REFLEKSI KEARIFAN LOKAL HUKUM ADAT PANCUNG
SEBELUM MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI HUTA
SIALLAGAN DESA SIALLAGAN PINDARAYA
KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN
SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
ATENG NAINGGOLAN
NIM : 3113122008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
BSTRS
teng Nainggolan, Nim 3113122008. Tahun 2015. Judul sklipsi: Refleksi Sealifan Lokal Hukum dat Pancung Sebelum Masuknya gama Slisten di Huta Siallagan Desa Siallagan Pindalaya Secamatan Simanindo Sabupaten Samosil. Sklipsi ini teldili dali 5 bab, 62 halaman, 7 daftal tabel.
Peneltan n mengena Refleks Kearfan Lokal Hukum Adat Pancung Sebelum Masuknya Agama Krsten d Huta Sallagan Desa Sallagan Pndaraya Kecamatan Smanndo Kabupaten Samosr. Peneltan n bertujuan untuk mengetahu makna hukum pancung d masyarakat (utu) kampung Sallagan, efek jera hukum adat pancung terhadap masyarakat, mengetahu bentuk kesalahan-kesalahan yang dnyatakan terpdana mat, mengetahu Konds masyarakat sallagan sebelum masuknya agama Krsten.
Adapun jens peneltan yang dgunakan adalah peneltan kualtatf dengan pendekatan deskrptf. Teknk pengumpulan data dengan observas partspas. Data-data yang ddapat dar hasl observas partspas juga ddukung dengan hasl wawancara yang dlakukan kepada masyarakat yang mengert dan memaham mengena Refleks Kearfan Lokal Hukum Adat Pancung Sebelum Masuknya Agama Krsten d kampung (Huta) Sallagan Desa Sallagan Pndaraya Kecamatan Smanndo Kabupaten Samosr.
Hasl peneltan menunjukkan bahwa hukum adat pancung d kampung (utu) Sallagan dmula sejak sektar Tahun 1715 pada masa pemerntahan raja pertama yatu Raja Laga Sallagan. Hukum adat pancung n telah mencptakan masyarakat yang mempunya skap hormat terhadap sesama masyarakat, berkarakter, keutuhan nla kekeluargaan monogam. Orang yang dhukum pancung merupakan mereka yang membuat kesalahan yang besar sepert pembunuhan, pemerkosaan, penghanat terhadap raja. Berdasarkan gagasan pemkran masyarakat kampung (utu) Sallagan dulu, hukum adat pancung menjad sebuah meda untuk menyelesakan permasalahan masyarakat secara bak, dan adl Masyarakat Samosr sebelum datangnya agama Krsten mempercaya Debutu Mulu Judi Nubolon (Allah yang tdak bermula dan berakhr) sebaga Tuhannya, yang mempunya sstem kepercayaan dan relg tentang Mulujudi Nubolon yang memlk kekuasaan d atas langt dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debutu Nutolu. Menyangkut jwa dan roh. Dengan masuknya agama Krsten ke tanah Batak pada tahun 1823 maka hukum adat pancung tdak dlaksanakan lag. Karena setelah mereka memeluk agama Krsten masyarakat telah sadar apa yag mereka lakukan merupakan hal yang sangat melanggar ajaran Agama Krsten.
ATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang telah memberikan banyak nikmat yang tidak terhingga. Atas izin Tuhan penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Refleksi Kearifan Lokal Hukum Adat Pancung Sebelum Masuknya Agama Kristen di utu Siallagan Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Selama penyelesaian Skripsi ini banyak kendala yang dihadapi oleh Penulis, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya Skripsi ini diselesaikan. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus atas perhatian dan peran serta kepada :
1) Rektor Universitas Negeri Medan Bapak Prof. Syawal Gultom.
) Dekan Fakultas Ilmu Sosial Bapak Dr.H.Restu, MS dan segenap fungsionaris Fakultas Ilmu Sosial – Universitas Negeri Medan.
3) Ibu Dra. Puspitawati,M.Si ketua Program Studi Pendidikan Antropologi. 4) Bapak Drs.Tumpal Simarmata,M.Si sebagai dosen pembimbing Skripsi
sekaligus salah satu motivator penulis yang memberi masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3
6) Bapak Drs.Payerli Pasaribu,M.Si sebagai Dosen penguji II yang telah member masukan dan arahan agar penulisan ini terselesaikan dengan baik. 7) Bapak Drs.Waston Malau, MSP sebagai dosen penguji III yang telah
memberi masukan kepada penulis untuk mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8) Ibu Murni Eva Marlina Rumapea, M.Si sebagai Dosen yang selalu memberi semangat dan masukan agar terselesainya tulisan ini.
9) Seluruh Dosen pengajar program Studi Pendidikan Antropologi FIS Unimed yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
10) Kepala Desa Siallagan Pindaraya yaitu Ridwan Siallagan Bapak Pahala Sinaga sebagai kepala dusun III yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis serta dengan senang hati, ramah, dan sabar telah bersedia memberikan informasi baik lisan maupun tulisan yang sangat berguna bagi penulisan Skripsi penulis.
4
1) Kepada abangku Pungu Nainggolan, Kombek Nainggolan, kakak Merlina Nainggolan, juga adikku Nurlina Nainggolan, dan Rusmini Nainggolan yang selalu memberi semangat dan membantu penulis menyelesaikan tulisan ini. Kalian
saudar-saudaraku yang luar biasa. Semoga kesuksesan selalu bersama kita. Amin.
13) Keluarga besarku yang ada di Muara, Medan terima kasih atas doanya. Karena
berkat doa saudara-saudaraku semua penulis dapat menyelesaikan dan mendapat
gelar sarjana.
14) Teman-teman seperjuangan Antropologi stambuk 011.
15) Teman dekatku di kampus Suraman Leo situmorang, Luhut Sinaga, Firmando
Marbun, Viktor Sinaga, Ahmad Affandi, Morina Br Ginting, Nova Br Sembiring,
Lydia claranta Barus Andhini Nur F, dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan
satu per satu. Terimakasih untuk hari-hari kebersamaan kita
16) Teman-teman PPLT 015 SMK SMEA Swasta Karya Pendidik Balige.
17) Semua yang terlibat dalam penulisan ini yang tidak dapat dituliskan satu persatu.
Terima kasih atas bantuan semuanya.
Penulis telah berupanya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian Skripsi
ini, namun Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan
Skripsi ini baik dari segi isi, maupun tata bahasa, untuk itu Penulis mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun dari Pembaca demi sempurnanya Skripsi ini.
Kiranya isi Skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya Khasanah Ilmu Pendidikan.
Medan, 5 Juni 015 Penulis,
AFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
AFTAR ISI ... v
AFTAR TABEL ... viii
AFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 1.3 Pemnatasan Masalah ... 6
1.4 Rumusan Masalah ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA AN LANASAN TEORI 2.1 Kerangka Konseptual ... 8
2.1.1 Masuknya Agama Kristen di Tanah Batak ... 8
2.1.2 Sistem Hukum Adat ... 9
2.1.3 Pandangan Masyarakat Terhadap Hukum Pancung ... 11
2.1.4 Kearifan Lokal ... 12
2.2 Landasan Teori ... 1
2.2.2 Teori Ilmu Gain Dan Religi ... 1
2.2.3 Teori Imnalan (bsolute/vergeldingstheorie) ... 16
2.2.4 Teori Maksud dan Tujuan (reltieve/doelttheorie) ... 16
2.3 Kerangka Berpikir ... 18
BAB III METOOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 20
3.2 Lokasi Penelitian ... 21
3.3 Sunjek Dan Onjek Penelitian ... 21
3.3.1 Sunjek Penelitian ... 21
3.3.2 Onjek Penelitian ... 22
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 22
3.4.1 Wawancara Mendalam (In-Dept Interview)... 22
3.4.2 Studi Literatur ... 23
3.4.3 Dokumentasi ... 24
3. Teknik Analisa Data ... 2
BAB IV PEMBAHASAN AN HASIL PENELITIAN 4.1 Gamnaran Umum Lokasi Penelitian ... 27
4.1.1 Keadaan Geografis ... 27
4.1.2 Keadaan Topografi... 30
4.1.3 Luas Wilayah Menurut Penggunaan ... 32
4.1.4 Keadaan Penduduk ... 33
4.2 Kondisi Masyarakat Senelum Masuknya Agama Kristen ... 38
7
4.4 Pelaksanaan Hukum Pancung ... 48
4. Tujuan Pelaksanaan Hukum Pancung ... 2
4.6 Makna Hukum Pancung ... 3
4.7 Bernagai Tanggapan Masyarakat Terhadap Hukum Adat
Pancung...
4.7.1 Senagai Penarik Pariwisata ...
4.7.2 Senagai Mitologi ... 6
4.7.3 Menjelek - jelekkan Suku Batak ... 7
4.7.4 Senagai Pemnodohan ... 8
BAB V KESIMPULAN AN SARAN
.1. Kesimpulan ... 60
.2. Saran ... 61
AFTAR PUSTAKA
OKUMENTASI PENELITIAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 : Luas wilayah menurut desa di Kecamatan Simanindo ……….. 30
2 : Jumlah dusun, luas wilayah dan jumlah penduduk per dusun di Desa Siallagan Pindaraya ... ……. 32
3 : Luas wilayah menurut penggunaan ………..…… 34
4 : Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin………. 36
5 : Data penduduk desa Siallagan Pindaraya menurut agama………... 37
6 : Klasifikasi tingkat pendidikan usia anak sekolah……….. 39
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Adat merupakan pencerminan dari pada kepribadian sesuatu bangsa, Oleh kerena itu maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Justru oleh ketidaksamaan inilah kita dapat mengatakan bahwa adat itu unsur yang terpenting yang memberikan identitas kepada bangsa yang bersangkutan (Soerojo, 1992:1).
Hukum pancung adalah hukum adat yang cara penghukumannya dengan memotong/menebas kepala yang terpidana dengan meletakkan tubuh terpidana diatas meja batu. Posisi kepala lebih tinggi dari pada kaki lalu dipotong/ditebas. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia, pancung atau memancung adalah memotong dengan parang atau pedang dengan yang tajam agak miring (dengan sekali tebas) seperti bambu telang. Memenggal leher orang seperti yang dilakukan Algojo untuk menghukum orang jahat dahulu. Terpancung, terpotong miring, terpenggal, setelah leher tereksekusi putus, darah menyembur dari lehernya yang terpotong itu. Pancungan adalah potongan, tebasan dengan alat yang tajam sekali (parang, pedang, kapak).
2
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)Refleksi adalah gerakan, pantulan di luar kemauan (kesadaran) sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar: penyair pada hakikatnya adalah suatu dari masyarakat sekelilingnya. Menurut kamus sosiologi Repleksi adalah tanggapan atau jawaban sertamertayang sederhana (Soerojo Soekanto, 1983).
Tingkatan peradaban maupun cara penghidupan yang modern ternyata tidak mampu menghilangkan adat kebiasaan yang hidup dalam kebiasaan masyarakat, paling-paling yang terlihat dalam proses kemajuan zaman sehingga adat itu menjadi kekal serta tetap segar. Demikian juga halnya marga Siallagan (turunan Raja Naiambaton garis keturunan dari Raja Isombaon anak ke dua Siraja Batak) membangun sebuah huta atau perkampungan yang dinamakan Kampung Siallagan yang dibangun oleh keluarga marga Siallagan yang dikuasai oleh seorang pemimpin yaitu Raja Siallagan. Pembangunan Kampung Siallagan, dilakukan secara gotong royong atas prakarsa Raja huta atau Kampung yang pertama yakni Raja Laga Siallagan dan selanjutnya diwariskan kepada keturunannya Raja Henrik Siallagan dan seterusnya Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Pembangunan huta atau kampungyang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng dan diatasnya ditanami bambu.
3
dengan ketinggian 1,5-2,00 meter yang disusun dengan rapi. Dari pintu masuk terdapat patung batu-batu besar yang diyakini sebagai pengusir roh jahat yang ingin masuk kedalam kampung,patung ini disebutPangulubalang.Pangulubalang menjadi sebuah benda yang dibuat masyarakat untuk menjaga kampung (huta) maupun rumah.Biasanya pangulubalang berbentuk manusia dan hewan yang dibentuk dari batu dan pohon besar.
Menurut penuturan para orang tua, Huta atau Kampung adalah sebuah kelompok rumah yang berdiri diatas tanah suatu kawasan yang dihuni oleh beberapa keluarga yang terikat dalam satu kerabat. Dalam masyarakat Batak, dimana marga merupakan sebuah identitas yang akan menjelaskan asal usul kekerabatanya, maka huta atau kampung juga dibangun sebagai identitas tempat tinggal yang selanjutnya hutaatau kampung akan dinamai sebagai huta marga atau Kampung marga. Salah satunya adalah Kampung Siallagan yang diberikan nama oleh masyarakat tersebut karena yang membuka dan menempati huta atau kampung tersebut adalah marga Siallagan. Raja pertama yang menjadi pemimpin di kampung atau huta Siallagan tersebut adalah Raja Laga Siallagan(Sumber: Scalatoba blogspot.com).
Huta atau Kampung Siallagan mempunyai hukum tersendiridi bandingkan
4
kampung Siallagan. Setiap orang yang melakukan kesalahan fatal yang tidak bisa dimaafkan maka dia akan di sidangkan dan diputuskan untuk dipidana mati. Hukum adat Batak Toba ini mempunyai Algojo tersendiri untuk mengeksekusi orang yang terpidana mati. Sebelum orang tersebut di eksekusi mati harus terlebih dahulu menjalani persidangan yang dipinpin oleh Raja huta/Kampung. Dalam persidangan tersebut masyarakat mengikuti namun haya menyaksikan dan mendengarkannya saja.
Para peserta yang ikut berperan dan duduk di persidangan adalah para Raja-Raja Huta tersebut. Kebijaksanaan hukum ini merupakan seperangkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat untuk menyelesaikan hukum secara baik dan benar persoalan atau kesulitan yang dihadapi, yang dipelajari atau diperoleh dari generasi kegenerasi secara lisan atau melalui contoh tindakan. Hukum adat hutaatau kampung Siallagan menjadi suatu bukti bahwa Batakbertindak tegas dalam menegakkan keadilan dan kebenaran Adat istiadat yang hidup serta yang berhubungan dengan tradisi rakyat inilah yang merupakan sumber yang mengagumkan bagi hukum adat kita (Soerojo, 1992:13).
5
mengetahui gambaran hukum adat pancung sebelum masuknya Agama Kristen di kampung (huta) Siallagan juga ingin melihat dan mengetahui seberapa jauh nilai-nilai adat hukum pancung itu masih ada di kampung Siallagan dan nilai-nilai dalam bentuk apa yang masih ada saat ini yang merupakan peniggalan dari kekuasaan raja Laga Siallagan zaman dulu.
Kebijaksanaan yang dibuat itu bermanfaat untuk mengatur kehidupan manusia baik mengatur hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat, hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Dimana kearifan lokal kampung Siallagan sebagai sebuah nilai yang menjadi pegangan hidup yang bersumber dari warisan budaya. Karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Refleksi Kearifan Lokal Hukum Adat Pancung Sebelum Masuknya Agama Kristen di Huta Siallagan Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi identifikasi masalah adalah :
1. Kondisi masyarakat sebelum masuknya agama Kristen 2. Sejarah hukum pancung
3. Pelaksanaan hukum pancung
4. Tujuan pelaksanaan hukum pancung 5. Makna hukum pancung
6
1.3 Pembatasan Masalah
Mengingat begitu luasnya masalah yang akan dibahas, maka peneliti mengadakan pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun masalah yang akan diteliti dan dibahas adalah: “Refleksi Kearifan Lokal Hukum Adat Pancung Sebelum Masuknya Agama Kristen di Huta Siallagan Desa Siallagan Pindaraya Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi masyarakat sebelum masuknya agama Kristen ? 2. Bagaimana Sejarah hukum pancung ?
3. Bagaimana Pelaksanaan hukum pancung ? 4. Apa Tujuan pelaksanaan hukum pancung ? 5. Apa Makna hukum pancung ?
6. Apa tanggapan masyarakat mengenai hukum adat pancung ?
1.5 Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
7
3. Untuk mengetahui Pelaksanaan hukum pancung
4. Untuk mengetahui Tujuan pelaksanaan hukum pancung 5. Untuk mengetahui Makna hukum pancung
6. Untuk mengetahui berbagai tanggapan masyarakat mengenai hukum adat pancung
1.6 Manfaat Penelitian
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah untuk dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan sekaligus dijadikan bahan rujukan bagi studi maupun penelitian lain yang berhubungan dengan hukum adat.
Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini akan memberi kepuasan tersendiri bagi peneliti yang selama ini merasa ingin mengetahui kerarifan lokal hukum adat pancung sebelum masuknya Agama Kristen di Huta Siallagan Desa Ambarita Kabupaten Samosir.
2. Bagi penelitian Antropologi, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan refrensi untuk memperkuat hasil penelitian yang dilakukan yang sama dengan hukum adat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari uaraian yang telah dipaparkan di atas dapat penulis menyimpulkan bahwa :
1. Kondisi masyarakat sebelum masuknya agama Kristen ke Tanah Batak sangat menyeramkan. Setiap pohon-pohon besar dan batu-batu besar dijadikan tempat penyembahan roh oleh masyarakat. Masyarakat kampung (huta) Siallagan menganut agama parmalim yang mempercayai ke agungan Debata Mulajadi Nabolon(Allah yang tidak bermula dan tidak berakhir).
2. Hukum adat pancung dibuat oleh Raja Laga Siallagan karena konflik yang sering terjadi di lingkungan masyarakatnya. Dengan demikian Raja Laga Siallagan bersama dengan raja-raja hutaatau kampung merundingkan untuk menerapkan hukum adat pancung tersebut oleh karena itu hukum adat pancung mulai ada di hutaatau kampungSiallagan pada tahun1715. 3. Hukum pancung dijatuhkan kepada siterdakwa setelah raja-raja hutaatau
kampungmenyidangkan di meja persidangan. Setelah siap disidang maka tubuh siterdakwa akan disayat-sayat untuk membersihkan dari ilmu-ilmu hitam. Setelah dianggap bersih dari ilmu hitam maka siterdakwa akan di pancung oleh Algojo atau orang kepercayaan raja.
4. Hukum pancung dilaksanakan di hutaatau Kampung Siallagan untuk meminimalisir konflik yang terjadi dalam linkungan masyarakat kampung
61
Siallagan. Setelah adanya pelaksanaan hukum pancung di huta atau kampung Siallagan maka lingkungan kampung Siallagan sangat berbeda situasinya dengan sebelum adanya hukum tersebut. Masyarakat hidup berdampingan dan saling membantu dalam bekerja serta taat dalam aturan-aturan adat.
5. Hukum adat pancung tersebut secara otomatis akan mengarahkan sikap prilaku masyarakat kearah yang baik dalam melakukan segala aktifitas pekerjaan maupun budaya adat Batak di hutaatau kampungSiallagan.Setelah adanya hukum pancung tersebut maka masyrakat mejadi hidup dengan damai dan saling tolong menolong. Hingga sekarang masyarakat tetap hidup dengan damai
6. Tanggapan dari berbagai masyarakat mengenai hukum adat pancung mengatakan bahwa hukum adat pancung yang ada di huta atau kampung Siallagan tersebut dulu hanya sebagai penarik pariwisata, menjelek-jelekkan Suku Batak, sebagai mitologi, dan sebagai pembodohan.
5.2 Saran
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saat melakukan Penelitian dan analisa terhadap hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran sebagai berikut:
62
dianggapmelanggar norma hukum adat dan Negara walaupun hukum tersebut tidak ada lagi dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan dalam keadilan suatu hukum.
2. Bagi pemerintah setempat diharapkan hasil penelitian ini menjadi masukan dan tambahan dalam membuat hukum yang dapat memulihkan kembali keadilan hukum bagi pelanggar hukum Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Dkk, Satyananda i made 2013. Kearifan Lokal Suku Helong Di pulau Semau Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: ombak Endaswara, Suwardi. 2009. Metode Penelitian Folklore. Yogyakarta: Media
Presindo
Hutauruk J. R. 2010. Tebarkanlah Jalamu. Pematang Siantar: Percetakan HKBP
Ihromi. T.O. 1993. Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
. T.O. 1984. Antropologi Dan Hukum. Jakarta: Yaysan Obor Indonesia
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Marpaung Laden. 2005. Asas-teori-praktik hukum pidana. Jakarta: sinar Grafika
Nainggolan, Adityapratama. 2010. Tinjauan Estetika Terhadap Prosesi Pernikahan Adat Batak Toba. Yogyakarta: Skripsi Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Putra. 2004. Kearifan Lokal Masyarakat. Yogyakarta: Media Presindo Scharf . R Betty. 2004. Sosiologi Agama. Jakarta timur: Prenada Media S.H, Wignjodipoero,Soerojo. 1920-1980. Pengantar Dan Asas-Asas Hukum
Adat. Jakarta: Cv Haji Masagung
SHW 2001. Tuho Parngoluan Ruhut Ni Adat Poda Ni Uhum Pangalaho Padan Dalihan Natolu, Buku Kedua. Medan: Cv Pustaka Gama
Simajuntak. 2011. Pemikiran Tetang Batak. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sitomorang. 2009. Toba Na Sae. Jakarta: Komunitas Bambu
Vergouwen J.C. 1986 Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta: Pustaka Azet.
Sumber Skripsi :
Rama Ihut, Srikandi. 2013 Peninggalan Kebudayaan Megalitikum Di Desa
Siallagan Sebagai Objek Wisata”. Medan: Universitas Negeri medan.
Parhusip, Jonathan. 2014 Perkembangan Gereja HKBP Di Pulau Samosir 1893 - 1913”. Medan: Universitas Negeri Medan.
Simarmata, Melamsel. 2015. perkembangan Objek Wisata Batu Kursi Parsidangan dan Parhapuran Desa Siallagan Pindaraya Kabupaten Samosir. Medan: Universitas Negeri Medan.
Sumber Lain:
Malau, Fadmin Prihatin, Minggu 29 maret 2015. Hukuman Mati Dalam Kearifan Budaya Lokal. Koran WASPADA.
Scolatoba blogspot.com diakses 14 februari 2015 10:49
https://bersukacitalah.wordpress.com/2011/01/20/tahap-analisis-data-penelitian- kualitatif/ diakses 14 februari 2015 11:30
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3536/1/HUSNIYAH-FSH.pdf diakses 14 februari 2015 11:35
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati diakses 26 februari 2015 14:24 https://www.facebook.com/uli.kozok/posts/10152401523869849 diakses 2 juni