• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 TERAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 TERAS."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK

KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII

DI SMP NEGERI 1 TERAS

Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Diajukan Oleh :

LAILA FITRI NUR HIDAYAH

A310120229

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK

KOMPETENSI BERBICARA KELAS VII

DI SMP NEGERI 1 TERAS

Laila Fitri Nur Hidayah

, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Skripsi, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Email: laila2f229font@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan penilaian autentik dan implementasinya,

menganalisis dan menemukan solusi dari kendala pelaksanaan penilaian autentik kompetensi berbicara kelas

VII di SMP Negeri 1 Teras. Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus. Peneliti mencari penjelasan

mengenai masalah, kejadian, atau situasi yang berkenaan dengan implementasi penilaian kompetensi berbicara

kelas VII di SMP Negeri 1 Teras kemudian peneliti mencari solusi sebagai pemecahan masalah tersebut. Data

dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan deskriptif kualitatif. Berdasarkan

hasil penelitian, kurang bervariasinya instrumen penilaian yang digunakan oleh guru mapel juga menjadi faktor

kurang efektifnya implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara di SMP Negeri 1 Teras. Padahal,

tidak seluruh SK KD menyamaratakan semua nilai aspek yang diujikan. Kendala yang dihadapi langsung

dalam implementasi penilaian autentik adalah alokasi waktu. Kompetensi berbicara membutuhkan waktu yang

lebih karena perlu mempersiapkan penampilan sebelum penilaian. Jadi, dalam proses penilaian, guru harus

cermat memilih strategi pembelajaran yang tepat.

Kata kunci :

Implementasi,penilaian autentik, kompetensi berbicara.

ABSTRACT

The purpose of this study to investigate the implementation of authentic assessment and implementation,

analyze and find solutions to implementation constraints authentic assessment of competence speak in class VII

SMP Negeri 1 terrace. This research was a case study. Researchers are looking for an explanation of the issues,

events, or circumstances relating to the implementation of competency assessment speak in class VII SMP Negeri

1 Terrace then researchers look for a solution as the solution of the problem. The data in this study is qualitative.

Data analysis techniques used qualitative descriptive. Based on the results of the study, less varied assessment

instruments used by subject teachers also contribute to the lack of effective implementation of authentic assessment

of competence to speak in SMP Negeri 1 terrace. In fact, not all SK KD generalize all grades aspects tested.

Constraints faced directly in the implementation of authentic assessment is the allocation of time. Competence talk

takes much as it needs to prepare for the appearance before the vote. In the assessment process, teachers must

carefully choose appropriate learning strategies.

(6)

2

1.

PENDAHULUAN

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:231) menyebutkan bahwa dalam ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang melingkupi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Empat aspek dalam mata pelajaran tersebut hanya kemampuan membaca dan menulis saja yang sering diujikan oleh guru karena mudah dalam penilaiannya. Penilaian kompetensi berbicara sering dihindari guru karena tidak ada ketentuan baku atau bersifat terlalu abstrak. Hanya ada beberapa kompetensi berbicara yang jelas ketentuan penilainnya salah satunya adalah pidato, sedangkan kompetensi berbicara tidak dapat hanya diujikan dengan tertulis atau hanya sekedar menjawab pertanyaan melainkan siswa harus unjuk tampil dan dinilai secara berkelanjutan.

Rahmawati dan Nuraini (2014:4-5) mengatakan bahwa sebelum adanya kajian dan perubahan silabus di lingkungan PBSID FKIP UMS, pemahaman tentang macam-macam keterampilan berbicara tersebut biasanya dinilai dengan teknik tes, sedangkan keterampilan berbicara yang dinilai dengan teknik unjuk kerja khusus hanya keterampilan berpidato. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian berbicara belum dilakukan sepenuhnya dengan model penilaian autentik. Setelah ada perubahan kurikulum PBSID sekaligus diikuti silabus, penilaian keterampilan berbicara yang dinilai dengan teknik unjuk kerja disesuaikan dengan kurikulum 2006 yang sedang berlaku di sekolah menengah, meskipun teknik tes tetap dilaksanakan saat UTS untuk mengukur pemahaman teori mahasiswa.

Majid (2012: 186) mengkaji bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh para guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

Penilaian dapat dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Menurut Dirman dan Cicih (2014:64) penilaian tes dapat berupa tertulis dan lisan, sedangkan nontes dapat berupa observasi, wawancara, skala, sikap, angket, chek list, dan ranting scale.

Pentingnya kompetensi berbicara juga dikemukakan Tarigan (2008:15) yang mendefinisikan berbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan sutau bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik, secara luas berbicara dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol manusia.

Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah mengemukakan pentingnya penilaian autenti kompetensi berbicara. Antara lain adalah Bruce B. Frey, Schmitt, dan Justin (2012:12) dalam penelitiannya yang berjudul “Defining Authentic Classroom Assessment” mendeskripsikan bahwa “The authenticlabel is often placed on assessments that are performance-based or involve cognitively-complex tasks, without regard to whether the tasks are similar to those valued outside the classroom.” Pendapat Bruce ini sejalan dengan penelitian ini karena kompetensi berbicara di dalam kelas oleh sebagian guru bisa diteskan dengan instrumen tes tulis. Namun, di luar kelas hal itu tidak dapat diterima karena tuntutan di luar kelas kompetensi berbicara memang harus dipraktikkan secara langsung.

(7)

3

Anggreni, dkk (2014:9) dalam penelitain yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Master dan Asesmen Autentik Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Payangan” bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan assesmen autentik mempunyai hasil belajar IPA yang lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan assesmen konvensional. Persamaan dalam penelitian ini adalah assesmen autentik yang digunakan memperhitungkan bahan ajar dan kompetensi yang akan dicapai, sedangkan konvensional tidak keseluruhan memperhitungkan aspek kompetensi dalam penilaian yang dilakukan.

Nik Azmah Nik Yusuff, dkk (2014:27) dalam penelitiannya yang berjudul “Primary School Pupils: Acquisition of Science Process Skills Via Hands on Activities and Authentic Assessment”. The pupils acquisition of science process skills have increased tremendously and their interests and motivation in science were high. They were able to put into application the skills and knowledge gained from hands-on learning to solve and understand real life problems. Therefore science teachers should perceive hands on experimentation as a vehicle to capture pupils‟ interests and favourable attitudes toward science. Science teachers should be trained on how to implement authentic assessment creatively in their classroom assessment.Dalam hal ini, guru juga harus mengikuti perkembangan zaman seperti yang terjadi pada siswa sehingga keduanya saling berkesinambungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penilaian autentik dan implementasinya, menganalisis dan menemukan solusi dari kendala pelaksanaan penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII di SMP Negeri 1 Teras. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan penilaian autentik kompetensi berbicara di mata pelajaran Bahasa Indonesia agar penilaian dapat dilakukan secara optimal. Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa calon pendidik dan para guru untuk dapat mengimplemantasikan secara langsung penilaian autentik kompetensi berbicara.

2.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus. Subjek penelitian dalam studi kasus bisa individu, kelompok, lembaga, atau golongan masyarakat tertentu. Peneliti mencari penjelasan mengenai masalah, kejadian, atau situasai yang berkenaan dengan imlementasi penilaian kompetensi berbicara kelas VII di SMP Negeri 1 Teras kemudian peneliti mencari solusi sebagai pemecahan masalah tersebut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, penelitian lapangan, simak dan catat, dokumentasi, pustaka, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pertama, mencermati SK KD yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Kedua, merumuskan aspek-aspek penilaian berdasarkan kompetensi yang ingin dicapai. Ketiga, menentukan instrumen penilaian yang tepat. Keabsahan data ini dilakukan proses triangulasi. Dari tiga jenis triangulasi, dipilih keabsahan data dengan pendekatan triangulasi sumber untuk mengungkap dan menganalisis masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian.

3.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(8)

4

3.1 Penilaian autentik kompetensi berbicara yang digunakan oleh mahasiswa PPL UMS kelas VII semester ganjil di SMP N 1 Teras.

SK :2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan menyampaikan pengumuman.

KD : 2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.

Skala Penilaian

Nama Siswa : __________ Kelas : _________

No Aspek yang dinilai Nilai

1 2 3 4

1. a. Suara b. Lafal c. Intonasi d. Jeda e. Tempo 2. Pilihan kata

3. Penggunaan kalimat efektif 4. Isi cerita

5. Keruntutan cerita Jumlah

Skor Maksimum

Nilai = Skor yang dicapai x 100 Skor maksimal

KD : 2.2 Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana.

Daftar cek (Chek-list)

Siswa : __________ Kelas : _________

No. Aspek yang Dinilai Baik Tidak Baik

1. a. Suara b. Lafal c. Intonasi d. Jeda e. Tempo

2. Pengunaan kalimat lugas 3. Kesederhanaan kalimat 4. Isi

Skor yang dicapai Skor maksimum

Keterangan:

Baik mendapat skor 2 Tidak baik mendapat skor 1 Sangat tidak baik 0

Belum maju Ø (kosong)

(9)

5

Kelas VII, Semester I

SK : 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita.

KD : 6.1 Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.

Skala Penilaian

Nama Siswa : __________ Kelas : _________

No

Aspek yang dinilai Nilai

1 2 3 4

1. a. Suara b. Lafal c. Intonasi 2. Gestur 3. Mimik wajah

4. Isi cerita (pokok-pokok cerita) 5. Keruntutan cerita

Jumlah

Skor Maksimum

Nilai = Skor yang dicapai x 100 Skor maksimal

KD : 6.2 Bercerita dengan alat peraga Skala Penilaian Fleksibel

No.

Nama Siswa Nilai Jumlah

1 (1-50) 2 (1-25) 3 (1-25) 1. 2. 3. 4.

Keterangan : Penggunaan alat peraga Sikap dan penampilan Isi cerita (pokok-pokok cerita)

Penilaian yang dia atas jelas penekanannya, jika dibanding unjuk kerja yang memukul rata segala aspek kemampuan dalam kompetensi berbicara, dengan penilaian di atas maka dapat disesuaikan dengan KD yang mengutamakan aspek tertentu. Contohnya pada KD 6.2 yang dinilai bukan hanya kemampuan siswa secara lisan dalam bercerita, tetapi kemampuan siswa menggunakan alat peraga. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan KD 6.2. Penilaian tersebut tidak dapat dilakukan dengan tes tulis, tetapi hanya bisa dilakukan dengan tes lisan.

(10)

6

Daftar cek (check-list) dapat digunakan jika aspek yang nilai secara umum dan tidak memerlukan penilaian secara terperinci. Skala penilaian dapat digunakan untuk menampilkan rentang nilai yang lebih banyak sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan siswa. Skala penilaian fleksibel pendidik dapat menentukan skor maksimal dari masing-masing aspek. Penilaian sikap digunakan untuk menggambarkan perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Terakhir adalah penilaian produk, penilaian ini digunakan terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk.

3.2 Kekurangan implementasi penilaian penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII semester ganjil di SMP N 1 Teras.

KD

6.1 bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat di silabus yang disusun oleh guru mapel, menggunakan teknik penilaian tes tulis dan bentuk penilaian uraian. Jika dicermati, pada KD tersebut jelas bahwa harus diujikan secara lisan. Pada implementasinya tetap dilakukan penilaian lisan, tetapi penilaan yang dilakukan menggunakan skala penilaian. Seperti yang telah dikemukanan sebelumnya, bahwa skala penilaian digunakan untuk mengukur aspek yang bobotnya sama. Pada penilaian ini aspek yang dinilaioleh guru mapel adalah (1) ketepatan siswa menyebutkan pokok-pokok cerita, (2) ketepatan siswa merangkai pokok-pokok-pokok-pokok cerita, (3) kemampuan siswa urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat. Pada KD 6.1 jelas bahwa dari ketiga aspek tersebut, lebih ditekankan pada aspek ke tiga. Skala penilaian tidak tepat digunakan pada KD ini karena instrumen penilaian yang tepat ialah skala penilaian fleksibel.

KD 6.2 bercerita dengan alat peraga pada silabus instrumen penilaian siswa diminta bercerita berdasarkan gambar sebuah gunung meletus. Hal tersebut bisa saja dilakukan, tetapi kurang tepat. Siswa seharusnya bercerita dengan wayang kreasi, tongkat, boneka dan lain-lain. Pedoman penskoran juga mengalami kesalahan yang hampir seruma dengan KD 6.1, bahkan lebih fatal pada KD 6.2.

Aspek yang dinilai pada KD 6.2 (1) pokok-pokok cerita, (2) rangkaian pokok-pokok cerita, dan (3) Alur cerita. Indikator nomor 3 tertulis mampu bercerita dengan menggunakan alat peraga berdasarkan pokok-pokok cerita. Aspek penilaian nomor tiga seharusnya berisi kemampuan siswa bercerita menggunakan alat peraga. Aspek alat peraga justru ditiadakan dalam aspek penilaian. Pada 6.2 dari ketiga aspek yang telah dikemukakan, masing-masing memiliki bobot skor yang berbeda. Aspek utama ialah kemampuan siswa menggukanan

alat peraga, sedangkan aspek lain hanya penunjang.

3.3 Kesimpulan implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara kelas VII semester ganjil di SMP N 1 Teras.

Impementasi penilaian autentik yang digunakan guru mapel Bahasa Indonesia di SMP N 1 Teras sudah terlaksana meski ada beberapa kekurangan. Dari 2 SK 4 KD yang diajarkan 50% penilaian autentik yang digunakan kurang tepat, sehingga penilaian kompetensi berbicara tidak efektif. Kesalahan yang terjadi hampir serupa yaitu tidak sesuainya KD, indikator, dan aspek penilaian yang digunakan.

3.4 Kutipan dan Acuan 3.4.1 Penilaian Autentik

Majid (2012:

186) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi
(11)

7

Penilaian kompetensi berbicara dapat dilakukan dengan penilaian autentik. Nurgiyantoro (2008:251) mendefinisikan istilah “penilaian” dalam bahasa Indonesia dapat bersinonim dengan “evaluasi” (evaluation) dan kini juga populer istilah “asesmen” (assessment). Ada banyak definisi penilaian yang dikemukakan orang yang walau berbeda rumusan, pada umumnya menunjuk pada pengertian yang hampir sama. Dalam penilaian autentik siswa tidak hanya dituntut memahami aspek pengetahuan, melainkan juga apa yang dapat dilakukan dengan pengetahuannya itu. Model penilaian autentik, yang di dalamnya terdapat model portofolio, kini menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran.

Ada beberapa manfaat lain penggunaan penilaian autentik, sebagaimana dikemukakan Mueller dalam Nurgiyantoro (2008: 255-256) yaitu sebagai berikut. Pertama, penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan. Kedua, penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang kurang bermakna. Ketiga, penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Keempat, penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.

Penilaian dapat dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Menurut Dirman dan Cicih (2014:64) penilaian tes dapat berupa tertulis dan lisan, sedangkan nontes dapat berupa observasi, wawancara, skala, sikap, angket, chek list, dan ranting scale. Dirman dan Cicih (2014: 109) menambahkan bahwa asesemen autetik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan

belajar, dan sebagainya.

3.4.2 Penilaian Menurut Kurikulum 2006

Kurikulum sekolah di Indonesia mulai tahun ajaran 2004/2005 menggunakan kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi. Tahun 2006/2007 kurikulum yang dipakai berganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam penyusunan kurikulum, membutuhkan visi misi sebagai dasar penyusunannya. Mulyadi dalam TIM MKDK (2011:43-44) mengemukakan bahwa perumusan misi adalah suatu usaha untuk menyusun peta perjalanan, sedangkan visi adalah jalan pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya. Perumusan visi misi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan.

Menurut TIM MKDK (2011:26-47) secara hierarkis tujuan pendidikan ada empat, yaitu: tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Salah satu tujuan pendidikan adalah tujuan instruksional, yaitu tujuan yang ingin dicapai setelah siswa mempelajari suatu pokok bahasan tertetu. Penilaian kelas dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Penilaian kelas yang dikenal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara substansial sama dengan Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dalam Kurikulum Berbasis Kompensi (KBK) atau Kurikulum 2004 Standar Kompetensi.

(12)

8

sumber bukti), berkenaan dengan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat dilakukan. Informasi ini digunakan sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan. Asesmen harus memenuhi dua persyaratan, yaitu mengukur kompetensi dan harus mempunyai efek yang menguntungkan terhadap proses belajar.

Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran (Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili, 2012:11). Sementara itu, Supranata dan Muhammad dalam Sufanti dan Laili (2012:11) mendefinisikan penilaian kelas adalah penilaian yang dilakukan guru dalam rangka pembelajaran. Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili (2012:21) mengemukakan bedasarkan dokumen KTSP, ada tujuh teknik penilaian yang dapat dilakukan dalam penilaian kelas, yaitu: penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian portofolio, dan penilaian diri.

Suwandi dalam Sufanti dan Laili (2012:11) menyatakan bahwa penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi serta hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menentapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang diterapkan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar yang terdapat dalam kurikulum. Penilaian kelas dapat dilakukan di dalam kelas dan atau di luar kelas, seperti laboratorium maupun lapangan.

Penilaian kelas merupakan proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat evaluasi, pengumpulan informasi melalui bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar, pengolahan, dan penggunaan informasi hasil belajar (Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili, 2012:12). Kegiatan perencanaan meliputi kegiatan pemahaman dengan cermat tentang KD, indikator, dan penentuan teknik evaluasi yang digunakan untuk mengukur ketercapaian KD tersebut. Jika guru memilih teknik penilaian unjuk kerja, maka alat penilaian yang disusun adalah petunjuk atau perintah, lembar pengamatan, dan pedoman penskoran, dan sebagainya.

Penilaian kelas memiliki beberapa fungsi, menurut Puskur Balitbang Depdiknas dalam Sufanti dan Laili (2012:16) sebagai berikut. (1) Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi. (2) Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan). (3) Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remidial atau pengayaan. (4) Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya. (5) Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang perkembangan peserta didik

3.4.3 Kompetensi Berbicara

Tarigan (

2008:15) mendefinisikan berbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan sutau bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik, secara luas berbicara dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol manusia. Setiap orang yang berbicara tentu mempunyai tujuan yakni menyampaikan pikiran dan perasaan secara efektif. Tarigan (2008:15) mengatakan bahwa sebagai alat sosial, pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu sebagai berikut:

1. memberitahukan dan melaporkan (to inform); 2. menjamu dan menghibur (to entertain);

(13)

9

4.

PENUTUP

Penelitian yang berjudul „Implementasi Penilaian Autentik Kompetensi Berbicara di SMP Negeri 1 Teras‟ ini dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi penilaian kompetensi berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Teras sudah diimplementasikan dengan baik. Namun, masih kurang karena sarana dan prasarana yang ada tidak dimanfaatkan dengan baik seperti laboratorium bahasa. Kurang bervariasinya instrumen penilaian yang digunakan oleh guru mapel juga menjadi faktor kurang efektifnya implementasi penilaian autentik kompetensi berbicara di SMP Negeri 1 Teras. Ada beberapa KD yang tidak efektif menggunakan instrumen tersebut, dampaknya alokasi waktu pembelajaran tidak sesuai dengan RPP yang telah disusun. Padahal, tidak seluruh SK KD menyamaratakan semua nilai aspek yang diujikan.

Kendala yang dihadapi langsung dalam implementasi penilaian autentik adalah alokasi waktu. Kompetensi berbicara membutuhkan waktu yang lebih dibanding kompetensi lain karena peserta didik perlu mempersiapkan penampilannya sebelum dinilai. Pada proses penilaian, guru harus cermat memilih strategi pembelajaran yang tepat agar penilaian kompetensi

berbicara dapat dilakukan dengan

maksimal.

5.

DAFTAR PUSTAKA

Anggreni, Ni Made Dyan. Nyoman Dantes dan I Made Candiasa. 2014.“Pengaruh

Model Pembelajaran Master dan Asesmen Autentik Terhadap Hasil Belajar

IPA Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Payangan”.

e- Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan.

Volume 4 Tahun 2014. Halaman 1-11.

Dirman. Cicih Juarsih. 2014.

Penilaian dan Evaluasi: dalam rangka implementasi standar proses

pendidikan siswa.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Frey, Bruce B.Schmitt, dan Justin. 2

012. “Defining Authentic Classroom Assessment”.

Practical Assessment, Research & Evaluation

. Vol. 17. No. 2, Januari 2012.

Halaman 1-18.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013.

Kurikulum 2013.

Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Majid, Abdul. 2012.

Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.

Bandung: PT Remaja Rosdaskarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2008. “Penilaian Otentik”. Dalam

Cakrawala Pendidikan

,

November 2008, Th. XXVII, No. 3. Halaman 250-161.

Rahmawati, Laili Eti

ka dan Nuraini Fatimah. 2014. “Pengembangan Model Penilaian

Autentik Kompetensi Berbicara”.

Varia Pendidikan.

Vol. 26. No. 1, Juni 2014.

Halaman 1-10.

Sufanti, Main dan Laili Etika Rahmawati. 2012.

Teori Evaluasi Pengajaran Bahasa dan Sastra

(14)

10

Sukma, Wirani. Nengah Martha dan M Sutama. 2013. “Analisis Alat Evaluasi Bahan

Ajar Bahasa Bali SMP Kelas VII Semester Genap Berdasarkan Karakteristik

Penilaian Autentik.

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

. Volume 2 tahun 2013. Halaman

1-10.

Tarigan, Henry Guntur. 2008.

Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung:

Angkasa.

TIM MKDK. 2011.

Manajemen Pendidikan: Konsep dan Implementasi.

Surakarta: Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yusuff, Nik Azmah Nik. dkk. 2014. “Primary School Pupils: Acquisition of Science

Process Skills Via Hands on Activities and Authent

ic Assessment”.

Jurnal

Pendidikan Sains & Matematik Malaysia

. Vol.4 No.1 Juni 2014. Halaman 15-28

/ ISSN 2232-0393

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan wawancara dengan kepala seksi keperawatan tanggal 26 Mei 2017, diketahui bahwa masih banyak permasalahan yang ditemui dalam penerapan manajemen keperawatan,

[r]

(b) Berdasarkan segmentasi psikografi : Donat kentang dapat dinikmati oleh semua kalangan, konsumen lebih menyukai rasa coklat, dan variasi rasa donat kentang menentukan pilihan

(c) Berdasarkan segmentasi perilaku : konsumen membeli donat kentang 1-2 kali/bulan, pengeluaran untuk membeli donat kentang Rp 25.000/bulan, harga donat kentang yang

Aplikasi yang ada saat ini kebanyakan merupakan aplikasi yang hanya dapat membuka satu jenis format file saja, penulis mencoba membuat aplikasi yang dapat membuka lebih dari satu

Funk adalah corak musik yang berasal dari Amerika Serikat pada. pertengahan hingga akhir dekade 60, ketika

Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/pengurus koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

Custom Queuing (CQ) Traffic Destined for Interface Q Length Deferred by Queue Limit. Up to 16 3/10 1/10 Weighted Round Robin Scheduling (byte count) Classify Interface Hardware