i
GAMBARAN PEMBERIAN ASI PADA BAYI DENGAN
IBU POST SECTIO CAESAREA DI RSU KABUPATEN
TANGERANG DAN RS SWASTA DI DEPOK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
OLEH:
CLARA DINDY
NIM: 1112104000021
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, 15 June 2016 CLARA DINDY, NIM: 1112104000021
Overview of Breastfeeding Baby with Post Sectio Caesarea Mother In Hospital common Tangerang district and a private Hospital in Depok
xvii + 86 Page + 25 table + 3 chart + 3 attachment
ABSTRACT
High number of Sectio Caesarea and the low practice of breastfeeding of the mother leads to various problems of breastfeeding and it can give negative effects for the baby and for the mother. No studies have explored yet about breastfeeding patterns. The purpose of this study is to explore the practice of breastfeeding of mother with Sectio Caesarea. Descriptive quantitative was used in this study, using 65 patientsPost Sectio Caesarea. The results showed that 73.8% of babies didn‟t have the IMD, 32.2% of mothers did the first breastfeed in < 3 hours after childbirth, 84.6% of mother considered that the surgery pain does not interfere in the process of breastfeeding, 50.8% stated that breast milk production was much more occurred on the first day, 95.4% mother has a spinal anesthetic, 98.5% of babies were born in good condition, 91.3% of mothers said that rooming incould help them in breastfeed than that of mothers who didn‟t got the rooming in. Suggestions for the hospital is to improve the quality of services, especially in the Initiation of Early Breastfeeding program and to consider rooming in policy application..
Reference: 49 (years 2003-2015)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, 15 Juni 2016
Clara Dindy, NIM: 1112104000021
Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea Di RSU Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok
xvii+ 86 halaman + 25 tabel + 3 bagan + 3 lampiran
ABSTRAK
Tingginya angkasectio caesareadan rendahnya praktek pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada ibu dengan persalinan operasi dapat menimbulkan berbagai gangguan menyusui dan dapat memberikan efek negatif bagi bayi maupun bagi ibu. Belum ada penelitian yang mengeksplor tentang pola menyusui.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi dengan ibu post Sectio caesarea. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 65 orang pasien post sectio caesarea.Hasil penelitian menunjukan 73,8% bayi tidak melakukan IMD, 32,2% ibu pertama kali menyusui pada < 3 jam setelah persalinan, 84,6% menganggap bahwa nyeri operasi tidak mengganggu dalam proses menyusui, 50,8% mengatakan pengeluaran ASI lebih banyak terjadi pada hari pertama, 95,4% obat bius yang dipakai oleh ibu adalah bius spinal, 98,5% bayi lebih banyak lahir dalam kondisi baik, 91,3% ibu mengatakan rawat gabung lebih banyak memberikan efek menyusui dibandingkan dengan yang tidak. Saran bagi rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam program Inisiasi Menyusui Dini dan semoga dapat menjadi pertimbangan rumah sakit dalam membuat kebijakan rooming in bagi ibu dan bayi.
Referensi: 49 (tahun 2003-2015)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : CLARA DINDY
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 September 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Juanda Gang Anggrek No 89 Rt 03/Rw 026
Sukmajaya Depok
Email : [email protected]
Fakultas/ Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program
Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TKIT Cut Mutia 1998 - 2000
2. SDN Mekar Jaya 31 Depok 2000 - 2006
3. SMPN 8 Depok 2006 - 2009
4. SMAIT Baitussalam 2009 – 2012
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayat. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea di RSU
Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok” Dalam penelitian skripsi ini, tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah
berkat rahmat dan hidayah-Nya, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulida Handayani, S.Kp., MSc dan ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB,
selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Karyadi S,Kp M.kep PhD dan Ibu Ita Yuanita, S.Kp ,M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah sabar dan ikhlas untuk meluangkan waktu, tenaga serta
fikirannya selama membimbing peneliti.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
memberikan ilmu pengetahuaan kepada peneliti selama menjalankan
perkuliahan.
5. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang
telah banyak membantu dalam pengadaan referensi buku ataupun skripsi sebagai
bahan rujukan skripsi.
6. Kedua orang tua peneliti, sujud hormat atas semua pengorbanan Ibunda Tanti
Karyanti dan Ayahanda Antonius Dahlan yang senantiasa memberikan dukungan
dan kekuatan kepada peneliti baik berupa material maupun doa yang selalu
mereka panjatkan untuk mengiringi setiap langkah sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2012
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan,
semangat, kebersamaan, kenangan, inspirasi yang telah diberikan serta
kekompakan yang selama ini tidak akan terlupakan.
Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga peneliti dapat menyempurnakan skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini
dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang
menggunakannya, terutama dalam hal kemajuan pendidikan selanjutnya.
Jakarta, Januari 2016
DAFTAR ISI
C. Pertanyaan penelitian ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 7
4. Bagi Instansi Terkait ... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Air Susu Ibu (ASI) ... 9
E. Lama dan Frekuensi Menyusui ... 21
F. Tanda kecukupan ASI ... 22
G. Cara menyusui yang benar ... 22
H. Posisi dalam menyusui ... 23
I. Masalah Dalam Menyusui ... 24
J. Faktor bayi ... 26
K. Masalah menyusui pada ibu Sectio Caesarea ... 27
L. Syarat Rawat gabung ... 28
1. Definisi ... 29
2. Indikasi ... 29
3. Dampak dari persalinan Sectio Caesarea ... 30
N. Kerangka Teori ... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34
A. Kerangka Konsep ... 34
B. Definisi Operasional ... 36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 39
A. Desain Penelitian... 39
B. Tempat dan waktu penelitian ... 39
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 39
D. Teknik pengambilan sampel ... 40
E. Teknik pengumpulan data ... 41
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42
G. Pengolahan data ... 43
H. Teknik Analisis Data ... 44
I. Etika penelitian ... 44
BAB V HASIL PENELITIAN ... 48
A. Gambaran Tempat Penelitian ... 48
1. Gambaran Umum ... 48
B. Analisa Univariat ... 49
BAB VI PEMBAHASAN ... 66
A. Gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea ... 66
B. Gambaran waktu pertama kali ibu memberikan ASI nya ... 67
C. Gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap pemberian ASI ... 70
D. Gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada ibu sectio caesarea ... 72
E. Gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap pemberian ASI ... 73
F. Gambaran kondisi bayi yang lahir terhadap pemberian ASI ... 75
G. Gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI ... 76
H. Keterbatasan Penelitian ... 78
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 82
xiii
DAFTAR SINGKATAN
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
WHO :World Health Organitation
SC : Sectio Caesarea
IMD : Inisiasi Menyusui Dini
ASI : Air Susu Ibu
MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
DEPKES : Departemen Kesehatan
KEMENKES : Kementrian Kesehatan
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori 36
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 39
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah kelahiran 51
5.2 Distribusi Frekuensi Usia Ibu 52
5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir 52
5.4 Distribusi Frekuensi Kali Keberapa Persalinan dengan Operasi 53
5.5 Distribusi Frekuensi alasan persalinan dengan operasi 54
5.6 Distribusi Frekuensi Inisiasi menyusui dini 54
5.7 Distribusi Frekuensi anastesi yang digunakan 55
5.8 Distribusi Frekuensi kondisi bayi 55
5.9 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali ibu menyusui bayinya 56
5.10 Distribusi Frekuensi hari keberapa ASI mulai keluar 56
5.11 Distribusi Frekuensi makanan pertama bayi 57
5.12 Distribusi Frekuensi pengaruh nyeri operasi dalam proses pemberian
ASI 57
5.13 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari pertama 58
5.14 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari kedua 58
5.15 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari ketiga 59
5.16 Distribusi Frekuensi Rooming In Ibu dan Bayi 59
5.17 Distribusi Frekuensi pemberian ASI pada bayi berdasarkan perlakuan
5.18 Distribusi Frekuensi waktu pemberian ASI berdasarkan perlakuan
Rooming In 60
5.19 Distribusi Frekuensi Rooming In terhadap cara pemberian ASI 61
5.20 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap nyeri post
Operasi 62
5.21 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari pertama terhadap waktu pengeluaran
ASI 63
5.22 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari kedua terhadap waktu pengeluaran ASI 64
5.23 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari ketiga terhadap waktu pengeluaran ASI 65
5.24 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap waktu
pengeluaran ASI 66
5.25 Distribusi Frekuensi Efek anastesi yang digunakan terhadap pemberian ASI 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Izin penelitian dan pengambilan data
Lampiran 2.Kuesioner penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Menyusui menurut World Health Organitation (WHO) adalah cara alami
untuk memberikan bayi nutrisi yang mereka butuhkan yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangannya di masa awal kehidupan. ASI eksklusif yang
dianjurkan adalah dari bayi lahir sampai usia 6 bulan, setelah itu bayi diberikan ASI
(Air Susu Ibu) dan makanan pendamping setelah berumur lebih dari 6 bulan, ASI
dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Namun pada kenyataannya pemberian
ASI pada bayi rata-rata di dunia hanya sebesar 38%. Hal ini mempengaruhi angka
kematian bayi di negara berkembang yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 10 juta
orang, yang 60% dari kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dengan pemberian
ASI, yang sudah terbukti dapat meningkatkan angka kesehatan bayi hingga 1,3 juta
bayi dapat diselamatkan (Isnaini, 2013).
Pada tahun 2013 cakupan bayi yang menerima ASI ekslusif kurang dari 40%
hampir sebagian besar sudah diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) sebelum
berusia 6 bulan hal ini sangat jauh dari target pemerintah yang ingin pemberian ASI
mencapai sebanyak 75% pada tahun 2013 (KEMENKES, 2014).
Dari data Riskesdas tahun 2013 masih sedikit dari ibu post partum yang ingin
segera menyusui anaknya. Hanya 34,5% yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD) kurang dari 1 jam setelah persalinan dan 13% ibu yang menyusui kurang dari
kontak kulit merupakan salah satu faktor yang meningkatkan keberhasilan menyusui
dimasa datang (Nia, 2014). Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan
pemberian ASI pada ibu setelah melahirkan, namun pemberian ASI di jam pertama
kelahiran tidak dapat dilakukan oleh ibu yang memiliki masalah pada persalinannya,
misalnya untuk ibu Sectio Caesarea (Eko, 2011). Keberhasilan pemberian ASI juga
terbukti memiliki hubungan dengan jenis persalinan dimana jenis persalinan
pervagina memiliki kemungkinan 2,53 kali lebih besar untuk bisa berhasil
dibandingkan dengan persalinan operasi Sectio Caesarea (Warsini, 2015).
Penelitian yang dilakukan Bayu (2013) menyatakan bahwa cara persalinan
dapat mempengaruhi jumlah pemberian ASI ekslusif pada bayi ditemukan untuk
jumlah pasien sectio caesarea lebih sedikit memberikan ASI ekslusif dibandingkan
dengan pasien yang mengalami persalinan normal untuk jumlah persalinan Sectio
Caesarea yang memberikan ASI sebanyak 14 ibu dan yang tidak memberikan ASI
ada 25 ibu, sedangkan untuk persalinan normal yang memberikan ASI sebanyak 21
ibu dan yang tidak memberikan ASI sebanyak 39 ibu. Hal ini bisa terjadi akibat
waktu pengeluaran ASI pada pasien dengan Sectio Caesarea lebih lambat dibanding
ibu yang melahirkan normal. Dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi, mobilisasi yang kurang dan
adanya rawat pisah ibu-anak (Desmawati, 2013). Dan juga dapat terjadi akibat
psikologis dan kondisi ibu sectio caesarea yang berbeda dengan ibu yang melahirkan
normal. Pemberian ASI secara dini yang tidak dilakukan oleh ibu dengan kelahiran
hal ini yang membuat pengeluaran ASI pada ibu sectio caesarea lebih lambat
dibandingkan ibu yang melahirkan normal (Syamsinar, 2013).
Air Susu Ibu (ASI) ada yang sudah keluar pertama namun sebagian ibu Sectio
Cesarea tidak setuju untuk memberikannya pada hari pertama, meskipun ibu
mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI. Alasan ibu tidak melakukan inisiasi
hari pertama yaitu bayi yang belum dirawat gabung, ibu yang belum bisa duduk atau
mobilisasi dan ASI yang belum keluar (Dwi R, 2012). ASI yang tidak segera
diberikan akibat pengeluaran ASI yang lebih lambat akan meningkatkan
kemungkinan ibu menderita post partum blues dan membuat bayi diberikan susu
formula atau makanan pendamping ASI (MPASI) yang lain (Dewi, 2012). Hal ini
tidak baik bagi bayi karena tertundanya pemberian ASI selama 3 hari kehidupan
membuat bayi tidak mendapatkan salah satu kandungan ASI yaitu kolostrum yang
salah satu manfaatnya dapat membersihkan meconium dari usus bayi yang baru lahir
dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan
dating, jika bayi tidak mendapatkan kolostrum maka bayi akan kehilangan banyak
manfaat dari kolostrum itu sendiri (Bahiyatun, 2009).
Pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan akan meningkatkan kegagalan dalam
pemberian ASI ekslusif yang dapat mempengaruhi kesehatan serta tumbuh
kembangnya dimasa datang. (Bayu, 2013).
Salah satu RS swasta di Depok dan RSUD Kabupaten Tangerang yang dipilih
ASI bagi bayi, hal ini dibuktikan dengan kebijakan di rumah sakit untuk selalu
melakukan IMD pada bayi yang baru lahir jika kondisi ibu dan bayi memungkinkan.
Data yang diperoleh dari rumah sakit tangerang didapatkan bahwa pada tahun
2014 jumlah pasien yang melahirkan dengan operasi sebanyak 1.750 pasien dari total
6161 kelahiran, hal ini berarti 28% kelahiran di rumah sakit tangerang merupakan
kelahiran dengan operasi. Ibu dan bayi akan berada dalam satu ruangan dari hari
pertama jika kondisi ibu dan bayi dalam keadaan baik. Sedangkan untuk di rumah
sakit swasta di depok terdapat perbedaan kebijakan berdasarkan ruangan kamar rawat
inap, untuk pasien kelas satu diperbolehkan untuk berada satu ruangan bersama
bayinya sedangkan untuk pasien yang kelas dua dan tiga tidak satu ruangan dengan
bayinya. Bayi akan diantar dan disusui oleh ibunya sesuai dengan jadwal yang
diberlakukan oleh rumah sakit.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui Bagaimana Gambaran
Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea di RSU Kab Tangerang
dan salah satu RS swasta di Depok.
B. Rumusan Masalah
Persalinan dengan operasi sectio caesarea merupakan salah satu penyebab
yang dapat menghambat proses pemberian ASI dalam hal ini Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), hal ini dikarenakan keadaan fisik dan psikologis ibu dengan persalinan
caesarea yang harus membutuhkan penanganan khusus dibanding bayi dengan
persalinan normal.
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan peneliti ingin mencoba
merumuskan masalah yaitu bagaimana Gambaran Pemberian ASI pada bayi Ibu Post
Sectio Caesarea di RSU Kabupaten Tangerang dan salah satu RS Swasta di daerah
Depok.
C. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea?
2. Bagaimana gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya?
3. Bagaimana gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap
pemberian ASI?
4. Bagaimana gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada
ibu sectio caesarea?
5. Bagaimana gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap
pemberian ASI?
6. Bagaimana gambaran kondisi bayi yang lahir pada ibu dengan sectiocaesarea
terhadap pemberian ASI?
7. Bagaimana gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi dengan ibu post Sectio
Caesarea. Dalam hal ini proses pemberian IMD dan faktor apa saja yang
menghambat pemberian IMD (Nyeri, Pengeluaran ASI, jenis anastesi,
kondisi bayi dan pemberian ASI pada ibu rawat gabung).
2. Tujuan Khusus
1) Diperolehnya gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio
caesarea
2) Diperolehnya gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya
3) Diperolehnya gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu
terhadap pemberian ASI
4) Diperolehnya gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah
melahirkan pada ibu sectio caesarea
5) Diperolehnya gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi
terhadap pemberian ASI
6) Diperolehnya gambaran kondisi bayi yang lahir pada ibu dengan
sectio caesarea terhadap pemberian ASI
7) Diperolehnya gambaranpemberian ASI pada ibu rawat gabung:
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
gambaran pemberian ASI pada ibu dengan sectio caesarea yaitu tentang
pemberian IMD, waktu pemberian ASI dan faktor yang mempengaruhi
terhambatnya pemberian ASI sehingga diharapkan dapat dilakukan
penelitian selanjutnya agar dapat ditemukan intervensi yang sesuai agar
pelaksanaan IMD dapat terlaksana dengan baik.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan untuk peneliti tentang pemberian ASI pada bayi dengan ibu
bersalin dengan Sectio Caesarea.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik
secara teoritis maupun metodologi mengenai penelitian terkait pemberian
ASI pada bayi dengan ibu Sectio caesarea.
4. Bagi Instansi Terkait
Hasil penelitian ini diharapkan jadi pertimbangan dan masukan untuk
rumah sakit agar dapat memberikan motivasi kepada ibu yang bersalin
meningkatkan pemberian ASI pada bayi dengan ibu dengan Sectio
Caesarea.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ingin melihat gambaran pemberian ASI pada ibu post
Sectio Caesarea. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan sectio caesarea
yang dirawat di ruang perawatan dan yang akan menyusui bayinya.
Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Penelitian
dilakukan dari bulan Februari sampai bulan April 2016. Instrumen penelitian
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI)
1. Definisi
ASI atau air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok
diberikan terutama untuk bayi yang baru lahir. Pemberian ASI pada masa
awal kehidupan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi di
dunia.Karena sangat pentingnya pemberian ASI organisasi kesehatan
dunia seperti WHO dan UNICEF menganjurkan agar bayi hanya diberikan
ASI ekslusif selama 6 bulan awal kehidupannya. Makanan Pendamping
ASI (MPASI) dapat diberikan sesudah bayi berumur lebih dari 6 bulan
dan pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun.
Depkes mengelompokkan pola menyusui menjadi 3 yaitu menyusui
ekslusif, menyusui predominan, menyusui parsial. Menyusui ekslusif
menurut Depkes adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain
termasuk air putih. Kedua, menyusui predominan adalah menyusui bayi
tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air misalnya
teh, sebagai makanan/ minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Terakhir
menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan
selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi
berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun sebagai
2. Manfaat ASI
a. Manfaat bagi bayi
ASI memiliki semua kandungan nutrisi yang diperlukan bayi seperti
air, lemak, trigliserida, karbohidrat, laktosa, protein, vitamin, mineral,
kalsium dan fosfor yang tidak dapat ditemukan di susu formula ataupun
susu lainnya. ASI juga mengandung sel imun, antibodi yang banyak
terdapat dalam kolostrum, laktoferin dalam ASI dapat menghambat
pertumbuhan bakteri berbahaya didalam usus dan komponen lain dalam
ASI dapat mendorong kematangan sistem pencernaan yang dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit karena beberapa bulan setelah
lahir bayi belum dapat membentuk sendiri respon imun tubuhnya dengan
sempurna sehingga dengan memberikan ASI dapat membantu bayi untuk
terlindung dari berbagai macam penyakit khususnya penyakit saluran
pencernaan karena saluran pencernaan bayi masih sangat sensitif, saluran
ini lebih siap untuk mengolah susu manusia dibanding susu formula
sehingga bayi yang diberikan susu formula cenderung lebih mudah
mengalami gangguan pencernaan (Sherwood, 2012).
ASI yang pertama (kolostrum) mengandung beberapa antibodi yang
dapat mencegah infeksi pada bayi. ASI diperkirakan dapat mengirimkan
limfosit ibu ke dinding usus bayi dan memulai proses imunologik
sehingga memberikan imunitas pasif pada bayi terhadap penyakit infeksi
bulan. Bayi yang meminum ASI terbukti jarang menderita gastroenteritis
dan kemungkinan bayi menderita kejang oleh karena hipokalsemia sangat
sedikit (Sumarah, 2009).
Pemberian ASI ekslusif terbukti dapat meningkatkan sistem imun
bayi.Penelitian Haris (2011) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan status
imunitas bayi yang diberikan ASI ekslusif dengan bayi yang tidak
diberikan ASI ekslusif. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif menunjukan
status imunitas yang lebih baik dan stabil dibandingkan dengan yang tidak
diberikan ASI ekslusif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Eka Putri
(2013) jika bayi yang diberikan ASI ekslusif lebih banyak maka jumlah
bayi yang menderita diare akan lebih sedikit. Dapat disimpulkan ada
hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan angka kejadian diare akut
pada bayi. Hal ini terjadi karena pada waktu lahir dan selama beberapa
bulan sesudahnya semua sekresi saluran cerna bayi yang mengandug
enzim, terutama enzim yang diperlukan untuk mencerna susu manusia
belum bisa mencerna makanan yang lain karena bayi baru memproduksi
sedikit amilase saliva atau pankreas. Dengan demikian, pencernaan bayi
tidak siap mencerna karbohidrat kompleks yang diperoleh dalam makanan
padat sehingga dapat menimbulkan berbagai macam masalah pencernaan
b. Manfaat bagi Ibu
Pemberian ASI ke bayi dapat membantu ibu memulihkan diri dari
proses setelah persalinan. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama
membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan
(isapan pada puting susu merangsang dikeluarkannya oksitosin alami yang
akan membantu kontraksi rahim). Pemberian ASI adalah cara yang
penting bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan
membuat bayi merasa nyaman (Bahiyatun, 2009).
Menyusui bagi para ibu muda yang baru pertama melahirkan, sering
kali masih menjadi hal yang membingungkan. Seperti bagaimana cara
menyusui, waktu pemberian, maupun produksi asi yang lancar. Padahal
sebenarnya menyusui adalah proses yang sangat menyenangkan. Saat
menyusui ibu melakukan kontak kepada bayi seperti berbicara, mendekap,
atau mengelus bayi. Dari sisi kesehatan ibu, menyusui juga terbukti dapat
mencegah timbulnya kanker payudara juga mampu mencegah perdarahan
setelah persalinan sehingga ibu terhindar dari defisiensi zat besi atau
anemia.
Menyusui dapat mengurangi berat badan ibu. Lemak yang tersimpan
selama masa kehamilan, digunakan sebagai energi pembentuk ASI,
sehingga kadar lemak dalam tubuh ibu berkurang. Menyusui juga dapat
mengembalikan kembali bentuk rahim secara cepat. Menyusui dengan
ASI sangat praktis, kapan pun dan dimana pun bayi ingin menyusu dapat
lama seperti menyajikan susu formula. Dari segi kebersihan ASI sangat
steril, sehingga tidak perlu dikhawatirkan terdapat kuman yang dapat
mengganggu sistem pencernaan bayi. Pada bayi yang diberi ASI secara
ekslusif, tingkat stress dan emosional anak saat dewasa lebih stabil. ASI
juga mampu meningkatkan hubungan batin yang erat antara ibu dan bayi
(Budi, 2010).
Penghisapan oleh bayi dapat menekan siklus haid dengan menghambat
sekresi LH dan FSH, mungkin dengan menghambat GnRH. Karena
dengan menyusui sesering mungkin dapat meningkatkan produksi hormon
prolaktin yang dapat menghambat proses pematangan sel telur, karena itu
laktasi cenderung mencegah ovulasi, menurunkan kemungkinan
kehamilan berikutnya meskipun bukan cara kontrasepsi yang handal.
Mekanisme ini memungkinkan semua sumber daya ibu dicurahkan kepada
bayinya dan bukan dibagi dengan mudigah baru (Sherwood, 2012).
c. Manfaat untuk keluarga
Dalam budaya Indonesia kelahiran bayi adalah kebahagiaan bagi
seluruh keluarga besar. Jika ibu memberi ASI, keluarga tidak perlu dibuat
repot dengan menyediakan susu formula. Jika anak bangun dan ingin
minum cukup menyediakan diri. Menyusui adalah pemberian makan
minum paling praktis. Pemberian ASI dapat mengurangi biaya rumah
tangga karena biaya untuk membeli susu formula lumayan cukup mahal
dan dapat mengurangi biaya pengobatan karna bayi yang diberi ASI
d. Manfaat untuk Negara
Semakin banyak ibu yang menyusui, Negara dapat menghemat biaya
subsidi untuk perawatan anak sakit dan pemakaian obat-obatan. Angka
kematian bayi juga dapat berkurang karena pemberian ASI. Negara juga
berhemat dari biaya membeli alias mengimpor susu formula dan
perlengkapan menyusui. Menyusui akan mengurangi polusi karena
penggunaan susu formula menghasilkan sampah kaleng, plastik, kardus,
dan sebagainya. Sedangkan ASI tidak menghasilkan sampah apapun, jika
sebagian besar anak Indonesia minum ASI, Negara diuntungkan karena
memiliki generasi muda yang sehat dan pintar (Kun budiasih, 2008).
B. Fisiologi Laktasi
Menyusui menurut Bobak (2005) tergantung pada gabungan kerja
hormon, refleks, dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan
terdiri dari faktor-faktor berikut ini:
1. Laktogenesis: Laktogenesis (permulaan produksi susu) dimulai pada
tahap akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel
alveolar mamaria oleh laktogen plasenta, suatu substansi yang
menyerupai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir
sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara.
2. Produksi susu: Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan
pengeluaran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan
menyerupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu.
3. Ejeksi susu: Pergerakan susu dari alveoli (dimana susu disekresi oleh
suatu proses ekstrusi dari sel) ke mulut bayi merupakan proses yang
aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada refleks let-down
atau refleks ejeksi susu. Refleks let-down secara primer merupakan
respons terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi kelenjar hipofisis
posterior untuk menyekresi oksitosin. Dibawah pengaruh oksitosin,
sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui
sistem duktus ke dalam mulut bayi.
4. Kolostrum: Kolostrum kuning kental secara unik sesuai untuk
kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi vital dan
nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal
bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar
bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum
mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum untuk
mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap
berubah menjadi susu ibu antara hari tiga dan kelima masa nifas.
5. Susu ibu: Pada awal setiap pemberian makan, susu pendahulu
mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat dari pada
susu yang keluar pada bagian akhir menyusui. Menjelang akhir
pemberian makan, susu sisa ini lebih putih dan mengandung lebih
pemberian makan memberikan bayi rasa puas. Pemberian makan yang
cukup lama, untuk setidaknya membuat satu payudara menjadi lebih
lunak, memberi cukup kalori yang di butuhkan untuk meningkatkan
berat badan, menjarangkan jarak antar menyusui dan mengurangi
pembentukan gas dan kerewelan bayi karena kandungan lemak yang
lebih tinggi ini akan dicerna lebih lama (Woolridge, Fisher, 1988).
Bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki tiga refleks yang
diperlukan untuk membuat psoses menyusui berhasil: refleks rooting,
menghisap dan menelan. Akan tetapi, untuk menyusui secara efisien,
beberapa bayi memerlukan latihan untuk mengoordinasi mengisap,
menelan dan bernapas.
C. Refleks Menyusui pada Ibu
Tiga refleks maternal utama sewaktu menyusui ialah sekresi prolaktin,
ereksi puting susu dan refleks let-down. Prolaktin merupakan hormon
laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi susu.
Stimulus isapan bayi mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang
hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan
produksi susu oleh sel-sel alveolar kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang
disekreksi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya
stimulus isapan yaitu frekuensi, intensitas, dan lama bayi menghisap (Garza,
Stimulus puting susu oleh mulut bayi menyebabkan ereksi. Refleks
ereksi puting susu ini membantu mendorong susu melalui sinus-sinus
laktiferus ke pori-pori puting susu.
Ejeksi susu dari alveoli dan duktus susu terjadi akibat refleks
let-down. Akibat stimulus isapan, hipotalamus melepas oksitosin dari hipofisis
posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di
dalam kelenjar mamaria berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang menyerupai otot
ini menyebabkan susu keluar melalui sistem duktus dan masuk kedalam
sinus-sinus laktiferus, dimana susu tersedia untuk bayi (Lawrence, 1994).
Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau
dapat juga ibu tidak merasakan sensasi apa pun. Tanda-tanda lain let-down
adalah tetesan susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari
payudara ibu dan susu menetes dari payudara lain yang tidak sedang dihisap
oleh bayi. Kram uterus selama menyusui disebabkan oleh kerja oksitosin
terhadap uterus dan peningkatan perdarahan per vagina selama atau sesaat
setelah menyusui. Banyak ibu mengalami refleks let-down hanya karena
berfikir tentang bayinya atau mendengar bayi lain menangis. Refleks let-down
dapat terjadi selama aktivitas seksual karena oksitosin dilepas selama
orgasme. Kebanyakan ibu merasa sangat rileks atau mengantuk setelah
mereka menyusui. Peningkatan rasa haus juga merupakan tanda bahwa proses
Walaupun sikap ibu terhadap menyusui dapat merupakan faktor yang
sangat penting untuk mencapai keberhasilan laktasi, tetapi bukti banyak bayi
tetap selamat walaupun ibunya berada dalam kondisi yang sangat lelah
sekalipun, membuktikan bahwa laktasi tidak membutuhkan tempat yang ideal
(Bobak, 2005).
19 D. Komposisi Gizi ASI
Dalam buku Bahiyatun (2009) Air susu ibu dalam stadium laktasi dibedakan menjadi:
1. Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat
dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah
masa puerperium. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1
sampai hari ke-3 dan komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari
selalu berubahdengan warna kekuning-kuningan dan lebih kuning
daripada susu yang matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang
ideal untuk membersihkan meconium dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang
akandating dan lebih banyak mengandung protein daripada ASI yang
matur, tetapi berbeda dari ASI yang matur.
Kolostrum lebih banyak mengandung antibody daripada ASI yang
matur. Selain itu, dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai
umur 6 bulan dan memiliki kadar karbohidrat dan lemak yang lebih
rendah daripada ASI yang matur serta mineral (terutama natrium,
kalium dan klorida) lebih tinggi daripada susu matur. Vitamin yang larut
yang larut dalam air dpaat lebih tinggi atau lebih rendah. Bila
dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak. Terdapat
tripsin inhibitor sehingga hidrolisis protein yang ada di dalam usus bayi
menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar
antibody pada bayi dan volumenya berkisar 150-300 ml/ 24 jam.
2. Air susu masa peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI yang matur,
disekresi dari hari ke-4 sampai dengan hari ke-10 dari masa laktasi. Ada
pendapat bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai
minggu ke-5. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat
dan lemak serta volume juga semakin meningkat. Komposisi ASI
menurut Klein dan Osten adalah satuan gram/100 ml
3. Air susu matur
Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya,
komposisi relative konstan. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
komposisi ASI relative konstan mulai minggu 3 sampai minggu
ke-5.Merupakan cairan berwarna putih kekuningan yang berasal dari
Ca-kasein, riboflafin dan karoten yang terdapat di dalamnya. Terdapat
faktor anti microbial didalamnya yaitu antibodi terhadap bakteri dan
virus, sel (fagosit granulosit dan makrofag serta limfosit tipe T), enzim
fosfodieterase, alkalifosfatase), protein (laktiferin, B12 binding
protein), faktor resisten terhadap stafilokokus, Sel penghasil interferon,
laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli dan juga menghambat
pertumbuhan Candida albicans, Lactobacillus bifidus merupakan
koloni kuman yang memetabolisasi laktosa menjadi asam laktat yang
menyebabkan rendahnya Ph sehingga pertumbuhan kuman pathogen
dapat dihambat
Immunoglobulin memberi mekanisme pertahanan yang efektif
terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan
komplemen dan lisozim merupakan suatu antibacterial nonspesifik yang
mengatur pertumbuhan flora di usus
Faktor leukosit pada pH ASI mempunyai pengaruh mencegah
pertumbuhan kuman pathogen (efek bakteriostatis dicapai pada Ph
sekitar 7,2)
(Bahiyatun, 2009)
E. Lama dan Frekuensi Menyusui
Menyusui bayi sebaiknya tanpa dijadwal, karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (misalnya karena buang air) atau ibu
mengosongkan satu payudara dalam 5-7 menit dan ASI dalam lambung
bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Perhatikan tanda-tanda bila bayi
sudah cukup ASI. Pada awalnya, bayi akan menyusu dengan jadwal yang
tidak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 sampai 2
minggu kemudian. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang
baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jadwal
dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin
timbul (Bahiyatun, 2009).
F. Tanda kecukupan ASI
Bayi berkemih 6 kali dalam 24 jam dan warnanya jernih sampai
kuning muda, bayi sering buang air besar berwarna kekuningan dengan
bentuk “berbiji”, bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan
tidur cukup, bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam, Payudara ibu
terasa lunak dan kosong setiap kali selesai menyusui, Ibu dapat merasakan
rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu dan berat badan
bayi bertambah (Bahiyatun, 2009).
G. Cara menyusui yang benar
Proses menyusui harus santai dan nyaman bagi ibu, ibu dapat duduk
dengan bersandar, gunakan bantal untuk mengganjal bokong bayi. Menyusui
kanan bagian dalam dengan posisi badan bayi menghadap badan ibunya.
Tangan kanan memegang bokong dan paha bayi. Sangga payudara kanan
dengan tangan kiri, tetapi tidak di bagian yang hitam lalu sentuh mulut bayi
dengan puting susu anda untuk memberi rangsangan, bila bayi membuka
mulut masukkan seluruh puting susu sebanyak mungkin sampai daerah areola
tertutupi dan dekap bayi hingga ujung hidung bayi menyentuh payudara anda,
ibu jari menekan sedikit payudara sehingga bayi bayi dapat bernafas.
Menyusui dapat terjadi kurang lebih 10-15 menit, lepaskan isapan bayi
dengan menekan dagunya atau memasukkan jari kelingking yang bersih ke
sudut mulut bayi. Sebelum dilanjutkan dengan menyusu pada payudara lain,
sendawakan dahulu bayi agar tidak muntah dengan cara membuat posisi bayi
menempel di pundak ibu (Ida ayu, 2009).
H. Posisi dalam menyusui
1. Posisi menggendong atau cradle position
Letakkan kepala bayi di lekuk lengan.Pegang badan dan bokong bayi
dengan tangan dan lengan anda. Bayi berbaring menghadap anda.
Payudara berada di depan muka bayi. Letakkan tangan bayi yang satu di
belakang tubuh anda seperti posisi merangkul.
2. Posisi memegang kepala atau football position
Dengan cara meletakkan (menyelipkan bayi pada lengan bawah seperti
Ini adalah posisi yang baik untuk ibu dengan operasi Caesar atau bayi
yang kecil. Posisi ini akan mengurangi tekanan pada bagian perut.
3. Posisi miring atau lie on your side
Posisi tubuh ibu miring ke satu sisi dengan bayi menghadap ibu
(berhadapan).Anda dapat menggunakan beberapa bantal untuk
menyokong kepala dan pundak anda.Posisi ini baik untuk ibu dengan
operasi Caesar atau yang masih sulit untuk duduk.
Jadi memberikan ASI yang benar adalah dengan menggerakan badan
bayi kearah payudara dengan posisi yang nyaman buat anda berdua
bukan dengan menggerakan payudara kearah tubuh bayi sehingga
menyebabkan pundak dan punggung anda sakit.
(Suririnah, 2009)
I. Masalah Dalam Menyusui
Menurut Bobak (2005) ada beberapa macam masalah menyusui terkait
dengan Ibu yang dapat menghambat dalam pemberian ASI yaitu:
1. Pembengkakan Payudara (ENGORGED)
Pembekakan (engorgement) ialah respons payudara terhadap
hormon-hormon laktasi dan adanya air susu. Payudara membengkak dan
menekan saluran air susu, sehingga bayi tidak memperoleh air susu.
Rasa nyeri dapat menjalar ke aksila. Payudara biasanya terasa keras,
tegang, dan panas akibat adanya peningkatan suplai darah dan kulit
untuk dihisap oleh bayi. Proses menyusui dapat menimbulkan rasa nyeri
pada ibu dan membuat baik ibu maupun bayi, frustasi. Engorgement
harus diatasi secara agresif. Air susu mengandung faktor penghambat
prolaktin. Setiap kali payudara penuh, kelenjar susu memperoleh pesan
untuk menurunkan produksinya.
2. Puting yang terluka
Puting susu dapat terasa nyeri pada beberapa hari pertama. Puting
yang terluka dapat di cegah atau dibatasi dengan mengambil posisi yang
benar dan dengan menghindari engorgement sebelum hal ini terjadi.
Rasa nyeri ialah suatu tanda yang jelas bahwa intervensi perlu
dilakukan.
3. Saluran yang tersumbat
Kadang-kadang saluran air susu tersumbat, menimbulkan nyeri di
payudara, yang terlihat bengkak dan panas. Saluran yang tersumbat ini
dapat disebabkan oleh pengosongan payudara yang tidak baik,
Pemakaian bra yang terlalu ketat, posisi menyusui yang tidak benar,
atau selalu menggunakan posisi yang sama.
4. Afterpains
Ibu yang menyusui dapat mengalami afterpains. Afterpains lebih
sering terjadi pada ibu multipara dari pada ibu primipara. Afterpains ini
dapat cukup kuat sehingga ibu merasa tidak nyaman dan ketegangannya
adanya peningkatan jumlah aliran lokia jumlah aliran lokia akibat
kontraksi rahim yang menimbulkan afterpains.
5. Persepsi tentang jumlah susu
Suplai air susu yang tidak cukup jarang menjadi masalah karena
hisapan menstimulasi aliran susu, pemberian susu dalam waktu cukup
lama seharusnya dapat memberikan suplai susu dalam jumlah besar.
6. Infeksi pada ibu
Apabila ibu merasakan nyeri tekan pada payudara disertai demam dan
perasaan yang umum di alami saat mengalami flu, kemungkinan telah
terjadi infeksi pada payudara.
J. Faktor bayi
Faktor bayi juga turut mempengaruhi dalam hal pemberian ASI seperti
bayi yang lahir dengan kelainan anatomi (cacat bibir atau palatum), bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi yang tidak mau menyusu dan
bayi dengan penyakit tertentu (Gibney, 2008 dalam Enih 2011). Adapun bayi
yang dilahirkan dengan section caesarea lebih besar menderita resiko asfiksia
dibandingkan dengan bayi yang lahir normal, hal ini dapat terjadi akibat bayi
yang dilahirkan dengan section caesarea tidak mendapatkan kompresi dada
saat kelahiran sehingga cairan dalam paru-paru yang harusnya terdorong
keluar saat persalinan menjadi tidak dapat keluar dari saluran pernafasan
K. Masalah menyusui pada ibu Sectio Caesarea
Ada beberapa penyebab ibu menunda untuk memberikan ASI kepada
bayinya yaitu adanya luka operasi dan pengaruh obat bius dapat berefek pada
penundaan pemberian ASI dan jalinan hubungan emosi ibu-anak. Bayi hasil
operasi Caesar biasanya akan langsung ditempatkan diruang observasi (Ewa,
2015).
Waktu pengeluaran ASI pada pasien dengan Sectio Caesarea lebih
lambat dibanding ibu yang melahirkan normal.Hal ini Dapat disebabkan oleh
posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi dan mobilisasi yang
kurang (Desmawati, 2013). Mobilisasi adalah menggerakan anggota badan,
gerakan ini bertujuan agar sirkulasi darah menjadi lancar, menghindari
pembengkakan dan mencegah terjadinya gangguan pembuluh darah. Ibu
dengan operasi caesar disarankan untuk mobilisasi setelah 8 jam paska
persalinan (Deri, 2013). Dapat terjadi akibat psikologis dan kondisi ibu sectio
caesarea yang berbeda dengan ibu yang melahirkan normal. Pemberian ASI
secara dini juga dapat diakibatkan oleh kondisi bayi yang tidak
memungkinkan (Syamsinar, 2013).
Walaupun terkadang ASI sudah keluar dihari pertama namun sebagian
ibu Sectio Cesarea tidak setuju untuk memberikan ASI pada hari pertama,
meskipun ibu mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI. Alasan ibu
tidak melakukan inisiasi hari pertama yaitu bayi yang belum dirawat gabung
beserta bayinya dalam ruangan, kamar, atau suatu tempat secara
bersama-sama dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam sehari.
Tujuan dilakukannya rawat gabung antara lain:
1. Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat atau kapan
saja saat dibutuhkan.
2. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi dengan benar
seperti yang dilakukan oleh petugas.
3. Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya.
4. Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan
membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan
benar.
L. Syarat Rawat gabung
Ibu dan bayi yang dirawat gabung harus memenuhi syarat sebagai
berikut: bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai APGAR bayi
minimal 7), berat bayi lahir 2000-2500 gram atau lebih, bayi yang lahir secara
sectio caesarea (SC) dengan anastesi umum rawat gabungnya dilakukan
setelah ibu dan bayi sadar penuh, dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi
M. Persalinan Sectio Caesarea
1. Definisi
Sectio caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Indikasi sectio caesarea
bisa absolut atau relatif (Oxorn, 2010).
Hasil dari data Riskesdas tahun 2013 menunjukan pasien yang
melakukan operasi SC di Indonesia rata-rata sebanyak 9,8% dengan angka
kelahiran operasi SC tertinggi di provinsi DKI Jakarta sebanyak 19,9%
dan terendah di Sulawesi tenggara sebanyak 3,3%.
2. Indikasi
Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat vagina tidak mungkin
terlaksana merupakan indikasi yang pasti untuk persalinan dengan operasi.
Diantaranya adalah panggul yang sempit dan neoplasma yang menyumbat
jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana
tapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio
caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak atau pun keduanya. Bukan saja
menjadi aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang cedera akibat partus
lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang. Selain itu,
perhatian terhadap kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada
3. Dampak dari persalinan Sectio Caesarea
Dampak kesehatan pasca operasi ini cukup berat seperti infeksi,
perdarahan, luka pada organ, komplikasi dari obat bius bahkan kematian
(Iis, 2008). Persalinan ini juga membutuhkan waktu penyembuhan yang
lebih lama karena efek pembiusan epidural pada tubuh bagian bawah.
Oleh karena itu, ibu perlu satu-dua hari untuk bisa bangun dan berjalan
dengan normal hal ini dapat mempengaruhi waktu pemberian ASI selain
itu persalinan dengan operasi juga lebih mahal dibandingkan dengan
persalinan normal (Nia, 2011).
Kecenderungan waktu recovery yang lebih lama membuat sebuah
permulaan hubungan lekat antara ibu dan bayi tidak maksimal. Hal itu
bukanlah sebuah awal yang baik untuk memulai hubungan dengan si
kecil. Efek anastesi yang menyebabkan ibu mengantuk dalam waktu yang
cukup lama serta rasa sakit pada luka bekas operasi bisa jadi membuat
perhatian ibu lebih diarahkan untuk pemulihan diri sendiri ketimbang pada
bayi mungilnya. Ada juga yang melaporkan bahwa ASI baru akan keluar
setelah tiga atau lima hari karena adanya keterpisahan antara ibu dan bayi
(Nia, 2011).
Penelitian sejalan yang dilakukan oleh Desmawati (2013)
mengemukakan bahwa ada hubungan antara rooming in dengan kecepatan
pengeluaran ASI dimana ibu yang melakukan roomingin kontinu
yang 48 jam. Luka bekas operasi juga dapat menyebabkan ibu tidak
leluasa menggendong dan menyusui bayi meskipun rasa sakitnya
berangsur akan hilang, tetapi masih diperlukan obat anti sakit untuk itu.
Ibu juga tidak diperbolehkan mengangkat benda-benda yang terlalu berat
selama periode waktu tertentu. Semakin tinggi nyeri yang dialami ibu post
partum sectio caesarea, semakin lambat pengeluaran ASI.
Bayi yang disusui dengan gerakan menghisap yang berirama akan
merangsang saraf yang terdapat di dalam glandula pituitari posterior.
Rangsang refleks ini akan mengeluarkan oksitosin dari pituitari posterior
yang menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan berkontraksi
dan mendorong air susu masuk ke dalam pembuluh darah. Refleks ini
dapat dihambat oleh adanya rasa sakit, misalnya nyeri pada jahitan bekas
operasi (Nia, 2011).
Efek lainnya pada ibu adalah pada proses kelahiran selanjutnya. Ibu
yang pada persalinan pertama melahirkan secara operasi harus membatasi
jumlah kelahiran, yaitu maksimum empat anak dan jarak antar anak
minimum dua tahun. Selain itu melahirkan secara normal setelah
melahirkan secara caesar pada proses persalinan yang pertama dapat
berbahaya bagi ibu karena dapat memicu timbulnya kerusakan di otak ibu
apabila dilakukan sebelum jangka waktu dua tahun (Nia, 2011).
Efek bagi bayi yang lahir dengan operasi cenderung membuat
kompresi dada saat kelahiran berbeda dengan bayi yang lahir normal,
sehingga cairan dalam paru-parunya tidak keluar. Masalah pernafasan ini
dapat terjadi selama beberapa hari setelah lahir, sehingga angka APGAR
bayi rata-rata rendah, angka APGAR yang rendah juga dapat disebabkan
oleh efek anastesi, kondisi bayi yang stress menjelang kelahiran, bayi
yang tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir normal. Sehingga bayi
yang lahir lewat operasi membutuhkan perawatan dan alat bantu
pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir normal (Ewa,
2015)
Pemberian ASI pada bayiakan terhambat, karena bayi tidak dapat
langsung menyusui sehingga waktu pengeluaran ASI juga dapat
terhambat. Selain itu bayi dari ibu yang diberi banyak obat ketika proses
persalinan menunjukkan pola perilaku yang kurang teratur dan sering
tampak mengantuk. Obat-obatan anastesi atau analgesik yang diminum
ibu juga berpengaruh kepada cepat atau sulitnya bayi beradaptasi pada
lingkungan yang baru. Namun, dari segi pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang mengalami proses operasi caesar, tidak terlalu banyak berbeda
dengan bayi yang lahir dari persalinan normal. Hal tersebut lebih banyak
ditentukan oleh kondisi bayi selama dalam kandungan. Jika saat dalam
kandungan kondisi bayi sudah baik, kondisinya tidak akan jauh berbeda
N. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Bobak (2005), Nia (2011), Ewa (2015), Desmawati (2013), Gobey (2008),
Rowe-Murray & Fisher (2002). Chalmers, et al.(2010)
34 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep mengacu pada tujuan penelitian yaitu memberikan
gambaran pemberian ASI pada ibu dengan post sectio caesarea serta faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi terhambatnya pemberian IMD.
Definisi operasional berisi pengertian batasan karakteristik hal yang akan
diteliti dalam penelitian ini. Faktor internal yang akan diteliti dalam penelitian
ini adalah kondisi ibu (Nyeri setelah operasi, jenis anastesi, Pengeluaran ASI)
dan bayi (Berat bayi lahir dan Kondisi anatomi). Untuk faktor eksternal yang
akan diteliti meliputi (Aplikasi IMD di Rumah Sakit, Pemberian ASI pada ibu
35 Bagan 3.1 Kerangka konsep
FAKTOR INTERNAL
IBU
Nyeri Paska Operasi Jenis Anastesi Pengeluaran ASI
BAYI
Kondisi bayi (Berat badan lahir dan Fisik)
FAKTOR EKSTERNAL
Aplikasi IMD di Rumah Sakit
pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI
B. Definisi Operasional
BAGAN 3.2 DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Subvariabel Definisi Operasional
< 3 jam setelah melahirkan (bernilai 1)
3- 24 jam setelah persalinan (bernilai 2)
Hari kedua setelah persalinan (bernilai 3)
Lebih dari 2 hari (bernilai 4)
3. Nyeri Tidak mempengaruhi (bernilai 1)
Hari pertama persalinan (bernilai 1)
Kondisi bayi Keadaan fisiologis bayi yang tidak bayi sedang dipuasakan, BBLR, kelainan anatomi (bernilai 0)
3. Faktor
Bayi langsung dibawa keruangan lain (bernilai 0)
Ya (jika ya akan bernilai 1) Tidak (jika tidak akan bernilai memberikannya ke petugas untuk diberikan ke bayi saya Saya tidak memberikan ASI saya
39 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu dimaksudkan
untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu situasi atau area
populasi tertentu yang bersifat faktual. Dengan tujuan mendeskripsikan
seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat ini (Sudarwan, 2003).
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit yaitu salah satu RS Swasta
di Depok dan RSU Kabupaten Tangerang. Berlangsung dari tanggal 11 april
sampai 25 april 2016. Alasan pemilihan tempat karena ada perbedaan
kebijakan rooming in dari kedua rumah sakit dan juga karena keterbatasan
peneliti dalam hal biaya, tenaga dan sedikitnya jumlah responden yang berada
di rumah sakit.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling a. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena
yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian
(Mazhindu and scott, 2005 dalam I Ketut, 2015). Populasi dalam penelitian
ini adalah semua ibu bersalin post Sectio caesarea di RSU Kabupaten
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
sehingga dianggap dapat mewakili populasinya. Metode pada penelitian ini
menggunakan accidental sampling.
a) Kriteria sampel
1. Kriteria inklusi
1) Ibu post Sectio Caesarea yang sudah berada di ruang
perawatan
2) Anak lahir hidup
3) Bersedia menjadi responden
b) Jumlah sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mengalami
kelahiran Sectio Caesarea yang ditemui dan memenuhi kriteria inklusi
pada tanggal 11 sampai 25 april 2016.
D. Teknik pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental
samplingalasan peneliti mengambil metode ini adalah karena sedikitnya
pasien yang melahirkan dengan section caesarea di rumah sakit maka peneliti
mengambil teknik ini karena metode ini lebih mudah dan cepat dalam
E. Teknik pengumpulan data a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April 2016.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan bantuan asisten
peneliti.
b. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti membuat surat
perijinan dari kampus dan mendapatkan tanda tangan pembimbing
juga dekan fakultas kedoteran dan ilmu kesehatan, setelah mendapat
surat perijinan dari pihak fakultas lalu peneliti menghubungi pihak
rumah sakit untuk meminta izin melakukan penelitian di tempat
tersebut, setelah mendapat persetujuan dari pihak RS untuk melakukan
penelitian disana peneliti meminta izin kepada penanggung jawab
ruangan dengan menyampaikan maksud dan tujuan penelitian
kemudian mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria inklusi.
Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
penelitian untuk meminta kesediaan menjadi responden dengan
mengisi inform consent. Jika responden setuju dan mengisi kuesioner
peneliti akan memberikan kuesioner kepada ibu dan jika ibu ingin
dibacakan saja karena sibuk mengurus bayinya maka peneliti akan
membacakan pertanyaan yang dijawab responden lalu menuliskan
jawaban responden ke dalam lembar kuesioner. Jika sudah selesai
responden mengisi kembali jika ditemukan data yang tidak lengkap.
Setelah selesai peneliti akan melihat rekam medis pasien untuk
melihat jenis anastesi dan kondisi bayi setelah kelahiran.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Uji Validitas berguna untuk mengetahui apakah ada
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti
karena dianggap tidak relevan. Pengujiannnya dilakukan secara
statistik, yang dapat dilakukan secara manual atau dukungan
computer, misalnya melalui bantuan paket computer SPSS (Husein,
2011). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji validitas
Pearson Product Moment. Uji validitas dilakukan di rumah sakit
dengan 31 responden. Hasil validitas ditemukan dari 12 pertanyaan
yang diujikan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid. Akhirnya
peneliti mengganti pertanyaan tersebut dengan tidak menghilangkan
variabel nya.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrument
yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali,
paling tidak oleh responden yang sama. Misal, seseorang yang telah
mengisi kuesioner dimintakan mengisi lagi karena kuesioner pertama
dianggap sama (Husein, 2011). Uji Reliabilitas pada penelitian ini
menggunakan rumus Alpha Cronbach yaitu suatu variable dikatakan
reliabel jika Alpha Cronbach> 0,6. Hasil alpha cronbach yang didapat
0,641 yang berarti bahwa kuesioner ini dapat dikatakan reliabel.
G. Pengolahan data
Proses pengolahan data penelitian menurut Notoatmojo (2010)
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan hasil
wawancara, kuesioner. Apabila ditemukan jawaban belum lengkap
dapat dilakukan pengambilan data ulang jika memungkinkan.Tetapi
apabila tidak memungkinkan maka data tersebut tidak dapat diolah.
Dalam penelitian
2. Coding
Pengkodean atau coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat
atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Entry Data
Entry data yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden
yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukan kedalam
4. Cleaning Data
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan terjadi
kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan
peneliti akan menggunakan analisis univariat yang kemudian akan
diinterpretasikan dalam bentuk deskriptif. Dalam data yang diolah dalam
penelitian ini peneliti tidak menggunakan proses cut of point.
I. Etika penelitian
Etika membantu manusia untuk melihat atau menilai secara kritis
moralitas yang dihayati dan dianut oleh masyarakat. Etika juga membantu
dalam merumuskan pedoman etis atau norma-norma yang diperlukan dalam
kelompok masyarakat, termasuk masyarakat professional.Sedangkan etika
dalam penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam
kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai dengan publikasi hasil
Jenis-jenis etika penelitian menurut Notoatmojo (2010) adalah sebagai
berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
tersebut.Disampaing itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada
subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi
(berpatisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan
martabat subjek penelitian, peneliti seogianya mempersiapkan formulir
persetujuan subjek (inform concent) yang mencakup:
a. Penjelasan manfaat penelitian.
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang
ditimbulkan.
c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek
penelitian kapan saja.
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk
tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu,
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan
kerahasiaan identitas subjek. Peneliti seogiianya cukup menggunakan coding
sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan keterhati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua
subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya.