• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial Pada Pasien Luka Operasi Pasca Bedah Di Bagian Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Dari Bulan April Sampai September 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial Pada Pasien Luka Operasi Pasca Bedah Di Bagian Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Dari Bulan April Sampai September 2010"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ANGKA PREVALENSI INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN LUKA OPERASI PASCA BEDAH DI BAGIAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI BULAN APRIL

SAMPAI SEPTEMBER 2010

Oleh:

DHARSHINI JEYAMOHAN 070100376

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANGKA PREVALENSI INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN LUKA OPERASI PASCA BEDAH DI BAGIAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI BULAN APRIL

SAMPAI SEPTEMBER 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

DHARSHINI JEYAMOHAN

070100376

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial pada Pasien Luka Operasi Pasca Bedah di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari Bulan April sampai September 2010

Nama: Dharshini Jeyamohan Nim : 070100376

Pembimbing, Penguji,

... ... (dr. Erjan Fikri, SpB, SpBA) (dr. T.Ibnu Alferally, SpPA)

Medan, 12 Disember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

...

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi nosokomial sampai sekarang masih merupakan masalah perawatan kesehatan di rumah sakit seluruh dunia. Di Indonesia yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18 % dari keseluruhan prosedur pembedahan.

Metode: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka prevalensi infeksi nosokomial pada pasien luka operasi pasca bedah kelas bersih di bagian bedah di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif retrospektif di rumah sakit, pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Total Sampling. Populasi penelitian adalah semua pasien luka operasi pasca bedah kelas bersih dari April sampai September 2010.

Hasil penelitian: Dengan jumlah sampel sebanyak 534 pasien, diperoleh angka prevalensi sebanyak 5,6% pasien menderita infeksi nosokomial luka operasi kelas bersih. Kelompok usia >65 tahun paling banyak menderita infeksi nosokomial yaitu sebanyak 33,3% dan jenis bakteri yang banyak ditemukan adalah

Staphylococcus Aureus sebesar 33,3%.

Diskusi: Angka prevalensi infeksi nosokomial luka operasi bersih pasca bedah adalah 5,6%. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien luka operasi pasca bedah kelas bersih masih memerlukan pengawasan yang ketat dari para petugas rumah sakit terutama pada pasien yang berusia >65 tahun. Disarankan bahwa semua rumah sakit mengembangkan program yang efektif untuk mengendalikan dan mencegah infeksi luka pasca operasi.

(5)

ABSTRACT

Background: Nosocomial postoperative wound infection is health care problem

in hospital around the world. In Indonesia especially in 10 teaching hospitals, nosocomial infection is as high as 6-16% with a mean 9.8%. The most common nosocomial infection is surgical site infection (SSI). Previous studies have shown that incidence of post operative SSI in Indonesian’s hospital was varied between 2-18 % from overall surgical.

Methods: The aim of this research is to know the prevalence of nosocomial

postoperative surgical clean wound infections in Surgery Departement of Medan Haji Adam Malik General Hospital. This is a descriptive-retrospective research method with a Cross Sectional Approach and the sample withdrawal is done by using a Total Sampling technique. Population of the study is all the patients of postoperative surgical clean wound from April to September 2010.

Results: With the total sample of 534 patients, the result shows that the

prevalence of nosocomial infections is 5,6% among the patients of postoperative surgical clean wound. The patients who are above than 65 years old are in greater risk of getting nosocomial infections which is 33,3% and the bacteria which is commonly occurred in this research is Staphylococcus Aureus with 33,3%.

Discussion: The prevalence of nosocomial postoperative surgical clean wound

infection is 5,6%. So, we can conclude that the staffs at hospital need to be extra concern and pay attention to all postoperative surgical clean wound patients especially to the patients who are above than 65 years old. It is recommended that all hospitals develop an effective program for controlling and preventing postoperative wound infections.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih

karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan dan arahan

dari beberapa pihak, akhirnya dapat menyeleisaikan karya tulis ilmiah pada

waktunya. Ucapan jutaan terima kasih ini penulis tujukan kepada kedua orang tua

penulis yaitu Bapak Jeyamohan dan Ibu Rajaswathy yang telah memberikan

dorongan dan doa restu, maupun material selama penulis menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Gontar

A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dr. Erjan Fikri, SpB., SpBA selaku dosen pembimbing semasa

menyelesaikan proposal penelitian, yang telah banyak membantu dan

memberikan bimbingan dalam rangka penyelesaian skripsi ini,

3. Direktur RSUP H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang

diberikan untuk melakukan penelitian di RSUP H.Adam Malik.

4. Dr. Yosia Ginting, Kepala Bagian Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi (PPI) di RSUP HAM, Medan dan staf-staf Bagian PPI di RSUP

HAM, Medan yang telah membantu penulis dalam mendapatkan

informasi rekam medis yang dibutuhkan.

5. Kepada semua teman penulis yang ikut membantu penulis dalam

menyeleisaikan karya tulis ilmiah ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan

Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut

diatas. Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya. Demikian dan terima kasih.

Medan, November 2010,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infeksi Nosokomial... 5

2.2. Epidemiologi Infeksi Nosokomial………... 5

2.3. Etiologi Infeksi Nosokomial……… 6

2.3.1. Agen Infeksi……… 6

2.3.2. Respon dan Toleransi Tubuh Pasien……… 7

2.4. Kriteria-kriteria Infeksi Nosokomial……… 8

2.5. Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Nosokomial pada Pasien... 8

2.5.1. Infeksi secara langsung atau secara tidak Langsung... 8

(8)

2.5.3. Faktor Alat... 9

2.6. Cara Penularan Infeksi Nosokomial... 9

2.7. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial... 10

2.8. Definisi Luka Operasi………. 12

2.9. Konsep Dasar Infeksi Luka Operasi………... 13

3.0. Klasifikasi Luka Operasi………. 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 15

3.2. Variabel dan Definisi Operasional... 15

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian... 17

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 17

4.3. Populasi dan Sampel... 17

4.3.1. Populasi Penelitian... 17

4.3.2. Sampel Penelitian... 17

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 18

4.5. Pengolahan dan Analisa Data... 18

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 19

5.1.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Luka Operasi Kelas Bersih... 19

5.1.3. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur Pasien Luka Operasi Kelas Bersih... 20

(9)

Kultur Penderita Berdasarkan Infeksi Nosokomial 21

5.2. Pembahasan 5.2.1. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Luka Operasi Kelas Bersih... 22

5.2.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur Pasien Luka Operasi Kelas Bersih... 22

5.2.3. Distribusi Jenis Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Kultur Penderita Berdasarkan Infeksi Nosokomial 23

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 25

6.2. Saran... 26

DAFTAR PUSTAKA... 27

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial... 5

2.2. Mikroorganisma Penyebab Infeksi Nosokomial... 6

2.3. Klasifikasi luka operasi berdasarkan atas

kontaminasinya dan peningkatan resiko operasi... 11

5.1. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Luka

Operasi Kelas Bersih... 19

5.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur

Pasien Luka Operasi Kelas Bersih... 20

5.3. Distribusi Jenis Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Kultur

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Ethical Clearance

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Izin Survey Awal

Lampiran 5 Data Input dan Hasil Output

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi nosokomial sampai sekarang masih merupakan masalah perawatan kesehatan di rumah sakit seluruh dunia. Di Indonesia yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18 % dari keseluruhan prosedur pembedahan.

Metode: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka prevalensi infeksi nosokomial pada pasien luka operasi pasca bedah kelas bersih di bagian bedah di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif retrospektif di rumah sakit, pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Total Sampling. Populasi penelitian adalah semua pasien luka operasi pasca bedah kelas bersih dari April sampai September 2010.

Hasil penelitian: Dengan jumlah sampel sebanyak 534 pasien, diperoleh angka prevalensi sebanyak 5,6% pasien menderita infeksi nosokomial luka operasi kelas bersih. Kelompok usia >65 tahun paling banyak menderita infeksi nosokomial yaitu sebanyak 33,3% dan jenis bakteri yang banyak ditemukan adalah

Staphylococcus Aureus sebesar 33,3%.

Diskusi: Angka prevalensi infeksi nosokomial luka operasi bersih pasca bedah adalah 5,6%. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien luka operasi pasca bedah kelas bersih masih memerlukan pengawasan yang ketat dari para petugas rumah sakit terutama pada pasien yang berusia >65 tahun. Disarankan bahwa semua rumah sakit mengembangkan program yang efektif untuk mengendalikan dan mencegah infeksi luka pasca operasi.

(13)

ABSTRACT

Background: Nosocomial postoperative wound infection is health care problem

in hospital around the world. In Indonesia especially in 10 teaching hospitals, nosocomial infection is as high as 6-16% with a mean 9.8%. The most common nosocomial infection is surgical site infection (SSI). Previous studies have shown that incidence of post operative SSI in Indonesian’s hospital was varied between 2-18 % from overall surgical.

Methods: The aim of this research is to know the prevalence of nosocomial

postoperative surgical clean wound infections in Surgery Departement of Medan Haji Adam Malik General Hospital. This is a descriptive-retrospective research method with a Cross Sectional Approach and the sample withdrawal is done by using a Total Sampling technique. Population of the study is all the patients of postoperative surgical clean wound from April to September 2010.

Results: With the total sample of 534 patients, the result shows that the

prevalence of nosocomial infections is 5,6% among the patients of postoperative surgical clean wound. The patients who are above than 65 years old are in greater risk of getting nosocomial infections which is 33,3% and the bacteria which is commonly occurred in this research is Staphylococcus Aureus with 33,3%.

Discussion: The prevalence of nosocomial postoperative surgical clean wound

infection is 5,6%. So, we can conclude that the staffs at hospital need to be extra concern and pay attention to all postoperative surgical clean wound patients especially to the patients who are above than 65 years old. It is recommended that all hospitals develop an effective program for controlling and preventing postoperative wound infections.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Infeksi nosokomial merupakan infeksi silang yang terjadi akibat

perpindahan mikroorganisme melalui petugas kesehatan dan alat yang

dipergunakan saat melakukan tindakan. Infeksi adalah adanya suatu

organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis

baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut

dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang

itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara

umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang

kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi

sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala

setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial

( Light RW, 2001).

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita

maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang

semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang

kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen

(cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah

sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Soeparman, dkk, 2001).

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat

dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Rumah sakit adalah tempat

pasien mendapatkan terapi dan perawatan agar sembuh dari penyakit yang

diderita. Selain untuk mencari kesembuhan, rumah sakit juga merupakan

depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari

pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan

berkembang di lingkungan rumah sakit seperti udara, air, lantai, makanan dan

(15)

menimbulkan banyak kerugian, antara lainnya adalah lama hari perawatan

bertambah panjang, penderitaan bertambah dan biaya meningkat (Suwarni, A,

2001).

Dari hasil studi deskriptif Suwarni, A di semua rumah sakit di

Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi

nosokomial berkisar antara 0,0% hingga 12,06%, dengan rata-rata keseluruhan

4,26%. Untuk rerata lama perawatan berkisar antara 4,3 – 11,2 hari, dengan

rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut maka didapatkan

bahwa angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna

dengan infeksi nosokomial (Suwarni, A, 2001).

Saat ini, insiden kejadian penyakit infeksi merupakan yang tertinggi di

Indonesia. Di samping itu infeksi nosokomial sering menimbulkan kematian,

memperpanjang waktu rawat nginap, menambah beban penderita dengan

biaya tambahan untuk perawatan clan pengobatan pasien (Dep.Kes RI Jakarta,

1983).

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian

terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena

penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian

yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55

rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia

Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan

Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Ducel, G, 2002).

Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi

meningkat dengan pesat pada 3 dekad terakhir serta sedikit demi sedikit

resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien

dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super

infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi

nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahun.

Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat,

mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten

(16)

kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat meningkatkan resiko infeksi

kepada si pasien (Ducel,G, 2002).

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik di kota Medan sebagai

tempat rujukan di daerah, berfungsi menyelenggarakan upaya kesehatan yang

bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Bukan sebaliknya menambah

jumlah orang sakit karena terjadinya infeksi nosokomial. Sebagai kegiatan

pertama, saya membatasi penelitian ini pada angka prevalensi infeksi

nosokomial luka operasi pasien pasca bedah yang dioperasi di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik selama bulan April sampai September 2010.

1.2Rumusan Masalah

Berapakah angka prevalensi infeksi nosokomial pada pasien luka operasi

pasca bedah di bagian bedah di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

(RSUP HAM) dari April sampai September 2010?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan angka prevalensi infeksi nosokomial pada pasien luka

operasi pasca bedah di bagian bedah di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik (RSUP HAM) dari April sampai September 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menentukan angka terjadi infeksi nosokomial pada pasien luka

operasi pasca bedah dalam golongan kelas luka operasi bersih.

2. Untuk menentukan kelompok umur pasien yang paling banyak terkena

infeksi nosokomial luka operasi pasca bedah di bagian bedah.

3. Untuk menentukan jenis bakteri yang paling banyak dari kasus infeksi

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti berikut.

1. Data atau informasi hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para

petugas di rumah sakit dengan mengidentifikasikan masalah dengan

cara yang cepat.

2. Masukan data hasil penelitian ini juga dapat mencegah resiko

terjadinya infeksi nosokomial dan para petugas akan lebih berhati-hati

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI NOSOKOMIAL

2.1 Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau

dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan

gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta

infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah

sakit (Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002).

2.2 Epidemiologi

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan

kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang

karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu

penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar

8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur

Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi

nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak10,0% (Ducel, G, 2002) .

Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi

meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko

infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan

penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super

infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi

nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap

tahunnya walaupun ( Light RW, 2001).

Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan

infeksi nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan

Sadikin Bandung 9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92%

(1987), R.S. Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo

(19)

semuanya untuk kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi

(Depkes RI Jakarta, 1995).

2.3 Etiologi

2.3.1 Agen Infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia

dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam

mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena

banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi

nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik

mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi,

dan banyaknya materi infeksius (Ducel, G, 2002).

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit

dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau

disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous

infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih

disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya

melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.

Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan

oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang

sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal

(Ducel, G, 2002) .

Tabel 2.1. Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial (Tortora et al., 1995)

(20)

(Tortora et al., 2001)

Mikroorganisme Persentase(%)

S. aureus, Staphylococci koagulase negatif,

Enterococci

34

E. coli, P. aeruginosa, Enterobacter spp., & K. pneumonia

32

C. difficile 17

Fungi (kebanyakan C. Albicans) 10

Bakteri Gram negatif lain (Acinetobacter, Citrobacter,Haemophilus)

7

2.3.2 Respon dan toleransi tubuh pasien

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon

tubuh pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita,

penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan

obat-obatan immunosupresan dan steroid serta intervensi yang dilakukan

pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi (Babb, JR. Liffe, AJ,

1995).

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi

tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita

penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal

ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi

tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik.

Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan

tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan

terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan

pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).

Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang

lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan

sistem imunnya masih imatur. Dewasa muda sistem imun telah

memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut,

(21)

mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan

umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering

daripada usia muda (Purwandari, 2006).

2.4 Penilaian yang digunakan untuk Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection”

apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut:

i. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak

didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.

ii. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi

dari infeksi tersebut.

iii. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 ×

24 jam sejak mulai dirawat.

iv. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi

sebelumnya (Hasbullah T, 1992).

2.5 Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Nosokomial pada Pasien

2.5.1 Infeksi secara langsung atau secara tidak langsung

Infeksi boleh terjadi karena kontak secara langsung atau tidak

langsung. Penularan infeksi ini dapat tertular melalui tangan, kulit dan

baju, yang disebabkan oleh golongan staphylococcus aureus. Cairan yang

diberikan secara intravena dan jarum suntik, peralatan serta instrumen

kedokteran boleh menyebabkan infeksi nosokomial. Makanan yang tidak

steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan

terjadinya cross infection (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995, Ducel, G, 2002).

2.5.2 Resistensi Antibiotika

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin

antara tahun 1950-1970, kebanyakan penyakit yang serius dan fatal ketika

itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimanapun, keberhasilan ini

(22)

Maka, banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten.

Peningkatan resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas

terutama pada pasien yang immunocompromised (Ducel, G, 2002).

Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini meningkatkan

multiplikasi serta penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya

adalah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis

antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan

antibiotika yang terlalu singkat serta kesalahan diagnosa (Ducel, G, 2002).

Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan

mortalitas di rumah sakit,dan menjadi sangat penting karena:

i) Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat

ii) Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau

umur

iii) Mikroorganisme yang baru (mutasi)

iv) Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika

(Ducel, G, 2002)

2.5.3 Faktor alat

Suatu penelitian klinis menujukkan infeksi nosokomial terutama

disebabkan oleh infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus,

infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan

septikemia. Penggunaan peralatan non steril juga boleh

menyebabkan infeksi nosokomial (Ducel, G, 2002).

2.6 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang

(Cross infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang

atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung.

Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection) yaitu disebabkan oleh kuman

dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke

(23)

disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak

bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya lingkungan

yang lembab dan lain-lain (Depkes RI, 1995). Menurut Jemes H,Hughes

dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang model cara penularan,

ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung antara

pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien. Seterusnya,

kontak tidak langsung ketika objek tidak bersemangat/kondisi lemah

dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau

sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. Selain itu,

penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara

(air borne) dan penularan melalui vektor yaitu penularan melalui

hewan/serangga yang membawa kuman (Depkes RI, 1995).

2.7 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana

yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :

i) Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara

mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik

dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.

ii) Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

iii) Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,

nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.

iv) Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur

invasif.

v) Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol

penyebarannya.

Terdapat pelbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk

mencegah infeksi nosokomial. Antaranya adalah dikontaminasi tangan

dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan

menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit

(24)

peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai

pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Penggunaan

sarung tangan sangat dianjurkan apabila melakukan tindakan atau

pemeriksaan pada pasien dengan yang dirawat di rumah sakit (Louisiana,

2002).

Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50%

suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidak aman contohnya

adalah jarum, tabung atau keduanya yang dipakai secara berulang-ulang.

Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jarum suntik maka

diperlukan, penggunaan jarum yang steril dan penggunaan alat suntik yang

disposabel. Masker digunakan sebagai pelindung terhadap penyakit yang

ditularkan melalui udara. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama

ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan

harus selalu diganti untuk setiap pasiennya, baju khusus juga harus dipakai

untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan

untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses (Louisiana,

2002).

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa

rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan

kotoran. Administrasi rumah sakit harus ada waktu yang teratur untuk

membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar

mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Usahakan

pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun

yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui

udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik boleh menurunkan

resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus

membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan

pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan

bakteri. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan

pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan

(25)

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan

membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan

terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya

tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat.

Penularan yang melibatkan virus, seperti HIV serta pasien yang

mempunyai resistensi rendah seperti leukimia juga perlu diisolasi agar

terhindar dari infeksi. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan

ventilasi udara yang menuju keluar (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).

Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi nosokomial

luka operasi adalah harus melakukan pemeriksaan terhadap pasien

operasi sebelum pasien masuk/dirawat di rumah sakit yaitu dengan

memperbaikan keadaan pasien, misalnya gizi. Sebelum operasi, pasien

operasi dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien

harus puasa, desinfeksi daerah operasi dan lain-lain. Pada waktu operasi

semua petugas harus mematuhi peraturan kamar operasi yaitu bekerja

sesuai SOP (standard operating procedure) yaitu dengan perhatikan

waktu/lama operasi. Seterusnya, pasca operasi harus diperhatikan

perawatan alat-alat bantu yang terpasang sesudah operasi seperti kateter,

infus dan lain-lain (Farida Betty, 1999).

2.8 Definisi Luka Operasi

Luka operasi merupakan terapi yang direncanakan, seperti incisi

bedah, needle introduction dan lain-lain lagi serta dikendalikan dengan

asepsis bedah. Luka adalah keadaan dimana terdapat diskontinuitas dari

kulit (Light RW, 2001). Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi

anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun

eksternal dan mengenai organ tertentu (Perry Potter, 2005).

(26)

Menurut Djojosugito, et al (1989) dalam Iwan 2008 luka operasi

dinyatakan infeksi bila didapat pus pada luka operasi,bila temperatur >

37,5 ° C pada axiler, keluar cairan serous (exudat) dari luka operasi,

sekitar luka operasi oedema dan kemerahan (Iwan, 2008).

Menurut Dealay 2005, infeksi yang terjadi pada luka operasi bersih

biasanya akan digunakan sebagai dasar untuk memonitor faktor lain yang

dapat menyebabkan infeksi (Dealay, 2005).

Infeksi luka operasi (ILO) dianggap nosokomial bila infeksi terjadi

dalam 30 hari setelah operasi atau 1 tahun bila dilakukan implantasi alat

atau benda asing (Iwan, 2008).

3.0 Klasifikasi Luka Operasi

The National Research Counsil telah mengusulkan klasifikasi luka

operasi berdasarkan atas kontaminasinya dan peningkatan resiko operasi.

Tabel 2.3 Klasifikasi luka operasi (Al Ibrahim et. al, 1990).

Klasifikasi Gambaran Infektif

Risiko (%) Bersih (Kelas I) Luka yang tidak menembus rongga-rongga di

dalam tubuh termasuk traktus gastrointestinalis,

respiratorius dan traktus urogenitalis. Tidak ada

pelanggaran terhadap teknik aseptik dan tidak

ada proses peradangan di tempat lain. Tempat

pembedahan steril dan kontaminasi bersumber

dari luar. Staphylococcus Aureus adalah

penyebab terbanyak pada luka bersih. Contoh

prosedur adalah seperti operasi hernia.

1 - 5

Bersih-terkontaminasi

Luka yang menembus traktus digestive dan

(27)

(Kelas II) pencemaran yang berarti. Pelanggaran kecil

terhadap teknik aseptik juga diklasifikasikan

sebagai luka bersih terkontaminasi. Pada luka

jenis ini terjadi infeksi dari bakteri endogen.

Contoh prosedur operasi adalah kolesistektomi

dan appendektomi.

5 - 15

Terkontaminasi

(Kelas III)

Luka operasi ada inflamasi akut tanpa

terdapatnya pus. Luka traumatik (<4jam) dan

luka operasi yang disertai pelanggaran besar

terhadap teknik aseptik digolongkan dalam

luka terkontaminasi.

15 - 40

Kotor terinfeksi

(Kelas IV)

Luka operasi yang tercemari oleh pus atau

terdapat perforasi fiscus. Luka traumatik yang

lama yaitu lebih dari 4 jam digolongkan dalam

luka kotor.

(28)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, kerangka konsep tentang angka

prevalensi infeksi nosokomial pada pasien luka operasi pasca bedah di

bagian bedah di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari

bulan April sampai September 2010 yang diuraikan berdasarkan variabel:

Gambar 3. Kerangka konsep tentang angka prevalensi infeksi nosokomial

pada pasien luka operasi pasca bedah di bagian bedah.

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang telah diteliti mencakup infeksi nosokomial

luka operasi pada pasien pasca bedah di bagian bedah.

1) Luka operasi

- Terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle introduction

dan lain-lain lagi serta dikendalikan dengan asepsis bedah.

- Jenis luka operasi yang telah saya teliti adalah luka bersih (Kelas

1). Luka bersih adalah luka yang tidak menembus rongga-rongga

di dalam tubuh termasuk traktus gastrointestinalis, respiratorius

dan traktus urogenitalis.

- Cara pengukuran prevalensi adalah melalui penelitian deskriptif

retrospektif yaitu pengambilan data sekunder dari rekam medis di

Bagian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di RSUHAM,

Medan.

Luka Operasi pada Pasien Pasca Bedah di Bagian

Bedah

(29)

2) Infeksi nosokomial

- Suatu infeksi yang diperoleh oleh pasien selama dia dirawat di

rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam

pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan

pada saat pasien masuk ke rumah sakit.

- Cara pengukuran prevalensi adalah melalui penelitian deskriptif

retrospektif yaitu pengambilan data sekunder dari rekam medis di

Bagian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di RSUP

HAM, Medan.

- Dalam penentuan kategori infeksi nosokomial dinilai dengan

menggunakan metode positif dan negatif sebagai berikut:

I. Positif bila pasien luka operasi mengalami infeksi

nosokomial

II. Negatif bila pasien luka operasi tidak mengalami

infeksi nosokomial

- Skala pengukuran bagi penelitian ini adalah skala nominal. Sesuai

dengan namanya, skala nominal hanya bisa membedakan benda

atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama

(predikat). Skala nominal biasanya digunakan bila peneliti

berminat terhadap jumlah benda atau peristiwa yang termasuk ke

dalam masing-masing kategori nominal.

(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif dengan desain cross

sectional yang menilai angka prevalensi infeksi nosokomial pada pasien luka

operasi pasca bedah di bagian bedah di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik, Medan dari April sampai September 2010. Pengumpulan data telah

dilakukan berdasarkan pasien luka operasi bersih pasca bedah dimana mereka

terkena infeksi nosokomial ataupun tidak.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Waktu

penelitian dilakukan adalah dari bulan September – November 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien luka operasi bersih pasca bedah

di bagian bedah dari April sampai September 2010 di RSUP Haji Adam Malik,

Medan. Jumlah populasi tersebut telah diambil dari rekam medis.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu setiap

pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian ini.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :

a. Pasien pasca bedah dengan luka operasi bersih (Kelas 1).

b. Pasien pasca bedah yang rawat inap untuk lebih dari 3 hari di

RSUHAM, Medan.

Kriteria esklusi dari penelitian ini adalah :

a. Pasien pasca bedah dengan luka operasi bersih-terkontaminasi,

(31)

b. Pasien pasca bedah yang rawat inap kurang dari 3 hari di RSUHAM,

Medan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data telah dilakukan setelah mendapat

rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan dan Komisi Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Data yang telah digunakan

adalah data sekunder berupa rekam medis di rumah sakit. Pengumpulan data telah

dilakukan berdasarkan pasien luka operasi bersih pasca bedah dimana mereka

terkena infeksi nosokomial ataupun tidak.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data telah diperoleh dari rekam medis Bagian Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi (PPI), RSUP Haji Adam Malik, Medan. Analisa data telah

dilakukan dengan menggunakan Statistical Product and Services Solution (SPSS)

(32)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah

sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama

Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang

luas di pinggiran kota Medan Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no.

547/Menkes/SK/VII/1998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai

dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991.

Sejak 1991, RSUP H. Adam Malik juga merupakan Pusat Rujukan

wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi

sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk

pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.

5.1.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Luka Operasi Kelas Bersih Bagian Bedah di RSUP. H. Adam Malik dari April sampai September 2010.

Tabel 5.1. Distribusi Terjadinya Infeksi Nosokomial Berdasarkan Pasien Luka Operasi Kelas Bersih

No Infeksi Nosokomial n %

Dari tabel 5.1, dapat dilihat distribusi infeksi nosokomial berdasarkan

(33)

bersih (Kelas 1). Total pasien pasca bedah kelas luka operasi bersih adalah

sebanyak 534 orang. Pasien luka operasi kelas bersih yang menderita infeksi

nosokomial adalah sebanyak 30 orang dan pasien yang tidak menderita infeksi

nosokomial adalah sebanyak 504 orang. Diperkirakan angka prevalensi penderita

infeksi nosokomial adalah sebanyak 5,6% dan prevalensi bagi yang tidak

menderita infeksi nosokomial adalah sebanyak 94,4%.

5.1.3. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur Pasien Luka Operasi Kelas Bersih Di RSUP. H. Adam Malik dari April sampai September 2010.

Tabel 5.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur Pasien Luka Operasi Kelas Bersih

No Kelompok umur

Pada tabel 5.2 diatas menunjukkan distribusi penderita infeksi nosokomial

berdasarkan umur pasien luka operasi dengan kelompok umur yang paling banyak

menderita infeksi nosokomial adalah kelompok tua (65-79 tahun) dengan jumlah

10 orang. Diperkirakan prevalensi bagi penderita kelompok tua adalah sebanyak

1,9%. Infeksi nosokomial yang paling sedikit berlaku pada anak-anak (2-15

tahun) yaitu sejumlah 2 orang dengan prevalensi sebanyak 0,4%. Bayi berusia

diantara 0 hingga 1 tahun menderita sejumlah 6 orang dengan prevalensi sebanyak

(34)

orang dengan prevalensi sebanyak 0,9%. Seterusnya adalah usia pertengahan

yaitu di antara 48 hingga 64 tahun yaitu sejumlah 4 orang dengan prevalensi

sebanyak 0,7%. Pada usia dewasa muda yaitu diantara 16 hingga 31 tahun adalah

3 orang dengan prevalensi sebanyak 0,6%.

5.1.4. Distribusi Jenis Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Kultur Penderita Berdasarkan Penderita Infeksi Nosokomial Luka Operasi Di RSUP. H. Adam Malik dari April sampai September 2010

Tabel 5.3. Distribusi Jenis Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Kultur Penderita Berdasarkan Penderita Infeksi Nosokomial Luka Operasi.

No. Hasil Kultur Jumlah Penderita

Infeksi Nosokomial

% 1. Bakteri yang Tumbuh

2.

Enterobacter aeroginosa

Staphylococcuss epidermidis

Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui jenis bakteri yang tertinggi

berdasarkan dari hasil kultur penderita infeksi nosokomial. Angka prevalensi

untuk jenis bakteri diperkirakan dengan jumlah hasil penderita infeksi nosokomial

luka operasi yang dikultur yaitu total penderita adalah sebanyak 30 orang.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan yaitu

(35)

Enterobacter aeroginos yaitu sejumlah 7 kasus dengan prevalensi sebanyak

23,3%. Bakteri Staphylococcus epidermidis pula ditemukan sejumlah 4 kasus

dengan prevalensi sebanyak 13,3% diikuti dengan Klebsiella ozaena sejumlah 2

kasus dengan prevalensi sebanyak 6,7% dan bakteri yang paling sedikit

ditemuka n adalah Citrobacter amolonaticus, Klebsiella oxytoca, Eschericia coli

dan Acinobacter sp. masing-masing sejumlah 1 kasus dengan angka prevalensi

sebanyak 3,3%. Bakteri yang tidak tumbuh adalah sejumlah 3 kasus dengan

prevalensi sebanyak 10,0%.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Distribusi Angka Infeksi Nosokomial Berdasarkan Luka Operasi Kelas Bersih (Kelas 1) Di RSUP. H.Adam Malik dari April sampai September 2010.

Jumlah pasien pasca bedah luka operasi kelas bersih (Kelas 1) adalah

sebanyak 534 orang. Pasien luka operasi kelas bersih yang menderita infeksi

nosokomial adalah sejumlah 30 orang dengan angka prevalensi sebanyak 5,6%.

Pasien yang tidak menderita infeksi nosokomial adalah sejumlah 504 orang

dengan prevalensi sebanyak 94,4%.

Menurut The National Research Counsil pada tahun 2002 menetapkan

batasan terkena infeksi nosokomial pada infeksi luka operasi kelas bersih adalah

sekitar 1-5%. Didapati angka infeksi nosokomial adalah tinggi dalam hasil

penelitian ini. Hal ini mungkin terjadi disebabkan oleh lama masa perawatan di

rumah sakit, daya tahan pasien yang rendah, agen yang menginfeksi, infeksi

secara langsung atau secara tidak langsung, faktor lingkungan rumah sakit dan

mikroba yang resisten obat-obatan (Ducel, G, 2002).

5.2.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur Pasien Luka

Operasi Kelas Bersih Di RSUP. H.Adam Malik dari April sampai September 2010.

Penderita infeksi nosokomial pada kelompok umur yang tertinggi adalah

(36)

Diperkirakan prevalensi untuk penderita kelompok tua adalah sebanyak 1,9%. Hal

ini adalah karena pada usia lanjut, fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan,

sistem imun juga mengalami perubahan dan mula berkurang. Peningkatan infeksi

nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi

tiga kali lebih sering daripada usia muda (Purwandari, 2006). Selain itu, diikuti

dengan kelompok usia bayi yaitu 0 hingga 1 tahun dengan angka kejadian kedua

tertinggi yaitu sebanyak 6 orang. Diperkirakan prevalensi penderita kelompok

bayi adalah sebanyak 1,1%. Menurut Purwandari, 2006, bayi mempunyai

pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibodi dari ibu,

sedangkan sistem imunnya masih imatur.

Penderita infeksi nosokomial yang terendah adalah anak-anak yaitu

sebanyak 2 orang dan kedua terakhir adalah dewasa muda yaitu sebanyak 3 orang.

Diperkirakan prevalensi anak-anak adalah sebanyak 0,4% dan untuk dewasa muda

adalah sebanyak 0,6%. Menurut Purwandari, 2006, bagi anak-anak dan dewasa

muda sistem imunnya telah memberikan pertahanan pada bakteri yang

menginvasi. Hal ini adalah sama dengan hasil penelitian ini dimana kelompok

anak-anak dan dewasa muda merupakan kelompok yang paling sedikit menderita

infeksi nosokomial.

5.2.3. Distribusi Jenis Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Kultur Penderita Berdasarkan Penderita Infeksi Nosokomial Luka Operasi Di RSUP. H. Adam Malik dari April sampai September 2010.

Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus Aureus

dengan prevalensi 33,7%. Hal ini sesuai menurut penelitian yamg dilakukan oleh

Philippe Eggimann, 2000, dimana prevalensi Staphylococcus Aureus yang

terbanyak yaitu 14%. Menurut Al Ibrahim et. al, 1990, Staphylococcus Aureus

adalah penyebab terbanyak pada luka bersih. Hal ini adalah karena pola resistensi

Staphylococcus Aureus telah berubah, banyak yang telah resisten terhadap

antimikroba bahkan ada yang multi resisten, sehingga untuk mengatasi hal ini

diperlukan pemberian antibiotik yang rasional. Bakteri yang paling sedikit

(37)

dan Acinobacter sp. masing-masing sejumlah 1 kasus dengan angka prevalensi

sebanyak 3,3% dimana bakteri (Citrobacter, Klebsiella dan Acinobacter)

tergolong dalam bakteria gram negatif. Prevalensi bakteri yang tidak tumbuh

adalah sebanyak 10,0%. Hal ini mungkin terjadi disebabkan oleh media kultur

yang digunakan tidak sesuai dan mungkin masa inkubasi bakteri tersebut panjang.

Menurut Tortora, et al.2001, mikroorganisma penyebab infeksi

nosokomial yang paling banyak adalah S. aureus, Staphylococci koagulase

negative, Enterococci dengan prevalensi sebanyak 34%. Kedua tertinggi pula

adalah E. coli, P. aeruginosa, Enterobacter spp., & K. pneumonia dengan

prevalensi sebanyak 32% dan yang paling kurang ditemukan adalah bakteri gram

negatif lain (Acinetobacter, Citrobacter, Haemophilus) dengan prevalensi

sebanyak 7%. Prevalensi menurut Tortora, et al.2001 adalah hampir sependapat

(38)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Angka kejadian infeksi nosokomial luka operasi bersih pasca bedah

adalah tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien luka operasi

pasca bedah kelas bersih masih memerlukan pengawasan yang ketat

dari para petugas rumah sakit terutama pada bayi dan pasien yang

berusia > 65 tahun. Hal ini mungkin terjadi disebabkan oleh lama masa

perawatan di rumah sakit, daya tahan pasien yang rendah, agen yang

menginfeksi, infeksi secara langsung atau secara tidak langsung, faktor

lingkungan rumah sakit dan mikroba yang resisten obat-obatan.

2. Staphylococcus aureus adalah bakteri yang paling banyak ditemukan

dari hasil kultur penderita infeksi nosokomial karena ia adalah

penyebab terbanyak pada luka bersih. Hal ini adalah karena pola

resistensi Staphylococcus Aureus telah berubah, banyak yang telah

resisten terhadap antimikroba bahkan ada yang multi resisten, sehingga

(39)

6.2. Saran

1. Rumah Sakit harus mengeliminasi dan mengurangi perkembangan agen

penyebab infeksi dan faktor lainnya yang menyebabkan perkembangan

infeksi nosokomial. Penyebaran infeksi nosokomial terutama dari udara

dan air harus menjadi perhatian utama agar infeksi tidak meluas.

2. Petugas, dokter, ko-as dan perawat harus mengambil langkah dalam

mengatasi infeksi nosokomial, seperti menggunakan handscoon dalam

melakukan tindakan, menggunakan masker, menggunakan alat yang steril,

melakukan tindakan sesuai dengan protap dari Rumah Sakit dengan baik.

3. Rumah Sakit menetapkan atau memilih prioritas penyakit untuk

diisolasikan, seperti pada pasien-pasien infeksius, diprioritaskan di ruang

isolasi dan dilarang dikunjungi oleh keluarganya atau dilarang ditunggu.

4. Rumah Sakit harus menyingkatkan lama perawatan pasien di rawat inap

yaitu pada hari yang sama lakukan tindakan operasi ataupun pada hari

keesokannya.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Babb, JR. Liffe, AJ. 1995. Pocket Reference to Hospital Acquired infection

Science Press limited, Cleveland Street, London. Available from:

December 2006)

Departemen Kesehatan (DepKes) Republik Indonesia, 1995. Cara Penularan

Infeksi Nosokomial. Available from: http://jhonkarto.blogspot.com

/2009/02/infeksi-nosokomial.html. (Accessed 28 November 2009)

Ducel, G. et al. 2002. Prevention of hospital-acquired infections, A.practical

guide. 2nd edition. World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and Response. Available from:

(Accessed

21 December 2006)

Farida Betty, 1999. Infeksi Nosokomial, Jhonkarto.blogspot. Available from:

November 2009)

Geo. F. Brooks, Karen C.Carroll, Janet S. Butel, Stephen A. Morse. 2007.

Medical Microbiology. 24th ed. International Edition: Mc Graw-Hill Companies, 287-288

Hasbullah T. 1992. Kriteria-Kriteria Infeksi Nosokomial. Jhonkarto.blogspot.

Available from:

(41)

Light RW. 2001. Infectious disease, noscomial infection. Harrison’s Principle of

Internal Medicine 15th ed.-CD Room. Available from:

21 December 2006)

Louisiana. 2002. Preventing Nosocomial Infection. Available from:

21 December 2006)

Olmsted RN. 1996. APIC Infection Control and Applied Epidemiology:

Principles and Practice. St Louis, Mosby. Available from: http://klikharry.

wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/. (Accessed 21 December

2006)

Perry Potter. 2005. Konsep Dasar Infeksi Nosokomial dan Infeksi Luka

Operasi(ILO). Available from: http://nabilayudhityalarasati.blog.friendster.

com/infeksi/. (Accessed 25 Oktober 2009)

Philippe Eggiman, dkk. 2000. Medical Intensive Care Unit, and The Infection

Control Programme, Department of Internal Medicine, University of Geneva Hospital Lancet, 355: 1864-1868

Pohan, HT. 2004. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat

Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.

Available from:

html. (Accessed 28 November 2009)

Rasyid H, Sugandi, Heyder AF. 1984.Pengamatan infeksi nosokomial bedah

rumah sakit Dr. Kariadi Semarang. Kumpulan Naskah Lengkap Munas

IKABI VIII, Ujung Pandang. Available from: http://jhonkarto.blogspot.

(42)

Robert A. Weinstein, 2008. Health Care Associated Infections. In Harrison’s

Principle of Internal Medicine (Vol 1), 17th ed, USA : Mc Graw-Hill Companies, 835-840

Roeshadi, Djoko. 1991. Epidemiologi Infeksi Nosokomial Simposium & Latihan

Pengendalian Infeksi Nosokomial. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, Medan : 16-21. Available from:

Rumah Surbakti R. 1983. Pelaksanaan Surveilans Infeksi Nosokomial

Dit.Jen.PPM dan PLP, Dep.Kes RI Jakarta. Available from:

(Accessed

21 December 2006)

Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI,

Jakarta. Available from:

Suwarni, A. 2001. Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan

Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta. Available from: http://klikharry.

wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/. (Accessed 21 December

2006)

Suwarni, A. 2001. Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan

Hubungannya dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi

Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit

Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Badan Litbang Kesehatan

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta. Available

from

(43)

th ed. Pearson

Education,USA. Available from:

th ed. Pearson

Education, USA. Available from:

Wenzel. 2002. Infection control in the hospital, in International society for

infectious diseases, 2nd ed, Boston. Available from: http://klikharry.

wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/. (Accessed 21 December

(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dharshini Jeyamohan

Tempat / tanggal lahir : Kuala Lumpur / 03 Maret 1988

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Dr. Mansur, Gg.Sehat No.26 Medan, 20155

Indonesia

Riwayat Pendidikan : Sijil Pelajaran Menengah(SPM)-2005

SMA Kelas III-2006/2007

Fakultas Kedokteran USU- sekarang

Riwayat Organisasi : 1. Ahli PKPMI

(45)

DATA INPUT DAN HASIL OUTPUT

ANGKA PREVALENSI INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN LUKA OPERASI PASCA BEDAH DI BAGIAN BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI BULAN APRIL

SAMPAI SEPTEMBER 2010

1. Prevalensi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Pasien Luka Operasi Kelas Bersih.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid positif 30 5.6 5.6 5.6

negatif 504 94.4 94.4 100.0

Total 534 100.0 100.0

2. Prevalensi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Kelompok Umur Pasien Luka Operasi Kelas Bersih.

Kelompok umur

Total

0-1 2-15 16-31 32-47 48-64 65-79

Valid negatif 14 65 159 167 82 17 504

% of Total 2.6% 12.2% 29.8% 31.3% 15.4% 3.2% 94.4%

positif 6 2 3 5 4 10 30

(46)

3. Prevalensi Jenis Bakteri yang Tumbuh dari Hasil Kultur Penderita Berdasarkan Penderita Infeksi Nosokomial Luka Operasi.

Jenis Bakteri

Total Citro.A Staphy.A K.Ozanae K.Oxytoca E.Coli Acinono E.Aerogi Staphy.E

Valid negatif 0 0 0 0 0 0 0 0 0

% of Total 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

positif 1 10 2 1 1 1 7 4 30

Gambar

Gambaran Infektif
Gambar 3. Kerangka konsep tentang angka prevalensi infeksi nosokomial
Tabel 5.1. Distribusi Terjadinya Infeksi Nosokomial Berdasarkan
Tabel 5.2. Distribusi Infeksi Nosokomial Berdasarkan Umur Pasien Luka

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hemodinamik pasien pasca bedah Ruang ICU Pasca Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dengan menggunakan desain deskriptif

menyebabkan infeksi kulit di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2015. 1.3.2

Judul Tesis : Hubungan Motivasi Perawat dengan Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.. Nama Mahasiswa :

Judul Tesis : Hubungan Motivasi Perawat dengan Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.. Nama Mahasiswa :

penelitian yang berjudul : “ Hubungan Motivasi dengan upaya pencegahan kejadian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan “.. Setelah saya mendapat informasi

ruang Post Anesthesia Care Unit RSUP Haji Adam Malik Medan yang diikut i sebanyak 52 pasien pasca bedah tulang panjang dan telah memenuhi

STATUS HEMODINAMIK PADA PASIEN PASCA BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM

Judul Proposal Penelitian Akhir : Evaluasi Kejadioan infeksi Pada Luka Operasi Pasca AV Fistula Dengan Pemberian Antibiotik Profilaksis di RSUP H Adam Malik Medan.. Nama PPDS