SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
PRETTY ANGELINA BRILLIANTI
NIM : 1111104000053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Self-Management
dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana
keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberi bantuan baik moril maupan materil, yang selalu memberikan semangat dan untaian do‟a untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis menyadari tidak akan
mampu membalas jasa-jasa tersebut, Semoga Allah „Azza wa Jalla memberikan
balasan yang dapat mengantarkan kesyurgaNya. Terkhusus kepada :
1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Ketua ProgramStudi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ernawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan sekaligus sebagai dosen pembimbing
4. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku Dosen Pembimbing 1 dan Bapak
Karyadi, M.Kep,. PhD selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih
sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing penuh dengan kualitas sabar dan
intelektual.
5. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung dan memberikan ilmunya
kepada saya selama duduk di bangku kuliah.
6. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang
telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan
rujukan skripsi dan membantu proses kelancaran dalam penelitian dan
pelaporannya.
7. Pasien Pascastroke di wilayah kerja Puskesmas Pisangan yang telah bersedia
menjadi responden penelitian.
8. Orang tuaku dan seluruh keluarga yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilanku, serta memberikan bantuan
baik moril maupun materiil kepadaku selama masa proses pengerjaan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabatku di Rumah Cemara khususnya Ika yang telah menemani,
menyemangati, menghidupkan lingkungan yang nyaman, dan memberi bantuan
10.Kak Isna Thoha Ahmad yang telah menghabiskan banyak waktunya untuk
membantu mencari data responden, menerjemahkan kuesioner dan referensi, serta
bantuan-bantuan lain yang sangat mendukung penyelesaian skripsi ini.
11.Teman-teman seangkatanku PSIK 2011 dan CSS MoRA UIN Jakarta 2011 yang
secara langsung maupun tidak juga ikut membantu proses penyelesaian skripsi
ini.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh
dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya.
Jakarta, 30 Oktober 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan masalah ... 5
C. Pertanyaan penelitian... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Stroke ... 8
1. Pengertian ... 8
2. Klasifikasi Stroke ... 9
3. Dampak Stroke Pada Pasien ... 10
4. Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke ... 12
B. Self-Management ... 18
1. Pengertian ... 18
2. Teori-Teori Self-Management ... 18
3. Self-Management Pada Pasien Pascastroke ... 21
4. Pengukuran Self-Management Pada Pasien Pascastroke ... 22
C. Kualitas Hidup ... 23
2. Kualitas Hidup Pasien Pascastroke ... 24
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Pascastroke ... 25
4. Domain Pengukuran Kualitas Hidup ... 26
D. Kerangka Teori ... 28
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL 29 A. Kerangka Konsep ... 29
B. Hipotesis ... 30
C. Definisi Operasional ... 30
BAB IV METODE PENELITIAN ... 33
A. Desain Penelitian ... 33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 33
D. Instrumen Penelitian ... 34
E. Uji Validitas dan Reliabilitas... 34
F. Tahapan Pengambilan Data ... 38
G. Teknik Analisis Data ... 40
H. Etika Penelitian ... 41
BAB V HASIL PENELITIAN ... 43
A. Analisis Karakteristik Responden Penelitian (Pasien Pascastroke di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat) ... 43
B. Analisis Univariat (Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke) ... 49
C. Analisis Univariat (Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke) ... 50
D. Analisis Bivariat (Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke) ... 51
E. Analisis Bivariat (Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke)... 53
BAB VI PEMBAHASAN ... 55
B. Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas
Pisangan Ciputat ... 64
C. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat ... 66
D. Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat ... 68
E. Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 70
1. Hubungan Domain Kapasitas dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan. ... 70
2. Hubungan Domain Strategi dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 72
3. Hubungan Domain Kepercayaan Diri dalam Berinteraksi dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 73
4. Hubungan Domain Bimbingan Tenaga Kesehatan dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 74
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 28
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 31
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner SSMQ ... 35
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner SSQOL... 35
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner SSMQ ... 37
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner SSQOL ... 37
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden ... 43
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Usia Responden ... 44
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ... 44
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden ... 45
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis StrokeResponden ... 46
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jumlah Serangan Stroke Responden ... 46
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Fungsi Ekstremitas Atas Responden ... 47
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Ada Tidaknya Penyakit Penyerta ... 48
Tabel 5.9 Analisis Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke ... 49
Tabel 5.10 Analisis Skor Rata-Rata Domain Self-Management ... 50
Tabel 5.11 Analisis Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke ... 51
Tabel 5.12 Analisis Skor Rata-Rata Domain Kualitas Hidup ... 51
Tabel 5.14 Analisis Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup ... 52
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab
utama disabilitas dan penderitaan (Santoso, 2003). Stroke terjadi akibat berkurang
atau gagalnya vaskularisasi jaringan otak, hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi motoric, fungsi sensorik, saraf kranial, fungsi luhur, koordinasi dan
otonom. Semua keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada aktivitas
sehari-hari penderita (Santoso, 2003).
Data World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa
kematian akibat penyakit pembuluh darah lebih banyak dibanding penyakit lain,
yaitu sekitar 15 juta tiap tahun atau sekitar 30% dari kematian total pertahunnya
dan sekitar 4,5 juta diantaranya disebabkan oleh stroke. Berdasarkan penelitian
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 di 33 provinsi dan 440 kabupaten di Indonesia
diperoleh hasil bahwa penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan
penduduk perkotaan (Riskesdas, 2007 dalam Yuliarianto, 2013). Secara kasar,
setiap hari ada dua orang Indonesia mengalami serangan stroke (Yuliarianto,
2013).
Menurut Sari (2008), angka kejadian stroke di Indonesia meningkat
dengan tajam. Bahkan tahun 2008 Indonesia merupakan Negara dengan jumlah
yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan
akan meningkat 2 kali lipat.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan didapati 7,0 per mil dan yang
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi,
sebanyak 57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan.
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI
Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16
per mil (Riskesdas, 2013).
Beradasarkan data tentang tingginya prevalensi stroke di atas, berbagai
upaya perlu dilakukan demi mengurangi angka kejadian dan angka kematian
akibat stroke, dr. Herman Samsudin, Sp.S, seorang ahli saraf sekaligus Ketua
Yastroki (Yayasan Stroke Indonesia) Cabang DKI Jakarta mengungkapkan bahwa
penanggulangan masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini
Indonesia menduduki urutan pertama di dunia dalam hal jumlah penderita stroke
terbanyak (Yayasan Stroke Indonesia, 2012)
Penderita stroke tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, apabila
kecacatan, dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam beraktivitas.
Salah satu usaha penanganan terhadap pasien stroke adalah dengan meningkatkan
self-management pasien. Sebuah tinjauan menemukan bahwa intervensi
self-management efektif untuk meningkatkan kualitas seseorang yang menderita
penyakit kronik (Barlow dkk, 2002 dalam Chapman dan Bogle, 2014).
Secara umum, self-management terdiri atas beberapa komponen seperti
ketersediaan informasi, pengobatan, problem-solving, dan dukungan (Newman
dkk, 2004 dalam Chapman dan Bogle, 2014). Sedangkan menurut Barlow dkk.
(2002) dalam Lennon dkk. (2013) self-management didefinisikan dengan cara
yang berbeda-beda, tetapi secara umum self-management didefinisikan sebagai
kemampuan individu untuk mengatur gejala, pengobatan, konsekuensi fisik dan
psikis, dan perubahan gaya hidup dengan adanya penyakit kronik.
Tujuan dari banyaknya program self-management adalah untuk mengubah
kebiasaan dan mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi kondisi
mereka dan beradaptasi, jadi program ini dibuat untuk melatih individu terhadap
skill-skill yang mereka perlukan untuk memonitor kondisi mereka, dan
menetapkan kesehatan dan persoalan social mereka (Silva, 2011 dan Foster dkk,
2007 dalam Lennon dkk., 2013)
Banyak tinjauan, percobaan control secara random, dan studi observasi
besar menguji hasil dari dukungan self-management untuk penderita penyakit
bukti memberi kesan bahwa dukungan self-management dapat berguna bagi
perilaku dan kebiasaan seseorang, kualitas hidup, gejala klinis, dan penggunaan
fasilitas pelayanan kesehatan (The Health Foundation Inspiring Improvement,
2011).
Berbagai macam dampak yang timbul akibat stroke seperti kemampuan
fisik, emosi, dan kehidupan sosial pasien stroke tentu saja mempengaruhi peranan
sosialnya. Hal tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup
terkait kesehatan pada pasien stroke (Astrom dan Asplund, 2005 dalam Yani,
2010).
Menurut Hariandja (2013) akibat stroke yang diderita oleh seseorang, dia
menjadi tergantung pada orang lain dalam menjalankan aktivitas kehidupannya
sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dan sebagainya.
Kemandirian dan mobilitas penderita stroke menjadi berkurang atau bahkan
hilang, hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup yang dimiliki.
Berdasarkan data yang menyatakan bahwa self-management adalah suatu
program yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian untuk menguji hubungan antara kualitas hidup pasien
dengan penerapan self-management. Kualitas hidup itu sendiri diartikan sebagai
ukuran konseptual atau operasional yang sering digunakan dalam situasi penyakit
Hasil dari studi pendahuluan di Puskesmas Pisangan menyebutkan bahwa
telah terdata beberapa pasien paskastroke yang kesemuanya belum mengalami
pemulihan dengan intervensi pengobatan, pendidikan kesehatan, dan kunjungan
rumah selama tiga bulan terakhir. Hal ini dirasa perlu diteliti untuk mendapatkan
jawaban tentang sulitnya proses penyembuhan pasien paskastroke di daerah
Pisangan dan sebagainya terkait dengan self-management pasien itu sendiri.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan data yang menunjukkan bahwa angka kejiadian stroke di
Indonesia yang cukup tinggi, perlu dilakukan upaya-upaya penanganan sebagai
usaha untuk memperbaiki kualitas hidup penderita stroke dan mengurangi angka
kematian akibat stroke. Salah satu upaya untuk memenuhi hal di atas adalah
meningkatkan self-management penderita.
Berbagai macam penelitian telah membuktikan bahwa self-management
efektif untuk meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit kronik, namun
peneliti belum menemukan bukti yang serupa pada penelitian di Indonesia yang
dikhususkan pada penderita pascastroke, maka untuk membuktikan ada tidaknya
hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien pascastroke,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan
Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Paskastroke di Wilayah Puskesmas
C. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien pascastroke?
2. Bagaimana gambaran self-management yang diterapkan oleh pasien
paskastroke?
3. Bagaimana gambaran kualitas hidup pasien paskastroke?
4. Bagaimana hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien
paskastroke?
5. Bagaimana hubungan antara masing-masing domain self-management dengan
kualitas hidup pasien pascastroke?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien
paskastroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien pascastroke
b. Mengetahui gambaran self-management yang diterapkan oleh pasien
paskastroke
c. Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien paskastroke
d. Mengetahui hubungan antara self-management dengan kualitas hidup
pasien paskastroke
E. Manfaat penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai informasi dasar tentang penerapan self-management pada penderita
stroke, yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan self-management
sebagai upaya peningkatan kualitas hidup penderita stroke dan penekanan
angka kematian akibat stroke.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai masukan terhadap program penanganan penderita stroke, yaitu
menjadi landasan untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai
pentingnya self-management bagi pasien pascastroke.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai acuan untuk meneliti self-management bagi peneliti lain, sehingga
diharapkan dapat menjadi modal untuk perkembangan self-management
A. Stroke
1. Pengertian
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala
hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat
(dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian. Mekanisme vascular yang menyebabkan stroke dapat
diklasifikasikan sebagai emboli atau thrombosis dan hemoragik (Lecture,
2007).
Corwin (2011) menyatakan bahwa Cedera Vaskular Serebral (CVS),
yang sering disebut stroke atau serangan otak, adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Individu yang terutama beresiko
mengalami CVS adalah lansia dengan hipertensi, diabetes,
hiperkolesterolemia, atau penyakit jantung. Pada CVS, hipoksia serebral yang
menyebabkan cedera dan kematian sel neuron terjadi. Inflamasi, yang ditandai
dengan pelepasan sitokin proinflamasi, produksi radikal bebas oksigen, dan
pembengkakan serta edema ruang interstisial, terjadi pada kerusakan sel dan
menyebabkan situasi yang memburuk. Demikian pula, asidosis terjadi akibat
hipoksia dan mencederai otak lebih lanjut melalui aktivasi saluran ion neuron
yang mendeteksi asam. Pada akhirnya, kerusakan otak terjadi setelah CVS,
2. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke menurut Corwin (2009) dan Muttaqin (2008) adalah:
a. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik terjadi akibat adanya sumbatan arteri yang menuju
ke otak, baik sumbatan itu terjadi di pembuluh arteri serebri (thrombus)
maupun di pembuluh arteri yang menuju ke otak di area lain (embolus).
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat adanya oklusi arteri di area
otak, yang biasanya disebabkan oleh aterosklerosis berat. Seringkali
stroke ini didahului oleh TIA (Transient Ischemic Attack/ Serangan
Otak Sementara) sekali atau lebih sebelum stroke yang sebenarnya
terjadi. TIA sendiri adalah gangguan fungsi otak yang singkat akibat
hipoksia serebral dan terjadi kurang dari 24 jam.
2) Stroke Embolik
Stroke embolik terjadi akibat oklusi arteri oleh embolus
dibagian tubuh selain otak. Hal ini biasanya bersumber dari jantung
setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
b. Stroke Hemoragik
Stroke ini terjadi akibat lesi vascular intraserebrum mengalami
rupture, sehingga terjadi perdarahan di ruang subarachnoid atau langsung
ke dalam jaringan otak. Rupturnya pembuluh darah ini menyebabkan
iskemia dan hipoksia di jaringan otak. Hal ini disebabkan oleh hipertensi,
pecahnya aneurisma, atau malformasi arteriovenosa. Hemoragi dalam otak
secara signifikan meningkatkan tekanan intracranial, yang memperburuk
cedera otak yang dihasilkannya. Biasanya terjadi ketika seseorang
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
3. Dampak Stroke Pada Pasien
Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS, 2003) dalam Yani (2010), dampak yang mungkin timbul pada
pasien stroke adalah:
a. Paralisis
Paralisis dapat menyebabkan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari
seperti berjalan, berpakaian, makan, atau menggunakan kamar mandi.
Biasanya terjadi unilateral (hemiplegia) dan paralisis terjadi kontralateral
dari lesi di hemisfer otak. Beberapa pasien stroke juga mengalami
b. Defisit fungsi kognitif
Stroke dapat menimbulkan dampak pada penurunan fungsi
kognitif seperti proses berfikir, pemusatan perhatian, proses pembelajaran,
pembuatan keputusan, maupun daya ingat. Defisit fungsi kognitif yang
parah dapat menimbulkan keadaan yang disebut apraksia dan agnosia.
c. Deficit bahasa
Stroke dapat menimbulkan dampak kesulitan dalam memahami
(afasia) dan menyusun perkataan (disartria).
d. Defisit emosional
Pasien stroke dapat mengalami kesulitan dalam mengontrol emosi
mereka. Depresi sering terjadi pada pasien stroke. Depresi pascastroke
dapat menghalangi pemulihan dan rehabilitasi stroke bahkan dapat
mengarah pada percobaan bunuh diri.
e. Rasa sakit
Rasa sakit, sensasi aneh, dan rasa kebas pada pasien stroke
mungkin disebabkan banyak factor meliputi kerusakan region sensorik
otak, sendi yang kaku, atau tungkai yang lumpuh. Rasa sakit tersebut
merupakan campuran dari rasa panas, dingin, terbakar, perih, mati rasa,
dan rasa tertusuk. Rasa sakit tersebut terasa lebih parah di ekstremitas dan
Sedangkan menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki, 2012),
stroke menimbulkan dampak yang sangat besar dari segi ekonomi dan
sosial karena biaya pengobatan dan perawatan sangat tinggi, di samping
itu stroke juga menimbulkan dampak sosial akibat dari gejala sisa
sehingga penderita tidak dapat bekerja kembali seperti sediakala dan
sosialisasinya pun dapat terhambat.
4. Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke
Menurut Brass (1992) dalam Hariandja (2013) terapi yang biasa
dilakukan oleh penderita stroke antara lain adalah fisioterapi, terapi okupasi,
dan terapi wicara. Hal ini bergantung pada kebutuhan dan gejala yang dimiliki
oleh penderita stroke. Terapi tersebut dapat dilakukan satu per satu maupun
dipadukan.
Prinsip rehabilitasi menurut Harsono (1996) dalam Purwanti dan
Maliya (2008) adalah:
a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa
rehabilitasi segera dimulai sejak dokter melihat penderita untuk pertama
kalinya.
b. Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari lebih lama
dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.
c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita
d. Factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas
perawatan.
e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan
fungsi neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan yang
masih dapat diperbaiki dengan latihan.
f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan serangan
berulang.
g. Penderita stroke lebih merupakan subjek rehabilitasi dan bukannya
sekadar objek.
Adapun tahap rehabilitasi menurut Purwanti dan Maliya (2008) adalah:
a. Rehabilitasi stadium akut
Sejak awal tim rehabilitasi medic sudah diikutkan, terutama untuk
mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai
sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali
perdarahan. Sejak awal terapi wicara diikutsertakan untuk melatih
otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut. Psikolog dan
pekerja sosial medic untuk mengevaluasi status psikis dan membantu
kesulitan keluarga.
b. Rehabilitasi stadium subakut
Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai
Pada post stroke pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegi posture.
Kita berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi, stimulasi
sesuai kondisi klien.
c. Rehabilitasi stadium kronik
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini
biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga
penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog
harus lebih aktif.
Menurut Purwanti dan Maliya (2008) program rehabilitasi segera
dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72
jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan. Tindakan mobilisasi pada
perdarahan subarachnoid dimuali 2-3 minggu sesudah serangan. Latihan
gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah
kontraktur. Adapun langkah-langkah mobilisasi dalam rehabilitasi menurut
Purwanti dan Maliya (2008) ini meliputi :
a. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur.
- Berbaring terlentang
Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal
dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu
terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar
Letakkan pula bantal dibawah paha yang lumpuh dengan posisi
agak memutar kea rah dalam, lutut agak ditekuk.
- Miring ke sisi yang sehat
Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang
lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang
lumpuh diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal
bantal, lutut ditekuk.
- Miring ke sisi yang lumpuh
Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu
penderita tidak memutar secara berlebihan. Tungkai agak
ditekuk, tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang
lumpuh dengan diganjal bantal.
b. Latihan gerak sendi (range of motion)
(1) Anggota Gerak Atas
(a) Fleksi dan ekstensi
Dukung lengan dengan pergelangan tangan dan siku, angkat
lengan lurus melewati kepala klien, istirahatkan lengan
terlentang diatas kepala di tempat tidur.
(b) Abduksi dan adduksi
Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan
dari badan, biarkan lengan berputar dan berbalik sehingga
mencapai sudut 90o dari bahu.
(c) Siku fleksi dan ekstensi
Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien
sehingga lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke
depan.
(d) Pergelangan tangan
Dukung pergelangan tangan dan tangan klien dan jari-jari
dengan jari yang lain; tekuk pergelangan tangan ke depan
dan menggenggam, tekuk pergelangan tangan ke belakang
dan tegakkan jari-jari, gerakkan pergelangan tangan ke
lateral.
(e) Jari fleksi dan ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan,
tekuk semua jari sekali, luruskan semua jari sekali.
(2) Anggota gerak bawah :
(a) Pinggul fleksi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut
mengarah ke dada, tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan
lutut menekuk sedikit atau dengan toleransi klien.
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, mengangkat kaki
klien diluruskan setinggi mungkin, pegang sampai hitungan
kelima.
(c) Lutut fleksi dan ekstensi
Dukung kaki bila perlu tumit dan belakang lutut, tekuk
setinggi 90 derajat dan luruskan lutut.
(d) Jari kaki fleksi dan ekstensi
Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan
dorong semua jari ke belakang.
(e) Tumit inversi dan eversi
Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan dan
pegang telapak kaki dengan tangan yang lain, putar telapak
kaki keluar, putar telapak kaki ke dalam.
(3) Latihan duduk
Latihan di mulai dengan meninggikan letak kepala secara
bertahap untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan
pada akhirnya posisi duduk. Latihan duduk secara aktif sering
kali memerlukan alat bantu, misalnya trapeze untuk pegangan
B. Self-Management
1. Pengertian
Chronic Care Model (CCM) mendeskripsikan dukungan
self-management sebagai bantuan kolaboratif pasien dan keluarga untuk
mendapatkan kemampuan dan kemandirian guna mengatur penyakit
kronisnya, meningkatkan kesesuaian self-management dan mengkaji secara
rutin masalah dan komplikasi yang muncul (Bodenheimer dkk, 2002 dalam
Alex dkk., 2011)
Self-management diartikan sebagai sebuah penguatan bagi individu
dengan penyakit kronik sebaik cara untuk meningkatkan status kesehatan dan
mengurangi besarnya biaya perawatan kesehatan (Wilson, 2001 dalam
Chaplin dkk., tanpa tahun)
Self-management didefinisikan dalam cara yang berbeda-beda, tetapi
secara umum hal ini dideskripsikan sebagai kemampuan individu untuk
mengatur gejala-gejala, pengobatan, kensekuensi fisik dan psikis, dan
perubahan gaya hidup yang melekat pada kehidupan seseorang dengan
penyakit kronis (Barlow dkk, 2002 dalam Lennon dkk, 2013)
2. Teori-Teori Self-Management
Menurut Boger (2014) teori-teori yang menonjol yang mungkin
a. Model Perawatan Kronik (The Chronic Care Model)
Model perawatan kronik menyatakan bahwa ada 6 elemen yang
berpengaruh pada peningkatan kualitas klinis seseorang, yaitu komunitas,
system kesehatan, dukungan self-management, delivery system design,
dukungan keputusan, dan system informasi klinis (Wagner, 1998; 1999
dalam Boger, 2014).
b. Perceived Control
Kontrol perasaan didefinisikan sebagai keyakinan bahwa
seseorang dapat menentukan keadaan internal dan kebiasaan mereka
sendiri, mempengaruhi lingkungnannya, dan/atau mendatangkan tujuan
yang diharapkan (Wallston dkk, 1987 dalam Booger, 2014). Model linear
regresi menyimpulkan bahwa kotrol perasaan adalah alat prediksi paling
efektif untuk kesembuhan dan disabilitas individu secara spesifik. kontrol
perasaan mungkin penting untuk mempertahankan aktivitas fisik dan
mobilitas pada pasien pascastroke.
c. Locus of Control
Locus didikotomikan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal
(Rotter, 1966 dalam Booger, 2014). seseorang dengan internal locus
control didefinisikan sebagai seseorang yang percaya bahwa hasil atau
penguatan yang dinilai terjadi sebagai konsekuensi langsung dari tindakan
kepercayaan bahwa penguatan atau hasil adalah hasil dari kebiasaan orang
lain atau dipengaruhi oleh nasib, keberuntungan, atau kesempatan. namun
banyak keterbatasan dari teori ini dalam penerapan self-management.
d. The TransTheoretical Model of Change
Teori ini dalam hal perubahan kebiasaan digunakan untuk
mengklasifikasikan tingkatan-tingkatan yang berbeda atas kesiapan
motivasi untuk berubah (Prochaska dkk, 1992 dalam Booger 2014). The
Transtheoretical Model of Change berakar dari tugas seputar kecanduan,
namun diaplikasikan pada sejumlah kebiasaan yang relevan pada
self-management seperti peningkatan aktivitas fisik, kontrol berat badan, dan
diet (Sarkin dkk, 2001 dalam Booger, 2014), dan kepatuhan pengobatan
pada kondisi seseorang dengan penyakit kronis (Willey dkk, 2003 dalam
Booger, 2014).
e. Self-Efficacy
Self-efficacy didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang untuk
berhasil dalam situasi tertentu. teori ini berasal dari teori sosial kognitif
yang dicetuskan oleh Albert Bandura. Teori ini menganut pendapat bahwa
seseorang belajar melalui dua cara, yaitu pengalaman langsung dan model
sosial. Bandura percaya bahwa model sosial menjadi hal yang lebih
berpengaruh terhadap pembelajaran manusia, sejak kesempatan untuk
sebagai pihak yang berkontribusi atas lingkungan sekitar kehidupannya,
atau agen perubahan dan bukan sekadar produk dari lingkungannya
(Bandura, 2011 dalam Booger, 2014).
3. Self-Management Pada Pasien Pascastroke
Catalano dkk. (2003) dalam Boger (2014) menyatakan bahwa prinsip
utama dari intervensi self-management pada stroke adalah bahwa sebagai
seseorang yang meningkatkan kemampuan koping untuk menyesuaikan diri
dan mengatur kehidupan mereka pascastroke, perasaan atas control mereka,
dan peningkatan kualitas hidup.
Self-management yang menyertai stroke tampil sebagai prioritas
penelitian untuk pasien, keluarga, dan professional kesehatan di UK. Sebuah
studi konsensus terbaru berupaya untuk mengidentifikasi sepuluh prioritas
teratas untuk penelitian, tiga diantaranya yaitu koping dengan konsekuensi
jangka panjang pada stroke, manajemen fatig, dan kepercayaan diri
mengiringi stroke dengan adanya self-management (Pollock dkk., 2012 dalam
Booger, 2014).
Joice (2012) menyatakan bahwa beberapa studi menyelidiki intervensi
self-management pada stroke. Tiga percobaan control random, sebuah studi
kualitatif, dan dua program telah diidentifikasi menggambarkan beberapa tipe
Percobaan yang dilakukan oleh Watkins dkk (2007) dalam
meningkatkan motivasi untuk meningkatkan self-management pada pasien
stroke menunjukkan adanya peningkatan mood pada kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Joice, 2012).
4. Pengukuran Self-Management Pada Pasien Pascastroke
Pengukuruan Self-Management ini menggunakan Stroke
Self-Management Questionnaire, yang setiap item di dalamnya bisa dideskripsikan
sebagai sebuah attitude, behaviour, atau skill yang menyediakan informasi
tentang kompetensi self-management seorang individu. Adapun kuesioner ini
mengukur empat domain dari penderita pascastroke, yaitu kapasitas,
kepercayaan diri dalam berinteraksi, strategi, dan bimbingan oleh professional
kesehatan. Berikut ini adalah penjelasannya:
a. Kapasitas diartikan sebagai indikator pengaruh dari perburukan dan
kemunduruan pada self-management. Berisi komponen tentang
pengetahuan kesehatan, kelumpuhan, dan ketetapan hati.
b. Kepercayaan diri dalam berinteraksi diartikan sebagai indikator
kepercayaan diri dan kemampuan individu untuk berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan, dan kepercayaan diri dalam merespon tenaga kesehatan
untuk menyesuaikan kebutuhan self-management. Berisi komponen
tentang komunikasi dengan professional kesehatan dan pengetahuan
c. Bimbingan oleh professional kesehatan diartikan sebagai indikator
kepercayaan pada informasi yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan
untuk menerapkan self-management. Berisi komponen tentang persepsi
atas tanggung jawab self-management.
d. Strategi diartikan sebagai indikator kesiapan dan kemampuan individu
untuk memerankan strategi self-management. Berisi komponen tentang
kesiapan untuk menerapkan self-management dan kemampuan
self-management.
C. Kualitas Hidup
1. Pengertian
Kualitas hidup adalah ukuran konseptual atau operasional yang sering
digunakan dalam situasi penyakit kronik sebagai cara untuk menilai dampak
terapi pada pasien. Pengukuran konseptual mencakup kesejahteraan, kualitas
kelangsungan hidup, kemampuan seseorang untuk secara mandiri melakukan
kegiatan sehari-hari (Montazeri dkk., 1996 dalam Brooker, 2008)
Kualitas hidup dapat menjadi istilah yang umum untuk menyatakan
status kesehatan, meskipun istilah ini juga memiliki makna khusus yang
memungkinkan penentuan ranking penduduk menurut aspek objektif maupun
subjektif pada status kesehatan mereka. Kualitas hidup yang berkaitan dengan
kesehatan (HQL, health-related quality of life) mencakup keterbatasan
kesejahteraan fisik, mental, serta spiritual. HQL dapat digunakan sebagai
sebuah ukuran integratif yang menyatukan mortalitas dan morbiditas, serta
merupakan indeks berbagai unsur yang meliputi kematian, morbiditas,
keterbatasan fungsional, serta keadaan sehat sejahtera (Gybney dkk, 2008).
2. Kualitas Hidup Pasien Pascastroke
Wyller dkk. (1998) melaporkan penelitiannya bahwa pasien stroke
mempunyai kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan kelompok control (Yani, 2010). Astrom M dan
Asplund K, 2005 dalam Yani, 2010 juga menyatakan bahwa stroke
mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan fisik, emosi, dan kehidupan
sosial. Hal tersebut memberikan pengaruh besar terhadap kualitas hidup
terkait kesehatan pada pasien stroke.
Niemi dkk. (1988) melakukan penelitian terhadap 46 pasien empat
tahun pascastroke tentang kualitas hidupnya, dari hasil penelitiannya
sebanyak 89% dari keseluruhan responden tidak mempunyai kualitas hidup
sebaik saat sebelum mereka terkena stroke, meskipun mereka sudah dalam
keadaan penyembuhan yang baik.
Ahlsio dkk. (1984) juga meneliti kualitas hidup pasien pascastroke
selama dua tahun. Dari 96 pasien yang mereka teliti, 23% diantaranya pernah
mengalami stroke berulang dan 27% lainnya akhirnya meninggal dunia.
ada peningkatan selama dua tahun. Penurunan kualitas hidup ini lebih
dominan dirasakan oleh pasien yang bergantung dalam melakukan ADL-nya.
Penurunan kualitas hidup pada pasien pascastroke menjadi hal yang
wajar karena banyaknya masalah yang timbul akibat stroke. Adapun
masalah-masalah yang sangat mempengaruhi kualitas hidup tersebut adalah spastisitas
dan kontraktur, nyeri, kesulitan dalam mobilitas, ketergantungan dalam ADL,
masalah sosial, dan masalah psikologis (Nurwahyuni, 1999).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Pascastroke
Larsen dkk. (2005) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul “Factors Influencing Stroke Survivors Quality of Life During Subacute
Recovery” bahwa factor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
pasca stroke adalah umur, gender, level pendidikan, tipe stroke, tangan
dominan, penurunan fungsi motoric ekstremitas atas, dan komorbiditas.
Dengan umur dan gender sebagai pengaruh yang kuat, yakni orang yang
berumur lebih tua cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah dibanding
orang yang lebih muda, demikian juga laki-laki cenderung memiliki kualitas
hidup yang rendah dibanding perempuan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kwon dkk. (2006),
mereka menyatakan bahwa kualitas hidup pasien pascastroke tidak
berhubungan dengan umur, gender, level pendidikan, status pernikahan, dan
lesi, atau subtype stroke. Namun yang mempengaruhi kualitas hidup pada
pasien stroke menurut mereka adalah adanya depresi, central poststroke pain
(CPSP), ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari, disfungsi motoric, status
ekonomi rendah, dan tidak bekerja. Ketergantungan dalam aktivitas
sehari-hari dan disfungsi motoric juga telah dibuktikan mempengaruhi kualitas hidup
pasien pascastroke pada penelitian sebelumnya (Kwon dkk., 2006).
Sedangkan Kim dkk. (2005) membedakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien pascastroke pada tingkatan umur muda
dan tua. Mereka menyatakan bahwa pada penderita stroke usia muda, kualitas
hidupnya dipengaruhi oleh disfungsi motoric, afasia, disartria, disfagia, dan
tidak bekerja. Pengguna alkohol dilihat mempunyai kualitas hidup yang lebih
tinggi pada usia muda.
Pada penderita stroke yang berusia lanjut, kualitas hidupnya
dipengaruhi oleh status ekonomi yang rendah, tidak bekerja, stroke
supratentorial, disfungsi motoric, stroke sirkulasi anterior, adanya diabetes
mellitus, afasia, disartria, disfagia, defek lapang pandang, kejang poststroke,
dan depresi. Sedangkan pengkonsumsi rokok dan alkohol dilihat mempunyai
kualitas hidup yang lebih tinggi (Kim dkk., 2005).
4. Domain Pengukuran Kualitas Hidup
Berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh Williams dkk (1999)
menginterview 34 pasien stroke untuk mengidentifikasi domain umum yang
mempengaruhi kuesioner kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke.
Selama 1-6 bulan interview (setelah stroke), mereka ditanya tentang 3 area
yang hampir selalu dipengaruhi oleh stroke mereka. Tiga kumpulan respon ini
akhirnya dikembangkan dalam skala likert 5-poin, yaitu:
a. Jumlah bantuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas spesifik, berkisar
dari tanpa bantuan sampai bantuan total
b. Jumlah hambatan yang dialami ketika mencoba melakukan suatu tugas,
berkisar antara tidak dapat melakukan sama sekali sampai tidak ada
hambatan sama sekali.
c. Derajat persetujuan dengan pernyataan berhubungan dengan fungsional
mereka, berkisar dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.
Setelah melakukan beberapa kali uji validitas, reliabilitas, dan
responsivitas, didapatkan kesimpulan akhir dari domain kuesioner kualitas
hidup khusus stroke sebanyak 12 domain, yaitu kekuatan, peran keluarga
(didefinisikan sebagai kebutuhan pasien dalam melakukan pekerjaan terhadap
keluarga), bahasa, mobilisasi, mood, personality, self-care, peran sosial
(didefinisikan sebagai hubungan dan aktivitas pasien dengan teman di luar
rumah), pemikiran, fungsi ekstremitas atas, penglihatan, dan produktivitas
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Kerangka Teori ini berdasarkan Corwin (2009), NINDS (2003), Boger (2014), dan Larsen, dkk (2005) Gangguan pembuluh
darah otak:
1. Trombotik 2. Embolik 3. Hemoragik
Stroke Akibat :
1. Paralisis 2. Deficit fungsi
kognitif
3. Deficit bahasa
4. Deficit emosional
5. Rasa sakit Kualitas Hidup
Factor lain yang mempengaruhi SSQOL :
Umur, gender, tingkat pendidikan, tipe stroke, fungsi motoric ekstremitas atas, dan komorbiditas) Self-Managem ent Meningkatkan kemampuan koping
untuk mengatur kehidupan, perasaan control diri, dan kualitas hidup pada penderita penyakit kronik (stroke).
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini mengkaji dua variabel, 1 variabel bebas (independen) dan
satu variabel terikat (dependen). Variabel bebas adalah variabel yang bisa
dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya
terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang
nilainya ditentukan oleh variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah self management, sedangkan variabel terikatnya adalah kualitas hidup,
yang diuji pada pasien paskastroke.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Self -Management
Kualitas Hidup Pasien Pascastroke
B. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Ho = tidak ada hubungan signifikan antara self-management dengan kualitas
hidup pasien paskastroke
b. H1 = ada hubungan signifikan antara self-management dengan kualitas hidup
pasien paskastroke.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variabel-variabel
penelitian menjadi bersifat operasional. Definisi dari operasional menjadikan
konsep yang masih abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional
Cara
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Ukur 1.
Self-management
Kemampuan pengaturan diri individu untuk menghadapi kondisi penyakit kronis. Mengisi kuesioner
Kuesioner yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan 6 pilihan jawaban:
1. Selalu benar 2. Sering benar
3. Kadang-kadang benar 4. Kadang-kadang salah 5. Sering salah
6. Selalu salah
Pertanyaan nomor 1-8 adalah pertanyaan dengan domain kapasitas, nomor 9-12 adalah domain kepercayaan diri dalam berinteraksi, nomor 13-19 adalah domain strategi, dan nomor 20-25 adalah domain bimbingan professional kesehatan
Pada analisis univariat:
1. Baik = lebih dari mean (>94,2)
2. Kurang Baik = kurang dari mean (<94,2)
Pada analisis bivariat:
Jumlah poin berdasarkan pilihan jawaban, yang berkisar antara 25-150. Ordinal (pada analisis univariat) Interval (pada analisis bivariat)
2. Kualitas Hidup Pasien Paskastroke Ukuran kesejahteraan seseorang dengan penyakit kronis Mengisi kuesioner
Kuesioner SSQOL (Stroke Specific Quality Of Life) yang terdiri dari 72 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban:
Pada analisis univariat :
1. Baik = lebih dari median
No. Variabel Definisi Operasional
Cara
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Ukur yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
1. Sangat setuju 2. Setuju
3. Kadang setuju kadang tidak 4. Tidak setuju
5. Sangat tidak setuju
Pertanyaan nomor 1-4 adalah domain kekuatan, nomor 5-7, 29-31, 42, dan 43 adalah domain peran dalam keluarga, nomor 44-46 adalah domain bahasa, nomor 32-34, 47-5 adalah domain mobilitas, nomor 8-14 adalah domain mood, nomor 15-18 adalah domain kepribadian, nomor 35-39, 56-58 adalah domain perawatan diri, nomor 19-24 dan 59 adalah domain peran dalam sosial, nomor 25-28 adalah domain pemikiran, nomor 40, 41, dan 60-65 adalah domain fungsi ekstremitas atas, nomor 66-69 adalah domain penglihatan, dan nomor 70-72 adalah domain produktivitas.
(>188,5)
2. Kurang Baik = kurang dari median (<188,5)
Jumlah poin berdasarkan pilihan jawaban, yang berkisar antara 72-360
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain korelatif dan menggunakan pendekatan cross
sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah cakupan Puskesmas Pisangan, yaitu di
Kelurahan Pisangan dan Cirendeu, Tangerang Selatan.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2015.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi yang dijadikan pengamatan dalam penelitian ini adalah sekumpulan
pasien paskastroke yang tinggal di Kelurahan Pisangan dan Cirendeu yang
berada di komunitas.
2. Sampel
Sampel yang diamati dalam penelitian ini adalah pasien pascastroke yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Pisangan, yang dipilih secara accidental,
dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Penderita yang masih dapat berkomunikasi dengan baik
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga macam instrumen yaitu kuesioner
SSQOL (Stroke-Spesific Quality Of Life), kuesioner SSMQ (Stroke
Self-Management Questionnaire), dan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyan
tentang karakteristik responden. SSQOL memuat 12 domain dengan 72
pertanyaan dan 5 pilihan jawaban, SSMQ terdiri dari 4 domain dengan 25
pertanyan dan 6 pilihan jawaban. Sedangkan kuesioner karakteristik responden
memuat 9 pertanyaan.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah ada
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap
tidak relevan. Pengujiannya dilakukan secara statistic, yang dapat dilakukan
secara manual atau dukungan komputer (Umar, 2011).
Setelah dinyatakan valid oleh pembuat kuesioner, berdasarkan uji
validitas yang dia lakukan di luar negeri, kedua kuesioner ini diuji
validitasnya kembali untuk memastikan bahwa kuesioner ini juga valid jika
digunakan di Indonesia. Adapun responden yang diikutsertakan dalam uji
validitas dan reliabilitas ini sejumlah 20 orang, yaitu penderita stroke yang
berada dalam wilayah cakupan Puskesmas Ciputat Timur. Hasil uji validitas
terhadap kuesioner SSMQ (Stroke Self-Management Questinnaire) dan
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Kuesioner SSMQ
No. R hitung No. R hitung No. R hitung No. R hitung
1 0,326 8 0,769 15 0,366 22 0,572
2 0,379 9 0,452 16 0,608 23 0,015
3 0,710 10 0,361 17 0,483 24 0,081
4 0,828 11 0,737 18 0,784 25 0,230
5 0,574 12 0,121 19 0,404 26 0,633
6 0,377 13 0,489 20 0,637 27 0,372
7 0,348 14 0,121 21 0,384 28 0,301
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Kuesioner SSQOL
No. R
hitung
No. R
hitung
No. R
hitung
No. R
hitung
No. R
hitung
1 0,753 17 0,466 33 0,753 49 0,275 65 0,382
2 0,623 18 0,368 34 0,567 50 0,235 66 0,741
3 0,678 19 0,437 35 0,666 51 0,294 67 0,478
4 0,731 20 0,610 36 0,666 52 0,593 68 0,676
5 0,557 21 0,705 37 0,376 53 0,581 69 0,714
6 0,519 22 0,382 38 0,478 54 0,533 70 0,290
7 0,534 23 0,396 39 0,655 55 0,591 71 0,728
8 0,202 24 0,188 40 0,512 56 0,633 72 0,453
9 0,477 25 0,308 41 0,610 57 0,787 73 0,652
10 0,037 26 0,041 42 0,675 58 0,751 74 0,537
11 0,419 27 0,479 43 0,742 59 0,720 75 0,778
12 0,324 28 0,323 44 0,609 60 0,787 76 0,845
13 0,696 29 0,470 45 0,145 61 0,447 77 0,766
14 0,499 30 0,836 46 0,138 62 0,552 78 0,714
15 0,225 31 0,761 47 0,390 63 0,552 16 0,407 32 0,760 48 0,561 64 0,715
Setelah dilakukan uji validitas ulang, ternyata ada beberapa pertanyaan
dari kedua kuesioner ini yang tidak valid. Dari SSMQ 15 poin tidak valid,
(Santoso, 2006 ). Sedangkan r tabel dari uji validitas ini adalah 0,444
(pps.unud.ac.id). Maka usaha selanjutnya untuk memperbaiki kuesioner
adalah dengan melakukan content validity, yaitu menguji kelayakan atau
relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau
melalui expert judgement (penilaian ahli) (Hendryadi, 2014). Hal ini
dilakukan karena kuesioner asli berbahasa Inggris, sedangkan peneliti
menggunakan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia, maka untuk
memastikan bahwa redaksi kuesioner dalam Bahasa Indonesia sesuai
dengan maksud pembuat kuesioner yang berbahasa Inggris, kuesioner ini
diperbaiki dengan metode content validity oleh ahlinya.
Content validity ini dilakukan oleh 3 orang ahli, yang menyimpulkan
bahwa dari 15 poin yang tidak valid dari SSMQ, 12 poin diperbaiki dan 3
poin dihapus. Sedangkan 23 poin yang tidak valid dari SSQOL, 17 poin
diperbaiki dan 6 poin dihapus.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah
alat ukur yang digunakan sudah cukup akurat, stabil, dan konsisten jika
digunakan dalam pengukuran (Bahri dan Zamzam, 2014). Sama seperti
validitas instrument yang diuji kembali, reliabilitas instrumen juga diuji
kembali untuk memastikan reliabilitasnya jika digunakan di Indonesia.
Adapun hasil uji reliabilitas pada kuesioner SSMQ dan SSQOL adalah
Tabel 4.3
Hasil Uji Realibilitas Kuesioner SSMQ
No. Skor Cronbach‟s Alpha No. Skor Cronbach‟s Alpha No. Skor Cronbach‟s Alpha No. Skor Cronbach‟s Alpha
1 0,773 8 0,749 15 0,770 22 0,758
2 0,769 9 0,814 16 0,754 23 0,791
3 0,747 10 0,771 17 0,765 24 0,793
4 0,740 11 0,747 18 0,743 25 0,775
5 0,758 12 0,776 19 0,768 26 0,753
6 0,774 13 0,764 20 0,754 27 0,808
7 0,772 14 0,777 21 0,769 28 0,773
Tabel 4.4
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner SSQOL
No. Skor Cronb ach‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha
1 0,966 17 0,966 33 0,965 49 0,966 65 0,966
2 0,966 18 0,966 34 0,965 50 0,967 66 0,967
3 0,966 19 0,966 35 0,966 51 0,967 67 0,966
4 0,966 20 0,966 36 0,966 52 0,967 68 0,966
5 0,966 21 0,966 37 0,966 53 0,966 69 0,966
6 0,966 22 0,966 38 0,966 54 0,966 70 0,966
7 0,966 23 0,966 39 0,966 55 0,966 71 0,967
8 0,967 24 0,967 40 0,966 56 0,966 72 0,966
9 0,966 25 0,967 41 0,966 57 0,966 73 0,966
10 0,967 26 0,967 42 0,966 58 0,965 74 0,966
11 0,966 27 0,966 43 0,966 59 0,966 75 0,966
12 0,966 28 0,967 44 0,966 60 0,966 76 0,966
13 0,966 29 0,967 45 0,966 61 0,966 77 0,965
14 0,966 30 0,965 46 0,967 62 0,966 78 0,966
15 0,967 31 0,965 47 0,967 63 0,966
16 0,966 32 0,965 48 0,966 64 0,966
Menurut Gilford dan Spearman Brown dalam Bahri dan Zamzam
dari 0,6, dan dianggap sangat reliable jika skornya melebihi 0,8. Sedangkan
menurut Sugiyono (2007) dalam Bahri dan Zamzam (2014), alat ukur
dianggap reliable jika skornya melebihi 0,7. Skor reliabilitas dari
keseluruhan item SSMQ adalah >0,7 dan SSQOL >0,9, maka semua item
SSMQ sudah cukup reliable untuk dijadikan alat ukur, sedangkan semua
item SSQOL sudah sangat reliable.
F. Tahapan Pengambilan Data 1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
mengisi kuesioner. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Peneliti meminta izin kepada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan untuk melakukan
penelitian.
b. Peneliti menemui kader posbindu untuk mencari data pasien
pascastroke.
c. Peneliti meminta izin kepada Kepala Kelurahan dan Puskesmas untuk
melakukan penelitian pada warga di kelurahan terkait.
d. Peneliti menemui responden dan mengenalkan diri kepada responden.
e. Peneliti memberi penjelasan singkat tentang maksud dan tujuan
penelitian kepada responden penelitian. Bila responden setuju, maka
f. Setelah mendapat persetujuan dari responden, peneliti membacakan
pertanyaan-pertanyan dan mengisikan jawaban pada kuesioner.
g. Lembar kuesioner selanjutnya akan diolah dan dianalisa.
2. Metode Pengolahan Data
Menurut Imron dan Munif (2009) ada 3 cara dalam pengolahan data, yaitu:
a. Memeriksa Data (Editing)
Langkah pertama dalam pengolahan data adalah pemeriksaan
(editing), yaitu memeriksa data hasil pengumpulan data yang berupa
daftar pertanyaan, kartu, buku register, dan lain-lain. Kegiatan
pemeriksaan ini meliputi perhitungan dan penjumlahan serta koreksi.
b. Memberi kode (Coding)
Setelah diperiksa, data perlu dikoding untuk memudahkan dalam
pengolahan. Pengkodingan ini dilakukan dengan cara menyederhanakan
data hasil penelitian agar lebih mudah diolah.
c. Tabulasi Data (Tabulating)
Tabulasi data yaitu kegiatan menyusun dan mengorganisir data
sedemikian rupa, sehingga akan dapat dengan mudah untuk dilakukan
G. Teknik Analisis Data
Imron dan Munif (2009) menyatakan bahwa analisis data dilakukan mulai
dari yang sangat sederhana, kemudian melangkah menuju suatu analisis yang
lebih sulit dan rumit. Macam-macam analisisnya yaitu :
1. Analisis Univariat
Teknik ini dilakukan terhadap setiap variabel hasil dari penelitian.
Hasil dari analisis ini berupa distribusi frekuensi, tendensi sentral, ukuran
penyebaran maupun presentase dari setiap variabel, ataupun dengan melihat
gambaran histogram dari variabel tersebut. Dengan menggunakan analisis
univariat ini dapat diketahui apakah konsep yang kita ukur tersebut sudah siap
untuk dianalisis serta dapat dilihat gambaran secara rinci, untuk kemudian
disiapkan kembali ukuran dan bentuk konsep yang akan digunakan dalam
analisis berikutnya (Imron dan Munif, 2009).
Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
gambaran karakteristik responden, analisis gambaran self-management, dan
analisis gambaran kualitas hidup. Analisis gambaran karakteristik responden
mengunakan analisa deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dari
masing-masing karakteristik. Sedangkan analisa gambaran self-management
dan kualitas hidup, yang awalnya berupa data numeric, diubah sementara ke
dalam skala nominal untuk mempermudah penggambaran dan selanjutnya
[image:55.612.119.536.146.526.2]Model analisis ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan
antar variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Hubungan
tersebut yang terjadi mempunyai 3 kemungkinan, yaitu:
a. Ada hubungan tetapi sifatnya simetris, tidak saling mempengaruhi
b. Saling mempengaruhi antara dua variabel
c. Sebuah variabel mempengaruhi variabel lain (Imron dan Munif, 2009 dan
Lapau, 2012)
Uji bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji untuk
menentukan hubungan self-management dengan kualitas hidup dan hubungan
masing-masing domain self-management dengan kualitas hidup. Hasil uji
normalitas menunjukan bahwa data dari salah satu variabel yang didapat tidak
terdistribusi secara normal, maka analisis bivariat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji korelasi spearman, yaitu uji yang digunakan untuk
dua variabel numerik korelatif (Dharma, 2011).
H. Etika Penelitian
Menurut Nursalam (2008), secara umum prinsip etika dalam
penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip
manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Adapun etika
yang diterapkan dalam penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu:
Peneliti akan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden kepada calon responden sebelum dilakukan penelitian. Jika calon
responden setuju untuk menjadi responden, maka penelitian baru bisa
dilakukan.
b. Informed consent
Peneliti akan menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan,
tujuan dan manfaatnya, kemudian tentang cara penelitiannya. Peneliti harus
memastikan responden memahami tentang penelitian baru penelitian dapat
dilaksanakan.
c. Hak untuk dijaga kerahasiaannya.
Peneliti tidak akan mencantumkan nama asli pada lembar kuesioner
A. Analisis Karakteristik Responden Penelitian (Pasien Pascastroke di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat)
1. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin digambarkan pada tabel
[image:58.612.115.530.145.504.2]berikut.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 17 56,7%
Perempuan 13 43,3%
Total 30 100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden
penderita stroke adalah laki-laki, yaitu sebesar 56,7%, sedangkan responden
perempuan tidak berbeda jauh jumlahnya, yaitu sebesar 53,3%.
2. Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia ini dikategorikan menjadi <60 tahun
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Usia Responden
Usia Frekuensi Presentase
<60 tahun 14 46,7%
>60 tahun 16 53,3%
Total 30 100%
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa responden paling banyak berumur
60 tahun ke atas, yaitu sebanyak 53,3%, sedangkan responden yang berumur
dibawah 60 tahun tidak jauh berbeda jumlahnya, yaitu sebesar 46,7%.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh sebagian besar responden adalah SD,
yaitu sejumlah 12 orang. Selebihnya digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase
Tidak sekolah 7 23,33%
SD 12 40%
SMP 0 0%
SMA 10 33,33%
Perguruan Tinggi 1 3,33%
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
merupakan lulusan SD, yaitu sebesar 40%, selanjutnya yang terbanyak kedua
adalah lulusan SMA, dengan nilai 33,33%. Responden yang tidak bersekolah
sebesar 23,33%, sedangkan lulusan Perguruan Tinggi hanya satu orang yang
berarti sebesar 3,33% dari total responden. Tidak ada responden yang
pendidikan terakhirnya adalah SMP.
4. Status Pekerjaan
Status pekerjaan responden dibagi menjadi bekerja dan tidak bekerja,
[image:60.612.117.529.153.503.2]penjabarannya ada dalam tabel berikut.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden
Status Pekerjaan Frekuensi Presentase
Bekerja 2 6,7%
Tidak Bekerja 28 93,3%
Total 30 100%
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hampir semua responden tidak
bekerja, yang mempunyai presentase sebesar 93,3%, sedangkan responden
yang bekerja hanya dua orang, yang jika dipresentasikan mempunyai nilai
5. Jenis Stroke
Sebagian besar penderita stroke yang menjadi responden penelitian
menderita stroke jenis iskemik, yaitu sebanyak 27 orang, sedangkan 3 lainnya
[image:61.612.117.532.136.644.2]menderita stroke jenis hemoragic.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Jenis Stroke Responden
Jenis Stroke Frekuensi Presentase
Hemoragic 3 10%
Iskemik 27 90%
Total 30 100%
6. Jumlah Serangan
Jumlah serangan stroke yang dialami responden dibagi menjadi sekali,
dua kali, dan lebih dari dua kali. Penjabaran frekuensi dan presentasenya ada
dalam tabel berikut.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Jumlah Serangan Stroke Responden
Jumlah Serangan Frekuensi Presentase
Sekali 19 63,33%
Dua kali 4 13,33%
Lebih dari dua kali 7 23,33%
Tabel tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar responden
mengalami serangan stroke hanya sekali, yaitu sebesar 19 orang atau 63,33%
dari keseluruhan responden. Responden yang mengalami serangan dua kali
sebanyak 13,33%, sedangkan yang mengalami serangan lebih dari dua kali
sebanyak 23,33% dari total responden.
7. Fungsi Ekstremitas Atas
Sebagian besar responden mengalami kelumpuhan pada tangan, baik
tangan kanan atau kiri, sedangkan sebagian lainnya mengalami gangguan saja,
seperti kesemutan dan kaku. Sebagian kecil lagi dari responden tidak
[image:62.612.118.532.139.583.2]mengalami gangguan pada tangan.
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Fungsi Ekstremitas Atas Responden Fungsi Ekstremitas
Atas Frekuensi Presentase
Ada kelumpuhan kanan 7 23,3%
Ada kelumpuhan kiri 9 30%
Hanya gangguan 6 20%
Tanpa gangguan 8 26,7%
Total 30 100%
Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa responden yang mengalami
kelumpuhan pada tangan lebih banyak daripada yang hanya mengalami
gangguan pada tangan dan tanpa gangguan secara berurutan presentasenya
adalah 20% dan 26,7%.
8. Ada Tidaknya Penyakit Penyerta
Responden penelitian ada yang mempunyai penyakit penyerta stroke,
ada juga yang tidak. Penyakit penyerta yang dialami oleh responden antara
lain adalah diabetes, penyakit jantung, rheumatic, dan lain sebagainya.
[image:63.612.116.531.109.652.2]Selengkapnya dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Ada Tidaknya Penyakit Penyerta Status penyakit
penyerta Frekuensi Presentase
Tidak ada 13 43,3%
Ada
1. Hipertensi 2. Diabetes
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai
penyakit penyerta lebih banyak daripada responden yang tidak mempunyai
penyakit penyerta, dengan perbandingan 53,7% : 46,3%. Adapun penyakit
penyerta yang diderita bermacam-macam sesuai tabel di atas. Sebagian
responden hanya mempunyai satu penyakit penyerta, namun beberapa
responden lainnya mempunyai penyakit penyerta lebih dari satu,
B. Analisis Univariat (Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke)
Hasil analisis univariat tentang gambaran self-management pasien
pascastroke di wilayah kerja Puskesmas Pisangan yang menggunakan Kuesioner
Self-Management Khusus Stroke adalah sebagai berikut. Untuk memudahkan
penggambaran, penulis menggunakan pengkategorian untuk menjelaskan hasil
penelitian.
Tabel 5.9
Analisis Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke Self-management Frekuensi Presentase
Baik 13 43%
Kurang Baik 17 57%
Total 30 100%
Tabel tersebut menjelaskan bahwa jumlah responden yang memiliki
self