• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewarganegaraan Republik Indonesia Dan Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewarganegaraan Republik Indonesia Dan Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2006"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 2006

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

080200272

MIRZA FIRMANSYAH

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

(2)

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 2006 SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

080200272

MIRZA FIRMANSYAH

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

NIP:195810071986011002 Armansyah, SH, MH

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Armansyah, SH, MH

NIP:195810071986011002 NIP:19590813198031002

Edy Muria, SH, MH

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

(3)

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 2006 Mirza Firmansyah (*)

Armansyah SH, MH (**) Edi Murya SH, MH (***)

ABSTRAKSI

Warga negara adalah salah satu unsur konstitutif dalam berdirinya sebuah negara. Oleh sebab itu tiap-tiap negara didalam konstitusinya mengatur siapa yang menjadi warga negaranya, dan di Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 menerangkan siapa yang menjadi warga negara Indonesia yang kemudian diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan yang telah beberapa kali diganti karena menyesuaikan seiring adanya perubahan terhadap Undang Undang Dasar 1945, dan yang berlaku sekarang adalah Undang Undang Kewarganegaraan No.12 Tahun 2006. Setiap warga negara diberikan status kewarganegaan oleh negara . Kewarganegaraan menurut Undang-Undang No 12 Tahun 2006 adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Pada dasarnya status suatu kewarganegaraan seseorang memiliki dua aspek yaitu aspek hukum dan aspek sosial, di mana kedua aspek tersebut menimbulkan hubungan timbal balik antara negara dengan warganegaranya yaitu timbulnya hak dan kewajiban.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaturan peraturan tentang kewarganegaraan yang pernah berlaku di Indonesia.Untuk mengetahui apa yang menjadi Hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia.Untuk megetahui Pengaturan kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan peraturan Undang-undang No.12 tahun 2006.

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu metode yang meneliti peraturan peraturan hukum yang berlaku,adapun bentuk penulisan bersifat deskiptif sedangkan analisis data diperoleh berdasarkan studi kepustakaan.

Dari hasil penulisan dijelaskan permasalahan,dan pelaksanaan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia. yang terdiri dari pemberian kewarganegaraan secara langsung dan tidak langsung ,kehilangan kewarganegaraan dan cara memperoleh kewarganegaraan yang hilang dan sanksi terhadap pelanggaran Undang-Undang No 12 Tahun 2006.

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan, ketekunan kepada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan judul Kewarganegaraan Republik Indonesia Dan Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2006.

Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan baik dalam substansi maupun sistematika penyajiannya, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan lebih lanjut.

Dalam proses perkuliahan hingga proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah mendukung penulis dalam studi selama ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan ini penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat:

(5)

Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU,

Bapak Syarifudin, SH,MH,DFM Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU,

Bapak Muhammad Husni, SH,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU,

2. Bapak Armansyah, SH,MH, selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum USU sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, 3. Bapak Edy Murya, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah

membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, 4. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, selaku Dosen Pembimbing Akademik 5. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh

dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi,

6. Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang tercinta ayahanda Drs.H. Zainal Arifin, Ak dan yang tersayang Almarhumah Mama (12 Maret 2013) Hj.Rosfa Eliza yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, menasehati dan mendoakan tiada hentinya untuk kesuksesan penulis,

(6)

mendoakan, membantu, memberi masukan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

8. Seluruh rekan-rekan satu stambuk 2008 khususnya rekan-rekan jurusan Hukum Tata Negara yang selama ini menjadi mitra diskusi dalam perkualiahan di Fakultas Hukum USU,

Ucapan yang teramat Istimewa buat kamu yang spesial Risa Yuni Darwilis, SE yang selama ini telah menemani, mendoakan , dan selalu mendukung penulis

Dengan kerendahan hati penulis berharap kiranya skripsi ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi segenap masyarakat dan siapa saja yang membutuhkan informasi sehubungan dengan materi skripsi ini. Namun disadari masih ada kekurangan dan belum sempurna substansinya oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikannya.

Akhirnya, satu babak dalam perjalanan hidup ini sudah tercapai. Semoga menjadi titik awal jalan baru yang ditempuh dalam nenuju kesuksesan. Amin.

Perbaungan, Maret 2013

(7)

DAFTAR ISI

G.Sistematika Penulisan ... 24

BAB II PENGATURAN TENTANG KEWARGANEGARAAN INDONESIA ... 26

A. UU No.3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara dan PendudukIndonesia (Warga Negara Indonesia Pada Awal Kemerdekaan) ... 27

B. UU No.62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan UU No.3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 UU No.62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ... 33

(1). Penetapan Kewarganegaraan Republik Indonesia Bagi Penduduk Irian Barat ... 43

C. UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ... 45

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA ... 51

A. Hubungan Antara Warga Negara Indonesia Dengan Negara ... 51

B. Hak Warga Negara Indonesia Dalam Ketatanegaraan Indonesia ... 53

(1) ... Stat us WNI “Orang Indonesia Asli” dalam Kaitannya Dengan Hak –Hak Berpolitik ... 63

C. Kewajiban Warga Negara Indonesia Dalam Ketatanegaraan Indonesia ... 67

BAB IV KEWARGANEGARAAN DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN UU NO.12 TAHUN 2006 ... 75

A. Kewarganegaraan Indonesia ... 75

(8)

(2) Kewarganegaraan Melalui Pewarganegaraan ... 79

B. Kehilangan dan Perolehan Kembali Kewarganegaraan Indonesia ... 97

(1) ... Keh ilangan Kewarganegaraan Indonesia... 98

(2) ... Per olehan Kembali Kewarganegaraan Indonesia Yang Hilang ... 100

C. Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran UU No 12 Tahun 2006 ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

(9)

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 2006 Mirza Firmansyah (*)

Armansyah SH, MH (**) Edi Murya SH, MH (***)

ABSTRAKSI

Warga negara adalah salah satu unsur konstitutif dalam berdirinya sebuah negara. Oleh sebab itu tiap-tiap negara didalam konstitusinya mengatur siapa yang menjadi warga negaranya, dan di Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 menerangkan siapa yang menjadi warga negara Indonesia yang kemudian diamanatkan dalam ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan yang telah beberapa kali diganti karena menyesuaikan seiring adanya perubahan terhadap Undang Undang Dasar 1945, dan yang berlaku sekarang adalah Undang Undang Kewarganegaraan No.12 Tahun 2006. Setiap warga negara diberikan status kewarganegaan oleh negara . Kewarganegaraan menurut Undang-Undang No 12 Tahun 2006 adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Pada dasarnya status suatu kewarganegaraan seseorang memiliki dua aspek yaitu aspek hukum dan aspek sosial, di mana kedua aspek tersebut menimbulkan hubungan timbal balik antara negara dengan warganegaranya yaitu timbulnya hak dan kewajiban.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaturan peraturan tentang kewarganegaraan yang pernah berlaku di Indonesia.Untuk mengetahui apa yang menjadi Hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia.Untuk megetahui Pengaturan kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan peraturan Undang-undang No.12 tahun 2006.

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu metode yang meneliti peraturan peraturan hukum yang berlaku,adapun bentuk penulisan bersifat deskiptif sedangkan analisis data diperoleh berdasarkan studi kepustakaan.

Dari hasil penulisan dijelaskan permasalahan,dan pelaksanaan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia. yang terdiri dari pemberian kewarganegaraan secara langsung dan tidak langsung ,kehilangan kewarganegaraan dan cara memperoleh kewarganegaraan yang hilang dan sanksi terhadap pelanggaran Undang-Undang No 12 Tahun 2006.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk memenuhi kriteria dari sebuah negara. Penduduk atau Penghuni suatu wilayah negara merupakan semua orang yang pada suatu waktu mendiami wilayah negara1

Penduduk yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari warga negara (staatsburgers), dan orang asing. Menurut Soepomo,

. Mereka secara sosiologis lazim dinamakan dengan Rakyat dari negara tersebut, yaitu sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan bersama sama mendiami suatu wilayah tertentu.

2

Tahun 2010 dilakukan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 237.641.326 jiwa

Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara Sah artinya, tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan. Selain penduduk dalam satu wilayah negara ada orang lain yang bukan penduduk (niet-ingezetenen), misalnya seorang wisatawan yang berkunjung dalam suatu negara, dan orang asing yang bekerja di dalam wilayah negara tersebut.

3

1

Samidjo,Ilmu Negara,Bandung,Armico,hlm.35

2

Soepomo dalam hartono hadisoeprapto,Pengantar Tata Hukum Indonesia,Yogyakarta,Liberty Cetakan III hlm.49

3

Badan Pusat Statistik 2010 , www.BPS.go.id

,

(11)

ini jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 255.000.000 juta jiwa . Jumlah ini

menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak

keempat di dunia. Jumlah ini terdiri dari berbagai macam suku, baik suku-suku

asli Indonesia, suku bangsa lain yang telah menjadi warga negara Indonesia dan

orang-orang yang diberikan kewarganegaraan Indonesia melalui Pewarganegraan

berdaarkan sejarah kewarganegaraan di Indonesia.

Penduduk terbagi dengan warga negara asli dan orang asing. Warga negara

asli merupakan pemegang status kewarganegaraan yang diberikan oleh negara

tersebut, sedangkan orang asing adalah orang yang memiliki status

kewarganegaraan dari negara lain yang berada diluar wilayah negaranya dan

berada dinegara tersebut karena suatu kepentingan.

Setiap warga negara suatu negara diberikan status kewarganegaraan dari negara tersebut. Status kewarganegaraan bukan hanya mengenai sebuah status yang melekat pada persoaalan Kartu Tanda Penduduk ataupun untuk melengkapi administrasi lainnya, melainkan Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara. Maka dari itu konstitusi Negara Indonesia merumuskan siapa yang berhak memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Banyaknya jumlah penduduk Indonesia berpengaruh terhadap banyaknya

jumlah pemegang status kewarganegaraan Indonesia. Seorang Warga Negara

mempunyai kedudukan yang khusus yaitu hubungan timbal balik antara negara

(12)

seorang warga negaranya yang mencakup hak sipil, hak politik, hak asasi ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan kewajiban sebagai seorang pemegang status kewarganegaraan Indonesia sebagai juga telah ditetapkan didalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),

sehingga pemerintahan negara indonesia dapat berjalan sesuai dengan cita-cita

kemerdekaannya.

Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 berbunyi ”Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Dan pasal 26 ayat (3) setelah perubahan yang kedua yang berbunyi “Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang undang”, Maka dibuatlah peraturan perundang-undangan mengenai kewarganegaraan.

(13)

Undang-undang No.12 Tahun 2006 Berbeda dengan undang undang sebelumnya, undang-undang ini pada dasarnya menganut asas kelahiran berdasarkan tempat negara kelahiran (ius soli) itu secara terbatas artinya asas ius soli tersebut hanya dilakukan terbatas bagi anak – anak, jadi bukan berlaku apabila keberadaan tersebut sudah terjadi jika yang ditemukan adalah seorang anak yang sudah dewasa.

Sementara untuk mencegah masalah status kewarganegaraan ganda (bipatride) dan tanpa kewarganegaraan (apatride), baik dari status kewarganegaraan yang lahir dari sistem kelahiran maupun sistem perkawinan, maka UU kewarganegaraan mengakomodasi asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas. Subtansi mendasar daripada UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang sekaligus menjadi prinsip adalah, bahwa dalam UU kewarganegaraan ini tidak dikenal lagi permasalahan kewarganegaraan. Ketentuan ini dapat dilihat dalam penjelasan umum undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, bahwa terdapat asas khusus juga yang menjadi dasar penyusunan Undang-undang tentang kewarganegaraan Indonesia.

(14)

Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka penulis yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Kewarganegaraan dan Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang Undang No.12 Tahun 2006 ”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan tentang peraturan-peraturan kewarganegaraan di Indonesia?

2. Apa yang menjadi Hak dan Kewajiban warga negara Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia?

3. Bagaimana pengaturan kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia di Indonesia berdasarkan peraturan Undang-undang No.12 tahun 2006?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan sebelumnya maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan peraturan yang pernah berlaku di Indonesia tentang kewarganegaraan di Indonesia.

(15)

3. Untuk megetahui Pengaturan Tentang kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan peraturan Undang-Undang No.12 tahun 2006.

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan kiranya penulisan skripsi ini bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis , khususnya tentang kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang No.12 Tahun 2006

2. Secara praktis , memberitahukan khalayak umum maupun penulis sendiri tentang sistem pewarganegaraan,kehilangan kewarganegaraan dan tata cara memperoleh kewarganegaraan yang ada di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul “ Kewarganegaraan Dan Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang Undang No.12 Tahun 2006 ” sepengetahuan penulis belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(16)

yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Negara

Dalam pandangan teori modern tentang negara dan hukum mengatakan bahwa negara itu dianggap sebagai suatu fakta atau suatu kenyataan, yang selalu terikat pada keadaan, tempat dan waktu. Beberapa aliran dapat disimak tentang teori modern ini antara lain pendapat ahli yakni seperti:

1. Prof.Mr.R.Krannenburg:

Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang dinyatakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.Jadi krannenburg beranggapan terlebih dahulu ada ialah sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi,dengan tujuan untuk memelihara kepentingan dari kelompok tersebut. Jadi dalam hal ini yang primair atau terpenting harus ada yakni kelompok manusianya.sedangkan negara itu adalah skunder, artinya adanya itu menyusul kemudian. Dan keberadaannya itu kalau didasarkan kepada adanya sekelompok manusia yang disebut bangsa.4

Pendapat Logeman berbeda dengan kareannenburg, Logeman menyatakan bahwa negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi 2. Logeman:

4

(17)

pertama sekali negara itu adalah organisasi kekuasaan, maka organisasi ini memiliki suatu kewibawaan (gezag) dalam mana terkandung dalam pengertian dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain (semua orang) yang diliputi oleh organisasi itu.

Perbedaan antara pendapat Krannenburg dengan Logeman dapat dilihat sebagaimana bila Krannenburg menyatakan bangsa itu menciptkan organisasi jadi adanya suatu organisasi terbentuk tergantung pada bangsa, sedangkan Logeman organisasi itu memerintahkan bangsa, maka bangsa inilah yang tergantung pada orgtanisasi.5

Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan pengertian apa yang dimaksud dengan istilah bangsa. Krannenburg mengartikan istilah bangsa secara etnologis misalnya bangsa Jawa, Sunda, Madura, Minang, Batak, Melayu, Bugis, Dayak. Sedangkan menurut Logeman pengertian bangsa adalah menggambarkan bangsa dalam arti rakyat suatu negara6

5

Edy Murya SH, buku ajar pendidikan kewarganegaraan Indonesia, Medan, Unit pelaksana teknis laboraturium ilmu dasar dan umum, 2010,hlm 3

6

ibid

.

Untuk memenuhi tegaknya suatu negara maka sebuah negara harus memenuhi unsur-unsur dari negara. Hal ini secara jelas dikemukakan dalam pasal 1 montevideo convention 1933 : On the Right and Duties of States, yang berbunyi:

The state as a person of internasional law should possess the following qualifications: a permanent population, a defined teritority, a government, a capacity to enter into relations with other states”.

(18)

Rakyat , Wilayah dan pemertintahan yang berdaulat merupakan unsur konstitutif yang artinya keberadaannya wajib harus ada , tanpa adanya salah satu unsur tersebut maka tidak mungkin suatu negara itu ada. Sedangkan kapasitas untuk terjun kedalam hubungan dengan negara lain itu merupakan unsur declaratif yaitu pernyataan dan pengakuan dari negara lain, negara itu diakui sebagai negara yang berdaulat. Dari unsur-unsur pembentuk negara di atas, maka rakyat adalah unusr utama pembentuk negara. Menurut Ernest Renan (1882) Bangsa

adalah suatu negara, suatu azas akal yang terjadi karena dua hal. Pertama, Rakyat itu dulunya harus bersama sama menjadi satu riwayat. Kedua, Rakyat itu harus mempunyai kemauan dan keinginan hidup menjadi satu.7

Oleh sebab itu, tidaklah mungkin negara dapat berdiri tanpa adanya rakyat. Setiap negara mempunyai haknya masing-masing dalam menentukan siapa rakyat yang menjadi warga negaranya, tidak ada pembatasan untuk menentukan siapa warga negaranya. Namun demikian, suatu Negara harus tetap menghormati

Rakyat adalah semua orang yang berdiam dalam suatu negara atau yang menjadi penghuni negara. Rakyat merupakan unsur terpenting dari negara karena rakyatlah yang pertama–tama berkepentingan supaya oraganisasi dapat berjalan lancar dan baik. Antara bangsa dengan rakyat adalah sama-sama sebagai penghuni negara, namun terdapat perbedaan yaitu bangsa merupakan penghuni negara dalam arti politis sedangkan rakyat merupakan penghuni negara dalam arti sosiologis (penduduk asli).

7

(19)

prinsip-prinsip Hukum Internasional dalam menentukan warga negaranya. Sudargo Gautama memberi contoh sebagai berikut8

1. Kurang masuk akal jika orang Indonesia menetapkan bahwa setiap orang Eskimo di Kutub Utara adalah warga negra Indonesia.

:

2. Penetapan atas dasar agama semata mata ataupun kesamaan bahasa atau warna kulit, juga bertentangan dengan prinsip hukum internasional seperti termaksud di atas.

Sebaliknya, suatu negara juga tidak dapat menentukan siapa yang merupakan warga negara dari negara lain. Sebab ini berarati melanggar kedaulatan negara lain.

2. Pengertian penduduk

Penduduk merupakan suatu turunan dari rakyat yaitu rakyat yang ditinjau dari segi sosiologis. Penduduk yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari warga negara (staatsburgers), dan orang asing. Menurut Soepomo9

Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau

, Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara Sah artinya, tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan.

a. Pengertian Warga Negara

8 Sudargo Gautama,Warga Negara dan Orang Asing, Bandung, 1975, Alumni cet ketiga, hlm 6 9

(20)

kawula negara. Tetapi kenyataannya istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang yang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yaitu peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama 10

AS Hikam

.

11

1. Warga negara asli (pribumi) yaitu penduduk asli negara tersebut. Misalnya, suku Jawa, Sunda, Madura, Minang, Batak, Bugis, Dayak dan Etnis keturunan yang sejak kelahirannya menjadi WNI, merupakan warga negara asli Indonesia;

, mendefinisikan warga negara sebagai terjemahan dari citizenship, yaitu anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri sedangkan Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.

Secara yuridis, berdasarkan pasal 26 ayat (1) UUD 1945 Dan Perubahannya, istilah warga negara Indonesia dibedakan menjadi dua golongan:

2. Warga negara asing (vreemdeling) yaitu suku bangsa keturunan bukan asli Indonesia , misalnya, bangsa cina (Tionghoa), Timur Tengah, India,

10 Tim ICCE, Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE, UIN Syarif

Hidayatullah, 2003, hlm:73.

11

(21)

Belanda, Eropa yang telah disahkan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan menjadi warga negara Indonesia.

Pernyataan ini ditetapkan kembali dalam pasal 1 UU No.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, bahwa warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara Indonesia.

Warga negara suatu negara tidak selalu menjadi penduduk negara itu misalnya, warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri dan penduduk suatu negara tidak selalu merupakan warga negara di mana ia tinggal, misalnya orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Menurut Wolhoff12

Orang asing adalah warga negara asing yang berada dan atau bertempat tinggal pada suatu negara tertentu. Dengan kata lain bahwa orang asing adalah semua orang yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu , tetapi dia bukan warga negara dari negara tersebut.

, dalam suatu negara ada kalanya ditemukan golongan minoriteit, yaitu golongan orang yang berjumlah kecil, yang secara yuridis memiliki status kewarganegaraan nasional tertentu, akan tetapi memiliki sifat lahir batin social kebudayaan yang berbeda dari bangsa itu. Sehingga golongan ini belum diasimilasikan sepenuhnya.

b. Pengertian Orang Asing

12

(22)

Pengertian orang asing menurut Peraturan Perundang-Undangan, misalnya13

1. Pasal 1 Huruf a UU Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing adalah ”tiap orang bukan warga negara Republik Indonesia”.

:

2. Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian adalah “orang bukan Warga Negara Republik Indonesia”. 3. Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Administrasi Kependudukan

4. Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

adalah “orang bukan Warga Negara Indonesia”.

Dalam hal orang asing hukum Internasional ikut campur tangan, artinya orang asing di dalam suatu negara itu dilindungi sekadarnya oleh hukum Internasional. Tentang perlindungan orang asing ada dua macam

adalah “orang yang bukan warga Negara Indonesia”.

14

1. Secara positif, artinya negara tempat dimana orang asing itu berada harus memberikan kepadanya beberapa hal-hak tertentu. Jadi, suatu hak minimum itu dijamin; dan

.

2. Secara negatif, artinya suatu negara itu tidak dapat mewajibkan sesuatu kepada orang asing yang berada di negaranya itu. Jadi orang asing itu di suatu negara tidak dapat dibebani kewajiban tertentu, misalnya kewajiban militer .

13

Pengertian orang asing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendefenisikan orang asing

14 Hartono Hadi Suprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Cet.III, Yogyakarta: 1999,

(23)

Tetapi pada asasnya orang asing itu diperlakukan sama dengan warga negara , sedang isinya ada juga perbedaannya15

1. Hanya warga negara mempunyai hak-hak politik, misalnya hak memiih atau dipilih ; dan

. Adapun perbedaan antara orang asing dan warga negara terletak pada kedudukan hak dan kewajibannya yang mana isi kedudukan (hak) sebagai warga negara:

2. Hanya warga negara mempunyai hak diangkat menduduki jabatan negara. Menurut Undang-Undang darurat Republik Indonesia yang termuat dalam lembaran negara 1955 nomor 33 tentang kependudukan di Indonesia. Orang asing yang menjadi penduduk negara Indonesia adalah jika dalam selama orang asing itu menetap di Indonesia. Untuk menetap di Indonesia orang asing itu harus mendapat izin bertempat tinggal dari pemerintah Indonesia .

3. Pengertian Kewarganegaraan

Pengertian Kewarganegaraan menurut pendapat sarjana : 1. Menurut Wolhoff

Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupansosial-budaya serta kesadaran nasionalnya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan yang membedakana adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh secara hukum berpartisispasi

15

(24)

dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.

2. Menurut Ko Swaw Sik ( 1957 )

Kewarganegaraan ialah ikatan hukum antara Negara dan seseorang. Ikatan itu menjadi suatu “kontrak politis” antara Negara yang mendapat status sebagai Negara yang berdaulat dan diakui karena memiliki tata Negara. Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan . didalam pengertian ini, warga suatu kota atau kapubaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.

Pada dasarnya status suatu kewarganegaraan seseorang memiliki dua aspek yaitu

Pengertian kewarganegaraan menurut Undang-undang No 12 tahun 2006 Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.

16

1. Aspek Hukum, dimana kewarganegaraan merupakan suatu status hukum kewarganegraan, suatu kompleks hak dan kewajiban, khususnya dibidang hukum publik yang dimiliki oleh warga negara dan tidak dimiliki oleh orang asing. Misalnya, hak warga negara antara lain adalah hak pilih aktif

:

16 Rozikin Daman, Hukum Tata Negara: Suatu Pengantar. Cet. I. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

(25)

dan pasif. Sedangkan kewajiban warga negara misalnya wajib militer yakni kewajiban membela negara menjaga kedaulatan negara dari serangan negara lain;

2. Aspek sosial, dimana kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu bangsa tertentu, yakni sekumpulan manusia yang terikat suatu dengan lainnya karena kesatuan bahasa, kehidupan sosial budaya serta kesadaran nasional.

a. Sistem Kewarganegaraan

Pada asasnya ada tiga kriteria umum untuk menentukan kewarganegaraan didalam suatu negara, yaitu berdasarkan kriteria kelahiran perkawinan dan Pewarganegaraan (naturalisasi). Hal inilah yang menjadi asas kewarganegaraan. Dalam Praktik, Mungkin salah satu dari syarat tersebut digunakan atau dengan kombinasi dari keduanya.

(1). Sistem kewarganegaraan berdasarkan kelahiran

Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di kenal dengan dua asas yaitu asas Ius Sanguinis dan asas Ius soli :

a. Asas Ius Sanguinis

(26)

melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain17

Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada. Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps

:

1. Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara; 2. Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara

yang lahir;

3. Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme;

4. Bagi negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).

b. Asas Ius Soli

Pada awalnya, asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.

17 Titik Triwulan Tutik, konstruksi hukum tata negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945,

(27)

diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius soli ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang. Untuk sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarganegaraan bapaknya. Dalam perjalanan banyak negara yang meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda, dan Belgia, Selain kedua asas tersebut, beberapa negara yang menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan Indonesia18

18

Ibid, hlm 307

(28)

(2). Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan

Penentuan kewarganegaraan dalam sistem perkawinan, dikenal dengan dua asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas Kesatuan Hukum

(29)

mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang ayah anak-anak19

Dalam asas persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman, Israel, Swedia, Birma dan lainnya. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan istrinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya

. b. Asas Persamaan Derajat

20

. (3). Sistem kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi

19 Ibid, hlm 310 20

Ibid, Hlm 311

(30)

Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan naturalisasi, digunakan dua stelsel. Yaitu stelsel aktif yaitu untuk menjadi warga negara seseorang harus melakukan tindakan hukum secara aktif dan stelsel pasif yaitu seseorang dengan sendirinya menjadi warga negara tanpa melakukan satupun tindakan hukum21.

Sehubungan dengan kedua stelsel tersebut maka seseorang memiliki dua hak dalam menentukan kewarganegaraannya. Pertama Hak Opsi yakni hak untuk memilih suatu kewarganegaraan, Kedua Hak Repuidasi yakni hak untuk menolak kewarganegaraan bagi orang yang melakukan stelsel pasif.22

a.

Dalam praktek, Naturalisasi dapat terjadi karena dua hal yaitu : pertama karena permohonan ,kedua karena pemberian secara istimewa

Naturalisasi permohonan (biasa)

b.

Naturalisasi melalui permohonan adalah naturalisasi biasa yaitu permohonan kewarganegaran Indonesia oleh orang asing yang dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur permohonan tersebut diatu didalam peraturan perundang-undangan yang sah.

Naturalisasi Istimewa

Naturaisasi istimewa adalah pemberian kewarganegaraan Indonesia yang diberikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan alasan kepentingan negara tau yang bersangkutan telah berjasa terhadap negara

21 C.S.T Kansil, sistem pemerintahan Indonesia, Jakarta , Balai Pusaka, 1989, Hlm 98 22

(31)

b. Masalah Kewarganegaraan

Dalam penentuan status kewarganegaan warganegaranya setiap negara mempunyai peraturan yang berbeda beda, sehingga perbedaan tersebut menimbulkan masalah kewarganegaraan. Permasalahan kewarganegaraan yang timbul tersebut apabila adanya seorang menjadi memiliki dua kewarganegaraan (Bipatride) dan tanpa kewarganegaraa (Apatride) akibat penentuan kewarganegaraan yang ditentukan oleh peraturan yang berbeda di tiap negara. (1). Dwi kewarganegaraan (Bipatride)

Bipatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut azas ius sanguinis lahir di negara lain yang menganut azas ius soli, maka kedua negara tersebut menganggap anak tersebut adalah warga negaranya. Sebagaimana contoh, Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sekarang China dahulu menganggap semua orang cina dimanapun dia berada asalkan orang tuanya adalah orang cina juga maka dia merupakan warga negara RRT (ius sanguinis). Sedangkan Indonesia saat itu menentukan bahwa orang yang lahir didalam wilayah Indonesia adalah warga negara Indonesia (ius soli).23

(2). Tanpa Kewarganegaraan (apatride)

23

Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hlm 308-309

(32)

hubungan diplomatik dengan Indonesia pada saat itu. Maka dari itu mereka merupakan “defacto apatride”.24

F. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan atau fenomena yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Penelitian deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yg berhubungan dengan pembahasan di atas, lalu menyusun , mengklasifikasikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.

Metode pendekatan yang digunakan adalah teori yuridis empiris25 yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu diklakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan, berupa buku-buku, majalah, makalah, dokumen-dokumen serta sumber-sumber teoritis lainnya sebagai dasar penyelesaian pokok masalah dalam skripsi ini.

24 Ibid, hlm 309 25

(33)

G. Sistematika Penulisan

Gambaran isi dari tulisan ini diuraikan secara sistematis dalam bentuk tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya diuraikan secara tersendiri, tetapi antar satu dengan lainnya mempunyai keterkaitan (komprehensif).

Berdasarkan sistematika yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah , tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan gambaran isi.

BAB II :TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN

PERATURAN-PERATURAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

Di dalam bab ini dijelaskan tentang peraturan peraturan mengenai kewarganegaraan Indonesia sebelum berlakunya UU No.12 Tahun 2006 .

BAB III :TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA

(34)

BAB IV :TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UU NO.12 TAHUN 2006 Di dalam bab ini dijelaskan tentang kewarganegaran indonesia,

kehilangan kewarganegaraan Indonesia , tata cara memperoleh kewarganegaran Indonesia kembali ,sanksi pidana dan aturan peralihan berdasarkan UU No 12 Tahun 2006.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(35)

BAB II

PENGATURAN TENTANG KEWARGANEGARAAN INDONESIA

Hukum yang mendasari pengaturan kewarganegaraan Republik Indonesia adalah Undang-undang Dasar dan Peraturan Perundang-undangan antara lain: UUD 1945 melalui pasal-pasal 26, 27, 28 B ayat (2), 28 D ayat (1) dan (4), 28 E ayat (4), 28 I ayat (2), 28 J. Kemudian Undang-undang No 12 Tahun 2006.

Dalam sejarahnya, sebelum berlakunya UU No 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, ada banyak pengaturan mengenai kewarganegaraan di Indonesia baik berupa Peraturan Perundang-undangan maupun Peraturan Pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden.

Perubahan-perubahan itu dilakukan karena banyaknya permasalahan Pengaturan Kewarganegaraan di Indonesia. Akan tetapi, beberapa perbedaan yang sangat mencolok dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. UU No.3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara Indonesia;

2. UU No.62 Tahun 1958 tentang Kewarnegaraan Republik Indonesia dan UU No.3 Tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 UU No.62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan26

3. UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ;

26 UU No.62 Tahun 1958 dan UU No.3 Tahun 1976 di kelompokan menjadi satu bagian karena UU

(36)

A. Undang Undang No.3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara dan Pendudukan Indonesia ( Warga Negara Indonesia Pada Awal kemerdekaan)

Pada waktu Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, Negara Republik Indonesia belum Mempunyai Undang-undang dasar (UUD1945)

sehari kemudian tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI) mengesahkan UUD1945, mengenai kewarganegaraan UUD1945 menyebutkan

antara lain:

1. Pasal 26 Ayat (1) menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia”, sedangkan ;

2. Pasal 26 Ayat (2) menentukan bahwa, “syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang”.

Secara otentik, penjelasan UUD 1945 mengenai ketentuan di atas menerangkan sebagai berikut:

“Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, Peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya, dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara27

27

Penjelasan UUD 1945 pasal 26

(37)

Sebagai pelaksanaan pasal 26 UUD1945, tanggal 10 April 1946, diundangkan UU No.3 Tahun 1946. Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia menurut UU No.3 Tahun 1946 adalah28

a. Orang-orang asli dalam wilayah daerah di Indonesia; :

b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut diatas akan tetapi turunan dari seseorang dari golongan itu dan lahir bertempat kedudukan dan kediaman dalam daerah negara Indonesia, dan orang itu bukan turunan seorang dari golongan termaksud yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di selama sedikitnya 5 tahun berturut turut yang paling akhir didalam daerah negara Indonesia yang telah berumur 21 tahun atau telah kawin.

c. Orang yang mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan cara Naturalisasi.

d. Anak yang sah, disahkan atau diakui dengan cara yang sah oleh bapaknya, yang pada lahirnya bapaknya mempunyai kewarganegaraan Indonesia. e. Anak yang lahir dalam waku 300 hari setelah bapaknya yang mempunyai

kewarganegaraan Indonesia, meninggal dunia.

f. Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah yang pada waktu lahirnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia.

g. Anak yang diangkat dengan cara yang sah oleh seorang warga negara Indonesia.

28

(38)

h. Anak yang lahir di dalam daerah negara Indonesia yang oleh bapaknya ataupun ibunya tidak diakui dengan cara yang sah.

i. Anak yang lahir didalam daerah negara Indonesia, yang tidak diketahui siapa orang tuanya atau kewarganegaraan keduan orang tuanya.

j. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku dalam negara Indonesia dan bertempat kedudukan didalam daerah negara Indonesia.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa yang dianut dalam undang-undang tersebut adalah asas Ius soli. UU No.3 Tahun 1946 beberapa kali mengalami perubahan tanggal 27 Februari 1947 pemerintah Indonesia dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) mengeluarkan Undang Undang No.6 Tahun 1947 tentang Perbahan UU No.3 Tahun 1946 tentang warga negara dan pendudukan Indonesia. maka dari itu perihal tentang kewarganegaraan Indonesia pada awal kemerdekaan diatur di dalam UU No.3 Tahun 1946 jo29

29

Jo, merupakan kependekan dari kata “juncto” berarti bertalian dengan, berhubungan denganKamus Hukum” , JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo,

(39)

Dalam permasalahan orang-orang Belanda dan Eropa di Indonesia, negara Republik Indonesia Serikat dengan kerajaan Belanda (Koninkrijk der Nederlander) Melangsungkan Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Denhaag. Dalam Persetujuan ini terdapat perihal pembagian Warga Negara , dari hasil KMB tanggal 27 Desember 1949 antara Belanda dengan Negara Indonesia serikat artinya kedua negara harus menentukan siapa saja yang menjadi warga negara masing-masing, setelah Republik Indonesia Serikat berdaulat penuh, lepas dari penjajahan Kerajaan Belanda. Maka ditentukanlah hak opsi dan hak repuidasi dalam piagam persetujuan pembagian warga negara konfrensi meja bundar tersebut.

Hak opsi dalam kewarganegaraan adalah hak seseorang untuk memilih atau menerima tawaran kewargarganegaraan suatu negara tertentu. Sebaliknya, hak repuidasi adalah hak seseorang menolak tawaran kewarganegaraan suatu negara tertentu30

Piagam Persetujuan Pembagian Warga Negara (PPPWN) tersebut di atas pada prinsipnya mengatur sebagai berikut

.

31

1. Orang-orang Belanda dewasa tetap memegang kebangsaan Belanda. Namun jika mereka dilahirkan di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia sekurang-kurangnya enam bulan, dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan mereka berhak menyatakan memilih kebangsaan Indonesia;

:

30

Soetoprawiro, Koerniamanto,hukum kewarganegaraan dan keimigrasian, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,1996 hlm 4

31

(40)

2. Kawula negara Belanda bukan orang Belanda dewasa, yang menjelang waktu penyerahan kedaulatan termasuk golongan penduduk orang-orang asli Indonesia, memperoleh kebangsaan Indonesia. Namun jika mereka lahir di luar Indonesia dan bertempat tinggal di Negeri Belanda atau luar wilayah peserta Uni Indonesia Belanda, dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan mereka berhak menyatakan bahwa mereka memilih kebangsaan Belanda;

3. Kawula negara Belanda bukan orang Belanda yang bertempat tinggal di Suriname32

a. Jika mereka lahir di luar wilayah kerajaan Belanda, mereka memperoleh kebangsaan Indonesia. Namun dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan mereka berhak menyatakan bahwa mereka memilih kebangsaan Belanda;

atau antillen Belanda :

b. Jika mereka lahir di ;luar wilayah kerajaan Belanda , mereka tetap memegang kebangsaan Belanda. Namun dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan, mereka berhak memilih kebangsaan Indonesia;

4. Orang asing yang kawula negara Belanda bukan orang Belanda yang telah dewasa menjelang waktu penyerahan kedaulatan dan yang lahir di Indonesia atau bertempat tinggal di Republik Indonesia Serikat mendapat

32

(41)

kebangsaan Indonesia tetapi berhak menolaknya dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan;

5. Orang asing yang kawula negara Belanda bukan orang Belanda yang telah dewasa menjelang waktu kedaulatan yang lahir tidak di Indonesia yang bertempat tinggal di kerajaan Belanda tetap berkebangsaan Belanda, tetapi dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan mereka berhak menolak kebangsaan Belanda dan memilih kebangsaan Indonesia; 6. Orang asing yang kawula negara Belanda bukan orang Belanda dari luar

negeri yang telah dewasa menjelang wajtu penyerahan kedaulatan yang bertempat tinggal di wilayah peserta Uni Indonesia-Belanda dan yang lahir di negeri Belanda. Tetapi jika orang tua mereka kawula negara Belanda karena lahir di Indonesia, dalam jangka waktu dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan mereka berhak memilih kebangsaan Indonesia dengan menolak kebangsaan Belanda itu.

(42)

B. UU No.62 Tahun 1958 Tentang Kewarnegaraan Republik Indonesia Dan UU No.3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 UU No.62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Permasalahan Dwi Kewarganegaraan Orang Cina di Indonesia).

Masalah kewarganegaraan pada awal kemerdekaan negara Republik Indonesia tidak hanya ada pada orang-orang Belanda dan Eropa yang ada di Indonesia. Tetapi juga terhadap orang-orang TiongHoa yang merupakan Warga Negara Republik Rakyat China (RRC) yang ada di Indonesia. Permasalahan itu adalah adanya dwi kewarganegaraan orang-orang Cina .

Pada tahun 1949 kaum komunis berhasil merebut kekuasaan di China dari tangan kaum Kuo Min Tang. Maka dari itu lahirlah negara RRC. Negara ini masih mempertahankan Undang-Undang kewarganegaraan China Nasionalis yang diundangkan pada tahun 1929. Undang-Undang ini menggunakan asas ius sanguinis, berarti semua orang China dimanapun mereka berada diklaim sebagai warga negara China. Hal ini mengakibatkan semua orang yang berstatus warga negara Indonesia mempunyai Dwi kewarganegaraan. Artinya selain memiliki kewarganegaraan Indonesia mereka juga mempunyai kewarganegaraan China.

Piagam Persetujuan Pembagian Warga Negara (PPPWN) yang dimulai pada tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 27 Desember 1951 dikenal juga sebagai masa opsi 33

33

Masa opsi adalah masa untuk memilih dan menolak kewarganeraan Indonesia berdasarkan hasil dari perundingan KMB di Denhaag,berlaku dari tanggal 27 desember 1949 sampai 27 desember 1951.

(43)

RRC di Indonesia.Duta Besar ini secara aktif berkampanye guna menarik orientasi orang-orang china di Indonesia ke RRC.terjadilah pengaruh perebutan antara pihak RRC dengan Indonesia, sehingga Indonesia merasa terganggu karenanya.

Pada masa opsi berakhir tanggal 27 Desember 1951 dengan hasil mengecewakan pihak Indonesia mengingat sekitar 40% orang China Indonesia secara formal menolak kewarganegaraan Indonesia. kemudian munculah kekecewaan dari berbagai pihak di Indonesia atas PPPWN itu 34

Peaceful Coexistence

. Sebagai akibat memuncaknya ketidakpuasan terhadap PPPWN, disusunlah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kewarganegraan Indonesia. RUU tersebut selesai pada bulan Februari 1954. Namun sebelum disahkan dan diberlakukan , Indonesia terlebih dahulu harus melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan pihak RRC. Pokok dari permasalahan itu adalah perlunya diselesaikan banyaknya orang China yang diklaim sebagai warga negaranya baik oleh Indonesia maupun oleh RRC akibat dari opsi 1949-1951 dari hasil KMB di Denhaag.

Usul pembicaraan Indonesia-RRC ini disambut secara positif oleh pemerintah RRC, dalam rangka politik luar negeri RRC yang baru dikenal dengan

35

34

Soetoprawiro, Koerniamanto, Op.Cit , hlm 106

35 Peaceful coexentence atau Five principles Peaceful coexentence adalah kebijakan politik luar

negeri China yaitu:1.saling menghormati kesatuan wilayah masing-masing, 2.tidak melakukan agresi , 3.tidak melakukan intervensi masalah dalam negri masing-masing, 4.kesamaan dan saling menguntungkan, 5.hidup damai berdampingan. (Flemming Cristhiansen and Shirin M ray, Chines politic and society and introduction, London,Prentince hall,199)

(44)

Tujuan Pihak Indonesia dalam persetujuan ini adalah meniadakan akibat-akibat masa opsi . Selain Itu, Indonesia juga menghendaki adanya kepastian akan lepasnya tuntutan yuridis terhadap orang China di Indonesia sebelum kepada mereka diberikan kesempatan baru untuk memilih kewarganegaraan. Sementara Itu RRC juga menerima baik keinginan Indonesia untuk menetukan sendiri siapa saja orang China Indonesia yang harus memilih dan tidak ikut memilih, karena telah secara implicit memilih kewarganegaraan Indonesia berdasarkan kedudukan sosial politik mereka. Maka secara yuridis, isi persetujuan tersebut di ratifikasi dalam bentuk undang-undang No.2 Tahun 1958.

Undang-Undang No.2 Tahun 1958 disahkan pada tanggal 11 januari 1958 diundangkan dalam Lembaran Negara 1958-5 pada tanggal 27 Januari 1958. Termasuk ketentuan ini adalah Nota kesepakatan antara Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dan Perdana Menteri Chou-En-Lai tertanggal 3 juni 1955 di Peking. Tujuan dari Undang-Undang ini dalah:

1. menyelesaikan masalah Dwi-Kewarganegaraan yang ada pada waktu itu;

2. mencegah timbulnya Dwi-kewarganegaraan di kemudian hari.

Dalam Perjanjian ini , masalah Dwi-Kewarganegaraan yang ada itu diselesaikan dengan cara menghilangkan salah satu kewarganegaraan yang serempak dimiliki seseorang. Untuk itu kedua belah pihak menyepakati hal-hal berikut ini:

(45)

menurut pendapat pemerintah Indonesia kedudukan sosial politik mereka membuktikan bahwa mereka dengan sendirinya (secara implicit) telah melepaskan kewarganegaraan RRC nya. Dengan demikian pula halnya dengan istri dan anaknya yang belum dewasa, diikutkan dalam anggapan itu.

(46)

Dalam hal hak opsi dan hak repuidasi ini seseorang yang memilih kewarganegaraan Indonesia harus memiliki SBKRI (surat bukti kewarganegaraan Indonesia)

Pasal 17 huruf (k) Undang-Undang No.62 Tahun 1958 memberikan kewajiban bagi warganegara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri lain untuk menjalankan dinas negara, guna menyatakan keinginan untuk tetap menjadi warga negara Indonesia dalam jangka waktu 5 (lima) Tahun yang pertama dan selanjutnya 2 (dua) Tahun. Dalam masa itu tidak semua warga negara Indonesia yang tinggal diluar negeri dapat memenuhi kewajiban tersebut bukan karena kelalaian melainkan akibat dari suatu keadaan diluar kesalahannya, sehinga dia terpaksa tidak dapat menyatakan keinginannya tersebut tepat pada waktunya. Karena pasal 18 tidak menampung orang-orang tersebut ,maka perlu diadakan perubahan terhadap pasal 18 Undang-Undang No.62 Tahun 1958.

Adapun mengenai orang yang berhak menggunakan kesempatan pasal 18 ayat (2) ini adalah orang yang pada waktu mulai berlakunya UU No.62 Tahun 1958 adalah warga negara Republik Indonesia dan selama ini menunjukan kesetiaannya kepada negara Republik Indonesia.

(47)

Isi dari pasal 18 Undang-Undang No.62 Tahun 1958 adalah sebagai berikut36

1. seorang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia termasuk dalam pasal 17 huruf (K) memeroleh kewarganegaraan Republik Indonesia kecuali jika ia mau bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan kartu izin masuk dan menyatakan keterangan untuk itu. Keterangan itu harus dinyatakan kepada pengadilan negeri dari tempat tinggalnya dari 1 (satu) tahun setelah orang itu bertempat tinggal di indonesia.

:

2. Seorang yang bertempat tinggal di luar negeri yang telah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia termaksud dalam Pasal 17 huruf k, karena sebab-sebab diluar kesalahannya, sebagai akibat dari keadaan di negara tempat tinggalnya yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut, dapat memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia:

a. jika ia melaporkan diri dan menyatakan keterangan untuk itu kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tempat tinggalnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-undang ini;

b. jika ia melaporkan diri dan menyatakan keterangan untuk itu kepada Perwakilan RepublikIndonesia di negara yang terdekat dari tempat tinggalnya dalam jangka waktu 2 tahun setelah berlakunya Undang-undang ini;

36

(48)

3. Selain menyatakan keterangan untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia seperti tersebut dalam ayat (2), orang yang bersangkutan harus:

a. menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh untuk menjadi warganegara Republik Indonesia;

b. telah menunjukkan kesetiaannya terhadap Negara Republik Indonesia 4. Seorang yang telah menyatakan keterangan sesuai dengan ketentuan dalam ayat

(2), memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia dalam waktu 1 tahun setelah melaporkan diri dan menyatakan keterangan serta ternyata memenuhi syarat-syarat tersebut dalam ayat (3) dan setelah mendapat Keputusan Menteri Kehakiman. Keputusan Menteri Kehakiman yang memberikan kembali kewarganegaraan Republik Indonesia mulai berlaku pada hari pemohon menyatakan sumpah atau janji setia dihadapan Perwakilan Republik Indonesia dan berlaku surut hingga hari tanggal Keputusan Menteri Kehakiman tersebut.

(49)

adalah bentuk lain dari apartheid (segregation) atau state sponsored rasial discrimination yang di ekspresikan melalui perangkat hukum dan kebiasaan37

Di Malaysia dan Singapura untuk warga negara pewarganegaraan (By Regisration) diberikan Bukti kewarganegraan yaitu certificate of Regisration dan Certificate Of Naturalization untuk warga naturalisasi seperti juga di Filipina. Untuk warga negara yang tidak mempunyai bukti kewarganegaraan di amerika serikat diberikan Certificate of Nationality

. SBKRI ini juga wajib dimiliki oleh anak anak orang tionghoa yang lahir di Indonesia ,walaupun secara perundang undanganan mereka adalah warga negara Indonesia. Pada umumnya warga negara By operation of law tidak memerlukan bukti kewarganegaraan. Lain halnya dengan warga negara karena pengangkatan, perkawinan, karena turut ayah ibunya karena pernyataan maka ia memerlukan pembuktian jika membutuhkan demi kepastian hukum.

38

Ketika masa peralihan dari zaman Orde baru menuju reformasi, terjadi demonstrasi besar-besaran yang memaksa presiden Soeharto untuk mundur hal itu

.

Perbedaan sangat dirasakan terhadap orang tionghoa dengan adanya sebutan pribumi dengan non pribumi . Hal ini menyebabkan diskriminasi terhadap golongan non pribumi mulai dari pengurusan izin sampai dalam hak haknya sebagai warga negara. Tak lepas dari sejarah istilah non pribumi ini dahulunya ada berdasarkan penggolongan hukum yang dilakukan oleh belanda didalam ketentuan pasal 163 IS.

37 In south Africa the separative aspect of apartheid is expressed in law as well as in action

,Encyclopedia Americana ,Grolier incorporated, 1984 hlm 88 ,diambil dari jurnal ilmiah,DR frans Winarta,SH,MH,SBKRI,sejarah dan masalahnya dalam praktek

38 BP Paulus, Kewarganegaraan RI ditinjau dari UUD 1945, Jakarta, PT Pradyana paraminta, 1983,

(50)

berimbas terjadinya kerusuhan yang puncaknya pada Mei 1998. Pada kerusuhan tahun 1998 ,orang Tionghoa yang dianggap non pribumi menjadi korban diskriminasi akibat masih terasanya perbedaan dalam status kewarganegaraan di Indonesia. Mereka dibunuh dan harta mereka dijarah massa. Hal itu di karenakan orang Tionghoa dituduh menjadi biang krisis ekonomi dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) di Indonesia karena mereka sering menggunakan sogokan

Instruksi presiden ini didasari oleh pertimbangan bahwa untuk lebih meningkatkan perwujudan persamaan didalam hukum dan pemerintahan, persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan, hak dan kewajiban warga negara, dan perlindungan hak asasi manusia, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dipandang perlu memberi arahan bagi upaya pelaksanaannya.

untuk mendapatkan kemudahan dari pemerintah. Hal ini menyebabkan banyak orang Tionghoa memutuskan untuk pindah dari Indonesia.

Puncaknya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden dan digantikan oleh presiden BJ.Habibie. Demi melindungi hak-hak orang orang tionghoa di Indonesia presiden BJ Habibie tepatnya pada tanggal 16 September 1998 mengeluarkan Instruksi Presiden No.26 Tahun 1998 Tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi Dan Non Pribumi Dalam Semua Perumusan Dan Penyelenggaraan Kebijakan, Kegiatan Pemerintah, Perencanaan Program, Ataupun Pelaksanaan sebagai wujud dari upaya penghapusan diskriminasi terhadap permasalahan golongan dalam kearganegaraan di Indonesia.

39

39

(51)

Diawali dengan adanya Inpres ini perlahan-lahan perbedaan antara pribumi dengan non pribumi dirasakan hilang , pada masa pemerintahan presiden keempat RI Abdul Rahman Wahid, beliau mulai memberikan kesempatan untuk orang Tionghoa untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan mengangkat Kwik Kian Gie Sebagai menteri perekonomian. Kebijakan pengahapusan diskriminasi juga dapat diperhatikan dengan berbagai keputusan pemerintah misalnya Inpres No.4 Tahun 1999 dan Kepres No.6 Tahun 2000 Tentang pencabutan Inpres No.14 Tahun 1967 tentang agama , kepercayaan dan adat istiadat Cina seperti Barongsai dan sejenisnya tidak perlu lagi izin Khusus dari Pemerintah karena secara kutural budaya dan etnis Tionghoa tetap dipandang sebagai salah satu asset budaya bangsa yang secara yuridis harus dilindungi keberadaannya.

Dalam prespektif SBKRI yang dianggap diskriminasi inpres No.4 Tahun 1999 adalah salah satu usaha Pemerintah menghapuskan diskriminasi di Indonesia yaitu “Bagi Warganegara Repubik Indonesia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk , atau Kartu Keluarga atau akte kelahiran ,pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk Tersebut,Kartu Keluarga atau Akte Kelahiran Tersebut”40. “maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu yang mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi”41

Pada masa pemerintahan presiden Megawati hari Raya Imlek dijadikan sebagai hari Libur Nasional, dengan demikian jelaslah sudah bahwa negara

.

40 ketentuan pasal 4 ayat (2) inpres No.4 Tahun 1999 41

(52)

Indonesia telah menghapuskan penggolangaan antara pribumi dan non pribumi dan dihapusnya diskriminasi terhadap etnis tionghoa. Pada Pemerintahan Presiden SBY UU No.12 Tahun 2006 ditetapkan yang pada dasarnya UU ini menghapuskan perbedaan antara orang pribumi dengan orang non pribumi sesuai dengan asas khusus di dalam ketentuan ini yaitu penghapusan diskriminasi

(1). Penetapan Kewarganegaraan Republik Indonesia Bagi Penduduk Irian Barat

Pada masa berlakunya UU No. 62 Tahun 1958 Tentang Kewarnegaraan Republik Indonesia terdapat pengaturan kewarganegaraan terhadap orang-orang Irian Barat (Papua) karena Irian Barat sekarang disebut dengan Papua adalah wilayah yang terakhir bergabung dengan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Empat tahun setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda tetap saja belum mau hengkang dari Papua. Indonesia berusaha terus memaksa Belanda. Salah satunya adalah melalui Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi ini berlangsung di Den Haag, Belanda tanggal 22 Desember 1949. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa seluruh bekas jajahan Belanda adalah wilayah Republik Indonesia, kecuali Papua Barat akan dikembalikan Belanda ke pangkuan NKRI 2 (dua) tahun kemudian.

(53)

langkah-langkah untuk memisahkan Tanah Papua dari NKRI. Dewan nasional Papua dibentuk dan kemerdekaan secara tergesa-gesa dideklarasikan tanggal 1 Desember 1961.

Pada 1 Oktober 1962 pemerintah Belanda di Irian Barat menyerahkan wilayah ini kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) hingga 1 Mei 1963. Selanjutnya, PBB merancang suatu kesepakatan yang dikenal dengan “New York Agreement” untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat Irian Barat melakukan jajak pendapat melalui Pepera pada 1969 yang diwakili 175 orang sebagai utusan dari delapan kabupaten pada masa itu. Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de jure Irian Barat sah menjadi milik RI.

Dalam permasalahan kewarganegaraan ketentuan status warga negara orang-orang Irian Barat , pemerintah Republik Indonesia menetapkan orang-orang Irian Barat sebagai Warga Negara Indonesia. Hal ini diatur di dalam Keputusan Presiden No 7 Tahun 1971 tentang pernyataan digunakannya ketentuan dalam UU No 3 Tahun 1946 tentang warga negara dan penduduk negara Republik Indonesia bagi penduduk Irian Barat.

Isi dari Keputusan Presiden tersebut yaitu:42

42

(54)

1. Untuk menentukan kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 sub a Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 bagi penduduk Irian Barat digunakan ketentuan-ketentuan Undang-undang Nomor 3Tahun 1946 tentang Warganegara dan Penduduk Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang telah ditambah dan diubah dengan undang-undang Nomor 6 Tahun 1947, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1947 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1948 (Pasal 1).

2. Segala pernyataan yang berhubungan dengan Kewarganegaraan Indonesia yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warganegara dan Penduduk Negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 Keputusan Presiden ini dapat diajukan dalam waktu 1 Tahun terhitung tanggal ditetapkannya Keputusan ini (pasal 2)

3. Pelaksanaan Keputusan Presiden ini akan diatur lebih lanjut oleh menteri kehakiman (Pasal 3)

4. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada pada tanggal ditetapkan (Pasal 4)

Keputusan Presiden ini ditetapkan tanggal 17 Februari 1971 oleh Presieden Soeharto.

C. Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

(55)

yang memeberi tempat perlindungan yang luas terhadap HAM yang juga berakibat terhadap perubahan pasal pasal mengenai hal hal yang terkait dengan kewarganegaraan dan hak-haknya.

(56)

pada penjelasan warga Negara Indonesia adalah dalam pasal 4 huruf (I) “Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang tidak jelas status kewarganegaraan ayah ibunya”, pasal 4 huruf (J) “Anak yang baru lahir di temukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui”, dan pasal 4 huruf (K) “Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya”, yang menjelaskan pengertian dari warga negara menentukan bahwa asas ius soli itu hanya berlaku bagi seorang anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia selama orang tua mereka tidak diketahui kewarganegaraannya. Jadi bukan berlaku apabila keberadaan tersebut sudah terjadi jika yang ditemukan adalah seorang anak yang sudah dewasa.

(57)

yuridis dianggap belum memiliki kecakapan (handelingson-bekwaam) dalam lalu lintas hukum.

Subtansi mendasar daripada UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang sekaligus menjadi prinsip adalah, bahwa dalam UU kewarganegaraan ini tidak dikenal lagi permasalahan kewarganegaraan. Ketentuan ini dapat dilihat dalam penjelasan umum undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, bahwa terdapat asas khusus juga yang menjadi dasar penyusunan Undang-undang tentang kewarganegaraan Indonesia yaitu43

1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita –cita dan tujuannya sendiri.

:

2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga negara Indonesia dalam keadaan apapun baik didalam maupun diluar negeri.

3. Asas persamaan didalam hukum dan pemerintah adalah asas yang menentukan bahwa setiap warganegara mendapatkan perlakuan yang sama didalam hukum dan pemerintahan.

43

(58)

4. Asas kebenaran subtantif adalah prosedur kewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif ,tetapi juga disertai subtansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. 5. Asas Non diskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan

dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.

6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warganegara harus menjamin,melindungi,dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warganegara pada khususnya.

7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.

8. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa sesesorang yang memperoleh atau kehilangan warga negara Republik Indonesia diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.

(59)

Oleh sebab itu, sesuai dengan asas peraturan perundang-undangan yaitu asas lex

posteriori derogat lex priori44

44

Asas peraturan perundang-undangan yang baru menggantikan yang lama

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Saran dari penulis, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak ada pengaturan mengenai jaminan hak asasi terhadap warga

bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah harus melampirkan fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah atau kutipan akte perceraian/surat talak/perceraian atau

Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara asing. Indonesia dan ibu Warga

Undang-undang sebagai warga negara (pasal 2). Yang dimaksud dengan orang-.. orang bangsa Indonesia asli, adalah orang Indonesia yang menjadi warga negara. Indonesia sejak

Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara asing.. Indonesia dan ibu Warga

Setia yang dimaksud dalam huruf f, dibuktikan dengan surat pernyataan dari calon anggota DPR dan DPRD yang bersangkutan dengan diketahui oleh pimpinan partai politik sesuai

(2) Dari hasil penghitungan seluruh suara sah yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan angka BPP