• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN EMPATI SISWA AKSELERASI DENGAN SISWA REGULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN EMPATI SISWA AKSELERASI DENGAN SISWA REGULER"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN EMPATI SISWA AKSELERASI

DENGAN SISWA REGULER

SKRIPSI

Oleh

YAUMIL AHADIAH

06810045

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)
(3)

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan

rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan

karya tulis ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan

kerendahan hati, penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, Msi, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Hudaniah, Psi. M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan

ikhlas telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga untuk memberikan

pengarahan, petunjuk serta saran demi terselesainya skripsi ini.

3. M. Salis S,M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar dan ikhlas

memberikan pengarahan dan petunjuk kepada penulis yang terkadang perlu

beberapa kali penjelasannya hingga penulis mampu memahaminya.

4. Papa dan Mama yang tercinta yang selalu memberikan dorongan dan do’a

yang tak kunjung putus dan tak ternilai harganya. Ila sayang mapa.

5. Adik-adikku tersayang (adek Lia, adek Rio), dan spesial untuk Mas Sam yang

selalu memberikan penulis kasih sayang yang tiada henti serta dorongan agar

penulis segera menyelesaikan skripsi ini dan selalu memberikan semangat

motivasi penulis. Bu de Ani dan pak de Doit yang telah sabar mendampingin

(4)

vi

6. Yudi Suharsono, M.Si, Psi sebagai wali kelas A dan seluruh dosen fakultas

Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah banyak

mengajarkan ilmu kepada penulis.

7. Sahabatku tersayang vita, mimi, suci, ica, ria dan mbak-mbakqw tersayang,

mbak heny, mbak syalwa, mama azizah, mbak nita, mbak uli, mas rico, bojes,

adek reno, yang selalu memberikan penulis nasehat dan motivasi agar tetap

sabar menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga telah menjadi tempat keluh

kesah penulis selama ini. Teman-teman seperjuangan dani, pak de, cimenk,

cepatan segera menyusul, semangat teman.

8. Semua rekan-rekan yang tidak penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan sehingga penyusunan karya tulis ini dapat

menyelesaikan.

Kepada semua pihak tersebut diatas, penyusun hanya dapat mendoakan,

semoga segala kebajikannya diterima oleh Allah SWT, sebagai amal dan sholeh

mendapatkan ridho dan inayah-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan dan penulisan karya

tulis ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya

membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan karya tulis ini.

Akhirnya, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi berbagai

pihak yang membutuhkan. Amin

Malang, 8 Agustus 2012

Penulis

(5)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DALAM ……….…... i

LEMBAR PERSETUJUAN ………..……... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...………..………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ...………..………..……….. iv

KATA PENGANTAR ……..………..………...……….... v

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Empati …………... 8

1. Pengertian Empati ………..…... 8

2. Teori-teori Perkembangan Empati ………...… 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Empati ………... 16

B. Akselerasi ………..……….…... 19

1. Definisi Akselerasi ………... 19

2. Tujuan Kelas Akseelerasi ………. 22

3. Manfaat Program Akselerasi ……… 22

4. Karekteristik Kelas Akselerasi ………. 23

5. Kekuatan dan Kelemahan Akselerasi ………... 23

C. Kelas Non Akselerasi atau Kelas Reguler ………. 26

1. Pengertian Kelas Reguler ………... 26

2. Tujuan Progrma Kelas Reguler ………... 27

D. Dinamika Empati Antara Siswa Akselerasi dengan Kelas Reguler …... 27

(6)

viii

F. Hipotesis ……….………... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian …..………. 31

B. Variabel Penelitian ………..………... 31

C. Definisi Operasional …….………. 32

D. Populasi dan Sampel …………..……… 33

E. Metode Pengumpulan Data ………..……….. 33

F. Jenis Data ……..………. 36

G. Prosedur Penelitian …………..……….. 38

1. Persiapan Penelitian ……….. 38

2. Pelaksanaan Penelitian ……….. 43

H. Validitas dan Reliabilitas ………... 44

1. Validitas …...………. 44

2. Reliabilitas ……… 46

I. Analisa Data ………... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……… 48

B. Hasil Analisis Data ………. 48

C. Pembahasan ……… 50

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………..….. 52

B. Saran ………... 52

DAFTAR PUSTAKA ………... 54

(7)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue print kemampuan empati kelas akselerasi dan kelas regular …... 36

Tabel 2. Blue print aitem yang valid dan gugur …...……… 41

Tabel 3. Blue print aitem skala nomor urut …..……… 42

Tabel 4. Paired Sample Statistik ……...………... 48

Tabel 5. Paired Sample Test ………. 49

(8)

54

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Iif Khoiru. (2011). Pembelajaran Akselerasi. Jakarta: Prestasi Pustaka. Agustiani. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika Aditama.

Azwar. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baharuddin. (2009). Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:

Ar-Buzz Media.

Baraja. (2007). Psikologi perkembangan. Jakarta Timur: Studia-Press.

Bramastyo. (2002). Perbedaan Kemampuan Empati pada Anggota Militer ditinjau dari Peran Gender.Skripsi, fakultas Psikologi-UMM.

Chaplin. (1989). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. Gunarsa. (1991). Psikologi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Haditono. (1982). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University-Press.

Santrock. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga

Santrock. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sujanto. (1986). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara Baru.

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang tua memiliki harapan besar agar anak-anak tumbuh dan

berkembang menjadi anak yang baik dan mampu memahami perasaan orang

lain. Karena terdapat orang tua yang mengeluhkan bahwa anaknya masih

suka bertengkar dengan temannya, tidak mau bekerjasama dan berbagi saat

bermain, bahkan sering bersikap masa bodoh dengan kesedihan yang dialami

orang lain. Hal ini dikarenakan kemampuan anak untuk memahami perasaan

orang lain atau yang lebih dikenal dengan empati cenderung belum

berkembang.

Dengan demikian penekanan empati tersebut menyatakan bahwa

kemampuan menyelami perasaan orang lain tidak membuat kita tenggelam

dan larut dalam situasi perasaanya tetapi kita mampu memahami perasaan

negatif atau positif seolah-olah emosi itu kita alami sendiri. Kemampuan

berempati akan mampu menjadi kunci dalam keberhasilan bergaul dan

bersosialisasi dimasyarakat (Bramastyo, 2008).

Akan tetapi ada fenomena yang cukup menarik dalam masyarakat saat

ini, karena keinginan akan terpenuhinya kebutuhan mereka terhadap

kebutuhan fisiologi, keamanan sosial, penghargaan, dan aktualisasi dirinya,

ternyata tidak diimbangi dengan perkembangan sikap dan perilaku mereka

sebagai makhluk sosial. Karena yang seringkali terjadi di masyarakat adalah

kecenderungan mereka untuk bersikap egois dengan lebih mengutamakan

kepentingannya sendiri tanpa memandang kepentingan orang lain. Hal ini

dapat disebabkan oleh adanya persaingan dalam berbagai hal, sebagai salah

satu akibat dari kemajuan zaman yang memaksa seseorang menjadi bersikap

lebih agresif dalam bertindak dan berperilaku, sehingga rasa empati terhadap

sesamanya akan cenderung menurun. Kondisi yang cukup memprihatikan ini

dapat mengakibatkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial akan semakin

memudar seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat dilihat dari

(10)

2

dirasakan oleh orang lain. Pada umumnya ini terjadi dalam masyarakat yang

individualis ataupun narcisme, dimana mereka mempunyai kesulitan dalam berempati dengan orang lain dan jika mereka tampak berempati,

sesungguhnya hal itu bukan berasal dari ketulusan dari hati mereka untuk

memberikan pertolongan kepada mereka yang sedang kesusahan.

Seseorang umumnya mengungkapkan perasaan mereka lewat

kata-kata, sehingga dengan cara demikian lawan bicaranya akan mengetahui

maksud dari kata-katanya berdasarkan nada suara, gerak-gerik, ekspresi

wajah, atau cara-cara non verbal lainnya. Namun tanpa adanya kepekaan

dalam menangkap ungkapan perasaan secara non verbal tersebut, maka dapat

menyebabkan seorang remaja akan dikucilkan atau terasing (isolation) dari kelompok pergaulannya.

Oleh karena itu remaja memiliki kemampuan dalam berempati akan

mampu menempatkan diri dalam posisi orang lain. Kemampuan empati dasar

yang kuat tersebut akan berpengaruh pada sikap seseorang menjadi tidak

begitu agresif dan tulus dalam menjalin hubungan dalam pergaulan yang

lebih prososial dan kesediaan untuk berbagi dengan yang lain. Oleh karena

itu seorang remaja yang mampu bersikap empati akan lebih disukai oleh

teman-teman sebayanya disekolah maupun dilingkungan masyarakat. Maka

tidak mengherankan jika remaja yang mempunyai kemampuan dalam

berempati akan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk dapat menjalin

hubungan yang akrab dengan orang lain, teman maupun kelompok

sebayanya. Dengan demikian untuk dapat memahami perasaan orang lain,

maka dibutuhkan suatu kemampuan dalam membaca pesan non verbal,

seperti nada bicara, gerak-gerak, ekspresi wajah dan sebagainya. Ini

membutuhkan suatu kepekaan tersendiri dalam diri seseorang.

Sekolah merupakan suatu masyarakat kecil. remaja dapat bergaul

dengan teman-temannya, juga dengan gurunya. Disekolah ada remaja yang

nakal, baik atau anak yang lemah membutuhkan pertolongan. Untuk itu

sekolah merupakan tempat yang dapat mengembangkan rasa sosial remaja.

Remaja belajar bersabar terhadap gangguan temannya yang nakal. Remaja

(11)

3

persiapan bagi anak untuk menghadapi kehidupan tanpa perlindungan orang

tua, dan harus bisa mandiri.

Saat ini sedang berkembang sistem pendidikan akselerasi. Sistem

pendidikan akselerasi adalah salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang

diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk

dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan

Depdiknas, 2001(dalam Hawadi, 2004). Pada saat program akselerasi

digulirkan sampai ketika pihak Departemen Pendidikan Nasional

memfasilitasi upaya kajian dan pengembangan lebih lanjut menjadi seperti

yang saat ini banyak dilaksanakan, program ini tidak sepi dari berbagai kritik.

Namun demikian, program layanan ini masih tetap berjalan dan bahkan

semakin menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi jumlah sekolah

maupun jumlah siswa yang masuk kelas akselerasi.

Penyelenggaraan sistem kelas percepatan (akselerasi) ini bertujuan

untuk dapat memfasilitasi kemampuan kecerdasan yang tinggi yang dimiliki

anak berbakat sehingga anak-anak yang berbakat dalam bidang akademik

dapat berprestasi secara optimal. Hal ini juga dilakukan berdasarkan

undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional mengenai

adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan

khusus bagi yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

(Akbar-Hawadi, 2004).

Sisk (1986) dikutip dari Delisle (1992) menyebutkan beberapa ciri

yang diatribusikan pada diri siswa akselerasi, yaitu: bosan, fobia sekolah, dan

kekurangan hubungan teman sebaya (Akbar-Hawadi, 2004).

Program akselerasi ternyata tidak selalu sukses. Seperti halnya yang

diberitakan dalam harian Republika (Jumat, 20 april 2004) bahwa dalam program akselerasi ternyata ditemukan berbagai masalah. Seorang wakil

kepala sekolah salah satu penyelenggara program ini pernah mengisahkan

pengalamannya bahwa selama pelaksanaan akselerasi di sekolah ini, telah

menemukan beberapa hal yang aneh antara lain siswa terlihat kurang

komunikasi, mengalami ketegangan, kurang bergaul, dan tidak suka pada

(12)

4

dapat laporan dari orang tua bahwa kini mereka sulit berkomunikasi dengan

anaknya.

Empati siswa regular di SMAN 1 Turen ditunjukkan dari perilaku

siswanya terhadap teman sekelasnya saat temannya menghadapi masalah,

siswa regular menunjukkan kepedulian serta ikut mendengarkan cerita

temannya yang sedang menghadapi masalah, sedangkan siswa akselerasi

cenderung tidak mengerti bahwa temannya tersebut sedang mengalami

kesedihan, siswa akselerasi cenderung cuek atau tidak perduli dengan

masalah yang dihadapi oleh temannya tersebut.

Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan adalah tugas kita

semua, di dalam ungkapan tersebut tercakup semua usaha untuk memberikan

pelayanan pendidikan kepada semua orang tanpa memandang umur, status

sosial maupun tingkat kemampuannya. Pada waktu-waktu yang lampau usaha

pemerintah terbatas pada usaha-usaha meningkatkan kualitas pendidikan,

dalam arti bahwa pemerataan pendidikan mendapat prioritas tertinggi.

Dari pemeratan pendidikan yang dilakukan pastilah banyak

mengalami kendala-kendala, diantaranya dari peserta didik dimana tidak

dapat dielakkan bahwa setiap siswa memiliki tingkat kemampuan yang

berbeda-beda, mulai dari kemampuan kecerdasan di atas rata-rata, rata-rata

sampai di bawah rata-rata. Terkadang masih banyak penyelenggara

pendidikan di Indonesia memberikan perlakuan yang sama pada siswa-siswi

tersebut. Padahal kebutuhan akan pelayanan pendidikan mereka

berbeda-beda. Inilah yang sering menjadi masalah bagi para siswa,dimana siswa yang

memiliki kecerdasan di atas rata-rata akhirnya akan merasa bosan masuk

sekolah atau menjadi tidak optimal dalam mengembangkan kemampuannya,

bahkan banyak siswa berbakat yang akhirnya ‘underachiever’ atau siswa di bawah rata-rata menjadi ketinggalan diantara teman-temannya.

Gunarsa (2004) juga menyatakan bahwa anak yang sangat pintarpun,

mengalami suatu persoalan yang dapat mempengaruhi perkembangan

kepribadiannya. Ia menjadi pengganggu di sekolah, karena menganggap

sekolah terlalu mudah dan guru menerangkan terlalu lambat. Bahkan mereka

(13)

5

menganggap sekolah tidak maju-maju dan malas, karena dalam waktu singkat

sudah dapat menyelesaikan pekerjaan sekolahnya, menyebabkan anak

menjadi kurang sabar dan tidak tekun, maupun kurang tabah dalam

menghadapi persoalan dan menyelesaikan tuga-tugas kelak di kemudian hari.

Dalam rangka pelayanan pendidikan terhadap anak berbakat perlu

memperhatikan adanya integrasi antara berbagai program perangsangan

(formal maupun informal) agar anak berbakat tetap dapat berkembang

kepribadiannya secara utuh, harmonis, dan terpadu.

Kecendrungan-kecendrungan untuk menitikberatkan hanya satu atau dua aspek saja bisa

membentuk manusia yang berbakat luar biasa pada sesuatu bidang dan sama

sekali tidak berbakat pada bidang yang lain, yang terampil pada satu hal

tetapi tidak terampil pada hal lain (Gunarsa, 2004).

Demikian juga halnya program akselerasi, selain dapat

mengoptimalkan kemampuan akademik siswa apakah dapat membimbing

siswa-siswi tersebut menjadi individu yang utuh kepribadiannya. Di

Indonesia kelas akselerasi ini sudah dilakukan di beberapa sekolah baik di

tingkat SD, SMP, maupun SMA. Namun demikian banyak permasalahan

yang muncul dari pelaksanaannya baik pada orang tua, guru maupun siswa

sendiri. Seperti penyelenggaraan akselerasi pada SD, yang pada masa ini

anak masih berkembang dalam sosialisasinya dan masa-masa bermain dengan

teman sebaya masih sangat penting.

Tingkat kecerdasan yang tinggi merupakan suatu kelebihan bagi anak

akselerasi. Akan tetapi hal tersebut dapat pula menimbulkan permasalahan

sosial dan emosional bagi mereka, karena keseimbangan emosi tidak selalu

diiringi oleh kelebihan intelektual secara otomatis. Oleh karena itu anak-anak

tersebut sering menghadapi permasalahan emosional, baik dari luar diri

mereka maupun dari dalam diri mereka sendiri. Permasalahan emosional

yang bersumber dari luar mereka dapat berupa penilaian lingkungan yang

menganggap mereka sebagai individu sempurna, yang selalu dapat

mengerjakan serta menyelesaikan segala permasalahan dengan baik. Hal ini

dapat menimbulkan harapan dan tuntutan yang terlalu besar terhadap mereka

(14)

6

Dengan adanya kelas akselerasi diharapkan dapat memperhatikan

anak didik istimewa atau anak akselerasi perlu mendapatkan perhatian khusus

agar mereka dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan tingkat

pertumbuhan kepribadiannya menurut Garis-garis Besar Halauan Negara

(GBHN) 1988. Berbeda dengan sekolah regular yang memperhatikan

anak-anak keseluruhan yang memiliki kemampuan sama untuk pertumbuhan

kepribadian.

Sekalipun mereka mempunyai loncatan perkembangan kognitif dan

motorik kasar, tetapi mereka dapat tertinggal soal kematangan perkembangan

baik fisik, emosi, motorik halus, adaptasi, sosial, bahasa, dan bicara. Hal ini

yang menyebabkan ketidaksiapan menerima pembelajaran. Bisa juga karena

membutuhkan pendekatan khusus, mereka sulit berprestasi di kelas

konvensional atau klasikal.

Mereka membutuhkan pendekatan dua arah sekaligus. Mengeliminasi

kesulitan akibat perkembangannya yang unik, dan juga sekaligus

keterbakatannya. Jika hanya mengatasi beberapa masalah saja, dari banyak

laporan, justru hanya akan menambah masalah baru. Hal ini disebabkan

karena dorongan internal anak-anak berbakat adalah memenuhi rasa

keingintahuannya yang besar melalui eksplorasi dan pengembangan

intelektualnya.

Dalam bersosialisasi siswa akselerasi akan sangat berbeda dengan

siswa regular. Siswa akselerasi lebih banyak memiliki waktu belajar daripada

siswa regular, sebaliknya waktu bermain atau bersosialisasi siswa regular

lebih banyak daripada waktu siswa akselerasi.

Peneliti menganggap bahwa empati adalah hal yang penting untuk

diteliti karena apabila seseorang tidak memiliki empati maka seseorang akan

bersikap acuh atau tidak perduli dengan kehidupan atau perasaan orang lain.

Terdapat anggapan bahwa anak akselerasi memiliki empati yang rendah,

sedangkan anak regular memiliki empati yang tinggi. Karena anak akselerasi

lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar karena jam pelajarannya

yang sangat padat dibandingkan dengan kelas regular, yang masih dapat

(15)

7

Dari berbagai hal yang melatarbelakangi perilaku empati maka

peneliti tertarik untuk meneliti PERBEDAAN EMPATI SISWA

AKSELERASI DAN SISWA REGULER.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah yang

akan diangkat oleh peneliti adalah bagaimana perbedaan empati pada siswa

akselerasi dan siswa reguler.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan empati

siswa akselerasi dan siswa regular.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti, sebagai

wacana keilmuan dan khasanah pemikiran ilmu psikologi, khususnya

psikologi perkembangan dan pendidikan.

2. Secara Praktis

Bagi lembaga sebagai bahan rujukan bagi praktisi psikologi dan

sebagai bahan pertimbangan bagi pihak sekolah dalam mengambil

kebijakan terkait dengan siswa yang menmpuh pendidikan akselerasi dan

Referensi

Dokumen terkait

The possibility of Baranusa to be a member of this particular group of languages is quite big considering Baranusa speaking area is not too far away from Lembata and East

[r]

PPL adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam semester – semester

Bersama ini diberitahukan bahwa berdasarkan Penetapan Hasil Negosiasi Teknis dan Harga No.11.26lTAp- NEGO/PIJP/PU/2015, tanggal 30 Juni 2015 untuk pekerjaan tersebut

Berdasarkan hasil analisis tanggapan responden terhadap Bauran Pemasaran Produk yang diterapkan oleh toko Moshi-moshi adalah sebanyak 25 orang (50%) responden

Adapun strategi yang diharapkan dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah strategi percepatan peningkatan pangsa pasar dari segi DPK tabungan mudharabah yang baik bagi bank

Program adalah susunan instruksi yang logis dan mengandung bahasa yang diketahui oleh mikroprosesor dan bila dieksekusi akan diperoleh suatu hasil yang sesuai

Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, faktor pendidikan formal cukup berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah desa, namun secara simultan