HUBUNGAN KETERLIBATAN SOSIAL DENGAN SINDROM
DEPRESI PADA LANSIA DI PUSKESMAS DARUSSALAM
MEDAN
Oleh :
YOSE RIZAL SINAGA
090100093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN KETERLIBATAN SOSIAL DENGAN SINDROM
DEPRESI PADA LANSIA LANSIA DI PUSKESMAS
DARUSSALAM MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
YOSE RIZAL SINAGA
090100093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan Keterlibatan Sosial Dengan Sindrom Depresi pada Lansia di Puskesmas Darussalam Medan
Nama : Yose Rizal Sinaga
NIM : 090100093
Pembimbing Penguji I
(dr.Vita Camelia,Sp.KJ) (dr. Ramona Dumasari, Sp.KK)
NIP. NIP.
Penguji II
(dr. T.Helvi Mardina, M.Kes)
NIP
Medan, Desember 2012
Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
(Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)
ABSTRAK
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, menarik diri dari orang lain, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda karena gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Depresi pada lansia dihubungkan dengan tingkat keterlibatan sosial. Indikator keterlibatan sosial meliputi adanya pasangan hidup, kontak visual dan nonvisual, menghadiri ibadah, anggota organisasi, dan aktivitas rekreasional sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi pada lansia di Puskesmas Darussalam Medan.
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross sectional terhadap 60 orang lansia di Puskesmas Darussalam Medan yang berusia diatas 60 tahun. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling . Instrumen yang digunakan ialah Geriatric Depression Scale dan Social Disengagement Index.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 lansia, terdapat 19 orang (31,7%) memiliki keterlibatan sosial yang buruk 16 orang (26,7%) mengalami sindrom depresi. Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai chi square = 6.093, dengan nilai p= 0,014 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara keteribatan sosial dengan sindrom depresi pada lansia.
Prevalensi depresi dan keterlibatan sosial yang buruk pada lansia cukup tinggi, khususnya di Puskesmas Darussalam Medan. Perlu dilakukan analisis lebih dalam mengenai penyebab tingginya tingkat depresi maupun ketelibatan sosial yang buruk pada lansia sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup lansia.
ABSTRACT
Depression is an emotional state that is usually characterized by extreme sadness, withdrawing from others, loss of appetite, sexual desire, and interest and pleasure in usual activities. Depression in the elderly is different from depression in younger patients because the symptoms of depression are often mingled with somatic complaints. Depression in the elderly related to the level of social engagement. Indicators of social engagement includes a spouse, visual and nonvisual contacts, attend worship, organization members, and social recreational activities.
The goal of this research is to find out the relationship social engagement with the syndrome of depression in the elderly in the public health center Darussalam Medan.
This study is an analytical study with cross-sectional design. The sample was 60 elderly at the health center Darussalam Medan elderly people aged over 60 years. The sampling method use consecutive sampling. Depression and social engagement was detected by using Geriatric Depression Scale and the Social Disengagement Index instruments.
The result showed from 60 samples who have been examined, found 19 samples (31,7%) elderly have poor social engagement and 16 samples (26,7%) was detected to suffer depression. From the chi square test results, it can be concluded there were a significant relationship between relationship between social engagement with syndrome of depression as indicated by the chi square = 6.093 and p=0,014.
Prevalence of depression and poor social engagement in the elderly is high, particularly in the health center Darussalam Medan. It is needed to investigate the causes of high prevalence of depression and poor social ketelibatan in elderly deteriorate quality of elderly’s life.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh
kelulusan Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penyelesaian karya tulis ilmiah menjadi pengalaman yang sangat berharga
bagi penulis karena seiring dengan berjalannya penelitiaan ini, penulis
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga. Saya menyadari
penulisan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH, sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan
untuk mengikuti program pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Vita Camelia, Sp.KJ, selaku dosen pembimbing yang dengan sepenuh
hati telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari
perencanaan penelitian sampai selesainya penelitian ini.
3. dr. Rumondang Dumasari,Sp.KK dan dr.T.Helvi Mardina, M.Kes selaku
dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan
penelitian ini.
4. Ayahanda tercinta, Kamlen Sinaga dan ibunda terkasih, Rismauli Sianipar
yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa
yang luar biasa kepada penulis.
5. Ibu Helmina Depari yang yang telah begitu baik mendampingi dan
membimbing penulis selama pengumpulan data.
7. Teman seperjuangan di FK USU Samuel Pola Karta Sembiring, Sonya Arih
Mehuli Ginting, Tunggul Soubaon Sidabalok, Maria MAMS, atas doa,
bantuan dan semangat yang luar biasa selama pengerjaan KTI..
8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
9. Teman sekelompok bimbingan KTI, Refkiadi yang menjadi teman diskusi
selama pengerjaan KTI.
10.Semua pihak yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Untuk seluruh dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis
mengucapkan terima kasih. Hanya Tuhan YME yang mampu memberikan balasan
terbaik kepada orang-orang tersebut. Semoga penelitian ini dapat memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu
kedokteran.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
laporan hasil penelitian ini.
Medan, Desember 2012
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN... i
ABSTRAK....………... ii
ABTRACT...………... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR SINGKATAN... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5
2.1. Lansia dan Permasalahannya ... 5
2.2. Depresi pada Lansia ... 7
2.2.1. Definisi... ... 7
2.2.2. Epidemiologi ... 8
2.2.3. Etiologi ... 8
2.2.4. Gambaran Klinik ... 10
2.2.5. Diagnosis ... 11
2.2.6. Dampak Depresi pada Lansia ... 12
2.2.7. Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric Depression Scale ... 13
2.3. Keterlibatan Sosial ... 14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 15
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 15
3.2. Definisi Operasional ... 15
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 19
4.1. Jenis Penelitian ... 19
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 20
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 21
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 23
5.1. Hasil Penelitian ... 23
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23
5.1.2 Deskripsi Karakterikstik Responden ... 24
5.1.3 Hasil Analisis Data ... 25
5.2. Pembahasan ... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
6.1. Kesimpulan ... 30
6.2. Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
Diagnosis Depresi Menurut DSM - IV
Diagnosis Depresi Menurut ICD - 10
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Keterlibatan Sosial Pada Responden Lansia
Distribusi Keterlibatan Sosial Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Distribusi Keterlibatan Sosial Responden Berdasarkan Usia
Frekuensi Depresi Pada Responden
Distribusi Depresi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
Distribusi Depresi Berdasarkan Usia Responden
Hubungan Antara Keterlibatan Sosial dengan Keterlibatan
Sosial melalui Uji Chi Square
DAFTAR SINGKATAN
BPS : Badan Pusat Statistika
DSM – IV : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth
Edition
GDS : Geriatric Depression Scale
ICD – 10 : International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems Tenth Revision
Lansia : Lanjut usia
MMSE : Mini Mental Examination
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
SMP : Sekolah Menegah Pertama
SPSS : Statistical Package and Service Solution
TILDA : The Irish Longitudinal Study of Ageing
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2 Geriatric Depression Scale
LAMPIRAN 3 Mini Mental Examination
LAMPIRAN 4 Social Disengagement Index
LAMPIRAN 5 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (informed consent)
LAMPIRAN 6 Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN 7 Surat Bukti Telah Menyelesaikan Penelitian
LAMPIRAN 8 Ethical Clearence
LAMPIRAN 9 Data Induk
ABSTRAK
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, menarik diri dari orang lain, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda karena gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Depresi pada lansia dihubungkan dengan tingkat keterlibatan sosial. Indikator keterlibatan sosial meliputi adanya pasangan hidup, kontak visual dan nonvisual, menghadiri ibadah, anggota organisasi, dan aktivitas rekreasional sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi pada lansia di Puskesmas Darussalam Medan.
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross sectional terhadap 60 orang lansia di Puskesmas Darussalam Medan yang berusia diatas 60 tahun. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling . Instrumen yang digunakan ialah Geriatric Depression Scale dan Social Disengagement Index.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 lansia, terdapat 19 orang (31,7%) memiliki keterlibatan sosial yang buruk 16 orang (26,7%) mengalami sindrom depresi. Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai chi square = 6.093, dengan nilai p= 0,014 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara keteribatan sosial dengan sindrom depresi pada lansia.
Prevalensi depresi dan keterlibatan sosial yang buruk pada lansia cukup tinggi, khususnya di Puskesmas Darussalam Medan. Perlu dilakukan analisis lebih dalam mengenai penyebab tingginya tingkat depresi maupun ketelibatan sosial yang buruk pada lansia sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup lansia.
ABSTRACT
Depression is an emotional state that is usually characterized by extreme sadness, withdrawing from others, loss of appetite, sexual desire, and interest and pleasure in usual activities. Depression in the elderly is different from depression in younger patients because the symptoms of depression are often mingled with somatic complaints. Depression in the elderly related to the level of social engagement. Indicators of social engagement includes a spouse, visual and nonvisual contacts, attend worship, organization members, and social recreational activities.
The goal of this research is to find out the relationship social engagement with the syndrome of depression in the elderly in the public health center Darussalam Medan.
This study is an analytical study with cross-sectional design. The sample was 60 elderly at the health center Darussalam Medan elderly people aged over 60 years. The sampling method use consecutive sampling. Depression and social engagement was detected by using Geriatric Depression Scale and the Social Disengagement Index instruments.
The result showed from 60 samples who have been examined, found 19 samples (31,7%) elderly have poor social engagement and 16 samples (26,7%) was detected to suffer depression. From the chi square test results, it can be concluded there were a significant relationship between relationship between social engagement with syndrome of depression as indicated by the chi square = 6.093 and p=0,014.
Prevalence of depression and poor social engagement in the elderly is high, particularly in the health center Darussalam Medan. It is needed to investigate the causes of high prevalence of depression and poor social ketelibatan in elderly deteriorate quality of elderly’s life.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Peningkatan harapan hidup merupakan salah satu keberhasilan terbesar
kebijakan kesehatan masyarakat. Keberhasilan ini menambah jumlah penduduk
dunia, dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006, akan menjadi 7 milyar di tahun 2012.
Seiring dengan penambahan itu, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas di
dunia ini juga meningkat; antara tahun 1970 sampai tahun 2025, jumlah mereka
diperkirakan akan meningkat 223% atau sekitar 694 juta jiwa. Di tahun 2025 akan
terdapat sekitar 1,2 milyar penduduk dunia berusia 60 ke atas, yang akan menjadi
2 milyar di tahun 2050; 80% di antaranya tinggal di negara-negara berkembang
(WHO, 2002). Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu
negara dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula
harapan hidupnya. Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan
antara tahun 2005-2010 jumlah lansia di Indonesia akan sama dengan jumlah anak
balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk
(Maryam, 2008).
WHO dalam menkes RI (kementerian kesehatan Republik Indonesia)
mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut: middle/young elderly berusia antara 45-59 tahun, elderly berusia antara 60-74 tahun, old berusia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun. Pada saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada kelompok
lansia : “lansia muda” (young old), “lansia tua” (old old) dan “lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old secara umum dinisbahkan kepada usia antara 65-74 tahun. Old-old berusia antara 75-84 tahun, dan oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005). Undang-undang No.13 tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Namun, usia harapan hidup yang meningkat
tidak selalu disertai dengan kesehatan yang senantiasa baik. Berbagai masalah
fisik,psikologik, dan sosial akan muncul akibat proses degeneratif yang muncul
Lanjut usia mengalami perubahan-perubahan besar dalam hidup mereka dan
agaknya, hal tersebut dapat menimbulkan masalah (Maryam, 2008). Depresi
merupakan salah satu masalah mental yang sering ditemukan pada pasien geriatri.
Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang murung, hilang minat
terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa tidak berdaya. Pada
pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan somatis, hilang
selera makan dan gangguan pola tidur (Sadock & Sadock, 2007).
Penelitian yang dilakukan pada komunitas di banyak negara menunjukkan
bahwa angka kejadian sindrom depresi pada lansia berkisar antara 3-15% (Sadock
& Sadock, 2007) dan secara khusus terjadi lebih sering pada wanita, pada pasien
dengan gangguan medis yang kronik dan pada pasien yang mengalami kejadian
hidup penuh tekanan (misalnya kehilangan pasangan hidup), penurunan
fungsional dan isolasi fungsional (Unutzer, 2007).
Penelitian telah menunjukkan hasil yang konsisten akan pentingnya
keterlibatan sosial atau social engagement terhadap kesehatan, meliputi penyakit fisik, kesehatan mental dan tingkat kematian (Everard, 2000). Laporan The Irish Longitudinal Study of Ageing (TILDA) tahun 2011 menyebutkan di beberapa negara, beberapa studi menunjukkan bahwa keterlibatan sosial yang baik pada
lansia dapat menjadi prediktor yang lebih baik dalam hal tingkat kesehatan,
kepuasan, aktivitas sosial, aktivitas fisik dan juga dapat mengurangi gangguan
mental seperti depresi dan mortalitas.
Social engagement diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial (Bassuk, 1999).
Jaringan sosial (social network) dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial (social engagement) dicirikan dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif. Lebih
banyak mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak aktivitas sosial diasosiasikan
dengan lebih lambatnya penurunan kognitif dan mereka yang menerima dukungan
Walaupun demikian, masih sedikit penelitian yang mengkaji hubungan antara
keterlibatan sosial dengan timbulnya gejala depresi, maka peneliti merasa perlu
untuk meneliti hubungan antara keterlibatan sosial dengan gejala depresi.
1.2Rumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “ Apakah terdapat hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi
pada lansia ? ”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui apakah terdapat
hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi lansia di Puskesmas
Darussalam Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat keterlibatan sosial pada lansia di Puskesmas Darussalam
Medan.
2. Mengetahui proporsi sindrom depresi pada lansia di Puskesmas Darussalam
Medan.
3. Melaksanakan skrining penurunan fungsi kognitif pada lansia.
4. Memperoleh gambaran sindrom depresi dan keterlibatan sosial pada lansia
berdasarkan jenis kelamin dan usia. .
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi
pada lansia.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya keterlibatan
sosial pada lansia
4. Sebagai masukan bagi Puskesmas untuk melakukan skrining periodik
berkala berhubungan dengan sindrom depresi pada lansia.
5. Sebagai masukan bagi Puskesmas untuk mencanangkan program-program
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia dan Permasalahannya
Menurut Sadock (2007), dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun.
Para ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old, (65-74 tahun); dan old-old, (75 tahun ke atas). Kadang-kadang digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85 tahun ke atas.
Banyak perubahan kondisi kesehatan yang terjadi sejalan dengan penuaan.
Perubahan dalam metabolisme kalsium mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan
meningkatkan resiko patah bila terjatuh. Kulit tumbuh kurang elastis
menyebabkan keriput dan lipatan. Indera menjadi kurang tajam, sehingga orang
tua kurang dapat melihat dan mendengar. Fungsi sistem kekebalan menjadi
kurang efektif seiring meningkatnya usia, sehingga lansia menjadi rentan terhadap
penyakit (Nevid,Rathus dan Greene, 2005).
Masalah-masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah
kesehatan – baik kesehatan fisik maupun mental, masalah sosial, masalah
ekonomi, dan masalah psikologis. Menurut Maramis, masalah-masalah yang
sering terjadi meliputi : gangguan fisik, kehilangan dalam bidang sosial dan
ekonomi,masalah seks, gangguan psikiatrik, dan adaptasi terhadap kehilangan
(Maramis, 1998).
Masalah kesehatan kronik yang paling sering terjadi pada lansia adalah
artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, penyakit jantung, katarak, deformitas
atau kelemahan ortopedik, sinusitis kronik, diabetes, gangguan penglihatan,
varicose vein (Sadock & Sadock, 2007). Kehilangan dalam bidang sosial dan ekonomi juga sering terjadi, seperti kehilangan keluarga atau teman
karib,kedudukan sosial, uang atau bahkan pekerjaan, semua ini dapat
Masalah seks dapat terjadi, walaupun lansia dapat saja mempunyai
kehidupan seks yang aktif sampai umur 80-an. Tetapi persepsi anak mereka
terhadap seks yang tabu pada lansia menjadi pemicu adanya gangguan aktivitas
sex lansia (Maramis, 1998)
Notosoedirdjo dan Latipun (2011) mengatakan sering terjadi gangguan
yang bersifat terselubung, yaitu tampak sebagai gangguan fisik, tetapi sebenarnya
terjadi adalah gangguan psikis, sehingga sulit untuk mengetahui gangguan mental
pada lansia.Gangguan psikis yang sering terjadi pada lansia adalah depresi, karena
terjadinya penurunan relasi sosial dan peran peran sosial, dan kemungkinan
adanya faktor genetik.
Dalam Goldman (2000) disebutkan bahwa berbagai kehilangan dan
kejadian hidup yang merugikan merupakan penentu utama penyakit-penyakit
psikiatrik pada lansia. Kehilangan teman-teman dan orang-orang yang dicintai
menyebabkan terjadinya isolasi sosial. Kehilangan anak, atau yang lebih sering,
kehilangan pasangan merupakan faktor risiko penting untuk depresi mayor,
hipokondriasis, dan penurunan fungsi.
Salah satu penyebab lansia sering memiliki gejala depresi yang tinggi,
kemungkinannya adalah gejala yang dimanifestasikan manula berbeda dengan
yang ditemukan pada populasi yang lebih muda. Lansia lebih banyak
mengekspresikan minat yang berkurang terhadap hal-hal di sekeliling mereka,
keletihannya, masalah yang dialaminya karena terbangun terlalu pagi dan dan
tidak dapat kembali tidur, keluhan tentang ingatan, pikiran tentang kematian, dan
keputusasaan secara umum (Sundberg, Winebarger dan Taplin, 2007).
Sekitar 15% lansia mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam
penyesuaian diri terhadap pensiun. Pensiun (retirement) atau kehilangan fungsi utama di rumah, terutama ketika hal tersebut tidak direncanakan atau diinginkan,
berhubungan dengan kelesuan, involusi (degenerasi progresif), dan depresi.
Pensiun berhubungan dengan pengurangan pendapatan personal sebesar sepertiga
Perubahan peran akan berdampak langsung pada penghargaan diri.
Pensiun juga akan menyebabkan perubahan gaya hidup pada pasangannya dan
menyebabkan beberapa adaptasi dalam hubungan mereka (Goldman,2000).
Hal-hal di atas menyebabkan lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami
masalah kesehatan mental. Gangguan yang sering terjadi meliputi depresi,
kecemasan, alkoholisme, dan gangguan dalam penyesuaian terhadap kehilangan
atau disabilitas fungsional (Hoyer & Roodin ,2003).
2.2 Depresi Pada Lansia 2.2.1 Definisi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat; perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari
orang lain; kehilangan selera makan; hasrat seksual, dan minat serta kesenangan
dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi seringkali berhubungan, atau
berkormorbid dengan berbagi masalah psikologis lain, seperti serangan panik,
penyalahgunaan zat, disfungsi seksual, dan gangguan kepribadian (Davison,
2004)
Depresi pada lansia adalah depresi sesuai kriteria DSM-IV. Depresi mayor
pada lansia adalah didiagnosis ketika lansia menunjukkan salah satu atau dua dari
dua gejala inti (mood terdepresi dan kehilangan minat terhadap suatu hal atau kesenangan) bersama dengan empat atau lebih gejala-gejala berikut selama
minimal 2 minggu: perasaan diri tidak berguna atau perasaan bersalah,
berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau membuat keputusan,
kelelahan, agitasi atau retardasi psikomotor, insomnia atau hipersomnia,
perubahan signifikan pada berat badan atau selera makan, dan pemikiran berulang
2.2.2 Epidemiologi
Menurut Daley & Salloum (2001), sebuah survei pada suatu komunitas
yang besar menunjukkan tingginya tingkat depresi baik pada pria maupun wanita.
Frekuensi depresi pada wanita hampir dua kali lebih besar dibanding pria. Wanita
memiliki resiko depresi sekitar 10-25% sedangkan pria pada kisaran 5-10%. Hal
serupa juga sesuai dengan laporan National Academy on Aging Society (2000), dimana prevalensi depresi pada lansia berjenis kelamin wanita lebih tinggi bahkan
mencapai 2 kali lipat dibandingkan laki-laki. Alasan untuk perbedaan ini meliputi
faktor – faktor biologis dan faktor sosial. Faktor sosial seperti stress dari keluarga
dan pekerjaa. Karena wanita memiliki harapan hidup lebih lama, maka kematian
pasangan hidup bisa berkontribusi pada tingginya tingkat depresi pada wanita
lanjut usia.
Karel & Hinrichsen (2000) dalam Nevid (2005), meskipun resiko depresi
mayor menurun seiring usia, depresi merupakan masalah utama yang dihadapi
oleh banyak orang usia lanjut. Antara 8% dan 20% orang usia lanjut mengalami
beberapa simptom depresi (Nevid, 2005).
Prevalensi depresi pada populasi umum ± 5,8%, pada usia lanjut sekitar
6,5%, sedangkan pada usia lanjut yang menderita penyakit fisik 12-24%, pada
rawat jalan 30%, rawat inap dengan penyakit kronik dan perawatan lama adalah
30-50% (Sadock & Sadock, 2007).
2.2.3 Etiologi
Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut (Damping,
2003) adalah:
1. Polifarmasi
Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara
lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik,
antikanker, ansiolitika, dan lain-lain.
2. Kondisi Medis Umum
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah
3. Teori Neurobiologi
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada
beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi
lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin,
serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan.
Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.
4. Teori Psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung
menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam
individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu.
Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri.
Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri
tidak berguna, dan sebagainya
.
5. Teori Kognitif dan Perilaku
Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses
penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi
passive helplessness pada pasien usia lanjut.
6. Teori Psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut
misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak
saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan
dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut.
Sebagaimana pada orang dewasa muda, stress psikologis juga berperan
dalam depresi yang dialami lansia, namun suatu stressor yang dapat memicu atau
memperparah episode depresi pada orang yang berusia lebih muda mungkin tidak
Kegiatan religius juga berdampak dan sering dihubungkan dengan depresi
yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religious coping” berhubungan dengan kesehatan emosional dan fisik yang lebih baik. “Religious coping” berhubungan dengan berkurangnya gejala-gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan
ketertarikan, perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksi sosial,
kehilangan harapan, dan gejala-gejala kognitif lain pada depresi (Blazer, 2003).
2.2.4 Gambaran Klinis
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada
lanjut usia:
1. kecemasan dan kekhawatiran,
2. keputusasaan dan keadaan tidak berdaya,
3. masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan,
4. iritabilitas,
5. kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet,
6. psikosis,
Depresi pada usia lanjut mempunyai simptom yang bervariasi sangat luas
dan merupakan ekspresi faktor-faktor penyebab yang sangat kompleks. Pada usia
lanjut depresi dimulai dengan adanya sindrom depresi yang berupa perasaan
sedih, pikiran terhambat tingkah laku lamban, sampai pada keluhan – keluhan
somatik. Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Pada usia
lanjut yang mengalami depresi bisa mengeluhkan adanya perasaan sedih, tetapi
bisa juga menyangkalnya. Keluhan lain berupa perasaan tidak bahagia, sering
menangis, kecemasan, merasa sendiri, lamban, cepat lelah, tidak selera makan,
penurunan berat badan, gangguan daya ingat, sulit berkonsentrasi, hilangnya
kesenangan yang biasanya dinikmati dan menyusahkan orang lain.
Keluhan somatik cenderung lebih dominan dibandingkan dengan mood depresi, sedangkan penurunan minat seksual jarang jarang dikeluhkan. Pada keadaan yang
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis depresi pada usia lanjut menjadi lebih sulit apabila ditemukan
bersamaan dengan penyakit organik tetapi kriteria yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis sama saja yaitu mengacu kepada kriteria yang
dicantumkan dalam DSM IV (Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder IV) atau ICD-10 (Mudjadjid, 2003).
Tabel 2.1. Diagnosis Depresi menurut DSM IV
Lebih dari 2 minggu terdapat 5 atau lebih gejala di bawah ini dan salah satu
gejalanya ialah mood depresi atau hilangnya rasa senang/minat.
Gejala-gejalanya ialah :
• Mood depresi
• Hilangnya minat atau rasa senang secara nyata
• Berat badan menurun atau justru bertambah
• Insomnia atau hipersomnia
• Agitasi atau retardasi psikomotor
• Kelelahan atau hilang tenaga
• Perasaan bersalah berlebihan atau tidak berguna
• Sulit berkonsentrasi
• Pikiran berulang tentang kematian dan ide bunuh diri
Pada usia lanjut diagnosis depresi juga sulit karena sering timbul gejala yang
tumpang tindih akibat penyakit organik yang diderita dan berhubungan
Tabel 2.2. Diagnosis Depresi menurut ICD 10
Gejala Utama Gejala Tambahan Keterangan
•Penyakit jantung koroner
•Mood depresi
•Hilangnya minat/hilang
semangat
•Mudah lelah/hilang tenaga
• Mudah lelah/hilang tenaga
• Konsentrasi menurun
• Harga diri berkurang
• Perasaan bersalah
• Pesimis melihat masa
depan
• Ide bunuh diri atau
menyakiti diri sendiri
• Pola tidur berubah
• Nafsu makan menurun
• Depresi ringan : 2
2.2.6 Dampak Depresi Pada Lansia
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung
bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi
sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya (Unützer,
2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan
peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient medical services (Blazer, 2003).
Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan
dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila
tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk
- Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler
- Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk
penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon adrenokortikotropin akan
meningkatkan kadar kortisol).
- Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan efek
trombogenesis.
- Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.
- Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural killer.
- Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan
maupun rehabilitasi.
2.2.7 Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric Depression Scale
Skrining depresi pada lansia pada layanan kesehatan primer sangat
penting. Hal ini penting karena frekuensi depresi dan adanya gagasan untuk bunuh
diri pada lansia adalah tinggi (Blazer, 2003). Skrining juga perlu dilakukan untuk
membantu edukasi pasien dan pemberi perawatan tentang depresi, dan untuk
mengikuti perjalanan gejala-gejala depresi seiring dengan waktu (Gallo &
Gonzales, 2001).
Geriatric Depression Scale versi pendek terdiri dari 15 pertanyaan yang dirancang sebagai suatu self-administered test, walaupun telah digunakan juga dalam format observer-administered test. Geriatric Depression Scale dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur yang mungkin tidak
spesifik untuk depresi pada lansia (Gallo & Gonzales, 2001). Pada GDS versi
pendek ini, skor 5 atau lebih mengindikasikan depresi yang signifikan secara
klinis.
Blazer (2003) mengatakan Geriatric Depression Scale menjadi tidak valid bila digunakan pada lansia dengan gangguan kognitif. Status kognitif harus
2.3 Keterlibatan Sosial
Menurut Bassuk (1999), keterlibatan sosial (social engagement) diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan
berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial). Dalam TILDA (2011)
keterlibatan sosial terdiri atas partisipasi dalam aktivitas yang dilakukan di waktu
luang dan dilakukan secara sukarela serta hubungan dengan keluarga dan
sahabat-sahabat dekat. Aktivitas yang dilakukan di waktu luang berhubungan dengan
berkurangnya resiko gangguan mental dan kesehatan fisik serta mortalitas.
Sebaliknya, kesepian pada lansia dapat menjadi prediktor dari gangguan mental
seperti depresi.
2.3.1 Social Disengagement Index
Penilaian yang komprehensif dari keterlibatan sosial dan aktivitas dapat
dilakukan dengan wawancara. Terdapat 6 indikator dari keterlibatan sosial :
adanya pasangan hidup, kontak visual paling sedikit dengan tiga anggota keluarga
atau teman dekat, kontak nonvisual (melalui telepon atau surat) paling sedikit
dengan 10 anggota keluarga atau teman dekat, sering menghadiri ibadah (minimal
sekali dalam sebulan), anggota dari suatu organisasi dan partisipasi teratur pada
aktivitas sosial rekreasional.Nilai GAB 3- 4 berarti keterlibatan sosialnya baik,
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Depresi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat; perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari
orang lain; kehilangan selera makan; hasrat seksual, dan minat serta kesenangan
dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
Alat ukur depresi pada lansia yang digunakan adalah Geriatric Depression Scale (GDS) versi pendek dengan metode wawancara. Kuoesioner GDS versi pendek ini dipilih karena lebih memudahkan peneliti mengambil data dan tidak
membuat responden merasa lelah. Pertanyaan yang diajukan sebanyak 15
pertanyaan.
Penilaian GDS versi pendek :
Jawaban tidak untuk butir 1, 5,7,11,13 mendapat skor 1,
Jawaban ya untuk butir 2, 3,4,6,8, 9, 10,12,14,15 mendapat skor 1 selainnya mendapat skor 0
Skor 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi, dan > 10 menunjukkan depresi.
3.2.2 Keterlibatan sosial
Keterlibatan sosial (social engagement)diartikan sebagai kemampuan memelihara
hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial
(aktivitas sosial).
Keterlibatan sosial dapat diukur dengan Social Disengagement Index dengan metode wawancara . Kuosioner ini terdiri dari 6 indikator yaitu : adanya pasangan hidup, kontak visual paling sedikit dengan tiga anggota
keluarga atau teman dekat, kontak nonvisual (melalui telepon atau surat) paling
sedikit dengan 10 anggota keluarga atau teman dekat, sering menghadiri ibadah
(minimal sekali dalam sebulan), anggota dari suatu organisasi dan partisipasi
teratur pada aktivitas sosial rekreasional.
• Pasangan Hidup (PH)
• Kontak visual/ bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS)
• Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau
sahabat (NVIS)
• Kunjungan ke tempat ibadah (TIB)
• Keanggotaan di kelompok lain (KEL)
• Partisipasi teratur di aktivitas sosial rekreasional (SOS)
Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator
PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, SOS
Beri nilai :
4 = 5-6 kelompok bernilai 1
3 = 3-4 kelompok bernilai 1
2 = 1-2 kelompok bernilai 1
1 = 0 kelompok bernilai 1
Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan.
Social engagement dinilai dari nilai GAB : baik jika nilainya 3 - 4; buruk jika nilainya 1 – 2
3.2.3 Kognitif
Kognitif merupakan aktivitas mental berupa memahami, menilai,
mengingat serta menalar suatu rangsang yang diterima. Fungsi kognitif di sini
mencakup orientasi, mengingat kembali dengan segera dan memori jangka
pendek, atensi, kalkulasi dan bahasa. Cara pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara. Dengan menggunakan
instrumen penelitian MMSE sebagai alat ukur kognitif pada lansia. Pertanyaan
yang diajukan sebanyak 11 item berupa pertanyaan singkat, menghitung cepat,
perintah verbal dan motorik serta mengingat cepat.
Item 1 dan 2 terdiri dari 5 pertanyaan dan jawaban benar untuk masing
-masing pertanyaan diberikan skor 1. Skor maksimal -masing--masing 5.
Item 3, lansia diminta mengulang 3 nama benda yang telah disebutkan
peneliti dan diberikan skor 1 untuk setiap nama benda yang berhasil
disebutkan. Skor maksimal 3.
Item 4, lansia diminta menghitung pengurangan 100 dengan 7 secara
berurutan sebanyak 5 kali. Skor 1 untuk setiap jawaban benar. Skor
maksimal 5.
Item 5, lansia diminta menyebutkan kembali 3 nama benda sebelumnya.
Skor 1 untuk setiap nama benda yang berhasil disebutkan. Skor maksimal 3.
Item 6, lansia diminta menyebutkan nama 2 benda yang ditunjuk
peneliti. Skor 1 untuk setiap jawaban benar. Skor maksimal 2.
Item 7, lansia diminta mengulang kalimat yang diucapkan peneliti. Skor
1 untuk jawaban benar.
Item 8, lansia diminta melakukan 3 perintah sederhana dari peneliti.
Skor 1 untuk setiap tindakan benar dan skor maksimal 3.
Item 9, lansia diminta membaca dan melakukan perintah tertulis. Skor 1
untuk tindakan benar.
Item 10, lansia diminta menulis satu kalimat. Skor 1 untuk kalimat yang
benar.
Item 11, lansia diminta menyalin gambar yang diperlihatkan peneliti.
Hasil ukur dinilai berdasarkan skor yang didapat, yaitu :
1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal
2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif
3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif (Nasrun, 2009). Skala ukur yang digunakan adalah skala ordinal.
3.2.4 Lansia
Lanjut Usia ialah tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 60 tahun.
Usia lansia dalam penelitian ini dibagi 2 kategori :
Young-old : 60-74 tahun Old-old : >75 tahun 3.2.5 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden pria dan wanita.
3.2.6 Pendidikan
SD : Sekolah Dasar
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
PT : Perguruan Tinggi
3.2.7 Status Perkawinan
Status perkawinan adalah status perkawinan responden saat diperiksa.
Kawin adalah hidup berpasangan dan terikat dalam pernikahan.
Tidak kawin adalah hidup tanpa pasangan, meliputi:
• belum pernah menikah,
• janda
• duda
3.3 Hipotesis
Ho : Tidak terdapat hubungan keterlibatan sosial dengan sindrom depresi
pada lansia.
HA : Ada hubungan keterlibatan sosial dengan sindrom depresi pada
BAB 4
METODE PENELITIAN
4. 1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain penelitian
potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi hanya sekali saja pada saat
penelitian yang dilakukan untuk hubungan keterlibatan sosial dengan sindrom
depresi pada lansia di Puskesmas Darussalam.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Darussalam, Medan, Sumatera
Utara.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan dari Juli 2012 hingga dengan Oktober 2012.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah semua lansia berumur 60 tahun ke atas yang
berkunjung ke Puskesmas Darussalam.
4.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
consecutive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (Sastroasmoro, S. dalam Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008) sebagai
berikut :
1. Kriteria Inklusi
• Lansia berusia 60 tahun ke atas.
• Bersedia menjadi subjek penelitian.
• Tingkat pendidikan minimal SD.
2. Kriteria Ekslusi
• Mengalami gangguan pendengaran.
• Mengalami gangguan kognitif.
Rumus besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
� ={Zα�P0(1−P0)+Zβ���(1−��)}2 (��−Po)2
Keterangan (Sudigdo, 2010) :
n = Besar sampel
P0 = Proporsi kategori (15% = 0,15)
Pa = 0,05
zα = 1,96
zβ = 0,42
Besar sampel adalah :
� ={1,96�0,15(1−0,15)+0,42�0,05(1−0,05)}2 (0,05−0,15)2
Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang.
4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara berdasarkan
kuesioner MMSE, dilanjutkan dengan metode pengisian kuesioner Geriatric Depression Scale ( GDS ) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diakhiri dengan metode wawancara berdasarkan kuesioner keterlibatan sosial
1. MMSE
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif pada lanjut
usia, dimana terdiri dari 11-item (format terlampir) yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dan telah divalidasi dengan nilai sensitivitas
berkisar antara 63 -100% dan spesifisitas 52-99%. (Nasrun, 2009)
2. Geriatric Depression Scale ( GDS )
Instrumen ini digunakan khusus untuk mengukur derajat depresi pada usia
lanjut dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia serta divalidasi
secara internasional baik dalam penelitian klinik maupun epidemologik. GDS
terdiri dari 15 item pertanyaan dengan pemberian skor berdasarkan nomor
pertanyaan dan jawaban yang diberikan lansia.
3. Social Disengagement Index
Kuosioner ini terdiri dari 6 indikator yaitu : adanya pasangan
hidup, kontak visual paling sedikit dengan tiga anggota keluarga atau teman
dekat, kontak nonvisual (melalui telepon atau surat) paling sedikit dengan 10
anggota keluarga atau teman dekat, sering menghadiri ibadah (minimal sekali
dalam sebulan), anggota dari suatu organisasi dan partisipasi teratur pada
aktivitas sosial rekreasional (Bassuk, 1999).
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder akan diperoleh dari Puskesmas Darussalam untuk
mengetahui data-data umum tentang lansia.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1 Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan
data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah
diisi sesuai petunjuk.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan
kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara
manual sebelum diolah dengan komputer.
3. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam
program komputer SPSS.
4. Cleaning
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam
komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam
pemasukan data.
5. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisis.
4.5.2 Analisis Data
Data akan dianalisa dengan metode analisis bivariat guna mencari
hubungan hipotesis dua arah dan data akan disajikan dalam bentuk tabel cross tabulation (tabel silang). Dalam penelitian digunakan uji Chi-Square untuk menghubungkan variabel terikat dengan variabel bebas dikarenakan variabel
bersifat kategorik. Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Puskemas Darussalam terletak di Jalan Darussalam No. 40 Medan.
Puskesmas ini didirikan oleh Gubernur KDH Sumatera Utara, Bapak Marah
Halim pada tahun 1968. Keadaan wilayah kerja puskesmas Darussalam
merupakan daerah perumahan dengan luas wilayah kerja 176,98 Ha, dengan
kepadatan penduduk sekitar 6,28/Ha. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai
berikut :
Sebelah Barat :Berbatasan dengan kelurahan Sei Kambing B
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sei Agul
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Petisah Hulu
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Babura Sunggal
Adapun kelurahan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Darussalam terdiri dari
dua kelurahan yaitu :
1. Kelurahan Sei Putuh Barat
2. Kelurahan Sei Kambing
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik
responden lansia di Puskesmas Darussalam Medan (N=60 orang)
Karateristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Berdasarkan distribusi frekuensi karakteristik responden lansia pada tabel
5.1 diatas, sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin
Mayoritas usia responden berada dalam kisaran young-old (antara 60-74 tahun) yaitu 51 orang (85%) dan kategori usia old-old sebanyak 9 orang (15%). Responden kebanyakan memiliki status pendidikan terakhir SMA (48,3%).
Sedangkan mayoritas suku responden adalah suku Jawa sebanyak 29 orang
(48,3%). Dari skrining kognitif yang dilakukan dengan instrumen MMSE
didapatkan nilai rerata kognitif adalah 23,75.
5.1.3 Hasil Analisis Data
Tabel 5.2 Keterlibatan sosial pada responden lansia
No. Keterlibatan Sosial Jumlah Persentase (%)
1
Berdasarkan tabel diatas, proporsi tingkat keterlibatan sosial yang buruk
pada responden adalah 31,7%.
Tabel 5.3 Distribusi keterlibatan sosial responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis
Kelamin
Baik Buruk
Jumlah Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Laki-laki
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi keterlibatan sosial yang buruk pada
lansia berjenis kelamin perempuan (31,8%) hampir sama dengan lansia berjenis
Tabel 5.4 Distribusi keterlibatan sosial responden berdasarkan usia
Usia Baik Buruk Jumlah
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Young-old
Berdasarkan tabel diatas, frekuensi keterlibatan sosial yang buruk pada lansia
dengan kategori umur old-old lebih tinggi (66,7%) dibanding kategori young old.
Tabel 5.5 Frekuensi depresi pada responden
No. Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan tabel diatas, proporsi depresi pada responden di Puskesmas
Darussalam adalah sekitar 26,7%.
Tabel 5.6 Distribusi depresi berdasarkan jenis kelamin responden
Jenis
Kelamin
Depresi Tidak Depresi
Jumlah Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Laki-laki
Berdasarkan tabel diatas, responden perempuan mengalami kejadian
Tabel 5.7 Distribusi depresi berdasarkan usia responden
Usia Depresi Tidak Depresi Jumlah
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Young-old
Berdasarkan tabel diatas, responden dengan usia kategori old-old mengalami kejadian depresi lebih tinggi yakni 44,4%.
Tabel 5.8 Hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi melalui
uji chi square Keterlibatan
Sosial
DEPRESI
Jumlah
Depresi Tidak Depresi
Buruk
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 5.12 dilakukan uji hipotesis
dengan mengunakan uji chi square untuk mengetahui apakah Ho ditolak atau diterima. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai chi square = 6.093, dengan nilai p = 0,014. Karena nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka Ho yang
menyatakan “ tidak terdapat hubungan antara keterlibatan sosial dengan sidrom
5.2 Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Darussalam
Medan, didapatkan bahwa sekitar 26,7 % lansia dari responden mengalami
sindrom depresi. Lansia dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
mengalami depresi, yaitu 31,8% daripada lansia berjenis kelamin laki-laki
(12,5%). Depresi terjadi pada 44,4% lansia old-old, lebih tinggi dibandingkan lansia young-old (23,5%).
Penelitian Gallo dan Gonzales (2001), penelitian pada komunitas di
seluruh dunia menunjukkan bahwa angka kejadian depresi pada lansia adalah
sekitar 3-15%.
Sementara itu berdasarkan penelitian Bassuk et al (1999) dengan menggunakan instrumen CES-D di New Haven, pada lansia dengan usia diatas 65
tahun, maka prevalensi terjadinya sindrom depresi pada lansia sekitar 16% Maka
dapat disimpulkan bahwa proporsi sindrom depresi lansiadi wilayah kerja
Puskesmas Darussalam Medan adalah tinggi.
Penyebab tingginya proporsi sindrom depresi pada lansia dalam penelitian
ini belum dapat dipastikan. Sindrom depresi pada lansia ini mungkin berhubungan
dengan faktor-faktor resiko sindrom depresi lansia seperti yang diutarakan pada
penelitian Cole dan Dendukuri (2003), yakni terdapat sedikitnya lima faktor:
adanya kehilangan orang terdekat, gangguan tidur, disabilitas, depresi
sebelumnya, dan berjenis kelamin wanita. Baldwin (2010) mengatakan bahwa
komorbiditas dengan penyakit medis dan adanya gangguan kognitif adalah dua
faktor kunci diagnosis gangguan depresi pada lansia.
Frekuensi sindrom depresi pada responden perempuan lebih tinggi dari
responden perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya seperti penelitian Cole (2003) dan Unutzer (2007). Menurut Daley
dan Salloum (2003) wanita memiliki resiko depresi sekitar 10-25% sedangkan
pria pada kisaran 5-10%. Sadock &Sadock (2007) menyebutkan bahwa hal ini
Proporsi sindrom depresi lansia old-old dalam penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan kategori usia young-old, hal ini sesuai dengan penelitian Blazer
(2000), disebutkan bahwa gejala depresi lebih sering ditemukan pada lansia
oldest-old dibandingkan dengan young-old yaitu lebih dari 20% pada oldest-old dan kurang dari 10% pada young-old. Tingkat frekuensi yang lebih tinggi ini dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan penambahan usia
atau penuaan, proporsi pada wanita yang lebih tinggi, disabilitas lansia, gangguan
kognitif dan status ekonomi masyarakat yang rendah.
Frekuensi keterlibatan sosial yang buruk pada responden lansia adalah
31,7%. Keterlibatan sosial yang buruk pada perempuan (31,7%) hampir sama
dengan frekuensi keterlibatan sosial yang buruk pada lansia berjenis kelamin
laki-laki (31,3%). Sedangkan lansia dengan kategori usia old-old mengalami tingkat keterlibatan sosial buruk yang lebih tinggi (66,7%) dibanding kategori usia young-old (25,5 %).
Menurut penelitian TILDA (2011) tingkat keterlibatan sosial yang buruk
pada laki-laki (7%) lebih tinggi dibanding perempuan (6%) tetapi perbedaannya
tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini,
dimana pada laki-laki (31,3%) dibanding pada perempuan (31,7%).
Dari hasil penelitian lansia young-old memiliki aktivitas partisipasi sosial yang lebih tinggi dibanding lansia old-old. Hasil ini sesuai dengan TILDA (2011), dimana penelitian ini menunjukkan bahwa lansia dengan usia old-old akan memiliki partisipasi sosial yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena
hilangnya fungsi sosial seiring pertambahan umur.
Setelah dilakukan uji hipotesis dengan uji chi square melalui SPSS , dengan tabel silang antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi pada lansia,
didapatkan nilai chi square = 6.09 dengan nilai p=0,014. Hal ini menunjukkan adanya hubungan bermakna (p<0,05) antara keterlibatan sosial dengan sindrom
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a) Proporsi keterlibatan sosial yang buruk pada lansia di Puskesmas
Darussalam Medan tahun 2012 cukup tinggi, yaitu 31,7%
b) Berdasarkan jenis kelamin, proporsi keterlibatan sosial buruk pada
perempuan (31,7%) lebih tinggi dibanding pada laki-laki (31,3%)
c) Berdasarkan usia, proporsi keterlibatan sosial buruk pada kategori young-old (74,5%) lebih tinggi dibanding pada kategori usia old-old (33,3%) d) Proporsi sindrom depresi pada lansia di Puskemas Darussalam Medan
tahun 2012 cukup tinggi, yaitu 26,7%.
e) Berdasarkan jenis kelamin, proporsi sindrom depresi pada lansia
perempuan (31,8%) lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki (12,5%).
f) Berdasarkan kategori usia, proporsi sindrom depresi pada kategori usia
old-old (44,4%) lebih tinggi daripada kategori usia young-old (23,5%). g) Dari 60 responden, lansia yang mempunyai status kognitif baik adalah 35
orang (58,4%) sedangkan probable gangguan kognitif sebanyak 25 orang
(41,6%)
h) Terdapat hubungan antara keterlibatan sosial dengan sindrom depresi pada
lansia di Puskesmas Darussalam Medan tahun 2012, p=0,014.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian ini, penulis dapat memberikan saran, antara lain :
a) Lansia perlu didorong untuk untuk lebih mengisi masa tua mereka dengan
kegiatan fisik, kegiatan sosial, dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi
kesehatan mental lansia.
b) Puskesmas terkait dapat menyusun program yang dapat meningkatkan
c) Puskesmas dan pemberi layanan kesehatan lain serta pihak terkait lain
sebaiknya lebih berperan aktif dalam edukasi dan deteksi dini sindrom
depresi pada lansia.
d) Puskesmas perlu mengadakan penyuluhan terhadap keluarga lansia
tentang tanda dan gejala yang dapat ditemui pada sindrom depresi.
e) Dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan tingginya prevalensi depresi pada lansia dan juga
faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat keterlibatan sosial pada lansia.
f) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, dengan sampel lebih besar dan
teknik sampling yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Association.
Baldwin, R. C., 2010. Depression in Later Life. New York: Oxford University Press; 7-10
Bassuk S.S., Glass, T.A., Berkman, L.F., 1999. Social Disengagement and Incident Cognitive Decline in Community-Dwelling Elderly Persons.US: Ann Intern Med, 165-173.
Blazer, D.G., 2000. Psychiatry and the Oldest Old. Am J Psychiatry
157:1915- 1924. Available from:
Blazer, D.G., 2003. Depression in Late Life: Review and Commentary. J Gerontology Med Sci 58A, No.3: 249-265. Available from:
[acessed 23 Mei 2012]
Burkhart, Stilling K., 2000. Diagnosis of depression in the elderly patient.USA: Lippincott Williams & Wilkins, Inc., 149-162.
[acessed 23 Mei
2012]
Cole, M.G. and Dendukuri, N., 2003. Risk Factor for Depression Among Elderly
Community Subjects: A Systematic Review and Meta-Analysis. Am J
Psychiatry 160:1147-1156. Available from:
http://ajp.psychiatryonline.org/cgi/content/full/160/6/1147
Daley, D.C., Salloum, I.M., 2001. Clinician's Guide to Mental Illness. New York: Mc-Graw Hill, 94.
. [acessed 23
Damping, C.E., 2003. Depresi pada Geriatri: Apa Kekhususannya. Dalam: Supartondo, Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003 “Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta:
107-112
Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M., 2004. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9.Jakarta: PT Grafindo Persada, 372.
Everard K.M., Lach H.W., Fisher E.B., Baum M.C., 2000. Relationship of activity and social support the functional health of older adults.USA: J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci,208–212.
Gallo, J.J. and Gonzales, J., 2001. Depression and Other Mood Disorder. In: Adelman, A.M., Daly, M.P., and Weiss, B.D., eds. 20 Common Problems in Geriatrics. New York: McGraw-Hill, 205-235.
Goldman, H.H., 2000. Review of General Psychiatry: An Introduction to ClinicaL Medicine. 5th ed. Singapore: McGraw-Hill.
Hoyer, W.J. and Roodin, P.A., 2003. Adult Development and Aging. 5th ed. NewYork: McGraw-Hill.
Maramis, W.F., 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:Airlangga, 591-592.
Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I., 2008.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika, 55.
Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I., 2008.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika, 9.
Mudjaddid, E., 2003. Depresi dan Komorbiditasnya pada Pasien Geriatri. Dalam: Supartondo, Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003 “Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta:
113-121
Nasrun, M.W.S., 2009. Hendaya Kognitif Non Demensia (HKND) pada Populasi “Brain at Risk” bagi Praktisi Kesehatan. Jakarta: Interna Publishing.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B., 2005. Psikologi Abnormal. Edisi ke-5. Jakarta:Erlangga, 187.
Notosoedirdjo, M., Latipun, 2011. Kesehatan Mental.Edisi ke-3.Malang:Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 198.
Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D., 2003. Human Development. 9th ed. New York: McGraw-Hill.
Sadock, B.J. and Sadock, V.A., 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/Clinical Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sastroasmoro, S & Ismael, S., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto.
Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L,2001. Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: MacArthur studies of successful aging. Health Psychol,243-255.
Setiati, S., Harimurti, K., dan Roosheroe, A.G., 2006. Proses Menua dan Implikasi
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1335-1340.
Sundberg, N.D., Winebarger, A.A., Taplin, J.R., 2007. Psikologi Klinis. Edisi ke-4. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 302.
TILDA, 2011. Social Engagement of Older People. Available from :
Unützer, J., 2007. Late-Life Depression.357:2269-76. Available from:
April 2012]
WHO, 2002. Active Ageing: A Policy Framework. Available from :
[acessed 19
April 2012]
Lampiran 2
Geriatric Depression Scale Nama Responden:
Usia :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)
Skor MMSE :
Tanggal Wawancara :
Pewawancara :
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda ?
2 Apakah anda sudah meninggalkan banyak kegiatan dan minat/kesenangan Anda ?
3 Apakah Anda merasa kehidupan anda hampa ? 4 Apakah anda sering bosan ?
5 Apakah anda mempunyai semangat baik sepanjang waktu ? 6 Apakah anda takut sesuatu menjadi buruk akan terjadi pada anda? 7 Apakah anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu anda ? 8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya ?
9 Apakah anda senang tinggal di rumah daripada pergi ke luar mengerjakan sesuatu hal yang baru ?
10 Apakah Anda mempunyai banyak masalah dengan daya ingat Anda dibanding kebanyakan orang ?
11 Apakah anda pikir hidup anda sekarang ini menyenangkan ?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan Anda saat ini ? 13 Apakah anda merasa anda penuh semangat ?
14 Apakah Anda merasa bahawa keadaan anda tidak ada harapan ?
15 Apakah anda pikir bahwa keadaan orang lain lebih baik daripada Anda?
Penilaian GDS:
Jawaban tidak untuk butir 1, 5,7,11,13 mendapat skor 1,
Jawaban ya untuk butir 2, 3,4,6,8, 9, 10,12,14,15 mendapat skor 1 selainnya mendapat skor 0
Lampiran 1
Mini Mental State Examination
Nama :
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa ?
Kita berada di mana ? (negara), (provinsi), (kota), (gedung), (ruang)
Registrasi
Pemeriksa menyebutkan 3 benda yang berbeda kelompoknya selang 1 detik (apel,meja,koin), responden disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai responden dapat mengulangi dengan benar dan catat jumlah pengulangan.
Atensi dan Kalkulasi
Pengurangan 100 dengan 7 secara berurutan. Nilai satu untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau responden diminta mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan, misalnya uyahw = 2 nilai.
Mengingat Kembali
Responden diminta menyebut kembali 3 nama benda diatas Bahasa
Responden diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (perlihatkan pensil dan jam tangan).
Responden diminta mengulang kalimat: “kalau tetapi dan atau tetapi”
Responden diminta melakukan perintah, “Ambil kertas ini dengan tangan anda, lipat menjadi dua dan letakkan di lantai.”
8
9 10 11
Responden diminta membaca dan melakukan perintah, “ Ambil kertas ini dengan tangan Anda, lipat menjadi dua dan letakkan di lantai.”
Responden diminta membaca dan melakukan yang dibacanya: “Pejamkan mata Anda.”
Responden diminta menulis dengan spontan. Respon diminta menggambar bentuk di bawah ini.
3
1 1 1
TOTAL 30
Skor
24-30 : Normal
Lampiran 4
Social Disengagement Index
I. Pasangan hidup (PH).
1. Apakah anda pernah menikah ?
1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2) _____
2. Apakah saat ini anda :
menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 _____ Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1
kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH _____
II. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS)
III. Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS)
Anak :
1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat)
jika tidak ada, pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 ____ 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup ____
3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu ?
___
3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda
sedikitnya sekali sebulan ? ____
4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon/surat setiap minggu ? ____ 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat setiap bulan ? ____ 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat beberapa kali/tahun ? ____ Famili/keluarga lain :
5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda
rasa dekat ? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). _____ 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya
sekali / bulan ? _____ 7. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/tahun ? _____ Teman dekat/sahabat :
8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda?