Sejarah Perkembangan Ilmu Politik
1Apakah ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan dan apakah imu politik sudah
memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan? Pertanyaan tersebut kemudian
menimbulkan pertanyaan baru, apakah yang disebut ilmu pengetahuan itu?
Umumnya dan terutama pada ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu
pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah
dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasakan pengalaman). Menemukan
hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau
definisi ilmu sosial mengikuti definisi ilmu-ilmu eksakta maka hampir seluruh
ilmu sosial belum memenuhi syarat untuk menjadi ilmu pengetahuan, oleh
karena itu sarjana ilmu sosial pada mulanya cinderung untuk mengemukakan
definisi yang lebih umum sifatnya, seperti terlihat pada pertemuan-pertemuan
sarjana-sarjana ilmu politik yang diadakan di Paris pada tahun 1948. mereka
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah ” seluruh pengetahuan yang
terkoordinasi mengenai pokok pikira tertentu”. Definisi serupa pernah
dikemukaka oleh ahli dari Belanda yang mengatakan: ”ilmu adalah pengetahuan
yang tersusun secara sistematis”. Apabila perumusan-perumusan ini dipakai
sebagai patokan maka selaslah bahwa ilmu politik boleh dikatakan atau
dinamakan ilmu pengetahuan.
Kajian Ilmu Politik didasari oleh Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, Hukum
dan Filsafat. Berkembang pesat pada tahun 1950.
Pendekatan Ilmu Politik dan Kajiannya berkembang melalui tiga tahap:
I. Pendekatan Tradisional:
Sangat Ideologis, normatif dan legalistik dimana pendekatan ini menlihat
yang terbaik, seperti seseorang yang menjadi Presiden adalah Ulama.
Fakta dan sistem nilai yg dianut masyarakat tdk dpt dipisahkan. Misalnya:
sebuah kekuasaan bisa jatuh karena nilai yang berkembang di masyarkat
memang sudah memahaminya kejatuhannya.
Common sense dianggap ilmiah dimana fungsi teori adalah untuk
meramalkan
Menggunakan proses dialektik: Pembuktian biasanya menggunakan proses
dan argumen dialektik
Obyeknya adalah institusi khususnya institusi negara
II. Pendekatan Modern (Tingkah Laku): thn 60 an dan 70 an
(menjual ideologis yg bebas nilai - liberalisme ).
1
Titik tolak pendekatan ini lebih kepada hukum “hubungan causalitas” antar
kejadian (fenomena), seperti suatu fakta tentang sesuatu dibedakan dengan
sistem nilai (mitos). Karena kalau dengan nilai di lapangan pandangan suatu
komunitas tentang kekuasaan bisa berbeda-beda.
Fungsi teori didalam pendekatan lebih untuk menjelaskan, yaitu
mengandalkan proses positivistik = rasional = empirik
Æ
dan bisa dibuktikan.
Pendekatan ini mengandalkan dan menggunakan konsep2 ilmu alam untuk
menjelaskan dan membuat model. Seperti kajian sistem politk menggunakan
"sistem" yg diambil dari ilmu biologi. Penggunaan Statitiska dengan
meminjam metodologi yang bersifat kuantitaif. Pendekatan ini mencoba
mengilmiahkan studi politik, karena yg ilmiah adalah yg bisa diuji, bebas nilai
(dimana si peneliti menjaga jarak dengan yg diteliti agar tidak bias).
Obyeknya lebih kepada tingkah laku individu dan kelompok2 masyarakat, dan
motif individu atau kelompok
Fungsi kajian politik kepada bagaimana sesuatu dicapai. Dimana tujuan
sudah bersifat "ideologis". Karena kalau kita menilai sesuatu yg bersifat
"ideologis" kita dianggap tdk obyektif. Yang berkembang dalam pendekatan
adalah teori2 tentang: sistem, struktural-fungsional dan pluralis liberal. Fokus
diskusinya adalah bagaimana suatu struktur dalam suatu sistem, / institusi
bekerja atau berlangsung yaitu bagaimana pembagian kerja.
Dalam pendekatan in konsep negara tdk disinggung. Negara tidak banyak
campur dan berfungsi sebagai fasilitator dimana konflik diselesaikan.
Sehingga kehidupan politik diwarnai oleh kelompok (kelompok penekan dll).
Mulai digugat pada tahun 70an:
o
karena
mengabaikan
tentang pernan negara dimana pendekatan ini gagal
menjelaskan sistem otoriter.
o
Dari kajian teori Dependencia: pendekatan tingkah laku lebih
mengutamakan dominasi status quo. Lembaga2 capital global (IMF, WB,
ADB). Teori trickle down effect:
Æ
ternyata yang akan dibagi dibawah
lebih banyak yang menguap
o
Teori
developmentalist
Æ
dijual sejak 50 an. Kalau lebih sejahtera maka
akan ada demokrasi. Bangsa-bangsa di dunia dipilah dua; bangsa
terbelakang dan bangsa maju. Analisis ini ternyata gagal di lapangan.
Karena semakin maju ekonomi dan semakin tinggi pendidikan ternyata
semakin tidak menjadi semakin demokratis.
o
Kajian di Indonesia berada di post modern. (sangat diwarnai modern).
Akademisi Indonesia bersifat konsumen dari pada produsen teori.
III. Pendekatan Post Modern (Pasca Tingkah Laku):
1. Marxist :
o
Neo Marxist: kehidupan ditentukan oleh ekonomi. Ekonomi adalah alat
o
Negara sebagai alat kapital untuk menindas suatu kelas oleh kelas buruh,
petani, proletar. Dalam Bung Karno dengan rumusan Marhaenisme, si
Marhaen masih punya modal dibandingkan proletar (misalnya petani
memiliki modal dalam bentuk bentuk pacul).
2. Corporatisme:
o
Menekankan kepada pembentukan kelompok-kelompok di masayarakat.
Negara menciptakan sistem perwakilan kepentingan. Kelompok dibentuk
untuk mewakili kelompok specifik. Kelompok ini diklaim atas nama
anggotanya untuk patuh (loyal) kepada negara. Sistem ini dikenal sebagai
korporatisme negara.
3. Negara:
o
Ilmu dipengaruhi oleh kekuasaan. Dunia ketiga adalah laboratorium.
Pada saat ini Indonesia menjadi laboratorium masa transisi menuju
demokratisasi, desentralisasi, penegakan HAM dll. Sebentar lagi akan
banyak muncul hasil kajian transisi ini yang bias ideologis.
o
Negara punya keinginan. Negara adalah otonom terhadap masyarakatnya
(society). Untuk cita2 keadilan negara ikut campur (dlm menciptakan
instrument untuk mendekatkan kesenjangan sosial dengan melakukan:
subsidi, pajak subsidi silang, melindungi kepentingan publik. Sebagai
contoh ada konsep yang berbeda antara Finlandia dan Indonesia. Untuk
penerapan di Indonesia subsidi sangat dibenci oleh IMF.
o
Perkembangan ilmu sangat ditentukan oleh perkembangan masyarakat.
Dalam membendung komunisme. Akademisi Barat membuat Militer
dibanyak negara ketiga sebagai agen pembangunan yang memiliki
loyalitas yang lebih tinggi. Selain itu ada alasan ideologis untuk mencari
sekutu didalam menghadapi komunisme.
o
WTO
Æ
Persaingan bebas vs ketimpangan struktur ekonomi global.
Selatan-selatan selalu tertindas. Utara selalu menindas.
4. Dan lain-lain:
o
Membahas kajian-kajian menyangkut: feminism, Gender, Environment,
Rational Choice. Isitilah2 ini akan dapat dilihat dalam konteks Studi
Pembangunan yaitu penggunaan Pendekatan Kultural dalam Modernisasi.
Dalam sosiologi adanya posmo sebagai pengganti dekonstruksi dalam
ilmu politik sebagai pengganti pendekatan tradisional dan behaviour.
o
Dalam ilmu sosial tdk bisa dikotak2 an. Teori tdk lebih sebagai alat
sehingga sebagai ilmuawan dan praktisi pengguna teori tidak perlu
fanatik.
o
Demokrasi deliberatif
Æ
menggugat demokrasi liberal hari ini dimana
kegagalan demokrasi yang disebut oleh Hutington sebagai Demokrasi
Gelombang ke 3).
o
Kisah sukses demokrasi bisa dicapai demokrasi substantial bila
demokrasi terkonsolidasi. Banyak demokrasi yg gagal sehingga yang ada
hanya demokrasi prosedural. Konsolidasi demokrasi penerapannya
memerlukan untuk menciptakan habitus yang lain. Yang terjadi saat ini
demokrasi deliberatif masih terbatas hanya melengkapi yang ada.
o
Ekonomi tumbuh dan diaharapkan tercipta kelas menengah yang akan
Konsep-konsep Pokok Politik
yang Mendasari
Definisi/Pengertian Ilmu Politik
Oleh:
Adiyana Slamet
NEGARA
• Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
yang ditaati oleh rakyatnya.
• Tokoh-tokoh yang menekankan negara sebagai inti dari
politik (politics)
•
Roger F.Soltau
dalam Budiardjo (1998:9) Ilmu politik
mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan
lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu,
hubungan antara negara dan warga negaranya serta
dengan negara-negara lain.
•
J. Barents
dalam Budiardjo (1998:9) Ilmu politik adalah
ilmu
yang mempelajari
kehidupan
negara
yang
KEKUASAAN
•
Kekuasaan: “kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk
mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku”.
•
Tokoh-tokoh yang melihat kekuasaan sbagai inti dari politik, baranggapan
bahwa politik adalah semua kegianan yang menyangkut masalah merebut
dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dianggap bahwa perjuangan
kekuasaan (power struggle) ini mempunyai tujuan yang menyangkut
kepentingan seluruh masyarakat. Contoh (serikat buruh, organisasi
keagamaan, organisasi kemahasiswaan dan kaum militer dll)
•
Harold D. Laswell
dan
A. Kaplan
dalam Budiardjo (1998:9) mendefinisikan
ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.
•
W.A. Robson
dalam dalam Budiardjo (1998:9) ilmu politik mempelajari
kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses,
ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus seorang sarjana ilmu politik tertuju
pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan,
melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain atau menentang
pelaksanaan kekuasaan itu.
•
Daliar Noer
dalam Budiardjo (1998:9) ilmu politik memusatkan perhatian
pada masalah kekasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.
•
Ossip K. Flechtheim
dalam Budiardjo (1998:9) ilmu poitik adalah ilmu
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Keputusan (decision) membuat pilihan diantara berbagai alternatif,
sedangkan istiah pengambilan keputusan (decisionmaking) merujuk
pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
•
Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik
menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan
yang mengikat seluruh masyarakat.
•
Joyce Mitchell
dalam Budiardjo (1998:9) politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan
umumuntuk masyarakat seluruhnya.
•
Karl W.Deutsch
: politik adalah pengambilan keputusan melalui
KEBIJAKSANAAN UMUM
Kebijkasanaan umum adalah suatu kumpulan keputusan
yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok
politik
dalam usaha memilih tujuan-tujuan itu. Pada
prinsipnya
pihak
yang membuat
kebijkasanaan-kebijaksanaan
itu
mempunyai
kekuasaan
untuk
melaksanakannya.
•
Hoogerwerf
dalam Budiardjo (1998:9) obyek dari ilmu
politik adalah kebijaksanaan pemerintah, proses
trbentuknya, serta akibat-akibatnya. Yang dimaksud
kebijaksanaan umum oleh Hoogerwerf ialah
membangun masyarakat secara terarah melalui
pemakaian kekuasaan.
•
David Easton
: ilmu politik adalah studi mengenai
PEMBAGIAN DAN ALOKASI
• Yang dimaksud pembagian dan alokasi ialah pembagian
dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam ilmu
sosial
nilai adalah sesuatu yang dianggap baik atau
benar, sesuatu yang ingin dimilikimanusia
. Nilai ini
dapat bersifat abstrak seperti penilaian atau azas seperti
kejuuran, kebebasan berpendapat, kebebasan mimbar
dll. Nilai juga bersifat kongkrit (material) seperti rumah,
kekayaan dll.
•
Harold D. Laswell
dalam Budiardjo (1998:9) politik
adalah masalah siapa mendapat apa kapan dan
bagaimana.
•
David Easton
: sistem politik adalah keseluruhan dari
NEGARA
(Pengertian, Tugas, Asal mula,Sifat,
Unsur-unsur, Tujuan dan fungsi Negara, Istilah
Negara dan sistem Politik)
Oleh:
Adiyana Slamet
NEGARA
Negara merupakan integrasi dari keuasaan politik, ia adalah
organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah
organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan
lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan
bersama (seluruh warga Negara).
Tugas negara
:
1.
Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang
bertentangan satu sama lain (a sosial), supaya tidak menjadi
antagonisme / anarkisme yang membahayakan;
2.
Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan
golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari
Definisi Negara
•
Roger H. Soltau
: “ Negara adalah alat (agency) atau
wewenang (authority) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas
nama masyarakat”
•
Harold J. Lasksi
: “Negara adalah suatu masyarakat
yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung
daripada individu atau kelompok yang merupakan
bagian dari masyarakat itu.”
•
Max Weber
: “ negara adalah suatu masyarakat yang
Masalah asal mula negara adalah salah satu
persoalan ilmu politik yang tersulit. Kesulitan
masalah itu terutama disebabkan karena tentang
genetika negara, saat-saat negara yang pertama
dibentuk. Ada beberapa teori asal mula negara,
yang diyakini bisa menjawab kesulitan-kesulitan
genetika negara, teori-teori tersebut antara lain
sebagai berikut:
•
Teori perjanjian masyarakat (teori kontrak sosial)
teori ini menganggap perjanjian sebagai dasar negara
dan masyarakat. Negara dan masyarakat dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanian masyarakat.
•
Teori Ketuhanan
•
Teori Kekuatan/kekuasaan/kelas
negara yang pertama adalah hasil
dominasi
dari
kelompok yang kuat
dari
kelompok yang lemah
.
Negara terbenmtuk dari penaklukan dan
pendudukan
.
•
Teori Organis
negara dianggap atau disamakan dengan makhlik
hidup, manusia atau binatang. Individu-individu yang
merupakan komponen-komponen negara dianggap
sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.
•
Teori Patriarkhal
( Ayah yang berkuasa) dan
Teori
Sifat-sifat Negara
• Sifat Memaksa
• Sifat monopoli
Unsur-unsur Negara
Tujuan dan fungsi Negara
Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang
hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan
bersama. Dapat dikatakan tujuan terakhir negara adalah
menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnta (bonum
publicum, common good, common weal).
Roger H. Soltau: “
mengatakan bahwa tujuan negara
ialah memungkinkan rakyatnya “ berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.”
Harold J. Laski
: “tujuan negara ialah menciptakan
Tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
• Melindungi segenap Bangsa Indonesia,
seluruh tumpah darah Indonesia
• Memejukan kesejahterahan umum
• Mencerdaskan kehidupan bangsa
• Ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasaarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, dengan
Fungsi Negara
• Melaksanakan Penertiban
• Mengusahakan kesejahterahan dan
kemakmuran rakyatnya
• Pertahanan
Istilah Negara dan Sistem politik
Konsep sistem politik merupakan pokok dari
gerakan pembaharuan dan lebih terkenal
dengan istilah “pendekatan tringkah-laku atau
behavioral approach.”
konsep sistem politik didalam penerapan pada
situasi yang kongkrit seperti negara, mencoba
mendasarkan studi tentang gejala-gejala politik
dalam konteks tingkah-laku didalam
masyarakat. Tingkah laku politik dianggap
4 variabel dalam sistem politik
1. kekuasaan:sebagai cara untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan antara lain membagi
sumber-sumber di antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
2. Kepentingan: tujuan-tujuan yang dikejar oleh
pelaku-pelaku atau kelompok politik.
3. Kebijakan/sanaan: hasil dari interaksi antar
kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam
bentuk perundang-undangan.
Sistem Politik:
Proses mengubah Input menjadi output.
Input
: Kepentingan dan Aspirasi Publik.
Proses
Æ
Konversi
Output:
: Kebijakan Publik, Keputusan Politik,
UU (yg dihasilkan oleh Legislatif dan Eksekuitf)
dan Kebijakan Pemerintah yang lain
BADAN EKSEKUTIF
OLEH:
ADIYANA SLAMET
Pemerintah Dan Pemerintahan
Pemerintah
(Government)
secara etimologis berasal dari
bahasa yunani,
kubernan
atau
nakhoda kapal.
Artinya,
menatap kedepan (Surbakti,1992:167). Sedangkan
menurut Budiardjo (1998:44), pemerintah “suatu
organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan
melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi
seluruh penduduk didalam suatu wilayahnya”.
Lalu “memerintah” berarti melihat kedepan, menentukan
berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk
mencapai tujuan masyarakat-negara, memperkirakan
arah perkembangan masyarakat pada masa datang, dan
mempersiapkan langkah-langkah kebijakan
3 Aspek Dalam Mendefinisikan Pemerintahan
•
Segi kegiatan (dinamika) : pemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha
yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan
pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara demi tercapainya
tujuan negara.
•
Segi Struktural Fungsional: pemerintahan berarti seperangkat fungsi
negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan
melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan
negara.
•
Segi tugas dan kewenangan : pemerintahan berarti seluruh tugas dan
kewenangan negara.
Ditinjau dari ketiga batasan diatas disimpulkan pemerintahan merupakan
segala kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan negara
(fungsi negara). Yang melaksanakan tugas dan fungsi negara ialah
pemerintah.
Pemerintahan dalam arti luas
: berarti seluruh fungsi negara, meliputi
legislatif, eksekutif, dan yudikatif
Presiden (kepala negara merangkap sebagai
kepala pemerintahan) dan Presiden mempunyai
hak preogratif untuk memilih pembantunya
(mentri-mentri), dalam sistem ini, lembaga
legislatif , dan eksekutif memiliki kedudukan
yang independen, sedangkan pemegang
kewenangan dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif
mempunyai kewenangan membuat
undang-undang, tetapi yang satu harus mendapat
persetujuan dari yang lain sehingga setiap
undang-undang hasil kesepakatan dari
keduabelah pihak.
Ciri-ciri Sistem Presidensial
1. Kepemimpinan dalam melaksanakan kebijakan
(administrasi) lebih jelas dalam sistem ini, yakni
ditangan presiden, daripada kabinet parlementer, tetapi
siapa yang bertanggung jawab dalam pembuatan
kebijakan lebih jelas pada sistem parlementer.
2. Kebijakan yang bersifat konfrehensif jarang dapat
dibuat karena legislatif dan eksekutif mempunyai
kedudukan yang terpisah (seseorang tidak mempunyai
fungsi ganda), ikatan partai longgar, dan kemungkinan
kedua badan ini didominasikan oleh partai yang
berbeda .
3. Jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan
berada pada satu tangan yaitu Presiden.
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan
eksekutif , yang dapat diisi dari berbagai sumber
Sistem Parlementer
Kepala negara dan Kepala Pemerintahan tidak berada di
satu tangan (Presiden, Raja sebagai kepala negara,
sedangkan Perdana Mentri sebagai kepala
pemerintahan). Kepala pemerintahan ditetapkan oleh
parlemen segaera setelah hasil pemilu dihitung.
Pemimpin partai pemenang , yakni yang terbanyak
mendapat raihan suara (lazimnya) biasanya langsung
menjadi kepala pemerintahan.artinya dalam hal ini partai
pemenang memiliki legalitas dan legitimasi untuk
mengisi pemerintahan. Kepala pemerintahan dapat
segera membentuk kabinet bila perolehan suara di
parlemen telah cukup memenuhi kriteria minimal
mayoritas sederhana (51%) atau, membentuk koalisi
antar parti sampai memenuhi kriteria mayoritas
sederhana untuk memungkinkan terselenggaranya
pemerintahan sehari-hari. Kabinet baru dilantik oleh
Kepala Negara sebagai simbol dimulainya awal
Ciri-ciri Sistem Parlementer
1.
Parlemen merupakan satu-satunya badan yang anggotanya dipilih
secara langsung oleh warganegara yang berhak memilih melalui
pemilihan umum.
2.
Anggota dan pemimpin kabinet (Perdana Mentri) dipilih oleh parlemen
untuk menjalankan fungsi dan kewenangan eksekutif. Sebagian besar
maupun keseluruhan anggota kabinet biasanya juga menjadi anggota
parlemen sehingga mereka memiliki fungsi ganda, yakni legislatif dan
eksekutif. Hal ini berarti yang memerintah adalah partai pemenang
pemilu atau koalisi partai-partai manakala tidak ada satu partai yang
mencapai suara mayoritas.
3.
Kabinet dapat bertahan sepanjang mendapat mayoritas dukungan dari
parlemen. Dalam hal ini berarti parlemen dapat menjatuhkan kabinet
manakala mayoritas parlemen memberikan “mosi tidak percaya” kepada
kabinet.
4.
Manakala kebijakannya tidak mendapat dukungan dari parlemen,
Perdana Menteri dapat membubarkan parlemen, lalu menetapkan waktu
penyelenggaraan pemilu untuk membentuk parlemen yang baru.
Skema Dasar Sistem Pemerintahan Demokrasi
(Sistem Presidensial/ Parlementer Dan Unikameral/Bikameral)
Dikutup Dari Buku Amandemen UUD 1945 Menuju Konstitusi Yang Berkedaulatan Rakyat
Oleh; Hendarmin Ranadireksa
RAKYAT
(Warganegara)
PEMILU
Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat
Angket/JAjak Pendapat
YUDIKATIF
PRESIDEN
(Kepala Negara)
MAJELIS TINGGI
(
UPPER HOUSE
)
Aspirasi
KEWILAYAHAN
PERDANA MENTERI
(Kep. Pemerintahan
MAJELIS RENDAH
(
LOWER HOUSE
)
Aspirasi IDEOLOGI
Bekerja sepanjang Tahun
KETERANGAN
Sistem Presidensial
KONSEP-KONSEP POLITIK
(Teori politik, Masyarakat, Kekuasaan dan Negara)
Oleh:
Adiyana Slamet
Pengertian Teori
• Teori adalah abstraksi dari realitas
• Teori terdiri dari prinsip –prinsip dan definisi-definisi yang
secara konspetual mengorganisasikan aspek-aspek
dunia empiris secara sistematis.
• Teori merupakan seperangkat pernyataan yang
sistematis, metodis, logis dan faktual yang dikemukakan
untuk menjelaskan dan memprediksi sebuah realitas
• Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai
beberapa fenomena (Budiardjo, 1998:30)
Fungsi-fungsi Teori
• Mengorganisasikan dan menyimpulkan.
• Memfokuskan.
• Menjelaskan.
• Mengamati.
• Memprediksi
• Komunikasi
Fungsi Teori Politik
Menurut David Easton (Varma, 2007:133) teori politik memenuhi
sejumlah fungsi:
1.
Memungkinkan mengenali variabel-variabel politik yang penting
dan menerangkan ubungan masing-masing.
2.
Adanya kerangka teori yang diterima secra luas oleh para peneliti
di lapanga agar dapat memungkinkan diadakannya perbandingan
antara hasil-hasil penelitian yang bermacam-macam, dengan
demikian orang tidak hanya dapat memeriksa hasi kesimpulan
yang diambil oleh pelakupenelitian terdahulu, tapi juga dapat
menunjukan ilayah riset yang masih membutuhkan tambahan
penelitian secara empiris.
3.
Adanya kerangka teori, setidak-tidaknya sekumpulan
Teori Politik
Teori politik adalah bahasan dan generalisasi
dari fenomena yang bersifat politik. Dengan
perkataan lain teori politik adalah bahasan dan
renungan atas:
1. Tujuan dari kegiatan politik
2. Cara-cara untuk mencapai tujuan itu
3. Kemungkinan-kemungkinan dan
kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik
yang tertentu, dan
Menurut Easton (Varma, 2007:130) Teori
politik terdiri dari tiga unsur:
1. Keterangan tentang fakta-fakta atau deskriptif
2. Teori murni, atau teori sebab akibat yang
berusaha mencari hubungan yang dianggap
ada antara fakta-fakta, dan
3. Teori nilai yang menentukan
keterangan-keterangan preferensi yang saling
berhubungan.
Fakta menurut Easton dapat didefinisikan
Menurut Thomas P. Jenkin
The Study Of
Political theory
dibedakan dua macam teori
politik
:
1.
Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan yang
menentukan norma-norma politik (norms for political
behavior). Karena adanya unsur norma-norma dan
nilai (value) maka teori-teori ini boleh dinamakan
valuational
(mengandung nilai). Yang termasuk teori
golongan ini antara lain filsafat politik, teori politik
sistematis, ideologi dan sebagainya (pendekatan
klasik/tradisional).
Filsafat Politik (
Political Philosopy)
Filsafat politik mecari penjelasan yang
berdasarkan ratio. Ia melihat jelas adanya
hubungan antara sifat dan hakekat dari
phenomena politik. Pokok utama dari filsafat
politik ialah persoalan-persoalan yang
menyangkut methaphysika dan epistemologi
harus dipecahkan dulu sebelum
persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari.
Menurut Plato filsafat politik adalah “usaha
mencapai pengetahuan politik atau
Teori Politik Sitematis (
Systematic Political
Theory)
Teori-teori politik ini tidak memajukan
suatu pandangan tersendiri mengenai
metaphysika dan epistemologi. Tetapi
mendasarkan diri atas
pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima
pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan
asal-usul atau cara lahirnya norma-norma,
tetapi hanya mencoba untuk
Ideologi Politik (Political Ideology)
Ideologi politik adalah “himpunan nilai-nilai, idea,
norma-norma, kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki
seseorang atau kelompok, atas dasar dia menentukan
sikapnya terhadap kejadian dan problem politik yang
dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku
politiknya”. Nilai-nilai dan idea-idea ini merupakan sistem
yang berpautan. Dasar dari ideologi politik adaah
keyakinan akan adanya suatu pola tata-tertib sosial
politik yang ideal (Islamisme,Marhaenisme
2.
Teori-teori yang
menggambarkan dan
membahas phenomena dan
fakta-fakta politik dengan
Masyarakat
Mc Iver: “ Masyaratat suatu sistem hubungan-hubungan yang tertib.
Dan menurut Harold J Laski masyarakat adalah sekelompok manusia
yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terwujudnya
keinginan-keinginan bersama”.
Dalam mengamati masyarakat di sekelilingnya, Harold Laswell
memperinci delapan nilai (Masyarakat Barat), yaitu:
1.Kekuasaan
2.Pendidikan/penerangan
3.Kekayaan
4.Kesehatan
5.Keterampilan
6.Kasih sayang
Kekuasaan
Kekuasaan: “kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku
orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku atau orang yang memiliki”.
kekuasaan politik adalah “kemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah)
baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya
sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang
Dimensi-dimensi Kekuasaan
Untuk memahami gejala-gejala politik kekuasaan secara tuntas maka
kekuasaan ditinjau dari enam dimensi, yaitu:
1.
Dimensi Potensial dan Aktual. (Dimensi kekusaan potensial memiliki
sumber-sumber kekuasaan, seperti kekayaan, senjata, informasi
pengetahuan, populeritas, status sosial yang tinggi, massa yang
terorgaisisr dan jabatan). (Kekuasaan aktual apabila dia telah
menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan politik
secara efektif)
2.
Dimensi Konsensus dan Paksaan. (dimensi paksaan cinderung
memandang politik sebagai perjuangan, pertentangan, dominasi, dan
konflik)
3.
Dimensi Positif dan Negatif
4.
Dimensi Jabatan dan Pribadi
5.
Dimensi Implisit dan Eksplisit
Pelaksanaan Kekuasaan Politik
Tiga masalah utama yang selalu diamati oleh
ilmuan politik sehubungan dengan kekuasaan
politik, yakni:
1. Bagaimana kekusaan politik dilaksanakan
2. Bagaimana kekuasaan didistribusikan, dan
3. Mengapa seseorang atau kelompok tertentu
memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada
orang atau kelompok lain dalam situasi dan
Negara
Negara merupakan integrasi dari keuasaan politik, ia adalah
organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah organisasi
yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya
secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang
dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama (seluruh
warga Negara).
•
Roger H. Soltau
: “ Negara adalah alat (agency) atau wewenang
(authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan
bersama, atas nama masyarakat”
•
Harold J. Lasksi
: “Negara adalah suatu masyarakat yang
diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat
memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.”
•
Max Weber
: “ negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai
DEMOKRASI
(Pengertian Demokrasi,Demokrasi Konstitusional, Gagasan
Demokrasi dan Perkembangannya di Indonesia, Demokrasi dalam
Perspektif Islam Dan Demokrasi dalam Terminologi Komunis)
Oleh;
Adiyana Slamet
Pengertian Demokrasi
Pandangan beberapa ahli Politik terhadap istilah
kedaulatan rakyat (people souveriegnty)
diidentikkan dengan istilah demokrasi
(democracy) dengan argumen bahwa kedua
istilah tersebut sama-sama populer pada dua
belahan dunia yang berbeda. Secara etimologi
,
asal kata demokrasi berasal dari bahasa latin,
yakni demos, yang artinya rakyat dan
kratos/kratein, yang artinya kekuasaan/berkuasa
(pemerintahan). Sehingga dapat diartikan
Pengertian Demokrasi
Robert Dahl (
On Democracy, New Haven
, CN: Yale University Press,
1998) menyebutkan “Demokrasi memberikan kesempatan untuk 1)
partisipasi secara efektif, 2) setara dalam hak suara, 4) menjalankan kontrol
akhir terhadap agenda, dan 5) melibatkan orang dewasa. Institusi-institusi
politik penting untuk mencapai tujuan-tujuan; 1) Pejabat terpilih, 2) Pemilu
yang bebas, adil dan rutin, 3) kebebsan berpendapat, 4) adanya sumber
informsi alternatif, 5) otonomi asosiaonal, dan 6) kewarganegaraan yang
inklusif”
Soekarno
, dalam Kholid O. Santosa (2006 : 15) mengatakan bahwa,
“demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Cara pemerintahan yang memberi
hak kepada semua rakyat untuk memerintah”.
Moh. Natsir dalam
Kholid, O. Santosa (2005 : 139) mengatakan
“Demokrasi merupakan dasar hidup yang kuat dalam hati seluruh bangsa
Indonesia”
Dari berbagai definisi-definisi tentang demokrasi di atas muncul persepsi
yang berbeda, ada yang berpandangan minor (
Aristoteles, Menchen
dan
Dalam Ilmu Politik dikenal dua macam
pemahaman tentang Demokrasi; Pemahaman
Secara Normativ dan Empirik
•
Pemahaman Secara Normativ
Pendekatan klsik normative memahami demokrasi sebagai sumber
wewenang dan tujuan (resep bagaimana demokrasi itu
seharusnya). Pendekatan klasik normative lebih banyak
membicarakan ide-ide dan model-model demokrasi secara
substantif dan umumnya mendefinisikan demokrasi dengan
istilah-istilah kehendak rakyat sebagi sumber alat untuk mencapai
kebaikan bersama, seperti ungkapan “Pemerintahan dari Rakyat,
oleh Rakyat, dan untuk Rakyat”. Ungkapan normativ tersebut
Pemahaman Secara Empiris
Pendekatan empiris-minimalis dapat membantu
memberikan titik terang dalam menemukan dua
perspektif yang umum digunakan dalam memilih tipt-tipe
demokrasi. Pertama, adalah perspektif yang merujuk
pada sebuah bentuk politik di mana warga masyarakat
terlibat langsung dalam pemerintahan dan dalam
melahirkan peraturan. Kedua, perspektif yang merujuk
bagaimana mekanisme proses pengambilan keputusan
itu diselenggarakan. Pada umumnya pendefinisan
demokrasi diletakkan pada dasar sebuah pemerintahan
dari rakyat, bukannya dari para Aristokrat, kaum
Monarki, Birokrat, para ahli ataupun para pemimpin
Penglompokan Demokrasi
Demokrasi pada perkembanganya dapat dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu
demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.
•
Demokrasi Langsung
Pada prakteknya menempatkan rakyat sebagai peran utama dalam pengambilan
keputusan, hal itu berbeda dengan demokrasi perwakilan yang memberikan mandat
kepada wkil-wakilnya yang terdapat di dalam lembaga perwakilan rakyat dalam hal
pengambilan keputusan. Demokrasi langsung
(direct demokrasi)
adalah bentuk
pemerintahan dimana hak untuk pengambilan keputusan politik dijalankan langsung
oleh seluruh badan warga negara. Tipe demokrasi langsung hanya dapat berhasil
menyelesaikan permasalahan dalam lingkungan entitas kecil.
•
Demokrasi perwakilan
Bentuk pemerintahan dimana warga masyarakat juga menjalankan hak yang sama
dalam menjalankan pengambilan keputusan politik, namun bukan dalam kapsitas
personal melainkan melalui perwakilan yang ditunjuk dan bertanggung jawab
terhadapnya. Dua elemen yang paling esensial dalam demokrasi perwakilan yaitu
dipisahkannya antara pemerintah dan warga masyarakat dan secara periodic
diselenggarakan pemilihan umum sebagai media rakyat untuk mengontrol
pemerintah. Jadi mempercayakan sepenuhnya pengambilan keputusan di tingkat
parlemen dan pemerintahan melalui sistem pemilihan umum. Abdy Yuhana,
Sistem
Demokrasi Konstitusional
Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah
gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis
adalah pemerintahan yang terbatas
kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak
sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Pembatasan-pambatasan kekuasaan
pemerintah tercantum dalam konstitusi, maka
dari itu sering disebut “Pemerintahan yang
berdasarkan Konstitusi”
(Constitutional
Syarat Dasar Pemerintahan Demokratis
1. Perlindungan konstitusional
2. Badan kehakiman yang bebas tidak memihak
3. Pemilihan umum yang bebas
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan
beroposisi
Nilai yang mendasari Demokrasi Menurut Henry B.
Mayo dalam Budiardjo (1998:62-64):
1.
Menyelesaikan perselisihan secara damai dan melembaga.
2.
Menjamin adanya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah.
3.
Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan/pemimpin secara teratur
4.
Membatasi pemakaian kekerasan secara minimun.
5.
Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman
6.
Menjamin tegaknya keadilan
untuk menyelenggarakan nilai-nilai demokrasi diatas maka perlu diselenggarakan
beberapa lembaga sebagai berikut:
•
Pemerintahan yang bertanggung jawab
•
Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-goongan dan
kepentingan-kepentingan dalam masyarakat yang dipilih melalui pemilihan umum
yang bebas dan rahasia.
•
Suatu organisasi poitik yang mencakup satu atau lebih partai politik (sistem
dwi-partai atau multi dwi-partai)
•
Pers dan media yang bebas untuk meyatakan pendapat
•
Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak azasi dan
Moh. Mahfud MD[
1
]
mengklsifikasi kedalam tiga periode perkembangan politik di Indonesia; (1)
periode 1945-1959 adalah demokrasi liberal, (2) periode 1959-1966 adalah demokrasi terpimpin dan
(3) Periode 1966-sekarang (yang dimaksud berkauasanya pemerintahan orde baru) adalah demokrasi
Pancasila.
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Liberal, indikatornya sebagai berikut:
Partai-partai politik sangat dominant yang menentukan arah perjalanan Negara melalui badan
perwakilan;
Eksekutif berada pada kondisi lemah, sering jatuh bangun karena mosi partai;
Kebebasan Pers relative lebih baik, bahkan pada periode ini peraturan sensor dan pemberedelan
yang diberlakukan sejak Zaman Belanda dicabut.
2. Periode 1959-1966 Demokrasi Terpimpin, indikatornya sebagai berikut:
Partai-partai sangat lemah; kekuatan politik ditandai dengan tarik tambang Soekarno, Angkatan Darat,
dan PKI;
Eksekutif yang dipimpin oleh Presiden sangat kuat, apalagi Presiden merangkap sebagai Ketua DPA
yang dalam praktik menjadi pembuat dan selector produk legislatif.
Kebebasan pers sangat terkekng, pada zaman ini terjadi tindakan anti pers yang jumlahnya sangat
spektakuler.
3.Periode 1966- sekarang (Pemerintahan Soeharto) indikatornya sebagai berikut:
Partai politik hidup lemah, terkontrol secara ketat oleh Eksekutif; lembaga perwakilan penuh dengan
tangan-tangan Eksekutif;
Eksekutif sangat Kuat dan intervensionis serta menentukan spectrum poltrik nasional;
Kebebasan pers terkekang dengan adanya lembaga SIT yang kemudian dig anti dengan SIUPP.
Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, bagaimanapun juga, kita tidak terlepas dari
alur periodesasi sejarah politk di Indonesia. yaitu, apa yang disebut sebagi periode pemerintahn masa
revolusi kemerdekaan, pemerintahan parlementer
(representative democracy)
, pemerintahan
demokrasi terpimpin
(guided democracy)
, dan pemerintahan orde baru
(Pancasila Democracy)
[2]
1] Moh Mahfud MD,
Hukum Dan Pilar-Pilar Demokrasi
,(1999:156).
[2]Affan Gafar,Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, (1999:10)
Pada saat penyusunan UUD 1945, upaya untuk membangun paham demokrasi dari prinsip-prinsip ajaran agama
(Islam) seperti prinsip musyawarah, nampak dari pendapat atau pandangan
H. Agus Salim
dan
Muh. Yamin
.
Dalam Sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945,
H.Agus Salim
menggambarkan permusyawaratan dalam kerakyatan
dengan menyatakan “mencapi kebulatan pendapat”. Lebih lanjut
H. Agus Salim
menyatakan:
“Kebetulan cara permufakatan yang kita cari berlainan sekali daripada yang terpakai dalam demokrasi barat itu.
Maka jikalau ternyata dalam, permusyawaratan, bahwa disitu ada satu dari sebagian besar yang dengan
kekerasan keyakinan kehendak menyampaikan suatu maksud dengan kerelaan penuh untuk menyumbangkan
tenaga dan usahanya untuk mencapai maksud itu, jikalau tidak nyata-nyata maksud itu dapat diterangkan akan
membawa bahaya atau bencana besar maka bagian yang lain dalam permusyawaratan itu tidak menyagkal,
melainkan membulatkan kata sepakat supaya baik dicoba untuk dengan ikhlas menjalankan keputusan bersama
itu, sehingga bolehlah terbukti betul atau salahnya”
Dalam pada itu,
Muh. Yamin
berpandangan bahwa permusyawaratan untuk mencapai mufakat, merupakan
perpaduan antara dua konsepsi, yaitu paham permusyawaratan yang bersumber dari ajaran Islam, sedangkan
mufakat bersumber dari tatanan Indonesia asli (1).
Mengenai permusyawaratan,
Muh. Yamin
bertolak dari
Al Qur’an Surat Asysyura ayat 38
yang menyatakan
bahwa “
segala urusan dimusyawarahkan di antara mereka
”. Mengenai paham mufakat,
Yamin
menyatakan
bahwa sebelum Islam berkembang di tanah Indonesia, sudah sejak dahulu susunan desa, susunan masyarakat
bersandar pada keputusan bersama yang dinamai kebulatan bersama. Dasar kebulatan atau dasar mufakat itu
menghilangkan dasar perseorangan dan menimbulkan hidup bersama dalam masyarakat yang teratur dalam tata
Negara desa yang dipelihara secara turun temurun dan tidak sirna oleh pengaruh agama Budha ataupun agama
Hindu. Sampai kemudian agama Islam masuk ke Indonesia dan berkembang, dasar mufakat hidup dengan
suburnya, karena dengan segera bersatu dengan firman musyawarah (2).
(1)
]
I Gde Pantja Astawa
, Op.cit
. hlm 125.
(2)
Ibid
, hlm 92.
Demokrasi Dalam Terminologi Komunis
Selain demokrasi konstitusional yang
bermacam-macam variasinya yang dianut oleh
mayoritas negara-negara di dunia, maka mesti
disadari oleh para pengkaji politik akan adanya
demokrasi yang menitik beratkan pada ajaran
Marxis yang ditafsirkan oleh Lenin
(Marxisme-Leninisme) yang muncul pada abad ke-19
Ajaran Karl Marx
lahirnya ideologi marxism bermula pada
abad ke-19 disaat kaum buruh di Eropa
Barat sangat memprihatinkan, kemajuan
industrialisasi menimbulkan keadaan
Karl Marx berasal dari jerman, melihat kondisi seperti itu
Marx muda juga mengecam keadaan ekonomi, maka dia
berpendapat untuk merubah kondisi seperti itu tidak
mungkin dilakukan perubahan tambal sulam, maka yang
harus dilakukan adalah perubahan secara radikal
melalui pendobrakan sendi-sendinya, untuk keperluan
itu maka dia menyususn teori sosial yang menurut dia
harus didasari hukum-hukum ilmiah, maka keluarlah
istilah sosialisme ilmiah (Secientific Sosialism)
dalam menyusun teori mengenai perkembangan
masyarakatnya ia sangat tertarik pada gagasan filusuf
jerman George Hegel mengenai dialektika, Marx
berpenapat “semua masyarakat hanya menganalisis
masyarakat, tetapi masalah sebenarnya adalah
Hukum Dialektika Hegel
Hegel seorang guru besar filsafat pada Universitas Berlin
merupakan tokoh dari mazhab idealisme, menurutnya kebenaran
dalam keseluruhanya hanya ditangkap oleh pikiran manusia melalui
proses dialektika (proses dari Thesis, melalui antithesis menuju ke
shyntesis, kemudian mulai lagi dari permulaan dan seterusnya)
sampai kebenaran yang sempurna terungkap. Dalam menelaskan
proses dialektika Hegel mengatakan bahwa proses ini dilandasi oleh
dua gagasan: Pertama , gagasan bahwa semua berkembang dan
terus-menerus berbah; kedua, gagasan bahwa semua hubungan
satu sama lain (konsep A, agar supaya pikiran manusia menangkap
konsep yang lebih dekat kepada kebenaran yang sempurna, maka
konsep A harus dihadapkan dengan konsep B, konsep B
merupakan kebalikan dari konsep A. dari hasil dari konfrontasi
antara konsep A dan konsep B timbulah konsep Cyang dinamakan
Shyntesis yang merupakan hasil pergumulan antara Thesis (konsep
A) dan antithesis (konsep B), proses Thesis, antithesis dan
Marx tertarik oeh gagasan dialektika Hegel, karena
didalamnya terdapat unsur kemajuan melalu konflik dan
pertentangan, dan unsur inilah yang dia perlukan untuk
menyusun teorinya mengenai perkembangan
masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori
sosialnya, maka dia merumuskan dulu teori mengenai
Matreialism Dialektis (pertentangan antara segi-segi
yang berlawanan dan semua berkembang terus)
kemudian konsep itu digunakan untuk menganalisis
sejarah perkembangan masyarakat yang disebut
Materialisme Historis
. Atas dasar analisis terahir ini
sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah
dunia kapitalis akan mengalami revolusi (Revolusi
Ploletar) yang akan menghancurkan sendi-sendi
Pandangan Negara dan Demokrasi
Marx negara adalah alat pemaksa yang akhirnya akan
melenyapkan sendiri dengan munculnya masyarakat
komunis. Marx dan Engels “negara tak lain dan tak
bukan mesin yang dipakai oleh suatu kelas untuk
menindas kelas lain”, dan selanjutnya dikatakan negara
hanya suatu lembaga transisi yang dipakai dalam
Demokrasi Rakyat
menurut peristilahan komunis, demokrasi
rakyat adalah “bentuk khusus demokrasi
yang memenuhi fungsi diktatur ploletar”
Menurut Georgi Dimitrov mantan perdana
mentri bulgaria mengartikan demokrasi
rakyat merupakan “ negara dalam masa
transisi yang bertugas untuk menjamin
Ciri-ciri Demokrasi Rkyat
• Suatu wadah front persatuan yang merupakan
landasan kerjasama partai komunis dengan
golongan-golongan lainnya dalam masyarakat
dimana partai komunis berperan sebagai
penguasa.
• Penggunaan dari beberapa lembaga
pemerintahan dari negara yang lama. Di R.R.C
gagasan demokrasi rakyat dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran Mao Tse Tun yang
GAGASAN DEMOKRASI DAN PERKEMBANGANNYA DI
INDONESIA
1Oleh: Adiyana Slamet
Berbicara tentang demokrasi di Indonesia, kita memerlukan persyaratan khusus.
Persyaratan khusus tersebut adalah dilepaskannya semacam “bias” dan etnosentrisme.
Kita harus menghindarkan diri dari etnosentrisme, karena hal itu membuat kita tidak
mampu menatap diri kita dengan objektif. Etnosentrisme membuat kita melihat segala hal
apa yang kita miliki sekarang ini adalah yang terbaik, sedangkan yang ada di tempat lain
adalah sebaliknya. Pernyataan-pernyataan yang sering kita dengar seperti: “itu ‘kan
demokrasi liberal”, “itu ‘kan demokrasi barat, kita punya budaya demokrasi sendiri’,
merupakan salah satu bentuk etnosentrisme. Diskusi ilmiah tentang demokrasi harus
menghindarkan diri dari sikap seperti itu
2.
Dalam perkembangannya tumbuhnya demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari
gagasan-gagasan pendiri Republik Indonesia yang menghendaki demokrasi sebagai
pilihan untuk penyelenggaran pemerintahan. Baik
Soekarno
,
Moh. Hatta
,
Agus Salim
Maupun
Muhamad Yamin
gagasan-gagasannya tersebar dalam beberapa tulisan yang
telah di buatnya.
Soekarno dalam tulisannya di majalah
Pikiran Rakyat
telah meletakkan
dasar-dasar pemikiran mengenai negara nasional yang bersifat demokratis bagi Indonesia
merdeka dikemudian hari. Dalam tulisannya itu, Soekarno mengemukakan bahwa
demokrasi yang dicita-citakannya adalah suatu sistem demokrasi yang tidak saja bersifat
politik seperti di barat, melainkan juga mencakup ekonomi. Untuk maksud tersebut
Soekarno menggunakan istilah sosio-demokrasi, yaitu demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi
3.
Dalam pidato pada tanggal 1 uni 1945
Ir. Soekarno
Mengatakan
4:
“Saudara-saudara, saya usulkan. Kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan
demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni
politiek-ecconomische democratie
yang mampu mendatangkan kesejahteraan sial! Rakyat
Indonesia lama bicara tentang ini…
saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat hendaknya bukan
bukan badan permusyawaratan politik democratie saja, tetapai badan yang
bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip:
Politieke
rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid…
…saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam
urusan kepala negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa
1
Disampaikan pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik pertemuan ke-10 (IK-1,3,4,5)
2
Gde Pantja Astawa, Hak Angket Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menurut UUD 1945, Disertasi UNPAD Bandung, (2000:85).
3
Affan Gafar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi (1999: 2 & 3).
4
sebab? Oleh karena
monarchie “Vooronderstelt Ertelijheid”
, turun
temurun….maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih”….
Kepincangan demokrasi parlementer Barat menurut
Ir. Soekarno
:
“Di lapangan politik rakyat adalah raja, tetapi dilapangan ekonomi tetaplah ia
budak. Parlemen boleh mengambil putusan apa saja, parlemen boleh memutuskan sapi
menjadi kuda, tetapi parlemen tidak boleh mengaru biru milik pribadi. Milik pribadi itu
harus tetap dijungjung tinggi sebagai satu pusaka yang keramat
5.
Dalam tulisannya pada Daulat Rakyat yang berjudul “demokrasi Asli Indonesia
dan Kedaulatan Rakyat”,
Drs. Moh. Hatta,
mengemukakan bahwa di dalam cita-cita
rapat dan cita-cita rakyat protes dapat dibangun demokrasi politik, sedangkan di dalam
cita-cita tolong menolong bisa menjadi dasar demokrasi ekonomi. Mengenai hal ini,
Hatta
antara lain mengatakan:
“Di atas sendi yang pertama dan kedua, dapat didirikan tiang-tiang politik
daripada demokrasi yang sebenarnya: satu pemerintahan negeri yang dilakukan
oleh rakyat dengan perantaraan wakil-wakilnya atau badan-badan perwakilan,
sedsangkan yang menjalankan kekuasaan pemerintahan takluk kepada kemauan
rakyat. Untuk menyuisun kemauan itu rakyat mempunyai hak yang tidak boleh
dihilangkan atau dibatalkan; hak merdeka bersuara, berserikat dan berkumpul
6.
lebih lanjut dikatakan
Hatta
:
“Di atas sendi yang ketiga dapat didirikan tonggak demokrasi ekonomi. Tidak lagi
orang seorang atau satu golongan kecil yang mesti menguasai penghidupan
orangbanyak seperti sekarang, melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang
banyak harus menjadi pedoman perusahaan dan penghasilan. Sebab itu tangkai
penghasilan besar yang mengenai penghidupan rakyat harus berdasar kepada
milik bersama dan terletak di bawah penjagaan rakyat dengan perantaraan
badan-badan perwakilannya”
7.
Apabila dicermati dengan seksama,
Hatta
sesungguhnya tidak menolak sistem
demoklrasi Parlementer seperti
Soekarno
. Sebaliknya
Hatta
menghendaki suatu
demokrasi dimana rakyat yang benar-benar memiliki kedaulatan dan itu hanya bisa
berkembang di dalam sistem parlementer. Selain itu, yang ditolak oleh Hatta pada
demokrasi barat adalah asas individualisme yang berlebihan, sehingga tidak ada lagi
perlindungan bagi pemilikan bersama
8.
5
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid Pertama, Panitia Penerbit dibawah Bendera Revolusi, Jakarta, (1963 : 386).
6
Mohammad Hatta, Demokrasi Asli Indonesia dan Kedaulatan Rakyat, Dalam Daulat Rakyat, No.12, 10 Januari 1932.
7
Ibid.
8
Berbagai visi yang sampaikan oleh dua tokoh pendiri Republik Indonesia,
menegaskan bahwa paham demokrasi hendak diletakan dalam pondasi Negara ini.
Persamaan itu nampak dari pemahaman mereka tentang demokrasi sebagai sistem politik,
juga sistem ekonomi.
Pada saat penyusunan UUD 1945, upaya untuk membangun paham demokrasi
dari prinsip-prinsip ajaran agama (Islam) seperti prinsip musyawarah, nampak dari
pendapat atau pandangan
H. Agus Salim
dan
Muh. Yamin
.
Dalam Sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945,
H.Agus Salim
menggambarkan
permusyawaratan dalam kerakyatan dengan menyatakan “mencapi kebulatan pendapat”.
Lebih lanjut
H. Agus Salim
menyatakan:
“Kebetulan cara permufakatan yang kita cari berlainan sekali daripada yang
terpakai dalam demokrasi barat itu. Maka jikalau ternyata dalam,
permusyawaratan, bahwa disitu ada satu dari sebagian besar yang dengan
kekerasan keyakinan kehendak menyampaikan suatu maksud dengan kerelaan
penuh untuk menyumbangkan tenaga dan usahanya untuk mencapai maksud itu,
jikalau tidak nyata-nyata maksud itu dapat diterangkan akan membawa bahaya
atau bencana besar maka bagian yang lain dalam permusyawaratan itu tidak
menyagkal, melainkan membulatkan kata sepakat supaya baik dicoba untuk
dengan ikhlas menjalankan keputusan bersama itu, sehingga bolehlah terbukti
betul atau salahnya”
9.
Dalam pada itu,
Muh. Yamin
berpandangan bahwa permusyawaratan untuk
mencapai mufakat, merupakan perpaduan antara dua konsepsi, yaitu paham
permusyawaratan yang bersumber dari ajaran Islam, sedangkan mufakat bersumber dari
tatanan Indonesia asli
10.
Mengenai
permusyawaratan,
Muh. Yamin
bertolak dari Al Qur’an Surat
Asysyura ayat 38 yang menyatakan bahwa “segala urusan dimusyawarahkan di antara
mereka”. Mengenai paham mufakat,
Yamin
menyatakan bahwa sebelum Islam
berkembang di tanah Indonesia, sudah sejak dahulu susunan desa, susunan masyarakat
bersandar pada keputusan bersama yang dinamai kebulatan bersama. Dasar kebulatan
atau dasar mufakat itu menghilangkan dasar perseorangan dan menimbulkan hidup
bersama dalam masyarakat yang teratur dalam tata Negara desa yang dipelihara secara
turun temurun dan tidak sirna oleh pengaruh agama Budha ataupun agama Hindu. Sampai
kemudian agama Islam masuk ke Indonesia dan berkembang, dasar mufakat hidup
dengan suburnya, karena dengan segera bersatu dengan firman musyawarah
11.
Persamaan pemikiran beberapa tokoh pendiri bangsa dalam memaknai demokrasi
terakomodasikan dalam UUD. Hal itu nampak dari rumusan yang terkandung dalam
UUD 1945, baik yang terdapat dalam Pembukaan (yang didalamnya memuat rumusan
dasar Negara Pancasila) maupun dalam batang Tubuh.
10
I Gde Pantja Astawa, Op.cit. hlm 125.
11
Namun sebagai sebuah cita-cita, demokrasi di Indonesia tidak berhenti sampai
Indonesia merdeka. Sebgai “
das sollen
”, usaha-usaha menemukan stelsel dan mekanisme
demokrasi yang cocok bagai masyarakat Indonesia merdeka. Tetapi pada tataran “
das
sein
”, demokrasi itu bukan sesuatu yang mudah dijelmakan. Karena itu, selama
perjalanan Indonesia merdeka, telah dijalankan tiga sistem demokrasi, yaitu demokrasi
Liberal, Demokrasi terpimpin dan Demokrasi pancasila
12.
Moh. Mahfud MD
13mengklsifikasi kedalam tiga periode perkembangan politik
di Indonesia; (1) periode 1945-1959 adalah demokrasi liberal, (2) periode 1959-1966
adalah demokrasi terpimpin dan (3) Periode 1966-sekarang (yang dimaksud
berkauasanya pemerintahan orde baru) adalah demokrasi Pancasila.
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Liberal, indikatornya sebagai berikut:
a)
Partai-partai politik sangat dominant yang menentukan arah perjalanan Negara
melalui badan perwakilan;
b)
Eksekutif berada pada kondisi lemah, sering jatuh bangun karena mosi partai;
c)
Kebebasan Pers relative lebih baik, bahkan pada periode ini peraturan sensor
dan pemberedelan yang diberlakukan sejak Zaman Belanda dicabut.
2. Periode 1959-1966 Demokrasi Terpimpin, indikatornya sebagai berikut:
a)
Partai-partai sangat lemah; kekuatan politik ditandai dengan tarik tambang
Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI;
b)
Eksekutif yang dipimpin oleh Presiden sangat kuat, apalagi Presiden
merangkap sebagai Ketua DPA yang dalam praktik menjadi pembuat dan
selector produk legislatif.
c)
Kebebasan pers sangat terkekng, pada zaman ini terjadi tindakan anti pers
yang jumlahnya sangat spektakuler.
Periode 1966- sekarang (Pemerintahan Soeharto) indikatornya sebagai berikut:
(a)
Partai politik hidup lemah, terkontrol secara ketat oleh Eksekutif; lembaga
perwakilan penuh dengan tangan-tangan Eksekutif;
(b)
Eksekutif sangat Kuat dan intervensionis serta menentukan spectrum poltrik
nasional;
(c)
Kebebasan pers terkekang dengan adanya lembaga SIT yang kemudian dig anti
dengan SIUPP.
Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, bagaimanapun juga, kita
tidak terlepas dari alur periodesasi sejarah politk di Indonesia. yaitu, apa yang disebut
sebagi periode pemerintahn masa revolusi kemerdekaan, pemerintahan parlementer
(representative democracy)
, pemerintahan demokrasi terpimpin
(guided democracy)
, dan
pemerintahan orde baru
(Pancasila Democracy)
14Pada masa demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan para
penyelenggara negara mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan
demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat.
13
Moh Mahfud MD, Hukum Dan Pilar-Pilar Demokrasi, hlm 156.
14
Tetapi fungsinya yang paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi
kemerdekaan, dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta menanamkan
semangat anti imperialisme dan kolonialisme.
Demokrasi liberal dilekatkan pada penyelenggaraan demokrasi antara tahun
1945-1959. demokrasi liberal ini dikenal pula sebagai demokrasi parlementer, oleh karena
berlangsung dalam sistem pemerintahan Parlementer ketika berlakunya UUD 1945
periode pertama, Konstitusi RIS dan UUDS 1950
15. Demokrasi Liberal/Demokrasi
Parlementer merupakan sebutan umum (seperti dalam banyak pernyataan pejabat di masa
pemerintahan Orde Baru) yang bermaksud mengambarkan bahaya, kekuranagn dan
akibat buruk yang ditimbulkan demokrasi tersebut dalam kurun waktu 1945-1959
terutama pada masa sistem pemerintahan parlementer
16. Karena itu, demokrasi
Liberal/Parlementer ini kemudaian ditinggalkan dan selanjutnya diperkenalkan sustu
sistem politik baru, yaitu demokrasi terpimpin.
Demokrasi terpimpin ini muncul sebagai bnetuk reaksi penolakan ataupun koreksi
terhadap demokrasi parlementer dengan tradisi liberalnya yang dinilai banyak
menimbulkan keburukan atau kemunduran dalam meknisme penyelenggaraan
pemerintahan. Secara konseptual, demokrasi terpimpin dikaitkan dengan Pancasila dan
berbagai prinsip demokrasi. Terdapat tidak kurang dari 12 prinsip yang dijadikan
landasan Demokrasi Terpimpin, seperti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengakui adanya hak oposisi, bukan
dictator, mencakup bidang politik, ekonomi, social dan sebagainnya
17. Namun demikian
sistem politik yang dinamakan Demokrasi terpimpin tidakl berlangsung lama, akibat
gejolak politik yang mengakibatkan runtuhnya kekuasaan
Ir. Soekarno
, bersamaan
dengan hal tersebut demokrasi terpimpinpun berakhir.
Dalam rangka melaksanakan UUD 1945 secara muni dan konsekuen dan
sekaligus koreksi terhadap demokrasi terpimpin, maka sejak orde baru dikembangkan
sustu demokrasi yang dinamakan Demokrasi Pancasila
18.
Demokrasi Pancasila hendak menggambarkan suatu demokrasi yang dikehendaki
Pancasila dan UUD 1945 dengan menjadikan prinsip musyawarah-mufakat sebagai
landasan utamanya. Disamping itu, dalam Demokrasi pancasila juga hendak
dikembangkan beberapa macam keseimbangan
19.
Pejabat Presiden Soeharto pada pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1967,
antara lain menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila berarti demokrasi, kedaulatan rakyat
yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam
menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggungjawab
15
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, Tribisana Karya, Bandung, (1977 :183).
17
I Gde Pantja Astawa, Op. cit, hlm 96.
18
Istilah ini lahir sebagai lawan (dilawankan) terhadap istilah ‘Demokrasi Terpimpin” dibawah Pemerintahan Soekarno. Lihat Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, (2003: 42).
19
kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk keadilan
social. Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong
20.
Sebelum itu seminar II Angkatan Darat yang berlangsung pada bulan Agustus
1966 mengeluarkan “Garis-garis Besar Kebijaksanaan dan Rencana Pelaksanaan
Stabilisasi Politik” yang dalam bidang politik dan konstitusioanal dirumuskan dengan :”
Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang
berarti menegakkan kembali asas-asas Negara hukum di mana kepastian hukum
dirasakan oleh segenap warga Negara, di mana hak-hak asasi manusia baik dalam aspek
kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan
kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional. Dalam rangka ini perlu diuasahakan
supaya lembaga-lembaga dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan-ikatan pribadi
dan lebih diperlembagakan
(depersonalization, institusionalization)
”
21Pertanyaan yang kemudian muncul adalah pemerintahan atau sistem politk seperti
apakah Orde Baru yang melabelkan dirinya dengan demokrasi Pancasila?
Karl D.
Jackson
( dalam
Jackson
and
Pye
, 1978), dengan menggunakan model analisis yang
digunakan oleh
Riggs
dalam mengamati
Thailand
, menyebut Indonesia Orde Baru
sebagai Negara birokratik atau
Bureaucratic Polity
. Dalam Negara seperti ini, biasanya
sekelompol elite politik menguasai sepenuhnya pengambilan keputusan politik negara.
Sementara, masyarakat hanya dilibatkan dalam proses implementasi kebijaksanan
22.
Sementara
Dwight King
(dalam
Anderson
and
Kahin
, 1992) menyebut
Indonesia Orde Baru sebagai
Bureaucratic Authoritarian with limited plurality
. Dalam
artian, birokrat-baik sipil maupun militer memnag sangat dominant, bahkan cenderung
otoritarian, tetapi warna pluralisme tetap ada sekalipun terbatas. Yaitu, dengan
mengorganisasikan kepentingan secara corporatist, seperti kepentingan buruh, petani,
guru, dan lain sebagainya, yang disusun secara vertical, tidak horizontal sebagaimana
dikenal dalam demokrasi
23.
20
CSIS, Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, Yayasan Proklamasi, Jakarta, (1976: 67).
21
Seminar Angkatan darat II, Garis-garis Besar Kebijaksanaan dan Rencana Pelaksanaan Stabilisasi Politik, Seskoad Bandung, 1966, dalam Moh. Mahfud MD, op.cit, hlm 43.
22
Affan Gafar, op.cit., hlm 36.
23
1
HAK AZASI MANUSIA
1Oleh: Adiyana Slamet
Hak Azasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperolehnya dan
dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya dalam kehidupan masyarakat.
Hak Azasi Manusia (
human raights
) yang secara universal diartikan sebagai
those rights
which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being
oleh
masyarakat di dunia perumusan dan peng