• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI

KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Skripsi

Oleh

BASARIA SIMANJUNTAK

NIM 100701035

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Oleh Basaria Simanjuntak

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini dipilih 3 kecamatan sebagai daerah penelitian dengan 9 titik pengamatan. Tiap titik pengamatan ( desa ) ditetapkan tiga informan sebagai narasumber. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik pancing, cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan adanya variasi pada bidang fonologi yang meliputi korespondensi fonemis dan variasi fonemis, dan adanya variasi leksikon. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas dua dialek, yaitu Dialek Humbang Hasundutan Utara ( desa Sionom Hudon Runggu dan desa Sihas Tonga ), dan Dialek Humbang Hasundutan Selatan ( desa Sionom Hudon Timur, desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, desa Siambaton Pahae, dan desa Purba Baringin ). Dialek Humbang Hasundutan Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Barat (desa Sionom Hudon Timur dan desa Siambaton Pahae) dan Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Timur ( desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, dan desa Purba Baringin ).

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan hasil akhir dari kegiatan akademik selama penulis

menuntut ilmu di Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di

Kabupaten Humbang Hasundutan. Pemilihan judul dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang variasi dialek, pemetaan bahasa, dan tingkat isolek

bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai

pihak, baik moral maupun material serta secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Bapak Dr.

Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Yuddi Adrian

Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen

(5)

4. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp selaku Sekretaris Departemen Sastra

Indonesia.

5. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran membimbing dan memberikan saran-saran yang sangat

membangun untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu

memberi saran-saran yang cukup berharga kepada penulis.

7. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

penulis selama dalam masa perkuliahan.

8. Ayahanda M.Simanjuntak dan Ibunda H.L. Sihombing yang telah

memberikan kasih sayang, doa, dan dorongan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan perkuliahan.

9. Abang Erwin Marbun yang telah bersedia menemani peneliti untuk

menjelajahi Kabupaten Humbang Hasundutan untuk memenuhi data penelitian

penulis.

10.Teman-teman seperjuangan Desy, Melda, Amel, Cyntia, Gledis, Mia, Bunga,

Osen yang selalu mendukung peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Ka Yonelda dan Ka Novita yang memberikan dukungan dan doa.

12.Teman-teman stambuk 2010 yang membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi

(6)

memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga seluruh pihak yang berjasa kepada

penulis, senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2014

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Batasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.2.1Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2.2 Manfaat Praktis ... 10

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Konsep ... 11

2.1.1 Dialek ... 11

2.1.2 Geografi Dialek ... 11

(8)

2.1.4 Variasi Fonetik ... 13

2.1.5 Variasi Leksikon ... 13

2.1.6 Isoglos, Heteroglos ... 13

2.1.7 Peta Bahasa ... 14

2.2 Landasan Teori ... 15

2.3 Tinjauan Pustaka ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 20

3.1.2 Waktu Penelitian ... 20

3.2 Sumber Data ... 20

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data ... 27

BAB IV PEMBAHASAN ... 28

4.1 Distribusi Fonem ... 28

4.2 Variasi Bunyi ... 31

4.2.1 Variasi Bunyi Vokal ... 31

4.2.2 Variasi Bunyi Konsonan ... 34

4.3 Korespondensi Bunyi ... 36

4.3.1 Korespondensi Bunyi Vokal ... 37

4.3.2 Korespondensi Bunyi Konsonan ... 42

(9)

4.5 Pemetaan Variasi Isolek ... 79

4.5.1 Peta Perbedaan Fonologi ... 80

4.5.2 Peta Perbedaan Leksikon ... 92

4.6. Analisis Dialektometri ... 144

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 148

5.1 Simpulan ... 148

5.2 Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 151

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel I : Distribusi Bunyi Vokal

Tabel II : Peta Vokal

Tabel III : Distribusi Bunyi Konsonan

Tabel IV : Peta Konsonan

Tabel V : Variasi Bunyi Vokal

Tabel VI : Variasi Bunyi Konsonan

Tabel VII : Korespondensi Bunyi Vokal

Tabel VIII : Korespondensi Bunyi Konsonan

Tabel IX : Perbedaan Leksikal

(11)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Oleh Basaria Simanjuntak

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini dipilih 3 kecamatan sebagai daerah penelitian dengan 9 titik pengamatan. Tiap titik pengamatan ( desa ) ditetapkan tiga informan sebagai narasumber. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik pancing, cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan adanya variasi pada bidang fonologi yang meliputi korespondensi fonemis dan variasi fonemis, dan adanya variasi leksikon. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas dua dialek, yaitu Dialek Humbang Hasundutan Utara ( desa Sionom Hudon Runggu dan desa Sihas Tonga ), dan Dialek Humbang Hasundutan Selatan ( desa Sionom Hudon Timur, desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, desa Siambaton Pahae, dan desa Purba Baringin ). Dialek Humbang Hasundutan Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Barat (desa Sionom Hudon Timur dan desa Siambaton Pahae) dan Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Timur ( desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, dan desa Purba Baringin ).

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah rangkaian tuturan kata, mengandung makna yang dapat

dipahami oleh penuturnya, sedangkan dialek merupakan varian suatu bahasa.

Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk

membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan

sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen dalam Ayatrohaedi,

1983:1).

Bahasa daerah merupakan salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia

yang perlu dilestarikan. Undang-Undang Kebahasaan Nomor 24/2009 mengatur

tentang ketentuan keberadaan bahasa daerah. Dalam Bab 1 Ketentuan Umum

pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan

turun temurun oleh warga negara Indonesia di daerah – daerah di wilayah Negara

Kesatuan Indonesia. Dalam pasal 42 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah daerah

wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar

tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai

dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan

budaya Indonesia. Mengingat pentingnya pelestarian bahasa daerah, penelitian

mengenai bahasa daerah layak untuk dilaksanakan.

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang harus

(13)

bahasa untuk berkomunikasi adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Humbang

Hasundutan adalah sebu

pada

o1' - 2o 28'

Lintang Utara, 98o10' - 98o58' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya

memiliki batas:

• Sebelah Utara : Kabupaten Samosir

• Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara

• Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah

• Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Barat

Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada ketinggian 330-2.075 m di atas

permukaan laut (dpl.). Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang berada

pada ketinggian di bawah 500 m dpl. hanya sekitar 12% meliputi sebagian

Kecamatan Pakkat dan Tarabintang, 500-1000 m dpl. sekitar 36% meliputi

Kecamatan Tarabintang, Baktiraja, sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan

Parlilitan, ketinggian antara 1000-1500 m dpl. sekitar 48% meliputi Kecamatan

Doloksanggul, Pollung, Lintongnihuta, Paranginan, Onanganjang, Sijamapolang,

sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan Parlilitan, ketinggian di atas 1500 m dpl.

sekitar 3% meliputi daerah Dolok Pinapan. Jika dilihat dari kemiringan tanah

yang tergolong datar hanya 11%, landai sebesar 20%, dan miring terjal 69%.

(14)

itu memiliki bahasanya sendiri, yang disebut dengan bahasa Batak Toba, bahasa

Batak Karo, bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Pakpak Dairi, dan bahasa

Batak Angkola Mandailing. Bahasa Batak Toba sebenarnya bervariasi menurut

daerah geografisnya, sehingga terdapat dialek-dialek yang di daerah Tapanuli

Utara disebut dialek Toba Silindung yang meliputi Kota/Kecamatan Tarutung,

Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Garoga, Kecamatan

Pangaribuan, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Adiankoting, dan Pahae Jae, di

daerah Humbang Hasundutan disebut dialek Toba Humbang yang meliputi

Kecamatan Siborongborong, Pagaran, Muara, Kabupaten Humbang Hasundutan

(kecuali Kecamatan Parlilitan karena pengaruh teritorial Kabupaten Dairi), dan di

daerah Samosir menggunakan dialek Toba Samosir yang meliputi hanya

Kabupaten Samosir saja, yaitu Kecamatan Palipi, Pangururan, Onan Runggu,

Simanindo, dan Harian. Dialek Toba dipergunakan di wilayah toba, yaitu di

Kecamatan Balige, Laguboti, Porsea, Lumban Julu, Silaen, dan Parsoburan, dan

dialek Sibolga dipergunakan di Sibolga dan sebagian wilayah Silindung, yaitu di

Kecamatan Adiakoting (Kabar Bangun, 1984: 9).

Berdasarkan penelitian terdahulu ciri pembeda dialek-dialek bahasa Batak

Toba itu dapat dibagi atas beberapa perbedaan misalnya: perbedaan fonologis,

morfologis, sintaksis, dan semantis. Perbedaan fonologis misalnya, [amaη] ‘ayah’

(dalam dialek Silindung dan Humbang), [amoη] ‘ayah’ (dalam dialek Toba dan

Samosir), [apaη] ‘ayah’ (dalam dialek Sibolga). Perbedaan yang lain misalnya,

perbedaan semantis, yaitu perbedaan pada tata makna. Contoh kata [puaη]

(15)

dipergunakan pada dialek Silindung, Humbang, dan Sibolga, sedangkan pada

dialek Toba dipergunakan kata [kedan] dan [puan]. Pada dialek Samosir kedua

kata itu dianggap kasar, hanya dipergunakan kepada orang kedua yang statusnya

jauh lebih rendah dari kita (Kabar Bangun, 1984:10).

Penutur Batak Toba di Humbang Hasundutan ini berasal dari hampir

semua wilayah penduduk asli suku Batak Toba, seperti Silindung, Toba,

Humbang, dan Samosir. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan

bahasa daerah. Dalam situasi formal lebih sering digunakan bahasa Indonesia,

sedangkan dalam situasi informal atau kesukuan digunakan bahasa Batak Toba.

Namun, terdapat keunikan dalam pemakaian bahasa. Dalam situasi pergaulan

sehari-hari lebih sering terdengar pemakaian bahasa Batak Toba. Dengan kondisi

ini, dapat diasumsikan bahwa akan terjadi keragaman dialek diantara

penutur-penutur bahasa Batak Toba secara sosial.

Penutur bahasa Batak Toba dari suku lain tentu berkomunikasi dengan

cara yang berbeda dengan penutur bahasa Batak Toba itu sendiri. Di sisi lain akan

terdapat juga keragaman dialek di antara penutur bahasa Batak Toba sendiri

karena perbedaan latar belakang atau asal usul berdasarkan letak geografis.

Penutur yang kurang memahami bahasa Batak Toba misalnya mengucapkan kata

[makkan] ‘makan’, sedangkan penutur yang memahami bahasa Batak Toba

mengatakan [maηan] ‘makan’. Dalam penelitian ini hanya akan difokuskan

(16)

Penelitian tentang geografi dialek di wilayah Sumatera Utara sendiri cukup

berkembang. Penelitian yang pernah dilakukan seperti Geografi Dialek Bahasa

Batak Toba Oleh Kabar Bangun,dkk (1984), Geografi Dialek Bahasa Melayu di

Pesisir Timur Asahan oleh Widayati (1997), Geografi Bahasa Melayu di

Kecamatan Tanjung Pura oleh Khairiyah (1999), Geografi Bahasa Batak Karo di

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo oleh Koramil Kaban (2000),

Geografi dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang oleh

Riswani Nasution (2001), dan Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten

Samosir oleh Yonelda (2013).

Terdapat data yang menarik untuk dideskripsikan dalam kajian geografi

dialek di Kabupaten Humbang Hasundutan ini, misalnya di Kecamatan Parlilitan

terdapat perbedaan fonemis dengan menggunakan kata mrdalan untuk

menyatakan kata ‘berjalan’, sedangkan di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan

Dolok Sanggul menggunakan kata mardalan, di Kecamatan Parlilitan digunakan

kata tarum untuk menyatakan kata ‘atap’, di Kecamatan Pakkat dan Dolok

Sanggul menggunakan kata tarup. Begitu pula ada perbedaan beberapa leksikon

di daerah penelitian, misalnya di Kecamatan Parlilitan digunakan kata abu untuk

mengatakan kata ‘abu’, sedangkan di Kecamatan Pakkat dan Dolok Sanggul

menggunakan kata orbuk dan di Kecamatan Parlilitan menggunakan kata bauhun

untuk menyatakan kata ‘anjing’, di Kecamatan Pakkat menggunakan kata biaŋ,

dan di Kecamatan Dolok Sanggul menggunakan kata panaŋgae. Fenomena yang

terjadi di Kecamatan Parlilitan di mana bahasa di daerah Parlilitan lebih berbeda

(17)

terjadi karena pengaruh letak geografis Parlilitan yang berdekatan dengan daerah

Pakpak Barat (lihat peta daerah penelitian).

Fenomena tersebutlah yang menyebabkan peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang geografi dialek bahasa Batak Toba dengan wilayah

penelitian di Kabupaten Humbang Hasundutan. Peneliti menetapkan tiga

kecamatan dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan,

yaitu Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, dan Kecamatan Dolok Sanggul.

Pemilihan ketiga kecamatan tersebut karena ketiga kecamatan itu memiliki ciri

khas wilayah yang berbeda. Kecamatan Parlilitan merupakan kecamatan yang

berdekatan dengan wilayah Pakpak, sehingga terdapat variasi bahasa antara

bahasa Pakpak dengan bahasa Toba di Kecamatan ini. Kecamatan Pakkat

merupakan kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan

Kecamatan Dolok Sanggul merupakan kecamatan yang lokasinya di ibukota

Kabupaten Humbang Hasundutan, sehingga pasti disentuh oleh faktor-faktor dari

(18)
(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran variasi fonemis dan variasi leksikon di Kabupaten

Humbang Hasundutan?

2. Bagaimana pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten

Humbang Hasundutan pada bidang fonologi dan leksikon?

3. Bagaimana penetapan isolek Batak Toba di Kabupaten Humbang

Hasundutan secara statistik bahasa (dialektometri )?

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini hanya meliputi persamaan dan perbedaan variasi fonologi dan

variasi leksikon dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan

yang diwujudkan dalam peta bahasa. Untuk penetapan status isolek BBT di

Kabupaten Humbang Hasundutan secara statistik dibatasi hanya pada perhitungan

leksikon karena perbedaan leksikon sudah dapat memenuhi persyaratan untuk

penetapan status isolek di daerah tersebut.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian itu memunyai tujuan tertentu yang

memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat

(20)

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan variasi fonemis dan leksikon bahasa Batak Toba di

Kabupaten Humbang Hasundutan

2. Untuk menggambarkan pemetaan variasi fonemis dan leksikon bahasa Batak

Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan

3. Untuk mendeskripsikan isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang

Hasundutan.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten

Humbang Hasundutan ini dapat memberi manfaat:

1. Menjadi bahan acuan dan sumber masukan bagi peneliti lain dalam melakukan

penelitian mengenai geografi dialek bahasa Batak Toba

2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek bahasa

Batak Toba

3. Menambah penelitian tentang dialektologi

4. Memberi status penamaan dialek di kabupaten Humbang Hasundutan

(21)

1.4.2.2Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :

1. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa nusantara khususnya bahasa Batak Toba (BBT)

2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian tentang ragam dialek BBT

(22)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal - hal

lain (Alwi,dkk 2003: 558).

2.1.1 Dialek

Dialek adalah varian suatu bahasa yang berfungsi sebagai bahasa

setempat. Dialek yang merupakan bahasa setempat itu bersifat turun-temurun.

Dialek ini terjadi karena adanya isolasi alami dalam jangka waktu yang lama

sehingga mereka yang asli tidak mengalami perubahan. Kemungkinan pula pada

saat kedatangan orang lain ke sana mereka akan mempergunakan bahasa atau

dialek itu sebagai bahasa pengantar (Bintarto dalam Bangun, 1984:9).

Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu

masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang

mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen

dalam Ayatrohaedi, 1983:1).

2.1.2 Geografi Dialek

Geografi dialek merupakan suatu bidang kajian dalam dialektologi yang

(23)

mewadahi penelitian ragam-ragam bahasa dengan menggunakan dialektometri

sebagai ukuran secara statistik untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan dan

persamaan yang terdapat di tempat-tempat penelitian bahasa atau dialek

berlangsung dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat

yang diteliti.

Dubois dkk. (dalam Ayatrohaedi 1983: 29) mengatakan geografi dialek

adalah cabang dialektologi yang bertujuan mempelajari hubungan yang terdapat di

dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat

terwujudnya ragam-ragam tersebut. Geografi dialek menyajikan hal-hal yang

bertalian dengan pemakaian anasir bahasa yang diteliti pada saat penelitian

dilakukan sehingga dapat dibuktikan (Jaberg dalam Ayatrohaedi, 1983:28).

2.1.3 Korespondensi dan Variasi

Korespondensi merupakan perubahan bunyi yang terjadi di antara dialek -

dialek atau subdialek-subdialek secara teratur yang mengakibatkan terjadinya

perbedaan dialek atau subdialek. Dari aspek linguistik, korespondensi terjadi

dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan dari aspek geografi,

korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama (Mahsun, 1995:29).

Variasi merupakan perubahan bunyi yang terjadi secara tidak teratur. Dari

segi linguistik, variasi terjadi bukan karena persyaratan lingkungan linguistik

tertentu dan dari segi geografi, variasi terjadi jika daerah sebaran geografisnya

(24)

2.1.4 Variasi Fonetik

Variasi ini berada di bidang fonologi dan biasanya si pemakai dialek atau

bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya variasi tersebut (Ayatrohaedi,

1983:3). Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal ataupun pada konsonan.

Sebagai contoh mrsakit ‘sakit’ di Kecamatan Parlilitan dengan kata marsahit

‘sakit’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul, kata brŋin ‘malam’

di Kecamatan Parlilitan dengan borŋin ‘malam’ di Kecamatan Pakkat dan

Kecamatan Dolok Sanggul, dan cucci ‘cuci’ di Kecamatan Pakkat dan Parlilitan

dengan kata sussi ‘cuci’ di Kecamatan Dolok Sanggul

2.1.5 Variasi Leksikon

Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika

leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama

tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa

variasi (Mahsun, 1995:54). Sebagai contoh, kata abu ‘abu’ di Kecamatan

Parlilitan, kata orbuk ‘abu’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul

dan kata mbotoŋ ‘berat’ di Kecamatan Parlilitan, dokdok ‘berat’ di Kecamatan Pakkat, dan kata borat ‘berat’ di Kecamatan Dolok Sanggul.

2.1.6 Isoglos, Heteroglos, atau Watas Kata

Isoglos atau garis watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan

dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang

(25)

Ayatrohaedi, 1983:5). Garis watas kata ini kadang disebut juga sebagai heteroglos

(Kurath dalam Ayatrohaedi, 1983:5). Isoglos juga memunyai arti, yaitu garis

yang menghubungkan kata-kata atau bentuk-bentuk yang sama (Keraf, 1991:158).

2.1.7 Peta Bahasa

Gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua

gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahasa yang terkumpul selama penelitian

dipetakan. Dalam peta bahasa tergambar pernyataan yang lebih umum tentang

perbedaan dialek yang penting dari satu bahasa dengan daerah yang lain. Oleh

karena itu, kedudukan dan peran peta bahasa dalam kajian geografi dialek mutlak

diperlukan (Ayatrohaedi, 1983:31).

Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan supaya

data-data tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis. Pengisian data

lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan sistem:

1. Sistem langsung, yaitu dilakukan dengan memindahkan unsur-unsur

kebahasaan yang memiliki perbedaan ke atas peta. Sistem ini dapat efektif bila

unsur yang berbeda dimungkinkan dapat ditulis langsung pada daerah

pengamatan,

2. Sistem lambang, yaitu dilakukan dengan mengganti unsur-unsur yang berbeda

dengan menggunakan lambang tertentu yang ditulis di sebelah kanan daerah

pengamatan yang menggunakan bentuk (untuk perbedaan fonologi, leksikon,

(26)

3. Sistem petak, yaitu daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna

tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah pengamatan yang

menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis,

sehingga keseluruhan peta terlihat terpetak-petak menurut daerah-daerah

pengamatan yang menggunakan unsur kebahasaan yang serupa (Mahsun,

1995:59-60).

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Dialektologi

Struktural, yaitu menganalisis perbedaan atau variasi isolek berdasarkan

strukturnya, misalnya struktur bunyi dan juga perbedaan leksikon. Dalam teori ini

dijelaskan bahwa dialek adalah kumpulan idiolek yang ditandai ciri-ciri yang khas

dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lain (Keraf dalam

Bangun, 1984:9). Cabang ilmu linguistik yang khusus mengkaji dialek disebut

dialektologi. Dalam praktiknya, studi dialektologi berkenaan dengan

wilayah-wilayah atau daerah yang menjadi sorotannya untuk meneliti suatu dialek untuk

berbagai tujuan. Wilayah atau daerah yang menjadi tempat penelitian variasi

bahasa tersebut tentu berbeda satu sama lainnya, baik dari segi kontur wilayah,

keadaan alam (lingkungan), mata pencaharian, agama, sampai adat-istiadat

tersendiri.

Variasi leksikal dan variasi fonemis pada dialek bahasa Batak Toba di

Kabupaten Humbang Hasundutan akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi

(27)

menurut apakah bentuk itu memiliki kesamaan secara fonetis atau tidak. Oleh

karena itu, teori struktural ini membandingkan bentuk-bentuk individual tanpa

melihat persamaan atau perbedaan, tetapi melihat bagian-bagian konstituen

sistemnya.

Sistem fonemik pada suatu ragam bahasa dikaji berdasarkan suatu prinsip

yang terkenal, yaitu penyebaran bunyi yang saling melengkapi, keserupaan bunyi,

dan kewujudan pasangan-pasangan minimal bagi ragam yang dikaji.

Dialektologi struktural merupakan salah satu upaya untuk menerapkan

dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa (Chambers, 1990:54).

Petugas lapangan harus tahu tentang ragam bahasa yang memunyai

sistem-sistem tersendiri, dan tidak harus bergantung semata-mata pada transkripsi

fonetik. Peneliti hendaknya meninjau perbedaan fonemik dengan bertanya kepada

informan apakah ada pasangan-pasangan kata yang mempunyai bunyi yang sama

atau berirama.

Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti, yaitu dari bidang leksikon dan

fonemis. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang

digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari suatu

etimon prabahasa (Mahsun, 1995:54). Contohnya, pada bahasa Batak Toba

terdapat dua kata untuk merealisasikan kata ‘bakar’, yaitu tutuŋ dan idalaŋ.

Dikatakan perbedaan dalam bidang fonemis, jika variasi kata berada di bidang

(28)

mengisyaratkan adanya perbedaan fonologi yang berupa korespondensi dan

variasi. Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal maupun pada konsonan.

Contohnya, ihur ‘ekor’ di Kecamatan Parlilitan dengan ekur ‘ekor’ di Kecamatan

Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul.

Sama halnya dengan perbedaan unsur kebahasaan dalam bahasa Batak Toba,

variasi perbedaan bahasa atau dialek juga penting. Teori yang dipaparkan di atas

menunjukkan seperti apa perbandingan antarvariasi dialek di Kabupaten

Humbang Hasundutan.

2.3 Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pemetaan

kebahasaan dapat disampaikan sebagai berikut:

Bangun, dkk (1982) dengan penelitian yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa

Batak Toba”, dalam penelitian tersebut peneliti menyatakan bahwa bahasa Batak

Toba terdiri atas lima dialek yaitu dialek Silindung, dialek Humbang, dialek Toba,

dialek Samosir, dan dialek Sibolga. Ciri yang digunakan sebagai pembeda adalah

perbedaan fonologis, perbedaan morfologis, dan perbedaan semantis.

Widayati (1997) dalam tesisnya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Melayu

di Wilayah Timur Asahan”, mengkaji bidang fonologi dan leksikal. Deskripsi

leksikal menunjukkan adanya beberapa perbedaan dengan bahasa Melayu Umum

dan dalam bahasa Melayu Asahan terdapat dua dialek, yaitu dialek Batubara dan

(29)

Khairiyah (1999) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa

Melayu di Kecamatan Tanjung Pura”, terdapat variasi yang disebabkan oleh

faktor geografis, faktor mobilitas penduduk, dan faktor sosiologis. Variasi

fonologi dapat dilihat kesejajarannya dengan variasi leksikal yang secara bersama

membedakan kelompok-kelompok titik pengamatan hasil perhitungan

dialektometri. Berdasarkan uraian dan perhitungan dialektometri, bahasa Melayu

di Kecamatan Tanjung Pura memiliki perbedaan wicara, yaitu perbedaan wicara

Melayu Dataran Tinggi dan perbedaan wicara Melayu Pesisir.

Kaban (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Bahasa Batak Karo di

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”, membahas variasi-variasi pada

bidang leksikon dan fonologi. Dengan perhitungan dialektometri diketahui ada

dua subdialek yang berbeda, yaitu subdialek Surbakti dan subdialek Tigapancur.

Nasution (2001) dalam skripsinya yang berjudul ”Geografi Dialek Bahasa

Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang”, membahas tentang variasi di

bidang leksikon dan fonologi. Variasi fonologi dapat dilihat kesejajarannya

dengan variasi leksikon yang secara bersama membedakan kelompok-kelompok

titik pengamatan hasil penghitungan dialektometri.

Sembiring (2009) dalam disertasinya yang berjudul ”Variasi Dialek Bahasa Karo

di Kabupaten Karo, Deli Serdang” meneliti tiga kabupaten. Sebagai hasilnya

dapat ditemukan bahwa pada ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek

bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan

(30)

Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung,

dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah

subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang.

Toha (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Isolek-Isolek di Kabupaten Aceh

Tamiang Provinsi Aceh : Kajian Dialektologi” meneliti isolek Tamiang

menggunakan kajian dialektologi. Hasil penghitungan dialektometri pada 400

kosakata pada tataran leksikal menunjukkan dalam isolek Tamiang terdapat dua

dialek; Hilir dan Hulu. Hasil analisis secara sinkronis memperlihatkan isolek

Tamiang memiliki 18 konsonan dan 9 vokal. Hasil analisis diakronis

menunjukkan bahwa dialek Hilir masih memelihara unsur relik, sehingga dapat

dikatakan dialek Hilir sebagai daerah relik, sedangkan dialek Hulu merupakan

daerah inovasi.

Yonelda (2013) dalam skripsinya yang berjudul ”Geografi Dialek Bahasa Batak

Toba di Kabupaten Samosir”, membahas tentang variasi leksikal di Kabupaten

Samosir dan terdapat 79 variasi leksikal dari 100 kosakata yang digunakan di tiga

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi yang diteliti

adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Kabupaten Humbang Hasundutan

dengan ibukota Dolok Sanggul terdiri atas sepuluh kecamatan, yaitu Kecamatan

Dolok Sanggul, Kecamatan Baktiraja, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan

Pakkat, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pollung,

Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Tarabintang, dan Kecamatan Onan

Ganjang. Penelitian ini mengambil tiga kecamatan sebagai titik pengamatan, yaitu

Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, dan Kecamatan Dolok Sanggul.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau

keadaan berada atau berlangsung(Alwi, 2005:1267). Penulis melakukan penelitian

terhadap objek sekitar enam bulan mulai disetujuinya proposal.

3.2Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah informan yang berjumlah dua puluh

tujuh orang yang sudah dipilih di titik daerah pengamatan yang berupa tuturan

(32)

melalui penyebaran daftar pertanyaan mengenai variasi fonologis dan leksikal

yang berupa kata-kata.

Kosa kata dasar yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 128 kosa

kata, yaitu kosa kata dasar daftar Swadesh dan kosa kata daftar Mahsun, yaitu

berupa bagian tubuh, rumah dan bagiannya, kata penunjuk jumlah, penginderaan,

posisi, gerak, dan kerja, sistem kekerabatan, peralatan dan perlengkapan, tanaman,

warna, sifat, dan perangai, kata ganti orang, binatang, kehidupan desa dan

masyarakat, pakaian dan perhiasaan, makanan, penyakit, keadaan alam, waktu,

dan benda alam

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah metode

cakap. Metode cakap digunakan karena dalam penelitian ini melibatkan

percakapan antara peneliti dan informan. Metode cakap menggunakan teknik

dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang diharapkan sebagai

pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi

pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan

peneliti (Mahsun, 1995). Pancingan itu untuk membuat informan mengeluarkan

kata-kata yang diinginkan oleh peneliti berupa kosa kata dasar yang telah disusun

oleh peneliti dalam daftar pertanyaan. Teknik dasar dalam metode cakap

diteruskan ke dalam teknik lanjutan berupa cakap semuka. Peneliti langsung

(33)

pertanyaan yang telah disediakan kepada informan. Teknik rekam dan teknik catat

juga digunakan peneliti untuk melengkapi dan memperkuat data yang dihasilkan.

Peran informan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan

itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing – masing.

Seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu, yaitu

1. Berjenis kelamin pria dan wanita;

2. Berusia antara 25 - 65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta

jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD - SLTP);

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan

tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaan bertani atau buruh;

7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya;

8. Dapat berbahasa Indonesia; dan

9. Sehat jasmani dan rohani (tidak cacat berbahasa, memiliki pendengaran tajam,

dan tidak gila atau pikun) (Mahsun, 1995:106).

Populasi dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Batak Toba di

Kabupaten Humbang Hasundutan. Pada setiap daerah penelitian akan dipilih

(34)

lebih memberikan gambaran secara objektif mengenai keadaan di daerah

penelitian.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Batak

Toba di :

1. Desa Sionom Hudon Runggu (TP 1), desa Sionom Hudon Timur ( TP 2 ),

dan desa Sihas Tonga ( TP 3 ) di Kecamatan Parlilitan;

2. Desa Sosor Gonting ( TP 4 ), desa Matiti ( TP 5 ), dan desa Pasaribu ( TP

6 ) di Kec. Dolok Sanggul;

3. Desa Pulogodang ( TP 7 ), desa Siambaton Pahae ( TP 8 ), dan desa Purba

Baringin ( TP 9 ) di Kecamatan Pakkat.

3.4Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode padan, yaitu

metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini

dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding

membedakan. Teknik ini bertujuan untuk mencari kesamaan hal pokok dari

pembedaan dan penyamaan yang dilakukan. Tujuan akhir dari teknik banding

menyamakan dan membedakan tersebut adalah menemukan kesamaan pokok di

antara data yang diperbandingkan itu. Misalnya, kata [abu] terdiri atas vokal

rendah tengah, konsonan hambat bilabial bersuara, dan vokal tinggi belakang.

(35)

konsonan dental lateral bersuara, vokal tinggi depan, konsonan dental hambat tak

bersuara, dan konsonan bilabial hambat tak bersuara.

Metode padan dalam penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan metode berkas

isoglos dan metode dialektometri.

Isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterakan

pada sebuah peta (Tawangsih Lauder dalam Mahsun, 1995:124). Batasan isoglos

adalah membedakan daerah - daerah pengamatan yang memiliki gejala

kebahasaan dengan daerah-daerah pengamatan lain yang juga memiliki gejala

kebahasaan yang sama.

Cara pembuatan isoglos adalah:

1. Membuat garis melengkung pada daerah pengamatan dalam peta. Garis

tersebut berfungsi untuk menyatukan daerah-daerah yang memilik gejala

kebahasaan yang sama serta membedakan daerah-daerah lain yang memiliki

gejala bahasa yang sama;

2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas;

3. Setiap perbedaan hanya dihitung satu isoglos, tanpa memperhatikannya

sebagai korespondensi atau variasi (Mahsun, 1995:130).

Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, kemudian diambil sebuah peta dasar

untuk membuat sebuah berkas isoglos. Pengelompokan isoglos yang kemudian

(36)

Penelitian ini juga menggunakan metode dialektometri. Dialektometri

merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh

perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan

membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier

dalam Mahsun, 1995: 118). Selanjutnya dalam persentase status dialek yang

diteliti digunakan rumus :

(S x 100) = d%

n

Keterangan : S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain

n = Jumlah peta yang diperbandingkan

d = jarak kosakata dalam persentase

Hasil yang diperoleh berupa presentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara

daerah-daerah pengamatan itu selanjutnya digunakan untuk menentukan

hubungan antardaerah pengamatan tersebut, yaitu

Perbedaan bidang leksikon:

81% ke atas : dianggap perbedaan bahasa

51- 80% : dianggap perbedaan dialek

31 – 50% : dianggap perbedaan subdialek

21 – 30% : dianggap perbedaan wicara

(37)

Ada dua cara penghitungan dengan dialektometri, yaitu segitiga

antardaerah pengamatan dan permutasi antardaerah pengamatan. Penelitian ini

menggunakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan dengan

beberapa ketentuan, yaitu

1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya

masing-masing mungkin melakukan komunikasi;

2. Daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi dihubungkan

dengan garis yang membentuk segitiga-segitiga;

3. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan,

sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain

(Mahsun, 1995:119).

Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan dialektometri di atas adalah :

1. Jika pada daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk

menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah

yang diperbandingkan, perbedaan itu dianggap tidak ada;

2. Bila pada daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak terdapat suatu

bentuk realisasi untuk suatu makna tertentu, dianggap perbedaan;

3. Jika daerah pengamatan yang diperbandingkan itu tidak memiliki bentuk

untuk merealisasikan suau makna tertentu, daerah-daerah pengamatan itu

dianggap sama;

4. Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan

(38)

5. Hasil perhitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga

dialektometri (Mahsun, 1995:119).

Presentase bidang fonologi lebih kecil dibandingkan dengan presentase

bidang leksikon. Kecilnya presentase untuk bidang fonologi itu disebabkan satu

perbedaan pada bidang fonologi dapat terefleksi pada perbedaan beberapa bentuk

untuk beberapa makna (Guiter dalam Mahsun, 1995:120).

3.5Metode dan Teknik Penyajian Data

Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah disajikan melalui metode informal dan

metode formal. Metode informal, yaitu perumusan dengan menggunakan

kata-kata biasa dan metode formal, yaitu perumusan dengan menggunakan tanda-tanda

(39)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Fonem

Data yang terkumpul memperlihatkan variasi fonemis fonem-fonem.

Posisi fonem bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai

beberapa perbedaan. Perbedaan itu dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu

a. Fonem yang dapat menempati posisi awal, tengah, dan akhir,

b. Fonem yang tidak dapat menempati beberapa posisi, baik posisi awal,

[image:39.595.111.492.460.704.2]

posisi tengah, maupun posisi akhir.

Tabel I

Distribusi Bunyi Vokal

Vokal

Posisi

Awal Tengah Akhir

[ a ] [ abu ] ‘abu’ [ pamataŋ ]’tubuh’ [ baoa ] ‘lelaki’

[ i ] [ idalaŋ ] ‘bakar’ [ tapian ] ‘air’ [ hami ] ‘kami’

[ u ] [ umma ] ‘cium’ [ mabugaŋ ] ‘luka’ [ hutu ] ‘kutu’

[ e ] [ edur ] ‘ludah’ [ aek ] ‘air’ [ marlaŋe ] ‘berenang’

[ o ] [ orbuk ] ‘abu’ [ mbotoŋ ] ‘berat’ [ p∂sso ] ‘lemak’

(40)
[image:40.595.161.516.191.303.2]

Tabel II

Peta Vokal

Depan Tengah Belakang

Tinggi i u

Sedang e o

Rendah a

Tabel III

Distribusi Bunyi Konsonan

Konsonan Posisi

Awal Tengah Akhir

[ b ] [ biaŋ ] ‘anjing’ [ orbuk ] ‘abu’ _

[ c ] [ cilik ] ‘lihat’ [ cucci ] ‘cuci’ _

[ d ] [ dila ] ‘lidah’ [ g∂ddap ] ‘basah’ _

[ŋ ] [ŋiŋi ] ‘gigi’ [ deŋgan ] ‘baik’ [ kaccaŋ ] ‘kacang’

[ g ] [ gorsiŋ ] ‘kuning’ [ gedekgedek ] ‘ketiak’ _

[ h ] [ hunik ] ‘kuning’ [ dohot ] ‘dan’ [ buah ] ‘buah’

[ j ] [ juhut ] ‘daging’ [ gajjaŋ ] ‘panjang’ _

[image:40.595.109.520.446.751.2]
(41)

[ l ] [ laddit ] ‘licin’ [ marlaŋe ] ‘berenang’ [ kubal ] ‘botak’

[ m ] [ malitap ] ‘basah’ [ timus ] ‘asap’ [ modom ] ‘tidur’

[ n ] [ neŋel ] ‘tuli’ [ simanjujuŋ ] ‘kepala’ [mardalan]

berjalan’

[ p ] [ pituŋ ] ‘buta’ [ ipon ] ‘gigi’ [ tarup ] ‘atap’

[ r ] [ remaŋ ] ‘awan’ [ horbo ] ‘kerbau’ [ ijur ] ‘ludah’

[ s ] [ sasilon ] ‘kuku’ [ gorsiŋ ] ‘kuning’ [ tikkos ] ‘benar’

[ t ] [ tilik ] ‘lihat’ [ lutot ] ‘lutut’ [ juhut ] ‘daging

[image:41.595.109.518.112.382.2]

[ y ] _ [ gayuŋ ] ‘gayung’ _

Tabel IV Peta Konsonan D aer ah art ikul as i C ar a A rtikul as i B ila bi al L abi ode nt al D ental /al ve o la P al at al V el ar L ar inga l

hambat tak bersuara p t k

bersuara b d g

afrikatif tak bersuara c

bersuara j

(42)

bersuara

nasal/sengau bersuara m n ŋ

getar bersuara r

lateral bersuara l

semi vokal bersuara y

4.2 Variasi Bunyi

Perubahan bunyi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi linguistik

dan segi geografi. Dari segi linguistik, maksudnya perubahan itu muncul bukan

karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan data yang menyangkut

perubahan bunyi yang berupa variasi terbatas pada satu atau dua contoh saja.

Adapun dari segi geografi, perubahan itu disebut variasi, jika sebaran

geografisnya tidak sama (Mahsun, 1995:33-34).

[image:42.595.148.506.113.255.2]

4.2.1 Variasi Bunyi Vokal

Tabel V

Variasi Bunyi Vokal

Gloss Variasi Berian Titik Pengamatan

cium [u] ~ [∂] [ umma ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ ∂mma ] 1, 3

(43)

[ sisilon ] 3, 8, 9

lempar [∂] ~ [i] [ b∂ntir ] 1, 3

[ bintir ] 2

pintu [ p∂ntu ] 1, 3

[ pittu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

anting-anting [i] ~ [o] [ siboŋ ] 2, 5, 6, 7, 8, 9

[ coboŋ ] 3

nyanyi [e] ~ [∂] [ maredde ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂r∂nd∂ ] 1, 3

4.2.1.1 Variasi Vokal [u] ~ [] /#-

Vokal [u] bervariasi dengan [∂] pada posisi awal. Variasi ini terdapat pada

kata [ umma ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ ∂mma ] pada

titik pengamatan 1, 3.

4.2.1.2 Variasi Vokal [a] ~ [i]/#K-

Vokal [a] bervariasi dengan [i] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi

ini terdapat pada kata [ sasilon ] pada titik pengamatan 4, 7, 8, 9, dan kata [sisilon]

(44)

4.2.1.3 Variasi Vokal [∂] ~ [i] /#K-

Vokal [∂] bervariasi dengan [i] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi

ini terdapat pada kata [ b∂ntir ], [ p∂ntu ] pada titik pengamatan 1, 3, dan kata [

bintir ] pada titik pengamatan 2, kata [ pittu ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8,

9.

4.2.1.4 Variasi Vokal [i] ~ [o]/#K-

Vokal [i] bervariasi dengan [o] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi

ini terdapat pada kata [ siboŋ ] pada titik pengamatan 2, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [

coboŋ ] pada titik pengamatan 3.

4.2.1.5 Variasi Vokal [e] ~ [∂]/ -#

Vokal [e] bervariasi dengan [∂] pada posisi akhir. Variasi ini terdapat pada

kata [ maredde ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ m∂r∂nd∂ ]

pada titik pengamatan 1, 3.

4.2.1.6 Variasi Vokal [e] ~ []/ #K-

Vokal [e] bervariasi dengan [∂] pada posisi setelah bunyi konsonan.

Variasi ini terdapat pada kata [ maredde ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9,

(45)
[image:45.595.108.514.208.746.2]

4.2.2 Variasi Bunyi Konsonan

Tabel VI

Variasi Bunyi Konsonan

Gloss Variasi Berian Titik Pengamatan

bintang [t] ~ [n] [ bittaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ bintaŋ ] 1, 3

pintu [ pittu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ p∂ntu ] 1, 3

cincin [t] ~ [s] [ tittin ] 2, 7, 8, 9

[ sissin ] 4, 5, 6

duduk [d] ~ [n] [ huddul ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kundul ] 1, 3

nyanyi [ maredde ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂r∂nd∂ ] 1, 3

lihat [t] ~ [c] [ tilik ] 3

[ cilik ] 1

atap [p] ~ [m] [ tarup ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ tarum ] 1, 3

sore [t] ~ [d] [ botari ] 4, 6, 7, 8

[ bodari ] 5, 9

ludah [j] ~ [d] [ ijur ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

(46)

4.2.2.1 Variasi Konsonan [t] ~ [n] /#KV-

Konsonan [t] bervariasi dengan [n] pada posisi awal setelah bunyi

konsonan vokal. Variasi ini terdapat pada kata [ bittaŋ ] dan [ pittu ] pada titik

pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ bintaŋ ], [ p∂ntu ] pada titik pengamatan

1, 3.

4.2.2.2 Variasi Konsonan [t] ~ [s] /# -

Konsonan [t] bervariasi dengan [s] pada posisi awal dan pada posisi awal

setelah bunyi konsonan vokal. Variasi ini terdapat pada kata [ tittin ] pada titik

pengamatan 2, 7, 8, 9, dan kata [ sissin ] pada titik pengamatan 4, 5, 6.

4.2.2.3 Variasi Konsonan [d] ~ [n] /#KV -

Konsonan [d] bervariasi dengan [n] pada posisi awal setelah bunyi

konsonan vokal. Variasi ini terdapat pada kata [ huddul ], [ maredde ] pada titik

pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ kundul ], [ m∂r∂nd∂ ] pada titik

pengamatan 1, 3.

4.2.2.4 Variasi Konsonan [t] ~ [c] /# -

Konsonan [t] bervariasi dengan [c] pada posisi awal. Variasi ini terdapat

pada kata [ tilik ] pada titik pengamatan 3 dan kata [ cilik ] pada titik pengamatan

1.

(47)

Konsonan [p] bervariasi dengan [m] pada posisi akhir. Variasi ini terdapat

pada kata [ tarup ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ tarum ]

pada titik pengamatan 1, 3.

4.2.2.6 Variasi Konsonan [t] ~ [d] /#V1 – V2

Konsonan [t] bervariasi dengan [d] pada posisi antarvokal yang tidak

identis. Variasi ini terdapat pada kata [ botari ] pada titik pengamatan 4, 6, 7, 8,

dan kata [ bodari ] pada titik pengamatan 5, 9.

4.2.2.7 Variasi Konsonan [j] ~ [d] /#V1 – V2

Konsonan [j] bervariasi dengan [d] pada posisi antarvokal yang tidak

identis. Variasi ini terdapat pada kata [ ijur ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8,

9 dan kata [ edur ] pada titik pengamatan 1, 3.

4.3 Korespondensi Bunyi

Dari sudut pandang dialektologi, kekorespondensian suatu kaidah

perubahan bunyi berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek linguistik dan aspek

geografi. Dari aspek linguistik, korespondensi terjadi dengan persyaratan

lingkungan linguistik tertentu, sehingga data tentang kaidah berupa korespondensi

tidak terbatas jumlahnya. Dari aspek geografi, korespondensi terjadi jika daerah

sebaran leksem-leksem yang menjadi realisasi kaidah perubahan bunyi terjadi

(48)
[image:48.595.108.497.257.756.2]

4.3.1 Korespondensi Bunyi Vokal

Tabel VII

Korespondensi Bunyi Vokal

Gloss Korespondensi Berian Titik Pengamatan

berjalan [a] ≈ [∂] [ mardalan ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂rdalan ] 1, 3

buru (ber) [ marburu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂rburu ] 1, 3

tubuh [ pamataŋ ] 4, 5, 6, 7, 9

[ p∂mataŋ ] 1

berenang [ marlaŋe ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂rlaŋi ] 1, 3

sakit [ marsahit ] 2, 6, 7, 8, 9

[ m∂rsakit ] 1, 3

nyanyi [ maredde ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂r∂nd∂ ] 1, 3

kuning [o] ≈ [∂] [ gorsiŋ ] 1, 2, 4, 6, 9

[ g∂rsiŋ ] 3

dan [ dohot ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

(49)

orang [ jolma ] 2, 4, 5, 8

[ j∂lma ] 1, 3

perut [ boltok ] 2, 6, 7

[ b∂lt∂k ] 1, 3

tidur [ modom ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂d∂m ] 1, 3

awan [ obbun ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ ∂mbun ] 3

malam [ borŋin ] 2, 4, 5, 8, 9

[ b∂rŋin ] 1, 3

batang [ bonana ] 4, 6, 8

[ b∂nana ] 3

gigi [ ipon ] 4, 6, 8, 9

[ ep∂n ] 1, 3

kerbau [ horbo ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ k∂rbo ] 1, 3

lembu [ lobbu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ l∂mbu ] 1, 3

hutan [ tobbak ] 2, 4, 5, 6, 8, 9

[ t∂mbak ] 1, 3

nenas [ honas ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

(50)

buta [i] ≈ [e]

[ pituŋ ] 4, 7, 8, 9

[ petuŋ ] 1, 3

ketiak [ gidikgidik ] 2, 8

[ gedekgedek ] 4, 5, 6, 7, 9

ludah [ ijur ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ edur ] 1, 3

ekor [ ihur ] 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ ekur ] 1, 3

gigi [ ipon ] 4, 6, 8, 9

[ ep∂n ] 1, 3

berenang [ m∂rlaŋi ] 1, 3

[ marlaŋe ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

4.3.1.1 Korespondensi Vokal [a] ≈ [∂] /#K-

Vokal [a] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi awal setelah konsonan.

Korespondensi ini terdapat pada kata [ mardalan ], [ marburu ], [ marlaŋe ], [

marsahit ], [ maredde ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [

m∂rdalan ], [ m∂rburu ], [ m∂rlaŋi ], [ m∂rsakit ],[ m∂r∂nd∂ ] pada titik

pengamatan 1, 3. Korespondensi ini juga terdapat pada kata [ pamataŋ ] pada titik

pengamatan 4, 5, 6, 7, 9, dan kata [ p∂mataŋ ] pada titik pengamatan 1.

(51)

Vokal [o] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi awal setelah konsonan.

Korespondensi ini terdapat pada kata [ modom ], [ horbo ], [ lobbu ], [ honas ]

pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ m∂d∂m ], [ k∂rbo ], [ l∂mbu ], [

k∂nas ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini juga terdapat pada kata [

borŋin ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 8, 9, dan kata [ b∂rŋin ] pada titik

pengamatan 1, 3, korespondensi kata [ dohot ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7,

8, 9, dan kata [ d∂k∂t ] pada titik pengamatan 1, kata [ jolma ] pada titik

pengamatan 2, 4, 5, 8, dan kata [ j∂lma ] pada titik pengamatan 1, 3. Kata [ boltok

] pada titik pengamatan 2, 6, 7, berkorespondensi dengan [ b∂lt∂k ] pada titik

pengamatan 1, 3, kata [ bonana ] pada titik pengamatan 4, 6, 8, dan [ b∂nana ]

pada titik pengamatan 3, kata [ tobbak ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 8, 9, dan

[ t∂mbak ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini terdapat juga pada kata [

gorsiŋ ] pada titik pengamatan 1, 2, 6, 7, 8, dan kata [ gersiŋ ] pada titik

pengamatan 3.

4.3.1.3 Korespondensi Vokal [o] [] /-K#

Vokal [o] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi akhir sebelum

konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [ dohot ] pada titik pengamatan 2,

4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ d∂k∂t ] pada titik pengamatan 1. Kata [ boltok ] pada

titik pengamatan 2, 6, 7, berkorespondensi dengan [ b∂lt∂k ] pada titik

pengamatan 1, 3, kata [ ipon ] pada titik pengamatan 4, 6, 8, 9, dan kata [ ep∂n ]

(52)

4.3.1.4 Korespondensi Vokal [o] [] /#-

Vokal [o] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi awal. Korespondensi

ini terdapat pada kata [ obbun ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [

∂mbun ] pada titik pengamatan 3.

4.3.1.5 Korespondensi Vokal [i] ≈ [e]/#K-

Vokal [i] berkorespondensi dengan [e] pada posisi awal setelah konsonan.

Korespondensi ini terdapat pada kata [ pituŋ ] pada titik pengamatan 4, 7, 8, 9, dan

kata [ petuŋ ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini juga terdapat pada

kata [gidikgidik ] pada titik pengamatan 2, 8, dan kata [ gedekgedek ] pada titik

pengamatan 4, 5, 6, 7, 9.

4.3.1.6 Korespondensi Vokal [i] [e]/#-

Vokal [i] berkorespondensi dengan [e] pada posisi awal. Korespondensi

ini terdapat pada kata [ ijur ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ ihur ]

pada titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ ipon ] pada titik pengamatan 4, 6, 8, 9,

dan kata [ edur ], [ ekur ], dan [ ep∂n ] pada titik pengamatan 1, 3.

4.3.1.7 Korespondensi Vokal [i] ≈ [e]/ -#

Vokal [i] berkorespondensi dengan [e] pada posisi akhir. Korespondensi

ini terdapat pada kata [ m∂rlaŋi ] pada titik pengamatan 1, 3, dan kata [ marlaŋe ]

(53)
[image:53.595.105.517.220.733.2]

4.3.2 Korespondensi Bunyi Konsonan

Tabel VIII

Korespondensi Bunyi Konsonan

Gloss Korespondensi Berian Titik Pengamatan

Daging [h] ≈ [k] [ juhut ] 2, 8

[ jukut ] 1, 3

Kutu [ hutu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kutu ] 1, 3

Botak [ hubal ] 6, 8

[ kubal ] 5, 7, 9

Mereka [ halaki ] 2, 8

[ kalaki ] 1, 3

Gayung [ tahutahu ] 4, 5, 6, 8

[ takutaku ] 1, 3

Rumput [ duhutduhut ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ dukutdukut ] 1, 3

Kami [ hami ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kami ] 1, 3

Kita [ hita ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kita ] 1, 3

(54)

[ kela ] 1, 3

Ekor [ ihur ] 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ ekur ] 1, 3

Kerbau [ horbo ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ k∂rbo ] 1, 3

Duduk [ huddul ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kundul ] 1, 3

Nenas [ honas ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ k∂nas ] 1, 3

Kacang [ kassaŋ ] 1, 2, 3, 8, 9

[ hassaŋ ] 4, 5, 6, 7

Dia [b] ≈ [m] [ ibana ] 2, 4, 5, 7, 8

[ imana ] 6, 9

Awan [ obbun ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ ∂mbun ] 1, 3

Lembu [ lobbu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ l∂mbu ] 1, 3

Hutan [ tobbak ] 2, 4, 5, 6, 8, 9

[ t∂mbak ] 1, 3

Cuci [c] ≈ [s] [ cucci ] 1,2, 3, 9

[ sussi ] 4, 5, 6

(55)

[ hissat ] 5, 8

anting-anting [ coboŋ ] 3

[ siboŋ ] 2, 5, 6, 7, 8, 9

4.3.2.1 Korespondensi Konsonan [h] ≈ [k] /# -

Konsonan [h] berkorespondensi dengan [k] pada posisi awal.

Korespondensi ini terdapat pada kata [ hutu ], [ hami ], [ hita ], [ hela ], [ horbo ], [

huddul ], [ honas ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ kutu ], [

kami ], [ kita ], [ kela ], [ k∂rbo], [ kundul ], [ k∂nas ] pada titik pengamatan 1, 3.

Korespondensi ini juga terdapat pada kata [ hubal ] pada titik pengamatan 6, 8,

dan kata [ kubal ] pada titik pengamatan 5, 7, 9, dan kata [ halaki ] pada titik

pengamatan 2, 8, dan kata [ kalaki ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini

juga terdapat pada kata [ kassaŋ ] pada titik pengamatan 1, 2, 3, 8, 9, dengan [

hassaŋ ] pada titik pengamatan 4, 5, 6, 7.

4.3.2.2 Korespondensi Konsonan [h] ≈ [k] /#V – V#

Konsonan [h] berkorespondensi dengan [k] pada posisi antarvokal.

Korespondensi ini terdapat pada kata [ juhut ] pada titik pengamatan 2, 8, kata [

duhutduhut ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ tahutahu ] pada titik

pengamatan 4, 5, 6, 8, kata [ ihur ] pada titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8, 9, dengan

(56)

4.3.2.3 Korespondensi Konsonan [b] [m] #(K)V-

Konsonan [b] berkorespondensi dengan [m] pada posisi awal setelah bunyi

(konsonan) vokal. Korespondensi ini terdapat pada kata [ ibana ] pada titik

pengamatan 2, 4, 5, 7, 8, dan kata [ imana ] pada titik pengamatan 6, 9.

Korespondensi ini juga terdapat pada kata [ obbun ], [ lobbu ] pada titik

pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ tobbak ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 8, 9

dan kata [ ∂mbun ], [ l∂mbu ], [ t∂mbak ] pada titik pengamatan 1, 3.

4.3.2.4 Korespondensi Konsonan [c] ≈ [s] /# (KV) -

Konsonan [c] berkorespondensi dengan [s] pada posisi awal (setelah

konsonan vokal). Korespondensi ini terdapat pada kata [ cucci ] pada titik

pengamatan 1, 2, 3, 9, dan kata [ sussi ] pada titik pengamatan 4, 5, 6, kata [ hiccat

] pada titik pengamatan 2, 8, dan [ hissat ] pada titik pengamatan 5, 7, kata [ coboŋ

] pada titik pengamatan 3, dan [ siboŋ ] pada titik pengamatan 2, 5, 6, 7, 8, 9.

4.4Perbedaan Leksikon

Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon jika

leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama

tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa

(57)
[image:57.595.111.569.191.757.2]

Tabel IX

Perbedaan Leksikal

No. Peta Gloss Berian Titik Pengamatan

001. abu [ abu ] 1, 2, 3, 9

[ orbuk ] 4, 5, 6, 7, 8, 9

002. air [ tapian ] 8

[ aek ] 2, 4, 5, 6, 7, 9

[lae ] 1, 3

003. busuk [ busuk ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ macik ] 1, 3

004. buruk [ jorbut ] 6, 8

[ dae ] 7, 9

[ buruk ] 1, 2, 3, 4, 5

005. apa [ aha ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kade ] 1, 3

006. anjing [ panaŋgae ] 4, 6, 8

[ biaŋ ] 2, 3, 5, 7, 9

[ bauhun ] 1

007. asap [ timus ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ c∂mb∂r ] 1, 3

(58)

[ ulu ] 2, 4, 5, 6, 7, 9

[ takal ] 1, 3

009. awan [ remaŋ ] 1

[ obbun ≈∂mbun ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

010. ayah [ amaŋ ] 4, 6, 8

[ bapa ] 1, 2, 3, 5, 7, 9

011. bakar [ tutuŋ ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ idalaŋ ] 1

012. baik [ deŋgan ] 2, 4, 5, 7, 8, 9

[ m∂nda ] 1,

[ burju ] 6, 9

013. banyak [ godaŋ ] 2, 5, 7, 8, 9

[ bahat ] 4, 6, 8

[ deak ] 7

[ mbue ] 1, 3

014. baring [ peak ] 4, 6, 8, 9

[ mamidiŋ ] 2, 5, 7

[ gale ] 1, 3

015.

.

basah [ malitap ] 2, 6, 8

[ matonu ] 2, 4, 7, 9

(59)

[ taptap ] 3

[ g∂ddap ] 1

016. benar [ sittoŋ ] 1, 2, 3, 4, 7, 8

[ tikkos ] 6, 9

[ toho ] 5

017. berat [ dokdok ] 6, 7, 8

[ borat ] 2, 4, 5, 8, 9

[ mbotoŋ ] 1, 3

018. beri [ lean ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ br∂k∂n ] 1, 3

019. bilamana [ soŋondia ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ bakun∂nola ] 1, 3

020. binatang [ dorbia ] 5, 6, 9

[ pahanpahanan ] 8

[ binataŋ ] 1, 2, 3, 4, 7

021. buah [ boras ] 2, 5, 7, 8

[ parbue ] 4, 6, 9

[ buah ] 1, 3

022. danau [ tao ] 2, 4, 5, 6, 7, 9

[ danau ] 1, 3, 8

(60)

023. dekat [ jonok ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ jolmit ] 1, 3

024. kering [ mahiaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ k∂rrah ] 1, 3

025. kotor [ rotak ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kotor ] 1, 3

026. kulit [ hulikkuliŋ ] 2, 4, 6, 7, 8, 9

[ koliŋ ] 1, 3

[ sisik ] 5

027. kuning [ gorsiŋ ≈ g∂rsiŋ] 1, 2, 3, 6, 7, 8

[ hunik ] 4, 5, 9

[ koniŋ ] 3

028. lain [ asiŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ lain ] 1, 3

029. lebar [ bolak ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ mb∂laŋ ] 1, 3

030. leher [ rukkuŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ krahoŋ ] 1, 3

031. lelaki [ baoa ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ daholi ] 1, 3

(61)

[ ida ] 4, 8, 9

[ tilik ~ cilik] 1, 3

033. lurus [ tigor ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ p∂nt∂r ] 1, 3

034. main [ margaitgait ] 1, 3, 6, 8

[ marmeam ] 2, 4, 5, 7, 9

035.

botak [ hubal ≈ kubal] 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ gundul ] 1, 2, 3

036. mata [ simaloloŋ ] 5, 8

[ mata ] 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9

037. nama [ goar ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ g∂rrar ] 1, 3

038. panas [ mohop ] 2, 4, 5, 7, 8

[ las ] 6, 9

[ gara ] 1, 3

039. panjang [ gajjaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ g∂daŋ ] 1, 3

040. pasir [ rihit ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ k∂rsik ] 1, 3

041. pegang [ tiop ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

(62)

[ c∂k∂p ] 1, 3

042. tubuh [ dagiŋ ] 2, 3, 8

[ pamataŋ ≈ p∂mataŋ ] 1, 4, 5, 6, 7, 9

043. ekor [ ipput ] 2

[ ihur ≈ ekur ] 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

044. gigi [ ipon ≈ ep∂n ] 1, 3, 4, 6, 8, 9

[ŋiŋi ] 2, 5, 7, 8

045. lemak [ tabotabo ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ p∂sso ] 1, 3

046. anak [ dukak ] 1, 3, 8, 9

[ dakdanak ] 4, 8

[ gelleŋ ] 5, 6, 7

[ anak ] 1, 2, 3

047. ibu [ inaŋ ] 1, 2, 3, 8, 9

[ uma ] 4, 5, 6, 7

048. saudara perempuan [ ito ]~[ iboto ] 2, 4, 5, 6, 7, 8 9

[ pariban ] 3, 5

[ turaŋ ] 1

049. rumah [ sapo ] 1, 3

[ bagas ] 4, 7

(63)

050. dinding [ dorpi ] 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8

[ diŋdiŋ ] 2, 3, 9

051. halaman [ alaman ] 2, 4, 5, 6, 7, 9

[ jambur ] 8

[ ks∂an ] 1, 3

052. sedikit [ saotik ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ citok ] 1, 3

053. semua [ karina ] 1, 3

[ sude ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

054. dengar [ bege ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ d∂ŋkoh ] 1

055. bangun dari tidur [ hiccat ≈ hissat ] 2, 5, 7, 8

[ duŋo ] 4, 6, 9

[ keke ] 1, 3

056. merasa [ makkilala ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ m∂rasak∂n ] 1, 3

057. gayung [ tahutahu ≈ takutaku ] 1, 3, 4, 5, 6, 8

[ tibba ] 7, 9

[ gayuŋ ] 2

058. pisau [ raut ] 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8

(64)

059. selimut [ gobar ] 2, 4, 7, 8

[ salimut ] 1, 2, 3, 5, 6, 9

060. padi [ eme ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ page ] 1, 3

061. babi [ pinahan ] 5, 7, 8

[ babi ] 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9

062. ikan [ ikkan ] 4, 5, 6

[ dekke ] 1, 2, 3, 7, 8, 9

063. nyamuk [ roŋit ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ namuk ] 1, 3

064.

berdiri

[ joŋjoŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ tiddaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ c∂nd∂r ] 1, 3

065. tertawa [ mekkel ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ tertaba ] 1, 3

066. hitam [ biroŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ mb∂reŋ ] 1, 3

067.

rajin [ riŋgas ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kasah ] 1, 3

068. hutan [ tobbak ≈ t∂mbak] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9

(65)

069. panggilan untuk anak

laki-laki kecil

[ ucok ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ bursok ] 1, 3

070. kerja bakti [ marsirippa ] 4, 5, 6, 8, 9

[ marrodi ] 7

[ gotoŋroyoŋ ] 1, 2, 3

071. dia [ ibana ≈ imana] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ ia ] 1, 3

072. ketiak [ gedekgedek ≈

gidikgidik ]

2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ kikik ] 1, 3

073. celana dalam [ kolor ] 2, 4, 5, 8

[ sembat ] 2, 6, 7, 9

[ bisahan ] 1, 3

074. bisu [ŋuŋu ] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8

[ pokkak ] 7, 9

075. luka [ mabugaŋ ] 2, 4, 6, 7, 8, 9

[ lukka ] 5

[ ugahan ] 1, 3

076. sembuh [ malum ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ njuah ] 1

(66)

[ pijom ] 7

[ toŋkik ] 1, 3

078. kilat [ hilap ] 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ pulian ] 1, 2, 3

079. nasi [ iddahan ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ nak∂n ] 1, 3

080. bagaimana [ boha ] 6, 8, 9

[ soŋondia ] 2, 4, 5, 7

[ bakune ] 3

[ kat∂rra ] 1

081. beberapa [ pigapiga ] 1, 2, 3, 5, 8, 9

[ sadia ] 4, 6, 7

082. sore [ botari ~ bodari ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ cibon ] 1, 3

083. cuci [ basu ] 7

[ cucci ≈ sussi] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9

[ buri ] 8

084. daging [ juhut ≈ jukut ] 1, 2, 3, 8

[ jagal ] 5, 7, 8

[ sibuksibuk ] 4, 6, 9

(67)

[ dohot ≈ d∂k∂t] 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

086. darah [ mudar ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ daroh ] 1, 3

087. batang [ bonana ≈ b∂nana] 3, 4, 5, 6, 7, 8

[ bataŋ ] 1, 2, 9

088. kuku [ selu ] 1, 3

[ sasilon ~ sisilon ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

089. lempar [ daŋgur ] 2, 5, 6, 8

[ tippal ] 4, 7, 9

[ b∂ntir ~ bintir ] 1, 2, 3

090. mereka [ halaki ≈ kalaki ] 1, 2, 3, 8

[ nasida ] 4, 5, 6, 7, 9

091. orang [ jolma ≈ j∂lma ] 1, 2, 3, 4, 5, 8

[ halak ] 6, 7, 8, 9

092. perut [ siubeon ] 8

[ butuha ] 4, 5, 7, 8, 9

[ boltok ≈ b∂lt∂k] 1, 2, 3, 6, 7

093. cangkul [ pakkur ] 1, 2, 3, 7, 8, 9

[ paŋgu ] 4, 5, 6

094. licin [ laddit ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9

(68)

095. lutut [ lutot ] 6, 7, 8

[ duguldugul ] 4, 5, 9

[ teun ] 1, 2, 3

096. celana [ sarawal ] 4, 5, 6, 8, 9

[ basan ] 2, 7

[ bisahan ] 1, 3

097. mata air [ mual ] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

[ mata ni aek ] 8

098. bunuh [ mabbunu ] 1, 3, 4, 8, 9

[ mappamate ] 2, 5, 6, 7

[ seat ] 3, 5, 8

099. anting-anting [ siboŋ ≈ coboŋ ] 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9

[ krabu ] 1, 4, 9

100. cacing [ gea ] 4, 5, 6, 8

[ pinahit ] 8

[ goya ] 1, 2, 3, 7, 9

Dari hasil uraian di atas dapat diuraikan jangkauan penyebaran unsur

bahasa yang terjadi di daerah pengamatan. Jangkauan penyebaran unsur bahasa

tersebut adal

Gambar

Tabel I
Tabel II
Tabel IV
Tabel V Variasi Bunyi Vokal
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari daftar kosa kata yang diteliti terdapat 74 variasi leksikal yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten samosir dan 74 variasi

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia..

Atap Kata Penunjuk Jumlah 66. Semua

Judul Tesis : TRADISI LISAN NYANYIAN RAKYAT ANAK- ANAK PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KECAMATAN LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN.. Nama Mahasiswa : Demak

Bahasa Batak Toba sebenarnya bervariasi menurut daerah geografisnya, sehingga terdapat dialek-dialek yang didaerah Tapanuli Utara disebut dialek Toba Silindung yang

Selain menghitungan variasi, kajian ini juga mendeskripsikan pola variasi yang terjadi pada BBT di enam kabupaten dengan memperhatikan perbedaan fonologis,

Jadi penduduk mayoritas adalah penduduk bermarga dari Humbang Hasundutan dan Samosir ditambah dari kelompok marga lain yang datang sebagai panombang (pencari

Pandangan MUI Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Penambahan Syarat Perkawinan “Kerbau‟ dalam sistem Perkawinan Muslim Batak Toba di Kelurahan Pasar Dolok Sanggul