• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Likuida Kayu Dari Sumberdaya Alam Berlignoselulosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Likuida Kayu Dari Sumberdaya Alam Berlignoselulosa"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS

APLIKASI LIKUIDA KAYU

DARI SUMBERDAYA ALAM BERLIGNOSELULOSA

Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan

keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Aplikasi

Likuida Kayu dari Sumberdaya Alam Berlignoselulosa“.

Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai aplikasi likuida

kayu dengan modifikasi kimia dari beberapa sumberdaya alam yang mengandung

lignoselulosa. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memperkaya

khasanah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi kayu.

Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran

dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.

Medan, Desember 2009

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

Aplikasi Likuida... 1

Kesimpulan ... 12

(4)

APLIKASI LIKUIDA KAYU DARI SUMBERDAYA ALAM BERLIGNOSELULOSA

Aplikasi Likuida

Menurut Hon (1996), ada banyak penggunaan potensial dari likuifikasi

kayu termodifikasi kimia. Contohnya fraksinasi komponen kayu termodifikasi,

pengolahan perekat berbahan dasar kayu (wood-based adhesive) dengan pelarut

sensitif dan/atau reaksi sensitif, pembuatan molding berbahan dasar kayu (

wood-based moldings) teresinisasi seperti jenis busa (foam) dan pengolahan serat

berbahan dasar kayu (wood-based fiber)dan konversinya menjadi serat karbon.

Dalam pengolahan perekat dari kayu termodifikasi kimia, phenol,

bisphenol dan polihidrik alkohol telah digunakan sebagai pelarut dan

menghasilkan resin yang mengandung kayu termodifikasi secara signifikan.

Gabungan penggunaan pelarut reaktif dengan agen reaktif, seperti crosslinking

agent (agen ikatan silang) dan/atau hardener sudah bereaksi dengan resin phenol

formaldehida (seperti resin resol), resin poliurethan, resin epoksi, dan lain-lain,

semuanya mengandung sejumlah kayu termodifikasi yang signifikan dan memiliki

sifat keterekatan (gluability) yang terkenal.

Bahan-bahan molding seperti foam (busa) atau bentuk yang dicetak/dipress

dapat juga diperoleh dari kayu termodifikasi kimia. Sebagai contoh, foam dapat

dibuat melalui penambahan air secukupnya sebagai foaming agent (agen pembuat

busa) dan komponen poliisocianat sebagai hardener (pengeras) dengan larutan

1.6-heksanediol kayu terallilasi, semuanya dicampur dan dipanaskan. Ketika

dipanaskan pada suhu 100 oC, proses pembentukan busa dan resinifikasi

(pembentukan resin) dimulai dalam 2 menit dan selesai dalam beberapa menit.

Jika ditambahkan promotor (bahan pendorong) seperti trietilamine, reaksi secara

cepat terjadi pada suhu ruangan dan foam dapat diperoleh dalam beberapa menit.

Foam mempunyai kerapatan rendah yang nyata yaitu sebesar 0,04 g/cm3,

kekuatannya besar, dan gaya untuk mengembalikan tekanan deformasi yang

signifikan. Dalam rangka menjelaskan peranan kayu termodifikasi kimia terhadap

(5)

kimia telah dilakukan. Telah ditemukan dengan nyata bahwa pembentukan foam

terjadi selama proses resinifikasi (pembentukan resin), tetapi secara cepat setelah

terjadi kontraksi menghasilkan kerapatan sekitar 0.2 g/cm3 dengan sedikit struktur

sel busa yang tersisa. Hasil ini mengungkapkan bahwa kayu termodifikasi kimia

berperan positif dalam menjaga bentuk foam selama proses pembentukannya.

Salah satu penggunaan lainnya dari modifikasi kimia adalah pembentukan

filamen atau serat (fiber). Setelah pembuatan larutan phenol kayu terasetilasi,

heksametilen tetramin ditambahkan dan campuran dipanaskan pada suhu 120 oC

untuk memicu reaksi addisi-kondensasi untuk larutan terresinifikasi dengan

spinnabilitas tinggi. Dari larutan ini, filamen diputar dan dimatangkan dalam

oven dengan tingkat pemanasan tertentu. Suhu maksimum untuk pematangan

adalah 250 oC, dan selanjutnya filamen dapat diperoleh dengan mudah dengan

metode ini. Filamen ini kemudian dapat terkarbonisasi untuk menghasilkan

filamen karbon. Karbonisasi dikeluarkan dari tungku pemanas elektrik dengan

suhu maksimum 900 oC dan tingkat pemanasan 5,5 oC/menit. Kekuatan filamen

karbon telah diukur berdasarkan Japan Industrial Standarad (JIS R7601) dan

kekuatan tarik sejauh ini telah mencapai 1 GPa. Kekuatan yang lebih besar

diharapkan dapat diperoleh melalui perbaikan metode untuk spinning dan

karbonisasi.

Dari larutan hasil likuifikasi kayu tanpa perlakuan, produk yang telah

dibuat hampir sama dengan kayu termodifikasi kimia. Sebagai contoh, perekat

resin phenol jenis resol dibuat dari lima bagian kayu chip dan dua bagian phenol,

dilikuifikasi pada suhu 250 oC tanpa katalis, tidak memerlukan kondisi ikatan

yang kuat dan sebanding dengan perekat komersial yang sesuai dalam sifat

keterekatannya (gluability). Perekat tahan air yang dapat diterima diperoleh

perekat setelah merekatkan veneer pada 120-130 oC dengan kempa panas selama

0,5 menit menjadi kayu lapis (plywood) dengan ketebalan 1 mm.

Perekat resin phenol jenis resol juga dibuat dari larutan kayu-phenol yang

dilikuifikasi pada 150 oC dengan katalis asam phenolsulfat dan sifat keterekatanya

(gluability) diuji. Hasilnya memperlihatkan bahwa ketika perekat digunakan,

sangat mudah untuk mewujudkan secara lengkap perekat tahan air yang

(6)

panas selama 0,5 menit digunakan untuk kayu lapis dengan ketebalan 1 mm.

Suhu perekatan sebesar 120 oC atau sedikitnya 15 oC lebih rendah daripada

perekat resin resol yang biasa digunakan.

Untuk contoh kedua, foam dapat dibuat dari kayu tanpa perlakuan

polietilen glikol. Kedua jenis foam lunak dan keras dapat diproduksi berdasarkan

kondisi pembuatan. Pembuatan foam mempunyai kerapatan sekitar 0,04 g/cm3,

kekuatannya besar, dan gaya untuk menahan tekanan deformasi yang kuat. Sifat

biodegradasi dan photodegradasi juga ditemukan pada foam. Hasilnya

mengindikasikan bahwa komponen kayu tidak hanya tercampur dengan

gelembung foam tetapi juga berperan penting dalam menjaga stabilitas dimensi

foam. Foam yang sifatnya ditingkatkan telah dikembangkan melalui likuifikasi

kayu dengan kehadiran polieter poliol dan poliester poliol.

Penggunaan yang ketiga adalah molding jenis resin novolak, dibuat dari

kayu tanpa perlakuan phenol. Setelah satu bagian serbuk kayu dilikuifikasi dalam

dua bagian phenol dan phenol tidak tereaksi didistilasi dengan pengurangan

tekanan. Bubuk reaktif yang diperoleh dari larutan kayu-phenol terlikuifikasi

dapat dimatangkan dengan cepat, setelah filler (pengisi) serbuk kayu dan

heksametilen tetramin ditambahkan, dan dikempa panas pada temperatur 150-190

o

C. Kekuatan lentur molding dibandingkan dengan yang dibuat dari bahan

novolak komersial. Setelah phenol tanpa perlakuan didistilasi,kayu terlikuifikasi

dalam phenol menunjukkan kemampuan pematangan dibandingkan dengan resin

novolak komersil. Fakta ini diamati melalui pengukuran dengan differential

scanning calorimeter (DSC), yaitu alat untuk pengukuran untuk viscoelastisitas

dinamis dan laboplastmill. Kurva DSC yang hampir sama diperoleh dari bubuk

kayu terlikuifikasi phenol seperti novolak komersil, mengungkapkan bahwa

reaktivitas pematangan komponen yang pertama terkonsentrasi pada tingkat yang

sama seperti yang terakhir.

Bagaimanapun, hal ini juga telah menunjukkan bahwa kemampuan

pematangan meningkat seiring dengan jumlah phenol yang kombinasi. Jumlah phenol yang dikombinasikan merupakan phenol yang bereaksi dengan komponen

kayu terlikuifikasi dan terdegradasi. Jumlah phenol yang dikombinasikan

(7)

kandungan katalis atau ratio cairan (liquid ratio). Melalui penghilangan phenol

bebas, maka dihasilkan kayu terlikuifikasi menjadi resin seperti novolak seperti

yang sudah dijelaskan diatas. Pengukuran sifat-sifat aliran (flow properties) kayu terlikuifikasi, menjelaskan bahwa pelelehan (melts) kayu terlikuifikasi bertindak

sebagai pseudoplastis dan alirannya mengikuti hukum persamaan daya Ostwald de

Waele. Jumlah phenol yang dikombinasikan dalam kayu terlikuifikasi dan

kehadiran pengisi (filler) dalam kayu terlikuifikasi berpengaruh besar terhadap

sifat-sifat alirannya. Temperatur aliran, energi aktivasi, dan zero shear viscocity

kayu terlikuifikasi menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan

meningkatnya phenol yang dikombinasikan. Serat karbon yang telah disebutkan

dapat dibuat dari larutan kayu tanpa perlakuan. Kekuatan tarik telah dihasilkan

lebih jauh mencapai 1.2 GPa. Bahkan sifat fisik yang lebih baik diharapkan dapat

dikembangkan lebih lanjut.

Pengujian perekatan yang dilakukan Pu et al. (1991), dilakukan dengan

merekat tiga vinir kayu birch sehingga membentuk kayu lapis. Vinir yang

digunakan berukuran 125 mm x 110 mm x 2 mm. Kedua sisi vinir tengah (core

veneer) direkat dengan berat labur 120 g/m2. Pengempaan dilakukan pada suhu

120 0C dengan tekanan 15 kgf/cm2 selama 3 sampai 12 menit setelah dilakukan

pengempaan dingin pada suhu ruang dengan tekanan 15 kgf/cm2 selama 30±10

menit. Setelah dibiarkan semalaman, dilakukan pengujian geser tarik. Selain itu

juga dilakukan pengujian geser tarik pada sampel yang telah direndam dalam air

mendidih selama 4 jam, dikeringkan dalam oven 60 0C selama 20 jam, direndam

lagi dalam air mendidih selama 4 jam dan didinginkan dengan direndam dalam air

dingin (20 0C). Pengujian dilakukan dengan kecepatan cross head sebesar 1,0

mm/menit.

Beberapa aplikasi likuifikasi menjadi perekat likuida adalah:

1. Perekat likuida kayu karet dan bambu tali (Widayanto, 2002)

Warna likuida kayu adalah hitam yang disebabkan oleh adanya lignin dan

bahan kimia lain yang merupakan hasil konversi komponen. Derajat keasaman

likuida yang dihasilkan rata-rata kurang dari satu. Nilai viskositas perekat likuida

kayu rata-rata adalah 2,03 poise. Nilai ini memenuhi SNI 06-4567-1998, yaitu

(8)

berat jenis perekat phenol formaldehida menurut SNI 06-4567-1998 yaitu 1,165–

1,200. Kadar padatan perekat likuida adalah 91,232%, lebih tinggi dari kadar

padatan phenol formaldehida menurut SNI 06-4567-1998 yaitu 40–45%. Waktu

gelatinasi perekat likuida rata-rata adalah 9 menit 48 detik, lebih rendah dari SNI

06-4567-1998, yaitu ≥30 menit.

Perekat likuida kayu dengan kadar perekat 10%, 15% dan 20% digunakan

dalam pembuatan papan partikel kayu, papan partikel bambu dan papan partikel

campuran dengan target kerapatan 0,7 g/cm3. Pengempaan dilakukan pada suhu

160 0C selama 10 menit dengan tekanan 23 kg/cm2. Berdasarkan hasil penelitian,

kerapatan terendah terdapat pada papan partikel kayu karet dengan kadar perekat

10% dan papan partikel campuran dengan kadar perekat 10% yaitu 0,80 g/cm3,

sedangkan yang tertinggi terdapat pada papan partikel kayu karet dengan kadar

perekat 20%, yaitu 0,93 g/cm3. Nilai kerapatan papan partikel menurut JIS

A5908-2003, yaitu 0,4–0,9 g/cm3. Kadar air papan terendah terdapat pada papan

partikel kayu karet dengan kadar perekat 20%, yaitu 5,23%, sedangkan yang

tertinggi terdapat pada papan partikel bambu tali dengan kadar perekat 10%, yaitu

7,52%. Nilai tersebut telah memenuhi JIS A5908-2003, yaitu 5–13 %. Daya

serap air papan terendah terdapat pada papan partikel campuran dengan kadar

perekat 15%, yaitu 26,19%, Sedangkan yang tertinggi terdapat pada papan

partikel bambu tali dengan kadar perekat 10%, yaitu 45,55%. Nilai

pengembangan tebal papan terendah terdapat pada papan partikel kayu karet

dengan kadar perekat 20%, yaitu 16,63%, sedangkan yang tertinggi terdapat pada

papan partikel bambu tali dengan kadar perekat 10%, yaitu 27,71%. Nilai tersebut

tidak memenuhi JIS A5908-2003, yaitu maksimum 12%.

MOE terendah terdapat pada papan partikel campuran dengan kadar

perekat 10%, yaitu 6466,25 Kgf/cm2, sedangkan yang tertinggi terdapat pada

papan partikel bambu tali dengan kadar perekat 20%, yaitu 20413,49 Kgf/cm2.

MOE menurut SNI 03-2105-1996, yaitu minimal 15.000 Kgf/cm2. MOR terendah

terdapat pada papan partikel campuran dengan kadar perekat 10%, yaitu 185,78

Kgf/cm2, sedangkan yang tertinggi terdapat pada papan partikel kayu karet dengan

kadar perekat 20%, yaitu 325,13 Kgf/cm2. Nilai tersebut memenuhi SNI

(9)

pada papan partikel campuran dengan kadar perekat 10%, yaitu 1,77 Kgf/cm2,

sedangkan yang tertinggi terdapat pada papan partikel kayu karet dengan kadar

perekat 20%, yaitu 3,21 Kgf/cm2. Nilai tersebut memenuhi standar SNI

03-2105-1996, yaitu minimal 1,50 Kgf/cm2.

2. Perekat likuida core kenaf dengan fortifikasi poliuretan (Wulansari, 2006)

Warna perekat likuida kenaf adalah merah kehitaman dan terkesan kasar

dengan adanya butiran atau serat kecil. Keasaman likuida adalah 8,40, tidak

memenuhi SNI 06-4567-1998, yaitu 10,0–13,0. Kekentalan perekat likuida

adalah 250 cps, memenuhi SNI 06-4567–1998, yaitu 130–300 cps. Berat jenis

perekat perekat likuida adalah 1,088, lebih rendah dari berat jenis perekat fenol

formaldehid menurut SNI 06-4567-1998 yaitu 1,165–1,200. Kadar padatan

perekat likuida adalah 31,21%, lebih rendah dari kadar padatan fenol formaldehid

menurut SNI 06-4567-1998 yaitu 40–45%. Waktu gelatinasi perekat likuida

adalah lebih dari 60 menit, lebih besar dari SNI 06-4567-1998, yaitu ≥30 menit.

Perekat likuida kenaf yang difortifikasi dengan poliuretan, digunakan

dalam pembuatan papan partikel kenaf dengan kadar perekat 10%, 15% dan 20%.

Sebelum digunakan dalam pembuatan papan partikel, perekat likuida kenaf yang

mempunyai pH 8 diencerkan dengan air yang mempunyai pH netral dengan

perbandingan perekat dan air 1 : 1. Sesaat sebelum digunakan, fortifiers

poliuretan yang telah diencerkan dengan aseton (perbandingan poliuretan dengan

aseton 1 : 0,5) dicampurkan ke dalam perekat likuida kenaf sebesar 15%, 30% dan

45% terhadap resin solid content perekat, kemudian diaduk sampai homogen.

Pengempaan papan partikel core kenaf diawali dengan pengempaan panas pada

suhu 160 0C selama 5 menit tanpa tekanan. Kemudian dilanjutkan dengan

tekanan 20 kg/cm2 selama 15 menit dengan suhu 160 0C.

Berdasaran hasil penelitian, kerapatan terendah terdapat pada perlakuan

kadar perekat 20% dan fortifikasi 15% yaitu 0,642 g/cm3, sedangkan yang

tertinggi terdapat pada perlakuan kadar perekat 15% dan fortifikasi 15%, yaitu

0,686 g/cm3. Nilai ini memenuhi JIS A5908-2003, yaitu 0,4–0,9 g/cm3. Kadar air

terendah terdapat pada perlakuan kadar perekat 20% dan fortifikasi 45% yaitu

sebesar 6,594%, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan kadar

(10)

A5908-2003, yaitu 5–13%. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan kadar

perekat 10% dan fortifikasi 15% yaitu 124,058%. Pengembangan tebal terendah

terdapat pada perlakuan kadar perekat 20% dan fortifikasi 45%, yaitu 24,531%,

sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan kadar perekat 10% dan

fortifikasi 15%, yaitu 56,056%. Nilai tersebut belum memenuhi JIS A5908-2003,

yaitu maksimum 12%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar perekat dan

tingkat fortifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan papan dan

kadar air partikel. Kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air

papan partikel.

3. Perekat likuida bambu untuk papan partikel bambu (Prasetyo, 2006)

Warna perekat likuida bambu adalah coklat kehitaman dan terkesan kasar

dengan adanya butiran atau serat kecil. Keasaman likuida adalah 8,04, tidak

memenuhi SNI 06-4567-1998, yaitu 10,0–13,0. Kekentalan perekat likuida adalah

150 cps, memenuhi SNI 06-4567-1998, yaitu 130–300 cps. Berat jenis perekat

likuida adalah 1,109, lebih rendah dari berat jenis perekat fenol formaldehid

menurut SNI 06-4567-1998 yaitu 1,165–1,200. Kadar padatan perekat likuida

adalah 34,41%, lebih rendah dari kadar padatan phenol formaldehida menurut SNI

06-4567-1998 yaitu 40–45%. Waktu gelatinasi perekat likuida adalah lebih dari

60 menit, lebih besar dari SNI 06-4567-1998, yaitu ≥30 menit.

Perekat likuida bambu yang difortifikasi dengan melamin formaldehida

sebesar 15%, 30% dan 45%, digunakan dalam pembuatan papan partikel bambu

tali dengan kadar perekat 10%, 15% dan 20%. Papan partikel dibuat dengan

target kerapatan 0,7 g/cm3. Pengempaan dilakukan pada suhu 160 0C selama 15

menit dengan tekanan 26 kg/cm2. Berdasarkan hasil penelitian, kerapatan

cenderung naik seiring dengan meningkatnya kadar perekat. Kerapatan papan

dengan kadar perekat 10% sebesar 0,67 g/cm3; pada kadar perekat 15% sebesar 70

g/cm3 dan pada kadar perekat 20% sebesar 0,72 g/cm3. Nilai tersebut memenuhi

JIS A5908-2003, yaitu 0,4–0,9 g/cm3. Kadar air papan partikel pada kadar

perekat 10% sebesar 7,66%, pada kadar perekat 15% sebesar 7,40% dan pada

kadar perekat 20% sebesar 6,97%. Nilai tersebut memenuhi JIS A5908-2003,

yaitu 5–13 %. Daya serap air papan pada kadar perekat 10% sebesar 53,82%,

(11)

52,30%. Daya serap air papan dengan fortifikasi 15% cenderung naik, sedangkan

daya serap air dengan fortifikasi 30% dan 45% cenderung menurun.

Pengembangan tebal pada kadar perekat 10% sebesar 31,27%, pada kadar perekat

15% sebesar 40,46% dan pada kadar perekat 20% sebesar 42,45%. Nilai tersebut

tidak memenuhi JIS A5908-2003, yaitu maksimum 12%. Pengembangan tebal

papan dengan fortifikasi 15% dan 30% cenderung naik, sedangkan dengan

fortifikasi 45% cenderung turun.

MOE (modulus of elasticity) cenderung meningkat seiring dengan

meningkatnya kadar perekat. MOE pada kadar perekat 10% sebesar 1411 N/mm2,

pada kadar perekat 15% sebesar 1495,67 N/mm2 dan pada kadar perekat 20%

sebesar 1593,25 N/mm2. Nilai tersebut belum memenuhi JIS A5908-2003, yaitu

minimal 2000 N/mm2. MOE papan partikel dengan fortifikasi 15% cenderung

menurun, sedangkan pada fortifikasi 30% dan 45% cenderung naik. Nilai MOR

(modulus of rupture) papan pada kadar perekat 10% sebesar 10,43 N/mm2, pada

kadar perekat 15% sebesar 10,23 N/mm2 dan pada kadar perekat 20% sebesar 9,47

N/mm2. Nilai tersebut memenuhi JIS A5908-2003, yaitu yaitu minimal 8 N/mm2.

Nilai MOR papan partikel dengan fortifikasi 15% dan 45% cenderung menurun,

sedangkan pada fortifikasi 30% cenderung naik. Kuat pegang sekrup papan pada

kadar perekat 10% sebesar 484,61 N, pada kadar perekat 15% sebesar 523,36 N

dan pada kadar perekat 20% sebesar 320,6 N. Nilai tersebut memenuhi standar

JIS A5908-2003, yaitu minimal 300 N. Keteguhan rekat internal papan pada

kadar perekat 10% sebesar 0,40 N/mm2, pada kadar perekat 15% sebesar 0,38

N/mm2 dan pada kadar perekat 20% sebesar 0,27 N/mm2. Nilai tersebut tidak

memenuhi standar JIS A5908-2003, yaitu minimal 1,5 N/mm2. Emisi

formaldehid papan partikel bambu dengan perekat likuida bambu rata-rata 0,3

mg/L, memenuhi JIS A5908-2003, yaitu maksimum 0,4 mg/L.

4. Perekat likuida sabut kelapa dengan fortifikasi poliuretan dan melamin formaldehid (Meda, 2006 dan Pamungkas, 2006)

Warna perekat likuida sabut kelapa adalah coklat kehitaman dan terkesan

kasar dengan adanya butiran atau serat kecil. Keasaman perekat likuida adalah

8,17, tidak memenuhi SNI 06-4567-1998, yaitu 10,0–13,0. Perekat likuida yang

dihasilkan berbentuk pasta. Berat jenis perekat likuida adalah 1,085, lebih rendah

(12)

1,165–1,200. Kadar padatan perekat adalah 25,63–28,54%, lebih rendah dari

kadar padatan fenol formaldehida menurut SNI 06-4567-1998 yaitu 40–45%.

Waktu gelatinasi perekat likuida lebih dari 30 menit, memenuhi SNI

06-4567-1998, yaitu ≥30 menit.

Aplikasi perekat likuida sabut kelapa adalah untuk pembuatan papan

partikel berupa fortifikasi, dengan poliuretan atau melamin formaldehida. Perekat

likuida sabut kelapa digunakan dalam pembuatan papan partikel sabut kelapa

dengan kadar perekat 10%, 15% dan 20%. Perekat likuida sabut kelapa dengan

kadar penambahan poliuretan atau melamin formaldehida sebesar 15%, 30% dan

45% terhadap resin solid content perekat. Pengempaan papan partikel sabut

kelapa dengan penambahan poliuretan atau melamin formaldehida dilakukan pada

suhu 160 0C dan tekanan 20 kg/cm2 selama 15 menit, kemudian dilanjutkan

dengan pengempaan pada tekanan 26 kg/cm2 selama 10 menit.

Berdasarkan hasil penelitian Meda (2006), kerapatan terendah dihasilkan

pada perlakuan kadar perekat 10% yang difortifikasi 45%, yaitu 0,66 g/cm3,

sedangkan yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 20% yang

difortifikasi 45%, yaitu 0,80 g/cm3. Nilai tersebut telah memenuhi JIS

A5908-2003, yaitu 0,4–0,9 g/cm3. Kadar air terendah dihasilkan pada perlakuan kadar

perekat 15% yang difortifikasi 30%, yaitu 7,75%, sedangkan yang tertinggi

dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 10% yang difortifikasi 15%, yaitu

10,16%. Nilai ini memenuhi JIS A5908-2003, yaitu 5–13%. Daya serap air

terendah dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 20% yang difortifikasi 15%,

yaitu 40,56%, sedangkan yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan kadar perekat

10% yang difortifikasi 30%, yaitu 100,69%. Pengembangan tebal terendah

dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 20% yang difortifikasi 15%, yaitu 9,28%,

sedangkan yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 10% yang

difortifikasi 15%, yaitu 38,40%. Nilai ini tidak memenuhi JIS A5908-2003, yaitu

maksimum 12%.

Keteguhan rekat internal terendah terdapat pada perlakuan kadar perekat

15% yang difortifikasi 15%, yaitu 0,09 N/mm2, sedangkan yang tertinggi terdapat

pada papan dengan kadar perekat 20% yang difortifikasi 15%, yaitu 0,52 N/mm2.

(13)

Kuat pegang sekrup terendah terdapat pada perlakuan kadar perekat 10% yang

difortifikasi 15%, yaitu 194,07 N, sedangkan yang tertinggi terdapat pada papan

dengan kadar perekat 15% yang difortifikasi 30%, yaitu 668,32 N. Standar JIS

A5908-2003, yaitu minimal 300 N. MOE yang dimiliki papan sabut kelapa yaitu 351,28–1120,16 N/mm2. Nilai ini lebih kecil dari JIS A5908–2003 yaitu minimal

2.000 N/mm2. MOR terendah terdapat pada papan dengan kadar perekat 10%

yang difortifikasi 30%, yaitu 5,81 N/mm2, sedangkan MOR tertinggi terdapat

pada papan dengan kadar perekat 20% yang difortifikasi 15%, yaitu 18,82 N/mm2.

Menurut JIS A5908-2003, yaitu minimal 8 N/mm2.

Berdasarkan analisa, kadar fortifikasi dan interaksi keduanya tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap keteguhan rekat internal, kuat pegang

sekrup dan MOR papan partikel. Kadar perekat memberikan pengaruh terhadap

pengembangan tebal papan dan kadar perekat, tetapi kadar fortifikasi dan interaksi

keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOE papan partikel.

Berdasarkan hasil penelitian Pamungkas (2006), kerapatan terendah

dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 10% dan tingkat fortifikasi 30%, yaitu

0,65 g/cm3, sedangkan yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan kadar perekat

15% dan tingkat fortifikasi 15%, yaitu 0,92 g/cm3. Nilai tersebut memenuhi JIS

A5908-2003, yaitu 0,4–0,9 g/cm3. Kadar air terendah dihasilkan pada perlakuan

kadar perekat 20% dan tingkat fortifikasi 30%, yaitu 7,05%, sedangkan yang

tertinggi dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 20% dan tingkat fortifikasi 15%,

yaitu 10,10%. Nilai tersebut memenuhi JIS A5908-2003, yaitu 5–13%. Daya

serap air terendah dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 15% dan tingkat

fortifikasi 15%, yaitu 38,52%, sedangkan yang tertinggi dihasilkan pada

perlakuan kadar perekat 10% dan tingkat fortifikasi 30%, yaitu 79,53%.

Pengembangan tebal terendah dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 15% dan

tingkat 30%, yaitu sebesar 13,06%, sedangkan nilai pengembangan tertinggi

dihasilkan pada perlakuan kadar perekat 10% dan tingkat fortifikasi 30%, yaitu

sebesar 52,86%. Nilai tersebut tidak memenuhi standar JIS A5908-2003, yaitu

maksimum 12%.

MOE terendah terdapat pada perlakuan kadar perekat 20% dan tingkat

(14)

perlakuan kadar perekat 15% dan tingkat fortifikasi 30%, yaitu 1802,81 N/mm2.

Nilai tersebut lebih kecil dari JIS A5908-2003 yaitu minimal 2000 N/mm2. MOR

terendah terdapat pada perlakuan kadar perekat 20% dan tingkat fortifikasi 15%,

yaitu 7,99 N/mm2, sedangkan MOR tertinggi terdapat pada perlakuan kadar

perekat 20% dan tingkat fortifikasi 45%, yaitu 18,40 N/mm2. Menurut JIS

A5908-2003, yaitu minimal 8 N/mm2. Keteguhan rekat internal terendah terdapat

pada perlakuan kadar perekat 10% dan tingkat fortifikasi 45%, yaitu 0,15 N/mm2,

sedangkan nilai keteguhan rekat internal tertinggi terdapat pada perlakuan kadar

perekat 20% dan tingkat fortifikasi 45%, yaitu 0,47 N/mm2. Nilai tersebut tidak

memenuhi JIS A5908-2003, yaitu minimal sebesar 1,5 N/mm2. Kuat pegang

sekrup terendah terdapat pada perlakuan kadar perekat 20% dan tingkat fortifikasi

30%, yaitu 257,52 N, sedangkan nilai kuat pegang sekrup tertinggi terdapat pada

perlakuan kadar perekat 15% dan tingkat fortifikasi 15%, yaitu 524,65 N. Standar

JIS A5908-2003, mensyaratkan minimal 300 N.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar perekat, tingkat fortifikasi dan

interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan, kadar

air, MOE, dan MOR papan partikel. Kadar perekat berpengaruh nyata terhadap

daya serap air dan pengembangan tebal, tetapi tingkat fortifikasi dan interaksi

antara kadar perekat dengan tingkat fortifikasi tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap daya serap air dan pengembangan tebal papan partikel. Interaksi kadar

perekat dengan tingkat fortifikasi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai

keteguhan rekat internal. Tingkat fortifikasi berpengaruh nyata terhadap kuat

pegang sekrup, tetapi kadar perekat dan interaksi antara kadar perekat dengan

tingkat fortifikasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kuat pegang

(15)

Kesimpulan

Aplikasi likuifikasi kayu telah dikembangkan dalam pembuatan perekat,

kayu bentukan (molding) dan busa (foam). Aplikasi likuifikasi kayu telah

dikembangkan dalam pembuatan perekat, kayu bentukan (molding), busa (foam),

dan seterusnya. Perkembangan likuifikasi untuk perekat antara lain likuifikasi

bambu, likuifikasi kayu german spruce likuifikasi kayu birch, likuifikasi corn

stover (daun jagung), likuifikasi corn bran (kulit jagung), likuifikasi hazelnut

shell (tempurung/kulit hazelnut), likuifikasi serbuk gergajian kayu southern pine,

likuifikasi core kenaf, likuifikasi sabut kelapa, likuifikasi kayu karet dan

(16)

Referensi

Hon, DN-S. 1996. Chemical Modification of Lignocellulosic Materials. Marcel

Dekker. New York.

Meda, A.A. 2006. Kualitas Komposit dan Likuida Limbah Sabut Kelapa dengan

Fortifikasi Poliuretan. [Skripsi] Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Pamungkas, E.A. 2006. Kualitas Papan Partikel Limbah dan Likuida Sabut

Kelapa dengan Fortifikasi Melamin Formaldehid. [Skripsi] Fakultas

Kehutanan. IPB. Bogor.

Prasetyo, A. 2006. Perekat Likuida Bambu untuk Papan Partikel Bambu.

[Skripsi] Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Pu, S, M Yoshioka, Y Tanihara and N Shiraishi. 1991. Liquefaction of Wood in

Phenol and Its Application to Adhesives.

Widiyanto, A. 2002. Kualitas Papan Partikel Kayu Karet (Hevea brasiliensis

Muel. Arg.) dan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurtz) Dengan Perekat

Likuida Kayu. [Skripsi] Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Wulansari. 2006. Perekat Likuida Core Kenaf dengan Fortifikasi Poliuretan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada suatu percobaan atau kegiatan semua hasil mempunyai probabilitas yang sama, dan hanya satu peristiwa yang terjadi maka peristiwa ini dikenal dengan lengkap

Advanced farmer group were characterized by: well educated, higher economic class, more variety of mass media ownership, have more capability to select information according

Hal ini dikarenakan limbah filtrasi ini tidak memiliki kandungan protein kasar sehingga ketika dicampur dengan ampas tahu dan pollard yang memiliki protein kasar

A switch trade is the purchase by a third party of one country’s clearing agreement balance for hard currency...

Program Pembelajaran Individual (PPI) dengan menggunakan metode chaining baik yang forward maupun backward , dan total task presentation efektif untuk diterapkan pada

Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara merokok dan kejadian hipertensi (P < 0,05). Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.

Walaupun ketika berpuasa kesihatan kita masih dapat dikekalkan dengan pengambilan diet yang seimbang dan mencukupi semasa sahur dan berbuka mengikut keperluan walau pun