GAMBARAN RESILIENCE PADA REMAJA KORBAN BENCANA ALAM YANG BERADA DI RUMAH ANAK MADANI
Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi
Oleh :
MORENDA SITRI VOLIA 031301047
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim, segla puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Illahi Rabbi, berkat petunjuk dan kasih sayang –Nya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Gambaran Resilience pada
Remaja Korban Bencana Alam di Rumah Anak Madani “. Salawat beriring salam
kepada Rasulullah SAW, semoga kesabaran beliau dapat menjadi contoh teladan
dalam perjalanan penelitian ini dan kerja-kerja selanjutnya. Terima Kasih penulis
ucapkan pada keluarga tercinta, Mama, Papa, Puti dan Dio ” Kupersembahkan
skripsi ini sebagai tanda baktiku pada kalian “
Terima Kasih penulis ucaokan kepada :
1. Bapak Prof.dr.Chairul Yoel, Sp. A (K), sebagai Dekan Fakultas Psikologi
USU
2. Dosen Pembimbing Ibu Ika Sari Dewi S.Psi, Psi. Terima kasih banyak atas
kesabaran, ketabahan serta masukan ibu selama membimbing saya dalam
mengerjakan proposal penelitian ini
3. Ibu Dra. Sri Mulyani sebagai Dosen Pembimbing Akademik. Terima
Kasih atas bimbingan dan petunjuk selama saya menempuh pendidikan di
Psikologi ini serta terima kasih atas semangat yang diberikan saat saya
sedang mengalami masa-masa kebosanan mengikuti perkuliahan.
4. Ibu Dra. Lili Garliah, M.Si sebagai dosen penguji. Terima kasih atas
5. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Si sebagai dosen penguji
6. Ibu Dra. Irna Minauli, M.Si, Ibu Gustiarti Leila, M.Psi, Ibu Agati, M.Kes,
yang telah berkenan menerima saya untuk mendalami ilmu Psikologi
khususnya di bidang psikodiagnostik di Biro Psikologi Persona.
7. Keluarga besar ku yang selalu memompa semangat dan selalu
menanyakan kapan aku akan di wisuda. Terima Kasih telah menjadi
bagian dari perjalanan hidupku.
8. Para Pengurus di Rumah Anak Madani (Bi hendri, bi Amin,mi Lina, mi
Yuyun dan seluruh abidan umi yang namanya tidak bisa disebutkan satu
persatu.
9. Sahabat-sahabatku tercinta : Sasa’, ayi, ayu, Achie. Terima kasih buat
persahabatan yang kalian berikan selama ini
10.Teman senasib sepenanggunganku : Zie-zie dan cie-cie. Perhatian yang
kalian berikan sejak kita masih di SMA mengajarkanku siapa sebenarnya
yang bisa di sebut sahabat
11.Abangku “Abbi Sholeh”. Terima kasih telah menjadi abang yang selama
ini tidak kupunya. Terima kasih buat perhatian, bantuan dan keikhlasannya
(maaf sering m0 ganggu ampe tengah malam).
12.PERSONA Crew : Kak Lisa, Adek kecilku Laras, Ipoel, Bang Ronal, kak
Isra, Ary n’dut yang selalu PD. Terima Kasih atas kehangatan,
kekeluargaan serta kasih sayang yang kalian berikan.
13.Teman-teman di angkatan 2003 : OnNy, Zube, Dara, Mbak, Indra, Along,
persatu. Akhir kebersamaan kita akhirnya sampai juga. Tetep kompak dan
jaga komunikasi ya..
14.Pengurus IMaPsi USU periode 2006. Terima kasih banyak atas kegiatan
dan kerjasama yang telah kita bentuk bersama.
15.Buat seluruh Staf PT. Djarum DSO Medan : Pak Dodik, Mas Deni, Mas
Reza, Irul, bang Badjuri, bang Dian for the last mas Singgih (orang yang
selalu mengabaikan jenis kelaminku..mo ini perempuan loh mas)
16.Teman-temanku di Beswan Djarum 2005-2007 : Al, Arif, Ina, Novi, Ami,
Ita, Zikha, Ara, Nurul, Ipul. Kebersamaan kita selama dua tahun ini
banyak mengajarkanku bahwa membuat suatu event itu ternyata nggak
gampang
17.Seseorang di sana yang mengajarkanku tentang arti kehidupan. Terima
kasih untuk selalu ada saat aku butuh seseorang untuk berbagi. Kita tahu
untuk mencapai apa yang kita inginkan, banyak yang harus dikorbankan
18.Bapak Aswan, Bapak Iskandar, Kak Ari, kak Devi. Terima ksih tak
terhingga ke haturkan kepada beliau-beliau yang telah sukarela
membantuku mengurus selalu administrasi di Psikologi sehingga yang
tadinya susah menjadi lebih mudah.
19.Terakhir untuk teman-teman yang terlupa dan tidak disebutkan namanya
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang
membangun dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya,
kepada Allah penulis berserah diri, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, amiin
Medan, 11 Desember 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB.I. PENDAHULUAN ... 1
I.A. Latar Belakang Masalah ... 1
I.B. Pertanyaan Penelitian ... 9
I.C. Tujuan Penelitian ... 10
I.D. Manfaat Penelitian ... 10
I.D.1.Manfaat Teoritis ... 10
I.D.2.Manfaat Praktis ... 10
I.E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB.II. LANDASAN TEORI ... 12
II. Resilience ... 13
II.A.1. Pengertian Resilience ... 13
II.A.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resilience ... 14
II.A.3. Kemampuan-kemampuan Dasar Resilience ... 15
II.A.4. Tahapan Resilience ... 17
II.A.5. Karakteristik remaja yang resilient ... 18
II.B. Remaja ... 19
II.B.1. Pengertian Remaja ... 19
II.B.2. Pembagian Masa Remaja ... 19
II.B.3. Ciri-ciri Masa Remaja ... 20
II.C. Bencana ... 21
II.C.1. Pengertian Bencana ... 22
II.C.2. Dampak Psikologis Bencana ... 22
II.D. Rumah Anak Madani ... 22
II.E. Gambaran Kecerdasan Adversitas Remaja Korban Bencana Alami Di Rumah Anak Madani ... 23
BAB.III. METODE PENELITIAN ... 26
III.A. Variabel Penelitian ... 26
26 III.B. Definisi Operasional ... 26
III.B.1 Resilience ... 27
III.C. Populasi ... 29
III.D Metode Pengumpulan Data ... 30
III.E. Validitas, Uji Daya Beda Item dan Reliabilitas ... 33
III.E.1. Validitas Alat Ukur ... 33
III.E.2. Uji Daya Beda Item ... 33
III.E.3. Reliabilitas ... 34
III.E.4. Hasil Uji Coba ... 35
III.F. Prosedur Penelitian ... 36
III.F.1. Tahap Persiapan ... 36
III.F.2. Pelaksanaan Penelitian ... 37
III.G. Metode Analisa Data ... 38
BAB.IV. ANALISA DATA IV.A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 39
IV.A.2. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia ... 40
IV.A.3. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Lama Tinggal ... 41
IV.A.4. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Periode Pasca Bencana .. 42
IV.B. Hasil Utama Penelitian ... 42
IV.B.1. Gambaran Umum Resilience Remaja Korban Bencana ... 42 42
IV.B.2. Gambaran Umum Klasifikasi Resilience pada Remaja Korban
Bencana ... 45
IV. C. Hasil Tambahan Penelitian ... 49
IV.C.1. Gambaran Resilience berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian .... 49
IV.C.1.a. Gambaran Resilince pada Remaja Korban Bencana
berdasarkan jenis kelamin ... 49 IV.C.1.b. Gambaran Resilince pada Remaja Korban Bencana
berdasarkan Usia ... 50
IV.C.1.c. Gambaran Resilince pada Remaja Korban Bencana
berdasarkan Lama Tinggal ... 51
IV.C.1.d. Gambaran Resilince pada Remaja Korban Bencana
berdasarkan Periode Pasca Bencana ... 52
IV.C.2. Gambaran Kemampuan-kemampuan Dasar Resilience berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian ... 53
IV.C.2.a. Gambaran Skor Kemampuan Emotional Regulation Ditinjau dari karakteristik Subjek ... 54
IV.C.2.b. Gambaran Skor Kemampuan Impulse Control Ditinjau dari karakteristik Subjek ... 54
V.C.2.c. Gambaran Skor Kemampuan Optimisme Ditinjau dari
karakteristik Subjek ... 55
IV.C.2.d. Gambaran Skor Kemampuan Causal Analysis Ditinjau dari karakteristik Subjek ... 56
IV.C.2.e. Gambaran Skor Kemampuan Empathy Ditinjau dari
IV.C.2.f. Gambaran Skor Kemampuan Self Efficacy Ditinjau dari
karakteristik Subjek ... 58
IV.C.2.g. Gambaran Skor Kemampuan Reach Out Ditinjau dari karakteristik Subjek ... 59
BAB.V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... V.A. Kesimpulan ... 60
V.B. Diskusi ... 62
V.C. Saran ... 66
V.C.1. Saran Metodologis ... 67
V.C.2. Saran Praktis ... 68
ABSTRAK
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Desember 2007
Morenda Sitri Volia : 031301047
Gambaran Resilience pada Remaja Korban Bencana Alam di Rumah Anak Madani
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran resilience pada remaja korban bencana alam di Rumah Anak Madani. Resilience merupakan kemampuan sesorang untuk bangkit dari kesulitan yang dialami. Remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani memerlukan kemampuan resilience untuk bangkit dari kesulitan yang mereka alami sebagai korban bencana, tinggal di asrama dan sebagai remaja yang mengalami berbagai perubahan baik fisik, emosi dan kehidupan sosial.
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja korban bencana alam yang berada di Rumah Anak Madani sebanyak 42 orang. Subjek merupakan keseluruhan dari populasi remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani. Alat ukur berupa kuesioner, skala resilience yang disusun berdasarkan kemampuan-kemampuan dasar resilience yang dikemukakan oleh Shatte dan Reivich (2002). Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil data uji coba yang diolah dengan program SPSS version 12.0 for windows, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,846.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk melakukan gambaran skor resilience pada remaja korban bencana alam, peneliti melakukan pengolahan dan analisa datanya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran resilience berada pada kategori sedang. Ditinjau dari kemampuan-kemampuan dasar pengukurnya, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shatte dan Reivich (2002) ditemukan bahwa klasifikasi resilience pada remaja korban bencana alam di Rumah Anak Madani yang tertinggi hingga terendah adalah Optimisme, self efficacy, reach out, empathy, impulse control, causal analysis dan emotional regulation.
ABSTRAK
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Desember 2007
Morenda Sitri Volia : 031301047
Gambaran Resilience pada Remaja Korban Bencana Alam di Rumah Anak Madani
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran resilience pada remaja korban bencana alam di Rumah Anak Madani. Resilience merupakan kemampuan sesorang untuk bangkit dari kesulitan yang dialami. Remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani memerlukan kemampuan resilience untuk bangkit dari kesulitan yang mereka alami sebagai korban bencana, tinggal di asrama dan sebagai remaja yang mengalami berbagai perubahan baik fisik, emosi dan kehidupan sosial.
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja korban bencana alam yang berada di Rumah Anak Madani sebanyak 42 orang. Subjek merupakan keseluruhan dari populasi remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani. Alat ukur berupa kuesioner, skala resilience yang disusun berdasarkan kemampuan-kemampuan dasar resilience yang dikemukakan oleh Shatte dan Reivich (2002). Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil data uji coba yang diolah dengan program SPSS version 12.0 for windows, maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,846.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk melakukan gambaran skor resilience pada remaja korban bencana alam, peneliti melakukan pengolahan dan analisa datanya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran resilience berada pada kategori sedang. Ditinjau dari kemampuan-kemampuan dasar pengukurnya, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shatte dan Reivich (2002) ditemukan bahwa klasifikasi resilience pada remaja korban bencana alam di Rumah Anak Madani yang tertinggi hingga terendah adalah Optimisme, self efficacy, reach out, empathy, impulse control, causal analysis dan emotional regulation.
BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah
mengguncang dasar laut yang berjarak sekitar 150 km dari pantai Sumatera pada
tanggal 26 Desember 2004. Gempa yang berkekuatan 9,8 Skala Richter
menimbulkan getaran yang kuat dan menimbulkan timbulnya deformasi vertikal
di sumber gempa. Deformasi vertikal berupa penurunan permukaan dasar laut
mengakibatkan terjadinya gelombang tsunami di pantai. Tsunami ditandai dengan
air laut yang surut setelah gempa bumi. Hanya dalam beberapa menit, gelombang
yang sangat dahsyat tersebut memporak-porandakan kehidupan masyarakat pantai
di Indonesia, Srilangka, India, Thailand dan Myanmar (CARE, 2006). Selain itu,
bencana gempa yang terjadi di daerah Muara Sipongi kabupaten Mandailing Natal
Sumatera Utara juga merupakan gempa yang menimbulkan kerusakan yang cukup
parah. Gempa yang berkekuatan 5,6 Skala Richter mengakibatkan tanah longsor,
merobohkan ratusan rumah dan gedung perkantoran serta menlan korban jiwa.
Bencana memiliki efek yang berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang
tidak mengalami efek psikologis, namun ada yang menjadi terganggu secara
emosional. Diantara korban bencana terdapat remaja dan anak-anak. Ada dua
mitos yang dipercayai tentang respon anak terhadap bencana yaitu (1)
anak-anak lebih resilient dan akan pulih lebih cepat (2) anak-anak-anak-anak berespon sama
bukti-bukti yang menyebutkan bahwa pengalaman anak-anak mengenai efek dari
bencana dengan sangat jelas.
Walaupun anak-anak yang masih kecil sangat mudah terpengaruh oleh
kematian, kerusakan-kerusakan, teror, penganiayaan fisik, dan ketiadaan dari
dukungan orang tua. Anak-anak secara tidak langsung dipengaruhi oleh efek
bencana yang dirasakan oleh orang tua mereka, orang dewasa lain yang ada
didekat mereka dan oleh reaksi orang tua mereka terhadap bencana (Ehrenreich,
2001).
Kebanyakan anak-anak berespon secara sensitif dan tepat terhadap bencana,
terutama jika mereka merasakan perlindungan, dorongan dan stabilitas dari orang
tua mereka dan orang dewasa lainnya. Bagaimanapun, seperti halnya dengan
orang dewasa, anak-anak merespon terhadap bencana dengan banyak
symptom-simptom. Respon anak-anak pada umumnya sama seperti orang dewasa, walaupun
pada anak-anak lebih langsung terlihat (Ehrenreich, 2001).
Pada anak-anak pra sekolah yang berumur satu sampai dengan lima tahun,
symptom kecemasan lebih terlihat dalam bentuk ketakutan seperti ketakutan akan
berpisah, ketakutan pada orang asing, ketakutan akan “monster “ atau binatang,
dan gangguan tidur. Anak-anak yang mengalami bencana menolak situasi atau
lingkungan yang spesifik memiliki hubungan dengan bencana yang pernah
mereka alami. Anak-anak ini menunjukkan ekspresi yang terbatas dalam hal
emosi. Mereka bisa menarik diri secara sosial atau kemampuannya tidak
Pada anak-anak yang berumur enam sampai dengan sebelas tahun, mereka
akan secara berulang-ulang mengulangi cerita saat bencana terjadi. Anak-anak
mungkin menunjukkan perhatian terhadap keselamatan dan pencegahan dari
bahaya, mengalami gangguan tidur, perilaku agresif atau gampang marah. Selain
itu perubahan yang lain seperti perilaku, suasana hati, kepribadian, kecemasan
yang sangat jelas dan ketakutan yang berlebihan, menarik diri, kehilangan
ketertarikan akan aktivitas-aktivitas sosial (Ehrenreich, 2001).
Pada remaja, respon mereka semakin meningkat sama seperti respon pada
orang dewasa. Perubahan yang terjadi seperti peningkatan perilaku agresif,
delinquency, penggunaan obat-obatan dan melakukan kegiatan yang beresiko
tinggi, prestasi sekolah menurun dan remaja tidak mau mendiskusikannya dengan
orang tua atau orang dewasa lain yang dipercayainya (Ehrenreich, 2001).
Bencana membawa dampak negatif yang cukup banyak terhadap kehidupan
manusia. Namun, ada dampak yang cukup positif dari terjadinya bencana tersebut
yaitu meningkatnya keeratan sosial di antara korban bencana dan banyak pihak
yang ikut membantu para korban bencana untuk beradaptasi dan pulih kembali
seperti sebelum bencana terjadi.
Salah satu pihak yang berupaya untuk membantu korban bencana adalah
Yayasan Wisma Anak Korban Bencana Alam Nanggroe Aceh Darussalam dan
Sumatera Utara melalui pendirian rumah penampungan yang bernama Rumah
Anak Madani. Rumah Anak Madani bertujuan sebagai tempat bagi para
anak-anak dari Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara untuk dididik, dilatih
seseorang yang mandiri (Raker RAM, 2007). Rumah Anak Madani merupakan
lembaga pendidikan sosial yang membina anak-anak korban bencana alam, yatim
piatu dan fakir miskin di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Rumah
Anak Madani berlokasi di Jalan Veteran Pasar VII Desa Manunggal Kecamatan
Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang (Profil Rumah Anak Madani).
Rumah Anak Madani didirikan di daerah yang berada didekat kota Medan.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh peneliti dari salah satu pimpinan di
Rumah Anak Madani, alasan pendirian Rumah Anak Madani di dekat kota Medan
karena Medan merupakan salah satu kota terbesar di pulau Sumatera dan memiliki
masyarakat yang majemuk (Komunikasi personal, 25 Mei 2007)
Di Rumah Anak Madani, anak korban bencana dibesarkan dengan
kehidupan asrama yang memiliki banyak kegiatan dan peraturan-peraturan.
Kegiatan yang mereka lakukan seperti belajar secara classical, kursus bahasa,
keterampilan dan kesenian, olahraga dan bimbingan belajar. Selain itu mereka
diharuskan mengikuti peraturan-peraturan dan akan diberikan sanksi-sanksi
apabila melanggar peraturan (Profil Rumah Anak Madani).
Dilihat dari usia, individu yang tinggal di Rumah Anak Madani berusia 10
-19 tahun. Usia tersebut menunjukkan bahwa mereka berada pada masa remaja.
Hal ini sesuai dengan kriteria usia yang dikemukakan oleh WHO yaitu usia
remaja berkisar dari usia 10 -20 tahun. Dengan dua pembagian yaitu remaja awal
10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 1997)
Periode masa remaja merupakan masa transisi yang melibatkan
sekaligus terjadinya perubahan dalam hubungan keluarga. Perubahan fisik
meliputi perubahan dalam tinggi badan, berat badan, perubahan dalam bentuk dan
proporsi tubuh dan kematangan seksual. Perkembangan fisik yang cepat dan
penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada
awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian
mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru (Papalia, 2003)
Hurlock (1999) menyebutkan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh
dengan “badai“ dan “tekanan“ yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi yang meninggi
terjadi karena remaja laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan
menghadapi kondisi baru. Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari
waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola
perilaku dan harapan sosial yang baru. ( Hurlock, 1999). Rasa sedih merupakan
sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masa remaja. Remaja sangat peka
terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan kepada diri mereka. Kesedihan yang
akan muncul, jika ejekan-ejekan itu datang dari teman-teman sebaya, terutama
yang berlainan jenis. Sebaliknya, perasaan gembira biasanya akan nampak jika
remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau hasil usahanya
(Mappiare, 1982).
Dagun (2002) menyebutkan remaja dalam menghadapi berbagai masalah
perkembangan memerlukan kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan
memperlakukannya secara bijaksana dan sesuai dengan kebutuhannya. Remaja
dewasa lainnya untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan
dengan proses perkembangan, sehingga remaja dapat melalui dan menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi dengan wajar.
Kartono (dalam Maharani dan Andayani, 2003) menyebutkan keluarga
merupakan lembaga pertama dan terutama bagi remaja sebagai tempat sosialisasi
dan mendapatkan pendidikan serta merasakan suasana aman. Remaja yang tinggal
dengan keluarganya, semua kebutuhan baik kebutuhan fisiologis maupun
kebutuhan psikologis sebagian besar dipenuhi oleh orangtuanya, dengan jumlah
anggota keluarga yang relatif kecil, kecenderungan besarnya persaingan antar
saudara untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua juga relatif kecil,
sehingga kecenderungan remaja untuk merasa bahagia pada masa remaja akan
lebih besar. Hidup terpisah dengan keluarga dapat menjadi faktor beresiko tinggi
untuk menghasilkan remaja yang menderita psikopatologi dan mengakibatkan
perkembangan minimal pada remaja (Jackson dalam Mantavani, 2005).
Di dalam periode perkembangannya remaja berusaha melepaskan diri dari
orangtua dan mengarah kepada teman sebaya. Namun, peranan orangtua masih
sangat besar dalam perkembangan remaja. Bowlby (dalam Dagun, 2002) secara
tajam mengatakan kehilangan peranan seorang ibu dapat menimbulkan problem
dalam perkembangan remaja selanjutnya. Hasil penelitian terhadap perkembangan
remaja yang tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan,
perkembangan remaja menjadi timpang. Kelompok remaja yang kurang mendapat
perhatian ayahnya cenderung memiliki kemampuan akademis menurun, aktivitas
meninggal, perceraian atau juga karena tidak terlibat dalam proses pembinaan
langsung pada perkembangan remaja (Dagun, 2002).
Remaja yang dibesarkan di Rumah Anak Madani berbeda dengan remaja
yang dibesarkan oleh orangtua mereka. Para remaja ini harus berpisah dengan
orangtua disebabkan mereka harus tinggal di asrama. Remaja di Rumah Anak
Madani dibesarkan oleh pengasuh yang dipanggil dengan sebutan abi dan ummi
yang berjumlah 17 orang (Raker RAM, 2007). Hal ini tentu berbeda dengan
remaja yang dibesarkan oleh orangtua mereka sendiri. Para remaja ini harus
beradaptasi dengan pola hidup serta lingkungan baru. Pola hidup baru artinya di
Rumah Anak Madani mereka memiliki jadwal harian yang harus mereka taati,
peraturan yang harus ditaati dan sejumlah kegiatan yang harus dilaksanakan dan
apabila dilanggar akan diberi hukuman. Lingkungan baru berarti bahwa remaja
yang tinggal di Rumah Anak Madani merupakan remaja yang sebagian besar
berasal dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam yang memiliki latar belakang
budaya yang sangat berbeda dengan kota Medan yang masyarakatnya majemuk.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa para remaja korban bencana yang
dibesarkan di Rumah Anak Madani mengalami kondisi yang cukup sulit yaitu
mereka sebagai individu yang pernah mengalami bencana, dibawa dan dibesarkan
di daerah yang budayanya berbeda dengan daerah asal mereka, dibesarkan dengan
kehidupan asrama yang berarti bahwa mereka harus berpisah dengan orangtuanya,
dan sebagai remaja yang sedang mengalami berbagai perubahan baik dalam
Perubahan-perubahan yang dialami remaja yang tinggal di Rumah Anak
Madani membutuhkan suatu kemampuan untuk bisa beradaptasi dengan kesulitan
yang mereka alami. Kemampuan ini dikenal dengan sebutan resilience. Shatte dan
Reivich (2002) menyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan untuk berespon
secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan atau trauma. Remaja yang
resilence merupakan remaja yang bisa bangkit dari suatu kondisi yang traumatik,
mampu beradaptasi, bersahabat, tidak tergantung pada orang lain, dan memiliki
empati yang tinggi. Remaja yang resilience memiliki kepercayaan diri yang
tinggi, harga diri yang tinggi, dan memiliki self efficacy yang tinggi, optimis
menghadapi masa depan. Resilience banyak berhubungan dengan perkembangan
emosional dan cara berpikir seseorang.
Grotberg (1999) juga menyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan
seseorang untuk menghadapi masalah ketika menghadapi suatu rintangan atau
hambatan dalam hidupnya. Ia juga menambahkan bahwa resilience bukan
merupakan keajaiban dan tidak hanya ditemukan pada sebagian kecil dari
manusia. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk menjadi seseorang yang
resilience.
Papalia, Olds dan Feldman (2003) menyebutkan bahwa Resilience adalah
kemampuan untuk bangkit dari kesulitan yang dihadapi. Remaja yang resilient
adalah remaja yang berada dalam kesulitan, kemudian mampu berfungsi
meskipun berada dalam keadaan yang terancam atau mampu bangkit kembali dari
keadaan yang penuh traumatik. Selain itu, remaja yang resilient cenderung
Kemampuan yang mereka miliki mampu untuk membantu mereka beradaptasi
dengan kesulitan yang dimiliki, melindungi diri mereka, mengatur perilaku
mereka dan membantu mereka untuk belajar dari pengalaman (Masten dan
Coatsworth dalam Papalia, Olds dan Feldman, 2003).
Menurut Stoltz (2004) semakin sering seseorang menghadapi kesulitan dan
berhasil menghadapi kesulitan tersebut maka kemampuannya untuk menghadapi
kesulitan-kesulitan di masa yang akan datang akan lebih meningkat. Ada tiga jenis
manusia dalam kaitannya dengan respon terhadap kesulitan yaitu manusia yang
terus berusaha maju atau pantang menyerah, manusia yang setengah berusaha dan
manusia yang berhenti berusaha atau gampang menyerah. Manusia yang mampu
maju dan bertahan dari setiap kesulitan adalah manusia yang akan memperoleh
kesuksesan dalam hidupnya (Stoltz, 2004). Kesuksesan seseorang ditentukan oleh
kemampuan individu untuk menghadapi dan bangkit dari kesulitan yang dialami.
Remaja yang tinggal di Rumah Anak Madani memerlukan kemampuan resilience
agar mampu melalui saat – saat yang penuh kesulitan dan meraih kesuksesan
sebagaimana tujuan yang ingin dicapai oleh Rumah Anak Madani.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin
melihat gambaran kemampuan remaja di Rumah Anak Madani mengatasi
berbagai kesulitan yang mereka alami. Peneliti ingin melihat gambaran resilience
I.B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi
pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana gambaran resilience remaja korban bencana alam di Rumah
Anak Madani ?
2. Bagaimana gambaran resilience dilihat dari kemampuan-kemampuan yang
membangunnya yaitu emotional regulation, impulse control, optimisme,
causal analysis, empati, self efficacy, dan reach out ?
3. Bagaimana gambaran resilience dilihat dari usia, jenis kelamin dan , lama
tinggal di RAM, dan periode waktu pasca bencana ?
I.C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran resilience pada remaja
korban bencana alam yang berada di Rumah Anak Madani.
I.D Manfaat Penulisan I.D.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan
ilmu psikologi, memperkaya pengetahuan dan wacana tentang psikologi
perkembangan, khususnya mengenai resilience remaja yang berada di Rumah
Anak Madani.
I.D.2. Manfaat praktis
1. Bagi Remaja RAM : Memberikan informasi mengenai gambaran
resilience agar mereka mampu untuk mengatasi
setiap kesulitan yang akan mereka hadapi.
2. Bagi institusi RAM : Memberikan informasi mengenai gambaran
resilience remaja korban bencana di Rumah Anak
Madani yang nantinya bermanfaat bagi
perencanaan program-program yang akan
dijalankan di Rumah Anak Madani.
I.E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan
Menguraikan latar belakang pemilihan masalah yang hendak
diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Pengertian resilience, faktor-faktor yang mempengaruhi
resilience, Kemampuan-kemampuan dasar resilience,
Tahapan-tahapan resilience, Pengertian remaja, dan Rumah Anak Madani
BAB III : Metodologi Penelitian
Memuat metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi
variabel, defenisi operasional variabel, populasi, validitas,
BAB IV : Menjelaskan tentang analisa data dan interpreatsi yang terdiri
dari gambaran resilience remaja korban bencana, yang meliputi
gambaran resilience remaja korban bencana berdasarkan jenis
kelamin, usia, lama tinggal di Rumah Anak Madani dan
Periode waktu pasca bencana.
BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan, diskusi dansaran berkaitan
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A Resilience
II.A.1 Pengertian Resilience
Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan
untuk berespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan atau
trauma. Menurut Papalia,olds dan Feldman (2003) resilience adalah sikap ulet dan
tahan banting yang dimiliki seseorang ketika dihadapkan dengan keadaan yang
sulit.
Menurut Grotberg (1999) resilience adalah kemampuan manusia untuk
menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika menghadapi rintangan dan
hambatan.Resilience bukan merupakan suatu keajaiban, tidak hanya ditemukan
pada sebagian manusia dan bukan merupakan sesuatu yang berasal dari sumber
yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi resilience
dan setiap orang mampu untuk belajar bagaimana menghadapi rintangan dan
hambatan dalam hidupnya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa resilience
adalah kemampuan manusia untuk menghadapi dan mengatasi rintangan,
hambatan dan kesulitan dalam hidup sehingga individu tersebut menjadi lebih
II.A.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resilience
Grotberg (2004) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
resilience pada seseorang yaitu :
a. Temperamen
Temperamen mempengaruhi bagaimana seorang individu bereaksi
terhadap rangsangan . Apakah seseorang tersebut bereaksi dengan sangat
cepat atau sangat lambat terhadap rangsangan ?. Temperamen dasar
seseorang mempengaruhi bagaimana individu menjadi seorang pengambil
resiko atau menjdi individu yang lebih berhati-hati.
b. Intelegensi
Banyak penelitian membuktikan bahwa intelegensi rata-rata atau rata-rata
bawah lebih penting dalam kemampuan resilience seseorang. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Grotberg (1999) membuktikan bahwa
kemampuan resilience tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor melainkan
ditentukan oleh banyak faktor.
c. Budaya
Perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi dinamika yang
berbeda dalam mempromosikan resilience.
d. Usia
Usia anak mempengaruhi dalam kemampuan resilience. Anak-anak yang
lebih muda (dibawah delapan tahun) lebih tergantung pada sumber-sumber
keatas) lebih bergantung pada kemampuan dalam dirinya ( the “I Can”
factor
e. Gender
Perbedaan gender mempengaruhi dalam perkembangan resilience. Anak
perempuan lebih pada kemampuan mencari bantuan, berbagi perasaan dan
lebih sensitif pada orang lain. Anak laki-laki lebih pragmatik, berfokus
pada masalah dan hasil dari tindakan yang mereka lakukan.
II.A.3 Kemampuan-kemampuan Dasar Resilience
Shatte dan Reivich (2002) mengemukakan beberapa kemampuan yang bisa
mengungkap kemampuan resilience pada individu yaitu :
1. Emotion Regulation
Merupakan kemampuan untuk tetap tenang ketika berada di bawah
tekanan. Individu yang resilient menggunakan kemampuan pengaturan
emosi agar bisa mengontrol emosi, perhatian dan perilaku mereka.
Self-regulation sangat penting untuk membentuk hubungan yang intim,
berhasil di tempat kerja dan memiliki fisik yang sehat. Sebaliknya,
individu yang tidak dapat mengontrol emosi maka mereka sering merasa
kelelahan secara emosional dan menunjukkan ketidakmampuan untuk
mengatur emosi dan tidak mampu untuk membina hubungan dengan orang
lain.
2. Impulse Control
Impulse Control adalah kemampuan untuk mengendalikan mengendalikan
mengutamakan pikiran-pikiran yang rasional. Ketidakamampuan untuk
menahan dorongan-dorongan bisa melibatkan pemikiran dan tindakan
yang salah.
3. Optimisme
Individu yang resilient adalah individu yang optimis. Mereka percaya
bahwa segala sesuatu bisa berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki
harapan untuk masa depan dan percaya bahwa mereka bisa mengatur
kehidupan mereka. Bila dibandingkan dengan individu yang pesimis,
orang-orang yang optimis secara fisik lebih sehat, tidak mudah mengalami
depresi dan lebih produktif di tempat kerja. Optimisme adalah suatu
keyakinan bahwa setiap bisa diatasi.
4. Causal Analysis
Causal Analysis adalah kemampuan seseorang untuk mengenali penyebab
dari masalah yang dialami. Jika individu tidak dapat menilai penyebab dari
setiap masalah yang mereka alami dengan baik, maka ia akan terperosok
untuk membuat kesalahan.
5. Empati
Empati adalah kemampuan untuk membaca keadaan emosi dan psikologis
seseorang. Beberapa inidividu mampu membaca melalui isyarat non verbal
seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh untuk membaca
6. Self-efficacy
Self-efficacy adalah kemampuan yang menunjukkan bahwa seseorang bisa
memecahkan masalah yang dialami demi mencapai kesuksesan.
7. Reaching Out
Reaching Out adalah kemampuan untuk bertemu dengan orang-orang
baru, mencoba hal-hal baru, berani melakukan kegiatan yang
membutuhkan keberanian dan kekuatan dari dalam diri.
II.A.4 Tahapan Resilience
Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan empat tahapan-tahapan dari resilience
yaitu :
1. Overcome
Kemampuan resilience dibutuhkan mengatasi rintangan selama masa
kanak-kanak seperti perceraian, kemiskinan, pengabaian secara emosional atau
penyiksaan fisik. Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu dapat
mengatasi kerusakan yang terjadi di masa muda agar bisa mewujudkan masa
dewasa yang diinginkan.
2. Steer Through
Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu bisa mengatasi kesulitan
yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian menunujukkan bahwa
manfaat alami dari menguasai stres yang kronis adalah melalui self efficacy.
Orang-orang yang memiliki self efficacy yang tinggi adalah untuk
memecahkan masalah dalam hidup dan tidak mudah menyerah saat tidak
3. Bouncing Back
Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu mampu bangkit kembali dari
kesulitan yang dialami seperti perceraian, kemiskinan, bencana alam , ataupun
kehilangan anggota keluarga.
4. Reach Out
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh adalah individu dapat menilai resiko
yang dihadapi, dapat mengekspresikan pemikiran dan perasaannya serta dapat
menemukan arti dan tujuan dari hidup mereka.
II.A.5. Karakteristik dari anak-anak dan remaja yang resilient
Masten dan Coatswoth (dalam Papalia, old dan Feldman ) beberapa karakteristik
dari anak-anak dan remaja yang resilient yaitu :
1. Individu
Sumber yang berasal dari individu adalah memiliki fungi intelktual yang baik,
penuh pertimbangan, sociable, memiliki watak yang easy going, memiliki self
efficacy, self confidence, dan harga diri yang tinggi, berbakat dan beragama.
2. Keluarga
Sumber yang berasal dari keluarga adalah memiliki hubungan keluarga yang
harmonis, gaya pengasuhan yang authoritative, dan memiliki hubungan
dengan orang lain di luar keluarga.
3. Lingkungan di luar keluarga
Terlibat dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah, dan didukung sekolah yang
II. B Remaja
II.B.1 Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata
bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh menjadi
dewasa “. Istilah adolescence mempunyai arti yang luas mencakup kematangan
mental,emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999).
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) masa remaja adalah usia di mana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi
merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan
masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.
II.B.2 Pembagian Masa Remaja
Hurlock (1999) membagi usia remaja menjadi dua bagian yaitu :
a. awal masa remaja usia 13 tahun – 16/17 tahun dan
b. akhir masa remaja 16/17 tahun -18 tahun.
Santrock (2002) menyebutkan bahwa masa remaja dimulai kira-kira usia
10-13 tahun dan berakhir antara usia 18 -22 tahun. WHO membagi kriteria usia
remaja yaitu berkisar dari 10-19 tahun. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
kriteria usia yang dikemukakan oleh WHO yaitu 10 -19 tahun. Dengan dua
pembagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun
II. B.3 Ciri-ciri Masa Remaja
Papalia, Olds dan Feldman (2003) menyebutkan bahwa perkembangan pada
masa remaja yaitu perkembangan fisik, kognitif dan psikososial.
Perkembangan fisik pada masa remaja, kebanyakan remaja berada pada
kondisi yang sehat. Masalah kesehatan yang muncul lebih sering berkaitan dengan
kemiskinan atau gaya hidup yang penuh dengan resiko. Perubahan dalam tinggi
badan, berat badan, perubahan dalam bentuk dan proporsi tubuh dan kematangan
seksual. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua
perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru. Kebanyakan remaja tidak memperoleh
tidur yang cukup, disebabkan oleh jadwal sekolah yang padat.
Perkembangan kognitif pada masa remaja berada pada tahap berpikir secara
possibility, fleksibel pada masalah, kematangan otak dan stimulasi lingkungaan
memainkan peranan yang penting pada masa remaja. Menurut Piaget, remaja
berada tahap operasional formal dimana remaja mampu menggunakan
pengetahuan yang didapat pada masa lampau untuk membuat rencana dimasa
yang akan datang. Kemampuan berbahasa yang berhubungan dengan pemikiran
abstrak yaitu remaja lebih mampu berpikir lebih fleksibel dalam memanipulasi
informasi yang datang kepadanya. Remaja juga lebih mampu dalam social
perspective – taking yaitu kemampuan untuk mengerti pemikiran orang lain.
Perkembangan Psikososial menurut Erik Erickson (dalam Papalia, 2003)
identitas yang berkaitan dengan masalah tempat kerja, seksual dan nilai-nilai.
Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang
sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di
luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja laki-laki dan perempuan berbeda
dalam bentuk identitasnya. Pengaruh etnis juga memainkan peranan yang penting
dalam penemuan identitas diri pada remaja.
II. B.4 Tugas Perkembangan Masa Remaja
Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu
periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan
rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikutnya (Hurlock, 1999). Harvigurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan
beberapa tugas perkembangan masa remaja yaitu :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.
I.C. Bencana
II.C.1. Pengertian Bencana
Bencana alam adalah sesuatu yang disebabkan oleh suatu kekuatan dan
Menurut FEMA (The Federal Emergency Management Agency ) bencana adalah
angin tornado, badai, longsor, gelombang laut, tsunami,gempa bumi, letusan
gunung, kebakaran, ledakan yang bisa mengakibatkan kerusakan yang sangat
parah (Bell, 1996). Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam, manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban
dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan
sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan masyarakat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,
manusia atau keduanya yang tidak bisa diprediksi atau dikontrol serta bisa
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan masyarakat.
II.C.2 Dampak Psikologis pada Korban Bencana Alam
Ehrenreich (2001) mengemukakan beberapa dampak psikologis yang dialamioleh
korban bencana yang berada pada usia sekolah yaitu :
1. Depresi
2. Menarik diri
3. Penolakan
4. Perilaku agresif
5. Suli untuk memiliki konsentrasi
7. Kehilangan kontrol diri dan tidak bisa bertanggung jawab
8. Kehilangan pandangan tentang masa de[an
9. Memiliki perasaan malu yang berlebihan
II.D. Rumah Anak Madani
Rumah Anak Madani (RAM) merupakan salah satu lembaga sosial yang
didirikan oleh PT. Televisi Transformasi Indonesia. Yayasan yang menaungi
Rumah Anak Madani bernama Yayasan Wisma Anak Korban Bencana Alam
Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.
Yayasan ini mempunyai maksud dan tujuan di bidang sosial dengan menjalankan
kegiatan sebagai berikut :
1. Menampung anak-anak korban bencana alam Nangroe Aceh Darussalan
dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya
belajarnya, tetapi sangat lemah dalam pembiayaan untuk belajar
2. Mendirikan dan membangun sarana dan prasarana tempat penampungan
anak korban bencana alam dengan nama Rumah Anak Madani (RAM)
3. Mendidik dan menyekolahkan anak korban bencana alam di
sekolah-sekolah yang terletak di sekitar Rumah Anak Madani (RAM) guna
menjadikan anak korban bencana alam kelak menjadi manusia Indonesia
yang mandiri
4. Mencari dan menerima pendanaan yang tidak mengikat, termasuk- tetapi
tidak terbatas pada sumbangan , hibah dan wakaf, guna membiayai Rumah
5. Melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak bertentangan dengan
maksud dan tujuan tersebut di atas.
II.E. Gambaran Resilience Remaja Korban Bencana yang berada di Rumah Anak Madani
Bencana menimbulkan efek yang berbeda-beda pada setiap individu.
Namun, kerugian yang ditimbulkan seperti kehilangan harta benda, sanak saudara
serta perubahan perilaku dan efek yang timbul pasca terjadinya bencana. Banyak
pihak yang membantu untuk pemulihan kondisi pasca tsunami tersebut. Salah
satunya melalui pendirian Rumah Anak Madani yang diprakarsai oleh Televisi
Transformasi Indonesia (Trans TV). Anak-anak yang di tampung di Rumah Anak
Madani ini adalah anak-anak yang merupakan korban bencana yang miskin, yatim
piatu yang miskin, dan dhuafa (Profil Rumah Anak Madani)
Anak-anak yang diterima di Rumah Anak Madani ini adalah yang berusia 10
tahun-19 tahun. Menurut WHO, usia 10 -19 tahun termasuk dalam kriteria usia
remaja. Masa remaja merupakan periode yang cukup sulit karena mereka
mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. (Hurlock, 1999).
Banyak perubahan yang terjadi pada masa remaja ini. Peran orang tua sangat
diperlukan bagi perkembangan mereka. Remaja membutuhkan bantuan dan
bimbingan serta pengarahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya untuk
menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses
perkembangan, sehingga remaja dapat melalui dan menghadapi
Hidup terpisah dengan keluarga dapat menjadi faktor beresiko tinggi untuk
menghasilkan remaja yang menderita psikopatologi dan mengakibatkan
perkembangan minimal pada remaja (Jackson dalam Mantavani, 2005). Namun,
anak-anak yang di besarkan di Rumah Anak Madani tidaklah dibesarkan oleh
orang tua mereka. Mereka berpisah dari orang tua karena harus tinggal di asrama.
Untuk menghadapi berbagai kondisi di atas, diperlukan suatu kemampuan
untuk menghadapi masalah dan bangkit dari kesulitan. resilience adalah
kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika
menghadapi rintangan dan hambatan. Resilience bukan merupakan suatu
keajaiban, tidak hanya ditemukan pada sebagian manusia dan bukan merupakan
sesuatu yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki
kemampuan untuk menjadi resilience dan setiap orang mampu untuk belajar
bagaimana menghadapi rintangan dan hambatan dalam hidupnya (Grotberg, 1999)
Resilience adalah kemampuan untuk bangkit dari kesulitan yang dihadapi.
Remaja yang resilence merupakan remaja yang bisa bangkit dari suatu kondisi
yang traumatik. Remaja yang resilience adalah remaja yang mampu beradaptasi,
bersahabat, tidak tergantung pada orang lain, dan memiliki empati yang tinggi.
Remaja yang resilience memiliki kepercayaan diri yang tinggi, harga diri yang
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut
cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan
kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Azwar (2000) metode deskriptif
merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan
akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi. Dalam penelitian ini, data yang
dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari
penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.
III.A. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah
resilience
III.B. Definisi Operasional III.B.1 Resilience
Resilience adalah kemampuan manusia untuk menghadapi dan mengatasi
rintangan, hambatan dan kesulitan yang dialami dalam hidup sehingga individu
Resilience diukur oleh peneliti dengan menggunakan tujuh kemampuan dasar
resilience yang dikemukakan oleh Shatte dan Reivich (2002) yaitu :
1. Emotion Regulation
Merupakan kemampuan untuk tetap tenang ketika berada di bawah
tekanan. Individu yang resilient menggunakan kemampuan pengaturan
emosi agar bisa mengontrol emosi, perhatian dan perilaku mereka.
Self-regulation sangat penting untuk membentuk hubungan yang intim,
berhasil di tempat kerja dan memiliki fisik yang sehat. Sebaliknya,
individu yang tidak dapat mengontrol emosi maka mereka sering merasa
kelelahan secara emosional dan menunjukkan ketidakmampuan untuk
mengatur emosi dan tidak mampu untuk membina hubungan dengan orang
lain.
2. Impulse Control
Impulse Control adalah kemampuan untuk mengendalikan mengendalikan
dorongan-dorongan primitif yang ada dalam diri individu dan lebih
mengutamakan pikiran-pikiran yang rasional. Ketidakamampuan untuk
menahan dorongan-dorongan bisa melibatkan pemikiran dan tindakan yang
salah.
3. Optimisme
Individu yang resilient adalah individu yang optimis. Mereka percaya
bahwa segala sesuatu bisa berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki
harapan untuk masa depan dan percaya bahwa mereka bisa mengatur
orang-orang yang optimis secara fisik lebih sehat, tidak mudah mengalami depresi
dan lebih produktif di tempat kerja. Optimisme adalah suatu keyakinan
bahwa setiap bisa diatasi.
4. Causal Analysis
Causal Analysis adalah kemampuan seseorang untuk mengenali penyebab
dari masalah yang dialami. Jika individu tidak dapat menilai penyebab dari
setiap masalah yang mereka alami dengan baik, maka ia akan terperosok
untuk membuat kesalahan. Selian itu dengan kemampuan ini, orang-orang
yang resilient tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang ia
perbuat.
5. Empati
Empati adalah kemampuan untuk membaca keadaan emosi dan psikologis
seseorang. Beberapa inidividu mampu membaca melalui isyarat non verbal
seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh untuk membaca pikiran
dan persaan orang lain.
6. Self-efficacy
Self-efficacy adalah kemampuan yang menunjukkan bahwa seseorang bisa
memecahkan masalah yang dialami demi mencapai kesuksesan.
7. Reach Out
Reach Out adalah kemampuan untuk bertemu dengan orang-orang baru,
mencoba hal-hal baru, berani melakukan kegiatan yang membutuhkan
Semakin tinggi skor pada skala resilience maka semakin tinggi pula
kemampuan resilience yang dimiliki oleh seorang individu.
III.C. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi
dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu
sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang
berusia antara 10 – 19 tahun yang tinggal di Rumah Anak Madani. Hal ini sesuai
dengan batasan remaja oleh WHO.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil populasi anak korban bencana
yang tinggal di RAM yang berjumlah 42 orang. Oleh karena jumlah populasi yang
sedikit maka populasi digunakan sebagai subjek penelitian.
Karakteristik subjek penelitian :
1. Remaja korban bencana yang berusia 10-17
Hal ini sesuai dengan batasan usia remaja yang dikemukakan oleh
WHO dimana usia remaja berkisar dari 10-20 tahun.
2. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
3. Sudah tinggal di Rumah Anak Madani + 2 bulan
Individu yang sudah menetap selama + dua bulan sudah memiliki
kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dalam suatu lingkungan
III.D. Metode Pengumpulan Data
Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian
yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti
(Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian
ini adalah metode skala, mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau
konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui
indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk butir-butir pernyataan
(Azwar, 2000).
Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian
berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya,
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penyelidik adalah benar
dan dapat dipercaya,
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh penyelidik.
Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan
unfavorable (negatif). Skala ini disusun berdasarkan skala tipe Likert dengan
memberikan 4 alternatif jawaban yaitu: STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak
Sesuai), S (sesuai), dan SS (Sangat Sesuai). Untuk butir pernyataan favorable,
jawaban ”sangat sesuai” akan diberi skor 4, demikian seterusnya sampai dengan
skor 1 untuk jawaban ”sangat tidak sesuai”. Sedangkan untuk butir pernyataan
unfavorable, jawaban ”sangat tidak sesuai” akan diberi skor 4, demikian
Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala Resilience yang
[image:42.595.142.492.199.340.2]digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1
Cara penilaian skala Resilience Bentuk
pernyataan
Skor
1 2 3 4
Favorable STS TS S SS
Unfavorable SS S TS STS
Skor total merupakan petunjuk tinggi rendahnya resilience pada
remaja korban bencana. Semakin tinggi skor yang dicapai maka semakin baik
resilience pada remaja korban bencana. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah
skor yang dicapai maka semakin buruk resilience pada remaja korban bencana.
Pengklasifikasian tinggi rendahnya resilience pada subjek penelitian ini dilakukan
dengan mencari mean dan standar deviasi dengan metode SPSS 12.0 for windows
dan kemudian membuat rentang sebanyak tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang,
rendah berdasarkan rumus :
Kategori
Tinggi : (µ + 1,0σ ) < X
Sedang : ( µ - 1,0σ ) < X < ( µ + 1,0σ )
Aspek-aspek yang diukur adalah komponen resilience yang disusun
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Shatte dan Reivich (2002). Distribusi
[image:43.595.188.469.283.681.2]aitem-aitem pada skala resilience pada tabel 2 :
Tabel 2
Blue Print : Distribusi item-item Resilience Sebelum Uji Coba
NO KOMPONEN
JUMLAH
Total
1 Emotional Regulation
F 6 1,2,.3,7,8,9
UF 3 4,5,6
2 Impulse Control F 3 10,12,14
UF 3 11,13,15
3 Optimism F 5 16,17,18,19,20
UF 4 21,22,23,24 4 Causal Analysis F 3 25,27,29
UF 3 26,28,30
5 Empati U 5 31,32,33,36,37
UF 5 34,35,38,39,40
6 Self Efficacy U 5 41,43,45,47,49
UF 4 51,53,55,57
7 Reach Out F 5 42,44,46,48,50
UF 5 52,54,56,58,59
III.E. Validitas, Uji Daya Beda Item dan Reliabilitas III.E.1. Validitas Alat Ukur
Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah
sejauhmana ketetapan (mampu mengukur apa yang hendak diukur) dan
kecermatan (mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan sekecil-kecilnya
antara subyek yang satu dengan yang lain) alat ukur dalam melakukan fungsi
ukur.
Dalam penelitian ini alat ukur akan diuji validitasnya berdasarkan validitas
isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional
judgment. Validitas isi adalah sejauhmana item-item dalam tes mencakup
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak di ukur. Validitas isi terdiri dari
validitas muka (face validity) dan validitas logik (logical validity). Pada penelitian
ini peneliti menggunakan validitas muka dan validitas logik.
III.E.2. Uji Daya Beda Item
Uji Daya Beda Item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak
memiliki atribut yang di ukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item ini
adalah dengan memilih item yang fungsi ukur tes, atau dengan kata lain, memilih
item yang mengukur hal yang sama dengan yang di ukur oleh tes secara
keseluruhan (Azwar, 2000).
Pengujian seleksi item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi
Koefisien validitas diperoleh melalui komputasi statistika. Komputasi ini akan
menghasilkan koefisien aitem-total (rix) yang dikenal dengan parameter daya beda
aitem .
Formula yang digunakan untuk mencari parameter daya beda aitem ini
adalah teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS
versi 12.0 for windows dengan tingkat signifikansi 5% (p <0,05).
III.E.3. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat
ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang
berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien
reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam
menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya
mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung
makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal
yang mana prosedurnya adalah sekelompok individu sebagai subjek hanya
dikenakan satu kali tes saja. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan
berefisien tinggi (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien
Alpha Cronbach untuk memperoleh nilai reliabitas untuk masing-masing
dimensi.Untuk menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS
III.E.4. Hasil Uji Coba
Uji coba skala resilience dilakukan terhadap 42 orang remaj berusia 10-17
tahun yang tinggal di Rumah Anak Madani. Daya diskriminasi aitem dilihat
dengan melakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi program SPSS
versi 12.0 for windows, kemudian nilai correcteditem total correlation yang
diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval
kepercayaan 95% yang memiliki harga kritik 0,275. Menurut azwar (2000), semua
aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap
memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix kurang dari 0,30 dapat di
interpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi yang rendah.
Azwar (2000) menyebutkan apabila jumlah aitem yang lolos ternyata tidak
mencukupi jumlah yang diinginkan maka peneliti dapat mempertimbangkan untuk
menurunkan sedikit batas kriteria. Pada penelitian ini, peneliti menentukan batas
kritis yaitu 0,275. Jumlah aitem yang diujicobakan adalah 59 aitem, dari 59 aitem
diperoleh 29 aitem yang sahih dan 30 aitem yang gugur. Aitem yang diambil
memiliki kisaran koefisien korelasi rxx = 0,276 sampai dengan rxx = 0,606 dan
reliabilitas alpha sebesar 0, 886. Distribusi aitem yang sahih dari skala resilience
Tabel 3
Distribusi Aitem-aitem Skala Resilience sesudah Uji Coba
NO KOMPONEN
JUMLAH
Total
1 Emotional Regulation
F 2 1,3
UF - -
2 Impulse Control F 3 10,12,14
UF 1 15
3 Optimism F 4 16,17,19,20
UF 3 21,22,24
4 Causal Analysis F 2 27,29
UF - -
5 Empati U 1 36
UF 3 34,38,40
6 Self Efficacy U 2 43,49
UF 3 51,53,57
7 Reach Out F 2 42,46
UF 3 52,56,58
TOTAL 29
III.F. Prosedur Penelitian III.F.1. Tahap Persiapan 1. Pembuatan alat ukur
Alat ukur terdiri dari skala resilience yang disusun berdasarkan
kemampuan-kemampuan dasar pembentuk resilience yang dikemukakan oleh Shatte dan
dalam bentuk kertas ukuran folio yang terdiri dari tujuh halaman yang berisi
petunjuk pengisian, pernyataan dan kolom untuk menjawab, sehingga
memudahkan subjek penelitian untuk memberikan jawaban.
III.F.2. Pelaksanaan Penelitian
Uji coba pertama dilakukan pada tanggal 28 September 2007. Namun,
karena hasil pada uji coba pertama yang dilakukan tidak sesuai dengan yang
diharapkan karena ada kemampuan yang hanya diwakili oleh satu aitem, maka
dilakukan uji coba kedua dengan memperbaiki aitem-aitem yang reliabilitasnya
sangat rendah.
Uji coba kedua dilakukan terhadap 59 remaja korban bencana yang tinggal
di Rumah Anak Madani. Uji coba skala penelitian dilakukan pada tanggal 11-13
November 2007.
Menurut data yang diperoleh peneliti, jumlah remaja korban bencana yang
tinggal di Rumah Anak Madani adalah sebanyak 80 orang. Namun, saat penelitian
dilakukan yaitu pada tanggal 11-13 November, hanya 59 remaja yang dijadikan
subjek penelitian sedangkan sisanya tidak lagi berada di Rumah Anak Madani.
Pada pelaksanaannya, hanya 42 skala yang dijadikan data penelitian.
Sedangkan skala sisanya, yaitu sebanyak 17 skala tidak bisa dijadikan data
penelitian dikarenakan skala yang tidak dikembalikan pada peneliti, skala yang
tidak diisi dengan lengkap dan ada subjek yang mengisi skala dengan tidak
sungguh-sungguh sehingga mengganggu reliabilitas dari skala yang diujicobakan.
dikenai uji coba tersebut juga dijadikan sebagai subjek penelitian (uji coba
terpakai)
III.F. Metode Analisa Data
Azwar (2000), menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga
semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
Data yang diperoleh dari alat ukur akan diolah dengan metode statistik.
Alasan yang mendasari digunakannya analisis statistik adalah karena statistik
dapat menunjukkan kesimpulan atau generalisasi penelitian. Pertimbangan lain
adalah : (a) statistik bekerja dengan angka; (b) statistik bersifat objektif; dan (c)
statistik bersifat universal (Hadi, 2000).
Untuk mendapatkan gambaran skor resilience digunakan statistik deskriptif.
Data yang akan diolah, yaitu skor minimum, skor maksimum, mean dan standar
deviasi, dan uji-t. Azwar (2000), menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam
penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah secara tidak terlalu
BAB IV
ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
Bab ini akan menguraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian
yang berkaitan dengan analisis data penelitian dan sesuai dengan permasalahan
yang ingin dilihat dari penelitian ini maupun analisa tambahan terhadap data yang
ada.
IV.A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek penelitian berjumlah 42 orang yang keseluruhannya adalah remaja
korban bencana gempa dan tsunami yang tinggal di Rumah Anak Madani. Skala
yang diberikan kepada subjek, diperoleh gambaran mengenai jenis kelamin, usia,
lama tinggal di Rumah Anak Madani dan periode waktu pasca bencana.
IV.A.1. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua
yaitu laki-laki dan perempuan. Penyebaran subjek terlihat pada Grafik 1 di bawah
Grafik 1
Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
15
27
0 5 10 15 20 25 30
jumlah
Perempuan Laki-laki
JENIS KELAMIN
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian yang
berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 27 orang (64,3%) dan perempuan
sebanyak 15 orang (35,7%)
IV.A.2. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia
Berdasarkan usia subjek penelitian, dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu remaja awal (11-15 tahun) dan usia 16-18 tahun (remaja akhir). Penyebaran
subjek terlihat pada Grafik 2 di bawah ini :
[image:51.595.125.303.614.733.2]Grafik 2
Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
33
9
0 10 20 30 40
Jumlah
Remaja awal Remaja akhir
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa korban bencana yang
termasuk usia 10-14 tahun (remaja awal) adalah sebanyak 33 orang (78,57%) dan
usia 15-18 tahun (remaja akhir) adalah sebanyak 9 orang (21,43%).
IV.A.3. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Anak Madani
Berdasarkan Lama tinggal di Rumah Anak Madani subjek penelitian,
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu < satu tahun, satu tahun dan dua tahun.
Penyebaran subjek terlihat pada Grafik 3 di bawah ini :
Grafik 3
Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Tinggal
21
1
20
0 5 10 15 20 25
jumlah
< 1 thn 1 thn 2 thn LAMA TINGGAL
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian yang
tinggal di Rumah Anak Madani kurang dari satu tahun sebanyak 21 orang (50%),
1 tahun sebanyak 1 orang (2,4%) dan yang telah tinggal selama 2 tahun sebanyak
20 orang ) 47,6%.
IV.A.4. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Periode Pasca Bencana Berdasarkan periode pasca bencana dari mengalami bencana hingga sekarang,
tahun (gempa Muara Sipongi). Penyebaran subjek penelitian terlihat pada tabel 7
[image:53.595.124.332.288.397.2]dibawah ini :
Grafik 4
Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Periode Pasca Bencana
15
27
0 5 10 15 20 25 30
jumlah
1 thn 3 thn
PERIODE PASCA BENCANA
Berdasarkan grafik 4 diatas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian telah
mengalami bencana dua tahun lalu sebanyak 15 orang (35,7%) dan tiga tahun lalu
sebanyak 27 orang (64,3%).
IV.B. Hasil Utama Penelitian
Hasil penelitian ini terdiri dari gambaran umum resilience pada remaja
korban bencana. Gambaran diperoleh secara umum untuk setiap faktor
kemampuan resilience yang terdiri dari skor minimum, skor maksimum, mean
IV.B.1. Gambaran Umum Resilience Remaja Korban Bencana Di Rumah Anak Madani
Analisa gambaran resilience remaja korban bencana secara keseluruhan dapat
dilihat dari perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik. Berikut ini
merupakan tabel yang memuat nilai empirik dan tabel yang memuat nilai hipotetik
pada subjek penelitian.
Tabel 4
Gambaran Mean, Nilai Minimum, Nilai Maksimum Resilience
RESILIENCE
EMPIRIK HIPOTETIK
N = 42 N = 42
Min 76 Min 29 Max 111 Max 116
Mean 94,19 Mean 72,5
Standar Deviasi 8,59 Standar Deviasi 14,5
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat hasil perbandingan antara
mean empirik (µ = 94,19) dan mean hipotetik (µ = 72,5 ). Hal ini menunjukkan
bahwa mean empirk lebih tinggi daripada mean hipotetik. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa resilience pada remaja korban bencana dalam penelitian ini
secara keseluruhan adalah tinggi..
Remaja korban bencana dalam penelitian ini akan dikelompokkan ke
dalam masing-masing kategori berdasarkan skor yang diperoleh oleh remaja pada
itu peneliti boleh menetapkan secara subjektif luasnya interval yang mencakup
setiap kategori yang diinginkan selama penetapan itu berada dalam batas
kewajaran yang diterima akal.
Untuk mengelompokkan subjek ke dalam masing-masing kelompok, maka
dibuat kategorisasi nilai berdasarkan norma pada tabel yang selanjutnya
menghasilkan pengkategorisasian nilai resilience pada remaja korban bencana
Tabel 5
Kategorisasi Norma Resilience pada Remaja Korban Bencana
Variabel Rentang Nilai Kategorisasi
Resilience
(µ + 1,0σ ) < X Tinggi ( µ - 1,0σ ) < X < ( µ + 1,0σ ) Sedang
X < ( µ - 1,0σ ) Rendah Keterangan :
X = skor subjek
σ = standar deviasi skor
µ = mean empiric
Tabel 6
Gambaran Kategorisasi Skor Resilience
Resilience
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan diperoleh gambaran umum
resilience pada remaja korban bencana dengan persentase dan frekuensi sebagai
berikut:
Grafik 5
Gambaran Kategori Resilience
7
30
5 0
5 10 15 20 25 30
jumlah
Tinggi Sedang Rendah
frekuensi
Resilience
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui subjek penelitian yang memiliki kategori resilience tinggi sebanyak 7 orang (16,67), kategori resilience sedang sebanyak 30 orang (71,42%) sedangkan kategori resilience rendah sebanyak 5 orang ( 11,91%).
IV.B.2. Gambaran Umum Klasifikasi Resilience pada remaja korban bencana di Rumah Anak Madani
G