1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidaknyamanan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai pembesaran limpa dan erupsi kulit Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C.
Jika penyebabnya adalah Salmonella paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. (Aneuk, 2009).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun (WHO, 2003).
Hasil penelitian terdahulu di Surabaya menunjukkan bahwa penyakit demam tifoid diperkirakan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Soetomo Surabaya selama periode 1991-1995 telah dirawat 586 penderita demam tifoid dengan angka kematian 1,4%, dan selama periode 1996-2000 telah dirawat 1.563 penderita demam tifoid dengan angka kematian 1,09% (Soewandojo, 2007).
2
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang ini meliputi pemeriksaan darah tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler.
Diagnosis demam tifoid pada pasien di rumah sakit masih menggunakan uji serologi Widal, meskipun telah disadari bahwa uji tersebut kurang dapat dipercaya, karena mempunyai sensitivitas dan spesifisitas rendah. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji Tubex, Typhidot-M® dan dipstik dapat mulai dirintis penggunaannya di Indonesia (Ismoedijanto, 2007).
Pemeriksaan Gold standard untuk demam tifoid adalah pemeriksaan gall culture melalui spesimen darah pasien yang di biakkan (kultur) pada sediaan
blood agar sehingga tumbuh koloni kuman Salmonella typhi (WHO, 2003).
Teknik ini paling bagus, namun paling lama, sulit dan mahal serta diperlukan tenaga terlatih dalam pengambilan sampel biakan kuman. Biakan Gall culture memiliki hasil positif Salmonella typhi dalam darah pada pengambilan sampel minggu pertama, dalam tinja pada minggu kedua, dan dalam urin pada minggu ketiga (Hery, 2008).
3
tampaknya merupakan salah satu pemeriksaan yang berguna dalam menegakkan diagnosis demam tifoid (Sylvia, 1999).
i
KARYA TULIS AKHIR
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS DEMAM TIFOID
Oleh :
ELLYSA KUSUMA WARDHANI 07020059
FAKULTAS KEDOKTERAN
ii
KARYA TULIS AKHIR
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS DEMAM TIFOID
Diajukan Kepada
Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Kedokteran
Oleh :
ELLYSA KUSUMA WARDHANI 07020059
FAKULTAS KEDOKTERAN
iii
LEMBAR PENGESAHAN KARYA TULIS AKHIR
Telah disetujui sebagai Karya Tulis Akhir untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
Pembimbing 1
dr. Meddy Setiawan, Sp.PD
Pembimbing II
dr. Diah Hermayanti, Sp.PK
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
iv
LEMBAR PENGUJIAN
Karya Tulis Akhir oleh Ellysa Kusuma Wardhani ini telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 23 Juli 2011
Tim Penguji
dr. Meddy Setiawan, Sp.PD Ketua
dr. Diah Hermayanti, Sp.PK Anggota
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul ”Pemeriksaan Laboratorim Dalam Menegakkan Diagnosis Demam Tifoid”.
Diharapkan dari karya tulis ini dapat digunakan untuk menambah wawasan tentang pemeriksaan serologi untuk pendiagnosaan demam tifoid.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Irma Suswati, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang dalam penyelesaian karya tulis akhir ini.
2. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD selaku Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan waktunya dalam menyelesaikan karya tulis akhir ini.
3. dr. Diah Hermayanti, Sp.PK selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan waktunya dalam menyelesaikan karya tulis akhir ini.
4. dr. Isbandiyah, Sp.PD yang telah memberikan saran dan penilaian terhadap karya tulis akhir ini.
5. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan do’a untuk keberhasilanku.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
Malang, 23 Juli 2011
vi ABSTRAK
Wardhani, Ellysa, Kusuma. 2011. Pemeriksaan Laboratorium Dalam Menegakkan Diagnosis Demam Tifoid. Karya Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Meddy Setiawan, (2) Diah Hermayanti.
Latar Belakang : Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik sehingga diperlukan pengetahuan dan pemahaman lebih luas mengenai pemeriksaan laboratorium dalam menegakkan diagnosis demam tifoid.
Tujuan : Mengetahui pemeriksaan laboratorium dalam menegakkan diagnosa demam tifoid.
Rangkuman : Terdapat berbagai pemeriksaan yang lebih baru daripada Tubex, namun penggunaan di klinis masih sangat jarang. Hal ini berkaitan dengan faktor imunopatogenesitas pasien, biaya pemeriksaan yang cukup tinggi, ataupun peralatan yang kurang tersedia. Keunggulan tes Tubex adalah mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Tes Tubex mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella (>95%) dan hanya dibutuhkan sampel darah sedikit serta hasil dapat diperoleh lebih cepat. Sehingga pemeriksaan Tubex dengan prosedur yang tidak rumit dan biayanya terjangkau, dapat mulai dipakai secara luas di Indonesia untuk menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini.
vii ABSTRACT
Wardhani, Ellysa, Kusuma. 2011. Laboratory Examination for Typhoid Fever Diagnoses. The Final Assignment, Medical Faculty, University of Muhammadiyah Malang. Advisor: (1) Meddy Setiawan, (2) Diah Hermayanti.
Background: The clinical features of typhoid fever are often non-specific that required broader knowledge and understanding of laboratory examination in the diagnosis of typhoid fever.
Objective: Knowing the laboratory examination in the diagnosis of typhoid fever. Summary: There are various laboratory examinations which more modern than Tubex test nowadays, but it is rare used for clinical diagnosis. Because each patient has different immunopatogenity factor, the expensive cost of the test or the equipment is not available yet. The advantage of Tubex test is for early detection of acute infection by Salmonella typhi because IgM antibody appears on the third day after fever. The Tubex test has a high sensitivity for Salmonella (>95%) and it just needs a few blood sample with quickly acquired result. Therefore the Tubex test with an easy procedure and a cheap cost is started to be used widely throughout Indonesia for typhoid fever diagnoses earlier.
viii DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
USULAN KARYA TULIS AKHIR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PENGUJI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Tifoid ... 4
2.1.1 Definisi ... 4
2.1.2 Epidemiologi ... 5
2.1.3 Etiologi ... 5
2.1.3.1 Taksonomi Salmonella typhi ... 7
2.1.3.2 Morfologi Salmonella typhi ... 7
ix
2.1.3.4 Daya Tahan Salmonella typhi ... 9
2.1.3.5 Faktor Patogenesitas Salmonella typhi ... 10
1. Antigen ... 10
2. Daya Invasi ... 11
3. Endotoksin/Lipopolisakarida ... 11
4. Enzim Sitolitik ... 11
2.1.4 Patogenesis ... 12
2.1.5 Manifestasi Klinis ... 15
2.1.5.1 Masa Inkubasi ... 15
2.1.5.2 Onset Penyakit ... 15
2.1.5.3 Perjalanan Penyakit ... 16
2.1.6 Diagnosis ... 17
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ... 18
2.1.7.1 Pemeriksaan Darah Tepi ... 18
2.1.7.2 Identifikasi Kuman Melalui Isolasi atau Biakan (Kultur) ... 19
2.1.7.3 Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologis .. 23
1. Tes Widal ... 23
2. Tes Tubex ... 28
3. Metode Enzyme Immunoassay Dot (EIA) 31 4. Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)... 33
x
2.1.7.4 Identifikasi Kuman Secara Molekuler ... 37
2.1.8 Penatalaksanaan ... 39
2.1.8.1 Perawatan ... 39
2.1.8.2 Diet ... 39
2.1.8.3 Obat-obatan ... 39
2.1.9 Komplikasi ... 41
2.1.10 Pencegahan dan Pengawasan Sumber Infeksi ... 41
BAB 3 RANGKUMAN 3.1 Rangkuman ... 45
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Salmonella typhi ... 7
Gambar 2.2 Pewarnaan Gram Salmonella typhi ... 8
Gambar 2.3 Salmonella typhi pada sediaan Agar Wilson Blair ... 9
Gambar 2.4 Skema Antigen Salmonella typhi ... 10
xiii
DAFTAR SINGKATAN
Ag : Antigen
DNA : Deoxyribonucleic acid EIA : Enzyme Immunoassay
ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay H2S : Hydrogen sulfide
IgG : Immunoglobulin-G IgM : Immunoglobulin-M KCN : Potassium cyanide KD : Kilodaltons
LPS : Lipopolisakarida MAB : Monoclonal Antibody MDR : Multiple Drug Resistance
NARST : Nalidixic-Acid Resistant Salmonella typhi OMP : Outer Membrane Protein
PCR : polymerase chain reaction SS : Salmonella Shigella S.typhi : Salmonella typhi
Vi : Virulen
xiv
DAFTAR PUSTAKA Aneuk. 2007. Demam Tifoid. (online),
(http://aneuktangse.multiply.com/journal/item/126/Demam_Tifoid, diakses 7 Januari 2010)
Arina Ismah Afiati. 2011. Deteksi Dini Demam Typhoid Dengan Tubex TF (Ig M salmonella / IMBI ). (online)
(http://labparahita.com/parahita/2011/01/deteksi-dini-demam-typhoid-dengan-tubex-tf-igm-salmonella-imbi/, diakses 23 Juli 2011)
Cleary TG. 2000. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics, edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, pp:842
Department of Health and Human Service. 2004. Prevention Specific Infction Disease: Typhoid Fever in CDC Health Information for International Travel. (online),
(http://www.cdc.gov, diakses 26 Februari 2011)
Fatma Abdur Rahman. 2010. Syzygium polyanthum sebagai alternatif untuk pengobatan demam tifoid. (online),
(http://www.fatma.student.umm.ac.id/download-as-doc/student_blog_article109.doc, diakses 3 Mei 2011)
Gerald, Keustch T. 2007. Salmonellosis. Dalam: Braunwald et al : Harrison’s Principles of Internal Medicine, Editor: Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp.PD-KE, 13th Edition, Jakarta: EGC
Grossman DA, Witham ND, Burr DH, Lesmana M, Rubin FA, Schonlink GK, et al. Flagellar serotype of Salmonella typhi in Indonesia: relationship among motility, invasiveness, and clinical illness. J Infect Dis 1995; 171: 212-216
Hatta M, Firdaus, Yabir, dkk. 2003. Perbandingan Tes Serologi Dipstik dengan Widal untuk Diagnosis Demam Tifoid. Jurnal Kedokteran Trisakti. Volume 22. Nomor 23. pp: 83-86
Herath HM. 2003. Early Diagnosis of Typhoid Fever by Detection of Salivary IgA. In
Journals Clinical Patology (online).
(http://jcp.bmjjournals.com, diakses 11 April 2011) Hery. 2008. Demam Tifoid. (online),
(http://herymrt.wordpress.com/2008/01/21/demamtifoid/,diakses 5 Oktober 2010)
Ikrimah Nisa Utami. 2011. Demam Berdarah Dengue. (online),
(http://www.scribd.com/doc/53200058/ANNIS-REFRESHING, diakses 3 Mei 2011)
Ismoedijanto. 2007. Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak, (online), (http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/29/metode-diagnostik-demam-tifoid-pada-anak,diakses 5 Desember 2010)
xv
(http://www.kesad.mil.id/content/diagnosis-demam-tifoid, diakses 24 Juli 2011)
Kenneth, Todar PhD. 2009. Salmonella and Salmonellosis. Department of Bacteriology in University of Winconsin-Madison. (online), (http://textbookofbacteriology.netthemicrobialworldSalmonella.html, diakses 10 Desember 2010)
Nasronudin. 2007. Immunopathogenesismolekuler, Diagnosis, and Current Management of Typhoid Fever. Konas PDS Patklin dan PIT VI Makassar Clarion Hotel, 1-4 November 2007
Noviana, Hera. 2004. Isolasi Salmonella typhi Dari Penderita Demam Tifoid. Jurnal Kedokteran YARSI I2 (3). pp : 51-60
Oracz et al. 2003. Evaluation of a Rapid Serological Test for Diagnosis of Typhoid Fever Detecting Anti-O9 Antibodies. (online),
(http://med.shams.edu.eg/protocols/micro/MS-2008-Microbiol-Ahmad%20Al-Shanawany.pdf, diakses 5 Desember 2010).
Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. 2002. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, pp:1-43
Rasmilah. Thypus. 2001. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Sumatera Utara : USU Digital Library. (online),
(http//library.usu.ac.id/, diakses 28 September 2010)
Siti Muchayat P. 2006. Hubungan dot enzyme immunoassay terhadap biakan empedu dan uji Widal pada penderita tersangka demam tifoid. Jurnal Kedokteran YARSI I4 (1). pp : 16-23
Soeharyo Hadisaputro. 1998. Revention Control of Typhoid Fever. Jurnal MMI. Volume 33. Nomor 1
Soewandojo Eddy,Suharto,Usman Hadi,Nasronudin. 2007. Demam Tifoid Deteksi Dini dan Tata Laksana,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press, pp:293-300
Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, Herry Garna, dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Bab 28
Sylvia Y. Mulyawan, Julius E. Surjawidjaja. 1999. Diagnosis Dini Demam Tifoid dengan menggunakan Protein Membran Luar S.typhi sebagai Antigen Spesifik. Cermin Dunia Kedokteran No. 124. (online), (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06AlternatifBaruPengobatanDe mamTifoid124, diakses 2 Desember 2010)
Sylvia Y. Mulyawan, Julius E. Surjawidjaja, 1999. Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal sebagai Alat Diagnostik Penyakit Demam Tifoid di Rumah Sakit.
Cermin Dunia Kedokteran No. 124. (online),
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06AlternatifBaruPengobatanDe mamTifoid124, diakses 2 Desember 2010)
xvi
Tumbelaka AR. 2005. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid Pada Anak. Simposium Infeksi – Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa Timur, hal.37-50 Tortoro. 1982. Microbiology 1th Edition. California : The Benjamin/Cummings
Publishing Company