TERHADAP KESIAPAN DALAM MENGHADAPI
PERUBAHAN MEKANISME KERJA ORGANISASI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
AZKYA MILFA LAENSADI NIM : 1110070000062
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
MENGHADAPI PERUBAHAN MEKANISME KERJA ORGANISASI
ikripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
/.zkya Milfa Laensadi
NIM: 1t 10070000062
Pembimbing
I
Desi Yustari Muchtar. M.Psi. Psi. NIP. 1982 1 2142008012006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIYERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
bedudul
"PENGARUH
PERSEPST
KEPEMIMPTNAN TRA},ISFORMASIONALDAN
FAKTOR
DEMOGRAFIK TERIIADAPKESIAPAN
DALAM
MENGHADAPI
PERUBAIIAN
MEKANISMEKERJA
ORGANTSASI" telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.Iakarta,9 April2015
Sidang Munaqasyah
Prof. Dr. Abdul Muiib. M.Ae. M.Si
NrP. 196806t4 t99704
I
001 NIP. 19720823 199906I
A02Anggota
Drs. Sofiandv Zakaria. NI.Psi
NIDN. 03-1505-4701
Liany Luzvinda. M.Si
NrP. 1 97802t 62007102001
Desi Yustari Nluchtar" M.Psi. Psi. NIP. 19821 214 200801 2 006
ilt Dekan / Ketua
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi
ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (Sl) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.NIM. 1110070000062
tv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
To improve is to change;
to be perfect is to change often.
-Winston Churchill-
-My success is only by Allah-
Karya ini kupersembahkan kepada orang tuaku
tersayang, M. Jamil Laena dan Fadlilah Husain
yang telah mendampingiku di sepanjang perjalanan
hidupku. Semoga ini merupakan kado yang berharga
dan membuat kalian bangga.
B) Maret 2015
C) Azkya Milfa Laensadi
D) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Faktor Demografik terhadap Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi
E) xiii + 74 halaman + lampiran
F) Seiring lingkungan manusia yang dinamis, maka perubahan organisasi akan terus terjadi, terutama pada institusi pendidikan. Untuk menghadapinya secara efektif, para anggota organisasi, khususnya para pegawai, harus mempunyai kesiapan agar perubahan mendapatkan hasil yang positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah adanya pengaruh dari kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi Penulis berasumsi bahwa persepsi dari kepemimpinan transformasional (challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the way, dan encourage the heart) dan faktor demografik (jenis posisi jabatan kerja dan jumlah tanggungan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
Penelitian ini dilakukan dengan sampel 122 dosen dan karyawan IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
nonprobability sampling. Dalam penelitian ini instrumen data yang digunakan adalah Readiness for Change Scale dan Leadership Practices Inventory.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari persepsi dari kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi, terutama pada variabel kepemimpinan transformasional dari dimensi
challenge the process dan inspire a shared vision, serta dari variabel faktor demografik yaitu jenis posisi jabatan kerja.
G) Bahan Bacaan: 8 Buku + 9 Jurnal + 2 Tesis
B) March 2015
C) Azkya Milfa Laensadi
D) The Effect of Perceived Transformational Leadership and Demographical Factors on Readiness for Organizational Work Mechanism Change
E) xiii + 74 pages + appendix
F) Because of dynamically human environment, organization will continually implement changes, especially in educational institution. To face it effectively, organization member, in particular the employees, must have readiness in order the changes get positive results. The purpose of this study was to examine the effect of perceived transformational leadership and demographical factors on readiness for organizational work mechanism change. The author assumed that perception of transformational leadership (challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the way, and encourage the heart) and demographical factors (job position and numbers of dependent) have a significant effect on readiness for organizational work mechanism change.
Sampel of this study are 122 lecturers and administrative employees of Sultan Thaha Saifuddin State Institut of Islamic Sudies (IAIN) Jambi. This study uses nonprobability technique sampling. This study uses data instrument that is Readiness for Change Scale and Leadership Practices Inventory.
The result of this study showed that there is significant effect of perception of transformational leadership and demographical factors on readiness for organizational work mechanism change, especially transformational leadership variable from challenge the process and inspire a shared vision dimensions, also demographical factor that is job position.
G) References: 8 Books + 9 Journals + 2 Thesis
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.
Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan, perhatian dan doa kepada penulis.
3. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi., Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran serta ide-ide dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi selaku penguji 1 dan Ibu Liany Luzvinda, M.Si selaku penguji 2 yang telah memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan ilmu, wawasan, serta pengetahuan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan kepada penulis, serta kepada seluruh civitas akademik Fakultas Psikologi atas bantuannya.
6. Pimpinan serta dosen dan karyawan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi sebagai responden yang telah bersedia mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Untuk kedua orang tua, Ayahanda M. Jamil Laena dan Ibunda Fadlilah Husain yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan moril maupun materil yang sangat berharga bagi penulis selama masa perkuliahan ini. Serta keluarga
besar lainnya, nenek, om, tante, dan sepupu-sepupu khususnya Kak Icha, Kak Uchi, Kak Inna, Kak Emi, dan Ayyin.
8. Untuk keluarga besar kelas B angkatan 2010 yang telah menjadi bagian hidup penulis selama perkuliahan Qory, Isti, Katty, Saul, Retno, Adila, Sunny, Ainun, Nisyub, Isnia, Shintia, Ajeng, Ila, Anita, Syifa, Viny, Chintya, Gina, Tyyas, Putri, Estu, Niken, Fadhila, Acing, Winda, Yuni, Aini, Sabe, Danar, Didik, Hilmi, Bobby, Lian, Haris, Iki, Gian, Dery, dan Adit.
9. Para sahabat dari SMA, Natasya Andrea, Ardita Febrini, Melati D.W., dan Dian Kumala. Untuk Chita Kalinda dan Kirana Kusuma serta Intan Suryani yang telah memberikan bantuan ilmu yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan doa pada penulis selama penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga penelitian ini memberikan manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, 30 Maret 2015
Penulis
HALAMAN PERSETUJUAN………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………...……… iii
LEMBAR PERNYATAAN …...…...………..………... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….... v
ABSTRAK ………...…... vi
KATA PENGANTAR ………..…. viii
DAFTAR ISI ………...…………... x
DAFTAR TABEL ……….. xii
DAFTAR GAMBAR ………. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ……….... 1-9 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 7
1.2.1 Pembatasan masalah ……… 7
1.2.2 Perumusan masalah ………... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 8
1.3.1 Tujuan penelitian ………. 8
1.3.2 Manfaat penelitian ………... 8
1.4 Sistematika Penulisan ………. 9
BAB 2 LANDASAN TEORI ………. 10-36 2.1 Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi ………... 10
2.1.1 Definisi kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi ....………... 10
2.1.2 Dimensi dan pengukuran kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi ………. 19
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.... 20
2.2 Persepsi Kepemimpinan Transformasional ………..….. 21
2.2.1 Definisi persepsi kepemimpinan transformasional ..… 21
2.2.2 Dimensi kepemimpinan transformasional ……….… 27
2.2.3 Pengukuran kepemimpinan transformasional …….... 30
2.3 Faktor Demografik ………. 31
2.4 Kerangka Berpikir ………..…… 32
2.5 Hipotesis Penelitian ……… 35
BAB 3 METODE PENELITIAN ……….… 37-53 3.1 Target Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ………...…. 37
3.1.1 Target populasi dan sampel penelitian ……….... 37
3.1.2 Teknik pengambilan sampel ……...……… 37
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ……….…... 39
3.4 Uji Validitas Konstruk ……….... 42
3.4.1 Uji validitas konstruk kesiapan dalam menghadapi perubahan organisasi ………...…... 44
3.4.2 Uji validitas konstruk kepemimpinan transformasional ……….… 45
3.5 Teknik Analisis Data ………..……… 52
BAB 4 HASIL PENELITIAN ……….. 54-65 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ……….. 54
4.2 Analisis Deskriptif ………..… 55
4.3 Kategorisasi Skor ………... 56
4.4 Uji Hipotesis Penelitian ………..… 58
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ………... 58
4.4.2 Proporsi varians ………... 63
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ……….. 66-72 5.1 Kesimpulan ……….… 66
5.2 Diskusi ……… 67
5.3 Saran ………... 70
5.3.1 Saran metodologis ………... 70
5.3.2 Saran praktis ……….... 71
DAFTAR PUSTAKA ……… 73
LAMPIRAN ………... 75
Perubahan 40 Tabel 3.2 Blueprint Skala Kepemimpinan Transformasional 41 Tabel 3.3 Muatan Faktor Item Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan 45 Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Challenge the Process 46 Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Inspire a Shared Vision 48 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Enable Others to Act 49 Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Model the Way 50 Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Encourage the Heart 52 Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian 54 Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian 55
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor 57
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian 57 Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi 59 Tabel 4.6 ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV 59
Tabel 4.7 Koefisien Regresi 60
Tabel 4.8 Proporsi Varians dari Masing-masing IV 63
Gambar 3.1 Path Diagram Variabel Kesiapan dalam Menghadapi
Perubahan 44
Gambar 3.2 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Challenge the Process 46
Gambar 3.3 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Inspire a Shared Vision 47
Gambar 3.4 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Enable Others to Act 49
Gambar 3.5 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Model the Way 50
Gambar 3.6 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Encourage the Heart 51
[image:13.595.111.519.122.588.2]BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
1.1Latar Belakang Masalah
Dengan adanya peningkatan lingkungan yang dinamis, organisasi terus-menerus
dihadapkan dengan kebutuhan untuk melaksanakan perubahan dalam strategi,
struktur, proses, dan budaya (Armenakis, et al., 1993). Menangani perubahan
secara efektif adalah salah satu tantangan yang paling kritis yang dihadapi
organisasi pada masa kini. Sejarah menunjukkan bahwa organisasi yang
terus-menerus dan secara konsisten bangkit untuk menghadapi tantangan tersebut
adalah organisasi yang paling berhasil (Madsen, et al., 2006).
Salah satu instansi yang selalu membuat perubahan di organisasinya, baik
kecil maupun besar, adalah institusi pendidikan. Siswa dan para pendidik
diharuskan untuk menerapkan kebijakan-kebijakan pendidikan, terutama
kurikulum, yang terus mengalami perubahan seiring adanya pergantian menteri
pendidikan. Terlebih lagi di perguruan tinggi, yang mana di era globalisasi ini
merupakan salah satu kunci terbangunnya peradaban bangsa. Sumber daya
manusia dididik dengan sedemikian rupa di perguruan tinggi agar dapat
mengaplikasikan kemampuannya di tengah masyarakat kelak.
Beberapa bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi di
perguruan tinggi contohnya perubahan status perguruan tinggi, pergantian
kepemimpinan baik rektor maupun dekan beserta jajarannya yang mengubah
kebijakan lama atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru, perkembangan
teknologi yang menjadi lebih canggih dan serba online, kebijakan remunerasi, dan
lain sebagainya. Tentunya pegawai institusi pendidikan juga harus beradaptasi
dalam menghadapi perubahan-perubahan ini. Maka dari itu, institusi pendidikan
tidak hanya mengikuti kebijakan dari menteri pendidikan, juga berusaha
meningkatkan mutu masing-masing perguruan tinggi dengan pengembangan
kemampuan dan keahlian para pegawai yaitu dosen dan karyawan, yang
mempunyai peran penting terhadap kemajuan pendidikan mahasiswanya. Dosen
dan karyawan juga harus siap dalam menghadapi perubahan-perubahan tesebut
agar tercapai tujuan organisasi yang dinginkan bersama.
Salah satu contoh kasus perubahan yang terjadi adalah perubahan
teknologi dalam pengunaan absen handkey. Perubahan ini merupakan perubahan
mekanisme yang terjadi sebagai bagian proses perubahan organisasi. Menurut
surat edaran No. In.08/R/Kp. 01.2/1054/2014 berdasarkan hasil rapat pimpinan
tahun 2014 di IAIN STS Jambi yang berpedoman pada PP No. 53 tahun 2010,
para karyawan dan dosen wajib melakukan absen handkey sebanyak dua kali,
yaitu saat kedatangan dan saat pulang kerja, karena mesin absen hanya akan
memvalidasi data kehadiran jika pegawai melakukan proses keduanya. Jumlah
jam kerja yang wajib dipenuhi adalah 7.5 jam perharinya. Dari hasil wawancara
perubahan cara pengambilan absen, dari manual menggunakan tanda tangan
menjadi lebih canggih menggunakan mesin absen handkey, maka mengakibatkan
para penggunanya harus melakukan adaptasi. Penggunaan sistem manual yaitu
tanda tangan memberikan kesempatan untuk pegawai bolos tidak masuk kerja dan
tanda tangannya dirapel pada satu hari. Pegawai tersebut mengungkapkan bahwa
setelah adanya mesin absen handkey, mayoritas para karyawan dan dosen datang
lebih pagi dan rajin melakukan absen bahkan pada sore hari. Namun masih
banyak yang mengeluhkan perubahan tersebut dan juga ada yang datang terlambat
ataupun tidak melakukan absen pagi maupun sore.
Perubahan organisasi yang berhasil dapat terjadi hanya jika anggota dari
organisasi tersebut ikut mendukung perubahan yang terjadi (Piderit, dalam
Wittenstein, 2008). Aspek yang paling penting dari gagal atau tidaknya suatu
perubahan adalah kesiapan para anggota organisasi. Kesiapan dalam menghadapi
perubahan adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap efektivitas dari
penerapan perubahan di dalam organisasi. Menurut Hanpachern (dalam Holt,
2003), kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu
secara mental, psikologis, dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam
aktivitas perkembangan organisasi. Kesiapan karyawan dalam menghadapi
perubahan adalah tantangan bagi setiap organisasi dan sering terlupakan dalam
perencanaan dan penerapan (Backer, dalam Madsen, et al., 2006).
Kesiapan tercermin dalam kepercayaan, sikap, dan intensi anggota
organisasi mengenai sejauh mana perubahan dibutuhkan dan juga kapasitas
Rafferty et al (2013) mengungkapkan bahwa individu yang siap dalam
menghadapi perubahan organisasi menghasilkan perilaku yang suportif terhadap
perubahan, sikap kerja yang positif, dan komitmen pada organisasinya.
Kesiapan yang rendah dikaitkan dengan keyakinan bahwa organisasi tidak
mampu melakukan perubahan dengan sukses (Armenakis et al., dalam Rafferty &
Simons, 2006). Banyak pihak di dalam organisasi mungkin melihat perubahan
organisasi yang terencana itu sebagai hal yang positif dan mungkin merasa siap
terhadap perubahan tersebut, namun banyak juga yang tidak berpikir demikian
(Hanpachern, et al., 1998). Menurut Backer (dalam Madsen, et al., 2006), jika
karyawan tidak merasa siap, maka perubahan yang berhasil jangka panjang tidak
dapat terjadi.
Kesiapan dalam menghadapi perubahan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Dalam penelitian sebelumnya, beberapa variabel ditemukan memiliki hubungan
yang signifikan dengan kesiapan dalam menghadapi perubahan, seperti job
knowledge and skills; management-leadership relationship; work positions;
active-passive jobs; organizational commitment; social relationship in the
workplace; supervisor and peer relations; present employment status; number of
dependents; psychological capital; leadership transformational; dan rational
thinking (Hanpachern, et al., 1998; Cunningham, et al., 2002; Madsen, et al.,
2005, 2006; Shah & Shah, 2010; Saragih, et al., 2013)
Salah satu faktor adalah dari penelitian oleh Saragih et al (2013) dalam
artikel yang berjudul “Individual attributes of change readiness in Indonesian
quantitative approach using structural equation modeling” diungkapkan bahwa
perilaku kepemimpinan transformasional secara signifikan mempunyai hubungan
langsung yang positif dengan kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan
organisasi. Secara teoritis, dalam perubahan radikal dan setingkat korporasi,
manager sebaiknya mengaplikasikan gaya kepemimpinan transformasional
(Burnes, dalam Saragih et al, 2013).
Kepemimpinan transformasional bukan hanya merupakan posisi jabatan,
namun suatu kumpulan praktek dan perilaku yang mana berfungsi sebagai
pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai prestasi mereka atau untuk
melakukan hal-hal yang luar biasa (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al.,
2008). Pemimpin yang transformasional dapat membimbing dan mengarahkan
para bawahannya agar mencapai tujuan mereka.
Faktor lainnya diungkapkan juga dalam penelitian Hanpachern, et al.
(1998) yang berjudul “An extension of the theory of margin: A framework for
assessing readiness for change”, faktor demografik yaitu jenis posisi jabatan kerja
terbukti mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan
organisasi. Karyawan yang bekerja di posisi managerial lebih siap menghadapi
perubahan dibandingkan karyawan di posisi operasional (Hanpachern et al, 1998).
Selain itu, dari penelitian Shah & Shah (2010) yang berjudul
“Relationships between employee readiness for organizational change, supervisor
and peer relations and demography” diungkapkan bahwa faktor demografi yaitu
jumlah tanggungan yang dimiliki seorang karyawan mempengaruhi kesiapannya
tanggungan merasa lebih terbuka dan siap dalam menghadapi perubahan
organisasi (Shah & Shah, 2010).
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Hanpachern et al, 1998; Shah &
Shah, 2010) juga diujikan usia dan jenis kelamin sebagai faktor demografik yang
mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi perubahan. Walaupun hasil dalam
penelitian tersebut tidak signifikan, di dalam penelitian kali ini akan digunakan
usia dan jenis kelamin sebagai bagian faktor demografik agar lebih banyak
informasi dari hasil yang akan didapatkan.
Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut,
penelitian mengenai pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional dan faktor
demografik terhadap kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan pada
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi penting
untuk dilakukan. IAIN STS Jambi merupakan salah satu Institut Islam Negeri
yang secara aktif sedang mempersiapkan diri secara substansial dan kelembagaan
untuk meningkatkan mutu profesionalitas, penguatan nilai dan moral,
pengembangan kajian dan penelitian, pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.
Institusi ini berganti pemimpin pada tahun 2011. Pada penelitian di institusi ini,
peneliti berfokus pada perubahan ketentuan dalam surat edaran No. In.08/R/Kp.
01.2/1054/2014 yang berpedoman pada PP No 53 tahun 2010 berdasarkan hasil
rapat pimpinan tahun 2014 mengenai pelaksanaan absen handkey, jam kerja, apel
kedisiplinan, pakaian dinas dan mekanisme pembayaran uang makan di
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka penelitian
akan mengambil judul “Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan Faktor Demografik terhadap Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi”.
1.2Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, maka dilakukan
pembatasan masalah yang hanya mengenai pengaruh kepemimpinan
transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi
perubahan. Adapun batasan konstruk variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Kesiapan dalam menghadapi perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini
mengacu pada tingkat kesiapan individu untuk berpartisipasi dalam aktivitas
perkembangan organisasi perihal perubahan mekanisme kerja.
2. Persepsi kepemimpinan transformasional yang dimaksud dalam penelitian ini
mengacu pada persepsi individu mengenai perilaku pemimpin dalam
mengubah dan memotivasi karyawan untuk mencapai prestasi organisasi.
3. Faktor demografik dalam penelitian ini yaitu jumlah tanggungan, jenis posisi
jabatan kerja, usia dan jenis kelamin.
1.2.2Perumusan Masalah
1. Apakah kepemimpinan transformasional dan faktor demografik memberikan
pengaruh terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja
2. Aspek apakah dari variabel kepemimpinan transformasional dan faktor
demografik yang memberikan pengaruh terhadap kesiapan dalam menghadapi
perubahan mekanisme kerja organisasi?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam
menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
1.3.2Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang psikologi industri dan
organisasi, mengenai kesiapan dosen dan karyawan dalam menghadapi
perubahan mekanisme kerja organisasi, persepsi kepemimpinan
transformasional, dan faktor demografik.
2. Secara praktis, penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi
IAIN STS Jambi dalam pengembangan organisasi yang berkaitan dengan
persepsi kepemimpinan transformasional sehingga dapat meningkatkan
kesiapan dosen dan karyawan dalam menghadapi perubahan dan
1.4Sistematika Penulisan
Pada penulisan laporan penelitian ini, penulis menggunakan Pedoman
Penyusunan dan Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sesuai dengan teknik
penulisan menurut APA (American Psychological Association). Adapun
sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 : Pendahuluan
Mencakup latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB 2 : Kajian Teori
Mencakup hal-hal mengenai teori-teori perubahan organisasi, kesiapan
dalam menghadapi perubahan, kepemimpinan transformasional, dan
faktor demografik.
BAB 3 : Metode Penelitian
Mencakup populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; variabel
penelitian dan definisi operasional variabel; instrumen pengumpulan
data; uji validitas konstruk; dan teknik analisis data.
BAB 4 : Hasil Penelitian
Mencakup hal-hal mengenai analisis deskriptif subjek dan uji hipotesis
data hasil penelitian.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Mencakup rangkuman keseluruhan dari penelitian, dan diskusi serta
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi 2.1.1Definisi Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja
Organisasi
A. Definisi Perubahan Organisasi
Mengatur perubahan secara efektif adalah salah satu dari tantangan paling kritis
yang dihadapi organisasi pada saat ini. Sejarah menunjukkan bahwa organisasi
yang secara konsisten bangkit untuk memenuhi tantangan tersebut adalah yang
paling sukses (Madsen, et al., 2006). Menurut McNabb dan Sepic (dalam Madsen,
et al., 2006), perubahan adalah proses “mengubah aksi, reaksi, dan interaksi orang
untuk memindahkan keadaan organisasi saat itu menuju keadaan yang diinginkan
pada masa depan”.
Perubahan adalah membuat hal-hal menjadi berbeda (Robbins & Judge,
2012). Ketika perubahan terjadi di dalam organisasi, itu berarti bahwa beberapa
hal berbeda dari sebelumnya. Perubahan biasanya berarti bahwa hubungan
otoritas, prosedur komunikasi, tanggung jawab, atau sikap pegawai harus
diperbaiki. Tidak semua perubahan membutuhkan penyesuaian yang signifikan
dari pegawai; perubahan adalah kejadian sehari-hari di mayoritas iklim kerja.
Perubahan membutuhkan penyesuaian dan modifikasi dalam kebiasaan, prosedur,
dan hubungan kerja.
Perubahan adalah kejadian sehari-hari, namun tidak semua perubahan
yang menangkap perhatian dan mendorong pemimpin organisasi dan para pemilik
kepentingan lainnya untuk bertindak. Biasanya bukan kejadian sehari-hari yang
membuat dampak pada pemikiran orang-orang yang bertanggung jawab dengan
organisasi. Ketika kita memikirkan tentang perubahan organisasi, kita mengacu
pada tingkat perbedaan yang membuat dampak besar atau signifikan pada cara
orang berpikir tentang organisasi mereka. Bagaimana pegawai menjalankan
pekerjaannya dapat dipengaruhi oleh perubahan tersebut (Mills, et al., 2009).
Perubahan datang dalam banyak ukuran, dapat berkisar dari perubahan organisasi
keseluruhan, mungkin melibatkan semua departemen dan jabatan di dalam
organisasi, hingga perubahan yang lebih kecil yang mungkin hanya melibatkan
satu jabatan individu (Harris & Hartman, 2002).
Menurut Mills et al (2009), perubahan organisasi dapat didefinisikan
sebagai pengubahan aspek inti dari pengoperasian organisasi. Aspek-aspek inti
tersebut mencakup struktur, teknologi, budaya, kepemimpinan, tujuan, atau
personel dari suatu organisasi. Pengubahan terhadap elemen-elemen ini dapat
berkisar antara resktrukturisasi departemen tunggal hingga restrukturisasi
keseluruhan institusi atau instansi; pengenalan mesin baru hingga perubahan
lengkap pada cara pengaturan produksi; perubahan dalam pemikiran kelompok
atau departemen hingga pembenahan mendasar dari simbolisme institusi;
pergantian CEO atau pengenalan tim manajemen yang baru; pengenalan dari
produk atau layanan baru hingga pemikiran ulang dari cara mendasar penerapan
terpilih hingga ekspansi dari semua departemen. Bukan skala dari perubahan
tersebut yang penting, namun seberapa besar dampaknya dirasakan di dalam
organisasi (Mills, et al., 2009).
Berdasarkan beberapa definisi perubahan organisasi di atas, dapat
disimpulkan bahwa perubahan organisasi adalah pengubahan aspek-aspek dalam
organisasi, yang berkisar dari perubahan kecil hingga perubahan organisasi
keseluruhan, yang berdampak pada bagaimana organisasi melaksanakan
kegiatannya sehari-hari.
Dalam penelitian ini difokuskan pada perubahan mekanisme kerja
organisasi, yaitu perubahan dalam penggunaan sistem absen, dari absen manual
tanda tangan menjadi sistem absen mesin handkey. Menurut Schermerhorn, et al.,
(2002), organisasi memiliki berbagai mekanisme untuk mendapatkan informasi
yang berguna, salah satunya adalah menggunakan sistem teknologi informasi,
yang mana dalam penelitian ini adalah mesin handkey yang digunakan untuk
memuat data absen seluruh dosen dan karyawan di IAIN STS Jambi.
Robbins dan Judge (2012) mengidentifikasi enam kekuatan spesifik yang
bertindak sebagai stimulan dari perubahan, yaitu:
1) Sifat dari Angkatan Kerja (Nature of the workforce). Hampir semua organisasi
harus beradaptasi dalam lingkungan yang memiliki banyak budaya, perubahan
demografik, dan meningkatnya imigrasi dan outsourcing.
2) Teknologi. Teknologi terus-menerus mengubah pekerjaan dan organisasi.
Tidak sulit untuk membayangkan ide bahwa kantor dapat menjadi konsep
dan komputer mobile yang lebih murah dan lebih cepat serta muncul dan
tumbuhnya situs jaringan sosial (social networking sites).
3) Kejutan Ekonomi (Economic shocks). Sektor perumahan dan keuangan
baru-baru ini mengalami kejutan ekonomi yang luar biasa, menyebabkan adanya
eliminasi, kebangkrutan, atau akuisisi dari beberapa perusahan terkenal di
Amerika. Puluhan ribu pekerjaan hilang dan tidak pernah kembali. Setelah
bertahun-tahun turunnya jumlah kebangkrutan, resesi global menyebabkan
bangkrutnya beberapa produsen mobil, pengecer, dan beberapa organisasi
lainnya. Contohnya seperti bangkit dan jatuhnya pasar perumahan global dan
keruntuhan sektor finansial serta resesi global.
4) Kompetisi. Kompetisi adalah berubah. Kompetitor dapat muncul dari mana
saja. Organisasi yang berhasil akan cepat tanggap, mampu mengembangkan
produk baru dan memasarkannya dengan cepat. Dengan kata lain, mereka
akan fleksibel dan akan membutuhkan dunia kerja yang responsif dan
fleksibel pula. Contohnya seperti kompetitor global, merger dan konsolidasi,
serta meningkatnya regulasi perdagangan pemerintah.
5) Tren Sosial. Tren sosial tidak tetap statis. Konsumen yang biasanya saling
tidak mengenal, sekarang bertemu dan berbagi informasi produk di dalam
ruang chat atau halaman blog. Institusi harus terus-menerus menyesuaikan
produk dan strategi pemasaran untuk lebih sensitif terhadap perubahan tren
sosial. Contohnya seperti meningkatnya kesadaran lingkungan dan lebih
6) Politik Dunia. Pendukung terkuat globalisasi bahkan tidak dapat
membayangkan bagaimana politik dunia akan berubah dalam beberapa tahun
mendatang. Kita telah melihat seperangkat krisis finansial besar yang telah
mengguncang pasar global, peningkatan yang dramatis dalam kekuatan dan
pengaruh dari Cina, dan guncangan dramatis pada pemerintah sepanjang dunia
Arab. Melalui dunia industrialisasi, bisnis telah berada pada pengawasan baru,
terutama pada sektor perbankan dan finansial.
Perubahan organisasi terdiri dari dua tipe, yaitu perubahan internal yang
juga merupakan perubahan terencana, dan perubahan eksternal yang juga
merupakan perubahan tidak terencana.
1. Perubahan Internal
Perubahan internal juga merupakan perubahan yang terencana. Perubahan
terencana adalah aktifitas perubahan yang disengaja dan berorientasi tujuan .
Tujuan dari perubahan terencana yaitu berusaha untuk meningkatkan kemampuan
dari organisasi untuk beradaptasi pada perubahan di lingkungannya dan juga
berusaha untuk mengubah perilaku pegawai (Robbins & Judge, 2012).
Intensi dari perubahan terencana biasanya positif. Perubahan terencana
bermula dari dalam organisasi dan melibatkan perubahan yang bertujuan meraih
hal-hal yang sebelumnya belum dapat diraih atau meraih tujuan dengan lebih
efektif, lebih efisien, atau lebih memuaskan. Perubahan terencana melibatkan
tahap-tahap terencana yang diambil dari inisiatif dari organisasi itu sendiri.
Perubahan dapat digunakan sebagai respon untuk mengatasi masalah yang ada.
pemegang kekuasaan, pegawai, dan publik dapat mengambil manfaat dari hasil
perubahan. Semua kelompok dapat mengambil manfaat secara bersamaan.
Namun, ada kalanya ketika perubahan dapat muncul sebagai manfaat hanya untuk
satu kelompok saja (Harris & Hartman, 2002).
2. Perubahan Eksternal
Ada waktunya ketika perubahan disebut sebagai hasil dari faktor eksternal dari
organisasi. Perubahan tersebut mungkin hasil dari faktor ekonomi, teknologi,
hukum, atau sosial. Faktor-faktor ini sering manghasilkan perubahan tak
terencana, yaitu perubahan yang tidak terprediksi (Harris & Hartman, 2002).
Kondisi ekonomi dapat menyebabkan pekerjaan diciptakan atau
dihilangkan. Pegawai baru dipekerjakan atau pegawai lama diberhentikan.
Organisasi mengalami downsizing atau organisasi melakukan merger. Sumber
daya dikuras habis atau surplus diciptakan. Lama pegawai bekerja lebih sedikit
atau individu dibutuhkan untuk bekerja melebihi waktu yang mereka inginkan.
Beberapa perkembangan teknologi akhir-akhir ini, seperti komputer, memiliki
dampak yang signifikan di tempat kerja. komputer dapat mendesain, mengamati,
dan mengatur proses kerja dalam cara yang hampir tanpa batas. Komputer telah
diinstal pada robot, yang mana mengganti buruh manusia di berbagai tempat.
Komunikasi menjadi cepat dan instan pada basis seluruh dunia (Harris &
Hartman, 2002).
Psikolog Kurt Lewin (dalam Schermerhorn, et al., 2002) menyatakan
bahwa usaha perubahan apapun dipandang sebagai proses dengan tiga fase yang
dengan baik agar perubahan dapat berhasil. Ia juga menyatakan bahwa kita dapat
menjadi asyik dengan fase changing dan mengabaikan pentingnya fase unfreezing
dan freezing.
1. Fase Unfreezing
Pada model Lewin, unfreezing adalah tanggung jawab manajerial dalam
mempersiapkan situasi untuk berubah. Ini melibatkan pembuktian sikap dan
perilku yang keliru untuk membuat perasaan ingin sesuatu yang baru. Unfreezing
difasilitasi oleh tekanan lingkungan, kinerja yang menurun, pengenalan masalah,
atau kesadaran bahwa orang lain telah menemukan cara yang lebih baik, dan hal
lainnya. Banyak perubahan yang tidak pernah dicoba atau mereka gagal hanya
karena dimulai dengan situasi yang tidak ‘dicairkan’ dengan benar. Ketika
manajer gagal untuk mengawasi lingkungan mereka, menyadari tren yang penting,
atau merasakan kebutuhan untuk berubah, organisasi mereka pelan-pelan dapat
menderita dan menghilangkan sisi kompetitif mereka. Walaupun ada sinyal yang
menunjukan bahwa perubahan dibutuhkan, mereka tidak sadar atau memberikan
perhatian khusus hingga semuanya terlambat. Sebaliknya, organisasi yang terbaik
dipimpin oleh orang-orang yang selalu waspada dan memahami pentingnya
“unfreezing” dalam proses perubahan.
2. Changing
Tahap changing melibatkan pengambilan tindakan untuk memodifikasi situasi
dengan mengubah hal-hal, seperti orang, tugas, struktur, atau teknologi dari
organisasi. Lewin mempercayai bahwa banyak agen perubahan cenderung pada
hal-hal secara premature atau terlalu cepat. Walaupun intensi mereka mungkin
benar, namun situasinya belum disiapkan untuk perubahan dengan benar. Hal ini
sering menyebabkan kegagalan. Mengubah sesuatu cukup sulit dalam situasi
apaun, apalagi tanpa fondasi yang kuat.
3. Refreezing
Tahap akhir dari proses perubahan terencana adalah refreezing. Dirancang untuk
mempertahankan momentum dari suatu perubahan dan pada akhirnya
dilembagakan sebagai bagian dari rutin normal, refreezing mengamankan manfaat
penuh dari perubahan yang tahan lama. Refreezing melibatkan penguatan secara
positif hasil yang dinginkan dan menyediakan dukungan lebih ketika menghadapi
kesulitan. Ini melibatkan evaluasi kemajuan dan hasil, dan menilai biaya dan
manfaat dari perubahan. Hal ini membolehkan dibuatnya modifikasi dalam
perubahan untuk meningkatkan keberhasilan dari waktu ke waktu. Ketika
semuanya tidak selesai dan tahap refreezing dilupakan, perubahan sering
diabaikan setelah waktu yang singkat atau tidak diimplementasikan secara utuh.
B. Definisi Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Kesiapan, yang mana serupa dengan konsep unfreezing dari Lewin, direfleksikan
pada kepercayaan, sikap, dan intensi anggota organisasi mengenai jangkauan
dimana perubahan dibutuhkan dan kapasitas organisasi untuk membuat perubahan
tersebut berhasil. Kesiapan adalah pelopor kognitif terhadap perilaku, baik
resisten atau mendukung usaha perubahan (Armenakis, et al., 1993). Sedangkan
adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela dan
siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi.
Menurut Holt, et al. (dalam Rafferty, et al., 2013), kesiapan akan
perubahan adalah jangkauan dimana secara kognitif dan secara emosional
cenderung untuk menerima, merangkul, dan mengadopsi rencana khusus yang
dengan sengaja mengubah keadaan yang tetap. Sedangkan menurut Eby, et al.
(dalam Rafferty, et al., 2013), kesiapan akan perubahan dikonseptualisasikan
dalam istilah persepsi individual mengenai aspek khusus dari lingkungannya—
jangkauan dimana organisasi dirasakan siap mengambil perubahan yang berskala
besar. Kesiapan akan perubahan organisasi merefleksikan kenyataan penafsiran
yang unik dari individual mengenai organisasi.
Kesiapan melibatkan kebutuhan akan perubahan yang terlihat, perasaan
kemampuan seseorang untuk mencapai perubahan dengan berhasil dan suatu
kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses perubahan (Cunningham, et al.,
dalam Rafferty, et al., 2013). Menurut Jones, et al., (dalam Rafferty, et al., 2013),
gagasan dari kesiapan akan perubahan dapat didefinisikan sebagai jangkauan
dimana pegawai memegang pandangan positif mengenai kebutuhan akan
perubahan organisasi (contohnya penerimaan perubahan), serta jangkauan dimana
pegawai mempercayai bahwa perubahan tersebut mungkin memiliki implikasi
positif untuk diri mereka dan organisasi yang lebih luas.
Hanpachern (dalam Holt, 2003) mengimplikasikan bahwa kesiapan dapat
dievaluasikan dengan menilai intensi spesifik dari target perubahan untuk ikut
mengukur sejauh mana responden bersedia untuk promote
(memajukan/mempromosikan), participate in (ikut berpartisipasi), atau or resist
(menentang)perubahan organisasi.
Berdasarkan definisi kesiapan dalam menghadapi perubahan dari berbagai
tokoh yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan dalam
menghadapi perubahan adalah jangkauan dimana secara kognitif dan secara
emosional rela dan siap untuk mencapai perubahan dengan berhasil dan
berpartisipasi dalam proses perubahan.
Dengan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka definisi tentang kesiapan
dalam menghadapi perubahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
dari Hanpachern (dalam Holt, 2003), yang menjelaskan bahwa kesiapan dalam
menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis,
dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan
organisasi.
2.1.2Dimensi dan Pengukuran Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Menurut Hanpachern (dalam Holt, 2003) dimensi-dimensi dari kesiapan dalam
menghadapi perubahan adalah (1) promoting change, dimana individu
mempromosikan dan memajukan program-program perubahan yang terjadi; (2)
participating change, dimana individu ikut berpartisipasi dalam program
perubahan; dan (3) resisting change, dimana individu enggan dan menunjukkan
Untuk mengetahui kesiapan dalam menghadapi perubahan pada individu
dapat digunakan beberapa alat ukur. Salah satunya adalah The Readiness for
Change Questionaire milik Holt (2003).
Alat ukur lainnya adalah TheReadiness for Change Scale yang digunakan
untuk mengukur perubahan . Skala ini dikembangkan oleh Hanpachern (1997).
Skala ini berisi 14 item yang bertujuan untuk mengukur tiga dimensi dari kesiapan
menghadapi perubahan, yaitu promoting change, participating change, dan
resisting change. Inti dari skala ini adalah respon-respon individu pada item-item
pada skala ini merefleksikan sejauh mana responden bersedia untuk memudahkan
proses perubahan yang terjadi.
Dalam penelitian ini digunakan alat ukur dari Hanpachern (1997) sesuai
dengan teori dari Hanpachern mengenai kesiapan dalam menghadapi perubahan.
2.1.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Kanter (dalam Hanpachern, 1998) menyatakan bahwa untuk partisipasi perubahan
yang sesuai, penting untuk memiliki individu yang ingin dan siap untuk terlibat
dalam proses. Metode partisipatif tampaknya akan berhasil hanya ketika
orang-orang terbuka dan siap akan perubahan. McNabb dan Sepic (dalam Hanpachern,
1998) menyatakan bahwa budaya organisasi dan iklim operasi mempengaruhi
kesiapan menghadapi perubahan.
Rafferty, et al., (2013) mengungkapkan bahwa evaluasi keseluruhan dari
seorang individu bahwa ia siap untuk menghadapi perubahan organisasi
1. Keyakinan individu (a) bahwa perubahan itu diperlukan, (b) bahwa ia
memiliki kemampuan untuk berhasil dalam melaksanakan perubahan, dan (c)
bahwa perubahan akan memiliki hasil yang positif bagi pekerjaannya.
2. Tanggapan emosional afeksi yang positif saat ini dan yang berorientasi pada
masa depan terhadap suatu perubahan tertentu.
Dari ulasan yang dilakukan oleh Rafferty, et al., (2013) diungkapkan
anteseden dari kesiapan untuk berubah secara kognitif dan afektif. Pada analisis
tingkat individual, ulasan mereka mengusulkan bahwa penggunaan yang efektif
dari proses manajemen perubahan, mencakup komunikasi, partisipasi, dan
kepemimpinan, akan berhubungan secara positif dengan keyakinan positif
mengenai perubahan dan dengan afek positif tentang perubahan, yang mana akan
berkontribusi kepada evaluasi keseluruhan yang positif pula bahwa seseorang siap
dalam menghadapi perubahan. Selain itu, ulasan ini juga mengindikasikan bahwa
karyawan yang menampilkan ciri psikologis yang positif (contohnya konsep diri
yang positif dan toleransi terhadap resiko) akan melaporkan lebih banyak
keyakinan positif dan respon afektif terhadap perubahan, yang mana akan
berkontribusi pada penilaian evaluatif keseluruhan yang positif pula bahwa
seseorang siap dalam menghadapi perubahan.
2.2Persepsi Kepemimpinan Transformasional
Perilaku di tempat kerja tidak hanya merupakan hasil dari kebutuhan dan
dorongan dari orang-orang yang terlibat, melainkan juga hasil dari persepsi
mereka. Pegawai memiliki persepsi mengenai diri mereka sendiri, orang-orang di
sekitar mereka, peran-peran yang dimainkan, dan sebagainya. Persepsi-persepsi
ini mempengaruhi pandangan dan tindakan para pegawai.
Harris dan Hartman (2002) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman
sensori dimana seorang individu mengamati suatu perilaku, peristiwa, atau
kondisi, kemudian membentuk intrpretasi dari faktor-faktor yang diamati tersebut,
dan selanjutnya membangun sikap serta membolehkan observasi terebut sebagai
faktor yang mempengaruhi perilaku individu tersebut. Persepsi diraih dari semua
aspek dari lingkungan individu, seperti diri sendiri, orang lain, komponen
produksi, pelanggan, masyarakat umum, dan sebagainya. Objek di lingkungan
dapat berubah secara terus menerus, maka dari itu persepsi pasti terus terjadi
pembaruan.
Menurut Robbins dan Judge (2012), persepsi adalah proses dimana
individu-individu mengatur dan menginterpretasikan impresi sensori mereka
untuk memberikan arti pada lingkungannya. Walaupun begitu, apa yang kita
persepsikan pada hakekatnya dapat berbeda dari kenyataan objektifnya.
Sedangkan menurut Schermerhorn, et al., (2002), persepsi adalah proses
dimana orang-orang memilih, mengatur, menginterpretasikan, mendapatkan
kembali, dan merespon pada informasi-informasi di sekitar mereka. Persepsi
adalah jalan untuk membentuk impresi mengenai diri sendiri, orang lain, dan
informasi-informasi datang sebelum persepsi tersebut memiliki efek pada
orang-orang. Karena persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor, orang yang berbeda
mungkin memberikan persepsi yang berbeda pula pada suatu situasi yang sama.
Sejak orang-orang berperilaku berdasarkan persepsi mereka, konsekuensi dari
perbedaan ini dapat berpengaruh besar pada apa yang terjadi nantinya.
Berdasarkan dari definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah proses dimana individu mengamati suatu perilaku, peristiwa, atau
kondisi untuk memberikan impresi mengenai diri sendiri, orang lain, dan
pengalaman hidup sehari-hari. Dalam penelitian ini, yang dipersepsikan adalah
kepemimpinan transformasional pimpinan di IAIN Sultan Thaha Saifudin Jambi.
B. Definisi Kepemimpinan
Robbins dan Judge (2012) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian dari visi atau seperangkat
tujuan. Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk
efektifitas yang optimal. Saat ini dibutuhkan pemimpin untuk menantang keadaan
yang tetap, menciptakan visi masa depan, dan menginspirasi anggota organisasi
untuk ingin mencapai visi tersebut. Juga dibutuhkan manajer untuk membuat
rencana yang detail, menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi
operasional dari hari ke hari.
Bavelas (dalam Sadler, 2003) menggambarkan perbedaan antara
kepemimpinan sebagai proses dan kepemimpinan sebagai kualitas pribadi. Namun,
ada arti lainnya; kepemimpinan juga sebagai suatu peran dalam kelompok dan
atas nasib dari suatu negara atau suatu institusi. Jika dilihat lebih dalam terhadap
kepemimpinan sebagai proses, dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
1. Prosesnya melibatkan hal-hal, seperti pengaruh, perilaku teladan dan persuasi.
2. Melibatkan interaksi antara para pelaku tindakan yang keduanya adalah
pemimpin dan pengikut.
3. Sifat dari interaksi tersebut terpengaruh oleh situasi disekitarnya.
4. Prosesnya memiliki berbagai hasil, yang mayoritas adalah pencapaian tujuan,
namun juga hasil menengah seperti komitmen individu terhadap tujuan
tertentu, peningkatan kohesi kelompok, penguatan atau perubahan dari budaya
organisasi.
Kepemimpinan juga didefinisikan sebagai proses oleh beberapa ahli
lainnya. Menurut Drath dan Palus (dalam Yukl, 2008), kepemimpinan adalah
proses menalar apa yang dilakukan orang bersama-sama sehingga orang akan
memahami dan berkomitmen. Smircich dan Morgan (dalam Yukl, 2008) ikut
mengungkapkan bahwa kepemimpinan disadari dalam proses dimana satu atau
lebih individu sukses dalam upaya untuk membingkai dan menetapkan realitas
orang lain. Sedangkan menurut Rauch dan Behling (dalam Yukl, 2008),
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas dari suatu
kelompok yang terorganisir menuju pencapaian tujuan.
Kepemimpinan yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
diutarakan oleh Schein (dalam Yukl, 2008) bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan untuk melangkah keluar budaya dan untuk memulai proses
mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang individu
untuk mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain untuk
berkontribusi menuju keefektifan dan keberhasilan suatu organisasi.
Definisi lain yang mengungkapkan kepemimpinan sebagai perilaku adalah
dari Hemphill dan Coons (dalam Yukl, 2008) yang mendefinisikan kepemimpinan
sebagai perilaku dari seorang individu dalam mengarahkan aktifitas-aktifitas
sebuah kelompok menuju tujuan bersama.
Berdasarkan dari definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu untuk mempengaruhi,
memotivasi, mengarahkan aktifitas-aktifitas sebuah kelompok menuju tujuan
bersama.
C. Definisi Kepemimpinan Transformasional
Teori kepemimpinan transformasional sangat dipengaruhi oleh James McGregor
Burns (dalam Yukl, 2008), yang menulis buku terlaris tentang kepemimpinan
politik. Burns membandingkan kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan yang transformasional tertarik pada
nilai moral dari pengikutnya dalam upaya agar meningkatkan kesadaran mereka
mengenai masalah-masalah etika dan agar menggerakkan tenaga dan sumber daya
mereka untuk membangun institusi. Kepemimpinan yang transaksional
memotivasi pengikutnya dengan tertarik pada kepentingan pribadi mereka dan
saling bertukar manfaat. Bagi pemimpin institusi, kepemimpinan transaksional
berarti menyediakan gaji dan tunjangan lainnya sebagai imbalan atas usaha kerja
Setelah ide dari Burns tersebut, terdapat penelitian yang lebih empiris dari
versi tersebut yang diformulasikan oleh Bass (dalam Yukl, 2008) dibandingkan
peneliti lainnya. Inti dari teori ini adalah perbedaan antara kepemimpinan
transformasional dan transaksional. Dua tipe kepemimpinan dijelaskan dalam hal
perilaku komponen yang digunakan dalam mempengaruhi pengikut dan efek dari
pemimpin pada pengikutnya. Pada kepemimpinan transformasional, para pengikut
merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan rasa hormat terhadap
pemimpinnya, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang
diekspektasikan. Menurut Bass, pemimpin mengubah dan memotivasi
pengikutnya dengan (1) membuat mereka lebih sadar akan pentingnya hasil dari
tugas, (2) mendorong mereka untuk melampaui kepentingan pribadi mereka demi
organisasi atau tim, dan (3) mengaktifkan kebutuhan tingkat tinggi mereka.
Sebaliknya, kepemimpinan transaksional melibatkan proses pertukaran yang
mungkin menghasilkan kepatuhan pengikut terhadap permintaan pemimpin
namun tidak mungkin membangkitkan antusiasme dan komitmen pada sasaran
tugas. Bagi Bass, kepemimpinan transformasional dan transaksional adalah proses
yang berbeda, namun tidak saling eksklusif.
Kouzes dan Posner (dalam Abu-Tineh, et al., 2008) menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan suatu kumpulan praktek dan perilaku
yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai
prestasi mereka dan melakukan hal-hal yang luar biasa.
Kepemimpinan transformasional melibatkan perubahan dengan memimpin
mengamati situasi terlebih dahulu untuk melihat bagaimana kinerja sehari-hari
terlaksana. Pemimpin kemudian bertanggung jawab untuk meningkatan kinerja ke
tingkat yang lebih tinggi. Peran pemimpin ini mengkomunikasikan ekspektasi
kinerja yang lebih tinggi, melihat pelatihan dan perlengkapan tersedia, dan
membantu individu untuk dapat merasa mampu bekerja di tingkat yang lebih
tinggi. Pemimpin juga meningkatkan tingkat motivasi pegawai (Harris &
Hartman, 2002).
Berdasarkan definisi kepemimpinan transformasional di atas, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kumpulan praktek dan
perilaku bagi pemimpin dalam mengubah dan memotivasi bawahannya menuju
tingkat kinerja yang lebih tinggi dalam mencapai tujuan organisasi bersama.
Dengan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka definisi tentang
kepemimpinan transformasional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
dari Kouzes dan Posner (dalam Abu-Tineh, et al., 2008), yang menjelaskan bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan suatu kumpulan praktek dan perilaku
yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai
prestasi mereka dan melakukan hal-hal yang luar biasa.
2.2.2Dimensi Kepemimpinan Transformasional
Formulasi asli dari teori kepemimpinan milik Bass (dalam Yukl, 2008) mencakup
tiga tipe perilaku transformasional: idealized influence, intellectual stimulation,
dan individualized consideration.
1. Idealized influence adalah perilaku yang memicu emosi dan identifikasi
dedikasi, dan membuat pengorbanan diri untuk memberikan keuntungan pada
bawahannya adalah contoh dari tipe perilaku ini.
2. Intellectual stimulation adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran
bawahan akan masalah-masalah dan mempengaruhi bawahan untuk melihat
masalah dari perspektif yang baru.
3. Individualized consideration berisi pemberian dukungan, dorongan, dan
pembinaan pada para bawahan.
Revisi dari teori ini menambahkan perilaku transfomasional lainnya yang disebut
“inspirational motivation,” yang isinya mengkomunikasikan suatu visi yang
menarik, dan menggunakan simbol-simbol untuk fokus pada usaha bawahan (Bass
& Avolio, dalam Yukl, 2008).
Kouzes dan Posner (dalam Abu-Tineh, et al., 2008) menyatakan bahwa
kepemimpinan bukanlah sebuah posisi, melainkan koleksi dari praktek dan
perilaku. Praktek ini tersaji sebagai pedoman bagi pemimpin untuk meraih
pencapaian atau memperoleh hal-hal yang luar biasa. Praktek ini terlihat menjadi
komponen penting dari konsep kepemimpinan transformasional. Kouzes dan
Posner mengembangkan model kepemimpinan yang memiliki lima elemen, yaitu
sebagai berikut:
1. Challenging the Process
Challenging the process adalah jalan hidup bagi pemimpin transformasional. Baik
dengan membuat ide baru atau menyadari dan mendukung ide baru, pemimpin
menunjukkan keinginan untuk menantang sistem agar mengubah ide ini menjadi
mencari kesempatan menantang yang menguji keahlian dan kemampuan mereka
dan mencari cara inovatif untuk meningkatkan organisasi mereka. Pemimpin
transformasional berkeinginan untuk mengubah keadaan yang ada. Mereka
bereksperimen dan mengambil resiko dengan pendekatan baru. Bagi mereka,
belajar adalah perilaku seumur hidup. Agar berhasil, pemimpin harus siap untuk
membuat kesalahan karena setiap langkah yang salah membuka pintu ke
kesempatan baru. Mereka belajar dari kesalahan mereka daripada menyalahkan
orang lain (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
2. Inspiring a Shared Vision
Inspiring a shared vision adalah penting untuk membawa orang-orang di
organisasi manapun bersama-sama membantu perkembangan komitmen menuju
masa depan bersama yang diinginkan. Pemimpin transformasional percaya bahwa
mereka dapat membuat perbedaan dengan membayangkan masa depan dan
menciptakan gambaran yang unik dan ideal dari apa organisasi akan menjadi.
Mereka menginspirasikan visi tersebut pada pengikut mereka dengan pandangan
yang positif dan penuh harapan. Mereka mengeluarkan antusiasme dan semangat
untuk visi umum dari orang lain melalui penggunaan keaslian dan keahlian dari
metaphor, symbol, bahasa positif, dan energi personal (Kouzes & Posner, dalam
Abu-Tineh, et al., 2008).
3. Enabling Others to Act
Enabling others to act adalah memelihara kolaborasi dan pemberdayaan,
melibatkan orang lain dalam perencanaan dan memberikan mereka kebebasan
untuk melakukan pekerjaan mereka dan untuk menyadari potensi penuh mereka.
Pemimpin transformasional berjuang untuk menciptakan atmosfer kepercayaan
dan martabat manusia dan untuk membantu setiap orang untuk merasa mampu
dan kuat. Mereka mempertimbangkan kebutuhan dan ketertarikan dari orang lain
dan membiarkan mereka merasa seperti memikul kepemilikan dan tanggung
jawab pada organisasi (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
4. Modeling the Way
Pemimpin transformasional menetapkan contoh dan membangun komitmen
melalui tindakan sehari-hari yang membuat kemajuan dan momentum. Mereka
menciptakan program hebat da kemudian menetapkan contoh kepada yang lainnya.
(Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
5. Encouraging the Heart
Pemimpin transformasional memainkan peran khusus dalam mnghargai
pencapaian individu atau kelompok, karena mereka adalah pribadi yang paling
menonjol di dalam organisasi dan mengabdi sebagai peran teladan. Dengan
merayakan pencapaian bersama-sama, pemimpin memberi kesempatan
orang-orang merasa bahwa mereka adalah bagian dari kelompok dan bagian dari sesuatu
yang signifikan. Ketika pemimpin mendorong pegawai mereka melalui rekognisi
dan perayaan, mereka menginspirasi mereka untuk bekerja lebih baik lagi (Kouzes
& Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
2.2.3Pengukuran Kepemimpinan Transformasional
Untuk mengetahui kepemimpinan transformasional pada individu dapat
Avolio (1991) yaitu Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). Alat ukur ini
berisi pernyataan dengan pilihan ganda dan pilihan isian.
Alat ukur lainnya yaitu The Leadership Practices Inventory digunakan
untuk mengukur kepemimpinan transformasional. Skala ini dikembangkan oleh
Kouzes dan Posner (1995). Skala ini berisi 30 item yang bertujuan untuk
mengukur lima dimensi kepemimpinan transformasional dari model
kepemimpinan yang dikemukakan oleh Kouzes dan Posner (1995), yaitu
challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the
way, dan encourage the heart.
Dalam penelitian ini digunakan alat ukur milik Kouzes dan Posner, sesuai
dengan teori mereka mengenai kepemimpinan transformasional.
2.3Faktor Demografik
Faktor demografik yang digunakan dalam penelitian ini adalah jabatan kerja,
jumlah tanggungan, usia, dan jenis kelamin. Dalam penelitian Hanpachern, et al.
(1998) diungkapkan bahwa faktor demografik yaitu jenis posisi jabatan kerja
terbukti mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan
organisasi. Karyawan yang bekerja di posisi managerial lebih siap menghadapi
perubahan dibandingkan karyawan di posisi operasional (Hanpachern et al, 1998).
Selain itu, dalam penelitian Shah dan Shah (2010) diungkapkan bahwa
faktor demografi yaitu jumlah tanggungan yang dimiliki seorang karyawan
yang memiliki lebih banyak tanggungan merasa lebih terbuka dan siap dalam
menghadapi perubahan organisasi (Shah & Shah, 2010).
Dalam penelitian ini ditambahkan usia dan jenis kelamin sebagai bagian
dari faktor demografik sesuai dengan teori demografik dari Robbins dan Judge
(2012). Menurut Robbins dan Judge (2012), demografi organisasi merupakan
tingkat dimana anggota unit kerja mempunyai atribut demografik yang umum,
seperti umur, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan, atau lama bekerja di
organisasi.
2.4Kerangka Berpikir
Kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu secara
mental, psikologis, dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas
perkembangan organisasi (Hanpachern, dalam Holt, 2003). Salah satu faktor yang
mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan adalah
kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional adalah koleksi dari praktek dan perilaku
yang tersaji sebagai pedoman bagi pemimpin untuk meraih pencapaian atau
memperoleh hal-hal yang luar biasa (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al.,
2008). Di dalam kepemimpinan transformasional ini terdapat lima dimensi, yaitu:
challenging the process, inspiring a shared vision, enabling others to act,
modeling the way, dan encouraging the heart.
Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan challenging the process
resiko sehingga para karyawannya akan lebih siap. Pemimpin yang memiliki sikap
kepemimpinan inspiring a shared vision akan memberikan gambaran yang ingin
dicapai organisasi pada masa depannya. Dengan memberikan gambaran masa
depan yang positif dan menguntungkan, maka para karyawan akan lebih siap
dalam menghadapi perubahan. Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan
enabling others to act akan lebih demokratis dan memberikan kebebasan bagi
karyawannya untuk bekerja sesuai cara mereka masing-masing. Dengan ini
karyawan tidak akan merasa diatur dan terkekang sehingga karyawan akan lebih
mudah dan siap dalam menghadapi perubahan. Pemimpin yang memiliki sikap
kepemimpinan modeling the way akan membangun komiten dan memberikan
contoh teladan pada karyawannya. Dengan itu, para karyawan akan memahami
dan menteladani sikap yang dimiliki oleh pemimpin dan lebih siap dalam
menghadapi perubahan. Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan
encouraging the heart selalu merekognisi pencapaian dari masing-masing
karyawannya. Dengan itu, karyawan akan merasa dihargai atas usahanya dan akan
merasa terlibat dalam organisasi sehingga para karyawan tersebut akan merasa
siap dalam menghadapi perubahan.
Kemudian faktor lain yang juga mempengaruhi kesiapan karyawan dalam
menghadapi perubahan adalah faktor demografik. Faktor demografik adalah
ukuran, distribusi territorial, dan komposisi populasi dari tingkat perubahan,
kematian, perpindahan daerah, dan mobilitas sosial (perubahan status) (Hauser &
Duncan, dalam Micklin & Poston, 2005). Dari faktor demografik ini, digunakan
yang dimiliki karyawan tersebut serta usia dan jenis kelaminnya. Diperkirakan
bahwa dari jenis jabatan kerja dosen dan karyawan, dosen yang lebih siap dalam
menghadapi perubahan, karena dosen lebih terbuka terhadap situasi yang baru dan
lebih mudah beradaptasi. Dalam penelitian ini juga diperkirakan bahwa semakin
banyak jumlah tanggungan yang dimiliki akan semakin besar tingkat kesiapan
dalam menghadapi perubahan, karena adanya pengeluaran yang semakin besar
akan membuat karyawan lebih terbuka akan kesempatan untuk organisasi menjadi
lebih maju.
[image:47.595.111.515.237.683.2]Berikut ini adalah skema kerangka berpikir:
2.5Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang akan dianalisis pengaruhnya.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kesiapan dalam menghadapi
perubahan mekanisme kerja organisasi sedangkan variabel independen adalah
kepemimpinan transformasional dan faktor demografik.
1. Hipotesis Mayor
H1 : Ada pengaruh dari kepemimpinan transformasional dan faktor demografik
terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja
organisasi.
2. Hipotesis Minor
H2 : Ada pengaruh dimensi challenge the process dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
mekanisme kerja organisasi.
H3 : Ada pengaruh dimensi inspire a shared vision dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
mekanisme kerja organisasi.
H4 : Ada pengaruh dimensi enable others to act dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
mekanisme kerja organisasi.
H5 : Ada pengaruh dimensi model the way dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
H6 : Ada pengaruh dimensi encourage the heart dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
mekanisme kerja organisasi.
H7 : Ada pengaruh dari jenis jabatan kerja terhadap kesiapan dalam
menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H8 : Ada pengaruh dari jumlah tanggungan terhadap kesiapan dalam
menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H9 : Ada pengaruh dari usia terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
mekanisme kerja organisasi.
H10 : Ada pengaruh dari jenis kelamin terhadap kesiapan dalam menghadapi
Dalam bab ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel, variabel-variabel
penelitian dan definisi operasionalnya, instrumen penelitian, pengujian validitas
konstruk, dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian.
3.1Target Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3.1.1Target Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dan dosen IAIN STS Jambi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 122 orang.
3.1.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan nonprobability sampling.
Dalam desain nonprobability sampling, elemen-elemen dalam populasi tidak
memiliki kemungkinan pasti untuk dipilih sebagai subjek sampel. Ini berarti
bahwa penemuan dari penelitian sampel tidak dapat digeneralisasikan pada
populasi (Sekaran, 2003).
3.2Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
2. Kepemimpinan Transformasional
a. Dimensi Challenge the Way
b. Dimensi Inspire a Shared Vision
c. Dimensi Enable Others to Act
d. Dimensi Model the Way
e. Dimensi Encourage the Heart
3. Faktor Demografik
a. Jenis Posisi Jabatan Kerja
b. Jumlah Tanggungan
c. Usia
d. Jenis Kelamin
Adapun yang dijadikan variabel terikat (Dependent Variable) adalah
kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan, dimana yang menjadi variabel
bebas (Independent Variable) adalah kepemimpinan transformasional dan faktor
demografik.
3.2.2Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini, definisi operasional yang digunakan variabel yaitu kesiapan
karyawan dalam menghadapi perubahan, kepemimpinan transformasional dan
faktor demografik adalah sebagai berikut:
1. Kesiapan Karyawan dalam Menghadapi Perubahan
Kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana
individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela, siap, dan prima untuk
tiga dimensi, yaitu high promoting change, high participating change, dan low
resisting change (Hanpachern, dalam Holt, 2003).
2. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional merupakan suatu kumpulan praktek dan
perilaku yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk
mencapai prestasi mereka atau un