ASSHIDDIQIYAH II BATU CEPER, TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd)
Disusun Oleh
Aufalina Husna
NIM 1112013000064
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
ii
Siswa Kelas VIII MTs (Madrasah Tsanawiyah) Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Pembimbing: Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: mendeskripsikan fungsi campur kode dalam karangan narasi siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif dipilih karena data penelitian ini berupa bahasa tulisan dengan teknik pengumpulan data berupa tugas dan catat. Kemudian, data yang memungkinkan terjadi campur kode digolongkan untuk menganalisis fungsi campur kode. Teknik triangulasi digunakan sebagai peningkatan pemahaman penelitian atas fungsi campur kode. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah karangan narasi siswa kelas VIII MTs (Madrasah Tsanawiyah) Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang yang berjumlah 36 karangan.
Berdasarkan analisis data dari hasil penelitian menunjukkan terdapat fungsi campur kode, yaitu (1) melancarkan komunikasi dengan memudahkan penyampaian maksud yang akan disampaikan, (2) menunjukkan status keterpelajarannya, (3) kenyamanan berbahasa, (4) kebiasaan berbahasa, dan (5) keterbatasan pengetahuan berbahasa. Fungsi campur kode yang dominan dalam karangan narasi siswa yaitu, kenyamanan berbahasa sebanyak 93 data berupa ragam bahasa Indonesia cakapan dan ragam bahasa Arab.
iii
Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching of MT, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Supervisor: Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd.
The purpose of this study is to: describe the function of code-mixing in a narrative essay class VIII MTs Manbaul Ulum Islamic Boarding School Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang. The method used in this research is descriptive qualitative method. Descriptive qualitative method selected for this study data in the form of a written language with data collection techniques such as tasks and notes. Then, the data that enables code-mixing occurs classified to analyze the functions of code-mixing. Triangulation technique is used as an improved understanding of the research on code-mixing functions. The data used in this study is a narrative essay class VIII MTs Manbaul Ulum Islamic Boarding School Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang as 36 essays.
Based on data analysis of the results showed there were functions of code-mixing, namely (1) launched the communication by facilitating the delivery of intent to be delivered, (2) shows their educated status, (3) the comfort of speaking, (4) language habits, and (5) limitations knowledge of language. Function code-mixing dominant narrative essay students are comfortable speaking a total of 93 data is a wide variety of Indonesian and Arabic conversation.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik dan lancar. Sewalat dan salam semoga selalu tercurah pada junjungan Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang
senantiasa mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.
Skripsi berjudul “Campur Kode dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VIII
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Manbaul Ulum Asshiddiqiyah II Batu Ceper,
Tangerang”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam menyusun skripsi ini, tentunya penulis tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun
materiil. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi
yang penuh keikhlasan dalam membimbing dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
4. Abah Kiai Nur Muhammad Iskandar, S.Q. beserta ustaz dan ustazah MTs
Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang
yang senantiasa memberikan izin penelitian di sekolah demi lancarnya
v
5. Ayahanda Emzamil Djunaed dan Ibunda Nur Asnifah. Orang tua yang
selalu berjuang dan berdoa tanpa henti memberikan yang terbaik untuk
putri bungsunya.
6. Mas Fida Zulfahmi dan Mas Khilfa Adib. Serta segenap keluarga di
Sunggingan, Kudus yang memberikan dukungan dorongan baik moril
maupun materiil yang tak terhingga kepada penulis.
7. Sahabat dekat penulis yang selalu memberi semangat kepada penulis, Geri
Alpian.
8. Sahabat hati sejak MTs sampai detik ini, Syifa Dwi Mutiah, Halimatus
Sa’diyah, Neneng Sobibatu Rohmah, Siti Balqis Khairul Bariyah, Millatul
Haq, dan Yuliana Dwi Handayani. Terima kasih atas suntikan semangat
yang selalu diberikan kepada penulis.
9. Sahabat sejawat selama di Ciputat yang selalu mengobarkan api semangat
satu sama lain, Anis Rozanah, Bernika Liana, Haiza Hazrina, Hasna
Puspita Sari, Sa’adah Abadiyah, Siti Sarah Ismiani dan Titih Sundari.
10.Teman-teman mahasiswa PBSI angkatan 2012 yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
Penulis berharap semoga kebaikan, keikhlasan, dan ketulusan semua
pihak yang telah membantu penulis dibalas oleh Allah SWT. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh dari sempurna ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dalam segi pembaca umumnya
dalam dunia pendidikan.
Jakarta, 6 Oktober 2016
vi
SURAT PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 5
C.Pembatasan Masalah ... 5
D.Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN ... 7
A.Teori Campur Kode ... 7
B.Teori Karangan ... 13
C.Teori Karangan Narasi ... 15
D.Penelitian yang Relevan ... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
B. Metode Penelitian... 20
C. Subjek Penelitian ... 21
vii
A. Profil Madrasah ... 24
B. Penyajian Data ... 27
C. Analisis Data ... 40
BAB V PENUTUP ... 45
A. Simpulan ... 45
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
UJI REFERENSI
viii
4.1 Ragam Cakapan ... 29
4.2 Ragam Bahasa Inggris ... 29
4.3 Ragam Bahasa Arab ... 30
4.4 Fungsi Campur Kode dengan Ragam Cakapan ... 30
4.5 Fungsi Campur Kode dengan Ragam Bahasa Inggris ... 30
ix
Lampiran 2 : Karangan Narasi Muhammad Bintang “Kegiatan Pondokku”
Lampiran 3 : Karangan Narasi Fadhil Umam A. “Dakwah Keliling”
Lampiran 4 : Karangan Narasi Rama Saputra “Kegiatanku”
Lampiran 5 : Karangan Narasi Rafli Erlangga “Kenanganku”
Lampiran 6 : Karangan Narasi Rafly Ali Ramly “Liburan Semester Ganjil”
Lampiran 7 : Karangan Narasi Pandu Sukma Fahrizal “Kegiatan di Pondok”
Lampiran 8 : Karangan Narasi Farhan Suhail Al Fikri “Kegiatanku Sehari-hari
di Pondok”
Lampiran 9 : Karangan Narasi Rosidin “Kegiatan Santri”
Lampiran 10 : Karangan Narasi Muhammad Aziz A. “Kegiatan di Pesantrenku”
Lampiran 11 : Karangan Narasi Ismail Nur Rahman “Kegiatan di Pondok”
Lampiran 12 : Karangan Narasi Muhammad Fahri Hasan “Kegiatan Setiap hari
di Pondok”
Lampiran 13 : Karangan Narasi Faliqul Isbah “Kegiatan ku”
Lampiran 14 : Karangan Narasi Mohammad Ali Jalu Mampang “Liburan di
Rumah Kakek di Pekalongan”
Lampiran 15 : Karangan Narasi Muhammad Rizki Fauzi “Penuh Sejuta Cerita”
Lampiran 16 : Karangan Narasi M. Ikfi H. “Kegiatan di Pondok”
Lampiran 17 : Karangan Narasi Adin “Kegiatan Sehari-hari”
Lampiran 18 : Karangan Narasi Muhammad Yogi “Kegiatanku di Pondok”
x
Lampiran 22 : Karangan Narasi Febby Teddyana “Liburan Tahun Baru”
Lampiran 23 : Karangan Narasi Tuhfa Nur Hadianti “Pengalaman Study Tour”
Lampiran 24 : Karangan Narasi Nisa Atiyah Ulfah “Kegiatan Sehari-hariku di
Pesantren”
Lampiran 25 : Karangan Narasi Dhiyaa Apprilia “Aktivitas di Pondok”
Lampiran 26 : Karangan Narasi Elsa Permata Juliana “Pengalaman Haflah”
Lampiran 27 : Karangan Narasi Nisrinaa Bias P. “Liburan Tahun Baru 2015”
Lampiran 28 : Karangan Narasi Tracy Yusanna “Pengalaman dan Kegiatanku di
Pondok”
Lampiran 29 : Karangan Narasi Sherly Nur Sabrina “Pengalamanku Pertama
Masuk Pondok Pesantren”
Lampiran 30 : Karangan Narasi Chusnul Azizah “Hari Ulang Tahun”
Lampiran 31 : Karangan Narasi Rachmah Wulan S “Study Tour”
Lampiran 32 : Karangan Narasi Annisa Nabila Fatimah “Liburan Tahun Baru”
Lampiran 33 : Karangan Narasi Artanti Rihab “Liburan Kenaikan Kelas”
Lampiran 34 : Karangan Narasi Khoirunnisa “Aktivitasku Hari Ini”
Lampiran 35 : Karangan Narasi Ananda Shabila “Kegiatan di Pondok”
1
A.
Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan ciri pembeda manusia yang paling utama
sebagai makhluk hidup. Melalui bahasa, manusia bisa berinteraksi
dengan manusia lainnya baik secara lisan maupun tulisan. Untuk
menciptakan sebuah interaksi yang efektif, tidak dalam kemampuan
berbicara saja. Ketika seorang komunikan menyampaikan ide atau
gagasan pikirannya dengan baik dan benar, respoden dapat menerima
dengan baik pesan yang telah didapatkannya. Kemampuan menulis pun
dapat menciptakan hal yang sama. Saat sebuah tulisan mengandung
tulisan baik dan benar, maka pembaca pun akan mudah mendapatkan
informasi yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Maka dari itu, agar
ide atau gagasan pikiran dapat diterima dengan dengan baik, seorang
penutur atau penulis perlu berbahasa yang baik dan benar.
Era globalisasi yang sedang berjalan membuat perkembangan
bahasa pada komunikasi menjadi sangat cepat. Menuntut sebuah jarak
bukan menjadi suatu hambatan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai penjuru dunia. Sebagian besar bahasa yang ada di dunia pasti
dipengaruhi oleh bahasa lainnya, tidak terkecuali bahasa Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki
kemampuan berbahasa lebih dari satu bahasa, multilingual. Di tiap-tiap
provinsinya memiliki ragam bahasa yang berbeda. Oleh karena itu tidak
selamanya bahasa Indonesia menjadi bahasa pertama yang dipelajari
oleh masyarakat Indonesia. Adakalanya bahasa Indonesia menjadi
bahasa ajar bagi masyarakat Indonesia.
Pelajaran bahasa asing menjadi suatu langkah awal yang baik untuk
globalisasi. Bila hanya mengetahui bahasa asing saja tanpa
menguasainya, belum cukup untuk memenuhi kebutuhan globalisasi
dalam komunikasi sehari-hari. Seiring dengan kemajuan peradaban
manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi,
manusia secara tidak langsung dituntut untuk dapat berkomunikasi
dengan bahasa asing agar mereka menjadi lebih leluasa dalam menjalin
komunikasi dengan orang lain yang berasal dari bangsa yang berbeda
dengan dirinya. Juga menghadirkan pemahaman yang baik antar pribadi,
kelompok, dan antar bangsa.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mempelajari bahasa asing,
yaitu melalui pendidikan formal maupun non formal. Di Indonesia
sudah banyak instansi pendidikan yang dikelola oleh pemerintah
maupun swasta yang menerapkan sekolah bilingual bahkan multilingual
sekaligus. Sekolah yang menerapkan hal tersebut, mewajibkan seluruh
warga sekolah untuk menggunakan bahasa asing di dalam lingkungan
sekolah. Tidak hanya warga sekolah saja yang menggunakan bahasa
asing, seperangkat elemen sekolah pun memiliki petunjuk yang ditulis
dengan bahasa asing.
Dalam praktiknya, MTs Mabaul Ulum Pondok Pesantren
Asshidiqiyah II Batu Ceper, Tangerang yang terletak di pinggir kota
Jakarta merupakan instansi pendidikan yang mengintegrasikan bahasa
asing, bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa percakapan sehari-hari,
baik di luar maupun di dalam asrama. Keefektifan bahasa asing bukan
hanya dilihat dari sisi lingkungannya saja, tetapi waktu penerapannya
juga sangat penting. Pembelajaran bahasa secara formal dilakukan pada
kegiatan belajar-mengajar di kelas, seperti mata pelajaran bahasa Arab
dan bahasa Inggris. Kemudian secara informal lembaga Madiniyah
memiliki program pembelajaran yang sangat membantu kelancaran
masyarakatnya dalam belajar bahasa asing, seperti belajar kitab kuning
bulan bebas berbahasa Indonesia. Program khusus ini dibuat bagi para
siswa baru untuk belajar bahasa asing. Pada bulan berikutnya mereka
harus mengikuti peraturan, wajib berbicara bahasa asing di keseharian
mereka. Apabila salah seorang dari mereka melanggar, akan dikenakan
sanksi. Sanksi yang didapatkan bersifat mendidik agar lebih disiplin
dalam berbahasa.
Dengan demikian, institusi pendidikan seperti MTs Manbaul Ulum
juga dapat dianggap tidak hanya menanamkan nilai-nilai keagamaan
sebagai pedoman hidup. Tetapi menjadi sebuah lembaga yang paling
efektif dalam meningkatkan kemampuan bahasa asing, seperti bahasa
Arab dan bahasa Inggris. Bahasa Arab adalah bahasa yang terdapat
dalam pedoman hidup umat Islam, yaitu Al-Qur’an. Secara tidak
langsung, tujuan mempelajari dan menguasai bahasa Arab, adalah untuk
mengkaji Al-Qur’an. Lain halnya dalam bahasa Inggris yang merupakan
bahasa internasional. Pada zaman modern sekarang, mempelajari bahasa
Inggris merupakan hal yang penting agar dapat bersaing di masa depan.
Menurut Fishman dalam Holmes, “Area penggunaan bahasa
melibatkan terjadinya interaksi khusus antarmitra tutur dalam aturan
yang khusus” (A domain involves typical interactions between typical
participants in typical settings).1 Kebijakan untuk mewajibkan masyarakatnya menggunakan bahasa pengantar di pesantren dan kondisi
masyarakat yang multilinguistik, menimbulkan fenomena pergeseran
penggunaan bahasa Indonesia pada praktik berbicara maupun menulis
dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kosakata bahasa Arab dan bahasa
Inggris yang didapatkan lebih sering dipakai daripada kosakata bahasa
Indonesia.
Hal ini berdampak pada dewasa ini, praktik pembelajaran bahasa
Indonesia untuk mengalami pergeseran terutama dalam minat
1
belajarnya. Munculnya anggapan dari para siswa, pembelajaran bahasa
Indonesia merupakan suatu perkara yang mudah, dan sebagai warga
Indonesia tidak perlu lagi mengkaji bahasa Indonesia. Pola pikir dan
sikap seperti ini telah mempengaruhi siswa untuk mencintai bahasa
Indonesia. Faktor keseharian penggunaan bahasa asing, serta hubungan
dari keterampilan berbahasa, menjadi salah satu alat untuk mengetahui
kemampuan siswa kelas VIII MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren
Asshidddiqiyah untuk dapat menulis dalam bahasa Indonesia. Siswa
kelas VIII merupakan siswa yang menjalani satu tahun program disiplin
bahasa.
Persentuhan antar bahasa dapat mengakibatkan pergantian
penggunaan bahasa oleh penutur dalam konteks sosial atau biasa disebut
kontak bahasa. Proses kontak bahasa terjadi pada lingkungan dan
masyarakat bilingual/multilingual. Lingkungan dan masyarakat MTs
Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang berasal dari
berbagai daerah merupakan salah satu wadah kontak bahasa. Ditambah
dengan kewajiban berbahasa dalam percakapan sehari-hari memiliki
pengaruh yang besar dengan memasukkan unsur-unsur bahasa lain atau
serpihan-serpihan bahasa asing yang disebut campur kode. Tidak hanya
ke dalam tuturan bahasa Indonesia mereka saja, tetapi ke dalam
karangan bahasa Indonesia.
Kegiatan padat para siswa baik di luar maupun di dalam asrama
menjadikan mereka kurang mengembangkan ide-idenya. Keterampilan
menulis menjadi hal yang sangat layak dilakukan oleh mereka untuk
mengungkapkan gagasan sebagai penggali ide yang mereka miliki.
Menulis karangan narasi juga membantu kemampuan menulis dengan
teknik bercerita yang memiliki tujuan untuk menggali ide si penulis agar
dapat menulis dengan eksploratif.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti CAMPUR KODE
TSANAWIYAH (MTs) MANBAUL ULUM PONDOK PESANTREN
ASSHIDDIQIYAH II BATU CEPER, TANGERANG.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Rendahnya penguasaan bahasa Indonesia di kalangan siswa
karena pengaruh bahasa asing dalam kemampuan berbahasa
Indonesia.
2. Peraturan atau sanksi bahasa tidak dikenakan pada bahasa
Indonesia.
3. Pemakaian bahasa asing sehari-hari menyebabkan sering terjadi
adanya campur kode.
4. Ditemukan penggunaan bahasa asing dalam karangan narasi
siswa.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka kajian dalam
penelitian ini hanya mencakup analisis fungsi campur kode dalam
karangan narasi siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Manbaul
Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah, bagaimana fungsi campur kode
dalam karangan narasi siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper,
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui fungsi campur kode dalam karangan narasi
siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Manbaul Ulum Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang.
F.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini bermanfaat untuk peneliti, sebagaimana peneliti
memperoleh ilmu baru. Penelitian ini diharapan dapat menambah
wawasan mengenai pengaruh bahasa asing terhadap perkembangan
pembelajaran bahasa Indonesia yang berdampak pada terjadinya
campur kode. Serta memperluas pengetahuan kajian Sosiolinguistik
pada umumnya dan campur kode pada khususnya, terutama untuk
calon guru Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan campur kode dan meningkatan kualitas
pengajaran serta pembelajaran mengarang bahasa Indonesia
khususnya di sekolah.
b. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan campur
7
A.
Teori Campur Kode
Sebelum menelaah lebih dalam mengenai campur kode atau biasa
dalam bahasa Inggris disebut code mixing, terlebih dahulu perlu
mengetahui istilah kode. Peristiwa campur kode terjadi tidak dapat terlepas
dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang saling berkomunikasi.
Melalui proses komunikasi antar manusia, hadirlah kontak bahasa yang
kemudian melahirkan variasi-variasi bahasa. Menurut Suwito, “Alat
komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah
kode”.1 Mansoer menyatakan, “Seorang yang melakukan pembicaraan
sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya”.2 Dapat
disimpulkan bahwa kode merupakan variasi bahasa yang khusus
digunakan oleh suatu masyarakat tutur sebagai alat untuk membangun
suatu kelancaran komunikasi.
Campur kode adalah suatu gejala yang tidak mungkin dihindarkan
oleh para pembelajar bahasa kedua.3 Menurut Kachru dalam Pranowo,
“Campur kode ini merupakan fenomena pemakaian dua bahasa atau lebih
dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa
lain secara konsisten”.4 Seseorang yang sedang dalam proses belajar dan
menguasai bahasa kedua, akan menghasilkan suatu hal yang dinamakan
bahasa antara. Ketika menggunakan bahasa ibu (B1) mereka akan
menyampurkan bahasa kedua yang telah diketahui dan dimiliki. Kemudian
digunakan secara berkesinambungan sebagai salah satu praktik untuk
1
Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal. (Surakarta: Henary Offset Solo, 1985), h. 67
2
Mansoer Pateda, Sosiolinguistik. (Bandung: Angkasa, 1987), h. 83
3
Pranowo, Teori Belajar Bahasa Untuk Guru Bahasa Dan Mahasiswa Jurusan Bahasa.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 110
mencapai penguasaan bahasa kedua. Hal ini yang membuat terjadinya
gejala campur kode.
Ohoiwutun mengemukakan pernyataan mengenai campur kode
sebagai berikut:
“Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual, sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan atau interferensi berbahasa (performance interference). Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat atau wacana bahasa lain. Kita namai gejala ini campur
kode (code mixing)”.5
Berdasarkan pendapat di atas, dalam dialek masyarakat tutur yang
memiliki kemampuan dua bahasa atau lebih dapat ditemukan perubahan
sistem bahasa yang dianggap menyalahi kaidah gramatika bahasa itu
sendiri. Contohnya, terselipnya kosakata bahasa Inggris di dalam
percakapan yang menggunakan bahasa Arab. Menurut Weinreich dalam
Ohoiwutun, “Menamai campur kode ini sebagai mix grammar”.6
Berdasarkan pendapat Weinreich, campur kode merupakan percampuran
tata bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lainnya.
Terkait contoh campur kode lainnya menurut Aslinda dan Leni,
“Campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa
Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam
pembicaraan bahasa Indonesia”.7 Seseorang yang berkemampuan
memasukkan unsur-unsur bahasa satu ke bahasa lainnya, dapat dipastikan
merupakan seorang bilingual. Indonesia menjadi contoh negara yang
memiliki masyarakat multilingual. Karena Indonesia memiliki banyak
ragam bahasa, sebagian besar masyarakatnya dapat menguasai bahasa ibu
yang berupa bahasa daerah. Kemudian bahasa Indonesia yang merupakan
bahasa nasional, menjadi bahasa kedua. Atau sebaliknya. Hal ini
5
Paul Ohoiwutun. Sosiolinguistik memahami bahasa dalam konteks masyarakat dan kebudayaan. (Jakarta: Kesaint Blanc, 1997), h. 69
6
Ibid, h.70
7
memungkinkan terjadinya campur kode di kalangan masyarakatnya
dengan menyisipkan istilah-istilah dari bahasa daerah ketika berbicara
dengan situasi informal.
Menurut Suwito,
“Ciri lain dari gejala campur kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi”.8
Sikap penutur bahasa yang mulai tidak memperhatikan terlebih dahulu
bagaimana latar belakang mitra tuturnya, serta rasa gengsi penutur untuk
menunjukkan keahlian berbahasanya, sangat memungkinkan terjadinya
campur kode. Kemudian, bergesernya fungsi suatu bahasa karena
penyisipan unsur bahasa lain yang pada awalnya dilakukan secara
coba-coba. Setelah terjadi interaksi dan mendapat respon dari masyarakat tutur,
unsur bahasa lain tersebut akan digunakan secara kontinu yang berdampak
pada hilangnya fungsi asli bahasa sebenarnya
Menurut Nababan, “Pemilihan atau penggunaan bahasa dan ragam
bahasa yang hanya ditentukan oleh kebiasaan atau enaknya perasaan atau
mudahnya pengungkapan seseorang pengguna bahasa kita sebut campur
kode”.9 Campur kode terjadi ketika ujaran yang berasal dari pemilihan
ragam bahasa digunakan oleh penutur, atas dasar kenyamanan dalam
berbicara. Suwito menyatakan, “Demikianlah maka campur kode itu
terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan (penutur),
bentuk bahasa, dan fungsi bahasa”.10
Nababan mengemukakan mengenai campur kode, yaitu:
“Suatu keadaan berbahasa lainnya ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa
8
Suwito, op. Cit, h.75
9
P.W.J. Nababan, PELLBA 2 Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya: Kedua.
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), h. 194
10
(speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan/atau kebiasaannya yang dituruti. Tindak
bahasa yang demikian kita sebut campur kode”.11
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Gumperz dalam Jendra terkait
faktor situasi yang memungkinkan terjadinya campur kode, “Kedua,
pembicara dwi bahasa dikatakan mencampur kode (tapi tidak beralih dari
satu ke yang lain) ketika tidak ada topik yang berubah, juga tidak ada
perubahan dalam situasi”. (Second, bilingual speakers are said to mix
codes (but not switch from one to other) when there is no topic that changes, nor does the situation). 12.
Menurut Subyakto dalam Suwandi, “Campur kode ialah penggunaan
dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai anara orang-orang
yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini,
kita dapat dengan bebas mencampur kode (bahasa atau ragam bahasa) kita;
khususnya apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam
bahasa lain”.13
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, suatu tindak bahasa dapat
dikatakan campur kode yakni ketika seorang dwibahasawan menggunakan
pengetahuan bahasa yang ia miliki ke dalam ujarannya secara spontan,
tanpa memikirkan situasi yang sedang terjadi.
Adapun terjadinya campur kode dilatarbelakangi oleh beberapa hal
sebagai berikut:
1. Campur kode yang sering ditemukan yaitu dipakai saat penutur berada
dalam situasi yang santai atau informal. Campur kode digunakan untuk
melancarkan jalannya komunikasi dua arah. Bila campur kode
ditemukan di situasi resmi atau formal, karena keterbatasan kosakata
11
P.W.J. Nababan, Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 32
12
Made Iwan Indrawan Jendra, Sosiolinguistics The Study of Societies’ Languanges. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 79
13
bahasa yang digunakan. Sehingga, perlu menggunakan bahasa lain
agar maksudnya tersampaikan. Dalam hal ini, Nababan menyatakan,
“Ciri yang menonjol dalam campur kode ini ialah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing; dalam bahasa tulisan, hal ini kita nyatakan dengan mencetak miring atau menggarisbahawahi
kata/ungkapan bahasa asing yang bersangkutan”.14
Menurut Suwito, “Latar belakang terjadinya campur kode pada
dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu: tipe yang berlatar
belakang pada sikap (attitudinal type) dan tipe yang berlatar belakang
kebahasaan (linguistic type)”.15 Yang dimaksud dengan tipe sikap yaitu, penutur mengetahui siapa mitra tuturnya dan bagaimana situasi
berbahasa (formal atau informal) yang sedang dilakukan.
2. Latar belakang lainnya seseorang melakukan campur kode karena si
penutur ingin menunjukkan kelas sosialnya. Pranowo menyatakan:
“Ciri-ciri khusus adanya campur kode antara lain adanya ketergantungan yang landai adanya hubungan timbal-balik antara peranan (siapa yang memakai) dan fungsi (apa yang hendak dicapai oleh pembicara melalui ujaran) bahasa. Ciri lain adanya campur kode adalah adanya unsur-unsur bahasa atau variasi bahasa yang satu menyicip di dalam bahasa lain dengan tidak lagi memiliki fungsi sendiri. Unsur itu telah menyatu dalam bahasa yang disisipi dan telah kehilangan fungsi aslinya yang secara keseluruhan hablur dan mendukung makna bahasa yang
disisipinya”.16
Suwito juga menyatakan pendapat yang sama terkait hal yang telah
disebutkan, yaitu ada tipe yang belatar belakang atas kebahasaan,
adalah penutur yang memiliki pengetahuan lebih dari satu bahasa.17
menurut Nababan, campur kode bisa terjadi bila pembicara ingin
14
Nababan, op.Cit. 15
Suwito, op. Cit., h.77
16
Pranowo, op. Cit. 17
memamerkan keterpelajarannya atau kedudukannya.18 Penutur ini
biasanya tergolong seorang yang dwibahasawan bahkan
multibahasawan. Dengan adanya latar belakang ini, mendorong
seseorang untuk bisa menunjukkan kemampuannya dalam banyak
bahasa.
3. Adapun Ohoiwutun juga menyatakan hal lainnya yang
melatarbelakangi terjadinya campur kode, yaitu pemenuhan kebutuhan
mendesak (need filling motive) dan adanya motif prestise (prestige
fillingmotive).19 Pemenuhan kebutuhan mendesak (need filling motive) misalnya, kurangnya kosakata suatu bahasa sehingga mengadopsi
bahasa lain untuk mewakili maksud yang dituju. Hal ini biasanya
banyak ditemukan dalam istilah teknologi. Contoh peminjaman bahasa
asing dalam bidang teknologi yang dinyatakan oleh Jendra:
“Seorang pembicara dwibahasawan keturunan Indonesia meminjam
kata bahasa Inggris.
Contoh: Saya lihat tadi hand phonemu di meja”.
(An Indonesian bilingual borrows English word. e.g. Saya lihat tadi hand phonemu di meja).20
Dengan demikian, campur kode merupakan suatu gejala bahasa
yang dapat ditemukan pada seorang dwibahasawan bahkan
multibahasawan, dengan menyisipkan serpihan-serpihan bahasa satu
ke dalam bahasa lainnya. Penyisipan dilakukan karena berfungsi
untuk:
1. Melancarkan komunikasi dengan memudahkan penyampaian
maksud yang akan disampaikan,
18
Nababan, op.Cit. 19
Ohoiwutun, op. Cit., h.71
20
2. Sikap kegengsian, kebutuhan akan pengakuan sosial dalam
menunjukkan status keterpelajarannya, dan
3. Adanya keterbatasan kosakata dalam suatu bahasa.
B.
Karangan
Menulis karangan merupakan bagian dari kegiatan untuk melatih salah
satu kemampuan berbahasa yang diajarkan di sekolah. Menurut Danim,
“Karangan atau esai adalah sebuah komposisi prosa singkat yang
mengekpresikan opini penulis tentang fenomena, gejala, atau subjek
tertentu. Karangan juga bermakna curahan berpikir seseorang mengenai
fenomena, gejala, atau subyek tertentu yang dituangkan dalam bentuk
tulisan”.21 Karangan merupakan tulisan yang menceritakan suatu ide atau
pemikiran yang dimiliki oleh penulis yang bersifat ekspresif.
Gie menyatakan batasan karangan yaitu, “Karangan adalah hasil
perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan
dimengerti oleh masyarakat pembaca”.22 Menurut Lado dalam Wibowo
terkait batasan karangan “Mengarang adalah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang
dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut, asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran
grafik itu”.23 Dengan demikian, karangan tidak hanya menitikberatkan
pada gagasan penulis yang diwujudkan menjadi tulisan saja. Tetapi, ide
juga bisa diekspresikan ke dalam semua bentuk seperti berupa grafik. Agar
gagasan atau ide penulis dapat tersampaikan, karangan perlu dibuat
dengan menggunakan penyampaian yang teratur. Misalnya karangan
21
Sudarwan Danim, Karya Tulis Inovatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 40
22
The Liang Gie, Terampil Menulis. (Yogyakarta: ANDI OFFSET,2002), h.3
23
berupa tulisan harus menggunakan tata bahasa yang baik dan benar.
Sehingga, karangan tersebut bisa dinikmati oleh pembacanya.
Widagdho membagi karangan menjadi empat jenis,
“Ada karangan yang nadanya bercerita, entah faktual atau cuma fiksi belaka. Ada karangan yang melukiskan sesuatu hal sedemikian rupa sampai pembaca hanyut oleh pelukan pengarangnya. Ada karangan yang memberikan keterangan terhadap sesuatu hal, atau mengembangkan sebuah gagasan sehingga menjadi konkret. Dan ada
karangan yang berusaha meyakinkan pembaca agar sependapat”.24
Jenis karangan ada empat, yaitu (1) Narasi, karangan yang bersifat
menceritakan, (2) Deskripsi, karangan yang bersifat melukiskan, (3)
Eksposisi, karangan yang bersifat memaparkan, dan (4) Argumentasi,
karangan yang bersifat mempengaruhi. Sesuai dengan jenis-jenisnya,
karangan juga memiliki tujuan dalam pembuatannya. Menurut Hugo
dalam Wibowo, tujuan karang-mengarang yaitu (a) Tujuan penugasan
(assignment purpose), (b) Tujuan altrustik (altrustic purpose), (c) Tujuan
persuasif (persuasive purpose), (d) Tujuan penerangan (informational
purpose), (e) Tujuan pernyataan diri (self expressive purpose), (f) Tujuan
kreatif (creative purpose), dan (g) Tujuan pemecahan masalah (
problem-solving purpose).25 Menulis karangan karena penugasan, contohnya terjadi pada siswa di sekolah karena menulis merupakan salah satu kegiatan
pembelajaran di sekolah. Menulis karangan dengan tujuan menghibur
pembaca, sering ditemukan di majalah dengan pembahasan mengenai
artis. Menulis karangan dengan tujuan penerangan, dapat ditemukan di
koran. Menulis karangan dengan tujuan pernyataan diri, yaitu menulis
karangan untuk menunjukkan ke masyarakat akan bakat menulis yang
dimiliki. Misalnya menulis puisi atau cerpen di majalah. Menulis dengan
tujuan kreatif demi pencapaian nilai seni. Hal ini terjadi atas dorongan
kreativitas yang lebih tinggi dibanding pernyataan diri. Seperti, menulis
24
Djoko Widagdho, Bahasa Indonesia Pengantar Kemahiran Berbahasa Di Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), h.105
25
novel. Yang terakhir karangan yang bertujuan sebagai pemecahan masalah
demi menjelaskan, memaparkan jalan keluar dari sebuah permasalahan.
Contohnya, menulis menulis skripsi, tesis, dan disertasi. Karangan dalam
penelitian ini dibatasi dalam jenis karangan narasi, yaitu karangan yang
sifatnya menceritakan sesuatu.
C.
Karangan Narasi
Hikmat dan Solihati mengemukakan, “Karangan narasi merupakan
karangan yang menceritakan atau menyampaikan urutan peristiwa secara
kronologis”.26 Cerita mengenai terjadinya peristiwa demi peristiwa yang
terangkum dalam susunan sejumlah kejadian atau peristiwa. Widagdho
menyatakan hal yang sama, “Karangan narasi adalah karangan yang
menceritakan satu atau beberapa kejadian dan bagaimana berlangsungnya
peristiwa-peristiwa tersebut. Rangkaian kejadian atau peristiwa ini
biasanya disusun menurut urutan waktu (secara kronologis)”.27
Rangkuman cerita tidak hanya tersusun atas beberapa kejadian saja, tetapi
adanya urutan waktu menjadi hal yang penting di dalamnya.
Fitriyah dan Gani mengungkapkan hal yang lebih singkat, “Narasi
artinya cerita”.28 Sejalan dengan pendapat tersebut, Hikmat dan Solihati
menyatakan, “Kata narasi diambil dari bahasa Inggris naration yang
bermakna bercerita”.29 Dengan demikian, narasi adalah sebuah cerita yang
menceritakan tentang rangkaian sebuah kejadian yang dibalut dengan
waktu terjadinya kejadian tersebut. Danim menyatakan hal yang lebih jelas
mengenai karangan narasi, “Karangan naratif menggambarkan suatu ide
dengan cara bertutur tertentu. Peristiwa yang diceritakan biasanya
26
Hikmat dan Solihati, op. Cit.
27
Widagdho, op. Cit., h.106
28
Mahmudah Fitriyah dan Ramlan Abdul Gani, Pembinaan Bahasa Indonesia. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.135
29
mengikuti alur sesuai urutan waktu”.30 Rangkaian cerita yang dijelaskan
secara detail, dapat memudahkan pembaca ketika membacanya.
Vivian dalam Achmadi menyatakan bahwa tulisan naratif itu
menuturkan cerita. Oleh karenanya, cerita yang tertulis berkaitan erat
dengan waktu dan perbuatan manusia.31 Gambaran kejadian yang
diceritakan oleh pengarang biasanya sangat dekat dengan hal-hal yang
terjadi dalam kehidupan manusia. Baik cerita yang mengedepankan daya
khayal pengarangnya, sehingga menjadi cerita fiksi seperti dongeng. Atau
cerita yang mengutamakan logika (hal yang masuk akal) pengarangnya
yang berupa cerita nonfiksi, misalnya biografi seorang pengusaha.
Kemudian Akhaidah dkk memaparkan,”Oleh sebab itu, unsur yang
penting pada sebuah narasi adalah adalah unsur perbuatan dan tindakan.
Perbuatan dan tindakan ini terjadi dalam suatu rangkaian waktu”.32
Melalui cerita yang ditulis secara rinci mengenai perbuatan tokoh
serta jalannya sebuah konflik yang terangkai oleh waktu. Pernyataan Keraf
merangkum semua pendapat para ahli, “Narasi berusaha menjawab
pernyataan, Apa yang sedang terjadi?”.33
Keraf membagi karangan narasi menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris
dan narasi sugestif. “Narasi ekspositoris pertama-tama bertujuan untuk
menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan.
Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para
pembaca sesudah membaca kisah tersebut”.34 Dalam narasi ekspositoris,
pengarang menceritakan suatu proses peristiwa yang dilakukan oleh siapa
saja, berdasarkan fakta dan menggunakan bahasa yang logis agar
30
Danim, op. Cit., h.44
31
Muchsin Achmadi, Materi Dasar Pengajaran Komposisi Bahasa Indonesia. (Jakarta: Depdikbud, 1988), h. 113
32
Akhaidah, dkk., Materi Pokok Menulis II. (Jakarta: Karunika Jakarta, 1986), h.1.2
33
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi. (Jakarta: PT Gramedia, 1989), h.136
mencapai sebuah rasionalitas. Contoh narasi ekspositoris yakni, biografi,
autobiografi, cerita pengalaman.
Keraf juga menyatakan, “Tetapi tujuan atau sasaran utamanya bukan
memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha memberi makna atas
peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya
adalah makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu
melibatkan daya khayal (imajinasi)”.35 Narasi sugestif bersifat fiksi.
Pengarang menggunakan bahasa yang figuratif untuk melukiskan sebuah
cerita, agar pembaca dapat turut terlibat untuk berimajinasi ditiap
rangkaian cerita. Contoh narasi sugestif adalah fabel, dongeng, hikayat,
cerpen, dan novel.
Dapat disimpulkan bahwa, narasi adalah serangkaian cerita yang
melibatkan tokoh, konflik, dan peristiwa sebagai unsur utama penggerak
cerita. Narasi terbagi menjadi dua macam, narasi ekspositoris yang bersifat
fakta atau nonfiksi. Dan narasi sugestif yang bersifat fiksi.
D.
Penelitian Relevan
Berikut ini beberapa penelitian relevan yang sekiranya berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, di antaranya adalah:
1. Raisa Shahrestani, dengan judul “Campur Kode dalam Buku Kampus
Kabelnaya Karya Koesalah Soebagyo Toer”. Penelitian yang
diperoleh yaitu, tipe pembentukan campur kode dalam buku Kampus
Kabelnaya adalah dalam bentuk kalimat, bukan dalam makna dan juga tidak ada perubahan secara fonologis. Selain itu, campur kode
dalam buku ini adalah berupa kata, frasa, idiom, dan kalimat.36
2. Diduk Dwi Laksono, yang berjudul “Penggunaan Kata Tidak Baku
dan Campur Kode dalam Naskah Drama SMP Muhammadiyah 1
Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini terdapat
35
Ibid, h.138
36
beberapa kesimpulan, wujud penggunaan kata baku di karangan siswa
SMP Muhammadiyah 1 Surakarta sangatlah sedikit dikarenakan
kebiasan penutur menggunakan bahasa sehari-hari, terpengaruh
bahasa sms (Short Message Service) sehingga banyak kata yang
disingkat, kurangnya pemahaman akan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD). Intensitas campur kode paling tinggi dimulai dari campur
kode ke dalam kata sifat 40%, kata benda 4%, kata kerja 3%, kata
keterangan 1%, frasa verba 1%. Campur kode ke luar kata sifat 35%,
frasa nomina 4%, frasa verba 2%, frasa adjektiva 2%, kata benda
1%.37
3. Rrr. Prilliana Budi Patmawati, dengan judul “Campur Kode dan Alih
Kode Pada Acara Show Imah di Trans Tv”. Penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam acara Show Imah di Trans Tv terdapat
unsur-unsur linguistik dari bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa
Betawi, bahasa Sunda, dan bahasa Arab. Bentuk campur kode yang
ditemukan yaitu, 1) kata (kata dasar, kata berimbuhan, dan kata
ulang), 2) frase, 3) baster, 4) ungkapan atau idiom. Jenis alih kode
yang ada yakni, 1) alih bahasa dan 2) alih variasi bahasa (alih dialek
dan alih ragam).38
4. Jayanti Puspita Dewi, yang berjudul “Campur Kode Pada Penggunaan
Bahasa Indonesia Dalam Karangan Narasi Siswa Kelas X MA
(Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang”. Berdasarkan
hasil penelitian, ditemukan wujud campur kode berupa kata, frasa,
klausa, kalimat, singkatan, dan istilah. Sementara itu, untuk campur
37
Diduk Dwi Laksono, Penggunaan Kata Tidak Baku dan Campur Kode dalam Naskah Drama SMP Muhammadiyah 1 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012. (Skripsi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012), h.xiv
38
kode ke luar, yakni campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa
Inggris dan bahasa Arab.39
Dengan demikian berdasarkan penelitian relevan di atas, peneliti
mendapatkan penelitian yang hampir sama, yaitu penelitian Jayanti
Puspita Dewi. Tetapi, subjek dan fokus penelitan berbeda dengan yang
dikaji oleh peneliti. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII
MTs Manbaul Ulum Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang. Serta
fokus penelitian ini adalah fungsi campur kode dalam karangan narasi
siswa kelas VIII MTs Manbaul Ulum Asshiddiqiyah II Batu Ceper,
Tangerang.
39
20
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Manbaul Ulum Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper yang terletak di Jl. Garuda
Raya No.32 Kel. Batu Jaya, Kec. Batu Ceper, Kota Tangerang –
Banten.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai September, dari
mulai observasi sampai selesai untuk pengumpulan data dan informasi
yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini.
B.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif-deskriptif. Moleong menyatakan,
“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah”.1
Fenomena yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai campur
kode di kalangan pelajar.
Metode deskriptif menurut Azwar, “Penelitian deskriptif bertujuan
menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik
mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha
1
menggambarkan situasi atau kejadian”.2 Penggunaan metode ini
dimaksudkan karena data yang digunakan adalah teks narasi siswa kelas
VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Manbaul Ulum Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang untuk menemukan fungsi campur
kode di dalamnya.
C.
Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, populasi dari
keseluruhan siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Manbaul Ulum
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang yaitu 66 siswa.
Kemudian berdasarkan temuan data, sampel yang diambil adalah 36 siswa.
D.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah campur kode yang
meliputi fungsi campur kode dalam karangan narasi siswa VIII Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II
Batu Ceper, Tangerang.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik penumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
deskriptif. Menurut Moleong, “Data yang dikumpulkan adalah berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya
penerapan metode kualitatif”.3 Masing-masing siswa menulis karangan
narasi bebas dengan menggunakan bahasa baku/formal dan panjang isi
karangan tidak ditentukan. Karangan narasi bebas digunakan karena untuk
memudahkan siswa dalam mengekspresikan ide-ide mereka ke dalam
tulisan. Waktu untuk menyelesaikan pembuatan karangan narasi, siswa
diberi waktu 1 jam. Kemudian setelah karangan-karangan ini terkumpul,
peneliti membaca setiap karangan. Jika menemukan data yang
2
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 7
3
memungkinkan terjadi campur kode, segera digarisbawahi agar
memudahkan peneliti dalam mendaftar pendeskripsian data dan analisis
data.
Adapun untuk memastikan fungsi campur kode yang terdapat dalam
karangan narasi siswa, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut
Sugiyono,
“Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data”.4
Dari hasil fungsi campur kode yang telah didapatkan, peneliti bertanya
kepada 12 sampel penelitian dari jumlah populasi yang ada mengenai
penggunaan campur kode dari temuan data yang telah didapatkan. Hal ini
dimaksudkan sebagai peningkatan pemahaman peneliti terhadap sesuatu
yang telah ditemukan.
F.
Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis. Pengolahan data
dilakukan melalui deskriptif-kualitatif, dengan proses sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Data campur kode yang telah diperoleh dari karangan narasi
dikumpulkan. Kemudian, data yang memiliki gejala campur kode
dimasukkan ke dalam tabel agar memudahkan peneliti dalam
menganalisis fungsi campur kode dalam karangan narasi siswa.
Adapun tabel yang digunakan sebagai instrumen penelitian adalah
sebagai berikut:
4
Tabel Ragam Cakapan
No Data Frekuensi
Tabel Ragam Bahasa Arab
No Data Frekuensi
Tabel Ragam Bahasa Inggris
No Data Frekuensi
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya setelah reduksi data adalah penyajian
data. Penyusunan data secara sistematis dan selektif membantu
membuat gambaran data untuk kesimpuan keseluruhan masalah
penelitian dengan tepat. Berikut ini tabel akumulasi dari data
penelitian yang telah dikumpulkan:
Tabel Fungsi Campur Kode
No Data Makna Fungsi
Campur Kode
3. Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan dari data-data yang telah direduksi
dan disajikan akan memberikan ketepatan data dalam pengelolaan
24
A.
Profil MTs (Madrasah Tsanawiyah) Manbaul Ulum Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah
1.
Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah
Madrasah Tsanawiyah Manbaul Ulum berada dibawah naungan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
pertama didirikan di atas tanah wakaf dari keluarga H. Djaani oleh Dr.
KH. Noer Muhammad Iskandar, S.Q. pada bulan Rabi’ul Awal 1406 H
(1 Juli 1985 M). Yang sekarang dikenal dengan Pondok Pesantren
Ashhiddiqiyah Pusat, terletak di Kedoya, Kebun Jeruk – Jakarta Barat.
Awalnya, jenjang pendidikan yang terdapat di Asshiddiqiyah berupa
sistem madrasah Rabathiah, yakni khalaqoh salaf (belajar dan mengaji
salaf bersama kiai) yang dilakukan secara rutin seminggu sekali.
Karena masyarakat sekitar pesantren mulai tertarik untuk mengikuti
pengajian tersebut, pada tahun 1986 Kiai Noer mulai mendirikan
madrasah formal (MTs) dengan nama Manbaul Ulum. Nama Manbaul
Ulum diambil dari nama pondok pesantren yang dibangun oleh
ayahanda Kiai Noer di Sumber Beras, Banyuwangi – Jawa Timur.1
Seiring berjalannya MTs Manbaul Ulum selama setahun, animo
masyarakat mulai meningkat. Melihat hal tersebut, menggerakkan
beliau untuk membuka jenjang pendidikan Madrasah Aliyah. Tahun
demi tahun kepercayaan masyarakat pada Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah I meningkat pesat. Ketika santri di Kedoya sudah tidak
tertampung lagi, Kiai Noer menerima wakaf dari keluarga H. Jamhari
dan H. Musa di Batu Ceper, Tangerang. Setelah mendapatkan wakaf,
beliau membangun Asshiddiqiyah II di Batu Ceper, Tangerang. Pada
tahun 1994, MTs Manbaul Ulum pusat dipindahkan ke Asshiddiqiyah
1
II Batu Ceper, Tangerang. Hingga saat ini, MTs Manbaul Ulum
memiliki 17 angkatan kelulusan.
Sebagai lembaga pendidikan yang menaungi MTs Asshiddiqiyah,
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah memiliki tujuan dasar yang sesuai
dengan cita-cita sang Kiai, yaitu:
a. Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta
membangun Iman dan Taqwa (IMTAQ) secara lebih mendalam,
b. Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bertanah air, dan
c. Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu bahasa Arab dan
bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa
meninggalkan sokoguru daripada dasar pendidikan islam.
2.
Visi, Misi, dan Tujuan
a.
Visi
Menjadi Madrasah berkarakter, unggul dalam bahasa, ilmu
pengetahuan, dan berakhlak mulia.
b.
Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan Sistem
Pendidikan Nasional
2. Menyelenggarakan pendidikan yang dilandasi nilai keislaman
serta berkarakter budaya bangsa
3. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan
kependidkan sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional
4. Melaksanakan pembelajaran sesuai standar
5. Melaksanakan pengembangan institusi berdasarkan Manajemen
Pengembangan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM)
6. Meningkatkan budaya hidup sehat untuk mewujudkan generasi
7. Mewujudkan lulusan yang berakhlakul karimah, berkualitas,
dan berwawasan global
c.
Tujuan
1. Terealisasinya PBM (Proses Belajar Mengajar) sesuai Sistem
Pendidikan Nasional
2. Terealisasinya pengembangan dan pelayanan pendidikan yang
dilandasi nilai keislaman serta karakter budaya bangsa
3. Terealisasi sumber daya madrasah yang unggul dan kompetitif
4. Mengoptimalkan pembelajaran sesuai standar
5. Terealisasinya pengembangan institusi berdasarkan Manajemen
Pengembangan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM)
6. Terealisasinya budaya hidup sehat untuk mewujudkan generasi
yang kompetitif
3.
Daftar Guru Madrasah Tsanawiyah Manbaul Ulum
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper,
Tangerang
No
Nama Guru
Pendidikan
Terakhir
Mata
Pelajaran
1 Ali Ridlo, S.Ag. S1 PAI 1995 Fiqih
2 Imam Mudhofir Salim,
S.Pd.I., M.M.
S2 Manajeman
Pendidikan 2012 B. Arab
3 H. Zaenuri Yasmin,
S.Ag., M.Pd.
S2 Evaluasi
Pendidikan 2012 B. Arab
4 Evi Sofiah, M.Pd. S2 PEP 2015 IPS
5 Sigit Subandi, S.Pd.I. S1 PAI 2011 TIK
6 Ida Faridah, S.Ag. S1 PAI 1997 Aqidah Akhlaq
7 Dra. Hj. Raudotul Jannah S1 Perdata dan Pidana Islam
1989
Al Qur’an Hadits
8 Khuzaimah, S.Ag. S1 Komunikasi
1998
9 Mulhamah M, S.Ag. S1 PAI 1996 Aqidah Akhlaq
10 Miftahul Munir, S.Pd.I. S1 PAI 2011 Pkn
11 M. Ghufron, S.Pd. S1 Pend Bahasa
dan Seni 2008 B. Indonesia
12 Siti Umayyah, S.Ag. Penyiaran Islam S1 Komunikasi
1998
B. Indonesia
13 Nunung Nurjannah,
S.Pd.I. S1 PAI 2011 IPA
14 Mintarsih Hadi, S.Pd.I. S1 PAI 2008 IPA
15 Fathul Munhamir, S.H. S1 Hukum
Keperdataan 1991 IPS
16 Drs. Namang S1 Perdata dan Pidana Islam
1989
IPS
17 Dwi Yarahmani, S.E. S1 Manajemen
1994 IPS
18 Siti Ruqoyah, S.Pd.I. S1 PAI 2007 Matematika
19 Dul Rohim, S,Ag. S1 PAI 1995 B. Inggris
20 Tita Emawati, S.Pd. S1 Pend Bahasa
Inggris 2011 B. Inggris
21 M. Agus Salim, S.Pd.I. S1 PAI 2011 B. Arab
22 Komaruddin, S.Pd.I. S1 PAI 2010 TIK
23 Mujid Aluwi, S.Pd.I. S1 PAI 2005 Penjaskes
24 Wakhid Anwar, S.Ag. S1 PAI 2007 Al Qur’an
Hadits
25 Hadi Munif, S.Pd. S1 Pend
Matematika 2012 Matematika
26 Natiqoh, S.Ag. S1 PAI 2000 SKI
B.
Penyajian Data
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh beberapa temuan data campur
kode. Pertama, kode utama yang digunakan dalam karangan narasi siswa
kelas VIII MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu
bahasa Indonesia ragam baku digunakan berdasarkan penugasan dari
penelitian terhadap siswa terkait dengan materi yang terdapat dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, pada umumnya ragam bahasa yang
digunakan dalam materi karangan narasi dengan menggunakan bahasa
baku.
Temuan kedua, dalam seluruh karangan siswa yang berjumlah 36
karangan narasi, siswa tidak hanya menggunakan satu ragam bahasa
melainkan empat ragam bahasa, yaitu bahasa Indonesia ragam baku
sebagai kode utama. Bahasa Indonesia ragam cakapan, bahasa Arab dan
bahasa Inggris. Berdasarkan pendapat Nababan mengenai campur kode
adalah,
“Suatu keadaan berbahasa lainnya ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan/atau kebiasaannya yang dituruti. Tindak
bahasa yang demikian kita sebut campur kode”.2
dapat disimpulkan bahwa campur kode terdapat dalam karangan narasi
siswa kelas VIII MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II
Batu Ceper, Tangerang. Adapun jenis campur kode yang terjadi dalam
karangan siswa ini adalah campur kode dalam (inner code-mixing), yaitu
pencampuran ragam cakapan dalam karangan narasi dan campur kode luar
(outside code-mixing). Kode luar (outside code-mixing), yaitu dengan pengunaan bahasa Inggris dan bahasa Arab di dalam karangan narasi.
Temuan ketiga, berdasarkan hasil analisis, kode yang paling banyak
bercampur dengan kode utama dalam karangan narasi siswa adalah
bahasa Indonesia ragam cakapan sebanyak 130 kata, bahasa Inggris
sebanyak 34 kata, dan bahasa Arab 10 kata. Berikut tabel di bawah ini
menyajikan jenis kata dan frekuensi dari bahasa Indonesia ragam cakapan.
2
Tabel 4.1 Ragam Cakapan
No Data Frekuensi
1. langsung 37
2. istigosah 30
3. sholat 111
4. kadang-kadang 3
5. solat 19
6. kitaban 11
7. madin 14
8. istighosah 14
9. shalat 43
10. ustadz 3
11. balik 13
12. ngaji 28
13. main 4
14. mancing 1
15. siap-siap 18
16. mushola 3
17. musholla 1
18. mushollah 1
19. taro 1
20. sama 9
21. sampe 1
22. klompok 1
23. mesjid 2
24. cuman 1
25. kaya 1
26. bobo 3
27. udah 7
28. serulah 1
29. menaro 1
30. dianjurin 1
31. gimana 1
32. karna 1
33. tahlilan 1
34. istigoshah 3
35. adzan 3
36. habis 7
37. hapalan 1
38. setoran 11
39. ngederes 1
41. ngambil 2
42. pasukan kismul
ta’dzib (pakistan) 1
43. istigotsah 1
44. ngetem 2
45. musholah 1
46. lepas 1
47. tengah-tengah 1
48. takbiran 1
49. bontot 1
50. malahan 3
51. dibangunin 1
52. saking 2
53. ngantuk 2
54. malem 1
55. capek 1
56. dimulain 1
57. aktifitas 1
58. rizky 1
59. sodara-sodaraku 2
60. bakar-bakar 4
61. pokonya 1
62. kalo 9
63. ga 6
64. pas 16
65. imamin 1
66. dinasehatin 1
67. bersih-bersih 4
68. taiki 1
69. karna 1
70. keseringan 1
71. bareng 1
72. baca 4
73. bener-bener 1
74. ngisi 1
75. pada 5
76. rapih 1
77. cowo 1
78. ngangkatin 1
79. ngomong 1
80. jones (jomblo
81. nyesek 1
82. pengen 1
83. banget 9
84. kerasa 1
85. mondok 2
86. beres-beres 1
87. soalnya 1
88. rame 1
89. nyalain 1
90. terus 5
91. tepar 1
92. milih 1
93. gelar 1
94. nyetel 1
95. trus 5
96. nyanyi 1
97. ijin 1
98. kali-kali 1
99. ditelfon 1
100. bikin 1
101. cape 2
102. kecapean 1
103. dicatet 1
104. paling 1
105. ngga 4
106. abis 1
107. kena 1
108. ngeluh 3
109. laper 1
110. abis 4
111. biar 1
112. engga 1
113. tetep 1
114. gapapa 1
115. tuh 2
116. ngadepin 1
117. ngajarin 1
118. nyuci 1
119. ambil 1
120. foto-foto 1
122. nyalahin 1
123. sholawatan 1
124. aja 1
125. ngeliat 1
126. nungguin 1
127. buat 1
128. berenti 1
129. disetelin 1
130. yaudah 1
Adapun, kata-kata yang berasal dari bahasa Inggris yang menjadi
campur kode dalam karangan narasi siswa kelas VIII MTs Manbaul Ulum
[image:45.595.183.460.112.249.2]Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang tersaji dalam
tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Ragam Bahasa Inggris
No Data Frekuensi
1. stand 1
2. prepare 7
3. refreshing 2
4. the end 4
5. rilex 1
6. ofender 1
7. mister sleep 1
8. footsall 2
9. vocab 4
10. finish 2
11. always 1
12. mother wash 1
13. mosque 1
14. for study 1
15. together 1
16. study 1
17. house 1
18. berstudy tour 1
19. study tour 6
20. rest area 4
21. momment 1
22. class meeting 1
23. flashback 1
[image:45.595.106.507.267.752.2]25. is the best 1
26. come back to 1
27. handfon 1
28. menstop 1
29. taxi 2
30. take a bath 1
31. ngejob 1
32. after 1
33. turn off the lamp 1
34. sexi 2
Kode lain yang bercampur dalam karangan narasi siswa kelas VIII MTs
Manbaul Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang
adalah bahasa Arab. Berikut tabel yang menyajikan kata-kata dalam
[image:46.595.185.458.112.263.2]bahasa Arab yang muncul dalam karangan narasi siswa..
Tabel 4.3 Ragam Bahasa Arab
No Data Frekuensi
1. muthoala’ah 14
2. muthollaa 6
3. dita’zir 5
4. ba’da 7
5. majmu 2
6. ta’allum 2
7. minal aidzin wal faidzin 1
8. haflah 7
9. ba’daki 1
10. murojaah 3
Dari hasil pengumpulan data, peneliti membuat tabel data yang diisi
dengan temuan data beserta fungsi campur kode yang terdapat di dalam
karangan narasi siswa kelas VIII MTs Manbaul Ulum Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Tangerang. Adapun fungsi campur kode
terdiri atas:
1. Melancarkan komunikasi dengan memudahkan penyampaian
2. Sikap kegengsian, kebutuhan akan pengakuan sosial dalam
menunjukkan status keterpelajarannya, dan
3. Adanya keterbatasan kosakata dalam suatu bahasa.
[image:47.595.130.515.249.741.2]Berikut adalah tabel analisis fungsi campur kode:
Tabel 4.4 Fungsi Campur Kode dengan Ragam Cakapan
No Data Makna Fungsi
1. langsung segera kenyamanan berbahasa
2. istigosah istigasah keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
3. sholat salat kenyamanan berbahasa
4. kadang-kadang terkadang kenyamanan berbahasa
5. solat salat keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
6. kitaban belajar kitab kebiasaan berbahasa
7. madin madrasah diniyah kebiasaan berbahasa
8. istighosah istigasah keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
9. shalat salat keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
10. ustadz ustaz keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
11. balik kembali kenyamanan berbahasa
12. ngaji mengaji kenyamanan berbahasa
13. main memainkan kenyamanan berbahasa
14. mancing memancing ikan kenyamanan berbahasa
15. siap-siap bersiap kenyamanan berbahasa
16. mushola musala keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
17. musholla musala keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
18. mushollah musala keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
19. taro meletakkan kenyamanan berbahasa
20. sama dengan kenyamanan berbahasa
21. sampe sampai kenyamanan berbahasa
22. klompok kelompok kenyamanan berbahasa
23. mesjid masjid kenyamanan berbahasa
24. cuman hanya kenyamanan berbahasa
25. kaya seperti kenyamanan berbahasa
27. udah sudah kenyamanan berbahasa
28. serulah seru sekali
melancarkan komunikasi dengan memudahkan peyampaian maksud
29. menaro meletakkan kenyamanan berbahasa
30. dianjurin dianjurkan kenyamanan berbahasa
31. gimana bagaimana
melancarkan komunikasi dengan memudahkan peyampaian maksud
32. karna karena kenyamanan berbahasa
33. tahlilan membaca tahlil kebiasaan berbahasa
34. istigoshah Istigasah keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
35. adzan azan keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
36. habis setelah kenyamanan berbahasa
37. hapalan hafalan kenyamanan berbahasa
38. setoran menyetorkan kebiasaan berbahasa
39. ngederes melancarkan
hafalan kebiasaan berbahasa
40. ganti mengganti kenyamanan berbahasa
41. ngambil mengambil kenyamanan berbahasa
42.
pasukan kismul ta’dzib (pakistan)
petugas
kebersihan kebiasaan berbahasa
43. istigotsah istigasah keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
44. ngetem menunggu kebiasaan berbahasa
45. musholah musala keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
46. lepas setelah kenyamanan berbahasa
47. tengah-tengah ditengah kenyamanan berbahasa
48. takbiran membaca takbir kebiasaan berbahasa
49. bontot anak terakhir kebiasaan berbahasa
50. malahan bahkan kenyamanan berbahasa
51. dibangunin dibangunkan kenyamanan berbahasa
52. saking sangat kenyamanan berbahasa
53. ngantuk mengantuk kenyamanan berbahasa
54. malem malam kenyamanan berbahasa
55. capek lelah kenyamanan berbahasa
56. dimulain dimulai kenyamanan berbahasa
57. aktifitas aktivitas keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
58. rizky rezeki keterbatasan pengetahuan
59. sodara-sodaraku
saudara-saudaraku kenyamanan berbahasa
60. bakar-bakar membakar kenyamanan berbahasa
61. pokonya intinya
melancarkan komunikasi dengan memudahkan peyampaian maksud
62. kalo kalau kenyamanan berbahasa
63. ga tidak kenyamanan berbahasa
64. pas ketika kebiasaan berbahasa
65. imamin diimami kenyamanan berbahasa
66. dinasehatin dinasehati kenyamanan berbahasa
67. bersih-bersih
kegiatan membersihkan diri sebelum tidur seperti, sikat gigi, cuci muka, dan lain-lain
kebiasaan berbahasa
68. taiki menaiki kenyamanan berbahasa
69. karna karena kenyamanan berbahasa
70. keseringan terlalu sering kenyamanan berbahasa
71. bareng bersama kenyamanan berbahasa
72. baca membaca kenyamanan berbahasa
73. bener-bener benar-benar kenyamanan berbahasa
74. ngisi mengisi kenyamanan berbahasa
75. pada terlihat kebiasaan berbahasa
76. rapih rapi keterbatasan pengetahuan
kebahasaan
77. cowo laki-laki kenyamanan berbahasa
78. ngangkatin mengangkati kenyamanan berbahasa
79. ngomong berbicara kenyamanan berbahasa
80. jones (jomblo
ngenes)
orang yang tidak memiliki
pasangan
kebiasaan berbahasa
81. nyesek sesak kenyamanan berbahasa
82. pengen ingin kenyamanan berbahasa
83. banget sekali kenyamanan berbahasa
84. kerasa terasa kenyamanan berbahasa
85. Mondok tinggal di pondok
pesantren kebiasaan berbahasa
86. beres-beres merapikan kenyamanan berbahasa
87. soalnya karena kenyamanan berbahasa
88. rame ramai kenyamanan berbahasa
89. nyalain menyalakan kenyamanan berbahasa
90. terus kemudian kenyamanan berbahasa
92. milih memilih kenyamanan berbahasa
93. gelar menggelar kenyamanan berbahasa
94. nyetel menyalakan kenyamanan berbahasa
95. trus kemudian kenyamanan berbahasa
96. nyanyi bernyanyi kenyamanan berbahasa
97. ijin izin keterbatas