TINDAK TUTUR DALAM BAHASA MELAYU TANJUNG
BALAI
SKRIPSI
DIKERJAKAN
OLEH
NAMA
: ANDIKA SYAHPUTRA LUBIS
NIM
: 090702002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU
MEDAN
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Tindak Tutur dalam Bahasa Melayu Tanjung Balai” adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah jenis tindak tutur apakah yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, apakah fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, dan skala kesantunan apa sajakah yang terdapat pada tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, mendeskripsikan fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, dan mendeskripsikan skala kesantunan tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai. Teori yang digunakan adalah teori tindak tutur Searle (1983) dan teori skala kesantunan Leech dalam Kunjana (2005:66).Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, metode deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah jenis tindak tutur yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai yang terdiri dari : 1) tindak lokusi, 2) tindak ilokusi dan 3) tindak perlokusi, fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai memiliki 5 fungsi, yaitu : 1) fungsi asertif, 2) fungsi direktif, 3) fungsi ekspresif, 4) fungsi komisif, dan 5) fungsi deklarasi dan skala kesantunan yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, yaitu : 1) skala kerugian dan keuntungan, 2) skala pilihan, 3) skala ketidaklangsungan, 4) skala keotoritasan, dan 5) skala jarak sosial.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat
serta hidyah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan
salam selalu disampaikan kepada Rasulullah SAW yang merupakan seorang revolusioner
Islam, yang menjadi tauladan hidup penulis sampai saat ini dan sampai akhir zaman.
Skripsi ini berjudul “Tindak Tutur Dalam Bahasa Melayu Tanjung Balai”. Penulis
berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pembaca. Penulis membuat skripsil ini sebagai
tugas akhir di Fakultas Ilmu Budaya USU dalam Bidang Ilmu Sastra Daerah.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dan pengkajian
bahasa melayu, agar nantinya dapat dilestarikan oleh generasi muda sebagai warisan etnis
Melayu itu sendiri. Skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan
skripsi ini.
Medan, 2015
Penulis ,
Andika Syahputra Lubis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur hadirat Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan, kesempatan,
kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-
tulusnya atas bantuan tenaga dan pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam
menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A,
Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi
Adrian Muliadi, M.A. berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat
menyelesaikan studi pada waktu yang tepat.
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga M. Hum. sebagai Ketua Departemen Bahasa dan
Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya USU, yang senantiasa membimbing dan juga
mengarahkan penulis selama studi di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum. sebagai Sekretaris Departemen Sastra Daerah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan yang selalu memberi
saran serta petunjuk kepada penulis hingga selesai skripsi ini.
4. Ibu Dra. Rozanna Mulyani, M.A. sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Drs.
Departeman Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Medan.
5. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan, yang selalu membantu penulis belajar, serta
memperlancar urusan administrasi selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta Ibrahim Lubis dan Flora RismaWati Haro
yang tidak lelah mendidik penulis dari lahir hingga saat ini, serta yang telah
banyak berkorban baik waktu, tenaga, pikiran hingga materi serta doa dan kasih
sayang yang menjadi kekuatan penulis hingga dapat menyelesaikan
7. Kakak dan adik penulis, Ika Sari Lubis, Frans lubis dan Muhammad Arya Lubis
yang tidak hentinya memotivasi dan memberi semangat kepada penulis.
8. Amelia Annisya yang telah banyak memberikan motivasi, perhatian, kesabaran
dan bantuannya dalam penulisan skripsi ini.
9. Kawan-kawan Imsad stambuk 2009, Umay Ema, Dewi Kusuma Nasution, Jainal
Purba, Japatar, Huda Tanjung, Nikson Sihombing, Frans Panjaitan, Satria Sinaga,
Rayking Simare-mare serta kawan-kawan lainnya.
10.Keluarga besar Hijau Hitam Fak Ilmu Budaya, (Bang Eko, Bang Budi, Bang
Ansor, Bang Daru, Bang Evan, Bang Zulfan, Bang Palit, Bang Bembeng
Saswanda, Bang Fajar, Bang Izala, Bang Putra), Generasi 06 Fib Usu (Bang Vay,
Bang Juara, Bang Cimau, Bang Haris, Bang Bembeng Haryanto, Bang
Tesen,Bang Irpan, Bang Riki Likur), Generasi 07 (Ketua Dera, Bang Karo, Bang
Sakti, Bang Aween, Bang Ariga, Kak Indah, Kak Vivi) Generasi 08 (Bang Bobby,
Bang Cuyak, Bang Eri Gondrong, Bang Takim, Bang Bee, Bang Dodi, Bang Ibnu,
Ofi, Tari, Budi, Ryan), generasi 10 (Ketua Kolong, Pirly, Liska, Nina, Devi) dan
kawan- kawan pengurus komisariat (Ketua Fadda, Putri, ,Ardi, Muin, Adnan)
serta kawan-kawan lainnnya yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih
kepada kalian semua yang tak hentinya memberikan masukan-masukan serta
dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
11.Kak Fifi, Bang Risdo, Kak Nadila, kak Jihan dan adik-adik Imsad, Stambuk 2011
(Nuari, Yogo, Imam, Erma, Fenny, Anty, Lisna, Rini, Hendra, Zaza), Stambuk
2012 (Ketua Aam, Rizky Tongfang, Ikbal, Dedi, Riky, Ageng, Ucok, Lisa,
Yuyun,Reni, Arfan, Fella), Stambuk 2013 (Bella, Rena, Dila Amelia, Wardah)
serta yang lainnya.
12.Abang-abang dan kawan-kawan Sejarah, Bang Brad, Bang Marco, Tata, Nuel,
Philip, Leo, Ketua Roy, Jacob, Ami, Ikhsan, Iwan, dharma, Rahmad.
13.Sahabat-sahabat diluar fakultas, Bang Mitra, Bang Arbi, Bang Habib, Bang Oki,
Dimas, Aulia, Ade.
Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi
penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesilapan karena itu penulis
Medan, , 2015
Penulis
Andika Syahputra Lubis
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
UCAPAN TERIMA KASIH...iii
DAFTAR ISI...vii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Rumusan Masalah...7
1.3 Tujuan Penelitian...7
1.4 Manfaat Penelitian...8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9
2.1 kepustakaan yang relevan...9
2.2 teori yang digunakan...13
BAB III METODE PENELITIAN...22
3.1 Metode Dasar...22
3.2 Lokasi Penelitian...22
3.3 Jenis dan Sumber Data...23
3.4 Instrumen Penelitian...23
3.5 Metode Pengumpulan Data...23
4.1 jenis tindak tutur dalam bahasa melayu tanjung balai……….25
4.1.1 tindak tutur lokusi……….25
4.1.2 tindak tutur ilokusi………27
4.1.3 tindak tutur perlokusi………30
4.2 fungsi tindak tutur dalam bahasa melayu tanjung balai………..31
4.2.1 fungsi asertif……….32
4.2.1.1 tindak tutur asertif menyatakan……….32
4.2.1.2 tindak tutur asertif menyarankan………...33
4.2.1.3 tindak tutur asertif membual………..34
4.2.1.4 tindak tutur asertif mengeluh……….35
4.2.1.5 tindak tutur asertif mengklaim………..36
4.2.2 fungsi direktif……….…..37
4.2.2.1 tindak tutur direktif memesan……….…...37
4.2.2.2 tindak tutur direktif memerintah………38
4.2.2.3 tindak tutur direktif memohon………...39
4.2.2.4 tindak tutur direktif menasehati……….40
4.2.2.5 tindak tutur direktif merekomendasi……….41
4.2.3 fungsi ekspresif……….42
4.2.3.1 tindak tutur ekspresif mengucapkan terima kasih……….42
4.2.3.2 tindak tutur ekspresif memberi selamat……….43
4.2.3.4 tindak tutur ekspresif menyalahkan………...45
4.2.3.5 tindak tutur ekspresif memuji………45
4.2.3.6 tindak tutur ekspresif berbela sungkawa………...47
4.2.4 fungsi komisif………...47
4.2.4.1 tindak tutur komisif berjanji………..48
4.2.4.2 tindak tutur komisif bersumpah……….49
4.2.4.3 tindak tutur komisif menawarkan sesuatu……….50
4.2.5 fungsi deklarasi……….51
4.2.5.1 tindak tutur deklarasi berpasrah………51
4.2.5.2 tindak tutur deklarasi memecat………..52
4.2.5.3 tindak tutur deklarasi member nama……….53
4.2.5.4 tindak tutur deklarasi mengangkat………53
4.2.5.5 tindak tutur deklarasi mengucilkan………...54
4.2.5.6 tindak tutur deklarasi menghukum………54
4.3 kesantunan pada tindak tutur dalam bahasa melayu tanjung balai ……….55
4.3.1 skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale)……….55
4.3.2 skala pilihan (optionality scale)………...57
4.3.3 skala ketidak langsungan (indirecness scale)………...59
4.3.4 skala keotoritasan (authority scale)………..59
5.1 kesimpulan………...63
5.2 saran……….64
DAFTAR PUSTAKA...66
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Tindak Tutur dalam Bahasa Melayu Tanjung Balai” adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah jenis tindak tutur apakah yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, apakah fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, dan skala kesantunan apa sajakah yang terdapat pada tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, mendeskripsikan fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, dan mendeskripsikan skala kesantunan tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai. Teori yang digunakan adalah teori tindak tutur Searle (1983) dan teori skala kesantunan Leech dalam Kunjana (2005:66).Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, metode deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah jenis tindak tutur yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai yang terdiri dari : 1) tindak lokusi, 2) tindak ilokusi dan 3) tindak perlokusi, fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai memiliki 5 fungsi, yaitu : 1) fungsi asertif, 2) fungsi direktif, 3) fungsi ekspresif, 4) fungsi komisif, dan 5) fungsi deklarasi dan skala kesantunan yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai, yaitu : 1) skala kerugian dan keuntungan, 2) skala pilihan, 3) skala ketidaklangsungan, 4) skala keotoritasan, dan 5) skala jarak sosial.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang
ada dalam pikiran, namun lebih jauh lagi bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk
berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi,
setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep.Karena setiap
lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat
disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna.
Bahasa Indonesia adalah salah satu kebanggaan bangsa Indonesia.Bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional yang mengalami perjalanan sejarah yang
panjang.Perjalanan yang ditempuh oleh bahasaIndonesia tak terpisahkan dengan perjalanan
yang ditempuh oleh bangsa Indonesia untuk merdeka.
Nama bahasa Indonesia baru dikenal sejak 28 oktober 1928, yang sebelumnya bernama
bahasa Melayu.Bahasa Melayu yang mendasari bahasaIndonesia yang kemudian dijadikan
bahasa persatuan.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
lambang kebangsaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa
dan antar budaya. Dalam perjalanan perkembangan bahasa Indonesia banyak sekali jaringan
masalah kebahasaan di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh adanya persentuhan antara
bahasaIndonesia dan bahasa daerah, dan adanya persentuhan antara bahasaIndonesia dan bahasa
asing.
Bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, sebab fungsi
bahasa sangat urgen (penting) bagi kehidupan manusia seperti apa yang telah dinyatakan oleh
Ritonga (2007 : 2) bahwa secara umum bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi antar
anggota masyarakat, bila fungsi umum itu diperinci maka dapat dikatakan bahasaitu mempunyai
fungsi untuk :
a. tujuan praktis yaitu untuk mengadakan antar hubungan (interaksi) dalam
pergaulan sehari-hari.
b. tujuan artistik yaitu manusia mengolah dan mengungkapkan bahasa itu dengan
seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
c. menjadi kunci pembelajaran pengetahuan-pengetahuan lain dan,
d. tujuan filologis yaitu mempelajari naskah-naskah tua untuk menyelidiki latar
belakang sejarah manusia, sejarah kebudayaan, sejarah adat, serta perkembangan bahasa itu sendiri.
Jika dilihat dari penjelasan fungsi bahasa diatas, berarti bahasa sangat erat kaitannya
dengan segala aktivitas manusia yang ada di muka bumi ini,dapat dikatakan bahwa fungsi
bahasa sangat mempengaruhi tindak-tanduk masyarakat.
Pada dasarnya bangsa Indonesia berlatar belakang kedaerahan.Masing-masing daerah
atau suku bangsa mempunyai bahasa daerahnya sendiri.Seperti halnya masyarakat Melayu,
yang menggunakan bahasa Melayu berdasarkan daerah masing-masing.Khususnya di Sumatera
Utara sangat banyak dijumpai bahasa Melayu yang berbeda-beda.Salah satu contohnya bahasa
Banyaknya tumbuh permukiman ini membuat terjadinya asimilasi dalam hal
kebudayaan termasuk bahasa.Kenyataan ini membuat percampuran bahasa juga begitu cepat
terjadi diSumatera Utara, walaupun masih mengacu pada akarnya yaitu bahasa Melayu.
Kenyataan ini juga membuat bahasa Melayu di Sumatera Utara hadir dalam berbagai
dialek, antara lain bahasa Melayu dialek Langkat yang populasinya berada disekitar Kabupaten
Langkat dan kotaBinjai. Bahasa Melayu dialek DeliSerdang yang populasinya antara
kotaMedan dan Kabupaten DeliSerdang.Bahasa Melayu dialek Bandar Kalipah yang
populasinya antara sebagian Kabupaten DeliSerdang, kemudian Kabupaten SerdangBedagai,
kotaTebing Tinggi, dan Pagurawan (Kabupaten Batubara).Bahasa Melayu dialek Batubara yang
populasinya berada diwilayah sekitar Batubara (yakni mulai Kecamatan Medang Deras,
Seisuka, Air Putih, Limapuluh, Talawi, Tanjung Tiram dan SeiBalai).Bahasa Melayu dialek
Asahan populasinya terfokus diKisaran dan perbatasan dengan kotaTanjung Balai.Bahasa
melayu dialek Tanjung Balai disekitar kotaTanjung Balai.Bahasa Melayu juga hadir dalam
beberapa dialek dikabupaten Labuhan Batu yaitu bahasa Melayu dialek Panai, bahasa Melayu
dialek Bilah dan bahasa Melayu dialek Kualuh.
Dari dialek-dialek ini sebenarnya tidak banyak perbedaan yang mencolok, hanya dari
segi pengucapan beberapa kata tertentu,misalnya diLangkat untuk menyebutkan kata ‘apa’
diucapkan ‘ape’, di DeliSerdang diucapkan ‘maya’, di Batu Bara dan Asahan diucapkan ‘apo’.
Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya daerah-daerah ini pada mulanya dihuni oleh para
imigran Melayu dari Jambi, Palembang, Riau dan Semenanjung Malaysia.
Istilah pragmatik pertama kali muncul berasal dari seorang filosof pada tahun 1938 yang
dasar, yaitu sintaksis, semantik dan pragmatik.Menurut Charles Morris yang dikutip dari
Levinson dalam Nadar (2009:5) mengartikan bahwa pragmatik sebagai “the study of relation of
signs to interpreters” atau studi relasi antara tanda-tanda dengan para penafsirnya.Oleh karena
itu, tanda-tanda yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah bahasa yang berawal dari suatu
pemikiran dan kemudian berkembang pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu lingusitik.
Pragmatik terus mengalami perkembangan, yakni ditandai dengan semakin banyaknya
teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli. Para ahli seperti Austin, Searle dan Grice
menghasilkan teori baru tentang ilmu pragmatik. Austin dan Searle mengemukakan
teori-teori tindak tutur (speech act), sedangkan Grice tentang prinsip kerjasama (cooperative
principles) dan implikatur percakapan (conversational implicature) Rustono, (1999:1).
Didalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur
sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur.Menurut Rustono (1999:31) tindak tutur (speech act)
merupakan etnisitas yang bersifat sentral dalam pragmatik. Dalam berkomunikasi setiap penutur
akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan.Yule (1996 :47) berpendapat bahwa tindak tutur
adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Setiap tindak tutur yang diucapkan
oleh seorang penutur mempunyai makna tertentu. Tindak tutur dapat berwujud permohonan,
permintaan maaf,keluhan, pujian, undangan atau janji.
Kajian tindak tutur, merupakan hal yang perlu dikaji. Tindak tutur merupakan
pengejawantahan kompetensi komunikasi seseorang. Scheffrin(1994:365) mengemukakan,
people can do things to perform speech acts because the rules through with speech acts are
masa kanak-kanak hingga dewasa, berkembang sesuai dengan aturan yang merupakan konvensi
dalam komunitas bahasa tiap manusia.
Grass (1996:127) mengemukakan, tindak tutur bersifat fundamental pada komunikasi
manusia,... that fundamental to human communication is the nation of speech act. Sementara
Cohen (1996:384) mengatakan bahwa, a speech act is functional unit in communication, yang
berarti tindak tutur merupakan unit yang berfungsi penting dalam komunikasi.
Siregar (2003:172-173) mengatakan bahwa komunikasi sehari-hari atau siasat bahasa
dalam tindak tutur antara penutur dan penutur bertujuan untuk menciptakan dan menjaga
hubungan sosial, berhubungan dengan kesantunan.
Kesantunan atau etiket adalah tata cara, adat atau kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan atau disepakati bersama
oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati
oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut tatakrama.
Seseorang pada umumnya tidak pandai memilih petuturan yang baik atau bahkan tidak
memahami jenis dan fungsi petuturan yang seharusnya mereka pergunakan, baik dilingkungan
instansi maupun dilingkungan masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
faktor, diantaranya faktor pengetahuan seseorang, faktor lingkungan, faktor pergaulan dan faktor
keadaan daerah.Sebagai salah satu contoh petuturan yang disampaikan seseorang yang
kesehariannya di pasar sangat lah jauh berbeda dengan petuturan yang disampaikan seorang guru
yang kesehariannya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswanya dilingkungan
sekolah.Begitu pun tidak sedikit orang yang masih banyak kesalahan dalam menggunakan
Masyarakat Melayu masih mempertahankan kelestarian bahasanya, walaupun pada saat
ini sudah banyak terjadi perubahan, yang terjadi didalam bahasa yang digunakan masyarakat
Tanjung Balai sehari-hari. Dimana pengaruh bahasa gaul atau bahasa yang menggunakan
singkatan-singkatan lebih mendominasibahasa Melayu, terutama bahasa yang digunakan oleh
angkatan mudanya.
Dalam tindak tutur bahasa Melayu Tanjung Balai terlihat sebuah percakapan yang
menggambarkan adanya makna dibalik pengucapan bahasa yang digunakan seseorang terhadap
lawan bicaranya, contoh :
Udin : “Omak sodang mamasak di dapur” (ibu sedang memasak di dapur)
Kalimat tersebut memiliki informasi bahwa ibu dari si Udin sedang memasak didapur.
Dari contoh diatas kita dapat melihat adanya sebuah tindak tutur lokusi didalam kalimat
pernyataan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai. Tindak tutur lokusi di atas diutarakan oleh
penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan
sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan masyarakat Tanjung Balai dalam
kehidupan sehari-hari disamping bahasa Indonesia, namun adanya perubahan fungsi tindak tutur
terhadap pemahaman penggunaannya, maka penulisperlu untuk mengadakan sebuah penelitian
tentang kajian pragmatik pada sub tindak tutur dengan judul tindak tutur dalam bahasa Melayu
1.2 Rumusan Masalah
Setiap pembahasan memiliki masalah pokok yang akan dikaji, masalah tersebut dapat
kita artikan sebagai suatu hambatan dalam mencapai tujuan.
Tindak tutur adalah salah satu analisis pragmatik yang mengkaji bahasa dengan aspek
pemakaian aktualnya. Dalam mempelajari tindak tutur , maka si penutur harus memahami makna
tindak tutur didalam bahasa tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Jenis tindak tutur apakah yang digunakan dalam bahasa Melayu Tanjung Balai ?
2. Apakah fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai ?
3. Skala kesantunan apa sajakah yang terdapat pada tindak tutur dalam bahasa Melayu
Tanjung Balai?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali salah satu bentuk wacana bahasa
Melayu, yang sampai saat ini masih dipertahankan. Kajian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam usaha mempertahankan salah satu bahasa daerah yang ada di
Indonesia,khususnya di Sumatera Utara.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan di atas, yaitu :
1. Mendeskripsikan jenis tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai.
2. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian tentang tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung Balai diharapkan
dapat memberi manfaat dalam upaya melestarikan dan pengembangan pengetahuan bagi
masyarakat pada umumnya antara lain :
1. Memberikan sumbangan pada kajian pragmatik,khususnya kajian tindak tutur (speech
act).
2. Melestarikan kembali adat berbahasa masyarakat Tanjung Balai.
3. Menambah khazanah keilmuan daerah Tanjung Balai.
4. Melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh sarjana ilmu budaya di Fakultas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan Yang Relevan
Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan
dengan menggunakan referensi yang berhubungan, ini tidak terlepas dari buku-buku dan karya
ilmiah pendukung yang relevan dengan judul proposal ini. Agar penulisan karya ilmiah lebih
objektif, digunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik berupa
buku-buku maupun pemahaman teoritis dan pemaparan dari fakta-fakta yang diperoleh dari
lapangan.
Chaer (dalam Rohmadi, 2004) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala
individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si
penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti
tindakan dalam tuturannya.
Tutur merupakan ujaran lisan atau rentang perbincangan yang didahului dan diakhiri
dengan kesenyapan pada pihak penutur.Sebuah tutur adalah penggunaan / pemakaian sepenggal
bahasa, seperti rentetan kalimat, sebuah frase, sepatah kata, oleh seorang penutur. (Parera 2004 :
262)
Dalam tesis Sibarani (2008) dengan judul “tindak tutur dalam upacara perkawinan
1. Dalam upacara marunjuk tindak tutur yang digunakan adalah berbeda dengan bahasa
sehari – hari, karena dalam acara marunjuk biasanya digunakan umpasa ‘pantun’,
ungkapan, frase, dan kata yang khusus.
2. Tindak tutur dalam upacara marunjuk digolongkan dengan ‘raja panise’ penanya
pihak hulahula dan ‘raja pangalusi’ penjawab dari pihak boru dan dongan sabutuha
‘kawan semarga’ serta unsur diluar Dalihan Na Tolu.
Dalam skripsi Astika (2012) yang berjudul “ Tindak tutur pada upacara adat perkawinan
masyarakat Melayu di Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin” mengatakan
bahwa :
1. Komponen tindak tutur yang menggunakan pantun pada upacara adat perkawinan
masyarakat Melayu di Desa Pantai Cermin Kanan terdiri atas lokusi, ilokusi dan
perlokusi, dan terdapat pada tindak tutur hempang batang , silat laga, sepatah kata
dilaman/halaman, hempang kipas/hempang pelaminan.
2. Fungsi tindak tutur yang menggunakan pantun pada upacara adat perkawinan
masyarakat Melayu di desa Pantai Cermin Kanan memiliki beberapa fungsi, yakni (1)
fungsi ekspresif, (2) fungsi direktif, (3) fungsi komisif, (4) fungsi refresentatif, (5)
fungsi deklarasi.
Dalam setiap komunikasi, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa
pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka dalam setiap proses
komunikasi inilah terjadi apa yang disebut peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi
`Thomas (1995: 22) mendefenisikan ilmu pragmatik sebagai arti dalam interaksi ini
menggambarkan bahwa “makna” itu bukan suatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan
juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara dan pendengar, juga konteks ujaran (seperti
konteks fisik, sosial, budaya dan bahasa) dan arti yang mungkin muncul dari sebuah ujaran. Ini
merupakan defenisi interpretasi dari sudut pandang pendengar.
Menurut Cruse (2000:16) pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek
informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak
dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna
yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut
[penekanan ditambahkan].
Pragmatik berhubungan erat dengan tindak tutur karena pragmatik menelaah makna
dalam kaitan dengan situasi tuturan (Leech, 1983 : 19). Dalam menelaah tindak tutur, konteks
amat penting, telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita
menafsirkan kalimat disebut pragmatik
Telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan
kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak tutur (speech acts). Dalam menelaah tindak tutur ini, kita
harus menyadari benar-benar betapa pentingnya konteks ucapan / ungkapan.
Tindak tutur menurut Gunarwan (1999 : 1) adalah jika kita berbicara atau mengeluarkan
ujaran (apakah ujaran itu berupa kalimat, frase atau kata), apa yang keluar dari mulut kita itu
dapat dianggap sebagai tindakan. Tindakan itulah yang sekarang dikenal dengan nama tindak
Richards (dalam Suyono, 1990) menyatakan tindak tutur adalah “the thing we actually do
when we speak” atau “the minimal unit of speaking which can be said to have a
function”.Tindak tutur adalah sesuatu yang benar-benar kita lakukan pada saat kita
berbicara.Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat berfungsi.Dalam hal ini adalah
untuk berkomunikasi.Dari sini dapat dipahami bahwa tuturan berupa sebuah kalimat dapat
dikatakan sebagai tindak tutur jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa
merangsang orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.
Pertuturan atau tindak tutur adalah perbuatan yang menghasilkan bunyi bahasa secara
beraturan sehingga menghasilkan ujaran yang bermakna.Tindak tutur merupakan gejala
individual, bersifat psikologis, dan berkelangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si
penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Kesantunan dapat dilihat dari berbagai segi dalam kehidupan sehari-hari. (Muslich,
2006:1) mengatakan :
“Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun , maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik dimasyarakat tempat seseorang itu mengambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktu). Sudah tentu penilaian dalam proses yang panjang ini lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya.
Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempat atau
Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, seperti antara
anak dengan orang tua, antara tuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, dan sebagainya.
Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat
(bertindak) dan cara bertutur (berbahasa).”
Untuk dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada mitra tuturnya, seorang penutur
harus dapat memilih dan menggunakan bahasa dengan tepat, yaitu dengan bentuk
kalimat.Ketepatan pemilihan ragam bahasa sangat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi.
Dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh seorang penutur dapat diketahui apa yang dibicarakan
dan diinginkan penutur sehingga dapat dipahami oleh mitra tutur. Dengan demikian, mitra tutur
akan dapat menanggapi kalimat yang dibicarakan oleh penutur.
Adapun penelitian penulis yang berjudul tindak tutur, tidak sama dengan karya ilmiah
yang tersebut di atas, penulis mengkaji tentang , “Tindak tutur dalam bahasa Melayu Tanjung
Balai” yang masih sedikit dilakukan penelitiannya.
2.2 Teori Yang Digunakan
Untuk mengumpulkan data yang akurat dan memiliki landasan yang kuat maka
dipandang perlu menggunakan teori yang nantinya akan digunakan dalam meneliti dilapangan.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menganalisis sebuah ujaran yang berupa frase atau
kalimat yang mempunyai makna tuturan.Sehubungan dengan hal tersebut penulis menggunakan
teori tindak tutur Searle (1983).
Levinson (1983) dalam Rahardi (2005:48), mendefinisikan pragmatik sebagai studi
tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya.Batasan
Levinson itu, selengkapnya, dapat dilihat pada kutipan berikut.
Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language
(Levinson, 1983: 9)
Dalam berinteraksi dengan menggunakan bahasaterdapat kesantunan berbahasa, atau
disebutdengan kesantunan saja. Teori kesantunan banyakdiperoleh dari Brown dan Levinson
(1987), yangmemberi batasan kesantunan itu sendiri sebagai upaya sadar seseorang dalam
menjaga keperluanmuka orang lain. Istilah muka, dalam hubunganini, oleh Brown dan Levinson
(dalam Peccei 1999dan Yule 1996) dimaknai sebagai citra diriseseorang dalam masyarakat.
Teori tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim 1993:108).
Bertolak dari pendapat tersebut, buku How to do things with word (bagaimana melakukan
sesuatu dengan kata-kata) dengan pengarang Austin dan Searle yang menyajikan
makalah-makalah tindak tutur.
Dari pendapat di atas, Ibrahim (1993:109) menguraikan definisi tindak tutur, tindak tutur
adalah suatu tuturan yang berfungsi pikologis dan sosial di luar wacana yang sedang
terjadi.Definisi Ibrahim berbeda dengan Yule (2006:82) tindak tutur adalah tindakan-tindakan
yang ditampilkan lewat tuturan.Dengan demikian, dapat disimpulkan tindak tutur memiliki
fungsi psikologis dan sosial saat berkomunikasi dan sebagai sarana untuk melakukan sesuatu
melalui tindakan-tindakan yang diucapkan lewat lisan.
Austin (1962:1-11) membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi
mengatakan “Jakarta ibu kota Indonesia”. Sedangkan tindak tutur performatif adalah tindak tutur
yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu, pemakai bahasa tidak dapat
mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar, tetapi benar atau tidak.
Austin (1962) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan
sesuatu, dia juga melakukan sesuatu, misalnya, ketika seseorang menggunakan kata-kata kerja
promise ‘berjanji’, apologize ‘minta maaf’, name ‘menamakan’, pronounce ‘menyatakan’
misalnya dalam tuturan I promise i will come on time, I apologize for coming late dan I name
this ship Elizabeth, maka yang bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan
tindakan berjanji, meminta maaf dan menamakan. Tuturan-tuturan tersebut dinamakan tuturan
performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif.
Menurut Austin (1962), ada 3 syarat agar tuturan performatif dapat terlaksana (felicity
conditions), yaitu :
1. The persons and circumstances must be appropriate(pelaku dan situasi harus sesuai)
misalnya tuturan yang sering disampaikan kepada seorang pengantin I pronounce you man and wife (“saya nyatakan saudara-saudara sebagai suami istri”) hanya dapat dipenuhi bila yang mengucapkan adalah seseorang yang memang berwenang untuk mengucapkan tuturan tersebut.
2. The act must be executed completely and corretly by all participants (“tindakan harus dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh semua pelaku). Misalnya, seseorang pemimpin yang mengatakan you are totally wrong (“anda betul-betul salah”) kepada bawahannya namun tidak mampu menunjukkan kesalahannya ataupun peraturan apa yang membuatnya dianggap salah merupakan tuturan yang tidak valid.
3. The participants must have the appropriate intensions (“pelaku harus mempunyai
maksud yang sesuai”), misalnya tuturan I’ll see you on the office at three, sedangkan sebetulnya pukul tiga penutur tersebut tidak mengadakan janji lain dengan pihak tertentu, maka tuturan tersebut tidak valid.
Dari pemikiran austindiatas, Searle (1975) mengembangkan hipotesis bahwa pada
hakekatnya semua tuturan mengandung arti tindakan, dan bukan hanya tuturan yang mempunyai
Searle (1975) berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak
tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan,
minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat, dan sebagainya. Tuturan I’am sorry for
coming late bukanlah sekedar tuturan yang menginformasikan penyesalan bahwa seseorang
menyesal karena sudah datang terlambat, melainkan tindakan minta maaf itu sendiri.
Searle (1975) memberi contoh tindak tutur promise ada 5 syarat agar tindakan melalui
tuturan tersebut dikatakan valid, yaitu :
1. The speaker must intend to do what he promise(“penutur harus sungguh-sungguh
bermaksud melakukan apa yang dijanjikan”). Seseorang mungkin saja mengatakan I’ll lend you this dictionary tomorrow, namun kalau yang bersangkutan tidak sungguh-sungguh ingin meminjamkan kamus tersebut kepada lawan tuturnya besok maka tuturannya bukanlah suatu janji yang benar.
2. The speaker must believe (that the hearer believes) that the actions is in the hearer’s best interset (“penutur harus percaya bahwa lawan tutur percaya tindakan tersebut adalah yang terbaik untuk pihak lawan tutur”). Misalnya tuturan I promise I will hit you if you don’t lend me the book, bukan tuturan yang benar karena penutur tidak berjanji untuk kebaikan lawan tutur (tindak tutur yang mengancam daripada janji).
3. The speaker must believe that he can perform the action (“penutur harus percaya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan tersebut”) misalnya tuturan dari seseorang yang sakit kepada temannya yang berkunjung kepadanya I promise I will be well tomorrow tidak dapat dikatakan valid karena siswa tersebut tidak dalam posisi mempunyai kemampuan untuk mengontrol kesehatannya sendiri.
4. The speaker must predicate a future action (“penutur harus menyatakan tindakan di masa yang akan datang”). Suatu tuturan yang mengandung janji dengan bentuk lampau tidak dapat dianggap valid, misalnya I promise I did not lend the book to him. Tindak tutur menjanjikan haruslah memprediksikan suatu tindakan dimasa yang akan datang.
5. The speaker must be predicate an act of himself (“penutur harus menyatakan tindakannya sendiri). Seorang anak yang mengatakan I promise my mother will give you a lovely birthday present, tidak dapat dikatakan sebagai membuat janji yang baik karena yang bersangkutan tidak dapat mewakili ibunya untuk membuat janji.
.
Leech (Wijana, 1996) menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut
1. Penutur dan lawan tutur
2. Konteks tuturan
3. Tujuan tuturan
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Secara singkat masing masing aspek situasi tutur itu dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penutur dan lawan tutur di dalam beberapa literatur, khususnya dalam Searle (1983),
lazim dilambangkan dengan S (speaker) yang berarti ‘pembicara atau penutur’ dan H
(hearer) yang dapat diartikan ‘pendengar atau mitra tutur’. Digunakannya lambang S dan
H itu tidak dengan sendirinya membatasi cakupan pragmatik semata-mata hanya pada
bahasa ragam lisan saja, melainkan juga dapat mencakup ragam bahasa tulis.
2. Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para linguis. Konteks dapat
mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan baik secara fisik maupun nonfisik. Konteks
dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan
sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas
apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur. Berkenaan dengan hal itu
Leech (1983) telah menyatakan sebagai berikut.
I shall consider context to be any background knowledge assumed to be shared by S and
H and which contributes to H’s interpretation of what S means by a given utterance.
3. Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Dikatakan demikian, karena
pada dasarnya tuturan itu terwujud karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur
maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau
tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda. Di sinilah dapat
dilihat perbedaan mendasar antara pragmatik yang berorientasi fungsional dengan tata
bahasa yang berorientasi formal atau struktural.
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan bidang yang ditangani
pragmatik. Karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang terdapat dalam situasi tutur
tertentu,dapat dikatakan bahwa yang dibicarakan di dalam pragmatik itu bersifat konkret
karena jelas keberadaan siapa peserta tuturnya, dimana tempat tuturnya, kapan waktu
tuturnya, dan seperti apa konteks situasi tuturnya secara keseluruhan.
5. Tuturan dapat dipandang sebagai sebuah produk tindak verbal. Dapat dikatakan
demikian, karena pada dasarnya tuturan yang ada di dalam sebuah pertuturan itu adalah
hasil tindak verbal para peserta tutur dengan segala pertimbangan konteks yang
melingkupi dan mewadahinya.
Skala kesantunan Leech dalam Kunjana (2005:66) mengatakan teorinya sebagai berikut :
1) Skala Kerugian dan Keuntungan (Cost-benefit Scale), menunjuk kepada besar kecilnya
kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah
pertuturan.
2) Skala Pilihan (Optionality Scale), menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan
(Option) yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur didalam kegiatan bertutur.
3) Skala Ketidaklangsungan (Indirecness Scale), menunjuk kepada peringkat langsung atau
4) Skala Keotoritasan (Authority Scale), menunjuk kepada hubungan status sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
5) Skala Jarak Sosial (Social Scale), menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Dengan kata lain, tingkat
keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat
kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.
Adapun teori yang digunakan penulis adalah Searle (dalam Rahardi, 2005:35), dalam
bukunya speech acts: an essay in the philosophy of language menyatakan bahwa dalam
praktikpenggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak
tutur itu berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut : (1) tindak lokusioner (locutionary
acts),(2) tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner (perlocutionary
acts).
1) Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan
makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak tutur ini dapat disebut
sebagai the act of saying something. Dalam tindak lokusioner tidak dipermasalahkan
maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh si penutur.
Contoh :aku lapar
Maksud dari contoh tersebut, ‘aku’ sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan
‘lapar’ mengacu pada ‘perut kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta
makanan, semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberitahu si mitra tutur bahwa pada
2) Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu
pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something.
Contoh :sudah hampir jam tujuh
Maksud dari contoh tersebut, yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan
untuk memberitahu si mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan itu, waktu yang
menunjukkan hampir pukul tujuh, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan
mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan waktu yang menunjukkan
hampir pukul tujuh. Kalimat di atas bila dituturkan oleh seseorang suami kepada istrinya
di pagi hari, selain memberi informasi tentang waktu, juga berisi tindakan yaitu
mengingatkan si istri bahwa si suami harus segera berangkat kekantor, jadi minta
disediakan sarapan.
3) Tindak perlokusioner adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur.
Tindak tutur ini dapat disebut dengan the act of affecting someone.
Contoh :tanganku gatal
Maksud dari contoh tersebut, yang penutur ucapkan, dapat digunakan untuk
menumbuhkan pengaruh (effect) rasa takut kepada mitra tutur. Rasa takut itu muncul,
misalnya, karena yang menuturkan tuturan itu berprofesi sebagai seorang tukang pukul
yang pada kesehariannya sangat erat dengan kegiatan memukul dan melukai orang lain.
Untuk mengklasifikasikan fungsi tindak tutur didalam bahasa Melayu Tanjung Balai
mengacu pada pendapatSearle (dalam Rahardi, 2005:36), yaitu :
2) Direktif (directives), yakni bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat
pengaruh agar simitra tutur melakukan tindakan, misalnya memesan (ordering),
memerintah(commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan
merekomendasi (recommending).
3) Ekspresif (expressives), adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau
menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih
(thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan
(blaming), memuji (praising), dan berbelasungkawa (condoling).
4) Komisif (commissives), yakni bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau
penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah(vowing), dan menawarkan sesuatu
(offering).
5) Deklarasi (declarations), yakni bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan
kenyataannya, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membabtis
(christening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif,Sugiyono (2010 : 8) metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.Yang oleh Nawawi (1967 : 63) diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya.
Dengan demikian data dan informasi akan dicatat dan dikumpulkan untuk dianalisis,
sehingga penulis dapat mendeskripsikan data-data fakta yang terdapat dilapangan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjung Balai. Penulis
memilih lokasi ini karena bahasa yang digunakan masyarakat Tanjung Balai adalah bahasa
Melayu, sehingga layaklah diambil sebagai lokasi penelitian karya ilmiah ini. Penulis juga ingin
3.3 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data lisan yang diambil langsung kelapangan
dengan menunjuk beberapa informan yang dianggap dapat menggunakan tindak tutur ketika
berkomunikasi dalam bahasa Melayu Tanjung Balai. Dan sumber data yang dikumpulkan dapat
diperoleh dari data percakapan keluarga, nelayan dan percakapan sehari-hari dipasar.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku catatan, kamera
dan alat rekam, yang digunakan untuk merekam data dari informan.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode
mengumpulkan data, yaitu :
1. Metode kepustakaan,
Mencari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari
berbagai referensi.
2. Metode observasi,
Penulis turun langsung kelapangan melakukan pengamatan terhadap objek yang
hendak diteliti.
3. Metode wawancara
Penulis melakukan wawancara kepada para penutur yang dianggap memenuhi syarat
sebagai informan untuk dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan
3.6 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, karena metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif maka
peneliti bersikap netral sehingga tidak mempengaruhi data. Metode analisis data merupakan
suatu langkah kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah dengan
menganalisis data yang telah dikumpul.
Untuk menganalisis data dilakukan prosedur sebagai berikut :
1. Menulis data yang diperoleh dari lapangan.
2. Data yang diperoleh akan diterjemahkan kebahasa Indonesia.
3. Setelah diterjemahkan kemudian diklasifikasikan sesuai objek pengkajian.
4. Setelah diklasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang telah
ditetapkan yaitu tindak tutur. dan
5. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis sehingga
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Jenis Tindak Tutur Dalam Bahasa Melayu Tanjung Balai
Searle dalam bukunya Act: An Essay in the Philoshopy of Language mengemukakan
bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur
(dalam Rohmadi 2004: 30) yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary
act), dan tindak tutur perlokusi (perlocutionary act). Hal ini senada dengan pendapat Austin
yang juga membagi jenis tindak tutur menjadi lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Jenis tindak tutur dapat dibagi menjadi tiga bagian :
4.1.1 Tindak Tutur Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa dan kalimat itu sendiri sesuai dengan
makna yang terkandung oleh kata, frasa dan kalimat itu sendiri.Tindak lokusi mengandung
makna literal seperti pada contoh :It is hot here‘panas sekali disini’(Cohen : 1996 : 184). Makna
lokusinya berhubungan dengan temperaturan udara di tempat itu.
Tindak lokusi dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dalam sebuah kalimat yang
mengandung makna pada saat mengucapkan sesuatu. Dapat dilihat pada contoh berikut ini,
diucapkan oleh seorang nelayan :
(1) Palaut tu salah satu pakorjoan orang di Tanjung Bale ni.
Maksud dari kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata hanya untuk
menginformasikan bahwasanya nelayan itu adalah pekerjaan sebagian masyarakat yang berada di
Tanjung Balai khususnya dibagian pesisir.
(2) Koncang kali hari ni anginnyo bah.
‘Sangat kencang hari ini anginnya lah’
Maksud dari kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata hanya
menginformasikan tentang keadaan cuaca ketika pergi melaut, bahwa angin sangat kencang.
(3) Rajoki tu sudah ado yang mangatur.
‘Rejeki itu sudah ada yang mengatur’
Maksud dari kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata hanya
menginformasikan bahwa rejeki seseorang itu, Tuhan lah yang mengaturnya.
(4)Air laut rasonyo asin.
‘air laut rasanya asin’
Maksud dari kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata hanya
menginformasikan bahwa rasa air laut itu asin.
(5)Tanjung bale tu adalah kota korang.
‘Tanjung balai itu adalah kota kerang’
4.1.2 Tindak Tutur Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi
tertentu, tuturan yang diucapkan si penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu
si mitra tutur, namuh lebih dari itu bahwa si penutur menginginkan mitra tutur melakukan
tindakan tertentu yang berkaitan dengan masalah yang dituturkannya.
Tindak ilokusi mengandung makna yang berhubungan dengan fungsi sosial. Pada kalimat
It is hot here (Cohen : 1996:184). Makna ilokusinya adalah permintaan (request) agar membuka
jendela lebar-lebar, atau bila kalimat tersebut diulang-ulang, mungkin mengisyaratkan keluhan
(complain).
Tindak ilokusi dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dalam sebuah percakapan yang
mengandung makna pada saat mengucapkan sesuatu. Dapat dilihat dari sebuah percakapan yang
diucapkan oleh seseorang nelayan, seperti contoh berikut :
(6) (A)Woy Ful, barapo kilo tangkapan kau ari ni?
‘Hei Ful berapa kilogram yang kau tangkap hari ini?’
(B)Tak banyak bang, limo kilo nang dapat ku.
‘Tidak banyak bang, lima kilogram yang aku dapat’
(A)Bah, nang gawat la ko jang, orang si Fi’i bisanyo dapat ompat puluh kilo sari ni.
‘Wah, yang gawatlah kau, si Fi’i bisanya dapat empat puluh kilogram satu hari ini’
‘si Fi’i lengkap alatnya bang, apa tidak banyak dapat orang itu’
(A)Ah… banyak bonar kelah kau, dari haritu kau ku paratikan, kalo memang tak
sanggup kau lagi, elok baronti kau, manumpurkan kau jang! Banyaknyo lagi nang
ondak bakarojo samo aku, bek nang sogan nya aku samo incek kau salamonyo ni,
mako kupatahankan kau salamonyo ni, tapi kalok bagininyo cara kau, elok la kau
baronti, tak usah barelokanpun aku samo incek kau jadi.
‘Ah... banyak benar alasan kau, dari hari itu kau kuperhatikan, kalau memang tidak
sanggup kau lagi, bagus berhenti kau, membuat rugi saja kau! Banyak lagi yang
mau berkerja sama aku, dikarenakan yang segan nya aku sama pakcik kau
selamanya ini, maka kupertahankan kau selamanya ini, tapi kalau begininya cara
kau, bagus lah kau berhenti,jadi tidak usah aku baikkan sama paman kau pun tak
mengapa.’
(B)Jangan la bagitu bang, kamano lagi ondak kucari karojo, abanglah lagi harapan
ku kinin.
‘Jangan lah begitu bang, kemana lagi mau kucari kerja, abang lah harapan aku
sekarang.’
(A)Makonyo kalo bakorjo tu botul-botul, jangan ondak ati kau sajo.
‘Makanya kalau berkerja itu betul-betul, jangan suka hati kau saja.’
(B)Iyo bang kasi la aku kasompatan sakali lagi bang, tongah sakit aku nang kalaut
ni bang, makonyo sikit dapatku tangkapan tu.
(A)Tak paduli aku, ondak patah punggung kau tu, bante ko lah,yang ponting banyak
ko dapat ikan tu.ingat yo, kasompatan pangabisan ni kukasi samo kau, kalo totap
macam bagininyo, eloklah kau baronti, ko ingatla cakap ku ini
‘Tidak peduli aku, mau patah pinggang kau itu, terserah kau lah, yang penting
banyak kau dapat ikan itu. Ingat ya, kesempatan penghabisan ini kukasi sama
kau, kalau tetap seperti begini, baguslah kau berhenti, kau ingat lah yang
kukatakan ini.’
(B)Iyo bang, iyo bang, tak kuulangi lah lagi macam bagitu.
‘Iya bang, iya bang, tidak aku ulangi lagi lah seperti begitu.’
(A)Udah, nah gaji kau ari ni.
‘Sudah, ini gaji kau hari ini.’
(B)Mokasi bang.
‘Terima kasih bang’
Percakapan di atas adalah sebuah percakapan antara palaut (nelayan) dan tokeh (pemilik
kapal) di sebuah tangkahan (tempat kapal berlabuh) terlihat seorang tokeh sedang menanyakan
hasil yang didapat hari ini oleh anak buah nya atau nelayan dan ternyata hasil yang didapatnya
tidak memuaskan sehingga tokeh (pemilik kapal) meluapkan amarah kepada anggotanya dan
memberikan peringatan kepada anggotanya bahwasanya, kalau tidak sanggup bekerja keras lebih
baik mengundurkan diri. Karenamasih ada rasa segan terhadap paman nya, makanya palaut
(nelayan) itu masih dipekerjakannya. Palaut (nelayan) memiliki banyak alasan ketika diberikan
beberapa pertanyaan dan terlihat meminta belas kasihan kepada tokehnya(pemilik kapalnya)
karena dia tidak tahu harus kemana mencari pekerjaan lagi. Namun pemilik kapal tidak
pemilik kapal masih memberikan kesempatan terakhir kepada palaut (nelayan) untuk mencari
ikan kembali dan memberikan upah untuk pendapatannya hari ini.
4.1.3 Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur ini dapat menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur, untuk menumbuhkan
pengaruh rasa takut kepada mitra tutur. Rasa takut itu muncul karena si penutur menuturkan
sesuatu hal yang berkaitan dengan diri si penutur.
Tindak perlokusi menghasilkan hasil atau efek, untuk kalimat It is hot here (Cohen : 1996
: 184) berdasarkan konteks tertentu maka hasil yang diperoleh mungkin jendela akan dibuka
lebar-lebar atau tidak menghiraukan sama sekali.
Tindak perlokusi dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dapat dilihat dalam sebuah
percakapan yang menumbuhkan pengaruh terhadap mitra tutur nya, seperti contoh berikut :
(7) (A)Tak paduli aku, ondak patah punggung kau tu, bante ko lah,yang ponting banyak
ko dapat ikan tu.ingat yo, kasompatan pangabisan ni kukasi samo kau, kalo totap
macam bagininyo, eloklah kau baronti, ko ingatla cakap ku ini
‘Tidak peduli aku, mau patah pinggang kau itu, terserah kau lah, yang penting
banyak kau dapat ikan itu. Ingat ya, kesempatan penghabisan ini kukasih sama kau,
kalau tetap seperti begininya, baguslah kau berhenti, kau ingat lah yang kukatakan
ini.’
Maksud percakapan di atas disampaikan pihak penutur untuk menumbuhkan pengaruh
kepada mitra tutur. Pengaruh itu disampaikan pada saat si mitra tutur memberitahukan kepada
penutur bahwasanya si mitra tutur akan lebih giat lagi berusaha dalam hal mencari ikan di laut.
(8) (A)Udahla mak, janganlah omak tambah lagi poning kapaloku ni, udah konyang aku
satu harian ni kono repeti orang, jangan omak tambah-tambahi lagi.
‘Sudah lah ibu, jangan lah ibu tambah lagi pening kepala aku ini, sudah banyak
aku satu harian ini kena repeti orang, jangan ibu tambah-tambahi lagi.’
(A)Udah, mandilah kau dulu ko tidak, abis tu makan kau, ado gule kapalo gurami tu
kumasakkan untuk kau.
‘Sudah, mandilah kau dulu kok tidak, selesai itu makan kau, ada gulai kepala ikan
gurami itu kumasakkan untuk kau.’
(A)Iyola mak, mandilah aku dulu.
‘Iya lah ibu, mandilah aku dulu.’
Maksud percakapan di atas disampaikan pihak penutur untuk menumbuhkan pengaruh
kepada mitra tutur. Pengaruh itu disampaikan pada saat mitra tutur memberitahukan kepada
penutur bahwa simitra tutur akan membersihkan dirinya karena sudah terlihat kotor dan setelah
selesai langsung dipersilahkan makan. Pada percakapan ini terlihat bahwa mitra tutur
memperdulikan apa yang dikatakan oleh penutur.
4.2 Fungsi Tindak Tutur Dalam Bahasa Melayu Tanjung Balai
Dalam hal ini sesuai dengan pembahasan disebutkan bahwa kalimat yang terlihat hanya
dibagi menjadi lima fungsi, yaitu : fungsi asertif, fungsi direktif, fungsi ekspresif, fungsi komisif
dan fungsi deklarasi.
Fungsi tindak tutur tersebut adalah dilihat dari tujuan tindak tutur tersebut dituturkan
yaitu kepada siapa dan untuk apa tindak tutur tersebut dituturkan.
Pembagian fungsi tindak tutur Searly dalam Levinson (yaitu) :
4.2.1 Fungsi Asertif
Bentuk tuturan ini berfungsi untuk mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang
diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), membual (boasting),
mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming).
Dalam hal ini dimaksudkan adanya ungkapan yang lebih berorientasi pada pesan,
mengandung arti yang cukup luas dan mengacu pada bentuk pesan.
4.2.1.1 Tindak Tutur Asertif Menyatakan
Tindak tutur menyatakan adalah tindak tutur yang bermakna menyatakan sebuah
pernyataan kepada mitra tutur untuk melakukan seperti apa yang dinyatakan oleh penutur. Dalam
bahasa Melayu Tanjung Balai dapat dilihat contoh berikut :
(9) Lusolah kito ka laut yo
‘Lusa lah kita ke laut ya’
(10) Gawat bah ditokan angin koncang tu
‘gawat lah di tekan angin kencang itu’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyatakan kepada mitra tutur bahwa angin saat ini
sangat kencang atau lebih kepada keadaan cuaca yang tidak bagus.
(11) Kito hari ni tak kalaut yo
‘kita hari ini tidak kelaut ya’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyatakan kepada mitra tutur bahwa kegiatan
melaut untuk hari ini ditiadakan atau diliburkan dengan beberapa alasan.
4.2.1.2 Tindak Tutur Asertif Menyarankan
Tindak tutur menyarankan adalah tindak tutur yang memberikan saran atau anjuran
kepada mitra tutur agar saran itu bisa diterima atau pun tidak. Dalam bahasa Melayu Tanjung
Balai dapat dilihat sebagai berikut :
(12) Ondaknyo korjokan sajolah yang baek-baek tu
‘mau nya kerjakan sajalah yang baik-baik itu’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyarankan kepada mitra tutur untuk mengerjakan
yang baik-baik saja dari pada mengerjakan yang tidak baik.
(13)Tak baek mangendeng ajo korjo
Fungsi tindak tutur ini adalah menyarankan kepada mitra tutur untuk tidak melakukan
pekerjaan mangendeng atau numpang makan kepada orang lain.
(14) Pinomat kita baronti sakojap
‘setidak-tidaknya kita berhenti sebentar’
Fungsi tindak tutur ini adalah menyarankan kepada mitra tutur untuk berhenti sebentar
dari aktifitas yang dilakukan.
4.2.1.3 Tindak Tutur Asertif Membual
Tindak tutur membual adalah tindak tutur yang mengumbar cerita berlebihan kepada
mitra tutur yang sebenarnya tidak nyata terjadi.Dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dapat
dilihat sebagai berikut :
(15) Kutengok samalam ikan togap disunge
‘aku lihat semalam ikan besar di sungai’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk mengumbar cerita kepada mitra tutur tentang ikan
besar yang ada di sungai namun ikan yang dimaksud tidak benar adanya.
(16) Kemaren tu hujan batu bah disini
‘kemarin itu hujan batu lah disini’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk mengumbar cerita bohong kepada mitra tutur tentang
‘ada hantu yang bersuara dengan hidung sengau di dekat pohon rambutan’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk membohongi mitra tutur dengan memberitahukan
adanya sosok makluk halus yang berada dekat pohon rambutan.
4.2.1.4 Tindak Tutur Asertif Mengeluh
Tindak tutur mengeluh adalah tindak tutur yang terjadi karena ingin mengungkapkan rasa
susah yang disebabkan oleh penderitaan, kesakitan, ataupun kekecewaan dengan apa yang telah
dialami. Dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dapat dilihat sebagai berikut :
(18) Bah, nang dipikir PLN ni nyo tahan kami bagini torus, tolong lah PLN hidupkan
lampu tu, dah poning ini
‘lah, yang dipikir PLN ini nya kami tahan terus begini, tolong lah PLN hidupkan
lampu itu, sudah pening ini’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menceritakan kerisauan penutur karena merasa
pening terhadap kelakuan pihak PLN yang selalu mematikan aliran listrik tanpa memikirkan efek
yang dirasakan oleh masyarakat.
(19) Ahhhhk, pak aku tak suko disuruh-suruh torus, aku ondak diam disini ajo
‘ahhhhk, pak aku tidak suka disuruh-suruh terus, aku mau diam disini saja’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk berkeluh kesah terhadap mitra tutur yang selalu
menyuruhnya sehingga dia mengeluhkan bahwasanya penutur tidak suka disuruh dan lebih
(20) Mak bolikkan lah aku baju baru, bontar lagi hari rayo, orang tu sudah banyak yang
boli
‘ibu belikkan lah aku baju baru, bentar lagi lebaran, orang itu sudah banyak yang
beli’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk mengeluhkan kepada ibunya tentang keadaan yang
sebentar lagi mau lebaran namun bajunya belum ada, sementara orang lain sudah banyak yang
belanja dan beli baju baru untuk lebaran.
(21) Bolum ado lagi duit omak nak mambolikkan kau baju
‘belum ada lagi duit ibu mau membelikan kau baju’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk mengeluhkan kepada anaknya tentang keadaan
bahwasanya duit ibunya belum ada untuk membelikannya baju.
4.2.1.5 Tindak Tutur Asertif Mengklaim
Tindak tutur mengklaim adalah tindak tutur meminta atau menuntut pengakuan atas suatu
fakta bahwa seseorang (suatu organisasi, perkumpulan, negara, dan sebagainya) berhak memiliki
atau mempunyai hak atas sesuatu. Dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dapat dilihat sebagai
berikut :
(22) Kau tau macammano keluargo kito, keluargo kito bukan macam keluargo-keluargo
lainnyo
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk meminta pengakuan terhadap mitra tutur untuk
mengetahui bahwa keluarga penutur berbeda dengan keluarga lainnya atau memiliki ciri
tersendiri.
(23) (A)Bot ni punyo wak tu, aku manengok kemaren lalu dio mamboli bot tu dari si
sangkot
‘kapal ini milik uwak itu, aku melihat beberapa bulan lalu dia membeli kapal itu
dari si Sangkot’
(B)Iyo aku jugo tau nyo bot ni punyo wak tu
‘iya aku juga tau nya kapal ini punya uwak itu’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk meminta pengakuan terhadap mitra tutur untuk yakin
kepada apa yang telah disampaikan penutur bahwa pemilik kapal itu adalah uwak tersebut,dan
mitra tutur juga menanggapi pengakuan tersebut.
4.2.2 Fungsi Direktif
Bentuk tuturan ini berfungsi untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan
tindakan, misalnya memesan (ordering), memerintah (commanding), memohon (requesting),
menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending). Tindak tutur ini disebut juga tindak
tutur impositif.
4.2.2.1 Tindak Tutur direktif Memesan
Tindak tutur memesan adalah tindak tutur yang memberikan suatu pesan
(disediakan,dibuatkan) sesuatu. Dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dapat dilihat sebagai
berikut :
(24) Bolikkan dulu gulo dikode wak amin
‘beli kan dahulu gula di warung uwak amin’
Dituturkan oleh seorang ibu yang sedang memasak kepada anaknya. Fungsi tindak tutur
ini adalah untuk menyuruh melakukan sesuatu seperti yang terdapat dalam tuturannya. Dalam
hal ini mitra tutur harus melakukan tindakan yang harus dilakukan setelah mendengar sebuah
tuturan yang dituturkan oleh penutur.
(25)Kubitkan ikan tu sikit tuk aku
‘cabikkan ikan itu sedikit untuk aku’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyuruh (meminta) mitra tutur melakukan
cabikkan sedikit kepada ikan karena penutur ingin merasakan ikan tersebut.
(26) Copat kau datang yo
‘cepat kau datang ya’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyuruh (meminta) mitra tutur untuk cepat datang
dikarenakan kegiatan akan segera dimulai
4.2.2.2 Tindak Tutur Direktif Memerintah
(27) Pogi ajolah kau kapasar tu, disinipun ontah apo sajo yang kau korjokan
‘pergi sajalah kau ke jalan itu, disinipun entah apa saja yang kau kerjakan’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyuruh atau memintakan kepada mitra tutur untuk
segera pergi karena sipenutur beranggapan mitra tutur hanya mengganggu penutur saja.
(28) Angkatkan dulu jaregen minyak tu, biar barangkat kito sakarang
‘angkatkan dulu jerigen minyak itu, supaya kita berangkat sekarang’
Dituturkan oleh seorang tekong (pengemudi kapal) yang mau berangkat melaut kepada
anggotanya. Fungsi tindak tutur ini adalah memerintah kepada mitra tutur untuk mengangkat
jerigen yang berisikan minyak agar kapal bisa berangkat.
(29) Copat kau sadikit, sudah telambat ni
‘cepat kau sedikit,sudah terlambat ini’
Fungsi tindak tutur ini adalah untuk memerintah mitra tutur untuk bekerja lebih cepat lagi
karena penutur merasa sudah terlambat.
4.2.2.3 Tindak Tutur Direktif Memohon
Tindak tutur memohon adalah tindak tutur meminta sesuatu dengan cara yang lebih sopan
atau hormat. Dalam bahasa Melayu Tanjung Balai dapat dilihat sebagai berikut :
(30) Mohonlah yo nak jangan dibuat lagi yang tak botul tu