• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengelolaan tanah di desa babakan Ciseeng Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi pengelolaan tanah di desa babakan Ciseeng Bogor"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

DIDIN NAJMUDIN NIM: 107046101895

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Juni 2011

(5)

iii

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayat-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya skripsi yang berjudul

“Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan Ciseeng Bogor” ini dapat

terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dengan

kata “iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke zaman yang penuh dengan

ilmu pengetahuan.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta

dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus

kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH,

MA, MM, yang telah mencurahkan pengetahuan dan pengalamannya selama

masa kuliah.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag.,MA., Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah memberikan tuntunan dan

arahannya selama ini.

3. Ayahanda H. Tatang (alm) dan Ibunda Hj. Hamdanah yang telah memberikan

dukungan moril maupun materil serta semua kasih sayang dan doanya dengan

tulus. Adinda Lulu Luthfiyah yang telah memberikan keceriaan dalam proses

(6)

iv

5. Para Nazhir di Desa Babakan yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.

6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan

studi perpustakaan.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan yang tidak pernah henti memberikan motivasi.

Teristimewa untuk Dwi Rohmayanti yang telah banyak membantu dan

memotivasi penulis dengan kasih sayang. Tidak lupa juga kepada Fitoy,

Fahmi, Fairuz, serta teman-teman LiSENSi yang telah memberikan

kehangatan persahabatan berbalutkan keceriaan dan ilmu pengetahuan selama

kuliah.

8. Rekan-rekan Perbankan Syariah angkatan 2007 kelas C. Saefudin, Burhan,

Cahyo, Fikri, Hadi, Wahyu, Try, Shafitranata, Mukhlas, Asep, Awan, Inal,

Zikril, Yusuf, Furqon, Aziz, Sanda, Muid, Haikal, Acha, Pewe, Afi, Maya,

Atikah, Mae, Hilwa, Farah, Amel, Jaja, Opi, Ratna, Nur, semuanya yang tidak

dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas telah membantu selama

proses perkuliahan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

(7)

v

Jakarta, 22 Juni 2011

(8)

v

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...5

D. Objek Penelitian...6

E. Review Studi Terdahulu………...6

F. Metode penelitian………...9

G. Sistematika Penulisan………10

BAB II : KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA A. WAKAF...12

1. Pengertian Wakaf...12

(9)

vi

B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF...38

1. Pengertian Strategi...38

2. Manfaat Strategi...40

3. Strategi Pengelolaan Wakaf...40

BAB III : GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN A. Profil Desa Babakan………...52

B. Perekonomian Masyarakat Desa Babakan...54

C. Wakaf di Desa Babakan...56

(10)

vii

DAFTAR PUSTAKA...75

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan kesenjangan di sebuah negara yang kaya akan sumber

alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia merupakan

suatu keprihatinan1. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah angka kemiskinan di

Indonesia pada tahun 2010 yang masih tinggi yakni berkisar di angka 31.023.400

[image:11.612.135.538.55.222.2]

atau 13,33% dari jumlah penduduk Indonesia, berikut datanya.

Tabel Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 20102

Propinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

Nangroe Aceh

Darussalam 173.4 688.5 861.9 14.65 23.54 20.98

Sumatera Utara 689.0 801.9 1490.9 11.34 11.29 11.31

Sumatera Barat 106.2 323.8 430.0 6.84 10.88 9.50

Riau 208.9 291.3 500.3 7.17 10.15 8.65

Jambi 110.8 130.8 241.6 11.80 6.67 8.34

Sumatera Selatan 471.2 654.5 1125.7 16.73 14.67 15.47

Bengkulu 117.2 207.7 324.9 18.75 18.05 18.30

Lampung 301.7 1178.2 1479.9 14.30 20.65 18.94

Bangka Belitung 21.9 45.9 67.8 4.39 8.45 6.51

Kepulauan Riau 67.1 62.6 129.7 7.87 8.24 8.05

DKI Jakarta 312.2 - 312.2 3.48 - 3.48

Jawa Barat 2350.5 2423.2 4773.7 9.43 13.88 11.27

Jawa Tengah 2258.9 3110.2 5369.2 14.33 18.66 16.56

DI Yogyakarta 308.4 268.9 577.3 13.98 21.95 16.83

Jawa Timur 1873.5 3655.8 5529.3 10.58 19.74 15.26

1

Mustafa Edwin Nasution & Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam,

(Jakarta. PSTTI-UI. 2006), hal. 17

2

(12)

Banten 318.3 439.9 758.2 4.99 10.44 7.16

Bali 83.6 91.3 174.9 4.04 6.02 4.88

Nusa Tenggara Barat 552.6 456.7 1009.4 28.16 16.78 21.55

Nusa Tenggara

Timur 107.4 906.7 1014.1 13.57 25.10 23.03

Kalimantan Barat 83.4 345.3 428.8 6.31 10.06 9.02

Kalimantan Tengah 33.2 131.0 164.2 4.03 8.19 6.77

Kalimantan selatan 65.8 116.2 182.0 4.54 5.69 5.21

Kalimantan Timur 79.2 163.8 243.0 4.02 13.66 7.66

Sulawesi Utara 76.4 130.3 206.7 7.75 10.14 9.10

Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 9.82 20.26 18.07

Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 4.70 14.88 11.60

Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 4.10 20.92 17.05

Gorontalo 17.8 192.0 209.9 6.29 30.89 23.19

Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 9.70 15.52 13.58

Maluku 36.3 342.3 378.6 10.20 33.94 27.74

Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 2.66 12.28 9.42

Papua Barat 9.6 246.7 256.3 5.73 43.48 34.88

Papua 26.2 735.4 761.6 5.55 46.02 36.80

Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 9.87 16.56 13.33 Sumber: bps.go.id

Jika melihat data di atas tentunya kebanyakan masyarakat miskin

berdomisili di pedesaan, oleh karena itu perlu ada upaya yang lebih mendalam

untuk mengatasi kemiskinan tersebut dari tingkat administrasi yang paling kecil

yaitu desa. Hal ini berarti pemerintah harus berupaya lebih kreatif untuk

membongkar masalah kemiskinan tersebut dari tingkat pedesaan.

Masalah distribusi yang tidak merata ditambah dengan krisis ekonomi

global tentunya makin menambah penderitaan kaum miskin tersebut. Berbagai

upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program nasional seperti

BLT, KUR, CSR dan masih banyak lagi yang lainnya namun ternyata belum

(13)

Di tengah permasalahan yang ada berkembanglah suatu perekonomian

yang lebih adil yaitu sistem ekonomi syariah. Instrumen pengentasan kemiskinan

yang dimiliki ekonomi syariah kini menjadi salah satu alternatif pengentasan

kemiskinan yang sedang dilirik. Salah satu instrumen pengentasan kemiskinan

tersebut adalah wakaf. Data yang diperoleh dari Departemen Agama RI

menyebutkan bahwa jumlah luas tanah wakaf mencapai 2.686.536.656,68 meter

persegi atau 268.653,67 Hektar yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh

Indonesia.3

Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi, seharusnya dengan harta wakaf

yang begitu besar, bahkan terbesar di dunia, kemiskinan bukanlah menjadi

masalah di Indonesia, asalkan harta wakaf yang ada dapat diberdayakan. Belum

lagi potensi wakaf uang yang sangat besar yang tentunya akan sangat menjadi

solusi yang riil bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun memang patut

disayangkan ternyata pengelolaan wakaf masih banyak yang bersifat tradisional

dan lebih menekankan pada aspek konsumtif seperti untuk membangun mesjid,

mushola, sekolah, ponpes dan kuburan, dan masih jarang sekali harta wakaf yang

dikelola untuk tujuan produktif dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat

dimanfaatkan untuk kaum-kaum yang membutuhkan, terutama fakir miskin.4

3

Sukuk Wakaf dan Pengentasan Kemiskinan”, Artikel diakses pada tanggal 4 Februari 2011 dari http://majalahekonomisyariah.com/index.php/web/news/index/4/2142311694

4

(14)

Salah satu contoh praktek wakaf yang ada, yaitu di Desa Babakan

Ciseeng Bogor. Penulis memilih Desa Babakan sebagai objek penelitian karena

berbagai alasan, yang paling utama adalah karena secara kuantitas tanah wakaf

yang ada di Babakan bisa dibilang cukup besar, dari data yang penulis himpun

sendiri, luas tanah wakaf yang ada yaitu sebanyak 64005 m2. Namun, memang

dari jumlah tanah wakaf tersebut mayoritas tanah wakaf yang ada di Desa

Babakan diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan peribadatan dan belum banyak di

produktifkan, hal ini dikarenakan kebanyakan wakif yang ada memang

mengikrarkan hartanya untuk tujuan tersebut. Namun ada hal yang sangat

menarik yang terjadi di Desa Babakan, tanah wakaf yang ada yang belum

digunakan untuk kuburan, mesjid ataupun sekolah sekarang mulai diberdayakan

untuk tujuan produktif.

Salah satu hal yang patut dicermati adalah ternyata secara geografis

Desa Babakan bukanlah tempat yang strategis untuk mengembangkan harta wakaf

secara modern seperti di kota kota besar yang tentunya dapat dibangun

apartemen, real estate ataupun pertokoan. Namun ternyata para nazhir punya

strategi lain untuk mensiasati hal tersebut agar wakaf tetap bisa produktif. Dan hal

ini menjadi alasan penguat lainnya mengapa penulis memilih Desa Babakan.

Melihat fenomena yang ada akhirnya penulis tertarik untuk meneliti

masalah tersebut dengan memberi judul “Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di

(15)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Mengingat sangat luasnya pembahasan tentang wakaf maka penulis

hanya membatasi pada permasalahan pengelolaan tanah wakaf saja dengan lokasi

penelitian Di Desa Babakan kecamatan Ciseeng kabupaten Bogor.

Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan pokok-pokok

masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan?

2. Apa strategi yang dilakukan nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf di Desa

Babakan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kegiatan pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan.

2. Untuk mengetahui kegiatan wakaf yang produktif di Desa Babakan

3. Untuk menganalisis strategi yang digunakan oleh nazhir dalam pengelolaan

tanah wakaf.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Bagi penulis sendiri sangat bermanfaat sekali untuk menambah wawasan

ataupun pengetahuan tentang salah satu filantropi Islam yaitu wakaf.

2. Bagi akademisi, untuk menambah literatur yang ada tentang teori serta strategi

(16)

3. Bagi masyarakat luas serta para stakeholder wakaf, untuk menambah

wawasan dan pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebenarnya wakaf itu,

serta langkah kreatif dan apa strategi yang harus digunakan agar pengelolaan

wakaf dapat maksimal.

D. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian oleh penulis adalah Desa Babakan

Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.

E. Tinjauan (Review) Kajian Kepustakaan

Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Skripsi Ikhsanuddin Fadhillah pada tahun 2007 dengan judul “Strategi

Penghimpunan, Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf di Majlis Wakaf & ZIS Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawamangun

Pulogadung”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan,

pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang diterapkan oleh majlis

wakaf dan ZIS pimpinan cabang Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung

dapat dikatakan cukup baik dan dapat dikategorikan profesional. Strategi

nadzir dalam penghimpunan harta wakaf melalui sosialisasi berjalan cukup

lancar. Selanjutnya dana wakaf yang telah didapatkan dari wakaf tunai

(17)

2. Skripsi Lili Zahriah pada tahun 2008 dengan judul “Analisis Strategi Pemberdayaan Wakaf Produktif Pendekatan Balance Scorecard (Studi Kasus Yayasan Wakaf Al-Muhajirin Jakapermai Bekasi)”. Hasil dari penelitian ini adalah dari segi pertambahan aset yang diperoleh yayasan

wakaf al-Muhajirin Jakapermai Bekasi mengalami kenaikan setiap tahunnya

mulai dari 2001-2006 yaitu total aset mencapai 60,503 milyar. Selain itu

ditinjau dari pendekatan perspektif customer dan bisnis internal semuanya

meningkat dengan baik.

3. Skripsi Ambia Dahlan Abdullah pada tahun 2010 dengan judul “Praktik

Wakaf di Kecamatan Limo”. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar

wakaf yang ada di kecamatan Limo sudah sesuai dengan perundang-undangan

yang ada. Namun ternyata pengelolaan wakaf masih bersifat tradisional,

peruntukannya lebih banyak pada pembangunan sarana ibadah dan kuburan,

belum ada yang bersifat produktif.

4. Skripsi Syaiful Amri tahun 2010 dengan judul “Penghimpunan dan pemberdayaan wakaf uang tunai model Dompet Dhuafa Republika sebelum dan sesudah berlaku UU no. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan dan pemberdayaan

wakaf uang tunai oleh Dompet Dhuafa dengan menerbitkan Sertifikat Wakaf

Uang (SWU) yang terdiri atas dua jenis yaitu sertifikat wakaf uang atas nama

(18)

dibiayai Dompet Dhuafa antara lain peternakan domba dan supermarket, LKC

dan lain-lain. Namun dalam menjalankan programnya ada bebrapa kendala

antara lain kurangnya sumber daya manusia sehingga program belum

terlaksana secara maksimal.

5. Skripsi Muhammad Apriadi tahun 2010 dengan judul “Efektifitas Penghimpunan dan Pengelolaan wakaf uang pada baitul maal muamalat (BMM)”. Hasil dari penelitian ini adalah penghimpunan wakaf uang pada Baitul Maal Muamalat kurang efektif. Faktanya kenaikan jumlah dana wakaf

yang terhimpun tidak terjadi secara terus menerus bahkan cenderung

menurun. Yakni pada tahun 2008 dana wakaf uang yang terhimpun sebesar

Rp. 42.431.091,- dan tahun 2009 dana wakaf uang yang terhimpun hanya

sebesar 13.129.595,- .

6. Skripsi M. Inderawan Sukma pada tahun 2010 dengan judul “Strategi

Penghimpunan Dana Wakaf Tunai Center (WATER) Di Mampang

Jakarta Selatan”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan

dana wakaf tunai yang dulakukan oleh lembaga wakaf center sudah cukup

baik, wakaf center telah melakukan beberapa kegiatan proses penghimpunan

dananya seperti optimalisasi edukasi, proyek percontohan pilot project dan

lain sebagainya.

Sedangkan skripsi penulis ini lebih mengarah pada strategi pengelolaan

(19)

oleh nazhir perseorangan, sehingga memiliki nilai distingsi dengan skripsi yang

lainnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena prosedur penelitian

ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau perilaku yang

diamati tanpa menggunakan perhitungan angka-angka dan bertujuan

menemukan teori atau kesimpulan dari data.

2. Pendekatan Penelitian

Secara metodologis penulis menggunakan pendekatan empiris. Yaitu

dengan melihat fakta yang sebenarnya yang terjadi di lapangan kemudian

mengambil kesimpulan dari fakta yang ada.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Penelitian Lapangan (field research) yaitu penelitian dilakukan dengan

melihat langsung objek di lapangan, dalam hal ini adalah Desa Babakan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.

1) Wawancara (interview), yaitu bertanya langsung kepada narasumber

seputar permaslahan yang ada secara lebih mendalam.

2) Dokumentasi, yaitu melihat data melalui dokumen-dokumen yang ada.

b. Studi Kepustakaan (library research), yaitu studi buku-buku di

(20)

dengan studi ini. Dan juga dilakukan dengan cara mengumpulkan data

berdasarkan laporan yang terkait dengan masalah penelitian ini.

Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi

yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN: terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek Penelitian,

Metodologi Penelitian, Review Studi Terdahulu serta Sistematika

Penulisan.

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA: terdiri dari Wakaf dan terbagi atas Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat-syarat

Wakaf, Macam-macam Wakaf, Tujuan dan Manfaat Wakaf. Serta

Strategi Pengelolaan Wakaf yang terbagi atas Pengertian Strategi,

Manfaat Strategi dan Strategi Pengelolaan Wakaf.

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN: terdiri dari Profil Desa Babakan, Perekonomian Masyarakat Desa Babakan, Wakaf di Desa

(21)

BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA BABAKAN CISEENG BOGOR: terdiri dari Strategi Pengelolaan Wakaf di Desa Babakan.

(22)

12

A. WAKAF

1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf berasal dari bahasa arab waqafa yang berarti berhenti1

atau menahan atau diam di tempat, atau tetap berdiri.2 Untuk menyatakan

terminologi wakaf para ahli fiqih menggunakan dua kata yaitu habas dan

wakaf, karena itu sering digunakan kata seperti habasa atau ahbasa dan auqafa

untuk menyatakan kata kerjanya. Sedangkan wakaf dan habas adalah kata

benda dan jamaknya adalah awqaf, ahbas dan mahbus. Namun intinya al

habsu maupun al waqf sama-sama mengandung makna al imsak (menahan),

al man‟u (mencegah) dan at-tamakkust (diam). Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan, dan semua tindakan yang tidak sesuai

dengan tujuan wakaf.3

Sedangkan untuk makna wakaf secara isilah ulama berbeda

pendapat, mereka mendefinisikan wakaf dengan beragam sesuai dengan

perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman atau

1

Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Cet IV, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 1576

2

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam

Depag RI, 2006), hal. 1

3

(23)

ketidaklazimannya. Syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi

pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu perbedaan juga terjadi

dalam tata cara pelaksanaan wakaf.

Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para

Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan imam-imam lainnya.

Maka yang terlintas di benak penulis setelah membaca definisi-definisi yang

mereka buat seolah-olah definisi tersebut adalah kutipan dari mereka, padahal

kenyataanya tidak demikian. Karena definisi-definisi tersebut hanyalah

karangan ahli fiqih yang datang sesudah mereka. Sebagai aplikasi dari

kaidah-kaidah umum masing-masing imam mazhab yang mereka anut, sehingga setiap

definisi sangat sesuai dengan kaidah masing-masing imam mazhab.4

a. Menurut Mazhab Syafi’i5

Para ahli fikih Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi yang diringkas sebagai berikut:

1) Imam Nawawi dari kalangan Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan “menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda tersebut tetap ada dan digunakan manfaatnya

untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. Definisi ini dikutip

oleh Al-Munawi dalam bukunya Al-Taisir.

4

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), hal. 40

5

(24)

2) Al-Syarbani Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf

dengan “menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga

keamanan benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut

dari pemiliknya untuk hal-hal yang dibolehkan”.

3)Ibn Hajar Al-Haitami dan Syaikh Umairah mendefinisikan wakaf

dengan “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga

keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang

tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan”.

4)Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi mendefinisikannya dengan “menahan

harta untuk dimanfaatkan dalam hal-hal yang dibolehkan dengan

menjaga keutuhan harta tersebut”.

b. Menurut Mazhab Hanafi6

Ulama Mazhab Hanafi berbeda pendapat dalam mendefinisikan

wakaf. Perbedaan wakaf ini bersumber dari masalah-masalah yang mereka

pertentangkan. Para ulama Hanafiyah ketika berbicara tentang definisi

wakaf mereka memisahkan antara definisi yang diutarakan oleh Imam

Abu Hanifah sendiri dengan dua pengikutnya (Abu Yusuf dan

Muhammad. ed). Terlebih dahulu akan dibahas definisi wakaf menurut

Abu Hanifah.

1)Menurut Imam Abu Hanifah

6

(25)

a) Imam Syarkhasi mendefinisikan wakaf dengan “habsul mamluk an

al-tamlik min al-ghair” yang berarti Menahan harta dari jangkauan (kepemilikan) orang lain. Maksud kata mamluk adalah kata untuk

memberikan pembatasan harta yang tidak biasa dianggap sebagai

milik. Sedangkan kata an al-tamlik min al-ghair berarti bahwa harta

yang akan diwakafkan itu tidak boleh dimanfaatkan untuk

kepentingan wakif. Seperti halnya untuk jual beli, hibah atau untuk

jaminan. Sedangkan kata al-habsu berarti untuk mengecualikan

harta-harta yang tidak masuk dalam harta wakaf. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa wakaf menurut Imam Syarkhasi adalah menahan

harta dari kepemilikan orang lain dan menjaga keutuhan harta

tersebut dan harta tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan

wakif.

b) Al-Murghinany memberikan definisi wakaf menurut Imam Abu

Hanifah sebagai berikut. Wakaf menurut Abu Hanifah adalah

Habsul „aini ala milki al-wakif wa tashaduq bi al-manfa‟ah

(menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian

manfaat sebagai sedekah). Istilah seperti ini juga dipakai oleh

pengarang kitab Al-Tanwir7 dan pengarang kitab Al-Kanz8.

7

(26)

c) Pengarang Kitab Al-Durr Al-Mukhtar memberikan definisi wakaf

menurut versi Imam Abu Hanifah sebagaimana berikut. Habs al

„aini ala hukmi milki al-waqif, wa tashaduq bi al-manfa‟ah wa lau bi al-jumlah. (Penahanan harta dengan memberikan legalitas hukum

milik pada wakif dan mendermakan manfaat harta tersebut meski

tidak terperinci).

2)Menurut Dua Pengikut Imam Abu Hanifah

Ulama Hanafiyah mendefinisikan wakaf sebagaimana dua

pengikut Imam Abu Hanifah (yaitu penulis kitab Tanwir al- Abshar dan

penulis Al-Dur Al-Mukhtar) dengan pengertian yang berlainan. Namun

pengertian tersebut tidak keluar dari kandungan makna yang diberikan

oleh pengarang Tanwir Al-Abshar dalam uraiannya berikut, menurut

keduanya wakaf ditahan sebagai milik Allah, dan manfaatnya diberikan

kepada mereka yang dikehendaki.

c. Menurut Mazhab Malikiyah9

Ibnu Arafah mendefinisikan bahwa wakaf adalah memberikan

manfaat sesuatu pada batas waktu keberadaannya bersamaan tetapnya

8

Pengarang Al-Kanz adalah Al-Nusfi. Nama lengkapnya Abdullah bin ahmad bin Mahmud Al-Nusfy. Meninggal tahun 710 H.

9

(27)

wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan

(pengandaian).

d.Menurut Ulama Zahidiyah10

Para ulama Zaidiyah memberikan definisi wakaf dengan definisi

yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:

1) Definisi pengarang Al-Syifa sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Miftah

yaitu pemilikan khusus dengan cara yang khusus dan dengan niat

mendekatkan diri kepada Allah.

2) Definisi Ahmad bin Qasim Al-Anisy bahwa wakaf adalah menahan

harta yang dapat dimanfaatkan dengan niat mendekatkan diri kepada

Allah dengan keutuhan harta tersebut.

e. Menurut Hanabilah, Syi’ah dan Ja’fariyah11

Ulama Hanbilah, Syi’ah dan Ja’fariyah mendefinisikan wakaf

sebagai berikut:

1) Definisi Ibn Qudamah dari kalangan Hanabilah, wakaf yaitu menahan

yang asal dan memberikan hasilnya

2) Syamsudin Al-Maqdasy, wakaf yaitu menahan yang asal dan

memberikan manfaatnya.

3) Al-Muhaqiq Al-Huly dari kalangan Ja’fariyah, wakaf yaitu akad yang

hasilnya adalah menahan yang asal dan memberikan manfaatnya.

10

Ibid, hal. 57

11

(28)

4) Muhammad Al-Husny, wakaf adalah menahan barang dan memberikan

hasilnya.

Definisi-definisi di atas adalah pernyataan definisi dari para

kalangan Mazhab masing-masing. Sedangkan definisi wakaf menurut

hukum positif yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut. “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk

jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.12

Sedangkan menurut rangkuman dari penulis sendiri setelah melihat

berbagai definisi yang ada, maka penulis mendefinisikan wakaf dengan

menahan harta yang asalnya milik wakif yang dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan bersama dengan menjaga keutuhan harta tersebut dan

bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

12

(29)

2. Dasar Hukum Wakaf

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep

wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar

yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan

pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi

sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Surat Al-Hajj ayat 77 yang berbunyi:





































































)

جحل

:

۷۷

(

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah

Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat

kemenangan.”(Q.S Al-Hajj:77)

b. Surat Ali imran ayat 92 yang berbunyi:

(30)

Artinya :

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum

kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang

kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Q.S Ali Imran:92)

c. Surat Al- Baqarah ayat 261 yang berbunyi:





























































































)

ةرقبلا

:

۲١٦

(

Artinya:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang

menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat

gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas

(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:261)

Selain itu juga ada beberapa sumber hukum yang berasal dari hadits

(31)

a. Hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan

tentang kisah Umar bin Al-Khatab ketika memperoleh tanah di Khaibar13.

Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi

menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

ر ع ع

:

ل قف ، ف ر أ س ل أف ،ر ً ضرأ صأ ط ل ر ع أ

:

؟ ر أ ف ، ع س أ طق ًا صأ ل ر ً ضرأ صأ إ ه ل سر

ل ق

:

ق ص صأ س ح ش إ

ل ق ،

:

ا ،ع ا ع ا أ ،ر ع ص ف

ل ق ،

ا أ ر

:

،ه ل س ف ، قرل ف ، رقل ف ،ء رق ل ف ر ع ص ف

ر غ ً ق ص عط أ ،ف رع ل لكأ أ ل ع ح ج ا ،ف عضل ل سل

ف ل

(

س ر

)

Artinya:

“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di

Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih

tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya

untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar

menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan

wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk

memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang

13

(32)

musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara

yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi

makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”(H.R. Muslim)

b. Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh

imam Muslim dari Abu Hurairah. Nash hadis tersebut adalah14:

ع

أ

ر ر

أ

ل

ل ق

:

إ

آ

عطق

ع

اإ

اث

:

ق ص

، ر ج

أ

ع

ع

،

أ

ل

حـل ص

(

ر

س

)

Artinya:

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu

pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang

mendoakannya.” (H.R. Muslim)

14

(33)

3. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi empat rukun wakaf,

rukun-rukun tersebut adalah sebagai berikut:15

1. Orang yang berwakaf (al-waqif).

2. Benda yang diwakafkan (al-mauqufbih).

3. Pihak yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf „alaihi).16 4. Lafadz atau ikrar wakaf (sighat).

Adapun untuk memperjelas syarat syarat rukun di atas akan

dijabarkan sebagai berikut:

a.Syarat Wakif (orang yang berwakaf)17

Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum

atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya.

Kecakapan bertindak disini meliputi empat kriteria, yaitu sebagai berikut:

1)Merdeka

Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah,

karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan

hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak

mempunyai hak milik , dirinya dan apa yang dimiliki adalah

15

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 21

16“Pengertian Wakaf”

, Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari http://www.pkesinteraktif.com/lifestyle/ziswaf/71-pengertian-wakaf.html

17

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam

(34)

kepunyaaan tuannya. Namun demikian Abu Zahrah mengatakan

bahwa para fuqaha sepakat, budak itu boleh mewakafkan hartanya bila

ada izin dari tuannya, karena ia sebagai wakil darinya. Bahkan

Adz-Dzahiri (pengikut Daud Adz-Adz-Dzahiri) menetapkan bahwa budak dapat

memiliki sesuatu yang diperoleh dengan jalan waris atau tabarru’. Bila ia dapat memiliki sesuatu berarti ia dapat pula membelanjakan

miliknya itu.

2)Berakal sehat

Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia

tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan akad serta

tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),

berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya

tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk

menggugurkan hak miliknya.

3)Dewasa (Baligh)

Wakaf yang dilakukan oleh anak belum dewasa (baligh) hukumnya

tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak

cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.

4)Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)

Orang yang berada dibawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk

(35)

bawah pengampuan terhadap dirinya sendiri selam hidupnya

hukumnya sah. Karena tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga

harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak

benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain.

b. Syarat Mauquf bih (harta yang diwakafkan)18

Menurut harta yang diwakafkan, syarat wakaf terbagi menjadi dua, yaitu

tentang syarat sahnya harta yang diwakafkan dan tentang kadar harta

yang diwakafkan.

1)Syarat sahnya harta wakaf

Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Harta yang diwakafkan harus Mutaqawwim19

Pengertian harta yang mutaqawwim (al-mal al-mutaqawwim)

menurut Mazhab Hanafi adalah segala sesuatu yang dapat disimpan

dan halal digunakan dalam keadaan darurat. Karena itu mazhab ini

memandang tidak sah mewakafkan sesuatu yang bukan harta,

seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan untuk ditempati.

Serta tidak sah mewakafkan harta yang tidak mutaqawwim seperti

alat-alat musik yang tidak halal digunakan atau buku-buku anti

islam, karena dapat merusak islam itu sendiri. Latar belakang syarat

18

Ibid, hal. 26

19

(36)

ini lebih karena ditinjau dari aspek tujuan wakaf itu sendiri, yaitu

agar wakif mendapatkan pahala dan mauquf alaih memperoleh

manfaat. Tujuan ini dapat tercapai jika yang diwakafkan itu dapat

dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan tetapi dilarang oleh islam.

b) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan20

Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin (ainun

ma‟lumun), sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah mewakafkan yang tidak jelas seperti “satu dari

dua rumah”. Pernyataan wakaf yang berbunyi “saya mewakafkan

sebagian dari tanah saya kepada orang-orang kafir dikampung

saya”, begitu pula tidak sah. Latar belakang syarat ini ialah karena hak yang diberi wakaf terkait dengan harta yang diwakafkan

kepadanya. Seandainya harta yang diwakafkan kepadanya tidak

jelas, tentu akan menimbulkan sengketa. Selanjutnya sengketa ini

akan menghambat pemenuhan haknya. Para fakih tidak

mensyaratkan agar benda tidak bergerak harus dijelaskan

batas-batasnya atau luasnya, jika batas-batas-batasnya dan luasnya diketahui

dengan jelas. Seperti pernyataan berikut : “saya wakafkan tanah

saya yang terletak di...”. sementara itu wakif tidak mempunyai tanah lain selain tempat itu, maka menurut fiqh sudah sah.

20

(37)

c) Milik wakif21

Alangkah baiknya harta yang akan diwakafkan itu milik penuh

wakif dan mengikat bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk itu

tidak sah mewakafkan harta yang bukan milik wakif. Karena wakaf

mengandung kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan.

Keduanya hanya dapat terwujud pada benda yang dimiliki.

d) Terpisah, bukan milik bersama (musya‟)22

Milik bersama itu adakalanya dapat dibagi dan adakalanya juga

tidak dapat dibagi. Hukum wakaf benda milik bersama (musya‟) adalah sebagai berikut:

1)A mewakafkan sebagian dari musya‟ untuk dijadikan masjid atau pemakaman, tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum,

kecuali apabila bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan

ditetapkan batas-batasnya.

2)A mewakafkan kepada pihak yang berwajib sebagian dari

musya‟ yang terdapat pada harta yang dapat dibagi. Muhammad berpendapat wakaf ini tidak boleh kecuali setelah dibagi dan

diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena menurutnya

kesempurnaan wakaf mengharuskan penyerahan harta wakaf

kepada yang diberi wakaf, artinya yang diberi wakaf

21

Ibid, hal. 28

22

(38)

menerimanya. Abu Yusuf berpendapat wakaf ini boleh meskipun

belum dibagi dan diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena

menurutnya kesempurnaan wakaf tidak menuntut penyerahan

harta wakaf kepada yang diberi wakaf.

3)A mewakafkan sebagian dari musya‟ yang terdapat pada harta yang tidak dapat dibagi bukan untuk dijadikan masjid atau

pemakaman umum. Abu Yusuf dan Muhammad sepakat bahwa

wakaf ini sah, karena kalau harta tersebut dipisah akan

merusaknya, sehingga tidak mungkin memnfaatkannya menurut

yang dimaksud. Demi menghindari segi negatif ini, mereka

berpendapat boleh mewakafkannya tanpa merubah statusnya

sebagai harta milik bersama, sedangkan cara pemafaatannya

disesuaikan dengan kondisinya.

2)Kadar harta yang di wakafkan23

Sebelum Undang-undang wakaf diterapkan, Mesir masih

menggunakan pendapatnya mazhab Hanafi tentang kadar harta yang

akan diwakafkan. Yaitu harta yang akan diwakafkan seseorang tidak

dibatasi dalam jumlah tertentu sebagai upaya menghargai keinginan

wakif, berapa saja yang ingin diwakafkannya. Sehingga dengan

penerapan pendapat yang demikian bisa menimbulkan penyelewengan

23

(39)

sebagian wakif, seperti mewakafkan semua harta pusakanya kepada

pihak kebajikan dan lain-lain tanpa memperhitungkan derita atas

keluarganya yang ditinggalkan.

Kehadiran UUWM di Mesir, salah satunya berisi pembatasan

kadar harta yang ingin diwakafkan sebagai upaya menanggulangi

penyimpanan tersebut. Dalam hal ini, UUWM tidak menghargai

sepenuhnya atas keinginan wakif untuk mewakafkan seluruh hartanya,

kecuali jika wakif ketika wafat tidak mempunyai ahli waris dari

keturunannya, ayah ibunya, isteri-isterinya.

Pembatasan kadar harta yang diwakafkan juga cukup relevan

diterapkan di Indonesia, yaitu tidak melebihi sepertiga harta wakif

untuk kepentingan kesejahteraan anggota keluarganya. Konsep

pembatasan harta yang ingin diwakafkan oleh seorang wakif selaras

dengan peraturan perundangan dalam Intruksi Presiden RI No. 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab wasiat, pasal

201.

Dari pemaparan diatas berikut ini adalah contoh-contoh Harta

yang dapat diwakafkan:

Benda Wakaf Tidak Bergerak:24

a) Tanah

b) Bangunan

24

(40)

c) Pohon untuk diambil buahnya

d) Sumur untuk diambil airnya

Benda Wakaf Bergerak:25

a) Hewan

b) Perlengkapan rumah ibadah

c) Senjata

d) Pakaian

e) Buku

f) Mushaf

g) Uang, saham atau surat berharga lainnya

c. Syarat Mauquf Alaih26

Yang dimaksud dengan mauquf alaih adalah tujuan wakaf

(peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang

sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Karena pada dasarnya wakaf

merupakan amal untuk mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT.

Karena itu mauquf alaih haruslah kebajikan. Para faqih sepakat

berpendapat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat

wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan manusia kepada Tuhan-Nya.

25

Ibid, hal. 42

26

(41)

d. Syarat Shighat27

Salah satu pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku

fiqih ialah tentang shighat wakaf. Sebelum menjelaskan syarat-syaratnya,

maka akan dijelaskan lebih dahulu pengertian, status dan dasar shighat.

1)Pengertian Shighat

Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari

orang yang berakad untuk menyatakan kehendakdan menjelaskan apa

yang diinginkannya. Namun shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari

wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf alaih. Begitu juga qabul

tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidak menjadi syarat untuk

berhaknya mauquf alaih memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali

pada wakaf yang tidak tertentu. Ini menurut pendapat sebagian

mazhab.

2)Status Shighat

Status shighat secara umum adalah salah satu rukun wakaf,

wakaf tidak sah tanpa shighat.

3)Dasar Shighat

Dasar dalil perlunya shighat ialah karena wakaf adalah

melepaskan hak milik dan benda dan manfaat atau dari manfaat saja

dan kepemilikan kepada orang lain. Maksud tujuan melepaskan dan

memilikkan adalah urusan hati. Tidak ada yang menyelami isi hati

27

(42)

orang lain secara jelas, kecuali melalui pernyataan sendiri. Karena itu

penyataanlah jalan untuk mengetahui maksud tujuan seseorang. Ijab

wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi

wakaf. Ijab dapat berupa kata-kata. Bagi wakif yang tidak mampu

mengungkapkannya dengan kata-kata, maka ijab dapat berupa tulisan

atau isyarat.

Sedangkan syaratnya adalah Ketika hendak mewakafkan

harta bendanya, pewakaf wajib mengucapkan ikrar wakaf di hadapan

pejabat pembuat akta, ditambah dua orang saksi. Ikrar wakaf adalah

dari pewakaf kepada orang yang diserahi mengurus harta benda wakaf

(nazhir). Ikrar dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Pewakaf

dapat memberikan kuasa untuk menyatakan ikrar wakaf karena alasan

yang dibenarkan secara hukum, misalnya karena penyakit. Akta ini

minimal harus memuat pewakaf dan nazhir, data harta yang

diwakafkan, peruntukan, dan jangka waktu wakaf.28

4. Macam-macam Wakaf

Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu,

maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

28“Wakaf”,

(43)

a. Wakaf Ahli

Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seorang atau

lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini disebut juga wakaf

dzurri.29

Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada

anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil

manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf

sejenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf ’alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam

lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.

Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan

berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari

Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum

kerabatnya. Di ujung hadits tersebut yang artinya dinyatakan sebagai

berikut:

Dari Anas bin Malik: ”Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada

keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga

dan anak-anak pamannya.”(H.R. Bukhari dan Muslim)

29

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam

(44)

Dalam satu segi, wakaf ahli ini baik sekali, karena si wakif akan

mendapatkan dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga

kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf.

Akan tetapi pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah,

seperti bagaimana kalau cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi? Atau

siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau

sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf

itu berkembang sedemikian rupa sehingga menyulitkan bagaimana cara

meratakan pembagian hasil harta wakaf.

Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima

wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan

berstatus hukum yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini

disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak cucu, kepada fakir miskin. Sehingga

bila suatu ketika ahli kerabat (penerima wakaf) tidak ada lagi, maka wakaf

itu bisa langsung diberikan kepada fakir miskin. Namun untuk kasus anak

cucu yang menerima wakaf ternyata berkembang sedemikian banyak

kemungkinan akan menemukan kesulitan dalam pembagiannya secara adil

dan merata.

Berdasarkan pengalaman, wakaf ahli setelah melampaui ratusan

tahun mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan

wakaf yang sesungguhnya yakni memberikan manfaat bagi kesejahteraan

(45)

pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahkan harta wakaf, terlebih bila

turunannya yang dimaksud telah berkembang dengan sedemikian rupa.30

Berdasarkan hal ini Di Mesir wakaf ahli dihapuskan dengan Undang-undang

No.180 Tahun 1952. Selain itu di negara-negara lain juga seperti Turki,

Maroko dan Al-jazair, wakaf untu keluarga (ahli) pun telah dihapuskan,

karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini

dinilai tidak produktif.

b. Wakaf Khairi31

Wakaf Khairi yaitu wakaf yang secara tegas diperuntukan bagi

kepentingan agama atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf

yang diserahkan untk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan,

rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.

Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan hadits Nabi Muhammad

SAW yang menceritakan tentang wakaf Sahabat Umar bin Khatab. Beliau

memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabililllah, para

tamu dan hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini

ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang

mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia

30

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 245

31

(46)

pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial,

pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan dan lain sebagainya.

Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak

manfaatnya dibanding dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya

pihak-pihak yang ingin mengambil manfaaat. Dan jenis wakaf inilah yang

sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara

umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat dari

harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid, maka si wakif boleh saja

ada disana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh mengambil air

dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat

Usman bin Affan.

Secara substansi, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari

cara membelanjakan harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat

dari manfaatnya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang

keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan,

keamanan dan sebagainya. Dengan demikian benda wakaf tersebut

benar-benar terasa menfaatnya untuk kepentingan manusia secara umum, tidak

(47)

5. Tujuan dan Manfaat Wakaf

Fungsi wakaf telah disebutkan secara jelas dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 216 yang berbunyi bahwa fungsi wakaf adalah mengekalkan

manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Melihat hal tersebut,

tentunya saat ini manfaat wakaf sudah banyak yang dinikmati oleh

masyarakat, baik itu di bidang peribadatan, pendidikan, kesehatan, sosial dan

lainnya dengan tetap menjada kekekalan nilainya. Oleh karena itu fungsi utama

dari wakaf yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda untuk

kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum32.

Dalam tujuan wakaf setidaknya disyaratkan beberapa hal berikut,

tentunya tujuannya juga harus baik dan sesuai dengan syariah, hal ini agar

tujuan wakaf yang sebenarnya dapat tercapai, tujuan-tujuan tersebut adalah:33

a. Membantu yayasan pendidikan umum atau khusus, kelompok profesi,

yayasan islam, perpustakaan umum atau khusus.

b. Membantu pelajar dan mahasiswa untuk belajar didalam dan luar negeri.

c. Membantu yayasan riset ilmiah islam.

d. Memelihara anak yatim, janda dan orang-orang lemah.

32

Aries Mufti & Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, Konsep Sistem Ekonomi Syariah, (Jakarta: MES, 2009), hal. 213

33

(48)

e. Memelihara orang tua jompo dan yayasan yang memberi pelayanan kepada

mereka.

f. Membantu fakir miskin dan semua keluarga yang berpenghasilan

pas-pasan.

g. Memberikan pelayanan umum berupa air dan listrik, pelayanan kesehatan,

penyeberangan dan lainnya baik di kota maupun di desa tempat tinggal.

h. Membangun masjid dan memberi perlengkapannya, serta mengisinya

dengan mushaf Al-Qur’an dan Kitab-kitab, juga berinfak untuk keperluan masjid34.

i. Memberi bantuan keuangan dengan syarat yang ringan kepada pengusaha

kecil yang memerlukan tambahan modal.

B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF 1. Pengertian Strategi

Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya

bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai35.

34

Amelia Fauzia dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Studi Tentang Potensi, dan Pemanfaatan Filantropi islam di Indonesia, (Jakarta: CSRC, 2006), hal. 73

35

(49)

Sedangkan para tokoh manajemen strategi mendefinisikan beragam

tentang definisi dari stretegi36. Menurut Fred R. David strategi adalah cara

untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang37.

Sedangkan menurut Wheelen dan Hunger strategi adalah program

perencanaan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan

memaksimalkan keunggulan bersaing dan meminimalisasi kelemahan.

Menurut Porter strategi adalah alat yang sangat penting untuk

mencapai keunggulan bersaing.

Menurut Argrys, Mintzberg, Steiner dan Miner Strategi adalah respon

secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal

serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.

Namun bila disimpulkan secara garis besar dari berbagai macam

definisi strategi dapat diambil kesimpulan bahwa strategi merupakan cara

untuk mencapai tujuan agar lebih maksimal dengan menggunakan berbagai

sumber daya yang ada.

36“Manajemen strategi”

, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari http://www.docstoc.com/docs/22002771/Manajemen-Strategi

37

(50)

2. Manfaat Strategi

Menurut Greenley, beberapa manfaat strategi adalah sebagai berikut:38 a. Memungkinkan alokasi waktu dan sumberdaya yang lebih efektif untuk

peluang yang telah teridentifikasi.

b. Mendorong pemikiran kepada masa depan.

c. Memberikan tingkat disiplin

Adapun manfaat manfaat lain dari strategi adalah sebagai berikut.39

a. Efesiensi dan aktivitas kerja

b. Meningkat kreativitas kerja

c. Tanggung jawab lebih meningkat kepada perusahaan atau diri sendiri

d. Rencana perusahaan lebih jelas

e. Pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya alam yang dimiliki

secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen agar

berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien.40

3. Strategi Pengelolaan Wakaf

Jika kita melihat perkembangan wakaf yang ada Di Indonesia,

setidaknya perkembangan pengelolaan wakaf dapat dibagi menjadi tiga macam

pengelolaan, yakni sebagai berikut41:

38

Ibid, hal. 22-23

39

“Manfaat dan Proses Manajemen Strategi”, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari http://syukai.blogspot.com/2009/06/manfaat-dan-proses-manajemen-strategi.html

40

(51)

a. Periode Tradisional

Dalam periode ini, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang

murni dimasukan dalam kategori ibadah mahdhah (pokok). Yaitu

kebanyakan benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan

pembangunan fisik, seperti mesjid, mushalla, pesantren, kuburan, yayasan

dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi

sosial yang luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.

Ciri-ciri dari pengelolaan wakaf secara tradisional adalah sebagai

berikut:42

1)Kepemimpinan. Corak kepemimpinan dalam lembaga kenazhiran masih

sentralistik-otoriter dan tidak ada sistem kontrol yang memadai.

2)Rekruitmen SDM kenazhiran. Banyak nazhir wakaf yang hanya

didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz dan

lain-lain, bukan aspek profesionalisme atau kemampuan mengelola.

3)Operasionalisasi pemberdayaan. Pola yang digunakan lebih kepada

sistem yang tidak jelas (tidak memiliki standar operasional) karena

lemahnya SDM, visi dan misi pemberdayaan, dukungan political will

pemerintah yang belum maksimal dan masih menggunakan sistem

ribawi.

41

Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya

Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. V

42

Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan

(52)

4)Pola pemenfaatan hasil. Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil

wakaf masih banyak yang bersifat konsumtif-statis sehingga kurang

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.

5)Sistem kontrol dan pertanggungjawaban. Sebagai resiko dari pola

kepemimpinan yang sentralistik dan lemahnya operasionalisasi

pemeberdayaan mengakibatkan kepada lemahnya sistem kontrol, baik

yang bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun keuangan.

b. Periode Semi Profesional43

Periode semi profesional adalah masa dimana pengelolaan wakaf

secara umum sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah

mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun

belum maksimal. Sebagai contoh adalah pembangunan mesjid-mesjid yang

letaknya strategis dengan menambah bangunan gedung untuk pertemuan,

pernikahan, seminar dan acara lainnya seperti Mesjid Sunda Kelapa, Mesjid

Pondok Indah, Mesjid At- Taqwa Pasar Minggu, Mesjid Ni’matul Ittihad Pondok Pinang (semua di Jakarta) dan lain-lain.

Selain hal tersebut juga sudah mulai dikembangkannya

pemberdayaan tanah-tanah wakaf untuk bidang pertanian, pendirian

usaha-usaha kecil seperti toko-toko ritel, koperasi, penggilingan padi, usaha-usaha

bengkel dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di

43

(53)

bidang pendidikan (Pondok Pesantren), meskipun pola pengelolaannya

masih dikatakan tradisional. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah

dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor, Ponorogo.

Adapun secara khusus mengembangkan wakaf untuk kesehatan dan

pendidikan seperti dilakukan oleh Yayasan Wakaf Sultan Agung, Semarang.

Ada lagi yang memberdayakan dengan pola pengkajian dan penelitian

secara intensif terhadap pengembangan wacana pemikiran islam modern

seperti yang dilakukan oleh yayasan wakaf Paramadina, dan sebagainya.

c. Periode Profesional44

Periode pengelolaan wakaf secara profesional ditandai dengan

pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif. Keprofesionalan yang

dilakukan meliputi aspek manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan

usaha, bentuk benda wakaf bergerak seperti uang, saham dan surat berharga

lainnya, dukungan political will pemerintah secara penuh salah satunya

lahirnya Undang-undang wakaf.

Dalam periode ini, isu yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan

wakaf secara profesional adalah munculnya gagasan wakaf tunai yang

digulirkan oleh tokoh ekonomi asal Bangladesh, Prof. M.A. Mannan.

Kemudian muncul pula gagasan wakaf investasi, yang di Indonesia sudah

44

(54)

dimulai oleh Tazkia Consulting dan Dompet Dhuafa Republika bekerja

sama dengan BTS Capital beberapa waktu lalu.

Semangat pemberdayaan potensi wakaf secara profesional

produktif tersebut semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan umat

manusia, khususnya muslim Indonesia yang sampai saat ini masih dalam

keterpurukan ekonomi yang sangat menyedihkan, baik dibidang pendidikan,

kesehatan, teknologi maupun bidang sosial lainnya. Sekarang ini sudah

memasuki periodisasi pemberdayaan wakaf secara total melibatkan seluruh

potensi keummatan dengan dukungan penuh, yaitu UU No. 41 tentang

wakaf, peran UU Otonomi Daerah, peran Perda, kebijakan moneter

nasional, UU perpajakan dan lain sebagainya.

Landasan yang digunakan untuk langkah-langkah tersebut adalah

pemberdayaan wakaf yang sudah dilakukan oelh negara-negara muslim

Timur Tengah secara produktif, seperti Mesir, Turki, Arab Saudi, Yordania,

Qatar, Kuwait, Marroko, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan lain

sebagainya. Bahkan disekitar Masjidil Haraam dan Masjid Nabawi saat ini

yang notabene dulu adalah tanah wakaf terdapat beberapa tempat usaha

sebagai mesin ekonomi yang maha dahsyat, seperti hotel, restauran,

apartemen, pusat-pusat perniagaan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.

Hal ini menunjukan bahwa tanah-tanah wakaf harus diberdayakan untuk

menggali potensi ekonominya dalam rangka kesejahteraan masyarakat

(55)

tanah-yanah wakaf yang memiliki posisi strategis harus diberdayakan ekonominya

secara maksimal, untuk kemudian hasilnya digunakan untuk kepentingan

kesejahteraan umum.

Dalam mengelola wakaf secara profesional paling tidak ada tiga

filosofi dasar yang harus ditekankan ketika kita hendak memberdayakan

wakaf secara produktif. Pertama, pola manajemennya harus dalam bingkai

proyek yang terintegrasi, bukan bagian-bagian dari biaya yang

terpisah-pisah. Dengan bingkai proyek, sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan

untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang

terangkum didalamnya.45

Kedua, asas kesejahteraan nazhir. Sudah terlalu lama nazhir

seringkali diposisikan kerja asal-asalan alias lillahi ta‟ala. Oleh karena itu sudah saatnya menjadikan nazhir sebagai profesi yang memberikan harapan

kepada lulusan terbaik ummat dan profesi yang memberikan kesejahteraan,

bukan saja di akhirat, tetapi juga di dunia. Di Turki misalnya, badan

pengelola wakaf mendapatkan alokasi lima persen (5 %) dari net income

wakaf. Angka yang sama juga diterima Kantor Administrasi Wakaf

Bangladesh. Sementara itu, The Central Waqf Council India mendapatkan 6

% dari net income pengelolaan dana wakaf. Dan alhamdulillah di Indonesia

sesuai dengan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazhir

45

(56)

berhak mendapatkan 10 % dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan

harta benda wakaf.46

Ketiga, asas transparansi dan accountability dimana badan wakaf

dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun akan proses

pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report

termasuk kewajaran dari masing-masing pos biayanya.47

Melihat hal-hal seperti yang terjadi diatas tentunya diperlukan

strategi yang lebih tepat agar pengelolaan wakaf dapat lebih maksimal,

beberapa yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:

1)Membenahi Aspek Manajemen, yang terdiri dari48:

a) Kelembagaan

Untuk mengelola benda-benda wakaf agar lebih produktif

yang pertama harus dilakukan adalah membentuk suatu badan atau

lembaga yang khusus mengelola wakaf dan bersifat nasional, dalam

hal ini Indonesia telah memilikinya dengan nama Badan Wakaf

Indonesia (BWI). Tugas BWI adalah membina nazhir yang sudah ada

di seluruh Indonesia. BWI bersama Kementrian Agama mengawasi

pengelolaan wakaf diseluruh Indonesia dengan membuat

kebijakan-kebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan nazhir

46

Ibid, hal. viii

47

Ibid, hal. viii

48

(57)

sehingga mereka dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggung

jawabnya secara produktif.

Selain BWI yang menjadi pioner pengelolaan wakaf,

lembaga-lembaga nazhir yang sudah ada selama ini harus ditata

sedemikian rupa agar bisa melaksanakan tugas-tugas kenazhiran

secara lebih maksimal.

b)Pengelolaan Operasional49

Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan

wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf

agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan

masyarakat banyak. Dalam istilah manajemen dikatakan bahwa yang

disebut dengan pengelolaan operasional adalah proses-proses

pengambilan keputusan berkenaan dengan fungsi operasi. Pengelolaan

ini sangat penting dan menentukan berhasil tidaknya manajemen

pengelolaan secara umum. Adapun standar operasional itu meliputi

seluruh rangkaian program kerja yang dapat menghasilkan sebuah

produk (barang atau jasa).

Standar keputusan operasional merupakan tema pokok dalam

operasi kelembagaan nazhir yang ingin mengelola secara produktif.

Keputusan yang dimaksud disini berkenaan dengan lima fungsi utama

49

(58)

manajemen operasional, yaitu proses, kapasitas, sediaan (inventory),

tenaga kerja dan mutu.

c) Kehumasan50

Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran

kehumasan (pemasaran) dianggap menempati posisi penting. Fungsi

dari kehumasan itu sendiri dimaksudkan untuk:

1) Memperkuat image bahwa benda-benda wakaf

Gambar

Tabel Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 20102
GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN

Referensi

Dokumen terkait

Biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai yaitu pengeluaran secara tidak tunai oleh petani berupa faktor produksi yang digunakan oleh petani tanpa mengeluarkan

Gambar 5 Diagram SWOT usaha pembenihan ikan lele berdasarkan jenis pendederan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor Rekomendasi strategi yang diberikan

Adanya tanah wakaf yang dikelola nazir masjid Riyadlusolikhin memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dengan dapat bekerja sebagai petani penggarap sawah wakaf yang

Marjin pemasaran pada saluran pemasaran 5 adalah pedagang pengecer menjual ikan hias koi dengan harga jual ke pedagang toko sebesar Rp 17 500 per ekor yang kemudian dikurang

Pengaruh pengelolaan harta wakaf terhadap kesejahteraan masyarakat di Desa Selok Aceh Kecamatan Singkil tersebut terdapat beberapa fakta yang mendukung terhadap

Wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan, seperti pembangunan.. masjid, rumah sakit, panti asuhan, dan

Yayasan/ masjid Sabilillah Kota Malang memiliki prinsip yang berbeda dalam menukargulingkan harta wakafnya bukan dengan melihat harta wakaf yang luasnya sepadan dengan harta atau

Selanjutnya, Undang-undang Nomor 41 tahun Tentang Wakaf dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wākif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta