• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

FERI ISNU SUGIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

FERI ISNU SUGIH E 14104057

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Feri Isnu Sugih. Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Di seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi keberadaan hutan rakyat sudah hampir merata dan pada umumnya telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sifat dari hasil produksi kayu rakyat pada umumnya adalah : volume atau jumlahnya yang relatif kecil; letaknya yang bertebaran pada kondisi tofografi yang sulit; jauh dari konsumen atau industri pengolahan; kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen; dan waktu panen yang tidak menentu. Hal tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani dengan konsumen kayu rakyat.

Pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan berdasarkan tiga (3) jenis produk, yaitu produk kayu pertukangan, produk palet (peti landasan) dan produk haspel (gulungan kabel). Produk kayu pertukangan memiliki enam (6) pelaku pemasaran dengan saluran pemasaran yang terbentuk berjumlah dua belas (12) saluran. Produk palet memiliki tujuh (7) pelaku pemasaran dengan delapan (8) saluran, sedangkan produk haspel memiliki empat (4) pelaku pemasaran dengan dua (2) saluran.

Struktur pasar pelaku pemasaran dari berbagai jenis produk kayu rakyat pada umumnya terdiri dari dua tipe, yaitu oligopsoni terdiferensiasi dan pasar persaingan monopolistik dengan pasar yang sebagian besar mengarah pada keadaan yang kompetitif. Namun, struktur pasar dapat juga mendekati monopsoni akibat dari adanya bentuk kerjasama modal dan juga langganan.

Pendapatan usaha kayu rakyat di tingkat petani sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu yang dijual, besarnya produksi dan besar penyusutan kayu, sedangkan pendapatan di tingkat pelaku pemasaran yang lainnya ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu (produk) yang dijual, volume pembelian atau realisasi produksi, bentuk dan jenis kayu (produk) yang dibeli dari produsen dan besar penyusutan kayu.

Saluran pemasaran yang terbentuk diantara masing-masing produk kayu rakyat yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - konsumen) pada produk kayu pertukangan dengan persentase farmer share terbesar sebesar 100% dan rasio keuntungan/biaya (K/B) yang dimiliki = 0,44%. Untuk industri palet, saluran pemasaran yang efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen) dan 2 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - agen palet - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 24,59% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%. Sedangkan pada produk haspel saluran yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 12,34% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%.

(4)

Feri Isnu Sugih. A Study on the Marketing of People’s Wood in Sukabumi Regency. Under the Supervision of LETI SUNDAWATI and DODIK RIDHO NURROCHMAT

In the whole region of Sukabumi people’s forest is almost evenly available and in general has given a positive effect on the community’s socio-economy. However, generally its wood production has the following characteristics: its volume and quantity is relatively small; its location is spread out on a topographical condition that is difficult to access; it is far from consumers or processing industries; the wood quality is relatively lower than expected by consumers; and its harvest time is uncertain. These encourage the involvement of the other players in the marketing of people’s wood, namely collecting traders with the role of connecting the farmers and the consumers of their wood.

The marketing of people’s wood in Sukabumi can be distinguished based on three types of products: carpentry wood, palet product (wooden case), haspel product (cable roll). The product of carpentry wood has six marketing players with twelve established marketing channels. The palet product has seven marketing players with eight marketing channels, and the haspel product has four marketing players with two marketing channels.

The market structure of the various products of people’s wood is in general of two types: differentiated oligopsoni and monopolistic competitive market, most of which lead to competitive condition. However, the market structure can also come closer to monopsoni as a result of cooperation on capital supports and regular customers.

The income from people’s wood at the level of farmers is greatly determined by the forms and types of wood sold, production volume and the degree of wood shrinkage, whereas the income at the level of other marketing players is affected by the forms and types of wood products sold, buying volume or resulted production, forms and types of wood bought from producers and degree of wood shrinkage.

The marketing channels which are close to an efficient condition established for each product of people’s wood are channel 1 (farmers – consumers) for carpentry wood with the biggest percentage of farmer share at 100% and the Benefit Cost (BC) of 0.44%. For palet wood, the most efficient is channel 1 (farmers – palet sawing industries – palet assembling industries – consumers), and channel 2 (farmers – palet sawing industries – palet assembling industries – palet agents – consumers) with the biggest percentage of farmer share at 24.59% and the BC ratio of 0.96%. Meanwhile the marketing channels which are nearly efficient for the haspel products are channel 1 (farmers – sawing industries and haspel assembling – consumers) with the biggest percentage farmer share at 12.34% and the BC ratio of 0.96%.

(5)

NIM : E14104057

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F NIP. 19640830 199003 2 001 NIP. 19700329 199608 1 001

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP.

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pemasaran

Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri

dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya

ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Feri Isnu Sugih

(7)

Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya.

2. Kedua orang tua yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang

tidak akan pernah bisa terbalaskan.

3. Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.F dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F

sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan

dan saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen

Hasil Hutan yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam

penyelesaian skripsi ini.

5. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc. sebagai dosen penguji dari Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Soni Trison, S,Hut, MSi. atas perhatian dan nasehat-nasehatnya.

7. Seluruh staf dari laboratorium-laboratorium dan staf administrasi yang ada di

Fakultas Kehutanan IPB, secara khusus untuk semua staf administrasi dari

Departemen Manajemen Hutan atas segala bantuan dan kerjasamanya.

8. Rekan-rekan senasib seperjuangan Departemen Manajemen Hutan angkatan

41, terima kasih atas kebersamaannya.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, tanpa bermaksud

mengurangi rasa hormat saya kepada Anda semua dan semoga segala amal

kebaikan Anda semua mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Bogor, September 2009

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah, tuhan semesta alam yang

telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pada penelitian ini penulis

mengambil judul “Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Leti Sundawati

M.Sc.F dan kepada Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat M.Sc.F yang telah

dengan sabar meluangkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan penelitian

di lapangan, terutama kepada para kepala desa serta aparaturnya yang desanya

dijadikan sebagai lokasi penelitian dan semua pihak yang terlibat dalam

pemasaran kayu rakyat yang telah membantu penulis dalam mendapatkan

informasi di lapangan. Terakhir, penulis sangat bersyukur atas doa dan jerih payah

kedua orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga

perguruan tinggi. Harapan dari penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1985 di Desa Cicalengka,

Kabupaten Bandung dan merupakan anak tunggal dari keluarga Bapak Paima

Fidentius Pandiangan dan Ibu Iis Wisnu Sugih.

Penulis pertama kali menempuh jalur pendidikan pada tahun 1990 di SDN

Nagrog 1 Cicalengka hingga kelas 1 dan dilanjutkan di SDN 013 Pagi Jakarta

Timur hingga dapat lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis lalu

melanjutkan pendidikan di SLTPN 255 Jakarta Timur dan dapat lulus pada tahun

1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN 50 Jakarta Timur dan lulus

pada tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis dapat diterima masuk di Institut

Pertanian Bogor (IPB) dengan pilihan Program Studi Manajemen Hutan yang

merupakan salah satu program studi di Fakultas Kehutanan IPB dan pada tahun

ketiga penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai Sub Program

Studi yang paling diminati.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi

kemahasiswaan yakni di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB

(DPM-E) sebagai Ketua Komisi B (Bidang Eksternal) periode tahun 2006-2007

dan Dewan Keluarga Musholla Ibadurrahman (DKM-E) sebagai anggota periode

tahun 2004-2007. Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang

yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan

(P3H) di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah dan BKPH Getas (KPH Ngawi),

Jawa Timur dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II, Pulau

Laut, Kalimantan Selatan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan,

penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1985 di Desa Cicalengka,

Kabupaten Bandung dan merupakan anak tunggal dari keluarga Bapak Paima

Fidentius Pandiangan dan Ibu Iis Wisnu Sugih.

Penulis pertama kali menempuh jalur pendidikan pada tahun 1990 di SDN

Nagrog 1 Cicalengka hingga kelas 1 dan dilanjutkan di SDN 013 Pagi Jakarta

Timur hingga dapat lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis lalu

melanjutkan pendidikan di SLTPN 255 Jakarta Timur dan dapat lulus pada tahun

1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN 50 Jakarta Timur dan lulus

pada tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis dapat diterima masuk di Institut

Pertanian Bogor (IPB) dengan pilihan Program Studi Manajemen Hutan yang

merupakan salah satu program studi di Fakultas Kehutanan IPB dan pada tahun

ketiga penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai Sub Program

Studi yang paling diminati.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi

kemahasiswaan yakni di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB

(DPM-E) sebagai Ketua Komisi B (Bidang Eksternal) periode tahun 2006-2007

dan Dewan Keluarga Musholla Ibadurrahman (DKM-E) sebagai anggota periode

tahun 2004-2007. Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang

yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan

(P3H) di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah dan BKPH Getas (KPH Ngawi),

Jawa Timur dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II, Pulau

Laut, Kalimantan Selatan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan,

penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F

(11)

   

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat ... 4

2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat ... 4

2.1.2 Pola-Pola Hutan Rakyat ... 4

2.1.3 Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat ... 5

2.1 Pemasaran ... 6

2.1.1 Pengertian Pemasaran ... 6

2.1.2 Pelaku (Lembaga) Pemasaran ... 6

2.1.3 Saluran Pemasaran... 6

2.1.4 Struktur Pasar ... 7

2.1.5 Marjin Pemasaran ... 7

2.1.6 Efisiensi Pemasaran ... 8

2.1.7 Pendapatan Usaha ... 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 10

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.3 Alat dan Obyek Penelitian ... 11

(12)

   

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 12

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 13

3.7 Metode pengambilan sampel ... 14

3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 14

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 17

4.2 Iklim, Topografi dan Jenis Tanah ... 17

4.3 Kependudukan ... 18

4.4 Pendidikan ... 19

4.5 Mata Pencaharian ... 19

4.6 Agama ... 19

4.7 Sarana dan Prasarana ... 20

4.8 Penggunaan Lahan... 20

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... 21

5.1.1 Jenis Tanaman Dominan ... 21

5.1.2 Pola dan Pergiliran Tanam ... 22

a. Pola Tanam ... 22

b. Pergiliran Tanam ... 23

5.1.3 Pembuatan Tanaman ... 23

a. Persiapan Lahan ... 24

b. Pengadaan Bibit ... 24

c. Penanaman ... 25

5.1.4 Pemeliharaan dan Perlindungan ... 26

a. Pemupukan ... 26

b. Penyulaman ... 26

c. Pemberantasan Hama dan Penyakit ... 26

5.1.5 Pemanenan ... 27

a. Pembuatan Surat Izin Tebang (SIT) ... 27

b. Penebangan ... 28

c. Pembagian dan Pembersihan Batang ... 28

(13)

   

e. Muat-Bongkar ... 29

f. Pengangkutan ... 30

g. Penimbunan Kayu ... 30

h. Pengolahan (Penggergajian) Kayu ... 31

5.2 Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat ... 32

5.2.1 Petani Hutan Rakyat ... 32

a. Kelompok Umur ... 32

b. Tingkat Pendidikan ... 32

c. Jumlah Anggota Keluarga ... 33

d. Mata Pencaharian ... 34

e. Luas Rata-Rata Hutan Rakyat ... 34

f. Bentuk Kayu yang Dijual ... 35

g. Produksi Kayu Rakyat ... 36

h. Harga Jual ... 36

5.2.2 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat ... 38

a. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan ... 38

b. Volume Pembelian ... 39

c. Konsumen dan Bentuk Kayu yang Dijual ... 39

d. Harga Jual ... 40

5.2.3 Industri Pengolahan Kayu Rakyat ... 41

5.2.3.1 Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat ... 42

a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan 42 b. Kapasitas dan Realisasi Produksi ... 42

c. Produk dan Konsumen ... 43

d. Produk, Ukuran dan Harga Jual... 44

5.2.3.2 Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat ... 44

a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan 44 b. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja ... 45

c. Produk, Ukuran dan Harga Jual ... 46

d. Produk dan Konsumen ... 47

5.2.4 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat ... 47

(14)

   

a. Daya Beli ... 47

b. Produk, Ukuran, Harga Jual dan Konsumen .... 48

5.2.4.2 Agen Palet ... 48

5.3 Karakteristik Pemasaran Kayu Rakyat ... 49

5.3.1 Saluran Pemasaran Kayu Rakyat... 49

5.3.1.1 Produk Kayu Pertukangan ... 49

5.3.1.2 Produk Palet (Peti Landasan) ... 53

5.3.1.3 Produk Haspel (Gulungan Kabel) ... 56

5.3.2 Struktur Pasar Pemasaran Kayu Rakyat ... 57

5.3.2.1 Produk Kayu Pertukangan ... 57

5.3.2.2 Produk Palet (Peti Landasan) ... 60

5.3.2.3 Produk Haspel (Gulungan Kabel) ... 62

5.3.3 Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat ... 64

5.3.3.1 Petani Hutan Rakyat ... 64

5.3.3.2 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat ... 65

5.3.3.3 Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat ... 66

5.3.3.4 Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat ... 67

5.3.3.5 Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat ... 68

5.3.3.6 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat ... 69

5.3.4 Marjin dan Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat ... 69

5.3.4.1 Produk Kayu Pertukangan ... 70

5.3.4.2 Produk Palet (Peti Landasan) ... 73

5.3.4.3 Produk Haspel (Gulungan Kabel) ... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 77

6.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(15)

   

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karakteristik Struktur Pasar ... 7

2. Jumlah dan Lokasi Responden ... 11

3. Luas Wilayah Kab. Sukabumi Berdasarkan Ketinggian Tempat ... 18

4. Jumlah Penduduk Kab. Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur ... 19

5. Jumlah Kepala Keluarga di Kab. Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pen- didikan ... 19

6. Luas Wilayah Kab. Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan .. 20

7. Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan ... 21

8. Tarif Retribusi Kayu Rakyat di Wilayah Kabupaten Sukabumi ... 27

9. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Umur ... 32

10. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 33

11. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Jumlah Anggota Keluarga ... 33

12. Luas Rata-Rata Total Pemilikan Lahan dan Hutan Rakyat Per Res- ponden Petani Hutan Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian ... 34

13. Persentase Bentuk Kayu yang Dijual Oleh Responden Petani Hutan Rakyat ... 35

14. Produksi Kayu Rakyat Rata-Rata Per Responden Petani pada Masing- Masing Desa Penelitian ... 36

15. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter / Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Petani Hutan Rakyat di Kab. Sukabumi ... 37

16. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan Oleh Responden Pedagang Peng- umpul Kayu Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian ... 38

(16)

   

18. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter /

Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Pedagang Pengumpul Kayu

Rakyat di Kabupaten Sukabumi ... 41

19. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-

kan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan ... 42

20. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-

kan Kapasitas dan Realisasi Produksi Rata-Rata pada Masing-Masing

Spesifikasi Usaha ... 42

21. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-

kan Produk, Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen ... 43

22. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasar-

kan Produk, Ukuran dan Harga Jual Untuk Setiap Spesifikasi Usaha ... 44

23. Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Ber-

dasarkan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan ... 45

24. Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu

Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produksi Rata-Rata ... 46

25. Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Ber-

dasarkan Jumlah Tenaga Kerja dan Besar Upah Untuk Masing-Masing

Spesifikasi Usaha ... 46

26. Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu

Rakyat Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual pada Masing-

Masing Spesifikasi Usaha ... 46

27. Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen dari Industri Sekunder (Pe-

rakitan) Produk Kayu Rakyat ... 47

28. Karakteristik Responden Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Daya

Beli ... 48

29. Karakteristik Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Produk, Ukuran dan

Harga Jual ... 48

30. Struktur Pasar Produk Kayu Pertukangan dari Sudut Pandang Penjual . 57

31. Struktur Pasar Produk Palet dari Sudut Pandang Penjual ... 60

(17)

   

33. Pendapatan Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Di-

jual ... 64

34. Pendapatan Kotor Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu

yang Dijual ... 65

35. Pendapatan Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk

Kayu yang Dijual ... 65

36. Pendapatan Kotor Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan

Bentuk Kayu yang Dijual ... 66

37. Pendapatan Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan

Spesifikasi Usaha ... 66

38. Pendapatan Kotor Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Ber-

dasarkan Spesifikasi Usaha ... 67

39. Pendapatan Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Ber-

dasarkan Spesifikasi Usaha ... 67

40. Pendapatan Kotor Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat

Berdasarkan Spesifikasi Usaha ... 68

41. Pendapatan Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu

Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha ... 68

42. Pendapatan Kotor Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan)

Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha ... 68

43. Pendapatan Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasarkan

Spesifikasi Usaha ... 69

44. Pendapatan Kotor Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasar-

kan Spesifikasi Usaha ... 69

45. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Haspel pada Setiap Saluran

(18)

   

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 10

2. Pola tanam hutan rakyat sistem agroforestri ... 23

3. Trubusan ... 25

4. Usaha pembibitan ... 25

5. Penyaradan manual ... 29

6. Pengumpulan kayu ... 29

7. Muat-bongkar kayu ... 30

8. Penimbunan kayu ... 30

9. Bentuk kayu yang dijual oleh pedagang pengumpul kayu rakyat ... 40

10. Haspel (gulungan kabel) ... 45

11. Palet (peti landasan) ... 45

12. Skema saluran pemasaran produk kayu pertukangan ... 49

13. Skema saluran pemasaran produk palet (peti landasan) ... 53

14. Skema saluran pemasaran produk haspel (gulungan kabel) ... 56

(19)

   

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel Data Responden Petani Hutan Rakyat ... 82

2. Tabel Data Responden Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat ... 83

3. Tabel Data Responden Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat .. 84

4. Tabel Data Responden Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat dan Toko Bahan Bangunan ... 85

5. Tabel Data Biaya Penjualan Kayu Rakyat ... 86

6. Tabel Data Marjin dan Efisiensi Pemasaran ... 89

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan hutan rakyat dari tahun ke tahun terus berkembang dan

menunjukkan kemajuan yang cukup menggembirakan. Keberadaan hutan rakyat

saat ini tersebar di beberapa propinsi yang keadaannya berbeda untuk

masing-masing propinsi sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Hutan rakyat

merupakan sumber penghasil kayu rakyat yang berperan dalam meningkatkan

pendapatan petani dan menyediakan bahan baku untuk industri pengolahan kayu.

Menurut Data Potensi Hutan Rakyat (Departemen Kehutanan, 2004), luas hutan

rakyat di Propinsi Jawa Barat adalah 79.056,06 ha dengan jenis tanaman sengon,

mahoni, jati, akasia, sonokeling dan buah-buahan dengan perkiraan potensi kayu

sebesar 4.457.327,47 m3/tahun.

Khusus untuk Kabupaten Sukabumi, luas hutan rakyat sampai tahun 2007

adalah 38.514,29 ha dengan perkiraan potensi kayu sebesar 54.330 m3/tahun

(Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2008). Jenis-jenis kayu yang ditanam

terdiri dari jenis sengon, manii, mahoni, jati, dan tanaman keras yang terdiri atas

kayu buahan seperti mangga, nangka, durian, dan lain-lain. Pohon

buah-buahan yang ditebang dikarenakan pohon tersebut sudah tidak produktif dalam

menghasilkan buah.

Keberadaan hutan rakyat ini sudah hampir merata di seluruh wilayah

Kabupaten Sukabumi dan pada umumnya telah memberikan dampak positif

terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan manfaat

ekonomi hutan rakyat yang telah memberi keuntungan secara langsung kepada

petani hutan rakyat berupa peningkatan pendapatan melalui penjualan kayu

rakyat.

Selain berperan dalam peningkatan pendapatan petani, hutan rakyat juga

berperan dalam penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan kayu rakyat.

Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kegiatan produksi pada industri

pengolahan kayu dan kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan terhentinya

(21)

sangat penting karena berperan besar dalam meningkatkan nilai tambah kayu

rakyat sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan oleh

masyarakat luas.

Sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, sifat dari hasil produksi

kayu rakyat adalah : volume atau jumlahnya yang relatif kecil; letaknya yang

bertebaran pada kondisi topografi yang sulit; jauh dari konsumen atau industri

pengolahan; kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas

yang diharapkan oleh konsumen; dan waktu panen yang tidak menentu. Hal

tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul

atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani

dengan konsumen kayu rakyat, sehingga jumlah pelaku pemasaran kayu menjadi

lebih banyak dan mengakibatkan harga yang diterima petani menjadi lebih

rendah.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Beberapa pertanyaan mendasar yang ingin dijawab dari penelitian ini

adalah :

1. Bagaimanakah karakteristik pelaku (lembaga) pemasaran kayu rakyat di

wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk saluran pemasarannya?

2. Bagaimanakah struktur pasar pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku

(lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah

Kabupaten Sukabumi?

3. Berapakah pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku (lembaga) pemasaran

kayu rakyat dari hasil pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten

Sukabumi?

4. Bagaimanakah perbedaan marjin yang terjadi dari setiap pelaku (lembaga)

pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah

Kabupaten Sukabumi?

(22)

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik pelaku (lembaga) yang terlibat dalam

pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk

saluran-saluran pemasarannya.

2. Menggambarkan struktur pasar pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku

(lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah

Kabupaten Sukabumi.

3. Menghitung pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku (lembaga)

pemasaran kayu rakyat dari hasil pemasaran kayu rakyat di wilayah

Kabupaten Sukabumi.

4. Menghitung perbedaan marjin yang terjadi dari setiap pelaku (lembaga)

pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah

Kabupaten Sukabumi.

5. Menganalisis saluran pemasaran yang paling efisien.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk

pihak-pihak yang terkait dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan khususnya

kepada petani dari aspek pemasaran agar dapat meningkatkan pendapatan petani

dari hasil kayu rakyatnya. Selain itu dapat juga diketahui karakteristik

pelaku-pelaku pemasaran kayu rakyat lainnya (pedagang pengumpul, industri pengolahan

dan pedagang pengecer) yang berfungsi menyerap bahan baku kayu rakyat

tersebut dan bertindak sebagai pengolah/atau sekaligus pendistribusi kepada

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Rakyat

2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat

Ditjen RRL (1995 a) mendefinisikan hutan rakyat sebagai suatu lapangan

di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhkan pohon-pohon sedemikian rupa

sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta

lingkungannya. Hutan rakyat dikategorikan termasuk kedalam hutan hak, dimana

hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts/II/1997 tentang

Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat antara lain pada pasal 1 ayat 1 bahwa hutan

rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimum 0,25 ha

dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari

50% dan atau tanaman tahun pertama dengan minimal 500 tanaman per hektar.

Akan tetapi, hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang

memenuhi luasan sesuai dengan definisi diatas, dimana minimal harus 0,25

hektar. Hal ini disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa yang sangat

sempit (Fakultas Kehutanan IPB, 2000).

2.1.2 Pola-Pola Hutan Rakyat

Departemen Kehutanan (1990) yang dikutip oleh Setyawan (2002)

menerangkan bahwa berdasarkan variasi jenis tanaman dan pola penanamannya,

hutan rakyat dapat digolongkan ke dalam bentuk :

a. Hutan rakyat murni; yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis

tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau

monokultur.

b. Hutan rakyat campuran; yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis

pohon-pohon yang ditanam secara campuran.

c. Hutan rakyat agroforestri; yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha

kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya seperti perkebunan, pertanian,

(24)

ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan baik dari segi ekonomi

maupun ekologi.

Sedangkan berdasarkan pola pengembangannya, menurut Supriadi (2001)

yang dikutip oleh Rosnawati (2004) hutan rakyat dikelompokkan menjadi :

a. Hutan rakyat pola swadaya; yaitu hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok

atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau

perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat akan didorong agar mau

dan mampu melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan

bimbingan teknis dari kehutanan.

b. Hutan rakyat pola subsidi; yaitu hutan rakyat yang dibangun dari subsidi, baik

sebagian atau keseluruhannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah

atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat. Hutan

rakyat yang dikembangkan dengan pola subsidi adalah hutan rakyat

penghijauan, hutan rakyat padat karya dan hutan rakyat areal model dampak.

c. Hutan rakyat pola kemitraan; yaitu hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama

masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit

kepada rakyat dengan bunga ringan.

2.1.3 Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat

Ditjen RRL (1995 a) menyebutkan fungsi dan manfaat hutan rakyat

adalah:

a. Memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi.

b. Memperbaiki peresapan air ke dalam tanah.

c. Menciptakan iklim mikro, perbaikan lingkungan dan perlindungan sumber air.

d. Meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil dari tanaman hutan

rakyat berupa kayu-kayuan.

e. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

f. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan

(25)

2.2 Pemasaran

2.2.1 Pengertian Pemasaran

Kotler (1997) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial dan

manajemen, dimana individu-individu atau kelompok dapat memenuhi kebutuhan

dan keinginannya melalui pembuatan dan pertukaran suatu produk dan uang

dengan individu-individu atau kelompok-kelompok lainnya.

Sudiyono (2002) lebih spesifik mendefinisikan pemasaran pertanian

adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan

guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.

2.2.2 Pelaku (Lembaga) Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha

dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen sampai

konsumen melalui proses perdagangan (Limbong dan Sitorus, 1985).

Fakultas Kehutanan IPB (2000) menjelaskan bahwa pelaku dalam usaha

hutan rakyat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu petani dan bukan petani hutan

rakyat. Petani hutan rakyat adalah merupakan pelaku utama penghasil hutan

rakyat dari lahan miliknya, sedangkan yang bukan petani adalah pihak-pihak lain

yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu para buruh, penyedia jasa tebang,

jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran dan industri pengolah hasil

hutan rakyat.

2.2.3 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung

yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang dan jasa siap

untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas

memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan

waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari

orang-orang yang membutuhkan (Kotler, 1997).

Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa saluran pemasaran dapat

(26)

saluran tataniaga / pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara

yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Saluran pemasaran tersebut meliputi :

a. Saluran non tingkat (zero level channel) atau dinamakan sebagai saluran

pemasaran langsung, adalah saluran dimana produsen atau pabrikan langsung

menjual produknya ke konsumen.

b. saluran satu tingkat (one level channel) adalah saluran yang menggunakan

satu perantara.

c. Saluran dua tingkat (two level channel), mencakup dua perantara.

d. Saluran tiga tingkat (three level channel), didapati tiga perantara.

2.2.4 Struktur Pasar

Limbong dan Sitorus (1985) menjelaskan bahwa struktur pasar adalah

suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah

perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi

produk serta syarat masuk pasar.

Menurut Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) menyatakan

ada 4 (empat) karakteristik untuk membedakan struktur pasar yaitu : (1) jumlah

dan ukuran perusahaan, (2) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (3) kondisi

keluar masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan seperti biaya, harga dan kondisi pasar

di antara partisipan. karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Struktur Pasar

Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Sifat produk Sudut Pandang Sudut Pandang

Pembeli / Penjual Pembeli Penjual

Banyak Homogen Pasar Persaingan Pasar Persaingan

Murni Murni

Banyak Terdiferensiasi Pasar Persaingan Pasar Persaingan

Monopolistik Monopolistik Sedikit Homogen Oligopoli murni Oligopsoni Murni

Sedikit Terdiferensiasi Oligopoli Oligopsoni

Terdiferensiasi Terdiferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Hammond dan Dahl dalam Seryawan, 2002

2.2.5 Marjin Pemasaran

Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan

harga yang diterima oleh penjual pertama dan harga yang diterima oleh pembeli

(27)

Adapun menurut Nurtjahjadi (1997) dalam Rosnawati (2004), marjin

pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima petani / produsen dengan

harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk yang sama. Limbong

dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa marjin pemasaran terdiri dari biaya

pemasaran dan keuntungan pemasaran.

Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator untuk melihat efisiensi

sistem pemasaran. Rendahnya marjin pemasaran suatu komoditi belum tentu

dapat mencerminkan efisien yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam

melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang

diterima petani (farmer share) terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir.

Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga

di tingkat konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering

dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1985).

2.2.6 Efisiensi Pemasaran

Menurut Downey dan Erikson (1987) dalam Shausan (2000), efisiensi

pemasaran didefinisikan sebagai penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang

dapat diukur dari peningkatan rasio keluar-masukan (input-output). Input

merupakan paduan tenaga kerja, modal, dan manajemen yang dilakukan oleh

lembaga pemasaran dalam penyaluran barang., sedangkan output adalah kepuasan

konsumen terhadap barang dan aktivitas yang dilakukan oleh lembaga pemasaran.

Pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin

besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena

itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika :

1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih

tinggi.

2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen tidak

terlalu tinggi.

3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran.

4. Adanya kompetisi pasar yang sehat.

Pada umumnya di negara-negara berkembang, empat kriteria di atas digunakan

(28)

2.2.7 Pendapatan Usaha

Pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka

waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha

(Soekartawi, et al 1986 dalam Saputra, 2007).

Keterangan :

π = Total profit

TR = Total revenue

TC = Total cost

p = Price

q = Quantity

TFC = Total Fixed Cost

TVC = Total Variable Cost

Saputra (2007) dalam penelitiannya yang menganalisis pendapatan usaha

pelaku pemasaran produk agroforestri kemiri, mencontohkan bahwa yang

dimaksud Variable cost meliputi : benih, pupuk, dan bahan-bahan pemeliharaan

tanaman lainnya, sedangkan fixed cost meliputi : sewa lahan, penyusutan alat,

biaya angkut, dan upah.

(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap karakteristik

pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul,

industri pengolahan dan pedagang pengecer. Setelah itu, dilakukan identifikasi

aspek pemasarannya yang meliputi saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan

usaha serta marjin dan efisiensi pemasaran.

Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam

Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada

empat desa penelitian, yaitu Desa Pasirbaru dan Gunung Tanjung (Kecamatan

Cisolok) serta Desa Cijulang dan Bojongjengkol (Kecamatan Jampang Tengah).

(30)

1. Tingkat kecamatan; dipilih dua kecamatan yang merupakan kecamatan dengan

areal hutan rakyat terluas.

2. Tingkat desa; dipilih masing-masing dua desa dari setiap kecamatan dengan

cara yang sama dengan kriteria pemilihan tingkat kecamatan (memiliki areal

hutan rakyat terluas).

Untuk responden industri perakitan selain pencarian di lokasi penelitian

yang telah disebutkan, dilakukan juga pencarian di Kecamatan Parungkuda,

Bojonggenteng dan Parakansalak yang menjadi pusat lokasi industri perakitan

kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi, Penelitiannya sendiri dilaksanakan

selama dua bulan, yaitu pada bulan Juni - Juli 2008. Jumlah serta lokasi dari para

responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Lokasi Responden

Kategori Responden Jumlah Lokasi (Orang)

Petani 40 Kec. Cisolok (Desa Pasirbaru, Desa Gunung Tanjung) Pedagang Pengumpul 17 Kec. Jampangtengah (Desa Cijulang, Desa Bojongjengkol) Industri Penggergajian 8 Kec. Jampangtengah (Desa Cijulang, Desa Bojongjengkol) Industri Perakitan 8 Kec. Cisolok, Kec. Jampangtengah, Kec. Parungkuda

Kec. Bojonggenteng, Kec. Parakansalak Pedagang Pengecer 3 Kec. Cisolok, Kec. Jampangtengah

3.3 Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah responden pelaku yang terlibat dalam pemasaran

kayu rakyat (petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang

pengecer).

3.4 Batasan Operasional

Batasan operasional diperlukan untuk memberikan pengertian yang

seragam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemasaran kayu rakyat.

Batasan operasional tersebut adalah sebagai berikut :

1. Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas

tanah dan ditanami jenis-jenis pohon penghasil kayu, baik yang terdiri dari

satu jenis (monokultur) ataupun campuran (polikultur) maupun yang sistem

penanamannya bercampur dengan tanaman pertanian (agroforestri).

2. Kayu rakyat adalah kayu yang berasal dari jenis-jenis pohon penghasil kayu

(31)

di dalamnya kayu dari jenis pohon penghasil buah dan tanaman perkebunan,

baik yang ditanam secara sengaja ataupun tumbuh secara alami.

3. Pelaku pemasaran kayu rakyat adalah semua individu atau lembaga

perusahaan yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat dalam berbagai bentuk

kayu atau produk, dari titik produsen (petani) hingga konsumen akhir.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh langsung dari para pelaku pemasaran kayu

rakyat, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yang

berhubungan dengan penelitian.

3.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari para pelaku pemasaran kayu rakyat

(petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer) yang

dijadikan sebagai responden. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara

menggunakan kuisioner dan isi dari pertanyaannya meliputi :

1. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Data karakteristik dan sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan dari

hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap setiap responden petani

hutan rakyat dan juga observasi lapangan ke beberapa areal hutan rakyat pada

masing-masing desa penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi : jenis dominan;

pola dan pergiliran tanam; pembuatan tanaman (persiapan lahan, pengadaan bibit

dan penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman,

pemberantasan hama dan penyakit); pemanenan (pembuatan surat izin tebang,

penebangan, pembagian dan pembersihan batang, penyaradan dan pengumpulan

kayu, muat-bongkar, pengangkutan, penimbunan kayu dan penggergajian kayu).

2. Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat

a. Petani hutan rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : kelompok umur;

tingkat pendidikan; jumlah anggota keluarga; mata pencaharian; luas

rata-rata hutan rakyat; bentuk kayu yang dijual; produksi kayu rakyat; harga

(32)

b. Pedagang pengumpul kayu rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : jenis

kayu yang diperjualbelikan; volume pembelian; konsumen dan bentuk

kayu yang dijual; harga jual.

c. Industri pengolahan kayu rakyat, data yang dikumpulkan meliputi :

spesifikasi usaha dan produk yang dihasilkan; kapasitas dan realisasi

produksi; konsumen; produk, ukuran dan harga jual; upah dan jumlah

tenaga kerja.

d. Pedagang pengecer, data yang dikumpulkan meliputi : daya beli; produk,

ukuran, harga jual dan konsumen.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang yang berhubungan dengan

obyek penelitian, baik yang tersedia di tingkat desa, kecamatan, kabupaten,

maupun instansi terkait lainnya. Data-data yang penting diantaranya adalah :

a. Data potensi dan penyebaran hutan rakyat di wilayah Kabupaten

Sukabumi (Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2008).

b. Data keadaan umum wilayah Kabupaten Sukabumi (BPS Kabupaten

Sukabumi, 2007).

c. Data-data lainnya.

3.6 Metode Pengumpulan Data 3.6.1 Teknik Observasi

Data dikumpulkan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap

obyek yang diteliti, yaitu keadaan hutan rakyat dan kegiatan-kegiatan

pengelolaannya.

3.6.2 Teknik Wawancara

Data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung

terhadap para responden pelaku pemasaran (petani, pedagang pengumpul, industri

pengolahan dan pedagang pengecer). Wawancara dilakukan dengan menggunakan

(33)

3.7 Metode Pengambilan Sampel 3.7.1 Petani Hutan Rakyat

Responden petani hutan rakyat dipilih secara acak dengan jumlah

sebanyak 40 orang, yang terdiri dari 10 orang dari setiap desa yang dijadikan

sebagai lokasi penelitian, yaitu Desa Pasirbaru dan Desa Gunung Tanjung (Kec.

Cisolok) serta Desa Cijulang dan Desa Bojongjengkol (Kec. Jampangtengah),

dengan syarat responden petani tersebut pernah melakukan penjualan kayu yang

tumbuh dari areal lahannya.

3.7.2 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat

Responden pedagang pengumpul kayu rakyat dipilih secara acak dengan

jumlah sebanyak 17 orang, yang terdiri dari empat orang dari Desa Pasirbaru,

empat orang dari Desa Gunung Tanjung, empat orang dari Desa Bojongjengkol

dan lima orang dari Desa Cijulang.

3.7.3 Industri Pengolahan Kayu Rakyat

Responden industri pengolahan kayu rakyat dipilih secara acak dengan

jumlah sebanyak delapan industri penggergajian dan delapan industri perakitan

yang tersebar di Kecamatan Cisolok, Jampangtengah, Parungkuda,

Bojonggenteng dan Parakansalak.

3.7.4 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat

Responden pedagang pengecer produk kayu rakyat dipilih secara acak

dengan jumlah sebanyak tiga orang (perusahaan) yang berlokasi di Kecamatan

Cisolok dan Jampangtengah.

3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif guna

menjawab semua tujuan yang diinginkan.

3.8.1 Analisis Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran dianalisis dengan mengamati pelaku pemasaran yang

ada. Setiap pelaku ini akan membentuk saluran pemasaran yang berbeda, yang

akan mempengaruhi besarnya bagian harga yang diterima.

3.8.2 Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar suatu komoditas dapat dianalisis dengan melakukan

(34)

mangamati jumlah pelaku pemasaran (penjual dan pembeli) serta sifat produk

yang dianalisis dengan menggunakan tabel karakteristik struktur pasar Hammond

dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) yang dapat dilihat pada halaman 7.

Selain secara deskriptif, struktur pasar dapat juga dianalisis melalui derajat

konsentrasi pasar dengan menggunakan pendekatan indeks herfindahl. Indeks ini

akan mengukur tingkat konsentrasi pasar yang terjadi dengan memperhitungkan

penjumlahan hasil kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Secara matematis

dapat ditulis sebagai berikut :

Dimana :

H = Indeks herfindahl; jika H mendekati satu (H ≥ 0,5), berarti pasar

terkonsentrasi; jika H = 1 berarti pasar monopoli; dan jika H mendekati nol

(H < 0,5), berarti pasar semakin kompetitif (kurang terkonsentrasi)

Xi = Volume penjualan yang dikuasai pedagang ke-i (m3)

(i = 1,2,…,n), dengan n adalah jumlah pedagang

T = Total volume penjualan pedagang (m3)

3.8.3 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran

Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan

dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya marjin

pemasaran pada dasarnya juga merupakan penjumlahan dari biaya-biaya

pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Secara matematis

dirumuskan :

Keterangan :

Mi = Marjin pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)

Psi = Harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)

Pbi = Harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)

Ci = Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)

πi = Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke – i (Rp/m3)

Mi = Psi – Pbi

Mi = Ci + πi

n

(35)

Efisiensi pemasaran dapat diketahui dari rasio K/B (keuntungan terhadap

biaya-biaya pemasaran) pada masing-masing lembaga pemasaran. Rasio K/B

(keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dirumuskan :

Keterangan :

πi = Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran ke – i (Rp/m3)

Ci = Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke – i (Rp/m3)

Besar kecilnya rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran)

belum tentu dapat menggambarkan efisiensi pemasaran, sehingga indikator lain

yang digunakan adalah memperbandingkan bagian harga yang diterima oleh

petani (farmer share), yang dirumuskan :

3.8.4 Analisis Pendapatan Usaha

Pendapatan usaha dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Keterangan :

π = Total keuntungan TR = Total pendapatan

TC = Total biaya

p = Harga

q = Jumlah produk

TFC = Total biaya tetap

TVC = Total biaya variabel

π = TR – TC = (p x q) – (TFC + TVC) πi

Rasio Keuntungan / Biaya = Ci

Harga di tingkat petani

(36)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan jarak

tempuh 96 km dari ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119 km dari

ibukota negara (Jakarta). Secara geografis terletak di antara 6˚57’ - 7˚25’ Lintang

Selatan dan 106˚49’ - 107˚00’ Bujur Timur dengan luas daerah 4.128 km2 atau

14,39% dari luas Jawa Barat atau 3,01% dari luas Pulau Jawa (BPS Kabupaten

Sukabumi, 2007). Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor,

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Propinsi Banten) dan Samudera Indonesia,

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.

Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam

47 kecamatan, tiga kelurahan, 349 desa, 3.059 RW dan 11.894 RT. Ibukota

kabupaten terletak di Kecamatan Palabuhanratu.

4.2 Iklim, Topografi dan Jenis Tanah

Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar

3.247 mm dari 124 hari hujan pada tahun 2006. Curah hujan tertinggi terjadi pada

bulan Januari dengan curah hujan 762 mm dan hari hujan 25 hari. Suhu udara

berkisar 17,2˚ - 32,8˚C dengan suhu rata-rata 25,5˚C. Kelembaban udara rata-rata

sebesar 86,1% (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi

Utara dan Tengah. Ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 2.960 m

dengan luasan yang terbesar pada ketinggian di atas 100 mdpl dengan jumlah

persentase sebesar 85,16% (Tabel 3). Dengan adanya daerah pantai dan

gunung-gunung, antara lain Gunung Salak dan Gunung Gede yang masing-masing

mempunyai puncak ketinggian 2.211 mdpl dan 2.958 mdpl menyebabkan keadaan

lereng sangat miring ( > 35˚) yang meliputi 29% dari luas Kabupaten Sukabumi

(37)

kemiringan antara 2˚ - 13˚ meliputi 21% dari luas kabupaten, sisanya merupakan

daerah datar dengan persentase yang hanya sebesar 13%. Keadaan topografi yang

demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap

longsor dan erosi tanah (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).

Tabel 3. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Ketinggian Tempat

No. Ketinggian Tempat (mdpl) Luas (Ha) Persentase (%)

1 0 - 25 10.455,45 2,53

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007

Jenis tanah di bagian Utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol,

androsol dan regosol. Di bagian Tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol

dan podsolik sedangkan di bagian Selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit,

grumusol, podsolik dan alluvial (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).

Dari aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur) atau solum,

daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanah

lempung). Kedalaman tanahnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan

besar yaitu kedalaman tanah sangat dalam (lebih dari 90 cm) dan kedalaman tanah

kurang dalam (kurang dari 90 cm). Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di

bagian Utara sedangkan kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian Tengah

dan Selatan. Hal ini mengakibatkan wilayah bagian Utara lebih subur

dibandingkan wilayah bagian Selatan (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007).

4.3 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2006 mencapai

2.345.459 jiwa yang terdiri dari 1.178.005 laki-laki dan 1.167.454 perempuan

dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,90, yang berarti bahwa dalam 100

penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk

Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 568,18 orang per km2 (BPS Kabupaten

Sukabumi, 2007).

Penduduk Kabupaten Sukabumi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

(38)

15 - 59 tahun dan kelompok umur diatas 59 tahun (Tabel 4). Dari tabel dapat

dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi berada pada

kelompok umur usia produktif dengan persentase sebesar 63,43% yang berada

pada kelompok umur 15 - 59 tahun.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 < 15 693.192 29,55

2 15 - 59 1.487.772 63,43

3 > 59 164.495 7,01

Jumlah 2.345.459 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007

4.4 Pendidikan

Tabel 5 memperlihatkan tingkat pendidikan dari sample kepala keluarga di

Kabupaten Sukabumi yang berjumlah 624.049 kepala keluarga. Dari tabel

tersebut dapat diperkirakan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi

memiliki tingkat pendidikan mulai dari tamat SD hingga SLTP dengan persentase

sebesar 63,93%, tamat SLTA ke atas 14,74% dan tidak tamat SD 21,32%.

Tabel 5. Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Kepala Keluarga

(Orang)

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007

4.5 Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Sukabumi adalah pada

sektor pertanian yang penggunaan lahannya didominasi oleh hutan rakyat dengan

penanaman sistem agroforestri dan perkebunan (teh, pala dan cengkeh).

4.6 Agama

Masyarakat Kabupaten Sukabumi mayoritas menganut agama Islam

dengan persentase sebesar 99,78 %, sedangkan untuk agama Kristen 0,20 %,

(39)

4.7 Sarana dan Prasarana

Panjang jalan yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi adalah 2.342.622

km dengan rincian jalan yang dikelola negara sepanjang 49.932 km, propinsi

sepanjang 426.448 km dan kabupaten sepanjang 1.866.242 km. Panjang jalan

yang dikelola Kabupaten Sukabumi sebagian besar telah diaspal dengan

persentase sebesar 62,98% dan sisanya masih berupa kerikil dan tanah sebesar

37,02% (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Untuk sarana transportasi umum

didominasi oleh angkutan kota dan mini bus, sedangkan transportasi lainnya

adalah sepeda motor, truck dan pickup.

Sarana perdagangan di Kabupaten Sukabumi terdiri dari 69 pasar lokal, 11

pasar kabupaten, empat pasar hewan, satu pasar desa dan satu pasar swasta,

sedangkan untuk sarana perekonomian terdiri dari 1.617 unit koperasi dengan

anggota sebanyak 22.035 orang, 37 unit bank pemerintah, 18 unit bank swasta dan

15 unit bank milik pemerintah daerah.

4.8 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi yang terluas adalah berupa

hutan negara dan hutan rakyat dengan perincian hutan negara seluas 133.210,41

ha (32,27%) dan hutan rakyat 108.979,08 ha (26,40%). Penggunaan lahan lainnya

adalah perkebunan 75.377,20 ha (18,26%), sawah 62.951,93 ha (15,25%),

bangunan dan halaman 18.906,22 ha (4,58%), tambak dan kolam 1.940,16 ha

(0,47%) dan penggunaan lain 11.434,55 ha (2,77%).

Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Hutan Negara 133.210,41 32,27

2 Hutan Rakyat 108.979,08 26,40

3 Perkebunan 75.377,20 18,26

4 Sawah 62.951,93 15,25

5 Bangunan dan Halaman 18.906,22 4,58

6 Tambak dan Kolam 1.940,16 0,47

7 Penggunaan Lain 11.434,55 2,77

Jumlah 412.799,55 100,00

(40)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5.1.1 Jenis Tanaman Dominan

Tabel 7 memperlihatkan jenis tanaman dominan dari hutan rakyat yang

dikelola oleh para responden petani di areal lahannya.

Tabel 7. Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan

No. Kecamatan Kelompok Jenis Dominan

Tanaman

1 Cisolok Kayu Manglid, Bayur, Sengon, Mahoni, Jati,

Tisuk

Buah Pisang, Mangga, Rambutan, Jengkol,

Kelapa, Petai, Duren

Pertanian Singkong, Kacang-Kacangan, Ubi Jalar

Perkebunan Cengkeh, Kapuk Randu, Karet

2 Jampangtengah Kayu Sengon, Pinus, Mahoni, Kayu Afrika,

Puspa

Buah Manggis, Nangka, Rambutan, Pisitan,

Duren, Pisang, Kupa, Petai

Pertanian Jagung, Kacang-Kacangan, Ubi Jalar,

Singkong, Padi, Cabai

Perkebunan Bambu, Aren, Kapol, Karet

Tanaman penyusun hutan rakyat berdasarkan hasil yang dimanfaatkannya

dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu tanaman penghasil kayu, penghasil

buah, pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden

petani hutan rakyat menanami lahannya dengan sistem agroforestri, dimana

tanaman pertanian dan tanaman penghasil kayu dan / atau buah dan / atau

perkebunan ditanam secara bersamaan (bercampur) pada areal lahannya.

Jenis dominan hutan rakyat di dua kecamatan contoh cukup bervariasi,

jika dibandingkan terutama kelompok tanaman penghasil kayu yang ditanam

maka akan terlihat adanya beberapa perbedaan. Kelompok tanaman penghasil

kayu yang mendominasi di Kecamatan Cisolok adalah manglid (Manglietia

glauca), bayur (Pterospermum javanicum), sengon (Paraserianthes falcataria),

mahoni (Swietenia spp.), tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan jati (Tectona

grandis), sedangkan di Kecamatan Jampangtengah adalah sengon (Paraserianthes

falcataria), pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia spp.), puspa (Schima

(41)

dapat disebabkan diantaranya adalah karena faktor kecocokan lahan, kemudahan

dalam mendapatkan bibit dan budidaya, kecepatan tumbuh pohon serta aspek

ekonomi.

5.1.2 Pola dan Pergiliran Tanam a. Pola Tanam

Penanaman tanaman penghasil kayu di hutan rakyat oleh para responden

petani sebagian besar dilakukan secara agroforestri dengan jenis yang ditanam

bervariasi (polikultur) dan ada juga sebagian kecil yang menanaminya dengan

satu jenis saja (monokultur).

Pola tanam pada penanaman hutan rakyat dengan sistem agroforestri dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu secara teratur dan acak. Penanaman secara

teratur dilakukan dengan menanami tanaman penghasil kayu di sela-sela tanaman

pertanian (pola 1) dan dapat juga dilakukan dengan menanami tanaman penghasil

kayu di pinggiran lahan yang dapat juga difungsikan sebagai tanaman pagar atau

penahan angin (pola 2), sedangkan penanaman secara acak dilakukan secara tidak

teratur dan juga tidak memperhatikan jarak tanam (pola 3).

Tanaman pertanian pada umumnya dijadikan sebagai tanaman pokok

sedangkan tanaman penghasil kayu atau buah atau perkebunan dijadikan sebagai

tanaman sampingan yang dapat dipanen sewaktu-waktu. Namun, pada beberapa

responden petani ada juga yang mengganti tanaman pokoknya dengan tanaman

perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti cengkeh atau karet atau

tanaman penghasil buah seperti pisang (khususnya Kecamatan Cisolok). Hal ini

dilakukan karena sebagian besar lahan di Kecamatan Cisolok meskipun subur

untuk lahan pertanian akan tetapi mempunyai kelerengan yang sangat tinggi

sehingga agak sulit dalam pengolahan tanahnya. Hasil seperti cengkeh, getah

karet atau buah-buahan dijadikan sebagai komoditas utama yang dapat dijual

untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.

Penanaman tanaman penghasil kayu secara keseluruhan di areal yang

dimiliki (tanpa sistem agroforestri), baik yang dilakukan secara polikultur ataupun

monokultur dilakukan pada lahan-lahan yang memang agak sulit untuk dikelola

dengan sistem agroforestri (baik dalam hal persiapan lahan, penanaman,

(42)

dari tempat tinggal responden petani pemilik lahan, mempunyai aksesibilitas yang

buruk atau dapat juga dikarenakan responden petani sudah tidak mempunyai

waktu atau tenaga untuk mengurus lahannya.

b. Pergiliran Tanam

Pergiliran tanam yang dilakukan oleh responden petani hutan rakyat

terbatas hanya pada jenis tanaman pertanian yang ditanam. Adanya pergiliran

tanam ini dilakukan karena disesuaikan dengan musim. Jenis tanaman yang

ditanam pada saat musim hujan pada umumnya adalah padi dan kacang-kacangan,

sedangkan pada saat musim kemarau adalah singkong dan ubi jalar. Pada

penanaman tanaman perkebunan atau penghasil buah yang dijadikan sebagai

tanaman pokok tidak dilakukan pergiliran tanam, hal yang biasa dilakukan adalah

melakukan penggantian pohon yang mati dengan bibit yang baru.

5.1.3 Pembuatan Tanaman

Kegiatan-kegiatan pembuatan tanaman pada hutan rakyat yang dilakukan

oleh responden petani terdiri dari persiapan lahan, pengadaan bibit dan

(43)

a. Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan diantaranya adalah pembersihan

lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah. Kedua jenis kegiatan tersebut

sebenarnya tidak harus dilakukan jika areal yang akan ditanami masih cukup

bersih dan petani tidak menanami lahan tersebut dengan tanaman pokok pertanian

(sistem agroforestri), namun jika akan ditanami juga dengan tanaman pokok

pertanian maka sekurang-kurangnya pengolahan (pencangkulan) tanah harus

dilakukan agar tanah dapat menjadi lebih subur.

Kegiatan pembersihan lahan sangat jarang dilakukan oleh responden

petani, kegiatan ini dilakukan hanya jika lahan yang akan ditanami memang sudah

lama ditelantarkan atau tidak ditanami dengan tanaman pertanian sehingga tidak

ada perawatan dan menyebabkan lahan menjadi banyak ditumbuhi oleh

alang-alang, semak belukar atau tanaman pengganggu lainnya, sedangkan untuk

pengolahan (pencangkulan) tanah sering dilakukan pada setiap akan memulai

penanaman tanaman pertanian.

Pembersihan lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah pada umumnya

dilakukan oleh responden petani bersama dengan anggota keluarganya, namun

ada juga yang memanfaatkan tenaga buruh harian dengan upah berkisar antara Rp

15.000 - Rp 20.000/orang untuk setengah hari kerja (± 6 jam) dengan lama hari

kerja tergantung dari luas lahan yang dikerjakan dan banyaknya buruh harian

yang dipekerjakan. Penggunaan tenaga buruh harian dalam pembersihan lahan

dan pengolahan (pencangkulan) tanah dilakukan oleh responden petani jika

mempunyai kesibukan yang lain seperti berdagang atau memang sudah tidak

sanggup jika melakukannya sendiri ataupun dilakukan bersama dengan anggota

keluarganya.

Pembersihan lahan dapat juga dilakukan dengan melakukan penyemprotan

dengan menggunakan herbisida (round up). Satu hektar lahan dapat

menghabiskan round up sekitar 2 liter dengan harga beli berkisar antara Rp

60.000 - Rp 70.000 per liternya.

b. Pengadaan Bibit

Bibit pohon bisa didapatkan baik dari pembelian ataupun dari non

(44)

pembibitan di wilayah sekitar tempat tinggal responden petani dengan harga beli

berkisar antara Rp 1.000 - Rp 3.000 per bibitnya (tergantung jenis bibit). Namun,

sebagian besar responden petani lebih suka mencari bibit sendiri dari permudaan

alam yang berada di lahan mereka atau lahan orang lain. Responden petani juga

terkadang membiarkan pohon yang sudah ditebang agar tumbuh kembali

(memanfaatkan trubusan) sehingga tidak perlu lagi menanam dengan bibit yang

baru, selain itu ada juga yang melakukan pembibitan sendiri agar didapatkan hasil

bibit yang baik tanpa harus mengeluarkan biaya.

Trubusan adalah tunas-tunas yang muncul dari sela-sela tunggak pohon

yang sudah ditebang dan jika dibiarkan akan tumbuh kembali menjadi pohon yang

baru. Trubusan ini dapat tumbuh dengan baik jika hanya satu tunas saja yang

dibiarkan untuk tumbuh, sedangkan tunas-tunas yang lainnya dilakukan

pemangkasan. Kelebihan dari trubusan ini adalah pohon yang dihasilkan menjadi

lebih cepat tumbuh jika dibandingkan dengan penanaman dengan menggunakan

bibit, namun kelemahannya tidak semua jenis kayu dapat menghasilkan trubusan.

Gambar 3. Trubusan Gambar 4. Usaha pembibitan

c. Penanaman

Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan persiapan lahan dan

pengadaan bibit telah selesai dilaksanakan. Dalam kegiatan penanaman,

khususnya tanaman penghasil kayu, yang pertama kali dilakukan adalah

pembuatan lubang tanam kemudian menanam bibit yang sudah disiapkan ke

dalam lubang tanam tersebut. Penanaman biasanya dilakuan pada saat awal

musim hujan agar bibit pohon yang ditanam dapat tumbuh dengan baik.

Jarak tanam dalam penanaman tanaman penghasil kayu pada sistem

tumpang sari disesuaikan dengan keadaan lahan, namun pada umumnya jarak

tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m, 2 x 3 m atau 3 x 3 m (pada sistem tumpang

Gambar

Tabel  2. Jumlah dan Lokasi Responden
Tabel 5. Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan
Tabel 7. Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa proses berpikir kritis siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini pada pemecahan masalah matematika materi simetri dan

Alat ini terdiri dari sebuah bidang miring yang dapat diatur sudut kemiringannya mulai dari 0 o hingga 90 o , jenis permukaan yang bervariasi (akrilik, kayu,

Data yang digunakan untuk menguji validitas model simulasi adalah data rata - rata jumlah antrian truk dan waktu menunggu antrian dari masing - masing jembatan

Bahkan mereka yang sudah menikah, namun tak mampu mencapai kepuasan seksual selama hubungan seksual dengan pasangan seks-nya, mereka pun kerap melakukan fantasi seksual dengan

5.5 Data perbandingan jenis- jenis yang memiliki INP tinggi pada transek sisi jalur Kanan dan sisi jalur Kiri sungai untuk tingkat

Dari variabel tersebut diketahui bahwa ada ketidakpastian dalam kontrak hal ini akan berpengaruh terhadap biaya pekerjaan dimana, semakin tinggi faktor

Linux adalah sistem operasi yang sangat fleksibel dan dapat memenuhi beragam kebutuhan. Karena flesibilitasnya inilah maka apabila konfigurasi yang dilakukan tidak sesuai

Yang dimaksud dengan time based conflict adalah konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran