• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR ASAM URAT PADA MODEL TIKUS HIPERURISEMIA SETELAH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Anona muricata L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KADAR ASAM URAT PADA MODEL TIKUS HIPERURISEMIA SETELAH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Anona muricata L.)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR ASAM URAT PADA MODEL TIKUS HIPERURISEMIA SETELAH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Anona muricata L.)

SKRIPSI

Oleh Redo Setyawan NIM 111610101068

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

(2)

i SKRIPSI

KADAR ASAM URAT PADA MODEL TIKUS HIPERURISEMIA SETELAH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK

(Anona muricata L.)

Oleh Redo Setyawan NIM. 111610101068

Dosen Pembimbing

(3)

ii

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan untuk : 1. Bangsa Indonesia;

2. Kedua orang tua saya, ibunda Mesinah dan ayahanda Suratmin; 3. Guru-guru dan teman-teman saya sampai saat ini;

(4)

iii MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.”

(Q.S Al Baqarah ayat 286)*

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah

akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan.”

(Q.S Al Mujadalah ayat 11)*

“Sungguh bersama kesukaran dan keringanan. Karena itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah”

(Q.S Al Insyirah 6)*

(5)

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Redo Setyawan

Nim : 111610101068

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul “Kadar Asam Urat pada Model Tikus Hiperurisemia setelah Pemberian Infusa Daun Sirsak (Anona

muricata L.)” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus saya junjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 19 Agustus 2015 Yang menyatakan,

(6)

v

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Kadar Asam Urat pada Model Tikus Hiperurisemia setelah Pemberian Infusa Daun Sirsak (Anona muricata L.)” telah diuji dan dilaksanakan pada:

Hari, tanggal : Rabu, 19 Agustus 2015

Tempat : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Dosen Penguji Utama

drg. Abdul Rochim, M.Kes, M.MR NIP. 195804301987031002

Dosen Penguji Anggota

drg. Zahara Meilawaty, M.Kes NIP. 198005272008122002

Dosen Pembimbing Anggota

drg. Zainul Cholid, Sp.BM NIP. 197105141998021001 Dosen Pembimbing Utama

drg. Budi Yuwono, M.Kes NIP. 196709141999031002

Mengesahkan

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember,

(7)

vi RINGKASAN

Kadar Asam Urat pada Model Tikus Hiperurisemia setelah Pemberian Infusa Daun Sirsak (Anona muricata L.); Redo Setyawan; 111610101068; 2015; 60 halaman; Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Hiperurisemia merupakan keadaan meningkatnya kadar asam urat dalam darah yang berpotensi menyebabkan penyakit gout. Pengobatan hiperurisemia dengan obat kimia dapat menimbulkan efek samping bagi tubuh, oleh sebab itu diperlukan penelitian tentang obat herbal yang memiliki efek samping minimal. Kandungan Flavonoid yang terdapat dalam infusa daun sirsak diduga memiliki potensi dalam menurunkan kadar asam urat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar asam urat pada model tikus hiperurisemia setelah pemberian daun sirsak.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris in vivo dengan rancangan post test only control group design. Sampel yang digunakan sebanyak 16 ekor tikus, sampel tersebut dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan infusa daun sirsak. Model tikus hiperurisemia dibuat dengan cara pemberian asupan makanan tinggi purin, yaitu biji melinjo dan hati ayam selama 9 hari. Pemberian infusa daun sirsak pada tikus hiperurisemia kelompok perlakuan dilakukan secara peroral dengan menggunakan sonde lambung sebanyak 3,6 ml selama 7 hari. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-16 melalui plexus retroorbitalis pada mata tikus. Kadar asam urat tikus diukur dengan metode Colorimetric Enzimatic Test menggunakan alat Biolyzer 100. Data dianalisis menggunakan uji parametrik Independent T-test.

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kadar Asam Urat pada Model Tikus Hiperurisemia setelah Pemberian Infusa Daun Sirsak (Anona muricata L.)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. drg. Rahardyan Parnaadji, M. Kes. Sp.Prost, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember;

2. drg. Budi Yuwono, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, serta melibatkan penulis dalam penelitiannya;

3. drg. Zainul Cholid, Sp.BM., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

4. drg. Abdul Rochim, M.Kes, M.MR, selaku Dosen Penguji Ketua yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

5. drg. Zahara Meilawaty, M.Kes., selaku Dosen Penguji Anggota dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

(9)

viii

Universitas Jember, Agusmurdojohadi Putradjaka dan Azizah yang telah membantu penelitian sehingga skripsi dapat terselesaikan;

8. Seluruh teman-teman FKG 2011, terimakasih atas solidaritasnya, bantuan, dan semangat yang diberikan selamaini;

9. Semua pihak yang turut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk kalian semua.

Jember, 19 Agustus 2015

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTO ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RINGKASAN ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tanaman Sirsak ... 3

2.1.1 Morfologi Tanaman Sirsak ... 4

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Sirsak ... 5

2.1.3 Kandungan dan Manfaat Daun Sirsak ... 6

2.2 Flavonoid ... 6

2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoid ... 7

(11)

x

2.3.1 Pembuatan Infusa Daun Sirsak ... 10

2.4 Hiperurisemia ... 11

2.5 Purin dan Asam Urat ... 13

2.5.1 Makanan Tingi Purin...15

2.6 Gout (Pirai) ... 15

2.7 Metode Pemeriksaan Asam Urat ... 18

2.8 Kerangka Konsep ... 19

2.9 Hipotesis ... 20

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

3.3.1 Populasi ... 21

3.3.2 Sampel ... 22

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

3.4.1 Variabel Bebas ... 23

3.4.2 Variabel Terikat ... 23

3.4.3 Variabel Terkendali ... 23

3.5 Definisi Operasional ... 24

3.5.1 Infusa Daun Sirsak... 24

3.5.2 Asupan Tinggi Purin ... 24

3.5.3 Kadar Asam Urat Darah ... 24

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 24

3.6.1 Alat Penelitian ... 24

3.6.2 Bahan Penelitian ... 25

3.7 Prosedur Penelitian ... 25

3.7.1 Ethical Clearance ... 25

3.7.2 Identifikasi Tanaman ... 26

(12)

xi

3.7.5 Pembuatan Infusa Daun Sirsak ... 26

3.7.6 Dosis Infusa Daun Sirsak pada Tikus ... 27

3.7.7 Tahap Perlakuan Hewan Coba dengan Asupan Makanan Tinggi Purin... 27

3.7.8 Tahap Perlakuan Hewan Coba dengan Infusa Daun Sirsak ... 28

3.7.9 Tahap Pengambilan Sampel Darah ... 28

3.7.10 Tahap Pengukuran Asam Urat Darah ... 28

3.8 Analisis Data ... 29

3.9 Skema Penelitian ... 30

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.1.1 Profil Asam Urat ... 31

4.1.2 Analisis Data... 32

4.2 Pembahasan ... 33

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR BACAAN ... 39

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman 4.1 Kadar asam urat serum darah tikus (mg/dl) ... 31

4.2 Uji normalitas Shapiro-wilk dan uji homogenitas levene test profil

asam urat serum darah tikus. ... 32

4.3 Hasil Independent T-test profil asam urat darah tikus kontrol dan

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Daun Sirsak ... 4

2.2 Kerangka dasar senyawa flavonoid ... 7

2.3 Pembentukan asam urat ... 14

4.1 Perbandingan profil asam urat darah pada tikus kontrol dan perlakuan

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Hasil Pemeriksaan ... 46

Lampiran B. Analisis Data ... 47

Lampiran C. Identifikasi Tanaman ... 48

Lampiran D. Surat Keterangan Layak Etik Penelitian ... 49

Lampiran E. Ijin Penelitian ... 50

Lampiran F. Alat dan Bahan Penelitian ... 55

(16)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperurisemia merupakan suatu kondisi asimptomatik yang ditandai dengan terjadinya peningkatan produksi asam urat di atas normal (Dipiro, 2002). Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme basa purin xantin, hipoxantin dan guanine yang terdapat dalam makanan dan dapat terbentuk selama degradasi enzimatik oleh enzim xantinoksidase dan enzim xantin dehidrogenase(Lam dkk., 2005).

Produk asam urat yang berlebih tertimbun dan mengkristal dalam sendi dan ginjal yang disebut batu urat. Batu urat ini berbentuk jarum yang tajam dan dapat menyebabkan peradangan pada jaringan sekitarnya (Misnadiarly, 2008). Keradangan pada sendi dan ginjal yang disebabkan oleh asam urat disebut Gout arthritis. Sendi yang sering terserang Gout arthritis antara lain sendi jari kaki dan jari tangan, meskipun dalam kasus kecil Gout arthritis juga dapat menyerang Temporomandibular Joint (TMJ) (Bhattacaryya dkk., 2010).

(17)

Beberapa jenis turunan flavonoid yakni quercetin dan rutin dalam daun Khat terbukti mampu menurunkan kadar asam urat plasma tikus percobaan dengan mencegah terbentuknya radikal bebas dan menghambat kerja enzim xantin oksidase (Al-Qirim dkk., 2002; Zhu dkk., 2004). Infusa daun sirsak dipercaya dapat menurunkan kadar asam urat, namun belum ada penelitian ilmiah tentang hal tersebut (Wijanarko, 2013). Hasil tes fitokimia pada infusa daun sirsak menunjukkan terdapat kandungan quercetin, sehingga daun sirsak berpotensi memiliki kemampuan yang sama dengan daun khat dalam menurunkan kadar asam urat (Nawwar dkk., 2012).

Infusa digunakan karena memilki berbagai kelebihan dibandingkan dengan cara ekstraksi lain, diantaranya adalah cara melakukannya mudah, serta alat yang digunakan tergolong sederhana dan lebih ekonomis (Ditjen POM, 2014). Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan infusa daun sirsak yang diberikan pada model tikus hiperurisemia.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimanakah potensi infusa daun sirsak terhadap penurunan kadar asam urat pada model tikus hiperurisemia?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kadar asam urat pada model tikus hiperurisemia setelah pemberian infusa daun sirsak.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini yaitu:

1. Memberikan suatu informasi tentang potensi infusa daun sirsak dalam menurunkan kadar asam urat, sehingga dapat digunakan sebagai obat alternatif bagi penderita hiperurisemia.

(18)

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sirsak

Tanaman sirsak (Annona murricata L) merupakan spesies dari genus Annona yang memiliki buah dan bunga terbesar (Kunz, 2007). Tanaman sirsak berasal dari Amerika Tropik, yaitu daerah yang terletak di daerah Meksiko, Ekuador dan Peru (Sunarjono, 2005). Di berbagai daerah Indonesia tanaman sirsak dikenal sebagai nangka sebrang, nangka landa (Jawa), nangka walanda, sirsak (Sunda), nangka buris, nangkelan (Madura), srikaya jawa (Bali), boh lona (Aceh), durio ulondro (Nias), durian betawi (Minangkabau), jambu landa (Lampung), serta Nangko Belando (Palembang). Penyebutan "belanda" dan variasinya menunjukkan bahwa sirsak (dari bahasa Belanda: zuurzak, berarti kantung asam) didatangkan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda ke Nusantara, yaitu pada abad ke-19, meskipun bukan berasal dari Eropa (Latief, 2014; Sunarjono, 2005).

Tanaman sirsak termasuk tanaman yang dapat tumbuh dan berbuah sepanjang tahun dan di berbagai tempat. Daerah yang ideal untuk tanaman sirsak adalah daerah yang tanahnya cukup mengandung air. Di Indonesia sirsak dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian kurang dari 1000 m di atas permukaan laut (Latief, 2014).

(19)

2.1.1 Morfologi Tanaman Sirsak

[image:19.612.52.577.234.645.2]

Tanaman sirsak merupakan tanaman tegak dengan tinggi batang 4-10 meter (Kunz, 2007). Batangnya berwarna cokelat, berkayu, bulat, dan bercabang. Tanaman sirsak memiliki daun tunggal berwarna hijau sampai hijau kecoklatan, dan berbentuk bundar panjang, lanset, atau bundar telur agak tebal (Latief, 2014).

Gambar 2.1 Daun Sirsak (Sunarjono, 2005)

Bunga sirsak memiliki ukuran sangat besar jika dibandingkan dengan spesies dari genus annona lainnya, yakni dengan panjang 3-5 cm (Kunz, 2007). Bunga tanaman sirsak keluar dari ketiak daun, cabang dan ranting pohon, merupakan bunga sempurna dengan penyerbukan silang (Haryoto, 1999).

(20)

antara 10-30 cm dan lebar dapat mencapai 20 cm, berat total buah sirsak antara 0,5-10 kg (Janick dkk., 2008).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Sirsak

Menurut Tjitrosoepomo (2013) tanaman sirsak (Annona murricata L) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae Infrakingdom : Streptophyta Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Sphermatophytina Infradivisi : Angiospermae Kelas : Maqnoliopsida Superordo : Maqnolianae Ordo : Maqnoliales Famili : Annonaceae Genus : Annona L.

Spesies : Annona murricata L.

Tanaman sirsak memiliki banyak varietas di dunia, namun yang dikenal oleh masyarakat Indonesia hanya beberapa jenis misalnya sirsak ratu, sirsak bali, dan sirsak mandalika. Sirsak ratu banyak tersebar di Pulau Jawa, memilki buah tergolong besar dengan berat sekitar 0,5-1,2 kg, berbiji kecil dan jarang (Haryoto, 1999).

(21)

2.1.3 Kandungan dan Manfaat Daun Sirsak

Tanaman sirsak memiliki kandungan yang sangat bermanfaat bagi tubuh untuk mengobati berbagai macam penyakit. Daun, batang, kulit batang dan biji sirsak mengandung senyawa-senyawa asetogenin, antara lain anokatalin, anoheksodin, anomonisin, dan anomontasin yang memiliki kerja antitumor dan toksisitas selektif terhadap sel-sel kanker (Latief, 2014). Kandungan kimia lain yang terdapat pada sirsak antara lain kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A,B, dan C), tannin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisine, anomurin, anonol, caclourine, gentisic acid, giganttronin, linoleic acid, muricapentocid, flavonoid, asam lemak, dan mirisil alcohol (Utami, 2013; Joe, 2012).

Daun sirsak dipercaya memiliki banyak manfaat antara lain sebagai obat ambeien, mencret pada bayi, bisul, sakit pinggang, anyang-anyangan, dan sakit kandung air seni (Utami, 2013). Selain itu tanaman sirsak juga berkhasiat sebagai antitumor, antikanker, antimikroba, antiparasit, dan sebagai obat untuk penderita hipotensi (Latief, 2014).

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya terdapat pada dunia tumbuhan. Senyawa ini dimiliki oleh hampir semua tumbuhan seperti angiospermae, klorofita, fungi, briofita, namun tidak terdapat pada alga (Bohm, 1998). Selain itu, flavonoid juga terdapat pada sebagian kecil hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah. Sebenarnya flavonoid terdapat pada seluruh bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit, kayu, tepung sari, bunga, buah dan biji (Dalimartha, 2008).

(22)

tumbuhan lain, misalnya buah, batang, daun dan akar. Flavonoid sering terdapat pada sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpun pada vakuola sel tumbuhan, walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Salisbury dan Cleon, 1995).

Senyawa flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) antara lain flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya (Markham dan Andersen, 2006).

2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoid

Kandungan C15 dalam senyawa flavonoid terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga inti satuan karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Struktur dasar flavonoid dapat digambarkan sebaga berikut :

[image:22.612.59.569.135.696.2]

Gambar 2.2 Kerangka dasar senyawa flavonoid (Markham, 2006)

Istilah flavonoid diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon. Senyawa flavon merupakan suatu jembatan oksigen terdapat di antara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak di sebelah cincin B. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Markham dan Andersen, 2006).

(23)

2.2.2 Manfaat Flavonoid

Flavonoid memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Sebagai antioksidan flavonoid berfungsi menetralisir radikal bebas, dengan demikian meminimalkan efek kerusakan pada sel dan jaringan tubuh. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil akibat telah kehilangan elektron. Untuk menstabilkan diri, radikal bebas memerlukan elektron sehingga kemudian mengoksidasi sel-sel sehat tubuh sehingga menimbulkan kerusakan (Bohm, 1998).

Flavonoid sebagai antioksidan membantu menetralisir dan menstabilkan radikal bebas sehingga tidak lagi merusak sel-sel dan jaringan sehat. Pada gilirannya, flavonoid memberikan perlindungan terhadap sejumlah penyakit termasuk kanker, penyakit jantung, diabetes, tumor, dll. Flavonoid juga membantu mencegah aterosklerosis atau penyakit yang ditandai dengan pengendapan lemak dalam dinding arteri. Deposisi tersebut mempersempit arteri dan dengan demikian menghambat aliran darah ke organ-organ vital tubuh seperti jantung dan otak (Khan, 2012).

Flavonoid juga dikenal memiliki efek anti-inflamasi, sifat anti-alergi, dan anti-virus. Antioksidan ini dapat menurunkan risiko arthritis, osteoporosis, alergi dan penyakit virus yang disebabkan oleh virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan adenovirus. Flavonoid mampu menekan penggumpalan trombosit yang berhubungan dengan penyakit seperti aterosklerosis dan pembentukan trombosit akut trombus. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa flavonoid seperti quercetin dan epicatechin memiliki efek antidiare. Flavonoid diyakini pula mampu meningkatkan respon kekebalan alami tubuh untuk melawan penyebab alergi dan juga karsinogen (Jovanovic dkk., 1994).

(24)

terbukti mampu mengendalikan kenaikan asam urat secara in vitro dengan menghambat xanthin oksidase dan in vivo dapat menurunkan kadar asam urat dalam serum tikus hiperurisemia (Zhu dkk., 2004).

2.3 Infusa Daun Sirsak

Infusa berasal dari bahasa latin yaitu Infusum yang memiliki arti sediaan cair, sedangkan menurut farmakologi infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air pada suhu 90°C selama 15 menit (Ditjen POM, 2014).

Infusa merupakan salah satu metode ekstraksi yang dibuat dengan cara panas menggunakan air yang mendidih. Pelarut yang digunakan pada proses infus adalah pelarut air dengan temperatus penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Kelebihan dari infusa adalah cara melakukan nya mudah dan alat yang digunakan pun tergolong sederhana dan murah (Ditjen POM, 2014).

Penelitian tentang pemanfaatan daun sirsak sebagai anti hiperurisemia masih sedikit dilakukan. Namun, penelitian tentang pemanfaatan daun sirsak pada bidang lain telah banyak dilakukan, diantaranya adalah efektivitas daun sirsak sebagai antibakteri dan penurun kadar glukosa.

Infusa daun sirsak memiliki banyak kandungan yang bermanfaat pada bidang kesehatan. Kandungan infusa daun sirsak yang telah terdeteksi antara lain flavonoid, polifenol, alkaloid, tannin, dan saponin. Gambaran mengenai kandungan yang terdapat dalam infusa daun sirsak tersebut diperoleh dengan melakukan pemeriksaan kandungan kimia secara Kromatografi Lapis Tipis (Sari dkk., 2010; Asmonie dkk., 2013).

(25)

dilakukan terhadap senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam infusa daun sirsak yang berkhasiat sebagai antibakteri yaitu flavonoid, polifenol, dan alkaloid. Deteksi yang dilakukan dengan menggunakan sinar UV254 nm, UV366 nm, dan pereaksi-pereaksi semprot yang spesifik untuk menampakkan bercak (Sari dkk., 2010).

Menurut penelitian Zhu dkk tahun 2004, kandungan tumbuhan yang mampu menurunkan kadar asam urat dalam tubuh adalah turunan flavonoid yaitu quercetin dan rutin. Pemeriksaan fitokimia untuk senyawa flavonoid dilakukan dengan penambahan serbuk magnesium dalam infusa daun sirsak. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kandungan senyawa flavonoid. Hal ini ditandai dengan terbentuknya warna kuning pada saat penambahan HCl pekat. Ion magnesium ini diduga akan berikatan dengan senyawa flavonoid yang terdapat pada infusa sehingga muncul larutan berwarna (Asmonie, 2013).

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa infusa daun sirsak mengandung flavonoid. Turunan flavonoid yang terdeteksi dalam infusa daun sirsak adalah quercetin (Nawwar dkk., 2012).

2.3.1 Pembuatan Infusa Daun Sirsak

Wijanarko (2013) dalam bukunya menyatakan bahwa rebusan daun sirsak dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh manusia. Pernyataan ini diperkuat oleh Dalimartha (2014) bahwa resep tradisional yang diwariskan secara turun temurun terbukti mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, namun tidak semua resep tersebut sudah diteliti secara ilmiah. Penelitian ilmiah tentang resep obat tradisional sangat diperlukan untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakat, agar masyarakat tidak salah pilih dalam menggunakan obat tradisional dan mengurangi resiko buruk yang mungkin terjadi di dalam tubuh (Hidayat, 2009).

(26)

tumbuhan agar memberikan hasil optimal (Ditjen POM, 2008). Jumlah daun sirsak yang dipercaya efektif menurunkan kadar asam urat dalam buku Wijanarko (2013) adalah 6 lembar dalam 200 ml air yang diminum satu kali sehari selama 7 hari. Dalam penelitianya Nawwar dkk (2012) mendapatkan hasil pada setiap lembar daun sirsak terdapat kandungan quercetin, yang terbukti mampu menurunkan kadar asam urat dalam tubuh (Zhu dkk.,2004 ; Al-Qirim dkk., 2002).

Ekstraksi dengan cara Infusa memiliki kelebihan dibanding maserasi, diantaranya relatif lebih mudah dan murah dalam pembuatanya dan lebih aplikatif digunakan pada masyarakat awam (Ditjen POM, 2014). Infusa juga dipilih karena cara pembuatanya mendekati cara pembuatan resep obat tradisional yang telah lama digunakan oleh masyarakat (Dalimartha, 2012). Masyarakat awam secara tradisional membuat obat dengan cara direbus, namun cara ini tidak dianjurkan karena senyawa aktif yang terkandung dalam tumbuhan dapat rusak pada suhu 100°C (Ditjen POM, 2008).

2.4 Hiperurisemia

Hiperurisemia merupakan suatu kondisi asimptomatik yang ditandai dengan terjadinya peningkatan produksi asam urat di atas normal yakni >7mg/dL pada pria dan >6 mg/dL pada wanita (Dipiro dkk., 2005). Hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah tersebut yaitu pembentukan asam urat yang berlebihan, penurunan ekskresi asam urat, atau dapat juga gabungan dari keduanya (Syukri, 2007).

(27)

Hiperurisemia merupakan gejala atau tanda klinis dari penyakit gout atau pirai, yaitu gangguan metabolit yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat dengan adanya serangan recurrent athritis, deposit urat di persendian, ginjal dan jaringan lain (Ganong, 2008). Proses tersebut dapat menyebabkan peradangan akut, yaitu gout athritis akut yang dapat berlanjut menjadi gout athritis kronis. Manifestasi lain dari akibat yang ditimbulkan oleh hiperurisemia adalah nefropati gout atau batu ginjal (Hidayat, 2009).

Etiologi hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang dapat menyebabkan manifestasi gout, dapat dibedakan menjadi 3, yaitu penyebab primer yang merupakan sebagian besar kasus, penyebab sekunder dan idiopatik (Putra, 2009). Tidak seperti hiperurisemia sekunder yang dipengaruhi kelainan genetik maupun metabolik, penyebab primer berarti bukan karena penyakit atau sebab lain. Pada 99% kasus gout dan hiperurisemia primer ditemukan kelainan molekuler yang tidak jelas (Undefined) meskipun diketahui adanya underexcretion pada 80-90% kasus dan overproduction pada 10-20% kasus (Hidayat, 2009). Penuruan ekskresi asam urat disebabkan oleh adanya defisit selektif pada transport asam urat oleh tubulus ginjal dan produksi asam urat yang berlebih tersebut bisa disebabkan oleh berbagai kelainan enzim. Kelainan enzim tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim PRPP (Phosphoriosyl Pyrophospat) dan defisit HGPRT (Hypoxathine Guanine Phosphoribosyl Transferase) (Dipiro dkk., 2005).

(28)

Hal yang dapat menyebabkan hiperurisemia sekunder antara lain yakni keadaan infark miokard, penyakit hemolisis kronis, polisitemia, status epileptikus, asupan makan yang mengandung tinggi purin, terapi sitolitik, asidosis, latihan ekstrim, keganasan mieloproliferatif dan limfoproliferatif yang meningkatkan pemecahan ATP dan asam nukleat dari inti sel (Johnstone, 2005).

Mekanisme underexcretion asam urat dapat ditemukan pada penderita yang memiliki penyakit ginjal kronik/gagal ginjal, dehidrasi, diabetes insipidus, peminum alkohol, myxodema, hiperparatiroid, ketoasidosis, dan keracunan berilium (Weselman dkk., 2002). Obat-obatan yang dapat memicu hiperurisemia sekunder antara lain diuretik, salisilat dosis rendah, pirazinamid, etambutol, dan siklosporin (Luk dkk., 2005).

2.5 Purin dan Asam Urat

Purin adalah kelompok senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen dan mempunyai makna biologis yang penting. Derivat utama purin berupa nukleosida serta nukleotida, yang keduanya mengandung gula berbentuk siklik dan sering berupa gula pentose yang terikat pada atom hetero nitrogen lewat ikatan β -N-glikosidat. Secara alami purin terdapat dalam tubuh dan juga dapat ditemukan pada asupan makanan dari sel hidup, yakni makanan yang berasal dari tanaman maupun hewan (Wibowo, 2009).

(29)

(APRT) dan hipoksantin guanine phosporibosyl transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang akan diubah menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh xantin oksidase (Silbernagl, 2009).

Asam urat merupakan produk yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut, hanya 5 % asam urat yang terikat plasma dan sisanya akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Sebagian besar asam urat yang difiltrasi,yakni 99% nya akan direabsorbsi oleh tubulus proksimal. Kemudian 7-10% fraksi asam urat akan disekresi tubulus distal (Berry dkk., 2004).

[image:29.612.54.572.237.659.2]

Asam urat beredar dalam pembuluh darah dan tidak akan menimbulkan penyakit jika kadar asam urat tersebut berada pada batas normal. Kadar asam urat normal pada laki-laki adalah 3,5 - 7,0 mg/dl dan pada wanita 2,6 - 6,0 mg/dl (Saraswati, 2009) Asam urat sukar larut dalam air, sehingga sulit diekskresi dan menyebabkan peningkatan kadar asam urat dalam tubuh (Krisnatuti dan Yenrina., 2008). Berbeda dengan tikus dan hewan vertebrata lain, manusia tidak memiliki enzim urikase yang terdapat pada hati, suatu enzim yang yang mampu mengurai asam urat menjadi alantoin yang larut dalam air (Johnson dkk., 2010).

(30)

2.5.1 Makanan Tinggi Purin

Purin merupakan bahan utama pembentuk asam urat (Sibernagl, 2009). Purin dapat berasal dari pemcecahan asam nukleat tubuh dan makanan yang dikonsumsi (Wibowo, 2009). Makanan-makanan yang mengandung tinggi purin antara lain daging (daging sapi, daging babi, daging ayam dan kalkun), ikan atau hasil laut, kacang-kacangan (buncis, asparagus, bayam, jamur, dan melinjo), serta jeroan (terutama ampela, hati dan ginjal). Selain itu minuman beralkohol terutama bir juga memiliki kadar purin yang tinggi (Vazquez-Mellado dkk., 2004).

Sejauh ini masih belum dilakukan penelitian tentang berapa waktu yang dibutuhkan makanan tinggi purin untuk menimbulkan efek hiperurisemia pada manusia. Menurut Rahman dkk (2014) kadar asam urat mulai naik pada hewan percobaan setelah 11 hari pemberian makanan yang kaya purin. Pada penelitian tersebut makanan kaya purin yang diberikan adalah hati sapi sebanyak 0,6 ml/20g berat badan tikus percobaan. Penelitian yang dilakukan Artini dkk (2012) menunjukkan bahwa pemberian pakan standar yang sudah dicampur melinjo dan sondase jus hati ayam secara per-oral selama 9 hari dapat memberikan efek hiperurisemia pada tikus percobaan.

2.6 Gout (Pirai)

(31)

Penyakit asam urat sangat berhubungan dengan hiperurisemia akibat kelebihan produksi dari asam urat dan dipengaruhi oleh tingginya masukan makanan yang kaya akan asam nukleat, seperti jerohan, kacang-kacangan, makanan hasil laut, dan makanan hasil fermentasi. Kadar asam urat normal pria 7mg/dl dan wanita di bawah 6 mg/dl. Gout yang dikenal sebagai penyakit asam urat ini, apabila keabnormalan asam urat yang telah lanjut dan parah bisa menyebabkan penderitanya mengalami nyeri yang hebat pada sendinya. Gout sering terjadi pada mata kaki, lu-tut, pergelangan tangan dan siku. Penimbunan asam urat ini terjadi karena banyaknya seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung purin dan kurang minum (Yatim, 2006).

Gout Arthritis adalah suatu proses inflamasi (pembengkakan yang terjadi karena deposisi, deposit/timbunan kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi atau thopi. Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi asam urat. Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk jarum inilah yang mengaki-batkan reaksi peradangan/inflamasi, yang bila berlanjut akan mengakimengaki-batkan nyeri hebat. Jika tidak diobati, endapan kristal ini akan menyebabkan kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak (Kertia, 2009).

Menurut Michael A.Carter gout memilki empat tahapan klinis yaitu :

a. Stadium I : hiperurisemia asimtomatik, pada stadium ini kadar asam urat serum meningkat namun belum menunjukan gejala selain peningkatan asam urat serum.

(32)

c. Stadium III : merupakan stadium interkritikal yang mengikuti serangan gout akut. Tidak terdapat gejala selama stadium ini, yang dapat berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun, dan kebanyakan orang telah mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika mereka tidak diobati.

d. Stadium IV : merupakan stadum gout kronik, pada stadium ini timbunan asam urat terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik ini terjadi akibat adanya kristal urat yang menyebabkan terjadinya nyeri, sakit, kaku, serta pembengkakan sendi nodular yang besar.

Prevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sedangkan prevalensi gout juga bervariasi antara 1-15,3%. Pada suatu studi didapatkan insidensi gout 4,9% pada kadar asam urat darah >9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL. Insidensi kumulatif gout mencapai angka 22% setelah 5 tahun, pada kadar asam urat >9 mg/dL (Roddy dkk., 2010).

Gout Athritis lebih banyak menyerang pria daripada wanita dengan perbandingan 20 : 1, wanita sebelum menophaus sangat jarang menderita penyakit ini (Syukri, 2007). Hal ini disebabkan karena umumnya laki-laki sudah mempunyai kadar asam urat yang tinggi dalam darahnya. Sedangkan kadar asam urat pada wanita umumnya rendah karena wanita memiliki hormon estrogen yang dapat mengeluarkan asam urat dari dalam tubuh dan setelah menopause baru meningkat (Febrina dkk., 2010).

(33)

55-64 tahun.Tingkat terendah gout yaitu pada wanita muda, kira-kira 0,8 kasus per 10.000 pasien (Roddy dkk., 2010).

2.7 Metode Pemeriksaan Asam Urat

Pemeriksaan kadar asam urat darah di laboratorium bisa dilakukan dengan 2 metode yaitu cara cepat menggunakan stik dan metode enzimatik. Pemeriksaan kadar asam urat dengan menggunakan stik dapat dilakukan dengan menggunakan alat UASure Blood Uric Meter. Prinsip pemeriksaan alat tersebut adalah UASure Blood Uric Acid Test Strips menggunakan katalis yang digabung dengan teknologi biosensor yang spesifik terhadap pengukuran asam urat. Strip pemeriksaan dirancang dengan cara tertentu sehingga pada saat darah diteteskan pada zona reaksi dari strip, katalisator asam urat memicu oksidasi asam urat dalam darah tersebut. Intensitas dari elektron yang terbentuk diukur oleh sensor dari UASure dan sebanding dengan konsentrasi asam urat dalam darah. Nilai Rujukan untuk laki laki : 3.5 – 7.2 mg/dl, sedangkan untuk perempuan : 2.6 – 6.0 mg/dl (Rahman dkk., 2014).

Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah uricase memecah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida. Selanjutnya denganadanya peroksidase, peroksida, Toos dan 4-aminophenazone membentuk warna quinoneimine. Intensitas warna merah yang terbentuk sebanding dengan konsentrasiasam urat. Nilai rujukan untuk laki laki : 3.4 – 7.0 mg/dl, sedangkan untukperempuan : 2.4 – 5.7 mg/dl (Artini dkk., 2012).

(34)

2. 8 Kerangka Konsep

Diet Tinggi Purin

Purin dioksidasi oleh enzim xantin oksidase

Asam urat

Kadar asam urat semakin meningkat seiring

bertambahnya asupan

purin Infusa Daun Sirsak

Peningkatan kadar purin dalam tubuh

Kandungan Flavonoid (Quercetin) dalam daun sirsak bekerja menghambat enzim xantin oksidase serta mereduksi asam urat darah

Penurunan kadar asam urat dalam darah

(35)

2.9 Hipotesa

(36)

BAB 3.METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris in vivo, dengan rancangan Post Test Only Control Group Design yaitu membandingkan hasil akhir penelitian antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2005).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2015 yang telah mendapatkan ijin penelitian dan dinyatakan layak etik oleh Unit Etika dan Advokasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Pemeliharaan hewan coba dan pemberian perlakuan hingga pengambilan sampel darah dilaksanakan di Laboratorium Biomedik bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Pembuatan infusa daun sirsak dilaksanakan di Laboratorium Bioscience Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Pemeriksaan profil asam urat dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

(37)

3.3.2 Sampel a. Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini digunakan rumus Steel & Torie (1995) sebagai berikut :

n=(Zα + Zβ )2σ2D δ2

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal

Zα : Batas atas nilai konversi pada table distribusi normal untuk batas kemakmuran (1,96)

Zβ : Batas bawah nilai konversi pada table distribusi normal untuk batas kemakmuran (0,85)

Σ : Tingkat signifikan (0,05) σ2D/ δ2 : 1 denga n asumsi σ2D = δ2

maka, hasil perhitungan sampel menurut rumus di atas adalah sebagai berikut:

n=(1,96 + 0,85 )2σ2D δ2

= (2,81)2= 7,9 ≈ 8

Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan hasil jumlah sampel minimal setiap kelompok perlakuan ada 8 ekor tikus.

b. Pengelompokan Sampel

(38)

c. Kriteria Sampel

Sampel pada penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus L.) galur wistar berkelamin jantan yang memiliki berat badan 170-200 g. Tikus yang digunakan berumur 2-3 bulan dengan keadaan sehat dan tanpa cacat.

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas :

Infusa daun sirsak

3.4.2 Variabel Terikat :

Kadar asam urat darah tikus wistar jantan

3.4.3 Variabel Terkendali a. Kriteria sampel

b. Kriteria daun sirsak

Daun yang dipakai pada penelitian ini menggunakan daun yang sudah tua, segar dan tidak cacat.

c. Makanan tikus (makanan standar) dan minuman tikus. d. Tempat dan cara pemeliharaan tikus

Hewan percobaan ditempatkan dalam kandang dengan ukuran 30 cm x 30 cm serta ruang tempat hidupnya diatur kelembabannya pada suhu ruangan (370C) dan dijaga kebersihannya sehingga kondisi hewan coba ini sama.

f. Pemberian asupan melinjo dan jus hati ayam secara peroral dengan sonde lambung. g. Prosedur pengambilan darah

(39)

3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Infusa Daun Sirsak

Sediaan cair berisi sari senyawa aktif dari daun sirsak (Annona muricata Linn) yang dibuat dengan cara merebus menggunakan aquades pada suhu 90°C selama 15 menit, lantas dilakukan penyaringan untuk memisahkan liquid dan ampas daun sirsak. (Ditjen POM, 2014).

3.5.2 Asupan Tinggi Purin

Makanan yang terbuat dari biji melinjo dan hati ayam. Makanan ini dibuat dengan penghalusan melinjo sebanyak 5 mg/Kg berat badan tikus yang di campur dengan pelet dan jus hati ayam sebanyak 50 ml/Kg berat badan tikus. Asupan tinggi purin diberikan satu kali sehari selama 9 hari untuk menimbulkan efek hiperurisemia (Artini dkk., 2012).

3.5.3 Kadar Asam Urat Darah

Kadar asam urat darah terukur dalam darah tikus sampel. Pemeriksaan kadar asam urat darah dilakukan pada hari ke-16 dengan menggunakan alat Biolyzer 100 (Wijanarko,2013).

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kandang pemeliharaan,

b. Tempat makan dan minum tikus, c. Sonde lambung,

(40)

h. Alat pengaduk, i. Mikrohematikrit j. Centrifuge k. Mikropipet

l. Timbangan digital analitik,

m. Timbangan Triple Beam Balances (Adam Equipment, United Kingdom), n. Spidol marker warna hitam dan hijau (Snowman, Japan),

o. Insulin syringe 1 ccdengan needle berukuran 26 G(Terumo, Japan), p. Masker (Evo Med, Indonesia),

q. Sarung tangan (Maxter, Malaysia), r. Biolyzer 100 (Analyticon, Jerman)

3.6.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tikus Wistar jantan,

b. Makanan tikus (comfeed, Indonesia), c. Minuman tikus (Aqua, Indonesia), d. Infusa daun sirsak

e. Makanan tinggi purin (biji melinjo dan jus hati ayam) f. Tissue (Multi, Indonesia),

g. Kapas (Selection, Indonesia),

h. Alkohol 70 % (One Med, Indonesia) i. Reagen uric acid fluitest

3.7 Prosedur Penelitian 3.7.1 Ethical Clearance

(41)

3.7.2 Identifikasi Tanaman

Daun sirsak yang dipakai pada penelitian ini berasal dari UPT Agrotechnopark Universitas Jember dan telah diidentifikasi oleh Kebun Raya Purwodadi.

3.7.3 Tahap Persiapan Hewan Coba

Hewan coba diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan kandang di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember selama satu minggu dengan pemberian makan standar dan air minum ad libitum.

3.7.4 Tahap Pembuatan Asupan Tinggi Purin

Makanan tinggi purin yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu biji melinjo dan jus hati ayam. Biji melinjo yang sudah tua dikupas lantas dicuci bersih. Biji melinjo ditimbang sebanyak 100 g dikukus agar mudah dihaluskan. Biji melinjo yang telah masak di haluskan dengan blender lalu dicampur makanan tikus sebanyak 5 mg/Kg BB tikus.

Jus hati ayam terbuat dari hati ayam yang diblender dengan air dengan perbandingan 100 g hati ayam dengan 100 ml aquades. Hati ayam yang telah dibersihkan lantas dikukus terlebih dahulu agar lebih mudah dibuat jus. Jus hati ayam dan melinjo halus kemuadian disimpan dalam lemari pendingin agar tahan lama. Jus hati ayam dan melinjo dapat bertahan selama 3 hari dalam lemari pendingin, setelah 3 hari pembuatan diulang kembali.

3.7.5 Pembuatan Infusa Daun Sirsak

(42)

yang terdapat pada daun sirsak tidak rusak. Untuk mendapatkan rebusan dengan suhu yang sesuai digunakan dua lapis panci, panci pertama berisi irisan daun sirsak dan air. Panci pertama ini berada di dalam panci kedua yang berisi air. Panci kedua bersentuhan langsung dengan api sehingga dapat menjaga suhu panci pertama agar tidak mencapai suhu 900 C (Ditjen POM, 2014).

Infusa daun sirsak lantas disaring menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas saring selagi panas untuk memisahkan liquid dan ampasnya, Infusa selanjutnya disimpan dalam botol gelap dan tempat yang teduh agar tidak terkena cahaya. Pembuatan infusa daun sirsak dilakukan secara bertahap karena infusa hanya dapat bertahan selama 2 hari dalam lemari pendingin (Ditjen POM RI, 2014).

3.7.6 Dosis Infusa Daun Sirsak pada Tikus

Konsumsi infusa daun sirsak adalah satu gelas (200 ml) per hari. Berdasar rumus konversi perhitungan dosis antar jenis hewan ( Laurence dan Bacharach., 1964), yaitu: Konversidosismanusia(70 kg ) ketikus( 200 g ) = 0,018. Maka sesuai tabel konversi dosis manusia ke tikus:

Dosis Tikus = Dosis Manusia x 0,018 = 200 ml x 0,018

= 3,6 ml

3.7.7 Tahap Perlakuan Hewan Coba dengan Asupan Makanan Tinggi Purin

(43)

pemberian jus hati ayam sebanyak 50 ml/Kg berat badan tikus secara per-oral dengan sonde lambung pada pagi hari (Artini dkk., 2012).

3.7.8 Tahap Perlakuan Hewan Coba dengan Infusa Daun Sirsak

Pemberian infusa daun sirsak dilakukan pada kelompok A pada hari ke 10 sampai hari ke-16 secara peroral sebanyak 3,6 ml dengan menggunakan sonde lambung (Wijanarko, 2013). Pada kelompok B diberi aquades steril sebanyak 3,6 ml secara peroral menggunakan sonde lambung sampai hari ke-16. Pemberian infusa daun sirsak dan aquades dilakukan pada pagi hari.

3.7.9 Tahap Pengambilan Sampel Darah

Pemeriksaan kadar asam urat darah dilakukan pada hari ke-16. Pengambilan darah pada hari ke-16 dilakukan setelah tikus dipuasakan selama 10 jam. Pengambilan sampel darah diawali dengan membersihkan peralatan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70 %. Tikus diambil dari kandang dan dilakukan pengambilan darah sebanyak ± 1 cc melalui plexus retroorbitalis pada mata tikus. Pengambilan darah menggunakan alat mikrohematikrit yang digoreskan pada medial canthus mata dibawah bola mata kea rah foramen opticus. Mikrohematikrit diputar sampai melukai plexus, kemudian darah ditampung dalam Blood tube.

3.7.10 Tahap Pengukuran Asam Urat Darah

(44)

Darah tikus sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian dipisahkan antara serum dan plasma darah menggunakan centrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Pemeriksaan kadar asam urat pada penelitian ini menggunakan serum darah, serum darah yang telah terpisah dari plasma darah kemudian dicampurkan reagen uric acid fluitest dan ditunggu selama 10 menit sampai bereaksi. Larutan serum darah tikus dan reagen kemudian diukur mengunakan alat Biolyzer 100.

3.8 Analisis Data

(45)

3.9 Skema Penelitian

16 sampel tikus percobaan

Adaptasi lingkungan laboratorium selama 1 minggu

Kelompok kontrol 8 sampel tikus

percobaan

Diberi pakan tikus standar + Infusa daun

sirsak selama 7 hari Kelompok perlakuan

8 sampel tikus percobaan 16 ekor tikus diberi

asupan makanan tinggi purin selama 9 hari

Diberi pakan tikus standar + aquades

selama 7 hari

Dilakukan pengukuran kadar asam urat darah

pada hari ke 16

Dilakukan pengukuran kadar asam urat darah

pada hari ke 16

(46)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kadar Asam Urat

[image:46.612.46.579.218.571.2]

Hasil pengukuran kadar asam urat pada serum darah menunjukkan bahwa rata-rata kadar asam urat kelompok tikus dengan perlakuan infusa daun sirsak lebih rendah dibandingkan dengan tikus kontrol (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1).

Tabel 4.1 Kadar asam urat serum darah tikus (mg/dl)

No. Sampel Kadar asam urat total

KO KP

1 4,43 2,57

2 4,83 2,53

3 4,89 2,37

4 5,68 3,33

5 4,97 2,68

6 5,61 3,08

7 4,63 3,32

8 6,97 2,68

X 5,2512 2,8200

SD 0,82063 0,37148

Keterangan : X : rata-rata SD : standar deviasi KO : kelompok kontrol

KP : kelompok perlakuan infusa daun sirsak

(47)

4.1.2 Analisis Data

a. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas

[image:47.612.65.572.205.678.2]

Uji normalitas Shapiro-wilk dan uji homogenitas levene test data di atas ditunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Uji normalitas Shapiro-wilk dan uji homogenitas levene test profil asam urat serum darah tikus.

Uji p Keterangan

Normalitas Shapiro-wilk 0,119 Normal

Homogenitas levene test 0,101 Homogen

Keterangan:

p : nilai signifikansi

Hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa data memiliki nilai signifikansi 0,119 (p>0,05) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data pada penelitian tersebut terdistribusi normal.

Hasil uji homogenitas data dengan menggunakan uji Levene (Tabel 4.2) didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,101 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa data tersebar homogen. Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas dilanjutkan dengan uji statistik parametrik independent t-test.

b. Uji Beda Independent T-test

(48)
[image:48.612.49.574.139.605.2]

Tabel 4.3 Hasil Independent T-test kadar asam urat darah tikus kontrol dan perlakuan infusa daun sirsak.

X±SD (mg/dl)

P

Kontrol Perlakuan

5,2512±0,82063 2,8200±0,37148 0,00* Keterangan :

X : rata-rata SD : standar deviasi p : nilai signifikans

* : perbedaan yang signifikan (p<0,05)

Gambar 4.1 Perbandingan kadar asam urat darah pada tikus kontrol dan perlakuan infusa daun sirsak.

Hasil Independent T-test (Gambar 4.1) menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar asam urat tikus model hiperurisemia kelompok perlakuan infusa daun sirsak secara signifikan (p<0,05) lebih rendah daripada kelompok kontrol. Perbedaan signifikan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ini menunjukan adanya potensi infusa daun sirsak terhadap penurunan kadar asam urat tikus hiperursemia.

4.2 Pembahasan

(49)

rendah dibandingkan dengan tikus kontrol. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi penelitian yang telah dilakukan Al-Qirim dkk (2002) dan Zhu dkk (2004) yang menyatakan bahwa kandungan quercetin pada tumbuhan mampu menurunkan kadar asam urat dalam darah. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan kadar asam urat darah pada model tikus hiperurisemia.

Hiperurisemia merupakan suatu kondisi asimptomatik yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar asam urat di atas normal (Dipiro dkk., 2005). Hiperurisemia merupakan faktor resiko penyakit gout atau pirai, yaitu gangguan metabolit yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat dengan adanya serangan recurrent athritis, deposit urat di ginjal, jaringan dan persendian termasuk sendi Temporomandibular Joint (TMJ) (Bhattacaryya dkk., 2010; Ganong, 2002).

(50)

dehidrogenase. Enzim xantin dehidrognase juga dapat dikonversi menjadi xantin oksidase (Umamaheswari dkk., 2012).

Penelitian ini menggunakan infusa yang terbuat dari daun sirsak. Daun sirsak yang dapat digunakan sebagai infusa harus memiliki syarat tertentu agar mampu memberikan efek optimal. Salah satunya adalah dalam hal cara pemilihan dan pengambilan daun. Daun sirsak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari varietas sirsak ratu yang banyak tersebar di pulau jawa. Pada penelitian ini digunakan daun sirsak yang sudah tua, berwarna hijau tua, segar dan tidak cacat. Daun sirsak pada penelitian ini dipetik pada saat fotosintesis sehingga didapatkan kandungan yang optimal. Waktu pengambilan daun yang baik adalah pagi hari menjelang siang atau pukul 09.00 – 10.00 saat fotosintesis sedang berlangsung (Ditjen POM, 2014).

Hasil pengukuran kadar asam urat pada penelitian ini menunjukkan bahwa kadar asam urat tikus hiperurisemia kelompok kontrol lebih tinggi daripada tikus hiperurisemia kelompok perlakuan infusa daun sirsak. Kadar asam urat tikus hiperurisemia kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata 5,2512 mg/dl, sedangkan kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata 2,82 mg/dl. Meskipun terdapat penurunan pada kelompok perlakuan, namun kadar asam urat tikus kelompok ini masih termasuk dalam kategori hiperurisemia, dimana kadar asam urat normal tikus putih galur wistar adalah 1,8 mg/dl sampai 2,0 mg/dl (Artini dkk, 2012). Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih diperlukan penelitian tentang pengaruh infusa daun sirsak terhadap tikus hiperurisemia dengan rentang waktu yang lebih lama atau dosis yang lebih besar untuk mencapai kadar asam urat normal.

(51)

berperan sebagai inhibitor enzim xantin oksidase antara lain quecertin, myricetin, kaemferol, luteolin, apigenin dan chrysin (Cos dkk, 1998). Berdasarkan hasil uji

skrining fitokimia, turunan flavonoid yang terdeteksi dalam infusa daun sirsak adalah quercetin (Nawwar dkk., 2012). Dalam penelitian yang lain juga disebutkan bahwa saponin dan polifenol memiliki kemampuan sebagai inhibitor xantin oksidase yang mekanisme inhibisinya belum diketahui (Azmi, 2012).

Flavonoid berperan sebagai inhibitor enzim xantin oksidase karena memiliki kemiripan struktur dengan xantin. Berdasarkan uji fitokimia kemiripan flavonoid dan xantin ini disebabkan oleh adanya dua cincin aromatik yang memiliki gugus hidroksil sebagai aseptor elektron dari xantin oksidase (Cos dkk, 1998). Flavonoid berperan sebagai substrat dari enzim xantin oksidase, dimana flavonoid akan mengikat elektron dari enzim xantin oksidase yang seharusnya digunakan untuk mengoksidasi xantin menjadi asam urat. Kompetisi ini akan menyebabkan penurunan produksi asam urat karena enzim xantin oksidase kemungkinan cenderung mengoksidasi flavonoid daripada xantin. Ikatan antara enzim xantin oksidase dan flavonoid menyebabkan peningkatan konsentrasi xantin yang tidak teroksidasi dalam serum, selanjutnya xantin yang mudah larut dalam urin keluar melalui sistem ekskresi sehingga kadar asam urat dalam serum menurun (Febrina dkk, 2010).

(52)

belum diketahui sehingga perlu dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui batas konsentrasi aman untuk dikonsumsi sebagai obat.

(53)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa infusa daun sirsak dapat menurunkan kadar asam urat pada model tikus hiperurisemia.

5.2 Saran

Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian, sehingga saran dari penelitian ini yaitu:

5.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa aktif yang lebih spesifik yang mampu berperan sebagai inhibitor enzim xantin oksidase dan mekanisme inhibisinya.

5.2.2 Perlu dilakukan penelitian dengan rentang waktu yang lebih lama dan dosis yang berbeda agar didapatkan hasil yang optimal.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qirim TM, Shahwan M, Zaidi, Uddin KR, Banu Q. 2002. Effect of Khat,its Constituent and Restraint Stress on Free Radical Metabolism of Rats. J Ethnopharmacology;Vol.83: 245-250.

Artini NPR, Wahjuni S, Sulihingtyas, Wahyu D. 2012. Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Sebagai Antioksidan Pada Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Wistar. Jurnal Kimia Fakultas MIPA Universitas Udayana; Vol. 6 (2): 127-137.

Asmonie C. 2013. Efek Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus), Jantan Galur Wistaryang

Dibebani Glukosa. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Tanjungpura.

Azmi, S. M. N., Jamal, P. & Amid, A. 2012. Xanthine Oxidase Inhibitory Activity from Potential Malaysian Medicinal Plant as Remedie for Gout. International Food Research Journal, Vol. 19 (1): 159-165.

Berry CE, Hare JM. 2004. Xanthine Oxidoreductase and Cardiovascular Disease : Molecular Mechanism and Pathophysiogical Implications. Am J Physiology: 589-606.

(55)

Bohm BA. 1998. Introductions to Flavonoids. Amsterdam : Harwood Academic Publishers.

Carter JD, Vasey FB, Valeriano-Marcet J, Kanik KS. 2000. "G" Stands for Gout. Athritis and Rheumatism;Vol. 43(6): 1418.

Cos P, Ying L, Hu CJP, Cimanga K, Poel BV, Pieters L, Vlietinck AJ, Berghe DV. 1998. Structure Activity Relationship and Classification of Flavonoids as Inhibitors of Xanthine Oxidase and Superoxide Scavengers. J. Nat. Prod; Vol. 61 (1): 71-76,

Dalimartha S. 2014. Tumbuhan Sakti Atasi Asam Urat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. Jakarta : Badan Penelitian Pengembangan Pertanian.

Dipiro JT, Talbert GC, Yee GR, Matzke BG, Posey W. 2005. Pharmacotherapy; A Pathophysiologic Approach 6. New York: The McGraw-Hill Companies.

Ditjen POM. 2008. Farmakope Herba Indonesia. Edisi I. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Febrina M, Arifin H, Almahdy. 2010. Pengaruh Pemberian Alopurinol dan Probenesid Terhadap Kadar Asam Urat Mencit Diabetes. Repository Andalas University.

(56)

Gaw L. 1998. Allopurinol Sebagai Inhibitor Spesifik dari Enzim Xanthine Oxidase yang Mengkatalis Oksidasi Hypoxanthine menjadi Xanthine dan Asam Urat. JurnalKedokteran.

Guyton AC, Hall JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11. Jakarta: EGC.

Hahlbrock K. 1981. The Biochemistry of Plants : Flavonoids. New York: Academic Press.

Harrison, 2000. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: ECG.

Haryoto. 1999. Teknologi Tepat Guna: Sirup Daun Sirsak. Yogyakarta: Kannisius.

Hidayat R. 2009. Gout dan Hiperurisemia. Medicinus;Vol. 22: 1-5.

Jannick J. Bayogan E, Paull R.. 2008. The Encyclopedia Fruit and Nuts : Soursop Annona Muricata. Wallingford: CAB International.

Joe W. 2012. Dahsyatnya Khasiat Sirsak Untuk Banyak Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Adi.

Johnson RJ, Feigh DI, Kang DH. 2010. Uric Acid and Cardiovascular Risk. National English Journal Medicine;Vol. 5: 1811-1818.

Johnstone A. 2005. Farmakologi. Jakarta: EGC.

Jovanovic S, Steenken S, Marjanovic B, Tosic M, Simic D, Michael G. 1994. Flavonoids as Antioxidants.Journal Of The American Society: 4846-4851.

Kertia N. Asam Urat. Yogyakarta : Kartika Media.

(57)

Krisnatuti D, Yenrina R. 2008. Diet Sehat Untuk Penderita Asam Urat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kunz R. 2007. Control of Post Harvest Disease (Botryodiplodia sp.) of Rambutan and Annona Species by Using a Bio-Control Agent (Trichoderma sp.). The International Central of Under Utilized Crops; 16-17.

Kutzing MK, Firestein BL. 2008. Altered Uric Acid Levels and Disease States. J Pharmacology Exp Ther;Vol. 324: 1-7.

Lam C, Lim KH, Kang DH, Karumanchi S, Ananth. 2005. Uric Acid and Preeclampsia. Seminars in Nephrology;Vol. 25: 56-60.

Latief A. 2014. Obat Tradisional. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Laurence DR, Bacharach AL. 1964. Evaluation of Drugs Activities: pharmacometrics. New York: Academic Press.

Luk AL, Simkin PA. 2005. Epidemiology of Hiperuricemia and Gout. The American Journal of Managed Care;Vol. 11: S435-S442.

Markham KR, Andersen OM. 2006. Flavonoids (Chemistry, Biochemistry and application). New York: CRC Press.

McCrudden FH. 2000. Uric Acid. Yogyakarta: Salemba Medika.

Misnadiarly. 2008. Mengenal Penyakit Arthritis. Jakarta: Mediakom.

Misniadiarly. 2007. Asam Urat-Hiperurisemia-Arthritis Gout. Jakarta: Pustaka Obor.

(58)

Murray RK, Granner DK, Mayesh PA, Rodwell VW. 1995. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.

Nawwar M, Ayoub N, Hussein S, Hashim A, El-Shawary R,Wende K, Harms M, Lindequist U. 2012. A Flavonol Triglycoside and Investigation of the Antioxidant and Cell Stimulating Activities of Annona muricata Linn. Arch Pharm Res; Vol. 35(5):761-767.

Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pittman JR. 2009. Diagnosis and Management of Gout. University of Missisipi Medical Center;Vol. 234: 81-93.

Putra TR. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Hiperurisemia. Jakarta: Interna Publishing.

Rahardjo H. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Depok: Penebar Swadaya.

Rahman H, Arifin H, Dewi GK, Rizal Z. 2014. Pengaruh Pemberian Jus Buah Sirsak (Anonna muricata L.) Terhadap Kadar Asam Urat Mencit Jantan Hiperurisemia. Jurnal Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik STIFARM; Vol. IV: 228-233

Roddy E, Doherty M.. 2010. Epidemiology of Gout. Athritis Research & Therapy; Vol. 12: 223.

Salisbury FB, Cleon WR. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB.

(59)

Sari YD, Djannah SN, Nurani LH. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) Secara in Vitro Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218 Serta Profil KromatografiI Lapis Tipisnya. Jurnal Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan;218 - 238.

Silbernagl S, Florian L. 2009. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Gramedia.

Sunarjono H. 2005. Sirsak dan Srikaya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suranto A. 2011. Dahsyatnya Sirsak Tumpas Penyakit. Depok: Pustaka Bunda.

Syukri M. 2007. Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara;Vol. 40: 52-55.

Tjitrosoepomo G. 2013. Taksonomi Umum; Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tjokronegoro A, Sudarsono S. 1999. Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbut FKUI.

Umamaheswari M, Madeswaran A, Asokkumar K, Sivashanmugam AT, Subhadradevi V, Jaganath P. 2012. Docking Studies: Search For Possible Phytoconstituents for The Treatment of Gout. International Journal of Biological & Pharmaceutical Research; Vol. 3(1): 6-11.

(60)

Fermentasi Sirsak (Annona maricata L.) Di Sumatera Barat. Jurnal Universitas Andalas.

Vazquez-Mellado J, Garcia CG, Vazquez SG, Medrano G, Ornelas M, Alcocer L. 2004. Metabolic Syndrome and Ischemic Heart Disease in Gout. J Clin Rheumatology;Vol. 10: 105-109.

Weselman KO, Agudelo CA. 2002. Is it Gout? Tap The Joint!. Journal of The Medical Assosiation of Georgia;Vol. 91(1): 18-20.

Wibowo S. 2009. 100 Questions And Answer Asam Urat. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Wijanarko J. 2013. Inspirasi Hidup Sehat. Tangerang : HHK Media.

Yatim, F. (2006). Penyakit Tulang dan Persendian. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Zhu ZX,Wang Y, Kong LD, Yang C, Zhang X. 2004. Effects of Biota Orientalis Extract its Flavonoid Constituent Quercetin and Rutin on Serum Uric Acid Levels in Oxonate-Induced Mice and Xanthine Dehydrogenase and Xanthine Oxydase Activities in Mouse Liver. J Ethnopharmacology;Vol. 93: 33-140.

(61)
(62)

Lampiran B. Analisis Data

Test of Homogeneity of Variances

Nilai_Postest

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.087 1 14 .101

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Nilai_Postest .193 16 .113 .911 16 .119

a Lilliefors Significance Correction

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Differen ce 95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Nilai_Postest Equal variances

assumed 3.087 .101 -7.634 14 .000 -2.43125 .31848 -3.11432 -1.74818

Equal variances not

(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)

Lampiran F. Alat dan Bahan Penelitian

Keterangan : a. Kandang tikus b. Tempat minum c. Tempat pakan d. Tikus Wistar

e. Pakan dicampur biji melinjo f. Jus hati ayam

g. Infusa daun sirsak a

d

b

c

e

f

(71)

Keterangan :

a. Aquades f. Water Bath

b. Tabung reaksi g. Panci

c. Air mineral h. Blender

d. Daun Sirsak i. Juicer

e. Kertas Saring a

b c

d e

f

g

h

(72)

Keterangan :

a. Blood Tube

b. Eppendorf Tube

c. Centrifuge

d. Mikropipet

e. Biolyzer 100

a b

c d

(73)
[image:73.612.53.572.151.663.2]

Lampiran G. Pelaksanaan Penelitian

Gambar. Pembuatan makanan tinggi purin.

(74)
[image:74.612.53.573.124.644.2] [image:74.612.130.509.137.311.2]

Gambar. Pemberian makanan tinggi purin dengan cara mencampurkan biji melinjo dan pakan tikus dan sondase jus hati ayam.

(75)
[image:75.612.50.574.127.654.2]

Gambar. Pengambilan darah melalui plexus retroorbitalis pada mata tikus

Gambar

Gambar 2.1 Daun Sirsak (Sunarjono, 2005)
Gambar 2.2 Kerangka dasar senyawa flavonoid (Markham, 2006)
Gambar 2.3 Pembentukan asam urat (Silbernagl, 2009)
Tabel 4.1 Kadar asam urat serum darah tikus (mg/dl)
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pembahasan tersebut dimulai dari penjelasan mengenai sejarah MIDI, pengertian dari MIDI sampai cara memainkan file MIDI dengan menjelaskan fungsi-fungsi yang ada pada driver MIDI

Cost Effectiveness Analysis Penanganan Operasi Katarak secara Rawat Inap di RSUD Prof.. Margono Soekarjo dan secara Rawat Jalan di Balai Kesehatan Mata

Dengan materi pembelajaran adalah pengenalan novel, unsur-unsur ekstrinsik yang mengandung interaksi subordinasi, hubungan seksual (prostitusi), pertukaran sosial, konflik, dan

Franklin dan Snow (1985) serta Brander et al ., (1991) mengatakan bahwa mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik terjadi dengan cara penginaktifan obat,

An Analysis of Code Mixing Used By Students at Madrasatul Quraniyah Islamic Boarding School Batulayar West of Lombok.. Academic

Cakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan peserta didik kelas 1 pada tahun 2018, sebesar 88,05% (8.799 puskesmas) yang berarti telah mencapai target

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka diperlukan aplikasi prediksi ini untuk menggali data-data yang ada sebelumnya di dalam database dengan menggunakan algoritma