• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perubahan Kadar Glukosa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Perubahan Kadar Glukosa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH

PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL

PADA USIA MUDA

Oleh:

LINA MUMTAZAH BINTI MAKMOR 070100425

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH

PADA FASE PASCA OVULATORI DAN FASE MENSTRUAL

PADA USIA MUDA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

LINA MUMTAZAH BINTI MAKMOR 070100425

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Perubahan Kadar Glukosa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda

Nama: Lina Mumtazah Binti Makmor NIM: 070100425

Pembimbing Penguji

……… ………...

(Dr. Yahwardiah Siregar, dr. PhD) (dr. Almaycano Ginting, M.Kes)

………. (dr. Sri Sofyani, Sp. A (K))

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

... (Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH)

(4)

ABSTRAK

Kadar glukosa darah dapat dipengaruh oleh beberapa perkara seperti aktivitas atau olah raga, pengambilan makanan atau diet dan juga stres. Selain itu dari segi hormonal pula turut mempengaruhi kadar glukosa dalam darah yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kedua-dua hormon ini merupakan hormon terpenting dalam siklus menstruasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada usia muda.

Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan studi cross sectional, di mana dilakukan pengumpulan data pada 30 orang responden berdasarkan pengukuran variabel independen yaitu menentukan responden berada pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada siklus menstruasi. Pengukuran variabel dependen dilakukan dengan mengambil darah tepi pada ujung jari responden menngunakan hemolet untuk menetukan kadar glukosa darah melalui bacaan pada glukometer.

Dari penelitian ini, didapatkan pada fase pasca ovulatori, rata-rata kadar glukosa darah yang didapatkan adalah 107.67 mg/dl dan pada fase menstrual pula adalah 110.33 mg/dl. Hasil uji T dependen terhadap hubungan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual menunjukkan nilai p > 0.05 yaitu 0.358.

Kesimpulannya, rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah lebih rendah dari fase menstruasi walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan itu, hipotesis adalah ditolak karena tiada hubungan antara kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dengan kadar glukosa darah pada fase menstrual dengan nilai p >0.05.

.

(5)

ABSTRACT

Blood glucose level will be affected by exercises, diet and stress. Besides, blood glucose level can also be affected by hormonal function, which are estrogen and progesterone. Both of these hormones have the most significant role in menstruation cycle.

The objective of this study is to determine the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults.

This research is an analytical descriptive research by using cross sectional study. The data are collected from 30 respondents based on the measurement of independent variables, which the post ovulation and menstrual phases are being recognized. While for dependent variable, peripheral blood samples were collected to obtain the value of blood glucose levels by using glucometer.

From this study, during the post ovulation phase, the mean of blood glucose level obtained was 107.67 mg/dl while for the menstrual phase was 110.33 mg/dl. The result of T dependent test about the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase showed the value of p > 0.05 which is 0.358.

As a conclusion, the mean of blood glucose level during post ovulation phase is lower than menstrual phase even though statistically, there is no big differences. Hence, the hypothesis is rejected because there is no relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults with the p value is lower than 0.05.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap Allah SWT, yang tidak henti-hentinya memberikan

kurnia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan hasil karya tulis ilmiah yang

berjudul Hubungan Perubahan Kadar Glukosa Darah pada Fase Pasca Ovulatori dan

Fase Menstrual pada usia muda.

Sekalung penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen

pembimbing penulis yaitu dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D. yang telah bersedia

meluangkan waktunya, memberi semangat, motivasi dan bimbingan kepada penulis

selama proses bimbingan hasil karya tulis ilmiah dijalankan. Ucapan terima kasih

juga ditujukan untuk dosen-dosen yang mengajar Ilmu Kesehatan Kedokteran yang

banyak member tunjuk ajar dan membimbing dalam mengerjakan hasil karya tulis

ilmiah ini.

Terima kasih yang tidak terhingga diucapkan kepada kedua orang tua tercinta

yaitu En. Makmor bin Tolot dan Pn. Norfaizah binti Suradi yang sentiasa memberi

kasih sayang, semangat, sokongan dan doa yang tiada hentinya.

Tidak dilupakan, terima kasih kepada teman-teman sekelompok yaitu

Madinah Zainal Mustpha, Muhammad Faiz bin Zulkifli, Muhammad Hafiz bin

Suhaimi dan Mohd Ilham bin Abd Karim yang turut membantu memberikan ide dan

semangat kepada penulis. Terima kasih juga kepada semua yang telah membantu

penulis secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu saran dan kritik amatlah diharapkan. Semoga dengan adanya

proposal ini dapat memberi manfaat kepada semua dan penulis sendiri.

Kepala Batas, 20 Nopember 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ……… i

ABSTRAK ……… ii

2.1. Katabolisme Glukosa ………... 5

2.1.1. Glikolisis ………... 5

2.1.2. Pembentukan Asetil Koenzim A ………... 6

2.1.3. Siklus Kreb ……….…... 7

2.1.4. Rantai Transpor Elektron ……….. 8

2.2. Metabolisme dan Regulasi Glukosa ……….... 8

2.2.1. Mekanisme Sekresi Glukagon ………... 9

2.2.2. Mekanisme Sekresi Insulin ……….…... 9

2.3. Menstruasi ………... 11

2.3.1. Regulasi Hormonal pada Siklus Reproduktif Wanita ………... 12

2.3.2. Siklus Menstruasi ………... 13

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi ………... 16

2.3.4. Peran Pheromones ………. 18

(8)

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL …... 21

3.1. Kerangka Teori Penelitian ………... 21

3.2. Definisi Operasional ……….… 22

3.3. Hipotesis ………... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ……… 22

4.1. Rancangan Penelitian ………... 24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ……….… 25

4.5. Metode Analisis Data ………... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1. Hasil Penelitian………. 28

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 28

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden……… 28

5.1.3. Distribusi Mahasiswi yang Memiliki Siklus Haid Reguler……… 29

5.1.4. Kadar Glukosa Darah Mengikut Fase pada Siklus Menstruasi……….. 30

5.1.5. Hasil Analisis Statistik ……….….. 32

5.2. Pembahasan……….….. 33

5.2.1. Siklus Haid pada Mahasiswi ……….. 33

5.2.2. Kadar Glukosa Darah Puasa pada Mahasiswi ……… 34

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kadar Glukosa Darah Puasa 11

5.1 Distribusi Siklus Haid Mahasiswi 29

5.2 Presentase Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa

pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual 30

5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase

Siklus Menstruasi 32

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Skema Proses Glikolisis ……….. 6

Gambar 2.2 Skema Proses Pembentukan Asetil Koenzim A ….… 7 Gambar 2.3 Skema Proses Siklus Kreb ……….. 8

Gambar 2.4 Skema Perubahan Hormonal pada Siklus Menstruasi ………. … 16

Gambar 2.5 Interaksi antara sistem reproduksi dengan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan locus cerulous-norepinephrine system (LC/NE) ... 18

Gambar 4.1 Set Glukometer ……….... 26

Gambar 4.2 Cara kerja menggunakan glukometer ……….. 26

Gambar 5.1 Distribusi Siklus Haid Mahasiswi ………... 29

Gambar 5.2 Presentase Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca Ovulatori ……… 31

Gambar 5.3 Presentase Kadar Glukosa Darah Puaa pada Fase Menstrual ……….…. 31

Gambar 5.4 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual …………... 32

(11)

DAFTAR SINGKATAN

[E] Estradiol

ACMS Allianze College of Medical Sciences ACTH Adenocorticotropic Hormone

ADA American Diabetes Association ATP Adenosine Triphosphate

AVP Arginine-vasopressin

CRH Corticotropin-releasing Hormone

E2 Estrogen

ER Estrogen Receptor

FAD+ Flavin Adenine Dinucleotide FSH Follicle-stimulating Hormone

GIP Glucose-dependent Insulinotropic Peptide

GnRH Gonadotropin-releasing Hormone GTP Guanosin Triphosphate

hCG Human Chorionic Gonadotropin HPA Hipotalamus-Pituitari-Adrenal

LC/NE Locus Cerulous-Norepinephrine

LH Luteinizing Hormone

NAD+ Nicotinamide Adenine Dinucleotide

NE Norepinephrine

PCOS Polycystic Ovary Syndrome POMC Proopiomelanocortin

SPSS Statistical Package for the Social Sciences UKM Universiti Kebangsaan Malaysia

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup ……….… 43

Lampiran 2 Surat Persetujuan Penelitian ………. 44

Lampiran 3 Informed Consent ……….. 45

Lampiran 4 Ethical Clearance …..……….... 46

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dan Pengumpulan Data …………..….. 47

Lampiran 6 Hasil SPSS ……… 48

(13)

ABSTRAK

Kadar glukosa darah dapat dipengaruh oleh beberapa perkara seperti aktivitas atau olah raga, pengambilan makanan atau diet dan juga stres. Selain itu dari segi hormonal pula turut mempengaruhi kadar glukosa dalam darah yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kedua-dua hormon ini merupakan hormon terpenting dalam siklus menstruasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada usia muda.

Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan studi cross sectional, di mana dilakukan pengumpulan data pada 30 orang responden berdasarkan pengukuran variabel independen yaitu menentukan responden berada pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada siklus menstruasi. Pengukuran variabel dependen dilakukan dengan mengambil darah tepi pada ujung jari responden menngunakan hemolet untuk menetukan kadar glukosa darah melalui bacaan pada glukometer.

Dari penelitian ini, didapatkan pada fase pasca ovulatori, rata-rata kadar glukosa darah yang didapatkan adalah 107.67 mg/dl dan pada fase menstrual pula adalah 110.33 mg/dl. Hasil uji T dependen terhadap hubungan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual menunjukkan nilai p > 0.05 yaitu 0.358.

Kesimpulannya, rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah lebih rendah dari fase menstruasi walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan itu, hipotesis adalah ditolak karena tiada hubungan antara kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori dengan kadar glukosa darah pada fase menstrual dengan nilai p >0.05.

.

(14)

ABSTRACT

Blood glucose level will be affected by exercises, diet and stress. Besides, blood glucose level can also be affected by hormonal function, which are estrogen and progesterone. Both of these hormones have the most significant role in menstruation cycle.

The objective of this study is to determine the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults.

This research is an analytical descriptive research by using cross sectional study. The data are collected from 30 respondents based on the measurement of independent variables, which the post ovulation and menstrual phases are being recognized. While for dependent variable, peripheral blood samples were collected to obtain the value of blood glucose levels by using glucometer.

From this study, during the post ovulation phase, the mean of blood glucose level obtained was 107.67 mg/dl while for the menstrual phase was 110.33 mg/dl. The result of T dependent test about the relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase showed the value of p > 0.05 which is 0.358.

As a conclusion, the mean of blood glucose level during post ovulation phase is lower than menstrual phase even though statistically, there is no big differences. Hence, the hypothesis is rejected because there is no relation between blood glucose level during post ovulation phase and menstrual phase in young adults with the p value is lower than 0.05.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tubuh manusia mengandungi glukosa darah, atau yang biasa disebut adalah gula

darah. Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan

yang dikonsumsi. Glukosa dibawa keseluruh tubuh melalui pembuluh darah untuk

menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh (American Diabetes Association,

2010). Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandungi karbohidrat yang terdiri

dari monosakarida, disakarida dan juga polisakarida. Karbohidrat akan dikonversikan

menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna untuk pembentukan energi

dalam tubuh. Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus kemudian akan dibawa

oleh aliran darah dan didistribusikan ke seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan

dalam tubuh dapat berupa glikogen yang disimpan di dalam otot dan hati. Selain itu,

glukosa juga disimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood

glucose). Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses

metabolisme dan juga merupakan sumber energi utama bagi otak (Irawan, 2007).

Untuk mengetahui kadar glukosa darah, terdapat berbagai jenis tes yang dapat

menentukannya. Antara lain adalah tes gula darah puasa, tes gula darah dua jam

selepas makan (postprandial), tes gula darah sesewaktu dan tes toleransi glukosa.

Setiap tes ini mempunyai fungsi dan tujuan tersendiri. Tes gula darah puasa

dilakukan dengan mengambil sampel darah sekurang-kurangnya delapan jam setelah

makan, yaitu dalam keadaan perut kosong kecuali meminum air putih. Untuk tes gula

darah dua jam selepas makan, darah diambil selepas dua jam mengkonsumsi

makanan seperti sarapan atau makan tengah hari. Darah diambil kapan saja untuk

melakukan tes gula darah sesewaktu di mana tidak melihat waktu makan. Tes

toleransi glukosa pula dimulai dengan tes gula darah puasa, kemudian diberikan

(16)

diambil (Yayasan Spiritia, 2010). Dalam penelitian ini akan dilakukan tes gula darah

puasa di mana kadar glukosa darah tidak dipengaruh oleh makanan yang dikonsumsi.

Kadar glukosa darah dapat dipengaruh oleh beberapa perkara seperti aktivitas

atau olah raga, pengambilan makanan atau diet dan juga stres. Dari beberapa jurnal

dan artikel mengatakan bahwa beberapa hormon turut mempengaruhi kadar glukosa

dalam darah yaitu hormon estrogen dan progesteron. Kedua-dua hormon ini terlibat

dengan jelas pada wanita karena adanya siklus menstruasi (Trout and Scheiner,

2008).

Menstruasi atau haid merupakan perubaha

terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh

dalam hal

yang keluar sebenarnya merupakan darah akibat peluruhan dinding rahim

(endometrium). Darah menstruasi tersebut mengalir dari rahim menuju ke leher

rahim, untuk kemudian keluar melalui vagina yang berlaku setiap bulan pada selang

masa tertentu. Ini juga dikenal sebagai siklus menstruasi. Perdarahan yang berlaku

saat menstruasi adalah sekitar 3-7 hari (Biohealth Indonesia, 2007).

Siklus reproduksi wanita melibatkan berbagai organ, yaitu uterus, ovarium,

vagina, dan payudara yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya

sinkronisasi. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengaturan, koordinasi dari hormon.

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung

dialirkan dalam cairan interstitial kemudian ke peredaran darah dan mempengaruhi

organ tertentu yang disebut organ target. Hormon-hormon yang berhubungan dengan

siklus menstruasi ialah gonadotropin-releasing hormone (GnRH), follicle-stimulating

(17)

Dari PLoS one Journal, penelitian yang telah dipublikasi pada tahun 2008

mengatakan adanya reseptor estrogen pada sel β pankreas dan akan menyebabkan

pelepasan insulin yang merupakan hormon terpenting dalam homeostasis glukosa

dalam darah. Selain itu, progesteron juga dikatakan memiliki sifat anti-insulin dan

akan menjadikan sel-sel lebih rentan terhadap insulin menyebabkan terjadinya

resistansi insulin dalam tubuh (Jovanovic, 2004). Kedua-dua hormon ini mempunyai

efek antagonis terhadap kadar glukosa darah.

Dalam penelitian yang telah dilaksanakan, kadar glukosa darah diukur saat

terjadinya perbedaan hormon estrogen dan progesteron pada siklus menstruasi.

Menurut Tortora and Derrickson, 2009, menstruasi dapat dibagi menjadi empat fase

yaitu fase menstrual (hari pertama hingga ke-5), fase preovulatori (hari ke-6 hingga

ke-13), ovulasi (hari ke-14) dan fase pasca ovulatori (hari ke-15 hingga ke-28).

Penelitian ini akan melihat perbedaan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori

dan juga fase menstrual.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang telah diteliti adalah: Apakah terdapat hubungan perubahan kadar

glukosa darah pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual pada usia muda.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan perubahan kadar

(18)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengukur kadar glukosa darah pada sampel penelitian sebelum dan

pada saat menstruasi yaitu pada fase pasca ovulatori dan fase

menstrual.

2. Menilai gambaran fase siklus menstruasi pada sampel penelitian.

3. Menggambarkan hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase

pasca ovulatori dan fase menstrual.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai bahan informasi untuk wanita usia muda agar dapat mengetahui

kadar glukosa darah sebelum dan saat menstruasi.

2. Dapat digunakan sebagai informasi tambahan kepada ahli kesehatan

dalam menentukan diet pada wanita terutama sebelum dan saat

menstruasi.

3. Selain itu, data dan informasi ini diharapkan dapat membantu

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katabolisme Glukosa

Glukosa dalam tubuh akan mengalami oksidasi untuk menghasilkan ATP.

Pengolahan glukosa menjadi ATP berlangsung didalam sel melalui respirasi selular

yang melibatkan 4 jenis reaksi yaitu glikolisis, pembentukan asetil koenzim A, siklus

Kreb dan rantai transport elektron (Tortora and Derrickson, 2009).

2.1.1. Glikolisis

Proses glikolisis terjadi pada semua organisme. Proses ini berfungsi untuk

menukarkan glukosa menjadi piruvat dan akan menghasilkan ATP tanpa

menggunakan oksigen. Glikolisis dimulai dengan satu molekul glukosa yang

memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C6H12O6) dan akan dipecahkan menjadi

dua molekul piruvat yang masing-masing memiliki 3 atom karbon (C3H3O3) yang

merupakan hasil akhir bagi proses ini (Irawan, 2007). Sepanjang proses glikolisis

ini akan terbentuk beberapa senyawa, seperti Glukosa 6-fosfat, Fruktosa 6-fosfat,

Fruktosa 1,6-bisfosfat, Dihidroksi aseton fosfat, Gliseraldehid 3-fosfat,

1,3-Bisfosfogliserat, 3-Fosfogliserat, 2-Fosfogliserat, Fosfoenol piruvat dan piruvat.

Selain itu, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP dan NADH

(di mana 1 NADH menghasilkan 3 ATP). Sejumlah 4 molekul ATP dan 2

molekul NADH (6 molekul ATP) akan dihasilkan dan pada tahap awal proses ini

memerlukan 2 molekul ATP. Sebagai hasil akhir, 8 molekul ATP akan terbentuk

(20)

Gambar 2.1 Skema Proses Glikolisis

2.1.2. Pembentukan Asetil Koenzim A

Sebelum memasuki siklus Kreb, piruvat yang terhasil dari proses glikolisis

harus dioksidasikan terlebih dahulu di dalam mitokondria menjadi asetil koenzim

A dan karbon dioksida. Setelah piruvat memasuki mitokondria, enzim piruvat

dehidrogenase akan menukarkan piruvat kepada acetyl group dengan melepaskan

karbon dioksida. Semasa proses ini juga, terjadi reduksi pada NAD+ menjadi

NADH dengan mengambil H+ yang dilepaskan oleh piruvat. Acetyl group akan

berikatan dengan koenzim A, maka terhasil asetil koenzim A (asetil-KoA)

(21)

Gambar 2.2 Skema Proses Pembentukan Asetil Koenzim A

2.1.3. Siklus Kreb

Dalam proses metabolisme energi dari glukosa, siklus Kreb merupakan

tahapan yang terakhir. Proses ini berlaku di dalam mitokondria dan berlangsung

secara aerobik. Molekul asetil-KoA yang merupakan produk akhir dari proses

konversi piruvat kemudian akan masuk ke dalam siklus Kreb. Perubahan yang

terjadi dalam siklus ini adalah mengubah 2 atom karbon yang terikat didalam

molekul asetil-KoA menjadi 2 molekul karbon dioksida (CO2), membebaskan

koenzim A serta memindahkan energi dari siklus ini ke dalam senyawa NADH,

FADH2 dan GTP. Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, molekul NADH

dan FADH2 yang dihasilkan dalam siklus ini akan diproses kembali secara

aerobik di dalam membran sel mitokondria melalui proses Rantai Transpor

(22)

Gambar 2.3 Skema Proses Siklus Kreb

2.1.4. Rantai Transpor Elektron

Proses ini juga dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif. Di dalam proses

ini, NADH dan FADH2 yang mengandung elektron akan melepaskan elektron

tersebut ke dalam akseptor utama yaitu oksigen. Pada akhir dari proses ini, akan

terhasil 3 molekul ATP dari 1 molekul NADH dan 2 molekul ATP dihasilkan dari

1 molekul FADH2 (Irawan, 2007).

2.2. Metabolisme dan Regulasi Glukosa

Kadar glukosa di dalam sirkulasi diperoleh dari tiga sumber yaitu absorpsi di

intestinal semasa mengkonsumsi makanan, glikogenolisis dan glukoneogenesis.

Glikogenolisis dan glukoneogenesis dikontrol oleh hormon yang dihasilkan oleh sel α pankreas yaitu glukagon (Ganong, 2005). Dalam tubuh manusia, terdapat hormon

(23)

growth hormone. Hormon regulator ini berperan untuk menstabilkan kadar glukosa di

dalam sirkulasi (Aronoff et al., 2004).

2.2.1. Mekanisme Sekresi Glukagon

Sel α pankreas mensekresi glukagon yang merupakan hormon katabolik. Penemuan pertama oleh Roger Unger pada sekitar tahun 1950 menyatakan

bahawa glukagon memiliki peran yang berlawanan dengan insulin. Glukagon

berperan besar dalam mempertahankan kadar glukosa darah saat berpuasa

ataupun tidak mengkonsumsi makanan dengan cara menstimulasi produksi

glukosa dari hati melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukosa

yang dihasilkan dari hati akan mempertahankan konsentrasi basal glukosa dalam

rentang normal saat berpuasa. Apabila glukosa darah menurun di bawah rentang

normal, ini akan memicu sekresi glukagon dan selanjutnya produksi glukosa dari

hati akan menstabilkan kembali kadar glukosa darah. Hal ini tidak akan terjadi

sekiranya glukosa darah adalah normal karena sekresi glukagon telah pun

dihambat oleh efek dari insulin (Aronoff et al., 2004).

Sekresi glukagon juga distimulasi oleh peningkatan aktivitas parasimpatetik

dari sistem saraf autonom yang terjadi saat bersenam atau berolahraga. Selain itu,

peningkatan asam amino sekiranya kadar glukosa darah menurun di mana timbul

selepas mengkonsumsi makanan tinggi protein juga bisa memicu sekresi

glukagon (Tortora and Derrickson, 2009).

2.2.2. Mekanisme Sekresi Insulin

Insulin disekresi oleh sel β pankreas dan ini merupakan proses yang kompleks dimana melibatkan integrasi dan interaksi dari stimulus internal dan

eksternal. Insulin bekerja untuk mengawal kadar glukosa postprandial dengan tiga

cara. Pertama, insulin memberi sinyal pada sel-sel di jaringan perifer yang sensitif

(24)

ketiga, sekresi glukagon oleh sel α pankreas akan terus diinhibisi seterusnya memberi sinyal pada hati untuk menghentikan proses glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Ketiga-tiga cara ini akan menurunkan kadar glukosa darah.

Selain itu, insulin juga berperan dalam menstimulasi sintesis lemak, memicu

penyimpanan trigliserida di dalam jaringan lemak, memicu sintesis protein di

dalam hati dan otot, serta membantu proses proliferasi jaringan yang sedang

berkembang (Aronoff et al., 2004).

Tindak balas sel β pankreas terhadap perubahan ambang glukosa merupakan stimulus primer untuk sekresi insulin. Glukosa memicu dua bentuk

fase pelepasan insulin. Fase pertama bagi pelepasan insulin timbul beberapa menit

selepas terpaparnya kepada elevasi kadar glukosa. Ini diikuti dengan

penyambungan fase kedua yaitu peningkatan pelepasan insulin untuk respon

terhadap kadar glukosa darah (Rajan, 2002). Pelepasan insulin jangka panjang

akan berlaku sekiranya konsentrasi glukosa darah tetap tinggi.

Seperti yang sudah didiskusikan di atas, glukosa merupakan stimulus

terpenting bagi insulin. Namun, terdapat beberapa faktor lain yang bisa

menstimuluskan sekresi insulin. Stimulus tambahan tersebut adalah asetilkolin,

merupakan neurotransmitter dari parasimpatetik fiber nervus vagus yang

menginervasi pancreatic islets. Selain itu, peningkatan konsentrasi asam amino

terutama arginine dan leucine selepas mengkonsumsi makanan yang tinggi

protein juga dapat menstimulasi pelepasan insulin. Faktor ketiga adalah

glucose-dependent insulinotropic peptide (GIP), yaitu hormon yang dilepaskan oleh sel

enteroendokrin pada usus halus hasil respon terhadap adanya glukosa pada traktus

gastrointestinal (Tortora and Derrickson, 2009).

Sebuah penelitian menemukan adanya reseptor estrogen, ERα dan ERβ pada sel β pankreas dimana ia akan meningkatkan pelepasan insulin (Magdalena

et al., 2008), karenanya insulin akan dipengaruhi juga oleh perubahan hormon

(25)

Menurut American Diabetes Association (ADA), kadar gula darah puasa

normal adalah antara 70-99 mg/dL (3,9-5,5 mmol/L). Manakala apabila kadar

glukosa darah puasa mencapai 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) menunjukkan

tanda pre-diabetes (impaired fasting glucose). Diabetes dapat ditegakkan apabila

kadar gula darah puasa melebihi 126 mg/dL (7,0 mmol/L) pada lebih dari satu

kali pemeriksaan.

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Puasa (Fasting Blood Glucose)

KADAR GLUKOSA INDIKASI

70 – 99 mg/dL (3,9 – 5,5 mmol/L) Normal

100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) Pre-diabetes

(Impaired Fasting Glucose)

126 mg/dL (7,0 mmol/L) dan ke atas Diabetes

(American Diabetes Association)

2.3. MENSTRUASI

Pada setiap wanita, siklus menstruasi adalah berbeda-beda yaitu sekitar 25

hingga 35 hari. Namun, terdapat beberapa wanita yang tidak memiliki siklus haid

teratur dan hal ini bisa terjadi karena adanya masalah kesuburan. Siklus menstruasi

bisa dihitung dari hari perdarahan bermula yang disebut sebagai hari pertama hingga

satu hari sebelum perdarahan menstruasi pada bulan berikunya yang disebut dengan

hari terakhir (Biohealth Indonesia, 2007).

Pada awal masa pubertas, kadar hormone luteinizing hormone (LH) dan

follicle-stimulating hormone (FSH) akan meningkat, sehingga merangsang pembentukan

hormon seksual. Pada remaja putri, peningkatan kadar hormon tersebut menyebabkan

(26)

tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut ketiak. Usia pubertas dipengaruhi oleh

faktor kesehatan dan gizi, juga faktor sosial-ekonomi dan keturunan. Menstruasi

merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang perempuan, yang

dimulai dari menarche (menstruasi pertama) sampai terjadinya menopause.

2.3.1. Regulasi Hormonal pada Siklus Reproduktif Wanita

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) disekresi oleh hipotalamus dan

berfungsi mengkontrol siklus ovari dan uterus. GnRH menstimulasi pelepasan

follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari pituitari

anterior. Pertumbuhan folikel diinisiasi oleh FSH manakala perkembangan lanjut

folikel distimulasi oleh LH. Kedua-dua hormone FSH dan LH menstimulasi

folikel ovari untuk mensekresi estrogen. Androgen dihasilkan dari sel theca pada

folikel yang berkembang, distimulasi oleh LH. Di bawah pengaruh FSH,

androgen digunakan oleh sel granulosa pada folikel dan dikonversikan menjadi

estrogen. Dipertengahan siklus, terjadi ovulasi yang dipicu oleh LH dan

seterusnya menyebabkan adanya pembentukan korpus luteum. LH menstimulasi

korpus luteum untuk mensekresi estrogen, progesteron, relaksin dan inhibin

(Tortora and Derrickson, 2009).

Estrogen yang disekresi oleh folikel ovari mempunyai beberapa peran

penting yaitu memicu dan mempertahankan perkembangan struktur reproduktif

wanita, karakteristik seks sekunder dan payudara. Karakteristik seks sekunder

termasuklah distribusi tisu adiposa pada payudara, abdomen, mons pubis dan

pinggul; kenyaringan suara, pelebaran pinggul dan pertumbuhan rambut di kepala

dan tubuh. Estrogen juga meningkatkan anabolisme protein. Selain itu juga,

estrogen dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Ini dapat dilihat pada

wanita yang berusia di bawah 50 tahun adalah kurang berisiko mendapat penyakit

arteri koroner dibandingkan dengan laki-laki yang sama usia. Kadar estrogen

(27)

Progesteron disekresi terutama dari sel-sel pada korpus luteum.

Progesteron bersama-sama estrogen membantu dalam persediaan dan pertahanan

endometrium untuk implantasi ovum yang telah disenyawakan. Persediaan

kelenjar mamae untuk mensekresi air susu juga dibantu oleh kedua hormon ini.

Kadar progesteron yang tinggi juga akan menginhibisi sekresi GnRH dan LH.

Korpus luteum menghasilkan relaksin dalam jumlah yang sedikit saat

setiap siklus bulanan. Relaksin akan menginhibisi kontraksi miometrium dan

menghasilkan efek relaksasi pada uterus. Inhibin pula disekresi oleh sel granulosa

dari folikel yang berkembang selepas ovulasi. Inhibin menginhibisi sekresi FSH

dan LH (Tortora and Derrickson, 2009).

2.3.2. Siklus Menstruasi

Menstruasi merupakan hal yang dialami oleh setiap perempuan pada setiap

bulan. Menstruasi merupakan proses dalam tubuh perempuan dimana sel telur

(ovum) yang berjalan dari indung telur menuju rahim, melalui aluran yang diberi

nama tuba fallopi. Pada saat tersebut, jaringan endometrial dalam lapisan

endometrium di dalam rahim menebal sebagai persiapan terjadinya pembuahan

oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, dinding ini akan semakin menebal dan

menyediakan tempat janin tumbuh. Tapi, jika tidak terjadi pembuahan, jaringan

endometrial ini akan luruh dan keluar melalui vagina dalam bentuk cairan

menstruasi. Sedangkan siklus menstruasi sendiri dimulai dari hari pertama

menstruasi hingga satu hari sebelum mentruasi berikutnya. Pada keadaan normal,

siklus menstruasi adalah berbeda bagi setiap wanita yaitu dari 28 hingga 35 hari.

Pada penjelasan dalam Bab ini, kita menggunakan siklus 28 hari. Terdapat empat

fase pada siklus menstruasi yaitu fase menstrual, fase preovulatori, ovulasi dan

fase pasca ovulatori (Tortora, and Derrickson, 2009).

Fase menstrual juga dikenal dengan menstruasi yang berlangsung dari hari

(28)

menjadi folikel primer dan seterusnya folikel sekunder. Di uterus pula, terjadi

aliran cairan menstruasi dari rahim menuju ke leher rahim, untuk kemudian keluar

melalui vagina yang mengandung kira-kira 50-150 mL darah, cairan jaringan,

mukus dan sel epitel yang luruh dari endometrium. Luruhnya dinding

endometrium ini karena terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron

di mana akan menstimulasi pelepasan prostaglandin yang menyebabkan

konstriksi arteriol spiral. Akibatnya, sel-sel di endometrium akan kekurangan

suplai oksigen dan akhirnya sel-sel tersebut mati dan luruh (Tortora and

Derrickson, 2009).

Pada hari ke-6 hingga ke-13, terjadi fase preovulatori yaitu antara akhirnya

menstruasi dan permulaan fase ovulasi. Di ovarium, beberapa folikel sekunder

akan mensekresi estrogen dan inhibin. Biasanya, hanya satu folikel sekunder yang

akan berkembang menjadi folikel dominan dan yang lainnya mengalami atresia.

Folikel-folikel sekunder yang mengalami atresia terjadi karena penurunan kadar

FSH yang disebabkan oleh estrogen dan inhibin yang disekresi oleh folikel

dominan. Seterusnya, folikel dominen akan berkembang menjadi folikel Graaf

(graafian follicle) yang akan terus berkembang sehingga diameternya mencapai

lebih kurang 20 mm dan tersedia untuk ovulasi. Semasa proses maturasi folikel

ini, estrogen terus menerus dihasilkan. Untuk siklus di ovarium, fase menstruasi

dan fase preovulatori dikenal dengan fase folikular karena terjadi pertumbuhan

dan perkembangan folikel di ovarium. Di uterus pula, estrogen yang meningkat

hasil perkembangan folikel di ovarium tadi akan menstimulasi pembaikan dan

penebalan endometrium. Untuk siklus di uterus, fase preovulatori juga dikenal

sebagai fase proliferatif karena endometrium mengalami proses proliferasi

(Tortora and Derrickson, 2009).

Masa ovulasi terjadi pada hari ke-14. Kadar estrogen yang tinggi

menstimulasi lebih banyak pelepasan GnRH dari hipotalamus dan juga

(29)

Seterusnya, LH akan menyebabkan pecahnya folikel Graaf dan pelepasan oosit

sekunder sekitar 9 jam selepas kadar LH mencapai puncaknya (Tortora and

Derrickson, 2009).

Fase terakhir yaitu fase pasca ovulatori adalah antara masa ovulasi dengan

onset bagi siklus menstruasi yang seterusnya. Ini berlangsung dari hari ke-15

hingga ke-28. Di ovarium, di bawah pengaruh LH, folikel yang telah kosong kini

menjadi korpus luteum. LH menstimulasi korpus luteum untuk mensekresi

progesteron, estrogen, relaksin dan inhibin. Untuk siklus di ovarium, fase ini juga

dikenal dengan fase luteal. Sekiranya oosit sekunder yang telah dilepaskan tadi

tidak disenyawakan, korpus luteum akan mengalami degenerasi dan seterusnya

menjadi korpus albicans. Saat ini, terjadilah penurunan kadar progesteron,

estrogen dan inhibin dan menyebabkan peningkatan pelepasan GnRH, FSH dan

LH. Maka bermulalah semula perkembangan folikel dan siklus ovarium yang

baru. Namun, sekiranya oosit sekunder mengalami persenyawaan dan mulai

membelah, korpus luteum tidak mengalami degenerasi dengan adanya hormon

human chorionic gonadotropin (hCG) yang terhasil dari chorion dari embrio.

hCG menstimulasi aktivitas sekretori korpus luteum. Di uterus pula, progesteron

dan estrogen yang dilepaskan oleh korpus luteum akan menyebabkan terjadinya

pertumbuhan kelenjar endometrium, vaskularisasi di permukaan endometrium

dan penebalan dinding endometrium kira-kira 12 hingga 18 mm. Fase ini juga

dikenal fase sekretorik di uterus karena kelenjar endometrium mulai menseksesi

glikogen. Perubahan ini berlaku seminggu selepas ovulasi di mana kemungkinan

persenyawaan akan terjadi. Sekiranya tiada persenyawaan, kadar progesteron dan

estrogen yang menurun menyebabkan terjadinya menstruasi untuk siklus yang

(30)

Gambar 2.4 Skema Perubahan Hormonal pada Siklus Menstruasi

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan siklus menstruasi pada

wanita usia reproduktif menjadi ireguler termasuk kehamilan, penyakit endokrin

dan juga kondisi medik. Semua faktor ini berhubungan dengan pengaturan fungsi

endokrin hipotalamik-pituitari. Paling sering adalah Polycystic Ovary Syndrome

(PCOS) yang menyebabkan perpanjangan interval antara dua siklus menstruasi

terutama pada pasien dengan gejala peningkatan endrogen (American Academy

of Pediatrics, 2006).

(31)

penurunan berat badan yang nyata, aktivitas yang berlebihan, perubahan pada

pemakanan dan waktu tidur, dan tingkat stres yang berlebihan. Gangguan pada

siklus menstruasi juga dapat terjadi pada penyakit kronik seperti Diabetes

Mellitus yang tidak terkontrol, kondisi genetik atau kongenital seperti Turner

Syndrome dan disgenesis gonadal (American Academy of Pediatrics, 2006).

Pada penelitian yang lain pula menyatakan bahawa perubahan siklus

menstruasi berhubungan dengan ketidakseimbangan fisik atau hormonal. Berat

badan yang rendah bisa menyebabkan interval antara dua siklus menstruasi

menjadi lebih lama. Berat badan yang berlebihan pula bisa menyebabkan

perdarahan abnormal. Perubahan yang tiba-tiba pada aktivitas atau berat badan

juga bisa menyebabkan perubahan pada siklus menstruasi yang sementara.

Gangguan emosi atau stress dan keadaan fisik yang tidal sihat secara optimal juga

merupakan penyebab tersering iregularitas siklus menstruasi walaupun perubahan

siklus menstruasi yang dialami bukan saat stres terjadi. Obat-obatan dan

pengubatan alternatif seperti herba-herba juga dapat menyebabkan perubahan

pada interaksi dan transmisi hormon pada tubuh seterusnya akan menganggu

siklus menstruasi (McKinley Health Centre, 2008).

Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa stres sangat berperan dalam

regulasi hormonal di mana akan turut berpengaruh pada menstruasi. Penelitian ini

turut memberi contoh efek dari stres terhadap sistem reproduksi wanita dikenal

sebagai amenorhea yang diinduksi oleh stres atau amenorhe hipotalamus

fungsional. Selain itu, didapatkan prevalensi amenorhea sekunder pada wanita

muda adalah sekitar 2% dan presentase ini meningkat pada stres yang kronik.

Pada stres yang melampau, kemungkinan akan menginhibisi sistem reproduksi

(32)

STRESS

Gambar 2.5 Interaksi antara sistem reproduksi dengan aksis

hipotalamus-pituitari-adrenal dan locus cerulous-norepinephrine system (LC/NE)

2.3.4. Peran Pheromones

Pheromones adalah substansi natural yang diekskresikan oleh tubuh secara

eksternal, seterusnya memberi sinyal melalui udara untuk memicu terjadinya

beberapa respon tubuh. Terdapat empat kelas pheromones yaitu militer marker,

antara ibu dan anak, menstruasi yang simultan dan tarikan seksual pada manusia

(Anthena Institute, 2005).

Dari penelitian McClintock pada tahun 1971 menunjukkan bahwa siklus

(33)

McClintock, 1998 pula menyatakan bahwa efek ini disebabkan adanya bau yang

dilepaskan dari region aksila. Menurut Gower dan Ruparelia pada tahun 1993,

sekurang-kurangnya dua odorous steroids yang disekresi dari aksila yaitu 5α -androst-16-en-3-one (5α-androstenone) dan 5α-androst-16-en-3α-ol (3α -androstenol). Scalia dan Winans pada tahun 1976 pula menyatakan bahwa hampir

semua mamalia mempuyai dua sistem olfaktori. Sistem yang utama menerima

input sensori dari mukosa olfaktori dan berhubung dengan system saraf pusat

melalui bulbus olfaktori utama. Sistem kedua adalah system aksesori yang

menerima input dari organ vomeronasal dan berhubung dengan pusat yang lain

pada otak melalui bulbus olfaktori aksesori. Kedua system ini terdapat jalur dari

bulbus olfaktori ke hipotalamus, yang merupakan pusat kawalan untuk

mensekresi luteinizing hormone (LH), seterusya siklus menstruasi (Morofushi et

al., 2000).

2.4. Hubungan Menstruasi dan Kadar Glukosa Darah

Perubahan kadar glukosa darah bisa dilihat terutama pada fase luteal dan fase

sekretorik. Faktor yang menyebabkan peningkatan insulin pada siklus menstruasi

adalah kerja anti-insulin dari progesteron. Pada fase folikuler kadar progesteron

adalah rendah. Korpus luteum yang mensekresi progesteron hanya mencapai jumlah

yang tinggi pada fase luteal yaitu sebelum luruhnya dinding endometrium (Jovanovic,

2004). Peningkatan hormon steroid seks ini akan memberi sinyal timbal balik negatif

pada pituitari anterior dan menyebabkan kadar FSH dan LH menurun, seterusnya

estrogen dan progesteron turut menurun. Apabila terjadi penurunan kedua hormon

ini, maka terjadilah perdarahan akibat dari hormonal withdrawal. Dalam kajian yang

lain pula mengatakan bahwa sindrom premenstrual juga bisa menyebabkan

penurunun sensitivitas insulin (Trout and Scheiner, 2008; Ramalho et al., 2008).

(34)

glikogen. Dalam siklus menstruasi, pada fase menstrual dan fase preovulatori

dijumpai kadar estrogen lebih tinggi dari kadar progesteron. Jadi, dalam fase ini juga

bisa terjadi penurunan kadar glukosa atau hipoglikemi. Namun, pada fase pasca

ovulatori pula, kadar progesteron adalah lebih tinggi dari estrogen. Progesteron

dikatakan berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatkan

glikogen hati. Jadi, dalam fase ini bisa terjadi hiperglikemi (Peat, 2009).

Progesteron dan estrogen memiliki sifat antagonis terhadap pengaruh pada kadar

glukosa. Namun, kedua hormon ini berada pada kadar tertinggi saat fase luteal dan

fase sekretorik. Setiap individu dikatakan berbeda pengaruh hormonal terhadap

tubuhnya (Glick, 2009). Jadi, sekiranya hormon progesteron yang lebih dominan,

maka kadar glukosa darah bagi individu berkenaan kemungkinan akan tinggi akibat

resistensi insulin dan sekiranya hormon estrogen yang lebih dominan, maka akan

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Teori

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang berumur 20

tahun hingga 23 tahun.

Petunjuk: * yang telah diteliti *Siklus menstruasi

*Reguler (28-35 hari) Ireguler

*Kadar glukosa pada Fase Pasca Ovulatori - sebelum

menstruasi (Progesteron>Estrogen) (pada hari ke 18-25 siklus

pertama)

Perbedaan kadar glukosa darah pada Fase Pasca

Ovulatori dan Fase Menstrual

*Kadar glukosa pada Fase Menstrual - saat menstruasi

(Estrogen=Progesteron) (pada hari ke 2-5 siklus

berikutnya)

(36)

3.2. Definisi Operasional dan Variabel

Definisi Operasional Fase pasca ovulatori merupakan fase terakhir pada

siklus menstruasi yang berlangsung dari hari ke-15

hingga ke-28 yaitu antara masa ovulasi dengan onset

bagi siklus menstruasi berikutnya

Fase menstrual merupakan permulaan siklus

menstruasi yang berlangsung pada hari pertama

hingga hari ke-5 (Tortora and Derrickson, 2009)

Cara ukur Menentukan sampel sedang dalam hari ke 18-25 siklus

menstruasi sebelumnya dan hari ke 2-5 siklus

menstruasi berikutnya

Alat ukur Anamnese awal

Hasil Hari ke 18-25 siklus menstruasi sebelumnya dan hari

ke 2-5 siklus menstruasi berikutnya

Skala pengukuran Nominal

Definisi Operasional Kadar glukosa darah adalah jumlah glukosa yang

dibawa keseluruh tubuh melalui pembuluh darah

untuk menghasilkan energi ke semua sel di dalam

tubuh (American Diabetes Association, 2010)

Cara ukur Darah sampel diambil dari ujung jari dan diletakkan

pada strip untuk dibaca pada glukometer

Alat ukur Gluko meter dan strip (merek Easy Touch)

Hasil Kadar glukosa darah puasa dalam satuan unit mg/dl

(37)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah fase dalam siklus menstruasi

yaitu fase pasca ovulatori dan fase mesntrual. Pada siklus menstruasi, kadar hormon

progesteron adalah lebih tinggi dari estrogen sekitar pada hari ke 17-28. Manakala

kadar estrogen lebih tinggi dari progesteron pada hari pertama hingga ke 16 dalam

siklus menstruasi.

Variabel dependen adalah perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca

ovulatori dan fase menstrual yaitu sebelum dan saat menstruasi yang didapatkan

semasa pengukuran dengan menggunakan glukometer. Kadar glukosa dinyatakan

dalam satuan unit mg/dl.

Variabel luar dalam penelitian ini adalah umur sampel yaitu usia muda yang

memilki siklus haid teratur. Dalam penelitian ini usia muda yang dimaksudkan adalah

mahasiswi Fakultas Kedokteran USU-ACMS angkatan 2007 yang berusia antara

20-23 tahun.

3.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan perubahan kadar

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif analitik yang menilai

hubungan hormonal dengan kadar glukosa darah. Pendekatan yang digunakan pada

desain penelitian ini adalah cross sectional study, di mana dilakukan pengumpulan

data berdasarkan pengukuran variabel independen dan variabel dependen.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di kampus Allianze College of Medical Sciences

(ACMS) ataupun di Putra Villa (kediaman individu) yang menjadi sampel penelitian

ini. Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2010

setelah mendapatkan Ethical Clearance dari komisi etik.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu sampel

merupakan semua mahasiswi fakultas kedokteran USU-ACMS angkatan 2007 yang

mempunyai siklus haid teratur dan tidak mempunyai masalah kesehatan lainnya dan

memenuhi kriteria inklusi. Pada awalnya, peneliti telah berencana untuk turut

menjadikan mahasiswi dari fakultas kedokteran UKM-ACMS angkatan 2009 di

Kampus Allianze College Of Medical Sciences sebagai subjek penelitian. Namun, hal

ini gagal dilakukan karena adanya drop out dari sampel penelitian yaitu keterbatasan

peneliti untuk berhubung dengan mahasiswi dari fakultas kedokteran UKM-ACMS

angkatan 2009 yang tinggal agak jauh dari kawasan kediaman peneliti dan ini

menyulitkan proses pengambilan darah memandangkan pengambilan darah dilakukan

pada awal pagi. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seramai 30 orang.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang berusia 20 hingga 23

(39)

juga haruslah dalam kondisi sehat dan tidak memiliki penyakit-penyakit lainnya.

Subjek juga tidak melakukan aktivitas berat dan tidak mengambil obat-obatan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Sebelum melakukan pengukuran data, mahasiswi hendaklah memenuhi kriteria

inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini telah

mendapatkan ethical clearance dan dilakukan informed consent sebagai tanda

persetujuan dari sampel penelitian.

4.4.1. Mengukur Kadar Glukosa Dalam Darah Alat dan Bahan

Set glukometer, strip glukotest, lanset steril, alkohol dan kapas

Cara Kerja

Pengambilan sampel darah dilakukan pada waktu pagi, sebelum subjek

bersarapan pagi. Sebelum itu, mahasiswi telah diingatkan untuk makan pada

malam sebelumnya selewat-lewatnya pada jam 10 malam karena pengukuran

yang dilakukan adalah kadar glukosa darah puasa. Pertama kali yang dilakukan

adalah menyiapkan alat dan bahannya yaitu glukometer, strip glukotest, lanset

steril, kapas dan alkohol 70%. Sebelum darah diambil, terlebih dahulu ujung jari

tangan dibersihkan dengan kapas alkohol agar tidak terjadi infeksi. Strip glukotest

dimasukkan ke dalam alat glukometer, tunggu hingga terlihat gambar tetesan

darah. Ujung jari ditusuk dengan menggunakan lanset steril, dan darah dibiarkan

keluar. Darah diteteskan pada strip glukotest yang ada di dalam glukometer.

Kemudian tunggu sebentar sampai keluar angka pada glukometer. Angka tersebut

(40)

Gambar 4.1 Set Glukometer

Masukkan strip Letakkan tetesan

darah pada strip

Tunggu selama 10 detik hingga bacaan terpapar Strip dibuang

selepas digunakan

(41)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Dari data setiap pengukuran yang diambil telah direkodkan dan ditabulasi.

Seterusnya data telah diolah secara statistik dengan menggunakan program komputer

SPSS di mana hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif analitik dengan

menggunakan populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran dari Allianze College of

Medical Sciences (ACMS). Subjek penelitian dipilih secara consecutive sampling.

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September hingga bulan Oktober 2010.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Allianze College of Medical Sciences (ACMS) beralamat di Waziria

Medical Square, Allianze College of Medical Sciences, Jalan Bertam 2, Mukim 6,

13200 Kepala Batas, Pulau Pinang. Terdapat dua program yang ditawarkan dalam

Sarjana 1 (S1) yaitu Medical Doctor’s Degree USU (MD USU) dan Medical

Doctor’s Degree UKM (MD UKM). ACMS sudah mulai beroperasi sejak

pertengahan tahun 2006.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden merupakan semua mahasiswi fakultas

kedokteran USU-ACMS angkatan 2007 di Kampus Allianze College Of Medical

Sciences yang berusia 20 hingga 23 tahun. Terdapat beberapa karakteristik khas

yang ditentukan dalam pemilihan sampel untuk penelitian ini yaitu subjek

mestilah mempunyai siklus haid teratur dan tidak mempunyai masalah kesehatan

lainnya. Subjek juga tidak melakukan aktivitas berat dan tidak mengambil

obat-obatan. Setelah dilakukan survei, seramai 30 orang dari fakultas kedokteran

USU-ACMS yang memenuhi kriteria penelitian ini. Responden yang mengikuti

penelitian ini juga telah mengikuti syarat yang telah ditetapkan yaitu berpuasa

minimum 8 jam sebelum pengambilan darah dilakukan dan hanya boleh

(43)

5.1.3. Distribusi Mahasiswi yang Memiliki Siklus Haid Reguler

Seramai 30 (71.4%) orang telah mengikuti penelitian ini yaitu yang

memiliki siklus haid yang reguler. Total dari mahasiswi fakultas kedokteran

USU-ACMS angkatan 2007 di Kampus Allianze College Of Medical Sciences

adalah 42 orang.

Tabel 5.1 Distribusi Siklus Haid Mahasiswi

Siklus Haid Jumlah (orang) Presentase (%)

Reguler 30 71.4

Ireguler 12 28.6

Total 42 100

(44)

5.1.4. Kadar Glukosa Darah Mengikut Fase Pada Siklus Menstruasi

Kadar glukosa darah puasa telah diukur untuk menentukan apakah terdapat

hubungan perubahan kadar glukosa darah pada fasa pasca ovulatori dengan fase

menstrual pada responden. Kadar glukosa darah puasa dikategorikan sesuai

dengan penentuan dari American Diabetic Association (ADA).

Pada kedua fase ini, kategori kadar glukosa darah puasa yang di atas batas

normal menunjukkan yang paling dominan. Tiada yang dikelompokkan ke dalam

kategori diabetes.

Tabel 5.2 Presentase Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual

(45)

Gambar 5.2 Presentase Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Pasca

Ovulatori

(46)

5.1.5. Hasil Analisis Statistik

Dengan menggunakan uji T Dependen, didapatkan nilai rata-rata kadar

glukosa darah puasa pada kedua fase dengan standard deviasi tertentu.

Tabel 5.3 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Fase Siklus Menstruasi

Fase Siklus

Menstruasi Jumlah (n) KGD rata-rata Standard deviasi

Pasca Ovulatori 30 107.67 9.79

Menstrual 30 110.33 10.86

(Nilai p= 0.358)

(47)

Grafik histogram menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah puasa pada

fase pasca ovulatori adalah lebih rendah yaitu 107.67 dengan standard deviasi

9.79. Manakala pada fase menstrual menunjukkan rata-rata kadar glukosa darah

puasa lebih tinggi yaitu 110.33 dengan standard deviasi 10.86.

Hasil uji T dependen terhadap hubungan kadar glukosa darah pada fase

pasca ovulatori dan fase menstrual menunjukkan nilai p adalah lebih besar dari

0.05 yaitu 0.358. Ini berarti tiada hubungan antara rata-rata kadar glukosa darah

puasa pada kedua fase ini.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Siklus Haid pada Mahasiswi

Dalam penelitian ini, lebih 50% mahasiswi yang memiliki siklus haid yang

reguler. Hanya 12 dari 42 orang yang memiliki siklus haid ireguler. Hal ini terjadi

disebabkan beberapa faktor yaitu keadaan mahasiswi yang mungkin dalam

keadaan stres. Selain itu, menurut mahasiswi-mahasiswi yang memiliki siklus

haid ireguler, mereka jarang melakukan olahraga dan ada juga yang berolahraga

secara tidak teratur.

Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa stres sangat berperan dalam

regulasi hormonal di mana akan turut berpengaruh pada menstruasi. Stres akan

menginhibisi sistem reproduksi wanita pada aksis hipotalamus-pituitari-adrenal

(HPA axis) melalui tiga cara. Pertama, menekan sekresi hypothalamic

gonadotropin-releasing hormone oleh corticotropin-releasing hormone (CRH)

dan CRH-induced β-endorphin. Kedua, dengan menginhibisi hypothalamic gonadotropin-releasing hormone (GnRH), pituitary luteinizing hormone (LH)

dan sekresi ovarian estradiol [E] oleh kortisol. Ketiga, memicu jaringan target

yang dirangsang oleh kortisol menjadi resisten terhadap estradiol (Chrousos et

(48)

Selain itu, penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 telah mengkaji

mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan karakteristik siklus menstruasi.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara

moderate akan menyebabkan perpanjangan siklus menstruasi (Sternfeld et al.,

2002).

Dari penelitian yang telah dilakukan ini, peneliti mendapati bahwa siklus

haid beberapa mahasiswi yang tinggal serumah adalah hampir sama. Faktor yang

berperan dalam hal ini adalah pheromones yang menyebabkan siklus menstruasi

yang simultan pada kelompok wanita yang tinggal bersama terutama dalam satu

kamar (Anthena Institute, 2005).

5.2.2. Kadar Glukosa Darah Puasa pada Mahasiswi

Hasil dari penelitian ini didapai bahwa lebih 80% mahasiswi yang memiliki

kadar glukosa puasa di atas batas normal. Pengambilan darah telah dilakukan

pada waktu pagi hari sekitar jam 6 pagi di mana responden diminta untuk tidak

mengambil sebarang makanan dari jam 10 malam sebelum tidur. Terdapat teori

mengenai Dawn Phenomenon yaitu peningkatan kadar glukosa darah yang

diambil ketika pagi hari. Dawn Phenomenon merupakan keadaan hiperglikemi

atau peningkatan insulin yang diperlukan untuk mempertahankan keadaan

normoglikemi, yang terjadi pada beberapa jam di awal pagi hari akibat

unrecognized hypoglycaemic episode pada malam sebelumnya (Carroll dan

Schade, 2005).

Kita dikatakan berpuasa semasa tidur pada waktu malam dan tubuh

menggunakan tenaga simpanan semasa tidur. Antara proses yang terjadi adalah

glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot

menjadi glukosa dan glukoneogenesis yaitu pembentukan glukosa dari protein.

Pada waktu malam, sekitar jam 4 pagi hingga 11 pagi tubuh melepaskan beberapa

(49)

Hormon-hormon ini akan menyebabkan peningkatan resistansi insulin seterusnya

meningkatkan kadar glukosa darah. Selain itu, hormon-hormon ini turut memicu

terjadinya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis menyebabkan peningkatan

kadar glukosa darah (Hartmann, 2009).

5.2.3. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Fase Menstruasi

Pada penelitian ini nilai uji p >0.05 menunjukan tiada hubungan kadar

glukosa puasa pada fase pasca menstruasi dengan kadar glukosa darah pada fase

menstrual. Dikatakan bahwa pada fasa pasca ovulatori yaitu pada hari ke-15

hingga ke-28 terjadi peningkatan hormon progesteron yang seterusnya

menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Namun, pada fase ini juga turut

terjadi suatu sindroma yang menyebabkan penurunan kadar glukosa darah yaitu

sindroma premenstrual. Sindroma premenstrual adalah common cyclic disorder

pada wanita usia muda dan pertengahan yang dapat dilihat dari simptom-simptom

emosional dan fisik yang muncul pada fase pasca ovulatori yaitu 1 hingga 2

minggu sebelum menstruasi (Dickerson et al., 2003).

Simptom-simptom fisik pada sindroma premenstrual adalah seperti

bloating, nyeri pada mammae, lelah dan nyeri kepala manakala simptom-simptom

emosional pula seperti depresi, mudah marah dan mudah menangis (University of

Chicago, 2007). Selain itu, simptom pada sindroma menstrual juga dikatakan

sama seperti simptom hipoglikemi yaitu peningkatan nafsu makan dan lebih

menginginkan makanan dari gula atau karbohidrat. Dari uji klinis telah dilakukan,

didapati bahwa fluktuasi hormon menyebabkan sekresi insulin yang berlebihan

apabila adanya konsumsi makanan yang mengandung gula. Maka, apabila

terjadinya peningkatan nafsu makan pada sindroma premenstrual akan memicu

terjadinya hiperinsulinemia. Maka lebih banyak glukosa dirubah menjadi

glikogen dan akhirnya menyebabkan tubuh mengalami hipoglikemi diikuti

(50)

Jadi, pada individu yang mengalami sindroma premenstrual kemungkinan akan

terjadi penurunan kadar glukosa darah pada fase pasca ovulatori.

Pada populasi dalam penelitian ini tidak dijumpai perubahan kadar glukosa

darah puasa yang nyata pada fase pasca ovulatori dan fase menstrual. Ini

kemungkinan karena perubahan hormonal tidak mempunyai peran yang besar

terhadap kadar glukosa darah tetapi adanya faktor lain seperti pengaturan diet

(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah lebih

rendah dari fase menstruasi walaupun secara statistik tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata.

2. Rata-rata kadar glukosa darah puasa pada fase pasca ovulatori adalah 107.67

mg/dl dan pada fase menstrual pula adalah 110.33 mg/dl.

3. Dengan itu, hipotesis adalah ditolak karena tiada hubungan antara kadar

glukosa darah pada fase pasca ovulatori dengan kadar glukosa darah pada fase

menstrual dengan nilai p >0.05.

6.2. Saran

Rata-rata kadar glukosa darah pada kedua-dua fase adalah di atas batas normal

karena sampel darah diambil pada waktu pagi seawal jam 6 pagi dan dikatakan

terdapat pengaruh faktor Dawn Phenomenon. Namun demikian, setiap wanita

haruslah mengamalkan diet yang seimbang terutama semasa menstruasi untuk

memastikan kecukupan gizi dan keseimbangan kadar glukosa darah sepanjang siklus

menstruasi. Selain itu, stres yang berlebihan juga haruslah dielakkan supaya sindroma

premenstrual dapat dikawal dengan baik.

Penelitian yang telah dilakukan ini masih tidak lengkap dan banyak kekurangan.

Peneliti sangat berharap terdapat penelitian lain yang dapat melanjutkan penelitian ini

agar lebih lengkap dan sempurna. Antara saran bagi penelitian selanjutnya adalah:

1. Mengkaji kadar glukosa darah puasa pada setiap fase pada siklus menstruasi.

2. Mengukur kadar glukosa darah responden yang berpuasa disiang hari untuk

(52)

3. Mengukur kadar glukosa darah pada individu yang mengalami sindroma

premenstrual dan individu yang tidak mengalami sindroma ini pada siklus

menstruasi.

4. Jumlah responden juga mungkin bisa ditambahkan lebih ramai

memandangkan pada penelitian ini terdapat keterbatasan waktu dan sampel di

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Allan D. Marks, Colleen Smith, Michael Lieberman, 2005. Generation of ATP From

Glucose: Glycolysis, Marks’ Basic Medical Biochemistry. 2nd ed. USA: Williams & Wilkins: 399-415.

Alonso-Magdalena P, Ropero AB, Carrera MP, Cederroth CR, Baquie´ M, et al.,

2008. Pancreatic Insulin Content Regulation by the Estrogen Receptor ERα,

PLoS ONE, Vol 3, Issue 4.

American Academy of Pediatrics, 2006. Menstruation in Girls and Adolescents:

Using the Menstrual Cycle as a Vital Sign, Official Journal of The American

Academy of Pediatrics, Vol. 118 No. 5.

Ana C. R. Ramalho, Carolina M. Andrade and Fernanda V. D. O. Prates, 2008.

Menstrual Cycle and Glycemic Control, Recent Patents on Endocrine,

Metabolic & Immune Drug Discovery Vol. 3, 65-68.

Arun S. Rajan, MD, MBA, 2002. Regulation of Insulin Secretion

Athena Institute, 2005. What Are Pheromones? Biomedical Research Facility.

Available from:

November 2010].

Barbara Sternfeld, Marlena K. Jacobs, Charles P. Quesenberry Jr., Ellen B. Gold and

MaryFran Sowers, 2002. Physical Activity and Menstual Cycle Characteristic

(54)

Biohealth Indonesia, 2007. Siklus Menstruasi Wanita. Available from:

Carroll MF and Schade DS, 2005. The dawn phenomenon revisited: implications for

diabetes therapy, US National Library of Medicine, National Institutesof

Health. Endocrine Practice, Vol 11(1): 55-64.

Davidsen et. Al, 2007. Impact of The Menstrual Cycle on Determinants of Energy

Balance: a putative role in weight loss attempts. International Journal of

Obesity 31, 887-890.

Deanna Glick, 2009. Women's Monthly Cycle Affects Blood Glucose Control, But Not

Consistently, Diabetes Health. Available from:

George P. Chrousos, David J. Torpy and Philip W. Gold, 1998. Interactions between

the Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis and the Female Reproductive System: Clinical Implications, Annals of Internal Medicine, Vol 129: 3.

Gerard J. Tortora and Bryan Derrickson, 2009. The Female Reproductive Cycle,

Principles of Anatomy and Physiology 12th ed. Asia: John Wiley & Sons, Vol

2: 1112-1116.

Jim Hartmann, 2009. Dawn Phenomenon, Diabetes Support Forum UK. Available

from:

[Accessed 5 November 2010].

Jovanovic L. 2004. Advances in Diabetes For The Millennium: Diabetes in women. Med Gen Med.; 6(3 Suppl): 3.

(55)

Loiuse Tenney, 1997. Hypoglycemia: A Nutritional Approach, Woodland health

Series. Available from:

November 2010].

Lori M. Dickerson, Pamela J. Mazyck and Melissa H. Hunter, 2003. Premenstrual

Syndrome, American Family Physician, Vol 67(8): 1743-1752.

M. Anwari Irawan, 2007. Glukosa & Metabolisme Energi, Polton Sports Science &

Performance Lab, Sports Science Brief, Vol 1, No 6: 1-5.

Masayo Morofushi, Kazuyuki Shinohara, Toshiya Funabashi and Fukuko Kimura,

2000. Positive Relationship between Menstrual Synchrony and Ability to

Smell 5α-Androst-16-en-3α-ol, Oxford University Press 2000, Chem. Senses

25: 407-411.

McKinley Health Centre, 2008. Irregular Menses, University of Illinois. Available

from:

Raymond F. Peat, Ph. D., 2009. Progesterone: Essential to Your Well-Being, An

International Women’s Holistic Health Resource Group. Available from:

Salem, R. and Setty, V., 2006. Key Facts About the Menstrual Cycle. INFO Reports

No. 7. Baltimore, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.

Available from:

March 2010].

Stephen L. Aronoff, Kathy Berkowitz, Barb Shreiner and Laura Want, 2004. Glucose

(56)

The University of Chicago Primary Care Group, 2007. Premenstrual Syndrome.

Available from:

16 October 2010].

Trout KK, Rickels MR, Schutta MH, et al, 2007. Menstrual Cycle Effects on Insulin Sensitivity in Women With Type 1 Diabetes: A pilot study. Diabetes Technol

Ther.; 9: 176–182.

William F. Ganong, 2005. Endocrine Functions of The Pancreas & Regulation of

Carbohydrate Metabolism, Review of Medical Physiology. 22nd ed. ASIA: McGraw-Hill: 333-555.

Yayasan Spiritia, 2010. Tes Gula dan Lemak Darah, Lembaran Informasi 123, Situs

web:

(57)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lina Mumtazah Binti Makmor

Tempat/Tanggal Lahir : Johor / 20 Juni 1988

Agama : Islam

Alamat : Putra Villa, Kepala Batas, Pulau Pinang

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Datuk Ismail Saadon, Johor

2. Kolej Tunku Kurshiah, Negeri Sembilan

3. Allianze College of Medical Sciences, Pulau Pinang

Riwayat Pelatihan :1. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia 2007

2. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru 2007 FK

USU, Medan

Riwayat Organisasi : 1. Persatuan Mahasiswa Malaysia USU (PM-USU)

2. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar

(58)

LAMPIRAN 2

FORMULIR A

PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN Yth: Saudari

Saya, Lina Mumtazah binti Makmor, peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara ingin membuat penelitian tentang Hubungan Perubahan Kadar

Glukosa Darah pada Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda. Untuk mendukung penelitian ini, anda diminta untuk tidak mengambil

sebarang makanan kecuali air putih selepas jam 10 malam, pada malam sebelum

pengukuran kadar glukosa dalam darah dilakukan.

Pada penelitian ini, sampel darah akan diambil dari ujung jari dan akan diukur pada

glukometer untuk mengetahui kadar glukosa darah. Pengambilan sampel darah akan

dilakukan sebanyak dua kali yaitu pertama, antara pada hari ke 18-25 siklus

menstruasi pertama dan kali kedua antara pada hari ke 2-5 siklus menstruasi

berikutnya. Sampel darah akan diambil pada waktu pagi yaitu sebelum mahasiswi

bersarapan pagi karena kadar glukosa yang akan diukur adalah kadar glukosa darah

puasa. Peniliti memastikan menggunakan prosedur yang benar dan dijelaskan kepada

mahasiswi secara lisan. Pada penelitian ini, anda akan mendapat tahu perubahan

kadar glukosa darah sebelum dan saat menstruasi.

Anda tidak akan dipaksa untuk ikut serta dalam penelitian ini bila anda tidak

menghendakinya. Anda hanya boleh ikut mengambil bagian atas kehendak sendiri.

Anda berhak menolak partisipasi tanpa memberikan suatu alasan. Segala data yang

didapatkan akan menjadi kerahasiaan dan akan digunakan untuk tujuan penelitian

(59)

LAMPIRAN 3

FORMULIR B INFORMED CONSENT

(SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

No HP :

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko

penelitian ini yang berjudul : Hubungan Perubahan Kadar Glukosa Darah pada

Fase Pasca Ovulatori dan Fase Menstrual pada Usia Muda, saya bersetuju untuk

ikut serta dalam uji penelitian ini.

Kepala Batas, ……….. 2010

Mengetahui, Yang menyatakan,

Penanggungjawab penelitian, Responden,

……… ………

(60)

LAMPIRAN 4

(61)

LAMPIRAN 5

(62)

LAMPIRAN 6

95% Confidence Interval of

Gambar

Gambar 2.1 Skema Proses Glikolisis
Gambar 2.2 Skema Proses Pembentukan Asetil Koenzim A
Gambar 2.3 Skema Proses Siklus Kreb
Gambar 2.5  Interaksi antara sistem reproduksi dengan aksis hipotalamus-
+6

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA PADA PEDAGANG PASAR KLEWER

Korelasi Antara Nilai Hemoglobin A1C Dengan Kadar Glukosa Darah Puasa Dan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Postprandial Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.. Sylvia Rachmayati*,

Berdasarkan hasil penelitian apabila dibandingkan dengan kadar glukosa darah pada masa puasa, median kadar glukosa darah setelah pemberian glukosa mengalami kenaik- kan

Kadar glukosa darah puasa pada tikus yang diinduksi STZ dosis rendah 35 mg/Kg tetap menunjukkan keadaan hiperglikemia dan belum menunjukkan reversibilitas spontan

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan KN Berawi, dkk (2013), tentang pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah puasa pada peserta

Hasil uji normalitas data dengan Saphiro-Wilk didapatkan distribusi data normal antara kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah post-prandial 1 jam, dan kadar glukosa

Tujuan: Mengetahui pengaruh konsumsi aspartam terhadap kadar glukosa darah puasa (GDP) dan hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan

Perlakuan yang memberikan penurunan kadar glukosa darah puasa terbaik adalah kelompok 2 dengan rata-rata penurunan gula darah puasa sebesar 408.667 dengan dosis infusa biji