• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSIKLIKALITAS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA (PERIODE 2009 : Q1 – 2013 : Q4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSIKLIKALITAS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA (PERIODE 2009 : Q1 – 2013 : Q4)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSIKLIKALITAS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA

PERIODE 2009: Q1 – 2013: Q4

(Skripsi)

Oleh

KARTIKA PAKPAHAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ANALYSIS FACTORS THAT AFFECT OF PROCYCLICALITY BANKING SECTOR IN INDONESIA

(PERIOD OF 2009: Q1-2013: Q4)

By

KARTIKA PAKPAHAN

ABSTRACT

This study aims to identify and analyze the factors that affect prosiclicality of the banking sector in Indonesia. The used variables independent are Loan to Asset Ratio (LTA), Operating Expenses and Operating Income (BOPO) and the

Concentration Ratio (CR4). In this study, the data used is panel data with research period March 2009 to December 2013 and 4 banking companies classified as having the largest assets in Indonesia as a cross section.

This study using the tool of analysis is the method of multiple linear regression analysis of panel data models. The results showed that the right model to explain the effect of the Loan to Asset Ratio (LTA), Operating Expenses and Operating Income (BOPO) and the Concentration Ratio (CR4) to procyclicality is Fixed Effect Model. Fixed Effect Model explains that in partial LTA and BOPO negative effect on procyclicality.

(3)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSIKLIKALITAS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA

(PERIODE 2009 : Q1 – 2013 : Q4) Oleh

KARTIKA PAKPAHAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi prosiklikalitas sektor perbankan di Indonesia. Beberapa variabel bebas yang digunakan adalah Loan to Asset Ratio (LTA), Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) dan Concentration Ratio (CR4). Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data panel dengan periode penelitian Maret 2009 sampai Desember 2013 dan 4 perusahaan perbankan yang tergolong memiliki aset terbesar di Indonesia sebagai cross section.

Penelitian ini menggunakan metode analisis model data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang tepat untuk menjelaskan pengaruh Loan to Asset Ratio (LTA), Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) dan

Concentration Ratio (CR4) terhadap prosiklikalitas adalah Fixed Effect Model. Fixed Effect Model menjelaskan bahwa secara parsial variabel LTA, CR4, berpengaruh negatif terhadap prosiklikalitas.

Kata Kunci: Prosiklikalitas, suku bunga kredit perbankan, Loan to Asset Ratio

(LTA), Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO),

(4)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSIKLIKALITAS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA

PERIODE 2009: Q1 – 2013: Q4

Oleh

KARTIKA PAKPAHAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan Kredit Perbankan Agregat, Rasio,

Periode Maret 2009-Desember 2014... 4 2. Perkembangan Kredit Perbankan, Mikro Perbankan,

PDB,dan Konsentrasi Industri Perbankan... 11 3. Kurva Teori Penawaran Uang Keynes... 42 4. Perkembangan Siklus Rasio Kredit Perbankan

(6)

DAFTAR ISI

1. Prosiklikalitas Kredit Perbankan ... 22

2. Kebijakan Makroprudensial ... 30

3. Struktur Pasar ... 32

b) Rasio Operasional terhadap Pendapatan Operasional ... 45

c) Loan to Asset Ratio ... 46

B. Tinjauan Empiris ... 46

III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel ... 49

B. Penentuan Objek Penelitian ... 51

C. Jenis dan Sumber Data ... 51

D. Metode Analisis ... 52

(7)

4. Pendekatan Efek Tetap ... 56

5. Pendekatan Efek Acak ... 56

6. Pengujian Model ... 57

a. Uji Chow Test (Pool vs Fixed Effect) ... 57

b. Uji Hausman ... 58

7. Pengujian Uji-t ... 59

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kajian Identifikasi Prosiklikalitas Perbankan di Indonesia ... 61

B. Hasil Regresi Data Panel ... 65

1. Hasil Regresi Pendekatan Pooled Least Square ... 65

2. Hasil Regresi Pendekatan Fixed Effect ... 66

3. Hasil Regresi Pendekatan Random Effect ... 67

4. Hasil Pemilihan Teknik Regresi Data Panel ... 67

C. Estimasi Persamaan Regresi Pendekatan Fixed Effect... 69

1. Variabel Loan to Asset Ratio (LTA) ... 70

2. Variabel Bebab Operasional terhadap Pendapatan Operasional(BOPO) ... 70

Variabel Concentration Ratio (CR4) ... 70

D. Pengujian Hipotesis ... 73

E. Pembahasan ... 76

V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Suku Bunga Kredit Perbankan, LTA,

BOPO dan CR 2009:Q1-2013:Q4... L1 2. Data Suku Bunga Kredit Perbankan, LTA,

BOPO dan CR 2009:Q1-2013:Q4 (Lanjutan)... L2 3. Data Suku Bunga Kredit Perbankan, LTA, BOPO

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengujian Identifikasi Prosiklikalitas... 3

2. Bank dengan Total Aset Terbesar... 12

3. Penjelasan Satuan Pengukuran,Selang Periode Runtun Waktu, Sumber Data... 50

4. Hasil Estimasi Model Pooled Least Square, Fixed Effect, Random Effect Model, LTA, BOPO, dan CR4 terhadap Suku Bunga Kredit Perbankan... 65

5. Hasil Estimasi dengan Data Panel dengan Uji Hausman... 68

6. Residual (Correlation Matrix) Fixed Effect Model... 68

7. Residual (Correlation Matrix) Random Effect Model... 69

8. Coefficient Fixed Effects (Cross) ... ... 71

(10)

MOTO

.

“I CAN DO ALL THINGS THROUGH CHRIST WHO GIVES ME

STRENGTH“ (PHILIPPIANS 4:13)

“Life is about continuous exploration and continuous growth. Follow your happiness, follow your gut instincts, trust yourself. It will lead you to a place

(11)
(12)
(13)
(14)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Kupersembahkan karya sederhana namun sangat berarti ini, kepada:

Bapak dan Mamakku tercinta, Drs. Edward Pakpahan, M.Si. dan Sinta Rotua Marbun, S.P., yang telah berjuang membesarkanku dengan penuh kasih sayang,

dan yang selalu mendoakan keselamatan dan kesehatanku. Ompungku tercinta, Op. Kartika br. Hutasoit

Adik-adikku tersayang, Aditya Jesika Pakpahan, Hans Adinata Pakpahan dan Caroline Gabriella Pakpahan yang selalu memberikan doa dan dukungan agar

terus berusaha dan berjuang untuk menyelesaikan pendidikan.

Keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan motivasi

(15)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Kartika Pakpahan. Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 21 April 1993. Penulis merupakan putri pertama dari empat

bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Bapak Drs. Edward Pakpahan, M.Si., dan Ibu Sinta Rotua Marbun, S.P.

Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK PKK Condong Catur, Yogyakarta. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD R.K. F.R. Xaverius Namorambe. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Y.P. Singosari Deli Tua. Pada tahun 2011, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Y.P. Singosari Deli Tua. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai Mahasiswi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal Universitas Lampung (UML Unila).

(16)

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prosiklikalitas Sektor Perbankan di Indonesia Periode 2009:Q1-2013:Q4” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia untuk membimbing, memberikan saran, arahan, nasihat, motivasi, semangat dan sumbangan pemikiran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

(17)

dan Ibu Nurbetty Herlina Sitorus S.E., M.Si., selaku Dosen Pembahas pada seminar usul penelitian dan seminar hasil penelitian yang telah memberikan banyak kritik dan saran demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

6. Bapak dan Mamakku tersayang, terima kasih atas pengorbanan yang sangat luar biasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginanku hingga saat ini, sehingga sampai saat ini aku tidak pernah hidup berkekurangan di perantauan sedikit pun. Terima kasih atas kasih sayang yang selalu diberikan serta doa yang selalu dipanjatkan. Kiranya Tuhan selalu melimpahkan kesehatan dan umur yang panjang serta kebahagiaan kepada kalian, orang yang paling aku sayangi di dunia ini.

7. Seluruh adik-adikku, Jesika, Hans, Olin, Amelia, Ayu, Marsheilla, Tesa, Putri, Rafny, Alvin, Rafael, Tadeus, Zerry dan Pariban-paribanku, Rivaldo Tolopan Sinaga & Arbain Rambe. Terima kasih atas doa, dukungan terlebih tingkah lucu dan menggemaskan kalian yang membuatku semakin

bersemangat untuk terus berjuang menyelesaikan pendidikan.

8. Seluruh keluarga besarku, teman senamaku Op. Kartika br. Hutasoit, Namboru Paldo, Uda dan Inanguda Amelia, Uda dan Tante Sheilla, dan Inanguda Tessa. 9. Sahabat terbaikku, Ina Febria Ginting, Matdalena Voria Rajagukguk, Nina

(18)

Asty, Irma, Gita. N., Yessi, Desi, Cella, Putri, Dewi Huntari, Caca, Trimul, Defti, Butet, Indah Fajriati, Yeni, Arief Buero Harianja dan Sunarmo serta seluruh teman-teman EP 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

11.Penghuni Wisma Dorothy, Kak Rymni Tambunan, S. H., Kak Novi Siregar, S.H., Kak Debora Purba, Kak Anita Gultom, S.T., Lidia Widiarti, S.Pd., Elisabeth Tobing, dan Lena Barbie. Terima kasih atas dukungan, motivasi dan kebersamaannya selama ini.

12.Senior dan seluruh teman-teman PKMK FEB Unila

13.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Prosiklikalitas perbankan1 adalah perilaku penyaluran kredit perbankan yang berlebihan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat ketika dalam kondisi ekspansi dan mempercepat penurunan kegiatan ekonomi ketika dalam kondisi kontraksi (Bank Indonesia, 2014).

Pasca pemuihan krisis krisis Asia 1997/1998 perilaku prosiklikalitas perbankan Indonesia semakin meningkat terutama berlangsung sejak September 2009. Apabila perbankan cenderung selalu memainkan penyaluran kredit perbankan ketika perekonomian bergejolak, hal tersebut akan mendorong timbulnya krisis perekonomian.

Perilaku prosiklikalitas perbankan pada umumnya diikuti dengan peningkatan perilaku risk taking dalam penyaluran kredit yang dapat teridentifikasi dari adanya risiko ketidakseimbangan antara penyaluran kredit dengan kebutuhan

perekonomian. Dengan demikian, permasalahan dalam prosiklikalitas didasarkan atas indikator kebutuhan perekonomian dan indikator ketidakseimbangan

penyaluran kredit perbankan. 1

(20)

Bank Indonesia (2014) menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi prosiklikalitas dapat dilakukan dengan cara mengukur kebutuhan perekonomian dengan tren jangka panjang dari indikator rasio yang diperoleh berdasarkan:

Rasio Kredit :

Tren jangka panjang dihitung dengan pendekatan Hodrick-Prescott Filter. Pendekatan Hodrick-Prescott Filter dihitung dengan menggunakan program aplikasi Eviews 6. Indikator risiko ketidakseimbangan antara penyaluran kredit dengan kebutuhan perekonomian dihitung berdasarkan gap yang diperoleh berdasarkan perhitungan sebagai berikut :

Gap : Rasio Kredit – Tren

Bank Indonesia (2014) menjelaskan bahwa gap yang bernilai positif dan negatif mengindikasikan bahwa pada periode tersebut mengalami ketidakseimbangan antara kebutuhan perekonomian dan penyaluran kredit perbankan.

Tabel 1 menguraikan growth (pertumbuhan ekonomi riil), kredit (rata-rata dari penyaluran kredit modal kerja, investasi dan konsumsi), rasio kredit

(kredit/growth), tren (hasil Hodrick-Prescot Filter dari asio kredit) sebagai indikator kebutuhan perekonmian, gap (selisih dari tren terhadap rasio kredit) sebagai indikator ketidakseimbangan penyaluran kredit. Melalui Tabel 1 dapat dibuktikan bahwa selama tahun 2009-2013 terjadi ketidakseimbangan kebutuhan perekonomian dan penyaluran kredit yang mengindikasikan terjadinya

(21)

Tabel 1 Hasil Pengujian Deteksi Prosiklikalitas Periode Maret 2013-Desember

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.

Hasil identifikasi prosiklikalitas yang dilakukan pada tahun 2009-2013,

menemukan bahwa pada tahun 2009-2013 terbukti mengalami prosiklikalitas. Hal tersebut terlihat dari gap yang bernilai positif dan negatif. Gap yang bernilai positif mencerminkan bahwa jumlah penyaluran kredit perbankan berlebihan sedangkan gap yang bernilai negatif mencerminkan bahwa kebutuhan

perekonomian lebih dominan sebagai leading daripada jumlah penyaluran kredit. Tabel 1 menjelaskan bahwa periode awal semester I tahun 2009 hingga awal semester II tahun 2009 perekonomian Indonesia selalu diawali dengan penyaluran kredit yang lebih tinggi daripada kebutuhan perekonomian (overhated)

(22)

sesuai dengan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (2014). Bank Indonesia (2014) menemukan bahwa peningkatan prosiklikalitas kredit perbankan terjadi sejak September 2009.

Perlambatan pertumbuhan perekonomian pada Maret 2010 dan September 2010 seiring dengan penurunan kredit yang lebih tajam (hard lending) sehingga menyebabkan rasio dari perbandingan antara kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi berada di bawah tren jangka panjang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penyaluran kredit tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan ekonomi sehingga memperburuk kondisi perekonomian seperti yang dipaparkan oleh gambar berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.

Gambar 1 Perkembangan Kredit Perbankan Agregat, Rasio, Tren dan Gap periode Maret 20009-Desember 2014.

Gambar 1 menunjukkan bahwa ternyata memang benar pada tahun 2010 hingga tahun 2012 terjadi suatu kondisi dimana kredit mengalami penurunan yang lebih tajam (hard lending) sehingga menyebabkan rasio dari perbandingan antara kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi berada di bawah tren jangka panjang dan berdampak terhadap semakin buruknya kondisi perekonomian yang tercermin dari pergerakan PER (Pertumbuhan Ekonomi Riil) yang menurun.

-5.00

Feb-08 Jul-09 Nov-10 Apr-12 Aug-13 Dec-14 May-16

PER

KREDIT

RASIO

TREN

(23)

Hasil studi empiris di beberapa negara berkembang dan negara-negara OECD2 menemukan bahwa pertumbuhan kredit yang tinggi dan penggelembungan harga aset akan menurunkan siklus usaha (Craig, 2006). Demikian pula yang dialami oleh Indonesia, periode krisis 1999 didahului oleh peningkatan kredit yang cukup tajam.

Potensi risiko ketika periode boom terealisasi pada periode ekonomi yang menurun. Perilaku perbankan yang meng-underestimate risiko pada saat

perekonomian meningkat berpotensi pula untuk meng-overestimate risiko ketika perekonomian menurun. Penelitian Nugroho (2010) menemukan indikasi

prosiklikalitas yang tercermin dari peran pertumbuhan ekonomi yang dominan sebagai leading dari pertumbuhan kredit dibandingkan dengan kondisi yang sebaliknya.

Gambar 1 juga mendukung hasil studi Nugroho (2010) dimana pada akhir tahun 2009 terjadi pertumbuhan ekonomi yang dominan sebagai leading daripada pertumbuhan kredit. Begitu pula dengan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa PDB dan siklus kredit perbankan berkorelasi positif dan mencerminkan adanya prosiklikalitas (Craig, 2006).

Peningkatan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan optimisme pelaku ekonomi dalam menjalankan kegiatan perekonomian semakin meningkat, sehingga mendorong aliran modal masuk dan memicu peningkatan niai kolateral.

2OECD (Organization for Economic Cooperation & Development) adalah organisasi untuk

(24)

Peningkatan nilai kolateral akan memperbaiki neraca bank dan perusahaan sehingga mendorong demand dan supply kredit. Sebaliknya, pada saat

perekonomian memburuk, perilaku risk averse meningkat dan mendorong aliran modal keluar.

Perbankan dan perusahaan berusaha melakukan penyesuaian untuk menjaga kestabilan tingkat modal dengan melakukan deleveraging dan meningkatkan loan loss provisioning3. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan spread suku bunga sehingga menurunkan jumlah penyaluran kredit dan output. Permintaan terhadap kredit perbankan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan transmisi bank lending channel yang akan meningkatkan penyaluruan kredit bank diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Mishkin, 1995). Dengan demikian, kredit perbankan merupakan faktor utama yang berperan terhadap prosiklikalitas. Identifikasi keberadaan prosiklikalitas kredit perbankan dengan pendekatan empiris yang fokus terhadap variabel makro dilakukan dengan pendekatan supply for credit (Gosh, 1999).

Beberapa penelitian lain mengkombinasikan pendekatan supply side effect yang berkaitan dengan faktor dalam sistem keuangan dan demand side effect yang diwakili oleh variabel makro. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa variabel mikro perbankan seperti Loan to Asset Ratio (LTA) dan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) lebih berperan dalam pengaruh efek prosiklikal (Utari, 2012).

3

(25)

Industri perbankan memiliki karakteristik tertentu yang sangat berbeda dengan industri lainnya (Ariyanto, 2010). Karakteristik perbankan tercipta dari hasil kinerja perbankan yang mampu bersaing dengan perbankan lainnya. Tolak ukur kinerja perbankan salah satunya adalah kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Laba yang diperoleh perbankan di Indonesia masih bertumpu dari bisnis penyaluran kredit.

Indikator kemampuan perbankan dalam menghasilkan laba dari penyaluran kredit dapat diukur melalui ukuran perusahaan. Melaui ukuran perusahaan, dapat

diketahui seberapa mampu perusahaan menyalurkan pembiayaan melalui kredit dan bertanggung jawab dalam memenuhi pembiayaan serta seberapa mampu perusahaan perbankan dalam mengeluarkan biaya dengan efisien demi memperoleh pendapatan.

Pada tahun 2013, Bank Indonesia menetapkan peraturan untuk membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) (Bank Indonesia, 2014).

Peraturan ini merupakan implementasi dari penerapan Basel III. Perturan tersebut merupakan standar kecukupan modal terbaru yang menitikberatkan pada

penguatan struktur modal perbankan. Penerapan Basel III ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan di tingkat mikro dan makro.

Peningkatan ketahanan di tingkat mikro dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas permodalan bank serta ketahanan dan kecukupan likuiditas bank. Sementara itu peningkatan di tingkat makro dapat dilakukan dengan menerapkan

(26)

prosiklikalitas serta mensyaratkan bank dan institusi keuangan yang bersifat sistemik menyediakan buffer.

Sifat cadangan modal atau capital buffer yang bersifat countercyclical atau

procyclical ditemukan oleh beberapa peneliti terkait dengan ukuran bank.

Literatur ekonomi mengemukakan selain kebijakan procyclical terdapat kebijakan lain dalam mengantisipasi instabilitas ekonomi, yakni kebijakan countercyclical.

Kebijakan countercylical merupakan kebijakan yang melawan arus siklus bisnis. Hal ini berarti pada saat resesi, pemerintah menerapkan kebijakan ekspansif berupa pelonggaran fiskal dan moneter (Kaminsky, 2004).

Terdapat dua jenis perilaku bank dalam mengelola modalnya. Pertama, bank yang melakukan pengamatan ke belakang (backward-looking) akan mengurangi capital buffer selama periode kredit sangat tinggi (boom period) untuk memperluas kegiatan kreditnya. Hasilnya, mereka terlambat mengantisipasi risiko kredit, dan mereka diharuskan menambah cadangan modalnya selama periode resesi (Borio, 2001). Kedua, bank yang memiliki perilaku pengamatan ke depan ( forward-looking) dalam mengelola modalnya, akan mengantisipasi resesi ekonomi yang mungkin timbul dengan meningkatkan capital buffer selama periode perumbuhan ekonomi yang sangat tinggi (economic boom).

Penelitian Ayuso (2004) dan Milne (2008) menemukan kecenderungan bank-bank yang lebih kecil berperilaku backward-looking dan bank-bank yang lebih besar berperilaku forward-looking. Dengan demikian, dapat dikatakan capital buffer

pada bank besar cenderung countercyclical, sedangkan pada bank kecil bersifat

(27)

Penurunan atau peningkatan cadangan modal akan berimplikasi terhadap likuiditas perbankan dan berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan kredit. Dalam memenuhi pembiayaan, suatu bank harus memiliki tingkat

likuiditas yang tinggi. Likuiditas bank adalah kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan memenuhi permohonan kredit atau pembiayaan dengan cepat (Suwarsi, 2015). Likuiditas bank dapat diukur melalui risiko likuiditas berdasarkan Loan to Asset Ratio (LTA).

Bank harus memiliki cash asset dan aset lainnya yang sewaktu-waktu dapat dicairkan, dan mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui penggunaan earning asset baik lewat investasi maupun penyaluran

pembiayaan. Jika aset yang dimiliki bank semakin banyak maka kemampuan bank dalam memenuhi permohonan kredit semakin baik.

Tingkat efisiensi kinerja operasional diukur menggunakan rasio BOPO (Prasanjaya, 2013). Rasio BOPO akan membandingkan biaya operasional dan pendapatan operasional. Apabila rasio BOPO semakin kecil maka bank semakin efisien dalam mengeluarkan biaya untuk memperoleh pendapatan. Sebaliknya, apabila rasio BOPO semakin besar maka bank tersebut dalam kondisi bermasalah (Maheswari, 2013).

Kegiatan operasional bank dalam menyalurkan kredit akan bertambah jika suatu bank tersebut dalam kondisi bermasalah (Yulhanista, 2013). Kegiatan perbankan fokus pada penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maka biaya akan semakin banyak dikeluarkan untuk membayar bunga kepada deposan, sedangkan

(28)

maka perbankan tersebut memiliki karakter perbankan yang sehat dan baik serta mampu bersaing di pasar industri perbankan.

Struktur pasar perbankan Indonesia yang tidak kompetitif menyebabkan industri perbankan tidak akan terpacu untuk meningkatkan efisiensi. Sutardjo (2011) berpendapat bahwa pengetahuan tentang struktur pasar dan efisiensi merupakan hal yang penting bagi para pelaku ekonomi dan diperlukan dalam setiap

perencanaan serta pengambilan keputusan bisnis. Dengan mengetahui struktur pasar, maka pihak bank dapat mengambil keputusan yang tepat dalam

menjalankan strateginya dalam memperoleh laba.

Penelitian Mulyaningsih (2011) menemukan bahwa bank-bank di ketiga sub sampel besar, menengah dan kecil bekerja dalam pasar persaingan monopolistis. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Sutardjo (2011) yang

menyatakan bahwa struktur pasar perbankan Indonesia memiliki ciri-ciri pasar persaingan monopolistik dan masih mengandalkan persaingan berbasis suku bunga sebagai sumber pendapatan utama perbankan. Santoso (2011) menyatakan bahwa rasio konsentrasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan Indonesia.

(29)

Perbankan milik pemerintah diketahui banyak melakukan connected lending, yaitu kredit yang disalurkan kepada pihak tertentu yang berkaitan terhadap proyek publik dengan menomorduakan aspek risiko (Utari, 2012). Apabila Pemerintah lebih mengutamakan penyaluran kredit kepada perusahaan atau proyek-proyek pemerintah dalam kondisi perekonomian menurun maka alokasi kredit terhadap sektor swasta akan semakin berkurang sehingga efek

prosiklikalitas akan semakin memburuk.

Peran bank asing terhadap prosiklikalitas sektor keuangan bervariasi antar negara. Beberapa bank asing diketahui menyalurkan kredit lebih tinggi pada saat ekonomi menurun. Sementara sebagian bank asing lainnya tidak terpengaruh oleh kondisi makro yang terjadi di negara yang bersangkutan. Hal tersebut terjadi karena perbankan asing memiliki aset likuid yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan domestik sehingga perbankan asing tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan kondisi makro ekonomi. Perkembangan mikro perbankan domestik dan mikro perbankan bank asing dipaparkan pada gambar 2 berikut ini:

Sumber: Badan Pusat Statistik dan web sampel bank diolah

Gambar 2 Perkembangan kredit perbankan, mikro perbankan, PDB, dan konsentrasi industri perbankan.

Feb-08 Jul-09 Nov-10 Apr-12 Aug-13 Dec-14

(30)

Gambar 2 menunjukkan bahwa bank dengan risiko tinggi yang ditunjukkan oleh

loan to asset rasio (LTA) cenderung memperlambat penyaluran kredit perbankan. LTA perbankan domestik dan LTA perbankan asing masih berada pada nilai rasio yang sama. Berbeda dengan rasio BOPO perbankan domestik dan rasio BOPO perbankan asing. Pada gambar 2 rasio BOPO perbankan asing memiiki tingkat rasio yang sangat besar. Hal ini membuktikan bahwa perbankan domestik lebih efisien dalam menjalankan kegiatan operasinal perbankan dibandingakn dengan perbankan asing.

Tabel 2 Bank dengan Total Aet Terbesar pada Desember 2013.

BANK TOTAL ASET (MILIAR Rp)

BANK MANDIRI 648,250,177

BANK BRI 606,370,242

BANK OF TOKYO MITSUBISHI 97,198,377

HSBC 84,393,627

Sumber: Website Bank, diolah.

Rasio konsentrasi industri perbankan (CR) dipilih berdasarkan atas 2 perusahaan perbankan domestik dan 2 perusahaan perbankan asing yang memiliki nilai aset terbesar. Selain itu CRm dikalkulasi berdasarkan pangsa pasar Dana Pihak Ketiga perbankan. Berdasarkan Tabel 1 diatas, total aset perbankan domestik lebih besar daripada perbankan asing.

(31)

Pertumbuhan kredit yang tinggi dan penggelembungan harga aset akan

menurunkan siklus usaha dikhawatirkan akan menyebabkan krisis ekonomi moter kembali terjadi. Sisi penawaran yang kurang responsif dan keberadaan

prosiklikalitas menjadi sumber kendala terhadap mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga dan kredit.

Tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang masih bersifat kaku dimana perkembangan suku bunga pasar keuangan belum sepenuhnya merespon

kebijakan BI rate mengakibatkan transmisi kebijakan makro ekonomi ke sektor riil menjadi tidak efektif. Pencegahan penyaluran kredit yang berlebihan dan penyaluran kredit perbankan yang tidak seimbang dengan kebutuhan

perekonomian, hal utama yang dilakukan adalah meneliti sumber dari

prosiklikalitas tersebut dimana prosiklikalitas yang terjadi berasal dari penyaluran kredit.

B. Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah apakah :

1. Variabel Loan to Asset Ratio (LTA) berpengaruh terhadap prosiklikalitas? 2. Variabel Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

berpengaruh terhadap prosiklikalitas?

3. Variabel Concentration Ratio 4 (CR4) berpengaruh terhadap prosiklikalitas? 4. Bank domestik dan bank asing memiliki perbedaan pengaruh terhadap

(32)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh: 1. Variabel Loan to Asset Ratio (LTA) terhadap prosiklikalitas.

2. Variabel Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap prosiklikalitas.

3. Variabel Concentration Ratio 4 (CR4) terhadap prosiklikalitas.

4. Perbedaan kategori jenis perusahaan perbankan (bank domestik dan bank asing) terhadap prosiklikalitas.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah :

1. Sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung

2. Sebagai bahan referensi dalam mengembangkan dan melakukan penelitian selanjutnya tentang prosiklikalitas sektor perbankan.

E. Kerangka Pemikiran

Literatur ekonomi mengemukakan ada beberapa mekanisme kebijakan dalam mengantisipasi instabilitas ekonomi. Dengan landasan teori siklus bisnis, ada dua kebijakan yang umumnya dikenal, yakni kebijakan procyclical dan

(33)

countercylical merupakan kebijakan yang melawan arus siklus bisnis tersebut. Hal ini berarti pada saat resesi, pemerintah menerapkan kebijakan ekspansif berupa pelonggaran fiskal dan moneter (Kaminsky, 2004).

Pengujian keberadaan prosiklikalitas kredit perbankan dengan pendekatan empiris dilakukan dengan pendekatan supply for credit dengan suku bunga kredit

perbankan Agregat ( suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit konsumsi) sebagai satuan pengukuran prosiklikalitas

sebagaimana digunakan oleh Gosh (1999). Tetapi, penelitian ini terlebih dahulu mengidentifikasi keberadaan prosiklikalitas dengan memproksi kebutuhan perekonomian dengan tren jangka panjang dari indikator rasio yang diperoleh berdasarkan perbandingan antara kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi dimana tren jangka panjang dihitung dengan pendekatan Hodrick-Prescott Filter. Indikator risiko ketidakseimbangan antara penyaluran kredit dengan kebutuhan perekonomian dihitung berdasarkan gap yang diperoleh dari perbandingan kredit perbannkan terhadap pertumbuhan ekonomi dikurang dengan tren.

Penelitian ini menggunakan variabel mikro perbankan sebagai variabel

independent dimana mikro perbankan tersebut merupakan bagian dari ukuran perusahaan perbankan. Ukuran peusahaan merupakan tolak ukur dalam menilai perilaku perbankan dalam menyalurkan kredit. Mikro Perbankan tersebut diadopsi dari penelitian Utari (2012) dimana penelitian tersebut

(34)

melakukan studi kasus di Korea. Berdasarkan kombinasi yang dilakukan atas kedua penilitian tersebut, maka hubungan dari beberapa variabel mikro perbankan yang mempengaruhi faktor-faktor prosiklikalitas sektor perbankan di Indonesia periode 2009:03-2013:12 dapat digambarkan sebagai berikut:

Indikator kemampuan perbankan dalam menghasilkan laba dari penyaluran kredit dapat diukur melalui ukuran perusahaan. Melaui ukuran perusahaan, dapat

diketahui seberapa mampu perusahaan menyalurkan pembiayaan melalui kredit dan bertanggung jawab dalam memenuhi pembiayaan serta seberapa mampu perusahaan perbankan dalam mengeluarkan biaya dengan efisien demi memperoleh pendapatan. Ukuran perusahaan tersebut merupakan bagian dari mikro perbankan, seperti LTA dan BOPO.

Bank memiliki risiko yang lebih tinggi ketika aset yang dimiliki bank tidak banyak (rasio semakin kecil) maka bank semakin tidak mampu dalam memenuhi permohonan kredit sehingga bank cenderung memperlambat pergerakan kredit yang ditunjukkan oleh variabel LTA. LTA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank

PROSIKLIKALITAS

SUKU BUNGA KREDIT PERBANKAN

LTA (-) BOPO (-) CR4 (-) PERBANKAN

(35)

untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat risiko bank maka kecenderungan prosiklikal akan semakin berkurang (Utari, 2012).

Implementasi penerapan Basel III yakni membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) bertujuan untuk mengurangi prosiklikalitas. Namun, berdasarkan penelitian yang dilkukan Ayuso (2004) dan Milne (2006) mereka menemukan bahwa capital buffer memiliki 2 sifat, yakni bersifat countercyclical

dan procyclical tergantung ukuran perusahaan perbankan.

Penelitian Prasetyantoko (2010) menemukan adanya pengaruh negatif dari LTA terhadap capital buffer, hal ini menunjukkan semakin banyak bank

mendistribusikan kreditnya, semakin kecil capital buffernya. Akan tetapi, penelitian ini sependapat dengan hubungan positif antara LTA dengan capital buffer, hal ini berdasarkan logika dari risiko bank. Logika sederhana yang dapat kita pahami adalah semakin tinggi nilai Loans to Total Assets (LTA), semakin berisiko suatu bank, selama bank lebih banyak berinvestasi melalui pemberian kredit.

Berbeda dgn hasil penelitian Utari (2012) yang tidak mempertimbangkan adanya

(36)

tersebut didasarkan atas teori yang menjelaskan bahwa LTA berhubungan positif terhadap suku bunga kredit perbankan.

Berdasarkan latar belakang pemberlakuan capital buffer, penelitian Prasetyantoko (2010) menjadi tolak ukur dalam penelitian ini. Prasetyantoko (2010) menemukan adanya pengaruh negatif dari LTA terhadap Capital Buffer yang berpengaruh terhadap penyaluran suku bunga kredit perbankan sehingga jika semakin banyak bank mendistribusikan kreditnya, semakin kecil capital buffernya. Semakin kecil modal yang didistribusikan untuk kredit, semakin kecil risiko (rasio LTA semakin besar ) yang dihadapi bank akibat berkurangnya pendistribusian kredit tersebut dan menyebabkan prosiklikalitas semakin berkurang.

Penelitian Satria (2010) menemukan bahwa efisiensi perbankan yang diwakili oleh BOPO berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit perbankan. Dimana semakin kecil rasio ini, artinya bank tersebut semakin efisien dalam mengeluarkan biaya guna mendapatkan pendapatan salah satunya melalui penyaluran kredit. Apabila rasio BOPO semakin besar maka bank tersebut dalam kondisi

bermasalah.

(37)

Penelitian Jeong (2009) menemukan bahwa konsentrasi dan persaingan industri perbankan Korea berhubungan positif terhadap kredit perbankan. Semakin besar nilai konsentrasi, maka akan meningkatkan prosiklikalitas. Hasil penelitian Jeong (2009) diperkuat dengan studi kasus di Indonesia yang dilakukan oleh Santoso (2011). Penelitian Santoso (2011) menemukan bahwa rasio konsentrasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas industri perbankan Indonesia yang bersumber dari bisnis perkreditan. Penelitian Jeong (2009) dan Santoso (2011) atas teori yang mengikuti arus siklus bisnis.

Penelitian Ayuso (2004) dan Milne (2008) menemukan kecenderungan bank-bank yang lebih kecil berperilaku backward-looking dan bank-bank yang lebih besar berperilaku forward-looking. Dengan demikian, dapat dikatakan capital buffer

pada bank besar cenderung countercyclical, sedangkan pada bank kecil bersifat

procyclical.

Penelitian ini menggunakan sample bank yang merupakan 4 perusahaan

perbankan yang memiliki aset terbesar. Berdasarkan latar belakang pemberlakuan

capital buffer, penelitian Ayuso (2004) dan Milne (2008) menjadi tolak ukur dalam penelitian ini dimana bank-bank yang lebih besar berperilaku forward-looking dan memiliki sifat capital buffer cenderung countercyclical. Kebijakan

countercylical merupakan kebijakan yang melawan arus siklus bisnis sehingga pengaruh CR4 terhadap penyaluran suku bunga kredit perbankan berhubungan negatif sehingaa semakin besar rasio CR4 (mendekati angka nol dan bersifat monopolistik) maka semakin kecil kecendrungan prosiklikalitas.

Prosiklikalitas disebabkan oleh penyaluran kredit yang berlebihan dan

(38)

Kredit perbankan berasal dari perusahaan perbankan. Industri perbankan memiliki karakteristik tertentu yang sangat berbeda dengan industri lainnya (Ariyanto, 2010). Karakteristik perbankan tercipta dari hasil kinerja perbankan yang mampu bersaing dengan perbankan lainnya. Tolak ukur kinerja perbankan salah satunya adalah kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Laba yang diperoleh

perbankan di Indonesia masih bertumpu dari bisnis penyaluran kredit.

Hubungan BOPO, LTA dan CR4 terhadap kredit perbankan dapat mengetahui perilaku perbankan dalam menyalurkan kredit dan dapat diketahui bagaimana manajemen risiko perusahaan perbankan berupaya meningkatkan penyaluran kredit perbankan sehingga prosiklikalitas dapat terjadi. Dengan demikian, kredit perbankan merupakan faktor utama yang berperan terhadap prosiklikalitas. Bank asing dan bank domestik memiliki fokus yang berbeda dalam kegiatan operasional perbankan. Bank asing cenderung lebih fokus pada performa makro terutama pertumbuhan ekonomi untuk penyaluran kredit.

F. Hipotesis

Dalam penelitian ini, hipotesis sementara yang digunakan yaitu :

1. Diduga variabel Loan to Asset Ratio (LTA) berpengaruh negatif signifikan terhadap prosiklikalitas.

2. Diduga variabel Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif signifikan terhadap prosiklikalitas

(39)

4. Diduga bank asing dan bank domestik berpengaruh positif atau negatif signifikan terhadap prosiklikalitas.

G. Sistematika Penulisan

Rencana Penulisan penelitian ini akan dibagi dalam 5 bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan, yang berisikan latar belakang, tujuan penelitian, hipotesis, manfaat penlitian, dan sistematika penulisan

penelitian.

BAB II : Tinjauan pustaka, berisikan tinjauan teoritis dan tinjauan empirik yang relevan dengan penelitian ini.

BAB III : Metode penelitian, terdiri dari tahapan penelitian, sumber

data, batasan variabel, alat analisis serta pengujian hipotesis.

BAB IV : Pembahasan. Terdiri dari penjelasan tentang hasil penelitian.

BAB V : Penutup. Terdiri dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Prosiklikalitas Kredit Perbankan

Prosiklikalitas merupakan interaksi antara sistem keuangan dan ekonomi riil yang saling menguatkan. Interaksi tersebut cenderung memperkuat amplitudo dari siklus bisnis; mendorong perekonomian tumbuh lebih cepat ketika siklus ekspansi dan memperlemah perekonomian ketika siklus kontraksi (Utari, 2012).

Bank Indonesia (2014) menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi prosiklikalitas dapat dilakukan dengan cara mengukur kebutuhan perekonomian dengan tren jangka panjang dari indikator rasio yang diperoleh berdasarkan perbandingan antara kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi dimana tren jangka panjang dihitung dengan pendekatan Hodrick-Prescott Filter. Pendekatan Hodrick-Prescott Filter dihitung dengan menggunakan program aplikasi Eviews 6. Indikator risiko ketidakseimbangan antara penyaluran kredit dengan kebutuhan perekonomian dihitung berdasarkan gap yang diperoleh dari perbandingan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi dikurang dengan tren. Bank Indonesia (2014) menjelaskan bahwa gap yang bernilai positif dan negatif mengindikasikan bahwa pada periode penelitian memang terjadi ketidakseimbangan antara

(41)

sebagai alat deteksi, tolak ukur prosiklikalitas tetap pada penyaluran kredit perbankan itu sendiri karena jumlah kredit yang disalurkan merupakan masalah utama yang menyebabkan terjadinya prosiklikalitas.

Perilaku sektor keuangan khususnya perbankan berdasarkan beberapa studi empiris cenderung prosiklikal. Kecenderungan bank untuk menganggap ringan risiko ketika perekonomian booming dan melebihkan potensi risiko ketika perekonomian terpuruk, konsisten dengan teori behavioral finance dan bonded rationality. Menurut teori behavioral finance, struktur informasi dan karakteristik peserta pasar secara sistematis akan mempengaruhi keputusan investasi masing-masing individu beserta hasilnya. Berdasrkan penelitian Beger (2003) teori

bonded rationality menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan, perilaku rasional masing-masing individu dibatasi oleh informasi yang dimiliki, dan cara berpikir kognitif serta batasan waktu yang dimiliki untuk mengambil keputusan. Perilaku prosiklikal perbankan yang berlebihan khususnya pada kondisi

perekonomian booming dapat memicu pertumbuhan kredit yang berlebihan. Hal ini terbukti berdasarkan beberapa literatur yang sering dikaitkan sebagai faktor kunci yang berkontribusi terhadap krisis di sektor keuangan khususnya di negara berkembang. Krisis perbankan besar dalam 30 tahun terakhir yang terjadi di Chili (1982), Denmark, Finland, Norwegia, dan Swedia (1990-1991), Mexico (1994) serta Thailand dan Indonesia (1997-1998) juga didahului oleh periode

(42)

Karakteristik prosiklikal sektor perbankan melalui penyaluran kredit merupakan elemen risiko sistemik yang perlu diperhitungkan dengan seksama oleh otoritas pengambil kebijakan. Terdapat dua sumber utama yang memicu perilaku

prosiklikal, namun secara umum dapat dikatakan bersumber dari adanya asimetri informasi antara pemilik dana (lender) dan penerima dana (borrower). Sumber yang pertama adalah adanya keterbatasan dalam pengukuran risiko. Pada umumnya, sektor perbankan menggunakan ukuran risiko dan asumsi yang

berdimensi waktu jangka pendek tanpa memperhatikan siklus bisnis secara utuh. Seiring dengan kondisi perekonomian tingkat risiko dipersepsikan berubah sehingga cenderung sangat prosiklikal. Hal ini juga diperburuk oleh perilaku mengikut (herding behavior). Sumber lainnya adalah adanya distorsi pada insentif. Sebagai contoh, dampak menurunnya klaim pinjaman yang berbasis kolateral dapat melindungi penyedia dana. Namun demikian, dengan mengaitkan secara langsung dana (funding) dengan nilai asset semakin memicu prosiklikal. Posiklikalitas sektor keuangan khususnya perbankan yang terjadi melalui

mekanisme financial accelerator1, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Rajan (2002) seperti yang dikutip oleh Penetta (2009) menyatakan bahwa ketika kemajuan di bidang teknologi komunikasi semakin maju, seperti kemudahan akses untuk memperoleh informasi yang terpercaya mengenai debitur berperan dalam

meningkatkan prosiklikalitas. Di sisi lain, kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi dalam proses monitoring dan penilaian debitur. Namun di lain pihak, kondisi ini dapat menimbulkan adanya underpricing risk yang merupakan dampak dari kurangnya interaksi dengan nasabah .

1

(43)
(44)

sektor rumah tangga pada asset keuangan, konsumsi masyarakat menjadi sangat sensitif terhadap pergerakan siklus bisnis sehingga memperkuat efek prosiklikal. Besarnya efek prosiklikal bergantung pada dampak wealth effect (Fabio, 2009). Suku bunga rendah dapat meningkatkan prosiklikalitas dengan mendorong sektor keuangan untuk lebih berani mengambil risiko (excessive risk taking). Hubungan yang negatif antara nilai asset dengan suku bunga, dengan mengganggap faktor lain tetap berarti pada saat suku bunga rendah, nilai asset akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Selanjutnya, tingkat suku bunga rendah akan diikuti dengan tingginya risk appetite2 sehingga mengakibatkan tingkat suku bunga rendah dan mendorong bank untuk menyalurkan kredit karena nilai asset kolateral menjadi lebih tinggi. Disamping faktor-faktor di tingkat makro, karakterisik mikro di sektor keuangan juga berperan terhadap peningkatan prosiklikalitas. Menurut Panetta (2009) beberapa karakteristik sistem keuangan yang dapat meningkatkan prosiklikalitas adalah kelemahan manajemen risiko dan governance perbankan, kelemahan supervisi perbankan, ketersediaan sumber dana, serta struktur sistem keuangan.

Manajemen risiko yang lemah dan governance perbankan biasanya dicirikan oleh ketergantungan yang berlebihan terhadap kolateral dalam penilaian assesment

risiko yang berpotensi menimbulkan underpricing risk pada saat perekonomian

booming dan sebaliknya pada saat ekonomi lesu. Dalam konsep financial accelerator, kolateral memegang peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah imperfect information namun dapat meningkatkan prosiklikalitas.

2

(45)

Tingkat proteksi dari kolateral bergantung pada biaya dan hambatan aspek legal yang menyertai proses likuidasi kolateral. Mengingat jaminan kolateral umumnya tidak mencukupi maka diperlukan penilaian tambahan mengenai kemampuan membayar dari nasabah.

Pinjaman oleh bank dengan tingkat manajemen risiko dan governance yang rendah, kurang memperhatikan kemampuan membayar kembali dari nasabah, sehingga meningkatkan risiko default pada saat kondisi perekonomian memburuk. Beberapa literatur umumnya menemukan bahwa harga properti merupakan

determinan yang penting dalam penentuan pinjaman dan marginal keuntungan perbankan. Terkait dengan underpricing risk3, Berger (2003) membangun

hipotesa yang dikenal dengan institutional memory hypotesis untuk menerangkan profil siklus pinjaman. Hipotesa ini menyatakan bahwa sejalan dengan berlalunya waktu setelah terjadinya periode bust dalam perekonomian, terjadi penurunan kualitas penilaian loan officer4 terhadap nasabah yang berisiko tinggi. Hal ini terjadi karena dua faktor yang saling melengkapi. Pertama proposi loan officer

yang berpengalaman dalam penilaian risiko pada saat terjadi bust tersebut berkurang sejalan dengan hadirnya loan officer baru atau dengan keterbatasan memori, mereka melupakan kejadian yang telah lalu.

Supervisi perbankan yang kurang ketat, kerap dimanfaatkan perbankan untuk menunda pengalokasian provisioning yang mengakibatkan risiko dibiarkan berakumulasi pada saat kondisi booming. Alokasi provisi umumnya dilakukan pada saat perekonomian lesu. Kondisi ini akan meningkatkan prosiklikalitas melalui pemotongan lending yang cukup besar oleh perbankan. Beberapa studi

3

Underpricing risk adalah risiko dari asumsi bahwa keuntungan masa datang (Sautma, 2003)

4

(46)

membuktikan adanya kondisi prosiklikal dalam pengalokasian provisi pada perbankan (Agung, 2001). Bank cenderung menunda alokasi provisi hingga penurunan kualitas pinjaman menjadi nyata pada saat ekonomi memburuk. Kondisi ini konsisten dengan hipotesa bahwa selama lending boom, provisi yang dilakukan kurang mencukupi.

Dalam sistem keuangan dimana sumber dana bagi nasabah cukup bervariasi, tidak hanya dari perbankan saja, kondisi prosiklikal dapat dikurangi.

Ketergantungan yang besar terhadap sektor perbankan untuk pembiayaan mendorong terjadinya prosiklikalitas (Penetta, 2009). Selanjutnya, sumber dana perbankan juga dapat menjadi salah satu sumber prosiklikalitas. Perbankan yang banyak mengandalkan sumber dana luar negeri umumnya cenderung lebih prosiklikal. Hal ini dikarenakan pasar dana internasional lebih sensitif terhadap persepsi risiko suatu negara yang mencerminkan counter party risk. Bernard (2000) menyatakan bahwa perbankan di negara-negara berkembang bergantung kepada sumber dana interbank luar negeri. Penelitian ini diperkuat dengan

penelitian lain yang menyatakan bahwa perubahan capital flows memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan kredit (Kaminsky, 2004).

Struktur sistem keuangan yang meliputikeberadaan bank milik pemerintah dan bank asing serta liberalisasi yang dilakukan, diperkirakan mempengaruhi prosiklikalitas sektor perbankan. Keberadaan bank pemerintah dapat memberi dampak positif atau negatif terhadap prosiklikalitas bergantung pada waktu dan kondisi sektor perbankan keseluruhan. Perbankan pemerintah yang umumnya memiliki fungsi sebagai agen untuk pertumbuhan ekonomi akan tetap

(47)

dapat mengurangi efek prosiklikal. Namun demikian, perbankan pemerintah juga diketahui banyak melakukan connected lending yaitu kredit yang disalurkan kepada pihak tertentu yang terkait proyek publik dengan menomorduakan aspek risiko. Dalam kondisi ekonomi lemah, apabila Pemerintah lebih mengutamakan penyaluran kredit kepada perusahaan atau proyek-proyek pemerintah, alokasi kredit kepada sektor swasta pun berkurang yang mengakibatkan efek prosiklikal memburuk. Dampak signifikan terhadap stabilitas sistem keuangan terjadi bila Pemerintah harus melakukan bail out atas bank pemerintah yang default akibat

connected lending.

Peran bank asing terhadap prosiklikalitas sektor keuangan bervariasi antar negara. Beberapa bank asing diketahui menyalurkan kredit lebih tinggi pada saat ekonomi

booming dan sebaliknya pada saat ekonomi menurun. Sementara sebagian bank asing lainnya tidak begitu terpengaruh oleh kondisi makro yang terjadi di negara yang bersangkutan. Haas (2003) menemukan bahwa bank asing di Eropa Timur tidak begitu terpengaruh untuk mengurangi kreditnya pada saat kondisi ekonomi menurun. Hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi kesehatan parent bank. Menurut Mian (2003), perbankan asing umumnya memiliki aset likuid lebih tinggi dibandingkan perbankan domestik dan akibatnya mereka tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan kondisi makro.

(48)

tingginya kompetisi di sektor perbankan ditengarai meningkatkan prosiklikalitas karena perbankan cenderung lebih berani untuk mengambil risiko.

2. Kebijakan Makroprudensial

Tujuan utama dari kebijakan makroprudensial adalah untuk memperbaiki siklus keuangan dan siklus kredit agar dapat mencegah krisis sistemik dan menyediakan penyangga yang cukup pada saat kondisi memburuk. Kebijakan makroprudensial untuk mengurangi perilaku prosiklikalitas perbankan dilakukan melalui

pengendalian kredit. Menurut Dell (2012), kebijakan makroprudensial dalam mengendalikan kredit perbankan dibedakan dalam 3 kategori, yaitu:

1. Kebijakan terkait pasar modal dan likuiditas. 2. Pembatasan kredit dan konsentrasi aset 3. Kriteria kelayakan pinjaman.

Kebijakan makroprudensial dalam konteks persyaratan modal dan likuiditas akan mempengaruhi biaya dan komposisi liabilities dari institusi keuangan melalui peningkatan modal dan buffer untuk likuiditas. Kebijakan ini diantaranya adalah

countercyclical capital dan dynamic loan loss provisioning. Kebijakan

countercyclical capital akan mengakibatkan peningkatan biaya penyediaan modal pada periode boom dan berimplikasi terhadap peningkatan biaya penyaluran kredit. Demikian pula dengan kebijakan dynamic loan loss provisioning,

(49)

bersifat countercyclical dapat mengurangi pergerakan berlebihan dari siklus kredit sehingga mengurangi akumulasi risiko sistemik.

Kebijakan mokroprudensial dalam konteks pembatasan kredit dan konsentrasi aset bertujuan untuk mengatur komposisi aset sektor keuangan dengan penerapan batasan tertentu dalam mengontrol pertumbuhan kredit dan konsentrasi aset. Kebijakan tersebut diantaranya adalah batasan pertumbuhan kredit, batasan pinjaman dan kredit dalam mata uang asing serta batasan portofolio kredit untuk sektor tertentu. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah mengurangi eksposure

portofolio bank pada shock yang terjadi secara sektor. Selain itu, pembatasan kecepatan pertumbuhan kredit diharapkan dapat meningkatkan kualitas pinjaman. Penetapan kriteria kelayakan pinjaman menetapkan batasan tertentu untuk

memperoleh akses dana ke perbankan. Kebijakan ini diantaranya penetapan Loan to Value (LTV)5 dan Debtto Income. Kebijakan LTV akan menempatkan

peminjam marginal di luar kelompok yang memiliki akses ke perbankan. Kebijakan LTV juga melindungi bank dengan meningkatkan jumlah kolateral. Kriteria kelayakan dapat dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan profil risiko portofolio pinjaman. Salah satu contohnya adalah penerapan batas LTV dapat dikaitkan dengan pergerakan harga aktiva properti.

5

(50)

3. Struktur Pasar

Pasar secara sempit diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertransaksi barang dan jasa, tetapi secara luas pasar yakni proses di mana penjual dan pembeli saling berinteraksi untuk menetapkan harga keseimbangan (Alam, 2006). Struktur mendeskripsikan karakteristik dan komposisi dari pasar dan industri di dalam sebuah perekonomian. Struktur pasar sendiri penting karena menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan.

Persaingan yang efektif akan membuat sistem pasar berjalan dengan baik. Struktur pasar menentukan perilaku perusahaan yang kemudian menentukan kinerja

industri (Jaya, 1993).

Menurut Subanidja (2006) struktur pasar dijabarkan ke dalam sejumlah

karakteristik industri yang secara langsung mempengaruhi keputusan manajerial perusahaan. Struktur pasar adalah berbagai hal yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan kinerja perusahaan dalam pasar, seperti jumlah perusahaan, skala

produksi, dan jenis produksi, struktur pasar yang kompetitif adalah struktur pasar dimana perusahaan-perusahaan yang di dalamnya sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi harga dan jumlah barang di pasar. Persaingan pasar “dalam pengertian yang berguna” (ditunjukkan dengan harga yang lebih

(51)

biasanya hanya dipusatkan pada tiga hal yaitu efisiensi, kemajuan tekhnologi dan keseimbangan dalam distribusi. Setiap perusahaan yang beroperasi dalam rangka menghasilkan output harus memutuskan dua hal yang sangat penting. Pertama, keputusan untuk menentukan seberapa besar output yang akan diproduksi dan

kedua, penentuan harga barang yang akan dijual. Dalam teori menganai struktur pasar disajikan tiga macam pasar yaitu: pasar persaingan sempurna (pure

competitive competition), pasar persaingan monopolistik (Monopolistic

Competition) dan pasar monopoli. Menurut Sukirno (2008) terdapat empat jenis struktur pasar :

1. Pasar Persaingan Sempurna. Persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena dianggap sistem pasar ini adalah struktur pasar yang akan menjamin terwujudnya kegiatan memproduksi barang atau jasa yang tinggi (optimal) efisiensinya. Pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual ataupun pembeli mempengaruhi keadaan di pasar. Lebih dari 50 pesaing yang mana tidak satupun yang memiliki pangsa pasar berarti.

2. Monopoli. Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu perusahaan saja dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak

mempunyai barang pengganti yang sangat dekat. Ciri-ciri pasar monopoli adalah hanya ada satu perusahaan, tidak mempunyai barang pengganti yang mirip, tidak ada kemungkinan untuk masuk ke dalam industri, dapat

(52)

3. Monopolistis. Pasar persaingan monopolistis pada dasarnya adalah pasar yang berada diantara dua jenis pasar yang ekstrem, yaitu persaingan sempurna dan monopoli. Pasar persaingan monopolistis dapat didefinisikan sebagai suatu pasar dimana terdapat banyak produsen yang menghasilkan barang yang berbeda corak (differentiated products). Dalam persaingan ini terdapat taraf konsentrasi yang rendah, tetapi tiap perusahaan memiliki sedikit tingkat monopoli. Ciri-ciri pasar monopolistis adalah terdapat banyak penjual, barangnya bersifat berbeda corak, perusahaan mempunyai sedikit kekuasaan mempengaruhi harga, pesaing bebas masuk pasar, persaingan mempromosi penjualan sangat aktif, serta tidak adanya saling ketergantungan antar individu perusahaan.

4. Oligopoly. Pasar oligopoly yaitu pasar yang hanya terdiri dari beberapa produsen. Biasanya struktur dari industri oligopoly adalah terdapat beberapa perusahaan raksasa yang menguasai sebagian besar pasar oligopoly, misalnya 70% sampai 80% dari seluruh produksi atau nilai penjualan dan disamping itu ada beberapa perusahaan kecil. Dalam oligopoly terdapat suatu anggapan dasar yaitu para oligopolis selalu mempunyai dorongan-dorongan yang penuh konflik, baik dalam kerjasama maupun bersaing. Selain itu perusahaan yang menguasai pangsa pasar sangat saling mempengaruhi satu sama lain, karena keputusan dan tindakan oleh salah satu daripadanya sangat mempengaruhi perusahaan lainnya. Sifat saling mempengaruhi (mutual independent) merupakan sifat yang khusus dari perusahaan dalam pasar oligopoly yang tidak ada dalam pasar lainnya. Dalam oligopoly ketat merupakan

(53)

60-100%, kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Sedangkan dalam oligopoly longgar merupakan penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki 40% atau kurang dari pangsa pasar.

Stuktur pasar industri merupakan variabel yang penting untuk mempelajari ekonomi industri karena struktur pasar industri akan mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan yang ada dalam industri (Naylah, 2010). Dari pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa struktur pasar mempengaruhi perilaku industri yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja dari industri tersebut. Struktur pasar dijabarkan ke dalam sejumlah karakteristik industri yang secara langsung mempengaruhi keputusan manajerial perusahaan, yang kemudian menentukan tingkat persaingan perusahaan di dalam industri. (Subanidja, 2006).

Variabel penting dalam struktur pasar pada industri perbankan menurut Jaya (1993) adalah konsentrasi, pangsa pasar, dan rintangan masuk bagi perusahaan baru . Pernyataan ini juga didukung oleh Mirzaei (2011) yang menyatakan bahwa ukuran pertama bagi struktur pasar adalah pangsa pasar dan yang kedua adalah rasio konsentrasi pasar yang memberikan perkiraan sejauh mana perusahaan memberikan kontribusi terbesar dalam kegiatan industri.

4. Pangsa Pasar

Sektor perbankan merupakan salah satu alternatif sumber dana bagi perusahaan, dan kehadiran perbankan telah ikut berperan serta dalam menunjang

(54)

surplus dapat berupa giro, tabungan, dan deposito dan kemudian disalurkan kepada pihak yang mengalami defisit berupa kredit.Perbankan memiliki pangsa pasarnya sendiri, besarnya pangsa pasar yang dimiliki oleh suatu bank adalah 0 sampai dengan 100 dari total keseluruhan pasar. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya serta mendapatkan kinerja yang baik. Menurut Jaya (1993) dalam bukunya mengatakan adanya hubungan antara pangsa pasar perusahaan dengan tingkat keuntungannya dan dirumuskan :

Rate of Capital, π = a + bM...(2.1) Keterangan:

π : rate of return perusahaan atas modal yang ditanamkan.

M : pangsa pasar dan a adalah biaya modal bagi perusahaan.

Keuntungan yang diperoleh dari pangsa pasar besar atau kecil, dan keuntungan ini mencerminkan keuntungan pasar (karena perusahaan menggarap permintaan pasar) atau efisiensi yang lebih baik (karena mencapai skala ekonomi) (Jaya, 1993). Kedua faktor tersebut berdiri sendiri-sendiri. Pangsa pasar telah menjadi pusat perhatian perusahaan dalam menilai kekuatan pasar. Pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuasaan pasar yang besar, sebaliknya pangsa pasar yang kecil maka perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan (Pertiwi, 2013).

(55)

bank. Semakin besar pangsa pasar yang dimilikinya maka kekuatan pasarnya semakin besar dan itu menandakan dia mampu bersaing dalam tekanan

persaingan. Apabila pangsa pasar suatu bank kecil maka kekuatan pasarnya juga kecil yang berarti perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan. Menurut Lloyd (1994), pangsa pasar DPK dapat dihitung dengan menggunakan formula:

=

...(2.2)

Keterangan :

: Pangsa pasar dana pihak ketiga bank i pada tahun t

: Dana pihak ketiga bank i pada tahun t

: Total DPK seluruh bank umum pada tahun t

5. Konsentrasi Pasar

(56)

yaitu menuju perbankan yang sehat. Persaingan usaha yang terlalu ketat (overcompetition) dalam industri perbankan akan memaksa bank untuk

mengambil resiko lebih tinggi (excessive risk) terutama dalam persaingan pasar kredit dan deposito. Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan „oligopolis’ dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat konsentrasi dalam pasar (Jaya, 1993).

Perbandingan antara tingkat konsentrasi dengan penghasilan terdapat tingkat korelasi yang rendah. Return rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih tinggi daripada penghasilan industri yang kurang terkonsentrasi. Hubungan antara konsentrasi terhadap keuntungan mungkin akan terjadi. Rasio konsentrasi tertentu dapat menggambarkan suatu ragam struktur internal dan derajat ketergantungan. Secara kausal konsentrasi menjadi penting karena merupakan elemen penting struktur pasar. Konsentrasi dapat menghasilkan suatu bentuk industri yang secara rasio dapat diterima.

Kerjasama perusahaan sangat berkaitan erat dengan konsentrasi. Konsentrasi pasar yang tinggi akan melahirkan banyak kolusi, karena adanya dua alasan utama. Pertama, kolusi lebih mudah dilakukan apabila hanya sedikit perusahaan yang mengawasi bagian terbesar pasar, perilaku harga perusahaan di sekitarnya itu hanya sedikit mempengaruhi pangsa pasar perusahaan terkemuka. Kedua,

(57)

Daya tarik konsentrasi pasar dapat dengan mudah dipahami. Diferensiasi pada jumlah dan ukuran perusahaan adalah faktor kunci untuk membedakan teori model dari pasar persaingan sempurna, monopoli, monopolistik dan oligopoly. Konsentrasi pasar dengan mudah diestimasikan sejak publikasi data pada jumlah dan ukuran distribusi dari perusahaan tersedia. Untuk variabel struktur lainnya yang informasinya jarang didapat dan seleksi proksi dapat dihitung mungkin membutuhkan kepastian yang subjektif.

Konsentrasi adalah CR3 (Concentration Rate 3) yang dihitung dengan menjumlahkan pangsa pasar tiga bank terbesar dalam industri perbankan konvensional (Amalia, 2007). Konsentrasi sangat erat hubungannya dengan pangsa pasar. Menurut Naylah (2010) ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi dalam suatu industri, diantaranya adalah M-rasio konsentrasi, koefisien variasi, Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI), dan

Panzar Rosse-H Statistic atau PR-H statistik. Tujuan dari indeks struktur pasar adalah untuk mengetahui cirri-ciri struktur pasar dalam satu variabel.

Rasio konsentrasi merupakan jumlah kumulatif bagian pangsa pasar dari M (n atau jumlah) perusahaan terbesar dalam industri dengan besaran nilai untuk M adalah 4, 8, dan 206. Rasio konsentrasi ini memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran-ukuran perusahaan yang memimpin. Variabel yang dapat dipakai untuk ukuran rasio konsentrasi adalah variabel aset, variabel dana pihak ketiga, dan variabel kredit. Ketiganya merupakan pangsa pasar relevan dalam industri perbankan. Nilai rasionya adalah antara 0 (mengarah kepada bentuk pasar persaingan sempurna) sampai 1 (mengarah kepada bentuk

6

(58)

pasar monopoli) (Pertiwi, 2013). Menurut Malik (2008) untuk mengetahui rasio konsentrasi secara sederhana, maka formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

= ∑

∑ ...(2.3) Keterangan:

: Besarnya tingkat konsentrasi m bank

MS : Pangsa Pasar

m : Jumlah bank terbesar yang diamati

: Pangsa pasar bank ke-i

Indeks Herfindhal adalah jenis ukuran konsentrasi lain yang cukup penting. Indeks Herfindhal dedefinisikan sebagai jumlah pangkat dua pangsa pasar dari seluruh perusahaan yang ada dalam industri, dan diformulasikan:

H = P1^2 + P2^2 + P3^2 + … + PN^2...(2.4) Nilai H akan berkisar dari nol hingga satu. Nilai H akan sama dengan 1/n jika terdapat n perusahaan yang mempunyai ukuran yang sama. Jika H mendekati nol, maka akan berarti terdapat sejumlah besar perusahaan dengan ukuran usaha yang hampir sama dalam industri, dan konsentrasi pasar adalah rendah. Sebaliknya, industri bersifat monopoli jika H sama dengan satu. Semakin tinggi H, semakin tinggi disribusi ukuran dari perusahaan. The Federal Trade and Commission in the US menetapkan bahwa pasar terkategori highly concentrated

jika nilai H lebih besar dari 0.18 (Chiang, 2001). Hirschman-Herfindhal Index

(59)

HHI = ∑ ...(2.5) Dimana:

S : Persentase dari total penjualan dalam suatu industri atau persentase pada akhir peringkat angka penjualan yang ditentukan.

n : Jumlah perusahaan yang diamati

Hirschman-Herfindhal Index (HHI) digunakan untuk memperoleh deskripsi yang akurat dan saling mendukung dari analisis rasio konsetrasi (CRN) mengenai konsentrasi pasar dalam suatu industri (Foergey, 1997). Menurut Shepherd (1990), HHI berfokus pada besarnya proporsi pangsa pasar tertentu dalam suatu industri. Sebagai indikator untuk menentukan tingkat persaingan dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan peringkat penjualan tertinggi untuk dikatagorikan bentuk struktur dan perilakunya.

6. Teori Penawaran Uang Keynes

Bank mempunyai fungsi sebagai lembaga intermediasi atau perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, serta menjadi lembaga yang memperlancar lalu lintas pembayaran Sukirno (2008). Bank dapat berperan sebagai perantara keuangan dengan melakukan penghimpunan dana dari

(60)

Penyaluran kredit kepada masyarakat yang kekurangan dana ini dapat diartikan sebagai penawaran uang. Produk yang ditawarkan sebuah bank dalam penawaran kredit adalah uang sehingga penawaran kredit bisa diartikan sebagai penawaran uang kepada masyarakat. Dalam teori moneter penawaran uang merupakan jumlah uang yang beredar.

Gambar 2. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang

Jumlah uang yang beredar dapat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat permintaan uang yang dilakukan oleh debitur. Jika suatu saat suku bunga pinjaman itu rendah, maka kecenderungan akan permintaan uang juga akan meningkat. Namun hal sebaliknya akan terjadi saat suku bunga pinjaman yang diberikan oleh bank tersebut tinggi, maka

kecenderungan yang timbul adalah permintaan uang yang akan menurun, dalam hal ini akan berimbas terhadap jumlah penyaluran kredit yang akan menurun pula. Sumbu tegak pada Gambar 2 menunjukkan tingkat bunga dan sumbu mendatar menunjukkan penawaran uang. Kurva MS0 dan MS1 masing-masing

menunjukkan jumlah penawaran uang dalam waktu yang berbeda. Kedua kurva MD

E0

E1 MS1

r0

r1 r

(61)

penawaran tersebut berbentuk tegak lurus (tidak elastis sempurna) dan berarti perubahan dalam tingkat bunga tidak akan mempengaruhi penawaran uang.

Dijelaskan menurut Sukirno (2008) bahwa Keynes tidak yakin jumlah penawaran uang yang dilakukan oleh para pengusaha sepenuhnya ditentukan oleh suku bunga. Keynes menganggap bahwa ada kemungkinan lain diluar suku bunga yang memegang peranan dalam penawaran uang karena apabila tingkat kegiatan

ekonomi pada saat ini akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat di masa mendatang pengusaha akan tetap berinvestasi. Namun kondisi yang

sebaliknya bisa terjadi manakala suku bunga rendah, namun barang-barang modal yang terdapat dalam perekonomian digunakan pada tingkat yang lebih rendah dari kemampuan maksimal investasipun tidak akan banyak terjadi.

7. Bank dan Penyaluran Kredit

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu :

1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannnya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melakasanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

(62)

memberikan kredit jangka pendek. Untuk Indonesia sendiri, bank umum disebut juga dengan bank komersial yang terdiri dari bank pemerintah, bank swasta nasional, dan bank swasta asing (Triasdini, 2010).

Menurut Undang-Undang yang tertera dalam pasal 1 ayat 11 UU No.10/1998 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibakan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit berasal dari bahasa latin, yaitu “credere” yang mempunyai arti

kepercayaan kreditur terhadap debitur yang artinya bahwa kreditur percaya bahwa debitur akan mengembalikan dana yang telah dipinjam beserta bunga yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak yang bekerja sama.

a. Dana Pihak Ketiga

Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan dijelaskan bahwa dana pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing. Menurut Bank Indonesia (dalam

Peraturan Bank Indonesia), dana pihak ketiga terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Giro adalah simpanan dari pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. 2. Tabungan adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang

Gambar

Tabel
Tabel 1 Hasil Pengujian Deteksi Prosiklikalitas Periode Maret 2013-Desember 2014.
gambar berikut:
Gambar 2 Perkembangan kredit perbankan, mikro perbankan, PDB,  dan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pe­ merintahan Daerah (Lembaran Negara Republik In­

Waktu koagulasi terbaik didapatkan dari ekstrak yang berasal dari jaringan fundus baik dalam bentuk pelet maupun supernatan, yaitu pada konsentrasi 2,5 % (waktu koagulasi 188,3

After analyzing the characteristics of each main character namely Augustus Waters and Hazel Grace, the writer analyzes their motivation to cherish their life based

Oleh karena itu belum diketahui kelompok yang mana yang memiliki peubah penciri yaitu jenis fasilitas pariwisata yang relatif memiliki perkembangan yang sama, sehingga

(3). Saling kunjung ュ」ョァオョェオョセZゥ@ wanit;o.. rncnycm purnakan ャ。ョイ[ォ 。 ィMj。ョセZZォ。ィ@ yang dipandang jH.:rlu. 1\lcnilai dan mcnycsuaikan pror;ram tahunan

Kontribusi Pendapatan Penyadap Getah Pinus Terhadap Kebutuhan Rumah Tangga Masyarakat sekitar Hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPH Banyuwangi Utara Perum

Thus, this law research is aim to find out the contract validity between bank and costumers on the electronic transaction through Banking Short Message Service and to determine

1) Reputation: This is the most vital in choosing car dealers. Making business deals with fair, honest and accommodating car dealers is easy as long as you find a reputable