Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
DIDIN NAJMUDIN NIM: 107046101895
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Juni 2011
iii
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayat-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya skripsi yang berjudul
“Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan Ciseeng Bogor” ini dapat
terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dengan
kata “iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta
dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH,
MA, MM, yang telah mencurahkan pengetahuan dan pengalamannya selama
masa kuliah.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag.,MA., Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah memberikan tuntunan dan
arahannya selama ini.
3. Ayahanda H. Tatang (alm) dan Ibunda Hj. Hamdanah yang telah memberikan
dukungan moril maupun materil serta semua kasih sayang dan doanya dengan
tulus. Adinda Lulu Luthfiyah yang telah memberikan keceriaan dalam proses
iv
5. Para Nazhir di Desa Babakan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.
6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi perpustakaan.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan yang tidak pernah henti memberikan motivasi.
Teristimewa untuk Dwi Rohmayanti yang telah banyak membantu dan
memotivasi penulis dengan kasih sayang. Tidak lupa juga kepada Fitoy,
Fahmi, Fairuz, serta teman-teman LiSENSi yang telah memberikan
kehangatan persahabatan berbalutkan keceriaan dan ilmu pengetahuan selama
kuliah.
8. Rekan-rekan Perbankan Syariah angkatan 2007 kelas C. Saefudin, Burhan,
Cahyo, Fikri, Hadi, Wahyu, Try, Shafitranata, Mukhlas, Asep, Awan, Inal,
Zikril, Yusuf, Furqon, Aziz, Sanda, Muid, Haikal, Acha, Pewe, Afi, Maya,
Atikah, Mae, Hilwa, Farah, Amel, Jaja, Opi, Ratna, Nur, semuanya yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas telah membantu selama
proses perkuliahan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
v
Jakarta, 22 Juni 2011
v
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...v
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………1
B. Batasan dan Rumusan Masalah………...5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...5
D. Objek Penelitian...6
E. Review Studi Terdahulu………...6
F. Metode penelitian………...9
G. Sistematika Penulisan………10
BAB II : KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA A. WAKAF...12
1. Pengertian Wakaf...12
vi
B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF...38
1. Pengertian Strategi...38
2. Manfaat Strategi...40
3. Strategi Pengelolaan Wakaf...40
BAB III : GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN A. Profil Desa Babakan………...52
B. Perekonomian Masyarakat Desa Babakan...54
C. Wakaf di Desa Babakan...56
vii
DAFTAR PUSTAKA...75
1
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan kesenjangan di sebuah negara yang kaya akan sumber
alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia merupakan
suatu keprihatinan1. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah angka kemiskinan di
Indonesia pada tahun 2010 yang masih tinggi yakni berkisar di angka 31.023.400
[image:11.612.135.538.55.222.2]atau 13,33% dari jumlah penduduk Indonesia, berikut datanya.
Tabel Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 20102
Propinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin (%)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Nangroe Aceh
Darussalam 173.4 688.5 861.9 14.65 23.54 20.98
Sumatera Utara 689.0 801.9 1490.9 11.34 11.29 11.31
Sumatera Barat 106.2 323.8 430.0 6.84 10.88 9.50
Riau 208.9 291.3 500.3 7.17 10.15 8.65
Jambi 110.8 130.8 241.6 11.80 6.67 8.34
Sumatera Selatan 471.2 654.5 1125.7 16.73 14.67 15.47
Bengkulu 117.2 207.7 324.9 18.75 18.05 18.30
Lampung 301.7 1178.2 1479.9 14.30 20.65 18.94
Bangka Belitung 21.9 45.9 67.8 4.39 8.45 6.51
Kepulauan Riau 67.1 62.6 129.7 7.87 8.24 8.05
DKI Jakarta 312.2 - 312.2 3.48 - 3.48
Jawa Barat 2350.5 2423.2 4773.7 9.43 13.88 11.27
Jawa Tengah 2258.9 3110.2 5369.2 14.33 18.66 16.56
DI Yogyakarta 308.4 268.9 577.3 13.98 21.95 16.83
Jawa Timur 1873.5 3655.8 5529.3 10.58 19.74 15.26
1
Mustafa Edwin Nasution & Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam,
(Jakarta. PSTTI-UI. 2006), hal. 17
2 “
Banten 318.3 439.9 758.2 4.99 10.44 7.16
Bali 83.6 91.3 174.9 4.04 6.02 4.88
Nusa Tenggara Barat 552.6 456.7 1009.4 28.16 16.78 21.55
Nusa Tenggara
Timur 107.4 906.7 1014.1 13.57 25.10 23.03
Kalimantan Barat 83.4 345.3 428.8 6.31 10.06 9.02
Kalimantan Tengah 33.2 131.0 164.2 4.03 8.19 6.77
Kalimantan selatan 65.8 116.2 182.0 4.54 5.69 5.21
Kalimantan Timur 79.2 163.8 243.0 4.02 13.66 7.66
Sulawesi Utara 76.4 130.3 206.7 7.75 10.14 9.10
Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 9.82 20.26 18.07
Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 4.70 14.88 11.60
Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 4.10 20.92 17.05
Gorontalo 17.8 192.0 209.9 6.29 30.89 23.19
Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 9.70 15.52 13.58
Maluku 36.3 342.3 378.6 10.20 33.94 27.74
Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 2.66 12.28 9.42
Papua Barat 9.6 246.7 256.3 5.73 43.48 34.88
Papua 26.2 735.4 761.6 5.55 46.02 36.80
Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 9.87 16.56 13.33 Sumber: bps.go.id
Jika melihat data di atas tentunya kebanyakan masyarakat miskin
berdomisili di pedesaan, oleh karena itu perlu ada upaya yang lebih mendalam
untuk mengatasi kemiskinan tersebut dari tingkat administrasi yang paling kecil
yaitu desa. Hal ini berarti pemerintah harus berupaya lebih kreatif untuk
membongkar masalah kemiskinan tersebut dari tingkat pedesaan.
Masalah distribusi yang tidak merata ditambah dengan krisis ekonomi
global tentunya makin menambah penderitaan kaum miskin tersebut. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program nasional seperti
BLT, KUR, CSR dan masih banyak lagi yang lainnya namun ternyata belum
Di tengah permasalahan yang ada berkembanglah suatu perekonomian
yang lebih adil yaitu sistem ekonomi syariah. Instrumen pengentasan kemiskinan
yang dimiliki ekonomi syariah kini menjadi salah satu alternatif pengentasan
kemiskinan yang sedang dilirik. Salah satu instrumen pengentasan kemiskinan
tersebut adalah wakaf. Data yang diperoleh dari Departemen Agama RI
menyebutkan bahwa jumlah luas tanah wakaf mencapai 2.686.536.656,68 meter
persegi atau 268.653,67 Hektar yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh
Indonesia.3
Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi, seharusnya dengan harta wakaf
yang begitu besar, bahkan terbesar di dunia, kemiskinan bukanlah menjadi
masalah di Indonesia, asalkan harta wakaf yang ada dapat diberdayakan. Belum
lagi potensi wakaf uang yang sangat besar yang tentunya akan sangat menjadi
solusi yang riil bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun memang patut
disayangkan ternyata pengelolaan wakaf masih banyak yang bersifat tradisional
dan lebih menekankan pada aspek konsumtif seperti untuk membangun mesjid,
mushola, sekolah, ponpes dan kuburan, dan masih jarang sekali harta wakaf yang
dikelola untuk tujuan produktif dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat
dimanfaatkan untuk kaum-kaum yang membutuhkan, terutama fakir miskin.4
3“
Sukuk Wakaf dan Pengentasan Kemiskinan”, Artikel diakses pada tanggal 4 Februari 2011 dari http://majalahekonomisyariah.com/index.php/web/news/index/4/2142311694
4
Salah satu contoh praktek wakaf yang ada, yaitu di Desa Babakan
Ciseeng Bogor. Penulis memilih Desa Babakan sebagai objek penelitian karena
berbagai alasan, yang paling utama adalah karena secara kuantitas tanah wakaf
yang ada di Babakan bisa dibilang cukup besar, dari data yang penulis himpun
sendiri, luas tanah wakaf yang ada yaitu sebanyak 64005 m2. Namun, memang
dari jumlah tanah wakaf tersebut mayoritas tanah wakaf yang ada di Desa
Babakan diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan peribadatan dan belum banyak di
produktifkan, hal ini dikarenakan kebanyakan wakif yang ada memang
mengikrarkan hartanya untuk tujuan tersebut. Namun ada hal yang sangat
menarik yang terjadi di Desa Babakan, tanah wakaf yang ada yang belum
digunakan untuk kuburan, mesjid ataupun sekolah sekarang mulai diberdayakan
untuk tujuan produktif.
Salah satu hal yang patut dicermati adalah ternyata secara geografis
Desa Babakan bukanlah tempat yang strategis untuk mengembangkan harta wakaf
secara modern seperti di kota kota besar yang tentunya dapat dibangun
apartemen, real estate ataupun pertokoan. Namun ternyata para nazhir punya
strategi lain untuk mensiasati hal tersebut agar wakaf tetap bisa produktif. Dan hal
ini menjadi alasan penguat lainnya mengapa penulis memilih Desa Babakan.
Melihat fenomena yang ada akhirnya penulis tertarik untuk meneliti
masalah tersebut dengan memberi judul “Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Mengingat sangat luasnya pembahasan tentang wakaf maka penulis
hanya membatasi pada permasalahan pengelolaan tanah wakaf saja dengan lokasi
penelitian Di Desa Babakan kecamatan Ciseeng kabupaten Bogor.
Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan pokok-pokok
masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan?
2. Apa strategi yang dilakukan nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf di Desa
Babakan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kegiatan pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan.
2. Untuk mengetahui kegiatan wakaf yang produktif di Desa Babakan
3. Untuk menganalisis strategi yang digunakan oleh nazhir dalam pengelolaan
tanah wakaf.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Bagi penulis sendiri sangat bermanfaat sekali untuk menambah wawasan
ataupun pengetahuan tentang salah satu filantropi Islam yaitu wakaf.
2. Bagi akademisi, untuk menambah literatur yang ada tentang teori serta strategi
3. Bagi masyarakat luas serta para stakeholder wakaf, untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebenarnya wakaf itu,
serta langkah kreatif dan apa strategi yang harus digunakan agar pengelolaan
wakaf dapat maksimal.
D. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian oleh penulis adalah Desa Babakan
Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.
E. Tinjauan (Review) Kajian Kepustakaan
Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Skripsi Ikhsanuddin Fadhillah pada tahun 2007 dengan judul “Strategi
Penghimpunan, Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf di Majlis Wakaf & ZIS Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawamangun
Pulogadung”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan,
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang diterapkan oleh majlis
wakaf dan ZIS pimpinan cabang Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung
dapat dikatakan cukup baik dan dapat dikategorikan profesional. Strategi
nadzir dalam penghimpunan harta wakaf melalui sosialisasi berjalan cukup
lancar. Selanjutnya dana wakaf yang telah didapatkan dari wakaf tunai
2. Skripsi Lili Zahriah pada tahun 2008 dengan judul “Analisis Strategi Pemberdayaan Wakaf Produktif Pendekatan Balance Scorecard (Studi Kasus Yayasan Wakaf Al-Muhajirin Jakapermai Bekasi)”. Hasil dari penelitian ini adalah dari segi pertambahan aset yang diperoleh yayasan
wakaf al-Muhajirin Jakapermai Bekasi mengalami kenaikan setiap tahunnya
mulai dari 2001-2006 yaitu total aset mencapai 60,503 milyar. Selain itu
ditinjau dari pendekatan perspektif customer dan bisnis internal semuanya
meningkat dengan baik.
3. Skripsi Ambia Dahlan Abdullah pada tahun 2010 dengan judul “Praktik
Wakaf di Kecamatan Limo”. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar
wakaf yang ada di kecamatan Limo sudah sesuai dengan perundang-undangan
yang ada. Namun ternyata pengelolaan wakaf masih bersifat tradisional,
peruntukannya lebih banyak pada pembangunan sarana ibadah dan kuburan,
belum ada yang bersifat produktif.
4. Skripsi Syaiful Amri tahun 2010 dengan judul “Penghimpunan dan pemberdayaan wakaf uang tunai model Dompet Dhuafa Republika sebelum dan sesudah berlaku UU no. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan dan pemberdayaan
wakaf uang tunai oleh Dompet Dhuafa dengan menerbitkan Sertifikat Wakaf
Uang (SWU) yang terdiri atas dua jenis yaitu sertifikat wakaf uang atas nama
dibiayai Dompet Dhuafa antara lain peternakan domba dan supermarket, LKC
dan lain-lain. Namun dalam menjalankan programnya ada bebrapa kendala
antara lain kurangnya sumber daya manusia sehingga program belum
terlaksana secara maksimal.
5. Skripsi Muhammad Apriadi tahun 2010 dengan judul “Efektifitas Penghimpunan dan Pengelolaan wakaf uang pada baitul maal muamalat (BMM)”. Hasil dari penelitian ini adalah penghimpunan wakaf uang pada Baitul Maal Muamalat kurang efektif. Faktanya kenaikan jumlah dana wakaf
yang terhimpun tidak terjadi secara terus menerus bahkan cenderung
menurun. Yakni pada tahun 2008 dana wakaf uang yang terhimpun sebesar
Rp. 42.431.091,- dan tahun 2009 dana wakaf uang yang terhimpun hanya
sebesar 13.129.595,- .
6. Skripsi M. Inderawan Sukma pada tahun 2010 dengan judul “Strategi
Penghimpunan Dana Wakaf Tunai Center (WATER) Di Mampang
Jakarta Selatan”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan
dana wakaf tunai yang dulakukan oleh lembaga wakaf center sudah cukup
baik, wakaf center telah melakukan beberapa kegiatan proses penghimpunan
dananya seperti optimalisasi edukasi, proyek percontohan pilot project dan
lain sebagainya.
Sedangkan skripsi penulis ini lebih mengarah pada strategi pengelolaan
oleh nazhir perseorangan, sehingga memiliki nilai distingsi dengan skripsi yang
lainnya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena prosedur penelitian
ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau perilaku yang
diamati tanpa menggunakan perhitungan angka-angka dan bertujuan
menemukan teori atau kesimpulan dari data.
2. Pendekatan Penelitian
Secara metodologis penulis menggunakan pendekatan empiris. Yaitu
dengan melihat fakta yang sebenarnya yang terjadi di lapangan kemudian
mengambil kesimpulan dari fakta yang ada.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Penelitian Lapangan (field research) yaitu penelitian dilakukan dengan
melihat langsung objek di lapangan, dalam hal ini adalah Desa Babakan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1) Wawancara (interview), yaitu bertanya langsung kepada narasumber
seputar permaslahan yang ada secara lebih mendalam.
2) Dokumentasi, yaitu melihat data melalui dokumen-dokumen yang ada.
b. Studi Kepustakaan (library research), yaitu studi buku-buku di
dengan studi ini. Dan juga dilakukan dengan cara mengumpulkan data
berdasarkan laporan yang terkait dengan masalah penelitian ini.
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi
yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN: terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek Penelitian,
Metodologi Penelitian, Review Studi Terdahulu serta Sistematika
Penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA: terdiri dari Wakaf dan terbagi atas Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat-syarat
Wakaf, Macam-macam Wakaf, Tujuan dan Manfaat Wakaf. Serta
Strategi Pengelolaan Wakaf yang terbagi atas Pengertian Strategi,
Manfaat Strategi dan Strategi Pengelolaan Wakaf.
BAB III GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN: terdiri dari Profil Desa Babakan, Perekonomian Masyarakat Desa Babakan, Wakaf di Desa
BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA BABAKAN CISEENG BOGOR: terdiri dari Strategi Pengelolaan Wakaf di Desa Babakan.
12
A. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Kata wakaf berasal dari bahasa arab waqafa yang berarti berhenti1
atau menahan atau diam di tempat, atau tetap berdiri.2 Untuk menyatakan
terminologi wakaf para ahli fiqih menggunakan dua kata yaitu habas dan
wakaf, karena itu sering digunakan kata seperti habasa atau ahbasa dan auqafa
untuk menyatakan kata kerjanya. Sedangkan wakaf dan habas adalah kata
benda dan jamaknya adalah awqaf, ahbas dan mahbus. Namun intinya al
habsu maupun al waqf sama-sama mengandung makna al imsak (menahan),
al man‟u (mencegah) dan at-tamakkust (diam). Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan, dan semua tindakan yang tidak sesuai
dengan tujuan wakaf.3
Sedangkan untuk makna wakaf secara isilah ulama berbeda
pendapat, mereka mendefinisikan wakaf dengan beragam sesuai dengan
perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman atau
1
Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Cet IV, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 1576
2
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Depag RI, 2006), hal. 1
3
ketidaklazimannya. Syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi
pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu perbedaan juga terjadi
dalam tata cara pelaksanaan wakaf.
Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para
Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan imam-imam lainnya.
Maka yang terlintas di benak penulis setelah membaca definisi-definisi yang
mereka buat seolah-olah definisi tersebut adalah kutipan dari mereka, padahal
kenyataanya tidak demikian. Karena definisi-definisi tersebut hanyalah
karangan ahli fiqih yang datang sesudah mereka. Sebagai aplikasi dari
kaidah-kaidah umum masing-masing imam mazhab yang mereka anut, sehingga setiap
definisi sangat sesuai dengan kaidah masing-masing imam mazhab.4
a. Menurut Mazhab Syafi’i5
Para ahli fikih Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi yang diringkas sebagai berikut:
1) Imam Nawawi dari kalangan Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan “menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda tersebut tetap ada dan digunakan manfaatnya
untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. Definisi ini dikutip
oleh Al-Munawi dalam bukunya Al-Taisir.
4
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), hal. 40
5
2) Al-Syarbani Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf
dengan “menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga
keamanan benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut
dari pemiliknya untuk hal-hal yang dibolehkan”.
3)Ibn Hajar Al-Haitami dan Syaikh Umairah mendefinisikan wakaf
dengan “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga
keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang
tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan”.
4)Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi mendefinisikannya dengan “menahan
harta untuk dimanfaatkan dalam hal-hal yang dibolehkan dengan
menjaga keutuhan harta tersebut”.
b. Menurut Mazhab Hanafi6
Ulama Mazhab Hanafi berbeda pendapat dalam mendefinisikan
wakaf. Perbedaan wakaf ini bersumber dari masalah-masalah yang mereka
pertentangkan. Para ulama Hanafiyah ketika berbicara tentang definisi
wakaf mereka memisahkan antara definisi yang diutarakan oleh Imam
Abu Hanifah sendiri dengan dua pengikutnya (Abu Yusuf dan
Muhammad. ed). Terlebih dahulu akan dibahas definisi wakaf menurut
Abu Hanifah.
1)Menurut Imam Abu Hanifah
6
a) Imam Syarkhasi mendefinisikan wakaf dengan “habsul mamluk an
al-tamlik min al-ghair” yang berarti Menahan harta dari jangkauan (kepemilikan) orang lain. Maksud kata mamluk adalah kata untuk
memberikan pembatasan harta yang tidak biasa dianggap sebagai
milik. Sedangkan kata an al-tamlik min al-ghair berarti bahwa harta
yang akan diwakafkan itu tidak boleh dimanfaatkan untuk
kepentingan wakif. Seperti halnya untuk jual beli, hibah atau untuk
jaminan. Sedangkan kata al-habsu berarti untuk mengecualikan
harta-harta yang tidak masuk dalam harta wakaf. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa wakaf menurut Imam Syarkhasi adalah menahan
harta dari kepemilikan orang lain dan menjaga keutuhan harta
tersebut dan harta tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan
wakif.
b) Al-Murghinany memberikan definisi wakaf menurut Imam Abu
Hanifah sebagai berikut. Wakaf menurut Abu Hanifah adalah
Habsul „aini ala milki al-wakif wa tashaduq bi al-manfa‟ah
(menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian
manfaat sebagai sedekah). Istilah seperti ini juga dipakai oleh
pengarang kitab Al-Tanwir7 dan pengarang kitab Al-Kanz8.
7
c) Pengarang Kitab Al-Durr Al-Mukhtar memberikan definisi wakaf
menurut versi Imam Abu Hanifah sebagaimana berikut. Habs al
„aini ala hukmi milki al-waqif, wa tashaduq bi al-manfa‟ah wa lau bi al-jumlah. (Penahanan harta dengan memberikan legalitas hukum
milik pada wakif dan mendermakan manfaat harta tersebut meski
tidak terperinci).
2)Menurut Dua Pengikut Imam Abu Hanifah
Ulama Hanafiyah mendefinisikan wakaf sebagaimana dua
pengikut Imam Abu Hanifah (yaitu penulis kitab Tanwir al- Abshar dan
penulis Al-Dur Al-Mukhtar) dengan pengertian yang berlainan. Namun
pengertian tersebut tidak keluar dari kandungan makna yang diberikan
oleh pengarang Tanwir Al-Abshar dalam uraiannya berikut, menurut
keduanya wakaf ditahan sebagai milik Allah, dan manfaatnya diberikan
kepada mereka yang dikehendaki.
c. Menurut Mazhab Malikiyah9
Ibnu Arafah mendefinisikan bahwa wakaf adalah memberikan
manfaat sesuatu pada batas waktu keberadaannya bersamaan tetapnya
8
Pengarang Al-Kanz adalah Al-Nusfi. Nama lengkapnya Abdullah bin ahmad bin Mahmud Al-Nusfy. Meninggal tahun 710 H.
9
wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan
(pengandaian).
d.Menurut Ulama Zahidiyah10
Para ulama Zaidiyah memberikan definisi wakaf dengan definisi
yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:
1) Definisi pengarang Al-Syifa sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Miftah
yaitu pemilikan khusus dengan cara yang khusus dan dengan niat
mendekatkan diri kepada Allah.
2) Definisi Ahmad bin Qasim Al-Anisy bahwa wakaf adalah menahan
harta yang dapat dimanfaatkan dengan niat mendekatkan diri kepada
Allah dengan keutuhan harta tersebut.
e. Menurut Hanabilah, Syi’ah dan Ja’fariyah11
Ulama Hanbilah, Syi’ah dan Ja’fariyah mendefinisikan wakaf
sebagai berikut:
1) Definisi Ibn Qudamah dari kalangan Hanabilah, wakaf yaitu menahan
yang asal dan memberikan hasilnya
2) Syamsudin Al-Maqdasy, wakaf yaitu menahan yang asal dan
memberikan manfaatnya.
3) Al-Muhaqiq Al-Huly dari kalangan Ja’fariyah, wakaf yaitu akad yang
hasilnya adalah menahan yang asal dan memberikan manfaatnya.
10
Ibid, hal. 57
11
4) Muhammad Al-Husny, wakaf adalah menahan barang dan memberikan
hasilnya.
Definisi-definisi di atas adalah pernyataan definisi dari para
kalangan Mazhab masing-masing. Sedangkan definisi wakaf menurut
hukum positif yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut. “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.12
Sedangkan menurut rangkuman dari penulis sendiri setelah melihat
berbagai definisi yang ada, maka penulis mendefinisikan wakaf dengan
menahan harta yang asalnya milik wakif yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama dengan menjaga keutuhan harta tersebut dan
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
12
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep
wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar
yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan
pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi
sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Surat Al-Hajj ayat 77 yang berbunyi:
)
جحل
:
۷۷
(
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.”(Q.S Al-Hajj:77)
b. Surat Ali imran ayat 92 yang berbunyi:
Artinya :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Q.S Ali Imran:92)
c. Surat Al- Baqarah ayat 261 yang berbunyi:
)
ةرقبلا
:
۲١٦
(
Artinya:“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:261)
Selain itu juga ada beberapa sumber hukum yang berasal dari hadits
a. Hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin Al-Khatab ketika memperoleh tanah di Khaibar13.
Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi
menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
ر ع ع
:
ل قف ، ف ر أ س ل أف ،ر ً ضرأ صأ ط ل ر ع أ
:
؟ ر أ ف ، ع س أ طق ًا صأ ل ر ً ضرأ صأ إ ه ل سر
ل ق
:
ق ص صأ س ح ش إ
ل ق ،
:
ا ،ع ا ع ا أ ،ر ع ص ف
ل ق ،
ا أ ر
:
،ه ل س ف ، قرل ف ، رقل ف ،ء رق ل ف ر ع ص ف
ر غ ً ق ص عط أ ،ف رع ل لكأ أ ل ع ح ج ا ،ف عضل ل سل
ف ل
(
س ر
)
Artinya:
“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di
Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih
tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar
menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk
memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang
13
musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara
yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi
makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”(H.R. Muslim)
b. Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh
imam Muslim dari Abu Hurairah. Nash hadis tersebut adalah14:
ع
أ
ر ر
أ
ل
ل ق
:
إ
آ
عطق
ع
اإ
اث
:
ق ص
، ر ج
أ
ع
ع
،
أ
ل
حـل ص
(
ر
س
)
Artinya:“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang
mendoakannya.” (H.R. Muslim)
14
3. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi empat rukun wakaf,
rukun-rukun tersebut adalah sebagai berikut:15
1. Orang yang berwakaf (al-waqif).
2. Benda yang diwakafkan (al-mauqufbih).
3. Pihak yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf „alaihi).16 4. Lafadz atau ikrar wakaf (sighat).
Adapun untuk memperjelas syarat syarat rukun di atas akan
dijabarkan sebagai berikut:
a.Syarat Wakif (orang yang berwakaf)17
Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum
atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya.
Kecakapan bertindak disini meliputi empat kriteria, yaitu sebagai berikut:
1)Merdeka
Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah,
karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan
hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak
mempunyai hak milik , dirinya dan apa yang dimiliki adalah
15
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 21
16“Pengertian Wakaf”
, Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari http://www.pkesinteraktif.com/lifestyle/ziswaf/71-pengertian-wakaf.html
17
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
kepunyaaan tuannya. Namun demikian Abu Zahrah mengatakan
bahwa para fuqaha sepakat, budak itu boleh mewakafkan hartanya bila
ada izin dari tuannya, karena ia sebagai wakil darinya. Bahkan
Adz-Dzahiri (pengikut Daud Adz-Adz-Dzahiri) menetapkan bahwa budak dapat
memiliki sesuatu yang diperoleh dengan jalan waris atau tabarru’. Bila ia dapat memiliki sesuatu berarti ia dapat pula membelanjakan
miliknya itu.
2)Berakal sehat
Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia
tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan akad serta
tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),
berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya
tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk
menggugurkan hak miliknya.
3)Dewasa (Baligh)
Wakaf yang dilakukan oleh anak belum dewasa (baligh) hukumnya
tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak
cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
4)Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)
Orang yang berada dibawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk
bawah pengampuan terhadap dirinya sendiri selam hidupnya
hukumnya sah. Karena tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga
harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak
benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain.
b. Syarat Mauquf bih (harta yang diwakafkan)18
Menurut harta yang diwakafkan, syarat wakaf terbagi menjadi dua, yaitu
tentang syarat sahnya harta yang diwakafkan dan tentang kadar harta
yang diwakafkan.
1)Syarat sahnya harta wakaf
Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Harta yang diwakafkan harus Mutaqawwim19
Pengertian harta yang mutaqawwim (al-mal al-mutaqawwim)
menurut Mazhab Hanafi adalah segala sesuatu yang dapat disimpan
dan halal digunakan dalam keadaan darurat. Karena itu mazhab ini
memandang tidak sah mewakafkan sesuatu yang bukan harta,
seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan untuk ditempati.
Serta tidak sah mewakafkan harta yang tidak mutaqawwim seperti
alat-alat musik yang tidak halal digunakan atau buku-buku anti
islam, karena dapat merusak islam itu sendiri. Latar belakang syarat
18
Ibid, hal. 26
19
ini lebih karena ditinjau dari aspek tujuan wakaf itu sendiri, yaitu
agar wakif mendapatkan pahala dan mauquf alaih memperoleh
manfaat. Tujuan ini dapat tercapai jika yang diwakafkan itu dapat
dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan tetapi dilarang oleh islam.
b) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan20
Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin (ainun
ma‟lumun), sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah mewakafkan yang tidak jelas seperti “satu dari
dua rumah”. Pernyataan wakaf yang berbunyi “saya mewakafkan
sebagian dari tanah saya kepada orang-orang kafir dikampung
saya”, begitu pula tidak sah. Latar belakang syarat ini ialah karena hak yang diberi wakaf terkait dengan harta yang diwakafkan
kepadanya. Seandainya harta yang diwakafkan kepadanya tidak
jelas, tentu akan menimbulkan sengketa. Selanjutnya sengketa ini
akan menghambat pemenuhan haknya. Para fakih tidak
mensyaratkan agar benda tidak bergerak harus dijelaskan
batas-batasnya atau luasnya, jika batas-batas-batasnya dan luasnya diketahui
dengan jelas. Seperti pernyataan berikut : “saya wakafkan tanah
saya yang terletak di...”. sementara itu wakif tidak mempunyai tanah lain selain tempat itu, maka menurut fiqh sudah sah.
20
c) Milik wakif21
Alangkah baiknya harta yang akan diwakafkan itu milik penuh
wakif dan mengikat bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk itu
tidak sah mewakafkan harta yang bukan milik wakif. Karena wakaf
mengandung kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan.
Keduanya hanya dapat terwujud pada benda yang dimiliki.
d) Terpisah, bukan milik bersama (musya‟)22
Milik bersama itu adakalanya dapat dibagi dan adakalanya juga
tidak dapat dibagi. Hukum wakaf benda milik bersama (musya‟) adalah sebagai berikut:
1)A mewakafkan sebagian dari musya‟ untuk dijadikan masjid atau pemakaman, tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum,
kecuali apabila bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan
ditetapkan batas-batasnya.
2)A mewakafkan kepada pihak yang berwajib sebagian dari
musya‟ yang terdapat pada harta yang dapat dibagi. Muhammad berpendapat wakaf ini tidak boleh kecuali setelah dibagi dan
diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena menurutnya
kesempurnaan wakaf mengharuskan penyerahan harta wakaf
kepada yang diberi wakaf, artinya yang diberi wakaf
21
Ibid, hal. 28
22
menerimanya. Abu Yusuf berpendapat wakaf ini boleh meskipun
belum dibagi dan diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena
menurutnya kesempurnaan wakaf tidak menuntut penyerahan
harta wakaf kepada yang diberi wakaf.
3)A mewakafkan sebagian dari musya‟ yang terdapat pada harta yang tidak dapat dibagi bukan untuk dijadikan masjid atau
pemakaman umum. Abu Yusuf dan Muhammad sepakat bahwa
wakaf ini sah, karena kalau harta tersebut dipisah akan
merusaknya, sehingga tidak mungkin memnfaatkannya menurut
yang dimaksud. Demi menghindari segi negatif ini, mereka
berpendapat boleh mewakafkannya tanpa merubah statusnya
sebagai harta milik bersama, sedangkan cara pemafaatannya
disesuaikan dengan kondisinya.
2)Kadar harta yang di wakafkan23
Sebelum Undang-undang wakaf diterapkan, Mesir masih
menggunakan pendapatnya mazhab Hanafi tentang kadar harta yang
akan diwakafkan. Yaitu harta yang akan diwakafkan seseorang tidak
dibatasi dalam jumlah tertentu sebagai upaya menghargai keinginan
wakif, berapa saja yang ingin diwakafkannya. Sehingga dengan
penerapan pendapat yang demikian bisa menimbulkan penyelewengan
23
sebagian wakif, seperti mewakafkan semua harta pusakanya kepada
pihak kebajikan dan lain-lain tanpa memperhitungkan derita atas
keluarganya yang ditinggalkan.
Kehadiran UUWM di Mesir, salah satunya berisi pembatasan
kadar harta yang ingin diwakafkan sebagai upaya menanggulangi
penyimpanan tersebut. Dalam hal ini, UUWM tidak menghargai
sepenuhnya atas keinginan wakif untuk mewakafkan seluruh hartanya,
kecuali jika wakif ketika wafat tidak mempunyai ahli waris dari
keturunannya, ayah ibunya, isteri-isterinya.
Pembatasan kadar harta yang diwakafkan juga cukup relevan
diterapkan di Indonesia, yaitu tidak melebihi sepertiga harta wakif
untuk kepentingan kesejahteraan anggota keluarganya. Konsep
pembatasan harta yang ingin diwakafkan oleh seorang wakif selaras
dengan peraturan perundangan dalam Intruksi Presiden RI No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab wasiat, pasal
201.
Dari pemaparan diatas berikut ini adalah contoh-contoh Harta
yang dapat diwakafkan:
Benda Wakaf Tidak Bergerak:24
a) Tanah
b) Bangunan
24
c) Pohon untuk diambil buahnya
d) Sumur untuk diambil airnya
Benda Wakaf Bergerak:25
a) Hewan
b) Perlengkapan rumah ibadah
c) Senjata
d) Pakaian
e) Buku
f) Mushaf
g) Uang, saham atau surat berharga lainnya
c. Syarat Mauquf Alaih26
Yang dimaksud dengan mauquf alaih adalah tujuan wakaf
(peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang
sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Karena pada dasarnya wakaf
merupakan amal untuk mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT.
Karena itu mauquf alaih haruslah kebajikan. Para faqih sepakat
berpendapat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat
wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan manusia kepada Tuhan-Nya.
25
Ibid, hal. 42
26
d. Syarat Shighat27
Salah satu pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku
fiqih ialah tentang shighat wakaf. Sebelum menjelaskan syarat-syaratnya,
maka akan dijelaskan lebih dahulu pengertian, status dan dasar shighat.
1)Pengertian Shighat
Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari
orang yang berakad untuk menyatakan kehendakdan menjelaskan apa
yang diinginkannya. Namun shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari
wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf alaih. Begitu juga qabul
tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidak menjadi syarat untuk
berhaknya mauquf alaih memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali
pada wakaf yang tidak tertentu. Ini menurut pendapat sebagian
mazhab.
2)Status Shighat
Status shighat secara umum adalah salah satu rukun wakaf,
wakaf tidak sah tanpa shighat.
3)Dasar Shighat
Dasar dalil perlunya shighat ialah karena wakaf adalah
melepaskan hak milik dan benda dan manfaat atau dari manfaat saja
dan kepemilikan kepada orang lain. Maksud tujuan melepaskan dan
memilikkan adalah urusan hati. Tidak ada yang menyelami isi hati
27
orang lain secara jelas, kecuali melalui pernyataan sendiri. Karena itu
penyataanlah jalan untuk mengetahui maksud tujuan seseorang. Ijab
wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi
wakaf. Ijab dapat berupa kata-kata. Bagi wakif yang tidak mampu
mengungkapkannya dengan kata-kata, maka ijab dapat berupa tulisan
atau isyarat.
Sedangkan syaratnya adalah Ketika hendak mewakafkan
harta bendanya, pewakaf wajib mengucapkan ikrar wakaf di hadapan
pejabat pembuat akta, ditambah dua orang saksi. Ikrar wakaf adalah
dari pewakaf kepada orang yang diserahi mengurus harta benda wakaf
(nazhir). Ikrar dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Pewakaf
dapat memberikan kuasa untuk menyatakan ikrar wakaf karena alasan
yang dibenarkan secara hukum, misalnya karena penyakit. Akta ini
minimal harus memuat pewakaf dan nazhir, data harta yang
diwakafkan, peruntukan, dan jangka waktu wakaf.28
4. Macam-macam Wakaf
Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu,
maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
28“Wakaf”,
a. Wakaf Ahli
Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seorang atau
lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini disebut juga wakaf
dzurri.29
Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada
anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil
manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf
sejenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf ’alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam
lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.
Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan
berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum
kerabatnya. Di ujung hadits tersebut yang artinya dinyatakan sebagai
berikut:
Dari Anas bin Malik: ”Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada
keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga
dan anak-anak pamannya.”(H.R. Bukhari dan Muslim)
29
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Dalam satu segi, wakaf ahli ini baik sekali, karena si wakif akan
mendapatkan dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga
kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf.
Akan tetapi pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah,
seperti bagaimana kalau cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi? Atau
siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau
sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf
itu berkembang sedemikian rupa sehingga menyulitkan bagaimana cara
meratakan pembagian hasil harta wakaf.
Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima
wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan
berstatus hukum yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini
disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak cucu, kepada fakir miskin. Sehingga
bila suatu ketika ahli kerabat (penerima wakaf) tidak ada lagi, maka wakaf
itu bisa langsung diberikan kepada fakir miskin. Namun untuk kasus anak
cucu yang menerima wakaf ternyata berkembang sedemikian banyak
kemungkinan akan menemukan kesulitan dalam pembagiannya secara adil
dan merata.
Berdasarkan pengalaman, wakaf ahli setelah melampaui ratusan
tahun mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan
wakaf yang sesungguhnya yakni memberikan manfaat bagi kesejahteraan
pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahkan harta wakaf, terlebih bila
turunannya yang dimaksud telah berkembang dengan sedemikian rupa.30
Berdasarkan hal ini Di Mesir wakaf ahli dihapuskan dengan Undang-undang
No.180 Tahun 1952. Selain itu di negara-negara lain juga seperti Turki,
Maroko dan Al-jazair, wakaf untu keluarga (ahli) pun telah dihapuskan,
karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini
dinilai tidak produktif.
b. Wakaf Khairi31
Wakaf Khairi yaitu wakaf yang secara tegas diperuntukan bagi
kepentingan agama atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf
yang diserahkan untk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan,
rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.
Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan hadits Nabi Muhammad
SAW yang menceritakan tentang wakaf Sahabat Umar bin Khatab. Beliau
memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabililllah, para
tamu dan hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini
ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang
mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia
30
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 245
31
pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial,
pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan dan lain sebagainya.
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak
manfaatnya dibanding dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya
pihak-pihak yang ingin mengambil manfaaat. Dan jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara
umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat dari
harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid, maka si wakif boleh saja
ada disana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh mengambil air
dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat
Usman bin Affan.
Secara substansi, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari
cara membelanjakan harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat
dari manfaatnya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang
keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan,
keamanan dan sebagainya. Dengan demikian benda wakaf tersebut
benar-benar terasa menfaatnya untuk kepentingan manusia secara umum, tidak
5. Tujuan dan Manfaat Wakaf
Fungsi wakaf telah disebutkan secara jelas dalam Kompilasi Hukum
Islam pasal 216 yang berbunyi bahwa fungsi wakaf adalah mengekalkan
manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Melihat hal tersebut,
tentunya saat ini manfaat wakaf sudah banyak yang dinikmati oleh
masyarakat, baik itu di bidang peribadatan, pendidikan, kesehatan, sosial dan
lainnya dengan tetap menjada kekekalan nilainya. Oleh karena itu fungsi utama
dari wakaf yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum32.
Dalam tujuan wakaf setidaknya disyaratkan beberapa hal berikut,
tentunya tujuannya juga harus baik dan sesuai dengan syariah, hal ini agar
tujuan wakaf yang sebenarnya dapat tercapai, tujuan-tujuan tersebut adalah:33
a. Membantu yayasan pendidikan umum atau khusus, kelompok profesi,
yayasan islam, perpustakaan umum atau khusus.
b. Membantu pelajar dan mahasiswa untuk belajar didalam dan luar negeri.
c. Membantu yayasan riset ilmiah islam.
d. Memelihara anak yatim, janda dan orang-orang lemah.
32
Aries Mufti & Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, Konsep Sistem Ekonomi Syariah, (Jakarta: MES, 2009), hal. 213
33
e. Memelihara orang tua jompo dan yayasan yang memberi pelayanan kepada
mereka.
f. Membantu fakir miskin dan semua keluarga yang berpenghasilan
pas-pasan.
g. Memberikan pelayanan umum berupa air dan listrik, pelayanan kesehatan,
penyeberangan dan lainnya baik di kota maupun di desa tempat tinggal.
h. Membangun masjid dan memberi perlengkapannya, serta mengisinya
dengan mushaf Al-Qur’an dan Kitab-kitab, juga berinfak untuk keperluan masjid34.
i. Memberi bantuan keuangan dengan syarat yang ringan kepada pengusaha
kecil yang memerlukan tambahan modal.
B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF 1. Pengertian Strategi
Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya
bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai35.
34
Amelia Fauzia dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Studi Tentang Potensi, dan Pemanfaatan Filantropi islam di Indonesia, (Jakarta: CSRC, 2006), hal. 73
35
Sedangkan para tokoh manajemen strategi mendefinisikan beragam
tentang definisi dari stretegi36. Menurut Fred R. David strategi adalah cara
untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang37.
Sedangkan menurut Wheelen dan Hunger strategi adalah program
perencanaan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
memaksimalkan keunggulan bersaing dan meminimalisasi kelemahan.
Menurut Porter strategi adalah alat yang sangat penting untuk
mencapai keunggulan bersaing.
Menurut Argrys, Mintzberg, Steiner dan Miner Strategi adalah respon
secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal
serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.
Namun bila disimpulkan secara garis besar dari berbagai macam
definisi strategi dapat diambil kesimpulan bahwa strategi merupakan cara
untuk mencapai tujuan agar lebih maksimal dengan menggunakan berbagai
sumber daya yang ada.
36“Manajemen strategi”
, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari http://www.docstoc.com/docs/22002771/Manajemen-Strategi
37
2. Manfaat Strategi
Menurut Greenley, beberapa manfaat strategi adalah sebagai berikut:38 a. Memungkinkan alokasi waktu dan sumberdaya yang lebih efektif untuk
peluang yang telah teridentifikasi.
b. Mendorong pemikiran kepada masa depan.
c. Memberikan tingkat disiplin
Adapun manfaat manfaat lain dari strategi adalah sebagai berikut.39
a. Efesiensi dan aktivitas kerja
b. Meningkat kreativitas kerja
c. Tanggung jawab lebih meningkat kepada perusahaan atau diri sendiri
d. Rencana perusahaan lebih jelas
e. Pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya alam yang dimiliki
secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen agar
berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien.40
3. Strategi Pengelolaan Wakaf
Jika kita melihat perkembangan wakaf yang ada Di Indonesia,
setidaknya perkembangan pengelolaan wakaf dapat dibagi menjadi tiga macam
pengelolaan, yakni sebagai berikut41:
38
Ibid, hal. 22-23
39
“Manfaat dan Proses Manajemen Strategi”, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari http://syukai.blogspot.com/2009/06/manfaat-dan-proses-manajemen-strategi.html
40
a. Periode Tradisional
Dalam periode ini, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang
murni dimasukan dalam kategori ibadah mahdhah (pokok). Yaitu
kebanyakan benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan
pembangunan fisik, seperti mesjid, mushalla, pesantren, kuburan, yayasan
dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi
sosial yang luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.
Ciri-ciri dari pengelolaan wakaf secara tradisional adalah sebagai
berikut:42
1)Kepemimpinan. Corak kepemimpinan dalam lembaga kenazhiran masih
sentralistik-otoriter dan tidak ada sistem kontrol yang memadai.
2)Rekruitmen SDM kenazhiran. Banyak nazhir wakaf yang hanya
didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz dan
lain-lain, bukan aspek profesionalisme atau kemampuan mengelola.
3)Operasionalisasi pemberdayaan. Pola yang digunakan lebih kepada
sistem yang tidak jelas (tidak memiliki standar operasional) karena
lemahnya SDM, visi dan misi pemberdayaan, dukungan political will
pemerintah yang belum maksimal dan masih menggunakan sistem
ribawi.
41
Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya
Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. V
42
Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan
4)Pola pemenfaatan hasil. Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil
wakaf masih banyak yang bersifat konsumtif-statis sehingga kurang
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.
5)Sistem kontrol dan pertanggungjawaban. Sebagai resiko dari pola
kepemimpinan yang sentralistik dan lemahnya operasionalisasi
pemeberdayaan mengakibatkan kepada lemahnya sistem kontrol, baik
yang bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun keuangan.
b. Periode Semi Profesional43
Periode semi profesional adalah masa dimana pengelolaan wakaf
secara umum sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah
mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun
belum maksimal. Sebagai contoh adalah pembangunan mesjid-mesjid yang
letaknya strategis dengan menambah bangunan gedung untuk pertemuan,
pernikahan, seminar dan acara lainnya seperti Mesjid Sunda Kelapa, Mesjid
Pondok Indah, Mesjid At- Taqwa Pasar Minggu, Mesjid Ni’matul Ittihad Pondok Pinang (semua di Jakarta) dan lain-lain.
Selain hal tersebut juga sudah mulai dikembangkannya
pemberdayaan tanah-tanah wakaf untuk bidang pertanian, pendirian
usaha-usaha kecil seperti toko-toko ritel, koperasi, penggilingan padi, usaha-usaha
bengkel dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di
43
bidang pendidikan (Pondok Pesantren), meskipun pola pengelolaannya
masih dikatakan tradisional. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah
dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor, Ponorogo.
Adapun secara khusus mengembangkan wakaf untuk kesehatan dan
pendidikan seperti dilakukan oleh Yayasan Wakaf Sultan Agung, Semarang.
Ada lagi yang memberdayakan dengan pola pengkajian dan penelitian
secara intensif terhadap pengembangan wacana pemikiran islam modern
seperti yang dilakukan oleh yayasan wakaf Paramadina, dan sebagainya.
c. Periode Profesional44
Periode pengelolaan wakaf secara profesional ditandai dengan
pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif. Keprofesionalan yang
dilakukan meliputi aspek manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan
usaha, bentuk benda wakaf bergerak seperti uang, saham dan surat berharga
lainnya, dukungan political will pemerintah secara penuh salah satunya
lahirnya Undang-undang wakaf.
Dalam periode ini, isu yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan
wakaf secara profesional adalah munculnya gagasan wakaf tunai yang
digulirkan oleh tokoh ekonomi asal Bangladesh, Prof. M.A. Mannan.
Kemudian muncul pula gagasan wakaf investasi, yang di Indonesia sudah
44
dimulai oleh Tazkia Consulting dan Dompet Dhuafa Republika bekerja
sama dengan BTS Capital beberapa waktu lalu.
Semangat pemberdayaan potensi wakaf secara profesional
produktif tersebut semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia, khususnya muslim Indonesia yang sampai saat ini masih dalam
keterpurukan ekonomi yang sangat menyedihkan, baik dibidang pendidikan,
kesehatan, teknologi maupun bidang sosial lainnya. Sekarang ini sudah
memasuki periodisasi pemberdayaan wakaf secara total melibatkan seluruh
potensi keummatan dengan dukungan penuh, yaitu UU No. 41 tentang
wakaf, peran UU Otonomi Daerah, peran Perda, kebijakan moneter
nasional, UU perpajakan dan lain sebagainya.
Landasan yang digunakan untuk langkah-langkah tersebut adalah
pemberdayaan wakaf yang sudah dilakukan oelh negara-negara muslim
Timur Tengah secara produktif, seperti Mesir, Turki, Arab Saudi, Yordania,
Qatar, Kuwait, Marroko, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan lain
sebagainya. Bahkan disekitar Masjidil Haraam dan Masjid Nabawi saat ini
yang notabene dulu adalah tanah wakaf terdapat beberapa tempat usaha
sebagai mesin ekonomi yang maha dahsyat, seperti hotel, restauran,
apartemen, pusat-pusat perniagaan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.
Hal ini menunjukan bahwa tanah-tanah wakaf harus diberdayakan untuk
menggali potensi ekonominya dalam rangka kesejahteraan masyarakat
tanah-yanah wakaf yang memiliki posisi strategis harus diberdayakan ekonominya
secara maksimal, untuk kemudian hasilnya digunakan untuk kepentingan
kesejahteraan umum.
Dalam mengelola wakaf secara profesional paling tidak ada tiga
filosofi dasar yang harus ditekankan ketika kita hendak memberdayakan
wakaf secara produktif. Pertama, pola manajemennya harus dalam bingkai
proyek yang terintegrasi, bukan bagian-bagian dari biaya yang
terpisah-pisah. Dengan bingkai proyek, sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan
untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang
terangkum didalamnya.45
Kedua, asas kesejahteraan nazhir. Sudah terlalu lama nazhir
seringkali diposisikan kerja asal-asalan alias lillahi ta‟ala. Oleh karena itu sudah saatnya menjadikan nazhir sebagai profesi yang memberikan harapan
kepada lulusan terbaik ummat dan profesi yang memberikan kesejahteraan,
bukan saja di akhirat, tetapi juga di dunia. Di Turki misalnya, badan
pengelola wakaf mendapatkan alokasi lima persen (5 %) dari net income
wakaf. Angka yang sama juga diterima Kantor Administrasi Wakaf
Bangladesh. Sementara itu, The Central Waqf Council India mendapatkan 6
% dari net income pengelolaan dana wakaf. Dan alhamdulillah di Indonesia
sesuai dengan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazhir
45
berhak mendapatkan 10 % dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf.46
Ketiga, asas transparansi dan accountability dimana badan wakaf
dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun akan proses
pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report
termasuk kewajaran dari masing-masing pos biayanya.47
Melihat hal-hal seperti yang terjadi diatas tentunya diperlukan
strategi yang lebih tepat agar pengelolaan wakaf dapat lebih maksimal,
beberapa yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
1)Membenahi Aspek Manajemen, yang terdiri dari48:
a) Kelembagaan
Untuk mengelola benda-benda wakaf agar lebih produktif
yang pertama harus dilakukan adalah membentuk suatu badan atau
lembaga yang khusus mengelola wakaf dan bersifat nasional, dalam
hal ini Indonesia telah memilikinya dengan nama Badan Wakaf
Indonesia (BWI). Tugas BWI adalah membina nazhir yang sudah ada
di seluruh Indonesia. BWI bersama Kementrian Agama mengawasi
pengelolaan wakaf diseluruh Indonesia dengan membuat
kebijakan-kebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan nazhir
46
Ibid, hal. viii
47
Ibid, hal. viii
48
sehingga mereka dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggung
jawabnya secara produktif.
Selain BWI yang menjadi pioner pengelolaan wakaf,
lembaga-lembaga nazhir yang sudah ada selama ini harus ditata
sedemikian rupa agar bisa melaksanakan tugas-tugas kenazhiran
secara lebih maksimal.
b)Pengelolaan Operasional49
Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan
wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf
agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan
masyarakat banyak. Dalam istilah manajemen dikatakan bahwa yang
disebut dengan pengelolaan operasional adalah proses-proses
pengambilan keputusan berkenaan dengan fungsi operasi. Pengelolaan
ini sangat penting dan menentukan berhasil tidaknya manajemen
pengelolaan secara umum. Adapun standar operasional itu meliputi
seluruh rangkaian program kerja yang dapat menghasilkan sebuah
produk (barang atau jasa).
Standar keputusan operasional merupakan tema pokok dalam
operasi kelembagaan nazhir yang ingin mengelola secara produktif.
Keputusan yang dimaksud disini berkenaan dengan lima fungsi utama
49
manajemen operasional, yaitu proses, kapasitas, sediaan (inventory),
tenaga kerja dan mutu.
c) Kehumasan50
Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran
kehumasan (pemasaran) dianggap menempati posisi penting. Fungsi
dari kehumasan itu sendiri dimaksudkan untuk:
1) Memperkuat image bahwa benda-benda wakaf