VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA
ANDREA HIRATA
SKRIPSI
OLEH
HAPNI FEBRYANTI HASIBUAN
090701028
DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA
SKRIPSI
OLEH
HAFNI FEBRYANTI 090701028
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah
disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. NIP 19581019 198601 1 002 NIP 19600725 198601 1 002
Departemen Sastra Indonesia
Ketua,
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidk terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sangsi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Oktober 2014
Penulis
VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA
Hafni Febryanti
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Verba dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata” ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra di Departemen Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Budaya.
Banyak pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen dan Bapak Drs.
Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I, dan Bapak Drs.
Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu
dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Asrul Siregar, M.hum., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
5. Bapak dan Ibu staff pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti
6. Kak Tika yang telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dalam
menyelesaikan segala urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia.
7. Kedua orangtua tercinta, ayahanda Salamuddin Hasibuan dan ibunda Farida Hanum
Siregar yang sangat setia memberikan doa serta dukungan moral dan material kepada
penulis. Semua ini penulis persembahkan untuk ayah dan bunda.
8. Kakak dan abang penulis yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi.
9. Kakak dan abang senior yang tetap memberikan semangat dan motivasi
10.Semua teman di Departemen Sastra Indonesia stambuk 2009, khususnya Tiwi, Ina, Tika,
Dwi, Andi, Mashuri, Mariska dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu, terima kasih sudah menjadi sahabat baik buat penulis.
11.Adik-adik junior di Departemen sastra Indonesia, yang juga selalu memberikan motivasi.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Frekuensi Verba Dasar dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata .... ...143
Tabel 2. Frekuensi Verba ysng Mendapat Prefiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...143
Tabel 3. Frekuensi Verba yang Mendapat Sufiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...151
Tabel 4. Frekuensi Verba yang Mendapat Konfiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...152
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
PRAKATA ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Batasan Masalah ... 5
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Konsep ... 7
2.1.1 Verba ... 7
2.2.1 Morfologi ... 9
2.2.2 Afiksasi ...10
2.2.2.1 Jenis – Jenis Afiks ...11
2.3 Tinjauan Pustaka ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 15
3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 15
3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 15
BAB IV VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA ... 19
4.1 Jenis Verba dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... 19
4.1.1 Verba Dasar Bebas dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... 19
4.1.2 Verba Berafiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... 39
4.1.2.1 Verba yang Mendapat Prefiks dalam Novel SANG PEMIMIPI Karya Andrea Hirata ... 40
4.1.2.2 Verba yang Mendapat Sufiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ...103
4.1.2.3 Verba yang Mendapat Konfiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata..106
4.2 FREKUENSI PENGGUNAAN TIAP JENIS VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI
KARYA ANDREA HIRATA ... ...143
4.2.1 Frekuensi Verba Dasar dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...143
4.2.2 Frekuensi Verba yang Mendapat Prefiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...145
4.2.3 Frekuensi Verba yang Mendapat Sufiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...151
4.2.4 Frekuensi Verba yang Mendapat Konfiks dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...152
4.2.5 Frekuensi Verba yang Mendapat Imbuhan Gabung dalam Novel SANG PEMIMPI Karya Andrea Hirata ... ...154
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... ...157
5.1 Simpulan ... ...157
5.2 Saran ... ... ...158
DAFTAR PUSTAKA
VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA
Hafni Febryanti
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat
sistematis juga besifat sistemis. Dengan sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut suatu
pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sedangkan sistemis artinya, sistem
bahasa itu bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem,
yakni subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon.
Kajian bahasa memang tidak pernah berhenti dibicarakan. Selalu ada permasalahan
bahasa yang menarik untuk dikaji. Hal itu disebabkan bahasa merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa dapat dipisahkan menjadi unit satuan-satuan,
yakni kalimat, kata, morfem, dan fonem.
Kategori gramatikal dalam tata bahasa tradisional sudah lazim dibicarakan. Dalam studi
gramatikal, kategori kata merupakan hal yang tidak pernah lepas dari pembicaraan. Secara
umum, kategori gramatikal membagi kata menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok yang
disebut kata penuh (full word) dan (2) kelompok yang disebut partikel atau kata tugas (function word) (Chaer, 1995: 147).
Perbincangan mengenai pembentukan kata merupakan aspek yang menarik dalam bahasa
Indonesia. Menurut Alisjahbana (1974: 3) kata jadian sangat banyak dipakai dalam
dapat dikatakan bahwa soal bahasa Indonesia yang terpenting dan tersulit ialah soal kejadian
kata, yaitu bagaimana membentuk dan terbentuknya kata jadian dasar.
Masalah pembentukan kata merupakan objek kajian morfologi, proses morfologis
membicarakan proses pembentukan kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Ada
tiga proses morfologis dalam bahasa Indonesia, yaitu pengimbuhan, pengulangan, dan
pemajemukan.
Verba adalah salah satu kategori kata yang termasuk ke dalam kelompok pertama yaitu
kata penuh. Verba adalah kata yang menggambarkan proses perbuatan, atau keadaan ( KBBI,
2007: 1260). Verba mempunyai frekuensi yang tinggi dan sangat berpengaruh pada penyusunan
kalimat. Perubahan struktur kalimat dalam proses berbahasa sebagian besar ditentukan oleh
perubahan bentuk morfologi bendanya.
Alwi, dkk. ( 2003: 98) menyatakan bahwa bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai
dua macam bentuk verba, yaitu (1) verba asal : verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks
dalam konteks sintaksis, dan (2) verba turunan : verba yang harus atau dapat memakai afiks,
bergantung pada tingkat keformalan bahasa atau pada posisi sintaksisnya. Verba turunan dibagi
lagi menjadi tiga subkelompok, yakni (1) verba yang dasarnya adalah dasar bebas ( misalnya,
laut) tetapi memerlukan afiks agar dapat berfungsi sebagai verba (melaut), (2) verba yang
dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, tulis) yang dapat pula memiliki afiks (menulis), dan (3)
verba yang dasarnya adalah dasar terikat (misalnya, temu) yang memerlukan afiks (bertemu).
Disamping ketiga subkelompok verba turunan itu, ada juga verba turunan yang berbentuk kata
berulang, misalnya (berjalan – jalan, duduk - duduk) dan kata majemuk. Misalnya (naik kelas,
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks
pada bentuk dasar maupun bentuk kompleks.
Contoh:
Dasar verba turunan
jerang menjerang
julur menjulurkan
kerja bekerja
lirik melirik
dengar mendengar
kejar mengejar
Dan bentuk kompleks seperti:
bolak balik membolak balik
makani dimakani
pertanggungjawabkan mempertanggungjawabkan
Afiksasi atau pengimbuhan sangat produktif untuk pembentukan kata dalam bahasa
Indonesia. Hal tersebut terjadi karena bahasa Indonesia tergolong bahasa bersistem “aglutinasi”.
Sistem aglutinasi adalah sistem bahasa yang pada proses pembentukan unsur–unsurnya
Kata yang terbentuk melalui pengimbuhan disebut kata berimbuhan. Dengan demikian,
verba turunan seperti di atas dapat juga disebut verba berafiks. Verba berafiks adalah verba yang
terbentuk melalui proses pengimbuhan (afiksasi) kata dasar dengan penambahan afiks.
Dalam karya sastra, verba tentu digunakan dalam kalimat-kalimatnya seperti pada Novel
Sang Pemimpi. Novel tersebut ditulis oleh Andrea Hirata. Ia adalah seorang novelis Indonesia. Ia lulus cum loude dari program master, jurusan economic science, Sheffield Hallam University, United Kingdom. Novel ini diterbitkan pertama kali pada bulan Juli tahun 2006 oleh penerbit
Bentang Pustaka, novel ini merupakan novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi. Dalam novel ini Andrea Hirata mengeksplorasikan hubungan persahabatan antara Ikal dan Arai serta kekuatan
mimpi mereka yang dapat membawa dua anak kampung dari belitung ini bersekolah di Perancis.
Novel ini bercerita tentang kehidupan Ikal, Arai dan Jimbron. Ikal tidak lain adalah Andrea
Hirata sedangkan Arai adalah saudara jauhnya yang jadi yatim piatu yang masih kecil. Arai
disebut simpai keramat karena dalam keluarganya ia adalah orang terakhir yang masih hidup
kemudian ia diangkat sebagai anak oleh ayah Ikal. Jimbron adalah teman Ikal dan Arai yang
sangat terobsesi dengan kuda dan ia selalu gagap untuk berbicara bila terlalu antusias. Demi
memenuhi kebutuhan hidup Ikal dan Arai harus bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini
hari dan pergi ke sekolah setelahnya, walaupun begitu meraka tetap gigih belajar sehingga selalu
mendapat peringkat lima teratas dari 160 murid di sekolahnya. Setelah selesai SMA Ikal dan
Arai melanjutkan sekolah ke Jakarta dan mereka pun harus berpisah dengan Jimbron. Selama di
Jakarta hidup mereka luntang – lantung. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar
belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita – cita yang sangat tinggi,
1.2Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, masalah yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah
1. Bentuk verba apa sajakah yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata?
2. Berapakah persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ?
1.3Batasan Masalah
Suatu penelitian harus mempunyai batasan masalah. Dengan pembatasan masalah yang
ada, penelitian yang di kaji dapat terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran masalah yang hendak
diteliti sehingga tujuan yang dimaksudkan peneliti dapat tercapai. Pada penelitian ini penulis
membatasi penelitiannya mengenai verba dasar dan turunan. Untuk verba turunan penulis juga
membatasi kajiannya hanya pada verba berafiks yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata pada bagian cerita mozaik 1 sampai pada mozaik 4.
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Pada dasarnya sebuah penelitian mempunyai tujuan tertentu yang member arah
pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
2. Mendeskripsikan hasil persentase frekuensi penggunaan verba dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis
Suatu penelitian mendalam tentu saja mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian
ini adalah:
1. Menambah pengetahuan pembaca terhadap studi tentang morfologi khususnya
jenis-jenis dan pembentukan verba.
2. Menambah wawasan kebahasaan pembaca tentang persentase frekuensi penggunaan
verba dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. 3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.
Manfaat praktis:
1. Sebagai bahan bandingan bagi penelitian yang relevan.
2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin membahas masalah yang
BAB 11
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar
bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).
2.1.1 Verba
Verba adalah subkategori kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih atau agak. Selain itu, verba
juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus V + dengan + kata sifat.
Misalnya, berlari dengan cepat. Kata berlari merupakan verba, dari bentuknya verba dapat
dibedakan menjadi:
a. Verba dasar bebas, yaitu verba yang berupa morfem dasar bebas.
b. Verba turunan, yaitu verba yang telah mengalami proses morfologis seperti afiksasi,
reduplikasi dan lain-lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1260) verba adalah kata yang
menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan. Menurut Keraf, kata kerja (verba) adalah
segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”. Semua
kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64).
Sedangkan menurut Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja adalah semua kata yang
Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri – ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1)
perilaku semantisnya (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) bentuk morfologisnya. Namun, secara
umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari
adjektiva, karena ciri – ciri berikut :
1. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat
walaupun dapat juga memiliki fungsi yang lain.
Contohnya : Adik sedang bermain bola di halaman.
S P O KT
2. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan
sifat atau kualitas.
Contohnya : memasak, mencuci, berlari, mengambil.
3. Verba khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti
‘paling’.
4. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna
kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pulang meskipun ada bentuk
seperti sangat berbahaya, dan agak mengecewakan.
Keraf ( 1984, 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhanme;, ber;, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata- kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata – kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai penbentuk kata
verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut:
- Prefiks me- - kombinasi afiks memperkan-
- Prefiks ber- - kombinasi afiks N-in
- Konfiks ber- R - konfiks ber-an
- Prefiks per- - konfiks ber-R-an
- Prefiks ter- - konfiks ber-kan
- Prefiks ke- - konfiks ke-an
- Sufiks in- - kombinasi afiks ter-R
- Kombinasi me-i - kombinasi afiks per-kan
- Kombinasi di-i - kombinasi afiks per-i
- Kombinasi me-kan - prefiks se-
- Kombinasi afiks memper- - kombinasi afiks ber-R
- Kombinasi afiks diper-
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Morfologi
Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentuk kata ini
berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut asal katanya adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa.
Morfologi adalah ilmu dari bagian bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk
beluk struktur kata serta pengaruh perubahan – perubahan struktur kata terhadap kelas kata dan
(Verhaar, 1996). Sebagai contoh, kata beristri secara morfologis terdiri atas dua satuan minimal, yaitu ber- dan istri. Satuan minimal gramatikal itu dinamai ‘morfem’.
Menurut Kamus Besar Basaha Indonesia (2007 : 755) Morfologi adalah suatu cabang
linguistic tentang morfem dan kombinasinya.
2.2.2 Afiksasi
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks
(imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Afiks aadalah
bentuk linguistik yang pada suatu kata merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok
kata, yang memiliki kemampuan melekat pada bentuk – bentuk lain untuk membentuk pokok
kata atau kata baru. Afiks (imbuhan) adalah satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang
apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks
tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Afiks
merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan pada awal, akhir, atau tengah kata (Richards,
1992), ahli lain mengatakan, afiks adalah bentuk terikat yang jika ditambahkan pada betuk lain
akan mengubah makna gramatikalnya ( Kridalaksana).
2.2.2.1 Jenis – Jenis Afiks
Dalam linguistik dikenal berbagai macam afiks dalam proses pembentukan kata. Afiks
dalam proses pembentukan kata Robins (1992) mengemukakan, afiks dapat dibagi secara formal
menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan
morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks. Dari segi penempatannya, afiks – afiks tersebut
1. Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar.
Contoh : memberi, menjual, berlari.
2. Infiks (sisipan), yaitu afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar.
Contoh : gerigi, gemuruh, gelembung.
3. Sufiks (akhiran), yaitu afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar.
Contoh : sakiti, lempari, pukuli.
4. Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasi dengan ciri – ciri segmental yang dileburkan
pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi
dari fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya ialah membentuk verba atau
memverbakan nomina, adjektiva, atau kelas kata lain.
Contoh : kopi menjadi ngopi, santai menjadi nyantai, kebut menjadi ngebut. Contoh di atas terdapat dalam bahasa Indonesia nonstandar.
5. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri atas dua unsur, yaitu di depan dan di belakang bentuk
dasar.
Contoh : kedudukan, berdatangan, pertemuan.
6. Imbuhan gabung (kombinasi afiks), yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang
bergabung dengan bentuk dasar.
Contoh : meninggikan, berkeliaran, berkenalan.
7. Suprafiks atau superfiks, yaitu afiks yang dimanifestasi dengan ciri – ciri suprasegmental
atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks tersebut tidak
terdapat dalam bahasa indonesia.
Contohnya dalam bahasa Toraja Makale,
8. Interfiks, adalah jenis afiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa indonesia,
interfiks terdapat pada kata – kata bentukan baru, misalnya interfiks –n- dan –o- pada gabungan indonesia dan logi menjadi indonesialogi.
9. Transfiks, yaitu jenis infiks yang menyebabkan bentuk dasar menjadi terbagi. Bentuk
tersebut terdapat pada bahasa – bahasa Afro-Asiatika, antara lain bahasa Arab.
Contoh : kata katab (ia menulis), kitab (buku), dan katib (penulis).
Keraf ( 1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan : me-, ber-, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata –kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata–kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai pembentuk verba.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai verba bukanlah hal yang baru pertamakali ini dilakukan,sudah ada
penelitian terdahulu mengenai masalah itu. Penelitian yang relevan mengenai penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Herwanto (2009) dengan judul skripsinya Kategori Verba Pada Harian Analisa menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian analisa ada dua belas dan dari data yang
dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling sering muncul adalah tipe XI sedangkan
tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I.
Saripah Hanum Siregar (2010) dengan penelitiannya yang berjudul Verba Majemuk Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy meneliti tentang penggunaan verba majemuk mengenai jenis dan proses pembentukannya. Dia menyimpulkan
Shirazy secara garis besar hanya dua jenis, yaitu verba majemuk dasar dan verba majemuk
berimbuhan. Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat 4 pola majemuk dasar yaitu: (V+N) ,
(A+V), (V+V),dan (V+Mu).
Angkat (1996) Dengan judul skripsi Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan ciri-ciri, bentuk, pembagian dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya.
Sihite (2007) dengan skripsinya yang berjudul Kata Majemuk Dalam Bahasa Batak Toba menyimpulkan bahwa ciri kata majemuk dalam bahasa batak toba ada tiga, yaitu ciri
prakategorial, morfologis dan sintaksis
Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, kata majemuk, maupun penelitian
pemakaian bahasa pada novel dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam
meneliti verba dalam novel Sang pemimpi karya Andrea Hirata. Penelitian ini, di samping menggunakan metode kualitatif juga menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif
digunakan untuk melihat seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba yang
terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah cara kerja yang teratur dengan berpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu
yang dimaksud. Dapat juga dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna menghasilkan tujuan yang sempurna. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data tulisan. Adapun yang menjadi sumber data penelitian
ini yaitu novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu metode simak (Sudaryanto, 1993 : 133). Metode simak adalah suatu
metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini, penggunaan
bahasa yang disimak adalah penggunaan bahasa dalam novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Selanjutnya, untuk melengkapi penggunaan metode tersebut, digunakan teknik sadap
sebagai teknik dasar dan teknik catat sebagai teknik lanjutan (sudaryanto, 1993 :135). Dalam hal
ini, peneliti membaca, mempelajari, dan memeriksa data – data yang diperlukan, lalu menyadap
bagian-bagian isi novel dan selanjutnya mencatat data yang diperoleh ke dalam kartu data.
3.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam teknik analisis data adalah metode agih. Metode agih
merupakan metode yang alat penentunya dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (sudaryanto,
1993 : 15).perwujudan metode ini dilakukan dengan menggunakan teknik baca markah (BM)
sebagai teknik dasar dan teknik lesap sebagai teknik lanjutan.
Teknik baca markah digunakan untuk melihat bentuk-bentuk verba yang terdapat dalam
novel sehingga kita dapat mengelompokkannya sesuai dengan jenisnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sudaryanto ( 1993 : 95), bahwa pemarkahan itu menunjukkan kejatian satuan lingual
kemampuan menentukan kejatian lingual yang dimaksud. Hal ini berarti peneliti dapat melihat
langsung pemarkah yang bersangkutan.
Setelah pemarkah verba diperoleh, peneliti menggunakan teknik lesap. Teknik lesap
dilaksanakan dengan melesapkan ( melepaskan, menghilangkan, mengurangi ) unsur tertentu
satuan lingual yang bersangkutan.
Contohnya pada novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata :
1. Sudah dua kali dia muntah karena kelelahan. (hlm. 2)
Dalam kalimat di atas terdapat kata muntah yang merupakan verba. Kata muntah merupakan verba dasar yang tidak mengandung komponen berulang dapat berdiri sendiri dalam
kalimat di atas tanpa harus digabungkan atau disisipkan oleh afiks.
2. Aku mengintip keluar, musim hujan baru mulai (hlm.3)
Pada contoh di atas terdapat verba berafiks. Hal itu terlihat dengan adanya prefiks meN-.
Prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diikuti oleh bentuk dasar yang bermula dengan fonem
/k/, /g/, /h/, /kh/ dan semua vokal (a,i,u,e,o). Kata mengintip berasal dari kata dasar intip kemudian dibubuhi oleh prefiks meng-, jika afiks meng- itu dilesapkan maka kata itu akan berubah menjadi kata intip dan masih gramatikal apabila berdiri sendiri, namun bila kata intip itu dimasukkan dalam kalimat di atas maka kalimat tersebut akan menjadi tidak gramatikal.
Meng- + intip = mengintip
Pada contoh di atas juga terdapat bentuk verba berafiks. Hal ini terlihat dengan adanya
imbuhan gabung me- dan kan- pada kata memantulkan. Kata memantul berkata dasar pantul, kemudian kata itu dibubuhi oleh imbuhan gabung me- dan kan-. Dalam hal ini juga perlu di
terapkan teknik lesap agar dapat diketahui apakah kata tersebut masih gramatikal atau tidak
setelah afiks yang melekat itu dilesapkan. Dan hasilnya jika afiks me- dan kan itu dilesapkan dari
kata memantulkan maka kata itu akan berubah menjadi pantul, dan apabila kata pantul itu dimasukkan ke dalam contoh kalimat di atas maka kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal.
Me- + pantul + -kan = memantulkan
Selain itu, penulis juga menggunakan metode kuantitatif sebagai metode pendukung.
Menurut Muchlis ( 1993: 4) metode kuantitatif merupakan metode keputusan yang menggunakan
angka.
Pemecahan dengan model kuantitatif akan menghasilkan nilai atau angka untuk variabel
keputusan. Dengan kata lain, penggunaan model kuantitatif dalam memecahkan masalah,
keputusan-keputusan yang di hasilkan adalah angka.
Menurut Sudjana (2002 :50) frekuensi dinyatakan dengan banyak data yang terdapat
dalam tiap kelas, jadi dalam bentuk absolut. Metode ini dipergunakan untuk menghitung
frekuensi penggunaan tiap jenis verba yang terdapat dalam novel yang akan diteliti. Jika freku-
ensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif menggunakan
rumus di bawah ini :
% data = X 100 %
Jumlah keseluruhan data
Misalnya :
Jumlah data yang ditemukan untuk jenis verba yang mendapat prefiks = 60
Jumlah keseluruhan data = 230
Jadi :
60
X 100% = 26,08 % dibulatkan menjadi 26 %
230
Maka, persentase frekuensi penggunaan verba yang mendapat frefiks adalah
26 %.
BAB IV
VERBA DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA
Menurut Kridalaksana (dalam Putrayasa:2008), verba adalah subkategori kata yang
memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, sangat, lebih atau agak. Selain itu, verba juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus V + dengan kata sifat. Misalnya,berlari dengan cepat. Kata berlari merupakan verba. Dilihat dari bentuknya, verba dapat dikelompokkan menjadi verba dasar bebas
dan verba turunan. Verba dasar bebas, yaitu verba yang berupa morfem dasar bebas. Contoh:
duduk, makan, mandi, minum, pergi. Verba turunan, yaitu verba yang telah mengalami proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, kompositum, dan lain-lain. Namun, jenis verba yang
diteliti dalam penelitian ini dibatasi hanya pada verba dasar bebas dan verba turunan berupa
afiksasi, yaitu sebagai berikut.
4.1.1 Verba Dasar Bebas dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata
1. Muntah
Dalam kalimat:
a. Sudah dua kali dia muntah karena kelelahan. (hlm. 2) → data 4
Muntah termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
2. Masuk
Masuk termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
masuk juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak masuk. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu masuk dengan hati-hati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masuk bermakna ‘datang (pergi) ke dalam (ruangan, kamar, lingkungan, dsb)’.
3. Tinggal
Dalam kalimat:
a. Aku hafal lingkungan ini karena sebenarnya aku, Jimbron, dan Arai tinggal di salah satu kamar kontrakan di pasar kumuh ini. (hlm.3) → data 20
b. Lalu, Arai tinggal berdua dengan ayahnya. (hlm. 18) → data 156
c. Arai adalah sebatang pohon kara di tengah padang karena hanya tinggal dia sendiri dari satu garis keturunan keluarganya. (hlm. 20) → data 173
d. Maka, sejak Arai tinggal di rumah kami, tak kepalang senang hatiku. (hlm. 29) → data 242
e. Hanya fan untuk pabrik itu yang membuatnya betah tinggal di Belitong yang panas. (hlm. 36) → data 310
Tinggal termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tinggal juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tinggal. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tinggal dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tinggal bermakna ‘masih tetap di tempatnya’
4. Mulai
Dalam kalimat:
a. Aku mengintip keluar, musim hujan baru mulai. (hlm. 3) → data 24 b. Jimbron memelukkedua kakinya dan mulai terisak. (hlm. 11) → data 94 c. Aku dan Arai mulai berkelahi. (hlm. 38) → data 333
d. “Mulai sekarang. Mak Cik akan punya penghasilan!” (hlm. 43) → data 380
Mulai termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
mulai juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak mulai. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu mulai dengan segera. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mulai bermakna ‘mengawali berbuat’.
5. Tumpah
a. Pukul empat sore nanti, hujan akan tumpah, tak berhenti sampai jauh malam. (hlm. 3) → data 25
b. Kerasak tumpah merubung jalan itu. (hlm. 19) → data 166
c. Di bawah awan putih yang tumpah, pertikaian kami telah berakhir dengan damai. (hlm. 42) → data 369
Tumpah termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tumpah juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tumpah. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tumpah dengan lancar . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumpah bermakna ‘tercurah keluar dari tempatnya.’
6. Mundur
Dalam kalimat:
a. Aku mundur. (hlm.3) → data 26
Mundur termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
mundur juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak mundur. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu mundur dengan pelan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mundur bermakna ‘berjalan (bergerak) ke belakang.’
Dalam kalimat:
a. Saat itu, aku dan Jimbron duduk penuh gaya di atas sepeda jengkinya yang butut. (hlm. 5) → data 42
b. Di luar gudang, Pak Mustar dan dua orang penjaga sekolah tengah duduk sembari merokok. (hlm. 13) → data 121
c. Tiba-tiba, aku seakan berdiri di balik pintu, pada sebuah temaram dini hari, mengamati ayahku yang sedang duduk sambil mendengarkan siaran radio BBC. (hlm. 14) → data 134
d. Orang seperti dia sering duduk di bangku panjang kantor pegadaian menunggu barangnya ditaksir. (hlm. 17) → data 150
e. Ayah duduk di samping kopra, memalingkan wajahnya, tak sampai hati memandang Arai. (hlm. 20) → data 170
f. Aku dan Arai duduk berdampingan di samping truk yang terbanting-banting di atas jalan sepi yang berbatu-batu. (hlm. 20) → data 171
g. Ibu mertua Nyonya Deborah yang berumur hampis seratus tahun dan sedang duduk juga terkejut. (hlm. 36) → data 317
Duduk termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
duduk juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak duduk. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu duduk dengan tenang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, duduk bermakna ‘meletakkan tubuh atau terletak tubuhnya dengan bertumpu pada pantat.’
8. Buang
Dalam kalimat:
a. Tak buang tempo, segera kami keluarkan segenap daya pesona untuk menarik perhatian putri-putri semenanjung itu. (hlm. 6) → data 44
buang juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak buang. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu buang dengan cepat . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buang bermakna ‘lempar, lepaskan, keluarkan.’
9. Bangkit
Dalam kalimat:
a. Ketika bangkit, aku mendapat kesempatan menyibakkan jambulku seperti gaya pembantu membilas cucian.(hlm. 6) → data 49
b. Kami bertiga bangkit serentak tanpa ekspresi. (hlm. 15) → data 145
Bangkit termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
bangkit juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak bangkit. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu bangkit dengan tenang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bangkit bermakna ‘bangun (dari tidur, duduk) lalu berdiri.’
10. Lari
Dalam kalimat:
a. Ikal, lari! (hlm. 8) → data 64
Lari termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba lari juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak lari. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu lari dengan cepat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lari bermakna ‘melangkah dengan kecepatan tinggi.’
11. Rebah
Dalam kalimat:
a. Tukang parkir terpana melihat ratusan sepeda yang telah dirapikannya susah payah, rebah satu per satu persis permainan mendirikan kartu domino, menimbulkan kegaduhan di pusat kota. (hlm. 9) → data 69
Rebah termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
rebah juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak rebah. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rebah bermakna ‘bergerak dari posisi berdiri ke posisi jatuh dan terbaring.’
12. Lolos
a. Sebenarnya aku bisa langsung lolos jika tidak memedulikan panggilan sial ini. (hlm. 9) → data 73
b. Juga aku tak melihat celah untuk lolos.(hlm. 10) → data 84
Lolos termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba lolos juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak lolos. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu lolos dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lolos bermakna ‘lucut lalu lepas (seperti cincin dari jari).’
13. Tolong
Dalam kalimat:
a. Tolong Kal, tolong! (hlm. 9) → data 76
Tolong termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tolong juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tolong. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tolong dengan ikhlas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, muntah bermakna ‘bantu.’
Dalam kalimat:
a. Lihat! Macan itu akan menerkammu. (hlm. 9) → data 78
b. Lihat saja….” (hlm. 37) → data 322
c. Di luar, kami lihat Tagem berjalan gontai memasuki toko. (hlm. 42) → data 374
Lihat termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba lihat juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak lihat. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu lihat dengan seksama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lihat bermakna ‘menggunakan mata untuk memandang.’
15. Muncul
Dalam kalimat:
a. Melihat sasaran nomplok yang tiba-tiba muncul di depannya, Pak Mustar kembali bernafsu untuk memburu kami, (hlm. 10) → data 79
Muncul termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
16. Datang
Dalam kalimat:
a. Tapi, keajaiban itu tak datang. (hlm. 10) → data 86 b. Ini aku, Arai, datang untukmu…! (hlm. 23) → data211
c. Sore itu, aku dan Arai sedang bermain di pekarangan waktu seorang perempuan yang biasa kami panggil Mak Cik Maryamah datang. (hlm. 31) → data 256
d. Dia datang dengan anaknya Nurmi dan putrid kecilnya yang masih tertidur. (hlm. 31) → data 257
Datang termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
datang juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak datang. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu datang dengan cepat.
17. Dapat
Dalam kalimat:
a. Lalu, tak dapat kutahan air mataku mengalir. (hlm. 20) → data 177
b. Aku tak dapat mengerti bagaimana anak semuda itu menanggung cobaan sedemikian berat sebagai simpai keramat. (hlm. 20) → data 178
Dapat termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
18. Punya
Dalam kalimat:
a. Sempat terpikir olehku untuk mengurungkan rencana sakit saraf itu, tapi kami tak punya pilihan lain. (hlm. 12) → data 101
b. Aku merasa punya kuasa. (hlm. 12) → data 106
c. “Mulai sekarang. Mak Cik akan punya penghasilan!” (hlm. 43) → data 380
Punya termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
punya juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak punya. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu punya dengan baik.
19. Angkat
Dalam kalimat:
a. Angkat peti ini ke stanplat! (hlm. 13) → data 123
Angkat termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
20. Tembus
Dalam kalimat:
a. Tatapanku menghunjam bola matanya, menyusuri lensa dan iris pupilnya, lalu tembus ke lubuk hatinya; ingin kulihat dunia dari dalam jiwanya. (hlm. 14) → data 133
Tembus termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tembus juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tembus Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tembus dengan cepat.
21. Terbang
Dalam kalimat:
a. Burung-burung camar mematuki cumi yang berjuntai di lubang-lubang peti, terbang labuh. (hlm. 15) → data 138
b. Makhluk yang memesona itu meloncat-loncat kecil ingin terbang. (hlm. 23) → data 202 c. Fan besar menggulung setiap gumpalan kapuk seperti jutaan kunang-kunang yang
serentak terbang. (hlm. 41) → data 359
Terbang termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
22. Jatuh
Dalam kalimat:
a. Cerutunya merosot dan jatuh tanpa daya di atas lantai stanplat yang becek. (hlm. 15) → data 146
b. Ketika kami melewati Nyonya Pho, dia terjajar hampir jatuh. (hlm. 16) → data 148 c. Rambutku jatuh melengkung lentik di atas pundakku. (hlm.28) → data 236
Jatuh termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba jatuh juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak jatuh. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu jatuh dengan lancar.
23. Main
Dalam kalimat:
a. Ketika kami melewati Nyonya Pho, dia terjajar hamper jatuh. (hlm. 16)
24. Tampak
Dalam kalimat
a. Jika menonton TVRI, kita biasa melihat orang seperti Arai meloncat-loncat di belakang presiden agar tampak oleh kamera. (hlm. 17) → data 151
b. Dia seusia denganku, tapi tampak lebih tua. (hlm. 20) → data 176
Tampak termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tampak juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tampak. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tampak dengan jelas.
25. Wafat
Dalam kalimat:
a. Ibunya wafat saat melahirkan adiknya. (hlm. 18) → data 154
b. Menginjak kelas tiga SD, ayahnya juga wafat. (hlm. 18) → data 158
Wafat termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
wafat juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak wafat. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu wafat dengan tenang.
Dalam kalimat:
a. Di perjalanan, aku tak banyak bicara karena hatiku ngilu mengenang nasib malang yang menimpa sepupu jauhku itu. (hlm. 19) → data 169
Bicara termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
bicara juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak bicara. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu bicara dengan jelas.
27. Diam
Dalam kalimat:
a. Kami hanya diam. (hlm. 20) → data 172
Diam termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba diam juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak diam. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu diam dengan tenang.
28. Hilang
a. Belum hilang terkejutku, Arai kembali merogohkan tangannya ke dalam karung kecampang. (hlm. 22) → data 195
Hilang termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
hilang juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak hilang. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu hilang dengan cepat.
29. Tidur
Dalam kalimat:
a. Walaupun kamar kami hanyalah gudang peregasan, jauh lebih baik daripada tidur di tengah rumah. (hlm. 29) → data 244
Tidur termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba tidur juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tidur. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tidur dengan nyenyak.
30. Ada
Dalam kalimat:
Ada termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba ada juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak ada. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu ada dengan utuh.
31. Tumbuh
Dalam kalimat:
a. Dia juga yang mengajakku mengambil akar purun perdu, perdu yang tumbuh di rawa-rawa, yang kami jual kepada pedagang kelontong untuk mengikat bungkus terasi. (hlm. 26) → data 219
Tumbuh termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tumbuh juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tumbuh. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tumbuh dengan sempurna.
32. Jual
Dalam kalimat:
Jual termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba jual juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak jual. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu jual dengan murah.
33. Keluar
Dalam kalimat:
a. Aku gugup bukan main saat pertama kali keluar dengan rambut gaya baru itu. (hlm. 28) → data 232
b. Nurmi keluar dri kamar dan terkejut melihat karung-karung gandum, gula, dan tepung terigu. (hlm. 43) → data 383
Keluar termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
keluar juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak keluar. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu keluar dengan sehat.
34. Kabur
Dalam kalimat:
Kabur termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
kabur juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak kabur. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu kabur dengan gesit.
35. Hidup
Dalam kalimat:
a. “Kalian tak tahu apa-apa soal kesulitan hidup, kecuali kecuali kalian hidup di zaman Jepang.“ (hlm. 30) → data 248
Hidup termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
hidup juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak hidup. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu hidup dengan damai.
36. Dengar
Dalam kalimat:
Dengar termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
dengar juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak dengar. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu dengar dengan baik.
37. Tahu
Dalam kalimat:
a. Orang tua Melayu tahu persis bahwa padi di dalam peregasan sudah tidak bisa dimakan. (hlm. 30) → data 253
Tahu termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba tahu juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tahu Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tahu dengan pasti.
38. Ikut
Dalam kalimat:
a. “Ikut saja!” (hlm. 35) → data 297
juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak ikut. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu ikut dengan ragu.
39. Sepak
Dalam kalimat:
a. “Ayo abang kelitingsepak! Sepak! Kik… kik… hihihi…. Sepak!” (hlm. 39) → data 335 b. “Ayo, abang keliting, sepak!” (hlm. 40) → data 349
Sepak termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
sepak juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak sepak Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu sepak dengan keras.
40. Tendang
Dalam kalimat:
a. Tendangpelutnya! (hlm. 39) → data 336
Tendang termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
41. Naik
Dalam kalimat:
a. Gadis cilik yang tak kenal takut itu naik ke atas meja. (hlm. 39) → data 337
Naik termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba naik juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak naik. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu naik dengan hati-hati.
42. Tinju
Dalam kalimat:
a. Ayo, tinju Bang!” (hlm. 39) → data 338
Tinju termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba tinju juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tinju. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu tinju dengan keras.
Dalam kalimat:
a. Jika rak ini tumbang, seisi toko bisa celaka. (hlm. 40) → data 347
Tumbang termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
tumbang juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak tumbang. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat.
44. Pecah
Dalam kalimat:
a. Karung-karung itu pecah berantakan. (hlm. 40) → data 352
Pecah termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
pecah juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak pecah. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu pecah dengan keras.
45. Turun
Dalam kalimat:
Turun termasuk ke dalam verba dasar bebas karena verba tersebut tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang serta dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Selain itu verba
turun juga dapat bergabung dengan partikel tidak, yaitu tidak turun. Dan dapat pula diperluas dengan rumus V + dengan kata sifat yaitu turun dengan cepat.
4.1.2 Verba Berafiks dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata
Afiks adalah bentuk linguistik yang pada suatu kata merupakan unsur langsung dan
bukan kata atau pokok kata, yang memiliki kemampuan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk
membentuk kata atau pokok kata baru. Dalam istilah linguistik, dikenal bermacam-macam afiks
dalam proses pembentukan kata. (Robins, dalam Putrayasa: 2008) mengemukakan, afiks dapat
dibagi secara formal menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam
morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks. Dari segi penempatannya, afiks-afiks tersebut
dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok. Jenis-jenis afiks tersebut adalah
1. Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di bentuk dasar. Contoh: ber-, se-, me-, di-,
ter-, ke-, pe-, per-. Yang berfungsi membentuk verba adalah afiks ber- dan me-.
2. Infiks (sisipan), yaitu afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar. Contoh: el, em,
-er-, dan -in-.
3. Sufiks (akhiran), yaitu afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Contoh: an,
-kan, -i. yang berfungsi membentuk verba adalah sufiks –I, dan –kan.
4. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri atas dua unsur, yaitu di depan dan di belakang bentuk
5. Imbuhan gabung (kombinasi afiks), yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang
bergabung dengan bentuk dasar.
4.1.2.1Verba yang Mendapat Prefiks dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata
1. Mengendap
Dalam kalimat:
a. Kami mengendap. (hlm. 2) → data 5
b. Wajah kami seketika memerah saat bau amis yang mengendap lama menyeruak. (hlm. 12) → data 100
Mengendap termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mengendap adalah endap. Verba mengendap terbentuk dari morfem me- dan morfem endap yang berkelas kata benda. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. jadi, kata endap yang merupakan kelas kata nomina menjadi verba setelah dibubuhi prefiks me-.
2. Memberi
Dalam kalimat:
a. Arai memberi saran. (hlm. 2) → data 6
b. Orang Melayu memberi julukan Simpai Keramat untuk orang terakhir yang tersisa darisatu klan. (hlm.20) → data 174
c. Air mukanya memberi kesan kalau dia memiliki sebuah benda ajaib nan rahasia. (hlm. 21) → data 184
Memberi termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata memberi adalah beri. Verba memberi terbentuk dari morfem me- dan morfem beri yang berkelas kata kerja. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja.
3. Bekerja
Dalam kalimat:
a. Di berandanya, dahan-dahan kayu merunduk menekuri nasib-nasib anak nelayan yang terpaksa bekerja. (hlm. 2) → data 7
Bekerja termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks ber-. Dasar kata bekerja adalah kerja. Verba bekerja terbentuk dari morfem ber- dan morfem kerja yang berkelas kata kerja. Prefiks ber- berfungsi membentuk kata kerja. jadi, kata kerja yang merupakan kelas kata verba tetap menjadi verba setelah dibubuhi prefiks ber-.
4. Diputar
Dalam kalimat:
Diputar termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks di-. Dasar kata diputar adalah putar. Verba diputar terbentuk dari morfem di- dan morfem putar. Prefiks di- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata diputar merupakan verba yang dibubuhi prefiks di-.
5. Mendengar
Dalam kalimat:
a. Mendengar ocehannya, ingin rasanya aku mencongkel gembok peti es untuk melemparnya. (hlm. 2) → data 11
b. Mendengar gemerincing koin yang rebut, dia merasa terganggu. (hlm. 37) → data 320
c. Dia geram karena aku tak mau mendengar penjelasannya. (hlm. 38) → data 325
d. Dia terhenyak mendengar rencana Arai. (hlm. 43) → data 384
Mendengar termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mendengar adalah dengar. Verba mendengar terbentuk dari morfem me- dan morfem dengar. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata mendengar merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
6. Mencongkel
a. Mendengar ocehannya, ingin rasanya aku mencongkel gembok peti es untuk melemparnya. (hlm. 2) → data 11
b. Arai mencongkel gembok dan menyingkap tutup peti. (hlm.12) → data 99
Mencongkel termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mencongkel adalah congkel. Verba mencongkel terbentuk dari morfem me- dan morfem congkel. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata mencongkel merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
7. Memohon
Dalam kalimat:
a. Jimbron yang penakut memohon putus asa. (hlm. 2) → data 12
Memohon termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata memohon adalah mohon. Verba memohon terbentuk dari morfem me- dan morfem mohon. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. jadi, kata memohon merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
8. Melompat
a. “Aku tak bisa melompat, Kal…” (hlm. 3)→ data 13
Melompat termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata melompat adalah lompat. Verba melompat terbentuk dari morfem me- dan morfem lompat. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata melompat merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
9. Berdiri
Dalam kalimat:
a. Lebih sinting lagi karena aku tahu di balik para-para itu berdiri rumah para turunan Ho Pho. (hlm. 3) → data 14
b. Dia berdiri di podium menjadi inspektur apel rutin. (hlm. 5) → data 38
c. Pak Mustar telah berdiri di sampingku.(hlm. 7) → data 53
d. Tiba-tiba, aku seakan berdiri di balik pintu, pada sebuah temaram dini hari, mengamati ayahku yang sedang duduk sambil mendengarkan siaran radio BBC. (hlm. 14) → data 134
e. Jika Arai mengaji, aku teringat akan anak kecil yang mengapit karung kecampang, berbaju seperti perca dengan kancing tak lengkap, berdiri sendirian di muka tangga gubuknya, cemas menunggu harapan menjemputnya. (hlm. 27) → data 224
10. Menanggung
Dalam kalimat:
a. Ratusan tahun mereka menanggung sakit hati. (hlm. 3) → data 16
b. Aku tak dapat mengerti bagaimana anaksemuda itu menanggung cobaan sedemikian berat sebagai simpai keramat. (hlm. 20) → data 178
Menanggung termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata menanggung adalah tanggung. Verba menanggung terbentuk dari morfem me- dan morfem tanggung. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata menanggung merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
11. Menindas
Dalam kalimat:
a. Dulu, bersama Cina Kuncit, mereka jadi antek Kompeni, ganas menindas orang Khek. (hlm. 3) → data 17
12. Membuat
Dalam kalimat:
a. Kini dimusuhi bangsa sendiri, dikhianati Belanda, dan dijauhi bangsa sendiri membuat mereka curiga kepada siapa pun.(hlm. 3) → data 18
b. Aku pemimpin pelarian ini, maka hanya aku yang berhak membuat perintah. (hlm. 12) → data 107
c. Tindakan itu membuat air mataku mengalir semakin deras. (hlm. 20) → data 180
d. Aku melirik benda itu dan aku makin pedih membayangkan dia membuat mainan itu sendiri, juga memainkannya sendiri di tengah-tengah kadang tebu. (hlm. 21) → data 186
e. Dengan bahan-bahan itu, dimintanya Mak Cik membuat kue dan kami yang akan menjualnya.
(hlm. 43) → data 379
Membuat termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata membuat adalah buat. Verba membuat terbentuk dari morfem me- dan morfem buat Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata membuat merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
13. Mengejar
a. Tak segan, mereka melepaskan anjing untuk mengejar orang tak dikenal. (hlm. 3) → data 19
b. Dia meloncat dari podium dan mengajak dua orang penjaga sekolah mengejar kami. (hlm. 5) → data 41
c. Dia mengejar layangan untukku, memetik buah delima dari pohonnya hanya untukku,
mengajariku berenang, menyelam, dan menjalin pukat. (hlm. 26) → data 216
Mengejar termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mengejar adalah kejar. Verba mengejar terbentuk dari morfem me- dan morfem kejar Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata mengejar merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
14. Berada
Dalam kalimat:
a. Bagaimana mungkin karena urusan sekolah, kami bisa berada dalam situasi begini? (hlm. 3) → data 21
Berada termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks ber-. Dasar kata berada adalah lompat. Verba berada terbentuk dari morfem ber- dan morfem ada. Prefiks ber- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata berada merupakan verba yang dibubuhi prefiks ber-.
Dalam kalimat:
a. Pancaran matahari menikam lubang dinding papan seperti pedang cahaya, putih berkilauan, melesat-lesat menerobos sudut yang gelap.(hlm. 3) → data 23
Menikam termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata menikam adalah tikam. Verba menikam terbentuk dari morfem me- dan morfem tikam. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata menikam merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
16. Menerobos
Dalam kalimat:
a. Pancaran matahari menikam lubang dinding papan seperti pedang cahaya, putih berkilauan, melesat-lesat menerobos sudut yang gelap.(hlm. 3) → data 23
b. Kami menyelusuri jalan setapak menerobos gulma yang lebih tinggi daripada kami. (hlm. 19) → data 165
Menerobos termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata menerobos adalah terobos. Verba menerobos terbentuk dari morfem me- dan morfem terobos. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata menerobos merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
Dalam kalimat:
a. Aku mengintip keluar, musim hujan baru mulai.(hlm. 3) → data 24
Mengintip termasuk ke dalam jenis verba berafiks karena verba tersebut mengandung afiks yang ditandai dengan prefiks me-. Dasar kata mengintip adalah intip. Verba mengintip terbentuk dari morfem me- dan morfem intip. Prefiks me- berfungsi membentuk kata kerja. Jadi, kata mengintip merupakan verba yang dibubuhi prefiks me-.
18. berhenti
Dalam kalimat:
a. Pukul empat sore nanti, hujan akan tumpah, tak berhenti sampai jauh malam. (hlm. 3) →data 25