• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI SEKTOR DAN SUBSEKTOR PRIORITAS DALAM PEMBANGUNAN SEKTORAL DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI SEKTOR DAN SUBSEKTOR PRIORITAS DALAM PEMBANGUNAN SEKTORAL DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SEKTOR DAN SUBSEKTOR PRIORITAS

DALAM PEMBANGUNAN SEKTORAL DI PROVINSI

LAMPUNG

Disusun Oleh

Meri Fita Sari

Skripsi

Sebagai Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

(2)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI SEKTOR DAN SUBSEKTOR PRIORITAS DALAM PEMBANGUNAN SEKTORAL DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

MERI FITA SARI

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari

perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Otonomi daerah telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimilikinya. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu adalah dengan melihat data Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi yang menjadi sektor prioritas yang dapat dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung dan menganalisis saran kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah di Provinsi Lampung.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada satupun sektor prioritas di Provinsi Lampung. Sedangkan untuk subsektor unggulan adalah subsektor angkutan jalan rel dan subsektor real estate.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

D. Manfaat Penelitian……… 10

E. Ruang Lingkup Penelitian ………... 11

F. Kerangka Pemikiran ……… 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 13

A. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ……… 13

B. Konsep Perencanaan Pembangunan Wilayah ……… 14

C. Konsep Sektor Prioritas ………... 15

D. Teori Pembangunan Ekonomi ……… 17

1. Teori Pembangunan Jhon Stuart Mill ……….. 17

2. Teori Pembangunan Adam Smith ……… 17

3. Teori Marxis ……….... 18

E. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah ……….. 18

F. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah ……… 18

1. Teori Harrod-Domar ……… 23

2. Teori Pertumbuhan Neoklasik ………. 24

3. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat ………... 25

4. Teori Basis Ekspor Richardson ……… 25

G. Penelitian Terdahulu ……….. 26

III. METODE PENELITIAN ……… 31

A.Jenis dan Sumber Data ……… 31

B. Profil Wilayah Penelitian ……….. 31

C.Metode Analisis Data ……… 34

1. Analisis Location Quotient (LQ) ……… 34

2. Analisis Shift Share ……… 35

(7)

4. Teknik Scoring ……… 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 43

A. Identifikasi Sektor Unggulan di Provinsi Lampung ………. 43

1. Analisis Location Quetient (LQ)……… 44

2. Analisis Shift Share ……… 45

3. Analisis Model Pertumbuhan Rasio (MRP)...…….. 48

4. Analisis Overlay ………. 49

5. Teknik Scoring ……….. 52

B. Identifikasi Subsektor Unggulan di Provinsi Lampung …... 52

1. Identifikasi Subsektor Unggulan Pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ……… 53

2. Identifikasi Subsektor Unggulan Pada Sektor Pertanian ………. 62

3. Identifikasi Subsektor Unggulan Pada Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ……….. 69

4. Identifikasi Subsektor Unggulan Pada Sektor Jasa-jasa ………. 74

5. Identifikasi Subsektor Unggulan Pada Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ………….. 80

V. SIMPULAN DAN SARAN ………... 93

A. Simpulan ……….. 93

B. Saran ………. 95 DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode

berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri ditandai dengan adanya laju kenaikan produk perkapita yang tinggi, sehingga untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah perlu ditentukan prioritas pembangunan daerah (Todaro, 1999).

(9)

memperhatikan ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh serta sektor pembangunan lainnya.

Berdasarkan otonomi daerah UU No 33/2004 mengenai tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pada UU tersebut melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang meletakan otonomi penuh, luas dan tanggung jawab pada pusat atau kabupaten/kota. Perubahan ini, untuk meningkatkan efektifitas pelayanan masyarakat, menumbuhkan semangat demokratisasi dan pelaksanaan membangun daerah secara berkelanjutan dan akan tercapainya

keseimbangan kewenangan dan tanggung jawab antara pusat dan daerah tersebut .

Era otonomi daerah telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimiliknya. Dengan kata lain, daerah diberi wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus menentukan arah pembangunan yang akan dilaksanakan demi tercapainya kemakmuran penduduk di wilayahnya, dengan mempertimbangkan segenap potensi, sumber daya serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.

(10)

harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu. PDB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekkonomi dari tahun ke tahun. Dibawah ini disajikan data laju pertumbuhan PDB Indonesia atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha pada tahun 2006-2010.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 (Persen).

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

6). Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam

8). Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi

0,08 0,10 0,10 -0,03

0,10 0,07

(11)

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,06 0,10 0,11 0,14 0,05 0,09

1). Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 0,04 0,05 0,04 0,05 0,05 0,04

2). Jasa Pemerintahan Lainnya 0,04 0,06 0,05 0,05 0,05 0,05

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia 2012

Terlihat dari data PDB Indonesia di atas adalah bagaimana perkembangan PDB Indonesia tiap sektor dari tahun 2006-2010. Dimana data tersebut menggambarkan bagaimana pertumbuhan PDB Indonesia selalu

(12)

PDB Indonesia sektor yang paling memiliki pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi.

Provinsi Lampung memiliki potensi wilayah yang cukup baik untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Lampung. Hal ini terlihat dengan makin majunya Provinsi Lampung sebagai akibat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana

infrastruktur, transportasi, perdagangan dan industri. Peningkatan PDRB Provinsi Lampung yang terus meningkat, dapat menjadi indikator pesatnya pertumbuhan Provinsi Lampung dari tahun ke tahun (Tabel 2).

(13)

7. Logam Dasar Besi & Baja 0,11 0,40 -0,62 0,05 0,02 -0,01

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung 2012

(14)

perusahaan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0,16 persen dan sektor pengangkuta dan komunikasi dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0,10 persen pada tahun 206-2010. Sedangkan sektor yang

memiliki rata-rata laju pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar -0,04 persen. Terlihat dari besarnya laju

pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) total nasional yang selama kurun waktu 2006-2010 PDRB Provinsi Lampung mengalami peningkatan yaitu 0,05 persen (BPS, 2012). Berikut disajikan data kontribusi sektor primer, sekunder dan tersier terhadap PDRB Provinsi Lampung.

Tabel 3. Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi Terhadap PDRB Provinsi Lampung dengan Migas Tahun 2006–2010 (Persen).

Lapangan Usaha Tahun Rata-rata

2006 2007 2008 2009 2010

(15)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kontribusi sektor primer memiliki peranan yang paling besar terhadap PDRB Provinsi Lampung yaitu rata-rata sebesar 43,50 persen. Hal ini juga yang dijadikan acuan untuk melihat kontribusi perekonomian Provinsi Lampung terhadap perekonomian Indonesia. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dari tahun 2006-2010. Hal tersebut memberikan dorongan bagi sektor-sektor perekonomian yang ada di Provinsi Lampung untuk lebih cepat lagi dalam memajukan sektor-sektor yang ada. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Lampung dan bagaimana dinamika (perubahan) perkembangan ekonomi selama kurun waktu tertentu.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah, khususnya pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dan untuk dapat

memanfaatkan sumberdaya ekonomi daerah secara optimal, maka pembangunan daerah dapat disusun menurut tujuan antar sektor. Perencanaan sektoral dimaksudkan untuk pengembangan sektor-sektor tertentu disesuaikan dengan keadaan dan potensi masing-masing sektor dan juga tujuan pembangunan yang ingin dicapai.

(16)

basis atau sektor potensial untuk dikembangkan adalah sektor pertanian, sektor listrik,gas dan air, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Beberapa hal yang menjadi strategi pengembangan sektor potensial di Kabupaten Sragen adalah menyiapkan kaderisasi masa depan bagi pertanian di Kabupaten Sragen, agar kesempatan ekspor semakin luas dan produk-produk daerah semakin dikenal perlu adanya strategi salah satunya adalah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan semakin memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk agar dapat bersaing dengan daerah lain dan memperbaiki dan melakukan

pemeliharaan terhadap infrastruktur daerah.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka perlu untuk mengetahui sektor dan subsektor apa saja yang menjadi sektor prioritas dan potensial untuk dikembangkan di Provinsi Lampung dan kebijakan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pembangunan ekonomi daerah di Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengambil judul

“Identifikasi Sektor dan Subsektor Prioritas Dalam Pembangunan Sektoral Di Provinsi Lampung”.

B. Perumusan Masalah

(17)

landasan bagi penentuan kebijakan pembangunan daerah, khususnya di daerah penelitian, yaitu Provinsi Lampung.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Sektor dan subsektor ekonomi apa saja yang menjadi sektor prioritas yang dapat dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung?

2. Merumuskan saran kebijakan apa yang dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan dan pembangunan ekonomi daerah di Provinsi Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi yang menjadi sektor prioritas yang dapat dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

2. Merumuskan saran kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah di Provinsi Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Lampung. 2. Sebagai sumbangan informasi dan bahan bacaan bagi penelitian-penelitian

(18)

3. Sebagai informasi untuk mengkaji lebih lanjut pemanfaatan berbagai sumber daya dalam masyarakat untuk pengembangan pembangunan wilayah Provinsi Lampung.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang Identifikasi Sektor dan Subsektor Prioritas Dalam Pembangunan Sektoral Di Provinsi Lampung ini fokus mengidentifikasi sektor dan subsektor ekonomi prioritas dan potensial yang di gunakan sebagai landasan bagi penentuan saran kebijakan pembangunan daerah di Provinsi Lampung. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder dari tahun 2006 hingga 2010 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia dan Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

F. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis perkembangan perekonomian di Provinsi Lampung dengan alat analisis Shift Share dan Model Pertumbuhan Rasio (MRP). Setelah itu

mengidentifikasi sektor basis dengan menggunakan alat analisis Location Quotient. Dalam analisis ini semua sektor yang terdapat pada Provinsi

Lampung akan dibandingkan dengan semua sektor nasional. Selanjutnya adalah menganalisis kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria kontribusi dengan alat analisis overlay yaitu dengan mengkombinasikan hasil analisis LQ dan MRP. Setelah

(19)

adalah menggabungkan hasil analisis tersebut dengan teknik scoring untuk menganalisis sektor dan subsektor unggulan.

Berdasarkan hasil dari semua analisis di atas maka akan diperoleh hal terakhir yang dilakukan adalah menganalisis saran kabijakan demi tercapainya pembangunan daerah yang optimal dengan memanfaatkan sektor unggulan dan potensial. Secara skematis maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah seperti Gambar 1. berikut :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Analisis Teknik Scoring Perekonomian Provinsi Lampung tahun 2006-2010

Identifikasi kegiatan ekonomi potensial

Saran Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Perkembangan Perekonomian

Provinsi Lampung

Potensi Sektor Perekonomian Provinsi Lampung

Identifikasi sektor basis sebagai sektor unggulan Provinsi Lampung

Analisis LQ Analisis Shift Share dan MRP

Analisis Overlay

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan masyarakat, yaitu perubahan politik, struktur sosial, nilai sosial, dan struktur kegiatan perekonomiannya. Sedangkan Menurut Prof. Simon Kuznets,

pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya dimana kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Selain itu dalam bukunya yang lebih awal Modern Economic Growth tahun 1966, ia mendefinisikan

pertumbuhan ekonomi sebagai suatu kenaikan terus menerus dalam produk per kapita atau per pekerja, seringkali diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural (Jhingan, 2004).

(21)

tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan spesialisasi dan pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja akan mempercepat proses pembangunan ekonomi karena spesialisasi akan mempertinggi tingkat produktifitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi (Sukirno, 1985).

B. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1985). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999). Secara umum, pembangunan

diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya.

(22)

Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi.

Menurut Hanafiah (1987), pembangunan tidak lagi dapat dilihat sebagai subjek yang tunggal tetapi harus dilihat secara komprehensif atau

berdimensi banyak. Hal ini disebabkan karena Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tidak lagi menjadi tujuan dan tongkat pengukur keberhasilan

pembangunan. Perencanaan pembangunan yang dilaksanakan hendaknya berorientasi pada aspek regional, dimana dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, setiap wilayah dilihat fungsi dan peranannya untuk masing-masing wilayah serta dilihat juga peranan dan fungsinya dalam pembangunan ekonomi nasional. Hanafiah menyatakan bahwa kegiatan perencanaan wilayah mencakup tiga kegiatan yang saling berkaitan, yaitu : (1) perencanaan antarwilayah dalam suatu negara, (2) perencanaan

antarlokasi dalam suatu wilayah dan (3) perencanaan lokasi dalam tiap sektor.

C. Konsep Sektor Prioritas

(23)

target pertumbuhan yang selanjutnya diikuti oleh kegiatan investasi pembangunan baik investasi pemerintah maupun swasta. Berbagai

keterbatasan sumber daya dan sumber pendanaan yang dimiliki oleh suatu daerah menuntut kejelian pemerintah daerah untuk menentukan suatu skala prioritas pembangunan. Tidak mungkin bagi suatu daerah untuk membiayai semua sektor secara bersama-sama karena keterbatasan sumber pendanaan. Untuk itu perlu ditetapkan suatu sektor unggulan (leading sector) dimana sektor ini diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor

lainnya.

Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan atau priritasadalah sektor-sektor yang :

a) mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang relatif tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya

b) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan permintaan akhir yang relatif tinggi pula

c) mampu menghasilkan penerimaan devisa yang relatif tinggi d) mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi

Syarat suatu sektor layak dijadikan sebagai prioritas di dalam

(24)

prioritas pembangunan sektoral yang mengarah pada sektor unggulan, maka perlu diketahui dampak antarsektor dalam perekonomian. Dampak keterkaitan antarsektor akan memberikan gambaran yang jelas mengenai sektor-sektor yang mempunyai peranan besar, baik bagi sektornya sendiri maupun sektor lainnya. Dengan demikian kebijakan yang berkaitan

dengan perencanaan perekonomian wilayah akan lebih diprioritaskan pada sektor tersebut.

D. Teori Pembangunan Ekonomi

1. Teori Pembangunan Jhon Stuart Mill

Mill menganggap pembangunan ekonomi sebagai fungsi dari tanah, tenaga kerja, dan modal. Sementara tanah dan tenaga kerja adalah dua faktor produksi yang asli, modal adalah persediaan yang dikumpulkan dari produk-produk tenaga kerja sebelumnya (dalam Jinghan, 2012). Peningkatan kesejahteraan hanya mungkin bila tanah dan modal mampu meningkatkan produksi lebih cepat dibanding angkatan kerja. Kesejahteraan terdiri dari peralatan, mesin dan keterampilan angkatan kerja. Tenaga kerja produktif inilah yang merupakan pencipta kesejahteraan dan akumulasi modal.

2. Teori Pembangunan Adam Smith

(25)

produktifitas tenaga kerja bertambah. Spesialisai dalam proses produksi akan dapat meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dapat mendorong ditemukannya alat-alat atau mesin-mesin baru dan akhirnya dapat mempercepat dan meningkatkan produksi (Jinghan, 2012). Menurut Smith sekali pertumbuhan itu mulai maka ia akan bersifat kumulatif, artinya bila ada pasar yang cukup dan ada akumulasi kapital, pembagian kerja akan terjadi dan ini akan menaikkan tingkat produktifitas tenaga kerja.

3. Teori Marxis tentang Pembangunan Ekonomi

Karl Marx (dalam Jinghan, 2012) menyumbang kepada teori pembangunan dalam tiga hal, yaitu dalam arti luas memberikan penafsiran sejarah dari sudut ekonomi, dalam arti sempit merinci kekuatan yang mendorong perkembangan kapitalis dan terakhir menawarkan jalan alternatif tentang pembangunan ekonomi terencana. Menurut Marx, setiap struktur kelas masyarakat terdiri dari kelas pemilik tanah dan bukan pemilik tanah. Karena cara produksi tunduk pada perubahan maka evolusi masyarakat akan terjadi apabila kekuatan produksi bertentangan dengan struktur kelas masyarakat.

E. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah

(26)

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Proses pembangunan terutama bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik spiritual maupun material. Peningkatan taraf hidup masyarakat mencakup suatu perangkat cita-cita meliputi:

a) Pembangunan harus bersifat rasionalistis, artinya bahwa haluan yang diambil harus berlandaskan pada pertimbangan rasional, berdasarkan fakta, sehingga nantinya merupakan suatu kerangka yang sinkron.

b) Adanya rencana pembangunan dan proses pembangunan. Artinya, adanya keinginan untuk selalu membangun pada ukuran dan haluan yang

terkoordinasi secara rasional dalam suatu sistem. c) Peningkatan produktifitas.

d) Peningkatan standar kehidupan.

e) Kedudukan, peranan, dan kesempatan yang sederajat dan sama di bidang politik, sosial, ekonomi dan pertahanan keamanan.

f) Pengembangan lembaga-lembaga sosial dan sikap-sikap dalam masyarakat.

Peningkatan peran serta masyarakat dalam kerangka pembangunan daerah sesuai dengan tujuan diberlakukannya otonomi daerah ditunjukkan oleh pergeseran peranan pemerintah dari posisi yang sentral dalam

(27)

kemandirian daerah. Kebijakan-kebijakan pembangunan haruslah didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengerahkan kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan

merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah daerah bersama masyarakat harus mengambil inisiatif pembangunan daerah.

F. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan

(28)

1. Masyarakat Tradisional

Fase ini ditandai dengan adanya fungsi produksi yang terbatas. Namun, dalam kenyataan yang sebenarnya perubahan-perubahan ekonomi selalu ada. Ini dapat dilihat dari adanya perubahan didalam perdagangan dan tingkat pertambahan produksi pertanian. Masyarakat pada fase ini tidak kekurangan akan penemuan-penemuan dan inovasi, tetapi belum ada pengertian sistematis terhadap alam sekitarnya yang dapat mendorong perkembangan lebih lanjut. Pengertian masyarakat pada fase ini terhadap perkembangan masa depan masih kurang. Hubungan keluarga masih erat dan berpengaruh besar dalam organisasi-organisasi sosial. Kekuasaan dipegang oleh mereka yang mempunyai tanah yang luas.

2. Masyarakat Prasyarat untuk Lepas Landas (precondition for take-off) Merupakan fase yang diperlukan agar perkembangan ekonomi dapat lepas landas (take off). Proses seluruhnya diperbaiki dengan adanya perluasan pasar dan koloni. Terdapat dua keadaan yang saling memengaruhi satu sama lain yaitu : (1) pertumbuhan perlahan-lahan (evolusi) dalam ilmu pengetahuan modern, (2) banyaknya inovasi yang dilakukan bersama-sama dengan penemuan daerah-daerah baru dalam sektor-sektor yang cukup penting, perluasan pasar untuk memajukan perdagangan dan meningkatkan spesialisasi produksi.

(29)

ditandai dengan kenaikan produksi menggunakan teknik baru serta banyaknya urbanisasi. Ketiga, perluasan impor yang dibiayai oleh perdagangan komoditi sumber-sumber alam yang ada.

Secara positif dikatakan apabila pemerintah belum menaruh perhatian pada tiga sektor perkembangan tersebut, yaitu fasilitas umum, pertanian, dan perdagangan, maka fase lepas landas akan tertunda. Ketiga sektor tersebut adalah sektor-sektor yang penting untuk mengadakan perkembangan industri secara terus menerus.

3. Masyarakat Lepas Landas (take off)

Fase ini ditandai dengan penerapan teknik-teknik baru dalam industri sudah berjalan dengan sendirinya. Untuk masuk fase ini selain prasarana umum, pertanian dan perdagangan, harus ditambahkan dengan adanya golongan wiraswasta dan teknik-teknik baru serta sumber-sumber kapital yang teratur. Fase ini biasanya menandakan kemenangan-kemenangan sosial, politik dan kebudayaan. Perkembangan ini selanjutnya mendorong masyarakat untuk memusatkan pada usaha-usaha teknik modern diluar sektor-sektor yang telah dimodernisasi selama fase lepas landas.

4. Masyarakat Menuju Kematangan (drive to maturity)

(30)

ditentukan oleh adanya teknologi tetapi juga kualitas persediaan sumber-sumber ekonomi. Bila suatu masyarakat berkembang ke kematangan teknologi, maka struktur dan kualitas tenaga kerja berubah terutama pada perbandingan jumlah antara yang bekerja di sektor pertanian dan non pertanian.

5. Masyarakat Konsumsi yang Berlebih (high mass consumption)

Cara-cara yang digunakan dalam fase ini adalah (1) menyediakan atau menawarkan jaminan yang lebih baik, kemakmuran dan leisure kepada angkatan kerja dan disesuaikan dengan ukuran masyarakat setempat, (2) menyediakan konsumsi bagi setiap individu dalam porsi yang lebih banyak dan (3) mencari perluasan pengaruh bagi negara yang bersangkutan di mata dunia.

Teori yang membicarakan pertumbuhan regional ini dimulai dari teori yang dikutip dari ekonomi makro atau ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah yang disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya, dilanjutkan dengan teori yang dikembangkan asli dalam ekonomi regional.

1) Teori Harrod – Domar dalam Sistem Regional

Teori ini dikembangkan hampir pada wakti bersamaan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat.

Menurut Tarigan (2004) Teori Harrod – Domar didasarkan pada asumsi : a) Perekonomian bersifat tertutup

(31)

c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constan return to scale)

d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod – Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = K = n

dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal output).

2) Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.

(32)

menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtitusi anatara kapital (K) dan tenaga kerja (L).

3) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan

Teori pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara atau wilayah perlu melihat sektor atau komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor ini memiliki competitive advantage untuk dikembangkan (Tarigan, 2004). Artinya, dengan

kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar.

4) Teori Basis Ekspor Richardson

Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat didalam satu wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan atau nonbasis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah

(33)

G.Penelitian Terdahulu

Galih Permatasari (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi

Pengembangan Wilayah Melalui Analisis Sektor Basis Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Sragen menjelaskan tentang sektor basis dan non basis yang ada di Kabupaten Sragen. Metode analisis yang digunakan adalah analisis LQ. Shift Share dan analisis SWOT. Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah Kabupaten Sragen berdasarkan analisis LQ di atas dari tahun 2006 sampai 2010 mempunyai 4 sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.

Sektor non basis dalam analisis LQ Kabupaten Sragen dari tahun 2006-2010 di atas adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor

pengangkutan dan komunikasi. Serta, Beberapa hal yang menjadi strategi pengembangan sektor potensial di Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan kaderisasi masa depan bagi pertanian di Kabupaten Sragen. 2. Agar kesempatan ekspor semakin luas dan produk – produk daerah

(34)

3. Pemerintahan dan masyarakat bekerja sama untuk mewujudkan visi misi daerah.

4. Semakin mengembangkan iklim usaha agar semakin tercipta lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran akan berkurang.

5. Memperbaiki kualitas pendidikan, kesehatan dan lingkungan agar semakin tercipta Sumber daya manusia yang unggul.

Sri Endang Kornita dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ekonomi Basis Dan Potensi Sinergi Pembangunan Kabupaten Kampar Dan Kota Pekanbaru menjelaskan tentang ekonomi basis dan potensinya untuk pembangunan Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis LQ dan analisis SWOT. Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah :

a) Sektor yang menonjol peranannya dalam perekonomian Kota Pekanbaru secara berurut berdasarkan hasil analisis LQ adalah Sektor 4 (Listrik, Gas, dan Air Minum), Sektor 8 (Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan), Sektor 5 (Bangunan), Sektor 7 (Pengangkutan dan Komunikasi), Sektor 9 (Jasa-jasa) dan Sektor 6 (Perdagangan, Hotel dan Restoran).

b) Sinergi pembangunan antar daerah di Provinsi Riau belum terlaksana secara terkoordinasi, sampai saat ini baru sebatas arahan dalam master plan Riau 2020 dan konsep pada level pemerintahan daerah Kabupaten

dan Kota.

(35)

sektor basis adalah sektor perdagangan di Kota Pekanbaru dan sektor pertanian di Kabupaten Kampar.

Ardian Kurniawan (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur Ekonomi Serta Basis Ekonomi Di Provinsi Kalimantan Barat menjelaskan tentang sektor ekonomi yang menjadi sektor basis di Provinsi Kalimantan Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Shift Share dan LQ. Kesimpulan dari peenelitian tersebut adalah :

a) Dilihat dari PDRB Provinsi Kalimantan Barat 1998-2008 sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan maupun kontribusi terbesar ialah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor jasa-jasa dan sektor bangunan.

b) Kondisi perekonomian Provinisi Kalimantan Barat selama tahun 1998-2008. Secara keseluruhan ( Dij ) tingkat pertumbuhan sektor–sektor

ekonomi tumbuh lebih cepat dibanding sektor sejenis dalam perekonomian nasional walaupun kinerja perekonomian secara umum masih dirasakan kurang.

(36)

Sri Subanti dan Arif Rahman Hakim, (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Pendekatan Sektor Basis Dan Analisis Input‐Output. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah LQ, Shift Share, analisis Basis Ekspor dan analisis Input Output. Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

a) Melalui analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode LQ, SS, dan analisis Input‐Output untuk Sulawesi Tenggara diperoleh temuan sebagai berikut: Sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sektor pengangkutan & telekomunikasi, serta sektor jasa menjadi sektor basis di SulawesiTenggara,

b) Pengganda sektor basis yang bernilai besar ada pada sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa‐jasa,

c) Sektor yang lain masuk kategori sektor yang tumbuh lambat namun punya daya saing tinggi seperti sektor pertanian dan sektor jasa.

Lapeti Sari (2010) dalam judulnya Analisis Data/Informasi Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kampar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient, Shift Share, Kapasitas Fiskal Daerah dan Produktifitas Lahan dan Tenaga Kerja. Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

(37)

b) Pada sektor perdagangan pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh faktor luar (32,85 persen) dan membaiknya struktur ekonomi Kabupaten Kampar (94,43 persen), sedangkan kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif (-27,28 persen) belum turut menentukan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kampar.

(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk mengidentifikasi sektor dan subsektor prioritas di Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga konstan pada tahun 2006-2010, Produk

Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung atas dasar harga konstan pada tahun yang sama dan data sekunder berupa dokumen kebijakan

pembangunan yang berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, BPS Provinsi Lampung, instansi terkait dengan penelitian ini serta fasilitas media internet.

B. Profil Wilayah Penelitian

Daerah Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 Km2 termasuk pulau- pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera, dan dibatasi oleh :

1. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara 2. Selat Sunda, di Sebelah Selatan

3. Laut Jawa, di Sebelah Timur

(39)

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandarlampung, yang merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Panjang dan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk

Lampung. Sedangkan di Teluk Semangka adalah Kota Agung, dan di Laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu, Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang, adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui. Lapangan terbang utamanya adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari "Branti", 28 m dari Ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi, dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra.

Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada antara : 6o 45' - 3o 45' Lintang Selatan

Secara administratif Provinsi Lampung dibagi dalam 14 (empat belas) Kabupaten/Kota , yang selanjutnya terdiri dari beberapa wilayah Kecamatan dengan perincian sebagai berikut :

1. Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukotanya Liwa, luas wilayahnya 4.950,40 Km2 terdiri dari 25 (dua puluh lima) Kecamatan.

(40)

3. Kabupaten Lampung Selatan dengan Ibukotanya Kalianda, luas wilayahnya 2.007,01 Km2 terdiri dari 17 (tujuh belas) Kecamatan.

4. Kabupaten Lampung Timur dengan Ibukotanya Sukadana, luas wilayahnya 4.337,89 Km2 terdiri dari 24 (dua puluh empat) Kecamatan.

5. Kabupaten Lampung Tengah dengan Ibukotanya Gunung Sugih, luas wilayahnya 4.789,82 Km2 terdiri dari 28 (dua puluh delapam) Kecamatan. 6. Kabupaten Lampung Utara dengan Ibukotanya Kotabumi, luas wilayahnya

2.725,63 Km2 terdiri dari 23 (dua puluh tiga) Kecamatan.

7. Kabupaten Way Kanan dengan Ibukotanya Blambangan Umpu, luas wilayahnya 3.921,63 Km2 terdiri dari 14 (empat belas) Kecamatan. 8. Kabupaten Tulangbawang dengan Ibukotanya Menggala, luas wilayahnya

7.770,84 Km2 terdiri dari 15 (lima belas) Kecamatan.

9. Kabupaten Pesawaran dengan Ibukota Gedong Tataan, luas wilayahnya 1.173,77 Km2 terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan.

10.Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu, luas wilayahnya 625,00 Km2 terdiri 8 (delapan) Kecamatan.

11.Kabupaten Mesuji dengan ibukota Mesuji, luas wilayahnya 2.184,00 Km2 terdiri 7 (tujuh) Kecamatan.

12.Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan ibukota Panaragan Jaya, luas wilayahnya 1.201,00 Km2 terdiri 8 (delapan) Kecamatan.

13.Kota Bandar Lampung dengan luas wilayah 192,96 Km2 terdiri dari 13 (tiga belas) Kecamatan.

(41)

C. Metode Analisis Data

1. Analisis Location Quotient (LQ)

Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu

perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor atau industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2004).

Rumusnya adalah sebagai berikut :

Dimana :

Xi = Nilai tambah sektor i di wilayah yang lebih sempit (provinsi).

PDRBi = PDRB wilayah yang lebih sempit (provinsi). XI = Nilai tambah sektor i secara Nasional. PDBI = PDB secara Nasional.

Dari perhitungan LQ, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Jika nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis.

Sektor tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan di dalam daerah saja namun juga kebutuhan di luar daerah karena sektor ini sangat potensial untuk dikembangkan.

(42)

3. Jika nilai LQ < 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis dan perlu impor produk dari luar daerah karena sektor ini kurang prospektif untuk dikembangkan.

2. Analisis Shift Share

Merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan

struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Analisis ini memberikan

data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu:

1. Pertumbuhan ekonomi

Dengan cara menganalis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2. Pergeseran proporsional

Mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomin yang lebih besar yang dijadikan acuan. 3. Pergeseran diferensial

Membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah dengan perekonomian yang yang dijadikan acuan.

(43)

a.

Dimana :

Ra : Rasio PDB Nasional

Y : PDB Nasional pada tahun akhir analisis

Y : PDB Nasional pada tahun dasar analisis

b.

Dimana :

Ri : Rasio PDB Nasional dari sektor i

Y’i : PDB Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis

Yi : PDB Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis

c.

Dimana :

ri : Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi

Y ij : PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun akhir

analisis

Yij : PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

2. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a. Nij

(44)

Nij : Komponen Pertumbuhan Nasional sektor i untuk wilayah Provinsi

Yij : PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

b. PP

Dimana:

PPij : Komponen Pertumbuhan Proporsional sektor i untuk wilayah provinsi

Yij : PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

Apabila:

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah provinsi pertumbuhannya lambat

PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah provinsi pertumbuhannya cepat

c. PPW

Dimana :

(45)

Yij : PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

Apabila:

PPWij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j

mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya untuk sektor i

PPWij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya untuk sektor i

3. Menghitung Pergeseran Bersih (PB)

Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilyah dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu sektor perekonomian.

Pergeseran sektor i pada suatu wilayah provinsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana :

PBij : Pergeseran bersih sektor i pada wilayah provinsi PPij : Komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah provinsi

(46)

Apabila :

PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah provinsi termasuk ke dalam komponen progresif (maju)

PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah provinsi termasuk lamban

3. Analisis Overlay

Teknik Overlay merupakan pendekatan tata guna lahan/landscape. Analisis Overlay ini juga dimaksudkan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria kontribusi. Dalam hal ini teknik Overlay dilakukan untuk menunjukkan hasil kombinasi analisis LQ dan MRP.

a. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Rumus untuk menghitung MRP adalah:

Rasio Pertumbuhan Nasional (RPr) =

Rasio Pertumbuhan Wilayah Provinsi (RPs) =

Keterangan :

ΔYin =Yin(t+1) - Yin(t) adalah perubahan PDB Indonesia di sektor i.

Yin(t) = PDB Indonesia di sektor i awal periode penelitian.

ΔYn = Yn(t+1) - Yn(t) perubahan PDB Indonesia.

(47)

ΔYij = Yij(t+1) - Yij(t) adalah perubahan PDRB Provinsi Lampung di

sektor i

Yij(t) = PDRB Provinsi Lampung di sektor i tahun awal periode

penelitian.

ΔYj = Yj(t+1)– Yj(t) perubahan PDRB Provinsi Lampung.

Yj(t) = PDRB Provinsi Lampung pada tahun awal periode

penelitian.

Hasil analisis MRP ini akan menunjukkan sektor-sektor ekonomi daerah (provinsi) yang dikaji yang mempunyai pertumbuhan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah referensinya (Nasional).

Apabila hasil analisis LQ dan MRP di-overlay, terdapat empat kemungkinan mengenai suatu sektor ekonomi di Provinsi Lampung yang dikaji.

a) Apabila LQ > 1 dan RPs > RPr (untuk nilai RPs dan RPr yang lebih besar dari 1) maka sektor tersebut merupakan sektor yang sangat dominan, baik dari kontribusi maupun dari pertumbuhannya. Sektor ini adalah sektor yang maju dan bertumbuh cepat. Sektor ini dapat dipandang sebagai sektor prioritas (leading sector) di Provinsi Lampung.

(48)

sektor yang kontribusinya masih kecil tetapi pertumbuhannya semakin besar. Sektor serupa ini adalah sektor yang sedang bertumbuh dan dapat ditingkatkan kontribusinya agar menjadi sektor yang dominan. Sektor ini dapat dipandang sebagai sektor yang potensial (potential sector) di Provinsi Lampung.

c) Apabila LQ > 1 tetapi RPs < RPr maka sektor tersebut merupakan sektor yang kontribusinya besar tetapi

pertumbuhannya lebih kecil. Sektor ini merupakan sektor yang sedang mengalami penurunan pertumbuhan. Sektor ini dapat dipandang sebagai sektor yang tertekan yang

mengalami penurunan di Provinsi Lampung.

d) Apabila LQ < 1 dan RPs < RPr maka sektor tersebut merupakan sektor yang tidak potensil baik dari kriteria kontribusi maupun kriteria pertumbuhan. Sektor ini adalah sektor yang tertinggal di Provinsi Lampung.

4. Teknik Scoring

(49)

untuk LQ, scoring untuk Shift Share dan scoring untuk MRP. Akan lebih rinci dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4. Teknik Scoring

Nilai LQ Nilai Shift Share Nilai MRP Score

0 – 0,69 -1499s/d -1000 0 – 0,59 1 0,70 – 1,39 -999 s/d - 500 0,60 – 1,19 2 1,40 – 2,09 -499 s/d - 0,99 1,20 – 1,79 3 2,10 – 2,79 1 s/d 499 1,80 – 2,39 4 2,80 – 3,50 500 s/d 999 2,40 – 3,00 5

>3,50 1000 s/d 1500 >3,00 6

>1500 7

(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisi LQ, Shift Share, MRP yang telah di Overlay tidak ada satupun sektor perekonomian

di Provinsi Lampung yang memiliki 3 nilai +. Hal ini membuktikan bahwa tidak satu sektor pun yang surplus, progresif dan tumbuh dominan. 2. Berdasarkan teknik Scoring sektor yang dinyatakan sebagai sektor

prioritas adalah sektor pengangkutan dan komunikasi lalu diikuti oleh sektor pertanian dan terdapat tiga sektor yang memiliki skor yang sama besar yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa di Provinsi Lampung pada tahun 2006-2010.

3. Pada sektor pengangkutan dan komunikasi terdapat 4 subsektor yang memiliki 3 nilai (+) yaitu subsektor pengangkutan dengan subsektor angkutan jalan rel, angkutan jalan raya dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Hal ini membuktikan bahwa subsektor tersebut

(51)

merupakan subsektor prioritas dan potensial di Provinsi Lampung pada tahun 2006-2010.

4. Pada sektor pengangkutan dan komunikasi subsektor yang memiliki total skor terbesar adalah subsektor angkutan sungai, danau dan

penyeberangan, subsektor angkutan jalan rel dan subsektor angkutan jalan raya yang merupakan subsektor prioritas di Provinsi Lampung pada periode 2006-2010.

5. Pada sektor pertanian tak ada satupun subsektor yang memiliki 3 nilai (+), hal ini berarti tak ada satupun subsektor yang surplus, progresif dan tumbuh dominan pada sektor tersebut.

6. Pada sektor pertanian subsektor yang memiliki total skor terbesar adalah subsektor tanaman perkebunan yang merupakan subsektor basis dan memiliki tingkat pertumbuhan yang dominan di Provinsi Lampung pada periode penelitian.

7. Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran tak ada satupun subsektor yang memiliki 3 nilai (+), hal ini berarti tak ada satupun sektor yang surplus, progresif dan tumbuh dominan pada sektor tersebut.

8. Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran subsektor yang memiliki total skor terbesar adalah subsektor restoran yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan daerah.

(52)

10.Pada sektor jasa-jasa subsektor yang memiliki total skor terbesar adalah subsektor jasa sosial kemasyarakatan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan daerahnya.

11.Pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan hanya ada satu subsektor yang memiliki 3 nilai (+) yaitu subsektor real estat hal ini berarti subsektor ini merupakan subsektor yang surplus, progresif dan tumbuh dominan.

12.Pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan subsektor yang memiliki total skor terbesar adalah subsektor bank yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan daerah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diberikan saran dalam pembangunan perekonomian di Provinsi Lampung, yaitu sebagai berikut :

1. Subsektor Real Estat merupakan subsektor prioritas, pemerintah diharapkan mengoptimalkan tata guna lahan sesuai UU Rencana Tata Ruang Wilayah sehingga pembangunan sektor –sektor real estat dapat sesuai dengan kebutuhannya.

2. Pemerintah agar mengutamakan kegiatan pada sektor dan subsektor prioritas (skor terbesar) tetapi tidak mengabaikan sektor dan subsektor non basis, karena diharapkan sektor dan subsektor tersebut dapat

(53)

3. Sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor basis, tetapi memiliki tingkat pertumbuhan yang paling rendah. Pemerintah diharapkan

mengkaji dan mengambil keputusan serta kebijakan yang mengarah pada program pengembangan sektor prioritas serta dapat meningkatkan

pertumbuhan agar sektor tersebut menjadi sektor yang progresif dan tumbuh dominan.

4. Potensi-potensi yang dimiliki tiap sektor diharapkan dapat lebih ditingkatkan agar tiap sektor tumbuh dan memberikan kontribusi yang meningkat pada PDRB tiap tahunnya.

5. Pemerintah juga diharapkan dapat memperbaiki infrastruktur serta sarana dan prasarana daerah agar dapat menarik para investor.

6. Pembangunan ekonomi Provinsi Lampung hendaknya diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki keprioritas dan menjadi prioritas

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

BPS. 2006-2010.Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2006-2010. Badan Pusat Statistik Indonesia.

BPS. 2006-2010.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung tahun 2006-2010. 2012. Badan Pusat Statistik, Lampung.

BPS. 2010. Lampung dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik, Lampung.

Hanafiah, T. 1987. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jhingan, M. L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press.

Karjoredjo, Sarji. 1999. Desentralisasi Pembangunan Daerah di Indonesia. Salatiga: FEUKSW

Kornita , Sri Endang . Analisis Ekonomi Basis Dan Potensi Sinergi Pembangunan Kabupaten Kampar Dan Kota Pekanbaru. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Kurniawan, Ardian. 2010. Analisis Struktur Ekonomi Serta Basis Ekonomi Di Propinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Permatasari, Galih. 2012. Strategi Pengembangan Wilayah Melalui Analisis Sektor Basis Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Sragen. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Richardson, H. W. 1991. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

(55)

Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Regional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Gambar

Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 (Persen)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 4. Teknik Scoring

Referensi

Dokumen terkait

Melihat hasil dari Model Matriks Konsumen yang terbentuk berdasarkan jawaban responden, maka strategi bersaing terbaik yang dapat dilakukan oleh Honda Beat Fi adalah dengan

Perancangan Sistem: merancang output, input, struktur file, program, prosedur, perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem informasi.. Pembangunan

diangkat dan diberhentikan oleh Walikota Kepala Daerah Dati II Surakarta.. Visi dan Misi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalma kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral, namun jikalau nilai

Metode yang akan digunakan oleh peneliti metode Numbered Head Together (NHT) yang merupakan model pembelajaran yang bersifat berkelompok dengan Discovery Learning

Berlangsungnya pendidikan sebagai salah satu upaya mengembangkan potensi peserta didik dengan berbagai kegiatan perlu dukungan dari berbagai pihak, salah satunya

Data udara atas pada saat kejadian yang diperoleh dari stasiun meteorologi Pangkal Pinang menunjukkan bahwa pesawat terbang dengan ketinggian jelajah 32.000 kaki atau dapat

sistem atau kontrol untuk menghentikan/memutuskan pengeluaran arus yang terus menerus apabila baterai telah mencapai kondisi minimum (kosong), hal ini dapat