POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA PERBUKITAN DAN DI DESA TEPI DANAU
KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 081000209 Harry M. Damanik
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA PERBUKITAN DAN DI DESA TEPI DANAU
KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
HARRY M. DAMANIK 081000209
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripisi Dengan Judul :
POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA PERBUKITAN DAN DI DESA TEPI DANAU
KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
TAHUN 2010
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :
HARRY M. DAMANIK
Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 September 2010 dan Dinyatakan telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
081000209
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dra. Jumirah, Apt, Mkes Dr.Ir.Zulhaida Lubis, MKes
NIP. 19580315 198811 2 001 NIP. 19620529 198903 2 001
Penguji II Penguji III
Dr.Ir.Albiner Siagian, MSi Dr.Ir.Evawany Y Aritonang, MSi
NIP. 19670613 199303 1 004 NIP. 19680616 199303 1 004
Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
ABSTRAK
Perbedaan geografi dan topografi dapat mempengaruhi pola makan
masyarakat. Kelompok anak sekolah (7-13 tahun) merupakan kelompok masyarakat yang membutuhkan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan fisik, intelektual dan aktivitasnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar antara desa perbukitan dan desa tepi danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2010 .
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi semua murid SDN No.176384 Sinabulan (desa perbukitan) dan murid SDN No.173745 Buhit (desa tepi danau) berjumlah 204 orang. Sampel adalah seluruh murid kelas IV, V dan VI SDN No.176384 Sinabulan sejumlah 37 orang dan murid SDN No.173745 Buhit sejumlah 54 orang yang diambil secara Purposive Sampling. Untuk menguji perbedaan pola makan dan status gizi digunakan uji statistik t-test
dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan tingkat
konsumsi energi dan protein anak sekolah dasar antara desa perbukitan dan desa tepi danau. Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein anak sekolah dasar di desa perbukitan berada pada kategori kurang dan di desa tepi danau berada pada kategori sedang. Tidak ada perbedaan yang signifikan status gizi berdasarkan TB/U dan IMT/U anak sekolah dasar di desa perbukitan dan di desa tepi danau. Rata-rata status gizi anak sekolah dasar berdasarkan TB/U dikedua desa berada pada kategori pendek dan rata-rata status gizi anak sekolah dasar berdasarkan IMT/U dikedua desa berada pada kategori normal.
Perlu peningkatan konsumsi pangan anak sekolah dasar di desa perbukitan dan tepi danau, sehingga status gizi menjadi normal. Bagi masyarakat di desa tepi danau perlu dilakukan penyuluhan oleh dinas kesehatan setempat tentang manfaat sumber protein yang berasal dari danau, misalnya ikan pora-pora yang kurang dimanfaatkan. Bagi masyarakat desa perbukitan perlu adanya peningkatan suplai bahan pangan sumber energi dan protein.
ABSTRACT
A different geography and topography can influence the meal pattern of society. A group of the school childrens of 7 – 13 years old is group of society who needs a relatively great amount of nutritious food for their physical growth, intellectual and activity.
The purpose of this descriptive study with cross-sectional design was to analyze the difference between the meal pattern and nutritional status of the primary school children located in a village on the hill and in a village by the lake in
Pangururan Subdistrict, Samosir District in 2010.
The populations of this study were all of the 204 primary students of SDN No.176384 Sinabulan (a village on the hilly area) and of SDN No. 173745 Buhit (a village by the lake). The samples for this study were 37 students of Grade IV, V, and VI of SDN No.176384 Sinabulan and 54 students of Grade IV, V, and VI of SDN No. 173745 Buhit who were selected through purposive sampling technique. The
difference of their meal pattern and nutritional status was statistically tested through t-test with α = 0.05.
The result of this study showed that there was a significant difference between the level of energy and protein consumption of the primary school children located in the village on the hill and that of the primary school children located in the village by the lake. The average level of energy and protein consumption of the primary
schoolchildren located in the village on the hill was on the inadequate category and that of the primary school children located in the village by the lake was on the medium category. Based on Body Height/Age and Body Mass Index/Age, there was no significant difference between the nutritional status of the primary school children in the village on the hill and that of the primary school children in the village by the lake. The average nutritional status Based on Body Height showed that the primary school children in both the villages on the hill and by the lake were in short category and, the average nutritional status Body Mass Index/Age showed that the primary school children in both the villages on the hill and by the lake were in normal category.
It is necessary to increase the food consumption for the primary school children in both the villages on the hill and by the lake that their nutritional status becomes normal. The management of Samosir Health Service is suggested to provide the communities of the villages by the lake with some extensions on the benefit of the protein resources from the lake such as the pora-pora fish which has been less utilized. It is necessary to increase the supply of energy and protein-contained foodstuff for the community in the villages on the hill.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Harry M. Damanik
Tempat/Tanggal Lahir : Limbong, 22 Maret 1981
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 7 (tujuh) orang
Alamat Rumah : Desa Sarimarrihit Kec. Sianjur Mula-mula
Kab. Samosir
Riwayat Pendidikan :
1. SDN No. 175824 Limbong, Tahun 1988-1993
2. SMP N 1 Limbong Sagala, Tahun 1993-1996
3. SMU N 1 Harian Tahun 1996-1999
4. D-III Keperawatan FK-USU Tahun 1999-2003
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan Tahun 2008-2010.
Riwayat Pekerjaan :
Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir Tahun 2006
KATA PENGANTAR
Syukur Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena
atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Makan
dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2010”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia yang
memiliki keterbatasan.
Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, saran
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr.Drs Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
3. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat dan selaku Dosen Pembimbing I yang penuh perhatian
membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dr.Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing II yang penuh
perhatian membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Dosen Penguji II.
secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada
1. Ayahanda M. Damanik dan Ibunda M.Sidabutar yang memberikan kasih
sayang tidak terhingga, bantuan moril , materil dan doa kepada penulis selama
ini.
2. Abangku B. Damanik dan adik-adikku Rani, Jenny dan Adi yang memberi
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.
3. Bapak Manigor Simbolon, SKM selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Samosir yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
perkuliahan ini, kepada Bapak Oberlin Simbolon, Bapak Berman
Situmorang, Bapak Data Simbolon, Apparaku Pittaraman Damanik dan
Ito Evayanty Sagala yang memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Elmina Sinurat selaku Kepala SDN No. 173745 Buhit dan Ibu Poibe Tamba selaku kepala SDN No.176384 Sianbulan yang telah memberikan izin
dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
5. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungannya,
kerja sama dan doanya.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun
demikian Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Anak Sekolah Dasar ... 7
2.1.1. Pegertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 7
2.1.2. Masalah Gizi Anak Sekolah Dasar ... 7
2.2. Kebutuhan Makan Anak Sekolah ... 9
2.3. Pengertian Status gizi... 10
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 11
2.4.1. Penyebab Langsung ... 11
2.4.2 .Penyebab tidak Langsung ... 11
2.5. Penilaian Status Gizi Anak Sekolah Dasar ... 12
2.5.1. Penilaian Status gizi secara Antropometri ... 12
2.5.1.1. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) ... 12
2.5.1.2. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) ... 14
2.5.1.2. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (TB/U) ... 15
2.6. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri ... 16
2.6. Pola Konsumsi ... 17
2.8. Metode Food Recall 24 jam ... 17
2.9. Metode Frekuensi makanan (Food Frequency) ... 19
2.10. Kerangka Konsep Penelitian ... 21
2.11. Hipotesa Penelitian ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Jenis Penelitian ... 23
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 23
3.2.1 Lokasi ... 23
3.2.2 Waktu... 24
3.3 Populasi Dan Sampel ... 24
3.3.1 Populasi ... 24
3.3.2 Sampel ... 24
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 25
3.4.2 Data Sekunder ... 25
3.5 Instrumen Penelitian ... 25
3.6 Definisi Operasional ... 26
3.7 Aspek Pengukuran ... 27
3.8 Pengolahan dan Analisa Data ... 29
3.8.1 Pengolahan Data ... 29
3.8.2 Analisa Data ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 31
4.1 Gambaran umum lokasi penelitian ... 31
4.1.1 Kondisi Geografis dan Demografi Desa Sinabulan ... 31
4.1.2 Kondisi Geografis dan Demografi Desa Sianting-anting ... 32
4.2 Gambaran Umum Responden ... 34
4.3 Jenis dan Frekuensi Bahan Makanan ... 35
4.4 Tingkat Konsumsi Energi ... 41
4.5 Tingkat Konsumsi Protein... 42
4.6 Status Gizi Tinggi Badan Menurut Umur ... 43
4.7 Status Gizi Indeks Massa Tubuh Menurut Umur ... 44
BAB V PEMBAHASAN... 45
5.1 Jenis dan Frekuensi Makan Anak Sekolah Dasar di desa perbukitan dan desa tepi danau ... 45
5.2 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau ... 47
5.3 Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau ... 49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
6.1 Kesimpulan ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi dan Protein yang Dianjurkan ... 32
Tabel 3.1 Jumlah Anak Sekolah Dasar Perkelas ... 24
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Desa Sinabulan Tahun
2010 ... . 32
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Desa Sianting-anting
Tahun 2010... . 33
Tabel 4.3 Distribusi Anak sekolah Dasar Berdasarkan Umur di Desa
Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... . 34
Tabel 4.4 Distribusi Anak sekolah Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa
Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... . 34
Tabel 4.5 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makanan
Pokok yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... . 35
Tabel 4.6 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi
Lauk-Pauk yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan
dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... 36
Tabel 4.7 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Sayuran
yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... 37
Tabel 4.8 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi
Buah-buahan yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan
dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... 38
Tabel 4.9 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makanan
Jajanan yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan
dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... 39
Tabel 4.10 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Minuman yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010 ... 40 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Energi yang dikonsumsi
Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010... 41 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Protein yang dikonsumsi
Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau
Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Status Gizi Tinggi Badan Menurut Umur
Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010... 43 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Status Gizi Indeks Massa Tubuh Menurut
Umur Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi
ABSTRAK
Perbedaan geografi dan topografi dapat mempengaruhi pola makan
masyarakat. Kelompok anak sekolah (7-13 tahun) merupakan kelompok masyarakat yang membutuhkan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan fisik, intelektual dan aktivitasnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar antara desa perbukitan dan desa tepi danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2010 .
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi semua murid SDN No.176384 Sinabulan (desa perbukitan) dan murid SDN No.173745 Buhit (desa tepi danau) berjumlah 204 orang. Sampel adalah seluruh murid kelas IV, V dan VI SDN No.176384 Sinabulan sejumlah 37 orang dan murid SDN No.173745 Buhit sejumlah 54 orang yang diambil secara Purposive Sampling. Untuk menguji perbedaan pola makan dan status gizi digunakan uji statistik t-test
dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan tingkat
konsumsi energi dan protein anak sekolah dasar antara desa perbukitan dan desa tepi danau. Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein anak sekolah dasar di desa perbukitan berada pada kategori kurang dan di desa tepi danau berada pada kategori sedang. Tidak ada perbedaan yang signifikan status gizi berdasarkan TB/U dan IMT/U anak sekolah dasar di desa perbukitan dan di desa tepi danau. Rata-rata status gizi anak sekolah dasar berdasarkan TB/U dikedua desa berada pada kategori pendek dan rata-rata status gizi anak sekolah dasar berdasarkan IMT/U dikedua desa berada pada kategori normal.
Perlu peningkatan konsumsi pangan anak sekolah dasar di desa perbukitan dan tepi danau, sehingga status gizi menjadi normal. Bagi masyarakat di desa tepi danau perlu dilakukan penyuluhan oleh dinas kesehatan setempat tentang manfaat sumber protein yang berasal dari danau, misalnya ikan pora-pora yang kurang dimanfaatkan. Bagi masyarakat desa perbukitan perlu adanya peningkatan suplai bahan pangan sumber energi dan protein.
ABSTRACT
A different geography and topography can influence the meal pattern of society. A group of the school childrens of 7 – 13 years old is group of society who needs a relatively great amount of nutritious food for their physical growth, intellectual and activity.
The purpose of this descriptive study with cross-sectional design was to analyze the difference between the meal pattern and nutritional status of the primary school children located in a village on the hill and in a village by the lake in
Pangururan Subdistrict, Samosir District in 2010.
The populations of this study were all of the 204 primary students of SDN No.176384 Sinabulan (a village on the hilly area) and of SDN No. 173745 Buhit (a village by the lake). The samples for this study were 37 students of Grade IV, V, and VI of SDN No.176384 Sinabulan and 54 students of Grade IV, V, and VI of SDN No. 173745 Buhit who were selected through purposive sampling technique. The
difference of their meal pattern and nutritional status was statistically tested through t-test with α = 0.05.
The result of this study showed that there was a significant difference between the level of energy and protein consumption of the primary school children located in the village on the hill and that of the primary school children located in the village by the lake. The average level of energy and protein consumption of the primary
schoolchildren located in the village on the hill was on the inadequate category and that of the primary school children located in the village by the lake was on the medium category. Based on Body Height/Age and Body Mass Index/Age, there was no significant difference between the nutritional status of the primary school children in the village on the hill and that of the primary school children in the village by the lake. The average nutritional status Based on Body Height showed that the primary school children in both the villages on the hill and by the lake were in short category and, the average nutritional status Body Mass Index/Age showed that the primary school children in both the villages on the hill and by the lake were in normal category.
It is necessary to increase the food consumption for the primary school children in both the villages on the hill and by the lake that their nutritional status becomes normal. The management of Samosir Health Service is suggested to provide the communities of the villages by the lake with some extensions on the benefit of the protein resources from the lake such as the pora-pora fish which has been less utilized. It is necessary to increase the supply of energy and protein-contained foodstuff for the community in the villages on the hill.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.
Masalah gizi meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada
kasus tertentu, seperti keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial,
krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga, yaitu kemampuan rumah tangga untuk memperoleh makanan untuk semua
anggotanya. Menyadari hal ini, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan
kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan
yang cukup dalam jumlah dan mutunya. Dalam konteks ini masalah gizi tidak lagi
semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan
masalah kesempatan kerja.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi,
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin
Kelompok anak sekolah (7-13 tahun) merupakan kelompok rentan gizi,
kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila masyarakat
terkena kekurangan penyediaan bahan makanan. Pada umumnya kelompok ini
berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan zat-zat
gizi dalam jumlah relatif besar (Sediaoetama, 2004).
Anak sebagai aset SDM dan generasi penerus perlu diperhatikan
kehidupannya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting
dalam pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia. Kecukupan gizi sangat
mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Banyak aspek yang
berpengaruh terhadap status gizi antara lain aspek pola pangan, sosial budaya dan
pengaruh konsumsi pangan (Suhardjo, 2003).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut
merupakan generasi penerus bangsa. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang
optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar.
Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan zat gizi pada
anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang
ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang.
Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh
anak (Judarwanto, 2006).
Berbagai masalah kesehatan juga dijumpai dikalangan anak sekolah. Secara
langsung keadaan zat gizi dipengaruhi oleh kecukupan asupan makanan dan keadaan
individu. Kedua faktor tersebut selain dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan
Adapun masalah-masalah yang timbul pada kelompok umur usia sekolah,
antara lain defesiensi Fe dan seringnya jajan di sekolah sehingga dirumah anak tidak
mau makan dan pada umumnya mereka tidak sarapan (makan pagi), makan siang di
luar rumah tidak teratur sehingga tidak tercukupi kebutuhan gizinya.
Perhatian terhadap anak termasuk anak usia sekolah dasar semakin
ditingkatkan, terutama dalam hal yang berkaitan dengan masalah gizi. Perhatian
terhadap kelompok ini perlu, karena kenyataan golongan ini merupakan sumber daya
manusia yang sangat potensial yang perlu diberikan perhatian, pembinaan dan
pengawasan yang sedini mungkin agar menghasilkan kualitas yang baik.
Pertumbuhan anak yang baik dalam lingkungan yang sehat penting untuk
menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan berpotensi (Santoso S, 1999).
Dari beberapa penelitian diketahui sebagian anak sekolah mengalami masalah
gizi yang cukup serius. Hasil kegiatan Tinggi Badan Anak Sekolah Baru Masuk
(TBASS) Tahun 1998 Menunjukkan bahwa 37,8% anak Sekolah dasar dan Madrasah
Ibtidayah yang baru masuk sekolah menderita Kurang Energi Protein (KEP).
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) yang ditandai dengan adanya
pembesaran kelenjar gondok masih diderita 11,1% anak sekolah dasar dan Madrasah
Ibtidayah (2002). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 1995
menunjukkan bahwa 47,3% anak usia sekolah menderita anemia gizi.
Disamping menderita menderita gizi kurang diketahui pula bahwa di
beberapa daerah perkotaan telah terjadi masalah gizi lebih pada anak sekolah dasar
dan Madrasah Ibtidayah. Hasil penelitian Husaini pada anak sekolah dasar dan
Bogor (1998) menunjukkan bahwa 10,3% anak laki-laki dan 11,4% anak perempuan
kelebihan berat badan.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 di Kabupaten Samosir
ditemuka n anak usia 6-14 tahun laki-laki status kurus 16,5% dan berat badan lebih
5,3% dan anak perempuan status gizi kurus 5,3% dan berat badan lebih 3,4%.
Dari hasil Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Samosir Tahun 2006, menurut
indeks BB/U diperoleh status gizi usia anak sekolah di Kecamatan Pangururan
terdapat gizi buruk sebanyak 12,5%, gizi kurang sebanyak 31%, gizi baik sebanyak
55,4% dan gizi lebih sebanyak 1,1 %. Menurut indeks TB/U diperoleh status gizi
anak usia sekolah sangat pendek sebanyak 27,2%, pendek sebanyak 28,3% dan
normal sebanyak 44,6%. Menurut indeks BB/TB diperoleh status gizi anak usia
sekolah dasar sangat kurus sebanyak 8,7%, kurus sebanyak7,6%, normal sebanyak
76,1% dan gemuk sebanyak 7,6 %.
Secara geografis wilayah Kecamatan Pangururan sebagian terdapat ditepi
Danau Toba dan sebagian lagi terdapat di perbukitan. Desa yang terletak di
perbukitan termasuk desa sulit ditempuh dengan transportasi roda empat dan
penyebaran rumah-rumah penduduk saling berjauhan dan masyarakat terbatas
mendapatkan pangan bersumber hewani yang diperoleh dari pasar yang ada di tepi
danau sekali dalam seminggu . Selain itu anak sekolah dasar di desa perbukitan pada
umumnya masih berjalan kaki ke sekolah dan mempunyai kebiasaan membantu orang
tua ke ladang setelah pulang dari sekolah. Sedangkan desa tepi danau masyarakatnya
memperoleh bahan makanan sumber protein hewani seperti ikan yang banyak di desa
tepi danau.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berhubungan dengan perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar
di desa perbukitan dan di desa tepi danau Kecamatan Pangururan.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang ingin diteliti,
yaitu bagaimana perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun
2010.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan pola makan dan status gizi anak sekolah dasar
di desa perbukitan dan di desa tepi danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau.
2. Untuk mengetahui frekuensi makanan yang dimakan anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau.
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat konsumsi energi dan protein anak sekolah
4. Untuk mengetahui perbedaan status gizi anak sekolah dasar di desa perbukitan
dan di desa tepi danau.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan kepada sekolah tentang keadaan gizi dan pola makan
pangan murid-murid di sekolahnya.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah,
khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir dalam upaya penanggulangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anak Sekolah Dasar
2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih
kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua.
Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gizi anak
sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan.
Karakteristik anak sekolah meliputi:
1. Pertumbuhan tidak secepat bayi.
2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).
3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.
4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
5. Pertumbuhan lambat.
6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
Anak sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras
banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan
keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol
waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat cukup (Moehji, 2003).
2.1.2. Masalah Gizi Anak Sekolah Dasar
Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi
terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi
berkaiatan erat dengan masalah pangan. Masalah pangan antara lain menyangkut
ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh
kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu
makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak hanya terbatas pada kondisi
kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gizi.
Di beberapa daerah pada sekelompok masyarakat Indonesia terutama di
kota-kota besar, masalah kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya
kelebihan gizi, meledaknya kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan
mendatangkan masalah baru yang mempunyai konsekuensi yang serius bagi
pembangunan bangsa Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Dengan kata lain,
masih tingginya prevalensi kurang gizi di beberapa daerah dan meningkatnya
prevalensi obesitas yang dramatis di beberapa daerah yang lain akan menambah
beban yang lebih komplek dan harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia dalam
upaya pembangunan bidang kesehatan, sumber daya manusia dan ekonomi (Hadi,
2005).
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih
baik daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah mudah dijangkau oleh
berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh
kelompok swasta. Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi anak
sekolah yang tidak memuaskan, misal berat badan yang kurang, anemia defisiensi Fe,
defisiensi vitamin C dan daerah-daerah tertentu juga defisiensi Iodium (Sediaoetama,
2.2. Kebutuhan Makanan pada Anak Sekolah
Awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak
mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan
orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana dan lingkungan
baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan
mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat
tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu
makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003).
Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan
pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat
stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi
yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama
mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama
dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang
seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu
sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak
ada selera untuk sarapan pagi (Khomsan, 2003).
Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan selama di sekolah adalah agar
kadar gula tetap terkontrol baik, sehingga konsentrasi terhadap pelajaran dan aktivitas
lainnya dapat tetap dilaksanakan. Kandungan zat gizi makanan selingan ditinjau dari
besarnya kandungan energi dan protein sebesar 300 kkal dan 5 gram protein.
Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan
badan. Mulai umur 10-12 tahun, Kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak
perempuan. Adapun jumlah energi dan protein yang dianjurkan oleh Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi bagi anak umur 7-12 tahun tertera pada tabel 1.
Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Anak Umur 7 –12 Tahun
Golongan Umur Berat Tinggi Energi Protein
7-9 tahun 25 kg 120 cm 1800 kkal 45 gram
10 –12 tahun (pria) 35 kg 138 cm 2050 kkal 50 gram
10 –12 tahun (wanita) 38 kg 145 cm 2050 kkal 50 gram
Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17- 19 Mei 2004.
2.3. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan
tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004).
Menurut Supariasa, dkk (2001) menyatakan bahwa status gizi yaitu ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh : Gizi kurang merupakan keadaan
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
2.4.1. Penyebab Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit.
2.4.2. Penyebab tidak Langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
- Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak
agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
2.5. Penilaian Status Gizi Anak Sekolah Dasar
2.5.1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Supariasa, dkk (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh.
Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi.
Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk
berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan
dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1. Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah
kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat
berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.
2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada.
Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukuranya tetap atau
naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.
Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai
status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan
Menurut Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Depkes RI,
1995).
2.5.1.1. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan
gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif
nafsu makan atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat badan
merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi
terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan
abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang
lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan
sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu
indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U
lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status).
Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan
kekurangan yang perlu mendapat perhatian.
Kelebihan indeks BB/U yaitu :
1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.
2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3. Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).
Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah :
1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema.
2. Memerlukan data umur yang akurat.
3. Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan
anak pada saat penimbangan.
4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya
setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan
2.5.1.2. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan
pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan
dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup
lama.
Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga
digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan
tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa
balitanya. Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan
dengan kesahlian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur.
Masalah-masalah seperti ini akan lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang
lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur
yang lebih panjang (setelah tahunan atau tahunan) memperkecil kemungkinan
kesalahan data umur.
Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu :
1. Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.
2. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila
2.5.1.3. Indeks Massa Tubuh Menurut (IMT/U)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan
perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang
sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik
dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran
antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan cara penilaian
status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan (Supariasa, dkk., 2001).
Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara
antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan
secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan
kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua
dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh
mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass)
(Riyadi, 2004).
Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks
antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak
sekolah.
2.6. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri
Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan
ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007
diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di
dunia.
Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai
berikut :
Indeks BB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat Kurang : < -3 SD
Indeks TB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat pendek : < -3 SD
Indeks IMT/U :
a. Sangat gemuk : > 3 SD
b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
2.7. Pola Makan
Menurut Hong dalam Kardjati (1985) mengemukan bahwa, pola adalah
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan
makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan memberikan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu.
Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan
beberapa faktor atau kondisi setempat :
a. Faktor yang berhubungan dengan persediaan bahan makanan yang termasuk
faktor geografis, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan,
daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan suatu
daerah.
b. Faktor sosio-ekonomi dan kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen yang
memegang peranan penting dalam pola konsumsi peduduk.
c. Bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu.
2.8. Metode Food Recall 24 jam
Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini
responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu
(kemarin). Recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak
Menurut Sanjur (1997) yang dikutip oleh Supariasa, dkk (2001).
Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam adalah sebagai berikut:
1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan
atau minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT)
selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukan konversi
dari URT ke dalam ukuran berat (gram).
2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:
1. Mudah melaksanakannya serta tidak membebani responden. Biaya relatif murah
karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas.
2. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
3. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
4. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu
sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan metode recall 24 jam antara lain:
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan
recall satu hari.
3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk
melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang
gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).
4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih atau terampil dalam
menggunakan alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut
kebiasaan masyarakat.
5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian.
Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat
responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk
dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali
pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut). Apabila pengukuran hanya
dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif
menggambarkan kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk, 2001).
2.9. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Menurut Supriasa, dkk (2001), secara umum survey konsumsi makanan
dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan tingkat kecukupan bahan
makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut.
Metode frekuensi makan adalah untuk memperoleh data tetang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama waktu periode tertentu
Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau
makanan dan frekuensi pengguanaan makanan tersebut pada periode waktu tertentu.
Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi
dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.
1. Relatif murah dan sederhana.
Kelebihan metode food frequency :
2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden.
3. Tidak membutuhkan latihan khusus.
4. Dapat untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dengan kebiasaan makan.
1. Tidak dapat menghitung intake zat gizi sehari-hari.
Kekurangan metode food frequency:
2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data.
3. Cukup menjemukan bagi pewawancara.
4. Perlu membuat pencobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan
yang akan masuk kedalam daftar kuesioner.
2.10. Kerangka Konsep
Untuk melihat pola makan dan status gizi anak sekolah dasar, dapat disajikan
dalam kerangka konsep sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
Kondisi faktor ekologi desa mempengaruhi pola makan secara kualitatif dan
kuantitatif merupakan penyebab tidak langsung masalah status gizi anak sekolah
dasar.
Faktor Ekologi :
- Desa Perbukitan
- Desa Tepi Danau
Pola Konsumsi:
- Jenis Makanan
- Frekuensi Makan
- Tingkat Konsumsi
Energi
- Tingkat konsumsi
Protein
2.11. Hipotesa Penelitian
1. Ada perbedaan tingkat konsumsi energi anak sekolah dasar di desa perbukitan
di desa tepi danau.
2. Ada perbedaan tingkat konsumsi protein anak sekolah dasar di desa
perbukitan di desa tepi danau.
3. Ada perbedaan status gizi tinggi badan menurut umur anak sekolah dasar di
desa perbukitan di desa tepi danau.
4. Ada perbedaan status gizi indeks massa tubuh menurut umur anak sekolah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan
desain penelitian cross sectional untuk melihat perbedaan pola makan dan status gizi
anak sekolah dasar di desa tepi danau dan di desa perbukitan Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pertama dilakukan di dua desa. Desa pertama adalah Desa
Sinabulan (yang mewakili desa perbukitan) dan desa yang kedua adalah Desa
Sianting anting (yang mewakili desa perbukitan). Desa Sinabulan dipilih karena desa
tersebut mewakili desa perbukitan perbukitan yang memiliki karakteristik (terdapat di
perbukitan, akses terhadap pangan dari luar sulit, kepasar sekali dalam seminggu,,
sulit dilalui kendaraan roda empat karena jalanan menanjak dan belum diaspal,
pertanian sawah tadah hujan dan keadaan ekonomi masyarakat masih rendah)
sementara itu desa desa sianting anting (akses pangan dari luar mudah, jalan sudah
bagus, tersedia protein hewani yang bersumber dari danau dan keadaan ekonomi
masyarakat sudah lebih baik).
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Bulan Agustus Tahun
2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah seluruh anak sekolah dasar yang ada di Desa Sinabulan (SD
Negeri No. 176384) dan Desa Sianting anting (SD Negeri No. 173745). Populasi
pada kedua sekolah dasar tersebut berjumlah 204 orang, dengan perincian murid SD
Negeri No. 176384 sebanyak 94 orang dan murid SD Negeri No. 173745 sebanyak
110.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah semua murid sekolah dasar yang duduk di kelas empat, lima
dan enam yang ada di Desa Sinabulan (SD Negeri No. 176384) dan di Desa
Sianting anting (SD Negeri No. 173745). Dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Jumlah Anak Sekolah Dasar Perkelas
Kelas SDN No. 176384 SDN No. 173745
IV 13 17
V 8 21
VI 16 16
Jumlah 37 54
Total Jumlah sampel dari kedua sekolah sejumlah 91 orang.
Sampel diambil secara Purposive Sampling dengan alasan karena murid yang duduk
di kelas empat, lima dan enam dianggap mulai mengerti tentang apa yang
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini meliputi :
− Data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran menggunakan Microtoise
dan data berat badan diperoleh dengan penimbangan menggunakan
timbangan kamar mandi secara langsung terhadap responden.
− Data pola makan didapat melalui food recall 24 jam sebanyak 2 kali
sedangkan frekuensi dan jenis melalui formulir food frequency
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder mencakup gambaran umum Desa Sinabulan dan Desa Sianting
anting diperoleh dari kantor kepala desa masing-masing desa tersebut dan data
jumlah murid kelas empat, lima dan enam SD Negeri No 176384 Sinabulan dan SD
Negeri No 173745 Buhit diperoleh dari masing-masing sekolah tersebut.
3.5. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Microtoise
2. Timbangan kamar mandi (bath room scale)
3. Formulir food recall
4. Formulir food frequency
5. Daftar komposisi Bahan Makanan (DKBM).
3.6. Defenisi Operasional
1. Anak sekolah dasar adalah anak yang duduk di bangku sekolah dasar kelas
satu sampai dengan kelas enam.
2. Pola makan anak sekolah dasar adalah jenis, jumlah dan frekuensi makanan
yang dimakan anak sekolah dasar.
3. Frekuensi makan adalah angka yang menyatakan setiap kali setiap jenis bahan
makanan yang dimakan, misalnya >1x1 hari, 1x1 hari, 4-5x/minggu,
1-3x/minggu, 2x1/bulan, 1x1bulan, tidak pernah.
4. Berat badan anak sekolah dasar adalah ukuran tubuh yang menggambarkan
jumlah massa tubuh diukur dengan timbangan berkapasitas 100 kg, ketelitian
0,1 kg.
5. Tinggi badan anak sekolah dasar adalah ukuran tubuh yang menggambarkan
panjang ruas-ruas tubuh yang meliputi tungkai bawah, tulang panggul, tulang
belakang, tulang leher, dan kepala pada posisi tegak sempurna, diukur dengan
pengukur tinggi badan mikrotoise dengan ketelitian 0,1 cm.
6. Status gizi anak sekolah dasar adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
konsumsi, penerapan dan penggunaan zat gizi makanan anak sekolah dasar
baik laki-laki maupun perempuan yang diukur menurut indeks tinggi badan
terhadap umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh terhadap umur (IMT/U)
kemudian dibandingkan dengan kategori WHO 2007.
7. Desa Perbukitan adalah desa yang terdapat dalam suatu wilayah bentang alam
sekelilingnya namun dengan ketinggian relatif rendah dibandingkan dengan
gunung.
8. Desa tepi danau adalah desa yang terdapat di pinggiran danau dan berbatasan
langsung dengan danau.
3.7. Aspek Pengukuran
1. Tingkat kecukupan gizi diukur dengan melihat tingkat konsumsi Energi dan
Protein yang dikonsumsi, dengan menggunakan rumus:
TK =
KC
K
X 100%
Keterangan :
TK = Tingkat kecukupan
K = Konsumsi
KC = Kecukupan yang dianjurkan
Setelah itu dihitung rata-rata seharinya dan dibandingkan dengan daftar
kecukupan gizi yang dianjurkan.
Tingkat energi dan protein dapat digolongkan atas (Supariasa,dkk, 2002):
− Defisit : < 70% AKG
− Kurang : 70-80% AKG
− Sedang : 80-90% AKG
2. Untuk melihat status gizi digunakan indikator TB/U dan IMT/U dengan merujuk
pada standar baku WHO 2007 dengan kategori sebagai berikut :
Indeks TB/U :
a. Lebih : > 3 SD
b. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
d. Sangat pendek : < -3 SD
Indeks IMT/U :
a. Sangat gemuk : > 3 SD
b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Normal : ≥ -2 SD s/≤ 2 SD
d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
3.8.Pengolahan dan Analisa Data 3.8.1. Pengolahan Data
Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan dengan pengolahan dengan
menggunakan komputer, melalui proses editing dan koding. Data berat badan, tinggi
badan dan IMT diolah dengan mengunakan Software Anthroplus untuk menentukan
status gizi anak sekolah dasar.
Sedangkan untuk jumlah energi dan protein diperoleh dari hasil food recall
2 x 24 jam dihitung dalam gram lalu dikonversikan ke jumlah energi dan protein
yang terkandung dalam setiap bahan makanan dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau menggunakan Software Food Processor
2005.
3.8.2. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan secara bertahap yaitu dengan analisis Univariat
dan Bivariat.
1. Analisis Univariat/deskripsi untuk menggambarkan (mendeskripsikan) variabel
tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, status gizi tinggi badan
menurut umur dan status gizi indeks massa tubuh menurut umur di desa
perbukitan dan di desa tepi danau menggunakan tabel frekuensi.
2. Analisis Bivariat untuk melihat perbedaan variabel tingkat konsumsi energi,
tingkat konsumsi protein, status gizi tinggi badan menurut umur dan status gizi
dengan menggunakan uji t (t-test) dengan tingkat kepercayaan 95%,
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Kondisi Geografis dan Demografi Desa Sinabulan
Desa Sinabulan adalah satu desa yang ada di Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir. Wilayah Desa Sinabulan merupakan daerah perbukitan dengan
jarak ± 7 km dari jalan besar kabupaten, dimana desa ini sulit dilalui kendaraan roda
empat dan roda dua karena kondisi jalan yang rusak parah dan menanjak, sehingga
masyarakat sulit memperoleh bahan pangan yang tidak ada di desa tesebut.
Masyarakat hanya sekali dalam seminggu belanja ke pasar yang ada di ibukota
kabupaten untuk memperoleh bahan pangan yang berasal dari luar desa tersebut.
Masyarakat juga sulit memperoleh air bersih kalau musim kemarau karena di desa
tersebut tidak ada mata air, masyarakat hanya menggunakan air hujan sebagai sumber
air utama. Luas area Desa Sinabulan ± 400 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut:
− Sebelah Utara : Desa Salaon Tonga-tonga
− Sebelah Selatan : Desa Lumban Suhi-suhi Dolok
− Sebelah Barat : Desa Sitolu Huta
− Sebelah Timur : Desa Aek Nauli
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Sinabulan terdapat
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Desa Sinabulan Tahun 2010.
No Pekerjaan KK Jumlah Persentase
1 Petani 60 65
2 Pegawai Negeri Sipil 9 10
3 Wiraswata/Pedagang 23 25
Jumlah 92 100
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan kepala keluarga
penduduk Desa Sinabulan mayoritas adalah petani sejumlah 60 orang (65%) dan
yang paling sedikit adalah pegawai negeri sipil sejumlah 9 orang (10%).
4.1.2. Kondisi Geografis dan Demografi Desa Sianting anting
Desa Sianting anting adalah satu desa yang ada di Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir. Wilayah Desa Sianting merupakan daerah yang terdapat di tepi
Danau Toba yang tidak jauh dari ibu kota kabupaten, di desa tersebut banyak terdapat
ikan yang berasal dari tangkap nelayan, misalnya ikan pora-pora yang harganya
sangat murah, selain itu masyarakat juga dapat memperoleh bahan makan dari pasar
yang tidak jauh dari desa tersebut dan buka setiap harinya. Adapun luas area Desa
Sianting anting ± 180 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut :
− Sebelah Utara : Desa Parlondut
− Sebelah Selatan : Desa Sait Nihuta
− Sebelah Barat : Danau Toba
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Sianting anting
terdapat jumlah penduduk pada Tahun 2010 sebanyak 708 jiwa dengan145 kepala
keluarga.
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Desa Sianting anting Kecamatan Pangururan Tahun 2010.
No Pekerjaan KK Jumlah Persentase
1 Petani 101 70
2 Pegawai Negeri Sipil 15 10
3 Wiraswata/Pedagang 13 9
4 Nelayan 16 11
Jumlah 145 100
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan kepala keluarga
penduduk desa Sianting anting penduduk Desa Siating-anting mayoritas adalah
petani sejumlah 101 orang (70%) dan yang paling sedikit adalah
4.2. Gambaran Umum Responden
Berdasarkan kriteria sampel penelitian yang telah ditentukan di dua lokasi
peneliatan didapat sampel di Desa Sinabulan (desa perbukitan) sejumlah 37 orang dan
Desa Sianting anting (desa tepi danau) sejumlah 54 orang.
Tabel 4.3 Distribusi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Umur di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Golongan Umur Desa Perbukitan Desa Tepi Danau
Jumlah % Jumlah %
1 7-10 Tahun 17 45,9 25 46,3
2 >10 Tahun 20 54,1 29 53,7
Total 37 100 54 100
Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa responden paling banyak
pada golongan umur 10-13 tahun di perbukitan adalah sejumlah 20 orang (54,1%)
dan di desa tepi danau sejumlah 29 orang (53,7%).
Tabel 4.4 Distribusi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Golongan Umur Desa Perbukitan Desa Tepi Danau
Jumlah % Jumlah %
1 Laki-laki 14 37,8 26 48,1
2 Perempuan 23 62,2 28 51,9
Total 37 100 54 100
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa responden paling banyak
berjenis kelamin perempuan di desa perbukitan adalah sejumlah 23 orang (62,2%)
4.3 Jenis dan Frekuensi Bahan Makanan
Berdasarkan hasil pengolahan data, frekuensi jenis bahan makanan yang
dikonsumsi responden dapat digambarkan pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makanan Pokok yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Ket : 1=Perbukitan, 2=Tepi danau
Dari Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa pada umumnya anak sekolah dasar
mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan frekuensi > 1 kali/ hari di desa
Tabel 4.6 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Lauk-Pauk yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Jenis Ket : 1=Perbukitan, 2=Tepi danau
Dari Tabel 4.6 diatas menunjukan bahwa anak sekolah dasar di desa tepi
danau semua mengkonsumsi ikan dengan frekuensi ≥ 1 kali perhari sejumlah 40
orang (74,1%) sedangkan di desa perbukitan sejumlah 23 orang (62,1%). Ayam
dikonsumsi di desa perbukitan pada dengan frekuensi < 2 kali/bulan sejumlah 37
orang (100%) sedangkan di desa tepi danau terdapat ayam dikonsumsi dengan
frekuensi 1-5 kali/minggu sejumlah 19 orang (35,2%). Tahu dan tempe pada
umumnya dikonsumsi di desa perbukitan dan di desa tepi danu dengan frekuensi < 2
Tabel 4.7 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Sayuran yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Jenis Ket : 1=Perbukitan, 2=Tepi danau
Dari Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa anak sekolah dasar di desa
perbukitan pada umumnya mengkonsumsi jenis sayuran daun singkong, kacang
panjang dan kol dengan frekuensi 1-5 kali/minggu sedangkan mentimun, sawi,
kacang panjang dan bayam jarang dikonsumsi (< 2 kali/bulan) dan di desa tepi danau
anak sekolah dasar pada umumnya mengkonsumsi sayuran jenis daun singkong,
kangkung, kacang panjang, sawi, mentimun dan kol dengan frekuensi 1-5 kali/
Tabel 4.8 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Buah-buahan yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Jenis Ket : 1=Perbukitan, 2=Tepi danau
Dari Tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa di desa perbukitan anak sekolah
pada umumnya mengkonsumsi buah jenis pisang, pepaya dan jambu dengan
frekuensi 1-5 kali/minggu sedangkan apel, jeruk dan terong belanda jarang
dikonsumsi, di desa tepi danau anak sekolah dasar paling sering mengkonsumsi
buah-buahan jenis pisang jeruk, salak, jambu, papaya dan yang jarang dikonsumsi adalah
terong belanda dan apel.
Tabel 4.9 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makanan Jajanan yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Ket : 1=Perbukitan, 2=Tepi danau
Dari Tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa anak sekolah dasar di desa
perbukitan pada umumnya mengkonsumsi makanan jajanan dengan frekuensi ≥ 1 kali
perhari seperti kerupuk 25 orang (67,6%), permen 15 orang (40,6%) dan gorengan 4
orang (10,8%), sedangkan di desa tepi danau anak sekolah dasar makanan jajanan
dengan frekuensi ≥ 1 kali perhar i seperti permen 38 orang (75,9%), kerupuk 38
Tabel 4.10 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jenis dan Frekuensi Minuman yang Dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Ket : 1=Perbukitan, 2=Tepi danau
Dari Tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa anak sekolah dasar di desa
perbukitan mengkonsumsi minuman seperti susu, jus dan es krim dengan frekuensi <
2 kali perbulan dan teh manis dengan frekuensi 1-5 kali perminggu. Sedangkan di
desa tepi danau teh manis, susu dan eskrim dikonsumsi pada umumnya dengan
4.4. Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat konsumsi energi pada anak sekolah dasar di desa Perbukitan dan di
desa tepi danau dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Energi yang dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Tingkat Konsumsi Energi
Desa
Perbukitan Tepi Danau
N % N %
1 Baik 2 5,4 6 11,1
2 Sedang 20 54,1 39 72,2
3 Kurang 12 32,4 6 11,1
4 Defisit 3 8,1 3 5,6
Total 37 100,0 54 100,0
Dari Tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi energi anak
sekolah dasar di desa perbukitan pada umumnya berada dikategori sedang sejumlah
20 orang (54,1%) dan kategori kurang sejumlah 12 orang (32,4%), sedangkan anak
sekolah dasar di desa tepi danau pada umumnya berada di kategori sedang yaitu 39
orang (72,2%) dan kategori baik sejumlah 6 orang (11,1%). Rata-rata tingkat
konsumsi energi anak sekolah dasar di desa perbukitan adalah 77,9% AKG dan anak
sekolah dasar di tepi danau adalah 82,7% AKG.
Berdasarkan uji statistik untuk melihat perbedaan tingkat konsumsi energi
anak sekolah dasar di desa perbukitan dan di desa tepi danau yang dilakukan dengan
uji t diperoleh nilai t = 2,521 dengan p=0,013 atau p< α (0,05), artinya ada perbedaan
yang bermakna tingkat konsumsi energi anak sekolah dasar di desa perbukitan dan di
4.5. Tingkat Konsumsi Protein
Tingkat konsumsi protein pada anak sekolah dasar desa Perbukitan dan di
desa tepi danau dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Protein yang dikonsumsi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Tahun 2010.
No Tingkat Konsumsi Protein
Desa
Perbukitan Tepi Danau
N % N %
1 Baik 2 5,4 7 13,0
2 Sedang 18 48,6 38 70,4
3 Kurang 15 40,5 6 11,1
4 Defisit 2 5,4 3 5,6
Total 37 100,0 54 100,0
Dari Tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi protein anak
sekolah dasar di desa perbukitan pada umumnya di kategori sedang sejumlah 18
orang (48,6%) dan kategori kurang yaitu 15 orang (40,5%), sedangkan di desa tepi
danau pada umumnya dikategori sedang yaitu 38 orang (70,4%) dan kategori baik
sejumlah 7 orang (13 %). Rata-rata tingkat konsumsi protein anak sekolah dasar di
desa perbukitan adalah 77,9% AKG dan anak sekolah dasar di tepi danau adalah
83,5% AKG.
Berdasarkan uji statistik untuk melihat perbedaan tingkat konsumsi protein
anak sekolah dasar di desa perbukitan dan di desa tepi danau yang dilakukan dengan
uji t diperoleh nilai t = 2,697 dengan p = 0,009 atau p < α (0,05), artinya ada
perbedaan yang bermakna tingkat konsumsi protein anak sekolah dasar di desa
perbukitan dan di desa tepi danau.