• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA - Verba Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA - Verba Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 11

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar

bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

2.1.1 Verba

Verba adalah subkategori kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih atau agak. Selain itu, verba juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus V + dengan + kata sifat.

Misalnya, berlari dengan cepat. Kata berlari merupakan verba, dari bentuknya verba dapat dibedakan menjadi:

a. Verba dasar bebas, yaitu verba yang berupa morfem dasar bebas.

b. Verba turunan, yaitu verba yang telah mengalami proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi dan lain-lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1260) verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan. Menurut Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”. Semua

kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Sedangkan menurut Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja adalah semua kata yang

(2)

Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri – ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1)

perilaku semantisnya (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri – ciri berikut :

1. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga memiliki fungsi yang lain.

Contohnya : Adik sedang bermain bola di halaman.

S P O KT

2. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan

sifat atau kualitas.

Contohnya : memasak, mencuci, berlari, mengambil.

3. Verba khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’.

4. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna

kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pulang meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, dan agak mengecewakan.

Keraf ( 1984, 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhanme;, ber;, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata- kata yang bukan verba dapat dijadikan

sebagai verba jika kata – kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai penbentuk kata verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut:

- Prefiks me- - kombinasi afiks memperkan-

(3)

- Prefiks ber- - kombinasi afiks N-in

- Konfiks ber- R - konfiks ber-an

- Prefiks per- - konfiks ber-R-an

- Prefiks ter- - konfiks ber-kan

- Prefiks ke- - konfiks ke-an

- Sufiks in- - kombinasi afiks ter-R

- Kombinasi me-i - kombinasi afiks per-kan - Kombinasi di-i - kombinasi afiks per-i - Kombinasi me-kan - prefiks se-

- Kombinasi afiks memper- - kombinasi afiks ber-R - Kombinasi afiks diper-

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Morfologi

Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology

merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentuk kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut

asal katanya adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa.

Morfologi adalah ilmu dari bagian bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk

(4)

(Verhaar, 1996). Sebagai contoh, kata beristri secara morfologis terdiri atas dua satuan minimal,

yaitu ber- dan istri. Satuan minimal gramatikal itu dinamai ‘morfem’.

Menurut Kamus Besar Basaha Indonesia (2007 : 755) Morfologi adalah suatu cabang linguistic tentang morfem dan kombinasinya.

2.2.2 Afiksasi

Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks

(imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Afiks aadalah bentuk linguistik yang pada suatu kata merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok kata, yang memiliki kemampuan melekat pada bentuk – bentuk lain untuk membentuk pokok

kata atau kata baru. Afiks (imbuhan) adalah satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks

tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan pada awal, akhir, atau tengah kata (Richards, 1992), ahli lain mengatakan, afiks adalah bentuk terikat yang jika ditambahkan pada betuk lain

akan mengubah makna gramatikalnya ( Kridalaksana).

2.2.2.1 Jenis – Jenis Afiks

Dalam linguistik dikenal berbagai macam afiks dalam proses pembentukan kata. Afiks dalam proses pembentukan kata Robins (1992) mengemukakan, afiks dapat dibagi secara formal menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan

(5)

1. Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar.

Contoh : memberi, menjual, berlari.

2. Infiks (sisipan), yaitu afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar. Contoh : gerigi, gemuruh, gelembung.

3. Sufiks (akhiran), yaitu afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Contoh : sakiti, lempari, pukuli.

4. Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasi dengan ciri – ciri segmental yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya ialah membentuk verba atau

memverbakan nomina, adjektiva, atau kelas kata lain.

Contoh : kopi menjadi ngopi, santai menjadi nyantai, kebut menjadi ngebut.

Contoh di atas terdapat dalam bahasa Indonesia nonstandar.

5. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri atas dua unsur, yaitu di depan dan di belakang bentuk dasar.

Contoh : kedudukan, berdatangan, pertemuan.

6. Imbuhan gabung (kombinasi afiks), yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan bentuk dasar.

Contoh : meninggikan, berkeliaran, berkenalan.

7. Suprafiks atau superfiks, yaitu afiks yang dimanifestasi dengan ciri – ciri suprasegmental

atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks tersebut tidak terdapat dalam bahasa indonesia.

Contohnya dalam bahasa Toraja Makale,

(6)

8. Interfiks, adalah jenis afiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa indonesia,

interfiks terdapat pada kata – kata bentukan baru, misalnya interfiks –n- dan –o- pada gabungan indonesia dan logi menjadi indonesialogi.

9. Transfiks, yaitu jenis infiks yang menyebabkan bentuk dasar menjadi terbagi. Bentuk

tersebut terdapat pada bahasa – bahasa Afro-Asiatika, antara lain bahasa Arab. Contoh : kata katab (ia menulis), kitab (buku), dan katib (penulis).

Keraf ( 1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan : me-, ber-, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata –kata yang bukan verba dapat dijadikan

sebagai verba jika kata–kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai pembentuk verba.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai verba bukanlah hal yang baru pertamakali ini dilakukan,sudah ada

penelitian terdahulu mengenai masalah itu. Penelitian yang relevan mengenai penelitian ini adalah sebagai berikut.

Herwanto (2009) dengan judul skripsinya Kategori Verba Pada Harian Analisa

menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian analisa ada dua belas dan dari data yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling sering muncul adalah tipe XI sedangkan

tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I.

Saripah Hanum Siregar (2010) dengan penelitiannya yang berjudul Verba Majemuk Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy meneliti tentang

(7)

Shirazy secara garis besar hanya dua jenis, yaitu verba majemuk dasar dan verba majemuk

berimbuhan. Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat 4 pola majemuk dasar yaitu: (V+N) , (A+V), (V+V),dan (V+Mu).

Angkat (1996) Dengan judul skripsi Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan

ciri-ciri, bentuk, pembagian dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya.

Sihite (2007) dengan skripsinya yang berjudul Kata Majemuk Dalam Bahasa Batak Toba

menyimpulkan bahwa ciri kata majemuk dalam bahasa batak toba ada tiga, yaitu ciri prakategorial, morfologis dan sintaksis

Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, kata majemuk, maupun penelitian

pemakaian bahasa pada novel dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti verba dalam novel Sang pemimpi karya Andrea Hirata. Penelitian ini, di samping

menggunakan metode kualitatif juga menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melihat seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.

BAB III

METODE PENELITIAN

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jasa Asuransi Kesehatan pada Satker Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dengan ini kami mengundang Saudara untuk melaksanakan pembuktian kualifikasi, dengan jadwal

Sejalan dengan kewajibannya memberdayakan ketahanan pangan di daerah, hal paling pokok yang harus diketahui adalah (1) daerah (kecamatan) mana saja yang mengalami surplus

[r]

(5) Setiap badan usaha yang memasukkan alat dan mesin dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia yang tidak melakukan alih teknologi dan memberikan pelatihan

Memberikan pengetahuan atau informasi yang memadai kepada pihak orang tua mengenai kesehatan seksual dan reproduksi, karena mereka mempunyai peran yang penting

Effisiensi PLTD sangat dipengaruhi oleh pemakaian bahan bakar, hal ini disebabkan biaya yang terbesar dalam pengoperasian PLTD adalah biaya bahan bakar (±70%

Serupa dengan elektron, kita bisa berbicara tentang fungsi gelombang – yang masih jauh lebih rumit, karena kita tidak hanya harus sekarang menetapkan setiap situs nomor, tapi