• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geografi Dialek Bahasa Batak Toba Di Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Geografi Dialek Bahasa Batak Toba Di Kabupaten Samosir"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA

DI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OLEH

YONELDA BASA NOVITA MARBUN

090701033

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2013

(3)

ABSTRAK

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

YONELDA BASA NOVITA MARBUN

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi leksikal, pemetaan variasi isolek dan status dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan dalam mengkaji Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir dalam bidang leksikon, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, serta dapat memberi status penamaan untuk dialek di Kecamatan Samosir. Kabupaten Samosir sebagai lokasi penelitian merupakan daerah yang terdiri dari sembilan kecamatan. Namun, analisis Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabpuaten Samosir difokuskan pada tiga kecamatan dengan dua sampai tiga titik pengamatan di tiap kecamatan yaitu di Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur mulamula. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki ciri khas wilayah yang berbeda. Adanya fenomenal lingual yang terjadi di wilayah tersebut menjadi alasan yang mendasar dalam pemelihan objek penelitian ini. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari daftar kosa kata yang diteliti terdapat 74 variasi leksikal yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten samosir dan 74 variasi leksikal tersebut dideskripsikan pada peta bahasa dengan membuat garis isoglos untuk membatasi daerah-daerah yang menggunakan kata yang sama dari daerah yang menggunakan kata yang berbeda. Selanjutnya dari variasi leksikal tersebut dihasilkan status dialek antar wilayah penelitian yaitu berupa beda subdialek, beda wicara, dan tidak ada perbedaan.

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat kasih dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat bagi mahasiswa S1 yang menyelesaikan pendidikan guna meraih gelar sarjana sastra pada Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak baik dalam bentuk ide atau gagasan, moral, maupun materi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Dr. Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III. 2. Bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution. M.Hum selaku ketua Departemen

SastraIndonesia Universitas Sumatera Utara.

(5)

4. Ibu Dr. Dwi Widayati. M.Hum selaku pembimbing I skripsi yang telah banyak memberi masukan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Amhar Kudadiri. M.Hum selaku pembimbing II skripsi yang juga banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen di Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Kedua orang tua saya yang terkasih, ayahanda M. Marbun dan ibunda M. Manik, S.E atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama masa mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini

8. Saudara-saudaraku terkasih Marbun’s Familyyaitu, abangku Hendra Agustinus Hasudungan Marbun. S.E. M.Si. Ak dan kakakku Lydia Veronika Marbun. S.Pd serta adik-adikku Mario Seplyn Marbun. A.Md dan Endang Pratiwi Marbun yang selalu memberikan dukungan dan nasihat serta mengingatkan penulis untuk menyelesaikan perkuliahan tepat pada waktunya. Semoga setiap apapun yang menjadi cita dan harapan kita adalah untuk membahagiakan kedua orang tua.

(6)

10. Seluruh kepala desa tempat peneliti melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian pada daerah-daerah yang telah ditentukan.

11. Teman-teman seperjuangan di kampus stambuk 2009 yang penuh dengan keceriaan yang selalu menjadi teman bagi penulis dalam melewati detik, menit, jam, tahun dalam mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

12. Seluruh adik-adik di Departemen Sastra Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

13. Seluruh pihak yang telah berperan memberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini.

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ………... ii

PRAKATA ………... iii

DAFTAR ISI ……… vi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Masalah ………. 4

1.3 Batasan Masalah ……….. 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ……….. 6

1.4.2.1 Manfaat Teoretis ……… 6

1.4.2.2 Manfaat Praktis ……….. 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA …. 8 2.1 Konsep ……….. 8

2.1.1 Dialek ……… 8

2.1.2 Geografi Dialek ………. 9

2.1.3 Isoglos dan Peta Bahasa ……… 10

2.1.4 Bahasa …………...………... 12

(8)

2.2 Landasan Teori ……… 13

2.2.1 Dialektologi ………... 13

2.3 Tinjauan Pustaka ………. 16

BAB III METODE PENELITIAN ……… 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 18

3.1.1 Lokasi Penelitian ……… 18

3.1.2 Waktu Penelitian ……… 19

3.2 Sumber Data ……… 19

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan ……… 20

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ……… 22

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Bunyi ……….. 26

4.2 Variasi Isolek Bahasa Batak Toba ………... 27

4.3 Pemetaan Variasi Isolek Bahasa Batak Toba ………. 53

4.4 Analisis Dialektometri ………... 156

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ………. 158

5.2 Saran ……… 158 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

YONELDA BASA NOVITA MARBUN

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi leksikal, pemetaan variasi isolek dan status dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan dalam mengkaji Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir dalam bidang leksikon, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, serta dapat memberi status penamaan untuk dialek di Kecamatan Samosir. Kabupaten Samosir sebagai lokasi penelitian merupakan daerah yang terdiri dari sembilan kecamatan. Namun, analisis Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabpuaten Samosir difokuskan pada tiga kecamatan dengan dua sampai tiga titik pengamatan di tiap kecamatan yaitu di Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur mulamula. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki ciri khas wilayah yang berbeda. Adanya fenomenal lingual yang terjadi di wilayah tersebut menjadi alasan yang mendasar dalam pemelihan objek penelitian ini. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari daftar kosa kata yang diteliti terdapat 74 variasi leksikal yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten samosir dan 74 variasi leksikal tersebut dideskripsikan pada peta bahasa dengan membuat garis isoglos untuk membatasi daerah-daerah yang menggunakan kata yang sama dari daerah yang menggunakan kata yang berbeda. Selanjutnya dari variasi leksikal tersebut dihasilkan status dialek antar wilayah penelitian yaitu berupa beda subdialek, beda wicara, dan tidak ada perbedaan.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa daerah adalah salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia.Sebagai salah satu sumber kosakata.Bahasa daerah perlu untuk dilestarikan.Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang masih dipergunakan oleh penuturnya sampai sekarang.Salah satu daerah yang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari adalah kabupaten Samosir.

(11)

Jarak antara kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir saling berjauhan.Ada desa yang untuk sampai ke lokasinya harus menempuh jarak yang cukup jauh dan juga menggunakan kapal. Hal tersebut dapat menjadi faktor terjadinya perbedaan dalam menyampaikan suatu kata untuk menyatakan maksud yang sama pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir. Perbedaan itu disebut dengan dialek.

Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos.Istilah dialek biasanya dikatakan sebagai bentuk-bentuk bahasa yang dituturkan oleh penduduk yang tinggal di kawasan terpencil di dunia ini yang tidak mempunyai bentuk tulisan (Chambers dan Trudgill dalam Kaban, 2000 ). Dialek merupakan suatu kumpulan yang memiliki ciri yang sama dalam bidang tata bunyi, kosa kata, morfologi dan sintaksis. Ada sekelompok individu yang menyatakan suatu hal dengan kata yang berbeda walaupun sama-sama penutur bahasa yang sama, contohnya di beberapa kecamatan di Kabupaten Samosir menggunakan kata hamu untuk menyatakan kata ‘kalian’ sedangkan pada kecamatan Simanindo ada masyarakat penutur bahasa Batak Toba yang menyatakan kata ‘kalian’ dengan menggunakan kata hanima. Selain itu, ada juga fenomena lingual yang terjadi dibeberapa daerah

(12)

Fenomena lingual tersebutlah yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti dialek bahasa Batak Toba di kabupaten Samosir.Peneliti menetapkan tiga kecamatan dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, yaitu Kecamatan Pangururan, Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kecamatan Simanindo.Pemilihan ketiga kecamatan tersebut karena ketiga kecamatan itu memiliki ciri khas wilayah yang berbeda.Kecamatan Pangururan merupakan kecamatan yang menjadi pusat berjalannya pemerintahan di Kabupaten Samosir. Kecamatan Sianjur Mula Mula merupakan kecamatan yang beberapa desanya cukup jauh untuk ditempuh karena selain menggunakan jalur darat, wilayah ini juga harus menaiki kapal untuk sampai ke tempat tersebut, selain itu penduduk di sana juga bersekolah di luar kecamatan Sianjur Mulamula, sedangkan kecamatan Simanindo merupakan kecamatan yang lokasinya sebagai daerah wisata. Sebagai daerah wisata kecamatan tersebut pasti disentuh oleh faktor-faktor dari luar daerah tersebut.

Mahsun (1995:23) menyatakan bahwa dialektologi yang mengkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan mencakup seluruh bidang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik.Akan tetapi, penelitian tentang dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir ini hanya dibatasi pada bidang leksikon saja.

(13)

yang muncul dari tuturan yang diberikan.Dari perbedaan tersebutlah kemudian dapat dilihat perbedaan dialek yang muncul dari segi fonemnya. Begitu juga dengan bidang linguistik yang lain seperti morfologi dan sintaksis karena penelitian ini merupakan penelitian yang sederhana.

Hal tersebutlah yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang geografi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.Penelitian tentang bahasa Batak Toba memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti-peneliti sebelumnya, tetapi peneliti belum menemukan penelitian yang berkaitan tentang geografi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.Hal ini jugalah yang membuat peneliti tertarik membahas tentang “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir” karena penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.2 Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah variasi leksikal isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir?

2. Bagaimanakah pemetaan variasi leksikal isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir dan gambaran batas isoglosnya?

(14)

1.3 Batasan Masalah

Sebuah penelitian haruslah memiliki batasan masalah.Hal ini dilakukan agar penelitian yang dikaji terarah dan tidak terjadi penyimpangan masalah yang hendak diteliti sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir” sebagai objek penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini hanya pada unsur kosakata atau leksikon saja, serta membatasi daerah penelitian dengan memilih 3 kecamatan dari 9 kecamatan yang ada di samosir yaitu Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur Mulamula, serta menetapkan 2 titik pengamatan di Kecamatan Panguruan dan 3 titik pengamatan di Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur Mulamula.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan variasi leksikal isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

2. Mendeskripsikan pemetaan variasi isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(15)

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teoretis dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek bahasa Batak Toba.

2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain dalam mengkaji lebih lanjut mengenai geografi dialek bahasa Batak Toba, khususnya bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

3. Menjadi acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian tentang dialektologi.

4. Menambah penelitian tentang dialektologi dan linguistik.

5. Hasil penelitian dialektologi akan dapat memberi status penamaan untuk dialek di Kabupaten Samosir.

6. Variasi data leksikal akan dapat menjadi sumber data bagi penelitian linguistik selanjutnya baik bidang fonologi maupun morfologi.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.

(16)
(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:558).

2.1.1 Dialek

Istilah dialek berasal dari kata dialektos, yaitu bahasa Yunani yang mulanya dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasanya (Ayatrohaedi, 1983:1). Meillet (dalam Ayatrohaedi 1983:1) menyatakan bahwa di Yunani terdapat adanya perbedaan dalam bahasa yang digunakan oleh masyarakat penuturnya sehingga ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan, dan kesatuan dalam perbedaan.

Selain itu Meillet dalam Ayatrohaedi (1983:1) juga menyatakan dua ciri lain yang dimiliki dialek yaitu:

1. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama.

(18)

Kridalaksana (1984:38) menyatakan bahwa Dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai; variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan ditempat tertentu (dialek regional), atau oleh golongan tertentu dari suatu kelompok bahasawan (dialek sosial), atau oleh kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu (dialek temporal).Contoh dialek regional adalah Bahasa Melayu Riau, contoh dialek sosial adalah Bahasa Melayu yang dipakai oleh para bangsawan, contoh dialek temporal adalah Bahasa Melayu Klasik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 324), dialek merupakan variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai ( misal bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok sosial tertentu, atau kurun waktu tertentu).

3.1.2Geografi Dialek

Geografi adalah ilmu tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari bumi (Alwi, 2005:355).Geografi bahasa adalah penyelidikan mengenai distribusi dialek atau bahasa dalam wilayah tertentu (Kridalaksana, 1984:58).

(19)

pemetaan adalah sebagai upaya memvisualisasikan letak geografis yang menjadi tempat digunakan suatu bentuk bahasa tertentu.

Geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Dubois dkk dalam Ayatrohaedi, 1983:29).Konsep di atas juga digunakan untuk melengkapi penelitian tentang geografi dialek di Kabupaten Samosir.

Dalam memperoleh hasil penelitian yang baik, penelitian geografi dialek harus didasarkan pada dua hal yaitu:

1. Pengamatan yang setara terhadap daerah yang diteliti

2. Bahannya harus dapat diperbandingkan sesamanya, dan keterangan yang bertalian dengan kenyataan-kenyataannya dikumpulkan dengan aturan dan cara yang sama.

Menurut Keraf (1984:143), geografi dialek mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Geografi dialek mengungkapkan fakta-fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek.

Berdasarkan konsep di atas, diharapkan akan ditemukannya suatu bentuk dialek beserta variasi kosa kata dari bahasa yang akan diteliti.

3.1.3Isoglos dan Peta Bahasa

(20)

dinyatakan di dalam peta bahasa. Untuk memperoleh gambaran yang benar mengenai batas-batas dialek, dibuat watas kata yang merangkum segala segi kebahasaan (fonologi, morfologi, semantik, leksikal, sintaksis) dari hal-hal yang diperkirakan akan memberikan hasil yang memuaskan.

Menurut Kridalaksana (1984:78), isoglos adalah garis pada peta bahasa atau peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Jadi isoglos dapat menunjukkan batas-batas dari dialek dan dapat menunjukkan perkembangan yang terjadi pada daerah pemakai bahasa.

Ayatrohaedi (1983:31) menyatakan bahwa gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Dengan peta-peta bahasa itu, baik perpaduan maupun persamaan yang terdapat di antara dialek-dialek yang diteliti itu dapat merupakan alat bantu yang demikian penting di dalam usaha menyatakan kenyataan-kenyataan tersebut. Jadi garis-garis isoglos yang menunjukkan batas-batas suatu dialek dapat dilihat pada peta bahasa.

Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan (display map) dan peta penafsiran (interpretative map) (Chamber dan Trudgill dalam Mahsun, 1995:58).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan peta peragaan dan peta penafsiran untuk menyatakan gambaran umum mengenai sejumlah dialek.

(21)

geografis.Dalam peta peragaan tercakup distribusi geografis perbedaan-perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan (Mahsun, 1995:59).

Peta penafsiran merupan peta yang memuat akumulasi pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan-perbedaan unsur linguistik yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan.Peta penafsiran merupakan peta yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dan relik, juga termasuk peta berkas isoglos (Mahsun, 1995:68).

3.1.4Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengindentifikasi diri (Chaer, 2006:1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:116), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

(22)

3.1.5Bahasa Batak Toba

Bahasa Batak Toba adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Sumatera bagian utara.Bahasa ini digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang juga menggunakan bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.Bahasa Batak Toba masih digunakan oleh penuturnya hingga sekarang.

Sibarani (1997:3) menjelaskan bahwa penutur bahasa Batak Toba adalah seluruh masyarakat subsuku Batak Toba dan masyarakat dari suku lain yang berbahasa Batak Toba, baik yang tinggal di Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara maupun yang tinggal di daerah lain.

3.2 Landasan Teori

Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi (Alwi 2005:1177).

3.2.1Dialektologi

Penelitian tentang geografi dialek ini menggunakan teori dialektologi struktural. Variasi leksikal pada dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural.

(23)

persamaan atau perbedaan, tetapi melihat bagian-bagian konstituen sistemnya.Dialektologi struktural ini muncul pada tahun 1954 yang dikemukakan oleh Weinreich dalam artikelnya “Is a structural dialectology passible?” (Andriana, 2012)

Dialektologi struktural merupakan salah satu upaya untuk menerapkan dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa (Chambers dalam Andrina, 2012).

Dialektologi berkembang dan mendapatkan perhatian pada abad ke-19.Wenker dan Gillieron merupakan ilmuwan yang membuka babak baru dalam penelitian dialektologi. Kedua orang ini disebut sebagai bapak ilmu geografi dialek di negaranya masing-masing yang dalam perkembangannya mempengaruhi penelitian geografi dialek di Negara-negara lain. Wenker dan Gillieron memilki perbedaan dalam melakukan penelitian geografi dialek.Wenker melakukan penelitian geografi dialek dengan metode pupuan sinurat yaitu dengan mengirimkan daftar pertanyaan kepada para guru di daerah Renia (Jerman), sedangkan Gillieron melakukan penelitian dengan menggunakan metode pupuan lapangan untuk pembuatan atlas bahasa (Ayatrohaedi, 1983:14).

(24)

subdialek hanya mungkin dilakukan jika dikaitkan dengan bahasa yang merupakan induk dari dialek atau subdialek tersebut.

Dialektologi diakronis memberikan gambaran tentang dialek atau subdialek secara utuh dengan melihat hubungan antar dialek atau subdialek dengan bahasa induk menurunkannya atau dengan bahasa lain yang pernah melakukan kontak dengan penutur dialek atau subdialek tersebut (Mahsun, 1995:13). Dialektologi diakronis sebagai cabang ilmu bahasa memiliki mitra kerja, salah satunya adalah geografi.Cabang ilmu geografi di sini tidak sepenuhnya mengaitkanya pada bidang dialektologi, melainkan hanya mengambil pemetaan untuk memvisualisasikan daerah letak geografis lokasi yang menggunakan bahasa tertentu.Pemetaan tersebut digunakan untuk menunjukkan perbedaan unsur kebahasaan yang muncul pada wilayah penelitian.

Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti yaitu dari bidang leksikon. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa (Mahsun, 1995:54). Contohnya, pada bahasa Minahasa terdapat tiga kata untuk merealisasikan kata ‘lekas’ yaitu rəwək, rior, dan hagoq.

(25)

2.3 Tinjauan Pustaka

Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi, 2005:912).

Penelitian tentang bahasa Batak Toba sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya.Namun, peneliti belum melihat adanya penelitian mengenai geografi dialek dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir. Penelitian tentang geografi dialek sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Bangun dkk. (1982) yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba”. Dalam penelitian tersebut peneliti menyatakan bahwa Bahasa Batak Toba terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Silindung, dialek Humbang, dialek Toba, dialek Samosir, dan dialek Sibolga. Selain ciri pembeda yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah perbedaan fonologis, perbedaan lafal, dan perbedaan semantis.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1985) yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Jepara”.Penelitian di atas membahas tentang variasi bahasa dalam bidang fonologi, leksikon, dan juga morfologi.

(26)

dalam deskripsi morfonologi terdapat korespondensi afiks dalam bahasa Melayu Asahan yang secara umum dibedakan dari segi fonem vocal saja, begitu juga dengan deskripsi leksikal yang menunjukkan adanya beberapa perbedaan dengan bahasa Melayu Umum dan dalam bahasa Melayu Asahan terdapat dua dialek yaitu dialek Batubara dan dialek Tanjung Balai.

Kaban (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Karo Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo” membahas tentang variasi-variasi fonetik/fonologi dan leksikon. Dari 26 fonem bahasa Indonesia hanya ada 24 fonem yang ada dalam bahasa Karo. Pada penelitiannya, tidak hanya menemukan variasi leksikon dan fonologi tetapi juga adanya unsure perubahan bunyi.Selain itu Nasution (2001) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang”.membahas tentang variasi-variasi pada bidang leksikon dan fonologi.

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680).Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, yaitu Kecamatan Simanindo, Kecamatan Pangururan, dan Kecamatan Sianjur Mulamula.

Ketiga kecamatan di atas dipilih sebagai daerah pengamatan karena ketiga daerah pengamatan tersebut memiliki ciri khas tersendiri.Yang pertama adalah Kecamatan Simanindo. Kecamatan Simanindo merupakan kecamatan yang masyarakatnya menggunakan kata yang berbeda dari daerah kecamatan lain untuk menyatakan satu maksud yang sama. Selain itu, di Kecamatan Simanindo juga banyak terdapat daerah-daerah wisata yang sudah banyak didatangin oleh orang-orang dari luar daerah Kecamatan Simanindo.

(28)

merupakan daerah yang masyarakatnya sudah mengenal bahasa Indonesia cukup baik dari masyarakat di daerah kecamatan lain.

Daerah pengamatan yang terakhir, yaitu Kecamatan Sianjur Mulamula. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang berbeda dari kecamatan yang lain, karena beberapa desa di kecamatan ini ditempuh tidak hanya melalui jalur darat, tetapi juga harus menggunakan kapal untuk sampai ke daerah pengamatan tersebut. Peta daerah pengamatan (lampiran 1).

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung (Alwi, 2005:1267). Penulis melakukan penelitian terhadap objek sejak tanggal 27 Mei sampai dengan 27 Juni 2013.

3.2 Sumber Data

Data adalah kenyataan yang ada, yang berfungsi sebagai bahan sumber untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang dipakai untuk penalaran atau penyelidikan (Alwi, 2005:319).Data penelitian ini bersumber dari tuturan informan tentang kosa kata yang telah disediakan oleh peneliti berupa kosa kata dasar.

(29)

alam, gerak dan kerja, serta sifat dan warna. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang berjumlah tiga orang yang disebut sebagai subjek penelitian pada setiap titik pengamatan.Foto bersama informan (lampiran 3).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,1993:9). Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan diperlukan metode dan teknik dalam pengumpulan data.Adapun yang menjadi metode dan teknik pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah menggunakan metode cakap.Metode cakap digunakan karena penelitian ini melibatkan percakapan antara peneliti dan informan.Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing.Dikatakan teknik dasar, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti (Mahsun, 1995:94).

(30)

Selain teknik cakap semuka penelitian ini juga dapat dilengkapi dengan teknik catat dan teknik rekam untuk memperkuat data yang dihasilkan.

Mahsun (1995:105-106) mengungkapkan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing, maka pemilihan seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu:

1. Berjenis kelamin pria dan wanita;

2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP);

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaannya bertani atau buruh;

7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat berbahasa Indonesia; dan

9. Sehat jasmani dan rohani.

Selain penentuan persyaratan informan dalam penentuan daerah pengamatan juga memiliki ketentuan dalam penetapannya. Ada dua cara dalam menentukan daerah pengamatan yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, daerah yang menjadi pengamatan harus memenuhi beberapa criteria berikut:

(31)

3. Berpenduduk maksimal 6000 jiwa

4. Daerah pengamatan berusia minimal 30 tahun

Sedangkan secara kuantitatif, penentuan daerah pengamatan dapat dilakukan dengan memperhitungkan jarak antardaerah pengamatan .penentuan daerah pengamatan didasarkan pada jarak rata-rata antarsatuan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan. Jarak antarsatuan daerah pengamatan tersebut rata-rata 20 km (Mahsun, 1995:103).

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalah yang telah dibuat.Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan, metode berkas isogloss, dan metode dialektometri.

Metode yang pertama adalah metode padan dengan teknik pilah unsur penentu. Metode ini digunakan untuk membedakan data apakah berbeda secara fonologi atau beda leksikon. Metode padan tesebut diteruskan dalam metode padan artikulatoris. Apabila ditemukan data [bapak], [bapa], dan [amaŋ] ‘ayah’ akan dianalisis dengan menentukan bahwa [bapak] dan [bapa] adalah perbedaan fonologi, sedangkan [amaŋ] adalah perbedaan leksikon.

(32)

daerah-daerah pengamatan lain yang juga memiliki gejala kebahasaan yang sama. Garis isogloss ini digunakan untuk mengelompokkan atau menentukan tiap titik pengamatan apakah memiliki gejala bahasa yang sama atau tidak.

Garis-garis isoglos yang membentuk satu berkas disebut dengan berkas isoglos.Metode berkas isoglos pada penelitian dialektologi berusaha untuk memperlihatkan metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dari kumpulan isoglos yang mempersatukan dan membedakan daerah-daerah pengamatan. Adapun cara dalam pembuatan isoglos yaitu:

1. Membuat garis melengkung pada daerah pengamatan dalam peta. Garis tersebut berfungsi untuk menyatukan daerah-daerah yang memiliki gejala kebahasaan yang sama serta membedakan daerah-daerah lain yang memiliki gejala bahasa yang sama.

2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas 3. Setiap perbedaan hanya dihitung satu isogloss, tanpa memperhatikannya

sebagai korespondensi atau variasi.

Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, kemudian diambil sebuah peta dasar untuk membuat sebuah berkas isoglos.Pengelompokan isoglos yang kemudian disalin pada peta dasar itulah yang disebut dengan berkas isoglos.

(33)

tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier dalam Mahsun, 1995:118). Rumus yang digunakan untuk melihat statistik perbedaan atau persamaan itu adalah:

(

× 100)

=

%

Keterangan:

S: jumlah beda dengan daerah pengamatan

n : jumlah peta/kosa kata yang diperbandingkan

d : jarak kosa kata dalam persentase

Setelah hasil dari perhitungan yang berupa persentase di atas diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan menentukan hubungan antardaerah pengamatan tersebut yaitu jika hasilnya 81% ke atas maka dianggap perbedaan bahasa, 51-80% maka dianggap perbedaan dialek, 31-50% maka dianggap perbedaan subdialek, 21-30% maka dianggap perbedaan wicara, dan jika dibawah 20% maka dianggap tidak ada perbedaan.

(34)

1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi.

2. Daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi dihubungkan dengan garis yg membentuk segitiga-segitiga.

3. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain.

Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pengamatan di atas dalam dialektometri adalah sebagai berikut:

1. Jika pada sebuah daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah yang diperbandingkan, maka perbedaan itu dianggap tidak ada.

2. Bila pada daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak terdapat suatu bentuk realisasi untuk suatu makna tertentu, maka dianggap ada perbedaan. 3. Jika daerah-daerah pengamtan yang diperbandingkan itu tidak memiliki

bentuk untuk merealisasikan suatu makna tertentu, maka daerah-daerah pengamatan itu dianggap sama.

4. Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi, dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan.

(35)

Melalui perhitungan tersebut kita dapat mengetahui apakah perbedaan pada bidang leksikon tersebut berupa perbedaan bahasa, perbedaan dialek, perbedaan subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Bunyi

Untuk memperoleh hasil yang baik dalam penelitian bahasa sebaiknya peneliti perlu mengetahui ilmu bunyi dan pemakaiannya.Jika seorang ingin mempelajari bahasa kedua (selain dari bahasa ibunya) maka pengetahuan ilmu bunyi (fonetik) dan penggunaannya merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan. Pada tabel berikut akan diidentifikasikan bunyi yang ada dalam bahasa Batak Toba dan penggunaanya dalam kata

(36)

/o/ → [ɔ] [ɔmak]

Dari tabel di atas diketahui bahwa terdapat 22 bentuk fonem dalam bahasa Batak Toba.Lima fonem vokal yaitu a, i, u, ε, ɔ dan 13 fonem konsonan yaitu b, d, g, h, j, k, l, m, n, p, r, s, t.

(37)

Variasi Leksikal

No.

Peta Glos Variasi Berian

(38)

014. ayah [ bapak ] 1 020. datang memberi batuan

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)

Dari hasil tabel di atas dapat diuraikan jangkauan penyebaran unsur bahasa yang terjadi di daerah pengamatan. Jangkauan penyebaran unsur bahasa tersebut adalah pada Peta 001 yang menggambarkan bahwa salibɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata alisdi titik pengamatan 1 dan ibbuluni mata di titik pengamatan 8. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk

kata “alis” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 002 yang menggambarkan bahwa abara adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan kata pundakjuga dikenal di titik pengamatan 1. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “bahu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 003 yang menggambarkan bahwa mussuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 3, 4, 5, 7. Kata bibir di titik pengamatan 1, 3, 6 dan issum di titik pengamatan2, 8.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “bibir” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 004 yang menggambarkan bahwa pusupusu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 4, 5, 6, 8 dan tarɔttɔk di titik pengamatan 2, 3, 4, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “jantung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(45)

Peta 006 yang menggambarkan bahwa simalɔlɔŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 7, 8. Kata simanjɔŋgɔr di titik pengamatan 4, 5, 6 dan mata di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “mata” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 007 yang menggambarkan bahwa piŋgɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 7, 8. Kata sipareɔn di titik pengamatan 4, 5, 6 dan sipanaŋi di titik pengamatan 7.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “telinga” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 008 yang menggambarkan bahwa sabbubu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8 dan pɔgapɔga di titik pengamatan 4, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ubun-ubun” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 009 yang menggambarkan bahwa ŋiŋi adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan ipɔn juga dikenal di titik pengamatan 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “gigi” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 010 yang menggambarkan bahwa hamu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 6, 7 dan hɔ di titik pengamatan 1, 4, 5, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kamu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 011 yang menggambarkan bahwa hamu sudε adalah kata yang

(46)

3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kamu sekalian” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 012 yang menggambarkan bahwa jɔlma adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan halak di titik pengamatan 3, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “orang” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 013 yang menggambarkan bahwa ahu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 8 dan iba di titik pengamatan 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “saya” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 014 yang menggambarkan bahwa amaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7. Kata bapa di titik pengamatan 2, 3, 8 dan bapak di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “ayah” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 015 yang menggambarkan bahwa inaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan ɔmak di titik pengamatan 1, 2, 3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ibu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(47)

Peta 017 yang menggambarkan bahwa ɔppuŋ dɔli adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan amaŋ di titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2varian leksikal untuk kata “ayah dari orang tua” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 018 yang menggambarkan bahwa ɔppuŋ bɔru adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan inaŋ di titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ibu dari orang tua” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 019 yang menggambarkan bahwa akkaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan haha di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kakak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 020 yang menggambarkan bahwa paŋurupiɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 6, 7, 8 dan maŋurupi di titik pengamatan 4, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “datang memberi bantuan ke tempat orang” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 021 yang menggambarkan bahwa happuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan paŋulu di titik pengamatan 1, 4. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kepala desa” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(48)

dan marsandaŋ di titik pengamatan 4, 8.Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “mengandung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 023 yang menggambarkan bahwa lubbuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 6. Kata pɔti di titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8 dan hɔmbuŋ di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata

“lumbung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 024 yang menggambarkan bahwa baba jabu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, 8. Kata tɔhaŋdi titik pengamatan 4, 5 dan pittu dititik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata

“pintu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 025 yang menggambarkan bahwa balbahul adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan taddɔk di titik pengamatan 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tempat beras” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 026 yang menggambarkan bahwa amak adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan lagεlagε di titik pengamatan 1, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tikar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(49)

Peta 028 yang menggambarkan bahwa asɔm adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan uttε di titik pengamatan 3, 7, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “asam” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 029 yang menggambarkan bahwa gulɔk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5. Kata gεa di titik pengamatan 5, 6, 7, kata gεɔ di titik pengamatan 2, 8 dan sassiŋ di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “cacing” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 030 yang menggambarkan bahwa rɔŋit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan siraŋgaŋ di titik pengamatan 1, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “nyamuk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 031 yang menggambarkan bahwa asu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 6, 7, 8. Kata biaŋ di titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan panaŋga di titik pengamatan 1, 4, 5, 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “anjing” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 032 yang menggambarkan bahwa haraŋan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan tɔbbak di titik pengamatan 4, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “hutan” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(50)

titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “di sana” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 034 yang menggambarkan bahwa i sɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8. Kata i ɔn di titik pengamatan 2, 3 dan di sɔn di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “di sini” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 035 yang menggambarkan bahwa juma adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8. Kata sabadi titik pengamatan 1, 2, 3 dan hauma di titik pengamatan 3, 7. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “sawah” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 036 yang menggambarkan bahwa sakkɔt adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 7, 8. Kata gattuŋ di titik pengamatan 2, 4, 5, kata rais di titik pengamatan 2 dan gauŋ di titik pengamatan 6.Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “gantung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 037 yang menggambarkan bahwa paiashon adalah kata yang

dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan pabεrsihɔn di titik

pengamatan 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “membersihkan” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(51)

Peta 039 yang menggambarkan bahwa lap adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 8. Kata apul di titik pengamatan 4, 5, kata apusdi titik pengamatan 6, 7 dan usa di titik pengamatan 1. Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “usap” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 040 yang menggambarkan bahwa tɔhɔ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8. Kata tikkɔs di titik pengamatan 1, 4, 5, 6 dan sittɔŋ di titik pengamatan 2, 3, 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “benar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 041 yang menggambarkan bahwa bagak adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8. Kata uli di titik pengamatan 5, 6, 7 dan jagɔ di titik pengamatan 2, 3.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “cantik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 042 yang menggambarkan bahwa rata adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 6, 8 dan ijɔ di titik pengamatan 4, 5, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “hijau” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 043 yang menggambarkan bahwa makkurak adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 6, 7, 8. Kata maŋuge di titik pengamatan 2, 6 dan ɔbbak di titik pengamatan 4, 5.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata

“gali” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(52)

berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “panas” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 045 yang menggambarkan bahwa tait adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata tɔgu di titik pengamatan 1, 6, 8 dan sittak di titik pengamatan 2.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “tarik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 046 yang menggambarkan bahwa ɔbbus adalah kata yang dikenal dititik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan ullus di titik pengamatan 2, 3, 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tiup” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 047 yang menggambarkan bahwa aεk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan tapian di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “air” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 048 yang menggambarkan bahwa sisik adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan hulikkuliŋ di titik pengamatan 1, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kulit” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 049 yang menggambarkan bahwa sirabun adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4. Kata ɔrbukdi titik pengamatan 4, 6, 7 dan tippul di titik

(53)

Peta 050 yang menggambarkan bahwa dεŋgan adalah kata yang dikenal

di titik pengamatan 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8 dan burju di titik pengamatan 2, 3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “baik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 051 yang menggambarkan bahwa gɔdaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan gɔkdi titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “banyak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 052 yang menggambarkan bahwa butɔŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8. Kata kabbaŋ di titik pengamatan 1, 4, 5, 6 dan boŋkakdi titik pengamatan 2.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “bengkak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 053 yang menggambarkan bahwa bɔrat adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan bɔttɔn di titik pengamatan 1, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “berat” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 054 yang menggambarkan bahwa pinahan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 8. Kata dɔrbia di titik pengamatan 2, 3, 6, 7 dan binataŋ di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata

“binatang” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(54)

titik pengamatan 2, 3, 8.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “cuci” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 056 yang menggambarkan bahwa bεgεadalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 8 dan taŋihɔn di titik pengamatan 5, 6, 7, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “dengar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 057 yang menggambarkan bahwa garut adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan haɔ di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “garuk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 058 yang menggambarkan bahwa jabbulan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan ɔbuk di titik pengamatan 4, 5, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “rambut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 059 yang menggambarkan bahwa gɔkgɔs adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 8. Kata sasa di titik pengamatan 4, 5, 6 dan usa di titik pengamatan 5, 7. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “gosok” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(55)

Peta 061 yang menggambarkan bahwa tapɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 7, 8. Kata sakkut di titik pengamatan 1, 2, 3 dan rahut di titik pengamatan 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “ikat” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 062 yang menggambarkan bahwa niɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan ɔn di titik pengamatan 2, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ini” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 063 yang menggambarkan bahwa nian adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7 dan niai di titik pengamatan 2, 3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “itu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 064 yang menggambarkan bahwa gɔlap adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 8. Kata ɔbbun di titik pengamatan 1,7, kata haribbɔr di titik pengamatan 3 dan samɔn di lokasi 1. Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “kabut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 065 yang menggambarkan bahwa ulu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan simanjujuŋ di titik pengamatan 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kepala” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(56)

di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “lempar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 067 yang menggambarkan bahwa duguldugul adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata ulu ni pat di titik pengamatan 3 dan lutɔt di titik pengamatan 8. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “lutut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 068 yang menggambarkan bahwa nasida adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata halakan di titik pengamatan 1, 3 dan halaki dititik pengamatan 8. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “mereka” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 069 yang menggambarkan bahwa butuha adalah kata yang dikenal

di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan siubεɔn di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “perut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 070 yang menggambarkan bahwa pusɔk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan husɔran di titik pengamatan 1. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “pusar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(57)

Peta 072 yang menggambarkan bahwa hapal adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan tɔbal di titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tebal” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 073 yang menggambarkan bahwa majɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan tajul di titik pengamatan 5, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tumpul” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 074 yang menggambarkan bahwa landit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan tipak di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “licin” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 075yang menggambarkan bahwa addɔraadalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “dada” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 076yang menggambarkan bahwa gεllεŋ adalah kata yang dikenal

di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan ianakhɔn di titik pengamatan3, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “anak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(58)

Peta 078yang menggambarkan bahwa tatariŋ adalah kata yang dikenal

di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 6, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “tungku” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 079yang menggambarkan bahwa bɔni adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “benih” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 080yang menggambarkan bahwa bɔtari adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 3, ,4 , 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “sore” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 081yang menggambarkan bahwa rihit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “pasir” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 082yang menggambarkan bahwa sisilɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “kuku” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 083yang menggambarkan bahwa aŋgi adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “adik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 084yang menggambarkan bahwa tutuŋ adalah kata yang dikenal di

(59)

Peta 085yang menggambarkan bahwa rukkuŋ adalah kata yang dikenal

di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “leher” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 086yang menggambarkan bahwa tiddaŋ adalah kata yang dikenal di

titik pengamatan1, 2, 3, 4, 5, 8. Kata jɔnjɔŋdi titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan hehe

di titik pengamatan 6, 7.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “bangun dari duduk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 087yang menggambarkan bahwa jarum adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan mandukkap di titik pengamatan1, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “jahit” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 088yang menggambarkan bahwa dɔlɔk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 . Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “gunung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 089yang menggambarkan bahwa pardɔpahan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “dahi” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(60)

Peta 091yang menggambarkan bahwa tukkɔt adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “tongkat” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 092yang menggambarkan bahwa lɔsuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “lesung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 093yang menggambarkan bahwa alɔgɔ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “angin” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 094 yang menggambarkan bahwa bilut adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “kamar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 095yang menggambarkan bahwa tudu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 3,4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “tunjuk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 096yang menggambarkan bahwa dakka adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “ranting” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(61)

Peta 098yang menggambarkan bahwa harabbir adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “kelapa” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 099yang menggambarkan bahwa hɔsa adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “napas” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 100yang menggambarkan bahwa rɔa adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 4, 5, 6, 7dan bajan di titik pengamatan3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “buruk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

(62)

4.3 Pemetaan Variasi Isolek Bahasa Batak Toba

(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)
(164)
(165)

4.4 Analisis Dialektometri

Setelah seluruh data terkumpul dan variasi-variasi bahasa yang muncul telah dibuat dalam bentuk tabel variasi dan sudah dipetakan pada peta bahasa, selanjutnya peneliti melakukan perhitungan untuk melihat ukuran statistik seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang telah diteliti dengan membandingkan bahan-bahan yang telah terkumpul dari daerah yang telah diamati.

Untuk mengetahui perhitungan jumlah beda pada daerah pengamatan yang telah diteliti, peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:

(

×

100

)

=

%

Jumlah beda yang muncul dikalikan dengan 100 kemudian dibagi dengan jumlah peta yang diperbandingkan. Pada penelitian ini peneliti menetapkan 75 peta bahasa yang akan diperbandingkan.

Dari pengelompokan daerah pengamatan pada tiga kecamatan di daerah kabupaten Samosir dengan menggunakan perhitungan dialektometri, terlihatlah adanya persentase beda yang tejadi di daerah pengamatan. Hasil perhitungan statistik mengenai persentase beda tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Persentase Dialektometri

Titik Pengamatan Persentase

Gambar

Tabel 1
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

1) Di Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan variasi leksikal Bahasa Minangkabau. Dari 530 daftar pertanyaan yang diajukan, ditemukan 271 konsep makna yang memiliki

variasi leksikon dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan. yang diwujudkan dalam

Selain menghitungan variasi, kajian ini juga mendeskripsikan pola variasi yang terjadi pada BBT di enam kabupaten dengan memperhatikan perbedaan fonologis,

Jadi penduduk mayoritas adalah penduduk bermarga dari Humbang Hasundutan dan Samosir ditambah dari kelompok marga lain yang datang sebagai panombang (pencari

Nadra dan Reniwati (2009:4) menyatakan bahwa dialektologi adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi bahasa. Variasi bahasa yang dimaksud adalah perbedaan-

bahasa Batak Toba yaitu di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir,. Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten

Variasi Leksikal Bahasa Jawa Ngoko Masyarakat Desa Ngadirejo Kecamatan Reban Kabupaten Batang.. Semarang : Universitas

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian tentang dialektologi khususnya tentang Variasi Leksikal Bahasa Batak Toba,