LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi Combustio/ Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar : 1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini , spesialistik serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).
B. Epidemiologi
C. Etiologi Combustio/ Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. 6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
D. Faktor Predisposisi 1. Kecelakaan kerja
2. Pemakaian kosmetik berbahan kimia berbahaya 3. Kelalaian saat bekerja
4. Akibat berjemur
E. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar 1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api b. Luka bakar karena air panas c. Luka bakar karena bahan kimia d. Luka bakar karena listrik e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) 2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada 2:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % 3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum. c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi 6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :
a. Wallace Rule of Nine (Adult)
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
b. Rule of Nine (Child)
1) Kepala dan leher : 14%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 16% : 32%
Total : 100%
c. Rule of Nine (Infant)
1) Kepala dan leher : 18%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 14% : 28%
Gambar ilustrasi Rule of Nine
d. Diagram
F. Fase Combustio/Luka Bakar 1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme. 3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
G. Patofisiologi
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Pathway
1. Termis Radiasi Listrik/petir
Bahan Kimia
Resiko infeksi
Nyeri akut
Hambatan mobilitas fisik
Peningkatan pembuluh darah kapiler
COmengikat Hb Oedema laring
Ektravasasi cairan (H2O, Elektrolit, protein)
Kekurangan volume cairan
Hipovolemia dan hemokonsentrasi
Gangguan sirkulasi makro
Gangguan perfusi organ penting sirkulasi selulerGangguan
Imun MULTI SISTEM ORGAN FAILURE
Masalah Keperawatan:
H. Manifestasi Klinis
Terbakar oleh
nyala api
dalam waktu 2–3 minggu
Pembentukan
parut dan depigmentasi
Derajat Tiga
Hilangnya jari tangan atau ekstermitas dapat terjadi
I. Perubahan Fisiologis Pada Combustio
Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran
Fungsi renal. Aliran darah renal
berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan
cairan oedem. minggu). karena fungsi renal berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak
kembali ke dalam sel, K+ terbuang
Kadar protein. Kehilangan protein
ke dalam jaringan akibat kenaikan dari produk akhir, fungsi renal
Respon stres. Terjadi karena
peningkatan produksi cortison.
berkurang. berlangsung lama
dan terancam psikologi pribadi.
Eritrosit Terjadi karena
panas, pecah
Lambung. Curling ulcer
(ulkus pada gaster),
Akut dilatasi dan paralise usus.
Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x
lipat, merupakan sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok septic.
CO menurun.
J. Prognosis
Orang yang berusia sangat muda dan tua memilki resiko mortalitas yang tinggi sesudah mengalami luka bakar. Peluang untuk bertahan hidup lebih besar pada anak–anak yang berusia diatas 5 tahun dan pada orang dewasa yang berusia 40 tahun atau kurang. Cedera inhalasi yang menyertai luka bakar sendiri akan memperberat prognosis pasien. Hasil akhir tergantung pada dalamnya dan luasnya luka bakar disamping pada status kesehatan sebelum luka bakar serta usia pasien. (Smeltzer, 2001)
K. Penatalaksanaan Luka Bakar
bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah atau kering. Penambahan obat topikal dapat juga diindikasikan. Luka bakar berat memerlukan debridement luka dan transplantasi kulit.
Menurut R. Sjamsuhidajat (2010) penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar sebagai berikut:
1. Mematikan sumber api
2. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh (menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air).
3. Merendam atau mengaliri luka dengan air.
4. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
5. Rujuk ke Rumah Sakit
6. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus. 7. Resusitasi
Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas. Namun bila terjadi syok segera di lakukan resusitasi CAB
a) Pernafasan:
1) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi
bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas b) Sirkulasi
gangguan permeabilitas kapiler cairan dari intravaskuler pindah ke ekstravaskuler hipovolemi relatif syok ATN (acute tubular necrosis) gagal ginjal.
a. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment,
ataupun yodium providon.
b. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien tidak sadar (HTCL) / Jaw thrust. Bila sumbatan oleh karena secret lakukan suction.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofaringeal airway.
3) Pembedahan (krikotiroidotomi) bila indikasi trauma inhalasi /gagal intubasi.
c. Breathing/Pernapasan 1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding thoraks. 3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
8. Infus, kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka. 9. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus yang direkomendasikan oleh Envans, yaitu:
Dewasa : Baxter ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. ) Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 ) 2 cc x BB x % LB. Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama ½ diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua :
Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt. Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
10. Monitor urine dan CVP. 11. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. b. Tulle (sofratulle): gauze dilapisi antibiotic topical.
c. Silver sulfa diazin tebal. d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor. 12. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine) d. Antasida : kalau perlu
L. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera.
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
d. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. e. Elektrolit serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. g. Albumin serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN/Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Alkali fosfatase: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial/ gangguan pompa natrium.
j. Kultur luka: data dasar dan diulang secara periodik.
k. Urine Lengkap: Warna hitam kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin.
2. Rontgen: Foto Thorax, dll (mengetahui adanya edema paru dll) 3. Scan Paru : dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
4. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia, terutama pada luka bakar listrik.
5. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.
M. Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. 4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus
merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dapat mengakibatkan nausea. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah occulta (samar) dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan; haluaran urine, curah jantung, tekanan vena sentral, perubahan tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO) A. PENGKAJIAN
1. Data biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar, agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalahgunaan obat dan alcohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
d. Gerak dan Aktifitas :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya infeksi
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri.
h. Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien terhadap penyakitnya
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher 1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila suplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas
(kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah
(kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka bakar.
C. Perencanaan Keperawatan Diagnosa
Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Kekurangan
volume cairan
NOC
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status: Food and Fluid Intake Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC
Fluid Management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
Monitor vital sign Monitor masukan
makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
Kolaborasikan pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Dorong masukan oral Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
Kolaborasi dengan dokter Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi Hypovolemia Management
Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan hematokrit
Monitor tanda vital Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan Monitor berat badan
Dorong pasien untuk menambah intake oral
Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan Monitor adanya tanda gagal
ginjal
Resiko infeksi berhubungan dengan
NOC
Immune Status
Knowledge :
NIC
hilangnya
proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya
Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas normal
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik
isolasi
intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake
nutrisi
Berikan terapi
antibiotik bila perlu infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kulit
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
nutrisi yang cukup
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen
NIC :
Paint management 1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. 5. Tanda vital dalam rentang
normal.
6. Tidak mengalami gangguan tidur
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi. 7. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin.
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... 9. Tingkatkan istirahat.
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur. 11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit.
3. Perfusi jaringan baik.
NIC :
Pressure Management 1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar.
2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 4. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua jam sekali.
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan .
6. Oleskan lotion atau
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang.
5. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
yang tertekan .
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 8. Monitor status nutrisi
pasien.
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
10. Kaji lingkungan dan peralatan yang
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi dengan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips )
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten ( klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal , tidak da suara nafas
abnormal )
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal ( tekanan darah, nadi, pernafasan )
basah NACl Lembab 11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan 12. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fuktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama
8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta : Salemba Mahardika.
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC, Jakarta.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on
http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_BA
KAR_3 diakses tanggal 22 Nopember 2016
https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,diakses tanggal 22 Nopember 2016
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on
Mansjoer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata: