SKRIPSI
ETNISITAS DAN PILIHAN KEPALA DAERAH
(Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan
Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)
DISUSUN OLEH:
IKA RATNA SARI ARUAN 070906071
Ilmu Politik
Dosen Pembimbing : DR. Warjio, M.A
Dosen Pembaca : Drs. Tony P. Situmorang, M. Si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Judul : ETNISITAS DAN PILIHAN KEPALA DAERAH
Suatu studi penelitian kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010
Nama : Ika Ratna Sari Aruan Nim : 070906071
Departemen : Ilmu Politik
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan karunia
yang telah diberikan-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan
pentusunan skripsi ini.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada
Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini adalah “ ETNISITAS DAN PILIHAN KEPALA DAERAH (Suatu
studi penelitian kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di
Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010).” Penelitian ini membahas
mengenai hubungan etnisitas/kesamaan marga berpengaruh dalam pilihan pemilih dan
seberapa besar faktor kesamaan marga/etnisitas dalam kemenangan pasangan Kasmin
Simanjuntak dan Liberty Pasaribu yang menjadi Kepala Daerah Toba Samosir saat ini.
Sistematika penelitian ini terdiri atas 4 (empat) Bab, disusun sebagai berikut Bab I
membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori, metedologi penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II mengambarkan
objek penelitian yaitu gambaran umum wilayah Kecamatan Balige. Bab III berisikan
penyajian data dan fakta, pembahasan dan analisis data maupun fakta yang diperoleh dari
lapangan. Bab yang terakhir yaitu Bab IV berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis
data pada bab-bab sebelumnya serta berisi saran-saran yang saya peroleh setelah
melaksanakan penelitian.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mendapatkan moril maupun material dari
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si. sebagai Ketua Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. P. Antonius, M.Si. sebagai seketariat Departemen Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Warjio, M.A, sebagai dosen wali selama saya menjalankan perkuliahan
sekaligus sebagai dosen pembimbing saya yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan dorongan, saran-saran yang baik untuk skripsi saya.
5. Bapak Drs. Tony P. Situmorang, M.S.i sebagai dosen pembaca saya yang telah begitu
banyak memberikan saran-saran maupun kritikan yang membangun bagi skripsi saya
ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politi, Universitas Sumatera Utara, khususnya para staf pengajar Departemen
Ilmu Politik yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama saya
menjalankan perkuliahan.
7. Terlebih kepada orang tua saya, Bapak A.R. Aruan yang telah memberikan motivasi,
doa, materi, dan tenaga selama perkuliahan sehingga selesainya skripsi ini, dan
menjadi seorang ibu sekaligus untuk saya, kepada ibu saya Alm N.R. Nainggolan
terimakasih atas kasih sayang selama ini, menjadi ibu yang terbaik untuk saya. I love
you Mom…..
8. Kepada kakak saya Erni Novita Aruan. Amd terimakasih sudah menjadi kakak yang
dan juga kepada kak Susi andriani Aruan, Amg terimakasih atas saran-saran yang
baik dan jadi perawat yang baik disaat saya sedang sakit.
9. Kepada abang saya Ramses Eduwat H. Aruan dan Evan G. Frinando Aruan, Amd
yang selama ini memberikan motivasi dan doa bagi saya dalam menyelesaikan kuliah
dan skripsi ini.
10. Terimakasih juga kepada sepupu saya Rumiris, Endang serta Frischa yang rela
meluangkan waktunya untuk mendampingi saya pada saat melaksanakan penelitian
lapangan.
11. Teman-teman seperjuangan Eka, Christy, Maria, Elisabeth, Chandrika, Ruth, Pipin,
Roma, Kartika, Yossy, Daniel, Jenius dan seluruh teman-teman dari Departemen Ilmu
Politik stambuk 2007 yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini
dengan memberikan motivasi dan penghiburan kepada saya.
12. Kepada teman ku Endang Pratiwi Simanjuntak yang selalu ada disaat saya butuh
teman curhat dan Robin Siagian, dan Chandra Hasibuan terimakasih atas dorongan
semangat dan penghiburan saat saya menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulis skripsi ini karena
keterbatasan kemampuan yang saya miliki. Namun penulis berharap skripsi ini tetap
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai pengaruh etnisita/kesamaan marga
dalam menentukan pilihan pada saat Pemilu Umum Kepala Daerah.
Medan, September 2011.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK………. i
KATA PENGANTAR………... ii
DAFTAR ISI……….. v
DAFTAR TABEL……….. vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6
1.4 Kerangka Teoritis... 7
1.4.1 Partisipasi Politik ... 7
1.4.1.1 Konsep Dasar Partisipasi Politik ... 7
1.4.1.2 Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ... 9
1.4.2 Perspektif Etnis ... 12
1.4.3 Perilaku Politik... 15
1.4.4 Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) ... 21
1.5 Metedologi Penelitian ... 23
1.5.1 Metedologi Penelitian ... 23
1.5.2 Jenis Penelitian... 23
1.5.3 Lokasi Penelitian... 24
1.5.4 Populasi dan Sampel ... 25
1.5.5 Teknik Pengumpulan Data... 26
1.5.6 Teknik Analisa Data ... 27
BAB II LOKASI PENELITIAN... 33
II.1. Deskripsi Kecamatan Balige ... 33
II.1.1 Keadaan Geografis ... 29
II.2. Demografi ... 30
II.2.1. Kependudukan... 30
II.2.2. Pendidikan ... 31
II.2.3. Kesehatan ... 35
BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 39
III.1. Data Responden ... 40
III.2. Analisis Jawaban Responden ... 43
III.2.1. Evaluasi Tentang Partisipasi ... 43
III.2.2. Evaluasi Tentang Etnisitas... 47
III.3. Analisi Data ... 51
BAB IV PENUTUP ... 54
IV.1. Kesimpulan ... 54
IV.2. Saran ... 56
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : Klasifikasi penduduk berdasarkan jenis kelamin………... 31
TABEL 2 : Klasifikasi penduduk berdasarka usia………... 31
TABEL 3 : Klasifikasi penduduk berdasarkan agama………. 32
TABEL 4 : Klasifikasi penduduk berdasarkan pendidikan………. 34
TABEL 5 : Nama desa dan pemilih tetap berdasarkan jenis kelamin………….. 36
TABEL 6 : Rekapitulasi jumlah surat suara………. 38
TABEL 7 : Hasil suara calon pasangan Kepala Daerah………... 38
TABEL 8 : Distribusi responden berdasarkan umur………. 40
TABEL 9 : Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin……… 40
TABEL 10 : Distribusi responden berdasarkan agama……….. 41
TABEL 11 : Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir………. 41
TABEL 12 : Distribusi responden berdasarkan suku……… 42
TABEL 13 : Distribusi jawaban responden yang setuju dengan pelaksanaan Pemilihan KepalaDaerah secara langsung……….. 43
TABEL 14 : Distribusi jawaban responden tentang sudah berapa kali responden mengikuti Pemilihan Umum………. 44
TABEL 15 : Distribusi jawaban responden tentang alasan responden mengikuti Pemilihan Kepala Daerah……… 44
TABEL 16 : Distribusi jawaban responden tentang pelaksanaan pemilihan umum Kepala Daerah berjalan dengan Luberjurdil……… 45
TABEL 17 : Distribusi jawaban responden tentang bagaimana responden mengetahui calon-calon Kepala Daerah……… 45
TABEL 19 : Distribusi jawaban responden tentang faktor-faktor paling dominan dalam
memilih pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu………… 47
TABEL 20 : Distribusi jawaban responden tentang pemahaman responden akan partisipasi
politik………. 48
TABEL 21 :Distribusi jawaban responden tentang apakah kesamaan marga
mempengaruhi responden dalam menjatuhkan pilihannya pada
Pilkada……… 48
TABEL 22 : Distribusi jawaban responden tentang apakah faktor agama mempengaruhi
responden dalam menjatuhkan pilihannya pada Pilkada 2010………. 49
TABEL 23 : Distribusi jawaban responden dalam tentang apakah faktor kekerabatan juga
mempengaruhi responden dalam menjatuhkan pilihannya pada Pilkada
2010.. ………. 50
ABSTRAK
Judul : ETNISITAS DAN PILIHAN KEPALA DAERAH
Suatu studi penelitian kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010
Nama : Ika Ratna Sari Aruan Nim : 070906071
Departemen : Ilmu Politik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Partisipasi merupakan aspek yang penting dari demokrasi, dimana prinsip dasar
demokrasi ialah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik atau
disebut kegiatan sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan
politik dengan jalan untuk memilih pemimpin secara langsung, dan juga dapat mempengaruhi
kebijakan pemerintah.1 Partisipasi dari masyarakat tersebut dengan melalui mereka yang ikut
serta dalam mengubah keputusan yang diatas oleh penguasa yang akan digantikan dengan
mempertahankan kekuasaannya. Dalam hal ini perorangan baik dalam kelompok akan selalu
berusaha untuk mempengaruhi pemerintah baik yang akan ditentukan oleh alternatif yang
akan digunakan mencapai tujuan mereka sendiri.
Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa
kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk
menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan
orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan, sehingga partisipasi politik erat sekali
kaitannya dengan kesadaran politik, kerena semakin sadar bahwa dirinya diperintah.2
Anggota masyarakat secara langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk dilembaga
pemerintahan. Dengan kata lain partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini
merupakan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Keikutsertaan
masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi menyebut bahwa
perlunya partisipasi politik masyarakat pada dasarnya disebabkan bahwa masyarakat tersebut
1
A.Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Graha Ilmu, 2007,Hal 285 2
sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki.3 Masyarakat sebagai kumpulan individu
memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak diwujudkan, dan untuk mewujudkan harapan
tersebut diperlukan adanya norma-norma atau kaidah-kaidah yang mengatur berbagai
kegiatan bersama dalam rangka menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang
senantiasa ditegakkan. Upaya menegakkan norma-norma tersebut mengharuskan adanya
lembaga pemerintah yang memiliki otoritas tertentu agar norma-norma yang ada diataati.
Dengan demikian kegiatan individu dalam masyarakat terjadi sekurang-kurangnya karena
kesempatan, norma-norma serta kekuatan untuk mengatur tertib masyarakat kearah
pencapaian tujuan.
Pelaksanaan tujuan berarti penentuan kebijakan umum (public policy), baik berupa
pengaturan maupun alokasi sumber daya yang ada dalam masyarakat, sedangkan untuk
melaksanakan kebijakan tersebut perlu adanya kekuasaan yang dipakai untuk menciptakan
kerjasama, menegakkan aturan-aturan atau norma-norma, dan menyelesaikan konflik yang
mungkin saja akan timbul. Dengan adanya kekuasaan, yang lebih tepat disebut dengan
kewenangan, lembaga politik atau pemerintah dalam masyarakat dapat menegakkan
aturan-aturan yang ada untuk mewujudkan tujuan. Interaksi antara pemerintah dengan masyarakat,
antara lembaga pemerintah dengan kelompok masyarakat, serta individu dalam masyarakat
dalam rangka proses pembuatan,pelaksanaan, dan keputusan politik pada dasarnya
merupakan perilaku politik. Perilaku politik dapat diartikan sebagai kegiatan yang berkenaan
dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik yang
ditunjukan oleh individu merupakan hasil pengaruh dari beberapa faktor, baik faktor interval
maupun faktor eksternal yang menyangkut lingkungan alam maupun lingkungan sosil
budaya.4
3
Miriam Budiardjo,Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Gramedia,1982,hal.2.
4
Pada dasarnya manusia yang melakukan kegiatan politik dapat dibedakan menjadi dua
yaitu warga negara yang memiliki fungsi pemerintahan (pejabat pemerintah) dan warga
negara biasa yang tidak memiliki fungsi pemerintahan tetapi memiliki hak untuk
mempengaruhi orang yang memiliki fungsi pemerintah (fungsi politik). Fungsi pemerintahan
dan fungsi politik dilaksanakan oleh struktur yang berbeda, yaitu suprastruktur politik bagi
fungsi-fungsi pemerintahan dan infrastruktur politik bagi fungsi-fungsi politik.5
Partisipasi tidak hanya dibina oleh partai politik, tetapi juga melalui organisasi-organisasi
yang mencakup golongan pemuda, golangan buruh, serta organisasi-organisasi kebudayaan
dengan melalui pembinaan yang ketat potensi masyarakat dapat dimanfaatkan secara kendali.
Ada faktor utama yang membentuk partisipasi di Indonesia salah satunya adalah faktor
etnisitas/kesamaan marga. kelompaok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk
sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Dengan adanya kesukuan atau kesamaan marga
sehingga dapat mempengaruhi pilihannya.
Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Toba Samosir periode 2010-2015 yang lalu
merupakan salah satu wujud demokrasi di mana semua masyarakat di Kabupaten Toba
Samosir memiliki hak untuk memilih sendiri pemimpinnya secara langsung.
Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Toba Samosir diikuti oleh lima pasangan calon
bupati dan wakil bupati, kelima pasangan tersebut didukung oleh partai-partai politik. Berikut
ini adalah Nomor Urut Calon Bupati dan Wakil Bupati Toba Samosir pada Pilkada Toba
Samosir 2010:
Pasangan Nomor Urut 1 Parluhutan Sitorus-Asmadi Lubis
Pasangan Nomor Urut 2 Mindo Tua Siagian-Ervan Siahaan
Pasangan Nomor Urut 3 Monang Sitorus-Mangatas Silaen
Pasangan Nomor Urut 4 Tanggo Napitupulu-Reinward Simanjuntak
5
Pasangan Nomor Urut 5 Kasmin Simanjuntak-Liberty Pasaribu
Para calon bupati dan calon wakil yang tersebut diatas saling bersaing untuk mendapatkan
perhatian dan dukungan dari masyarakat agar dapat memperoleh suara terbanyak pada saat
dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah. Dari kelima calon bupati dan calon wakil bupati
tersebut pasangan dengan Nomor Urut 5 Kasmin Simanjuntak-Liberty Pasaribu berhasil
memenangkan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Toba Samosir periode 2010-2015, yaitu
dengan rincisn suara sebagai berikut:
Pasangan Parluhutan Sitorus-Asmadi Lubis sebanyak 8.930Suara
Pasangan Mindo Tua Siagian-Ervan Siahaan sebanyak 2.054 Suara
Pasangan Monang Sitorus-Mangatas Silaen sebanyak 18.396 Suara
Pasangan Tanggo Napitupulu-Reinward Simanjuntak sebanyak 2.766 Suara
Pasangan Kasmin Simanjuntak-Liberty Pasaribu sebanyak 27.259 Suara
Sesuai dengan data yang diperoleh dari lembaga KPU Toba Samosir Secara keseluruhan
jumlah suara yang terkumpul sesuai data-data suara sebanyak 59.405 suara. Sementara itu
jumlah daftar pemilu tetap (DPT) pada pemilukada ini sebanyak 82.002 suara. Adapun
jumlah pemilih dalam salinan daftar pemilu tetap (DPT) Yang tidak menggunakan hak suara
nya sebanyak 15.372 suara, yang tidak sah sebanyak 7.225 suara. Dari total tersebut maka
pelaksanaan pemilukada Kabupaten Toba Samosir satu putaran.
Untuk hasil pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Toba Samosir, pasangan Kasmin
Simanjuntak dengan Liberty Pasaribu memperoleh kemenangan mutlak daripada pasangan
calon Bupati dan wakil bupati yang lain bahkan mengalahkan suara pasangan Monang
Sitorus dengan Mangatas Silaen yang kita ketahui bahwa pasangan ini merupakan bupati
Toba Samosir periode tahun 2005-2010 lalu
Dari studi-studi yang telah dilakukan oleh para mahasiswi Departemen Ilmu Politik
pilihannya. Berangkat dari hasil penelitian tersebut saya kemukakan di atas maka saya
tertarik untuk meneliti kembali pengaruh hubungan etnisitas/kesamaan marga dalam
menentukan pilihannya, apakah Kecamatan Balige merupakan masyarakat yang memilih
dengan tidak rasional atau memilih karena adanya faktor kesamaan etniitas/kesamaan marga
dalam kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu. Adapun judul dari
penelitian saya adalah “Etnisitas dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi penelitian
Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir).”
1.2
Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah
dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti.
Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan
penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahannya. Atau dengan kata lain
perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti berdasarakan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.6
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis membuat perumusan
masalah sebagai berikut:
“Apakah faktor hubungan kesamaan etnisitas/marga dapat mempengaruhi
kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Simanjuntak pada pemilihan Bupati Toba Samosir 2010 khususnya di Kecamatan Balige?”
6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Secara rinci penelitian ini bertujuan uintuk:.
1. Untuk mengetahui adanya keterkaitan etnisitas dalam mempengaruhi hasil suara
pemilihan Bupati Tahun 2010.
2. Untuk mengetahui tingkat partisipasi politik masyarakat Kecamatan Balige,
Kabupaten Toba Samosir, dalam pemilihan umum Bupati Toba Samosir 2010.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah:
1. Secara Teoritis maupun Metodologi studi ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan dean pendalaman studi perilaku politik
khususnya di Indonesia
2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui
karya ilmiah melalui penelitian ini.
3. Bagi akademis, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi dalam konteks ilmu
Politik di indonesia.
4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih diprioritaskan
1.4. KERANGKA TEORI
Untuk memudahkan penelitian, diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori.
1.4.1 Partisipasi Politik
1.4.1.1. Konsep Dasar Partisipasi Politik
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup
tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghindari rapat umum,
menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan.7
Menurut Closky (1982) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa
dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses kebiljakan umum, kegiatan partisipasi
politik pada intinya tertuju kepada dua subjek, yaitu: 1. Pemilihan penguasa, dan 2.
Melaksanakan segala kebijakan penguasa(pemerintah).
Partisipasi politik merupakan cerminan dari sikap politik warga negara yang berwujud
dalam perilaku baik secara psikis maupun secara fisik. Partisipasi politik yang dikehendaki
adalah partisipasi yang tumbuh atas kesadaran sebagai partisipasi murni tanpa paksaan.
Kajian perilaku politik dapat dilakukan dengan mengggunakan tiga unit analisis yaitu
individu sebagai aktor politik, agregasi politik, dan tipiolgi kepribadian politik.
7
Partisipasi publik pada dasarnya merupkan bagian dari partisipasi pada umumnya,
merajuk pada hasil survey yang dilakukan Charles Adrian dan James Simith tahun
1995-1997, partisipasi dikelompokkan dalam tiga bentuk:8
1. Partisipasi yang lebih pasif
Didalam tipe ini, partisipasi dilihat dari keterlibatam poltik seseorang, yakni sejauh mana
orang itu melihat politik sebagai sesuatu yang penting, memiliki minat terhadap politik, dan
sering berdiskusi mengenai isu-isu politik dengan teman.
2. Partisipasi yang lebih aktif
Yang menjadi perhatian adalah sejauh mana orang itu terlibat didalam
organisasi-organisasi atau asosiasi-asosiasi sukarela seperti kelompok-kelompok keagamaan, olahraga,
pencinta lingkungan, organisasi profesi, dan organisasi buruh.
3. Partisipasi yang berupa kegiatan-kegiatan protes
Partisipasi ini dilihat dari keikutan sertaan mendatangani petisi, melakukan boikot, dan
demonstrasi
Keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti setiap kegiatan pemilihan umum dapat
dikatakan cukup tinggi diIndonesia, hal ini dapat diukur dengan rata-rata partisipasi politik
masyarakat untuk ikut dalam pemilihan umum semenjak pemilihan umum tahumn 1991
sampai dengan pemilihan umum 1992 mencapai hingga 102,3 juta, atau lebih dari 90%
masyarakat pemilih yang terdaftar, dan apabila kita membicarakan tentang berbagai perilaku
pemilihan, yang dalam hal ini adalah perilku pemilihan etnis Batak Toba, ada dua teori utama
dalam perilaku pemilih:
1. Teori Pemilih Rasional
Dalam teori pemilihan rasional, pemilih diasumsikan memiliki proferensi politik yang
tidak berubah. Maka tidak tepat menggunakan teori pemilih rasional untuk menjelaskan
8
perilaku pemilih yang preferensi politiknya justru berubah-ubah, seperti yang dialami oleh
pemilih pemula. Dengan kata lain, pada teori pilihan rasional lebih melihat kepada akal
pikiran yang rasional, siapapun yang akan mencoba mempengaruhi seorang pemilih, dia tidak
gampang terpengaruh sekalipun mendapatkan tawaran yang menjanjikan karena dia lebih
menggunakan logika dalam bertindak. Seorang pemilih menurut teori ini tidak tergabung
dalam sebuah organisasi/partai politik.
2. Teori Pemilih Psikologi
Menurut teori ini, pemilih terkait kepada partai atau kandidat presiden karena ikatan
partisan dan simbolik Ikatan partisan dan simbolik ini biasanya mengakar dalam sehingga
membuat preferensi politik menjadi stabil. Karenanya teori ini juga tidak tepat dipakai untuk
mejelaskan ketidakstabilan prefensi politik pemilih.
Kedua teori diatas juga mengisyaratkan partai politik yang kuat. Karena hanya dengan
adanya partai politik yang kuat maka pemilih rasional dapat menimbang semua pilihan yang
ada rasional, dan pemilih psikologis dapat membuat ikatan batin dengan partai tersebut. Di
negara-negara yang masih dalam proses konsilidasi demokrasi, seperti indonesia, sinyal dari
partai politik yang menginformasikan posisi idiologi dan kebijakan partai lemah atau sama
sekali tidak ada, dalam negara demokrasi baru, partai politik belum berfungsi sebagaimana
mestinya, maka media massa memainkan peran besar dalam menyalurkan informasi politik.
Tetapi bukan berarti media adalah saluran informasi politik satu-satunya.
1.4.1.2 Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi dengan asumsi yang mendasari
demokrasi dan partisipasi. Orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah
orang itu sendiri. Karena keputusan poltik yang dibuat dan dilaksankan pemerintah dengan
masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik. Karena itu yang dimaksud
dngan partisipasi adalah keikutan sertaan warga Negara biasa dalam menentukan segala
keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
Partisipasi politik dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai suatu kegiatan dan
membedakan partisipasi aktif dan partisipasi pasif.9 Partisipasi aktif merupakan mencakupi
semua kegiatan warga Negara dengan mengajukan usul tentang kebijakan umum, untuk
mengajukan alternative kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah,
mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak
dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pemimpin pemerintah. Pada pihak yang lain bahwa
partisipasi pasif antara lain beberapa kegiatan dengan mematuhi peraturan-peraturan
pemerintah, menerima dan melaksanakan dengan demikian saja setiap keputusan pemerintah.
Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi diberbagai Negara dari bebagai waktu.
Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi
modern. Bentuk non-konvensional seperti petisi, kekerasan dan revolusi. Bentuk-bentuk dan
frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas system
politik, integrasi kehidupan politik dan kekuasaan politik dank epuasan atau ketidakpuasan
warga Negara.10
Dalam buku perbandingan Sistem Politik Indonesia yang dikutip oleh Mas’oed dan Mac.
Andrew 1981, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu: (1) Partisipasi
politik konvensional yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi
modern. (2)Partisipasi politik non konvensional yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang
tidak lazi dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh
kekerasan dan revolusioner.
9
Ramlan Surbakti,op.Cit, hal 285
10
Partisipasi dalam pemungutan suara jelas merupakan hanya partisipasi saja karena hal
tersebut sering terjadi dan memiliki makna yang berbeda pada setiap penyelenggaraan
pemilihan umum. Maka sebaliknya partisipasi dalam pemungutan suara dengan
meningkatkan dalam sustu masyarakat, dengan demikian bentuk-bentuk dari partisipasi
politik yang lainnya akan meningkat.11
Pembentukan pemerintah yang didasarkan pada partai politik seringkali menciptakan
harapan yang tersebar luas bahwa orang dalam menjalankan kekuasaan politik bukan karena
kelahiran melainkan berkat kemahiran dalam politik, ada beberapa factor yang dapat
mempengaruhi seseorang ataupun masyarakat dalam mengambil keputusan dalam pemilihan
umum yang mempengaruhi partisipasi politik yaitu:12
1. Pendidikan, pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
umum seseorang termasuk didalamnya dengan peningkatan penguasaan teori dan
keterlampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Oleh karena itu pendidikan tinggi dapat memberikan informasi tentang politik dan
persoalan-persoalan politik dapat judga dengan mengembangkan kecakapan dalam menganalisa
menciptakan minat dan kemampuan dalam berpolitik.
2. Perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin dan status social ekonomi juga
dapat mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik, bahwa kemajuan social
ekonomi suatu Negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi politik.
3. Aktifitas kampanye, pada umumnya kampanye-kampanye politik hanya dapat
mencapai pengikut setiap partai, dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan
11
Ibid,hal 14
12
Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajahmada uniiversirty, 1986,hal 45.
suara. Dengan demikian yang menjadi persoalan dalam kaitannya dengan tingkat bentuk
partisipasi politik masyarakat adalah terletak dalam kedudukan partisipasi tersebut.
1.4.2. Perspektif Etnis
Seperti yang diungkapkan oleh Suyono dalam Kamus Antropologi. Presindo Jakarta,1985,
bahwa etnis adalah sesuatu hal yang mempunyai kebudayaan tersendiri. Sebagai contoh,
bangsa dalam arti etnis maksudnya suatu sistem kemasyarakatan yang memiliki kebudayaan
tersendiri, kerena mereka berasal dari satu keturunan, Menurut Fredik Barth dalam bukunya
yang berjudul ‘Kelompok Etnis dan Batasnnya’. UI Press Jakarta, 1988, bahwa kelompok
etnis dikenal sebagai suatu populasi yang:
1 Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.
2 Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu
bentuk kebudayaan.
3 Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.
Semakin kuat pandangan bahwa etnisitas, secara substansial bukan sebuah fakta yang ada
dengan sendirinya, melainkan keadaannya bertahap.13 Masalah etnis merupakan masalah
yang sering diperdebatkan di indonesia. Apakah masyarakatmemilih berdasarkan etnis atau
partai politik yang diusung? Inilah pertanyaan yang seringkali kita hadapi. Masalah etnis
tentu mempunyai kaitan dengan prefensi politik dari masyarakat. Kerena kebanyakan
masyarakat di indonesia memilih berdasarkan yang satu suku dengannya. Menguatnya
identitas kesukuan mempunyai berbagai konsekuensi. Dua jenis konsekuensi yang terpenting
adalah: Pertama, menjauhkan diri atau bahkan keluar dari tatanan negara bangsa. Kedua,
berusaha mendudukkan orang sesuku dalam pemerintahan negara bangsa.
13
Opsi kedua seringkali kita temui dalam berbagai jenjang pemerintahan di indonesia, baik
dari pemerintahan pusat dan daerah. Budaya dominan yang berasal dari kelompok etnis yang
dominan pula, yakni etnis jawa. Apalagi pada masa Orde Baru, yang dipimpin oleh Soeharto,
dominan daripada etnis yang besar sangatlah dapat dirasakan oleh masyarakat pada masa itu.
Batak berarti pengembara, mengembara. Membatak = melanglang, merampok,
menyamun, dan merampas. Menurut buku karangan Batara Sangti Simanjuntak yang berjudul
“Sejarah Batak” mengutip buku “Hang Tuah” cetakan ketiga penerbit Balai Pustaka bahwa
asal kata batak berasal dari kata “Bataha” sebagai salah satu kampung di Birma, dimana
kemudian bataha menjadi kata batak.14
Mengapa suku batak disebut sebagai suku tersendiri, dan sebutan ini bukan untuk suku
Melayu. Ada 4 hal yang membedakan mengapa suku batak disebut sebagai suku yang
tersendiri dibandingkan dengan suku Melayu, yakni:15
1 Suku Batak memiliki bahasa yang berbeda dengan suku Melayu.
2 Suku Batak memiliki aksara sendiri, sedangkan suku Melayu menggunakan aksara
Latin.
3 Suku Batak memiliki karekter yang berbeda dengan suku Melayu. Suku batak lebih
identik dengan kekerasan.
4 Suku Batak memiliki alat penghitungan menunjuk waktu dan hari, sedangkan suku
Melayu tidak memilikinya.
Etnis batak masih terbagi kedalam beberapa sub bagian, dimana etnis ini tersebar di
hampir seluruh daerah Sumatera Utara, yakni:16
1 Etnis Batak Toba, yang mendiami daerah Toba, Tapanuli Utara, Samosir.
Masyarakat etnis batak toba sendiri mayoritas beragama Kristen Protestan dan Kristen
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia
15
Marihot Siagian, Buku Bunga Rampai: Paradaton, Medan: CV.Lopian, 1992, hal.145‐146
16
Katolik yang disebarkan oleh para misionaris dari zending yang berasal dari Belanda
dan Jeran sejak tahun 1863. Pada Penelitian ini, penulis ingin meneliti bagaimana
perilaku pemilih etnis Batak yang ada di Toba Samosir, Kecamatan Balige.
2 Etnis Batak Karo, yang mendiami daerah Tanah Karo, sebagian wilayah Binjai dan
Langkat. Masyarakat etnis batak karo mayoritas beragama Kristen Katolik dan
Prosestan.
3 Etnis Batak Simalungun, yang mendiami daerah Kabupaten Simalungun, dan
masyarakat etnis ini mayoritas beragama Kristen Prosestan.
4 Etnis Batak Mandailing, yang mendiami daerah Tapanuli Selatan, Madina,
Penyabungan, dan masyarakat etnis ini mayoritas beragama Islam
5 Etnis Batak Angkola, yang mendiami daerah sipirok, dan Sipirok, dan masyarakat
etnis ini mayoritas beragama Islam.
6 Etnis batak Pakpak, yang mendiami daerah Sidikalang, Pakpak, dan mayoritas etnis
ini beragama Kristen Prosestan dan Kristen Katolik.
Dalam penelitian ini penulis akan meneliti Batak Toba di Kecamatan Balige di
karenakan di Balige yang mayoritas masyarakatnya terdiri dari etnis Batak Toba.
Dalam adat istiadat batak toba dikenal istilah Dalihan Natolu, yang terdiri atas 3 bagian
yakni: Somba marhula-hula yang berarti kita harus menghormati saudara laki-laki dari pihak
ibu, ibunya bapak kita, maupun dari pihak istri kita. Hula-hula merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam adat istiadat etnis batak toba. Elek Marboru, yang berarti kita harus
menyanyangi saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan dari pihak ayah kita.
Manat Mardongan Tubu, yang berarti kita harus menghargai dan menghormati teman 1
marga kia. Kita tidak bisa menyinggung perasaannya atau bahkan menyakiti hatinya karena
sama lain, yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing anggota masyarakat etnis batak
toba.
Bila dikaitkan dengan budaya politik di indonesia, etnis batak toba tidaklah seperti etnis
jawa yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap budaya politik di indonesia. Bisa
dikatakan etnis batak toba merupakan etnis yang sangat kecil dan tidak diperhitungkan dalam
perpolitikan di indonesia. Dalam kelompoknya, masyarakat batak toba mencari orang yang
dianggap dan bijaksana dalam mengatasi berbagai persoalan dan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, kepemimpinan di bidang pemerintahan ini ditentukan melaluoi pemilihan.
Dalam pemilihan tersebut, masih terasa adanya pengaruh sisa-sisa kebiasaan lama, yaitu
memberikan prioritas kepada turunan tertua dari pembuka desa. Mereka selalu
diperhitungkan dan diutamakan sebagai calon untuk dipilih menjadi pemimpin
pemerintahan.17 Ada istilah bagi orang batak toba, Dang Tumangonan Tu Halak adong do di
hita ( buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri). Seorang yang pandai,
bijaksana, belum tentu menang dalam pemilihan, bila faktor turunan atau kharisma tidak ada
padanya. Intinya, seseorang yang akan duduk di tumpuk pimpinan harus mendapat
kepercayaan dari masyarakat.
1.4.3 Perilaku Politik
Sebelum berbicara mengenai perilaku politik, kita harus terlebih dahulu memahami apa
yang dimaksud dengan perilaku pemilih. perilaku pemilih (voting behavior) adalah alasan
seseorang untuk menggunakan ataupun tidak mnggunakan hak pilihnya pada pemilihan
umum. Jika ia menggunakan hak pilihnya, alasan apa yang mendasarinya memilih partai
ataupun calon yang akan dipilihnya. Sedangkan perilaku politik adalah suatu kegiatan yang
17
berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.18 Interaksi antara
pemerintah dengan masyarakat, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam
rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya
merupakan suatu perilaku politik. Perilaku politik juga merupakan salah satu aspek dari
perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku lain seperti
perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan, dan sebagainya. Perilaku politik
merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik.
Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam suatu negara misalnya ada
pihak yang memerintah dan pihak lain ada pihak yang diperintah. Terhadap kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang kurang setuju. Yang senantiasa
melakukan kegiatan politik adalah pemerintah dan partai politik karena fungsi mereka dalam
bidang politik.
Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi mengandung
keterkaitan dengan hal-hal lain. Perilaku politik yang ditunjukkan oleh individu merupakan
hasil pengaruh beberapa faktor. Adapun afaktor-faktor yang membentuk suatu perilaku
politik adalah: (1) Faktor genetik (turunan). Misalnya kecerdasan, pemalu. (2) Faktor
lingkungan. Misalnya lingkungan bermain dan lingkungan sekolah. (3) Faktor pendidikan.
Misalnya pendidikan budi pekerti.
Berbicara tentang perilaku politik, satu hal yang perlu dibahas adalah apa yang disebut
dengan sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat,
keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.19 Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan. Dari
18
Ramlan Surbakti, Loc. Cit.
19
suatu sikap tertentu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan
objek yang dimaksud.
Berangkat dari pemahaman sifat seperti yang telah diuraikan diatas, sikap politik dapat
dinyatakan sebagai kesiapan untuk beraksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik.
Dengan munculnya sikap tertentu, akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang
sekiranya akan muncul. Ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah misalnya menaikkan
pajak pendapatan, merupakan suatu sikap politik. Dengan adanya ketidaksetujuan tersebut,
perilaku yang diperirakan akan muncul adalah peninjauan pernyataan keberatan, protes, atau
unjuk rasa. Walaupun dalam kenyataan, bisa saja perilaku semacam itu muncul, akan tetapi
sekurang-kurangnya ada kecenderungan menuju kearah tersebut.
Menurut Denis Kavanagah, untuk menganalisis perilaku pemilih, antara lain sebagai
berikut:20
1. Pendekatan Struktural
Dalam pendekatan ini kita dapat melihat kegiatan masyarakat peilih ketika memilih partai
sebagai produk dari konteks struktur yang luas, seperti struktur sosisal masyarakat, sistem
kepartaian, sistem pemilu, serta program-program yang ditonjolkan partai-partai peserta
pemilu. Pada model ini, tingkah laku politik seseorang termasuk didalam penentuan pilihan
ditentukan oleh pengelompokkan sosial, agama, bahasa, dan etnis/suku. Dalam pendekatan
ini juga, mobilitas seseorang yang ingin keluar dari kelompok untuk bergabung dengan
kelompok lain masih dikemungkinkan, karena itu, pilihan seseorang akan dipengaruhi oleh
latar belakang sosial/ekonomi, demografi, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, dan
lain-lain. Lewat pendekatan ini dapat dibuat peta masyarakat yang keudian dimanfaatkan sebagai
basis dukungan terhadap kandidat calon.
20
Muhammad Asfar, Beberapa Pendekatan dalam Memahami Perilaku Pemilih, Jurnal Ilmu Politik Edisi No.16,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal. 47‐48
2. Pendekatan Sosiologis
Pada dasarnya pendekatan sosialogis hampir sama dengan pendekatan struktural, hanya
saja dalam pendekatan ini lebih menempatkan kegiatan memilih pada konteks sosial. Melalui
pendekatan ini, tingkah laku politik seseorang akan dipengaruhi identifikasi diri terhadap
kelompok, termasuk norma yang dianut oleh kelompok tersebut.
3. Pendekatan Ekologis
Dalam pendekatan ini relevan apabila dalam daerah pemilih terdapat perbedaan
karakteristik pemilih yang didasarkan pada unit teritorial. Kelompok masyarakat penganut
agama, buruh, kelas menengah, suku bangsa (etnis) yang bertempat tinggal di daerah tertentu
dapat mempengaruhi komposisi pemilih terhadap perubahan pilihan mereka.
4. Pendekatan Psikologi Sosial
Pendekatan ini menyatakan tingkah laku pemilih akan dipengaruhi oleh interaksi antara
faktor internal dan eksternal. Misalnya sistem kepercayaan, agama, dan pengalaman hidup
seseorang. Dalam pendekatan ini dipercaya bahwa tingkah laku individu akan
membentuknorma kepercayaan individu.
5. Pendekatan Pilihan Rasional
Pendekatan ini merupakan lanjutan dari pendekatan psikologi sosial yang ingin melihat
kegiatan perilaku pemilih sebagai produk hitung untung/rugi. Dalam hal ini, faktor
pendidikan dan kesadaran pemilih akan sangat menentukan sekali. Penganut model ini sering
mencoba meramalkan tindakan manusia berdasarkan pada asumsi sederhana, yakni setiap
orang berusa keras mencapai apa yang dinamakan Self interest
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat, antara lain:21
A. Faktor Sosial, yang meliputi:
21
1. Komunikasi Politik, yaitu komunukasi yang mempunyai konsekuensi politik baik
secara aktual maupun pontensial, yang mengatur kegiatan dan keberadaan suatu
konflik.
2. Kesadaran Politik, yang menyangkut minat dan pengetahuan seseorang terhadap
lingkungan masyarakat dan politik.
3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan.
4. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai
kebijajakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu objek kebijakan
tertentu.
B. Faktor fisik individu dan lingkungan fisik individu
Bebicara mengenai perilaku politik, yang lebih difokuskan kepada perilaku pemilih
tidaklah pernah terlepas dari partisipasi politik, partisipasi politik merupakan aspek penting
dalam sebuah tatanan demokrasi sekaligus merupakan ciri khas dari Modernisasi Politik.
Huntington dan Nelson membagi pengertaian mengenai partisipasi politik dalam beberapa
aspek, yakni: 22“Pertama, partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan
sikap-sikap. Yang ditekankan adalah bagaimana bebagai sikap dan perasaan tersebut dengan
bentuk tindakan politik. “Kedua, yang dimaksudakn dalam partisipasi politik adalah warga
negara preman (biasa), bukan pejabat-pejabat pemerintah. “Ketiga, kegiatan partisipasi
politik itu hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah. “Keempat, partisipasi politik berupa kegiatan mempengaruhi
pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung.”
Kegiatan yang termasuk dalam partisipasi politik adalah:23
1. Partisipasi politik terwujud sebagai kegiatan atau perilaku luar individu warga negara
biasa yang dapat diamati dan bukan merupakan siakp dan orientasi.
2. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan
pelaksanaan keputusan politik.
3. Kegiatan yang berhasil maupun yang gagal dalam mempengaruhi keputusan politik
pemerintah termasuk dalam partisipasi politik.
4. Kegiatan yang mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung tanpa
melalui perantara, dan secara tidak langsung.
5. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar
tanpa kekerasan, dan dengan cara-cara yang tidak wajar.
6. Kegiatan individu untuk mempengaruhi pemerintah ada yang dilakukan atas
kesadaran sendiri dan ada berdasarkan desakan ataupun paksaan dari pihak lain.
Bentuk partisipasi politik menurut Miriam Budiarjo adalah: “partisipasi politik dapat
bersifat aktif dan pasif, bentuk yang paling sederhana dari partisipasi politik aktif adalah ikut
memberikan suara dalam Pemilu, turut serta dalma demonstrasi dan memberikan dukungan
keuangan dengan memberikan dukungan keuangan dengan memberikan sumbangan.
Sedangkan bentuk partisipasi adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar. Misalnya
bentuk diskusi, politik informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing,
ditempat kerja, dan diantara sahabat-sahabatnya.24
Sedangkan menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipasi
aktif dan partisipasi pasif.25
1. Partisipasi politik aktif mencakup kegiatan warga Negara mengajukan usul mengenai
sutu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada
pemerintah, mengajukan saran perbaikan untuk meluruskan kerjasama, membayar
pajak dan ikut dalam kegiatan pemilih pimpinan kepala daerah.
2. Partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah,
memahami dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.
1.4.4 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Otonomi daerah merupakan cikal bakal lahirnya Pilkada Langsung. Istilah otonomi secara
etimologi berasal dari bahasa latin yakni autonomos/autonomia yang berasal dari dua kata
autos berarti “sendiri” dan nomos berarti “aturan”.26Dalam UU No. 2 Tahun 1999 tercantum
pengertian otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Muschsan memberikan 4 hal yang dimiliki oleh otonomi, yakni:
1. Mempunyai aparatur pemerintah sendiri.
2. Mempunyai urusan/wewenang tertentu.
3. Mempunyai wewenang mengelola sumber keuangan sendiri, dan
4. Mempunyai wewenang membuat kebijaksanaan/pembuatan sendiri.
Adapun tujuan dari pemberian otonomi kepada daerah adalah:
1. Dari segi politik, tujuannya adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan
aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk
mendukung politik kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dan
proses demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah.
26
Muchsan, Otonomi Seluas‐luas Sarana Mutlak dalam Rangka Meningkatkan Partisipasi dan Demokrasi serta Menghindari Ketidakadilan Daerah, Makalah dalam Lokakarya tentang Otonomi Daerah yang diselenggarakan oleh LBH Medan, 11 Mei 1998, hal.2.
2. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat sehingga mampu berdiri sendiri serta
tidak terlalu tergantung kepada pusat.
3. Dari segi ekonomi pembangunannya, untuk melancarkan pelaksanaan program
pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat
dan pada akhirnya mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
PP No.6 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 berbunyi:27 “Pemilihan Kepala Derah dan wakil
Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat di wilayah provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah diusulakan oleh
Partai Politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan tertentu. Pilkada
langsung disebut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan
pertama kali diselenggarakan pada bulan juni 2005. Sebelumnya, Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyelenggara
Pilkada Dilaksanakan oleh KPU Daerah.
Masalah pemilihan Kepala Daerah turut menentukan tingkat Demokratisasi sidaerah
tersebut. Semakin tinggi partisipasi aktif rakyat setempat dalam proses Pemilihan Kepala
Daerah, semakin tinggi pula tingkat demokratisasi di daerah tersebut. Sampai dengan saat ini,
partisipasi sktif rakyat daerah dalam proses pemilihan kepala daerah masih terbatas, bahkan
bias dikatakan tidak ada partisipasi langsung sama sekali. Proses pemilihan kepala daerah
sepenuhnya menjadi wewenang DPRD. Peran rakyat daerah hanyalah pada saat Pemilu,
yaitupada saat penyaluran dukungan melalui pencoblosan tanda gambar calon ataupun
27
gambar partai politik teretentu. Setelah itu, proses politik di daerah, termasuk proses
pemilihan kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh wakil rakyat di DPRD.28
Pilkada berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan
memiliki aspekbilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala
daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari
masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar
kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala
daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintah Daerah yang lebih efektif dan efisien,
karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, dan tidak gampang digoyang oleh legislative.
Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung dapat menghindarkan praksis politik
daerah dari aroma Money Politics. Tidak mungkin bagi calon kepala daerah, baik itu calon
Gubernur atau Bupati/Walikota, untuk menyuap seluruh rakyat daerah tersebut yang
berjumlah jutaan orang. Sedangkan jika tetap memakai system perwakilan, money politics
adalah sangat mungkin karena jumlah wakil rakyat daerah relatif sedikit. Bertambahnya
luasnya ruang bagi partisipasi aktif rakyat daerah berarti semakin mendekatkan praksis
politik di daerah dengan demokrasi ideal.
1.5. METEDOLOGI PENELITIAN
1.5.1. Metedologi Penelitian
Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori
diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu Deskripsi. Dalam kajian ilmu sosial
terhadap suatu fenomena social dalah sudah tentu membutuhkan kecermatan. sebagai suatu
ilmu tentang metedologi penelitian atau tata kerja, maka metedologi adalah pengetahuan
tentan tata cara mengkonstruksi bentuk dan instrument penelitian. Konstruksi teknik dan
28
instrument yang baik dan yang benar akan mampu menghimpun data secara objektif, lengkap
dan dapat dianalisis untuk memecahkan suatu permasalahan.
1.5.2. Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif
ini adalah konsekuensi metedologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor
mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.29 Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses
penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan
dengan pemecahan masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
Oleh karena itu saya menggunakan metode deskriptif atau kualitatif, adapun tujuan dari
penelitian ini adalah dengan membuat, menggambarkan, meringkaskan darin berbagai
kondisi dengan berbagai variable yang timbul pada masyarakat yang menjadi objek dari
penelitian saya.
1.5.3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Toba Samosir Kec. Balige
29
1.5.4. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu dalam penelitisn.30
Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Toba Samosir, Kecamatan
Balige. Adapun jumlah suara kemenangan pasangan Kasmin Simanjuntak dengan Liberty
Pasaribu,SH,Msi pada pemilihan Langsung Bupati/Wakil Bupati tahun 2010 adalah sebanyak
9337 suara.
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu.
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih
tetap di kecamatan Balige. Karena jumlah populasi melebihi dari 100 orang, maka dalam
penelitian ini akan diambil sampel dengan teknik pengambilan sampel Taro Yamane yang
menggunaan rumus sebagai berikut:
N
Dari rumus diatas maka akan dapat diambol kesimpulan sebagai berikut:
15372
n= 15372(0,01) + 1
30
15372
n= 153,72+1
15372
n= 154,72
n= 99,37
Dengan demikian telah diperoleh sampel pada penelitian ini sebanyak 99 orang.
Pada teknik pengambilan sampel penulis menggunakan teknik pengambilan sampel
purposif (purposial sampling), yang dalam hal ini sampel ditetapkan sengaja oleh peneliti.
Dalam hubungan ini, lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu, sehingga
tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang telah dilakukan dalam teknik random.
1.5.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk
mengumpulkan data antara lain wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tatang M. Arifin
mengatakan bahwa “data adalah segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang
berkaitan dengan tujuan penelitian.” Dengan demikian tidak semua informasi atau keterangan
merupakan data, hanyalah sebagian saja dari informasi, yakni berkaitan dengan penelitian.
Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat diperlukan pula
kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang
relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik dan alat pengumpulan data ini
sangat berpengaruh terhadap obyektifitas hasil penelitian. Teknik ini adalah cara
mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk
juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang
Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang
diperlukan, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
Data Primer: yaitu penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data
dengan terjun langsung kelokasi penelitian dengan cara:
Kusioner/angket, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan angket yang
berisi daftar pernyataan kepada responden.
1.5.6 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
menggunakan jenis analisan data kualitatif dengan menyajikan data menggunakan system
table tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis
penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang
teperinci dan metode penelitian seperti ini lebih menggunakan penghayatan dan berusaha
memahami suatu peristiwa dalam tertentu menurut pandangan peneliti31 dan kemudian data
yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk table-tabel dan urian.
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada
skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4 bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah,pokok
permasalahan yang akan dibahas, pembatasan masalah yang akan
diteliti, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan
31
metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan
pembahasan masalah.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini akan memberikan gambaran secara umum tentang sejarah
singkat lokasi penelitian yang dalam hal ini adalah Toba samosir,
Kecamatan Balige.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini berisi penyajian data-data yang telah diperoleh dari
lapangan dan juga analisa dari data-data penelitian yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik dan
hubungan etnis batak yang mempengaruhi prefensi politik di
kecamatan Balige.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi
kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasilpenelitian yang telah
dilakukan. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan tentang apa
yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan, serta berisi saran-saran,
baik secara pribadi maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait secara
BAB II
LOKASI PENELITIAN
2.1.
DESKRIPSI KECAMATAN BALIGE
2.1.1. KEADAAN GEOGRAFIS
Kecamatan Balige terletak pada ketinggian 905-1.200 meter dari permukaan laut
sehingga suhu udara cukup lembab. Luas wilayah mencapai 91,05 km2 dan tersebar di 35
desa. Untuk lebih meningkatkan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, maka pada
tahun 2009 jumlah desa di kecamatan Balige bertambah dari 33 Desa menjadi 35 Desa.
Adapun desa yang bertambah adalah Desa Tambunan Sunge Hasil Pemekaran Desa Lumban
Gaol dan Desa Pea Timur hasil Pemekaran Desa Lumban Pea.
Luas lahan di kecamatan Balige seluas 9.105 Ha dan dimanfaatkan untuk lahan sawah
sebanyak 2.926 Ha dan sisanya merupakan lahan kering. Lokasi bangunan/perumahan dan
lainya. Areal lahan sawah terluas ada di Desa Baruara seluas 237 Ha dan luas lahan sawah
terkecil berada di Desa Siboruan dan kelurahan Balige I masing-masing dengan luas 20 Ha.
Kecamatan Balige terdiri dari 29 Desa dan 6 kelurahan dengan ibukota kecamatan yaitu
kelurahan Napitupulu Bagasan, dimana 2 desa/kelurahan masih merupakan desa swadaya, 29
desa/kelurahan swakarya dan 4desa/kelurahan yang sudah berhasil swasembada. 4
desa/kelurahan yang telah termasuk swasembada adalah kelurahan Sangkar Nihuta, kelurahan
Pardede Onan, kelurahan Napitupulu Bagasan dan kelurahan Balige III. Desa/Kelurahan di
kecamatan ini dibagi atas 100 dusun dan 31 lingkungan.
Kecamatan balige berbatasan dengan:
Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba.
Sebelah Selatan berbatan dengan Kabupaten Tapanuli Utara.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tampahan.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laguboti.32
32
2.2.
DEMOGRAFI
2.2.1. KEPENDUDUKAN
Kecamatan Balige merupakan kecamatan terpadat penduduknya karena kecamatan ini
merupakan pusat ibukota kabupaten. Jumlah penduduk Kecamatan Balige sebanyak 44.389
orang dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 487,5 jiwa/km2. Mayoritas penduduk
Kecamatan Balige adalah perempuan yaitu 22.603 jiwa sedangkan laki-laki sebanyak 21.786
jiwa. Jumlah penduduk di tiap desa sangat bervariasi dimana penduduk terbesar terdapat di
Desa Sangkar Nihuta dihuni 4.523 jiwa dan terendah di Desa Siboruan sebanyak 202 jiwa.
Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Desa Napitupulu Bagasan sebanyak
7.258,3 jiwa per km2 sedangkan kepadatan terendah berda di Desa Hutanamora sebanyak
36,6 jiwa per km2.
Berdasarkan kelompok umur penduduk di Kecamatan Balige, penduduk paling banyak
berada pada usia muda , yaitu 8.340 jiwa. Sedangkan pada kelompok umur usia tua hanya
sekitar 1.077 jiwa. Pada tahun 2009, jumlah rumah tangga di Kecamatan Balige adalah 8.512
rumah tangga dengan rata-rata ART sebanyak 5 jiwa.
Masyarakat Kecamatan Balige terdapat banyak marga namun marga yang asli yaitu
Napitupulu, Tampubolon, Siahaan, Hutagaol, Sianipar, Siagian, Simanjuntak, Silalahi adapun
marga-marga yang lain merupakan masyarakat pendatang.
TABEL I
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 21.786 49,1%
2 Perempuan 22.603 50,9%
Total 44.389 100%
Berdasarkan tabel di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kecamatan Balige
lebih banyak didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin perempuan.
TABEL 2
Klasifikasi Penduduk Kecamatan Balige Berdasarkan Usia No Kelompok
Umur
Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase
1 0-4 2.216 2.162 4.378 9,7%
2 5-16 5.967 5.925 11.892 27%
3 17-34 7.178 7.072 14.299 32,2%
4 35-49 3.289 3.763 7.052 15,9%
5 50 Keatas 3.136 3.632 6.768 15,2%
Total 21.786 22.603 44.389 100%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir
Dari tabel 2 di atas dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kecamatan Balige mayoritas
berusia 17-55 Tahun keatas (termasuk usia produktif dan memiliki hak pilih dalam pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir Kecamatan Balige Tahun 2010).
Apabila partai politik ataupun calon bupati dan calon wakil bupati dapat menyakinkan
hati penduduk untuk menggunakan hak pilihnya dan memilih mereka dalam pemilihan
Umum Kepala Daerah, maka kesempatan mereka untuk memenangkan Pemilihan Umum
Kepala Daerah Kabupaten Toba Samosir semakin terbuka lebar jika dilihat dari banyak
jumlah penduduk usia produktif dan memiliki hak pilih dalam Pemilukada Di kecamatan
TABEL 3
Klasifikasi Penduduk Kecamatan Balige Berdasarkan Agama
No Agama/Kepercayaan Jumlah Persentase
1 Islam 1.859 4,15 %
2 Kristen protestan 32.142 72 %
3 Kristen katolik 1.0838 24,2%
Total 44.839 100%
Sumber: Profil Kecamatan Balige
Dari tabel 3 dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kecamatan Balige mayoritas
beragama Kristen Protestan, yaitu hampir separuh penduduk Kecamatan Balige (72%)
menganut agama Kristen Protestan.
Untuk klafikasi penduduk di Kecamatan Balige berdasarkan etnis/suku, menurut
pengakuan kepala Camat Balige serta kepala desa yang ada di Balige, tidak pernah dilakukan
pendataan mengenai klasifikasi penduduk Kecamatan Balige berdasarkan etnis/suku tersebut.
namun demikian beliau mengatakan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Balige
merupakan suku Batak Toba. Hanya sebagian kecil dari penduduk Kecamatan Balige yang
merupakan masyarakat pendatang di Kecamatan Balige, yaitu Suku Batak Karo, Nias dan
Suku Jawa yang bermukim di Kecamatan Balige. Namun demikian, peneliti menyadari
keterbatasan pengetahuan dan juga keterbatasan para pegawai kantor Kecamatan Balige
untuk melakukan pencatatan ulang data-data hasil sensus Penduduk.
Menurut Kepala Desa Hinalang Bagasan, Bapak Hotma Siahaan mengatakan bahwa
sensus seharusnya dilaksanakan 2 kali dalam setahun agar data-data penduduk lebih akurat
karena pertumbuhan penduduk sangat cepat. Bapak Hotma Siahaan menambahkan bahwa
faktor kurangnya kepudulian Pemerintah terhadap data-data tersebut sehingga terjadinya
keterbatasan data-data sensus penduduk.
Salah satu unsur penting dalam pelaksanaan pembangunan yang baik dan
berkesinambungan adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup dan memiliki
keahlian/skill yang tinggi. Keahlian yang tinggi dapat diperoleh melalui pemberian
pembelajaran lebih dini melalui wajib belajar minimal 9 tahun.
Untuk mendukung hal tersebut di atas, sampai dengan tahun 2009, ketersediaan prasarana
sekolah sebagai salah satu faktor pendukung kemajuan pendidikan di Kecamatan Balige telah
tersedia mulai dari pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi, dimana
masing-masing berjumlah 5 TK,31 SD, 8 SLTP,13 SLTA, dan 2 Perguruan Tinggi, dimana jumlah
lembaga pendidikan negeri lebih banyak dibandingkan lembaga pendidikan yang disekolah
swasta.
Bagian lain dari proses pendidikan adalah adanya guru sebagai tenaga kerja
pendidik/pengajar yang membimbing dan mengarahkan murid-murid agar mengerti apa yang
ingi diketahuinya. SD,SLTP, dan SLTA yang ada di kecamatan Balige, memiliki 1.030 guru
yang terdidr dari 31 guru TK, 322 guru SD, 212 guru SLTP dan guru SLTA sebanyak 465
orang. Jika dilihat rasio antara guru dan murid, maka rasio guru dan murid tingkat SD
memiliki tingkat rasio tertinggi disbanding tingkat pendidikan SLTP dan SLTA sebesar 16,01
yang artinya setiap guru SD rata-rata 16 orang murid. Sementara rasio untuk tinkat SLTP dan
SLTA masing-masing sebesar 13,89 dan 14,05. Jenjang pendidikan perguruan tinggi di
Kecamatan Balige juga telah tersedia, yaitu Akademi Diakones HKBP sebanyak 56 orang
TABEL 4
Klasifikasi Penduduk Kecamatan Balige Berdasarkan Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 5.156 34,72%
2 SMP/SLTP 2.944 20%
3 SMU/Sederajat 6.534 44%
4 D3/Sederajat 162 1,1%
5 S1/Sederajat 56 0,4%
6 S2/Sederajat - -
Total 14.852 100%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir
Dari Tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Balige
tingkat pendidikannya masih rendah, yaitu 8.100 penduduk (jumlah seluruh yang hanya
tamatan SD dan tamatan SMP/Sederajat) sementara jumlah penduduk yang tingkat
pendidikannya tinggi hanya 6.752 (jumlah seluruh penduduk yang berpendidikan
SMA/sederajat, Akademik, dan Perguruan Tinggi).
Pasangan calon bupati dan calon wakil bupati yang mengetahui latar belakang pendidikan
di Kecamatan Balige tentunya akan memanfaat latar belakang pendidikan mayoritas
penduduk Kecamatan yang tergolong rendah tersebut dengan melakukan Pendekatan
Sosiologis berdasarkan ikatan sosial pemilih dari segi etnik, ras, agama, keluarga, dan
pertemanan yang dialami oleh pemilih secara historis. Pendekatan Sosiologis tersebut akan
berhasil apabila penduduk Kecamatan Balige tersebut juga merupakan jenis pemilih
tradisional yang sangat mengutamakan kedekatan sosial budaya, nilai, asal-usul, faham, dan
agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Tingkat pendidikan pemilih sering
tinggi tingkat pendidikan pemilih maka semakin tinggi pula tingkat rasionalitasnya dalam
memilih seorang kandidat.
2.2.3. Kesehatan
Kesehatan merupakan kata kunci yang harus dipedomani, sebab manusia yang sehatlah
yang dapat berpikir dan berbuat untuk untuk pembangunan negeri ini. Akan tetapi sebagai
manusia suatu waktu pasti akan terkena penyakit. Menyikapi kondisi tersebut perlu adanya
antisipasi melalui pengadaan sarana dan prasarana kesehatan.
Sarana kesehatan yang tersedia di Kecamatan Balige ada sebanyak 89 unit yang terdiri
dari Rumah Sakit 1 unit terletak di Desa Lumban Dolok, Puskesmas 2 unit terdapat di Desa
Hinalang Bagasan dan elurahan Pardede Onan, Puskesmas Pembantu 6 unit terdapat di Desa
Bonan Dolok III, Sibuntuoan, Sianipar Sihailhail, Parsuratan, Saribu Raja Janji Maria, dan
Lumban Pea, Polindes 27 unit, dan Posyandu yang terdapat di setiap desa seluruhnya ada 53
unit.
Tersedianya sarana kesehatan tidak akan memiliki arti tanpa adanya tenaga medis yang
memadai. Jumlah tenaga medis di Kecamatan Balige ada sebanyak 134 orang, terdiri dari
dokter 18 orang, 55 orang bidan, perawat sebanyak 57 orang dan tenaga medis lainnya ada
sebanyak 4 orang.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi tanpa diimbangi perkembangan pembangunan yang
TABEL 5
Nama Desa dan Jumlah Pemilih Tetap di Kecamatan Balige Pada Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Toba Samosir Tahun 2010
No Nama Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase
1 Aek Bolon Julu 104 103 207 0,87%