• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri

Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih

(

Curcuma zedoaria

(Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto

(

Andrographis paniculata

Ness)

terhadap

Bacillus subtilis

ATCC 6633

dan

Staphylococcus aureus

ATCC 25923

SKRIPSI

MEGAWATI

108102000077

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri

Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih

(

Curcuma zedoaria

(Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto

(

Andrographis paniculata

Ness)

terhadap

Bacillus subtilis

ATCC 6633

dan

Staphylococcus aureus

ATCC 25923

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MEGAWATI

108102000077

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Megawati

NIM : 108102000077

Tanda Tangan :

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Megawati NIM : 108102000077 Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus

aureus ATCC 25923

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Ofa Suzanti Betha, M.Si. Apt NIP. 1975010420009122001

Drs. Nikham

NIP. 195208291983031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Megawati NIM : 108102000077 Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul Skripsi : Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus

aureus ATCC 25923

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ofa Suzanti Betha, M.Si. Apt ( )

Pembimbing II : Drs. Nikham ( )

Penguji I : Zilhadia, M.Si. Apt ( )

Penguji II : Puteri Amelia, M.Farm. Apt ( )

Penguji III : Supandi, M.Si. Apt ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 16 Januari 2013

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK

Nama : Megawati

Program Studi : Strata -1 Farmasi

Judul : Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus

aureus ATCC 25923

Penggunaan obat bahan alam khususnya ekstrak tanaman lebih banyak dipakai dibanding serbuk simplisia. Ekstrak tumbuhan obat harus memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan. Salah satu cara yang dilakukan untuk menurunkan kontaminasi mikroba adalah menggunakan teknik iradiasi gamma. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma pada aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak etanol temu putih (Curcuma

zedoaria) dan sambiloto (Andrographis paniculata) terhadap Bacillus subtilis dan

Staphylococcus aureus. Kombinasi ekstrak temu putih dan sambiloto (TS) baik

non iradiasi maupun hasil iradiasi di maserasi menggunakan pelarut etanol. Penentuan aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi silinder dengan seri ekstrak uji 10 µg, 100 µg, dan 1000 µg dan metode dilusi agar pada konsentrasi 62,5 µg/mL, 125 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, dan 1000 µg/mL terhadap Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menyatakan bahwa TS memiliki aktivitas yang lemah dan terjadi penurunan aktivitas antibakteri secara signifikan (p ≤ 0,05) pada TS hasil iradiasi gamma dosis 10 kGy.

(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT

Name : Megawati

Program Study : Strata-1 Pharmacy

Title : Effect of Gamma Irradiation on Antibacterial Activity of Combination Ethanol Extract Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) and Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) against Bacillus subtilis ATCC 6633 and Staphylococcus

aureus ATCC 25923

The use of natural medicine especially extracts is more than crude powder. Extracts of medicinal plants should be assurance that the extract does not contain microbial pathogens and should not be contain non-pathogenic microbes more than limitation. One of way to decrease microbial contamination is gamma irradiation. This study aimed to determine the effect of gamma irradiation on antibacterial activity of combination ethanol extract temu putih and sambiloto against Bacillus subtilis and Staphylococcus aureus. Both irradiated and non irradiated combination of ethanol extract temu putih and sambiloto (TS) is maceration with ethanol solvent. Determination of antibacterial activity carried out by cylinder diffusion method with serial extract test as much as 10 µg, 100 µg, and 1000 µg and agar dilution method at concentrations of 62.5 µg/mL, 125 µg/mL, 250 µg/mL, 500 µg/mL, and 1000 µg/mL against Bacillus subtilis and

Staphylococcus aureus. The results of antibacterial activity assay showed that TS

has a weak activity and gamma irradiation dose of 10 kGy significantly (p ≤ 0.05) decrease antibacterial activity of TS.

(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan

segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.)

dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC

6633 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan

bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Kimia dan

Mikrobiologi Gedung Produk Makanan dan Kesehatan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR), Badan Tenaga Nuklir

Nasional (BATAN) dan Laboratorium PMC (Pharmacy Medicinal Chemistry)

FKIK UIN Jakarta, serta teori yang didapat dari berbagai literatur. Dalam

menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini tentu banyak

berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas

dari doa, bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima

kasih penulis haturkan kepada:

1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si. Apt selaku Pembimbing I dan Bapak Drs.

Nikham selaku Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu,

tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. Darmawan Darwis, Apt selaku kepala Puslitbang Teknologi Isotop

dan Radiasi-BATAN, Pasar Jumat yang telah memberikan izin tempat dan

fasilitas dalam penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc. Apt selaku ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Taty Erlinda, A.Md., selaku pembimbing lapangan yang sudah banyak

sekali meluangkan waktu dan perhatiannya serta membantu penulis dalam

penelitian di laboratorium, Ibu Lely Herdiningsih, Ibu Rahayuningsih

Chosdu, Ibu Nani Suryani, Ibu Farah, Ibu Yessi, Ibu Yayu, Bapak Basril, Ka

Uki, dan seluruh staf Laboratorium Sterilisasi Proses Industri

P3TIR-BATAN.

7. Teman-teman : Eva, Inda, Mega Armayani, Fafa, Hesty, A. Jazuli Kaddumi,

Helda, Dina, dan teman-teman beta lactam tercinta, alcoolique atas semangat

dan kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung serta teman-teman

seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi : Elfira, Anita, Deka, Fera yang

selalu bersama saling melengkapi dan berbagi pengalaman.

8. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda H. Ali Makmur dan Ibunda Daraya

atas kasih sayang dan doanya yang tiada pernah putus. Kakak dan adikku,

Mulyamar, Kasmawati, Endra S.T, Riki S.Kom, Neni Anggraini yang selalu

memberikan motivasi dan Harlan Isafal Muzakki yang selalu membuat tawa

dan keceriaan.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan

penulisan.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari

Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, bak ibarat gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik

yang bersifat membangun akan penulis nantikan dan semoga skripsi ini bisa

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 16 Januari 2013

(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Megawati

NIM : 108102000077

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya, dengan judul :

PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL TEMU PUTIH

(Curcuma zedoaria(Christm.) Roscoe.) DAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness)

TERHADAP Bacillus subtilis ATCC 6633

DAN Staphylococcus aureus ATCC 25923

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal: 16 Januari 2013

Yang menyatakan,

(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.5 Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 9

2.5.1 Metode Difusi ... 9

2.5.2 Metode Dilusi ... 10

2.6 Radiasi Sinar Gamma ... 11

2.6.1 Pengertian Radiasi dan Iradiasi ... 11

2.6.2 Radiasi Gamma ... 11

2.6.3 Dosis Iradiasi ... 12

2.6.4 Keunggulan Penggunaan Iradiasi Sinar Gamma ... 13

(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.6 Iradiator Karet Alam (IRKA) ... 14

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 15

3.2.1 Alat ... 15

3.2.2 Bahan... 15

3.3 Prosedur Penelitian... 16

3.3.1 Determinasi Tanaman ... 16

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto ... 16

3.3.3 Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto... 16

3.3.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Temu Putih, Ekstrak Sambiloto, dan Kombinasi Ekstrak Temu Putih-Sambiloto (TS) Metode Difusi Silinder ... 19

3.3.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri TS Metode Dilusi Agar ... 20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Determinasi Tanaman ... 21

4.2 Pembuatan Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto ... 21

4.3 Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto... 22

4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Temu Putih, Ekstrak Sambiloto, dan Kombinasi Ekstrak Temu Putih-Sambiloto (TS) Metode Difusi Silinder ... 25

(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tujuan Pengawetan ... 13 Tabel 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto ... 21 Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak

Temu Putih dan Sambiloto ... 23 Tabel 4.3. Hasil Zona Hambat Ekstrak Temu Putih, Sambiloto,

dan TS Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi terhadap

Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus ... 26 Tabel 4.4. Hasil % hambatan TS Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi

(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan konsentrasi TS dan % hambatan TS non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap Bacillus subtilis dan

Staphylococcus aureus ... 28

Gambar 2. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) ... 36

Gambar 3. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) ... 36

Gambar 4. Bakteri Bacillus subtilis ... 45

Gambar 5. Bakteri Staphlococcus aureus ... 45

Gambar 6. Zona Hambat Ekstrak Temu Putih terhadap Bacillus subtilis ... 52

Gambar 7. Zona Hambat Ekstrak Sambiloto terhadap Bacillus subtilis ... 52

Gambar 8. Zona Hambat TS terhadap Bacillus subtilis ... 53

Gambar 9. Zona Hambat Ekstrak Temu Putih terhadap Staphlococcus aureus ... 54

Gambar 10. Zona Hambat Ekstrak Sambiloto terhadap Staphylococcus aureus ... 54

Gambar 11. Zona Hambat TS terhadap Staphylococcus aureus ... 55

Gambar 12. Pengurangan Jumlah Koloni Bacillus subtilis pada Pengujian KHM TS non iradiasi (0 kGy) Metode Dilusi Agar ... 56

Gambar 13. Pengurangan Jumlah Koloni Bacillus subtilis pada Pengujian KHM TS hasil iradiasi (10 kGy) Metode Dilusi Agar ... 56

Gambar 14. Pengurangan Jumlah Koloni Staphylococcus aureus pada Pengujian KHM TS non iradiasi (0 kGy) Metode Dilusi Agar ... 57

(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Kerja... 35

Lampiran 2. Gambar Tanaman Temu Putih dan Sambiloto ... 36

Lampiran 3. Sertifikat Determinasi Tanaman Temu Putih ... 37

Lampiran 4. Sertifikat Determinasi Tanaman Sambiloto ... 38

Lampiran 5. Uji Statistik Pengaruh Iradiasi terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak pada Zona Hambat terhadap Bacillus subtilis ... 39

Lampiran 6. Uji Statistik Pengaruh Iradiasi terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak pada Zona Hambat terhadap Staphylococcus aureus ... 41

Lampiran 7. Uji Statistik Pengaruh Iradiasi terhadap Aktivitas Antibakteri TS pada Konsentrasi Hambat Minimum... 43

Lampiran 8. Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus ... 45

Lampiran 9. Skema Pembuatan Suspensi Bakteri Uji dan Penghitungan Koloni ... 46

Lampiran 10. Jumlah Bakteri yang digunakan pada Uji Difusi dan Uji Dilusi ... 47

Lampiran 11. Skema Kerja Uji Aktivitas Antibakteri ... 48

Lampiran 12. Perhitungan % Hambatan Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus Metode Dilusi Agar ... 50

Lampiran 13. Gambar Zona Hambat Ekstrak terhadap Bacillus subtilis ... 52

Lampiran 14. Gambar Zona Hambat Ekstrak terhadap Staphylococcus aureus ... 54

Lampiran 15. Gambar Pengurangan Jumlah Koloni Bacillus subtilis pada Pengujian KHM Metode Dilusi Agar ... 56

(16)

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISTILAH

g gram

mg mili gram

mL mili liter

mm milli meter

μg micro gram

kGy kilo Gray

KHM Konsentrasi Hambat Minimum

(17)

BAB1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dewasa ini penggunaan obat bahan alam khususnya ekstrak tanaman lebih

banyak dipakai dibanding serbuk simplisia, selain karena penggunaannya bisa

lebih sederhana, dari segi bobot pemakaiannya lebih sedikit dibanding dengan

bobot tumbuhan asalnya (BPOM RI, 2005). Banyaknya khasiat yang diberikan

oleh senyawa-senyawa di dalam ekstrak menjadikan ekstrak sebagai pilihan

utama dalam menjaga dan mempertahankan kesehatan, maupun untuk pengobatan

suatu penyakit (BPOM RI, 2008). Beberapa contoh diantaranya ekstrak rimpang

temu putih (Curcuma zedoaria) dan ekstrak herba sambiloto (Andrographis

paniculata). Ekstrak rimpang temu putih memiliki aktivitas sebagai antibakteri,

antifungi, antiamuba, antioksidan, antialergi, analgesik, dan antikanker (Lobo et

al., 2008; Chen et al., 2008; Harahap et al., 2008). Selain ekstrak rimpang temu

putih, ekstrak herba sambiloto memiliki aktivitas sebagai antimikroba, antiparasit,

antioksidan, antiinflamasi, dan antihiperglikemik (Akbar S, 2011).

Adanya khasiat dari tanaman tersebut mendorong industri herbal untuk

memproduksi sediaan-sediaan berupa ekstrak. Penggunaan kombinasi ekstrak

yang beredar dipasaran semakin meningkat dan sangat jarang industri herbal

menggunakan satu jenis ekstrak. Salah satu contohnya kombinasi ekstrak temu

putih dan sambiloto yang dikemas dalam bentuk sediaan farmasi. Ekstrak etanol

rimpang temu putih memiliki aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus

mutans, Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis, Bacillus subtilis, dan

Candida albicans (Bugno, et al., 2007; Wilson et al., 2005). Sedangkan ekstrak

etanol sambiloto memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli,

Klebsiella pneumonia, Proteus vulgaris, dan Bacillus subtilis (Abubacker MN and

S, Vasantha. 2010; A, Hosamani P et al., 2011).

Obat yang beredar harus memiliki khasiat, mutu, serta keamanan yang nyata

dan teruji secara ilmiah (BPOM RI, 2008). Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat

dari simplisia nabati harus memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh

(18)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melebihi batas yang ditetapkan (Depkes RI, 2000). Salah satu cara yang dilakukan

adalah menggunakan teknik iradiasi gamma.

Teknik iradiasi gamma mampu mengawetkan bahan pangan dan bahan

tanaman obat sehingga dapat memperpanjang masa simpan. Penggunaan iradiasi

gamma memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mempunyai daya tembus

tinggi terhadap bahan, tidak menaikkan suhu bahan yang diproses, bahan dapat

diiradiasi setelah dikemas, tidak meninggalkan residu dan ramah lingkungan

(Winarno et al., 2010).

Penelitian mengenai efek iradiasi gamma terhadap aktivitas tanaman sudah

banyak diteliti. Besarnya dosis iradiasi mempengaruhi aktivitas tanaman yang

diiradiasi. Iradiasi gamma pada 10 kGy pada ekstrak air sambiloto tidak

mengganggu aktivitasnya sebagai anti-inflamasi (A, Mamatha et al., 2010). Iradiasi gamma dengan dosis ≥ 10 kGy pada simplisia daging mahkota dewa dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh semua bakteri serta kapang

khamir yang ada tetapi terjadi penurunan secara nyata pada aktivitas sitotoksik

ekstrak etanol (Winarno et al., 2010). Aktivitas antioksidan pada rimpang temu

putih menurun pada dosis 20 kGy (Almeida et al., 2011).

Iradiasi gamma telah digunakan oleh industri herbal untuk pengawetan.

Namun, pengaruh iradiasi terhadap aktivitas ekstrak dan kombinasi ekstrak masih

sangat minim sehingga perlu dilakukan penelitian. Oleh karena itu, pada

penelitian ini akan dilakukan pengaruh iradiasi gamma pada aktivitas antibakteri

kombinasi ekstrak etanol temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan

sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633

dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.

1.2Rumusan Masalah

Belum dilakukannya penelitian mengenai pengaruh iradiasi gamma terhadap

(19)

1.3Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma dengan dosis 10 kGy terhadap

aktivitas antibakteri TS menggunakan metode difusi silinder.

b. Untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma dengan dosis 10 kGy terhadap

aktivitas antibakteri TS menggunakan metode dilusi agar.

1.4Manfaat Penelitian

Mendapatkan informasi mengenai aktivitas antibakteri TS hasil iradiasi gamma

(20)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria)

2.1.1Klasifikasi

Klasifikasi tanaman temu putih (Curcuma zedoaria) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Tunggal, lonjong, ujung meruncing, pangkal tumpul, panjang 0,6-1 m, lebar

10-20 cm, pertulangan menyirip, tipis, berbulu halus, hijau bergaris ungu.

c. Bunga :

Majemuk, bentuk tabung, di ketiak daun, panjang 7-15 cm, benang sari

melekat pada mahkota, panjang ± 0,5 cm, tangkai putik panjang ± 2 cm,

putih, mahkota lonjong, panjang ± 2 cm, putih.

d. Buah :

Kotak, bulat, diameter 2-4 mm, hijau.

e. Biji :

Bulat, hitam.

(21)

Serabut, putih.

2.1.3Nama daerah

Koneng bodas (Sunda), temu putih (Jawa) (Bermawie et al., 2007).

2.1.4Kandungan Kimia

Kurkumin, minyak atsiri (terdiri dari α-pinene, D-camphene, cineol, D-camphor, D-borneol, sesquiterpen alkohol, zingiberene), tanin, saponin, polifenol,

demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, kurzerenon, kurdion, germakron,

dan flavonoid (Bermawie et al., 2007; Hutapea et al., 1993; Prajapati et al., 2007).

2.1.5Manfaat Tumbuhan

Tanaman ini berkhasiat sebagai obat pencuci darah, kanker, peluruh dahak, perut

kembung, obat penguat setelah nifas, obat cacing, menyembuhkan sariawan, dan

penambah nafsu makan (Bermawie et al., 2007). Ekstrak etanol rimpang temu

putih memiliki aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans,

Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis, Bacillus subtilis, dan Candida

albicans (Bugno, et al., 2007; Wilson et al., 2005).

2.2 Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)

2.2.1Klasifikasi (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)

Klasifikasi tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Acanthaceae

Genus : Andrographis

(22)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.2Deskripsi

Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan herba semusim dengan

tinggi ± 50 cm.

a. Batang :

Berkayu, pangkal bulat, masih muda bentuk segi empat setelah tua bulat,

percabangan monopodial, hijau.

b. Daun :

Tunggal, bulat telur, bersilang berhadapan, pangkal dan ujung runcing, tepi

rata, panjang ± 5 cm, lebar ± 1,5 cm, pertulangan menyirip, panjang tangkai

± 30 mm, hijau keputih-putihan, hijau.

c. Bunga :

Majemuk, bentuk tandan, di ketiak daun dan di ujung batang, kelopak lanset,

berbagi lima, pangkal berlekatan, hijau, benang sari dua, bulat panjang,

kepala sari bulat, ungu, putik pendek, kepala putik ungu kecoklatan, mahkota

lonjong, pangkal berlekatan, ujung pecah menjadi empat, bagian dalam putih

bernoda ungu, bagian luar berambut, merah.

d. Buah :

Kotak, bulat panjang, ujung runcing, tengah beralur, masih muda hijau

setelah tua coklat.

e. Biji :

Kecil, bulat, masih muda putih kotor, setelah tua coklat.

f. Akar :

Daun Andrographis paniculata mengandung saponin, flavonoid dan tanin

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Daun dan percabangannya mengandung

(23)

neoandrografolid, 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid, dan

homoandrografolid. Juga terdapat alkana, keton, aldehid, mineral (kalium,

kalsium, natrium), asam kersik, dan dammar. Flavonoid diisolasi terbanyak dari

akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin, panikulin, mono-0-metilwithin, dan

apigenin-7,4-dimetileter. Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai

hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat toksik) (Dalimartha, 2003).

2.2.5Manfaat Tumbuhan

Tanaman ini berkhasiat untuk mengatasi hepatitis, infeksi saluran empedu,

disentri basiler, tifoid, diare, influenza, antiinflamasi, radang amandel (tonsillitis),

abses paru, radang paru (pneumonia), radang saluran napas (bronkhitis), radang

ginjal akut (pielonefritis), radang teling tengah (OMA), TB paru, batuk rejan

(pertusis), leptospirosis, kanker (penyakit trofoblas seperti kehamilan anggur dan

penyakit trofoblas ganas, serta tumor paru) (Syamsuhidayat dan Hutapea. 1991;

Dalimartha, 2003; Prajapati et al., 2007). Ekstrak etanol daun Andrographis

paniculata memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, Klebsiella

pneumonia, Proteus vulgaris, dan Bacillus subtilis (Abubacker, MN and S,

Vasantha, 2010; A, Hosamani P et al., 2011).

2.3Simplisia

Simplisia menurut Materia Medika Indonesia adalah bahan alamiah yang

dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan

kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan

simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia

sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu

saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg (konstan) karena disadari

adanya variable bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen, serta

proses pasca panen dan preparasi akhir. Tahapan penyiapan simplisia dimulai

dengan panen atau pengumpulan organ tumbuhan, pencucian dan sortasi basah,

perajangan, pengeringan, sortasi kering, pewadahan dan penyimpanan (Depkes

RI, 2000).

(24)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif

yang terkandung dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan

minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain (Parameter Standar Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat, 2000).

Menurut Farmakope edisi IV, ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh

dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara

perkolasi. Seluruh perkolasi biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan

pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas.

Ada beberapa metode dalam ekstraksi, diantaranya:

a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut, contohnya

Cara dingin (maserasi dan perkolasi)

Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar).

Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

Cara panas (refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok)

(25)

c. Cara ekstraksi lainnya seperti ekstraksi berkesinambungan, superkritikal

karbondioksida, ekstraksi ultrasonik, ekstraksi energi listrik (Parameter

Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, 2000).

2.5 Pengujian Aktivitas Antimikroba

Antimikroba adalah senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh

organisme hidup, termasuk struktur analognya dibuat sintetik yang dalam kadar

rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu atau lebih

mikroorganisme (Myllyniemi, 2004). Berdasarkan mekanisme kerjanya,

antimikroba dibagi dalam lima kelompok yaitu antimikroba yang menghambat

metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu

keutuhan membran sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba, dan

menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba (Farmakologi dan Terapi, 2009).

Pengujian aktivitas antimikroba secara in vitro bertujuan untuk mengetahui

senyawa atau obat antimikroba yang dapat digunakan untuk mengatasi infeksi

oleh mikroba tersebut. Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba

seperti:

2.5.1Metode Difusi

Zat antimikroba ditentukan aktivitasnya berdasarkan kemampuan berdifusi pada

lempeng agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Pengamatan yang

dilakukan adalah dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan (daerah bening

yang tidak nampak adanya pertumbuhan bakteri) yang terbentuk disekeliling zat

antimikroba. Metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

 Teknik cakram (disc)

Metode ini melibatkan kertas cakram yang berfungsi sebagai tempat

menampung zat antimikroba. Kertas cakram ini diletakkan dipermukaan

medium padat (agar) yang mengandung kultur mikroorganisme yang telah

ditumbuhkan. Beberapa cakram (multidiscs) mengandung berbagai obat yang

berbeda yang akan diuji dan informasi yang diperoleh dari cakram tersebut

tidak hanya menentukan antibiotik atau obat yang mungkin efektif terhadap

infeksi tertentu, tetapi juga obat yang tidak efektif. Lempeng agar yang telah

(26)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak memperlihatkan adanya

pertumbuhan kuman di sekitar cakram. Lebar daerah hambatan ini tergantung

pada daya resap obat ke dalam agar dan kepekaan kuman terhadap obat

tidaknya zona hambatan di sekeliling parit.

 Teknik lubang (hole/cup)

Dalam metode ini lempeng agar yang telah diinokulasi oleh bakteri uji

selanjutnya diisi dengan zat uji. Cara lain yang dapat digunakan adalah

dengan meletakkan cangkir porselen kecil yang biasa dikenal dengan fish

spines di atas medium agar dan diisi dengan larutan yang akan diuji.

Kemudian diinkubasi pada suhu 37OC selama 18-24 jam. Dilakukan

pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling

lubang (Edwards, 1980).

2.5.2Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi

padat (solid dilution)

 Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar

hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration

atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan

membuat seri pengenceran zat antimikroba pada medium cair yang

ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji zat antimikroba pada kadar

terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan

sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya

dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun zat

antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat

(27)

 Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media

padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen

antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji

(Pratiwi, 2008).

2.6 Radiasi Sinar Gamma

2.6.1Pengertian Radiasi dan Iradiasi

Radiasi adalah istilah umum yang biasa digunakan untuk semua jenis energi yang

dipancarkan tanpa media. Sedangkan iradiasi adalah penggunaan energi untuk

penyinaran bahan dengan menggunakan sumber radiasi buatan (Winarno et al.,

1980 dikutip oleh Dwiloka, 2002).

Berdasarkan spektrum elektromagnetiknya, radiasi dibedakan menjadi dua macam

yaitu

a. Radiasi panas (heating radiation)

Radiasi panas adalah radiasi yang menggunakan sinar dengan frekuensi yang

rendah atau gelombang yang panjang.

b. Radiasi pengion (ionizing radiation)

Radiasi pengion menggunakan sinar frekuensi yang tinggi atau gelombang

yang pendek. Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar ultraviolet, radiasi

sinar alfa, beta dan gamma. Radiasi sinar gamma inilah yang digunakan

untuk pengawetan bahan pangan. Sinar gamma ini adalah radiasi

elektromagnetik yang dikeluarkan oleh nukleus unsur-unsur 60Co (kobalt)

dan 137Cs (Caesium), dan sinar ini memiliki daya tembus yang baik terhadap

bahan padat dan biayanya relatif murah (Dwiloka, 2002).

2.6.2Radiasi Gamma

Radiasi gamma adalah gelombang elektromagnetik sedangkan radiasi alfa dan

beta adalah partikel-partikel. Sinar gamma diradiasikan sebagai foton atau

kuantum energi dengan kecepatan c = 3,0 x 1010 cm/det. Perbedaan radiasi

gamma dengan sinar X dan sinar UV, sinar tampak dan lain-lain hanya dalam

(28)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

paling besar diantara radiasi-radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop (kecuali

netrino) dan dapat dengan mudah menembus jaringan lebih dari 30 cm dan timbal

(Pb) dengan ketebalan beberapa inci (Leswara, 2008).

2.6.3Dosis Iradiasi (Dwiloka, 2002)

Oleh karena tingkat dan jenis perubahan yang terjadi pada materi akibat

iradiasi terutama bergantung pada jumlah energi radiasi yang diserap, maka pada

pengawetan bahan pangan dengan iradiasi, salah satu faktor yang menentukan

adalah dosis iradiasi. Agar setiap bahan dapat menerima dosis iradiasi secara

tepat, maka dilakukan pengukuran dosis iradiasi dengan menggunakan sistem

dosimeter (pengukur dosis).

Beberapa satuan dosis yang digunakan antara lain, elektron volt (eV) yaitu

energi yang dihasilkan oleh partikel bermuatan yang membawa satuan muatan

elektron ketika melintasi beda potensial satu volt (1 eV= 1.602x10-12 erg). Satuan

lain yang banyak digunakan adalah rad (radiation absorbed dose), yaitu tiap 100

erg energi radiasi yang diserap per gram materi yang diiradiasi. Satuan yang biasa digunakan setelah adanya sistem Satuan Internasional (SI) adalah “Gray” (Gy), yaitu unit energi radiasi yang terserap sebesar 1 kJ/kg bahan yang setara dengan

100 rad.

Berikut ini beberapa penentuan dosis radiasi dan tujuannya:

a. Dosis rendah (≤2 kGy)

Tujuannya untuk menunda pertunasan dan pematangan pada buah, sayur,

umbi dan rimpang, serta desinfektansi serangga.

b. Dosis sedang (3–10 kGy)

Tujuannya untuk dekontaminasi (menekan/mematikan) mikroba seperti

kapang, khamir, dan eliminasi bakteri patogen pada biji-bijian, serealia,

produk beku, produk semi olahan, dan produk siap saji.

c. Dosis tinggi (≥10 kGy)

Tujuannya untuk sterilisasi dan memperpanjang masa simpan makanan

(29)

Tabel 2.1. Tujuan pengawetan

No. Tujuan pengawetan Dosis (kGy)

1 Pasteurisasi (radurisasi) 1-5

2 Menghilangkan mikroba patogen (radisidasi) 1-10 3 Menghilangkan serangga (desinfektansi) 0,2-0,8

4 Sterilisasi (radappertisasi) 10-60

5 Menunda kematangan pada buah-buahan 0,10-0,12 6 Menghambat pertumbuhan tunas pada

umbi-umbian

0,10-3,00

2.6.4Keunggulan Penggunaan Iradiasi Sinar Gamma

Seperti halnya teknologi lain, iradiasi mempunyai beberapa keunggulan

diantaranya:

a. Iradiasi sinar gamma mempunyai daya tembus tinggi terhadap bahan

b. Tidak menaikkan suhu bahan yang diproses

c. Bahan dapat diiradiasi setelah dikemas

d. Tidak meninggalkan residu dan ramah lingkungan atau bebas polusi, karena

tidak ada limbah proses yang terlepas atau dibuang ke lingkungan dan tidak

membuat produk menjadi radioaktif.

e. Iradiasi dapat membunuh atau mensterilkan berbagai jenis serangga dengan

dosis yang relatif rendah dan tidak menimbulkan sifat resisten pada serangga,

seperti yang dapat terjadi pada fumigasi dengan pestisida.

f. Iradiasi untuk tujuan karantina membutuhkan dosis yang cukup rendah,

sehingga akan menguntungkan dari segi waktu, biaya, dan kemungkinan

perubahan mutu produk segar yang diproses.

g. Iradiasi merupakan perlakuan karantina yang berspektrum luas, karena

keampuhannya tidak terbatas pada jenis serangga dan komoditas tertentu saja.

h. Di samping untuk tujuan karantina, pada berbagai kasus, iradiasi dengan

dosis rendah dapat memperlambat proses pematangan buah sehingga dapat

memperpanjang daya simpan buah-buahan tertentu.

i. Bila dibandingkan dengan proses panas atau pendinginan, iradiasi hemat

(30)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.5Aspek Keamanan

Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting sebelum

menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Untuk proses pengawetan

dengan iradiasi telah ditetapkan batas maksimal energi sumber radiasi yang dapat

dipakai, yaitu 5 MeV untuk sumber radiasi sinar gamma dan sinar-X, dan 10 MeV

untuk berkas elektron (Dwiloka, 2002 dikutip dari FAO/WHO/IAEA).

Sinar gamma dari 60Co mempunyai energi maksimal sebesar 1,33 MeV,

sedang dari 137Cs hanya 0,66 MeV. Dengan demikian, penggunaan kedua jenis

radionuklida ini sudah menjamin terhindarnya pembentukan radioaktivitas imbas

pada makanan yang diiradiasi.

Kemungkinan adanya residu zat radioaktif yang berasal dari sumber radiasi

pada bahan pangan yang diiradiasi juga tidak ada, karena radionuklida sumber

iradiasi tersimpan rapat dalam kapsul logam berlapis dua. Radiasi yang

dipancarkan dari sumbernya adalah suatu bentuk energi, bukan benda (Dwiloka,

2002).

2.6.6Iradiator Karet Alam

IRKA adalah iradiator yang memilki aktivitas terbesar. Dalam keadaan

optimum, aktivitas yang dapat dimuati adalah sebesar 300.000 currie. Aktivitas

maksimum yang pernah terpasang sebesar 215.000 currie. Pada bulan Desember

2010 aktivitas sumber radiasi cobalt-60 IRKA sekitar 90.000 currie.

IRKA adalah singkatan dari iradiator karet alam yang diterjemahkan dari

nama aslinya yaitu Latex Irradiator. Karena itu, desain fasilitas dan pemakaian

awal IRKA adalah untuk karet alam. Berdasarkan desain dan aktivitas maksimum

zat radioaktif yang dapat dipasang, IRKA termasuk iradiator kategori empat yaitu

iradiator yang memanfaatkan zat radioaktif yang terbungkus, tersimpan di dalam

kolam penyimpanan berisi air sesuai persyaratan. Air kolam berfungsi sebagai

perisai dan zat radioaktif disimpan di dasar kolam pada saat tidak digunakan.

Dengan besarnya aktivitas yang dimiliki dan modifikasi pada ruang iradiasi,

memungkinkan pemanfaatan IRKA untuk iradiasi selain karet alam, yaitu untuk

(31)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi Gedung Produk

Makanan dan Kesehatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop

dan Radiasi (P3TIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat,

Jakarta Selatan dan Laboratorium PMC (Pharmacy Medicinal Chemistry), FKIK

UIN Jakarta. Penelitian dimulai bulan Mei hingga bulan Desember 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1Alat

Alat yang digunakan meliputi Iradiator Karet Alam (IRKA), laminar air flow

(Envair), lemari pendingin (Kelvinator), inkubator (Heraeus), oven listrik

(Heraeus), rotary evaporator (Hahnvapor), mikroskop elektrik (Nikon Labophot),

hot plate (Quebec), timbangan analitik (Sartorius), erlenmeyer (50 mL, 250 mL

dan 500 mL), alumunium foil, tabung reaksi (10 mL dan 20 mL), botol kaca,

cawan petri diameter 9 cm dan 15 cm, batang pengaduk, drugalsky, spatel logam,

pipet volume (0,1 mL; 0,2 mL; 1 mL; 2 mL; 5 mL; 10 mL; 20 mL dan 25 mL),

jarum ose, pinset, dan silinder stainless steel 6,0 mm.

3.2.2Bahan

Tanaman uji yang digunakan adalah rimpang temu putih yang diperoleh dari Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Rempah (Balittro) dan herba sambiloto diperoleh

dari kebun yang dibudidayakan BATAN. Bakteri: Bacillus subtilis ATCC 6633

dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Pelarut, pereaksi dan zat warna: HCl,

amonia encer, kloroform, pereaksi Mayer, pereaksi Draggendorff, Bouchardat, etil

asetat, FeCl3, asam sulfat pekat (H2SO4), aquadest, etanol 96%, etanol 10%, kristal

violet, larutan lugol, safranin, Kanamycin. Medium perbenihan bakteri: Nutrient

(32)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1Determinasi Tanaman

Bahan uji dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian

Biologi-LIPI Cibinong.

3.3.2Pembuatan Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto

Pembuatan serbuk dari sampel segar dilakukan di Balai Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat (Balittro). Sebanyak 1300 g serbuk temu putih dan 1000 g

serbuk sambiloto dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditambah etanol 96%

sebanyak 1:4 (b/v) dan didiamkan selama minimal 24 jam sambil sesekali diaduk.

Maserat disaring lalu dipekatkan dengan menggunakan penguap berputar (rotary

evaporator) pada suhu 500C. Proses diulangi sebanyak 3 kali untuk serbuk temu

putih dan 5 kali untuk serbuk sambiloto hingga diperoleh filtrat tidak berwarna.

Masing-masing ekstrak dimasukkan ke dalam wadah gelas steril, dimana

tiap ekstrak dibagi menjadi 2 tempat yaitu untuk ekstrak non iradiasi dan ekstrak

hasil iradiasi. Ekstrak diiradiasi dengan dosis 10 kGy di Iradiator Karet Alam

(IRKA), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

3.3.3 Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan

Sambiloto

Karakterisasi bahan uji dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam

Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (2000) sebagai berikut:

3.3.3.1 Parameter spesifik:

a. Pengamatan secara organoleptik dilakukan terhadap bentuk, warna, dan

bau dari ekstrak temu putih dan sambiloto.

b. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

Pengujian senyawa terlarut terdiri dari kadar senyawa yang larut dalam

air dan kadar senyawa yang larut dalam etanol. Caranya: sebanyak 5,0 g

ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing dimasukkan ke dalam

erlenmeyer. Untuk penentuan senyawa terlarut dalam air, ekstrak di

maserasi dengan 100 ml campuran air-kloroform (2,5 mL kloroform

(33)

etanol, ekstrak di maserasi dengan 100 mL etanol 96%. Kemudian

3.3.3.2 Parameter non spesifik:

a. Penetapan susut pengeringan

Sebanyak 2 g ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing

dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya

telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara.

Kemudian dimasukkan ke dalam oven, tutupnya dibuka, dikeringkan

pada suhu 1050C selama 15 jam hingga diperoleh bobot tetap. Kadar

dihitung dalam persen, susut pengeringan dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara, dengan rumus:

Persen susut pengeringan = kehilangan bobot (g)

bobot awal sampel (g) x 100%

b. Penetapan kadar abu

Sebanyak 2 g ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing

dimasukkan ke dalam kurs porselin. Dipijarkan perlahan-lahan hingga

suhu mencapai 6750C selama 13 jam hingga arang habis, didinginkan,

lalu ditimbang dan diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan di udara.

Kadar abu total = berat abu sisa pijar (g)

berat ekstrak (g) � 100%

c. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu (Whatman no. 42)

(34)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jam hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Kadar abu tidak larut asam = berat abu sisa pijar (g)

berat ekstrak (g) � 100%

3.3.3.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto

(Gacche et al., 2011)

a. Uji Alkaloid

Sebanyak 0,5 g ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah dengan 1 mL HCl 2 N dan

9 mL aquadest. Ekstrak tersebut dipanaskan selama 2 menit,

didinginkan, dan disaring. Filtrat dipisahkan menjadi 2 bagian,

masing-masing ditambahkan dengan pereaksi Bouchardat dan pereaksi Mayer.

Adanya endapan berwarna putih dengan reagen Mayer atau endapan

coklat sampai hitam dengan Bouchardat menunjukkan adanya alkaloid.

b. Uji Flavonoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah dengan 10 mL etil asetat.

Ekstrak tersebut dipanaskan sampai mendidih selama 3 menit,

didinginkan, dan disaring. Sebanyak 4 mL filtrat diambil dan

Ekstrak tersebut dipanaskan sampai mendidih selama 2 menit kemudian

disaring dan ditambah beberapa tetes FeCl3, terbentuk warna hijau

kecoklatan atau biru-hitam menunjukkan adanya tanin.

d. Uji Saponin

Sebanyak 0,5 g ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL aquadest.

Ekstrak tersebut dipanaskan sampai mendidih selama 2 menit kemudian

(35)

mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm.

Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang.

e. Uji Terpenoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambah 2 mL kloroform. Kemudian

ditambahkan H2SO4 pekat dengan hati-hati untuk membentuk lapisan.

Lapisan berwarna coklat kemerahan menunjukkan adanya terpenoid.

f. Uji Fenol

Sebanyak 0,5 g ekstrak temu putih dan sambiloto masing-masing

dimasukkan ke dalam plat tetes kemudian ditambahkan 1-2 tetes FeCl3

5%. Terbentuk peningkatan intensitas warna hijau sampai biru

menunjukkan adanya fenolik.

3.3.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Temu Putih, Ekstrak

Sambiloto, dan Kombinasi Ekstrak Temu Putih-Sambiloto (TS) Metode

Difusi Silinder

Metode difusi silinder digunakan untuk menentukan aktivitas antibakteri

dari ekstrak temu putih, ekstrak sambiloto, dan TS (1:1) terhadap 2 strain

Gram-positif (B. subtilis dan S. aureus). Masing-masing ekstrak dilarutkan dalam etanol

10%. Silinder stainless steel 6 mm diletakkan di atas permukaan lempeng agar

yang telah ditanami bakteri. Kemudian masing-masing ekstrak yaitu ekstrak temu

putih, ekstrak sambiloto, dan TS baik non iradiasi maupun hasil iradiasi diteteskan

menggunakan mikropipet sebanyak 50 µ L ke dalam silinder dengan 3 seri ekstrak

uji (10 µg, 100 µg, dan 1000 µg). Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu

37°C selama 24 jam. Kanamycin (30 µg) sebagai positif kontrol sedangkan etanol

10% sebagai kontrol negatif. Penilaian aktivitas antibakteri berdasarkan pada

pengukuran diameter zona hambat (mm) yang terbentuk di sekitar silinder dan

dihitung menggunakan mistar.

Klasifikasi kategori zona hambat (Devi et al., 2007):

> 12 mm : kuat

9-12 mm : sedang

6-9 mm : lemah

(36)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.5Pengujian Aktivitas Antibakteri TS Metode Dilusi Agar

Metode dilusi agar digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat

minimum TS non iradiasi dan hasil iradiasi. Media pertumbuhan triptic soy agar

(TSA) disiapkan dan disterilisasi dalam autoklaf. Media yang telah steril

dibiarkan hingga suhunya turun (±500C).

Sebanyak 2 mL ekstrak uji pada tiap konsentrasi (62,5 µg/mL, 125 µg/mL,

250 µg/mL, 500 µg/mL, dan 1000 µg/mL) ditambahkan ke dalam 18 mL media

agar kemudian dicampur hingga homogen. Campuran tersebut dituang ke dalam

cawan petri steril lalu didinginkan hingga memadat. Sebanyak 1 ose suspensi

bakteri (105 - 106 CFU/mL) diinokulasikan di atas permukaan agar padat dan

diratakan menggunakan drugalsky kemudian diinkubasikan pada suhu 370C

selama 24 jam. Pengamatan dilihat berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh pada

setiap ekstrak uji dan dibandingkan dengan kontrol negatif sehingga diperoleh % hambatan. Konsentrasi ekstrak terendah yang menunjukkan hambatan ≥ 99% dinamakan sebagai KHM (Sule et al., 2011).

Perhitungan % hambatan pertumbuhan bakteri = Ko−K1

Ko x 100%

Ket:

Ko = jumlah koloni pada media tanpa ekstrak

(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Determinasi Tanaman

Hasil determinasi tanaman dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran 4 yang

menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman

temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan sambiloto (Andrographis

paniculata Ness). Tanaman uji dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong.

Tanaman temu putih dan sambiloto dideterminasi untuk memastikan

kebenaran jenis tumbuhan mengenai spesies dan famili tumbuhan tersebut

sehingga mampu memberikan informasi yang jelas dan benar bahwa sampel

tumbuhan yang diteliti adalah sesuai tujuan penelitian.

4.2Pembuatan Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto

Pembuatan ekstrak dari 1300 g serbuk temu putih (Curcuma zedoaria) dan

1000 g serbuk sambiloto (Andrographis paniculata) diperoleh dengan cara

maserasi menggunakan pelarut etanol 96% menghasilkan ekstrak kental dengan

rendemen yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto

No. Nama serbuk Bobot serbuk

Metode ekstraksi cara maserasi dipilih karena memiliki beberapa

keuntungan seperti alat dan cara yang digunakan sederhana dan

dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan. Sampel

direndam dalam etanol sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses

pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel.

Pemilihan pelarut berdasarkan pada penelitian Bugno et al., (2007)

(38)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memiliki aktivitas antimikroba yang mirip dengandengan formula komersial yang

mengandung minyak esensial. Selain itu, ekstrak etanol pada sambiloto

menunjukkan aktivitas yang baik terhadap B. subtilis dan S. aureus (A. Hosamani

P et al, 2011) sehingga etanol dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini.

Menurut Harborne (1996), etanol dapat menarik senyawa alkaloid, saponin, dan

flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri.

Hasil rendemen ekstrak temu putih dan sambiloto diperoleh masing-masing

sebesar 35,94% dan 27,18%. Rendemen merupakan perbandingan antara ekstrak

yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes, 2000). Perbedaan jumlah

rendemen pada setiap ekstrak dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen

tertinggi mengandung lebih banyak senyawa yang mudah larut dalam etanol 96%.

4.3 Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih dan

Sambiloto

Untuk mengetahui karakteristik ekstrak yang digunakan dalam penelitian,

dilakukan pegujian ekstrak berupa parameter spesifik dan non spesifik serta

penapisan fitokimia terhadap ekstrak temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.)

Roscoe.) dan sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang dapat dilihat pada

tabel 4.2. Tujuannya untuk mendapatkan ekstrak yang bermutu sesuai dengan

(39)

Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih

a. Identitas Ekstrak kental

rimpang temu

c. Senyawa terlarut dalam pelarut

tertentu - = senyawa tidak terdeteksi

Karakterisasi ekstrak dilakukan terhadap ekstrak kental temu putih dan

sambiloto hasil iradiasi maupun non iradiasi. Pemeriksaaan meliputi parameter

spesifik berupa organoleptik dan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu. Ekstrak

(40)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan bau yang khas, sedangkan pemerian ekstrak sambiloto yaitu ekstrak kental,

warna hijau tua, dan bau khas. Hasil yang diperoleh sama seperti yang tertera pada

Farmakope Herbal Indonesia. Hasil pemeriksaan organoleptik memberikan

informasi pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin (Depkes RI,

2010). Penetapan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu memberikan gambaran

awal jumlah senyawa kandungan. Hasil pengujian menunjukkan senyawa terlarut

dalam etanol lebih besar dibanding senyawa terlarut dalam air baik ekstrak temu

putih maupun sambiloto non iradiasi dan hasil iradiasi. Senyawa terlarut dalam air

utuk ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi masing-masing sebesar

37,5% dan 26,5% dan senyawa terlarut dalam etanol masing-masing 47% dan

62,5%. Sedangkan senyawa terlarut dalam air untuk ekstrak sambiloto non

iradiasi dan hasil iradiasi adalah sama yaitu sebesar 43,5% dan senyawa terlarut

dalam etanol masing-masing 61,5% dan 56,5%. Senyawa terlarut (kadar sari)

merupakan uji kemurnian ekstrak yang dilakukan untuk mengetahui jumlah

terendah bahan kimia yang terekstraksi pada pelarut tertentu. Penetapan ini juga

berguna dalam membantu pemilihan pelarut yang cocok dalam proses pelarutan

ekstrak yang digunakan dalam ekstrak uji sebagai antibakteri.

Selain parameter spesifik, ada beberapa uji parameter non spesifik yang

dilakukan seperti susut pengeringan, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut

asam. Hasil susut pengeringan ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi

berturut-turut adalah 19% dan 19,5% sedangkan ekstrak sambiloto berturut-turut

yaitu 21% dan 24,5%. Susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan

maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses

pengeringan. Susut pengeringan ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak karena

berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan kapang atau jamur serta zat yang

mudah menguap pada ekstrak. Hasil kadar abu ekstrak temu putih non iradiasi dan

hasil iradiasi berturut-turut adalah 1,73% dan 1,76% sedangkan ekstrak sambiloto

berturut-turut yaitu 0,56% dan 0,57%. Hasil kadar abu tidak larut asam ekstrak

temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi berturut-turut adalah 0,41% dan 0,43%

sedangkan ekstrak sambiloto berturut-turut yaitu 0,19% dan 0,21%. Kadar abu

memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari

(41)

untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat (Depkes RI,

2000 dan Sutomo et al., 2010).

Hasil penapisan fitokimia pada penelitian ini diketahui bahwa ekstrak temu

putih non iradiasi dan hasil iradiasi mengandung alkaloid, flavonoid dan

terpenoid, sedangkan ekstrak sambiloto non iradiasi dan hasil iradiasi

mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid, dan fenol. Masing-masing

ekstrak yaitu ekstrak temu putih dan ekstrak sambiloto diuji fitokimia untuk

mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol temu

putih maupun sambiloto yang berkhasiat sebagai antibakteri. Tidak ada perbedaan

kandungan senyawa pada ekstrak non iradiasi maupun hasil iradiasi.

4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Temu Putih, Ekstrak

Sambiloto, dan Kombinasi Ekstrak Temu Putih-Sambiloto Metode Difusi

Silinder

Hasil pengujian aktivitas antibakteri metode difusi silinder diperoleh data

yang dapat dilihat pada tabel 4.3. Etanol 10% digunakan sebagai pelarut dalam

melarutkan ekstrak dan digunakan sebagai kontrol negatif untuk mengetahui

apakah pelarut tersebut memiliki aktivitas antibakteri sedangkan Kanamycin

digunakan sebagai kontrol positif untuk mengetahui sensitivitas strain bakteri

(42)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3. Hasil Zona Hambat (mm) Ekstrak Temu Putih, Sambiloto, dan TS non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap Bacillus subtilis dan

Staphylococcus aureus

Berdasarkan hasil zona hambat yang terbentuk, pada ekstrak temu putih non

iradiasi dan hasil iradiasi terhadap B. sublitis menunjukkan rentang aktivitas

masing-masing 11,75-12,5 mm dan 10-11,5 mm dengan jumlah ekstrak sebesar

100-1000 µg. Ekstrak sambiloto non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap B. sublitis

menunjukkan rentang aktivitas masing-masing 10,75-11,5 mm dan 9,5-10,5 mm

dengan jumlah ekstrak sebesar 100-1000 µg. TS non iradiasi dan hasil iradiasi

terhadap B. sublitis menunjukkan rentang aktivitas masing-masing 10,25-10,5 mm

dan 9-9,75 mm dengan jumlah ekstrak sebesar 100-1000 µg.

Sedangkan pada ekstrak temu putih non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap

S. aureus menunjukkan rentang aktivitas masing-masing 12-12,5 mm dan

9,25-10 mm dengan jumlah ekstrak sebesar 9,25-100-9,25-1000 µg. Ekstrak sambiloto non

(43)

masing-masing 10,25-11 mm dan 9,25-9,5 mm dengan jumlah ekstrak sebesar

100-1000 µg. TS non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap S. aureus menunjukkan

rentang aktivitas masing-masing 10,25-11,5 mm dan 9,25-10 mm dengan jumlah

ekstrak sebesar 100-1000 µg. Tidak ada hambatan yang terbentuk pada jumlah

ekstrak 10 µg baik terhadap B. sublitis maupun S. aureus. Menurut Devi et al.,

(2007), hambatan pertumbuhan bakteri diklasifikasi menjadi zona hambat > 12

mm : kuat, zona hambat 9-12 mm: sedang, zona hambat 6-9 mm: lemah, dan < 6

mm: resisten pada jumlah ekstrak 100 µg. Berdasarkan kategori tersebut, dapat

dikatakan bahwa ekstrak yang diuji termasuk kategori lemah hingga sedang.

Berdasarkan uji statistik T data berpasangan (paired sample) pada hasil zona

hambat, menunjukkan perbedaan signifikan (p ≤ 0,05) yang memperlihatkan bahwa iradiasi menurunkan aktivitas antibakteri dari ketiga ekstrak tersebut.

Berdasarkan penapisan fitokimia beberapa komponen kimia pada ekstrak

temu putih dan sambiloto mempunyai kemampuan sebagai antimikroba. Adanya

aktivitas antimikroba dapat disebabkan karena adanya senyawa terpenoid pada

ekstrak temu putih (Lobo et al., 2008) yang merupakan komponen utama dalam

tanaman temu putih. Aktivitas antibakteri juga diperoleh dari senyawa flavonoid

dan fenolik yang ada dalam ekstrak sambiloto (A, Hosamani P et al., 2011).

Ekstrak sambiloto juga memiliki senyawa utama berupa andrographolide, seperti

yang dilakukan oleh Abubacker et al., (2010) mengisolasi senyawa

andrographolide yang memiliki khasiat sebagai antibakteri menggunakan pelarut

etanol.

4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri TS Metode Dilusi Agar

Hasil pengujian aktivitas antibakteri TS metode dilusi agar dapat dilihat pada

tabel 4.4 yang dilakukan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum.

Aktivitas antibakteri TS ditunjukkan dengan pengurangan jumlah koloni dengan

meningkatnya konsentrasi ekstrak pada medium agar setelah diinkubasi selama 24 jam. Konsentrasi antibakteri yang dapat menghambat ≥ 99% pada cawan petri dianggap sebagai nilai konsentrasi hambat minimum (KHM).

Metode dilusi digunakan untuk menentukan konsentrasi minimal dari suatu

(44)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KHM dilakukan terhadap TS hasil iradiasi dan non iradiasi. Nilai KHM untuk TS

baik hasil iradiasi maupun non iradiasi terhadap Bacillus subtilis dan

Staphylococcus aureus tidak diperoleh karena % hambatan pada konsentrasi 1000

µg/mL < 99%.

Tabel 4.4. Hasil % hambatan TS Non Iradiasi dan Hasil Iradiasi terhadap

Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus

Penentuan konsentrasi hambat minimum (% hambatan)

Sampel B. subtilis S. aureus

Gambar 1. Hubungan konsentrasi TS dan % hambatan TS non iradiasi dan

hasil iradiasi terhadap Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus 50 Hubungan konsentrasi TS dan % hambatan TS non iradiasi dan hasil

iradiasi terhadap Bacillus subtilisdan Staphylococcus aureus

TS 0 kGy-B.subtilis

TS 10 kGy-B.subtilis

TS 0 kGy-S. aureus

(45)

Dari grafik di atas dapat dilihat terjadi peningkatan % hambatan dengan

semakin tingginya konsentrasi. % hambatan TS non iradiasi dan hasil iradiasi

terhadap B. subtilis masing-masing 95,11% dan 91,85% sedangkan % hambatan

TS non iradiasi dan hasil iradiasi terhadap S. aureus masing-masing 96,34% dan

93,76% pada konsentrasi 1000 µg/mL.

Menurut Kuete V (2010) terdapat klasifikasi aktivitas antibakteri untuk

ekstrak yaitu aktivitas kuat bila KHM < 100 µg/mL, aktivitas sedang bila KHM

100-625 µg/mL, dan dikatakan lemah jika KHM > 625 µg/mL. Pada penelitian

ini, ekstrak uji hingga konsentrasi 1000 µg/mL menunjukkan hambatan < 99%

yang berarti dalam konsentrasi tersebut tidak memperoleh nilai KHM. Hal

tersebut menandakan bahwa TS memiliki aktivitas yang lemah. Kontrol positif

yang digunakan yaitu Kanamysin 30 µg/mL yang menunjukkan tidak

terbentuknya koloni dalam agar.

Berdasarkan uji statistik T data berpasangan (paired sample) pada penentuan konsentrasi hambat minimum menunjukkan perbedaan signifikan (p ≤ 0,05) antara TS hasil iradiasi dengan non iradiasi. Aktivitas TS hasil iradiasi menurun

jika dibandingkan dengan kombinasi ekstrak non iradiasi yang dilihat dari

kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri baik terhadap B.

subtilis maupun S. aureus. Hal itu dapat terjadi karena molekul bahan tereksitasi

dan terionisasi sehingga senyawa tersebut menjadi tidak aktif atau rusak akibat

(46)

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Iradiasi gamma mempengaruhi aktivitas antibakteri TS (p ≤ 0,05) dengan menggunakan metode difusi silinder dan dilusi agar.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis iradiasi optimal sebagai

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tujuan pengawetan
Tabel 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak Temu Putih dan Sambiloto
Tabel 4.2. Hasil Karakterisasi dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Temu Putih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Curcumol, curcumenol, isocurcumenol from white turmeric (Curcuma zedoaria (Christm.) Roxb.) rhizome and β -sitosterol from pumpkin (Cucurbita pepo L.) seeds

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan daya hambat antibakteri ekstrak kombinasi temu putih dan mahkota dewa terhadap pertumbuhan Bacillus subtilis

Penelitian ini memperlihatkan simpu1an bahwa ekstrak air rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria, (BergJ Rose.) dosis 1,5g!KgBB dan 6,0g!KgBB dengan pemberian peroral

Rimpang temu putih ( Curcuma zedoaria Berg. Roscoe) diketahui dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi, dan dari kandungannya yang memiliki aktivitas tersebut adalah

Pemberian ekstrak temu putih (Curcuma zedoaria Rosc) dan ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum) serta kombinasi kedua ekstrak berpotensi terhadap penurunan

Curcuma zedoaria atau yang dikenal dengan kunyit/temu putih merupakan salah satu dari genus Curcuma yang banyak dimanfaatkan sebagai obat maupun bahan untuk masakan.. Di

Isolasi, Identifikasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid Pada Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe). Ilmu Daging dan Gizi Daging. Haryono dan

Pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.) mempunyai pengaruh terhadap efek antiinflamasi Na diklofenak pada tikus putih jantan yang