HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH
PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL
PADA USIA MUDA
Oleh:
LINA MUMTAZAH BINTI MAKMOR 070100425
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH
PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL
PADA USIA MUDA
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
LINA MUMTAZAH BINTI MAKMOR 070100425
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Perubahan Kadar Glukosa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda
Nama: Lina Mumtazah Binti Makmor NIM: 070100425
Pembimbing Penguji
……… ………...
(Dr. Yahwardiah Siregar, dr. PhD) (dr. Almaycano Ginting, M.Kes)
………. (dr. Sri Sofyani, Sp. A (K))
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
... (Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH)
ABSTRAK
Kadar glukosa darah dapat dipengaruh oleh beberapa perkara seperti aktivitas atau olah raga, pengambilan makanan atau diet dan juga stres. Selain itu dari segi hormonal pula turut mempengaruhi kadar glukosa dalam darah yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kedua-dua hormon ini merupakan hormon terpenting dalam siklus menstruasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada usia muda.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan studi cross sectional, di mana dilakukan pengumpulan data pada 30 orang responden berdasarkan pengukuran variabel independen yaitu menentukan responden berada pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada siklus menstruasi. Pengukuran variabel dependen dilakukan dengan mengambil darah tepi pada ujung jari responden menngunakan hemolet untuk menetukan kadar glukosa darah melalui bacaan pada glukometer.
Dari penelitian ini, didapatkan pada fase pasca ovulatori, rata-rata kadar glukosa darah yang didapatkan adalah 107.67 mg/dl dan pada fase menstrual pula adalah 110.33 mg/dl. Hasil uji T dependen terhadap hubungan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual menunjukkan nilai p > 0.05 yaitu 0.358.
Kesimpulannya, rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah lebih rendah dari fase menstruasi walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan itu, hipotesis adalah ditolak karena tiada hubungan antara kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dengan kadar glukosa darah pada fase menstrual dengan nilai p >0.05.
.
ABSTRACT
Blood glucose level will be affected by exercises, diet and stress. Besides, blood glucose level can also be affected by hormonal function, which are estrogen and progesterone. Both of these hormones have the most significant role in menstruation cycle.
The objective of this study is to determine the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults.
This research is an analytical descriptive research by using cross sectional study. The data are collected from 30 respondents based on the measurement of independent variables, which the post ovulation and menstrual phases are being recognized. While for dependent variable, peripheral blood samples were collected to obtain the value of blood glucose levels by using glucometer.
From this study, during the post ovulation phase, the mean of blood glucose level obtained was 107.67 mg/dl while for the menstrual phase was 110.33 mg/dl. The result of T dependent test about the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase showed the value of p > 0.05 which is 0.358.
As a conclusion, the mean of blood glucose level during post ovulation phase is lower than menstrual phase even though statistically, there is no big differences. Hence, the hypothesis is rejected because there is no relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults with the p value is lower than 0.05.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terhadap Allah SWT, yang tidak henti-hentinya memberikan
kurnia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan hasil karya tulis ilmiah yang
berjudul Hubungan Perubahan Kadar Glukosa Darah pada Fase Pasca Ovulatori dan
Fase Menstrual pada usia muda.
Sekalung penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen
pembimbing penulis yaitu dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D. yang telah bersedia
meluangkan waktunya, memberi semangat, motivasi dan bimbingan kepada penulis
selama proses bimbingan hasil karya tulis ilmiah dijalankan. Ucapan terima kasih
juga ditujukan untuk dosen-dosen yang mengajar Ilmu Kesehatan Kedokteran yang
banyak member tunjuk ajar dan membimbing dalam mengerjakan hasil karya tulis
ilmiah ini.
Terima kasih yang tidak terhingga diucapkan kepada kedua orang tua tercinta
yaitu En. Makmor bin Tolot dan Pn. Norfaizah binti Suradi yang sentiasa memberi
kasih sayang, semangat, sokongan dan doa yang tiada hentinya.
Tidak dilupakan, terima kasih kepada teman-teman sekelompok yaitu
Madinah Zainal Mustpha, Muhammad Faiz bin Zulkifli, Muhammad Hafiz bin
Suhaimi dan Mohd Ilham bin Abd Karim yang turut membantu memberikan ide dan
semangat kepada penulis. Terima kasih juga kepada semua yang telah membantu
penulis secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu saran dan kritik amatlah diharapkan. Semoga dengan adanya
proposal ini dapat memberi manfaat kepada semua dan penulis sendiri.
Kepala Batas, 20 Nopember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ……… i
ABSTRAK ……… ii
2.1. Katabolisme Glukosa ………... 5
2.1.1. Glikolisis ………... 5
2.1.2. Pembentukan Asetil Koenzim A ………... 6
2.1.3. Siklus Kreb ……….…... 7
2.1.4. Rantai Transpor Elektron ……….. 8
2.2. Metabolisme dan Regulasi Glukosa ……….... 8
2.2.1. Mekanisme Sekresi Glukagon ………... 9
2.2.2. Mekanisme Sekresi Insulin ……….…... 9
2.3. Menstruasi ………... 11
2.3.1. Regulasi Hormonal pada Siklus Reproduktif Wanita ………... 12
2.3.2. Siklus Menstruasi ………... 13
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi ………... 16
2.3.4. Peran Pheromones ………. 18
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL …... 21
3.1. Kerangka Teori Penelitian ………... 21
3.2. Definisi Operasional ……….… 22
3.3. Hipotesis ………... 23
BAB 4 METODE PENELITIAN ……… 22
4.1. Rancangan Penelitian ………... 24
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 24
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………... 24
4.4. Metode Pengumpulan Data ……….… 25
4.5. Metode Analisis Data ………... 27
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28
5.1. Hasil Penelitian………. 28
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 28
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden……… 28
5.1.3. Distribusi Mahasiswi yang Memiliki Siklus Haid Reguler……… 29
5.1.4. Kadar Glukosa Darah Mengikut Fase pada Siklus Menstruasi……….. 30
5.1.5. Hasil Analisis Statistik ……….….. 32
5.2. Pembahasan……….….. 33
5.2.1. Siklus Haid pada Mahasiswi ……….. 33
5.2.2. Kadar Glukosa Darah Puasa pada Mahasiswi ……… 34
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Kadar Glukosa Darah Puasa 11
5.1 Distribusi Siklus Haid Mahasiswi 29
5.2 Presentase Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa
pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual 30
5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase
Siklus Menstruasi 32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Skema Proses Glikolisis ……….. 6
Gambar 2.2 Skema Proses Pembentukan Asetil Koenzim A ….… 7 Gambar 2.3 Skema Proses Siklus Kreb ……….. 8
Gambar 2.4 Skema Perubahan Hormonal pada Siklus Menstruasi ………. … 16
Gambar 2.5 Interaksi antara sistem reproduksi dengan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan locus cerulous-norepinephrine system (LC/NE) ... 18
Gambar 4.1 Set Glukometer ……….... 26
Gambar 4.2 Cara kerja menggunakan glukometer ……….. 26
Gambar 5.1 Distribusi Siklus Haid Mahasiswi ………... 29
Gambar 5.2 Presentase Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca Ovulatori ……… 31
Gambar 5.3 Presentase Kadar Glukosa Darah Puaa pada Fase Menstrual ……….…. 31
Gambar 5.4 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual …………... 32
DAFTAR SINGKATAN
[E] Estradiol
ACMS Allianze College of Medical Sciences ACTH Adenocorticotropic Hormone
ADA American Diabetes Association ATP Adenosine Triphosphate
AVP Arginine-vasopressin
CRH Corticotropin-releasing Hormone
E2 Estrogen
ER Estrogen Receptor
FAD+ Flavin Adenine Dinucleotide FSH Follicle-stimulating Hormone
GIP Glucose-dependent Insulinotropic Peptide
GnRH Gonadotropin-releasing Hormone GTP Guanosin Triphosphate
hCG Human Chorionic Gonadotropin HPA Hipotalamus-Pituitari-Adrenal
LC/NE Locus Cerulous-Norepinephrine
LH Luteinizing Hormone
NAD+ Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NE Norepinephrine
PCOS Polycystic Ovary Syndrome POMC Proopiomelanocortin
SPSS Statistical Package for the Social Sciences UKM Universiti Kebangsaan Malaysia
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup ……….… 43
Lampiran 2 Surat Persetujuan Penelitian ………. 44
Lampiran 3 Informed Consent ……….. 45
Lampiran 4 Ethical Clearance …..……….... 46
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dan Pengumpulan Data …………..….. 47
Lampiran 6 Hasil SPSS ……… 48
ABSTRAK
Kadar glukosa darah dapat dipengaruh oleh beberapa perkara seperti aktivitas atau olah raga, pengambilan makanan atau diet dan juga stres. Selain itu dari segi hormonal pula turut mempengaruhi kadar glukosa dalam darah yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kedua-dua hormon ini merupakan hormon terpenting dalam siklus menstruasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada usia muda.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan studi cross sectional, di mana dilakukan pengumpulan data pada 30 orang responden berdasarkan pengukuran variabel independen yaitu menentukan responden berada pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada siklus menstruasi. Pengukuran variabel dependen dilakukan dengan mengambil darah tepi pada ujung jari responden menngunakan hemolet untuk menetukan kadar glukosa darah melalui bacaan pada glukometer.
Dari penelitian ini, didapatkan pada fase pasca ovulatori, rata-rata kadar glukosa darah yang didapatkan adalah 107.67 mg/dl dan pada fase menstrual pula adalah 110.33 mg/dl. Hasil uji T dependen terhadap hubungan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual menunjukkan nilai p > 0.05 yaitu 0.358.
Kesimpulannya, rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah lebih rendah dari fase menstruasi walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan itu, hipotesis adalah ditolak karena tiada hubungan antara kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dengan kadar glukosa darah pada fase menstrual dengan nilai p >0.05.
.
ABSTRACT
Blood glucose level will be affected by exercises, diet and stress. Besides, blood glucose level can also be affected by hormonal function, which are estrogen and progesterone. Both of these hormones have the most significant role in menstruation cycle.
The objective of this study is to determine the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults.
This research is an analytical descriptive research by using cross sectional study. The data are collected from 30 respondents based on the measurement of independent variables, which the post ovulation and menstrual phases are being recognized. While for dependent variable, peripheral blood samples were collected to obtain the value of blood glucose levels by using glucometer.
From this study, during the post ovulation phase, the mean of blood glucose level obtained was 107.67 mg/dl while for the menstrual phase was 110.33 mg/dl. The result of T dependent test about the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase showed the value of p > 0.05 which is 0.358.
As a conclusion, the mean of blood glucose level during post ovulation phase is lower than menstrual phase even though statistically, there is no big differences. Hence, the hypothesis is rejected because there is no relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults with the p value is lower than 0.05.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Tubuh manusia mengandungi glukosa darah, atau yang biasa disebut adalah gula
darah. Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan
yang dikonsumsi. Glukosa dibawa keseluruh tubuh melalui pembuluh darah untuk
menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh (American Diabetes Association,
2010). Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandungi karbohidrat yang terdiri
dari monosakarida, disakarida dan juga polisakarida. Karbohidrat akan dikonversikan
menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna untuk pembentukan energi
dalam tubuh. Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus kemudian akan dibawa
oleh aliran darah dan didistribusikan ke seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan
dalam tubuh dapat berupa glikogen yang disimpan di dalam otot dan hati. Selain itu,
glukosa juga disimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood
glucose). Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses
metabolisme dan juga merupakan sumber energi utama bagi otak (Irawan, 2007).
Untuk mengetahui kadar glukosa darah, terdapat berbagai jenis tes yang dapat
menentukannya. Antara lain adalah tes gula darah puasa, tes gula darah dua jam
selepas makan (postprandial), tes gula darah sesewaktu dan tes toleransi glukosa.
Setiap tes ini mempunyai fungsi dan tujuan tersendiri. Tes gula darah puasa
dilakukan dengan mengambil sampel darah sekurang-kurangnya delapan jam setelah
makan, yaitu dalam keadaan perut kosong kecuali meminum air putih. Untuk tes gula
darah dua jam selepas makan, darah diambil selepas dua jam mengkonsumsi
makanan seperti sarapan atau makan tengah hari. Darah diambil kapan saja untuk
melakukan tes gula darah sesewaktu di mana tidak melihat waktu makan. Tes
toleransi glukosa pula dimulai dengan tes gula darah puasa, kemudian diberikan
diambil (Yayasan Spiritia, 2010). Dalam penelitian ini akan dilakukan tes gula darah
puasa di mana kadar glukosa darah tidak dipengaruh oleh makanan yang dikonsumsi.
Kadar glukosa darah dapat dipengaruh oleh beberapa perkara seperti aktivitas
atau olah raga, pengambilan makanan atau diet dan juga stres. Dari beberapa jurnal
dan artikel mengatakan bahwa beberapa hormon turut mempengaruhi kadar glukosa
dalam darah yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kedua-dua hormon ini terlibat
dengan jelas pada wanita karena adanya siklus menstruasi (Trout and Scheiner,
2008).
Menstruasi atau haid merupakan perubaha
terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh
dalam hal
yang keluar sebenarnya merupakan darah akibat peluruhan dinding rahim
(endometrium). Darah menstruasi tersebut mengalir dari rahim menuju ke leher
rahim, untuk kemudian keluar melalui vagina yang berlaku setiap bulan pada selang
masa tertentu. Ini juga dikenal sebagai siklus menstruasi. Perdarahan yang berlaku
saat menstruasi adalah sekitar 3-7 hari (Biohealth Indonesia, 2007).
Siklus reproduksi wanita melibatkan berbagai organ, yaitu uterus, ovarium,
vagina, dan payudara yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya
sinkronisasi. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaturan, koordinasi dari hormon.
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung
dialirkan dalam cairan interstitial kemudian ke peredaran darah dan mempengaruhi
organ tertentu yang disebut organ target. Hormon-hormon yang berhubungan dengan
siklus menstruasi ialah gonadotropin-releasing hormone (GnRH), follicle-stimulating
Dari PLoS one Journal, penelitian yang telah dipublikasi pada tahun 2008
mengatakan adanya reseptor estrogen pada sel β pankreas dan akan menyebabkan
pelepasan insulin yang merupakan hormon terpenting dalam homeostasis glukosa
dalam darah. Selain itu, progesteron juga dikatakan memiliki sifat anti-insulin dan
akan menjadikan sel-sel lebih rentan terhadap insulin menyebabkan terjadinya
resistansi insulin dalam tubuh (Jovanovic, 2004). Kedua-dua hormon ini mempunyai
efek antagonis terhadap kadar glukosa darah.
Dalam penelitian yang telah dilaksanakan, kadar glukosa darah diukur saat
terjadinya perbedaan hormon estrogen dan progesteron pada siklus menstruasi.
Menurut Tortora and Derrickson, 2009, menstruasi dapat dibagi menjadi empat fase
yaitu fase menstrual (hari pertama hingga ke-5), fase preovulatori (hari ke-6 hingga
ke-13), ovulasi (hari ke-14) dan fase pasca ovulatori (hari ke-15 hingga ke-28).
Penelitian ini akan melihat perbedaan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori
dan juga fase menstrual.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang telah diteliti adalah: Apakah terdapat hubungan perubahan kadar
glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada usia muda.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan perubahan kadar
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengukur kadar glukosa darah pada sampel penelitian sebelum dan
pada saat menstruasi yaitu pada fase pasca ovulatori dan fase
menstrual.
2. Menilai gambaran fase siklus menstruasi pada sampel penelitian.
3. Menggambarkan hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase
pasca ovulatori dan fase menstrual.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Sebagai bahan informasi untuk wanita usia muda agar dapat mengetahui
kadar glukosa darah sebelum dan saat menstruasi.
2. Dapat digunakan sebagai informasi tambahan kepada ahli kesehatan
dalam menentukan diet pada wanita terutama sebelum dan saat
menstruasi.
3. Selain itu, data dan informasi ini diharapkan dapat membantu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katabolisme Glukosa
Glukosa dalam tubuh akan mengalami oksidasi untuk menghasilkan ATP.
Pengolahan glukosa menjadi ATP berlangsung didalam sel melalui respirasi selular
yang melibatkan 4 jenis reaksi yaitu glikolisis, pembentukan asetil koenzim A, siklus
Kreb dan rantai transport elektron (Tortora and Derrickson, 2009).
2.1.1. Glikolisis
Proses glikolisis terjadi pada semua organisme. Proses ini berfungsi untuk
menukarkan glukosa menjadi piruvat dan akan menghasilkan ATP tanpa
menggunakan oksigen. Glikolisis dimulai dengan satu molekul glukosa yang
memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C6H12O6) dan akan dipecahkan menjadi
dua molekul piruvat yang masing-masing memiliki 3 atom karbon (C3H3O3) yang
merupakan hasil akhir bagi proses ini (Irawan, 2007). Sepanjang proses glikolisis
ini akan terbentuk beberapa senyawa, seperti Glukosa 6-fosfat, Fruktosa 6-fosfat,
Fruktosa 1,6-bisfosfat, Dihidroksi aseton fosfat, Gliseraldehid 3-fosfat,
1,3-Bisfosfogliserat, 3-Fosfogliserat, 2-Fosfogliserat, Fosfoenol piruvat dan piruvat.
Selain itu, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP dan NADH
(di mana 1 NADH menghasilkan 3 ATP). Sejumlah 4 molekul ATP dan 2
molekul NADH (6 molekul ATP) akan dihasilkan dan pada tahap awal proses ini
memerlukan 2 molekul ATP. Sebagai hasil akhir, 8 molekul ATP akan terbentuk
Gambar 2.1 Skema Proses Glikolisis
2.1.2. Pembentukan Asetil Koenzim A
Sebelum memasuki siklus Kreb, piruvat yang terhasil dari proses glikolisis
harus dioksidasikan terlebih dahulu di dalam mitokondria menjadi asetil koenzim
A dan karbon dioksida. Setelah piruvat memasuki mitokondria, enzim piruvat
dehidrogenase akan menukarkan piruvat kepada acetyl group dengan melepaskan
karbon dioksida. Semasa proses ini juga, terjadi reduksi pada NAD+ menjadi
NADH dengan mengambil H+ yang dilepaskan oleh piruvat. Acetyl group akan
berikatan dengan koenzim A, maka terhasil asetil koenzim A (asetil-KoA)
Gambar 2.2 Skema Proses Pembentukan Asetil Koenzim A
2.1.3. Siklus Kreb
Dalam proses metabolisme energi dari glukosa, siklus Kreb merupakan
tahapan yang terakhir. Proses ini berlaku di dalam mitokondria dan berlangsung
secara aerobik. Molekul asetil-KoA yang merupakan produk akhir dari proses
konversi piruvat kemudian akan masuk ke dalam siklus Kreb. Perubahan yang
terjadi dalam siklus ini adalah mengubah 2 atom karbon yang terikat didalam
molekul asetil-KoA menjadi 2 molekul karbon dioksida (CO2), membebaskan
koenzim A serta memindahkan energi dari siklus ini ke dalam senyawa NADH,
FADH2 dan GTP. Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, molekul NADH
dan FADH2 yang dihasilkan dalam siklus ini akan diproses kembali secara
aerobik di dalam membran sel mitokondria melalui proses Rantai Transpor
Gambar 2.3 Skema Proses Siklus Kreb
2.1.4. Rantai Transpor Elektron
Proses ini juga dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif. Di dalam proses
ini, NADH dan FADH2 yang mengandung elektron akan melepaskan elektron
tersebut ke dalam akseptor utama yaitu oksigen. Pada akhir dari proses ini, akan
terhasil 3 molekul ATP dari 1 molekul NADH dan 2 molekul ATP dihasilkan dari
1 molekul FADH2 (Irawan, 2007).
2.2. Metabolisme dan Regulasi Glukosa
Kadar glukosa di dalam sirkulasi diperoleh dari tiga sumber yaitu absorpsi di
intestinal semasa mengkonsumsi makanan, glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Glikogenolisis dan glukoneogenesis dikontrol oleh hormon yang dihasilkan oleh sel α pankreas yaitu glukagon (Ganong, 2005). Dalam tubuh manusia, terdapat hormon
growth hormone. Hormon regulator ini berperan untuk menstabilkan kadar glukosa di
dalam sirkulasi (Aronoff et al., 2004).
2.2.1. Mekanisme Sekresi Glukagon
Sel α pankreas mensekresi glukagon yang merupakan hormon katabolik. Penemuan pertama oleh Roger Unger pada sekitar tahun 1950 menyatakan
bahawa glukagon memiliki peran yang berlawanan dengan insulin. Glukagon
berperan besar dalam mempertahankan kadar glukosa darah saat berpuasa
ataupun tidak mengkonsumsi makanan dengan cara menstimulasi produksi
glukosa dari hati melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukosa
yang dihasilkan dari hati akan mempertahankan konsentrasi basal glukosa dalam
rentang normal saat berpuasa. Apabila glukosa darah menurun di bawah rentang
normal, ini akan memicu sekresi glukagon dan selanjutnya produksi glukosa dari
hati akan menstabilkan kembali kadar glukosa darah. Hal ini tidak akan terjadi
sekiranya glukosa darah adalah normal karena sekresi glukagon telah pun
dihambat oleh efek dari insulin (Aronoff et al., 2004).
Sekresi glukagon juga distimulasi oleh peningkatan aktivitas parasimpatetik
dari sistem saraf autonom yang terjadi saat bersenam atau berolahraga. Selain itu,
peningkatan asam amino sekiranya kadar glukosa darah menurun di mana timbul
selepas mengkonsumsi makanan tinggi protein juga bisa memicu sekresi
glukagon (Tortora and Derrickson, 2009).
2.2.2. Mekanisme Sekresi Insulin
Insulin disekresi oleh sel β pankreas dan ini merupakan proses yang kompleks dimana melibatkan integrasi dan interaksi dari stimulus internal dan
eksternal. Insulin bekerja untuk mengawal kadar glukosa postprandial dengan tiga
cara. Pertama, insulin memberi sinyal pada sel-sel di jaringan perifer yang sensitif
ketiga, sekresi glukagon oleh sel α pankreas akan terus diinhibisi seterusnya memberi sinyal pada hati untuk menghentikan proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Ketiga-tiga cara ini akan menurunkan kadar glukosa darah.
Selain itu, insulin juga berperan dalam menstimulasi sintesis lemak, memicu
penyimpanan trigliserida di dalam jaringan lemak, memicu sintesis protein di
dalam hati dan otot, serta membantu proses proliferasi jaringan yang sedang
berkembang (Aronoff et al., 2004).
Tindak balas sel β pankreas terhadap perubahan ambang glukosa merupakan stimulus primer untuk sekresi insulin. Glukosa memicu dua bentuk
fase pelepasan insulin. Fase pertama bagi pelepasan insulin timbul beberapa menit
selepas terpaparnya kepada elevasi kadar glukosa. Ini diikuti dengan
penyambungan fase kedua yaitu peningkatan pelepasan insulin untuk respon
terhadap kadar glukosa darah (Rajan, 2002). Pelepasan insulin jangka panjang
akan berlaku sekiranya konsentrasi glukosa darah tetap tinggi.
Seperti yang sudah didiskusikan di atas, glukosa merupakan stimulus
terpenting bagi insulin. Namun, terdapat beberapa faktor lain yang bisa
menstimuluskan sekresi insulin. Stimulus tambahan tersebut adalah asetilkolin,
merupakan neurotransmitter dari parasimpatetik fiber nervus vagus yang
menginervasi pancreatic islets. Selain itu, peningkatan konsentrasi asam amino
terutama arginine dan leucine selepas mengkonsumsi makanan yang tinggi
protein juga dapat menstimulasi pelepasan insulin. Faktor ketiga adalah
glucose-dependent insulinotropic peptide (GIP), yaitu hormon yang dilepaskan oleh sel
enteroendokrin pada usus halus hasil respon terhadap adanya glukosa pada traktus
gastrointestinal (Tortora and Derrickson, 2009).
Sebuah penelitian menemukan adanya reseptor estrogen, ERα dan ERβ pada sel β pankreas dimana ia akan meningkatkan pelepasan insulin (Magdalena
et al., 2008), karenanya insulin akan dipengaruhi juga oleh perubahan hormon
Menurut American Diabetes Association (ADA), kadar gula darah puasa
normal adalah antara 70-99 mg/dL (3,9-5,5 mmol/L). Manakala apabila kadar
glukosa darah puasa mencapai 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) menunjukkan
tanda pre-diabetes (impaired fasting glucose). Diabetes dapat ditegakkan apabila
kadar gula darah puasa melebihi 126 mg/dL (7,0 mmol/L) pada lebih dari satu
kali pemeriksaan.
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Puasa (Fasting Blood Glucose)
KADAR GLUKOSA INDIKASI
70 – 99 mg/dL (3,9 – 5,5 mmol/L) Normal
100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) Pre-diabetes
(Impaired Fasting Glucose)
126 mg/dL (7,0 mmol/L) dan ke atas Diabetes
(American Diabetes Association)
2.3. MENSTRUASI
Pada setiap wanita, siklus menstruasi adalah berbeda-beda yaitu sekitar 25
hingga 35 hari. Namun, terdapat beberapa wanita yang tidak memiliki siklus haid
teratur dan hal ini bisa terjadi karena adanya masalah kesuburan. Siklus menstruasi
bisa dihitung dari hari perdarahan bermula yang disebut sebagai hari pertama hingga
satu hari sebelum perdarahan menstruasi pada bulan berikunya yang disebut dengan
hari terakhir (Biohealth Indonesia, 2007).
Pada awal masa pubertas, kadar hormone luteinizing hormone (LH) dan
follicle-stimulating hormone (FSH) akan meningkat, sehingga merangsang pembentukan
hormon seksual. Pada remaja putri, peningkatan kadar hormon tersebut menyebabkan
tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut ketiak. Usia pubertas dipengaruhi oleh
faktor kesehatan dan gizi, juga faktor sosial-ekonomi dan keturunan. Menstruasi
merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang perempuan, yang
dimulai dari menarche (menstruasi pertama) sampai terjadinya menopause.
2.3.1. Regulasi Hormonal pada Siklus Reproduktif Wanita
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) disekresi oleh hipotalamus dan
berfungsi mengkontrol siklus ovari dan uterus. GnRH menstimulasi pelepasan
follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari pituitari
anterior. Pertumbuhan folikel diinisiasi oleh FSH manakala perkembangan lanjut
folikel distimulasi oleh LH. Kedua-dua hormone FSH dan LH menstimulasi
folikel ovari untuk mensekresi estrogen. Androgen dihasilkan dari sel theca pada
folikel yang berkembang, distimulasi oleh LH. Di bawah pengaruh FSH,
androgen digunakan oleh sel granulosa pada folikel dan dikonversikan menjadi
estrogen. Dipertengahan siklus, terjadi ovulasi yang dipicu oleh LH dan
seterusnya menyebabkan adanya pembentukan korpus luteum. LH menstimulasi
korpus luteum untuk mensekresi estrogen, progesteron, relaksin dan inhibin
(Tortora and Derrickson, 2009).
Estrogen yang disekresi oleh folikel ovari mempunyai beberapa peran
penting yaitu memicu dan mempertahankan perkembangan struktur reproduktif
wanita, karakteristik seks sekunder dan payudara. Karakteristik seks sekunder
termasuklah distribusi tisu adiposa pada payudara, abdomen, mons pubis dan
pinggul; kenyaringan suara, pelebaran pinggul dan pertumbuhan rambut di kepala
dan tubuh. Estrogen juga meningkatkan anabolisme protein. Selain itu juga,
estrogen dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Ini dapat dilihat pada
wanita yang berusia di bawah 50 tahun adalah kurang berisiko mendapat penyakit
arteri koroner dibandingkan dengan laki-laki yang sama usia. Kadar estrogen
Progesteron disekresi terutama dari sel-sel pada korpus luteum.
Progesteron bersama-sama estrogen membantu dalam persediaan dan pertahanan
endometrium untuk implantasi ovum yang telah disenyawakan. Persediaan
kelenjar mamae untuk mensekresi air susu juga dibantu oleh kedua hormon ini.
Kadar progesteron yang tinggi juga akan menginhibisi sekresi GnRH dan LH.
Korpus luteum menghasilkan relaksin dalam jumlah yang sedikit saat
setiap siklus bulanan. Relaksin akan menginhibisi kontraksi miometrium dan
menghasilkan efek relaksasi pada uterus. Inhibin pula disekresi oleh sel granulosa
dari folikel yang berkembang selepas ovulasi. Inhibin menginhibisi sekresi FSH
dan LH (Tortora and Derrickson, 2009).
2.3.2. Siklus Menstruasi
Menstruasi merupakan hal yang dialami oleh setiap perempuan pada setiap
bulan. Menstruasi merupakan proses dalam tubuh perempuan dimana sel telur
(ovum) yang berjalan dari indung telur menuju rahim, melalui aluran yang diberi
nama tuba fallopi. Pada saat tersebut, jaringan endometrial dalam lapisan
endometrium di dalam rahim menebal sebagai persiapan terjadinya pembuahan
oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, dinding ini akan semakin menebal dan
menyediakan tempat janin tumbuh. Tapi, jika tidak terjadi pembuahan, jaringan
endometrial ini akan luruh dan keluar melalui vagina dalam bentuk cairan
menstruasi. Sedangkan siklus menstruasi sendiri dimulai dari hari pertama
menstruasi hingga satu hari sebelum mentruasi berikutnya. Pada keadaan normal,
siklus menstruasi adalah berbeda bagi setiap wanita yaitu dari 28 hingga 35 hari.
Pada penjelasan dalam Bab ini, kita menggunakan siklus 28 hari. Terdapat empat
fase pada siklus menstruasi yaitu fase menstrual, fase preovulatori, ovulasi dan
fase pasca ovulatori (Tortora, and Derrickson, 2009).
Fase menstrual juga dikenal dengan menstruasi yang berlangsung dari hari
menjadi folikel primer dan seterusnya folikel sekunder. Di uterus pula, terjadi
aliran cairan menstruasi dari rahim menuju ke leher rahim, untuk kemudian keluar
melalui vagina yang mengandung kira-kira 50-150 mL darah, cairan jaringan,
mukus dan sel epitel yang luruh dari endometrium. Luruhnya dinding
endometrium ini karena terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
di mana akan menstimulasi pelepasan prostaglandin yang menyebabkan
konstriksi arteriol spiral. Akibatnya, sel-sel di endometrium akan kekurangan
suplai oksigen dan akhirnya sel-sel tersebut mati dan luruh (Tortora and
Derrickson, 2009).
Pada hari ke-6 hingga ke-13, terjadi fase preovulatori yaitu antara akhirnya
menstruasi dan permulaan fase ovulasi. Di ovarium, beberapa folikel sekunder
akan mensekresi estrogen dan inhibin. Biasanya, hanya satu folikel sekunder yang
akan berkembang menjadi folikel dominan dan yang lainnya mengalami atresia.
Folikel-folikel sekunder yang mengalami atresia terjadi karena penurunan kadar
FSH yang disebabkan oleh estrogen dan inhibin yang disekresi oleh folikel
dominan. Seterusnya, folikel dominen akan berkembang menjadi folikel Graaf
(graafian follicle) yang akan terus berkembang sehingga diameternya mencapai
lebih kurang 20 mm dan tersedia untuk ovulasi. Semasa proses maturasi folikel
ini, estrogen terus menerus dihasilkan. Untuk siklus di ovarium, fase menstruasi
dan fase preovulatori dikenal dengan fase folikular karena terjadi pertumbuhan
dan perkembangan folikel di ovarium. Di uterus pula, estrogen yang meningkat
hasil perkembangan folikel di ovarium tadi akan menstimulasi pembaikan dan
penebalan endometrium. Untuk siklus di uterus, fase preovulatori juga dikenal
sebagai fase proliferatif karena endometrium mengalami proses proliferasi
(Tortora and Derrickson, 2009).
Masa ovulasi terjadi pada hari ke-14. Kadar estrogen yang tinggi
menstimulasi lebih banyak pelepasan GnRH dari hipotalamus dan juga
Seterusnya, LH akan menyebabkan pecahnya folikel Graaf dan pelepasan oosit
sekunder sekitar 9 jam selepas kadar LH mencapai puncaknya (Tortora and
Derrickson, 2009).
Fase terakhir yaitu fase pasca ovulatori adalah antara masa ovulasi dengan
onset bagi siklus menstruasi yang seterusnya. Ini berlangsung dari hari ke-15
hingga ke-28. Di ovarium, di bawah pengaruh LH, folikel yang telah kosong kini
menjadi korpus luteum. LH menstimulasi korpus luteum untuk mensekresi
progesteron, estrogen, relaksin dan inhibin. Untuk siklus di ovarium, fase ini juga
dikenal dengan fase luteal. Sekiranya oosit sekunder yang telah dilepaskan tadi
tidak disenyawakan, korpus luteum akan mengalami degenerasi dan seterusnya
menjadi korpus albicans. Saat ini, terjadilah penurunan kadar progesteron,
estrogen dan inhibin dan menyebabkan peningkatan pelepasan GnRH, FSH dan
LH. Maka bermulalah semula perkembangan folikel dan siklus ovarium yang
baru. Namun, sekiranya oosit sekunder mengalami persenyawaan dan mulai
membelah, korpus luteum tidak mengalami degenerasi dengan adanya hormon
human chorionic gonadotropin (hCG) yang terhasil dari chorion dari embrio.
hCG menstimulasi aktivitas sekretori korpus luteum. Di uterus pula, progesteron
dan estrogen yang dilepaskan oleh korpus luteum akan menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kelenjar endometrium, vaskularisasi di permukaan endometrium
dan penebalan dinding endometrium kira-kira 12 hingga 18 mm. Fase ini juga
dikenal fase sekretorik di uterus karena kelenjar endometrium mulai menseksesi
glikogen. Perubahan ini berlaku seminggu selepas ovulasi di mana kemungkinan
persenyawaan akan terjadi. Sekiranya tiada persenyawaan, kadar progesteron dan
estrogen yang menurun menyebabkan terjadinya menstruasi untuk siklus yang
Gambar 2.4 Skema Perubahan Hormonal pada Siklus Menstruasi
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi
Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan siklus menstruasi pada
wanita usia reproduktif menjadi ireguler termasuk kehamilan, penyakit endokrin
dan juga kondisi medik. Semua faktor ini berhubungan dengan pengaturan fungsi
endokrin hipotalamik-pituitari. Paling sering adalah Polycystic Ovary Syndrome
(PCOS) yang menyebabkan perpanjangan interval antara dua siklus menstruasi
terutama pada pasien dengan gejala peningkatan endrogen (American Academy
of Pediatrics, 2006).
penurunan berat badan yang nyata, aktivitas yang berlebihan, perubahan pada
pemakanan dan waktu tidur, dan tingkat stres yang berlebihan. Gangguan pada
siklus menstruasi juga dapat terjadi pada penyakit kronik seperti Diabetes
Mellitus yang tidak terkontrol, kondisi genetik atau kongenital seperti Turner
Syndrome dan disgenesis gonadal (American Academy of Pediatrics, 2006).
Pada penelitian yang lain pula menyatakan bahawa perubahan siklus
menstruasi berhubungan dengan ketidakseimbangan fisik atau hormonal. Berat
badan yang rendah bisa menyebabkan interval antara dua siklus menstruasi
menjadi lebih lama. Berat badan yang berlebihan pula bisa menyebabkan
perdarahan abnormal. Perubahan yang tiba-tiba pada aktivitas atau berat badan
juga bisa menyebabkan perubahan pada siklus menstruasi yang sementara.
Gangguan emosi atau stress dan keadaan fisik yang tidal sihat secara optimal juga
merupakan penyebab tersering iregularitas siklus menstruasi walaupun perubahan
siklus menstruasi yang dialami bukan saat stres terjadi. Obat-obatan dan
pengubatan alternatif seperti herba-herba juga dapat menyebabkan perubahan
pada interaksi dan transmisi hormon pada tubuh seterusnya akan menganggu
siklus menstruasi (McKinley Health Centre, 2008).
Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa stres sangat berperan dalam
regulasi hormonal di mana akan turut berpengaruh pada menstruasi. Penelitian ini
turut memberi contoh efek dari stres terhadap sistem reproduksi wanita dikenal
sebagai amenorhea yang diinduksi oleh stres atau amenorhe hipotalamus
fungsional. Selain itu, didapatkan prevalensi amenorhea sekunder pada wanita
muda adalah sekitar 2% dan presentase ini meningkat pada stres yang kronik.
Pada stres yang melampau, kemungkinan akan menginhibisi sistem reproduksi
STRESS
Gambar 2.5 Interaksi antara sistem reproduksi dengan aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal dan locus cerulous-norepinephrine system (LC/NE)
2.3.4. Peran Pheromones
Pheromones adalah substansi natural yang diekskresikan oleh tubuh secara
eksternal, seterusnya memberi sinyal melalui udara untuk memicu terjadinya
beberapa respon tubuh. Terdapat empat kelas pheromones yaitu militer marker,
antara ibu dan anak, menstruasi yang simultan dan tarikan seksual pada manusia
(Anthena Institute, 2005).
Dari penelitian McClintock pada tahun 1971 menunjukkan bahwa siklus
McClintock, 1998 pula menyatakan bahwa efek ini disebabkan adanya bau yang
dilepaskan dari region aksila. Menurut Gower dan Ruparelia pada tahun 1993,
sekurang-kurangnya dua odorous steroids yang disekresi dari aksila yaitu 5α -androst-16-en-3-one (5α-androstenone) dan 5α-androst-16-en-3α-ol (3α -androstenol). Scalia dan Winans pada tahun 1976 pula menyatakan bahwa hampir
semua mamalia mempuyai dua sistem olfaktori. Sistem yang utama menerima
input sensori dari mukosa olfaktori dan berhubung dengan system saraf pusat
melalui bulbus olfaktori utama. Sistem kedua adalah system aksesori yang
menerima input dari organ vomeronasal dan berhubung dengan pusat yang lain
pada otak melalui bulbus olfaktori aksesori. Kedua system ini terdapat jalur dari
bulbus olfaktori ke hipotalamus, yang merupakan pusat kawalan untuk
mensekresi luteinizing hormone (LH), seterusya siklus menstruasi (Morofushi et
al., 2000).
2.4. Hubungan Menstruasi dan Kadar Glukosa Darah
Perubahan kadar glukosa darah bisa dilihat terutama pada fase luteal dan fase
sekretorik. Faktor yang menyebabkan peningkatan insulin pada siklus menstruasi
adalah kerja anti-insulin dari progesteron. Pada fase folikuler kadar progesteron
adalah rendah. Korpus luteum yang mensekresi progesteron hanya mencapai jumlah
yang tinggi pada fase luteal yaitu sebelum luruhnya dinding endometrium (Jovanovic,
2004). Peningkatan hormon steroid seks ini akan memberi sinyal timbal balik negatif
pada pituitari anterior dan menyebabkan kadar FSH dan LH menurun, seterusnya
estrogen dan progesteron turut menurun. Apabila terjadi penurunan kedua hormon
ini, maka terjadilah perdarahan akibat dari hormonal withdrawal. Dalam kajian yang
lain pula mengatakan bahwa sindrom premenstrual juga bisa menyebabkan
penurunun sensitivitas insulin (Trout and Scheiner, 2008; Ramalho et al., 2008).
glikogen. Dalam siklus menstruasi, pada fase menstrual dan fase preovulatori
dijumpai kadar estrogen lebih tinggi dari kadar progesteron. Jadi, dalam fase ini juga
bisa terjadi penurunan kadar glukosa atau hipoglikemi. Namun, pada fase pasca
ovulatori pula, kadar progesteron adalah lebih tinggi dari estrogen. Progesteron
dikatakan berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatkan
glikogen hati. Jadi, dalam fase ini bisa terjadi hiperglikemi (Peat, 2009).
Progesteron dan estrogen memiliki sifat antagonis terhadap pengaruh pada kadar
glukosa. Namun, kedua hormon ini berada pada kadar tertinggi saat fase luteal dan
fase sekretorik. Setiap individu dikatakan berbeda pengaruh hormonal terhadap
tubuhnya (Glick, 2009). Jadi, sekiranya hormon progesteron yang lebih dominan,
maka kadar glukosa darah bagi individu berkenaan kemungkinan akan tinggi akibat
resistensi insulin dan sekiranya hormon estrogen yang lebih dominan, maka akan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Teori
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang berumur 20
tahun hingga 23 tahun.
Petunjuk: * yang telah diteliti *Siklus menstruasi
*Reguler (28-35 hari) Ireguler
*Kadar glukosa pada Fase Pasca Ovulatori - sebelum
menstruasi (Progesteron>Estrogen) (pada hari ke 18-25 siklus
pertama)
Perbedaan kadar glukosa darah pada Fase Pasca
Ovulatori dan Fase Menstrual
*Kadar glukosa pada Fase Menstrual - saat menstruasi
(Estrogen=Progesteron) (pada hari ke 2-5 siklus
berikutnya)
3.2. Definisi Operasional dan Variabel
Definisi Operasional Fase pasca ovulatori merupakan fase terakhir pada
siklus menstruasi yang berlangsung dari hari ke-15
hingga ke-28 yaitu antara masa ovulasi dengan onset
bagi siklus menstruasi berikutnya
Fase menstrual merupakan permulaan siklus
menstruasi yang berlangsung pada hari pertama
hingga hari ke-5 (Tortora and Derrickson, 2009)
Cara ukur Menentukan sampel sedang dalam hari ke 18-25 siklus
menstruasi sebelumnya dan hari ke 2-5 siklus
menstruasi berikutnya
Alat ukur Anamnese awal
Hasil Hari ke 18-25 siklus menstruasi sebelumnya dan hari
ke 2-5 siklus menstruasi berikutnya
Skala pengukuran Nominal
Definisi Operasional Kadar glukosa darah adalah jumlah glukosa yang
dibawa keseluruh tubuh melalui pembuluh darah
untuk menghasilkan energi ke semua sel di dalam
tubuh (American Diabetes Association, 2010)
Cara ukur Darah sampel diambil dari ujung jari dan diletakkan
pada strip untuk dibaca pada glukometer
Alat ukur Gluko meter dan strip (merek Easy Touch)
Hasil Kadar glukosa darah puasa dalam satuan unit mg/dl
Variabel independen dalam penelitian ini adalah fase dalam siklus menstruasi
yaitu fase pasca ovulatori dan fase mesntrual. Pada siklus menstruasi, kadar hormon
progesteron adalah lebih tinggi dari estrogen sekitar pada hari ke 17-28. Manakala
kadar estrogen lebih tinggi dari progesteron pada hari pertama hingga ke 16 dalam
siklus menstruasi.
Variabel dependen adalah perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca
ovulatori dan fase menstrual yaitu sebelum dan saat menstruasi yang didapatkan
semasa pengukuran dengan menggunakan glukometer. Kadar glukosa dinyatakan
dalam satuan unit mg/dl.
Variabel luar dalam penelitian ini adalah umur sampel yaitu usia muda yang
memilki siklus haid teratur. Dalam penelitian ini usia muda yang dimaksudkan adalah
mahasiswi Fakultas Kedokteran USU-ACMS angkatan 2007 yang berusia antara
20-23 tahun.
3.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan perubahan kadar
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif analitik yang menilai
hubungan hormonal dengan kadar glukosa darah. Pendekatan yang digunakan pada
desain penelitian ini adalah cross sectional study, di mana dilakukan pengumpulan
data berdasarkan pengukuran variabel independen dan variabel dependen.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di kampus Allianze College of Medical Sciences
(ACMS) ataupun di Putra Villa (kediaman individu) yang menjadi sampel penelitian
ini. Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2010
setelah mendapatkan Ethical Clearance dari komisi etik.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu sampel
merupakan semua mahasiswi fakultas kedokteran USU-ACMS angkatan 2007 yang
mempunyai siklus haid teratur dan tidak mempunyai masalah kesehatan lainnya dan
memenuhi kriteria inklusi. Pada awalnya, peneliti telah berencana untuk turut
menjadikan mahasiswi dari fakultas kedokteran UKM-ACMS angkatan 2009 di
Kampus Allianze College Of Medical Sciences sebagai subjek penelitian. Namun, hal
ini gagal dilakukan karena adanya drop out dari sampel penelitian yaitu keterbatasan
peneliti untuk berhubung dengan mahasiswi dari fakultas kedokteran UKM-ACMS
angkatan 2009 yang tinggal agak jauh dari kawasan kediaman peneliti dan ini
menyulitkan proses pengambilan darah memandangkan pengambilan darah dilakukan
pada awal pagi. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seramai 30 orang.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang berusia 20 hingga 23
juga haruslah dalam kondisi sehat dan tidak memiliki penyakit-penyakit lainnya.
Subjek juga tidak melakukan aktivitas berat dan tidak mengambil obat-obatan.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Sebelum melakukan pengukuran data, mahasiswi hendaklah memenuhi kriteria
inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini telah
mendapatkan ethical clearance dan dilakukan informed consent sebagai tanda
persetujuan dari sampel penelitian.
4.4.1. Mengukur Kadar Glukosa Dalam Darah Alat dan Bahan
Set glukometer, strip glukotest, lanset steril, alkohol dan kapas
Cara Kerja
Pengambilan sampel darah dilakukan pada waktu pagi, sebelum subjek
bersarapan pagi. Sebelum itu, mahasiswi telah diingatkan untuk makan pada
malam sebelumnya selewat-lewatnya pada jam 10 malam karena pengukuran
yang dilakukan adalah kadar glukosa darah puasa. Pertama kali yang dilakukan
adalah menyiapkan alat dan bahannya yaitu glukometer, strip glukotest, lanset
steril, kapas dan alkohol 70%. Sebelum darah diambil, terlebih dahulu ujung jari
tangan dibersihkan dengan kapas alkohol agar tidak terjadi infeksi. Strip glukotest
dimasukkan ke dalam alat glukometer, tunggu hingga terlihat gambar tetesan
darah. Ujung jari ditusuk dengan menggunakan lanset steril, dan darah dibiarkan
keluar. Darah diteteskan pada strip glukotest yang ada di dalam glukometer.
Kemudian tunggu sebentar sampai keluar angka pada glukometer. Angka tersebut
Gambar 4.1 Set Glukometer
Masukkan strip Letakkan tetesan
darah pada strip
Tunggu selama 10 detik hingga bacaan terpapar Strip dibuang
selepas digunakan
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Dari data setiap pengukuran yang diambil telah direkodkan dan ditabulasi.
Seterusnya data telah diolah secara statistik dengan menggunakan program komputer
SPSS di mana hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
menggunakan populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran dari Allianze College of
Medical Sciences (ACMS). Subjek penelitian dipilih secara consecutive sampling.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September hingga bulan Oktober 2010.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Allianze College of Medical Sciences (ACMS) beralamat di Waziria
Medical Square, Allianze College of Medical Sciences, Jalan Bertam 2, Mukim 6,
13200 Kepala Batas, Pulau Pinang. Terdapat dua program yang ditawarkan dalam
Sarjana 1 (S1) yaitu Medical Doctor’s Degree USU (MD USU) dan Medical
Doctor’s Degree UKM (MD UKM). ACMS sudah mulai beroperasi sejak
pertengahan tahun 2006.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini, responden merupakan semua mahasiswi fakultas
kedokteran USU-ACMS angkatan 2007 di Kampus Allianze College Of Medical
Sciences yang berusia 20 hingga 23 tahun. Terdapat beberapa karakteristik khas
yang ditentukan dalam pemilihan sampel untuk penelitian ini yaitu subjek
mestilah mempunyai siklus haid teratur dan tidak mempunyai masalah kesehatan
lainnya. Subjek juga tidak melakukan aktivitas berat dan tidak mengambil
obat-obatan. Setelah dilakukan survei, seramai 30 orang dari fakultas kedokteran
USU-ACMS yang memenuhi kriteria penelitian ini. Responden yang mengikuti
penelitian ini juga telah mengikuti syarat yang telah ditetapkan yaitu berpuasa
minimum 8 jam sebelum pengambilan darah dilakukan dan hanya boleh
5.1.3. Distribusi Mahasiswi yang Memiliki Siklus Haid Reguler
Seramai 30 (71.4%) orang telah mengikuti penelitian ini yaitu yang
memiliki siklus haid yang reguler. Total dari mahasiswi fakultas kedokteran
USU-ACMS angkatan 2007 di Kampus Allianze College Of Medical Sciences
adalah 42 orang.
Tabel 5.1 Distribusi Siklus Haid Mahasiswi
Siklus Haid Jumlah (orang) Presentase (%)
Reguler 30 71.4
Ireguler 12 28.6
Total 42 100
5.1.4. Kadar Glukosa Darah Mengikut Fase Pada Siklus Menstruasi
Kadar glukosa darah puasa telah diukur untuk menentukan apakah terdapat
hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fasa pasca ovulatori dengan fase
menstrual pada responden. Kadar glukosa darah puasa dikategorikan sesuai
dengan penentuan dari American Diabetic Association (ADA).
Pada kedua fase ini, kategori kadar glukosa darah puasa yang di atas batas
normal menunjukkan yang paling dominan. Tiada yang dikelompokkan ke dalam
kategori diabetes.
Tabel 5.2 Presentase Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual
Gambar 5.2 Presentase Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca
Ovulatori
5.1.5. Hasil Analisis Statistik
Dengan menggunakan uji T Dependen, didapatkan nilai rata-rata kadar
glukosa darah puasa pada kedua fase dengan standard deviasi tertentu.
Tabel 5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Siklus Menstruasi
Fase Siklus
Menstruasi Jumlah (n) KGD rata-rata Standard deviasi
Pasca Ovulatori 30 107.67 9.79
Menstrual 30 110.33 10.86
(Nilai p= 0.358)
Grafik histogram menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah puasa pada
fase pasca ovulatori adalah lebih rendah yaitu 107.67 dengan standard deviasi
9.79. Manakala pada fase menstrual menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah
puasa lebih tinggi yaitu 110.33 dengan standard deviasi 10.86.
Hasil uji T dependen terhadap hubungan kadar glukosa darah pada fase
pasca ovulatori dan fase menstrual menunjukkan nilai p adalah lebih besar dari
0.05 yaitu 0.358. Ini berarti tiada hubungan antara rata-rata kadar glukosa darah
puasa pada kedua fase ini.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Siklus Haid pada Mahasiswi
Dalam penelitian ini, lebih 50% mahasiswi yang memiliki siklus haid yang
reguler. Hanya 12 dari 42 orang yang memiliki siklus haid ireguler. Hal ini terjadi
disebabkan beberapa faktor yaitu keadaan mahasiswi yang mungkin dalam
keadaan stres. Selain itu, menurut mahasiswi-mahasiswi yang memiliki siklus
haid ireguler, mereka jarang melakukan olahraga dan ada juga yang berolahraga
secara tidak teratur.
Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa stres sangat berperan dalam
regulasi hormonal di mana akan turut berpengaruh pada menstruasi. Stres akan
menginhibisi sistem reproduksi wanita pada aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
(HPA axis) melalui tiga cara. Pertama, menekan sekresi hypothalamic
gonadotropin-releasing hormone oleh corticotropin-releasing hormone (CRH)
dan CRH-induced β-endorphin. Kedua, dengan menginhibisi hypothalamic gonadotropin-releasing hormone (GnRH), pituitary luteinizing hormone (LH)
dan sekresi ovarian estradiol [E] oleh kortisol. Ketiga, memicu jaringan target
yang dirangsang oleh kortisol menjadi resisten terhadap estradiol (Chrousos et
Selain itu, penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 telah mengkaji
mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan karakteristik siklus menstruasi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara
moderate akan menyebabkan perpanjangan siklus menstruasi (Sternfeld et al.,
2002).
Dari penelitian yang telah dilakukan ini, peneliti mendapati bahwa siklus
haid beberapa mahasiswi yang tinggal serumah adalah hampir sama. Faktor yang
berperan dalam hal ini adalah pheromones yang menyebabkan siklus menstruasi
yang simultan pada kelompok wanita yang tinggal bersama terutama dalam satu
kamar (Anthena Institute, 2005).
5.2.2. Kadar Glukosa Darah Puasa pada Mahasiswi
Hasil dari penelitian ini didapai bahwa lebih 80% mahasiswi yang memiliki
kadar glukosa puasa di atas batas normal. Pengambilan darah telah dilakukan
pada waktu pagi hari sekitar jam 6 pagi di mana responden diminta untuk tidak
mengambil sebarang makanan dari jam 10 malam sebelum tidur. Terdapat teori
mengenai Dawn Phenomenon yaitu peningkatan kadar glukosa darah yang
diambil ketika pagi hari. Dawn Phenomenon merupakan keadaan hiperglikemi
atau peningkatan insulin yang diperlukan untuk mempertahankan keadaan
normoglikemi, yang terjadi pada beberapa jam di awal pagi hari akibat
unrecognized hypoglycaemic episode pada malam sebelumnya (Carroll dan
Schade, 2005).
Kita dikatakan berpuasa semasa tidur pada waktu malam dan tubuh
menggunakan tenaga simpanan semasa tidur. Antara proses yang terjadi adalah
glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot
menjadi glukosa dan glukoneogenesis yaitu pembentukan glukosa dari protein.
Pada waktu malam, sekitar jam 4 pagi hingga 11 pagi tubuh melepaskan beberapa
Hormon-hormon ini akan menyebabkan peningkatan resistansi insulin seterusnya
meningkatkan kadar glukosa darah. Selain itu, hormon-hormon ini turut memicu
terjadinya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah (Hartmann, 2009).
5.2.3. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Fase Menstruasi
Pada penelitian ini nilai uji p >0.05 menunjukan tiada hubungan kadar
glukosa puasa pada fase pasca menstruasi dengan kadar glukosa darah pada fase
menstrual. Dikatakan bahwa pada fasa pasca ovulatori yaitu pada hari ke-15
hingga ke-28 terjadi peningkatan hormon progesteron yang seterusnya
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Namun, pada fase ini juga turut
terjadi suatu sindroma yang menyebabkan penurunan kadar glukosa darah yaitu
sindroma premenstrual. Sindroma premenstrual adalah common cyclic disorder
pada wanita usia muda dan pertengahan yang dapat dilihat dari simptom-simptom
emosional dan fisik yang muncul pada fase pasca ovulatori yaitu 1 hingga 2
minggu sebelum menstruasi (Dickerson et al., 2003).
Simptom-simptom fisik pada sindroma premenstrual adalah seperti
bloating, nyeri pada mammae, lelah dan nyeri kepala manakala simptom-simptom
emosional pula seperti depresi, mudah marah dan mudah menangis (University of
Chicago, 2007). Selain itu, simptom pada sindroma menstrual juga dikatakan
sama seperti simptom hipoglikemi yaitu peningkatan nafsu makan dan lebih
menginginkan makanan dari gula atau karbohidrat. Dari uji klinis telah dilakukan,
didapati bahwa fluktuasi hormon menyebabkan sekresi insulin yang berlebihan
apabila adanya konsumsi makanan yang mengandung gula. Maka, apabila
terjadinya peningkatan nafsu makan pada sindroma premenstrual akan memicu
terjadinya hiperinsulinemia. Maka lebih banyak glukosa dirubah menjadi
glikogen dan akhirnya menyebabkan tubuh mengalami hipoglikemi diikuti
Jadi, pada individu yang mengalami sindroma premenstrual kemungkinan akan
terjadi penurunan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori.
Pada populasi dalam penelitian ini tidak dijumpai perubahan kadar glukosa
darah puasa yang nyata pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual. Ini
kemungkinan karena perubahan hormonal tidak mempunyai peran yang besar
terhadap kadar glukosa darah tetapi adanya faktor lain seperti pengaturan diet
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah lebih
rendah dari fase menstruasi walaupun secara statistik tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
2. Rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah 107.67
mg/dl dan pada fase menstrual pula adalah 110.33 mg/dl.
3. Dengan itu, hipotesis adalah ditolak karena tiada hubungan antara kadar
glukosa darah pada fase pasca ovulatori dengan kadar glukosa darah pada fase
menstrual dengan nilai p >0.05.
6.2. Saran
Rata-rata kadar glukosa darah pada kedua-dua fase adalah di atas batas normal
karena sampel darah diambil pada waktu pagi seawal jam 6 pagi dan dikatakan
terdapat pengaruh faktor Dawn Phenomenon. Namun demikian, setiap wanita
haruslah mengamalkan diet yang seimbang terutama semasa menstruasi untuk
memastikan kecukupan gizi dan keseimbangan kadar glukosa darah sepanjang siklus
menstruasi. Selain itu, stres yang berlebihan juga haruslah dielakkan supaya sindroma
premenstrual dapat dikawal dengan baik.
Penelitian yang telah dilakukan ini masih tidak lengkap dan banyak kekurangan.
Peneliti sangat berharap terdapat penelitian lain yang dapat melanjutkan penelitian ini
agar lebih lengkap dan sempurna. Antara saran bagi penelitian selanjutnya adalah:
1. Mengkaji kadar glukosa darah puasa pada setiap fase pada siklus menstruasi.
2. Mengukur kadar glukosa darah responden yang berpuasa disiang hari untuk
3. Mengukur kadar glukosa darah pada individu yang mengalami sindroma
premenstrual dan individu yang tidak mengalami sindroma ini pada siklus
menstruasi.
4. Jumlah responden juga mungkin bisa ditambahkan lebih ramai
memandangkan pada penelitian ini terdapat keterbatasan waktu dan sampel di
DAFTAR PUSTAKA
Allan D. Marks, Colleen Smith, Michael Lieberman, 2005. Generation of ATP From
Glucose: Glycolysis, Marks’ Basic Medical Biochemistry. 2nd ed. USA: Williams & Wilkins: 399-415.
Alonso-Magdalena P, Ropero AB, Carrera MP, Cederroth CR, Baquie´ M, et al.,
2008. Pancreatic Insulin Content Regulation by the Estrogen Receptor ERα,
PLoS ONE, Vol 3, Issue 4.
American Academy of Pediatrics, 2006. Menstruation in Girls and Adolescents:
Using the Menstrual Cycle as a Vital Sign, Official Journal of The American
Academy of Pediatrics, Vol. 118 No. 5.
Ana C. R. Ramalho, Carolina M. Andrade and Fernanda V. D. O. Prates, 2008.
Menstrual Cycle and Glycemic Control, Recent Patents on Endocrine,
Metabolic & Immune Drug Discovery Vol. 3, 65-68.
Arun S. Rajan, MD, MBA, 2002. Regulation of Insulin Secretion
Athena Institute, 2005. What Are Pheromones? Biomedical Research Facility.
Available from:
November 2010].
Barbara Sternfeld, Marlena K. Jacobs, Charles P. Quesenberry Jr., Ellen B. Gold and
MaryFran Sowers, 2002. Physical Activity and Menstual Cycle Characteristic
Biohealth Indonesia, 2007. Siklus Menstruasi Wanita. Available from:
Carroll MF and Schade DS, 2005. The dawn phenomenon revisited: implications for
diabetes therapy, US National Library of Medicine, National Institutesof
Health. Endocrine Practice, Vol 11(1): 55-64.
Davidsen et. Al, 2007. Impact of The Menstrual Cycle on Determinants of Energy
Balance: a putative role in weight loss attempts. International Journal of
Obesity 31, 887-890.
Deanna Glick, 2009. Women's Monthly Cycle Affects Blood Glucose Control, But Not
Consistently, Diabetes Health. Available from:
George P. Chrousos, David J. Torpy and Philip W. Gold, 1998. Interactions between
the Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis and the Female Reproductive System: Clinical Implications, Annals of Internal Medicine, Vol 129: 3.
Gerard J. Tortora and Bryan Derrickson, 2009. The Female Reproductive Cycle,
Principles of Anatomy and Physiology 12th ed. Asia: John Wiley & Sons, Vol
2: 1112-1116.
Jim Hartmann, 2009. Dawn Phenomenon, Diabetes Support Forum UK. Available
from:
[Accessed 5 November 2010].
Jovanovic L. 2004. Advances in Diabetes For The Millennium: Diabetes in women. Med Gen Med.; 6(3 Suppl): 3.
Loiuse Tenney, 1997. Hypoglycemia: A Nutritional Approach, Woodland health
Series. Available from:
November 2010].
Lori M. Dickerson, Pamela J. Mazyck and Melissa H. Hunter, 2003. Premenstrual
Syndrome, American Family Physician, Vol 67(8): 1743-1752.
M. Anwari Irawan, 2007. Glukosa & Metabolisme Energi, Polton Sports Science &
Performance Lab, Sports Science Brief, Vol 1, No 6: 1-5.
Masayo Morofushi, Kazuyuki Shinohara, Toshiya Funabashi and Fukuko Kimura,
2000. Positive Relationship between Menstrual Synchrony and Ability to
Smell 5α-Androst-16-en-3α-ol, Oxford University Press 2000, Chem. Senses
25: 407-411.
McKinley Health Centre, 2008. Irregular Menses, University of Illinois. Available
from:
Raymond F. Peat, Ph. D., 2009. Progesterone: Essential to Your Well-Being, An
International Women’s Holistic Health Resource Group. Available from:
Salem, R. and Setty, V., 2006. Key Facts About the Menstrual Cycle. INFO Reports
No. 7. Baltimore, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.
Available from:
March 2010].
Stephen L. Aronoff, Kathy Berkowitz, Barb Shreiner and Laura Want, 2004. Glucose
The University of Chicago Primary Care Group, 2007. Premenstrual Syndrome.
Available from:
16 October 2010].
Trout KK, Rickels MR, Schutta MH, et al, 2007. Menstrual Cycle Effects on Insulin Sensitivity in Women With Type 1 Diabetes: A pilot study. Diabetes Technol
Ther.; 9: 176–182.
William F. Ganong, 2005. Endocrine Functions of The Pancreas & Regulation of
Carbohydrate Metabolism, Review of Medical Physiology. 22nd ed. ASIA: McGraw-Hill: 333-555.
Yayasan Spiritia, 2010. Tes Gula dan Lemak Darah, Lembaran Informasi 123, Situs
web:
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Lina Mumtazah Binti Makmor
Tempat/Tanggal Lahir : Johor / 20 Juni 1988
Agama : Islam
Alamat : Putra Villa, Kepala Batas, Pulau Pinang
Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Datuk Ismail Saadon, Johor
2. Kolej Tunku Kurshiah, Negeri Sembilan
3. Allianze College of Medical Sciences, Pulau Pinang
Riwayat Pelatihan :1. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia 2007
2. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru 2007 FK
USU, Medan
Riwayat Organisasi : 1. Persatuan Mahasiswa Malaysia USU (PM-USU)
2. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar
LAMPIRAN 2
FORMULIR A
PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN Yth: Saudari
Saya, Lina Mumtazah binti Makmor, peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara ingin membuat penelitian tentang Hubungan Perubahan Kadar
Glukosa Darah pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda. Untuk mendukung penelitian ini, anda diminta untuk tidak mengambil
sebarang makanan kecuali air putih selepas jam 10 malam, pada malam sebelum
pengukuran kadar glukosa dalam darah dilakukan.
Pada penelitian ini, sampel darah akan diambil dari ujung jari dan akan diukur pada
glukometer untuk mengetahui kadar glukosa darah. Pengambilan sampel darah akan
dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama, antara pada hari ke 18-25 siklus
menstruasi pertama dan kali kedua antara pada hari ke 2-5 siklus menstruasi
berikutnya. Sampel darah akan diambil pada waktu pagi yaitu sebelum mahasiswi
bersarapan pagi karena kadar glukosa yang akan diukur adalah kadar glukosa darah
puasa. Peniliti memastikan menggunakan prosedur yang benar dan dijelaskan kepada
mahasiswi secara lisan. Pada penelitian ini, anda akan mendapat tahu perubahan
kadar glukosa darah sebelum dan saat menstruasi.
Anda tidak akan dipaksa untuk ikut serta dalam penelitian ini bila anda tidak
menghendakinya. Anda hanya boleh ikut mengambil bagian atas kehendak sendiri.
Anda berhak menolak partisipasi tanpa memberikan suatu alasan. Segala data yang
didapatkan akan menjadi kerahasiaan dan akan digunakan untuk tujuan penelitian
LAMPIRAN 3
FORMULIR B INFORMED CONSENT
(SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
No HP :
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko
penelitian ini yang berjudul : Hubungan Perubahan Kadar Glukosa Darah pada
Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda, saya bersetuju untuk
ikut serta dalam uji penelitian ini.
Kepala Batas, ……….. 2010
Mengetahui, Yang menyatakan,
Penanggungjawab penelitian, Responden,
……… ………
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
95% Confidence Interval of