• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Dan Karakterisasi Bahan Tablet Vitamin C Menggunakan Kitosan Dan Amylum Manihot Sebagai Matriks Melalui Metode Granulasi Basah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Dan Karakterisasi Bahan Tablet Vitamin C Menggunakan Kitosan Dan Amylum Manihot Sebagai Matriks Melalui Metode Granulasi Basah."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN TABLET VITAMIN C MENGGUNAKAN KITOSAN DAN AMYLUM MANIHOT SEBAGAI

MATRIKS MELALUI METODE GRANULASI BASAH

SKRIPSI

NIA PERMATA SARI 060802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN TABLET VITAMIN C MENGGUNAKAN KITOSAN DAN AMYLUM MANIHOT SEBAGAI

MATRIKS MELALUI METODE GRANULASI BASAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains

NIA PERMATA SARI 060802022

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN

TABLET VITAMIN C MENGGUNAKAN

KITOSAN DAN AMYLUM MANIHOT SEBAGAI MATRIKS MELALUI METODE GRANULASI BASAH

Kategori : SKRIPSI

Nama : NIA PERMATA SARI

Nim : 060802022

Program studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Desember 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Yuniarti Yusak, MS. Prof. BasukiWirjosentono.MS.Ph.D NIP. 130809726 NIP. 195204181980021001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN TABLET VITAMIN C

MENGGUNAKAN KITOSAN DAN AMYLUM MANIHOT SEBAGAI

MATRIKS MELALUI METODE GRANULASI BASAH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2010

NIA PERMATA SARI

(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya. Adapun skripsi ini disusun untuk

memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang kimia.

Pada kesempatan ini penulis ingin sekali menyampaikan rasa terimakasih dan

kasih sayang yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Abuzar Mandai dan Ibunda

Niswati Tanjung, Kakanda Nia Oktari, Adinda M. Hafiz, Adinda Nia Annisa Ferani,

Adinda M. Akbar, Adinda Nia Julia Ulfah serta seluruh keluarga lainnya yang telah

mendoakan, memberikan dukungan serta bantuan moril dan materil yang tak terhingga

nilainya kepada penulis.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS.Ph.D. selaku dosen pembimbing I dan

Ibu Dr. Yuniarti Yusak, MS. selaku dosen pembimbing II yang dengan ikhlas

dan senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis

melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS.

selaku ketua dan sekretaris jurusan kimia yang telah mensyahkan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Thamrin, MSc. selaku dosen wali yang selalu membimbing

penulis.

4. Sahabat-sahabat dekatku : Afrima, Meniq, Fatma serta seluruh teman-teman

rekan seperjuanganku stambuk 2006 terutama Maria.

5. Rekan-Rekan Asisten Kimia Fisika tercinta: Bang Fendy, Bang Fadli, Kak

Tarra, Kak Sri, Kak Sari, Kak Kiki, Kak Rina, Kak Rahma, Kak Mega, Bang

Misbah, Ismail, Ai, Amy, Reni, serta adik-adik : Wulan, Fika, Destia, Tisna,

(6)

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang berlipat ganda akan kebaikan

kita semua.

Akhirnya penulis menyadari atas kekurangan materil dan keterbatasan literatur

yang disajikan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

bermanfaat dan menjadi informasi yang baru bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2010

Penulis,

(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai keunggulan kitosan sebagai bahan pengisi dibandingkan amylum manihot dalam pembuatan bahan tablet vitamin C menggunakan metode granulasi basah. Suplemen vitamin C dibuat dalam 3 jenis formula dengan variasi perbandingan amilum dengan kitosan sebesar 100:0; 50:50; dan 0:100 (% b/b). Pengujian yang dilakukan meliputi sifat aliran granul melalui perhitungan laju alir dan sudut istirahat granul melalui metode corong; Penentuan laju disolusi vitamin C pada menit ke 2; 4; 6; 8; dan 10 menggunakan metode spektroskopi UV-Visibel serta interaksi intermolekular melalui hasil kajian FT-IR. Dari pengolahan data diperoleh bahwa: Suplemen matriks kitosan memiliki sifat aliran yang baik dengan nilai laju alir dan sudut diam masing-masing sebesar 16,95 g.det-1 dan 27,980, juga memiliki laju disolusi yang baik dengan nilai kelarutan vitamin C pada menit ke 2; 4; 6; 8; dan 10 masing-masing sebesar 0,0907; 0,4828; 2,246; 4,2311; dan 7,1815

(8)

THE MAKING AND CHARACTERIZATION SUPLEMEN OF VITAMIN C USING CHYTOSAN AND AMYLUM MANIHOT AS A MATRIX BY WET

GRANULATION METHOD

ABSTRACT

The research have done about the advantage of chytosan as a matrix comparison with amylum manihot in the making of vitamin C suplemen made by wet granulation method. The suplemen of vitamin C was made became 3 kinds of formula by variation of amylum manihot to chytosan were 100:0; 50:50; 0:100 (%w⁄w). Test characteristic include the flow of granule with measure speed flow and inactive angle using funnel method; the dissolution test of vitamin C at the various time 2; 4; 6; 8; and 10 minutes using spectroscopy UV-Visible methods and intermolecular interaction using spectroscopy Infra Red method. The result showed that: Suplemen of vitamin C with chytosan as a matrix have a flow properties was very well with value the speed flow and inactive angle as 16,95 g.sec-1 and 27,980; the disolution of vitamin C was very well with value of vitamin C solubility 0,0907; 0,4828; 2,246; 4,2311; and 7,1815

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 15

1.2. Permasalahan 17

1.3. Tujuan Penelitian 17

1.4. Pembatasan Masalah 17

1.5. Manfaat Penelitian 18

1.6. Metodologi Penelitian 18

1.7. Lokasi Penelitian 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitosan

2.1.1. Struktur Kitosan 20

2.1.2. Sifat-Sifat Kitosan 21

2.1.3. Prospek Aplikasi Kitosan 22

2.2. Vitamin C

2.2.1. Struktur Vitamin C 23

2.2.2. Sifat-Sifat Umum Vitamin C 23

2.2.3. Farmakokinetik 24

2.2.4. Fungsi Vitamin C 24

2.2.5. Defisiensi Vitamin C 25

2.2.6. Sumber-Sumber Vitamin C 25

2.3. Pati

2.3.1. Amilosa 26

2.3.2. Amilopektin 27

2.3.3. Kegunaan Pati 28

2.4. Tablet

2.4.1. Granulasi 29

2.4.1.1. Pembuatan Bahan Tablet Menggunakan 29 Metode Granulasi Basah

2.4.1.2. Mekanisme Granulasi Basah 30

2.4.2. Bahan Pengikat 30

2.4.3. Karakter Fisik Granul

(10)

2.4.3.1.1. Kecepatan Aliran Granul 31 2.4.3.1.2. Sudut Istirahat Granul 32 2.5. Spektrofotometri Ultra Violet dan Visibel (UV-VIS)

2.5.1. Instrumentasi 34

2.5.2. Hukum Lambert-Beer 34

2.6. Spektrofotometri Infra Merah

2.6.1. Kegunaan Analisa Spektroskopi Infra Merah 36 2.6.2. Syarat – Syarat Interpretasi Spektrum 36 2.6.3. Spektrum Infra Merah Bahan Polimer 37 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Alat – Alat 38

3.2. Bahan – Bahan 38

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Isolasi Amilum Dari Umbi Singko ng 39 (Manihot Utilissima)

3.3.2. Pembuatan Granul Dengan Metode Granulasi Basah 39 3.3.2.1. Pembuatan Bahan Pengikat Musilago Amylum 39 3.3.2.2. Pencampuran Bahan Aktif dan Pengisi Dengan 41 Penambahan Musilago Amylum Sebagai Pengikat 3.3.3. Karakterisasi Sifat Aliran Dengan Menghitung 42 Kecepatan Alir dan Sudut Istirahat Granul Melalui

Metode Corong.

3.3.4. Karakterisasi Laju Disolusi Bahan Aktif Vitamin C 43 Dengan Metode Spektoskopi UV-Visibel

3.3.4.1. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N 43 3.3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Kurva Kalibrasi 43

Vitamin C

3.3.4.2.1. Larutan Induk Standar Vitamin C 43 500 μg/ml

3.3.4.2.2. Larutan Induk Standar Vitamin C 43 100 μg/ml

3.3.4.2.3. Larutan Standar 8 μg/ml Untuk 43 Pembuatan λmaks

3.3.4.2.4. Larutan Seri Standar Vitamin C 44 Vitamin C

Untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.3.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C 44 3.3.4.2.1. Penentuan λmaks

Vitamin C

Larutan Standar 44 3.3.4.2.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan 44

Standar Vitamin C

3.3.4.4. Penentuan Laju Disolusi Vitamin C Dalam 44 Interval Waktu Pengambilan Sampel Larutan

Pada Saat Ekstraksi

3.3.5. Karakterisasi Interaksi Intermolekular Bahan Selama 45 Proses Pencampuran Dalam Pembuatan Granul Melalui

Analisis FT-IR 3.4. Bagan Percobaan

(11)

3.4.2. Bagan Pembuatan Bahan Pengikat Musilago Amylum 47 3.4.3. Bagan Pembuatan Granul Suplemen Vitamin C 48 Menggunakan Kitosan dan Amylum Manihot Sebagai

Matriksnya

3.4.4. Bagan Pengambilan Data Untuk Menghitung Kecepatan 49 Alir dan Sudut Istirahat Granul Menggunakan Metode BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Sifat Aliran Granul Dengan Menghitung Kecepatan 52 Aliran dan Sudut Istirahat Granul Dengan Metode Corong.

4.1.1. Data Hasil Pengukuran 52

4.1.2. Pengolahan Data 53

4.1.3. Analisa Sifat Aliran Granul 54

4.1.4. Pembahasan 54

4.2. Penentuan Laju Disolusi Vitamin C Dalam Interval Waktu 55 Pengambilan Sampel Larutan Pada Saat Ekstraksi

4.2.1. Penentuan Kadar Vitamin C Menggunakan Persamaan 56 Garis Regresi Metode Least Square

4.2.2. Pembahasan 57

4.3. Analisis Spektroskopi FT-IR

4.3.1. Spektrum FT-IR Amilum/(Starch) 59

4.3.2. Spektrum FT-IR Kitosan 60

4.3.3. Spektrum FT-IR Vitamin C 61

4.3.4. Spektrum FT-IR Material Campuran Amilum-Vitamin C 62 4.3.5. Spektrum FT-IR Material Campuran Kitosan-Vitamin C 63 4.3.6. Spektrum FT-IR Material Campuran Amilum-Kitosan- 64 Vitamin C

4.3.7. Pembahasan 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 67

5.1. Kesimpulan 5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA 68

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Hubungan Antara Kecepatan Alir Dengan Sifat Aliran Granul 32 Tabel 2.2. Hubungan Sudut Istirahat Dengan Tipe Aliran 33

Tabel 3.1. Formulasi Granul 39

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Waktu Alir Granul Serta Tinggi 52 dan Diameter Timbunan Granul

Tabel 4.2. Data Hasil Perhitungan Kecepatan Alir dan Sudut Istirahat Granul 53 Tabel 4.3. Data Hasil Analisa Sifat Aliran Granul Yang Dihasilkan 54 Tabel 4.4. Data Absorbansi Larutan Seri Standar Vitamin C 56 Tabel 4.5. Data Absorbansi dan Kadar Vitamin C Pada Sampel Larutan 57 Yang Diambil Dalam Interval Waktu Tertentu Selama Proses

Ekstraksi Dari Formula A, B, dan C

Tabel F.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square 77 Kurva Kalibrasi Dari Larutan Seri Standar Vitamin C

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Kitosan 21

Gambar 2.2. Struktur Vitamin C 23

Gambar 2.3. Struktur Amilosa 27

Gambar 2.4. Struktur Amilopektin 27

Gambar 4.1. Grafik Kadar Vitamin C Yang Terlarut Pada Granul 58 Formula A, B dan C

Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Amilum/(Starch) 59

Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Kitosan 60

Gambar 4.4. Spektrum FT-IR Vitamin C 61

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A. Perhitungan Pembuatan Larutan Pereaksi HCl 0,1 N 71 Lampiran B. Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar yang Digunakan 72

Untuk Menentukan λmaks

Lampiran C. Perhitungan Konsentrasi Larutan Seri Standar Vitamin C 73 Larutan Vitamin C

Untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi

Lampiran D. Kurva Spektrum λmaks

Lampiran E. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Vitamin C 76 Larutan Standar Vitamin C 8 µg/ml 75

Lampiran F. Pengolahan Data Metode Least Square Hasil Pengukuran 77 Absorbansi Larutan Seri Standar Vitamin C

(15)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai keunggulan kitosan sebagai bahan pengisi dibandingkan amylum manihot dalam pembuatan bahan tablet vitamin C menggunakan metode granulasi basah. Suplemen vitamin C dibuat dalam 3 jenis formula dengan variasi perbandingan amilum dengan kitosan sebesar 100:0; 50:50; dan 0:100 (% b/b). Pengujian yang dilakukan meliputi sifat aliran granul melalui perhitungan laju alir dan sudut istirahat granul melalui metode corong; Penentuan laju disolusi vitamin C pada menit ke 2; 4; 6; 8; dan 10 menggunakan metode spektroskopi UV-Visibel serta interaksi intermolekular melalui hasil kajian FT-IR. Dari pengolahan data diperoleh bahwa: Suplemen matriks kitosan memiliki sifat aliran yang baik dengan nilai laju alir dan sudut diam masing-masing sebesar 16,95 g.det-1 dan 27,980, juga memiliki laju disolusi yang baik dengan nilai kelarutan vitamin C pada menit ke 2; 4; 6; 8; dan 10 masing-masing sebesar 0,0907; 0,4828; 2,246; 4,2311; dan 7,1815

(16)

THE MAKING AND CHARACTERIZATION SUPLEMEN OF VITAMIN C USING CHYTOSAN AND AMYLUM MANIHOT AS A MATRIX BY WET

GRANULATION METHOD

ABSTRACT

The research have done about the advantage of chytosan as a matrix comparison with amylum manihot in the making of vitamin C suplemen made by wet granulation method. The suplemen of vitamin C was made became 3 kinds of formula by variation of amylum manihot to chytosan were 100:0; 50:50; 0:100 (%w⁄w). Test characteristic include the flow of granule with measure speed flow and inactive angle using funnel method; the dissolution test of vitamin C at the various time 2; 4; 6; 8; and 10 minutes using spectroscopy UV-Visible methods and intermolecular interaction using spectroscopy Infra Red method. The result showed that: Suplemen of vitamin C with chytosan as a matrix have a flow properties was very well with value the speed flow and inactive angle as 16,95 g.sec-1 and 27,980; the disolution of vitamin C was very well with value of vitamin C solubility 0,0907; 0,4828; 2,246; 4,2311; and 7,1815

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan

basa natrium hidroksida atau reaksi enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase.

Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah

kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya. Untuk meningkatkan

efektivitas pengikat lemak, kapsul kitosan dicampur dengan asam sitrat dan asam

askorbat. Penambahan asam askorbat meningkatkan jumlah lemak yang hilang sebagai

feses dan dapat menurunkan penyerapan lemak oleh tubuh hingga 50 %. Penambahan

asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksidan untuk mengurangi jumlah radikal

bebas (http://4-healthyfood.blogspot.com).

Kitosan memiliki struktur molekul yang hampir sama dengan struktur molekul

senyawa turunan karbohidrat lainnya seperti selulosa dan amilum. Selulosa dan

amilum telah sering digunakan sebagai bahan tambahan/pengisi dalam proses

pembuatan bahan dasar tablet. Komponen utama bahan dasar tablet adalah bahan

aktif/obat, sering kali bahan aktif diperlukan dalam dosis yang kecil. Agar dapat

mudah dicetak menjadi tablet, diperlukan bahan pengisi tambahan untuk

mencukupkan massa agar mudah dicetak.

Bahan-bahan dasar massa cetak tablet harus dicampur hingga homogen dan

dibuat menjadi bentuk granul. Proses pembuatan granul ini dapat dilakukan dengan

dua metode yaitu metode granulasi basah dan metode granulasi kering. Metode

granulasi basah yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan

(18)

penggunaan bahan pengikat yang ditambahkan ke dalam campuran bahan dasar yang

telah dihomogenkan untuk memperoleh massa granul.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan memanfaatkan biopolimer kitosan sebagai matriks/bahan pengisi

dalam pembuatan bahan dasar suplemen vitamin C sebelum dicetak menjadi tablet.

Pemanfaatan kitosan sebagai matriks dalam pembuatan suplemen Vitamin C dapat

mengurangi pengaruh nyeri lambung karena sistem pelepasan vitamin C secara

berkala oleh kitosan di dalam tubuh dan untuk mencegah terjadi naiknya kolesterol

dalam darah karena kemampuan kitosan dalam menyerap lemak.

Bahan tablet ini diproses menjadi granul melalui metode granulasi basah.

Granul yang dihasilkan akan dikarakterisasi sesuai standar massa cetak granul sebelum

dicetak menjadi tablet untuk melihat apakah kitosan mempunyai kemampuan yang

sama dengan matriks yang umum digunakan seperti amylum manihot sebagai matriks

dalam pembuatan bahan tablet.

Karakterisasi bahan tablet berupa granul yang dihasilkan akan dikarakterisasi

secara fisika dan kimia. Karakterisasi fisika yaitu karakterisasi sifat aliran dengan

menghitung kecepatan alir dan sudut istirahat granul yang dihasilkan untuk melihat

apakah granul yang dihasilkan mempunyai sifat fisika massa cetak tablet yang baik

melalui metode corong. Karakterisasi kimia meliputi uji laju disolusi bahan aktif

melalui metode spektroskopi UV-Visibel dan uji interaksi intermolekular antar bahan

yang mungkin terjadi selama proses pencampuran bahan menjadi granul melalui

metode spektroskopi infra merah (FT-IR).

Telah diteliti sebelumnya oleh Ang Lee Fung (2007) dalam pembuatan

membran kitosan sebagai biosensor glukosa. Hasil kajian analisis FT-IR menunjukkan

interaksi intermolekular antara kitosan dan glukosa oksidase (GOD) melalui

ikatan-silang dengan glutaraldehid pada proses penyerapannya (Fung, A.L., 2007).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti juga tertarik untuk mengetahui apakah terjadi

interaksi intermolekular antar bahan selama proses pencampuran bahan menjadi granul

(19)

1.2. Permasalahan

1. Bagaimanakah pengaruh penggunaan kitosan sebagai matriks terhadap sifat

aliran granul jika dibandingkan dengan matriks amylum manihot.

2. Bagaimanakah laju disolusi bahan aktif yaitu vitamin C dalam granul setelah

dicampurkan dengan matriks kitosan dan amylum manihot.

3. Apakah interaksi intermolekular terjadi antar bahan selama proses

pencampuran bahan menjadi granul.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kitosan sebagai matriks terhadap sifat

aliran granul jika dibandingkan dengan matriks amylum manihot.

2. Untuk mengetahui laju disolusi bahan aktif yaitu vitamin C dalam granul

setelah dicampurkan dengan matriks kitosan dan amylum manihot.

3. Untuk mengetahui interaksi intermolekular yang terjadi antar bahan selama

proses pencampuran bahan menjadi granul.

1.4. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk pembuatan granul suplemen vitamin C,

dengan memvariasikan kitosan dan amilum yang digunakan sebagai matriksnya.

Parameter yang diamati meliputi karakterisasi sifat fisika dan kimia granul yang

dihasilkan. Karakterisasi sifat fisika yaitu karakterisasi sifat aliran dengan menghitung

kecepatan aliran dan sudut istirahat granul yang dihasilkan sesuai standar massa granul

yang baik sebelum dicetak menjadi tablet melalui metode corong. Karakterisasi sifat

kimia meliputi uji disolusi bahan aktif yaitu vitamin C setelah dicampurkan dengan

matriks melalui metode spektroskopi UV-Visibel dan uji interaksi intermolekular yang

mungkin terjadi antar bahan selama proses pencampuran bahan menjadi granul

(20)

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi

tentang manfaat kitosan sebagai aplikasinya dalam bidang farmasi dan biomedikal

serta sebagai bahan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik kitosan melalui

interaksinya dengan senyawa lain.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu untuk mengetahui sejauh mana

kitosan dapat digunakan sebagai matriks pada pembuatan granul suplemen vitamin C

melalui karakterisasi fisika dan kimia granul yang dihasilkan.

Granul suplemen vitamin C dibuat melalui metode granulasi basah

menggunakan amylum manihot dan kitosan sebagai matriks atau bahan pengisi

tambahan. Pembuatan granul melalui metode granulasi basah tidak lepas dari peran

penggunaan bahan pengikat untuk mengubah bahan campuran berpartikel halus

menjadi partikel dalam bentuk kasar yang disebut dengan granul. Peneliti memilih

menggunakan amylum manihot sebagai perekat karena merupakan bahan yang umum

digunakan sebagai bahan pengikat dan mudah diperoleh.

Tahapan penelitian meliputi :

1. Isolasi amilum dari umbi singkong (Manihot Utilissima)

2. Pembuatan granul melalui metode granulasi basah.

2.1. Pembuatan bahan perekat musilago amylum/gelatin dari amylum manihot.

2.2. Pencampuran bahan aktif dan pengisi hingga homogen dan penambahan

bahan pengikat hingga diperoleh massa granul yang kompak.

3. Karakterisasi fisik granul yaitu karakterisasi sifat aliran dengan menghitung

(21)

4. Karakterisasi kimia granul meliputi :

4.1. Uji laju disolusi bahan aktif melalui metode spektroskopi UV-Visibel.

4.2. Uji interaksi intermolekular yang terjadi antar bahan selama proses

pencampuran bahan menjadi granul melalui metode spektroskopi infra merah

(FT-IR).

Adapun parameter yang digunakan antara lain :

1. Parameter tetap meliputi :

1.1 Massa vitamin C

1.2. Massa bahan pengikat musilago amylum

2. Parameter bebas meliputi :

Massa kitosan : massa amylum manihot (0:100 ; 50:50 ; 100:0) % b�b

3. Parameter terikat meliputi :

3.1. Karakterisasi sifat aliran granul dengan menghitung kecepatan alir dan

sudut istirahat granul melalui metode corong.

3.2. Karakterisasi laju disolusi bahan aktif yaitu vitamin C dalam granul setelah

dicampurkan dengan matriks kitosan dan amylum manihot.

3.3. Karakterisasi interaksi intermolekular yang mungkin terjadi antar bahan

selama proses pencampurann bahan menjadi granul melalui hasil analisa

spektroskopi infra merah ( FT-IR ).

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika F-MIPA USU dan

Laboratorium Kuantitatif F-FARMASI USU serta uji FT-IR di Laboratorium Bea

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Cangkang dari lobster, kumbang, dan laba-laba mengandung kitin. Kitin merupakan

polisakarida terbanyak kedua yang berlimpah di alam (selulosa merupakan yang

terbanyak). Kitin merupakan bahan polimer yang memiliki struktur yang keras.

Tersusun atas N-asetil-d-glukosamin yang lebih banyak dari glukosa, tetapi

mempunyai struktur yang hampir sama dengan selulosa (McMurray, J., 2007).

Kitosan adalah biopolimer alami terutama sebagai penyusun cangkang

(kulit-kulit keras), udang-udangan, dan serangga, serta penyusun dinding sel ragi dan jamur.

Karena sifatnya yang khas seperti bioaktivitas, biodegradasi, dan kelihatannya kitosan

dapat memberikan kegunaan yang diterapkan dalam berbagai bidang (Manskarya,S.M.

& Drodsora, 1968).

2.1.1. Struktur Kitosan

Kitosan ditemukan oleh Rouget pada tahun 1959. Kitosan memiliki struktur

{(1-4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa}. Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan

untuk menentukan apakah polimer ini dapat dibentuk menjadi kitin atau kitosan.

Kitosan mengandung gugus amina lebih besar 60%, sebaliknya amina lebih kecil 60%

(23)

Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak

sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Gambar 2.1. Struktur Kitin dan Kitosan

2.1.2. Sifat – Sifat Kitosan

Kitosan adalah suatu senyawa yang memiliki rantai linear dari D-Glukosamin dan

N-Asil D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4). Kitosan dihasilkan dari

deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam

air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah

digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat

biokompatibel, biodegradasi dan tidak beracun. Sifat basa ini menjadikan kitosan:

1. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga

dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi

seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

2. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat

juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.

3. Dapat digunakan sebagai pengkelat ion logam berat dimana gelnya

menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meriaty,

2002).

Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam

(24)

maka dapat larut dalam air - metanol, air - etanol, dan campuran lainnya. Kitosan larut

dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga

dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam

anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan asam sitrat

juga dapat melarutkan kitosan.

Kitosan bersifat polikationik yang dapat mengikat lemak dan logam berat

pencemar. Kitosan yang mempunyai gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat

reaktif dan bersifat basa (Inoue et al, 1994).

Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi

dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan

biomolekul bermuatan negative dan biomolekul permukaan. Sedangkan dalam bentuk

netralnya, kitosan mampu mengompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd,

Co, Ph, Hg, Zn, dan Pd (Sugita, P., 2009).

2.1.3. Prospek Aplikasi Kitosan

Kitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang biomedik, farmasi, pengawetan pangan,

mikrobiologi, dan lain-lain. Beberapa fungsi kitosan adalah sebagai aktivitas

antimikroba, koagulasi darah, mempercepat pembentukan fibroblast dalam tubuh

binatang dan yang lainnya.

Kitosan teregenerasi adalah aplikasi lain yang menonjol pada masa yang akan

datang untuk tujuan biomedik karena sifatnya yang biodegradabel dengan toksisitas

rendah dan biokompatibilitas dalam tubuh binatang. Banyak fungsi kitosan yang telah

dipublikasikan, fungsi ini termasuk biodegradabilitas dalam tubuh binatang, aktivitas

antimikroba, flokulan, adsorbsi logam berat dan sebagai pembawa untuk sistem

(25)

2.2. Vitamin C ( Asam Askorbat )

Vitamin ini digolongkan sebagai vitamin yang larut dalam air. Susunan kimia vitamin

C ditemukan pada tahun 1933 oleh ilmuwan Inggris dan Swiss. Isolasi asam askorbat

mula-mula ditemukan oleh King dari USA dan Szent-Gyorgy dari Hungaria. Vitamin

ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk oksidasi (bentuk dehidro) dan bentuk reduksi.

Kedua bentuk ini mempunyai aktivitas biologi. Dalam makanan bentuk reduksi yang

terbanyak. Bentuk dehidro dapat terus teroksidasi menjadi diketogulanic acid yang

inaktif.

2.2.1. Struktur Vitamin C

Struktur vitamin C dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.2 Struktur Vitamin C

Keadaan vitamin C inaktif sering terjadi pada proses pemanasan (bila

sayur-sayuran dimasak). Di dalam suasana asam vitamin ini lebih stabil daripada dalam basa

yang menjadi inaktif (Prawirokusumo, S., 1991).

2.2.2. Sifat – Sifat Umum Vitamin C

Vitamin C yang mempunyai rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk murni merupakan

Kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-1920 C.

(26)

mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam benzene, eter,

khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk Kristal,

tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika

terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe dan cahaya. Sifat utama dari vitamin C

adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh

beberapa logam, terutama Cu dan Ag (Andarwulan, N., 1992).

2.2.3. Farmakokinetik

Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal tampak

kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam leukosit dan

trombosit lebih besar dari pada dalam plasma dan sel darah merah. Distribusinya luas

keseluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot dan

jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya

terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg%. Efisiensi

absorpsi akan berkurang dan kecepatan ekskresi meningkat bila digunakan jumlah

lebih besar (Rosmiati, H. & S.Wardhini, 1987).

2.2.4. Fungsi Vitamin C

Fungsi utama vitamin C adalah sebagai Anti Oksidan. Asam askorbat diperlukan

untuk pembentukan semua jaringan tubuh, terutama untuk pembentukan jaringan ikat.

Jaringan ikat adalah bahan pembungkus yang terpisah, yang melindungi dan

menyangga berbagai organ. Asam askorbat membantu absorpsi zat besi dalam usus

(Gaman, M., & Sherrington K.B., 1981).

Vitamin C juga berperan menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang

berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor. Tampaknya vitamin C merupakan

vitamin yang essensial untuk memelihara fungsi normal semua unit sel termasuk

struktur-struktur subsel seperti ribosom dan mitokondria. Kemampuan vitamin ini

(27)

proses metabolisme. Peranan vitamin C dalam menanggulangi flu telah banyak

dilaporkan. Pada binatang percobaan ternyata bahwa kadar vitamin C yang tinggi

dapat meningkatkan sintesis vitamin B kompleks dalam intestin (Poedjiadi, A., 1994).

2.2.5. Defisiensi Vitamin C

Beberapa akibat dari kekurangan konsumsi vitamin C :

1. Skorbut, pendarahan gusi, kulit mengelupas (Poedjiadi, A., 1994).

2. Mudah terjadi luka dan infeksi tubuh, dan kalau sudah terjadi sukar

disembuhkan.

3. Hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak.

Skorbut dalam bentuk berat sekarang jarang terjadi karena sudah diketahui cara

mencegah dan mengobatinya. Tanda-tanda awal antara lain lelah, lemah, nafas

pendek, kejang otot, tulang otot persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit

menjadi kering , kasar dan gatal, warna merah kebiruan di bawah kulit, perdarahan

gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan mata kering dan rambut rontok. Di

samping itu luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadang-kadang jumlah sel darah putih

menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Gangguan saraf dapat terjadi

berupa histeria, depresi diikuti oleh gangguan psikomotor. Gejala skorbut terlihat bila

taraf asam askorbat dalam serum turun di bawah 0,20 mg/dl (Almatsier, S., 2001).

2.2.6. Sumber-Sumber Vitamin C

Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan

buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat.

Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol

(28)

Sediaan yang banyak beredar di pasaran adalah sediaan 500 mg.

kadang-kadang juga dijumpai sediaan 1000 mg. rasanya pun bermacam-macam. Ada rasa

jeruk, strawberi, anggur, dan lain-lain.

Kebutuhan vitamin C harian yang dianjurkan berbeda-beda untuk beberapa

Negara. Di Inggris (food Standard agency) menganjurkan 40 mg sehari; di Kanada 60

mg sehari; di Amerika Serikat (National Academy of Sciences) 60-95 mg sehari.

Sedangkan WHO menganjurkan konsumsi vitamin C 45 mg sehari. Batas tertinggi

konsumsi vitamin C yang masih bisa di toleransi oleh tubuh menurut National

Academy of Science adalah 2000 m

2.3. Pati

Pati merupakan cadangan makanan dari sel tanaman. Pati merupakan sumber

terpenting pada bahan makanan manusia berupa karbohidrat. Beberapa makanan

pokok manusia (seperti kentang, beras, jagung, dan gandum) mengandung pati.

Polisakarida yang terkandung di dalam pati yaitu amilosa dan amilopektin.

2.3.1. Amilosa

Amilosa memiliki struktur rantai panjang yang tidak bercabang yang tersusun atas

monomer - monomer glukosa dengan ikatan α (1,4) glikosida. Molekul amilum yang

mengandung ribuan gugus glukosa, yang memiliki berat molekul dari 150.000 hingga

600.000 D. Struktur rantai polimer amilum lurus dan rapat, sehingga amilum dapat

disimpan lama. Adanya enam unit glukosa perputaran heliks menyebabkan amilosa

berbentuk tabung dan kompleks. Hal ini disebabkan bermacam – macam molekul kecil

dapat masuk ke dalam kumparannya. Bukti pembentukan kompleks tersebut adalah

warna biru tua yang dihasilkan oleh pati bila ditambahkan iod (Fessenden, R.J. &

(29)

Gambar 2.3. Struktur Amilosa

2.3.2. Amilopektin

Amilopektin, suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung

1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Rantai utama dalam amilopektin

mengandung 1,4-α-D-glukosa. Amilopektin memiliki percabangan, sehingga terdapat

satu glukosa ujung untuk kira – kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik

percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida.

Gambar 2.4. Struktur Amilopektin

Pati dalam jaringan tanaman berbentuk granul (butir) yang berbeda – beda.

Dengan mikroskop, jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran,

letak hilum yang unik dan juga dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi.

Granul pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat

kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut dengan gelatinasi. Suhu

(30)

konsentrasi pati dan pH. Jadi, gelatinasi juga dapat didefinisikan sebagai konversi dari

keadaan kristalin, butir pati menjadi terdispersi dalam keadaan amorf (Wurzburg,

1986).

2.3.4. Kegunaan Pati

Pati sebagai bahan perekat, sering digunakan pada kertas karton, label botol, alat tulis

dan keperluan ringan lainnya. Pati juga merupakan bahan mentah penting bagi aplikasi

industri, baik sebagai bahan makanan, maupun bukan makanan, seperti untuk industri

polimer terdegradasi, dan pengganti selulosa dalam industri kertas (Jansson, C., 1995).

2.4. Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa - cetak, berbentuk rata atau cembung

rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat

tambahan. Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa :

1. Zat pengisi : ditambahkan untuk memperbesar volume tablet, biasanya

digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, dan zat lain yang cocok.

2. Zat pengikat : ditambahkan agar tablet tidak pecah atau retak dan dapat

merekat, biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot.

Bila bahan bersifat hidrofob maka bahan pengikatnya 30% dari berat tablet.

Bila bahan bersifat hidrofil maka bahan pengikatnya 10-20% dari berat tablet.

Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain, kecuali zat pelicin dibuat

granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan

baik, maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar

tablet tidak retak. Cara membuat granul ada 2 macam, yaitu cara basah dan cara kering

(31)

2.4.1. Granulasi

Granulasi adalah proses pembesaran ukuran di mana partikel kecil bersama-sama

menjadi besar, berupa agregat permanen di mana partikel asal masih dapat

diidentifikasi. Granulasi digunakan terutama untuk produksi tablet atau kapsul.

Sebagai produk antara digunakan granul dengan distribusi ukuran lebar. Granul dapat

pula digunakan sebagai bentuk sediaan.

Granulasi diawali sesudah pencampuran serbuk bahan obat dengan eksipien

yang dibutuhkan (pengisi, penghancur, dan sebagainya) sehingga distribusi uniform

tercapai.

Tujuan granulasi dalam manufaktur tablet :

1. Meningkatkan sifat aliran yang berarti uniformitas massa dari sediaan/dosis.

2. Mencegah pemisahan komponen campuran.

3. Meningkatkan karakteristik dari campuran.

2.4.1.1. Pembuatan Bahan Tablet Menggunakan Metode Granulasi Basah

Granulasi basah atau aglomerasi serbuk dilakukan dengan cara

pengadukan/agitasi serbuk atau campuran serbuk dengan keberadaan cairan yang

biasanya berupa larutan pengikat yang sudah dicampurkan dengan serbuk kering.

Pembentukan granul dan pertumbuhan berlangsung karena efek ikatan mobil-liquid

yang terbentuk antara partikel primer.

Prosesnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Deaglomerasi bahan awal dengan penggilingan atau pengayakan.

2. Pencampuran kering bahan awal.

3. Penambahan cairan dan pembentukan massa basah/lembab.

4. Pengayakan massa basah untuk menghilangkan bongkahan besar.

5. Pengeringan.

6. Penggilingan atau pengayakan granul kering untuk mencapai ukuran

(32)

2.4.1.2. Mekanisme Granulasi Basah

Mekanisme granulasi basah didasarkan pada kekuatan ikatan cairan dalam aglomerat

basah. Apabila serbuk dicampur dengan cairan yang membasahi permukaan partikel

yang mempunyai sudut kontak rendah terhadap padat, sistem cenderung menurunkan

energi bebas permukaan dengan cara pembentukan jembatan cairan antara partikel.

Jika jumlah cairan meningkat, jembatan cairan berkoalesensi, dan secara bertahap

berubah manjadi cair.

Serbuk sangat halus dapat beraglomerasi secara spontan bila diaduk karena

efek ikatan Van Der Waals dan elektrostatik. Biasanya aglomerasi serbuk memerlukan

penambahan jumlah tepat cairan yang membasahi permukaan padat dan menghasilkan

ikatan cairan yang diperlukan. Pembesaran ukuran berlangsung menurut metode

agitasi sesuai dengan beberapa mekanisme berikut :

1. Nukleasasi dari partikel primer karena pembentukan ikatan jembatan.

2. Koalesensi antara aglomerat yang bertumbukan.

3. Pelapisan partikel dari penguraian aglomerat yang sudah mantap.

4. Pertumbuhan bola (Agoes, G., 2008).

2.4.2. Bahan Pengikat

Merupakan bahan yang mempunyai sifat kohesif dan adhesif yang mampu

mengaglomerasi partikel serbuk kering membentuk granul sesudah pengeringan.

Ditambahkan pada campuran serbuk setelah dilarutkan dalam cairan penggranul.

Kadar tinggi pengikat, terutama turunan selulosa dapat menimbulkan masalah

disintegrasi dan disolusi tablet karena membentuk lapisan musilago di sekitar

permukaan partikel. Pada obat yang bersifat hidrofob, pengikat dapat mempercepat

disolusi (Agoes, G., 2008).

Pati sering digunakan sebagai bahan pengikat, pati yang sering digunakan yaitu

(33)

terhidrolisis menjadi dekstrin dan kemudian glukosa. Oleh karena itu, ketelitian dalam

pembuatan musilago amili diperlukan untuk menghasilkan perbandingan pati dan

produk hidrolisisnya konsisten dan benar, dan juga untuk pencegahan pengarangan.

Musilago amili merupakan pengikat serbaguna untuk menghasilkan tablet yang

terdisintegrasi dengan cepat, dan granulasi hanya dibuat dengan menggunakan pati

sebagai pengikat internal dan digranulasi dengan air (Wikarsa, S.,2008).

2.4.3. Karakter Fisik Granul

Sifat-sifat fisikomekanik granul mencakup ukuran partikel, luas permukaan, aliran

granul yang dapat ditentukan dengan menghitung kecepatan alir dan sudut istirahat

granul. Yang akan dibahas disini adalah sifat aliran granul.

2.4.3.1. Sifat Aliran Granul

2.4.3.1.1. Kecepatan Alir Granul

Sifat aliran granul sangat penting untuk pembuatan tablet yang efisien. Aliran granul

yang baik untuk dikempa sangat penting untuk memastikan pencampuran yang efisien.

Oleh karena itu, selama evaluasi praformulasi terhadap zat aktif, karakteristik mampu

alirnya harus dipelajari, terutama apabila dosisi obat yang diantisipasi besar.

Sifat aliran serbuk yang baik merupakan hal penting untuk pengisian yang

seragam ke dalam lubang cetak mesin tablet dan untuk memudahkan gerakan bahan di

sekitar fasilitas produksi. Sifat aliran dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk partikel,

partikel yang lebih beasar dan bulat menunjukkan aliran yang lebih baik. Metode

untuk mengevaluasi sifat aliran granul yang sering digunakan adalah metode corong

(langsung).

Kecepatan alir diketahui melalui metode corong. Metode ini paling sederhana

(34)

dengan bobot tertentu melalui corong diukur dalam detik. Suatu penutup sederhana

ditempatkan pada lubang keluar corong lalu diisi dengan granul yang telah ditimbang

terlebih dahulu. Ketika penutup dibuka, waktu yang dibutuhkan granul untuk keluar

dicatat. Dengan membagi massa serbuk dengan waktu keluar tersebut, kecepatan alir

diperoleh sehingga dapat digunakan untuk perbandingan kuantitatif granul yang

berbeda.

Kecepatan aliran granul = massa (g)

waktu (s) (Persamaan 2.1)

Tabel 2.1. Hubungan Antara Kecepatan Alir Dengan Sifat Aliran Granul Laju Alir ( g/s ) Sifat Aliran

>10 Sangat baik

4-10 Baik

1,6-4 Sukar

<1,6 Sangat sukar

2.4.3.1.2. Sudut Istirahat Granul

Metode sudut istirahat telah digunakan sebagai metode tidak langsung untuk

mengukur mampu alir granul karena hubungannya dengan kohesi antarpartikel.

Banyak metode yang berbeda untuk menetapkan sudut istirahat dan salah satunya yang

digunakan adalah metode corong.

Granul dengan massa tertentu dilewatkan melalui corong dan jatuh ke atas

sehelai kertas grafik. Setelah onggokan granul membentuk kerucut stabil, sudut

istirahatnya diukur. Metode ini disebut “uji sudut jatuh”. Untuk kebanyakan

farmasetik, nilai sudut istirahat berkisar dari 25o- 45o, dengan nilai yang rendah

menunjukkan karakteristik yang lebih baik.

Suatu granul yang tidak kohesif mengalir baik, menyebar, membentuk

(35)

tinggi yang kurang menyebar. Definisi sudut istirahat adalah sudut permukaan bebas

dari tumpukan granul dengan bidang horizontal.

Sudut istirahat (θ) : Arc Tangen θ = 2 tinggi puncak granul

diameter lingkaran (Persamaan 2.2)

Tabel 2.2. Hubungan Sudut Istirahat Dengan Tipe Aliran

Sudut Istirahat (θ) Sifat Aliran

<25 Sangat baik

25-30 Baik

30-40 Cukup

>40 Sangat sukar

(Wikarsa, S.,2008).

2.5. Spektrofotometri Ultraviolet dan Visibel (UV-VIS)

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar

ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan

cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit

terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan

untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis

mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa

didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum

Lambert-Beer.

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar

(36)

2.5.1. Instrumentasi

Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk

pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang

gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti

prisma atau monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh

monokromator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau

panjang gelombang tertentu. Ada dua jenis instrumentasi spektrofotometri UV-Vis,

yaitu :

1. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya tunggal (single beam),

dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan mengukur pelarut,

setelah itu larutan sampel diukur.

2. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya ganda (double beam),

dimana larutan sampel dimasukkan secara bersama-sama dengan pelarut yang

tidak mengandung sampel. Alat ini lebih praktis dan mudah serta memberikan

hasil yang optimal.

2.5.2. Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer (Beer’s laaw) adalah hubungan linearitas antara absorban

dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:

A =

ε

. b. C (Persamaan 2.3)

A = absorban (serapan)

ε

= koefisian ekstingsi molar (M-1cm-1

b = tebal kuvet (cm)

)

(37)

Pada beberapa buku ditulis juga :

A = E . b . C (Persamaan 2.4)

E = koefisien ekstingsi spesifik (ml g-1 cm-1

b = tebal kuvet (cm)

)

C = konsentrasi (gram/100 ml)

Hubungan antara E dan

ε

adalah : E = 10.�

����� ����� (Persamaan 2.5)

Pada percobaan, yang terukur adalah transmitan (T), yang didefinisikan sebagai

berikut :

T = I / I0

I = intensitas cahaya setelah melewati sampel

(Persamaan 2.6)

I0 = intensitas cahaya awal

Hubungan antara A dan T adalah : A = -log T = -log I / I0

(Dachriyanus, 2004). (Persamaan 2.7)

2.6. Spektrofotometri Infra Merah

Konsep radiasi infra merah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel (1800)

melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata pada

daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang

berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalori (energi tinggi).

Daerah spektrum tersebut selanjutnya disebut infrared. Spektroskopi

inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada

(38)

2.6.1. Kegunaan Analisa Spektroskopi Infra Merah

Spektrofotometer infra merah pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik.

2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan

daerah sidik jarinya.

Pengukuran pada spektrum infra merah dilakukan pada daerah cahaya

inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5 - 50 μm atau

bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan

menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas

dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi.

Spektrum yang dihasilkan berupa grafik yang menunjukkan persentase

transmitan yang bervariasi pada setiap frekuensi radiasi inframerah.

2.6.2. Syarat – Syarat Interpretasi Spektrum

Tidak ada aturan yang pasti dalam menginterpretasikan spektrum IR. Tetapi beberapa

syarat harus dipenuhi dalam menginterpretasikan spektrum :

1. Spektrum harus tajam dan jelas serta memiliki intensitas yang tepat.

2. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni.

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga akan menghasilkan pita atau

serapan pada bilangan gelombang yang tepat.

4. Metoda penyiapan sampel harus dinyatakan. Jika digunakan pelarut maka jenis

pelarut, konsentrasi dan tebal sel harus diketahui.

Karakteristik frekuensi vibrasi IR sangat dipengaruhi oleh perubahan yang

sangat kecil pada molekul sehingga sangat sukar untuk menentukan struktur

berdasarkan data IR saja. Spektrum IR sangat berguna untuk mengidentifikasikan

(39)

terutama pada daerah sidik jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan

untuk menentukan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).

2.6.3. Spektrum Infra Merah Bahan Polimer

Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan

ulangan. Secara teori spektrum infra merah bahan polimer akan tergantung dari

karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya.

Beberapa sifat fisik juga mempengaruhi bentuk spektrum bahan polimer,

antara lain sifat geometri rantai dan kristalinitas. Bila bahan polimer ditarik ke satu

arah maka rantai – rantai molekul akan cenderung terorientasi kearah tarikan, maka

vibrasi ikatan yang tegak lurus arah tarikan akan lebih dibatasi dan menjadi tidak peka

terhadap serapan radiasi.

Tahap awal dari identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan

yang karakteristik untuk masing – masing polimer. Pita serapan yang khas ditunjukkan

oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan

polimer pada spektrum infra merah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm -1

– 2900 cm-1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alat – Alat

Nama Alat Merek

Gelas Beker Pyrex

Gelas Ukur Pyrex

Alu dan Lumpang -

Ayakan 12 mesh -

Desikator -

Neraca analitik Tettler Toledo

Penyaring Buchner -

Statif dan Klem -

Corong -

Labu Takar Pyrex

Spektrofotometer UV-Visibel Shimadzu

Spektrofotometer Infra Merah Shimadzu

3.2. Bahan – Bahan

Nama Bahan Merek

Kitosan Komersil -

Vitamin C p.a.Merck

Umbi Singkong komersil -

Akuades -

Alkohol 96% Teknis

(41)

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Isolasi Amilum Dari Umbi Singkong (Manihot Utilissima)

Dikupas kulit umbi lalu dicuci bersih kemudian diparut. Ditimbang sebanyak 100 g

lalu dimasukkan ke dalam blender kemudian tambahkan 200 ml akuades, diblender

selama ± 30 detik. Disaring, kemudian larutan keruh ditampung dalam gelas ukur 500

mL. Ditambahkan 20 mL akuades lalu diaduk dan dibiarkan mengendap kemudian

dekantasi. Ditambahkan 200 mL akuades, diaduk dan biarkan mengendap lalu

dekantasi. Ditambahkan 100 mL alkohol 96% sambil diaduk. Disaring dengan

penyaring Buchner dan keringkan amilum yang dihasilkan.

3.3.2. Pembuatan Granul Dengan Metode Granulasi Basah

Granul dibuat dalam bentuk 3 formula dengan memvariasikan massa kitosan dan

amilum yang digunakan sebagai matriks dimana massa bahan aktif yaitu vitamin C

dan bahan pengikat adalah tetap.

Tabel. 3.1. Formulasi Granul

No Bahan Formula A (g) Formula B (g) Formula C (g)

1 Amilum 20 10 -

2 Kitosan - 10 20

3 Vitamin C 5 5 5

Berat teoritis tiap fomulasi adalah 25 gram. Masing-masing forrmulasi ini dirancang

untuk pencetakan 100 tablet dengan mempunyai berat teoritis 250 mg tiap tablet.

3.3.2.1. Pembuatan Bahan Pengikat Musilago Amylum

Musilago amylum merupakan zat hasil gelatinasi amilum menggunakan akuades yang kemudian dipanaskan hingga amilum terdispersi membentuk gelatin yang tembus

(42)

yang diperbolehkan sebesar 10-20% dari total bahan yang digranulasi untuk bahan

yang tidak bersifat hidrofob dan 30% untuk bahan yang bersifat hidrofob. Musilago

amylum dibuat dengan mencampurkan amilum dan akuades dengan perbandingan 10% b/b.

Kitosan dan amilum yang digunakan sebagai matriks bersifat hidrofob,

sehingga banyaknya musilago amylum yang diperlukan sebagai bahan pengikat

sebesar 30% dari tiap forrmulasi yang akan dibuat menjadi granul.

Perhitungan:

1. Perhitungan massa musilago amylum yang diperlukan sebagai bahan perekat

untuk pembentukan granul terhadap tiap formulasi.

Dik : massa teoritis formula = 25 gram

Dit : massa musilago amylum yang diperlukan ?

Penyelesaian : massa musilago amylum = 30% dari massa formula

= 30

100 x 25 gram = 7,5 gram 2. Perhitungan massa amilum yang diperlukan untuk membuat musilago amylum

dengan penambahan air dengan perbandingan 10% b/b amilum dalam akuades.

Dik : massa musilago amylum yang diperlukan = 7,5 gram

Dit : massa amilum yang diperlukan dengan perrbandingan 10% b/b amilum

dalam akuades ?

Penyelesaian : massa amilum = 10% dari massa musilago amylum

= 10

100 x 7,5 gram = 0,75 gram

3. Perhitungan massa akuades yang diperlukan dalam pembuatan musilago

amylum.

Dik : massa amilum yang diperlukan = 0,75 gram

massa musilago amylum yang akan dibuat = 7,5 gram

Dit : massa akuades yang diperlukan dalam pembuatan musilago amylum!

Penyelesaian : massa akuades = massa musilago amylum - massa amilum

= 7,5 gram – 0,75 gram

(43)

Perincian Bahan :

1. Massa musilago amylum yang diperlukan sebagai bahan pengikat untuk

membuat granul adalah 7,5 gram.

2. Massa amilum yang diperlukan untuk membuat musilago amylum adalah 0,75

gram.

3. Massa akuades yang diperlukan untuk membuat musilago amylum adalah 6,75

gram atau sama dengan 6,75 ml.

Pembuatan musilago amylum sebagai bahan pengikat :

Ditimbang 0,75 gram amilum dan dimasukkan ke dalam cawan petri.

Ditambahkan 6,75 ml akuades lalu diaduk. Dipanaskan sambil diaduk hingga

terbentuk gelatin yang tembus cahaya.

Musilago amylum yang diperoleh digunakan untuk 1 formulasi granul, dilakukan prosedur yang sama pembuatan musilago amylum untuk formulasi granul

lainnya.

3.3.2.2. Pencampuran Bahan Aktif dan Pengisi Dengan Penambahan Musilago Amylum Sebagai Pengikat

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan granul adalah sebagai

berikut :

1. Semua bahan pembuat granul diayak dan ditimbang sesuai dengan kebutuhan.

2. Kitosan, amylum manihot, dan Vitamin C (pada formula A, B dan C)

dicampur hingga homogen.

3. Diayak hingga homogen dan dimasukkan ke dalam lumpang.

4. Ditambahkan musilago amylum yang telah disediakan sebelumnya.

5. Dicampur hingga homogen dan diperoleh massa granul yang kompak.

6. Dikeringkan dalam desikator.

7. Massa yang telah kering digranulasi dengan ayakan No. 12 mesh.

8. Massa granul yang dihasilkan siap untuk dikarakterisasi secara fisika dan

(44)

3.3.3. Karakterisasi Sifat Aliran Dengan Menghitung Kecepatan Alir dan Sudut Istirahat Granul Melalui Metode Corong.

Langkah-langkah pengambilan data untuk menghitung kecepatan alir dan sudut

istirahat granul :

1. Dirangkai corong pada statif dan klem dengan ketinggian tertentu.

2. Ditimbang dan dicatat massa granul yang akan diuji sebagai m ( dalam

pengujian ini digunakan massa granul sebanyak 20 gram).

3. Ditutup bagian dasar corong.

4. Dimasukkan massa granul ke dalam corong.

5. Dibuka penutup bagian dasar corong.

6. Dihitung dan dicatat waktu yang diperlukan oleh granul untuk turun melalui

corong alat penguji dengan menggunakan stopwatch dari mulai dibukanya

tutup bagian bawah hingga semua granul mengalir keluar dari alat uji.

7. Dicatat tinggi dan diameter timbunan granul yang dihasilkan setelah granul

mengalir keluar dari corong.

8. Dilakukan percobaan sebanyak 3 kali agar diperoleh data yang akurat dan

dihitung nilai rata-ratanya.

Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan sifat aliran granul dengan

menghitung kecepatan alir granul menggunakan persamaan (1) dan menghitung sudut

istirahat granul menggunakan persamaan (2).

Sifat aliran granul dapat ditentukan dengan membandingkan nilai hasil

perhitungan terhadap nilai standar aliran granul yang baik sesuai dengan yang

(45)

3.3.4. Karakterisasi Laju Disolusi Bahan Aktif Vitamin C Dengan Metode Spektoskopi UV-Visibel

3.3.4.1. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

Dipipet 8,3 ml HCl(p) dan dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, kemudian

diencerkan dengan akuades sampai garis lalu dihomogenkan. Diperoleh larutan HCl

0,1 N.

3.3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Kurva Kalibrasi Vitamin C

3.3.4.2.1. Larutan Induk Standar Vitamin C 500 μg/ml

Ditimbang 50 mg vitamin C dan ditambahkan sedikit demi sedikit dengan larutan HCl

0,1 N hingga larut kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan

dengan HCl 0,1 N sampai garis lalu dihomogenkan. Diperoleh larutan induk standar vitamin C 500 μg/ml.

3.3.4.2.2. Larutan Standar Vitamin C 100 μg/ml

Dipipet 10 ml larutan induk standar vitamin C 500 μg/ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml kemudian diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diperoleh larutan standar vitamin C 100 μg/ml.

3.3.4.2.3. Larutan Standar 8 μg/ml Untuk Penentuan λmaks Vitamin C

Dipipet 4 ml larutan standar C 100 μg/ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml kemudian diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda dan dihomogenkan.

(46)

3.3.4.2.4. Larutan Seri Standar Vitamin C Untuk Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dibuat konsentrasi larutan seri standar vitamin C bervariasi 3,6; 5,4; 7,2; 9; dan 10,8 μg/ml. Masing-masing dipipet sebanyak 1,8; 2,7; 3,6; 4,5; dan 5,4 ml larutan standar Vitamin C 100 μg/ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml kemudian diencerkan

dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C

3.3.4.3.1. Penentuan λmaks Larutan Standar Vitamin C

Diambil larutan standar vitamin C 8 mg/L. dan diukur λmaks dengan melihat spektrum puncak serapan maksimum vitamin C kemudian dilakukan pemeriksaan spektrum puncak vitamin C dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum. Dari literature, diketahui bahwa λmaks vitamin C adalah 243 nm.

3.3.4.3.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Vitamin C

Dinolkan absorbansinya dengan blanko akuades. Masing-masing larutan seri standar

Vitamin C 0; 3,6; 5,4; 7,2; 9; dan 10,8 μg/mldiukur absorbansinya pada λmaks 243 nm

lalu diplotkan konsentrasi dan absorbansi larutan seri standar.

3.3.4.4. Penentuan laju disolusi Vitamin C Dalam Interval Waktu Pengambilan Sampel Larutan Pada Saat Ektraksi

Ditimbang 1 g granul Formula A kemudian diekstraksi dengan 250 ml HCl 0,1 N.

Dipipet 1 ml larutan ekstrak pada menit ke 2; 4; 6; 8; dan 10 saat ekstraksi. Kemudian

diencerkan dengan HCl 0,1 N dalam labu takar 50 ml dan dihomogenkan. Diukur

absorbansi masing-masing sampel larutan ekstrak pada λmaks 243 nm.

(47)

3.3.5. Karakterisasi Interaksi Intermolekular Bahan Selama Proses Pencampuran Dalam Pembuatan Granul Melalui Analisis FT-IR

Langkah pengambilan data interaksi intermolekuler yang mungkin terjadi antara bahan

selama proses pencampuran bahan dalam pembuatan granul menggunakan metode

spektroskopi infra merah (FT-IR) :

1. Sampel granul dihaluskan dan diambil secukupnya.

2. Ditambahkan pellet KBr lalu ditekan kemudian diletakkan pada tempat sampel.

3. Selanjutnya diarahkan sinar IR untuk melewati sampel.

4. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala aluran kurva gelombang

terhadap intensitas pada spektra FT-IR.

5. Dianalisis kurva gelombang sampel yang dihasilkan sesuai dengan gugus

(48)

3.4. Bagan Percobaan

3.4.1. Bagan Isolasi Amilum Dari Umbi Singkong (Manihot Utilissima)

Dikeringkan

Umbi Singkong

Dikupas, cuci, kemudian diparut

Ditimbang sebanyak 100 g

Diblender dengan ditambahkan 200 ml akuades selama ± 30 detik.

disaring

Larutan keruh Ampas

Ditambahkan 20 ml akuades

Diaduk dan dibiarkan mengendap

Didekantasi

Ditambahkan 200 ml akuades

Diaduk dan dibiarkan mengendap

Didekantasi

Filtrat Endapan putih

Filtrat Endapan putih

Ditambahkan 100 ml alkohol 96%

Diaduk

Disaring

Endapan putih Filtrat

(49)

3.4.2. Bagan Pembuatan Bahan Pengikat Musylago Amilum

0,75 g amilum

Dimasukkan ke dalam cawan petri

Ditambahkan 6,75 ml akuades

Diaduk

Suspensi putih

Dipanaskan sambil diaduk hingga terbentuk

gelatin yang tembus cahaya

(50)

3.4.3. Bagan Pembuatan Granul Suplemen Vitamin C Menggunakan Kitosan dan Amilum Manihot Sebagai Matriksnya

Granul dibuat dalam bentuk 3 forrmulasi granul.

Kitosan Vitamin C Amilum

Diayak Diayak Diayak

Dibuat 3 formulasi granul dengan mencampur ketiga bahan dengan

perbandingan massa amilum dan vitamin C yaitu :

Formulasi A = (100 : 0) % b/b Formulasi B = (50 : 50) % b/b Formulasi C = (0 : 100) % b/b

Dimana variasi massa vitamin C tetap

Formulasi C

Dikarakterisasi secara fisika dan kimia

Uji kecepatan alir granul dengan metode

corong

Uji sifat aliran meliputi

(51)

3.4.4. Bagan Pengambilan Data Untuk Menghitung Kecepatan Alir dan Sudut Istirahat Granul Menggunakan Metode Corong

20 g granul

Dimasukkan ke dalam corong yang dirangkai pada

statif dan klem dengan bagian dasar corong yang

ditutup.

Dihitung dan dicatat waktu yang diperlukan oleh

granul untuk turun melalui corong alat penguji dengan

menggunakan stopwatch dari mulai dibukanya tutup

bagian bawah hingga semua granul mengalir keluar

dari alat uji.

Dicatat tinggi dan diameter timbunan granul yang

dihasilkan setelah granul keluar dari corong

Dilakukan percobaan sebanyak 3 kali agar diperoleh

data yang akurat dan dihitung nilai rata-ratanya.

(52)

3.4.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C

50 mg Vitamin C

Ditambahkan larutan HCl 0,1 N sedikit demi sedikit hingga larut

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

Diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda

Dihomogenkan

Vitamin C 500 μg/ml

Dipipet 10 ml

Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml

Diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda

Dihomogenkan

Vitamin C 100 μg/ml

Dipipet 4 ml

Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml

Diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda

Dihomogenkan

Diukur absobansinya

Dipipet masing-masing 1,8; 2,7; 3,6; 4,5; dan 5,4 ml

Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml

(53)

3.4.6. Penentuan Laju Disolusi Vitamin C Dalam Interval Waktu Pengambilan Sampel Larutan Pada Saat Ektraksi

Dilakukan prosedur yang sama untuk granul fomula B dan C.

3.4.7. Bagan Pengambilan Data Spektrum Hasil FT-IR

Granul

Dihaluskan dan diambil sesuai keperluan

Ditambahkan pellet KBr lalu ditekan kemudian

diletakkan pada tempat sampel

Diarahkan sinar IR melewati sampel

Hasilnya direkam dalam kertas berskala aluran

kurva gelombang terhadap intensitas pada

spektra IR

Hasil

1 g Granul Formula A

Ditambahkan 250 ml HCl 0,1N

Diekstraksi

Dipipet 1 ml larutan ekstrak pada menit ke

2; 4; 6; 8; dan 10 saat ekstraksi

Diencerkan masing-masing sampel larutan

dengan HCl 0,1 N dalam labu takar 50 ml

Diukur absorbansi masing-masing sampel larutan ekstrak pada λmaks 243 nm

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Sifat Aliran Granul Dengan Menghitung Kecepatan Aliran dan Sudut Istirahat Granul Dengan Metode Corong.

4.1.1. Data Hasil Pengukuran

Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel granul agar

data hasil pengukuran yang diperoleh lebih tepat dan teliti. Data hasil pengukuran

waktu alir, tinggi puncak serta diameter lingkaran timbunan granul yang terbentuk

untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Waktu Alir Granul Serta Tinggi dan Diameter Timbunan Granul

No Pengukuran Sampel

Formulasi A Formulasi B Formulasi C

(55)

4.1.2. Pengolahan Data

Kecepatan alir granul dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1).

Kecepatan aliran granul = massa (g) waktu (s)

Massa granul yang digunakan sebagai sampel untuk mengukur waktu alir granul

adalah 20 gram untuk masing-masing formulasi.

Besar sudut istirahat granul dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2).

Sudut istirahat (θ) : Arc Tangen θ = 2 tinggi puncak granul diameter lingkaran

= 2 ℎ

Dengan menghitung kecepatan alir granul dan sudut istirahat granul menggunakan

nilai rata-rata data yang telah diukur sebelumnya, maka diperoleh data baru yang

menunjukkan kecepatan alir dan sudut istirahat granul dari masing-masing sampel

formulasi pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2. Data Hasil Perhitungan Kecepatan Alir dan Sudut Istirahat Granul

No Perhitungan Sampel

Formulasi A Formulasi B Formulasi C

1

(56)

4.1.3. Analisa Sifat Aliran Granul

Sifat aliran granul dapat ditentukan berdasarkan data mengenai sifat-sifat aliran granul

sesuai dengan kecepatan aliran dan sudut istirahat granul yang terdapat pada tabel 2.1

dan tabel 2.2. Dengan membandingkan kecepatan aliran dan sudut istirahat granul

yang diperoleh dari percobaan dengan sifat-sifat aliran granul yang terdapat pada tabel

2.1 dan tabel 2.2, maka diperoleh sifat aliran dari 3 formulasi granul yang diterangkan

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3. Data Hasil Analisa Sifat Aliran Granul Yang Dihasilkan

No Sampel

Salah satu evaluasi yang dilakukan terhadap granul sebelum dicetak menjadi tablet

adalah evaluasi sifat aliran. Evaluasi ini dimaksudkan untuk melihat apakah granul

memiliki sifat aliran baik, sifat aliran yang baik sangat diperlukan pada saat granul

dialirkan melalui corong masuk ke dalam tabung pencetak untuk memperoleh tablet

yang mempunyai ukuran dan bobot yang seragam.

Dari hasil analisa diperoleh data bahwa ketiga formulasi granul memiliki sifat

aliran yang baik, dan bahkan istimewa. Amilum yang sudah umum digunakan sebagai

bahan pengisi dalam pembuatan bahan tablet memiliki sifat aliran granul yang baik.

Sifat aliran ganul yang baik sangat menentukan apakah granul dapat dengan mudah

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Kitin dan Kitosan
Gambar 2.2 Struktur Vitamin C
Gambar 2.3. Struktur Amilosa
Tabel 2.2. Hubungan Sudut Istirahat Dengan Tipe Aliran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakter granul dari tablet antasid dengan variasi pengikat gel cincau hijau meliputi sudut istirahat (17-19,5 o ), kompresibilitas (17-22,5%), dan laju alir (21-31 g/detik)

Sedangkan evaluasi tablet dilakukan uji kekerasan, waktu hancur, friabilitas, uji daya serap air, penetapan kadar, keseragaman sediaan dan uji disolusi, dimana pada tablet

Nata de coco sangat baik digunakan sebagai matriks bahan tablet vitamin C karena pelepasan vitamin C terjadi secara berkala bila dibandingkan dengan penggunaan matriks amylum

Karakter granul dari tablet antasid dengan variasi pengikat gel cincau hijau meliputi sudut istirahat (17-19,5 o ), kompresibilitas (17-22,5%), dan laju alir (21-31 g/detik)

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH AIR KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN TABLET NATA DE COCO DENGAN VARIASI PENAMBAHAN AMILUM MANIHOT DAN VITAMIN C.. Kategori :

Karakter granul dari tablet antasid dengan variasi pengikat gel cincau hijau meliputi sudut istirahat (17-19,5 o ), kompresibilitas (17-22,5%), dan laju alir (21-