ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN
MANDAILING NATAL
TESIS
Oleh: JUNI HARTATI 107039024/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN
MANDAILING NATAL
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Oleh: JUNI HARTATI 107039024/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal
Nama : Juni Hartati
NIM : 107039024
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Rabu, 22 Mei
2013.
Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS __________________
Anggota : 1. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec __________________
2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS __________________
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN
MANDAILING NATAL
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Mei 2013 yang membuat pernyataan,
Dipersembahkan kepada:
ABSTRAK
Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.
ABSTRACT
Juni Hartati, The Analysis of the Factors which are Correlated with the Availability of Rice in Mandailing Natal District (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, as the chairperson, and Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec as the member).
The objective of the research was to analyze the correlation of the harvest area, productivity, price, the amount consumption of rice with the availability of rice in Mandailing Natal District. The data consisted of secondary data which were gathered from 1999 to 2012 for the variables of harvest area, productivity, price, and the amount of consumption of rice. The data were analyzed by using Rank Spearman correlation method.
The result of the research showed that harvest area had positive and significant correlation with the availability of rice. Productivity had positive and significant correlation with the availability of rice. Rice price had negative and significant correlation with the availability of rice. The amount of rice consumption had negative and significant correlation with the availability of rice.
RIWAYAT HIDUP
JUNI HARTATI, lahir di Kotanopan pada tanggal 10 Juni 1975 dari Bapak
Awaluddin Hasyim Batubara (Alm) dan Ibu Hj. Nursuti Nasution (Almh). Penulis
merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai
berikut:
1. Tahun 1981 masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Kotanopan, tamat tahun 1987.
2. Tahun 1987 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kotanopan,
tamat tahun 1990.
3. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri Kotanopan, tamat
tahun 1993.
4. Tahun 1993 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, tamat tahun 1999.
5. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten
Mandailing Natal“. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak
lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta masukan membangun
dari semua pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua
pihak yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan pada
penyusunan tesis ini , khususnya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku ketua
pembimbing dan anggota pembimbing , atas bimbingannya yang telah
bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan dukungan, arahan, dan
masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ir. Iskandarini, MM, Ph.D, selaku dosen
penguji atas masukan dan kritikannya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini.
3. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Studi Magister Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu
4. Staf administrasi pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama
perkuliahan.
5. Keluarga besar tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung penulis
tanpa henti, khususnya kepada orang tua, suami dan anak-anak tersayang
“Farhah, Farras dan Ahmad”.
6. Kawan-kawan Angkatan IV Program Sudi Magister Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi
maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan
yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten
Mandailing Natal“. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak
lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta masukan membangun
dari semua pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua
pihak yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan pada
penyusunan tesis ini , khususnya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
7. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku ketua
pembimbing dan anggota pembimbing , atas bimbingannya yang telah
bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan dukungan, arahan, dan
masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
8. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ir. Iskandarini, MM, Ph.D, selaku dosen
penguji atas masukan dan kritikannya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini.
9. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Studi Magister Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu
10. Staf administrasi pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis
selama perkuliahan.
11. Keluarga besar tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung penulis
tanpa henti, khususnya kepada suami tercinta dan anak-anak tersayang (Farhah,
Farras dan Ahmad).
12. Kawan-kawan Angkatan IV Program Sudi Magister Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi
maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan
yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2013
ABSTRAK
Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.
RIWAYAT HIDUP
JUNI HARTATI, lahir di Kotanopan pada tanggal 10 Juni 1975 dari Bapak
Awaluddin Hasyim Batubara (Alm) dan Ibu Nursuti Nasution (Almh). Penulis
merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai
berikut:
1. Tahun 1981 masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Kotanopan, tamat tahun 1987.
2. Tahun 1987 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kotanopan,
tamat tahun 1990.
3. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri Kotanopan, tamat
tahun 1993.
4. Tahun 1993 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, tamat tahun 1999.
5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis
ABSTRAK
Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.
1.1. Latar Belakang
Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun
nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional
seperti Organisasi Pangan se-Dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan
bahaya krisis pangan.
Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian pangan menempati
prioritas penting. Keadaan ini tercermin dari berbagai bentuk intervensi yang
dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi
pemerintah di sektor pertanian dan pengairan, riset dan pengembangan teknologi
usaha tani maupun kebijaksanaan harga. Intervensi tersebut antara lain ditujukan
untuk memecahkan masalah pangan nasional, yaitu penyediaan pangan yang
merata di seluruh tanah air serta terjangkaunya daya beli masyarakat (Amang,
1993).
Menurut data Food Agriculture Organization of the UN (FAO),
menunjukkan perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2030 mencapai 8
miliar. Pada tahun 2015, sebanyak 580 juta penduduk dunia akan mengalami
kekurangan pangan. Sumbangan pertambahan penduduk terbesar berasal dari
negara sedang berkembang. Perhitungan ini menunjukkan bahwa
negara-negara berkembang di dunia akan semakin tergantung pada impor pangan untuk
memenuhi kebutuhan penduduknya yang sangat besar, dan diperkirakan
kebutuhan tersebut akan meningkat dari 170 juta ton pada tahun 1995 menjadi
Pertambahan jumlah penduduk menuntut daya dukung ketersediaan
pangan secara memadai, dengan kata lain cadangan pangan harus mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan seluruh penduduk secara berkelanjutan.
Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan
jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, maka
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan tahun 2015
menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi nasional,
diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit sebesar 5,64
juta ton (Siswono et.al dalam Afrianto, 2010)
Menurut Suryana (2001), bagi Indonesia, masih adanya kendala utama di
sisi produksi, yakni kecilnya skala usaha yang dikelola oleh petani. Ada empat
masalah yg berkaitan dengan kondisi perberasan di Indonesia, pertama rata-rata
luas lahan yang dikuasai/miliki oleh petani hanya 0,3 ha. Kedua sekitar 70%
petani padi (khususnya buruh tani dan petani skala kecil) termasuk golongan
masyarakat miskin atau berpendapatan rendah. Ketiga, 60% dari jumlah petani
padi adalah konsumen neto beras. Keempat, rata-rata pendapatan RT petani padi
yang bersumber dari usaha tani padi hanya sebesar 30% dari total pendapatan
keluarga. Dengan kondisi ini pemerintah selalu dihadapkan pada posisi sulit, di
satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat, dan di sisi lain pemerintah harus melindungi petani produsen dan
menjaga ketersediaan secara cukup.
Konsumsi beras sebagai makanan pokok tampaknya tetap mendominasi
memang lebih baik dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Dalam
kaitan ini, pangsa beras pada konsumsi energi perkapita sebesar 54,3 persen, atau
dengan kata lain setengah dari intake energi adalah bersumber dari beras. Selain
itu, beras juga menjadi sumber protein yang utama yaitu mencapai 40 persen
(Suryana dan Mardianto, 2001).
Kabupaten Mandailing Natal sebagai salah satu daerah/wilayah sentra
produksi padi di Provinsi Sumatera Utara mempunyai tingkat produksi padi yang
tidak stabil dari waktu ke waktu. Perkembangan luas panen, produksi, dan
produktivitas padi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 1.1.
dan Gambar 1.2.
Gambar 1.1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Padi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005 - 2010
suatu wilayah sangat tergantung berapa luas panen pada tahun yang bersangkutan
atau berapa tingkat produktivitasnya. Luas panen padi di Kabupaten Mandailing
Natal rata-rata sebesar 35.779 ha/tahun. Luas lahan yang tersedia bersifat tetap,
bahkan cenderung berkurang karena beralih fungsi ke non pertanian terutama
perkebunan untuk tanaman sawit, karet, dan coklat sebagai akibat prospek ke
depan yang lebih menguntungkan dari segi pendapatan, dimana selama periode
tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 telah terjadi konversi lahan sekitar 965
hektar. Kondisi luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pun makin
terancam dengan semakin seringnya bencana alam menerpa daerah-daerah di
Kabupaten Mandailing Natal, berdasarkan data dari BNPB telah terjadi 25
kejadian bencana alam selama periode tahun 2004-2010. Kejadian bencana banjir
dan tanah longsor mendominasi kejadian bencana alam di Kabupaten Mandailing
Natal yang memberikan dampak kerusakan pada lahan pertanian, dimana akibat
bencana banjir kerusakan lahan pertanian seluas 1.777 Ha dan tanah longsor
seluas 60 Ha.
Kondisi lain yang kemungkinan besar mengurangi produksi padi di
Kabupaten Mandailing Natal adalah terjadinya kekeringan pada areal pertanian.
Menurut Krisnamurthi (2008) perubahan iklim dan lingkungan menunjukkan air
menjadi faktor paling penting dan pembatas utama. Jadi, mulai sekarang perlu
diperhatikan produktivitas air dalam produksi pangan misalnya, untuk
menghasilkan 1 kg beras dibutuhkan 1.000 kg air. Kekeringan pada lahan
pertanian akan memberi implikasi buruk terhadap pengadaan pangan Mandailing
Natal dan ketahanan pangan nasional, karena kurangnya ketersediaan air untuk
merupakan pusat produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2011
produksi padi di Kecamatan Siabu mencapai 53.334,78 ton atau 31,33% dari total
produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal.
Gambar 1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005-2010
Ketersediaan pangan (beras) di suatu wilayah berhubungan dengan
produksi dan konsumsi. Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan
Pangan (BP2KP) Kabupaten Mandailing Natal yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik konsumsi beras per kapita penduduk Mandailing Natal rata-rata sebesar
160 kg/kap/tahun, jumlah konsumsi beras di Kabupaten ini jauh berbeda dengan
rata-rata konsumsi beras Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 136 kg/kap/tahun,
dan rata-rata konsumsi beras nasional yaitu sebesar 139,15 kg/kap/tahun. Masih
dominannya konsumsi beras, tentu saja menghadirkan tantangan lebih besar lagi
Harga beras di Kabupaten Mandailing Natal juga cenderung mengalami
kenaikan, dimana selama periode 2005 – 2010 dengan rata-rata kenaikan sebesar
Rp 685,-/Kg (20%) untuk beras kualitas jongkong/IR-64. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kenaikan harga beras tersebut antara lain karena: (i) luas tanam,
adanya penurunan luas tanam yang disebabkan banyaknya lahan sawah yang
beralih fungsi (konversi) ke tanaman perkebunan, seperti karet, coklat, dan kelapa
sawit; (ii) waktu tanam dan panen padi, dampak dari pergeseran waktu tanam padi
sebagai akibat tidak tersedianya air untuk segera melakukan pertanaman padi
pada musim selanjutnya berimbas pada mundurnya jadwal panen; (iii) perubahan
iklim di suatu wilayah secara langsung mempengaruhi dalam hal ketersediaan
pangan dan distribusi pangan di wilayah yang bersangkutan. Dampak perubahan
iklim adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk
perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan
frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir
dan kekeringan. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim
adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati,
perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara eksplisit, serta pada
akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan tanaman tidak sempurna yang
mungkin menyebabkan gagal panen/puso dan penurunan produksi pertanian.
Salah satu faktor yang paling kritis dalam menentukan keberhasilan usaha
pertanian adalah curah hujan yang seringkali sangat terbatas dan tidak mencukupi
kebutuhan tanaman (Simatupang et al, 1997).
Berdasarkan uraian tersebut di Kabupaten Mandailing Natal telah terjadi
(beras). Peningkatan produksi padi di Mandailing Natal cenderung mengalami
penurunan, hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang melanda
pertanian di Mandailing Natal, seperti semakin berkurangnya luas areal
persawahan, terbatasnya ketersediaan air, dan mahalnya harga sarana produksi
serta relatif rendahnya harga produk pertanian. Pola konsumsi masyarakat yang
menjadikan beras sebagai bahan pangan utama juga menjadi perhatian karena
adanya asumsi jika belum makan nasi maka belum dikatakan makan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan luas panen padi, produktivitas
lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di
Kabupaten Mandailing Natal?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan luas
panen padi, produktivitas lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan
ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil
kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan
ketahanan pangan.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .
1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil
kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan
ketahanan pangan.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .
2.1. Penelitian Terdahulu
Dengan menggunakan sampel 20 tahun (1987-2006), variabel bebas yang
digunakan luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun
sebelumnya dengan model regresi linier berganda yang tujuannya untuk
mengetahui ketersediaan beras di Sumatera Utara didapatkan hasil estimasi bahwa
variasi yang terjadi pada luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan
beras tahun sebelumnya dapat menjelaskan variasi ketersediaan beras sebesar
99,3%. Dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga
jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya secara serempak memberikan
pengaruh yang sangat signifikan, sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa
variabel bebas luas panen dan harga beras memberikan pengaruh yang sangat
nyata terhadap ketersediaan beras. Variabel harga jagung dan ketersediaan beras
tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras
(Hasyim, 2007).
Penelitian Silviana Yanidah Sagala (2012), yang bertujuan untuk
mengetahui ketersediaan beras di kabupaten Deli Serdang, dengan menggunakan
data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang
dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel
luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga
gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif.
Secara parsial, hanya variabel luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan
terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi
konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh
signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan
harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras
berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif.
Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya
tidak berpengaruh nyata.
Penelitian Adlaida Malik dan A. Rahman (2010), yang bertujuan untuk
mengetahui ketersediaan beras di daerah Provinsi Jambi untuk beberapa dekade
terakhir pada masa sebelum atau sesudah periode penyuluhan dengan keluarnya
Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri – Menteri Pertanian tahun 1996
dimana penyuluhan pertanian diserahkan ke daerah otonom. Selain itu untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras, khususnya
pengadaan daerah, nilai tukar petani, tingkat konsumsi per kapita, serta luas panen
padi dan kebijakan otonomi daerah. Dengan menggunakan data sekunder, dari
tahun 1984 sampai tahun 2009, yang dibagi dalam dua fase yaitu periode sebelum
SKB (1984–1995) dan periode sesudah SKB (1996–2009). Data yang
dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menghitung
pertumbuhan, baik data ketersediaan beras yang terdiri atas produksi dan
perubahan stok pada Bulog. Kemudian untuk menganalisis pengaruh variabel
bebas terhadap variabel ketersediaan beras, digunakan analisis regresi linieir
berganda (multiple linear regression). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat trend perkembangan yang cenderung meningkat pada ketersediaan
pangan beras, konsumsi beras, dan pengadaan beras, sementara indeks nilai tukar
indeks nilai tukar petani, konsumsi beras, luas panen dan peranan penyuluhan
pertanian secara nyata mempengaruhi ketersediaan pangan beras di Provinsi
Jambi. Secara parsial konsumsi beras per kapita dan luas panen padi berpengaruh
sangat nyata terhadap kemampuan ketersediaan pangan beras.
Penelitian Denny Afrianto (2010), yang bertujuan untuk menganalisis
kondisi ketahanan pangan di Jawa Tengah dengan memfokuskan pada
ketersediaan beras di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
dengan menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2005-2007.
Penelitian ini menggunakan rasio ketersediaan beras sebagai variabel dependen,
sedangkan variabel independen yang digunakan adalah stok beras, luas panen,
rata-rata produksi, harga beras eceran, dan jumlah konsumsi beras. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis data panel dengan membandingkan
perilaku ketersediaan beras di tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Dari hasil regresi diketahui bahwa stok berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, luas panen dan rata-rata produksi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, harga beras
berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, dan
jumlah konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio ketersediaan
beras.
Penawaran adalah jumlah suatu barang yang yang ditawarkan untuk dijual
oleh para produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan
waktu tertentu yang sangat tergantung pada sejumlah besar variabel. Konsep dari
fungsi penawaran untuk suatu produk dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan
antara kuantitas penawaran dan sekumpulan variabel yang mempengaruhi
penawaran dari produk tersebut. Konsep penawaran suatu produk dapat
digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:
Qsx = f (Px, Pr, Pi,T,Pe,O ) ………...(2.1)
Keterangan:
Qsx : Penawaran komoditi tersebut
Px : Harga komoditi tersebut
Pr : Harga komoditi substitusi dan komplementer
Pi : Harga faktor produksi
T : Tingkat penggunaan teknologi
Pe : Harapan produsen
O : Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan penawaran produk tersebut
Jika terjadi perubahan terhadap faktor-faktor tersebut, maka penawaran
juga akan berubah. Apakah perubahan tersebut menurun atau meningkat,
tergantung pada pengaruh dari faktor tersebut apakah berpengaruh positif atau
negatif terhadap barang yang ditawarkan tersebut.
Hukum penawaran adalah perbandingan lurus antara harga terhadap
jumlah barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan
A
C
D
B
S
Kurva penawaran merupakan hubungan antara jumlah penawaran dan harga.
Hubungan antara jumlah penawaran dan harga yang ditawarkan adalah searah.
Sumber: Eachern, 2001
Adanya kegiatan konsumsi terhadap barang maka akan terbentuk
permintaan barang tersebut. Hubungan antara penawaran dan permintaan suatu
komoditi merupakan petunjuk penting dalam teori ekonomi. Hubungan tersebut
memperlihatkan berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta atau dibeli oleh
konsumen dan yang ditawarkan oleh produsen secara bersamaan sebagai pengaruh
dari adanya perubahan harga barang dan jasa yang bersangkutan atau faktor
lainnya. Harga dibentuk oleh pasar yang mempunyai dua sisi, yaitu penawaran
dan permintaan.
Bahan pangan yang merupakan hasil pertanian cenderung mengalami
perubahan harga yang lebih besar daripada harga barang-barang industri. Harga
hasil-hasil pertanian cenderung mengalami naik turun yang relatif besar.
Q 0
P
Harganya bisa mencapai tingkat yang tinggi sekali pada suatu masa dan
mengalami kemerosotan yang sangat buruk pada masa berikutnya. Sifat
perubahan harga seperti itu disebabkan karena penawaran ke atas barang-barang
pertanian adalah tidak elastis, yang artinya persentase perubahan harga jauh lebih
besar daripada perubahan jumlah barang yang diminta ataupun ditawarkan. Faktor
yang menyebabkan barang pertanian bersifat tidak elastis antara lain, barang
pertanian bersifat musiman dan kapasitas berproduksi cenderung maksimal dan
tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan (Sukirno, 2003).
Keseimbangan pasar terjadi pada harga yang menyebabkan jumlah yang
diminta konsumen sama dengan jumlah yang ditawarkan produsen. Jika harga di
atas tingkat ekuilibrium, jumlah yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah
yang diminta. Sebaliknya jika harga di bawah tingkat ekuilibrium, jumlah yang
diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Kekurangan jumlah yang ditawarkan
menyebabkan adanya tekanan harga untuk naik (Eachern, 2001).
2.3. Ketersediaan Beras
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari
Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 yang
menyebutkan bahwa “ Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan dengan
defenisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)
dan Organisasi kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau
hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan
pangan disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh
pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan
penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy (2002)
dalam Tambunan, 2003).
Secara nasional konsep ketahanan pangan ini mencakup penyediaan
pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta dengan harga yang terjangkau
oleh masyarakat. Ketersediaan dan kecukupan pangan juga mencakup kuantitas
dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan
kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari.
Sedangkan aksesabilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat dijaga dan
ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme pemasaran
yang efektif dan efisien, intervensi kebijakan harga yang memadai serta
menguntungkan dan memuaskan berbagai pihak yang terlibat (Arifin, 2001).
Darwanto (2005), menggambarkan bahwa ketahanan pangan sangat
tergantung dari ketersediaan beras yang bisa disediakan secara nasional. Beras
dapat digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan
(Q) digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga produsen atau
petani (C) dan selebihnya untuk dijual ke pasar (M). Secara matematik alokasi
tersebut dapat diformulasikan sebagai:
Q = C + M
………..(2.2)
Untuk alokasi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.2. dengan sumbu datar
tegak (OCnr) menggambarkan konsumsi barang atau produk lain yang tidak
diproduksi oleh rumahtangga petani. Panjang sumbu datar OF menggambarkan
total produk (Q) dengan alokasi untuk konsumsi rumahtangga (C) dan untuk
dijual ke pasar (M).
Dengan anggapan bahwa produksi beras mempunyai kontribusi yang
relatif besar terhadap pendapatan rumah tangga maka untuk produk sebesar Q0
tersebut akan dialokasikan untuk konsumsi rumah tangga sebesar C0 dan
selebihnya sejumlah M0 untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility atau
kesejahteraan anggota rumahtangga (U0). Teori klasik menyatakan bahwa jumlah
hasil yang dijual ke pasar oleh rumah tangga petani akan tergantung pada tingkat
harga produk, yaitu semakin tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah
produk yang dijual. Namun, untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan
harga produk tersebut bukan satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan
besaran jumlah barang yang dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan
pula harga barang kebutuhan lain yang tidak diproduksi oleh rumah tangga petani
tersebut, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang
dijual ke pasar tersebut akan tergantung pada besarnya kebutuhan uang tunai
untuk membeli produk barang atau jasa yang tidak dihasilkan oleh rumahtangga
petani tersebut. Untuk gambaran tersebut maka dapat dikemukakan pertimbangan
harga tersebut dicerminkan oleh perbandingan harga yaitu Pi= Pr/ Pnr dengan r =
beras dan nr = barang lain atau sebagai koefisien arah dari garis anggaran (budget
Cn (Konsumsi barang lain)
A2
A1
A0
X0
C0 M
Q
Gambar 2.2: Model Alokasi Output dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual
Sumber: Toquero et.al dalam Darwanto (2005)
Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka
semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk
membeli barang lain dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya
semakin rendah harga beras relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual
semakin banyak beras agar mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumah
tangganya. Dengan demikian jika harga beras relatif lebih rendah dari harga
barang lain maka kemampuan rumah tangga petani untuk membeli barang lain
menurun yang berarti pula menurun tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau
Konsumsi RT Dijual ke Pasar
U1
U0
U2
E2
E1
E0
0
dari ketersediaan beras di pasar akan meningkat karena petani menjual lebih
banyak berasnya ke pasar.
Dalam upaya peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, belum
seluruh potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah Indonesia dikelola
secara optimal. Terkait dengan penyediaan pangan dan perwujudan ketahanan
pangan, maka pengelolaan lahan dan air merupakan sumberdaya alam utama yang
perlu dioptimalkan untuk menghasilkan pangan. Sekitar 9,7 juta hektar lahan
terlantar dan lahan di bawah tegakan hutan, sangat potensial sebagai sumber
produksi pangan nasional dimana potensi lahan pertanian tersebut, tersebar di
seluruh provinsi di Indonesia. Dukungan infrastruktur sumberdaya air dalam
penguatan strategi ketahanan pangan nasional, dapat ditempuh dengan
langkah-langkah: pengembangan jaringan irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, optimasi
potensi lahan rawa dan air tanah, peningkatan water efficiency, dan pembuatan
hujan buatan.
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan keragaman
hayati meliputi 400 spesies tanaman penghasil buah, 370 spesies tanaman
penghasil sayuran, 70 spesies tanaman berumbi, dan 55 spesies tanaman
rempah-rempah. Potensi sumberdaya alam yang mengandung berbagai jenis sumberdaya
hayati tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan untuk
menjamin ketersediaan pangan masyarakat secara merata dan sepanjang waktu di
semua wilayah. Selain itu pengembangan ilmu dan teknologi inovatif dalam
pertanian, perkembangan teknologi industri, pengolahan , penyimpanan dan pasca
pemantapan ketersediaan pangan, cadangan pangan dan penanganan rawan
pangan (Badan Ketahanan Pangan RI, 2010).
Presiden RI telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011
tentang pengamanan produksi beras nasional. Landasan hukum ini dikeluarkan
sebagai uapaya konkret untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
pengembangan ekonomi pedesaan, memberikan dukungan peningkatan
produktivitas padi, kualitas padi dan produksi padi nasional, termasuk
pemanfaatan sumber daya lahan dan air, serta upaya diversifikasi pangan dalam
rangka kemandirian pangan dalam menghadapi iklim ekstrim. Sasaran utama yang
akan dicapai adalah pengamanan terhadap pencapaian sasaran produksi padi/beras
nasional untuk mencapai surplus beras nasional 10 juta ton per tahun mulai tahun
2014. Strategi yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah: (i)
peningkatan produksi padi/beras sebesar 5% melalui; peningkatan produktivitas
4,9% per tahun dan peningkatan luas panen 0,3% per tahun; (ii) distribusi dan
stabilisasi harga produksi, melalui penjaminan distribusi baik sarana produksi
maupun pengadaan terfokus yaitu penetapan lokasi khusus untuk areal tanam
yang masih dapat meningkatkan produktivitas; (iii) percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan masyarakat, dengan sasaran berkurangnya konsumsi beras
rata-rata 0,654% per tahun (Kemenkoinfo RI, 2011)
2.4. Luas Panen
Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi
digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan
tersebut (Rahim dan Dwi Hastuti, 2008).
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini
pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.
Semakin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak
efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya
pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan
tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga
usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien (Soekartawi, 2002).
Luas lahan sangat mempengaruhi produksi, karena apabila luas lahan
semakin luas maka penawaran beras akan semakin besar, sebaliknya apabila luas
lahan semakin sempit maka produksi padi akan semakin sedikit. Jadi hubungan
luas lahan dengan produksi padi adalah positif (Triyanto, 2006) .
Lahan pertanian (sawah) mempunyai arti yang terpenting dalam
menentukan ketahanan pangan nasional. Saat ini sumberdaya lahan pertanian
menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat. Tingkat persaingan
dengan peruntukan non pertanian, berada pada titik yang mengkhawatirkan bagi
eksistensi pertanian, khususnya sebagai sektor yang berkepentingan dalam
pengadaan pangan nasional.
Mengingat bahwa sumberdaya lahan sebagai salah satu sumberdaya yang
vital bagi produksi pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian
besar rumah tangga pedesaan. Secara umum Greenland (1983) telah
diklasifikasikan ke dalam: (a) pangan, (b) dampak terhadap kondisi ekonomi
secara keseluruhan, (c) dampak terhadap lingkungan hidup, dan (d) dampak
terhadap kondisi sosial-budaya (Simatupang et.al, 1997).
2.5. Produktivitas
Produksi dapat didefenisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas
ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian,
kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk
menghasilkan output (Agung et.al, 2008).
Produktivitas merupakan hasil per satuan luas lahan atau dengan kata lain
produktivitas adalah keseimbangan dari semua faktor produksi yang akan
menyumbangkan hasil yang tertinggi melalui upaya yang terendah. Dua hal yang
menjadi fakta kemerosotan produksi beras. Pertama, produktivitas pertanian padi
merosot, yang diiringi oleh menurunnya rangsangan untuk menanam padi dan
diiringi dengan makin meningkatnya pengurangan lahan padi. Kedua, yang
berkaitan erat dengan itu, merosotnya nilai tukar petani dan meningkatnya
kemiskinan di kalangan petani khususnya petani padi (Sumodiningrat, 2001).
Rata-rata produktivitas padi nasional adalah sebesar 49,44 kuintal/ha,
sedang potensi produksi padi dari berbagai varietas mampu > 6 ton/ha, terutama
untuk padi lahan irigasi teknis. Dari data produktivitas per kabupaten/kota tahun
2010 oleh BPS, diketahui terdapat seluas 2,010 juta ha (15,17 %) dengan
produktivitas < 4 ton per ha; 3,974 juta ha (29,99 %) dengan produktivitas antara
4 - 5 ton per ha; 5,617 juta ha (42,38 %) dengan produktivitas antara 5 - 6 ton per
Dengan melihat data-data tersebut, maka upaya peningkatan produksi
masih terbuka lebar. Peluang peningkatan produktivitas dari < 5 ton/ha menjadi 6
ton/ha paling tidak masih dapat dilakukan pada areal tanam seluas sekitar 5,9 juta
ha. Untuk produktivitas yang di atas 6 ton/ha diterapkan SL-PTT padi hibrida,
sedang yang di bawah 6 ton/ha dapat diterapkan SL-PTT padi non hibrida, dengan
paket lengkap dan pengawalan/pendampingan yang ketat, di lokasi yang sesuai
(tepat).
Pengamanan produksi beras nasional melalui peningkatan produktivitas
padi dilakukan dengan: (1) meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan
pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi, dan jumlah; (2)
meningkatkan tata kelola usahatani, pengendalian OPT, penanganan bencana
banjir, dan kekeringan pada lahan pertanian padi; (3) meningkatkan alsintan, baik
dalam jumlah maupun mutu untuk mempercepat pengelolaan usahatani padi; (4)
meningkatkan kegiatan pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil dan
penurunan mutu gabah/beras; (5) memberikan dukungan dalam meningkatkan
pengelolaan air irigasi untuk pertanian padi dalam kondisi iklim ekstrim; (6)
meningkatkan fungsi BUMN dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi
dan distribusi gabah/beras; (7) meningkatkan dan mengembangkan fungsi
infrastruktur (PU) dalam menunjang produksi padi (Kemenkoinfo, 2011).
2.6. Harga Beras
Menurut Arifin (2005), sebagian besar (76 persen) rumah tangga adalah
konsumen beras (net consumer) dan hanya 24 persen sisanya produsen beras (net
4 persen saja yang merupakan net producer beras. Di daerah pedesaan, net
consumer beras sekitar 60 persen dan hanya 40 persen penduduk desa yang
merupakan net producer beras. Implikasinya adalah setiap kenaikan 10 persen
harga beras akan menurunkan daya beli masyarakat perkotaan sebesar 8,6 persen
dan masyarakat pedesaan sebesar 1,7 persen atau dapat menciptakan dua juta
orang miskin baru (Ikhsan, 2001). Karena beras juga merupakan makanan pokok
dengan karakteristik permintaan yang tidak elastis perubahan harga tidak terlalu
berpengaruh terhadap konsumsi beras maka kelompok miskinlah yang menderita
cukup parah karena perubahan harga beras.
Ketidakstabilan harga dan rendahnya efisiensi sistem pemasaran
hasil-hasil pangan, merupakan kondisi yang kurang kondusif bagi produsen dan
konsumen pangan nasional, disebabkan: (i) lemahnya disiplin dan penegakan
peraturan untuk menjamin sistem pemasaran yang adil dan bertanggung jawab;
(ii) terbatasnya fasilitas untuk mendukung transparansi informasi pasar; (iii)
terbatasnya kemampuan teknis institusi dan pelaku pemasaran. Penurunan harga
komoditas pangan pada saat panen raya cenderung merugikan petani, sebaliknya
pada saat tertentu pada musim paceklik dan hari-hari besar, harga pangan
meningkat tinggi dan menekan konsumen.
Harga beras mempunyai pengaruh yang besar bagi konsumsi komoditas
pangan lainnya. Sebaliknya, perubahan harga-harga komoditas non-beras
berpengaruh relatif kecil terhadap konsumsi beras. Harga komoditas pangan
non-beras naik atau turun tidak memiliki dampak yang besar pada turun-naiknya
Pengaruh perubahan harga terhadap konsumsi beras terlihat memiliki pola
yang sama dengan pengaruh perubahan pendapatan. Semakin besar tingkat
pendapatan, semakin berkurang pengaruh perubahan harga maupun terhadap
konsumsi beras. Turunnya harga beras akan menguntungkan jika konsumen
adalah petani subsisten yang menjadi net buyer. Sebaliknya, turunnya harga beras
akan merugikan petani konsumen yang net seller.
Teori ekonomi menjelaskan bahwa pendorong terjadinya pergerakan
barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya perbedaan harga yang
merupakan mekanisme dinamis pasar dalam mencapai terjadinya keseimbangan.
Ada dua hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga beras sehingga
mendorong beras untuk di transportasikan /dipindahkan dari satu daerah ke daerah
lain yaitu karena adanya:
1. Perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah
surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras (daerah konsumen);
2. Perbedaan preferensi dan daya beli masyarakat, sehingga beras yang berkualitas
bagus dikirim ke daerah konsumen dengan daya beli dan selera lebih tinggi
untuk ditukar tambah dengan beras yang berkualitas lebih rendah dan lebih
murah (Suryana dan Mardianto, 2001).
2.7. Konsumsi Beras
Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang untuk
keperluan tertentu. Kegiatan konsumsi dalam jumlah besar akan menimbulkan
permintaan. Khusus produk beras, komponen yang mengubah volume permintaan
pangan. Dengan melihat hal ini, maka faktor-faktor yang mempengaruhi aspek ini
adalah tingkat pendapatan dalam level agregat, jumlah penduduk, harga
keseimbangan beras dan harga komoditi substitusi seperti jagung. Pada
kenyataannya persepsi masyarakat Indonesia terhadap pangan menjadi salah satu
faktor penentu perubahan atau peningkatan permintaan beras (Suryana dan
Mardianto, 2001).
Angka konsumsi beras per kapita per tahun rata-rata penduduk Indonesia
yang digunakan pada perhitungan saat ini adalah 139,15 kg/kapita/tahun.
Sedangkan jumlah beras yang dikonsumsi langsung di dalam rumah tangga
berdasarkan data Susenas 2010 sebesar 100,76 kg/kapita/tahun.
Tingginya dominasi beras dalam pola konsumsi pangan penduduk
Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas konsumsi pangan nasional dan
cerminan konsumsi pangan penduduk yang belum beragam dan bergizi seimbang
dengan indikator skor PPH yang masih di bawah standar ideal. Kontribusi beras
dalam sumbangan konsumsi kelompok padi-padian mencapai 80,7 % terhadap
total energi padi-padian (1.218 kkal/kap/hr) pada tahun 2010.
Posisi beras dalam konsumsi rumah tangga memang masih menonjol.
Beras menempati pangsa rata-rata sebesar 27,6 persen dari pengeluaran rumah
tangga total. Angka tersebut tentunya akan semakin membesar jika dilihat pangsa
pengeluaran beras pada total rumah tangga untuk bahan makanan. Engel’ Law
menyatakan bahwa proporsi anggaran rumah tangga yang dialokasikan membeli
pangan akan semakin kecil pada saat tingkat pendapatan meningkat (Suryana dan
Berdasarkan uraian pada konsumsi dapat memberikan implikasi bagi
kebijakan perberasan: (a) Penurunan harga beras terutama menguntungkan
konsumen berpendapatan rendah di perkotaan maupun di pedesaan; (b) harga
beras memiliki pengaruh yang besar bagi diversifikasi konsumsi pangan, di mana
efek pendapatan yang besar memberikan dampak buruk bagi konsumsi pangan
lainnya jika harga beras naik; (c) peningkatan pendapatan konsumen akan disertai
dengan peningkatan harga dari beras yang dibelinya, yang mengindikasikan
pentingnya perbaikan kualitas atupun atribut komoditas beras yang dijual
(Suryana dan Mardianto, 2001).
2.8. Kerangka Pemikiran
Beras sebagai makan pokok mendominasi pola makan orang Indonesia
dan memiliki peranan penting dalam menyokong ketahanan pangan secara
nasional maupun regional. Pentingnya peranan beras baik dari segi ketersediaan,
kontrol harga dan distribusi bahkan produksi komoditi beras memerlukan campur
tangan pemerintah.
Sebagai salah satu wilayah/kabupaten sentra produksi padi di Sumatera
Utara, maka Kabupaten Mandailing Natal juga menghadapi permasalahan yang
menjadi kendala dalam pemenuhan ketersediaan beras pada daerah tersebut. Dari
persoalan tersebut maka dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal dengan
indikator luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras.
Variabel yang berhubungan dengan ketersediaan beras adalah produksi
salah satu faktor produksi yang merupakan “pabriknya” produk pertanian berupa
padi yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap ketersediaan beras.
Besar kecilnya produksi padi antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan
yang digunakan. Sehingga semakin besar pula luas panen tanaman padi maka
diharapkan menunjang ketersediaan beras. Namun demikian ada peluang lain
yang menyebabkan tidak demikian, mengingat adanya alih fungsi lahan ke non
pertanian, perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan (tidak
tersedianya air) dan banjir, serta prasarana pengairan (irigasi) yang kurang baik
sehingga akhirnya mengakibatkan penurunan produktivitas.
Variabel jumlah konsumsi beras merupakan variabel selanjutnya yang
berhubungan ketersediaan beras. Semakin besar jumlah penduduk maka
ketersediaan kebutuhan beras semakin besar. Namun demikian, konsumsi per
kapita yang semakin menurun dapat berlaku jika konsumsi ke non beras semakin
besar dengan adanya diversifikasi makanan pokok.
Variabel lain yang juga berhubungan ketersediaan beras adalah harga
beras. Pergerakan barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya
perbedaan harga yang merupakan mekanisme dinamis pasar, terjadinya perbedaan
harga beras sehingga mendorong beras untuk dipindahkan ke daerah lain karena
adanya perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah
surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras.
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan
Gambar 2.3: Skema Kerangka Pemikiran
2.9. Hipotesis
Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis penelitian
adalah:
a. Luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan
beras.
b. Produktivitas lahan mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan
ketersediaan beras.
c. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan
beras.
d. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan
ketersediaan beras.
Ketersediaan Beras
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Pemilihan Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa daerah
tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Provinsi sumatera
Utara berdasarkan luas panen tertinggi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Padi Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010
9.083
7.387
5.474
1.942
-
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menelaah tentang Ketersediaan Beras di Kabupaten
Mandailing Natal. Secara spesifik penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor
yang berhubungan dengan ketersediaan beras yaitu luas panen, produktivitas,
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data time series tahun 1999 -
2012. Data sekunder ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing
Natal, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten
Mandailing Natal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandailing Natal serta
dari media seperti: laporan penelitian maupun website. Data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini mencakup semua variabel yang relevan untuk keperluan
penelitian. Data sekunder ini berupa data time series (runtut waktu), adapun data
sekunder yang dikumpulkan meliputi:
Jenis Data Sumber Data Keterangan
Luas Panen
BPS dan Dinas Pertanian
Kabupaten Mandailing Natal
BPS dan Dinas Pertanian
Kabupaten Mandailing Natal
BPS dan Dinas Pertanian
Kabupaten Mandailing Natal
Badan Pusat Statistik (BPS)
-3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Tahapan Penentuan Metode Analisis Data dengan Uji Asumsi Dasar
3.4.1.1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui distribusi populasi yang diamati adalah Uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov (OS-KS). OS-KS dihitung dari perbedaan nilai absolut terbesar antara
fungsi distribusi kumulatif pengamatan dengan fungsi distribusi kumulatif teoritis.
Langkah-langkah dalam pengujian OS-KS adalah:
a. Menyusun data hasil pengamatan mulai dari nilai terkecil sampai nilai terbesar.
b. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif relatif yang dinotasikan dengan Fa
(X), dari data yang telah disusun.
c. Menghitung nilai Z dengan menggunakan rumus:
………(3.1.)
Dimana:
Z : nilai normal baku
xi : nilai pengamatan ke-i
µ : nilai rata-rata
σ : nilai standar deviasi
Nilai µ dan σ dihitung dengan rumus:
………(3.2.)
Dimana:
∑xi : total nilai pengamatan
………(3.3.)
Dimana:
σ : nilai standar deviasi
n : jumlah pengamatan (jumlah sampel)
xi : nilai pengamatan ke-i
d. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva
normal) dan notasikan dengan Fe (X). Luas area kurva normal dapat dilihat
pada tabel wilayah luas di bawah kurva normal.
e. Luas area kurva normal diperoleh dengan melihat nilai desimal pertama pada
kolom dan nilai desimal kedua pada baris.
f. Menghitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X).
g. Menghitung nilai D maksimum yakni selisih angka | Fa (X) – Fe (X)| tertinggi.
D = Maks | Fa (X) – Fe (X) |………(3.4.)
h. Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan nilai Dα sesuai dengan nilai α dan
jumlah sampel (n).
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : Distribusi sampel tidak berbeda nyata dengan distribusi normal
(Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal)
H1 : Distribusi sampel berbeda nyata dengan distribusi normal
(Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
- H0 diterima jika D ≤ Dα
Jika dilihat dengan grafik kurva normal dan grafik p-p plot maka data
dapat dikatakan normal jika kurva tidak melenceng ke kiri atau melenceng ke
kanan (sisi kanan dan sisi kiri sama lebarnya). Grafik normal p-p plot maka data
dapat dikatakan normal jika titik-titik pada grafik p-p plot menyebar sesuai
dengan garis diagonalnya.
3.4.1.2. Uji Linearitas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear atau tidak secara signifikansi. Uji linearitas digunakan
sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS
dengan menggunakan Test for Linearity pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel
dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (linearity) kurang
dari 0,05 (Priyatno, 2010).
Rumus uji linearitas adalah sebagai berikut:
………(3.5.)
Dimana:
Y : variabel terikat
X : variabel bebas
a : konstanta intersep
b : slope/kemiringan koefisien regresi Y atas X
Nilai koefisien a dan b dapat dihitung dengan rumus:
………(3.6.)
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : regresi linier
H1 : regresi non linier
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
H0 diterima jika Fhit < Ftabel
H1 diterima jika Fhit > Ftabel
3.4.1.3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian
populasi data adalah sama atau tidak. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai
signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih
kelompok data adalah sama.
3.4.2. Penentuan Metode Analisis Data
Berdasarkan hasil uji asumsi dasar (uji normalitas, uji linieritas, dan uji
homogenitas) serta dari segi jumlah data yang kecil (n < 15), maka dapat diambil
kesimpulan bahwa metode analisis yang sesuai untuk identifikasi masalah;
bagaimanakah hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah
konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal adalah
dengan menggunakan metode korelasi Rank Spearman. Metode korelasi Rank
Spearman digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel atau
untuk melihat kuat lemahnya hubungan dan arah hubungan antara dua variabel
Rumus korelasi Rank Spearman (rs) adalah:
………(3.8.)
Dimana:
rs = nilai koefisien korelasi Rank Spearman
di = perbedaan setiap pasangan rangking
n = jumlah pengamatan
Untuk melihat nyata tidaknya hubungan antara variabel digunakan uji t
dengan rumus:
………...(3.9.)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
- H0 diterima apabila -tα/2;n-2≤ t≤tα/2;n-2; nilai signifikansi ≥ α
- H1 diterima apabila t > tα/2;n-2 atau t<tα/2;n-2; nilai signifikansi < α
Hipotesis yang diajukan adalah:
- Jika th ≤ tα(α = 5%), berarti H0 diterima; Tidak ada hubungan luas panen padi,
produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras terhadap ketersediaan
beras di Kabupaten Mandailing Natal
- Jika th > tα(α = 5%), berarti H1 diterima; Ada hubungan luas panen padi,
produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras terhadap ketersediaan
beras di Kabupaten Mandailing Natal
(Supriana, 2010).
Untuk mengukur kekuatan/keeratan hubungan antar variabel dapat dilihat
Tabel 3.2. Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Rank Spearman
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
Sumber: (Sugiyono, 2007)
3.5. Defenisi Operasional
Definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan
arti, spesifikasi kegiatan, atau memberi suatu operasional yang dibutuhkan untuk
mengukur variabel tersebut. Adapun defenisi operasional dari variabel yang
dipergunakan adalah sebagai berikut :
1. Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dari gabah
kering giling menjadi produksi beras bagi Mandailing Natal yang tersedia
untuk kebutuhan konsumsi beras. Satuan dalam variabel ini adalah ton.
2. Luas panen adalah luas areal sawah yang dapat memproduksi beras setiap
tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah hektar.
3. Produktivitas lahan adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar
4. Harga beras adalah harga komoditi beras yang sudah ditambah dengan biaya
transportasi dalam pendistribusiannya (harga pasar). Satuan dalam variabel ini
adalah rupiah/kilogram.
5. Jumlah konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi seluruh penduduk
suatu wilayah/daerah dalam jangka waktu satu tahun. Satuan dalam variabel ini
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Sejarah Ringkas Kabupaten Mandailing Natal
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal terletak di
Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 pada tanggal 23 November 1998
tentang Pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah
otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Kabupaten Mandailing
Natal merupakan pemecahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan dengan wilayah
administrasi terdiri dari atas 8 kecamatan. Pada tanggal 29 Juli 2003 Kabupaten
Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 7 dan 8 mengenai pemekaran
kecamatan dan desa. Dengan dikeluarkannya Perda tersebut maka Kabupaten
Mandailing Natal memiliki 17 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 322 desa
dan kelurahan sebanyak 7 kelurahan. Pada tanggal 15 Februari 2007 pemerintah
Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 10 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, yaitu Kecamatan Ranto
Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan
Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah
Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 45 Tahun 2007 dan No. 46
di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian, Kabupaten Mandailing Natal
kini memiliki 23 Kecamatan dengan 407 Desa/Kelurahan.
4.1.2. Geografi dan Iklim
Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 0P
o
P
10٫- 1o50٫
Lintang Utara dan 98o50٫ - 100o10٫ Bujur Timur, dengan luas wilayah 662.070 Ha
atau 9,24% dari wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut:
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas;
- Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat;
- Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat;
- Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia.
Secara klimatologi, kabupaten Mandailing Natal mempunyai iklim yang
hampir sama dengan sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.
Hanya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim
kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim
hujan biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, diantara
kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Keadaan ini silih berganti setiap
tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober –
November. Selama tahun 2011 rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten
Mandailing Natal yaitu 1.630 mm/tahun.
Daerah Kabupaten Mandailing Natal terletak di ketinggian antara 0 –
antara 80 – 85%. Topografi daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan atas 3
bagian yaitu:
- Dataran rendah, merupakan daerah pesisir dengan luas 160.500 Ha (24,24%)
- Dataran landai, luas daerahnya 36.385 Ha (5,49%)
- Dataran tinggi, terdiri dari daerah perbukitan dengan luas 112.000 Ha (16,91%)
dan daerah pegunungan dengan luas 353.185 Ha (53,34%).
4.1.3. Keadaan Penduduk
Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan dengan
kepadatannya yakni 62 jiwa/km2. Sesuai dengan nama daerahnya, penduduk
mayoritas adalah suku Batak Mandailing. Selain itu dihuni juga oleh suku-suku
lainnya seperti Batak, Jawa, Melayu, Minang, dan lainnya. Jumlah penduduk
Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011 adalah 408.731 jiwa, dengan laki-laki
200.925 orang dan perempuan 207.806 orang. Dengan banyak rumah tangga
96.365 KK. Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa usia
produktif (15 - 64 tahun) sangat menonjol sebesar 59,85 % dan usia
ketergantungan terdiri usia (0-14 tahun) sebesar 36,36 % dan lansia (65 tahun ke
atas) sebesar 3,79 %.
Situasi ketenagakerjaan di Mandailing Natal pada Agustus 2011, angkatan kerja
(15 tahun ke atas) sebesar 175.992 orang dan bukan angkatan kerja 63.360 orang.
Pekerja didominasi oleh kaum laki -laki yaitu 60,20% dan perempuan sebanyak
39,80%. Pekerjaan utama penduduk Mandailing Natal dari sektor pertanian (71,73
%), perdagangan (13,00%), jasa (5,03%), dan lainnya seperti angkutan,
4.1.4. Pertanian
Perkembangan luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun
2011 seluas 35.879 Ha. Produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun
2011 sebesar 170.010 ton dengan produktivitas 47,38 Kw/Ha.
Sektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Salah satu tanaman perkebunan yang
menonjol di Kabupaten Mandailing Natal didominasi oleh tanaman karet dengan
luas tanaman sebesar 71.880,28 Ha dengan produksi 61.292,02 ton pada tahun
2011. Selanjutnya diikuti dengan tanaman kelapa sawit dan coklat dengan luas
15.178,79 Ha dan 4.601,18 Ha dan produksinya 203.579,30 ton dan 3.782,53 ton.
4.2. Deskripsi Data
Deskripsi data menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian
seperti rentang, nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar
deviasi. Adapun deskripsi data untuk luas panen, produktivitas, harga beras,
jumlah konsumsi beras, dan ketersediaan beras dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Luas Panen, Produktivitas, Harga Beras, Jumlah Konsumsi Beras, dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal
Jenis Data Mean Min Max Std.
Devia
si
Luas Panen 38.630 32.739 44.628 3.109,