• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perilaku Konsumen terhadap Strategi Pemasaran Teh Herbal di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Perilaku Konsumen terhadap Strategi Pemasaran Teh Herbal di Kota Bogor"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DI KOTA BOGOR

E. SRIVISHNU HERLAMBANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan

dalam tugas akhir yang berjudul :

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN

TEH HERBAL DI KOTA BOGOR

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi

pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Tugas akhir ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis diperguruan

tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2009

E. Srivishnu Herlambang

(3)

DI KOTA BOGOR

E. SRIVISHNU HERLAMBANG

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk melakukan tugas penyelesaian pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Nama Mahasiswa : E. Srivishnu Herlambang

Nomor Pokok : F. 352060035

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Menyetujui, Mei 2009

Komisi Pembimbing :

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing,DEA Dr.Ir.Nurheni Sri Palupi, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA. Prof.Dr.Ir.H.Khairil A. Notodiputro, MS

(5)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan

rahmatnya, sehingga tugas akhir yang berjudul KAJIAN PERILAKU

KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI

KOTA BOGOR berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari

beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, selaku pembimbing utama

yang telah memberikan dorongan, motivasi, bimbingan dan pengarahan selama

kegiatan kajian dan penulisan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi, selaku pembimbing anggota yang juga telah

memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan

penulisan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc, selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan yang sangat berarti guna kesempurnaan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh dosen pengajar dan staf serta karyawan sekolah Pascasarjana IPB yang

telah banyak membantu selama kuliah berlangsung.

5. Seluruh pimpinan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Divisi Usaha

Menengah dan Sentra Kredit Menengah Jakarta, yang telah memberi ijin penulis

untuk menyelesaikan studi di IPB.

6. Istriku dan anak-anakku serta kedua orang tua, saudara-saudara, yang dengan

segala pengorbanan yang tiada henti, baik moril maupun materil, sehingga

penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerja sama dan

informasi yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia

(6)

Bogor, Mei 2009

(7)

Penulis lahir pada tanggal 20 September 1970 di Kudus sebagai putra

ketiga dari empat bersaudara dari Bapak M. Poerwadi dan Ibu F. Amy Rahayu P

Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III dari Sekolah Tinggi Keuangan dan

Perbankan Semarang pada tahun 1992, sarjana dari Universitas Muria Kudus

Fakultas Ekonomi pada tahun 1998. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada

Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor, pada tahun 2006.

Penulis pernah bekerja di Hagabank pada tahun 1993 sampai dengan tahun

1994, selanjutnya pada tahun 1994 sampai sekarang di PT. Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk. Penempatan awal di Rembang, Juwana, Pati, Kudus dan

terakhir di Jakarta. Selama bekerja pada PT. Bank Negara Indonesia (persero)

Tbk, penulis ditugaskan sebagai Customer Service, Marketing atau Staf Bagian

Kredit Kecil, Appraisal, Kredit Khusus, Analis pada Pengembangan Sentra,

Strategi Bisnis dan SDM di Divisi Usaha Menengah dan sekarang ditugaskan

sebagai Relationship Manager pada Sentra Kredit Menengah Jakarta.

Penulis menikah dengan Agnes Lestari Andriani pada tahun 1999 dan

dikaruniai dua (2) orang anak, anak pertama bernama Josephine Rachelia

(8)

vi

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

PRAKATA ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Karakteristik Teh Herbal ... 6

B. Perilaku Konsumen ... 8

C. Bauran Pemasaran ... 18

D. Hubungan Perilaku Konsumen dengan Bauran Pemasaran ... 22

E. Pengaruh Faktor Internal dan Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian ... 23

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 24

III. METODE KAJIAN ... 27

A. Lokasi dan Waktu Kajian ... 27

B. Metode Kerja ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

A. Gambaran Umum ... 33

B. Validitas dan Reliabilitas Data ... 37

C. Karakteristik Responden ... 38

D. Pemasaran ... 41

E. Faktor Internal Konsumen ... 42

F. Kinerja Bauran Pemasaran ... 47

G. Komponen Utama dalam Proses Keputusan Pembelian ... 50

H. Implikasi Persepsi Konsumen terhadap Strategi Pemasaran ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. KESIMPULAN ... 65

B. SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(9)

vii

Nomor Halaman

1. Penduduk kota Bogor menurut golongan umur dan jenis kelamin ... 34

2. Penduduk kota Bogor menurut lapangan kerja ... 34

3. Hasil uji validitas peubah faktor-faktor pengambilan keputusan... 37

4. Kebiasaan responden pada saat minum teh herbal... 48

5. Hasil analisis dengan metode komponen utama dalam menentukan proses keputusan pembelian produk teh herbal di Kota Bogor ... 52

6. Implikasi strategi bauran pemasaran secara kualitatif ... 60

(10)

viii

Nomor Halaman

1. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan faktor-faktor

yang mempengaruhi ... 9

2. Tahap-tahap proses pengambilan keputusan pembelian ... 12

3. Sembilan strategi harga-mutu ... 20

4. Saluran distribusi dasar ... 21

5. Proporsi tingkat pendidikan responden ... 38

6. Proporsi jumlah anggota keluarga responden ... 39

7. Proporsi status pekerjaan responden ... 40

8. Proporsi jumlah pengeluaran... 40

9. Proporsi usia responden ... 41

10. Frekuensi konsumsi teh herbal... 43

11. Waktu minum teh herbal... 44

12. Minuman pilihan anggota keluarga pada saat sakit ... 46

13. Motivasi responden dalam mengkonsumsi teh herbal ... 46

(11)

ix

Nomor Halaman

1. Kuesioner kajian... 71

2. Alamat outlet distributor teh herbal Dr liza di Kota Bogor ... 75

3. Data entri uji validitas dan reliabilitas ... 76

4. Uji reliabilitas... 77

5. Data olahan PCA ... 78

6. Data entri responden ... 80

(12)

A. Latar Belakang

Industri teh saat ini sedang menghadapi berbagai masalah, antara lain

terjadinya over production nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat

konsumsi teh masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu

adanya upaya untuk mentransformasi keunggulan komparatif (comparative

advantages) menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantages),

dengan mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan hilir

dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun internasional, yang

digerakkan oleh kekuatan inovasi (innovation driven) (Tampubolon, 2002).

Pembangunan perkebunan dengan pendekatan sistem agribisnis yang

berorientasi pasar pada dasarnya bertitik tolak pada pasar sebagai penggerak

utama pengembangannya, yaitu mempertemukan kebutuhan pelanggan atau

permintaan pasar dengan pasokan yang tersedia, baik pasar lokal (domestik)

maupun ekspor. Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun 2010,

kondisi ini berdampak positif, karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan

tetapi, jika perusahaan tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi

target pasar bagi negara produsen teh lainnya. Salah satu upaya untuk

mengatasi over production, perusahaan negara maupun swasta, berusaha

meningkatkan konsumsi dalam negeri, karena potensi pasar dalam negeri

cukup besar dengan melihat trend populasi penduduk Indonesia.

Perkembangan konsumsi teh dalam negeri relatif tetap dan tergolong rendah,

hanya berkisar 300 gr per kapita per tahun. Jika dibandingkan dengan

konsumsi negara lain yang bukan penghasil teh sekalipun memiliki tingkat

konsumsi teh per kapita cukup tinggi seperti Turki telah mencapai 3 kg dan

Irak 2,7 kg (Apriyantono, 2007).

Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per

kapita nasional tersebut, antara lain faktor internal konsumen seperti budaya,

kelas sosial, karakteristik individu dan faktor psikologis. Di samping itu, juga

dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran seperti produk, harga, saluran

(13)

coklat). Budaya konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang

paling mendasar. Budaya minum teh ditemukan di masyarakat China dan

Jepang yang menjadikan teh sebagai minuman sehat (tradisi), sedangkan di

Eropa pada umumnya minum teh merupakan minuman nasional.

Dilihat dari kelas sosial, masyarakat beranggapan bahwa minum teh

merupakan minuman kelas rendah, sedangkan minuman susu atau minuman

lainnya dipersepsikan sebagai minuman kelas sosial tingkat menengah dan

atas. Padahal di negara lain, masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi

menganggap sebagai minuman terpenting dalam pergaulan, karena minum teh

telah dianggap sebagai bagian dari life style (gaya hidup). Hal ini didukung

oleh pendapat Ruslina (2003), tradisi minum teh telah berkembang di

Indonesia, tetapi penghargaan terhadap teh bermutu masih rendah,

dibandingkan dengan masyarakat di Taiwan yang meyakini minum teh

identik dengan kesehatan.

Fakta ini dibuktikan dengan rataan konsumsi susu per kapita

masyarakat Indonesia lebih tinggi, yaitu 6,50 kg per tahun, dibandingkan

konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82 kg,

dan Thailand 2,04 kg. Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi teh juga

dipengaruhi oleh semakin gencarnya promosi dari produk saingan seperti

kopi, susu, air minum dalam kemasan (AMDK) dan minuman ringan lainnya.

Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Suryadi, dkk (2002) bahwa reaksi

konsumen dalam merespons teh sesuai iklan televisi dipengaruhi oleh

pendapatan keluarga, daya substitusi teh, keluarga, dan kerabat yang

merupakan sumber referensi bagi konsumen.

Dilihat dari karakteristik individu, secara umum menunjukkan adanya

kecenderungan bahwa minuman teh hanya khusus orang dewasa, padahal

untuk konsumsi anak-anak dan usia lanjut jauh lebih baik, karena teh dapat

memenuhi gizi dan kesehatan. Jumlah konsumsi teh yang dibeli, erat

hubungannya dengan jumlah anggota keluarga, sehingga semakin besar

jumlah anggota keluarga, seharusnya jumlah yang dibelipun meningkat.

Selanjutnya, faktor psikologis konsumen yang menunjukkan bahwa

(14)

motivasi untuk menghilangkan rasa haus (pelepas dahaga) dan relatif belum

mengetahui secara luas manfaat dari teh apalagi teh herbal. Hasil penelitian

Subarna dan Awalina (2002) menyatakan, bahwa persepsi konsumen dalam

mengonsumsi minuman teh tercermin dari tujuan dan anggapan konsumen

bahwa produk teh merupakan minuman yang memberi manfaat kesehatan,

enak, menyegarkan, pelepas dahaga, minuman murah dan mudah didapat.

Selain faktor di atas, perlu dikembangkan keunggulan kompetitif

produk teh dengan diversifikasi produk seperti teh hijau dengan kombinasi

dari berbagai tanaman herbal misalnya pegagan, salam, ceremai, mahkota

dewa, jahe, kayumanis dan lainnya. Herbal tea atau teh herbal merupakan

salah satu produk minuman campuran teh dan tanaman herbal yang memiliki

khasiat dalam membantu pengobatan suatu penyakit atau sebagai minuman

penyegar tubuh (Hambali dkk, 2005). Dengan adanya teh herbal, masyarakat

dapat mengonsumsi minuman sehat tanpa mengganggu rutinitas sehari-hari,

sehingga kesehatan tubuh tetap terjaga. Kontribusi yang cukup besar dalam

mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian komoditas teh herbal,

tidak terlepas dari faktor produsen teh, terutama teh herbal produksi PT Liza

Herbal Internasional yang berdomisili di Kota Bogor, yang begitu gencar

melakukan strategi bauran pemasaran dengan tujuan mempengaruhi

konsumen.

Strategi bauran pemasaran yang dilakukan, dipersepsikan oleh

konsumen melalui kinerja bauran pemasaran yang terdiri dari produk, seperti

mutu yang ditawarkan (rasa, aroma dan warna air seduhan), merek dan

kemasan produk dengan harga yang relatif murah dan bersaing antar produsen

teh herbal. Disisi lain, perusahaan perlu kerja keras dengan mengintensifkan

promosi, terutama informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh

herbal dalam lingkungan keluarga. Perusahaan perlu melakukan diversifikasi

produk teh herbal dengan kemasan yang lebih menarik. Hal ini sejalan dengan

pendapat Soelaeman (2003), ditengah serbuan merek global di era pasar

bebas, kunci sukses adalah kuasai pasar lokal taklukkan global, seperti

minuman mineral merek Equil yang memiliki kemasan botol menyerupai

botol minuman klasik berkesan mewah, eksklusif dan memiliki nilai estetika

(15)

B. Perumusan Masalah

Teh hijau lebih bermanfaat dibanding teh hitam dan teh merah, karena

teh hijau tidak mengalami proses fermentasi, sehingga kandungan

antioksidannya lebih besar. Salah satu bahan dasar yang digunakan dalam

produk teh herbal produksi Liza Herbal adalah teh hijau. Teh hijau

mengandung fluor lebih banyak, sehingga terbukti baik mencegah karang

gigi. Teh hijau mengandung vitamin C dengan dosis tinggi dan vitamin

lainnya dalam jumlah sedikit. Dengan minum teh dapat dijaga kondisi

stamina tubuh. Kandungan mangan yang terdapat pada teh hijau dapat

membantu penguraian gula menjadi energi, sehingga membantu menjaga

kadar gula dalam darah (Adiwilaga dan Insyaf, 2005).

Selain itu, teh hijau mengandung zat aktif berupa antioksidan alami

seperti polifenol. Hal ini membuat teh hijau yang dikonsumsi mampu

melindungi sel-sel tubuh dari berbagai pengaruh radikal bebas yang berperan

besar menimbulkan kanker termasuk kanker kulit. Pada hasil sebuah

penelitian, terbukti mampu menghambat oksidari LDL (Low density

Lipoprotein), yang diketahui terlibat dalam perkembangan aterosklerosis

(penyempitan pembuluh darah).

Selain itu, dari beberapa hasil penelitian disebutkan, teh hijau sudah

banyak dikenal sebagai obat bagi berbagai penyakit lainnya seperti berbagai

jenis kanker, stroke, penyakit kardiovaskular, keluhan gastrointestinal,

perawatan gigi, perawatan kulit, mengurangi gula darah, mencegah arthritis,

mencegah kerusakan hati dan penurun berat badan (Aristiana, 1997). Manfaat

teh hijau bermutu dengan kombinasi dari berbagai herbal seperti pegagan,

salam, ceremai, jahe, mahkota dewa, kayu manis dan yang lainnya merupakan

Herbal Green Tea.

Jika dilihat dari perkembangan konsumsi teh dalam negeri secara umum

tergolong rendah berkisar 300 gr per kapita per tahun. Oleh sebab itu, perlu

upaya peningkatan konsumsi teh melalui berbagai cara diantaranya

mengembangkan keunggulan kompetitif dengan diversifikasi produk teh

(16)

Berdasarkan latar belakang kajian yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dirumuskan masalah kajian sebagai berikut :

1. Faktor budaya dan faktor psikologis apakah yang mendasari konsumen

untuk memilih produk teh herbal ?

2. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh dalam proses keputusan

pembelian produk teh herbal oleh konsumen ?

3. Bagaimana mengukur dampak perilaku konsumen terhadap strategi

pemasaran produk teh herbal ?

C. Tujuan

Tujuan kajian ini secara umum adalah mengetahui tingkat pengambilan

keputusan oleh konsumen dalam pembelian produk teh herbal dan secara

khusus, bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi faktor internal konsumen yang mencakup budaya dan

faktor psikologis yang mempengaruhi proses keputusan pembelian produk

teh herbal oleh konsumen

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang berperan dalam

proses keputusan pembelian produk teh herbal oleh konsumen

3. Merumuskan strategi pemasaran produk teh herbal berdasarkan perilaku

(17)

A. Jenis dan Komposisi Tanaman Teh Herbal

Tanaman herbal yang digunakan sebagai bahan dalam teh herbal, antara

lain kelopak kering bunga rosella (Hibiscus sabdariffa), daun teh hijau

(Camelia sinensis), daun pegagan (Centella asiatica), daun jeruk, rimpang

bangle (Zingiber purpurei Rhizoma), kayumanis, daun salam (Syzigium

polyanthum), sereh, daun seledri (Apii Herba), daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi), daun ceremai (Phyllanthus acidus), rimpang jahe

(Zingiber officinale), buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Fructus),

daun kemangi (Ocimum sanctum) dan daun dewa (Gynura segetum) (Hambali

dkk, 2005).

Liza Herbal telah mengembangkan berbagai jenis produk teh herbal

sebagai berikut (Liza, 2008) :

1. Herbal rosella tea

Tanaman rosella dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

mencegah penuaan dini dan mencegah osteoporosis, memperlambat

menopause, mengurangi dampak negatif nikotin dan menurunkan tekanan

darah. Herbal rosella tea dengan komposisi kelopak kering bunga rosella

(hibiscus sabdariffa) 100%.

2. Centella green tea

Tanaman pegagan (centella asiatica) dikenal memiliki beberapa

khasiat seperti memperlancar aliran darah terutama otak, revitalisasi sel

dan mempercepat penyembuhan luka. Produk centella green tea,

komposisi daun teh hijau (camelia sinensis), daun pegagan (centella

asiatica) dan daun jeruk.

3. Bangle green tea

Tanaman bangle dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

(18)

tea memiliki komposisi bahan kering dari daun teh hijau, rimpang bangle

(zingiber purpurei rhizoma), daun ceremai, kayu manis.

4. Salam green tea

Tanaman salam dikenal memiliki beberapa khasiat seperti membantu

menurunkan kadar gula darah dan kolesterol. Produk salam green tea

memiliki komposisi daun teh hijau, daun salam (syzigium polyanthum) dan

sereh.

5. Celery green tea

Tanaman seledri (celery) dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

membantu menurunkan tekanan darah tinggi dan kadar asam urat. Produk

ini memiliki komposisi 100% serbuk kering, daun teh hijau, daun seledri

(apii herba) dan kayu manis.

6. Bilimbi green tea

Tanaman belimbing wuluh dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

membantu menurunkan gula darah dan mengatasi reumatik. komposisi

produk ini adalah daun teh hijau, daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi)

dan kayu manis.

7. Ceremai green tea

Tanaman ceremai dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

membantu menurunkan kadar lemak tubuh dan menurunkan berat badan.

Produk ini memiliki komposisi daun teh hijau dan daun ceremai

(phyllanthus acidus).

8. Ginger green tea

Tanaman jahe dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

menghangatkan badan, meningkatkan stamina dan mencegah masuk angin.

Komposisi yang digunakan produk ini adalah daun teh hijau dan rimpang

(19)

9. Kayu manis green tea

Tanaman kayu manis dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

meredakan batuk dan menambah nafsu makan. Komposisi yang dimiliki

produk ini adalah daun teh hijau dan kayu manis (cinnamomum burmani).

10.Mahkota dewa green tea

Tanaman mahkota dewa dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

mengatasi tumor dan kanker. Komposisi yang digunakan produk ini adalah

daun teh hijau, buah mahkota dewa (phaleria macrocarpa fructus) dan

daun salam

11.Kemangi green tea

Tanaman salam dikenal memiliki beberapa khasiat

sepertimenyegarkan badan dan menghilangkan bau badan. Komposisi

yang digunakan produk ini adalah daun teh hijau, daun kemangi (ocimum

sanctum) dan kayu manis.

12.Dewa green tea

Tanaman dewa dikenal memiliki beberapa khasiat seperti

menurunkan hipertensi dan menurunkan kadar gula darah. Komposisi yang

digunakan dalam produk ini adalah daun teh hijau dan daun dewa (gynura

segetum).

B. Perilaku Konsumen

1. Konsep Perilaku Konsumen

Menurut Engel, dkk (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai

tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi,

menyimpan dan menghabiskan barang dan jasa, termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut.

Sedangkan menurut Shiffman and Kanuk (1994) perilaku konsumen

(20)

pembelian, penggunaan dan penyimpanan atau pembuangan setelah

pemakaian suatu produk atau jasa untuk memenuhi kepuasan konsumen.

Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana

konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang

dimilikinya (waktu, uang dan usaha) untuk memperoleh barang atau jasa

yang diinginkan. Model perilaku konsumen merupakan penyederhanaan

dari konsepsi mengenai bagaimana perilaku konsumen terjadi dan

dibentuk oleh peubah-peubah yang mempengaruhinya. Banyak model

yang telah dikembangkan dan salah satunya akan dibahas disini adalah

model Engel, dkk (1994) yang dikenal dengan Engel, Kollat dan

Blackwell (EKB).

Engel, dkk (1994) telah mengembangkan model komprehensif yang

dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami proses

pengambilan keputusan konsumen dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Model perilaku pengambilan keputusan EKB dapat

dijelaskan pada Gambar 1.

(21)

2. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Secara umum konsumen mengikuti suatu proses atau tahapan dalam

pengambilan keputusan. Menurut Engel, dkk (1994) ada lima tahapan

yaitu (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi

alternatif, (4) keputusan pembelian dan (5) perilaku pascapembelian.

Sedangkan Wilkie (1994) membagi tiga tahap, yaitu (1) aktivitas sebelum

pembelian, (2) aktivitas pembelian, dan (3) aktivitas setelah pembelian.

a. Pengenalan masalah

Pengenalan kebutuhan terjadi ketika konsumen menghadapi

ketidakseimbangan antara keadaan sebenarnya dan keinginan.

Pengenalan kebutuhan terpicu ketika konsumen diekspos pada

stimulasi internal (rasa haus) atau stimulasi eksternal (produk, harga,

saluran distribusi/tempat dan promosi).

Manajer pemasaran dapat menciptakan keinginan konsumen,

karena keinginan ada ketika seseorang mempunyai kebutuhan yang

tidak terpenuhi dan memutuskan bahwa hanya produk/jasa yang

mempunyai keistimewaan tertentu yang akan memuaskannya. Hal ini

dipertegas oleh Lamb, dkk (2001) bahwa keinginan dapat diciptakan

melalui iklan dan promosi lainnya.

Selain itu, untuk meningkatkan konsumsi teh dalam negeri,

hendaknya perusahaan melakukan strategi promosi yang tepat dan

mengalokasikan biaya promosi secara proporsional yang selama ini

dianggap tidak penting. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suryadi,

dkk (2002) bahwa konsumen rumah tangga di daerah urban bereaksi

sangat nyata dalam merespons iklan teh dari media televisi, sedangkan

konsumen rumah tangga di daerah rural kurang meresponnya.

b. Pencarian Informasi

Pencarian informasi dapat terjadi secara internal dan eksternal

maupun keduanya. Pencarian informasi internal adalah proses

mengingat kembali informasi yang tersimpan di dalam ingatan.

(22)

sebelumnya atas suatu produk. Misalnya, konsumen sedang berbelanja

menemukan salah satu merek teh herbal yang pernah dibelinya

menurutnya mutu air seduhan dan aromanya lebih baik, sehingga

konsumen memutuskan untuk membelinya kembali.

Sebaliknya, pencarian informasi eksternal adalah mencari

informasi di lingkungan luar. Ada dua tipe sumber informasi eksternal,

yaitu pertama non marketing controlled (dikendalikan oleh non

pemasaran) yang berkaitan dengan pengalaman pribadi,

sumber-sumber pribadi (teman, keluarga, kenalan dan rekan kerja) dan sumber-sumber

publik. Kedua, marketing controlled (dikendalikan oleh pemasaran)

seperti peubah bauran pemasaran (marketing mix, yaitu product, price,

place dan promotion).

c. Evaluasi Alternatif

Setelah mendapatkan informasi dan merancang sejumlah

pertimbangan dari produk alternatif yang tersedia, konsumen siap

untuk membuat suatu keputusan. Konsumen akan menggunakan

informasi yang tersimpan dalam ingatan, ditambah dengan informasi

yang diperoleh dari luar untuk membangun suatu kriteria tertentu.

Tujuan manajer pemasaran adalah memperkirakan atribut-atribut

yang mempengaruhi pilihan konsumen. Banyak faktor yang mungkin

bersamaan mempengaruhi evaluasi konsumen atas produk seperti

harga, kemudahan dan lain sebagainya. Seperti konsumen rumah

tangga yang lebih memilih merek produk teh herbal tertentu, karena

merek tersebut dapat ditemukan di berbagai tempat penjualan.

d. Keputusan Pembelian

Sejalan dengan evaluasi atas sejumlah alternatif tersebut, maka

konsumen dapat memutuskan apakah produk akan dibeli atau

diputuskan untuk tidak membeli. Jika konsumen memutuskan untuk

melakukan pembelian, maka langkah berikutnya dalam proses adalah

(23)

e. Perilaku Pascapembelian

Ketika membeli suatu produk, konsumen mengharapkan dampak

tertentu dari pembelian tersebut, mungkin konsumen puas

(satisfaction) atau tidak puas (dissatisfaction). Kepuasan konsumen

merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan konsumen atas

produk dengan daya guna yang dirasakan akibat mengonsumsi produk

tersebut. Jika daya guna produk tersebut berada di bawah harapan

konsumen, maka konsumen merasa dikecewakan, sedangkan jika

harapan melebihi kenyataan, maka konsumen merasa puas. Kepuasan

atau ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan

mempengaruhi perilaku selanjutnya.

Gambar 2. Tahap-tahap proses pengambilan keputusan (Engel dkk, 1994)

Gambar 2 menunjukkan, konsumen akan melewati lima tahapan

dalam proses pembelian produk. Namun, urutan tersebut tidak berlaku

terutama atas pembelian dengan keterlibatan rendah, konsumen dapat

melewatkan beberapa tahapan. Misalnya seorang ibu rumah tangga

membeli salah satu merek teh herbal yang biasanya dikonsumsi, maka

dari tahap kebutuhan akan produk teh herbal (pengenalan masalah)

menuju ke tahap keputusan pembelian.

3. Faktor Utama yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen

Perilaku pembelian dipengaruhi oleh internal konsumen yang

meliputi (1) faktor budaya konsumen, (2) tingkat sosial, (3) karakteristik

pribadi atau individu, dan (4) faktor psikologis (Kotler, 2000; Lamb dkk.,

2001), sedangkan menurut Engel dkk., (1994), internal konsumen terdiri

atas (1) budaya, (2) kelas sosial, (3) pribadi, (4) keluarga dan (5) situasi.

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternati

f

Pengambil

(24)

a. Budaya Konsumen

Budaya merupakan karakter sosial konsumen yang

membedakannya dari kelompok kultur yang lainnya (nilai, bahasa,

mitos, adat, ritual, dan hukum) yang telah menyatu dalam

kebiasaannya sehari-hari. Budaya merupakan sesuatu yang perlu

dipelajari, dimana konsumen tidak dilahirkan untuk secara spontan

mengerti tentang nilai dan norma atas kehidupan sosial, melainkan

harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan

lingkungannya.

Masing-masing budaya terdiri atas sub-budaya yang lebih kecil

yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi

anggota-anggotanya. Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama,

kelompok ras dan daerah geografis. Sub-budaya tersebut akan

membentuk suatu segmen pasar dan memerlukan strategi bauran

pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Budaya

konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling

mendasar. Budaya minum teh ditemukan di masyarakat China dan

Jepang yang menjadikannya sebagai minuman sehat (tradisi),

sedangkan di Eropa pada umumnya merupakan minuman nasional.

b. Kelas Sosial

Pada dasarnya masyarakat memiliki kelas sosial. Kelas sosial

adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen

yang tersusun secara hirarkis dan anggotanya menganut nilai, minat

dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan

penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan,

dan tempat tinggal. Di Negara Amerika Serikat kelas sosial dibagi atas

(1) kelas atas (kapitalis, menengah atas), (2) kelas menengah (kelas

pekerja/karyawan) dan (3) kelas bawah (pekerja miskin) (Lamb dkk.,

2001).

Kelas atas kapitalis adalah yang melakukan keputusan investasi

membentuk perekonomian nasional, sebagian besar pendapatan berasal

(25)

manajer tingkat tinggi, profesional, tamatan universitas dan pendapatan

keluarga yang mendekati dua kali rataan pendapatan nasional.

Kelas menengah adalah yang berpendidikan Sekolah Menengah

Umum (SMU), pendapatan terkadang melebihi pendapatan rataan

nasional. Kelas pekerja/karyawan adalah yang pendapatannya

cenderung di bawah rataan pendapatan nasional.

Kelas bawah pekerja miskin adalah yang dibayar rendah dan

operasionalnya banyak dari lulusan SMU dan taraf hidup di bawah

standar tetapi di atas garis kemiskinan. Kelas bawah adalah tidak

memiliki pekerjaan tetap, berpendidikan rendah dan hidup di bawah

garis kemiskinan.

Selanjutnya, di Indonesia untuk mengukur besarnya pendapatan

masyarakat yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam

survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) yang masih menggunakan

pendekatan pengeluaran, karena seringkali mengalami kesulitan untuk

mendapatkan data pendapatan dari masyarakat.

Masyarakat merasa tidak nyaman jika harus mengungkapkan

pendapatan yang diterimanya dan sebagian merasa bahwa pendapatan

adalah suatu hal yang bersifat pribadi, sehingga sangat sensitif jika

diinformasikan pada orang lain. Selain itu, untuk kepentingan

pemasaran, para peneliti sering menggolongkan pendapatan konsumen

ke dalam beberapa kelompok untuk menggambarkan perbedaan daya

beli.

Salah satu cara pengelompokkan pendapatan penduduk adalah

menggunakan kriteria Bank Dunia. Bank Dunia membagi penduduk ke

dalam tiga kelompok, yaitu 40% penduduk berpendapatan rendah,

40% penduduk berpendapatan sedang dan 20% penduduk

berpendapatan tinggi (Sumarwan, 2003).

c. Karakteristik Individu

Keputusan pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh

(26)

dan siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian, gaya

hidup dan konsep diri. Usia dan tahapan siklus hidup konsumen

mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku konsumen. Seberapa

usia konsumen, biasanya menunjukkan produk apa yang menarik

baginya untuk dibeli.

Selera konsumen pada makanan, pakaian, mobil, mebel dan

rekreasi sering dihubungkan dengan usia. Dihubungkan dengan usia

seorang konsumen akan menempatkan diri pada siklus hidup keluarga

(family life cycle). Siklus hidup keluaga adalah suatu urutan yang

teratur dari tahapan di mana sikap dan perilaku konsumen cenderung

berkembang melalui kedewasaan, pengalaman dan perubahan

pendapatan, serta status.

Manajer pemasaran sering mendefinisikan target pasar yang

menghubungkan dengan siklus hidup keluarga, misalnya belum

menikah, sudah menikah, punya anak dan tidak punya anak. Setiap

konsumen memiliki kepribadian yang unik. Kepribadian (personality)

adalah menggabungkan antara tatanan psikologis dan pengaruh

lingkungan, termasuk watak dasar seseorang, terutama karakteristik

dominannya.

Ciri-ciri kepribadian konsumen, misalnya kemampuan untuk

beradaptasi, kebutuhan akan afiliasi (hubungan), sikap agresif,

kekuasaan, otonomi, dominasi, rasa hormat, pertahanan diri,

emosionalisme, keteraturan, stabilitas dan kepercayaan pada diri

sendiri. Konsep diri atau persepsi diri adalah bagaimana konsumen

mempersepsikan diri sendiri. Konsep diri meliputi sikap, persepsi,

keyakinan dan evaluasi diri. Lamb dkk., (2001) menyatakan bahwa

perilaku konsumen sebagian besar tergantung pada konsep diri, karena

konsumen ingin menjaga identitasnya sebagai individu. Hal ini

tergambar pada produk dan merek yang di beli, tempat dan kartu kredit

yang digunakan akan memberikan gambaran citra diri konsumen.

Pengaruh persepsi konsumen terhadap suatu produk, pemasar

(27)

bagaimana berbelanja, dan membeli suatu merek yang tepat.

Kepribadian dan konsep diri ini mencerminkan gaya hidup (life style).

Gaya hidup adalah cara hidup yang diidentifikasikan melalui aktivitas

seseorang, minat dan pendapat.

d. Faktor Psikologis

Pilihan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor

psikologi utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta

keyakinan dan pendirian (Kotler, 2000; Wilkie, 1994). Motivasi

konsumen memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu,

diantaranya beberapa kebutuhan bersifat biologis.

Kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar,

haus dan tidak nyaman. Kebutuhan lain dapat bersifat psikologis

berupa kebutuhan pengakuan dan penghargaan. Suatu kebutuhan

menjadi motif, jika yang bersangkutan didorong hingga mencapai

tingkat intensitas memadai. Jadi motif adalah kebutuhan yang

mendorong seseorang untuk bertindak.

Swasta dan Handoko (1997), menjelaskan bahwa motivasi adalah

keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu

untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikesimpulan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi motivasi adalah (1) kebutuhan pribadi, (2) tujuan

dan persepsi orang atau kelompok yang bersangkutan, (3) bagaimana

cara memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut agar

terealisasikan.

Secara psikologis, masyarakat masih menganggap bahwa minum

teh hanya sekedar pelepas dahaga. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Suryatmo (2003), mengungkapkan bahwa konsumen di Kota

Bandung mengonsumsi teh termotivasi oleh keinginan menyegarkan

tubuh dan menghilangkan rasa haus.

Teori yang berhubungan dengan motivasi dapat dijelaskan

(28)

Needs) dari Maslow, yang menjelaskan lima kebutuhan manusia

berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang paling rendah, yaitu

kebutuhan biologis (physiological or biogenic needs) sampai paling

tinggi yaitu kebutuhan psikogenik (psyhogenic needs). Menurut teori

ini, manusia berusaha memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya terlebih

dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Selain teori Maslow, Herzberg mengembangkan teori motivasi

dua faktor yang membedakan dissatisfier (faktor-faktor yang

menyebabkan ketidakpuasan konsumen) dan satisfier (faktor-faktor

yang menyebabkan kepuasaan konsumen). Teori ini mempunyai dua

implikasi. Pertama, pemasar harus berusaha sebaik-baiknya untuk

menghindari dissatisfier. Ke dua, produsen harus mengindikasikan

satisfier atau motivator utama pembelian di pasar dan kemudian

menyediakan faktor satisfier tersebut. Hal ini akan menghasilkan

perbedaan besar terhadap suatu merek produk, mutu dan pelayanan

bagi keputusan pembelian konsumen (Setiadi, 2003).

Persepsi seseorang konsumen yang termotivasi siap untuk

bertindak, bagaimana seorang konsumen yang termotivasi akan

dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Menurut Kotler

(2000), persepsi adalah proses yang digunakan oleh konsumen untuk

memilih, mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan-masukan

informasi.

Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tetapi

juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar

dan keadaan individu bersangkutan. Pembelajaran meliputi perubahan

perilaku konsumen yang timbul dari pengalamannya, sehingga saat

konsumen bertindak pengetahuannya akan bertambah. Teori

pembelajaran mengajarkan bahwa para pemasar dapat membangun

permintaan sebuah produk dengan mengaitkannya pada dorongan yang

kuat dan memberikan penguatan positif.

Perusahaan baru dapat memasuki pasar dengan menawarkan

(29)

konfigurasi sebagai isyarat untuk menarik perhatian yang serupa,

karena pembeli lebih cenderung untuk mengalihkan kesetiaannya pada

merek yang mirip.

C. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Mengubah perilaku konsumen tidaklah mudah, tetapi adanya rangsangan

pemasaran (marketing stimuli) dari perusahaan melalui bauran pemasaran

yang mencakup produk, harga, saluran disrtribusi dan promosi masuk ke

dalam kesadaran konsumen, serta mempengaruhi proses keputusan pembelian

konsumen. Subarna dan Awalina (2002) mengemukakan bahwa kinerja

konsumsi teh nasional tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang

berhubungan dengan perilaku konsumen rumah tangga dan kebijakan pasar

yang dikembangkan oleh blender/packers di dalam negeri, terutama dalam

menghadapi persaingan pasar antar produsen teh, maupun persaingan dengan

produsen minuman bukan teh.

Bauran pemasaran mengacu pada paduan strategi produk, distribusi,

promosi dan penentuan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk

menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju

(Cravens, 2000; Lamb dkk., 2001). Perbedaan di dalam bauran pemasaran

tidak terjadi secara kebetulan, karena manajer pemasaran merencanakan

strategi pemasaran untuk mendapatkan keunggulan dibandingkan dengan para

pesaingnya dan memberikan pelayanan yang baik. Dengan mengubah

unsur-unsur bauran pemasaran, manajer pemasaran dapat menyesuaikan dengan

saran yang diberikan oleh konsumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Cravens

(2000) dan Walker, dkk., (2003) yang menjelaskan bahwa peubah bauran

pemasaran (marketing mix) digabungkan untuk merancang strategi penentuan

posisi suatu produk pada setiap pasar sasaran.

1. Produk

Secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif dari

produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai usaha untuk

mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan dan keinginan konsumen,

(30)

Hasil penelitian Suryadi dkk., (2002) menyatakan bahwa

pengetahuan konsumen tentang keberadaan produk teh terbatas pada

merek-merek tertentu, umumnya konsumen hanya dapat mengingat 3 -5

jenis, tetapi hanya 1 - 2 merek diantaranya yang dapat dikonsumsi

sehari-hari. Keterbatasan pengetahuan tersebut berkaitan dengan keterbatasan

informasi pasar yang dilakukan oleh produsen.

Selain merek produk, preferensi konsumen terhadap mutu perlu

menjadi pertimbangan perusahaan dalam merumuskan strategi pemasaran.

Akan tetapi, produk yang beredar di pasar dalam negeri mutu core

productnya masih tergolong rendah dan sedang, baik yang dikonsumsi

oleh konsumen rumah tangga. Namun, sebenarnya konsumen akhir sangat

responsif terhadap mutu rasa air seduhan dan kemasan, namun kedua

faktor ini masih langka ditawarkan oleh produsen.

Menurut Lamb dkk (2001), produk tidak hanya meliputi fisik,

tetapi juga kemasan, garansi, pelayanan purna jual, merek, nama baik

perusahaan dan nilai kepuasan. Peter dan Olson (2000), menjelaskan

bahwa konsumen dapat memiliki tiga jenis pengetahuan tentang produk,

yaitu pengetahuan tentang ciri atau karakteristik produk, konsekuensi atau

manfaat positif menggunakan produk, dan nilai kepuasan produk tersebut,

sedangkan Tjiptono (1999), mendefinisikan produk sebagai persepsi

konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya.

2. Harga

Di samping mutu produk teh, pemasaran melalui retail market

peluang dan tantangannya cukup besar, karena dengan kemasan yang

menarik dan diberi merek harga pasar lokal dapat mencapai Rp. 3.750 per

50 g. Sedangkan untuk teh herbal di pasar lokal berkisar Rp 40.000-Rp.

45.000 per 75 g. Selain itu, menurut Subarna dan Suryadi (1999) bahwa

produsen teh cenderung mengembangkan strategi harga rendah dalam

menghadapi persaingan, sehingga kinerja produk teh di pasar tidak

berorientasi pada peningkatan mutu ke arah yang lebih baik (baik mutu air

(31)

Menurut Lamb, dkk (2001), harga adalah apa yang harus diberikan

oleh konsumen (pembeli) untuk mendapatkan suatu produk. Harga sering

merupakan unsur yang paling fleksibel di antara keempat unsur bauran

pemasaran. Selain itu, Walker, dkk (2003), menerapkan kebijakan harga

rendah dibandingkan dengan pesaing dapat diciptakan, apabila perusahaan

memiliki keunggulan bersaing pada biaya rendah (low cost). Demikian

halnya pendapat Kotler (2000), bahwa penetapan harga dan persaingan

harga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi oleh para eksekutif

pemasaran. Namun, banyak perusahaan tidak mampu menangani

penetapan harga dengan baik. Sembilan strategi harga-mutu dapat

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Sembilan strategi harga-mutu (Kotler, 2000).

Gambar 3 dapat menjelaskan sembilan kemungkinan strategi

harga-mutu. Pertama, strategi diagonal 1, 5 dan 9 semuanya dapat bertahan

pada pasar yang sama, yaitu perusahaan menawarkan produk bermutu

tinggi pada harga tinggi, perusahaan lain menawarkan produk bermutu

rendah pada harga rendah dan pada mutu menengah perusahaan

menawarkan harga menengah. Ketiga pesaing tersebut dapat hidup

bersama selama pasar terdiri atas tiga kelompok pembeli, yaitu konsumen

yang mengutamakan mutu, harga dan yang mementingkan keseimbangan

antar keduanya.

Kedua, strategi penempatan 2, 3 dan 6, yaitu menunjukkan cara

untuk menyerang posisi diagonal. Strategi 2 menyatakan produk kami

Tinggi Menengah Rendah

(32)

memiliki mutu sama dengan produk 1, tetapi harga yang ditawarkannya

lebih rendah. Strategi 3 menyatakan hal yang sama dan bahkan

menawarkan penghematan lebih besar. Demikian halnya strategi 6, jika

konsumen mementingkan mutu yang menengah dengan harga rendah.

Ketiga, strategi penempatan 4, 7 dan 9 di mana perusahaan

menetapkan harga terlalu tinggi dibandingkan dengan mutunya.

Konsumen akan merasa dirugikan dan akan mengeluh atau menceritakan

hal-hal buruk pada konsumen yang lain. Strategi ini harus dihindari agar

setiap perusahaan dapat bersaing.

3. Saluran Distribusi

Ketersediaan produk teh di pasar, erat kaitannya dengan strategi

saluran distribusi yang digunakan oleh produsen. Saluran distribusi

menghubungkan produsen dengan pengguna akhir produk atau jasa.

Saluran distribusi yang efektif dan efesien memberikan keunggulan

strategi yang penting bagi para anggota organisasi atas saluran-saluran

pesaingnya. Gambar 4 memperlihatkan perbedaan saluran distribusi dasar

produk konsumen dan produk industri.

Gambar 4. Saluran distribusi dasar (Cravens, 2000)

Produsen Produsen

Agen

Grosir

Pengecer Grosir

Pengecer Pengecer

Konsumen

Distributor/ Dealer

(33)

Pemasaran lokal produk teh yang telah dikemas dan telah memiliki

merek (brand), disalurkan melalui saluran distribusi tidak langsung atau

melalui perantara, terutama target pasar konsumen akhir. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian Subarna dan Suryadi (1999), bahwa konsumen

dalam mengonsumsi teh tidak ditentukan oleh keinginan yang sebenarnya,

tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor lain, yaitu

distribusi/ketersediaan produk, harga, jumlah, dan jenis teh yang tersedia.

trategi distribusi berkenaan dengan bagaimana sebuah perusahaan

menjangkau pasar sasarannya, sebagian produsen memasarkan produknya

secara langsung kepada konsumen akhir, sedangkan sebagian lagi

memasarkan produknya melalui satu atau lebih saluran distribusi.

4. Promosi

Strategi promosi adalah perencanaan, implementasi, dan

pengendalian komunikasi dari suatu organisasi kepada para konsumen dan

sasaran lainnya. Fungsi promosi dalam bauran pemasaran adalah untuk

mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen. Cravens

(2000), menjelaskan bahwa strategi promosi mencakup penentuan (1)

tujuan komunikasi, (2) peranan komponen-komponen pembentuk bauran

promosi, (3) anggaran promosi dan (4) strategi setiap komponen bauran.

Komponen bauran promosi mencakup periklanan, penjualan

perorangan, promosi penjualan dan hubungan masyarakat. Tanggungjawab

pemasaran yang penting adalah merencanakan dan mengkoordinasikan

strategi promosi terpadu dan memilih strategi yang paling efektif. Untuk

merancang komunikasi pemasaran yang efektif, setiap pemasaran perlu

memahami proses komunikasi secara umum, yaitu pelaku komunikasi

(pengirim dan penerima pesan), alat komunikasi (pesan dan media), fungsi

komunikasi (encoding, decoding, respons dan umpan balik) dan gangguan.

D. Hubungan Perilaku Konsumen dengan Bauran Pemasaran

Frekuensi perilaku pembelian konsumen dapat ditingkatkan dengan

mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang diarahkan pada

(34)

memperoleh keberhasilan dalam mempengaruhi tanggapan konsumen di

segmen pasar tertentu, maka perusahaan harus merumuskan kombinasi

aspek-aspek bauran pemasaran tersebut. Oleh karena itu, perumusan strategi bauran

pemasaran sangat ditentukan oleh karakteristik segmen pasar, yaitu

menyangkut perilaku konsumen dan proses pembeliannya.

Walker dkk., (2003), serta Petter dan Olson (2000), menjelaskan bahwa

hubungan antara perilaku konsumen dan strategi pemasaran sangat penting,

bukan hanya disesuaikan dengan konsumen, tetapi juga mengubah apa yang

dipikirkan dan dirasakan konsumen tentang dirinya sendiri, berbagai macam

tawaran pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk melakukan pembelian dan

penggunaan produk.

Selain itu, Swasta dan Handoko (1997), menjelaskan bahwa analisa

pasar konsumen dalam hubungannya dengan perilaku konsumen harus dimulai

dengan konsep 6 O, yaitu Occupants: siapa yang ada di pasar konsumen,

Objects: apa yang dibeli konsumen, Occasions: kapan konsumen membeli,

Organization: siapa yang terlibat dalam pembelian, Objectives: mengapa

konsumen membeli, dan Operations: bagaimana konsumen membeli, yang

dihubungkan dengan marketing mix.

E. Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Keputusan pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor internal

konsumen, seperti budaya konsumen, kelas sosial, karakteristik individu dan

faktor psikologis, serta rangsangan produsen melalui bauran pemasaran

(produk, harga, saluran distribusi dan promosi). Oleh karena itu, dalam proses

keputusan pembelian oleh konsumen, pihak perusahaan harus jeli melihat

setiap proses yang dilalui oleh konsumen, terutama dalam proses pembelian

dan pascapembelian kaitannya dengan kepuasan/ketidakpuasan konsumen.

Menurut Arnould dkk., (2003) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan

adalah respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation)

yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja

(35)

mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang

setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan bila dibandingkan

dengan harapannya.

Berdasarkan pendapat Wilkie (1994), bahwa kepuasan atau

ketidakpuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan emosional setelah

mengevaluasi kinerja produk atau jasa. Berdasarkan pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya kepuasan pelanggan merupakan hasil

evaluasi purnabeli dan alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau

melebihi harapan pelanggan. Jika harapan konsumen melebihi dari kenyataan

(actual), maka akan terjadi kepuasan. Kepuasan yang dirasakan oleh

konsumen akan menjadikan konsumen tersebut loyal.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan bila memiliki konsumen yang

loyal adalah (1) mengurangi biaya pemasaran, (2) mengurangi biaya transaksi,

(3) mengurangi biaya penggantian konsumen, (4) meningkatkan penjualan

masa lalu, (5) informasi dari mulut ke mulut yang lebih positif dan (6)

mengurangi biaya kegagalan. Konsumen yang loyal memiliki karakteristik (1)

melakukan pembelian secara teratur, (2) membeli di luar lini produk atau jasa,

(3) menolak produk lain dan (4) menunjukkan kekebalan dari tarikan

persaingan (tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis

lainnya) (Griffin, 1995). Namun, jika harapan konsumen lebih tinggi dari

kenyataan (aktual), maka akan terjadi perasaan ketidakpuasan.

Menurut Wilkie (1994), ada beberapa alternatif tindakan konsumen

apabila merasa tidak puas, yaitu tidak melakukan pembelian ulang, berpindah

pada merek lain, menceritakan kepada teman/kerabat dan komplain kepada

penjual atau agen.

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Ayu (2007) dalam penelitiannya Analisis Kepuasan Pelanggan Produk

Herbal (Studi Kasus di PT Liza Herbal International) menyatakan bahwa

dimensi kepuasan (satisfaction) sebagai variabel laten endogen dipengaruhi

oleh tiga dimensi yaitu product, service dan purchase sebagai variabel laten

eksogennya. Hasil estimasi Structural equation modeling (SEM)

(36)

dalam mepengaruhi kepuasan pelanggan produk herbal Dr. Liza yang diikuti

dengan dimensi produk dan pembelian. Pada dimensi pelayanan, faktor yang

dapat mempengaruhi kepuasan adalah aspek ketepatan waktu pengiriman

produk (delivery) dan ketersediaan prosedur kritik yang jelas dan mudah

diakses (complaint handling).

Pada dimensi produk, faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan

pelanggan adalah aspek harga produk, khasiat, kesesuaian khasiat yang

dirasakan dengan yang tercantum pada label, variasi produk dan desain

kemasan yang menarik, sedangkan pada dimensi pembelian, faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan adalah aspek kesopanan karyawan (courtesy),

keramahan karyawan (Communication), pengetahuan karyawan dan nama

merek yang terkait dengan prestise. Dengan metode pembobotan yang

dilakukan melalui software Linear structural relationship (Lisrel) dapat

diperoleh indeks kepuasan responden terhadap pengkonsumsian produk herbal

Dr. Liza. Total indeks kepuasan pelanggan produk herbal kapsul Dr. Liza

adalah 75,56 %.

Suryadi dkk., (2002) dalam penelitiannya telah menguji pengaruh iklan

televisi terhadap perilaku konsumen. Penelitian ini menggunakan metode

survei yang dilakukan di daerah urban dan di daerah rural yang dipilih secara

purposive. Metode analisis menggunakan khi-kuadrat, dengan hasil penelitian

bahwa televisi merupakan media efektif untuk mengiklankan produk teh. Di

daerah urban konsumen bereaksi sangat nyata dalam merespons iklan teh dari

televisi dibandingkan dengan yang berada di daerah rural pada taraf

kepercayaan 95%.

Oktini (2002) dalam penelitiannya telah menguji pengaruh

karakteristik pembeli dan penjual, serta unsur produk terhadap tingkat

konsumsi di Kota Bandung, dengan menggunakan metode regresi linear

berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh karakteristik

penjual lebih besar dibandingkan dengan pengaruh karakteristik pembeli

dilihat dari koefisien determinasinya (R2) 83,3 %.

Subarna dan Awalina (2002) dalam penelitiannya telah menguji

(37)

minuman penyegar pada tingkat konsumen dalam rumah tangga, dengan

mengambil lokasi Tasikmalaya yang mewakili daerah produsen dan Surabaya

mewakili daerah konsumen. Metode yang digunakan adalah metode survei

dan data dianalisis dengan menggunakan metode double-log transformation.

Hasil penelitian menunjukan posisi konsumen dalam mengonsumsi teh belum

optimal, yang ditandai dengan nilai marginal rate of technical substitution

(MRTS) lebih besar dari harga teh yang dikonsumsinya. Berdasarkan model

penduga double-log transformation, jumlah konsumsi optimal di daerah

konsumen mencapai 955 g/bulan dan daerah produsen sebesar 470 g/bulan

untuk setiap keluarga.

Subarna dan Suryadi (1999) dalam penelitiannya telah menguji

pengaruh unsur-unsur produk campuran teh terhadap harga dan jumlah

konsumsi dalam rumah tangga, di wilayah Jawa Barat yang diwakili oleh Kota

Tasikmalaya, Bogor, Bekasi. Jawa Tengah diwakili oleh Kota Purwokerto,

dan Semarang, sedangkan Jawa Timur di wakili oleh Kota Surabaya. Metode

yang digunakan adalah metode survei dan metode analisis yang digunakan

adalah statistik korelasi non parametrik dan regresi liner berganda.

Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan khi kuadrat pengaruhnya cukup

nyata. Secara umum tingkat konsumsi masih tergolong rendah (68%) pada

kelompok mutu dengan kemasan tinggi jumlahnya lebih banyak (72,5%) dan

mutu kemasan rendah dikonsumsi lebih rendah (64,5%). Dari model regresi

linear berganda ternyata pengaruh mutu air seduhan dan kemasan berbanding

(38)

III. METODE KAJIAN

A. Lokasi dan Waktu Kajian

Obyek penelitian adalah konsumen rumah tangga dan respondennya

adalah konsumen yang melakukan pembelian produk teh herbal di Kota

Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu

didasarkan pada pertimbangan : (1) Bogor merupakan salah satu wilayah

produsen teh di Jawa Barat, (2) Kota Bogor merupakan salah satu daerah

pemasaran teh herbal dengan konsumen cukup banyak, (3) adanya

ketersediaan data yang diperlukan dan kesediaan manajemen perusahaan

menjadikan perusahaan tersebut menjadi obyek kajian. Tugas akhir ini

dilaksanakan selama lima bulan, yaitu pada bulan Oktober 2008 – Pebruari

2009.

B. Metode kerja

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder

yang bersifat kuantitatif dan kualitatif terhadap tingkat perilaku konsumen

dalam mengambil keputusan mengonsumsi teh herbal. Data primer diperoleh

dari hasil pengamatan langsung (observasi), diskusi dan wawancara dengan

pihak manajemen perusahaan dan konsumen. Data sekunder diperoleh dari

dokumen-dokumen perusahaan, makalah-makalah seminar dan data statistik

dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Tahapan kerja

tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan melalui

langkah-langkah berikut :

a. Melakukan observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti, dengan tujuan untuk

mengetahui keadaan sesungguhnya.

b. Melakukan wawancara kepada konsumen sebagai responden. Cara ini

dilakukan agar dapat mengungkap fakta yang terjadi di lapangan.

(39)

(

) (

)

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah setiap konsumen

yang mengonsumsi produk teh herbal produksi Liza Herbal di Kota Bogor.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Accidental Sampling, yaitu

konsumen teh herbal yang ditemui secara kebetulan di lokasi penelitian

(outlet yang menjual produk teh herbal produksi Liza Herbal) yang sedang

membeli produk teh herbal bukan untuk pertama kalinya. Dari

outlet-outlet yang terdapat di Kota Bogor sebanyak 23 outlet-outlet, masing-masing outlet diambil 5 responden, sehingga diperoleh 115 responden dari

konsumen yang mengonsumsi teh herbal (alamat outlet pada Lampiran 2).

3. Pengolahan dan Analisis Data

a. Uji Validasi dan Reliabilitas Kuesioner

Sebelum dilakukan pengolahan data maka perlu dilakukan

pengujian data terhadap variabel tersebut. Uji validitas menunjukkan

sejauhmana suatu alat ukur itu dapat mengukur peubah yang akan

diukur. Untuk mengukur validitas dan realibilitas menggunakan

koefisien cronbach alpha untuk mengestimesi realibilitas dan validitas

setiap skala (indikator observarian). Pengujian validitas menggunakan

teknik corrected item-total correlation, yaitu dengan cara

mengkorelasi skor tiap item dengan skor totalnya.

Kriteria valid atau tidak valid adalah bila korelasi r kurang dari

nilai r tabel dengan tingkat signifikansi a = 5%, berarti butir

pertanyaan tidak valid (Santoso, 2002). Untuk mengukur korelasi antar

pertanyaan dengan skor total digunakan rumus teknik korelasi product

(40)

2 t

σ

Bila diperoleh rhitung lebih besar dari rtabel pada tingkat signifikansi

(α) = 0,01 maka pertanyaan pada kuesioner mempunyai validitas

konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam pernyataan tersebut

dan layak digunakan.

Uji reliabilitas dilakukan terhadap pertanyaan tingkat

pengambilan keputusan konsumen untuk mengetahui konsistensi alat

ukur dalam mengukur gejala yang sama atau untuk mengetahui tingkat

kesalahan pengukuran. Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus

(αcronbach) dan menggunakan alat ukur Cronbach Alpha, Microsoft

SPSS versi 11.00 for windows, yaitu :

11

Pengukuran validitas dan reliabilitas dengan cara

mengujicobakan kuesioner kepada 25 responden, bahwa seluruh butir

pertanyaan yang digunakan valid, hal ini ditunjukkan masing-masing

butir berkorelasi signifikan dengan total skor nilai signifikan < 0,05

(Nurgiyantoro, 2000).

b. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam menganalisis data digunakan metode deskriptif

kualitatif-kuantitatif. Untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik

responden mengonsumsi teh herbal, maka metode statistik yang

digunakan adalah distribusi frekuensi, sehingga dapat diketahui

besarnya jumlah responden dalam kategori atau kelompok yang telah

ditentukan.

Analisis data menggunakan analisis komponen utama PCA

(Principal Component Analysis), mengingat model dalam penelitian

(41)

ini adalah model kausalitas (hubungan/pengaruh sebab akibat).

Komponen utama merupakan salah satu metode analisis multivariate

(sidik peubah ganda) yang bertujuan untuk meringkas sejumlah besar

peubah asal menjadi beberapa kelompok peubah baru. Tetapi

peringkasan data ini tetap mempertahankan keragaman total data dan

kelompok-kelompok peubah baru yang jumlahnya lebih sedikit dari

peubah asal ini disebut principal component atau komponen utama

(Johnson and Wichern, 2002). Peubah-peubah tersebut dapat diolah

menjadi beberapa komponen utama, yang selanjutnya dipergunakan

untuk menetapkan implikasi pemasaran yang berguna bagi produsen

teh herbal. Pengolahan peubah-peubah tersebut dilakukan dengan

bantuan program komputer Minitab V.15.

Tahap-tahap dalam analisis komponen utama sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah faktor (komponen utama)

Komponen utama yang digunakan untuk menerangkan

keragaman dapat dilihat dari akar ciri (eigenvalue) yang dimiliki

pada komponen utama tersebut. Gasperz (1992), memberikan

batasan hanya akar ciri yang lebih besar dari satu yang diambil

sebagai peubah baru. Akar ciri yang kecil (dibawah satu atau yang

mendekati nol) biasanya tidak dipergunakan karena kontribusinya

dalam menerangkan keragaman data sangat kecil.

2. Penentuan koefisien korelasi (loading)

Komponen utama merupakan komponen peubah yang

mempunyai koefisien korelasi antara peubah asal dengan

komponen utama tersebut. Koefisien korelasi antar sekelompok

peubah asal dengan komponen utamanya secara relatif lebih tinggi

dibandingkan koefisien korelasi kelompok peubah tersebut dengan

komponen utama lainnya.

Dalam hal ini, dapat dinyatakan bahwa komponen utama

merupakan sekelompok peubah asal yang mempunyai koefisien

(42)

A. Gambaran Umum Lokasi

1. Kondisi Umum Kota Bogor

Kota Bogor mempunyai potensi yang strategis untuk pengembangan

dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Letaknya yang tidak begitu jauh dari

ibukota negara (± 60 km) dan berada di tengah-tengah Kabupaten Bogor

ini merupakan suatu faktor yang mendukung. Selain itu, dengan adanya

Kebun Raya Bogor (KRB) dan Istana Bogor di pusat kotanya yang

merupakan tujuan wisata masyarakat Bogor dan sekitarnya, serta

kedudukan kota Bogor di antara jalur tujuan wisata puncak juga

merupakan suatu potensi strategik bagi pertumbuhan ekonomi di kota

Bogor ini.

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118.50 km2 dengan kepadatan

penduduk per km2 sebanyak 6 897 jiwa. Wilayah-wilayah tersebut terbagi

menjadi 6 kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa. Keenam kecamatan

tersebut adalah Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur,

Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor

Selatan dan Kecamatan Bogor Utara. Penduduk terpadat di Kecamatan

Bogor Tengah, yaitu 13 047 jiwa/km2, karena pusat pemerintahan dan

kegiatan ekonomi banyak berada di kecamatan ini.

Berdasarkan hasil registrasi penduduk akhir tahun 2006, jumlah

penduduk Kota Bogor sebanyak 879 138 jiwa yang terdiri dari 444 508

jiwa laki-laki (50.6%) dan 434 630 jiwa perempuan (49.4%). Dengan

demikian sex ratio penduduk Kota Bogor adalah 102, yang artinya 102

penduduk laki-laki berbanding dengan 100 penduduk perempuan. Hal ini

menunjukkan jumlah penduduk laki-laki relatif seimbang dengan jumlah

penduduk perempuan. Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin

dapat dilihat pada Tabel 1.

Dapat disebutkan bahwa secara garis besar penduduk kota Bogor

terkonsentrasi pada kelompok umur muda, yaitu 0 – 24 tahun (49.56%).

(43)

muda. Struktur penduduk muda ini berdampak pada banyaknya penduduk

yang berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa.

Tabel 1. Penduduk kota Bogor menurut golongan umur dan jenis kelamin pada tahun 2006

Sebagian besar penduduk Kota Bogor memiliki lapangan usaha

sebagai perdagangan (26.99%), sektor jasa (26.75%) dan sektor industri

(17.73%). Sebaran penduduk menurut lapangan usaha dilihat pada Tabel

2. Sektor perekonomian yang memberikan sumbangan terbesar dalam

perekonomian Kota Bogor pada tahun 2006 adalah sektor perdagangan,

hotel dan restoran (30.16%) dan sektor industri pengolahan (27.84%).

Tabel 2. Penduduk kota Bogor menurut lapangan usaha

Lapangan Usaha Jumlah (Jiwa) Persentase

Gambar

Gambar 1. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan                       faktor-faktor yang mempengaruhi (Engel dkk, 1994)
Gambar 2. Tahap-tahap proses pengambilan keputusan                                       (Engel dkk, 1994)
Gambar 3. Sembilan strategi harga-mutu (Kotler, 2000).
Gambar 4. Saluran distribusi dasar (Cravens, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian sebegini juga menjadi tumpuan khusus dalam mengenal pasti kawasan yang mempunyai aras dos sinaran latarbelakang dan keradioaktifan yang tinggi (Alencar

menunjukkan bahwa metode aplikasi pyraclostrobin dengan konsentrasi yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata jumlah daun dan luas daun yang terbentuk pada

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek pemijahan ikan motan di perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri yang me lip uti ukuran pertama kati matang gonad, musim pernijahan,

Bahwa Pasal 310 Undang-Undang a quo tidak memberikan penjelasan secara khusus mengenai frasa “kelalaiannya” dan “orang lain” sehingga tidak memberikan kepastian hukum,

Dengan memanjatkan puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Kondisi demikian menye- babkan simulasi sistem flushing yang dilakukan belum optimal karena dasar waduk masih lebih tinggi dari pelimpah baru yang digunakan

Sehubungan dengan pembatasan pengertian tersebut maka hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

D work entitled &#34;Contribution of Mohammad Atia al-Abrashi (1899 AD ) to Modern Arabic Literature: A Critical Study&#34; under my. supervision. The work is original. It is