• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada Komunitas Injecting Drug Users (IDU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada Komunitas Injecting Drug Users (IDU)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN PENYEBARAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS

INJECTING DRUG USERS

(IDU)

SKRIPSI

HAMKA SUTRA

100803063

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMODELAN PENYEBARAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS

INJECTING DRUG USERS

(IDU)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai

gelar Sarjana Sains

HAMKA SUTRA

100803063

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada Komunitas Injecting Drug Users (IDU)

Kategori : Skripsi

Nama : Hamka Sutra

Nomor Induk Mahasiswa : 100803063

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, April 2014

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Esther S. M. Nababan, M.sc. Prof. Dr. Tulus, M.Si. Ph.D. NIP. 19610318 198711 2 001 NIP. 19620901 198803 1 002

Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMODELAN PENYEBARAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS

INJECTING DRUG USERS (IDU)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2014

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Pemurah dan

Maha Penyayang, atas semua kasih sayang dan limpahan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Pemodelan

Penyebaran Infeksi HIV Pada Komunitas Injecting Drug Users (IDU).

Terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Tulus, M.Si. Ph.D. selaku

pembimbing 1 dan Dr. Esther S. M. Nababan, M.Sc. selaku pembimbing 2 yang telah

meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Prof. Dr.

Tulus, M.Si. Ph.D. dan Dr. Mardiningsih, M.Si. selaku Ketua Departemen dan

Sekretaris Departemen Matematika FMIPA-USU Medan, Dekan dan Pembantu Dekan

FMIPA USU, seluruh Staf dan Dosen Matematika FMIPA USU, pegawai FMIPA

USU dan rekan-rekan kuliah angkatan 2010 Matematika FMIPA USU. Akhirnya tidak

terlupakan ucapan terimakasih kepada Ayahanda Khairuman (Alm) dan Ibunda

Yulianis (Almh) serta saudara-saudari penulis Mazwanni, Elma Diana, Mizral, Ismar

Rosidi, Safrillah dan Litriyanni yang selama ini memberikan bantuan baik secara

materi maupun moral dan dorongan semangat yang diperlukan. Semoga Allah SWT

(6)

PEMODELAN PENYEBARAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS

INJECTING DRUG USERS (IDU)

ABSTRAK

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Sindrome) dan belum dapat disembuhkan. Penularan infeksi HIV pada komunitas pecandu narkoba suntik (Injecting Drug Users

/ IDU) sangat rentan terjadi melalui mekanisme pertukaran jarum suntik. Pemodelan penyebaran infeksi menggunakan asumsi bahwa pecandu yang sudah mengidap AIDS ikut berbagi jarum suntik dalam kmonuitas IDU. Kekuatan infeksi sangat dipengaruhi oleh mekanisme pertukaran jarum suntik dan untuk menganalisa perilaku penyebaran infeksi pada komunitas IDU terlebih dahulu menentukan basic reprodution ratio ( ) dan dua titik kesetimbangan dari model yaitu titik kesetimabngan bebas infeksi dan titik kesetimbangan epidemik. Kemudian ditentukan titik kestabilan dari titik kesetimbangan bebas infeksi tersebut dengan menggunakan teorema kestabilan Lyapunov. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa jika > 1 maka infeksi HIV mewabah pada komunitas IDU dan sebaliknya jika ≤ 1 maka infeksi HIV tidak mewabah pada komunitas IDU.

(7)

MODELS FOR TRANSMISSION OF HIV INFECTION IN INJECTING DRUG USERS (IDU) COMMUNITY

ABSTRACT

HIV (Human Immunodeficiency Virus) is a virus that can cause AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) and can not be cured. Transmission of HIV infection in injecting drug addicts community (Injecting Drug Users / IDU) are vulnerable happen through needle exchange mechanism. Modeling the spread of infection using the assumption that addicts who already have AIDS participated in a community syringe sharing IDU. Infection is strongly influenced by the strength of needle exchange mechanism and to analyze the behavior of the spread of infection in the IDU community first determine the basic reprodution ratio ( ) and two equilibrium points of the model are free infection equilibrium and the equilibrium point of the epidemic. Then, determined point stability of the free infection equilibrium point by using Lyapunov stability theorem. Conclusions of the study indicate that if > 1 then the epidemic of HIV infection in the IDU community and otherwise if ≤ 1 then no epidemic of HIV infection in the IDU community.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Kontribusi Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Sistem Persamaan Diferensial 6 2.1.1. Sistem Persamaan Diferensial Linier 7 2.1.2. Sistem Persamaan Diferensial Nonlinier 7 2.2. Kesetimbangan dan Kestabilan 7

2.3. Peluang 12

2.3.1. Peluang Bersyarat 12

2.4. Distribusi Poisson 13

2.4.1. Proses Poisson 15

2.5. Basic Reproduction Ratio 16

Bab 3. Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada komunitas Injecting Drug Users

(IDU).

3.1. Pembentukan Model 19

3.2. Kekuatan Infeksi 23

3.3. Analisis Kualitatif Model 29

3.4. Basic Reproduction Ratio 34

(9)

Bab 4. Simulasi Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada komunitas Injecting Drug Users (IDU).

4.1. Simulasi 1 : Dinamika 44

4.2. Simulasi 2 : Potret Fase pada saat 1 49 4.3. Simulasi 3 : Potret Fase pada saat > 1 51

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 55

5.2. Saran 56

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

3.1. Variabel dan parameter model 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

(13)

PEMODELAN PENYEBARAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS

INJECTING DRUG USERS (IDU)

ABSTRAK

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Sindrome) dan belum dapat disembuhkan. Penularan infeksi HIV pada komunitas pecandu narkoba suntik (Injecting Drug Users

/ IDU) sangat rentan terjadi melalui mekanisme pertukaran jarum suntik. Pemodelan penyebaran infeksi menggunakan asumsi bahwa pecandu yang sudah mengidap AIDS ikut berbagi jarum suntik dalam kmonuitas IDU. Kekuatan infeksi sangat dipengaruhi oleh mekanisme pertukaran jarum suntik dan untuk menganalisa perilaku penyebaran infeksi pada komunitas IDU terlebih dahulu menentukan basic reprodution ratio ( ) dan dua titik kesetimbangan dari model yaitu titik kesetimabngan bebas infeksi dan titik kesetimbangan epidemik. Kemudian ditentukan titik kestabilan dari titik kesetimbangan bebas infeksi tersebut dengan menggunakan teorema kestabilan Lyapunov. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa jika > 1 maka infeksi HIV mewabah pada komunitas IDU dan sebaliknya jika ≤ 1 maka infeksi HIV tidak mewabah pada komunitas IDU.

(14)

MODELS FOR TRANSMISSION OF HIV INFECTION IN INJECTING DRUG USERS (IDU) COMMUNITY

ABSTRACT

HIV (Human Immunodeficiency Virus) is a virus that can cause AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) and can not be cured. Transmission of HIV infection in injecting drug addicts community (Injecting Drug Users / IDU) are vulnerable happen through needle exchange mechanism. Modeling the spread of infection using the assumption that addicts who already have AIDS participated in a community syringe sharing IDU. Infection is strongly influenced by the strength of needle exchange mechanism and to analyze the behavior of the spread of infection in the IDU community first determine the basic reprodution ratio ( ) and two equilibrium points of the model are free infection equilibrium and the equilibrium point of the epidemic. Then, determined point stability of the free infection equilibrium point by using Lyapunov stability theorem. Conclusions of the study indicate that if > 1 then the epidemic of HIV infection in the IDU community and otherwise if ≤ 1 then no epidemic of HIV infection in the IDU community.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Sindrome) yang menyerang sel darah putih yang bernama CD4 (sel T) sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang

pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang ringan

sekalipun. Kasus infeksi HIV dan AIDS merupakan kasus penyakit yang sudah lama

terjadi, namun hingga saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit

ini.

Pertumbuhan HIV dalam tubuh manusia sangatlah cepat di awal terserang

infeksi HIV. Setiap tahapan pertumbuhan virus HIV dapat menimbulkan gejala yang

berbeda-beda. Gejala yang ditimbulkan memiliki ciri yang sama dengan gejala infeksi

virus lainnya, sehingga membuat orang tidak menyadari bahwa dirinya sudah

terinfeksi. Infeksi HIV menular ke manusia lain melalui kontak langsung dengan

penderita, seperti melalui hubungan seks, tindik, donor darah dan pemakaian jarum

suntik secara bergantian. Oleh karena itu, HIV dapat menyebar secara cepat di

komunitas pecandu Narkoba (Narkotika dan Obat Terlarang) suntik dan pelaku seks

bebas.

Menurut Nasronudin (2007), penyakit infeksi HIV masih merupakan masalah

kesehatan global, termasuk di Indonesia. Masalah yang berkembang sehubungan

dengan penyakit infeksi HIV adalah angka kejadian dan kematian yang masih tinggi.

Meskipun telah dicapai berbagai kemajuan di bidang kedokteran dan farmasi, serta

telah berbagai upaya pencegahan primer maupun sekunder, tetapi angka kesakitan dan

kematiannya tetap tinggi.

Menurut WHO, hingga Desember 2000, dilaporkan 58 juta jiwa penduduk

(16)

jiwa meninggal akibat AIDS setiap hari. Transmisi HIV masih tetap saja berlangsung

hingga kini, 16.000 jiwa terinfeksi HIV baru setiap harinya.

Tingkat penularan HIV di Indonesia juga semakin meningkat, pada tahun 2010

sekitar 400.000 orang menjadi ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) dan 100.000 orang

meninggal akibat AIDS. Diproyeksikan bahwa pada tahun 2015 jumlah ODHA akan

mencapai 1.000.000 dengan kematian 350.000 orang. Kesakitan dan kematian tersebut

harus dicegah dan ditekan dengan mengubah perjalanan epidemologi HIV/AIDS di

Indonesia demikian disampaikan Nafisah Mboi pada 1 Desember 2006 pada saat

memperingati hari AIDS sedunia (Nasronudin.2007. hal 15).

Penelitian tentang Model Matematika Penyebaran Infeksi HIV pada komunitas

IDU telah diteliti sebelumnya (Mardhiyah, I., 2012.). Model yang diperoleh adalah

= = Ʌ – S– ,

=

= – – .

Dimana,

= menyatakan laju perubahan populasi pecandu susceptibles terhadap waktu t

= menyatakan laju perubahan populasi pecandu infectious terhadap waktu t

Ʌ = Laju pertambahan populasi IDU dari manusia biasa menjadi pecandu narkoba suntik (IDU)

= Laju kematian alami IDU per kapita

S = Ukuran populasi pecandu Susceptibles

= Ukuran populasi pecandu Infectious

= Laju perubahan dari terinfeksi menjadi HIV menjadi penyakit AIDS per

kapita

= Kekuatan penyebaran infeksi (force of infection) dalam komunitas IDU

dengan asumsi bahwa pecandu yang menyadari sudah mengidap AIDS tidak ikut

berbagi jarum suntik pada komunitas IDU. Komunitas pecandu narkoba suntik (IDU)

merupakan kelompok beresiko tinggi untuk terkena infeksi HIV. Pola hidup pecandu

(17)

diantaranya saling berbagi jarum suntik (DIE / Drug Injecting Equipment). Maka peneliti mencoba untuk meneliti “Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada Komunitas Injecting Drug Users (IDU)”. Dengan asumsi bahwa pecandu yang

menyadari sudah mengidap AIDS ikut berbagi jarum suntik pada komunitas IDU.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalah yang dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana penyebaran infeksi

HIV dengan kekuatan infeksi yang dipengaruhi mekanisme pertukaran jarum suntik

pada komunitas IDU.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian tentang Analisis Pemodelan Penyebaran Infeksi HIV pada Komunitas

Injecting Drug Users ini dibatasi oleh :

1. Pecandu yang menyadari sudah mengidap AIDS ikut berbagi jarum suntik pada

komunitas IDU

2. Infeksi HIV hanya menular melalui kontak langsung dengan penderita

3. Populasi pecandu tertutup (tidak ada proses migrasi), yaitu tidak ada pecandu

yang masuk maupun keluar dari komunitas IDU

4. Infeksi HIV tidak dapat disembuhkan, sehingga dalam model tidak diperhatikan

laju perubahan populasi pecandu yang sembuh (recovered) 5. Tidak ada masa inkubasi apabila terjadi proses penularan

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memodelkan penyebaran infeksi HIV dengan

kekuatan infeksi yang dipengaruhi mekanisme pertukaran jarum suntik pada

komunitas IDU.

(18)

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menganalisis dinamika penyebaran

infeksi HIV pada komunitas pengguna narkoba suntik dan dapat menjadi refrensi di

dunia kesehatan sehingga dapat mengurangi dampak penularan HIV khususnya pada

komunitas IDU.

1.6 Metodologi Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukandalam penelitian ini antara lain

1. Menelaah dan mengidentifikasi berbagai refrensi yang berhubungan dengan

topik penelitian

2. Menentukan hubungan antara penularan infeksi HIV dengan pengguna

narkoba suntik

3. Membuat pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU

4. Menentukan titik kesetimbangan dan kestabilan Model

5. Membuat simulasi Model dengan menggunakan MATLAB

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini,

khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang

mendukung pembentukan dan analisis sistem dinamik pemodelan penyebaran infeksi

HIV pada komunitas Injecting Drug Users (IDU). Dalam bab ini dibahas mengenai sistem persamaan diferensial, kesetimbangan dan kesetabilan sistem, basic

reproduction ratio, teori peluang dan distribusi Poisson.

Pecandu yang terinfeksi HIV yang belum menyadari bahwa sudah terinfeksi

HIV ikut berbagi jarum suntik kepada kelompoknya, sehingga penyebaran HIV di

komunitas pecandu narkoba suntik meningkat. Sekitar 56 persen laki-laki dan 36

persen perempuan pecandu narkoba suntik di Indonesia berbagi jarum suntik ketika

menyuntik dan hanya 1,4 persen di antaranya merebus jarumnya sebelum digunakan

kembali (Hugo, G., 2001).

Model penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU digunakan untuk

mengetahui laju penyebaran suatu wabah penyakit dalam suatu populasi tertutup dan

bersifat endemik. Oleh karena infeksi HIV sangat berbahaya hingga tidak ada yang

sembuh dari infeksi HIV, maka model memperhatikan tiga kelompok individu yaitu

kelompok individu yang sehat namun rentan dan dapat terinfeksi HIV (Susceptibles) atau disimbolkan dengan S, kelompok individu yang telah terinfeksi (Infectious) atau disimbolkan dengan I dan kelompok individu yang sudah menderita penyakit AIDS akibat infeksi HIV yang terlalu lama disimbolkan dengan A (AIDS).

Pembentukan pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU sangat

berkaitan erat dengan sistem persamaan diferensial. Selanjutnya, perlu dibahas

mengenai kesetimbangan dan kestabilan sistem. Dalam komunitas IDU, biasanya

(20)

memungkinkan mereka membentuk grup dalam komunitas IDU. Pembentukan grup

dalam komunitas IDU berperan penting dalam kekuatan penyebaran infeksi HIV

dikalangan komunitas IDU. Terdapat banyak kemungkinan dalam pembentukan grup

dan mekanisme pertukaran jarum suntik dalam grup. Oleh karena itu, dalam

pembahasan penelitian ini diperlukan pembahasan mengenai teori peluang yang

menyangkut pembentukan grup dan mekanisme pertukaran jarum suntik (DIE) dalam

komunitas IDU. Pembentukan grup dalam kmunitas IDU merupakan kejadian diskrit

dengan banyak percobaan yang diasumsikan menuju tak hingga. Dengan demikian,

distribusi Poisson dibahas untuk menjelaskan terjadinya pembentukan grup dan

ukuran grup dalam komunitas IDU.

2.1 Sistem Persamaan Diferensial

Berikut ini diberikan sistem persamaan diferensial

= G(t,x), (2.1)

dengan x , t , = , G: D → merupakan fungsi kontinu di D.

Sistem persamaan diferensial (2.1) dikatakan sistem persamaan autonomous jika variabel t dinyatakan secara implisit, sedangkan jika variabel t dinyatakan secara eksplisit maka sistem persamaan (2.1) dikatakan sistem persamaan non- autonomous. Sistem persamaan autonomous dapat ditulis dalam bentuk

= G(x) (2.2)

Apabila sistem (1.2) dapat ditulis dalam bentuk

1 = + + + , 2 = + + + ,

, (2.3)

n= + + . . . + ,

dengan adalah bilangan riil maka sistem (2.2) merupakan sistem persamaan

(21)

di (2.3), maka sistem (2.2) merupakan sistem persamaan diferensial autonomous

nonlinier.

Sistem persamaan diferensial dapat menunjukkan suatu dinamika (perubahan)

dari suatu keadaan yang bergerak atau mengalami perubahan. Oleh karena itu, Sistem

persamaan diferensial dapat direpresentasikan sebagai sistem dinamik dari suatu

keadaan yang diperhatikan.

2.1.1 Sistem Persamaan Diferensial Linier

Sistem persamaan diferensial linier dapat dilihat dari bentuk persamaannya. Misalkan

x = , A = (2.4)

Maka sistem persamaan diferensial autonomous linier dalam persamaan (2.3) dapat ditulis sebagai

= Ax. (2.5)

2.1.2 Sistem Persamaan Diferensial Nonlinier

Misalkan sistem persamaan diferensial nonlinier orde satu dalam bentuk

= F(t,x), (2.6)

dengan x , t , = , F : D → merupakan fungsi yang nonlinier yang kontinu dan terdiferensialkan di D. Dalam penelitian ini variabel t dinyatakan secara implisit, sehingga sistem persamaan (2.6) dikatakan sistem persamaan

diferensial autonomous nonlinier dan ditulis

(22)

2.2 Kesetimbangan dan Kesetabilan

Sistem persamaan diferensial memiliki perilaku yang berbeda-beda di setiap titik,

namun terdapat titik kesetimbangan ketika sistem dalam keadaan setimbang (konstan).

Melalui titik kesetimbangan, sistem dapat lebih muda diamati perilaku kestabilannya.

Definisi 2.1. (Titik Kesetimbangan)

Suatu titik x* disebut titik kesetimbangan dari sistem persamaan = F(x), x

jika memenuhi persamaan F(x*) = 0.

Definisi 2.2. (Titik Kesetimbangan Hiperbolik)

Titik x* disebut titik kesetimbangan hiperbolik dari persamaan (2.7) jika

memenuhi persamaan F(x*) = 0 dan matriks

=

Tidak mempunyai nilai eigen yang bagian riiilnya bernilai nol.

Hal yang sangat terkait dengan titik kesetimbangan adalah kestabilan dari titik

tersebut. Kestabilan adalah bentuk perilaku sistem yang dilihat dari titik

kesetimbangan sistem. Berikut ini definisi mengenai kestabilan titik kesetimbangan

sistem.

Definisi 2.3. (Kestabilan Titik Kesetimbangan)

Misalkan x* adalah titik kesetimbangan dari = F(x) dan x0 adalah titik awal.

(23)

2. x* dikatakan stabil asimtotik, jika x* dan terdapat r > 0, sedemikian sehingga

→ 0 saat t→ untuk semua x0 yang memenuhi <

r.

3. x* dikatakan tidak stabil, jika terdapat suatu η > 0 sedemikian sehingga untuk sebarang > 0 terdapat sebuah x0 dengan < dan > 0

sedemikian sehingga > η.

Berdasarkan definisi (2.3), dapat disimpulkan bahwa sistem = F(x) dikatakan

stabil pada titik kesetimbangan x* jika kondisi awal (x0) berada di sekitar x* sejauh

dengan adalah bilangan positif terkecil maka sifat solusi sistem ( ) berada di

sekitar titik kesetimbangan. Jika kondisi awal berada sangat dekat dengan x* dan

solusi cenderung mendekati titik kesetimbangan x*, maka sistem dikatakan stabil

asimtotik. Selain itu, jika sifat solusi sistem menjauh dari titik kesetimabangan x*

akibat perubahan kecil pada kondisi awal, maka sistem dikatakan tidak stabil.

Untuk menganalisa kestabilan titik kesetimbangan disekitar titik tersebut,

sistem persamaan nonlinier (2.7) harus dilinierkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan

untuk menaksir perilaku kelinieran sistem (2.7) di sekitar titik kesetimbangan.

Linierisasi Sistem

Misalkan x* adalah titik kesetimbangan dari sistem persamaan (2.7) yaitu F(x) yang

memiliki ekspansi deret Taylor di titik x* yang secara matemati dapat ditulis

F(x) = F( )

+

+

O

(2.8)

Oleh karena x* merupakan titik kesetimbangan, maka F(x*) = 0. Dalam

melinierkan persamaan (2.7), suku pada (2.8) yang mempunyai orde lebih besar dari

satu dapat diabaikan. Dengan demikian, persamaan (2.8) dapat ditulis

F(x) =

. (2.9)

Berdasarkan persamaan (2.7) dan (2.9) diperoleh

(24)

Misalkan

y = dan =

dengan

=

Persamaan (2.10) dapat ditulis

= y, (2.11)

dengan matriks adalah matrik Jacobian dari persamaan (2.7) di titik x*. Selanjutnya bagiaan ruas kanan persamaan (2.11) disebut bagian linier dari fungsi nonlinier F(x) di

titik x*. Dengan demikian, kestabilan titik kesetimbangan dapat dilihat melalui bagian liniernya.

Kestabilan titik kesetimbangan dari persamaan (2.7) dapat dianalisa dengan

menggunakan nilai-nilai eigen dari matriks yang merupakan solusi atau akar-akar

karakteristik dari persamaan karakteristik det ( I – ) = 0. Persamaan karakteristik tersebut dapat ditulis

+ + ... + + = 0

dengan , , ..., , adalah konstanta dan akar-akar karakteristiknya adalah

nilai eigen , , ..., . Nilai eigen tersebut dapat digunakan untuk menentukan

kestabilan titik kesetimbangan lokal dari sistem persamaan (2.7) sesuai dengan

teorema berikut ini.

Teorema 2.1.

Jika matriks pada sistem (2.7) adalah matriks koefisien dengan nilai eigen , ,

..., , maka titik kesetimbangan x* dari sistem (2.7), dikatakan : 1. Stabil, jika Re( ) 0, untuk i = 1, 2, ..., n

(25)

3. Tidak stabil, jika Re( ) 0, untuk i = 1, 2, ..., n

dengan Re( ) adalah bagian riil dari x.

Teorema 2.1 dapat digunakan untuk menentukan kestabilan lokal suatu titik

kesetimbangan. Titik kesetimbangan yang stabil atau stabil asimtotik hanya pada suatu

daerah tertentu dalam lingkungan solusi sistem dikatakan stabil lokal atau stabil

asimtotik lokal. Titik kesetimbangan dikatakan stabila global atau stabil asimtotik

global jika titik kesetimbangan tersebut stabil atau stabil asimtotik pada setiap

lingkungan solusi sistem. Berikut ini definisi solusi pada sistem

Definisi 2.4. (Solusi Periodik)

Misalkan x = Φ(t) merupakan solusi untuk persamaan = F(t,x), x D dan

misalkan terdapat bilangan positif terkecil T sedemikian sehingga Φ(t + T) = Φ(t)

untuk setiap t , maka Φ(t) disebut solusi periodik dari persamaan = F(t,x) dengan periodenya T.

Jika a* stabil asimtotik global maka solusi di sekitar a* cenderung menuju ke

a*. Namun jika terdapat solusi periodik pada sistem maka solusi yang berada di luar solusi periodik tidak cenderung menuju a* karena dibatasi oleh solusi periodik dalam

sistem. Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa a* bersifat stabil asimtotik namun

tidak secara global.

Definisi 2.5. (Kestabilan Lyapunov)

Misalkan x* adalah titik kesetimbangan dari sisetm = F(x) dan y adalah sebarang

solusi.

1. x*(t) dikatakan stabil Lyapunov jika untuk setiap > 0 terdapat = ( ) > 0 sedemikian sehingga untuk solusi lain y(t) dengan < maka memenuhi pertidaksamaan < untuk setiap t > , . 2. x*(t) dikatakan stabil asimtotik, jika x* stabil Lyapunov dan terdapat

(26)

Teorema 2.2.

Misalkan z* adalah titik kesetimbangan untuk sistem (2.7) dan L : → merupakan fungsi definit positif terdiferensialkan pada lingkungan z* dalam himpunan ,

sedemikian sehingga

a. jika L(z*) = 0 dan (z) > 0 dengan z z*

b. (z) 0 pada ,

maka z* dikatakan stabil, selanjutnya

c. Jika memenuhi (z) < 0 pada ;

maka z* dikatakan stabil asimtotik, dengan

= ,

jika = maka pada kasus c, z* dikatakan stabil asimtotik global.

2.3 Peluang

Misalkan Ω merupakan suatu himpunan yang terdiri dari semua hasil yang mungkin

terjadi pada suatu percobaan acak. Ω disebut sebagai ruang contoh (sampel). Selanjutnya untuk setiap himpunan bagian dari Ω didefinisikan suatu fungsi peluang himpunan P dan P( ) menyatakan besar peluang bahwa merupakan hasil dari suatu percobaan acak. Jika 1, 2, 3, ... adalah himpunan-himpunan bagian dari Ω maka

dapat didefinisikan fungsi himpunan peluang, yaitu

Definisi 2.6.

Jika P( ) didefinisikan sebagai himpunan bagian dari himpunan Ω dan jika memenuhi

a. P( ) ≥ 0,

b. P(Ω) = 1,

c. P( 1 2 3 ) = P( 1) + P( 2) + P( 3) + , dengan himpunan i, i = 1, 2, 3, ..., sedemikian sehingga tidak ada dua himpunan, i dan j yang

memiliki satu anggota yang sama yakni ( i ∩ j = Ø atau i dan j merupakan dua kejadian saling lepas i ≠ j), maka P dikatakan fungsi himpunan peluang dari hasil percobaan acak (Dudewicz, J.E., Mishra, N.S.

(27)

Kejadian 0 dan E dikatakan saling lepas jika 0 E =Ø, yakni jika 0 dan E

tidak dapat terjadi bersamaan. Misalkan E0,E2,E3, ... merupakan kejadian saling lepas

dengan Ei Ej = Ø untuk i ≠ j . jika 0, Ei dan E saling lepas maka berlaku aturan

penjumlahan :

1. P( 0 E) = P( 0) + P(E)

2. P( ) =

2.3.1 Peluang Bersyarat

Untuk sebarang kejadian dan E, peluang bersyarat diberikan E ditulis P( E), didefinisikan dengan :

P( E) = ; P(E) > 0. (2.12)

Berdasarkan persamaan (2.12) diperoleh

P( E) = P( E) P(E). (2.13)

Misalkan E0,E2,E3, ... merupakan kejadian saling lepas dengan Ei Ej = Ø untuk i ≠ j maka menurut hukum peluang total dan persamaan (2.13) maka

P(E) = . (2.14)

Selanjutnya kejadian A dan E dikatakan saing bebas jika P( E) = P( ) atau

P(E ) = P(E), sehingga berlaku P( E) = P( ) x P(E).

2.4 Distribusi Poisson

Distibusi Poisson merupakan salah satu distribusi peluang diskrit yang didasari oleh

terjadinya percobaan Poisson. Percobaan Poisson adalah suatu percobaan yang

menghasilkan nilai-nilai yang diskrit dari suatu variabel acak yang terjadi dalam suatu

selang waktu atau suatu daerah tertentu. Berikut ini ciri-ciri percobaan Poisson

1. banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah

tertentu tidak bergantung pada banyaknya percobaan yang terjadi pada selang

waktu atau daerah tertentu yang berbeda,

2. peluang terjadinya suatu percobaan dalam suatu selang waktu yang singkat

atau daerah tertentu yang kecil sebanding dengan panjang selang waktu atau

besarnya daerah tertentu tersebut, dan tidak bergantung pada percobaan yang

(28)

3. peluang terambilnya lebih dari 1 hasil percobaan dalam suatu selang waktu

yang singkat atau daerah tertentu yang kecil dapat diabaikan. (Walpole, R.E.,

1995)

Misalkan :

N adalah banyaknya percobaan dari suatu populasi kejadian diskrit, v adalah nilai harapan banyaknya percobaan sukses, k adalah banyaknya percobaan sukses pada percobaan N dan p adalah peluang terjadinya percobaan sukses dalam suatu percobaan kejadian diskrit.

Peluang terjadinya percobaan sukses sebanyak k kali dalam N percobaan berdasarkan pendekatan distribusi Binomial adalah

Pp(k | N) = .

Selanjutnya, nilai harapan banyaknya percobaan sukses adalah

v = N p, sehingga diperoleh

Pv/N(k | N) = .

Untuk ukuran sampel N yang sangat besar, peluang terjadinya percobaan sukses sebanyak k kali dalam N percobaan menjadi :

Pv (k) =

=

=

= 1.

.

.1

Pv (k) =

Misalkan X adalah variabel acak banyaknya percobaan sukses dalam suatu kejadian diskrit. Dengan demikian, terbentuklah distribusi Poisson dengan parameter

(29)

P(X = k) = , untuk k = 0, 1, 2, 3, ... (2.15)

Oleh karena itu, rata-rata atau nilai harapan dan variansi dari variabel acak X adalah

E[G = k] = = v, (2.16)

= var[X = k] = v. (2.17)

Distribusi Poisson merupakan salah satu distribusi untuk variabel acak yang

diskrit. Distribusi Poisson dugunakan untuk peluang dari percobaan sukses yang

ditentukan dan percobaan tersebut terjadi dalam suatu interval waktu atau daerah

tertentu. Percobaan sukses yang diperhatikan dalam distribusi Poisson adalah kejadian

yang terjadi dalam percobaan yang besar dan dilakukan berulang kali sehingga N →

. Selanjutnya dalam penelitian ini, kejadian pembuatan grup komunitas IDU

merupakan percobaan diskrit yang mengikuti distribusi Poisson.

2.4.1 Proses Poisson

Proses kejadian pembentukan grup dalam komunitas IDU, nilainya berubah-ubah

secara tidak pasti dan terkait dengan waktu. Oleh karena setiap variabel yang nilainya

berubah-ubah secara tidak pasti terkait dengan waktu dikatakan mengikuti proses

stokastik, maka pembahasan proses stokastik diperlukan pada bab ini. Misalkan Et adalah variabel acak dari suatu proses pada wakti t T = {0, 1, 2, 3, ...}.

Definisi 2.7.

Proses stokastik adalah koleksi dari variabel acak Et , dengan t adalah parameter bergerak pada himpunan indeks T (Taylor, H.M., S. Karlin, 1998)

Dengan demikian, proses kejadian pembuatan grup pada komunitas IDU yang

merupakan percobaan Poisson yang mengikuti proses stokastik dapat dikatan sebagai

(30)

Definisi 2.8. (Proses Poisson)

Suatu intensitas atau tingkat proses Poisson > 0 adalah sebuah nilai bilangan bulat

proses stokastik {E(t); t≥ 0} dengan

1. untuk sebarang titik waktu t0 = 0 < t1 < t2 < ... < tn , dengan proses increments E(t1) –E(t0), E(t2) –E(t1), ..., E(tn) –E(tn-1) (2.18)

meruapakan variabel acak bebas,

2. untuk s ≥ 0 dan t > 0, variabel acak E(s + t) – E(s) berdistribusi Poisson sehingga

P(E(s + t) –E(s) = k) = , untuk k = 0, 1, 2, ...,

3. E(0) = 0, (Taylor, H.M., S. Karlin, 1998).

Berdasarkan definisi proses Poisson di atas dapat dibuktikan bahwa

E[E(t)] = t, (2.19)

var[E(t)] = t (2.20)

2.5 Basic Reproduction Ratio ( )

Dalam pemodelan epidemik penyakit, terdapat ukuran penyebaran penyakit pada

populasi yang diperhatikan. Ukuran (rasio) diperhatikan untuk menganlisa model

penyebaran epidemik penyakit dan selanjutnya disebut Basic Reproduction Ratio. Pada subbab ini, dijelaskan mengenai pengertian dasar dan metode penentuan Basic Reproduction Ratio yang dinotasikan dengan .

Definisi 2.9.

Basic Reproduction Ratio adalah rata-rata banyaknya kasus kedua (individu infectious

baru) yang disebabkan satu individu yang terinfeksi (infectious) selama masa terinfeksinya dalam keseluruhan populasi susceptibles dan pengidap AIDS.

(31)

Dalam metode ini, Basic Reproduction Ratio ( ) didefinisikan sebagai radius spektral dari operator generasi selanjutnya.

Definisi 2.10.

Misalkan Φ adalah matriks nxn dan , , ..., adalah nilai eigen dari matriks Φ , maka radius spektral dari matriks Φ didefinisikan sebagai

) = .

Metode Operator Generasi Selanjutnya

Metode operator generasi selanjutnya merupakan metode yang dilakukan dengan cara

mengeompokkan populasi kedalam 3 kelompok individu yaitu kelompok individu

yang tidak terinfeksi, kelompok individu terifeksi tetapi tidak menularkan, dan

kelompok individu terinfeksi dan menularkan. Misalkan

1. Komponen X menyatakan kelas-kelas individu yang tidak terinfeksi penyakit

yang sedang diobservasi

2. Komponen Y menyatakan kelas-kelas individu yang terinfeksi penyakit yang

sedang diobservasi, tetapi tidak menularkan penykit tersebut

3. Komponen Z menyatakan kelas-kelas individu yang terinfeksi penyakit yang

sedang diobservasi dan dapat menularkan penykit tersebut.

Dengan demikian, model epidemik suatu penyakit dapat dituliskan dalam bentuk

= f (X, Y, Z),

= (X, Y, Z), (2.21)

= h (X, Y, Z),

dengan X , Y , dan Z ; r, s, n ≥ 0 ; dan h (X, 0, 0) = 0.

Dalam metode operator generasi selanjutnya dimisalkan

= (X*, 0, 0) adalah titik kesetimbangan bebas-infeksi dari sistem

persamaan (2.21), yang diperoleh dari persamaan f (X*, 0, 0) = 0, (X*, 0, 0) = 0, dan

(32)

diperoleh solusi Y = (X*, Z). Oleh karena itu, dapat diperoleh sebuah matriks berukuran nxn ,

Φ = h (X*, (X*, 0), 0).

Misalkan Φ dapat dituliskan dalam bentuk Φ = J – , dengan J ≥ 0, ( ≥ 0) dan ≥

0 adalah matriks diagonal. Dengan demikian didefinisikan sebagai radius spektral dari

matriks J , sehingga berdasarkan Definisi 2.10, diperoleh

(33)

BAB 3

PEMODELAN PENYEBARAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS IDU

Pada bab ini akan dibahas pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas

Injecting Drug Users (IDU). Berdasarkan penjelasan pada Bab 2 akan dilakukan analisa dinamik mengenai model penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU.

Sebelum melakukan anlisa dinamik terhadap model penyebaran infeksi HIV pada

komunitas IDU, dibahas mengenai pembentukan model. Pembentukan model didasari

oleh asumsi yang sesuai dengan keadaan komunitas IDU dan sifat infeksi HIV.

Pada alur dinamika penyebaran infeksi HIV dalam komunitas IDU, terdapat

faktor kekuatan infeksi. Faktor kekuatan infeksi memperhatikan asumsi-asumsi

mekanisme pertukaran jarum suntik yang menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi

HIV di dalam komunitas IDU. Selanjutnya, perilaku sistem dinamik dibahas dengan

mengamati turunan parsial fungsi kekuatan infeksi dan faktor yang mempengaruhi

laju perubahan populasi pada komunitas IDU.

Untuk mengetahui pola penyebaran infeksi pada komunitas IDU melalui

sistem dinamik, maka dicari basic reproduction ratio dan menentukan titik kesetimbangan dari sistem dinamik. Dengan demikian, melalui titik kesetimbangan

dinamika penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU dapat diamati dengan

menetukan kestabilannya melalui basic reproduction ratio.

3.1. Pembentukan Model

Dalam penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU, komunitas tersebut diasmusikan

terdiri dari tiga kelompok individu pecandu narkoba, yaitu :

S(t) : Susceptibles : ukuran populasi individu yang sehat namun rentan dan dapat terinfeksi HIV pada waktu t, selanjutnya disebut ukuran populasi

susceptibles pada saat t.

(34)

(t) : AIDS : ukuran populasi individu yang sudah mengidap penyakit AIDS pada waktu t.

Pada penelitian ini diasumsikan total ukuran populasi “aktif” pecandu dalam komunitas IDU adalah

= S + I + .

Dengan demikian, peluang seorang “sharer” (pembagi jarum suntik) merupakan

seorang pecandu terinfeksi adalah

= = (3.1)

Asumsi Model

Dalam pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU terdapat fakta yang

diperhatikan yakni infeksi HIV tidak dapat disembuhkan, sehingga dalam model tidak

diperhatikan laju perubahan populasi pecandu yang sembuh (recovered). Pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas pecandu pecandu narkoba suntik (IDU)

sesuai model klasik epidemik SIR menggunakan asumsi :

1. Pecandu yang menyadari sudah mengidap AIDS ikut berbagi jarum suntik pada

komunitas IDU.

2. Infeksi HIV hanya menular melalui kontak langsung dengan penderita.

3. Populasi pecandu tertutup (tidak ada proses migrasi), yaitu tidak ada pecandu

yang masuk maupun keluar dari komunitas IDU.

(35)

Tabel 3.1 memuat variabel dan parameter yang digunakan dalam proses pembentukan

[image:35.595.106.525.146.507.2]

model.

Tabel 3.1. Variabel dan parameter model

Simbol Definisi Simbol Syarat Satuan

S Ukuran populasi pecandu Susceptibles S > 0 Individu

I Ukuran populasi pecandu Infectious I ≥ 0 Individu Ukuran populasi pecanduyang sudah

mengidap AIDS

≥ 0 Individu

Ukuran total pecandu “aktif” dalam komunitas IDU

> 0 Individu

Laju pertambahan populasi IDU dari

manusia biasa menjadi pecandu narkoba

suntik (IDU)

> 0 Individu /

waktu

Laju kematian alami IDU per kapita > 0 1/waktu

Laju kematian alami pecandu yang

mengidap AIDS per kapita

> 0 1/waktu

Laju perubahan dari terinfeksi menjadi

HIV menjadi penyakit AIDS per kapita

> 0 1/waktu

Kekuatan penyebaran infeksi (force of infection) dalam komunitas IDU

≥ 0 1/waktu

Proses penyebaran infeksi HIV di dalam komunitas IDU diasumsikan mengikuti

[image:35.595.144.491.580.727.2]

diagram transmisi berikut

Gambar 3.1. Diagram penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU S

I S

(36)

Penurunan model penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU adalah sebagai berikut

1. Laju perubahan populasi susceptibles per satuan waktu dipengaruhi oleh laju pertambahan populasi IDU ( ). Populasi susceptibles sepanjang waktu t akan berkurang akibat laju kematian alami pada pecandu susceptibles ( S) dan pengaruh kekuatan penyebaran infeksi pada pecandu susceptibles

, sehingga dapat ditulis

= – S– .

2. Laju perubahan populasi infectious per satuan waktu dipengaruhi oleh pertambahan populasi infectious sepanjang waktu t akibat kekuatan penyebaran infeksi pecandu susceptibles . Berkurangnya populasi

infectious per satuan waktu dipengaruhi faktor laju kematian alami pada pecandu infectious ( ) dan laju perubahan status pecandu yang terinfeksi HIV menjadi pengidap AIDS pada populasi infectious , sehingga dapat ditulis

= – – .

3. Laju perubahan populasi AIDS per satuan waktu dipengaruhi oleh

pertambahan dan pengurangan populasi AIDS per satuan waktu. Pertambahan

populasi AIDS per satuan waktu merupakan akibat laju perubahan status dari

terinfeksi HIV menjadi pengidap AIDS terhadap populasi infectious ( ). Selain itu, berkurangnya populasi AIDS per satuan waktu dipengaruhi oleh

laju kematian alami pada populasi AIDS ( ) dan laju kematian alami pada

pecandu AIDS sebagai individu pengidap AIDS ( ), sehingga dapat ditulis

= – – .

Dengan demikian, pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU

adalah sebagai berikut

= – S– ,

= – – , (3.2)

= – – ,

(37)

menyatakan laju perubahan populasi pecandu susceptibles terhadap waktu t,

menyatakan laju perubahan populasi pecandu infectious terhadap waktu t,

menyatakan laju perubahan populasi pecandu yang sudah mengidap AIDS

terhadap waktu t,

Berdasarkan sistem persamaan (2.3), diperoleh persamaan untuk laju

perubahan total populasi pecandu “aktif” terhadap waktu t, yaitu

= – – (3.3)

3.2. Kekuatan Infeksi

Kekuatan infeksi HIV merupakan potesi penyebaran infeksi HIV dari kelompok

pecandi yang terinfeksi HIV (infectious) terhadap kelompok pecandu yang rentan terinfeksi HIV (susceptibles). Dalam penulisan ini, kekuatan infeksi HIV memperhatikan mekanisme pertukaran jarum suntik dikalangan pecandu narkoba

suntik (IDU). Untuk mendefinisikan fungsi kekuatan infeksi diberikan asumsi

mekanisme pertukaran jarum suntik sebagai berikut

1. semua individu (pecandu) masuk ke dalam grup secara acak,

2. ukuran grup dinotasikan dengan G, merupakan variabel acak berdistribusi Poisson dengan parameter v > 0. Jika G = k, maka posisi pecandu dinotasikan dengan i = 1, 2, 3, ..., k,

3. setiap grup memperoleh satu jarum suntik baru (yang tidak terinfeksi) pada

penyuntikan pertama, selanjutnya jarum suntik digunakan secara terurut oleh

setiap anggota grup, setelah itu jarum suntik dibuang,

4. pembuatan grup seorang pecandu terjadi mengikuti proses Poisson dengan

parameter > 0 dengan asumsi tanpa dipengaruhi oleh pembuatan grup

pecandu lain,

5. suatu jarum suntik dikatakan terinfeksi jika jarum suntik tersebut telah

digunakan oleh pecandu yang terinfeksi dan yang sudah mengidap AIDS,

6. peluang seorang pecandu susceptibles ke-i berpotensi “membersihkan” jarum

(38)

dinotasikan sebagai = . Hal ini dikarenakan darah terinfeksi yang

tersisa di ujung jarum suntik masuk seluruhnya ke dalam tubuh pecandu yang

tidak terinfeksi tersebut,

7. sebarang pecandu susceptibles yang menggunakan jarum suntik terinfeksi diasumsikan terinfeksi HIV, tetapi pecandu tersebut memungkinkan membuat jarum suntik menjadi “bersih” untuk pecandu urutan selanjutnya,

8. pecandu susceptibles menjadi terinfeksi hanya dikarenakan berbagi jarum suntik dalam grup,

9. peluang seorang pecandu menjadi terinfeksi (dan langsung dapat menularkan)

jika terdapat paparan HIV adalah ,

10.kejadian pecandu ke-i tidak terinfeksi saling bebas dengan kejadian pecandu

ke-i tidak berpotensi “membersihkan” jarum suntik dari sisa darah yang

terinfeksi,

11.kejadian pecandu ke-i terinfeksi saling bebas dengan kejadian pecandu setelahnya (pecandu lain) tidak terinfeksi dan tidak berpotensi

“membersihkan” jarum suntik dari sisa darah terinfeksi,

12.kejadian pecandu ke-i adalah pecandu terinfeksi dan dapat menularkan infeksi HIV kepada pecandu setelahnya saling lepas dengan kejadian pecandu yang

lain.

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, fungsi dari kekuatan infeksi HIV dalam

grup pada komunitas IDU dapat didefinisikan sebagai berikut

= (3.4)

dengan merupakan peluang seorang pecandu terpapar HIV yakni peluang

bahwa seorang pecandu memasukkan jarum suntik yang terinfeksi ke dalam tubuhnya.

Dengan demikian, dapat dikatakan sebagai potensi (penyebaran) seorang

pecandu dalam grup dapat terkena infeksi HIV (dan langsung dapat menularkan)

setelah memasukkan jarum suntik terinfeksi ke dalam tubuh pecandu dengan

(39)

Misalkan :

E : kejadian seorang pecandu menggunakan jarum suntik terinfeksi,

R(k) : posisi urutan pecandu dalam berbagi jarum suntik dalam grupnya yang berukuran k

Oleh karena itu, peluang seorang pecandu memasukkan jarum suntik terinfeksi ke

dalam tubuhnya adalah

= P(E) =

= .(3.5)

Dalam hal ini hanya ukursn grup yang lebih besar dan sama dengan dua (k ≥ 2)

yang relevan dalam pembentukan suatu grup yang memungkinkan dalam masalah

penyebaran infeksi. Berdasarkan asumsi kekuatan infeksi (2), ukuran grup

berdistribusi poisson dengan fungsi peluang (p.m.f).

= , untuk k = 2, 3, 4, ... (3.6)

= v + 2 adalah rata-rata ukuran grup.

Dalam grup, setiap pacandu berada pada posisi berbeda dalam urutan

penggunaan jarum suntik. Setiap pecandu memiliki kemungkinan yang sama berada

pada posisi ke-j. Jika ukuran grup adalah k, maka peluang bahwa seorang pecandu berada pada posisi ke-j adalah

= k = 2, 3, 4, ... (3.7)

Misalkan seorang pecandu berada di posisi ke-j dalam grup berukuran k maka peluang seorang pecandu menggunakan jarum suntuk terinfeksi adalah

(40)

dengan

adalah kejadian bahwa pecandu ke-i adalah pecandu terinfeksi, dan

= ke-h tidak terinfeksi (sebelum menggunakan jarum suntik) dan tidak “membersihkan” jarum suntik yang terinfeksi.

didefinisikan sebagai kejadian pecandu ke-i adalah pecandu terinfeksi dan dapat menularkan infeksi HIV pada pecandu selanjutnya.

Oleh karena asumsi kekuatan infeksi (6) dan P( ) = = sesuai

persamaan (3.1), peluang dapat ditulis sebagai berikut

P( ) =

= P xP x xP

= P x P xP xP x xP x P

= x x x x x x

= x ,

dengan

: kejadian bahwa pecandu ke-h tidak terinfeksi,

: kejadian bahwa pecandu ke-htidak mampu “membersihkan” jarum suntik dari

sisa darah yang terinfeksi HIV

Berdasarkan teori peluang pada subbab 2 dan asumsi kekuatan infeksi (11) dan

(12), persamaan peluang (3.8) dapat dijabarkan sebagai berikut

= + + +

= + +

= +

+

(41)

Oleh karena itu peluang menggunakan jarum suntik terinfeksi pada posisi

pecandu ke-jdalam grup “sahabat” dengan ukuran k adalah

(3.9)

Persamaan (3.9) dapat diselesaikan dalam beberapa kasus penjumlahan dengan

menggunakan deret geometri agar memenuhi persamaan (3.5). untuk mempermudah

penyelesaian persamaan (3.9), misalkan

1. ,

2. .

Berikut ini kasus-kasus penjumlahan berdasarkan persamaan (3.9)

1. Kasus 1,

=

=

=

=

=

2. Kasus 2,

=

=

=

(42)

=

=

=

=

=

4. Kasus 4,

=

=

=

=

=

=

Berdasarkan penjabaran beberapa kasus penjumlahan diatas, maka persamaan

(3.5) dapat ditulis sebagai berikut

=

=

=

(43)

=

= (3.10)

Oleh karena adalah suatu peluang dan berdasarkan persamaan (3.1),

persamaan (3.10) dibatasi bahwa ≠ 0, dengan

=

=

Selanjutnya, dapat ditulis

=

=

.

(3.11)

Terlihat bahwa bergantung pada variabel S, I dan melalui variabel pada persamaan (3.1) yaitu peluang seorang pecandu merupakan pecandu

yang terinfeksi. Berdasarkan (3.10) dan fungsi dapat ditulis sebagai

= (3.12)

dengan

=

3.3. Analisa Kualitatif Model

Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa pecandu narkoba suntik (IDU) yang

menyadari sudah mengidap AIDS ikut berbagi suntikan dan bergabung dalam grup.

Oleh karena itu, model yang diperhatikan laju perubahan kelompok pecandu

(44)

= = – S– , (3.13)

= = – – , (3.14)

= = – – , (3.15)

Untuk setiap R dengan I≠ 0 dapat dimisalkan

= (3.16)

=

=

Berdasarkan (3.4), persamaan (3.14) dapat ditulis :

= – –

= –

= –

= – .

Misalkan

= – , untuk I ≠ 0, (3.17)

= ,

untuk I≥ 0. (3.18)

Selanjutnya persamaan (3.14) dapat ditulis

= . (3.19)

(45)

merupakan faktor yang berpengaruh penting dalam menekan laju

pertambahan populasi pecandu infectious per satuan waktu.

Berdasarkan sistem persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15), fungsi sangat

berpengaruh dalam sistem dinamik tersebut. Oleh karena itu turunan parsial terhadap

variabel S, I dan fungsi dan fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan sistem perlu diamati untuk mempermudah analisa sistem

Turunan Parsial

Untuk lebih mudah mengamati turunan parsial fungsi , maka dapat dilihat

dari persamaan = sesuai (3.11), sehingga dapat ditulis sebagai

berikut

=

.

Misalkan

1. D = 2. R = 3. T =

4. W =

=

Oleh karena dan merupakan suatu peluang > 0 dan > 0, maka jelas

bahwa

a. 0 1

b. 0 1

c. 0 1

d. 0 1

dengan demikian dapat disimpulkan

1. D = ≥ 0 2. R ≥ 0

(46)

4. W ≥ 0

5.

6. 0 1

7.

8. , maka ≥ 0.

Untuk melihat tanda dari , dan

,

dapat dilihat dari bentuk , dengan

1.

=

0

2. = ≥ 0

3. = > 0

4. = ≥ 0

5. = 2 < 0

6. = ≥ 0

Oleh karena = ≤ 0

,

= ≥ 0 dan

= ≤ 0 maka diperoleh kesimpulan bahwa

≤ 0 (3.20)

≤ 0 dan (3.21)

(47)

Dengan demikian (3.20), (3.21) dan (3.22) mengakibatkan turunan parsial fungsi

kekuatan infeksi sesuai (3.4) adalah ≤ 0, ≥ 0 dan

≤ 0.

Turunan Parsial

Oleh karena = = , maka untuk melihat

perilaku (bernilai positif atau nagatif) dari turunan parsial

,

dan dapat

lebih muda dilihat melalui persamaan

=

Dengan 0 ≤ ≤ 1. Dengan demikian turunan parsial terhadap adalah

=

≤0

Oleh karena ≤ 0

,

≥ 0 dan ≤ 0 maka diperoleh kesimpulan ≥ 0

,

≤ 0 dan ≥ 0 untuk semua R.

Turunan parsial

Berdasarkan persamaan (3.17) maka turunan parsial terhadap

adalah sebagai berikut

(48)

Oleh karena ≥ 0 dan ≥ 0, maka ≥ 0. Turunan parsial

terhadap adalah

=

Berdasarkan kesimpulan sebelumnya bahwa Oelh karena ≥ 0 dan ≥ 0, maka

≤ 0.

Selanjutnya turunan parsil terhadap adalah

=

Berdasarkan kesimpulan sebelumnya bahwa Oelh karena ≥ 0 dan ≥ 0, maka

≥ 0.

Dengan demikian dapat disimpulkan

≥ 0. (3.23)

≤ 0. (3.24)

≥ 0. (3.25)

3.4. Basic Reproduction Ratio

Untuk memahami penyebaran HIV melalui model matematika, dapat dilakukan

dengan melakukan analisa dinamika model matematika (3.13), (3.14) dan (3.15).

Analisa dinamika pada pemodelan penyebaran infeksi HIV pada komuniatas IDU

dimaksudkan untuk mengetahui pada nilai batasan mana yan mampu mempengaruhi

penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU. Nilai batasan yang di maksud dalam

(49)

Berdasarkan landasan teori pada subbab 2.5, pada kasus ini X = S, Y = I, Z = A

maka dengan mencari solusi = 0, = 0 dan = 0 sesuai

persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) diperoleh

= =

Berdasrakan metode operator generasi selanjutnya, dalam menentukan Φ

diperlukan informasi sebagai berikut

= .

Dengan demikian Φ, dapat ditulis dalam bentuk

Φ =

=

= .

Oleh karena Φ dapat dituliskan dalam bentuk Φ = dengan

= ≥ 0 dan = > 0, maka sesuai dengan

definisi radius spektral diperoleh

= (J ) =

.

Dengan demikian, basic reproduction ratio untuk sistem persemaan (3.13), (3.14) dan (3.15) adalah

=

.

(3.26)

3.5. Kesetimbangan dan Kestabilan Model

Sistem dinamik (3.13), (3.14) dan (3.15) memiliki perilaku sistem yang berbeda-beda

di setiap titiknya. Untuk melihat perilaku sistem dinamik dapat diamati melalui titik

(50)

disebut sebagai titik kesetimbangan. Selanjutnya pengamatan sistem akibat perubahan

pada kondisi awal dapat lebih mudah diamati melalui titik kesetimbangannya.

Sistem (3.13), (3.14) dan (3.15) merupakan model epidemik penyakit infeksi,

sedemikian sehingga titik kesetimbangan yang diperhatikan adalah titik

kesetimbangan bebas infeksi dan titik kesetimbangan epidemik. Titik kesetimbangan

bebas infeksi merupakan titik kesetimb angan pada saat tidak terdapat anggota

komunitas IDU yang tidak terinfeksi atau I = 0 dan = 0. Titik kesetimbangan espidemik adalah titik yang menunjukkan jumlah pecandu susceptibles dan jumlah

pecandu infectious pada keadaan setimbang terjadinya epidemik dalam komunitas

IDU dengan I > 0 dan > 0.

3.5.1 Titik Kesetimbangan Bebas Infeksi

Pada kenyataannya keadaan yang diharapkan dalam suatu komunitas IDU adalah

keadaan saat tidak ada pecandu yang terinfeksi dalam komunitas IDU sehingga

penyebaran infeksi HIV tidak mewabah pada komunitas IDU. Selanjutnya pada

subbab ini pencarian titik kesetimbangan bebas infeksi untuk mengamati perilaku

sistem (3.13), (3.14) dan (3.15). Untuk mencari titik kesetimbangan bebas infeksi,

sesuai definisi 2.3,

= – S– = 0, (3.27)

= – = 0, (3.28)

= – = 0. (3.29)

Berdasarkan persamaan (3.19) dan (3.18), persamaan (3.28) dapat ditulis

= = 0 dan memperoleh solusi = 0 atau = 0.

Oleh karena itu, untuk memperoleh titik kesetimbangan bebas infeksi, dipilih solusi

= 0 dan = 0. Dengan mensubstitusikan = 0 dan = 0 kedalam persamaan (3.27)

maka – – = 0. Oleh karena = 0 artinya tidak ada

kekuatan infeksi, maka diperoleh = dengan = 0 dan = 0. Dengan demikian,

(51)

= .

Pada saat tidak ada kelompok pecandu yang terinfeksi HIV lagi dalam

komunitas IDU, jumlah pecandu yang tidak terinfeksi namun rentan terhadap infeksi

HIV terdapat sebanyak = . Dengan demikian, keadaan bebas infeksi pada

komunitas IDU tercapai saat tidak ada pecandu infectious, saat tidak ada pecandu pengidap AIDS dan jumlah pecandu susceptibles berbanding lurus dengan tingkat pertambahan pecandu baru yang susceptibles, namun berbanding terbalik dengan tingkat alami kematian pecandu.

3.5.2 Titik Kesetimbangan Epidemik

Selain memperhatikan titik kesetimbangan bebas infeksi, dalam menganalisa sistem

dinamik (3.13), (3.14) dan (3.15) diperlukan analisa sistem dinamik titik

kesetimbangan epidemik. Titik kesetimbangan epidemik diperoleh dengan cara yang

sama dengan mencari titik kesetimbangan bebas infeksi, yaitu dengan mencari solusi

(3.27), (3.28) dan (3.29) dengan I > 0. Berdasarkan persamaan (3.27) diperoleh

= – (3.30)

Sehingga diperoleh = . Oleh karena > 1, diperoleh

= dan solusi <

.

Berdasarkan solusi , dan ≥ 0 maka diperoleh

= dan mengakibatkan

≤ (3.31)

Dengan demikian titik kesetimbangan epidemik untuk sistem dinamik (3.13), (3.14)

dan (3.15) adalah

(52)

= , = dan <

.

3.5.3.Kestabilan Titik Kesetimbangan Model

Untuk menganalisa perilaku penyebara infeksi HIV pada komunitas IDU, diperlukan

analisa kestabilan titik-titik kesetimbangan sistem dengan memperhatikan ukuran

(rasio) penyebaran yaitu basic reproduction ratio. Analisa kestabilan pada titik kesetimbangan dilakukan untuk mengamati perilaku sistem di sekitar titik

kesetimbangan tersebut. Jika terjadi perubahan pada kodisi awal sistem, maka sistem

akan stabil di titik kesetimbangannya yang stabil. Selanjutnya, dilihat kestabilan

titik-titik kesetimbangan untuk sistem persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) melalui teorema

berikut ini.

Teorema 3.1.

a. Jika 1, maka titik kesetimbangan bebas infeksi

= .

merupakan satu-satunya solusi titik kesetimbangan untuk sistem (3.13) dan

(3.14). Selanjutnya, titik dikatakan stabil asimtotik global (Globally Asymptotically Stable / GAS) pada daerah R.

b. Jika > 1, maka titik solusi dikatakan tidak stabil dan sistem (3.13), (3.14)

dan (3.15) memiliki titik kesetimbangan lain yaitu = dengan

= ,

= ,

dan <

.

(53)

Bukti 3.1.

Sebelum membuktikan teorema 3.1. akan dibuktikan

1 0. (3.32)

Pertama, persamaan dijabarakan berdasarkan persamaan (3.18), yaitu :

= . (3.33)

⇒ Akan dibuktikan 1 maka 0.

= 1,

Berdasarkan persamaan (3.33), maka terbukti jika 1 maka 0.

⇐Akan dibuktikan jika 0 maka 1.

=

= 1

Berdasarkan (3.26), maka terbukti jika 0 maka 1. Dengan

demikian terbukti bahwa 1 0.

(a) Pada kenyataannya, saat 1 daerah R tidak memiliki kurva fungsi

diferensial (isocline), = 0. Hal tersebut berdasarkan persamaan (3.18), = 0 jika

dan hanya jika I = 0 dan = 0. Selanjutnya, akan dibuktikan titik

kesetimbangan bebas infeksi = adalah satu-satunya titik kesetimbangan

(54)

Misalkan pada sistem persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) terdapat titik

kesetimbangan lain yaitu dengan asumsi , , 0

dan 0. Oleh karena adalah titik kesetimbangan untuk sistem persamaan

(3.13), (3.14) dan (3.15), maka berdasarkan Definisi 2.3., = , memenuhi

persamaan = 0. Dengan demikian = , yang artinya

= – – = 0,

= = 0 dan

= – = 0.

Berdasarkan (3.25) merupakan fungsi turun untuk dan akibat (3.32)

diperoleh

≤ 0. (3.34)

Dengan asumsi 0 maka < 0, akibatnya solusi =

= 0 hanya dipenuhi oleh = 0,

=

0 dan menyebabkan

=

.

Hal ini kontradiksi dengan asumsi , , 0 dan 0 sehingga diperoleh

kesimpulan bahwa = . Dengan demikian, terbukti bahwa merupakan

satu-satunya titik kesetimbangan untuk persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) saat 1.

Selanjutnya, akan dilihat sifat kestabilan titik kesetimbangan bebas infeksi,

pada R. Untuk membuktikan bahwa bersifat stabil asimtotik global maka akan digunakan teorema kestabilan Lyapunov. Didefinisikan sustu fungsi yang definit

positif,

= dengan : R .

Fungsi dikatakan fungsi Lyapunov, sedemikian sehingga

=

= + +

(55)

Dalam menentukan kestabilan global sesuai teorema 2.2. fungsi

= akan dilihat perilaku (tanda positif dan tanda negatif) pada

saat R – . Oleh karena saat 1 berlaku (3.34) maka berlaku > 0 dan < 0 pada R– . Dengan demikian

a. = 0 dan > 0 untuk dan

b. < 0 pada R– , yaitu saat , dan .

Bedasarkan teorema 2.2, dikatakan stabil asimtotik global untuk sistem

persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15).

(b) Berdasarkan (3.31) , saat > 1 berlaku kontra posisi

> 1 > 0. (3.35)

sehingga pada kasus ini kedua isocline terdefinisi di daerah R. Hal tersebut berkaitan

erat dengan penentuan kestabilan titik-titik kesetimbangan. Dalam menentukan

kestabilan lokal dan dapat dilakukan dengan mencari nilai eigen dari matriks

koefisien sistem persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) sesuai Teorema 2.1. Dalam hal

ini matriks koefisien sistem merupakan matriks Jacobian sistem persamaan (3.13),

(3.14) dan (3.15) yaitu Ψ z ,

Ψ =

Dengan demikian, nilai eigen diperoleh dengan mencari solusi karakteristik

det = = 0,

(56)

Sistem persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) merupakan sistem persamaan

diferensial nonlinier. Oleh karena penjelasan pada subbab 2.1, kelinieran sistem

(3.13), (3.14) dan (3.15) di sekitar titik kesetimbangan dan dapat ditaksir dengan

mengamati matriks Jacobian Ψ dan Ψ . Selanjutnya untuk menentukan kestabilan lokal titik kesetimbangan bebas infeksi , akan dicari solusi karakteristik

(3.35). oleh karena = 0, = 0, =

< 0,

dan

= > 0 maka diperoleh akar-akar karakteristik persamaan (3.36)

adalah

=

<

0 dan

=

> 0, oleh karena terdapat nilai eigen yang

positif, maka berdasarkan Teorema 2.1 titik kesetimbangan bebas infeksi dikatakan

tidak stabil pada saat > 1.

Selanjutnya, keberadaan dapat dilihat pada subbab 3.5.2 dan kestabilan

titik epidemik pada saat > 1 dengan 0 akan ditentukan dengan cara yang

sama dengan menentukan ketidakstabilan * z . Oleh karena kurva diferensial (isocline)

= 0 terdefinisi di daerah R dan 0, maka solusi = 0 hanya dipenuhi oleh

= 0. Berdasarkan persamaan (3.22), (3.23), (3.24), (3.25) diperoleh

= ≥ 0,

= ≤ 0 dan

= ≥ 0.

Hal tersebut mengakibatkan

det = > 0 dan

(57)

Oleh karena itu persamaan karakteristik (3.36) pada titik memperoleh akar-akar

karakteristik

=

dengan

a = 1 > 0,

b = trace > 0,

c = det > 0 dan

0 <

< 0.

Dengan demikian < 0 dan < 0. Berdasarkan Teorema 2.1, dikatakan stabil

asimtotik lokal dan juga sekaligus stabil asimtotik global.

(58)

BAB 4

SIMULASI PEMODELAN PENYEBRAN INFEKSI HIV PADA KOMUNITAS IDU

Pada bab ini dibahas tiga simulasi. Simulasi pertama membahas dinamika

terhadap populasi pecandu susceptibles, infectious dan pengidap AIDS. Pada simulasi kedua dan ketiga dibahas dinamika penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU

dengan memperhatikan kestabilan titik kesetimbangannnya. Simulasi ini bertujuan

memberikan gambaran mengenai dinamika penyebaran infeksi HIV dalam komunitas

IDU melalui gambar dinamika dan potret fase dengan memperhatikan basic reproduction ratio. Simulasi dan model dibahas dengan menggunakan

software MATLAB dengan source code simulasi dapat dilihat pada lampiran 1 penelitian ini.

4.1. Simulasi 1 : Dinamika

Dinamika sangat penting untuk diketahui karena fungsi

merupakan bagian terpenting dalam sistem dinamik penyebaran infeksi HIV pada

komunitas IDU. Mengamati bertujuan untuk mempermudah memahami

perilaku sistem dinamik (3.13), (3.14) dan (3.15). berikut ini nilai parameter yang

digunakan untuk mengamati dinamika peluang seorang pecandu terinfeksi HIV,

[image:58.595.198.434.616.682.2]

.

Tabel 4.1. Nilai parameter pada simulasi 1

Parameter Nilai Parameter

V 10

0,8

Berdasarkan tabel 4.1. fungsi peluang (3.11) dapat dinyatakan sebagai

(59)

Pertama, digambarkan mengenai dinamika peluang terpapar HIV dalam

komunitas IDU berdasarkan populasi pecandu susceptibles, pecandu infectious dan pengidap AIDS. Berikut ini gambar yang menunjukkan dinamika pada

[image:59.595.190.443.197.372.2]

populasi susceptibles dengan tiga kasus infectious dan pengidap AIDS yang tetap, yakni 5.000, 50.000 dan 500.000 sebagai berikut

Gambar 4.1. Dinamika pada populasi susceptible

Tabel 4.2 menunjukkan pengamatan nilai pada tiga kasus jumlah

[image:59.595.111.524.473.736.2]

susceptible yakni saat susceptibles berjumlah 30.000, 60.000, dan 90.000.

Tabel 4.2. Penurunan terhadap dalam persentase

Jumlah

Suscepibles

Jumlah Infectious dan Pengidap AIDS = 5.000

= 5.000

= 50.000

= 50.000

= 500.000

= 500.0000

= 30.000 = 0,1510 = 0.5688 = 0.7853

Penurunan

(%) 44,97% 23,49% 4,05%

= 60.000 = 0.0831 = 0.4352 = 0.7535

Penurunan

(%) 31,05% 19,03% 3,89%

= 90.000 = 0.0573 = 0.3524 = 0.7242

Selisih Penurunan

(%)

13,92% 4,46% 0,16%

(60)

Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh kesimpulan bahwa dengan jumlah pecandu

infectious dan pengidap AIDS yang tetap, semakin banyak jumlah pecandu

susceptibles maka semakin kecil peluang pecandu memasukkan jarum suntik terinfeksi ke dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan kurva yang ditunjukkan

pada Gambar 4.1. Nilai fungsi berkurang seiring bertambahnya jumlah

susceptibles, dengan selisih penurunan nilai berbeda-beda sesuai dengan pertambahan jumlah infectious dan pengidap AIDS. Semakin kecil jumlah pecandu infectious dan pengidap AIDS, maka semakin tajam penurunan kurva yakni mencapai

selisih penurunan 13,92%.

Dengan demikian, Gambar 4.1. menunjukkan bahwa fungsi

merupakan fungsi turun terhadap populasi pecandu susceptibles, sesuai dengan (3.20). Hal tersebut mengakibatkan fungsi laju perubahan susceptibles terhadap waktu juga merupakan fungsi turun terhadap populasi susceptibles dan fungsi dan merupakan fungsi naik terhadap populasi susceptibles, sesuai dengan persamaan (3.23) dan (3.24).

Jika jumlah pecandu infectious besar, maka peluang pecandu terpapar HIV semakin meningkat dengan jumlah pecandu susceptibles dan pengidap AIDS tetap. Hal ini dapat ditunjukkan oleh gambar dinamika peluang terpapar HIV pada populasi

[image:60.595.191.444.539.722.2]

pecandu infectious dengan jumlah susceptibles dan AIDS tetap, yakni 5.000, 50.000 dan 500.000 sebagai berikut

(61)
[image:61.595.110.520.99.375.2]

Tabel 4.3. Kenaikan terhadap dalam persentase

Jumlah

Infectious

Jumlah Suscepibles dan Pengidap AIDS = 5.000 = 5.000 = 50.000 = 50.000 = 500.000 = 500.000

= 90.000 = 0.8658 = 0.6012 = 0.1469

Kenaikan

(%) 2,44% 17,06% 42,07%

= 60.000 = 0.8452 = 0.5136 = 0.1034

Kenaikan

(%) 7,14% 43,91% 89,03%

= 30.000 = 0.7889 = 0.3569 = 0.0547

Selisih Kenaikan

(%)

4,70% 29,85% 46,96%

Keterangan :

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa fungsi merupakan fungsi naik

terhadap populasi pecandu infectious, sesuai dengan Gambar 4.2. Nilai fungsi bertambah seiring bertambahnya jumlah infectious, dengan selisih kenaikan nilai yang berbeda-beda sesuai dengan pertambahan jumlah susceptibles d

Gambar

Gambar 3.1. Diagram penyebaran infeksi HIV pada komunitas IDU
Tabel 4.1. Nilai parameter pada simulasi 1
Gambar 4.1. Dinamika  pada populasi susceptible
Gambar 4.2. Dinamika  pada populasi infectious
+7

Referensi

Dokumen terkait

This study considers information technology standards – for data and services – supporting situations characterized by information from multi-sources of intelligence; some

Berdasarkan DIPA Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Kota Surabaya untuk pelaksanaan Kegiatan Lomba Kompetensi Sains Madrasah (KSM) MI, MTs dan MA Tingkat Kota

To help address these needs the OGC Authentication Interoperability Experiment (Auth IE) tested and documented ways of transferring basic authentication information between

Lampiran 1 Daftar Populasi Perusahaan Go Public Sektor Industri Barang Kosumsi

dari kegiatan pratindakan, tindakan siklus I, tindakan siklus II dan tindakan siklus III secara umum dapat diperbaiki dan menunjukkan adanya peningkatan. Kualitas konten

10.7 Pemberian Penjelasan mengenai isi Dokumen Pengadaan, pertanyaan dari peserta, jawaban dari Pokja ULP, perubahan substansi dokumen, hasil peninjauan lapangan, serta

Maka Pejabat Pengadaan Bagian Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun Anggaran 2016, menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai

Sayangnya lembaga keuangan syariah belum memberikan dampak positif terhadap ekspor Indonesia dikarenakan jumlah pemberian kepada setor riil masih lebih sedikit