16 BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
2.1.1 Dialek
Dalam Ayatrohaedi (1983: 1) istilah dialek yang merupakan padan kata
logat lebih umum dipergunakan dalam pembicaraan ilmu bahasa. Dialek berasal
dari bahasa Yunani, yaitu dialektos. Pada mulanya dipergunakan di Yunani dalam
hubungannya dengan keadaan bahasanya. Bahasa Yunani terdapat
perbedaan-perbedaan kecil di dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendukungnya
masing-masing, tetapi sedemikian jauh hal tersebut tidak sampai menyebabkan mereka
merasa memunyai bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak mencegah
mereka untuk secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh
karena itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan, dan kesatuan
dalam perbedaan, Meilet (dalam Ayatrohaedi 1983:1-2)
2.1.2 Variasi Leksikal
Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika
leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama
tidak berasal dari satu etimon bahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa
variasi (mahsun, 1995:54). Sebagai contoh, kata ‘air’ di Kecamatan Sianjur
Mulamula dikenal dengan dua kata, yaitu: [Mual] dan [aɛk]. Mual dan aɛk sama
artinya namun berbeda dalam segi katanya. Dari contoh tersebut merupakan
variasi leksikon.
2.1.3 Isoglos
Dubois, dkk (dalam Ayatrohaedi, 1983:5) menyatakan bahwa isoglos (garis)
watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa
berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu berbeda, yang dinyatakan di
17
dialek, dibuat watas kata yang merangkul segala segi kebahasaan (fonologi,
morfologi, semantik, leksikal, sintaksis) dari hal-hal yang diperkirakan akan
memberikan hasil yang memuaskan.
Menurut Kridalaksana (1984:78), isoglos adalah garis pada peta bahasa atau
peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Jadi isoglos
dapat menunjukkan batas-batas dari dialek dan dapat menunjukkan perkembangan
yang terjadi pada daerah pemakai bahasa.
2.1.4 Peta Bahasa
Gambaran umum mengenai sejumlah dialek atau bahasa itu baru akan
tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang
terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Oleh karena itu, kedudukan dan
peranan peta bahasa dalam kajian lokabasa merupakan sesuatu yang mutlak
diperlukan. Dengan peta-peta itu, baik perbedaan maupun persamaan yang
terdapat di antara dialek atau bahasa yang diteliti itu dapat dikaji dan ditafsir lebih
jelas (Ayatrohaedi, 2003:9).
Ada dua peta yang digunakan dalam dialektologi, yaitu peta peragaan dan
peta penafsiran (Chamber dan Trudgill dalam Mahsun, 1995:58). Namun, dalam
penelitian ini yang peneliti gunakan hanyalah peta peragaan.
Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan dengan
maksud, agar data-data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis.
Dalam peta peragaan ini tercakup distribusi geografis perbedaan-perbedaan
unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan (Mahsun, 1995:59).
Pengisian data lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan 3 sistem:
1. Sistem lamsung, yaitu dilakukan dengan memindahkan unsur-unsur
kebahasaan yang memiliki perbedaan ke atas peta. Sistem ini dapat efektif
bila unsur yang berbeda dimungkinkan dapat ditulis langsung pada daerah
pengamatan.
2. Sistem lambang, yaitu dilakukan dengan mengganti unsur-unsur yang
18
kanan daerah pengamatan yang menggunakan bentuk (untuk perbedaan
fonologi, leksikon, morfologi dan sintaksis) atau makna (untuk perbedaan
semantik) yang dilambangkan.
3. Sistem petak, yaitu daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau
makna tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah pengamatan yang
menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh garis,
sehingga keseluruhan peta terlihat terpetak-petak menurut daerah-daerah
19 Contoh peta peragaan dapat dilihat berikut ini:
Variasi leksikal ‘adik’
Pada peta 001
9.
7.
8.
12.
10.
11. 6. 1.
2. 5.
4. 3.
Keterangan:
[ aŋgi ] :
20
Variasi Leksikal ‘air’
Pada peta 002
9.
7.
8.
12.
10.
11. 6. 1.
2. 5.
4. 3.
Keterangan:
[ aɛk ] :
21
Variasi Leksikal ‘anak yang tertua’
Pada peta 003
9.
7.
8.
12.
10.
11. 6. 1.
2. 5.
4. 3.
Keterangan:
[ siaŋkaŋan ] :
[ sihahaan ] :
Dari contoh peta peragaan di atas terlihat beberapa perbedaan dari aspek
leksikalnya. Pada contoh nomor satu (1) menggambarkan bahwa kata ‘adik’
memiliki 2 varian leksikal, yaitu [ aŋgi ] pada titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, dan 12 dan [ sialasan ] pada titik pengamatan 12, namun peta 1 tidak
dikatakan bervariasi, karena pada titik pengamatan 12 selain mengenal kata
[ aŋgi ] juga mengenal kata [ sialasan ]. Pada contoh nomor dua (2), kata ‘air’
22
dan 10 dan [ mual ] pada titik pengamatan 2, 3, 4, 11, 12. Pada contoh nomor tiga
(3), kata ‘anak yang tertua’ memiliki 2 varian leksikal, yaitu [ sihahaan ] pada titik
pengamatan 1, 3, 4, 7, 8, 10, dan 12 dan [ siakkaŋan ] pada titik pengamatan 2, 4,
5, 6, 7, 9, dan 11.
2.1.5 Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer,
digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi dan
mengidentifikasi diri (Chaer, 2006:1).
Menurut Salliyanti (2013:3) bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat yang
memungkinkan penyatu berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia,
dan (4) alat perhubungan antarawarga, antardaerah, dan antarbudaya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat
komunikasi yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
berinteraksi antarsesama. Manusia tidak terlepas dari bahasa, karena bahasa
merupakan alat komunikasi yang selalu digunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari, dan melalui bahasalah manusia dapat berinteraksi dan menyampaikan
isi pikirannya kepada orang lain.
2.1.6 Bahasa Batak Toba
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat yang berada di Sumatera bagian Utara. Bahasa Batak
Toba ini digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang juga
menggunakan bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi dalam kehidupan
sehari-hari, yang hingga sekarang ini masih digunakan oleh penuturnya. Bahasa Batak
Toba merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Batak Toba.
Sibarani (1997:3) menjelaskan bahwa penutur bahasa Batak Toba adalah
23
berbahasa Batak Toba, baik yang tinggal di Kabupaten Daerah Tingkat II
Tapanuli Utara maupun yang tinggal di daerah penelitian ini.
2.2 Landasan Teori
Teori adalah pendapat atau argumen yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan, yang didukung oleh data dan argumentasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
2.2.1 Dialektologi
Penelitian tentang variasi leksikal di Kecamatan Sianjur Mulamula
Kabupaten Samosir ini menggunakan teori dialektologi struktural. Variasi leksikal
pada dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir akan dianalisis
berdasarkan teori struktural.
Mahsun menyatakan dialektologi sebagai ilmu tentang dialek atau cabang
ilmu dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan
memperlakukan perbedaan secara utuh. Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti
yaitu dari bidang leksikon. Dalam Mahsun (1995:54) dijelaskan bahwa suatu
perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem
yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari
satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikon selalu berupa variasi.
Contoh pada bahasa Minahasa terdapat tiga kata untuk merealisasikan kata ‘lekas’
yaitu rawak, rior, dan hagoq.
Sama halnya perbedaan unsur kebahasaan pada bahasa Minahasa di atas,
dalam bahasa Batak Toba variasi leksikal yang terjadi di lokasi penelitian juga
harus diteliti. Oleh karena itu, teori yang telah dipaparkan di atas akan
menunjukkan seperti apa perbedaan variasi leksikal yang muncul di tempat
24 2.2.2 Leksikologi
Leksikografi adalah bidang linguistik terapan yang mencakup teori, metode,
teknik, dan prosedur penyusunan kamus (Sibarani, 1997:3). Dalam istilah bahasa
Indonesia, leksikografi sering juga disebut perkamusan. Leksikografi berasal dari
bahasa Inggris lexicography. Unsur linguistik yang paling menonjol dan paling
dekat bagi kehidupan manusia adalah kata. Leksikologi adalah cabang yang
mempelajari seluk-beluk leksikon (perbendaharaan kata suatu bahasa), yang
mencakup bentuk dan makna serta perubahan bentuk dan perubahan makna dalam
suatu leksikon.
Leksikon sedikit dibedakan dari perbendaharaan kata karena leksikon
mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam
suatu bahasa, seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologi, dan fonologisnya,
sedangkan perbendaharaan kata ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki
seseorang atau suatu bahasa (Sibarani, 1997:3-4). Dalam buku Sibarani yang
berjudul leksikografi dijelaskan ada beberapa asumsi yang perlu diuraikan di
dalam leksikologi, yaitu:
a. Fakta bahwa setiap bahasa memiliki perbendaharaan kata yang besar.
Artinya, setiap bahasa memiliki kekayaan kosa kata yang mampu
mengungkapkan ide, perasaan, dan kehendaknya kepada orang lain.
b. Perbendaharaan kata merupakan daftar yang terbuka. Artinya, kata-kata
baru senantiasa bisa ditambahkan bila diperlukan, sedangkan jumlah
morfem terikat dan jumlah kaidah gramatis merupakan daftar yang tertutup
secara diakronis.
c. Ada hubungan rujukan langsung antara unsur leksikon di satu pihak dengan
unsur situasional di lain pihak. Setiap hubungan terperinci menurut
25 2.3Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang bahasa Batak Toba sudah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Penelitian yang mirip dengan penelitian yang peneliti lakukan
sangatlah banyak. Antara lain:
Marbun (2013) dengan skripsinya yang berjudul Geografi Dialek Bahasa
Batak Toba di Kabupaten Samosir, memuat hasil penelitian dari tiga kecamatan di
Kabupaten Samosir, yaitu Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan
Kecamatan Sianjur Mulamula. Marbun melihat adanya fenomena lingual yang
terjadi di titik pengamatan tersebut. Dalam penelitiannya, Marbun berfokus pada
variasi leksikal, pemetaan variasi isolek dan status dialek bahasa Batak Toba di
Kabupaten Samosir.
Metode dan teknik yang Marbun gunakan dalam pengumpulan data adalah
metode cakap, dan teknik dasar berupa teknik pancing. Setelah itu diteruskan
dengan teknik lanjutan yaitu teknik cakap semuka. Selain itu, Marbun juga
menggunakan teknik catat dan teknik rekam untuk memperkuat data yang
dihasilkan, sedangkan metode dan teknik analisis data yang beliau gunakan adalah
metode padan, metode berkas isoglos dan metode dialektometri.
Dari skripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 79 kata yang
memiliki variasi leksikal dari 100 kosa kata yang digunakan di tiga kecamatan di
Kabupaten Samosir dan bahasa Batak Toba di 3 Kecamatan di Kabupaten
Samosir tersebut memiliki 3 kategori perbedaan, yaitu perbedaan subdialek,
perbedaan wicara, dan tidak ada perbedaan. Namun, dalam penelitian ini hanya
berfokus pada perbedaan dalam segi leksikon. Oleh karena itu penelitian di atas
memiliki hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu
bagaimana variasi-variasi perbedaan bahasa Batak Toba dalam aspek
leksikon/leksikalnya, bagaimanakah pemetaan variasi leksikalnya, serta
26
Sasongko (2015) dalam skripsinya yang berjudul Variasi Leksikal Bahasa
Jawa Ngoko Masyarakat Desa Ngadirejo Kecamatan Reban Kabupaten Batang,
menggunakan metode simak dalam pengumpulan data, sedangkan dalam
penelitian yang peneliti lakukan tidak menggunakan metode simak. Dalam
skripsinya, sasongko menggunakan metode agih dan metode padan untuk
menganalisis data, berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti tidak
menggunaka metode agih pada penelitian yang peneliti lakukan, melainkan
metode padan, metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Penelitian ini
sama-sama mengkaji variasi leksikal, namun berbeda bahasanya. Dari hasil
penelitiannya, Sasongko menyimpulkan bahwa variasi leksikal bahasa Jawa
Ngoko masyarakat desa Ngadirejo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
mengalami perbedaan bentuk dan perbedaan bunyi atau cara pelafalan kosa kata.
Selain itu pada masyarakat desa Ngadirejo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
memunyai karakteristik kebahasaan yaitu berupa penggunaan istilah yang berbeda
dengan daerah lain dan penggunaan partikel (ra).
Nesti (2016) dalam jurnalnya yang berjudul Variasi Leksikal Bahasa
Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan, memuat hasil penelitian dari lima
titik pengamatan yaitu Kecamatan Koto XI Tarusan (TP 1), Kecamatan IV Nagari
Bayang Utara (TP 2), Kecamatan Lengayang (TP3), Kecamatan IV Balai Tapan
(TP 4) dan Kecamatan Silaut (TP 5), menggunakan 530 kosakata dan menemukan
271 kosakata yang mengalami variasi. Berdasarkan analisis data yang dilakukan,
Nesti menyimpulkan bahwa tingkat variasi kebahasaan adalah kategori beda
subdialek, beda wicara dan tidak ada perbedaan, serta dari lima titik pengamatan
tersebut terdapat tiga bagian wilayah yang termasuk beda subdialek, yaitu TP 1
dan TP 3 tergolong tidak ada perbedaan, tetapi termasuk kategori beda subdialek
dengan TP 2, TP 4 dan TP 5, TP 2 termasuk kategori beda subdialek dengan TP 1,
TP 3, TP 4 dan TP 5, dan TP 5 termasuk kategori beda wicara, tetapi termasuk
kategori beda subdialek dengan TP 1, TP 2 dan TP 3. Berbeda yang peneliti
lakukan pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode dialektometri dalam
metode analisis data bukan hanya pada lima (5) titik pengamatan melainkan pada
empat (4) lokasi pengamatan yang terdiri dari tiga (3) informan dari tiap-tiap