• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL

TESIS

Oleh: JUNI HARTATI 107039024/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh: JUNI HARTATI 107039024/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

Nama : Juni Hartati

NIM : 107039024

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Rabu, 22 Mei

2013.

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS __________________

Anggota : 1. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec __________________

2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS __________________

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, Mei 2013 yang membuat pernyataan,

(6)

Dipersembahkan kepada:

(7)

ABSTRAK

Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

(8)

ABSTRACT

Juni Hartati, The Analysis of the Factors which are Correlated with the Availability of Rice in Mandailing Natal District (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, as the chairperson, and Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec as the member).

The objective of the research was to analyze the correlation of the harvest area, productivity, price, the amount consumption of rice with the availability of rice in Mandailing Natal District. The data consisted of secondary data which were gathered from 1999 to 2012 for the variables of harvest area, productivity, price, and the amount of consumption of rice. The data were analyzed by using Rank Spearman correlation method.

The result of the research showed that harvest area had positive and significant correlation with the availability of rice. Productivity had positive and significant correlation with the availability of rice. Rice price had negative and significant correlation with the availability of rice. The amount of rice consumption had negative and significant correlation with the availability of rice.

(9)

RIWAYAT HIDUP

JUNI HARTATI, lahir di Kotanopan pada tanggal 10 Juni 1975 dari Bapak

Awaluddin Hasyim Batubara (Alm) dan Ibu Hj. Nursuti Nasution (Almh). Penulis

merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai

berikut:

1. Tahun 1981 masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Kotanopan, tamat tahun 1987.

2. Tahun 1987 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kotanopan,

tamat tahun 1990.

3. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri Kotanopan, tamat

tahun 1993.

4. Tahun 1993 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan

Sosial Ekonomi Pertanian, tamat tahun 1999.

5. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten

Mandailing Natal“. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak

lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta masukan membangun

dari semua pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua

pihak yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan pada

penyusunan tesis ini , khususnya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku ketua

pembimbing dan anggota pembimbing , atas bimbingannya yang telah

bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan dukungan, arahan, dan

masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ir. Iskandarini, MM, Ph.D, selaku dosen

penguji atas masukan dan kritikannya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan tesis ini.

3. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Studi Magister Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu

(11)

4. Staf administrasi pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama

perkuliahan.

5. Keluarga besar tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung penulis

tanpa henti, khususnya kepada orang tua, suami dan anak-anak tersayang

“Farhah, Farras dan Ahmad”.

6. Kawan-kawan Angkatan IV Program Sudi Magister Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi

maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan

yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2013

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten

Mandailing Natal“. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak

lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta masukan membangun

dari semua pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua

pihak yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan pada

penyusunan tesis ini , khususnya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

7. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku ketua

pembimbing dan anggota pembimbing , atas bimbingannya yang telah

bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan dukungan, arahan, dan

masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

8. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ir. Iskandarini, MM, Ph.D, selaku dosen

penguji atas masukan dan kritikannya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan tesis ini.

9. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Studi Magister Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu

(13)

10. Staf administrasi pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis

selama perkuliahan.

11. Keluarga besar tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung penulis

tanpa henti, khususnya kepada suami tercinta dan anak-anak tersayang (Farhah,

Farras dan Ahmad).

12. Kawan-kawan Angkatan IV Program Sudi Magister Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi

maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan

yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2013

(14)

ABSTRAK

Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

(15)

RIWAYAT HIDUP

JUNI HARTATI, lahir di Kotanopan pada tanggal 10 Juni 1975 dari Bapak

Awaluddin Hasyim Batubara (Alm) dan Ibu Nursuti Nasution (Almh). Penulis

merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai

berikut:

1. Tahun 1981 masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Kotanopan, tamat tahun 1987.

2. Tahun 1987 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kotanopan,

tamat tahun 1990.

3. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri Kotanopan, tamat

tahun 1993.

4. Tahun 1993 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan

Sosial Ekonomi Pertanian, tamat tahun 1999.

5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis

(16)

ABSTRAK

Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

(17)

1.1. Latar Belakang

Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun

nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional

seperti Organisasi Pangan se-Dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan

bahaya krisis pangan.

Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian pangan menempati

prioritas penting. Keadaan ini tercermin dari berbagai bentuk intervensi yang

dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

pemerintah di sektor pertanian dan pengairan, riset dan pengembangan teknologi

usaha tani maupun kebijaksanaan harga. Intervensi tersebut antara lain ditujukan

untuk memecahkan masalah pangan nasional, yaitu penyediaan pangan yang

merata di seluruh tanah air serta terjangkaunya daya beli masyarakat (Amang,

1993).

Menurut data Food Agriculture Organization of the UN (FAO),

menunjukkan perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2030 mencapai 8

miliar. Pada tahun 2015, sebanyak 580 juta penduduk dunia akan mengalami

kekurangan pangan. Sumbangan pertambahan penduduk terbesar berasal dari

negara sedang berkembang. Perhitungan ini menunjukkan bahwa

negara-negara berkembang di dunia akan semakin tergantung pada impor pangan untuk

memenuhi kebutuhan penduduknya yang sangat besar, dan diperkirakan

kebutuhan tersebut akan meningkat dari 170 juta ton pada tahun 1995 menjadi

(18)

Pertambahan jumlah penduduk menuntut daya dukung ketersediaan

pangan secara memadai, dengan kata lain cadangan pangan harus mampu

memenuhi kebutuhan konsumsi pangan seluruh penduduk secara berkelanjutan.

Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan

jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, maka

jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan tahun 2015

menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi nasional,

diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit sebesar 5,64

juta ton (Siswono et.al dalam Afrianto, 2010)

Menurut Suryana (2001), bagi Indonesia, masih adanya kendala utama di

sisi produksi, yakni kecilnya skala usaha yang dikelola oleh petani. Ada empat

masalah yg berkaitan dengan kondisi perberasan di Indonesia, pertama rata-rata

luas lahan yang dikuasai/miliki oleh petani hanya 0,3 ha. Kedua sekitar 70%

petani padi (khususnya buruh tani dan petani skala kecil) termasuk golongan

masyarakat miskin atau berpendapatan rendah. Ketiga, 60% dari jumlah petani

padi adalah konsumen neto beras. Keempat, rata-rata pendapatan RT petani padi

yang bersumber dari usaha tani padi hanya sebesar 30% dari total pendapatan

keluarga. Dengan kondisi ini pemerintah selalu dihadapkan pada posisi sulit, di

satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh

masyarakat, dan di sisi lain pemerintah harus melindungi petani produsen dan

menjaga ketersediaan secara cukup.

Konsumsi beras sebagai makanan pokok tampaknya tetap mendominasi

(19)

memang lebih baik dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Dalam

kaitan ini, pangsa beras pada konsumsi energi perkapita sebesar 54,3 persen, atau

dengan kata lain setengah dari intake energi adalah bersumber dari beras. Selain

itu, beras juga menjadi sumber protein yang utama yaitu mencapai 40 persen

(Suryana dan Mardianto, 2001).

Kabupaten Mandailing Natal sebagai salah satu daerah/wilayah sentra

produksi padi di Provinsi Sumatera Utara mempunyai tingkat produksi padi yang

tidak stabil dari waktu ke waktu. Perkembangan luas panen, produksi, dan

produktivitas padi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 1.1.

dan Gambar 1.2.

Gambar 1.1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Padi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005 - 2010

(20)

suatu wilayah sangat tergantung berapa luas panen pada tahun yang bersangkutan

atau berapa tingkat produktivitasnya. Luas panen padi di Kabupaten Mandailing

Natal rata-rata sebesar 35.779 ha/tahun. Luas lahan yang tersedia bersifat tetap,

bahkan cenderung berkurang karena beralih fungsi ke non pertanian terutama

perkebunan untuk tanaman sawit, karet, dan coklat sebagai akibat prospek ke

depan yang lebih menguntungkan dari segi pendapatan, dimana selama periode

tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 telah terjadi konversi lahan sekitar 965

hektar. Kondisi luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pun makin

terancam dengan semakin seringnya bencana alam menerpa daerah-daerah di

Kabupaten Mandailing Natal, berdasarkan data dari BNPB telah terjadi 25

kejadian bencana alam selama periode tahun 2004-2010. Kejadian bencana banjir

dan tanah longsor mendominasi kejadian bencana alam di Kabupaten Mandailing

Natal yang memberikan dampak kerusakan pada lahan pertanian, dimana akibat

bencana banjir kerusakan lahan pertanian seluas 1.777 Ha dan tanah longsor

seluas 60 Ha.

Kondisi lain yang kemungkinan besar mengurangi produksi padi di

Kabupaten Mandailing Natal adalah terjadinya kekeringan pada areal pertanian.

Menurut Krisnamurthi (2008) perubahan iklim dan lingkungan menunjukkan air

menjadi faktor paling penting dan pembatas utama. Jadi, mulai sekarang perlu

diperhatikan produktivitas air dalam produksi pangan misalnya, untuk

menghasilkan 1 kg beras dibutuhkan 1.000 kg air. Kekeringan pada lahan

pertanian akan memberi implikasi buruk terhadap pengadaan pangan Mandailing

Natal dan ketahanan pangan nasional, karena kurangnya ketersediaan air untuk

(21)

merupakan pusat produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2011

produksi padi di Kecamatan Siabu mencapai 53.334,78 ton atau 31,33% dari total

produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal.

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005-2010

Ketersediaan pangan (beras) di suatu wilayah berhubungan dengan

produksi dan konsumsi. Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan

Pangan (BP2KP) Kabupaten Mandailing Natal yang bersumber dari Badan Pusat

Statistik konsumsi beras per kapita penduduk Mandailing Natal rata-rata sebesar

160 kg/kap/tahun, jumlah konsumsi beras di Kabupaten ini jauh berbeda dengan

rata-rata konsumsi beras Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 136 kg/kap/tahun,

dan rata-rata konsumsi beras nasional yaitu sebesar 139,15 kg/kap/tahun. Masih

dominannya konsumsi beras, tentu saja menghadirkan tantangan lebih besar lagi

(22)

Harga beras di Kabupaten Mandailing Natal juga cenderung mengalami

kenaikan, dimana selama periode 2005 – 2010 dengan rata-rata kenaikan sebesar

Rp 685,-/Kg (20%) untuk beras kualitas jongkong/IR-64. Ada beberapa hal yang

menyebabkan kenaikan harga beras tersebut antara lain karena: (i) luas tanam,

adanya penurunan luas tanam yang disebabkan banyaknya lahan sawah yang

beralih fungsi (konversi) ke tanaman perkebunan, seperti karet, coklat, dan kelapa

sawit; (ii) waktu tanam dan panen padi, dampak dari pergeseran waktu tanam padi

sebagai akibat tidak tersedianya air untuk segera melakukan pertanaman padi

pada musim selanjutnya berimbas pada mundurnya jadwal panen; (iii) perubahan

iklim di suatu wilayah secara langsung mempengaruhi dalam hal ketersediaan

pangan dan distribusi pangan di wilayah yang bersangkutan. Dampak perubahan

iklim adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk

perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan

frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir

dan kekeringan. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim

adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati,

perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara eksplisit, serta pada

akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan tanaman tidak sempurna yang

mungkin menyebabkan gagal panen/puso dan penurunan produksi pertanian.

Salah satu faktor yang paling kritis dalam menentukan keberhasilan usaha

pertanian adalah curah hujan yang seringkali sangat terbatas dan tidak mencukupi

kebutuhan tanaman (Simatupang et al, 1997).

Berdasarkan uraian tersebut di Kabupaten Mandailing Natal telah terjadi

(23)

(beras). Peningkatan produksi padi di Mandailing Natal cenderung mengalami

penurunan, hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang melanda

pertanian di Mandailing Natal, seperti semakin berkurangnya luas areal

persawahan, terbatasnya ketersediaan air, dan mahalnya harga sarana produksi

serta relatif rendahnya harga produk pertanian. Pola konsumsi masyarakat yang

menjadikan beras sebagai bahan pangan utama juga menjadi perhatian karena

adanya asumsi jika belum makan nasi maka belum dikatakan makan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan luas panen padi, produktivitas

lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di

Kabupaten Mandailing Natal?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan luas

panen padi, produktivitas lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan

ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal.

1.4. Kegunaan Penelitian

(24)

1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil

kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan

ketahanan pangan.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .

(25)

1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil

kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan

ketahanan pangan.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .

(26)

2.1. Penelitian Terdahulu

Dengan menggunakan sampel 20 tahun (1987-2006), variabel bebas yang

digunakan luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun

sebelumnya dengan model regresi linier berganda yang tujuannya untuk

mengetahui ketersediaan beras di Sumatera Utara didapatkan hasil estimasi bahwa

variasi yang terjadi pada luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan

beras tahun sebelumnya dapat menjelaskan variasi ketersediaan beras sebesar

99,3%. Dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga

jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya secara serempak memberikan

pengaruh yang sangat signifikan, sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa

variabel bebas luas panen dan harga beras memberikan pengaruh yang sangat

nyata terhadap ketersediaan beras. Variabel harga jagung dan ketersediaan beras

tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras

(Hasyim, 2007).

Penelitian Silviana Yanidah Sagala (2012), yang bertujuan untuk

mengetahui ketersediaan beras di kabupaten Deli Serdang, dengan menggunakan

data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang

dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis

deskriptif dan analisis kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel

luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga

gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif.

Secara parsial, hanya variabel luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan

terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi

(27)

konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh

signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan

harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras

berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif.

Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya

tidak berpengaruh nyata.

Penelitian Adlaida Malik dan A. Rahman (2010), yang bertujuan untuk

mengetahui ketersediaan beras di daerah Provinsi Jambi untuk beberapa dekade

terakhir pada masa sebelum atau sesudah periode penyuluhan dengan keluarnya

Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri – Menteri Pertanian tahun 1996

dimana penyuluhan pertanian diserahkan ke daerah otonom. Selain itu untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras, khususnya

pengadaan daerah, nilai tukar petani, tingkat konsumsi per kapita, serta luas panen

padi dan kebijakan otonomi daerah. Dengan menggunakan data sekunder, dari

tahun 1984 sampai tahun 2009, yang dibagi dalam dua fase yaitu periode sebelum

SKB (1984–1995) dan periode sesudah SKB (1996–2009). Data yang

dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menghitung

pertumbuhan, baik data ketersediaan beras yang terdiri atas produksi dan

perubahan stok pada Bulog. Kemudian untuk menganalisis pengaruh variabel

bebas terhadap variabel ketersediaan beras, digunakan analisis regresi linieir

berganda (multiple linear regression). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa terdapat trend perkembangan yang cenderung meningkat pada ketersediaan

pangan beras, konsumsi beras, dan pengadaan beras, sementara indeks nilai tukar

(28)

indeks nilai tukar petani, konsumsi beras, luas panen dan peranan penyuluhan

pertanian secara nyata mempengaruhi ketersediaan pangan beras di Provinsi

Jambi. Secara parsial konsumsi beras per kapita dan luas panen padi berpengaruh

sangat nyata terhadap kemampuan ketersediaan pangan beras.

Penelitian Denny Afrianto (2010), yang bertujuan untuk menganalisis

kondisi ketahanan pangan di Jawa Tengah dengan memfokuskan pada

ketersediaan beras di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah

dengan menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2005-2007.

Penelitian ini menggunakan rasio ketersediaan beras sebagai variabel dependen,

sedangkan variabel independen yang digunakan adalah stok beras, luas panen,

rata-rata produksi, harga beras eceran, dan jumlah konsumsi beras. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis data panel dengan membandingkan

perilaku ketersediaan beras di tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Dari hasil regresi diketahui bahwa stok berpengaruh positif namun tidak

signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, luas panen dan rata-rata produksi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, harga beras

berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, dan

jumlah konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio ketersediaan

beras.

(29)

Penawaran adalah jumlah suatu barang yang yang ditawarkan untuk dijual

oleh para produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan

waktu tertentu yang sangat tergantung pada sejumlah besar variabel. Konsep dari

fungsi penawaran untuk suatu produk dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan

antara kuantitas penawaran dan sekumpulan variabel yang mempengaruhi

penawaran dari produk tersebut. Konsep penawaran suatu produk dapat

digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:

Qsx = f (Px, Pr, Pi,T,Pe,O ) ………...(2.1)

Keterangan:

Qsx : Penawaran komoditi tersebut

Px : Harga komoditi tersebut

Pr : Harga komoditi substitusi dan komplementer

Pi : Harga faktor produksi

T : Tingkat penggunaan teknologi

Pe : Harapan produsen

O : Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan penawaran produk tersebut

Jika terjadi perubahan terhadap faktor-faktor tersebut, maka penawaran

juga akan berubah. Apakah perubahan tersebut menurun atau meningkat,

tergantung pada pengaruh dari faktor tersebut apakah berpengaruh positif atau

negatif terhadap barang yang ditawarkan tersebut.

Hukum penawaran adalah perbandingan lurus antara harga terhadap

jumlah barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan

(30)

A

C

D

B

S

Kurva penawaran merupakan hubungan antara jumlah penawaran dan harga.

Hubungan antara jumlah penawaran dan harga yang ditawarkan adalah searah.

Sumber: Eachern, 2001

Adanya kegiatan konsumsi terhadap barang maka akan terbentuk

permintaan barang tersebut. Hubungan antara penawaran dan permintaan suatu

komoditi merupakan petunjuk penting dalam teori ekonomi. Hubungan tersebut

memperlihatkan berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta atau dibeli oleh

konsumen dan yang ditawarkan oleh produsen secara bersamaan sebagai pengaruh

dari adanya perubahan harga barang dan jasa yang bersangkutan atau faktor

lainnya. Harga dibentuk oleh pasar yang mempunyai dua sisi, yaitu penawaran

dan permintaan.

Bahan pangan yang merupakan hasil pertanian cenderung mengalami

perubahan harga yang lebih besar daripada harga barang-barang industri. Harga

hasil-hasil pertanian cenderung mengalami naik turun yang relatif besar.

Q 0

P

(31)

Harganya bisa mencapai tingkat yang tinggi sekali pada suatu masa dan

mengalami kemerosotan yang sangat buruk pada masa berikutnya. Sifat

perubahan harga seperti itu disebabkan karena penawaran ke atas barang-barang

pertanian adalah tidak elastis, yang artinya persentase perubahan harga jauh lebih

besar daripada perubahan jumlah barang yang diminta ataupun ditawarkan. Faktor

yang menyebabkan barang pertanian bersifat tidak elastis antara lain, barang

pertanian bersifat musiman dan kapasitas berproduksi cenderung maksimal dan

tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan (Sukirno, 2003).

Keseimbangan pasar terjadi pada harga yang menyebabkan jumlah yang

diminta konsumen sama dengan jumlah yang ditawarkan produsen. Jika harga di

atas tingkat ekuilibrium, jumlah yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah

yang diminta. Sebaliknya jika harga di bawah tingkat ekuilibrium, jumlah yang

diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Kekurangan jumlah yang ditawarkan

menyebabkan adanya tekanan harga untuk naik (Eachern, 2001).

2.3. Ketersediaan Beras

Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari

Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 yang

menyebutkan bahwa “ Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan

rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik

jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan dengan

defenisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)

dan Organisasi kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau

(32)

hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan

pangan disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh

pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan

penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy (2002)

dalam Tambunan, 2003).

Secara nasional konsep ketahanan pangan ini mencakup penyediaan

pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta dengan harga yang terjangkau

oleh masyarakat. Ketersediaan dan kecukupan pangan juga mencakup kuantitas

dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan

kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari.

Sedangkan aksesabilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat dijaga dan

ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme pemasaran

yang efektif dan efisien, intervensi kebijakan harga yang memadai serta

menguntungkan dan memuaskan berbagai pihak yang terlibat (Arifin, 2001).

Darwanto (2005), menggambarkan bahwa ketahanan pangan sangat

tergantung dari ketersediaan beras yang bisa disediakan secara nasional. Beras

dapat digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan

(Q) digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga produsen atau

petani (C) dan selebihnya untuk dijual ke pasar (M). Secara matematik alokasi

tersebut dapat diformulasikan sebagai:

Q = C + M

………..(2.2)

Untuk alokasi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.2. dengan sumbu datar

(33)

tegak (OCnr) menggambarkan konsumsi barang atau produk lain yang tidak

diproduksi oleh rumahtangga petani. Panjang sumbu datar OF menggambarkan

total produk (Q) dengan alokasi untuk konsumsi rumahtangga (C) dan untuk

dijual ke pasar (M).

Dengan anggapan bahwa produksi beras mempunyai kontribusi yang

relatif besar terhadap pendapatan rumah tangga maka untuk produk sebesar Q0

tersebut akan dialokasikan untuk konsumsi rumah tangga sebesar C0 dan

selebihnya sejumlah M0 untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility atau

kesejahteraan anggota rumahtangga (U0). Teori klasik menyatakan bahwa jumlah

hasil yang dijual ke pasar oleh rumah tangga petani akan tergantung pada tingkat

harga produk, yaitu semakin tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah

produk yang dijual. Namun, untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan

harga produk tersebut bukan satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan

besaran jumlah barang yang dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan

pula harga barang kebutuhan lain yang tidak diproduksi oleh rumah tangga petani

tersebut, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang

dijual ke pasar tersebut akan tergantung pada besarnya kebutuhan uang tunai

untuk membeli produk barang atau jasa yang tidak dihasilkan oleh rumahtangga

petani tersebut. Untuk gambaran tersebut maka dapat dikemukakan pertimbangan

harga tersebut dicerminkan oleh perbandingan harga yaitu Pi= Pr/ Pnr dengan r =

beras dan nr = barang lain atau sebagai koefisien arah dari garis anggaran (budget

(34)

Cn (Konsumsi barang lain)

A2

A1

A0

X0

C0 M

Q

Gambar 2.2: Model Alokasi Output dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual

Sumber: Toquero et.al dalam Darwanto (2005)

Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka

semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk

membeli barang lain dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya

semakin rendah harga beras relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual

semakin banyak beras agar mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumah

tangganya. Dengan demikian jika harga beras relatif lebih rendah dari harga

barang lain maka kemampuan rumah tangga petani untuk membeli barang lain

menurun yang berarti pula menurun tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau

Konsumsi RT Dijual ke Pasar

U1

U0

U2

E2

E1

E0

0

(35)

dari ketersediaan beras di pasar akan meningkat karena petani menjual lebih

banyak berasnya ke pasar.

Dalam upaya peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, belum

seluruh potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah Indonesia dikelola

secara optimal. Terkait dengan penyediaan pangan dan perwujudan ketahanan

pangan, maka pengelolaan lahan dan air merupakan sumberdaya alam utama yang

perlu dioptimalkan untuk menghasilkan pangan. Sekitar 9,7 juta hektar lahan

terlantar dan lahan di bawah tegakan hutan, sangat potensial sebagai sumber

produksi pangan nasional dimana potensi lahan pertanian tersebut, tersebar di

seluruh provinsi di Indonesia. Dukungan infrastruktur sumberdaya air dalam

penguatan strategi ketahanan pangan nasional, dapat ditempuh dengan

langkah-langkah: pengembangan jaringan irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, optimasi

potensi lahan rawa dan air tanah, peningkatan water efficiency, dan pembuatan

hujan buatan.

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan keragaman

hayati meliputi 400 spesies tanaman penghasil buah, 370 spesies tanaman

penghasil sayuran, 70 spesies tanaman berumbi, dan 55 spesies tanaman

rempah-rempah. Potensi sumberdaya alam yang mengandung berbagai jenis sumberdaya

hayati tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan untuk

menjamin ketersediaan pangan masyarakat secara merata dan sepanjang waktu di

semua wilayah. Selain itu pengembangan ilmu dan teknologi inovatif dalam

pertanian, perkembangan teknologi industri, pengolahan , penyimpanan dan pasca

(36)

pemantapan ketersediaan pangan, cadangan pangan dan penanganan rawan

pangan (Badan Ketahanan Pangan RI, 2010).

Presiden RI telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011

tentang pengamanan produksi beras nasional. Landasan hukum ini dikeluarkan

sebagai uapaya konkret untuk meningkatkan ketahanan pangan dan

pengembangan ekonomi pedesaan, memberikan dukungan peningkatan

produktivitas padi, kualitas padi dan produksi padi nasional, termasuk

pemanfaatan sumber daya lahan dan air, serta upaya diversifikasi pangan dalam

rangka kemandirian pangan dalam menghadapi iklim ekstrim. Sasaran utama yang

akan dicapai adalah pengamanan terhadap pencapaian sasaran produksi padi/beras

nasional untuk mencapai surplus beras nasional 10 juta ton per tahun mulai tahun

2014. Strategi yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah: (i)

peningkatan produksi padi/beras sebesar 5% melalui; peningkatan produktivitas

4,9% per tahun dan peningkatan luas panen 0,3% per tahun; (ii) distribusi dan

stabilisasi harga produksi, melalui penjaminan distribusi baik sarana produksi

maupun pengadaan terfokus yaitu penetapan lokasi khusus untuk areal tanam

yang masih dapat meningkatkan produktivitas; (iii) percepatan penganekaragaman

konsumsi pangan masyarakat, dengan sasaran berkurangnya konsumsi beras

rata-rata 0,654% per tahun (Kemenkoinfo RI, 2011)

2.4. Luas Panen

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi

(37)

digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan

tersebut (Rahim dan Dwi Hastuti, 2008).

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini

pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Semakin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak

efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya

pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan

tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga

usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien (Soekartawi, 2002).

Luas lahan sangat mempengaruhi produksi, karena apabila luas lahan

semakin luas maka penawaran beras akan semakin besar, sebaliknya apabila luas

lahan semakin sempit maka produksi padi akan semakin sedikit. Jadi hubungan

luas lahan dengan produksi padi adalah positif (Triyanto, 2006) .

Lahan pertanian (sawah) mempunyai arti yang terpenting dalam

menentukan ketahanan pangan nasional. Saat ini sumberdaya lahan pertanian

menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat. Tingkat persaingan

dengan peruntukan non pertanian, berada pada titik yang mengkhawatirkan bagi

eksistensi pertanian, khususnya sebagai sektor yang berkepentingan dalam

pengadaan pangan nasional.

Mengingat bahwa sumberdaya lahan sebagai salah satu sumberdaya yang

vital bagi produksi pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian

besar rumah tangga pedesaan. Secara umum Greenland (1983) telah

(38)

diklasifikasikan ke dalam: (a) pangan, (b) dampak terhadap kondisi ekonomi

secara keseluruhan, (c) dampak terhadap lingkungan hidup, dan (d) dampak

terhadap kondisi sosial-budaya (Simatupang et.al, 1997).

2.5. Produktivitas

Produksi dapat didefenisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas

ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian,

kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk

menghasilkan output (Agung et.al, 2008).

Produktivitas merupakan hasil per satuan luas lahan atau dengan kata lain

produktivitas adalah keseimbangan dari semua faktor produksi yang akan

menyumbangkan hasil yang tertinggi melalui upaya yang terendah. Dua hal yang

menjadi fakta kemerosotan produksi beras. Pertama, produktivitas pertanian padi

merosot, yang diiringi oleh menurunnya rangsangan untuk menanam padi dan

diiringi dengan makin meningkatnya pengurangan lahan padi. Kedua, yang

berkaitan erat dengan itu, merosotnya nilai tukar petani dan meningkatnya

kemiskinan di kalangan petani khususnya petani padi (Sumodiningrat, 2001).

Rata-rata produktivitas padi nasional adalah sebesar 49,44 kuintal/ha,

sedang potensi produksi padi dari berbagai varietas mampu > 6 ton/ha, terutama

untuk padi lahan irigasi teknis. Dari data produktivitas per kabupaten/kota tahun

2010 oleh BPS, diketahui terdapat seluas 2,010 juta ha (15,17 %) dengan

produktivitas < 4 ton per ha; 3,974 juta ha (29,99 %) dengan produktivitas antara

4 - 5 ton per ha; 5,617 juta ha (42,38 %) dengan produktivitas antara 5 - 6 ton per

(39)

Dengan melihat data-data tersebut, maka upaya peningkatan produksi

masih terbuka lebar. Peluang peningkatan produktivitas dari < 5 ton/ha menjadi 6

ton/ha paling tidak masih dapat dilakukan pada areal tanam seluas sekitar 5,9 juta

ha. Untuk produktivitas yang di atas 6 ton/ha diterapkan SL-PTT padi hibrida,

sedang yang di bawah 6 ton/ha dapat diterapkan SL-PTT padi non hibrida, dengan

paket lengkap dan pengawalan/pendampingan yang ketat, di lokasi yang sesuai

(tepat).

Pengamanan produksi beras nasional melalui peningkatan produktivitas

padi dilakukan dengan: (1) meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan

pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi, dan jumlah; (2)

meningkatkan tata kelola usahatani, pengendalian OPT, penanganan bencana

banjir, dan kekeringan pada lahan pertanian padi; (3) meningkatkan alsintan, baik

dalam jumlah maupun mutu untuk mempercepat pengelolaan usahatani padi; (4)

meningkatkan kegiatan pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil dan

penurunan mutu gabah/beras; (5) memberikan dukungan dalam meningkatkan

pengelolaan air irigasi untuk pertanian padi dalam kondisi iklim ekstrim; (6)

meningkatkan fungsi BUMN dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi

dan distribusi gabah/beras; (7) meningkatkan dan mengembangkan fungsi

infrastruktur (PU) dalam menunjang produksi padi (Kemenkoinfo, 2011).

2.6. Harga Beras

Menurut Arifin (2005), sebagian besar (76 persen) rumah tangga adalah

konsumen beras (net consumer) dan hanya 24 persen sisanya produsen beras (net

(40)

4 persen saja yang merupakan net producer beras. Di daerah pedesaan, net

consumer beras sekitar 60 persen dan hanya 40 persen penduduk desa yang

merupakan net producer beras. Implikasinya adalah setiap kenaikan 10 persen

harga beras akan menurunkan daya beli masyarakat perkotaan sebesar 8,6 persen

dan masyarakat pedesaan sebesar 1,7 persen atau dapat menciptakan dua juta

orang miskin baru (Ikhsan, 2001). Karena beras juga merupakan makanan pokok

dengan karakteristik permintaan yang tidak elastis perubahan harga tidak terlalu

berpengaruh terhadap konsumsi beras maka kelompok miskinlah yang menderita

cukup parah karena perubahan harga beras.

Ketidakstabilan harga dan rendahnya efisiensi sistem pemasaran

hasil-hasil pangan, merupakan kondisi yang kurang kondusif bagi produsen dan

konsumen pangan nasional, disebabkan: (i) lemahnya disiplin dan penegakan

peraturan untuk menjamin sistem pemasaran yang adil dan bertanggung jawab;

(ii) terbatasnya fasilitas untuk mendukung transparansi informasi pasar; (iii)

terbatasnya kemampuan teknis institusi dan pelaku pemasaran. Penurunan harga

komoditas pangan pada saat panen raya cenderung merugikan petani, sebaliknya

pada saat tertentu pada musim paceklik dan hari-hari besar, harga pangan

meningkat tinggi dan menekan konsumen.

Harga beras mempunyai pengaruh yang besar bagi konsumsi komoditas

pangan lainnya. Sebaliknya, perubahan harga-harga komoditas non-beras

berpengaruh relatif kecil terhadap konsumsi beras. Harga komoditas pangan

non-beras naik atau turun tidak memiliki dampak yang besar pada turun-naiknya

(41)

Pengaruh perubahan harga terhadap konsumsi beras terlihat memiliki pola

yang sama dengan pengaruh perubahan pendapatan. Semakin besar tingkat

pendapatan, semakin berkurang pengaruh perubahan harga maupun terhadap

konsumsi beras. Turunnya harga beras akan menguntungkan jika konsumen

adalah petani subsisten yang menjadi net buyer. Sebaliknya, turunnya harga beras

akan merugikan petani konsumen yang net seller.

Teori ekonomi menjelaskan bahwa pendorong terjadinya pergerakan

barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya perbedaan harga yang

merupakan mekanisme dinamis pasar dalam mencapai terjadinya keseimbangan.

Ada dua hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga beras sehingga

mendorong beras untuk di transportasikan /dipindahkan dari satu daerah ke daerah

lain yaitu karena adanya:

1. Perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah

surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras (daerah konsumen);

2. Perbedaan preferensi dan daya beli masyarakat, sehingga beras yang berkualitas

bagus dikirim ke daerah konsumen dengan daya beli dan selera lebih tinggi

untuk ditukar tambah dengan beras yang berkualitas lebih rendah dan lebih

murah (Suryana dan Mardianto, 2001).

2.7. Konsumsi Beras

Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang untuk

keperluan tertentu. Kegiatan konsumsi dalam jumlah besar akan menimbulkan

permintaan. Khusus produk beras, komponen yang mengubah volume permintaan

(42)

pangan. Dengan melihat hal ini, maka faktor-faktor yang mempengaruhi aspek ini

adalah tingkat pendapatan dalam level agregat, jumlah penduduk, harga

keseimbangan beras dan harga komoditi substitusi seperti jagung. Pada

kenyataannya persepsi masyarakat Indonesia terhadap pangan menjadi salah satu

faktor penentu perubahan atau peningkatan permintaan beras (Suryana dan

Mardianto, 2001).

Angka konsumsi beras per kapita per tahun rata-rata penduduk Indonesia

yang digunakan pada perhitungan saat ini adalah 139,15 kg/kapita/tahun.

Sedangkan jumlah beras yang dikonsumsi langsung di dalam rumah tangga

berdasarkan data Susenas 2010 sebesar 100,76 kg/kapita/tahun.

Tingginya dominasi beras dalam pola konsumsi pangan penduduk

Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas konsumsi pangan nasional dan

cerminan konsumsi pangan penduduk yang belum beragam dan bergizi seimbang

dengan indikator skor PPH yang masih di bawah standar ideal. Kontribusi beras

dalam sumbangan konsumsi kelompok padi-padian mencapai 80,7 % terhadap

total energi padi-padian (1.218 kkal/kap/hr) pada tahun 2010.

Posisi beras dalam konsumsi rumah tangga memang masih menonjol.

Beras menempati pangsa rata-rata sebesar 27,6 persen dari pengeluaran rumah

tangga total. Angka tersebut tentunya akan semakin membesar jika dilihat pangsa

pengeluaran beras pada total rumah tangga untuk bahan makanan. Engel’ Law

menyatakan bahwa proporsi anggaran rumah tangga yang dialokasikan membeli

pangan akan semakin kecil pada saat tingkat pendapatan meningkat (Suryana dan

(43)

Berdasarkan uraian pada konsumsi dapat memberikan implikasi bagi

kebijakan perberasan: (a) Penurunan harga beras terutama menguntungkan

konsumen berpendapatan rendah di perkotaan maupun di pedesaan; (b) harga

beras memiliki pengaruh yang besar bagi diversifikasi konsumsi pangan, di mana

efek pendapatan yang besar memberikan dampak buruk bagi konsumsi pangan

lainnya jika harga beras naik; (c) peningkatan pendapatan konsumen akan disertai

dengan peningkatan harga dari beras yang dibelinya, yang mengindikasikan

pentingnya perbaikan kualitas atupun atribut komoditas beras yang dijual

(Suryana dan Mardianto, 2001).

2.8. Kerangka Pemikiran

Beras sebagai makan pokok mendominasi pola makan orang Indonesia

dan memiliki peranan penting dalam menyokong ketahanan pangan secara

nasional maupun regional. Pentingnya peranan beras baik dari segi ketersediaan,

kontrol harga dan distribusi bahkan produksi komoditi beras memerlukan campur

tangan pemerintah.

Sebagai salah satu wilayah/kabupaten sentra produksi padi di Sumatera

Utara, maka Kabupaten Mandailing Natal juga menghadapi permasalahan yang

menjadi kendala dalam pemenuhan ketersediaan beras pada daerah tersebut. Dari

persoalan tersebut maka dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal dengan

indikator luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras.

Variabel yang berhubungan dengan ketersediaan beras adalah produksi

(44)

salah satu faktor produksi yang merupakan “pabriknya” produk pertanian berupa

padi yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap ketersediaan beras.

Besar kecilnya produksi padi antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan

yang digunakan. Sehingga semakin besar pula luas panen tanaman padi maka

diharapkan menunjang ketersediaan beras. Namun demikian ada peluang lain

yang menyebabkan tidak demikian, mengingat adanya alih fungsi lahan ke non

pertanian, perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan (tidak

tersedianya air) dan banjir, serta prasarana pengairan (irigasi) yang kurang baik

sehingga akhirnya mengakibatkan penurunan produktivitas.

Variabel jumlah konsumsi beras merupakan variabel selanjutnya yang

berhubungan ketersediaan beras. Semakin besar jumlah penduduk maka

ketersediaan kebutuhan beras semakin besar. Namun demikian, konsumsi per

kapita yang semakin menurun dapat berlaku jika konsumsi ke non beras semakin

besar dengan adanya diversifikasi makanan pokok.

Variabel lain yang juga berhubungan ketersediaan beras adalah harga

beras. Pergerakan barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya

perbedaan harga yang merupakan mekanisme dinamis pasar, terjadinya perbedaan

harga beras sehingga mendorong beras untuk dipindahkan ke daerah lain karena

adanya perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah

surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras.

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan

(45)

Gambar 2.3: Skema Kerangka Pemikiran

2.9. Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis penelitian

adalah:

a. Luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan

beras.

b. Produktivitas lahan mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan

ketersediaan beras.

c. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan

beras.

d. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan

ketersediaan beras.

Ketersediaan Beras

(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi

dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa daerah

tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Provinsi sumatera

Utara berdasarkan luas panen tertinggi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Padi Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

(47)
(48)

9.083

7.387

5.474

1.942

-

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menelaah tentang Ketersediaan Beras di Kabupaten

Mandailing Natal. Secara spesifik penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor

yang berhubungan dengan ketersediaan beras yaitu luas panen, produktivitas,

(49)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data time series tahun 1999 -

2012. Data sekunder ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing

Natal, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten

Mandailing Natal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandailing Natal serta

dari media seperti: laporan penelitian maupun website. Data yang dibutuhkan

dalam penelitian ini mencakup semua variabel yang relevan untuk keperluan

penelitian. Data sekunder ini berupa data time series (runtut waktu), adapun data

sekunder yang dikumpulkan meliputi:

Jenis Data Sumber Data Keterangan

Luas Panen

BPS dan Dinas Pertanian

Kabupaten Mandailing Natal

BPS dan Dinas Pertanian

Kabupaten Mandailing Natal

BPS dan Dinas Pertanian

Kabupaten Mandailing Natal

Badan Pusat Statistik (BPS)

(50)

-3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Tahapan Penentuan Metode Analisis Data dengan Uji Asumsi Dasar

3.4.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

berdistribusi normal atau tidak. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengetahui distribusi populasi yang diamati adalah Uji One Sample

Kolmogorov-Smirnov (OS-KS). OS-KS dihitung dari perbedaan nilai absolut terbesar antara

fungsi distribusi kumulatif pengamatan dengan fungsi distribusi kumulatif teoritis.

Langkah-langkah dalam pengujian OS-KS adalah:

a. Menyusun data hasil pengamatan mulai dari nilai terkecil sampai nilai terbesar.

b. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif relatif yang dinotasikan dengan Fa

(X), dari data yang telah disusun.

c. Menghitung nilai Z dengan menggunakan rumus:

………(3.1.)

Dimana:

Z : nilai normal baku

xi : nilai pengamatan ke-i

µ : nilai rata-rata

σ : nilai standar deviasi

Nilai µ dan σ dihitung dengan rumus:

………(3.2.)

Dimana:

(51)

∑xi : total nilai pengamatan

………(3.3.)

Dimana:

σ : nilai standar deviasi

n : jumlah pengamatan (jumlah sampel)

xi : nilai pengamatan ke-i

d. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva

normal) dan notasikan dengan Fe (X). Luas area kurva normal dapat dilihat

pada tabel wilayah luas di bawah kurva normal.

e. Luas area kurva normal diperoleh dengan melihat nilai desimal pertama pada

kolom dan nilai desimal kedua pada baris.

f. Menghitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X).

g. Menghitung nilai D maksimum yakni selisih angka | Fa (X) – Fe (X)| tertinggi.

D = Maks | Fa (X) – Fe (X) |………(3.4.)

h. Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan nilai Dα sesuai dengan nilai α dan

jumlah sampel (n).

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : Distribusi sampel tidak berbeda nyata dengan distribusi normal

(Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal)

H1 : Distribusi sampel berbeda nyata dengan distribusi normal

(Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal)

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

- H0 diterima jika D ≤ Dα

(52)

Jika dilihat dengan grafik kurva normal dan grafik p-p plot maka data

dapat dikatakan normal jika kurva tidak melenceng ke kiri atau melenceng ke

kanan (sisi kanan dan sisi kiri sama lebarnya). Grafik normal p-p plot maka data

dapat dikatakan normal jika titik-titik pada grafik p-p plot menyebar sesuai

dengan garis diagonalnya.

3.4.1.2. Uji Linearitas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linear atau tidak secara signifikansi. Uji linearitas digunakan

sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS

dengan menggunakan Test for Linearity pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel

dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (linearity) kurang

dari 0,05 (Priyatno, 2010).

Rumus uji linearitas adalah sebagai berikut:

………(3.5.)

Dimana:

Y : variabel terikat

X : variabel bebas

a : konstanta intersep

b : slope/kemiringan koefisien regresi Y atas X

Nilai koefisien a dan b dapat dihitung dengan rumus:

………(3.6.)

(53)

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : regresi linier

H1 : regresi non linier

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

H0 diterima jika Fhit < Ftabel

H1 diterima jika Fhit > Ftabel

3.4.1.3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian

populasi data adalah sama atau tidak. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai

signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih

kelompok data adalah sama.

3.4.2. Penentuan Metode Analisis Data

Berdasarkan hasil uji asumsi dasar (uji normalitas, uji linieritas, dan uji

homogenitas) serta dari segi jumlah data yang kecil (n < 15), maka dapat diambil

kesimpulan bahwa metode analisis yang sesuai untuk identifikasi masalah;

bagaimanakah hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah

konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal adalah

dengan menggunakan metode korelasi Rank Spearman. Metode korelasi Rank

Spearman digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel atau

untuk melihat kuat lemahnya hubungan dan arah hubungan antara dua variabel

(54)

Rumus korelasi Rank Spearman (rs) adalah:

………(3.8.)

Dimana:

rs = nilai koefisien korelasi Rank Spearman

di = perbedaan setiap pasangan rangking

n = jumlah pengamatan

Untuk melihat nyata tidaknya hubungan antara variabel digunakan uji t

dengan rumus:

………...(3.9.)

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

- H0 diterima apabila -tα/2;n-2≤ t≤tα/2;n-2; nilai signifikansi ≥ α

- H1 diterima apabila t > tα/2;n-2 atau t<tα/2;n-2; nilai signifikansi < α

Hipotesis yang diajukan adalah:

- Jika th ≤ tα(α = 5%), berarti H0 diterima; Tidak ada hubungan luas panen padi,

produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras terhadap ketersediaan

beras di Kabupaten Mandailing Natal

- Jika th > tα(α = 5%), berarti H1 diterima; Ada hubungan luas panen padi,

produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras terhadap ketersediaan

beras di Kabupaten Mandailing Natal

(Supriana, 2010).

Untuk mengukur kekuatan/keeratan hubungan antar variabel dapat dilihat

(55)

Tabel 3.2. Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Rank Spearman

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat kuat

Sumber: (Sugiyono, 2007)

3.5. Defenisi Operasional

Definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan

arti, spesifikasi kegiatan, atau memberi suatu operasional yang dibutuhkan untuk

mengukur variabel tersebut. Adapun defenisi operasional dari variabel yang

dipergunakan adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dari gabah

kering giling menjadi produksi beras bagi Mandailing Natal yang tersedia

untuk kebutuhan konsumsi beras. Satuan dalam variabel ini adalah ton.

2. Luas panen adalah luas areal sawah yang dapat memproduksi beras setiap

tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah hektar.

3. Produktivitas lahan adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar

(56)

4. Harga beras adalah harga komoditi beras yang sudah ditambah dengan biaya

transportasi dalam pendistribusiannya (harga pasar). Satuan dalam variabel ini

adalah rupiah/kilogram.

5. Jumlah konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi seluruh penduduk

suatu wilayah/daerah dalam jangka waktu satu tahun. Satuan dalam variabel ini

(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1. Sejarah Ringkas Kabupaten Mandailing Natal

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal terletak di

Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia

dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 pada tanggal 23 November 1998

tentang Pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah

otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Kabupaten Mandailing

Natal merupakan pemecahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan dengan wilayah

administrasi terdiri dari atas 8 kecamatan. Pada tanggal 29 Juli 2003 Kabupaten

Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 7 dan 8 mengenai pemekaran

kecamatan dan desa. Dengan dikeluarkannya Perda tersebut maka Kabupaten

Mandailing Natal memiliki 17 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 322 desa

dan kelurahan sebanyak 7 kelurahan. Pada tanggal 15 Februari 2007 pemerintah

Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 10 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, yaitu Kecamatan Ranto

Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan

Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah

Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 45 Tahun 2007 dan No. 46

(58)

di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian, Kabupaten Mandailing Natal

kini memiliki 23 Kecamatan dengan 407 Desa/Kelurahan.

4.1.2. Geografi dan Iklim

Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 0P

o

P

10٫- 1o50٫

Lintang Utara dan 98o50٫ - 100o10٫ Bujur Timur, dengan luas wilayah 662.070 Ha

atau 9,24% dari wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut:

- Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas;

- Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat;

- Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat;

- Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia.

Secara klimatologi, kabupaten Mandailing Natal mempunyai iklim yang

hampir sama dengan sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.

Hanya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim

kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim

hujan biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, diantara

kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Keadaan ini silih berganti setiap

tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober –

November. Selama tahun 2011 rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten

Mandailing Natal yaitu 1.630 mm/tahun.

Daerah Kabupaten Mandailing Natal terletak di ketinggian antara 0 –

(59)

antara 80 – 85%. Topografi daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan atas 3

bagian yaitu:

- Dataran rendah, merupakan daerah pesisir dengan luas 160.500 Ha (24,24%)

- Dataran landai, luas daerahnya 36.385 Ha (5,49%)

- Dataran tinggi, terdiri dari daerah perbukitan dengan luas 112.000 Ha (16,91%)

dan daerah pegunungan dengan luas 353.185 Ha (53,34%).

4.1.3. Keadaan Penduduk

Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan dengan

kepadatannya yakni 62 jiwa/km2. Sesuai dengan nama daerahnya, penduduk

mayoritas adalah suku Batak Mandailing. Selain itu dihuni juga oleh suku-suku

lainnya seperti Batak, Jawa, Melayu, Minang, dan lainnya. Jumlah penduduk

Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011 adalah 408.731 jiwa, dengan laki-laki

200.925 orang dan perempuan 207.806 orang. Dengan banyak rumah tangga

96.365 KK. Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa usia

produktif (15 - 64 tahun) sangat menonjol sebesar 59,85 % dan usia

ketergantungan terdiri usia (0-14 tahun) sebesar 36,36 % dan lansia (65 tahun ke

atas) sebesar 3,79 %.

Situasi ketenagakerjaan di Mandailing Natal pada Agustus 2011, angkatan kerja

(15 tahun ke atas) sebesar 175.992 orang dan bukan angkatan kerja 63.360 orang.

Pekerja didominasi oleh kaum laki -laki yaitu 60,20% dan perempuan sebanyak

39,80%. Pekerjaan utama penduduk Mandailing Natal dari sektor pertanian (71,73

%), perdagangan (13,00%), jasa (5,03%), dan lainnya seperti angkutan,

(60)

4.1.4. Pertanian

Perkembangan luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun

2011 seluas 35.879 Ha. Produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun

2011 sebesar 170.010 ton dengan produktivitas 47,38 Kw/Ha.

Sektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Salah satu tanaman perkebunan yang

menonjol di Kabupaten Mandailing Natal didominasi oleh tanaman karet dengan

luas tanaman sebesar 71.880,28 Ha dengan produksi 61.292,02 ton pada tahun

2011. Selanjutnya diikuti dengan tanaman kelapa sawit dan coklat dengan luas

15.178,79 Ha dan 4.601,18 Ha dan produksinya 203.579,30 ton dan 3.782,53 ton.

4.2. Deskripsi Data

Deskripsi data menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian

seperti rentang, nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar

deviasi. Adapun deskripsi data untuk luas panen, produktivitas, harga beras,

jumlah konsumsi beras, dan ketersediaan beras dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Deskripsi Data Luas Panen, Produktivitas, Harga Beras, Jumlah Konsumsi Beras, dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

Jenis Data Mean Min Max Std.

Devia

si

Luas Panen 38.630 32.739 44.628 3.109,

Gambar

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi   Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005-2010
Gambar 2.1. Kurva Penawaran Produsen
Gambar 2.2: Model Alokasi Output dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual
Gambar 2.3: Skema Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung,

Ada pengaruh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Provinsi

Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Harga Kedelai, Konsumsi beras, Luas Panen Jagung, Harga Impor, Harga Domestikb. Dependent Variable:

Analisis Pengaruh Stok Beras, Luas Panen, Rata-Rata Produksi, Harga Beras, dan Konsumsi Beras Terhadap Ketahanan Pangan di Jawa Tengah.. Fakultas Ekonomi

Data pendukung yang digunakan meliputi data luas areal panen, produksi padi, harga riil gabah tingkat petani, stok beras akhir tahun, impor beras Indonesia, produktivitas padi,

Penelitian ini mencoba untuk menguji bberapa faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap ketersediaan beras, yaitu produksi beras, kebutuhan beras, luas lahan dan jumlah

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketahanan Pangan Beras di Kabupaten Rembang”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas

Ketersediaan padi dapat dipengaruhi oleh luas panen, konsumsi beras, harga. domestik beras dan harga