

pengamatan, ∑ m = kuadrat jumlah ulangan

=

( )

( . −

.

)

=

= 1/98 (147 – 251/147) = 0,049 = 1,483 0,049 + 0,127

= 0,278

=

= 0,199 – 0,127 1,483 = 0,049

S.E.(R)

=

( . ) ( ) [ ( ) ] ( . )( )

= √ 2(147 – 1) (1– 0,278)2[1 + (1,483 – 1) 0,278]2 (1,483)2(147 – 99) (99 – 1)

= √ 0,019 = 0,138

(51)

Lampiran 10. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan dan Betina Umur Empat Tahun

Sumber

Keragaman Derajat Bebas JK KT

KT yang Diharapkan

Antara Individu 75 33,383 0,445

+ k

1

Antara Pengamatan dalam Individu

41 3,446 0,084

Total 116 36,828

Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, = KT antara individu, = KT antara

pengamatan, koefisien k1= ( )( . −

. ), N= jumlah individu, m.= jumlah

pengamatan, ∑ m = kuadrat jumlah ulangan

=

( )

( . −

.

)

=

= 1/75 (117 – 213/117) = 0,235 = 1,536 0,235 + 0,084

= 0,737

=

= 0,445 – 0,084 1,536 = 0,235

S.E.(R)

=

( . ) ( ) [ ( ) ] ( . )( )

= √ 2(117 – 1) (1– 0,737)2[1 + (1,536 – 1) 0,737]2 (1,536)2(177 – 76) (76 – 1)

= √ 0,0018 = 0,042

(52)

Lampiran 11. Analisis Keragaman Kecepatan Lari Kuda Pacu Jantan dan Betina Umur Lebih dari Empat Tahun

Sumber

Keragaman Derajat Bebas JK KT

KT yang Diharapkan

Antara Individu 65 26,383 0,406

+ k

1

Antara Pengamatan dalam Individu

70 10,381 0,148

Total 135 36,763

Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah, = KT antara individu, = KT antara

pengamatan, koefisien k1= ( )( . −

. ), N= jumlah individu, m.= jumlah

pengamatan, ∑ m = kuadrat jumlah ulangan

=

( )

( . −

.

)

=

= 1/65 (136 – 400/136) = 0,126 = 2,047 0,126 + 0,148

= 0,46

=

= 0,406 – 0,148 2,047 = 0,126

S.E.(R)

=

( . ) ( ) [ ( ) ] ( . )( )

= √ 2(136 – 1) (1– 0,46)2[1 + (2,047 – 1) 0,46]2 (2,047)2(136 – 66) (66 – 1)

= √ 0,009 = 0,095

Gambar

Tabel 1. Jumlah Sampel Kuda yang Diamati Berdasarkan Umur
Tabel 1.  Jumlah Sampel Kuda yang Diamati Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Tabel 4.  Rekapitulasi Hasil Uji-t Kecepatan Lari Antara Dua Kelompok Umurpada Kuda Pacu Indonesia Jantan dan Betina
Tabel 5.  Nilai σ�� dan σ�� Sifat Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia Jantandan Betina pada Berbagai Kelompok Umur
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan adanya hubungan status sosial-ekonomi dengan kejadian karies gigi pada anak 12-14 tahun yaitu anak yang berasal dari keluarga

Pada kecepatan tinggi saat 215,6 watt ,tahanan bentuk serta tahanan gesek dari penggunaan water tunnel yang dilengkapi pengarah masih lebih besar dibandingkan daya dorong

Bagi praktisi: penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk mengidentifikasi apakah penerapan kepemimpinan melayani akan mempengaruhi kepercayaan dalam suatu organisasi

Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri Dewasa Muda Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional dan Umur Perkawinan. Indonesian

Skripsi (Tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Perilaku Agresi.. pada Siswa di SMK Muhammadiyah 1 Malang. Jurnal

(2) Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern yang sudah operasional dan telah memperoleh SIUP sebelum diberlakukannya Peraturan Walikota ini wajib. mengajukan IUPP atau

Baca petikan cerpen di bawah dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikut dengan menggunakan ayat anda sendiri.. Otaknya ligat berputar mencari jalan untuk berbicara

Tipe tanah organosol yang merupakan tanah asli pada kawasan perencanaan memiliki persediaan air tanah dalam, rata-rata curah hujan pertahun 2500 mm/tahun, batuan induk