FERI ISNU SUGIH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
FERI ISNU SUGIH E 14104057
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Feri Isnu Sugih. Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Di seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi keberadaan hutan rakyat sudah hampir merata dan pada umumnya telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sifat dari hasil produksi kayu rakyat pada umumnya adalah : volume atau jumlahnya yang relatif kecil; letaknya yang bertebaran pada kondisi tofografi yang sulit; jauh dari konsumen atau industri pengolahan; kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen; dan waktu panen yang tidak menentu. Hal tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani dengan konsumen kayu rakyat.
Pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan berdasarkan tiga (3) jenis produk, yaitu produk kayu pertukangan, produk palet (peti landasan) dan produk haspel (gulungan kabel). Produk kayu pertukangan memiliki enam (6) pelaku pemasaran dengan saluran pemasaran yang terbentuk berjumlah dua belas (12) saluran. Produk palet memiliki tujuh (7) pelaku pemasaran dengan delapan (8) saluran, sedangkan produk haspel memiliki empat (4) pelaku pemasaran dengan dua (2) saluran.
Struktur pasar pelaku pemasaran dari berbagai jenis produk kayu rakyat pada umumnya terdiri dari dua tipe, yaitu oligopsoni terdiferensiasi dan pasar persaingan monopolistik dengan pasar yang sebagian besar mengarah pada keadaan yang kompetitif. Namun, struktur pasar dapat juga mendekati monopsoni akibat dari adanya bentuk kerjasama modal dan juga langganan.
Pendapatan usaha kayu rakyat di tingkat petani sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu yang dijual, besarnya produksi dan besar penyusutan kayu, sedangkan pendapatan di tingkat pelaku pemasaran yang lainnya ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu (produk) yang dijual, volume pembelian atau realisasi produksi, bentuk dan jenis kayu (produk) yang dibeli dari produsen dan besar penyusutan kayu.
Saluran pemasaran yang terbentuk diantara masing-masing produk kayu rakyat yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - konsumen) pada produk kayu pertukangan dengan persentase farmer share terbesar sebesar 100% dan rasio keuntungan/biaya (K/B) yang dimiliki = 0,44%. Untuk industri palet, saluran pemasaran yang efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen) dan 2 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - agen palet - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 24,59% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%. Sedangkan pada produk haspel saluran yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 12,34% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%.
Feri Isnu Sugih. A Study on the Marketing of People’s Wood in Sukabumi Regency. Under the Supervision of LETI SUNDAWATI and DODIK RIDHO NURROCHMAT
In the whole region of Sukabumi people’s forest is almost evenly available and in general has given a positive effect on the community’s socio-economy. However, generally its wood production has the following characteristics: its volume and quantity is relatively small; its location is spread out on a topographical condition that is difficult to access; it is far from consumers or processing industries; the wood quality is relatively lower than expected by consumers; and its harvest time is uncertain. These encourage the involvement of the other players in the marketing of people’s wood, namely collecting traders with the role of connecting the farmers and the consumers of their wood.
The marketing of people’s wood in Sukabumi can be distinguished based on three types of products: carpentry wood, palet product (wooden case), haspel product (cable roll). The product of carpentry wood has six marketing players with twelve established marketing channels. The palet product has seven marketing players with eight marketing channels, and the haspel product has four marketing players with two marketing channels.
The market structure of the various products of people’s wood is in general of two types: differentiated oligopsoni and monopolistic competitive market, most of which lead to competitive condition. However, the market structure can also come closer to monopsoni as a result of cooperation on capital supports and regular customers.
The income from people’s wood at the level of farmers is greatly determined by the forms and types of wood sold, production volume and the degree of wood shrinkage, whereas the income at the level of other marketing players is affected by the forms and types of wood products sold, buying volume or resulted production, forms and types of wood bought from producers and degree of wood shrinkage.
The marketing channels which are close to an efficient condition established for each product of people’s wood are channel 1 (farmers – consumers) for carpentry wood with the biggest percentage of farmer share at 100% and the Benefit Cost (BC) of 0.44%. For palet wood, the most efficient is channel 1 (farmers – palet sawing industries – palet assembling industries – consumers), and channel 2 (farmers – palet sawing industries – palet assembling industries – palet agents – consumers) with the biggest percentage of farmer share at 24.59% and the BC ratio of 0.96%. Meanwhile the marketing channels which are nearly efficient for the haspel products are channel 1 (farmers – sawing industries and haspel assembling – consumers) with the biggest percentage farmer share at 12.34% and the BC ratio of 0.96%.
NIM : E14104057
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F NIP. 19640830 199003 2 001 NIP. 19700329 199608 1 001
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pemasaran
Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Feri Isnu Sugih
Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang
tidak akan pernah bisa terbalaskan.
3. Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.F dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan
dan saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc. sebagai dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Soni Trison, S,Hut, MSi. atas perhatian dan nasehat-nasehatnya.
7. Seluruh staf dari laboratorium-laboratorium dan staf administrasi yang ada di
Fakultas Kehutanan IPB, secara khusus untuk semua staf administrasi dari
Departemen Manajemen Hutan atas segala bantuan dan kerjasamanya.
8. Rekan-rekan senasib seperjuangan Departemen Manajemen Hutan angkatan
41, terima kasih atas kebersamaannya.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, tanpa bermaksud
mengurangi rasa hormat saya kepada Anda semua dan semoga segala amal
kebaikan Anda semua mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Bogor, September 2009
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah, tuhan semesta alam yang
telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pada penelitian ini penulis
mengambil judul “Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Leti Sundawati
M.Sc.F dan kepada Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat M.Sc.F yang telah
dengan sabar meluangkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan penelitian
di lapangan, terutama kepada para kepala desa serta aparaturnya yang desanya
dijadikan sebagai lokasi penelitian dan semua pihak yang terlibat dalam
pemasaran kayu rakyat yang telah membantu penulis dalam mendapatkan
informasi di lapangan. Terakhir, penulis sangat bersyukur atas doa dan jerih payah
kedua orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga
perguruan tinggi. Harapan dari penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1985 di Desa Cicalengka,
Kabupaten Bandung dan merupakan anak tunggal dari keluarga Bapak Paima
Fidentius Pandiangan dan Ibu Iis Wisnu Sugih.
Penulis pertama kali menempuh jalur pendidikan pada tahun 1990 di SDN
Nagrog 1 Cicalengka hingga kelas 1 dan dilanjutkan di SDN 013 Pagi Jakarta
Timur hingga dapat lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis lalu
melanjutkan pendidikan di SLTPN 255 Jakarta Timur dan dapat lulus pada tahun
1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN 50 Jakarta Timur dan lulus
pada tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis dapat diterima masuk di Institut
Pertanian Bogor (IPB) dengan pilihan Program Studi Manajemen Hutan yang
merupakan salah satu program studi di Fakultas Kehutanan IPB dan pada tahun
ketiga penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai Sub Program
Studi yang paling diminati.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan yakni di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB
(DPM-E) sebagai Ketua Komisi B (Bidang Eksternal) periode tahun 2006-2007
dan Dewan Keluarga Musholla Ibadurrahman (DKM-E) sebagai anggota periode
tahun 2004-2007. Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang
yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan
(P3H) di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah dan BKPH Getas (KPH Ngawi),
Jawa Timur dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II, Pulau
Laut, Kalimantan Selatan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan,
penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1985 di Desa Cicalengka,
Kabupaten Bandung dan merupakan anak tunggal dari keluarga Bapak Paima
Fidentius Pandiangan dan Ibu Iis Wisnu Sugih.
Penulis pertama kali menempuh jalur pendidikan pada tahun 1990 di SDN
Nagrog 1 Cicalengka hingga kelas 1 dan dilanjutkan di SDN 013 Pagi Jakarta
Timur hingga dapat lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis lalu
melanjutkan pendidikan di SLTPN 255 Jakarta Timur dan dapat lulus pada tahun
1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN 50 Jakarta Timur dan lulus
pada tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis dapat diterima masuk di Institut
Pertanian Bogor (IPB) dengan pilihan Program Studi Manajemen Hutan yang
merupakan salah satu program studi di Fakultas Kehutanan IPB dan pada tahun
ketiga penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai Sub Program
Studi yang paling diminati.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan yakni di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB
(DPM-E) sebagai Ketua Komisi B (Bidang Eksternal) periode tahun 2006-2007
dan Dewan Keluarga Musholla Ibadurrahman (DKM-E) sebagai anggota periode
tahun 2004-2007. Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang
yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan
(P3H) di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah dan BKPH Getas (KPH Ngawi),
Jawa Timur dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II, Pulau
Laut, Kalimantan Selatan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan,
penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ... 2
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat ... 4
2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat ... 4
2.1.2 Pola-Pola Hutan Rakyat ... 4
2.1.3 Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat ... 5
2.1 Pemasaran ... 6
2.1.1 Pengertian Pemasaran ... 6
2.1.2 Pelaku (Lembaga) Pemasaran ... 6
2.1.3 Saluran Pemasaran... 6
2.1.4 Struktur Pasar ... 7
2.1.5 Marjin Pemasaran ... 7
2.1.6 Efisiensi Pemasaran ... 8
2.1.7 Pendapatan Usaha ... 9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 10
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10
3.3 Alat dan Obyek Penelitian ... 11
3.5 Jenis dan Sumber Data ... 12
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 13
3.7 Metode pengambilan sampel ... 14
3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 14
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 17
4.2 Iklim, Topografi dan Jenis Tanah ... 17
4.3 Kependudukan ... 18
4.4 Pendidikan ... 19
4.5 Mata Pencaharian ... 19
4.6 Agama ... 19
4.7 Sarana dan Prasarana ... 20
4.8 Penggunaan Lahan... 20
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... 21
5.1.1 Jenis Tanaman Dominan ... 21
5.1.2 Pola dan Pergiliran Tanam ... 22
a. Pola Tanam ... 22
b. Pergiliran Tanam ... 23
5.1.3 Pembuatan Tanaman ... 23
a. Persiapan Lahan ... 24
b. Pengadaan Bibit ... 24
c. Penanaman ... 25
5.1.4 Pemeliharaan dan Perlindungan ... 26
a. Pemupukan ... 26
b. Penyulaman ... 26
c. Pemberantasan Hama dan Penyakit ... 26
5.1.5 Pemanenan ... 27
a. Pembuatan Surat Izin Tebang (SIT) ... 27
b. Penebangan ... 28
c. Pembagian dan Pembersihan Batang ... 28
e. Muat-Bongkar ... 29
f. Pengangkutan ... 30
g. Penimbunan Kayu ... 30
h. Pengolahan (Penggergajian) Kayu ... 31
5.2 Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat ... 32
5.2.1 Petani Hutan Rakyat ... 32
a. Kelompok Umur ... 32
b. Tingkat Pendidikan ... 32
c. Jumlah Anggota Keluarga ... 33
d. Mata Pencaharian ... 34
e. Luas Rata-Rata Hutan Rakyat ... 34
f. Bentuk Kayu yang Dijual ... 35
g. Produksi Kayu Rakyat ... 36
h. Harga Jual ... 36
5.2.2 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat ... 38
a. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan ... 38
b. Volume Pembelian ... 39
c. Konsumen dan Bentuk Kayu yang Dijual ... 39
d. Harga Jual ... 40
5.2.3 Industri Pengolahan Kayu Rakyat ... 41
5.2.3.1 Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat ... 42
a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan 42 b. Kapasitas dan Realisasi Produksi ... 42
c. Produk dan Konsumen ... 43
d. Produk, Ukuran dan Harga Jual... 44
5.2.3.2 Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat ... 44
a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan 44 b. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja ... 45
c. Produk, Ukuran dan Harga Jual ... 46
d. Produk dan Konsumen ... 47
5.2.4 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat ... 47
a. Daya Beli ... 47
b. Produk, Ukuran, Harga Jual dan Konsumen .... 48
5.2.4.2 Agen Palet ... 48
5.3 Karakteristik Pemasaran Kayu Rakyat ... 49
5.3.1 Saluran Pemasaran Kayu Rakyat... 49
5.3.1.1 Produk Kayu Pertukangan ... 49
5.3.1.2 Produk Palet (Peti Landasan) ... 53
5.3.1.3 Produk Haspel (Gulungan Kabel) ... 56
5.3.2 Struktur Pasar Pemasaran Kayu Rakyat ... 57
5.3.2.1 Produk Kayu Pertukangan ... 57
5.3.2.2 Produk Palet (Peti Landasan) ... 60
5.3.2.3 Produk Haspel (Gulungan Kabel) ... 62
5.3.3 Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat ... 64
5.3.3.1 Petani Hutan Rakyat ... 64
5.3.3.2 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat ... 65
5.3.3.3 Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat ... 66
5.3.3.4 Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat ... 67
5.3.3.5 Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat ... 68
5.3.3.6 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat ... 69
5.3.4 Marjin dan Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat ... 69
5.3.4.1 Produk Kayu Pertukangan ... 70
5.3.4.2 Produk Palet (Peti Landasan) ... 73
5.3.4.3 Produk Haspel (Gulungan Kabel) ... 75
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 77
6.2 Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Karakteristik Struktur Pasar ... 7
2. Jumlah dan Lokasi Responden ... 11
3. Luas Wilayah Kab. Sukabumi Berdasarkan Ketinggian Tempat ... 18
4. Jumlah Penduduk Kab. Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur ... 19
5. Jumlah Kepala Keluarga di Kab. Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pen- didikan ... 19
6. Luas Wilayah Kab. Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan .. 20
7. Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan ... 21
8. Tarif Retribusi Kayu Rakyat di Wilayah Kabupaten Sukabumi ... 27
9. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Umur ... 32
10. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 33
11. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Jumlah Anggota Keluarga ... 33
12. Luas Rata-Rata Total Pemilikan Lahan dan Hutan Rakyat Per Res- ponden Petani Hutan Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian ... 34
13. Persentase Bentuk Kayu yang Dijual Oleh Responden Petani Hutan Rakyat ... 35
14. Produksi Kayu Rakyat Rata-Rata Per Responden Petani pada Masing- Masing Desa Penelitian ... 36
15. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter / Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Petani Hutan Rakyat di Kab. Sukabumi ... 37
16. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan Oleh Responden Pedagang Peng- umpul Kayu Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian ... 38
18. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter /
Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Pedagang Pengumpul Kayu
Rakyat di Kabupaten Sukabumi ... 41
19. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-
kan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan ... 42
20. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-
kan Kapasitas dan Realisasi Produksi Rata-Rata pada Masing-Masing
Spesifikasi Usaha ... 42
21. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-
kan Produk, Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen ... 43
22. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-
kan Produk, Ukuran dan Harga Jual Untuk Setiap Spesifikasi Usaha ... 44
23. Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Ber-
dasarkan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan ... 45
24. Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu
Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produksi Rata-Rata ... 46
25. Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Ber-
dasarkan Jumlah Tenaga Kerja dan Besar Upah Untuk Masing-Masing
Spesifikasi Usaha ... 46
26. Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu
Rakyat Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual pada Masing-
Masing Spesifikasi Usaha ... 46
27. Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen dari Industri Sekunder (Pe-
rakitan) Produk Kayu Rakyat ... 47
28. Karakteristik Responden Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Daya
Beli ... 48
29. Karakteristik Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Produk, Ukuran dan
Harga Jual ... 48
30. Struktur Pasar Produk Kayu Pertukangan dari Sudut Pandang Penjual . 57
31. Struktur Pasar Produk Palet dari Sudut Pandang Penjual ... 60
33. Pendapatan Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Di-
jual ... 64
34. Pendapatan Kotor Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu
yang Dijual ... 65
35. Pendapatan Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk
Kayu yang Dijual ... 65
36. Pendapatan Kotor Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan
Bentuk Kayu yang Dijual ... 66
37. Pendapatan Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan
Spesifikasi Usaha ... 66
38. Pendapatan Kotor Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Ber-
dasarkan Spesifikasi Usaha ... 67
39. Pendapatan Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Ber-
dasarkan Spesifikasi Usaha ... 67
40. Pendapatan Kotor Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat
Berdasarkan Spesifikasi Usaha ... 68
41. Pendapatan Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu
Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha ... 68
42. Pendapatan Kotor Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan)
Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha ... 68
43. Pendapatan Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasarkan
Spesifikasi Usaha ... 69
44. Pendapatan Kotor Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasar-
kan Spesifikasi Usaha ... 69
45. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Haspel pada Setiap Saluran
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 10
2. Pola tanam hutan rakyat sistem agroforestri ... 23
3. Trubusan ... 25
4. Usaha pembibitan ... 25
5. Penyaradan manual ... 29
6. Pengumpulan kayu ... 29
7. Muat-bongkar kayu ... 30
8. Penimbunan kayu ... 30
9. Bentuk kayu yang dijual oleh pedagang pengumpul kayu rakyat ... 40
10. Haspel (gulungan kabel) ... 45
11. Palet (peti landasan) ... 45
12. Skema saluran pemasaran produk kayu pertukangan ... 49
13. Skema saluran pemasaran produk palet (peti landasan) ... 53
14. Skema saluran pemasaran produk haspel (gulungan kabel) ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Tabel Data Responden Petani Hutan Rakyat ... 82
2. Tabel Data Responden Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat ... 83
3. Tabel Data Responden Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat .. 84
4. Tabel Data Responden Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat dan Toko Bahan Bangunan ... 85
5. Tabel Data Biaya Penjualan Kayu Rakyat ... 86
6. Tabel Data Marjin dan Efisiensi Pemasaran ... 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan hutan rakyat dari tahun ke tahun terus berkembang dan
menunjukkan kemajuan yang cukup menggembirakan. Keberadaan hutan rakyat
saat ini tersebar di beberapa propinsi yang keadaannya berbeda untuk
masing-masing propinsi sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Hutan rakyat
merupakan sumber penghasil kayu rakyat yang berperan dalam meningkatkan
pendapatan petani dan menyediakan bahan baku untuk industri pengolahan kayu.
Menurut Data Potensi Hutan Rakyat (Departemen Kehutanan, 2004), luas hutan
rakyat di Propinsi Jawa Barat adalah 79.056,06 ha dengan jenis tanaman sengon,
mahoni, jati, akasia, sonokeling dan buah-buahan dengan perkiraan potensi kayu
sebesar 4.457.327,47 m3/tahun.
Khusus untuk Kabupaten Sukabumi, luas hutan rakyat sampai tahun 2007
adalah 38.514,29 ha dengan perkiraan potensi kayu sebesar 54.330 m3/tahun
(Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2008). Jenis-jenis kayu yang ditanam
terdiri dari jenis sengon, manii, mahoni, jati, dan tanaman keras yang terdiri atas
kayu buahan seperti mangga, nangka, durian, dan lain-lain. Pohon
buah-buahan yang ditebang dikarenakan pohon tersebut sudah tidak produktif dalam
menghasilkan buah.
Keberadaan hutan rakyat ini sudah hampir merata di seluruh wilayah
Kabupaten Sukabumi dan pada umumnya telah memberikan dampak positif
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan manfaat
ekonomi hutan rakyat yang telah memberi keuntungan secara langsung kepada
petani hutan rakyat berupa peningkatan pendapatan melalui penjualan kayu
rakyat.
Selain berperan dalam peningkatan pendapatan petani, hutan rakyat juga
berperan dalam penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan kayu rakyat.
Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kegiatan produksi pada industri
pengolahan kayu dan kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan terhentinya
sangat penting karena berperan besar dalam meningkatkan nilai tambah kayu
rakyat sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan oleh
masyarakat luas.
Sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, sifat dari hasil produksi
kayu rakyat adalah : volume atau jumlahnya yang relatif kecil; letaknya yang
bertebaran pada kondisi topografi yang sulit; jauh dari konsumen atau industri
pengolahan; kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas
yang diharapkan oleh konsumen; dan waktu panen yang tidak menentu. Hal
tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul
atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani
dengan konsumen kayu rakyat, sehingga jumlah pelaku pemasaran kayu menjadi
lebih banyak dan mengakibatkan harga yang diterima petani menjadi lebih
rendah.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Beberapa pertanyaan mendasar yang ingin dijawab dari penelitian ini
adalah :
1. Bagaimanakah karakteristik pelaku (lembaga) pemasaran kayu rakyat di
wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk saluran pemasarannya?
2. Bagaimanakah struktur pasar pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku
(lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah
Kabupaten Sukabumi?
3. Berapakah pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku (lembaga) pemasaran
kayu rakyat dari hasil pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten
Sukabumi?
4. Bagaimanakah perbedaan marjin yang terjadi dari setiap pelaku (lembaga)
pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah
Kabupaten Sukabumi?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik pelaku (lembaga) yang terlibat dalam
pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk
saluran-saluran pemasarannya.
2. Menggambarkan struktur pasar pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku
(lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah
Kabupaten Sukabumi.
3. Menghitung pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku (lembaga)
pemasaran kayu rakyat dari hasil pemasaran kayu rakyat di wilayah
Kabupaten Sukabumi.
4. Menghitung perbedaan marjin yang terjadi dari setiap pelaku (lembaga)
pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah
Kabupaten Sukabumi.
5. Menganalisis saluran pemasaran yang paling efisien.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
pihak-pihak yang terkait dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan khususnya
kepada petani dari aspek pemasaran agar dapat meningkatkan pendapatan petani
dari hasil kayu rakyatnya. Selain itu dapat juga diketahui karakteristik
pelaku-pelaku pemasaran kayu rakyat lainnya (pedagang pengumpul, industri pengolahan
dan pedagang pengecer) yang berfungsi menyerap bahan baku kayu rakyat
tersebut dan bertindak sebagai pengolah/atau sekaligus pendistribusi kepada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Rakyat
2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat
Ditjen RRL (1995 a) mendefinisikan hutan rakyat sebagai suatu lapangan
di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhkan pohon-pohon sedemikian rupa
sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta
lingkungannya. Hutan rakyat dikategorikan termasuk kedalam hutan hak, dimana
hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts/II/1997 tentang
Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat antara lain pada pasal 1 ayat 1 bahwa hutan
rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimum 0,25 ha
dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari
50% dan atau tanaman tahun pertama dengan minimal 500 tanaman per hektar.
Akan tetapi, hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang
memenuhi luasan sesuai dengan definisi diatas, dimana minimal harus 0,25
hektar. Hal ini disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa yang sangat
sempit (Fakultas Kehutanan IPB, 2000).
2.1.2 Pola-Pola Hutan Rakyat
Departemen Kehutanan (1990) yang dikutip oleh Setyawan (2002)
menerangkan bahwa berdasarkan variasi jenis tanaman dan pola penanamannya,
hutan rakyat dapat digolongkan ke dalam bentuk :
a. Hutan rakyat murni; yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis
tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau
monokultur.
b. Hutan rakyat campuran; yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis
pohon-pohon yang ditanam secara campuran.
c. Hutan rakyat agroforestri; yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha
kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya seperti perkebunan, pertanian,
ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan baik dari segi ekonomi
maupun ekologi.
Sedangkan berdasarkan pola pengembangannya, menurut Supriadi (2001)
yang dikutip oleh Rosnawati (2004) hutan rakyat dikelompokkan menjadi :
a. Hutan rakyat pola swadaya; yaitu hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok
atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau
perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat akan didorong agar mau
dan mampu melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan
bimbingan teknis dari kehutanan.
b. Hutan rakyat pola subsidi; yaitu hutan rakyat yang dibangun dari subsidi, baik
sebagian atau keseluruhannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah
atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat. Hutan
rakyat yang dikembangkan dengan pola subsidi adalah hutan rakyat
penghijauan, hutan rakyat padat karya dan hutan rakyat areal model dampak.
c. Hutan rakyat pola kemitraan; yaitu hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama
masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit
kepada rakyat dengan bunga ringan.
2.1.3 Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat
Ditjen RRL (1995 a) menyebutkan fungsi dan manfaat hutan rakyat
adalah:
a. Memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi.
b. Memperbaiki peresapan air ke dalam tanah.
c. Menciptakan iklim mikro, perbaikan lingkungan dan perlindungan sumber air.
d. Meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil dari tanaman hutan
rakyat berupa kayu-kayuan.
e. Meningkatkan pendapatan masyarakat.
f. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan
2.2 Pemasaran
2.2.1 Pengertian Pemasaran
Kotler (1997) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajemen, dimana individu-individu atau kelompok dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginannya melalui pembuatan dan pertukaran suatu produk dan uang
dengan individu-individu atau kelompok-kelompok lainnya.
Sudiyono (2002) lebih spesifik mendefinisikan pemasaran pertanian
adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan
guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.
2.2.2 Pelaku (Lembaga) Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha
dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen sampai
konsumen melalui proses perdagangan (Limbong dan Sitorus, 1985).
Fakultas Kehutanan IPB (2000) menjelaskan bahwa pelaku dalam usaha
hutan rakyat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu petani dan bukan petani hutan
rakyat. Petani hutan rakyat adalah merupakan pelaku utama penghasil hutan
rakyat dari lahan miliknya, sedangkan yang bukan petani adalah pihak-pihak lain
yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu para buruh, penyedia jasa tebang,
jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran dan industri pengolah hasil
hutan rakyat.
2.2.3 Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung
yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang dan jasa siap
untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas
memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan
waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari
orang-orang yang membutuhkan (Kotler, 1997).
Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa saluran pemasaran dapat
saluran tataniaga / pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara
yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Saluran pemasaran tersebut meliputi :
a. Saluran non tingkat (zero level channel) atau dinamakan sebagai saluran
pemasaran langsung, adalah saluran dimana produsen atau pabrikan langsung
menjual produknya ke konsumen.
b. saluran satu tingkat (one level channel) adalah saluran yang menggunakan
satu perantara.
c. Saluran dua tingkat (two level channel), mencakup dua perantara.
d. Saluran tiga tingkat (three level channel), didapati tiga perantara.
2.2.4 Struktur Pasar
Limbong dan Sitorus (1985) menjelaskan bahwa struktur pasar adalah
suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah
perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi
produk serta syarat masuk pasar.
Menurut Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) menyatakan
ada 4 (empat) karakteristik untuk membedakan struktur pasar yaitu : (1) jumlah
dan ukuran perusahaan, (2) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (3) kondisi
keluar masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan seperti biaya, harga dan kondisi pasar
di antara partisipan. karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Struktur Pasar
Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Sifat produk Sudut Pandang Sudut Pandang
Pembeli / Penjual Pembeli Penjual
Banyak Homogen Pasar Persaingan Pasar Persaingan
Murni Murni
Banyak Terdiferensiasi Pasar Persaingan Pasar Persaingan
Monopolistik Monopolistik Sedikit Homogen Oligopoli murni Oligopsoni Murni
Sedikit Terdiferensiasi Oligopoli Oligopsoni
Terdiferensiasi Terdiferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Hammond dan Dahl dalam Seryawan, 2002
2.2.5 Marjin Pemasaran
Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan
harga yang diterima oleh penjual pertama dan harga yang diterima oleh pembeli
Adapun menurut Nurtjahjadi (1997) dalam Rosnawati (2004), marjin
pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima petani / produsen dengan
harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk yang sama. Limbong
dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa marjin pemasaran terdiri dari biaya
pemasaran dan keuntungan pemasaran.
Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator untuk melihat efisiensi
sistem pemasaran. Rendahnya marjin pemasaran suatu komoditi belum tentu
dapat mencerminkan efisien yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam
melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang
diterima petani (farmer share) terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir.
Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga
di tingkat konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering
dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1985).
2.2.6 Efisiensi Pemasaran
Menurut Downey dan Erikson (1987) dalam Shausan (2000), efisiensi
pemasaran didefinisikan sebagai penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang
dapat diukur dari peningkatan rasio keluar-masukan (input-output). Input
merupakan paduan tenaga kerja, modal, dan manajemen yang dilakukan oleh
lembaga pemasaran dalam penyaluran barang., sedangkan output adalah kepuasan
konsumen terhadap barang dan aktivitas yang dilakukan oleh lembaga pemasaran.
Pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin
besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena
itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika :
1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih
tinggi.
2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen tidak
terlalu tinggi.
3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran.
4. Adanya kompetisi pasar yang sehat.
Pada umumnya di negara-negara berkembang, empat kriteria di atas digunakan
2.2.7 Pendapatan Usaha
Pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka
waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha
(Soekartawi, et al 1986 dalam Saputra, 2007).
Keterangan :
π = Total profit
TR = Total revenue
TC = Total cost
p = Price
q = Quantity
TFC = Total Fixed Cost
TVC = Total Variable Cost
Saputra (2007) dalam penelitiannya yang menganalisis pendapatan usaha
pelaku pemasaran produk agroforestri kemiri, mencontohkan bahwa yang
dimaksud Variable cost meliputi : benih, pupuk, dan bahan-bahan pemeliharaan
tanaman lainnya, sedangkan fixed cost meliputi : sewa lahan, penyusutan alat,
biaya angkut, dan upah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap karakteristik
pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul,
industri pengolahan dan pedagang pengecer. Setelah itu, dilakukan identifikasi
aspek pemasarannya yang meliputi saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan
usaha serta marjin dan efisiensi pemasaran.
Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam
Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada
empat desa penelitian, yaitu Desa Pasirbaru dan Gunung Tanjung (Kecamatan
Cisolok) serta Desa Cijulang dan Bojongjengkol (Kecamatan Jampang Tengah).
1. Tingkat kecamatan; dipilih dua kecamatan yang merupakan kecamatan dengan
areal hutan rakyat terluas.
2. Tingkat desa; dipilih masing-masing dua desa dari setiap kecamatan dengan
cara yang sama dengan kriteria pemilihan tingkat kecamatan (memiliki areal
hutan rakyat terluas).
Untuk responden industri perakitan selain pencarian di lokasi penelitian
yang telah disebutkan, dilakukan juga pencarian di Kecamatan Parungkuda,
Bojonggenteng dan Parakansalak yang menjadi pusat lokasi industri perakitan
kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi, Penelitiannya sendiri dilaksanakan
selama dua bulan, yaitu pada bulan Juni - Juli 2008. Jumlah serta lokasi dari para
responden dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Lokasi Responden
Kategori Responden Jumlah Lokasi (Orang)
Petani 40 Kec. Cisolok (Desa Pasirbaru, Desa Gunung Tanjung) Pedagang Pengumpul 17 Kec. Jampangtengah (Desa Cijulang, Desa Bojongjengkol) Industri Penggergajian 8 Kec. Jampangtengah (Desa Cijulang, Desa Bojongjengkol) Industri Perakitan 8 Kec. Cisolok, Kec. Jampangtengah, Kec. Parungkuda
Kec. Bojonggenteng, Kec. Parakansalak Pedagang Pengecer 3 Kec. Cisolok, Kec. Jampangtengah
3.3 Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah responden pelaku yang terlibat dalam pemasaran
kayu rakyat (petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang
pengecer).
3.4 Batasan Operasional
Batasan operasional diperlukan untuk memberikan pengertian yang
seragam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemasaran kayu rakyat.
Batasan operasional tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas
tanah dan ditanami jenis-jenis pohon penghasil kayu, baik yang terdiri dari
satu jenis (monokultur) ataupun campuran (polikultur) maupun yang sistem
penanamannya bercampur dengan tanaman pertanian (agroforestri).
2. Kayu rakyat adalah kayu yang berasal dari jenis-jenis pohon penghasil kayu
di dalamnya kayu dari jenis pohon penghasil buah dan tanaman perkebunan,
baik yang ditanam secara sengaja ataupun tumbuh secara alami.
3. Pelaku pemasaran kayu rakyat adalah semua individu atau lembaga
perusahaan yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat dalam berbagai bentuk
kayu atau produk, dari titik produsen (petani) hingga konsumen akhir.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari para pelaku pemasaran kayu
rakyat, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yang
berhubungan dengan penelitian.
3.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari para pelaku pemasaran kayu rakyat
(petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer) yang
dijadikan sebagai responden. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara
menggunakan kuisioner dan isi dari pertanyaannya meliputi :
1. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Data karakteristik dan sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan dari
hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap setiap responden petani
hutan rakyat dan juga observasi lapangan ke beberapa areal hutan rakyat pada
masing-masing desa penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi : jenis dominan;
pola dan pergiliran tanam; pembuatan tanaman (persiapan lahan, pengadaan bibit
dan penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman,
pemberantasan hama dan penyakit); pemanenan (pembuatan surat izin tebang,
penebangan, pembagian dan pembersihan batang, penyaradan dan pengumpulan
kayu, muat-bongkar, pengangkutan, penimbunan kayu dan penggergajian kayu).
2. Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat
a. Petani hutan rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : kelompok umur;
tingkat pendidikan; jumlah anggota keluarga; mata pencaharian; luas
rata-rata hutan rakyat; bentuk kayu yang dijual; produksi kayu rakyat; harga
b. Pedagang pengumpul kayu rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : jenis
kayu yang diperjualbelikan; volume pembelian; konsumen dan bentuk
kayu yang dijual; harga jual.
c. Industri pengolahan kayu rakyat, data yang dikumpulkan meliputi :
spesifikasi usaha dan produk yang dihasilkan; kapasitas dan realisasi
produksi; konsumen; produk, ukuran dan harga jual; upah dan jumlah
tenaga kerja.
d. Pedagang pengecer, data yang dikumpulkan meliputi : daya beli; produk,
ukuran, harga jual dan konsumen.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang yang berhubungan dengan
obyek penelitian, baik yang tersedia di tingkat desa, kecamatan, kabupaten,
maupun instansi terkait lainnya. Data-data yang penting diantaranya adalah :
a. Data potensi dan penyebaran hutan rakyat di wilayah Kabupaten
Sukabumi (Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2008).
b. Data keadaan umum wilayah Kabupaten Sukabumi (BPS Kabupaten
Sukabumi, 2007).
c. Data-data lainnya.
3.6 Metode Pengumpulan Data 3.6.1 Teknik Observasi
Data dikumpulkan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
obyek yang diteliti, yaitu keadaan hutan rakyat dan kegiatan-kegiatan
pengelolaannya.
3.6.2 Teknik Wawancara
Data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung
terhadap para responden pelaku pemasaran (petani, pedagang pengumpul, industri
pengolahan dan pedagang pengecer). Wawancara dilakukan dengan menggunakan
3.7 Metode Pengambilan Sampel 3.7.1 Petani Hutan Rakyat
Responden petani hutan rakyat dipilih secara acak dengan jumlah
sebanyak 40 orang, yang terdiri dari 10 orang dari setiap desa yang dijadikan
sebagai lokasi penelitian, yaitu Desa Pasirbaru dan Desa Gunung Tanjung (Kec.
Cisolok) serta Desa Cijulang dan Desa Bojongjengkol (Kec. Jampangtengah),
dengan syarat responden petani tersebut pernah melakukan penjualan kayu yang
tumbuh dari areal lahannya.
3.7.2 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat
Responden pedagang pengumpul kayu rakyat dipilih secara acak dengan
jumlah sebanyak 17 orang, yang terdiri dari empat orang dari Desa Pasirbaru,
empat orang dari Desa Gunung Tanjung, empat orang dari Desa Bojongjengkol
dan lima orang dari Desa Cijulang.
3.7.3 Industri Pengolahan Kayu Rakyat
Responden industri pengolahan kayu rakyat dipilih secara acak dengan
jumlah sebanyak delapan industri penggergajian dan delapan industri perakitan
yang tersebar di Kecamatan Cisolok, Jampangtengah, Parungkuda,
Bojonggenteng dan Parakansalak.
3.7.4 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat
Responden pedagang pengecer produk kayu rakyat dipilih secara acak
dengan jumlah sebanyak tiga orang (perusahaan) yang berlokasi di Kecamatan
Cisolok dan Jampangtengah.
3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif guna
menjawab semua tujuan yang diinginkan.
3.8.1 Analisis Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran dianalisis dengan mengamati pelaku pemasaran yang
ada. Setiap pelaku ini akan membentuk saluran pemasaran yang berbeda, yang
akan mempengaruhi besarnya bagian harga yang diterima.
3.8.2 Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar suatu komoditas dapat dianalisis dengan melakukan
mangamati jumlah pelaku pemasaran (penjual dan pembeli) serta sifat produk
yang dianalisis dengan menggunakan tabel karakteristik struktur pasar Hammond
dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) yang dapat dilihat pada halaman 7.
Selain secara deskriptif, struktur pasar dapat juga dianalisis melalui derajat
konsentrasi pasar dengan menggunakan pendekatan indeks herfindahl. Indeks ini
akan mengukur tingkat konsentrasi pasar yang terjadi dengan memperhitungkan
penjumlahan hasil kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut :
Dimana :
H = Indeks herfindahl; jika H mendekati satu (H ≥ 0,5), berarti pasar
terkonsentrasi; jika H = 1 berarti pasar monopoli; dan jika H mendekati nol
(H < 0,5), berarti pasar semakin kompetitif (kurang terkonsentrasi)
Xi = Volume penjualan yang dikuasai pedagang ke-i (m3)
(i = 1,2,…,n), dengan n adalah jumlah pedagang
T = Total volume penjualan pedagang (m3)
3.8.3 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran
Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan
dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya marjin
pemasaran pada dasarnya juga merupakan penjumlahan dari biaya-biaya
pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Secara matematis
dirumuskan :
Keterangan :
Mi = Marjin pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)
Psi = Harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)
Pbi = Harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)
Ci = Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)
πi = Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)
Mi = Psi – Pbi
Mi = Ci + πi
n
Efisiensi pemasaran dapat diketahui dari rasio K/B (keuntungan terhadap
biaya-biaya pemasaran) pada masing-masing lembaga pemasaran. Rasio K/B
(keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dirumuskan :
Keterangan :
πi = Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran ke – i (Rp/m3)
Ci = Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke – i (Rp/m3)
Besar kecilnya rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran)
belum tentu dapat menggambarkan efisiensi pemasaran, sehingga indikator lain
yang digunakan adalah memperbandingkan bagian harga yang diterima oleh
petani (farmer share), yang dirumuskan :
3.8.4 Analisis Pendapatan Usaha
Pendapatan usaha dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan :
π = Total keuntungan TR = Total pendapatan
TC = Total biaya
p = Harga
q = Jumlah produk
TFC = Total biaya tetap
TVC = Total biaya variabel
π = TR – TC = (p x q) – (TFC + TVC) πi
Rasio Keuntungan / Biaya = Ci
Harga di tingkat petani
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan jarak
tempuh 96 km dari ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119 km dari
ibukota negara (Jakarta). Secara geografis terletak di antara 6˚57’ - 7˚25’ Lintang
Selatan dan 106˚49’ - 107˚00’ Bujur Timur dengan luas daerah 4.128 km2 atau
14,39% dari luas Jawa Barat atau 3,01% dari luas Pulau Jawa (BPS Kabupaten
Sukabumi, 2007). Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor,
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Propinsi Banten) dan Samudera Indonesia,
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam
47 kecamatan, tiga kelurahan, 349 desa, 3.059 RW dan 11.894 RT. Ibukota
kabupaten terletak di Kecamatan Palabuhanratu.
4.2 Iklim, Topografi dan Jenis Tanah
Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar
3.247 mm dari 124 hari hujan pada tahun 2006. Curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan Januari dengan curah hujan 762 mm dan hari hujan 25 hari. Suhu udara
berkisar 17,2˚ - 32,8˚C dengan suhu rata-rata 25,5˚C. Kelembaban udara rata-rata
sebesar 86,1% (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).
Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi
Utara dan Tengah. Ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 2.960 m
dengan luasan yang terbesar pada ketinggian di atas 100 mdpl dengan jumlah
persentase sebesar 85,16% (Tabel 3). Dengan adanya daerah pantai dan
gunung-gunung, antara lain Gunung Salak dan Gunung Gede yang masing-masing
mempunyai puncak ketinggian 2.211 mdpl dan 2.958 mdpl menyebabkan keadaan
lereng sangat miring ( > 35˚) yang meliputi 29% dari luas Kabupaten Sukabumi
kemiringan antara 2˚ - 13˚ meliputi 21% dari luas kabupaten, sisanya merupakan
daerah datar dengan persentase yang hanya sebesar 13%. Keadaan topografi yang
demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap
longsor dan erosi tanah (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).
Tabel 3. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Ketinggian Tempat
No. Ketinggian Tempat (mdpl) Luas (Ha) Persentase (%)
1 0 - 25 10.455,45 2,53
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007
Jenis tanah di bagian Utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol,
androsol dan regosol. Di bagian Tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol
dan podsolik sedangkan di bagian Selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit,
grumusol, podsolik dan alluvial (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).
Dari aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur) atau solum,
daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanah
lempung). Kedalaman tanahnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan
besar yaitu kedalaman tanah sangat dalam (lebih dari 90 cm) dan kedalaman tanah
kurang dalam (kurang dari 90 cm). Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di
bagian Utara sedangkan kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian Tengah
dan Selatan. Hal ini mengakibatkan wilayah bagian Utara lebih subur
dibandingkan wilayah bagian Selatan (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).
4.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2006 mencapai
2.345.459 jiwa yang terdiri dari 1.178.005 laki-laki dan 1.167.454 perempuan
dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,90, yang berarti bahwa dalam 100
penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk
Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 568,18 orang per km2 (BPS Kabupaten
Sukabumi, 2007).
Penduduk Kabupaten Sukabumi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
15 - 59 tahun dan kelompok umur diatas 59 tahun (Tabel 4). Dari tabel dapat
dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi berada pada
kelompok umur usia produktif dengan persentase sebesar 63,43% yang berada
pada kelompok umur 15 - 59 tahun.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur
No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 < 15 693.192 29,55
2 15 - 59 1.487.772 63,43
3 > 59 164.495 7,01
Jumlah 2.345.459 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007
4.4 Pendidikan
Tabel 5 memperlihatkan tingkat pendidikan dari sample kepala keluarga di
Kabupaten Sukabumi yang berjumlah 624.049 kepala keluarga. Dari tabel
tersebut dapat diperkirakan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi
memiliki tingkat pendidikan mulai dari tamat SD hingga SLTP dengan persentase
sebesar 63,93%, tamat SLTA ke atas 14,74% dan tidak tamat SD 21,32%.
Tabel 5. Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Kepala Keluarga
(Orang)
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007
4.5 Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Sukabumi adalah pada
sektor pertanian yang penggunaan lahannya didominasi oleh hutan rakyat dengan
penanaman sistem agroforestri dan perkebunan (teh, pala dan cengkeh).
4.6 Agama
Masyarakat Kabupaten Sukabumi mayoritas menganut agama Islam
dengan persentase sebesar 99,78 %, sedangkan untuk agama Kristen 0,20 %,
4.7 Sarana dan Prasarana
Panjang jalan yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi adalah 2.342.622
km dengan rincian jalan yang dikelola negara sepanjang 49.932 km, propinsi
sepanjang 426.448 km dan kabupaten sepanjang 1.866.242 km. Panjang jalan
yang dikelola Kabupaten Sukabumi sebagian besar telah diaspal dengan
persentase sebesar 62,98% dan sisanya masih berupa kerikil dan tanah sebesar
37,02% (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Untuk sarana transportasi umum
didominasi oleh angkutan kota dan mini bus, sedangkan transportasi lainnya
adalah sepeda motor, truck dan pickup.
Sarana perdagangan di Kabupaten Sukabumi terdiri dari 69 pasar lokal, 11
pasar kabupaten, empat pasar hewan, satu pasar desa dan satu pasar swasta,
sedangkan untuk sarana perekonomian terdiri dari 1.617 unit koperasi dengan
anggota sebanyak 22.035 orang, 37 unit bank pemerintah, 18 unit bank swasta dan
15 unit bank milik pemerintah daerah.
4.8 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi yang terluas adalah berupa
hutan negara dan hutan rakyat dengan perincian hutan negara seluas 133.210,41
ha (32,27%) dan hutan rakyat 108.979,08 ha (26,40%). Penggunaan lahan lainnya
adalah perkebunan 75.377,20 ha (18,26%), sawah 62.951,93 ha (15,25%),
bangunan dan halaman 18.906,22 ha (4,58%), tambak dan kolam 1.940,16 ha
(0,47%) dan penggunaan lain 11.434,55 ha (2,77%).
Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Hutan Negara 133.210,41 32,27
2 Hutan Rakyat 108.979,08 26,40
3 Perkebunan 75.377,20 18,26
4 Sawah 62.951,93 15,25
5 Bangunan dan Halaman 18.906,22 4,58
6 Tambak dan Kolam 1.940,16 0,47
7 Penggunaan Lain 11.434,55 2,77
Jumlah 412.799,55 100,00
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5.1.1 Jenis Tanaman Dominan
Tabel 7 memperlihatkan jenis tanaman dominan dari hutan rakyat yang
dikelola oleh para responden petani di areal lahannya.
Tabel 7. Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan
No. Kecamatan Kelompok Jenis Dominan
Tanaman
1 Cisolok Kayu Manglid, Bayur, Sengon, Mahoni, Jati,
Tisuk
Buah Pisang, Mangga, Rambutan, Jengkol,
Kelapa, Petai, Duren
Pertanian Singkong, Kacang-Kacangan, Ubi Jalar
Perkebunan Cengkeh, Kapuk Randu, Karet
2 Jampangtengah Kayu Sengon, Pinus, Mahoni, Kayu Afrika,
Puspa
Buah Manggis, Nangka, Rambutan, Pisitan,
Duren, Pisang, Kupa, Petai
Pertanian Jagung, Kacang-Kacangan, Ubi Jalar,
Singkong, Padi, Cabai
Perkebunan Bambu, Aren, Kapol, Karet
Tanaman penyusun hutan rakyat berdasarkan hasil yang dimanfaatkannya
dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu tanaman penghasil kayu, penghasil
buah, pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden
petani hutan rakyat menanami lahannya dengan sistem agroforestri, dimana
tanaman pertanian dan tanaman penghasil kayu dan / atau buah dan / atau
perkebunan ditanam secara bersamaan (bercampur) pada areal lahannya.
Jenis dominan hutan rakyat di dua kecamatan contoh cukup bervariasi,
jika dibandingkan terutama kelompok tanaman penghasil kayu yang ditanam
maka akan terlihat adanya beberapa perbedaan. Kelompok tanaman penghasil
kayu yang mendominasi di Kecamatan Cisolok adalah manglid (Manglietia
glauca), bayur (Pterospermum javanicum), sengon (Paraserianthes falcataria),
mahoni (Swietenia spp.), tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan jati (Tectona
grandis), sedangkan di Kecamatan Jampangtengah adalah sengon (Paraserianthes
falcataria), pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia spp.), puspa (Schima
dapat disebabkan diantaranya adalah karena faktor kecocokan lahan, kemudahan
dalam mendapatkan bibit dan budidaya, kecepatan tumbuh pohon serta aspek
ekonomi.
5.1.2 Pola dan Pergiliran Tanam a. Pola Tanam
Penanaman tanaman penghasil kayu di hutan rakyat oleh para responden
petani sebagian besar dilakukan secara agroforestri dengan jenis yang ditanam
bervariasi (polikultur) dan ada juga sebagian kecil yang menanaminya dengan
satu jenis saja (monokultur).
Pola tanam pada penanaman hutan rakyat dengan sistem agroforestri dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu secara teratur dan acak. Penanaman secara
teratur dilakukan dengan menanami tanaman penghasil kayu di sela-sela tanaman
pertanian (pola 1) dan dapat juga dilakukan dengan menanami tanaman penghasil
kayu di pinggiran lahan yang dapat juga difungsikan sebagai tanaman pagar atau
penahan angin (pola 2), sedangkan penanaman secara acak dilakukan secara tidak
teratur dan juga tidak memperhatikan jarak tanam (pola 3).
Tanaman pertanian pada umumnya dijadikan sebagai tanaman pokok
sedangkan tanaman penghasil kayu atau buah atau perkebunan dijadikan sebagai
tanaman sampingan yang dapat dipanen sewaktu-waktu. Namun, pada beberapa
responden petani ada juga yang mengganti tanaman pokoknya dengan tanaman
perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti cengkeh atau karet atau
tanaman penghasil buah seperti pisang (khususnya Kecamatan Cisolok). Hal ini
dilakukan karena sebagian besar lahan di Kecamatan Cisolok meskipun subur
untuk lahan pertanian akan tetapi mempunyai kelerengan yang sangat tinggi
sehingga agak sulit dalam pengolahan tanahnya. Hasil seperti cengkeh, getah
karet atau buah-buahan dijadikan sebagai komoditas utama yang dapat dijual
untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Penanaman tanaman penghasil kayu secara keseluruhan di areal yang
dimiliki (tanpa sistem agroforestri), baik yang dilakukan secara polikultur ataupun
monokultur dilakukan pada lahan-lahan yang memang agak sulit untuk dikelola
dengan sistem agroforestri (baik dalam hal persiapan lahan, penanaman,
dari tempat tinggal responden petani pemilik lahan, mempunyai aksesibilitas yang
buruk atau dapat juga dikarenakan responden petani sudah tidak mempunyai
waktu atau tenaga untuk mengurus lahannya.
b. Pergiliran Tanam
Pergiliran tanam yang dilakukan oleh responden petani hutan rakyat
terbatas hanya pada jenis tanaman pertanian yang ditanam. Adanya pergiliran
tanam ini dilakukan karena disesuaikan dengan musim. Jenis tanaman yang
ditanam pada saat musim hujan pada umumnya adalah padi dan kacang-kacangan,
sedangkan pada saat musim kemarau adalah singkong dan ubi jalar. Pada
penanaman tanaman perkebunan atau penghasil buah yang dijadikan sebagai
tanaman pokok tidak dilakukan pergiliran tanam, hal yang biasa dilakukan adalah
melakukan penggantian pohon yang mati dengan bibit yang baru.
5.1.3 Pembuatan Tanaman
Kegiatan-kegiatan pembuatan tanaman pada hutan rakyat yang dilakukan
oleh responden petani terdiri dari persiapan lahan, pengadaan bibit dan
a. Persiapan Lahan
Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan diantaranya adalah pembersihan
lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah. Kedua jenis kegiatan tersebut
sebenarnya tidak harus dilakukan jika areal yang akan ditanami masih cukup
bersih dan petani tidak menanami lahan tersebut dengan tanaman pokok pertanian
(sistem agroforestri), namun jika akan ditanami juga dengan tanaman pokok
pertanian maka sekurang-kurangnya pengolahan (pencangkulan) tanah harus
dilakukan agar tanah dapat menjadi lebih subur.
Kegiatan pembersihan lahan sangat jarang dilakukan oleh responden
petani, kegiatan ini dilakukan hanya jika lahan yang akan ditanami memang sudah
lama ditelantarkan atau tidak ditanami dengan tanaman pertanian sehingga tidak
ada perawatan dan menyebabkan lahan menjadi banyak ditumbuhi oleh
alang-alang, semak belukar atau tanaman pengganggu lainnya, sedangkan untuk
pengolahan (pencangkulan) tanah sering dilakukan pada setiap akan memulai
penanaman tanaman pertanian.
Pembersihan lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah pada umumnya
dilakukan oleh responden petani bersama dengan anggota keluarganya, namun
ada juga yang memanfaatkan tenaga buruh harian dengan upah berkisar antara Rp
15.000 - Rp 20.000/orang untuk setengah hari kerja (± 6 jam) dengan lama hari
kerja tergantung dari luas lahan yang dikerjakan dan banyaknya buruh harian
yang dipekerjakan. Penggunaan tenaga buruh harian dalam pembersihan lahan
dan pengolahan (pencangkulan) tanah dilakukan oleh responden petani jika
mempunyai kesibukan yang lain seperti berdagang atau memang sudah tidak
sanggup jika melakukannya sendiri ataupun dilakukan bersama dengan anggota
keluarganya.
Pembersihan lahan dapat juga dilakukan dengan melakukan penyemprotan
dengan menggunakan herbisida (round up). Satu hektar lahan dapat
menghabiskan round up sekitar 2 liter dengan harga beli berkisar antara Rp
60.000 - Rp 70.000 per liternya.
b. Pengadaan Bibit
Bibit pohon bisa didapatkan baik dari pembelian ataupun dari non
pembibitan di wilayah sekitar tempat tinggal responden petani dengan harga beli
berkisar antara Rp 1.000 - Rp 3.000 per bibitnya (tergantung jenis bibit). Namun,
sebagian besar responden petani lebih suka mencari bibit sendiri dari permudaan
alam yang berada di lahan mereka atau lahan orang lain. Responden petani juga
terkadang membiarkan pohon yang sudah ditebang agar tumbuh kembali
(memanfaatkan trubusan) sehingga tidak perlu lagi menanam dengan bibit yang
baru, selain itu ada juga yang melakukan pembibitan sendiri agar didapatkan hasil
bibit yang baik tanpa harus mengeluarkan biaya.
Trubusan adalah tunas-tunas yang muncul dari sela-sela tunggak pohon
yang sudah ditebang dan jika dibiarkan akan tumbuh kembali menjadi pohon yang
baru. Trubusan ini dapat tumbuh dengan baik jika hanya satu tunas saja yang
dibiarkan untuk tumbuh, sedangkan tunas-tunas yang lainnya dilakukan
pemangkasan. Kelebihan dari trubusan ini adalah pohon yang dihasilkan menjadi
lebih cepat tumbuh jika dibandingkan dengan penanaman dengan menggunakan
bibit, namun kelemahannya tidak semua jenis kayu dapat menghasilkan trubusan.
Gambar 3. Trubusan Gambar 4. Usaha pembibitan
c. Penanaman
Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan persiapan lahan dan
pengadaan bibit telah selesai dilaksanakan. Dalam kegiatan penanaman,
khususnya tanaman penghasil kayu, yang pertama kali dilakukan adalah
pembuatan lubang tanam kemudian menanam bibit yang sudah disiapkan ke
dalam lubang tanam tersebut. Penanaman biasanya dilakuan pada saat awal
musim hujan agar bibit pohon yang ditanam dapat tumbuh dengan baik.
Jarak tanam dalam penanaman tanaman penghasil kayu pada sistem
tumpang sari disesuaikan dengan keadaan lahan, namun pada umumnya jarak
tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m, 2 x 3 m atau 3 x 3 m (pada sistem tumpang