GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Skripsi
Oleh
BASARIA SIMANJUNTAK
NIM 100701035
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Oleh Basaria Simanjuntak
ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini dipilih 3 kecamatan sebagai daerah penelitian dengan 9 titik pengamatan. Tiap titik pengamatan ( desa ) ditetapkan tiga informan sebagai narasumber. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik pancing, cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan adanya variasi pada bidang fonologi yang meliputi korespondensi fonemis dan variasi fonemis, dan adanya variasi leksikon. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas dua dialek, yaitu Dialek Humbang Hasundutan Utara ( desa Sionom Hudon Runggu dan desa Sihas Tonga ), dan Dialek Humbang Hasundutan Selatan ( desa Sionom Hudon Timur, desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, desa Siambaton Pahae, dan desa Purba Baringin ). Dialek Humbang Hasundutan Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Barat (desa Sionom Hudon Timur dan desa Siambaton Pahae) dan Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Timur ( desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, dan desa Purba Baringin ).
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan hasil akhir dari kegiatan akademik selama penulis
menuntut ilmu di Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini adalah Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di
Kabupaten Humbang Hasundutan. Pemilihan judul dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang variasi dialek, pemetaan bahasa, dan tingkat isolek
bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, baik moral maupun material serta secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Bapak Dr.
Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Yuddi Adrian
Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen
4. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp selaku Sekretaris Departemen Sastra
Indonesia.
5. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran membimbing dan memberikan saran-saran yang sangat
membangun untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memberi saran-saran yang cukup berharga kepada penulis.
7. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
penulis selama dalam masa perkuliahan.
8. Ayahanda M.Simanjuntak dan Ibunda H.L. Sihombing yang telah
memberikan kasih sayang, doa, dan dorongan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan perkuliahan.
9. Abang Erwin Marbun yang telah bersedia menemani peneliti untuk
menjelajahi Kabupaten Humbang Hasundutan untuk memenuhi data penelitian
penulis.
10.Teman-teman seperjuangan Desy, Melda, Amel, Cyntia, Gledis, Mia, Bunga,
Osen yang selalu mendukung peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Ka Yonelda dan Ka Novita yang memberikan dukungan dan doa.
12.Teman-teman stambuk 2010 yang membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga seluruh pihak yang berjasa kepada
penulis, senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2014
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
PRAKATA ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Batasan Masalah ... 8
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 8
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 9
1.4.2.1Manfaat Teoritis ... 9
1.4.2.2 Manfaat Praktis ... 10
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Konsep ... 11
2.1.1 Dialek ... 11
2.1.2 Geografi Dialek ... 11
2.1.4 Variasi Fonetik ... 13
2.1.5 Variasi Leksikon ... 13
2.1.6 Isoglos, Heteroglos ... 13
2.1.7 Peta Bahasa ... 14
2.2 Landasan Teori ... 15
2.3 Tinjauan Pustaka ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.1.1 Lokasi Penelitian ... 20
3.1.2 Waktu Penelitian ... 20
3.2 Sumber Data ... 20
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 21
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data ... 27
BAB IV PEMBAHASAN ... 28
4.1 Distribusi Fonem ... 28
4.2 Variasi Bunyi ... 31
4.2.1 Variasi Bunyi Vokal ... 31
4.2.2 Variasi Bunyi Konsonan ... 34
4.3 Korespondensi Bunyi ... 36
4.3.1 Korespondensi Bunyi Vokal ... 37
4.3.2 Korespondensi Bunyi Konsonan ... 42
4.5 Pemetaan Variasi Isolek ... 79
4.5.1 Peta Perbedaan Fonologi ... 80
4.5.2 Peta Perbedaan Leksikon ... 92
4.6. Analisis Dialektometri ... 144
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 148
5.1 Simpulan ... 148
5.2 Saran ... 150
DAFTAR PUSTAKA ... 151
DAFTAR TABEL
Tabel I : Distribusi Bunyi Vokal
Tabel II : Peta Vokal
Tabel III : Distribusi Bunyi Konsonan
Tabel IV : Peta Konsonan
Tabel V : Variasi Bunyi Vokal
Tabel VI : Variasi Bunyi Konsonan
Tabel VII : Korespondensi Bunyi Vokal
Tabel VIII : Korespondensi Bunyi Konsonan
Tabel IX : Perbedaan Leksikal
GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Oleh Basaria Simanjuntak
ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini dipilih 3 kecamatan sebagai daerah penelitian dengan 9 titik pengamatan. Tiap titik pengamatan ( desa ) ditetapkan tiga informan sebagai narasumber. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik pancing, cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan adanya variasi pada bidang fonologi yang meliputi korespondensi fonemis dan variasi fonemis, dan adanya variasi leksikon. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas dua dialek, yaitu Dialek Humbang Hasundutan Utara ( desa Sionom Hudon Runggu dan desa Sihas Tonga ), dan Dialek Humbang Hasundutan Selatan ( desa Sionom Hudon Timur, desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, desa Siambaton Pahae, dan desa Purba Baringin ). Dialek Humbang Hasundutan Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Barat (desa Sionom Hudon Timur dan desa Siambaton Pahae) dan Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Timur ( desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, dan desa Purba Baringin ).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah rangkaian tuturan kata, mengandung makna yang dapat
dipahami oleh penuturnya, sedangkan dialek merupakan varian suatu bahasa.
Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk
membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan
sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen dalam Ayatrohaedi,
1983:1).
Bahasa daerah merupakan salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia
yang perlu dilestarikan. Undang-Undang Kebahasaan Nomor 24/2009 mengatur
tentang ketentuan keberadaan bahasa daerah. Dalam Bab 1 Ketentuan Umum
pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan
turun temurun oleh warga negara Indonesia di daerah – daerah di wilayah Negara
Kesatuan Indonesia. Dalam pasal 42 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah daerah
wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar
tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan
budaya Indonesia. Mengingat pentingnya pelestarian bahasa daerah, penelitian
mengenai bahasa daerah layak untuk dilaksanakan.
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang harus
bahasa untuk berkomunikasi adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Humbang
Hasundutan adalah sebu
pada
o1' - 2o 28'
Lintang Utara, 98o10' - 98o58' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya
memiliki batas:
• Sebelah Utara : Kabupaten Samosir
• Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara
• Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah
• Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Barat
Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada ketinggian 330-2.075 m di atas
permukaan laut (dpl.). Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang berada
pada ketinggian di bawah 500 m dpl. hanya sekitar 12% meliputi sebagian
Kecamatan Pakkat dan Tarabintang, 500-1000 m dpl. sekitar 36% meliputi
Kecamatan Tarabintang, Baktiraja, sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan
Parlilitan, ketinggian antara 1000-1500 m dpl. sekitar 48% meliputi Kecamatan
Doloksanggul, Pollung, Lintongnihuta, Paranginan, Onanganjang, Sijamapolang,
sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan Parlilitan, ketinggian di atas 1500 m dpl.
sekitar 3% meliputi daerah Dolok Pinapan. Jika dilihat dari kemiringan tanah
yang tergolong datar hanya 11%, landai sebesar 20%, dan miring terjal 69%.
itu memiliki bahasanya sendiri, yang disebut dengan bahasa Batak Toba, bahasa
Batak Karo, bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Pakpak Dairi, dan bahasa
Batak Angkola Mandailing. Bahasa Batak Toba sebenarnya bervariasi menurut
daerah geografisnya, sehingga terdapat dialek-dialek yang di daerah Tapanuli
Utara disebut dialek Toba Silindung yang meliputi Kota/Kecamatan Tarutung,
Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Garoga, Kecamatan
Pangaribuan, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Adiankoting, dan Pahae Jae, di
daerah Humbang Hasundutan disebut dialek Toba Humbang yang meliputi
Kecamatan Siborongborong, Pagaran, Muara, Kabupaten Humbang Hasundutan
(kecuali Kecamatan Parlilitan karena pengaruh teritorial Kabupaten Dairi), dan di
daerah Samosir menggunakan dialek Toba Samosir yang meliputi hanya
Kabupaten Samosir saja, yaitu Kecamatan Palipi, Pangururan, Onan Runggu,
Simanindo, dan Harian. Dialek Toba dipergunakan di wilayah toba, yaitu di
Kecamatan Balige, Laguboti, Porsea, Lumban Julu, Silaen, dan Parsoburan, dan
dialek Sibolga dipergunakan di Sibolga dan sebagian wilayah Silindung, yaitu di
Kecamatan Adiakoting (Kabar Bangun, 1984: 9).
Berdasarkan penelitian terdahulu ciri pembeda dialek-dialek bahasa Batak
Toba itu dapat dibagi atas beberapa perbedaan misalnya: perbedaan fonologis,
morfologis, sintaksis, dan semantis. Perbedaan fonologis misalnya, [amaη] ‘ayah’
(dalam dialek Silindung dan Humbang), [amoη] ‘ayah’ (dalam dialek Toba dan
Samosir), [apaη] ‘ayah’ (dalam dialek Sibolga). Perbedaan yang lain misalnya,
perbedaan semantis, yaitu perbedaan pada tata makna. Contoh kata [puaη]
dipergunakan pada dialek Silindung, Humbang, dan Sibolga, sedangkan pada
dialek Toba dipergunakan kata [kedan] dan [puan]. Pada dialek Samosir kedua
kata itu dianggap kasar, hanya dipergunakan kepada orang kedua yang statusnya
jauh lebih rendah dari kita (Kabar Bangun, 1984:10).
Penutur Batak Toba di Humbang Hasundutan ini berasal dari hampir
semua wilayah penduduk asli suku Batak Toba, seperti Silindung, Toba,
Humbang, dan Samosir. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan
bahasa daerah. Dalam situasi formal lebih sering digunakan bahasa Indonesia,
sedangkan dalam situasi informal atau kesukuan digunakan bahasa Batak Toba.
Namun, terdapat keunikan dalam pemakaian bahasa. Dalam situasi pergaulan
sehari-hari lebih sering terdengar pemakaian bahasa Batak Toba. Dengan kondisi
ini, dapat diasumsikan bahwa akan terjadi keragaman dialek diantara
penutur-penutur bahasa Batak Toba secara sosial.
Penutur bahasa Batak Toba dari suku lain tentu berkomunikasi dengan
cara yang berbeda dengan penutur bahasa Batak Toba itu sendiri. Di sisi lain akan
terdapat juga keragaman dialek di antara penutur bahasa Batak Toba sendiri
karena perbedaan latar belakang atau asal usul berdasarkan letak geografis.
Penutur yang kurang memahami bahasa Batak Toba misalnya mengucapkan kata
[makkan] ‘makan’, sedangkan penutur yang memahami bahasa Batak Toba
mengatakan [maηan] ‘makan’. Dalam penelitian ini hanya akan difokuskan
Penelitian tentang geografi dialek di wilayah Sumatera Utara sendiri cukup
berkembang. Penelitian yang pernah dilakukan seperti Geografi Dialek Bahasa
Batak Toba Oleh Kabar Bangun,dkk (1984), Geografi Dialek Bahasa Melayu di
Pesisir Timur Asahan oleh Widayati (1997), Geografi Bahasa Melayu di
Kecamatan Tanjung Pura oleh Khairiyah (1999), Geografi Bahasa Batak Karo di
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo oleh Koramil Kaban (2000),
Geografi dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang oleh
Riswani Nasution (2001), dan Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten
Samosir oleh Yonelda (2013).
Terdapat data yang menarik untuk dideskripsikan dalam kajian geografi
dialek di Kabupaten Humbang Hasundutan ini, misalnya di Kecamatan Parlilitan
terdapat perbedaan fonemis dengan menggunakan kata m∂rdalan untuk
menyatakan kata ‘berjalan’, sedangkan di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan
Dolok Sanggul menggunakan kata mardalan, di Kecamatan Parlilitan digunakan
kata tarum untuk menyatakan kata ‘atap’, di Kecamatan Pakkat dan Dolok
Sanggul menggunakan kata tarup. Begitu pula ada perbedaan beberapa leksikon
di daerah penelitian, misalnya di Kecamatan Parlilitan digunakan kata abu untuk
mengatakan kata ‘abu’, sedangkan di Kecamatan Pakkat dan Dolok Sanggul
menggunakan kata orbuk dan di Kecamatan Parlilitan menggunakan kata bauhun
untuk menyatakan kata ‘anjing’, di Kecamatan Pakkat menggunakan kata biaŋ,
dan di Kecamatan Dolok Sanggul menggunakan kata panaŋgae. Fenomena yang
terjadi di Kecamatan Parlilitan di mana bahasa di daerah Parlilitan lebih berbeda
terjadi karena pengaruh letak geografis Parlilitan yang berdekatan dengan daerah
Pakpak Barat (lihat peta daerah penelitian).
Fenomena tersebutlah yang menyebabkan peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang geografi dialek bahasa Batak Toba dengan wilayah
penelitian di Kabupaten Humbang Hasundutan. Peneliti menetapkan tiga
kecamatan dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan,
yaitu Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, dan Kecamatan Dolok Sanggul.
Pemilihan ketiga kecamatan tersebut karena ketiga kecamatan itu memiliki ciri
khas wilayah yang berbeda. Kecamatan Parlilitan merupakan kecamatan yang
berdekatan dengan wilayah Pakpak, sehingga terdapat variasi bahasa antara
bahasa Pakpak dengan bahasa Toba di Kecamatan ini. Kecamatan Pakkat
merupakan kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan
Kecamatan Dolok Sanggul merupakan kecamatan yang lokasinya di ibukota
Kabupaten Humbang Hasundutan, sehingga pasti disentuh oleh faktor-faktor dari
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran variasi fonemis dan variasi leksikon di Kabupaten
Humbang Hasundutan?
2. Bagaimana pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten
Humbang Hasundutan pada bidang fonologi dan leksikon?
3. Bagaimana penetapan isolek Batak Toba di Kabupaten Humbang
Hasundutan secara statistik bahasa (dialektometri )?
1.3Batasan Masalah
Penelitian ini hanya meliputi persamaan dan perbedaan variasi fonologi dan
variasi leksikon dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan
yang diwujudkan dalam peta bahasa. Untuk penetapan status isolek BBT di
Kabupaten Humbang Hasundutan secara statistik dibatasi hanya pada perhitungan
leksikon karena perbedaan leksikon sudah dapat memenuhi persyaratan untuk
penetapan status isolek di daerah tersebut.
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Pada dasarnya setiap penelitian itu memunyai tujuan tertentu yang
memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan variasi fonemis dan leksikon bahasa Batak Toba di
Kabupaten Humbang Hasundutan
2. Untuk menggambarkan pemetaan variasi fonemis dan leksikon bahasa Batak
Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan
3. Untuk mendeskripsikan isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang
Hasundutan.
1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten
Humbang Hasundutan ini dapat memberi manfaat:
1. Menjadi bahan acuan dan sumber masukan bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian mengenai geografi dialek bahasa Batak Toba
2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek bahasa
Batak Toba
3. Menambah penelitian tentang dialektologi
4. Memberi status penamaan dialek di kabupaten Humbang Hasundutan
1.4.2.2Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :
1. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa nusantara khususnya bahasa Batak Toba (BBT)
2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian tentang ragam dialek BBT
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun
yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal - hal
lain (Alwi,dkk 2003: 558).
2.1.1 Dialek
Dialek adalah varian suatu bahasa yang berfungsi sebagai bahasa
setempat. Dialek yang merupakan bahasa setempat itu bersifat turun-temurun.
Dialek ini terjadi karena adanya isolasi alami dalam jangka waktu yang lama
sehingga mereka yang asli tidak mengalami perubahan. Kemungkinan pula pada
saat kedatangan orang lain ke sana mereka akan mempergunakan bahasa atau
dialek itu sebagai bahasa pengantar (Bintarto dalam Bangun, 1984:9).
Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu
masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang
mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen
dalam Ayatrohaedi, 1983:1).
2.1.2 Geografi Dialek
Geografi dialek merupakan suatu bidang kajian dalam dialektologi yang
mewadahi penelitian ragam-ragam bahasa dengan menggunakan dialektometri
sebagai ukuran secara statistik untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan dan
persamaan yang terdapat di tempat-tempat penelitian bahasa atau dialek
berlangsung dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat
yang diteliti.
Dubois dkk. (dalam Ayatrohaedi 1983: 29) mengatakan geografi dialek
adalah cabang dialektologi yang bertujuan mempelajari hubungan yang terdapat di
dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat
terwujudnya ragam-ragam tersebut. Geografi dialek menyajikan hal-hal yang
bertalian dengan pemakaian anasir bahasa yang diteliti pada saat penelitian
dilakukan sehingga dapat dibuktikan (Jaberg dalam Ayatrohaedi, 1983:28).
2.1.3 Korespondensi dan Variasi
Korespondensi merupakan perubahan bunyi yang terjadi di antara dialek -
dialek atau subdialek-subdialek secara teratur yang mengakibatkan terjadinya
perbedaan dialek atau subdialek. Dari aspek linguistik, korespondensi terjadi
dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan dari aspek geografi,
korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama (Mahsun, 1995:29).
Variasi merupakan perubahan bunyi yang terjadi secara tidak teratur. Dari
segi linguistik, variasi terjadi bukan karena persyaratan lingkungan linguistik
tertentu dan dari segi geografi, variasi terjadi jika daerah sebaran geografisnya
2.1.4 Variasi Fonetik
Variasi ini berada di bidang fonologi dan biasanya si pemakai dialek atau
bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya variasi tersebut (Ayatrohaedi,
1983:3). Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal ataupun pada konsonan.
Sebagai contoh m∂rsakit ‘sakit’ di Kecamatan Parlilitan dengan kata marsahit
‘sakit’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul, kata b∂rŋin ‘malam’
di Kecamatan Parlilitan dengan borŋin ‘malam’ di Kecamatan Pakkat dan
Kecamatan Dolok Sanggul, dan cucci ‘cuci’ di Kecamatan Pakkat dan Parlilitan
dengan kata sussi ‘cuci’ di Kecamatan Dolok Sanggul
2.1.5 Variasi Leksikon
Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika
leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama
tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa
variasi (Mahsun, 1995:54). Sebagai contoh, kata abu ‘abu’ di Kecamatan
Parlilitan, kata orbuk ‘abu’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul
dan kata mbotoŋ ‘berat’ di Kecamatan Parlilitan, dokdok ‘berat’ di Kecamatan Pakkat, dan kata borat ‘berat’ di Kecamatan Dolok Sanggul.
2.1.6 Isoglos, Heteroglos, atau Watas Kata
Isoglos atau garis watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan
dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang
Ayatrohaedi, 1983:5). Garis watas kata ini kadang disebut juga sebagai heteroglos
(Kurath dalam Ayatrohaedi, 1983:5). Isoglos juga memunyai arti, yaitu garis
yang menghubungkan kata-kata atau bentuk-bentuk yang sama (Keraf, 1991:158).
2.1.7 Peta Bahasa
Gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua
gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahasa yang terkumpul selama penelitian
dipetakan. Dalam peta bahasa tergambar pernyataan yang lebih umum tentang
perbedaan dialek yang penting dari satu bahasa dengan daerah yang lain. Oleh
karena itu, kedudukan dan peran peta bahasa dalam kajian geografi dialek mutlak
diperlukan (Ayatrohaedi, 1983:31).
Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan supaya
data-data tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis. Pengisian data
lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan sistem:
1. Sistem langsung, yaitu dilakukan dengan memindahkan unsur-unsur
kebahasaan yang memiliki perbedaan ke atas peta. Sistem ini dapat efektif bila
unsur yang berbeda dimungkinkan dapat ditulis langsung pada daerah
pengamatan,
2. Sistem lambang, yaitu dilakukan dengan mengganti unsur-unsur yang berbeda
dengan menggunakan lambang tertentu yang ditulis di sebelah kanan daerah
pengamatan yang menggunakan bentuk (untuk perbedaan fonologi, leksikon,
3. Sistem petak, yaitu daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna
tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah pengamatan yang
menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis,
sehingga keseluruhan peta terlihat terpetak-petak menurut daerah-daerah
pengamatan yang menggunakan unsur kebahasaan yang serupa (Mahsun,
1995:59-60).
2.2 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Dialektologi
Struktural, yaitu menganalisis perbedaan atau variasi isolek berdasarkan
strukturnya, misalnya struktur bunyi dan juga perbedaan leksikon. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa dialek adalah kumpulan idiolek yang ditandai ciri-ciri yang khas
dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lain (Keraf dalam
Bangun, 1984:9). Cabang ilmu linguistik yang khusus mengkaji dialek disebut
dialektologi. Dalam praktiknya, studi dialektologi berkenaan dengan
wilayah-wilayah atau daerah yang menjadi sorotannya untuk meneliti suatu dialek untuk
berbagai tujuan. Wilayah atau daerah yang menjadi tempat penelitian variasi
bahasa tersebut tentu berbeda satu sama lainnya, baik dari segi kontur wilayah,
keadaan alam (lingkungan), mata pencaharian, agama, sampai adat-istiadat
tersendiri.
Variasi leksikal dan variasi fonemis pada dialek bahasa Batak Toba di
Kabupaten Humbang Hasundutan akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi
menurut apakah bentuk itu memiliki kesamaan secara fonetis atau tidak. Oleh
karena itu, teori struktural ini membandingkan bentuk-bentuk individual tanpa
melihat persamaan atau perbedaan, tetapi melihat bagian-bagian konstituen
sistemnya.
Sistem fonemik pada suatu ragam bahasa dikaji berdasarkan suatu prinsip
yang terkenal, yaitu penyebaran bunyi yang saling melengkapi, keserupaan bunyi,
dan kewujudan pasangan-pasangan minimal bagi ragam yang dikaji.
Dialektologi struktural merupakan salah satu upaya untuk menerapkan
dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa (Chambers, 1990:54).
Petugas lapangan harus tahu tentang ragam bahasa yang memunyai
sistem-sistem tersendiri, dan tidak harus bergantung semata-mata pada transkripsi
fonetik. Peneliti hendaknya meninjau perbedaan fonemik dengan bertanya kepada
informan apakah ada pasangan-pasangan kata yang mempunyai bunyi yang sama
atau berirama.
Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti, yaitu dari bidang leksikon dan
fonemis. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang
digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari suatu
etimon prabahasa (Mahsun, 1995:54). Contohnya, pada bahasa Batak Toba
terdapat dua kata untuk merealisasikan kata ‘bakar’, yaitu tutuŋ dan idalaŋ.
Dikatakan perbedaan dalam bidang fonemis, jika variasi kata berada di bidang
mengisyaratkan adanya perbedaan fonologi yang berupa korespondensi dan
variasi. Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal maupun pada konsonan.
Contohnya, ihur ‘ekor’ di Kecamatan Parlilitan dengan ekur ‘ekor’ di Kecamatan
Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul.
Sama halnya dengan perbedaan unsur kebahasaan dalam bahasa Batak Toba,
variasi perbedaan bahasa atau dialek juga penting. Teori yang dipaparkan di atas
menunjukkan seperti apa perbandingan antarvariasi dialek di Kabupaten
Humbang Hasundutan.
2.3 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pemetaan
kebahasaan dapat disampaikan sebagai berikut:
Bangun, dkk (1982) dengan penelitian yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa
Batak Toba”, dalam penelitian tersebut peneliti menyatakan bahwa bahasa Batak
Toba terdiri atas lima dialek yaitu dialek Silindung, dialek Humbang, dialek Toba,
dialek Samosir, dan dialek Sibolga. Ciri yang digunakan sebagai pembeda adalah
perbedaan fonologis, perbedaan morfologis, dan perbedaan semantis.
Widayati (1997) dalam tesisnya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Melayu
di Wilayah Timur Asahan”, mengkaji bidang fonologi dan leksikal. Deskripsi
leksikal menunjukkan adanya beberapa perbedaan dengan bahasa Melayu Umum
dan dalam bahasa Melayu Asahan terdapat dua dialek, yaitu dialek Batubara dan
Khairiyah (1999) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa
Melayu di Kecamatan Tanjung Pura”, terdapat variasi yang disebabkan oleh
faktor geografis, faktor mobilitas penduduk, dan faktor sosiologis. Variasi
fonologi dapat dilihat kesejajarannya dengan variasi leksikal yang secara bersama
membedakan kelompok-kelompok titik pengamatan hasil perhitungan
dialektometri. Berdasarkan uraian dan perhitungan dialektometri, bahasa Melayu
di Kecamatan Tanjung Pura memiliki perbedaan wicara, yaitu perbedaan wicara
Melayu Dataran Tinggi dan perbedaan wicara Melayu Pesisir.
Kaban (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Bahasa Batak Karo di
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”, membahas variasi-variasi pada
bidang leksikon dan fonologi. Dengan perhitungan dialektometri diketahui ada
dua subdialek yang berbeda, yaitu subdialek Surbakti dan subdialek Tigapancur.
Nasution (2001) dalam skripsinya yang berjudul ”Geografi Dialek Bahasa
Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang”, membahas tentang variasi di
bidang leksikon dan fonologi. Variasi fonologi dapat dilihat kesejajarannya
dengan variasi leksikon yang secara bersama membedakan kelompok-kelompok
titik pengamatan hasil penghitungan dialektometri.
Sembiring (2009) dalam disertasinya yang berjudul ”Variasi Dialek Bahasa Karo
di Kabupaten Karo, Deli Serdang” meneliti tiga kabupaten. Sebagai hasilnya
dapat ditemukan bahwa pada ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek
bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan
Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung,
dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah
subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang.
Toha (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Isolek-Isolek di Kabupaten Aceh
Tamiang Provinsi Aceh : Kajian Dialektologi” meneliti isolek Tamiang
menggunakan kajian dialektologi. Hasil penghitungan dialektometri pada 400
kosakata pada tataran leksikal menunjukkan dalam isolek Tamiang terdapat dua
dialek; Hilir dan Hulu. Hasil analisis secara sinkronis memperlihatkan isolek
Tamiang memiliki 18 konsonan dan 9 vokal. Hasil analisis diakronis
menunjukkan bahwa dialek Hilir masih memelihara unsur relik, sehingga dapat
dikatakan dialek Hilir sebagai daerah relik, sedangkan dialek Hulu merupakan
daerah inovasi.
Yonelda (2013) dalam skripsinya yang berjudul ”Geografi Dialek Bahasa Batak
Toba di Kabupaten Samosir”, membahas tentang variasi leksikal di Kabupaten
Samosir dan terdapat 79 variasi leksikal dari 100 kosakata yang digunakan di tiga
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi yang diteliti
adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Kabupaten Humbang Hasundutan
dengan ibukota Dolok Sanggul terdiri atas sepuluh kecamatan, yaitu Kecamatan
Dolok Sanggul, Kecamatan Baktiraja, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan
Pakkat, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pollung,
Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Tarabintang, dan Kecamatan Onan
Ganjang. Penelitian ini mengambil tiga kecamatan sebagai titik pengamatan, yaitu
Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, dan Kecamatan Dolok Sanggul.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau
keadaan berada atau berlangsung(Alwi, 2005:1267). Penulis melakukan penelitian
terhadap objek sekitar enam bulan mulai disetujuinya proposal.
3.2Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah informan yang berjumlah dua puluh
tujuh orang yang sudah dipilih di titik daerah pengamatan yang berupa tuturan
melalui penyebaran daftar pertanyaan mengenai variasi fonologis dan leksikal
yang berupa kata-kata.
Kosa kata dasar yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 128 kosa
kata, yaitu kosa kata dasar daftar Swadesh dan kosa kata daftar Mahsun, yaitu
berupa bagian tubuh, rumah dan bagiannya, kata penunjuk jumlah, penginderaan,
posisi, gerak, dan kerja, sistem kekerabatan, peralatan dan perlengkapan, tanaman,
warna, sifat, dan perangai, kata ganti orang, binatang, kehidupan desa dan
masyarakat, pakaian dan perhiasaan, makanan, penyakit, keadaan alam, waktu,
dan benda alam
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah metode
cakap. Metode cakap digunakan karena dalam penelitian ini melibatkan
percakapan antara peneliti dan informan. Metode cakap menggunakan teknik
dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang diharapkan sebagai
pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi
pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan
peneliti (Mahsun, 1995). Pancingan itu untuk membuat informan mengeluarkan
kata-kata yang diinginkan oleh peneliti berupa kosa kata dasar yang telah disusun
oleh peneliti dalam daftar pertanyaan. Teknik dasar dalam metode cakap
diteruskan ke dalam teknik lanjutan berupa cakap semuka. Peneliti langsung
pertanyaan yang telah disediakan kepada informan. Teknik rekam dan teknik catat
juga digunakan peneliti untuk melengkapi dan memperkuat data yang dihasilkan.
Peran informan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan
itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing – masing.
Seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu, yaitu
1. Berjenis kelamin pria dan wanita;
2. Berusia antara 25 - 65 tahun (tidak pikun);
3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta
jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;
4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD - SLTP);
5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan
tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
6. Pekerjaan bertani atau buruh;
7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya;
8. Dapat berbahasa Indonesia; dan
9. Sehat jasmani dan rohani (tidak cacat berbahasa, memiliki pendengaran tajam,
dan tidak gila atau pikun) (Mahsun, 1995:106).
Populasi dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Batak Toba di
Kabupaten Humbang Hasundutan. Pada setiap daerah penelitian akan dipilih
lebih memberikan gambaran secara objektif mengenai keadaan di daerah
penelitian.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Batak
Toba di :
1. Desa Sionom Hudon Runggu (TP 1), desa Sionom Hudon Timur ( TP 2 ),
dan desa Sihas Tonga ( TP 3 ) di Kecamatan Parlilitan;
2. Desa Sosor Gonting ( TP 4 ), desa Matiti ( TP 5 ), dan desa Pasaribu ( TP
6 ) di Kec. Dolok Sanggul;
3. Desa Pulogodang ( TP 7 ), desa Siambaton Pahae ( TP 8 ), dan desa Purba
Baringin ( TP 9 ) di Kecamatan Pakkat.
3.4Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode padan, yaitu
metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini
dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding
membedakan. Teknik ini bertujuan untuk mencari kesamaan hal pokok dari
pembedaan dan penyamaan yang dilakukan. Tujuan akhir dari teknik banding
menyamakan dan membedakan tersebut adalah menemukan kesamaan pokok di
antara data yang diperbandingkan itu. Misalnya, kata [abu] terdiri atas vokal
rendah tengah, konsonan hambat bilabial bersuara, dan vokal tinggi belakang.
konsonan dental lateral bersuara, vokal tinggi depan, konsonan dental hambat tak
bersuara, dan konsonan bilabial hambat tak bersuara.
Metode padan dalam penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan metode berkas
isoglos dan metode dialektometri.
Isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterakan
pada sebuah peta (Tawangsih Lauder dalam Mahsun, 1995:124). Batasan isoglos
adalah membedakan daerah - daerah pengamatan yang memiliki gejala
kebahasaan dengan daerah-daerah pengamatan lain yang juga memiliki gejala
kebahasaan yang sama.
Cara pembuatan isoglos adalah:
1. Membuat garis melengkung pada daerah pengamatan dalam peta. Garis
tersebut berfungsi untuk menyatukan daerah-daerah yang memilik gejala
kebahasaan yang sama serta membedakan daerah-daerah lain yang memiliki
gejala bahasa yang sama;
2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas;
3. Setiap perbedaan hanya dihitung satu isoglos, tanpa memperhatikannya
sebagai korespondensi atau variasi (Mahsun, 1995:130).
Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, kemudian diambil sebuah peta dasar
untuk membuat sebuah berkas isoglos. Pengelompokan isoglos yang kemudian
Penelitian ini juga menggunakan metode dialektometri. Dialektometri
merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh
perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan
membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier
dalam Mahsun, 1995: 118). Selanjutnya dalam persentase status dialek yang
diteliti digunakan rumus :
(S x 100) = d%
n
Keterangan : S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain
n = Jumlah peta yang diperbandingkan
d = jarak kosakata dalam persentase
Hasil yang diperoleh berupa presentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara
daerah-daerah pengamatan itu selanjutnya digunakan untuk menentukan
hubungan antardaerah pengamatan tersebut, yaitu
Perbedaan bidang leksikon:
81% ke atas : dianggap perbedaan bahasa
51- 80% : dianggap perbedaan dialek
31 – 50% : dianggap perbedaan subdialek
21 – 30% : dianggap perbedaan wicara
Ada dua cara penghitungan dengan dialektometri, yaitu segitiga
antardaerah pengamatan dan permutasi antardaerah pengamatan. Penelitian ini
menggunakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan dengan
beberapa ketentuan, yaitu
1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya
masing-masing mungkin melakukan komunikasi;
2. Daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi dihubungkan
dengan garis yang membentuk segitiga-segitiga;
3. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan,
sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain
(Mahsun, 1995:119).
Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan dialektometri di atas adalah :
1. Jika pada daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk
menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah
yang diperbandingkan, perbedaan itu dianggap tidak ada;
2. Bila pada daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak terdapat suatu
bentuk realisasi untuk suatu makna tertentu, dianggap perbedaan;
3. Jika daerah pengamatan yang diperbandingkan itu tidak memiliki bentuk
untuk merealisasikan suau makna tertentu, daerah-daerah pengamatan itu
dianggap sama;
4. Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan
5. Hasil perhitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga
dialektometri (Mahsun, 1995:119).
Presentase bidang fonologi lebih kecil dibandingkan dengan presentase
bidang leksikon. Kecilnya presentase untuk bidang fonologi itu disebabkan satu
perbedaan pada bidang fonologi dapat terefleksi pada perbedaan beberapa bentuk
untuk beberapa makna (Guiter dalam Mahsun, 1995:120).
3.5Metode dan Teknik Penyajian Data
Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah disajikan melalui metode informal dan
metode formal. Metode informal, yaitu perumusan dengan menggunakan
kata-kata biasa dan metode formal, yaitu perumusan dengan menggunakan tanda-tanda
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Fonem
Data yang terkumpul memperlihatkan variasi fonemis fonem-fonem.
Posisi fonem bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai
beberapa perbedaan. Perbedaan itu dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
a. Fonem yang dapat menempati posisi awal, tengah, dan akhir,
b. Fonem yang tidak dapat menempati beberapa posisi, baik posisi awal,
[image:39.595.111.492.460.704.2]posisi tengah, maupun posisi akhir.
Tabel I
Distribusi Bunyi Vokal
Vokal
Posisi
Awal Tengah Akhir
[ a ] [ abu ] ‘abu’ [ pamataŋ ]’tubuh’ [ baoa ] ‘lelaki’
[ i ] [ idalaŋ ] ‘bakar’ [ tapian ] ‘air’ [ hami ] ‘kami’
[ u ] [ umma ] ‘cium’ [ mabugaŋ ] ‘luka’ [ hutu ] ‘kutu’
[ e ] [ edur ] ‘ludah’ [ aek ] ‘air’ [ marlaŋe ] ‘berenang’
[ o ] [ orbuk ] ‘abu’ [ mbotoŋ ] ‘berat’ [ p∂sso ] ‘lemak’
Tabel II
Peta Vokal
Depan Tengah Belakang
Tinggi i u
Sedang e ∂ o
Rendah a
Tabel III
Distribusi Bunyi Konsonan
Konsonan Posisi
Awal Tengah Akhir
[ b ] [ biaŋ ] ‘anjing’ [ orbuk ] ‘abu’ _
[ c ] [ cilik ] ‘lihat’ [ cucci ] ‘cuci’ _
[ d ] [ dila ] ‘lidah’ [ g∂ddap ] ‘basah’ _
[ŋ ] [ŋiŋi ] ‘gigi’ [ deŋgan ] ‘baik’ [ kaccaŋ ] ‘kacang’
[ g ] [ gorsiŋ ] ‘kuning’ [ gedekgedek ] ‘ketiak’ _
[ h ] [ hunik ] ‘kuning’ [ dohot ] ‘dan’ [ buah ] ‘buah’
[ j ] [ juhut ] ‘daging’ [ gajjaŋ ] ‘panjang’ _
[image:40.595.109.520.446.751.2][ l ] [ laddit ] ‘licin’ [ marlaŋe ] ‘berenang’ [ kubal ] ‘botak’
[ m ] [ malitap ] ‘basah’ [ timus ] ‘asap’ [ modom ] ‘tidur’
[ n ] [ neŋel ] ‘tuli’ [ simanjujuŋ ] ‘kepala’ [mardalan]
berjalan’
[ p ] [ pituŋ ] ‘buta’ [ ipon ] ‘gigi’ [ tarup ] ‘atap’
[ r ] [ remaŋ ] ‘awan’ [ horbo ] ‘kerbau’ [ ijur ] ‘ludah’
[ s ] [ sasilon ] ‘kuku’ [ gorsiŋ ] ‘kuning’ [ tikkos ] ‘benar’
[ t ] [ tilik ] ‘lihat’ [ lutot ] ‘lutut’ [ juhut ] ‘daging
[image:41.595.109.518.112.382.2][ y ] _ [ gayuŋ ] ‘gayung’ _
Tabel IV Peta Konsonan D aer ah art ikul as i C ar a A rtikul as i B ila bi al L abi ode nt al D ental /al ve o la P al at al V el ar L ar inga l
hambat tak bersuara p t k
bersuara b d g
afrikatif tak bersuara c
bersuara j
bersuara
nasal/sengau bersuara m n ŋ
getar bersuara r
lateral bersuara l
semi vokal bersuara y
4.2 Variasi Bunyi
Perubahan bunyi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi linguistik
dan segi geografi. Dari segi linguistik, maksudnya perubahan itu muncul bukan
karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan data yang menyangkut
perubahan bunyi yang berupa variasi terbatas pada satu atau dua contoh saja.
Adapun dari segi geografi, perubahan itu disebut variasi, jika sebaran
geografisnya tidak sama (Mahsun, 1995:33-34).
[image:42.595.148.506.113.255.2]4.2.1 Variasi Bunyi Vokal
Tabel V
Variasi Bunyi Vokal
Gloss Variasi Berian Titik Pengamatan
cium [u] ~ [∂] [ umma ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ ∂mma ] 1, 3
[ sisilon ] 3, 8, 9
lempar [∂] ~ [i] [ b∂ntir ] 1, 3
[ bintir ] 2
pintu [ p∂ntu ] 1, 3
[ pittu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
anting-anting [i] ~ [o] [ siboŋ ] 2, 5, 6, 7, 8, 9
[ coboŋ ] 3
nyanyi [e] ~ [∂] [ maredde ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂r∂nd∂ ] 1, 3
4.2.1.1 Variasi Vokal [u] ~ [∂] /#-
Vokal [u] bervariasi dengan [∂] pada posisi awal. Variasi ini terdapat pada
kata [ umma ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ ∂mma ] pada
titik pengamatan 1, 3.
4.2.1.2 Variasi Vokal [a] ~ [i]/#K-
Vokal [a] bervariasi dengan [i] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi
ini terdapat pada kata [ sasilon ] pada titik pengamatan 4, 7, 8, 9, dan kata [sisilon]
4.2.1.3 Variasi Vokal [∂] ~ [i] /#K-
Vokal [∂] bervariasi dengan [i] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi
ini terdapat pada kata [ b∂ntir ], [ p∂ntu ] pada titik pengamatan 1, 3, dan kata [
bintir ] pada titik pengamatan 2, kata [ pittu ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8,
9.
4.2.1.4 Variasi Vokal [i] ~ [o]/#K-
Vokal [i] bervariasi dengan [o] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi
ini terdapat pada kata [ siboŋ ] pada titik pengamatan 2, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [
coboŋ ] pada titik pengamatan 3.
4.2.1.5 Variasi Vokal [e] ~ [∂]/ -#
Vokal [e] bervariasi dengan [∂] pada posisi akhir. Variasi ini terdapat pada
kata [ maredde ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ m∂r∂nd∂ ]
pada titik pengamatan 1, 3.
4.2.1.6 Variasi Vokal [e] ~ [∂]/ #K-
Vokal [e] bervariasi dengan [∂] pada posisi setelah bunyi konsonan.
Variasi ini terdapat pada kata [ maredde ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
4.2.2 Variasi Bunyi Konsonan
Tabel VI
Variasi Bunyi Konsonan
Gloss Variasi Berian Titik Pengamatan
bintang [t] ~ [n] [ bittaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ bintaŋ ] 1, 3
pintu [ pittu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ p∂ntu ] 1, 3
cincin [t] ~ [s] [ tittin ] 2, 7, 8, 9
[ sissin ] 4, 5, 6
duduk [d] ~ [n] [ huddul ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kundul ] 1, 3
nyanyi [ maredde ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂r∂nd∂ ] 1, 3
lihat [t] ~ [c] [ tilik ] 3
[ cilik ] 1
atap [p] ~ [m] [ tarup ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ tarum ] 1, 3
sore [t] ~ [d] [ botari ] 4, 6, 7, 8
[ bodari ] 5, 9
ludah [j] ~ [d] [ ijur ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
4.2.2.1 Variasi Konsonan [t] ~ [n] /#KV-
Konsonan [t] bervariasi dengan [n] pada posisi awal setelah bunyi
konsonan vokal. Variasi ini terdapat pada kata [ bittaŋ ] dan [ pittu ] pada titik
pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ bintaŋ ], [ p∂ntu ] pada titik pengamatan
1, 3.
4.2.2.2 Variasi Konsonan [t] ~ [s] /# -
Konsonan [t] bervariasi dengan [s] pada posisi awal dan pada posisi awal
setelah bunyi konsonan vokal. Variasi ini terdapat pada kata [ tittin ] pada titik
pengamatan 2, 7, 8, 9, dan kata [ sissin ] pada titik pengamatan 4, 5, 6.
4.2.2.3 Variasi Konsonan [d] ~ [n] /#KV -
Konsonan [d] bervariasi dengan [n] pada posisi awal setelah bunyi
konsonan vokal. Variasi ini terdapat pada kata [ huddul ], [ maredde ] pada titik
pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ kundul ], [ m∂r∂nd∂ ] pada titik
pengamatan 1, 3.
4.2.2.4 Variasi Konsonan [t] ~ [c] /# -
Konsonan [t] bervariasi dengan [c] pada posisi awal. Variasi ini terdapat
pada kata [ tilik ] pada titik pengamatan 3 dan kata [ cilik ] pada titik pengamatan
1.
Konsonan [p] bervariasi dengan [m] pada posisi akhir. Variasi ini terdapat
pada kata [ tarup ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ tarum ]
pada titik pengamatan 1, 3.
4.2.2.6 Variasi Konsonan [t] ~ [d] /#V1 – V2
Konsonan [t] bervariasi dengan [d] pada posisi antarvokal yang tidak
identis. Variasi ini terdapat pada kata [ botari ] pada titik pengamatan 4, 6, 7, 8,
dan kata [ bodari ] pada titik pengamatan 5, 9.
4.2.2.7 Variasi Konsonan [j] ~ [d] /#V1 – V2
Konsonan [j] bervariasi dengan [d] pada posisi antarvokal yang tidak
identis. Variasi ini terdapat pada kata [ ijur ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8,
9 dan kata [ edur ] pada titik pengamatan 1, 3.
4.3 Korespondensi Bunyi
Dari sudut pandang dialektologi, kekorespondensian suatu kaidah
perubahan bunyi berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek linguistik dan aspek
geografi. Dari aspek linguistik, korespondensi terjadi dengan persyaratan
lingkungan linguistik tertentu, sehingga data tentang kaidah berupa korespondensi
tidak terbatas jumlahnya. Dari aspek geografi, korespondensi terjadi jika daerah
sebaran leksem-leksem yang menjadi realisasi kaidah perubahan bunyi terjadi
4.3.1 Korespondensi Bunyi Vokal
Tabel VII
Korespondensi Bunyi Vokal
Gloss Korespondensi Berian Titik Pengamatan
berjalan [a] ≈ [∂] [ mardalan ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂rdalan ] 1, 3
buru (ber) [ marburu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂rburu ] 1, 3
tubuh [ pamataŋ ] 4, 5, 6, 7, 9
[ p∂mataŋ ] 1
berenang [ marlaŋe ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂rlaŋi ] 1, 3
sakit [ marsahit ] 2, 6, 7, 8, 9
[ m∂rsakit ] 1, 3
nyanyi [ maredde ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂r∂nd∂ ] 1, 3
kuning [o] ≈ [∂] [ gorsiŋ ] 1, 2, 4, 6, 9
[ g∂rsiŋ ] 3
dan [ dohot ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
orang [ jolma ] 2, 4, 5, 8
[ j∂lma ] 1, 3
perut [ boltok ] 2, 6, 7
[ b∂lt∂k ] 1, 3
tidur [ modom ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂d∂m ] 1, 3
awan [ obbun ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ ∂mbun ] 3
malam [ borŋin ] 2, 4, 5, 8, 9
[ b∂rŋin ] 1, 3
batang [ bonana ] 4, 6, 8
[ b∂nana ] 3
gigi [ ipon ] 4, 6, 8, 9
[ ep∂n ] 1, 3
kerbau [ horbo ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ k∂rbo ] 1, 3
lembu [ lobbu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ l∂mbu ] 1, 3
hutan [ tobbak ] 2, 4, 5, 6, 8, 9
[ t∂mbak ] 1, 3
nenas [ honas ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
buta [i] ≈ [e]
[ pituŋ ] 4, 7, 8, 9
[ petuŋ ] 1, 3
ketiak [ gidikgidik ] 2, 8
[ gedekgedek ] 4, 5, 6, 7, 9
ludah [ ijur ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ edur ] 1, 3
ekor [ ihur ] 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ ekur ] 1, 3
gigi [ ipon ] 4, 6, 8, 9
[ ep∂n ] 1, 3
berenang [ m∂rlaŋi ] 1, 3
[ marlaŋe ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
4.3.1.1 Korespondensi Vokal [a] ≈ [∂] /#K-
Vokal [a] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi awal setelah konsonan.
Korespondensi ini terdapat pada kata [ mardalan ], [ marburu ], [ marlaŋe ], [
marsahit ], [ maredde ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [
m∂rdalan ], [ m∂rburu ], [ m∂rlaŋi ], [ m∂rsakit ],[ m∂r∂nd∂ ] pada titik
pengamatan 1, 3. Korespondensi ini juga terdapat pada kata [ pamataŋ ] pada titik
pengamatan 4, 5, 6, 7, 9, dan kata [ p∂mataŋ ] pada titik pengamatan 1.
Vokal [o] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi awal setelah konsonan.
Korespondensi ini terdapat pada kata [ modom ], [ horbo ], [ lobbu ], [ honas ]
pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ m∂d∂m ], [ k∂rbo ], [ l∂mbu ], [
k∂nas ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini juga terdapat pada kata [
borŋin ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 8, 9, dan kata [ b∂rŋin ] pada titik
pengamatan 1, 3, korespondensi kata [ dohot ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7,
8, 9, dan kata [ d∂k∂t ] pada titik pengamatan 1, kata [ jolma ] pada titik
pengamatan 2, 4, 5, 8, dan kata [ j∂lma ] pada titik pengamatan 1, 3. Kata [ boltok
] pada titik pengamatan 2, 6, 7, berkorespondensi dengan [ b∂lt∂k ] pada titik
pengamatan 1, 3, kata [ bonana ] pada titik pengamatan 4, 6, 8, dan [ b∂nana ]
pada titik pengamatan 3, kata [ tobbak ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 8, 9, dan
[ t∂mbak ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini terdapat juga pada kata [
gorsiŋ ] pada titik pengamatan 1, 2, 6, 7, 8, dan kata [ gersiŋ ] pada titik
pengamatan 3.
4.3.1.3 Korespondensi Vokal [o] ≈ [∂] /-K#
Vokal [o] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi akhir sebelum
konsonan. Korespondensi ini terdapat pada kata [ dohot ] pada titik pengamatan 2,
4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ d∂k∂t ] pada titik pengamatan 1. Kata [ boltok ] pada
titik pengamatan 2, 6, 7, berkorespondensi dengan [ b∂lt∂k ] pada titik
pengamatan 1, 3, kata [ ipon ] pada titik pengamatan 4, 6, 8, 9, dan kata [ ep∂n ]
4.3.1.4 Korespondensi Vokal [o] ≈ [∂] /#-
Vokal [o] berkorespondensi dengan [∂] pada posisi awal. Korespondensi
ini terdapat pada kata [ obbun ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [
∂mbun ] pada titik pengamatan 3.
4.3.1.5 Korespondensi Vokal [i] ≈ [e]/#K-
Vokal [i] berkorespondensi dengan [e] pada posisi awal setelah konsonan.
Korespondensi ini terdapat pada kata [ pituŋ ] pada titik pengamatan 4, 7, 8, 9, dan
kata [ petuŋ ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini juga terdapat pada
kata [gidikgidik ] pada titik pengamatan 2, 8, dan kata [ gedekgedek ] pada titik
pengamatan 4, 5, 6, 7, 9.
4.3.1.6 Korespondensi Vokal [i] ≈ [e]/#-
Vokal [i] berkorespondensi dengan [e] pada posisi awal. Korespondensi
ini terdapat pada kata [ ijur ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ ihur ]
pada titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ ipon ] pada titik pengamatan 4, 6, 8, 9,
dan kata [ edur ], [ ekur ], dan [ ep∂n ] pada titik pengamatan 1, 3.
4.3.1.7 Korespondensi Vokal [i] ≈ [e]/ -#
Vokal [i] berkorespondensi dengan [e] pada posisi akhir. Korespondensi
ini terdapat pada kata [ m∂rlaŋi ] pada titik pengamatan 1, 3, dan kata [ marlaŋe ]
4.3.2 Korespondensi Bunyi Konsonan
Tabel VIII
Korespondensi Bunyi Konsonan
Gloss Korespondensi Berian Titik Pengamatan
Daging [h] ≈ [k] [ juhut ] 2, 8
[ jukut ] 1, 3
Kutu [ hutu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kutu ] 1, 3
Botak [ hubal ] 6, 8
[ kubal ] 5, 7, 9
Mereka [ halaki ] 2, 8
[ kalaki ] 1, 3
Gayung [ tahutahu ] 4, 5, 6, 8
[ takutaku ] 1, 3
Rumput [ duhutduhut ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ dukutdukut ] 1, 3
Kami [ hami ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kami ] 1, 3
Kita [ hita ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kita ] 1, 3
[ kela ] 1, 3
Ekor [ ihur ] 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ ekur ] 1, 3
Kerbau [ horbo ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ k∂rbo ] 1, 3
Duduk [ huddul ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kundul ] 1, 3
Nenas [ honas ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ k∂nas ] 1, 3
Kacang [ kassaŋ ] 1, 2, 3, 8, 9
[ hassaŋ ] 4, 5, 6, 7
Dia [b] ≈ [m] [ ibana ] 2, 4, 5, 7, 8
[ imana ] 6, 9
Awan [ obbun ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ ∂mbun ] 1, 3
Lembu [ lobbu ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ l∂mbu ] 1, 3
Hutan [ tobbak ] 2, 4, 5, 6, 8, 9
[ t∂mbak ] 1, 3
Cuci [c] ≈ [s] [ cucci ] 1,2, 3, 9
[ sussi ] 4, 5, 6
[ hissat ] 5, 8
anting-anting [ coboŋ ] 3
[ siboŋ ] 2, 5, 6, 7, 8, 9
4.3.2.1 Korespondensi Konsonan [h] ≈ [k] /# -
Konsonan [h] berkorespondensi dengan [k] pada posisi awal.
Korespondensi ini terdapat pada kata [ hutu ], [ hami ], [ hita ], [ hela ], [ horbo ], [
huddul ], [ honas ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ kutu ], [
kami ], [ kita ], [ kela ], [ k∂rbo], [ kundul ], [ k∂nas ] pada titik pengamatan 1, 3.
Korespondensi ini juga terdapat pada kata [ hubal ] pada titik pengamatan 6, 8,
dan kata [ kubal ] pada titik pengamatan 5, 7, 9, dan kata [ halaki ] pada titik
pengamatan 2, 8, dan kata [ kalaki ] pada titik pengamatan 1, 3. Korespondensi ini
juga terdapat pada kata [ kassaŋ ] pada titik pengamatan 1, 2, 3, 8, 9, dengan [
hassaŋ ] pada titik pengamatan 4, 5, 6, 7.
4.3.2.2 Korespondensi Konsonan [h] ≈ [k] /#V – V#
Konsonan [h] berkorespondensi dengan [k] pada posisi antarvokal.
Korespondensi ini terdapat pada kata [ juhut ] pada titik pengamatan 2, 8, kata [
duhutduhut ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ tahutahu ] pada titik
pengamatan 4, 5, 6, 8, kata [ ihur ] pada titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8, 9, dengan
4.3.2.3 Korespondensi Konsonan [b] ≈ [m] #(K)V-
Konsonan [b] berkorespondensi dengan [m] pada posisi awal setelah bunyi
(konsonan) vokal. Korespondensi ini terdapat pada kata [ ibana ] pada titik
pengamatan 2, 4, 5, 7, 8, dan kata [ imana ] pada titik pengamatan 6, 9.
Korespondensi ini juga terdapat pada kata [ obbun ], [ lobbu ] pada titik
pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, kata [ tobbak ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 8, 9
dan kata [ ∂mbun ], [ l∂mbu ], [ t∂mbak ] pada titik pengamatan 1, 3.
4.3.2.4 Korespondensi Konsonan [c] ≈ [s] /# (KV) -
Konsonan [c] berkorespondensi dengan [s] pada posisi awal (setelah
konsonan vokal). Korespondensi ini terdapat pada kata [ cucci ] pada titik
pengamatan 1, 2, 3, 9, dan kata [ sussi ] pada titik pengamatan 4, 5, 6, kata [ hiccat
] pada titik pengamatan 2, 8, dan [ hissat ] pada titik pengamatan 5, 7, kata [ coboŋ
] pada titik pengamatan 3, dan [ siboŋ ] pada titik pengamatan 2, 5, 6, 7, 8, 9.
4.4Perbedaan Leksikon
Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon jika
leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama
tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa
Tabel IX
Perbedaan Leksikal
No. Peta Gloss Berian Titik Pengamatan
001. abu [ abu ] 1, 2, 3, 9
[ orbuk ] 4, 5, 6, 7, 8, 9
002. air [ tapian ] 8
[ aek ] 2, 4, 5, 6, 7, 9
[lae ] 1, 3
003. busuk [ busuk ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ macik ] 1, 3
004. buruk [ jorbut ] 6, 8
[ dae ] 7, 9
[ buruk ] 1, 2, 3, 4, 5
005. apa [ aha ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kade ] 1, 3
006. anjing [ panaŋgae ] 4, 6, 8
[ biaŋ ] 2, 3, 5, 7, 9
[ bauhun ] 1
007. asap [ timus ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ c∂mb∂r ] 1, 3
[ ulu ] 2, 4, 5, 6, 7, 9
[ takal ] 1, 3
009. awan [ remaŋ ] 1
[ obbun ≈∂mbun ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
010. ayah [ amaŋ ] 4, 6, 8
[ bapa ] 1, 2, 3, 5, 7, 9
011. bakar [ tutuŋ ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ idalaŋ ] 1
012. baik [ deŋgan ] 2, 4, 5, 7, 8, 9
[ m∂nda ] 1,
[ burju ] 6, 9
013. banyak [ godaŋ ] 2, 5, 7, 8, 9
[ bahat ] 4, 6, 8
[ deak ] 7
[ mbue ] 1, 3
014. baring [ peak ] 4, 6, 8, 9
[ mamidiŋ ] 2, 5, 7
[ gale ] 1, 3
015.
.
basah [ malitap ] 2, 6, 8
[ matonu ] 2, 4, 7, 9
[ taptap ] 3
[ g∂ddap ] 1
016. benar [ sittoŋ ] 1, 2, 3, 4, 7, 8
[ tikkos ] 6, 9
[ toho ] 5
017. berat [ dokdok ] 6, 7, 8
[ borat ] 2, 4, 5, 8, 9
[ mbotoŋ ] 1, 3
018. beri [ lean ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ br∂k∂n ] 1, 3
019. bilamana [ soŋondia ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ bakun∂nola ] 1, 3
020. binatang [ dorbia ] 5, 6, 9
[ pahanpahanan ] 8
[ binataŋ ] 1, 2, 3, 4, 7
021. buah [ boras ] 2, 5, 7, 8
[ parbue ] 4, 6, 9
[ buah ] 1, 3
022. danau [ tao ] 2, 4, 5, 6, 7, 9
[ danau ] 1, 3, 8
023. dekat [ jonok ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ jolmit ] 1, 3
024. kering [ mahiaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ k∂rrah ] 1, 3
025. kotor [ rotak ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kotor ] 1, 3
026. kulit [ hulikkuliŋ ] 2, 4, 6, 7, 8, 9
[ koliŋ ] 1, 3
[ sisik ] 5
027. kuning [ gorsiŋ ≈ g∂rsiŋ] 1, 2, 3, 6, 7, 8
[ hunik ] 4, 5, 9
[ koniŋ ] 3
028. lain [ asiŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ lain ] 1, 3
029. lebar [ bolak ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ mb∂laŋ ] 1, 3
030. leher [ rukkuŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ krahoŋ ] 1, 3
031. lelaki [ baoa ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ daholi ] 1, 3
[ ida ] 4, 8, 9
[ tilik ~ cilik] 1, 3
033. lurus [ tigor ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ p∂nt∂r ] 1, 3
034. main [ margaitgait ] 1, 3, 6, 8
[ marmeam ] 2, 4, 5, 7, 9
035.
botak [ hubal ≈ kubal] 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ gundul ] 1, 2, 3
036. mata [ simaloloŋ ] 5, 8
[ mata ] 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9
037. nama [ goar ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ g∂rrar ] 1, 3
038. panas [ mohop ] 2, 4, 5, 7, 8
[ las ] 6, 9
[ gara ] 1, 3
039. panjang [ gajjaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ g∂daŋ ] 1, 3
040. pasir [ rihit ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ k∂rsik ] 1, 3
041. pegang [ tiop ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ c∂k∂p ] 1, 3
042. tubuh [ dagiŋ ] 2, 3, 8
[ pamataŋ ≈ p∂mataŋ ] 1, 4, 5, 6, 7, 9
043. ekor [ ipput ] 2
[ ihur ≈ ekur ] 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
044. gigi [ ipon ≈ ep∂n ] 1, 3, 4, 6, 8, 9
[ŋiŋi ] 2, 5, 7, 8
045. lemak [ tabotabo ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ p∂sso ] 1, 3
046. anak [ dukak ] 1, 3, 8, 9
[ dakdanak ] 4, 8
[ gelleŋ ] 5, 6, 7
[ anak ] 1, 2, 3
047. ibu [ inaŋ ] 1, 2, 3, 8, 9
[ uma ] 4, 5, 6, 7
048. saudara perempuan [ ito ]~[ iboto ] 2, 4, 5, 6, 7, 8 9
[ pariban ] 3, 5
[ turaŋ ] 1
049. rumah [ sapo ] 1, 3
[ bagas ] 4, 7
050. dinding [ dorpi ] 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8
[ diŋdiŋ ] 2, 3, 9
051. halaman [ alaman ] 2, 4, 5, 6, 7, 9
[ jambur ] 8
[ ks∂an ] 1, 3
052. sedikit [ saotik ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ citok ] 1, 3
053. semua [ karina ] 1, 3
[ sude ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
054. dengar [ bege ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ d∂ŋkoh ] 1
055. bangun dari tidur [ hiccat ≈ hissat ] 2, 5, 7, 8
[ duŋo ] 4, 6, 9
[ keke ] 1, 3
056. merasa [ makkilala ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ m∂rasak∂n ] 1, 3
057. gayung [ tahutahu ≈ takutaku ] 1, 3, 4, 5, 6, 8
[ tibba ] 7, 9
[ gayuŋ ] 2
058. pisau [ raut ] 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8
059. selimut [ gobar ] 2, 4, 7, 8
[ salimut ] 1, 2, 3, 5, 6, 9
060. padi [ eme ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ page ] 1, 3
061. babi [ pinahan ] 5, 7, 8
[ babi ] 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9
062. ikan [ ikkan ] 4, 5, 6
[ dekke ] 1, 2, 3, 7, 8, 9
063. nyamuk [ roŋit ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ namuk ] 1, 3
064.
berdiri
[ joŋjoŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ tiddaŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ c∂nd∂r ] 1, 3
065. tertawa [ mekkel ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ tertaba ] 1, 3
066. hitam [ biroŋ ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ mb∂reŋ ] 1, 3
067.
rajin [ riŋgas ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kasah ] 1, 3
068. hutan [ tobbak ≈ t∂mbak] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9
069. panggilan untuk anak
laki-laki kecil
[ ucok ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ bursok ] 1, 3
070. kerja bakti [ marsirippa ] 4, 5, 6, 8, 9
[ marrodi ] 7
[ gotoŋroyoŋ ] 1, 2, 3
071. dia [ ibana ≈ imana] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ ia ] 1, 3
072. ketiak [ gedekgedek ≈
gidikgidik ]
2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ kikik ] 1, 3
073. celana dalam [ kolor ] 2, 4, 5, 8
[ sembat ] 2, 6, 7, 9
[ bisahan ] 1, 3
074. bisu [ŋuŋu ] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8
[ pokkak ] 7, 9
075. luka [ mabugaŋ ] 2, 4, 6, 7, 8, 9
[ lukka ] 5
[ ugahan ] 1, 3
076. sembuh [ malum ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ njuah ] 1
[ pijom ] 7
[ toŋkik ] 1, 3
078. kilat [ hilap ] 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ pulian ] 1, 2, 3
079. nasi [ iddahan ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ nak∂n ] 1, 3
080. bagaimana [ boha ] 6, 8, 9
[ soŋondia ] 2, 4, 5, 7
[ bakune ] 3
[ kat∂rra ] 1
081. beberapa [ pigapiga ] 1, 2, 3, 5, 8, 9
[ sadia ] 4, 6, 7
082. sore [ botari ~ bodari ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ cibon ] 1, 3
083. cuci [ basu ] 7
[ cucci ≈ sussi] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9
[ buri ] 8
084. daging [ juhut ≈ jukut ] 1, 2, 3, 8
[ jagal ] 5, 7, 8
[ sibuksibuk ] 4, 6, 9
[ dohot ≈ d∂k∂t] 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
086. darah [ mudar ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ daroh ] 1, 3
087. batang [ bonana ≈ b∂nana] 3, 4, 5, 6, 7, 8
[ bataŋ ] 1, 2, 9
088. kuku [ selu ] 1, 3
[ sasilon ~ sisilon ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
089. lempar [ daŋgur ] 2, 5, 6, 8
[ tippal ] 4, 7, 9
[ b∂ntir ~ bintir ] 1, 2, 3
090. mereka [ halaki ≈ kalaki ] 1, 2, 3, 8
[ nasida ] 4, 5, 6, 7, 9
091. orang [ jolma ≈ j∂lma ] 1, 2, 3, 4, 5, 8
[ halak ] 6, 7, 8, 9
092. perut [ siubeon ] 8
[ butuha ] 4, 5, 7, 8, 9
[ boltok ≈ b∂lt∂k] 1, 2, 3, 6, 7
093. cangkul [ pakkur ] 1, 2, 3, 7, 8, 9
[ paŋgu ] 4, 5, 6
094. licin [ laddit ] 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9
095. lutut [ lutot ] 6, 7, 8
[ duguldugul ] 4, 5, 9
[ teun ] 1, 2, 3
096. celana [ sarawal ] 4, 5, 6, 8, 9
[ basan ] 2, 7
[ bisahan ] 1, 3
097. mata air [ mual ] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
[ mata ni aek ] 8
098. bunuh [ mabbunu ] 1, 3, 4, 8, 9
[ mappamate ] 2, 5, 6, 7
[ seat ] 3, 5, 8
099. anting-anting [ siboŋ ≈ coboŋ ] 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9
[ krabu ] 1, 4, 9
100. cacing [ gea ] 4, 5, 6, 8
[ pinahit ] 8
[ goya ] 1, 2, 3, 7, 9
Dari hasil uraian di atas dapat diuraikan jangkauan penyebaran unsur
bahasa yang terjadi di daerah pengamatan. Jangkauan penyebaran unsur bahasa
tersebut adal