KARAKTERISTIK PENDERITA AIDS DAN INFEKSI OPURTUNISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh:
NIM. 091000057 ANDY YUSRI RANGKUTI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK PENDERITA AIDS DAN INFEKSI OPURTUNISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 091000057 ANDY YUSRI RANGKUTI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
AIDS adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem imun tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Salah satu faktor penyebab tingginya kematian penderita AIDS adalah infeksi opurtunistik (IO). Departemen Kesehatan RI melaporkan IO tertinggi adalah kandidiasis mulut (80,8%), TB paru (40,1%), sitomegalovirus (28,8%), ensefalitis toksoplasma (17,3%), PCP (13,4%), herpes simpleks (9,6%), Mycobacterium avium complex (4,0%), criptosporodiosis (2,0%), serta histoplasmosis paru (2,0%). Untuk mengetahui karakteristik penderita AIDS dan IO, dilakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan dengan desain case series. Populasi dan sampel penelitian berjumlah 223 penderita pada tahun 2012 yang tercatat di rekam medis rumah sakit. Data univariat dianalisis secara deskriptif sedangkan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square dengan CI 95%.
Proporsi berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 29-35 tahun (41,7%), jenis kelamin laki-laki (74,0%), suku Batak (78,5%), pendidikan tamat SLTA/sederajat (62,8%), bekerja (83,0%), menikah (70,4%), dan asal daerah kota Medan (52,0%). Jenis IO tertinggi oral candidiasis (35,3%), transmisi melalui hubungan heteroseksual (67,3%), jumlah CD4 < 200 sel/mL (80,7%), serta berat badan kurang (72,2%).
Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara pekerjaan berdasarkan transmisi penularan (p=0,024). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan transmisi penularan, jenis kelamin berdasarkan transmisi penularan, pernikahan berdasarkan transmisi penularan, IMT berdasarkan jumlah CD4, serta jumlah CD4 berdasarkan stadium klinis. Tidak dapat dilakukan uji statistik untuk suku berdasarkan daerah asal.
Diharapkan kepada kelompok berisiko tinggi HIV/AIDS untuk melakukan pencegahan “ABC”, berhenti sama sekali atau tidak menggunakan jarum suntik bergantian, kepada pihak terkait untuk melaksanakan skrining dengan efektif, kepada ODHA untuk meningkatkan gizi dan mengonsumsi ARV dengan patuh, kepada petugas rekam medis agar melengkapi nilai pencatatan kepatuhan minum obat serta IMT dan mengoordinasikan data di rekam medis rumah sakit dengan data di Pusyansus VCT agar tidak terjadi kesimpangsiuran.
ABSTRACT
AIDS is a set of symptomps due to the decreased of immune system caused by HIV. One of the causes of the high mortality of AIDS patients is opportunistic infection (OI). Ministry of Health Republic of Indonesia reported the highest OI is oral candidiasis (80,8%), TB paru (40,1%), cytomegalovirus (28,8%), toxoplasma encephalitis (17,3%), PCP (13,4%), herpes simplex (9,6%), Mycobacterium avium complex (4,0%), criptosporodiosis (2,0%), and pulmo hystoplasmosis (2,0%). To determine the characteristics of AIDS patients and OI, conducted a research at RSUP H. Adam Malik Medan with case series design. Population and sample was 223 patients in 2012 and recorded in hospital medical records. Univariate data were analyzed descriptively while bivariate data were analyzed using Chi-square test with 95% CI.
Based on sosiodemographic, the highest population is in the age group of 29-35 years old (41,7%), male (74,0%), Batak (78,5%), graduated high school/equivalent (62,8%), work (83,0%), married (70,4%), and came from Medan area (52,0%). The highest OI type is oral candidiasis (35,3%), heterosexual transmission (67,3%), CD4 count < 200 cells/mL (80,7%), and underweight (72,2%).
There is a significant differentiation of proportion between the work based on the transmissions infection (p=0,024). There is no significant differentiation of proportion between age based on the transmissions infection, sex based on the transmissions infection, married based on the transmissions infection, the BMI based on CD4 count, and CD4 count based on clinical stadium. Statistical test can not be performed for tribe based on place.
It is hoped the high risk group of HIV/AIDS in order to prevent with “ABC”, to stop at all or does not use needles, to the parties to concern in implementing effective screening, to people living in HIV to improve nutrition and take ARV obediently, to officers of medical records to complete the record of adherence and BMI and to coordinate the data in the hospital medical records with the data source from Pusyansus VCT in order not to make misunderstanding.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Andy Yusri Rangkuti
Tempat/ Tanggal Lahir : P. Siantar/ 06 Mei 1991 Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Anak ke : 4 (Empat)
Alamat Rumah : Jl. Thamrin, No. 012, Serbalawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun Riwayat Pendidikan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “Karakteristik Penderita AIDS Dan Infeksi Opurtunistik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan Tahun 2012” yang merupakan salah satu prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan fikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Ibu Drh. Rasmaliah, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Ketua
Departemen Epidemiologi FKM USU yang juga telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
5. Bapak dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, Kepala
Bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Bagian Pendidikan dan Pelatihan RSUP H. Adam Malik Medan, serta seluruh staf yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Orangtuaku tercinta Ayahanda S. Rangkuti dan Ibunda Y. Harahap yang
menjadi inspirasi sekaligus motivasi untuk penulis. Juga kepada abang-abang tercinta: si kembar M. Feryansyah Rangkuti dan M. Ferdyansyah Rangkuti, serta saudara kembarku Aldy Yusra Rangkuti. Tidak lupa kepada keluarga besar penulis atas doa, kasih sayang, perhatian, dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman peminatan epidemiologi: Epidemiologers 2009, Kak Desy Anriyani, Bang Satria Muharram, Kak Dumaris, Bang Rinaldy, Kak Dwi Yuni, dan yang lainnya yang telah banyak memberikan motivasi dan berbagi ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat seperjuangan: Dewi Juliatin, SKM, Fadillah Ismy, SKM, Syafrina
11. Seluruh teman yang juga telah menjadi penyemangat penulis: Alm. Nicky, Haris, Deni, Wawan, Dedi, dan yang lainnya. “Thanks for your helps and motivations".
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, Mei 2013
DAFTAR ISI
2.8 Epidemiologi Infeksi Opurtunistik Pada Penderita AIDS ... 21
2.8.1 Distribusi dan Frekuensi Infeksi Opurtunistik pada Penderita AIDS ... 21
a.Tuberkulosis ... 21
b. Kandidiasis Orofaringeal ... 22
c. Diare Kronis ... 23
d. Sarkoma Kaposi ... 24
e. Pneumocystis Carinii Pneumonia ... 25
2.11.2 Determinan Infeksi Opurtunistik pada Penderita AIDS .. 26
a. Determinan Tuberkulosis ... 26
b. Determinan Kandidiasis Orofaringeal ... 26
c. Determinan Diare Kronis ... 27
d. Determinan Sarkoma Kaposi ... 28
e. Determinan Pneumocystis Carinii Pneumonia ... \ 29
2.9 Pencegahan HIV/AIDS ... 29
2.9.1 Pencegahan Primer ... 29
2.9.3 Pencegahan Tersier ... 37
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44
4.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan ... 45
4.2.1 Visi... 45
4.2.2 Misi ... 45
4.3 Analisis Univariat ... 45
4.3.1 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46
4.3.2 Distribusi Proporsi Sosiodemografi ... 47
4.3.3 Distribusi Proporsi Jenis Infeksi Opurtunistik... 49
4.3.4 Distribusi Proporsi Transmisi Penularan ... 51
4.3.5 Distribusi Proporsi Jumlah CD4 ... 52
4.3.6 Distribusi Proporsi Indeks Massa Tubuh (IMT)... 53
4.4 Analisis Bivariat ... 53
4.4.1 Umur Berdasarkan Transmisi Penularan ... 53
4.4.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi Penularan ... 54
4.4.3 Status Pernikahan Berdasarkan Transmisi Penularan ... 55
4.4.4 Pekerjaan Berdasarkan Transmisi Penularan ... 56
4.4.5 Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Daerah Asal ... 57
4.4.6 Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Jumlah CD4 ... 58
4.4.7 Jumlah CD4 Berdasarkan Stadium Klinis HIV/AIDS ... 59
BAB 5 PEMBAHASAN ... 60
5.1 Distribusi Proporsi ... 60
5.1.1 Umur Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
5.1.2 Suku ... 63
5.1.3 Pendidikan ... 64
5.1.4 Pekerjaan ... 66
5.1.5 Status Pernikahan ... 67
5.1.6 Daerah Asal ... 68
5.1.8 Transmisi Penularan ... 72
5.1.9 Jumlah CD4 ... 74
5.1.10 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 75
5.2 Analisis Statistik ... 77
5.2.1 Umur Berdasarkan Transmisi Penularan ... 77
5.2.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi Penularan ... 79
5.2.3 Status Pernikahan Berdasarkan Transmisi Penularan ... 81
5.2.4 Pekerjaan Berdasarkan Transmisi Penularan ... 83
5.2.5 Suku Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ... 85
5.2.6 Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Transmisi Penularan ... 86
5.2.7 Jumlah CD4 Berdasarkan Stadium Klinis HIV/AIDS ... 88
BAB 6 KESIMPULAN ... 90
6.1 Kesimpulan ... 90
6.2 Saran ... 91 Daftar Pustaka
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 3 Master Data
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Klinis HIV/AIDS Berdasarkan Jumlah CD4 ... 13
Tabel 2.2 Empat Stadium Klini Pada Pasien HIV/AIDS ... 17
Tabel 2.3 Diagnosis AIDS Berdasarkan Tanda Mayor dan Minor ... 31
Tabel 2.4 Pemberian Kotrimoksasol Sebagai Profilaksis ... 32
Tabel 2.5 Saat Untuk Memulai Terapi ARV Pada ODHA ... 33
Tabel 2.6 Highly Active Antiretroviral Theraphy ... 34
Tabel 2.7 Kombinasi Obat Untuk Terapi ARV Lini Pertama ... 35
Tabel 2.8 Kombinasi Obat Untuk Terapi ARV Lini Kedua ... 35
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik Tahun 2012 ... 46
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 47
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita AIDS Berdasarkan Jenis Infeksi Opurtunistik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 49
Tabel 4.4 Distribui Proporsi Jenis Infeksi Opurtunistik Pada Penderita AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 50
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Stadium Klinis HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 50
Tabel 4.7 Distibusi Proporsi Transmisi Penularan di
RSUP H. Adam Malik MedanTah un 2012 ... 52 Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Jumlah CD4 Penderita AIDS Pada
Pengukuran Terakhir di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2012 ... 52 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Indeks Massa Tubuh (IMT) Penderita
AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2012 ... 53
Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Transmisi Penularan Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2012 ... 53
Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi Penularan Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 54
Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Status Pernikahan Berdasarkan Transmisi Penularan Pada Penderita AIDS dengan IO di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 55
Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Pekerjaan Berdasarkan Transmisi Penularan Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 56 Tabel 4.14 Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Daerah Asal
Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2012 ... 57
Tabel 4.15 Distribusi Proporsi IMT Berdasarkan Jumlah CD4 Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2012 ... 58
Tabel 4.16 Distribusi Jumlah CD4 Berdasarkan Stadium Klinis
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Diagram Bar Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 60 Gambar 5.2 Diagram Bar Proporsi Suku Penderita AIDS dengan IO
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 63 Gambar 5.3 Diagram Bar Proporsi Pendidikan Penderita AIDS dengan
IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 64 Gambar 5.4 Diagram Pie Proporsi Pekerjaan Penderita AIDS dengan
IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 66 Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Status Pernikahan Penderita AIDS
dengan IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 67 Gambar 5.6 Diagram Pie Proporsi Daerah Asal Penderita AIDS dengan
IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 68 Gambar 5.7 Diagram Bar Proporsi Jenis Infeksi Opurtunistik
Penderita AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2012 ... 70 Gambar 5.8 Diagram Bar Proporsi Transmisi Penularan Penderita AIDS
dengan IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 72 Gambar 5.9 Diagram Pie Proporsi Jumlah CD4 (sel/mL) Penderita AIDS
dengan IO di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 74 Gambar 5.10 Diagram Pie Proporsi Indeks Massa Tubuh (IMT) (kg/m2)
Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2012 ... 75 Gambar 5.11 Diagram Bar Proporsi Umur Berdasarkan Transmisi
Penularan Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2012 ... 77 Gambar 5.12 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Transmisi
Penularan Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam
Gambar 5.13 Diagram Bar Proporsi Status Pernikahan Berdasarkan Transmisi Penularan Penderita AIDS dengan IO di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 81 Gambar 5.14 Diagram Bar Proporsi Pekerjaan Berdasarkan Transmisi
Penularan Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2012 ... 83 Gambar 5.15 Diagram Bar Proporsi Suku Berdasarkan Daerah Asal
Pada Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2012 ... 85 Gambar 5.16 Diagram Bar Proporsi IMT Berdasarkan Jumlah CD4
Penderita AIDS dengan IO di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2012 ... 86 Gambar 5.17 Diagram Bar Proporsi Jumlah CD4 Berdasarkan
Stadium Klinis HIV/AIDS Penderita AIDS dengan IO
ABSTRAK
AIDS adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem imun tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Salah satu faktor penyebab tingginya kematian penderita AIDS adalah infeksi opurtunistik (IO). Departemen Kesehatan RI melaporkan IO tertinggi adalah kandidiasis mulut (80,8%), TB paru (40,1%), sitomegalovirus (28,8%), ensefalitis toksoplasma (17,3%), PCP (13,4%), herpes simpleks (9,6%), Mycobacterium avium complex (4,0%), criptosporodiosis (2,0%), serta histoplasmosis paru (2,0%). Untuk mengetahui karakteristik penderita AIDS dan IO, dilakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan dengan desain case series. Populasi dan sampel penelitian berjumlah 223 penderita pada tahun 2012 yang tercatat di rekam medis rumah sakit. Data univariat dianalisis secara deskriptif sedangkan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square dengan CI 95%.
Proporsi berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 29-35 tahun (41,7%), jenis kelamin laki-laki (74,0%), suku Batak (78,5%), pendidikan tamat SLTA/sederajat (62,8%), bekerja (83,0%), menikah (70,4%), dan asal daerah kota Medan (52,0%). Jenis IO tertinggi oral candidiasis (35,3%), transmisi melalui hubungan heteroseksual (67,3%), jumlah CD4 < 200 sel/mL (80,7%), serta berat badan kurang (72,2%).
Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara pekerjaan berdasarkan transmisi penularan (p=0,024). Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan transmisi penularan, jenis kelamin berdasarkan transmisi penularan, pernikahan berdasarkan transmisi penularan, IMT berdasarkan jumlah CD4, serta jumlah CD4 berdasarkan stadium klinis. Tidak dapat dilakukan uji statistik untuk suku berdasarkan daerah asal.
Diharapkan kepada kelompok berisiko tinggi HIV/AIDS untuk melakukan pencegahan “ABC”, berhenti sama sekali atau tidak menggunakan jarum suntik bergantian, kepada pihak terkait untuk melaksanakan skrining dengan efektif, kepada ODHA untuk meningkatkan gizi dan mengonsumsi ARV dengan patuh, kepada petugas rekam medis agar melengkapi nilai pencatatan kepatuhan minum obat serta IMT dan mengoordinasikan data di rekam medis rumah sakit dengan data di Pusyansus VCT agar tidak terjadi kesimpangsiuran.
ABSTRACT
AIDS is a set of symptomps due to the decreased of immune system caused by HIV. One of the causes of the high mortality of AIDS patients is opportunistic infection (OI). Ministry of Health Republic of Indonesia reported the highest OI is oral candidiasis (80,8%), TB paru (40,1%), cytomegalovirus (28,8%), toxoplasma encephalitis (17,3%), PCP (13,4%), herpes simplex (9,6%), Mycobacterium avium complex (4,0%), criptosporodiosis (2,0%), and pulmo hystoplasmosis (2,0%). To determine the characteristics of AIDS patients and OI, conducted a research at RSUP H. Adam Malik Medan with case series design. Population and sample was 223 patients in 2012 and recorded in hospital medical records. Univariate data were analyzed descriptively while bivariate data were analyzed using Chi-square test with 95% CI.
Based on sosiodemographic, the highest population is in the age group of 29-35 years old (41,7%), male (74,0%), Batak (78,5%), graduated high school/equivalent (62,8%), work (83,0%), married (70,4%), and came from Medan area (52,0%). The highest OI type is oral candidiasis (35,3%), heterosexual transmission (67,3%), CD4 count < 200 cells/mL (80,7%), and underweight (72,2%).
There is a significant differentiation of proportion between the work based on the transmissions infection (p=0,024). There is no significant differentiation of proportion between age based on the transmissions infection, sex based on the transmissions infection, married based on the transmissions infection, the BMI based on CD4 count, and CD4 count based on clinical stadium. Statistical test can not be performed for tribe based on place.
It is hoped the high risk group of HIV/AIDS in order to prevent with “ABC”, to stop at all or does not use needles, to the parties to concern in implementing effective screening, to people living in HIV to improve nutrition and take ARV obediently, to officers of medical records to complete the record of adherence and BMI and to coordinate the data in the hospital medical records with the data source from Pusyansus VCT in order not to make misunderstanding.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV).1 Virus ini merupakan kelompok retrovirus yang memiliki enzim reverse transcriptase untuk mengodekan RNA yang dimilikinya menjadi DNA rantai ganda sehingga terintegrasi pada sel genom host.2
Kasus AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981, dimana majalah The Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) memuat berita mengenai tercatatnya lima kasus pneumocystis carinii pneumonia (PCP) pada pria homoseksual di California.3 Sejak saat itu, jumlah penderita AIDS meningkat setiap tahunnya dan sekarang menjadi pandemi.
United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan di Sub-Sahara Afrika penderita HIV pada tahun 2009 sebanyak 22,9 juta, sekitar dua per tiga kasus di dunia. Pada tahun 2010, angka kematian AIDS sebesar 1,2 juta orang dan 1,9 juta orang dilaporkan terinfeksi HIV.4
Indonesia termasuk sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level epidemic), dimana prevalensi AIDS di atas 5% terjadi pada subpopulasi tertentu, misalnya PSK, kelompok penyalahguna NAPZA, dan anak jalanan.6
Berdasarkan laporan Dirjen PP&PL (2012) jumlah kumulatif AIDS di Indonesia pada tahun 2005 sebanyak 5.321 kasus dan 1.332 diantaranya meninggal dunia atau case fatality rate (CFR) 25,03%. Pada tahun 2007 jumlah kumulatif kasus AIDS meningkat menjadi 10.034 orang dengan prevalensi sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Laporan di tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sebanyak 22.726 kasus di 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Pada tahun 2012 jumlah kumulatif AIDS meningkat mencapai 39.434 kasus, dengan jumlah tertinggi ditemukan di Papua dengan 7.527 kasus, diikuti DKI Jakarta dengan 6.299 kasus. Angka kematian (CFR) AIDS menurun dari 2,8% pada tahun 2011 menjadi 1,6% pada tahun 2012.7
Tingginya tingkat keseriusan dan kematian penderita AIDS disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor adalah penatalaksanaan penderita yang kurang tepat, termasuk terlambatnya diagnostik infeksi opurtunistik pada penderita AIDS. Infeksi opurtunistik mengakibatkan hampir 80% kematian pada pasien AIDS.10
Infeksi opurtunistik (IO) adalah infeksi mikroorganisme akibat adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan. Pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah masuk ke stadium AIDS karena mengalami IO. Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit Cluster of differentiation 4 (CD4) sebagai pertanda munculnya IO pada penderita AIDS. Penurunan CD4 disebabkan oleh kematian CD4 yang dipengaruhi oleh HIV. Jumlah CD4 yang normal berkisar antara 410-1.590 sel/mL darah. Ketika jumlahnya berada di bawah 350 sel/mL darah, kondisi tersebut sudah dianggap sebagai AIDS. Infeksi-infeksi opurtunistik umumnya terjadi bila jumlah CD4 < 200 sel/mL atau dengan kadar lebih rendah.11
Sementara itu di Brazil, proporsi IO TB paru adalah paling tinggi dibandingkan IO lainnya (41%), selanjutnya PCP (22%), toksoplasmosis (14-34%), serta cytomegalovirus, oral candidiasis, dan cryptococcosis dengan frekuensi masing-masing 5%. Di Thailand, jenis IO yang paling sering ditemukan adalah PCP (26%), diikuti TB paru (20%), candidiasis (11%), serta histoplasmosis (8%).12 Penelitian di India, tepatnya di Mangalore didapatkan diantara IO yang ditemukan, tuberkulosis memiliki proporsi terbanyak, yaitu 45,3%, diikuti oral kandidiasis sebanyak 34,5%.13
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan proporsi IO pada penderita AIDS di Indonesia adalah kandidiasis mulut (80,8%), tuberkulosis (40,1%), sitomegalovirus (28,8%), ensefalitis toksoplasma (17,3%), PCP (13,4%), herpes simpleks (9,6%), Mycobacterium avium complex (4,0%), kriptosporodiosis (2,0%), dan histoplasmosis paru (2,0%).14
Hasil penelitian Merati (2007) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa sebesar 40% penderita AIDS menderita IO kandidiasis (orofaring dan esophagus), 37,1% menderita TB paru, 27,1% menderita diare kronis, 16,7% menderita pneumonia bakteri, 12,0% menderita toksoplasma ensefalitis, 11,8% menderita TB ekstraparu, dan 6,3% menderita herpes zoster.15
Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui bahwa jumlah penderita AIDS pada tahun 2012 berjumlah 223 orang. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita AIDS dan infeksi opurtunistik pada penderita AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.
1.2 Rumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik penderita AIDS dan infeksi opurtunistik di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita AIDS dan infeksi opurtunistik di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi penderita AIDS berdasarkan sosiodemografi, antara lain umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan daerah asal di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
b. Mengetahui distribusi proporsi jenis IO pada penderita AIDS di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
d. Mengetahui distribusi proporsi jumlah CD4 pada pengukuran terakhir di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
e. Mengetahui distribusi proporsi indeks massa tubuh (IMT) di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
f. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan transmisi penularan di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
g. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan transmisi penularan di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
h. Mengetahui distribusi proporsi status pernikahan berdasarkan transmisi penularan di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
i. Mengetahui distribusi proporsi pekerjaan berdasarkan transmisi penularan di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
j. Mengetahui distribusi proporsi suku berdasarkan daerah asal di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.
k. Mengetahui distribusi proporsi indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan jumlah CD4 di RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan masukan bagi RSUP H. Adam Malik Medan dan instansi yang terkait dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan IO pada penderita AIDS.
b. Sebagai bahan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan AIDS.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Sejarah AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat. Penyebab AIDS adalah virus yang menurunkan kekebalan tubuh secara perlahan-lahan. Virus tersebut bernama Human Immunodeficiency Virus (HIV).17
Virus HIV ditemukan oleh Barre-Sinoussi, Montaigner, dan kawan-kawan pada Institut Pasteur pada tahun 1983. Karena menyebabkan limfadenopati, maka virus ini dinamai LAV (Lymphadenopathy Associated Virus). Tahun 1984, Popovic, Gallo dan kerabat kerjanya menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung produktif setelah diinfeksi oleh virus yang kemudian disebut HTLV-III. Virus ini merupakan virus yang sama dengan LAV. Pada tahun 1986, Komisi Taksonomi Internasional memberi nama baru Human Immunodeficiency Virus
(HIV).1
Seseorang yang terinfeksi virus HIV atau menderita AIDS sering disebut dengan ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Penderita HIV dinyatakan sebagai AIDS ketika menunjukkan gejala imunosupresi berat yang berhubungan dengan infeksi HIV, seperti pneumocystis carinii, ensefalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS, serta hitungan CD4 < 200/ml.14
dalam waktu lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan maka semua penderita akan meninggal.18
2.2 Struktur HIV
Virion HIV mempunyai dua bagian, yaitu bagian selubung (envelope, env) dan bagian inti (core). Inti tersusun atas dua untaian RNA, enzim reverse transcriptase, serta beberapa jenis protein antara lain protein p24 dan p17. Protein p24 berbentuk silindris dan diselubungi oleh lemak serta merupakan antigen virus yang cepat terdeteksi sehingga menjadi target antibodi dalam tes screening HIV. Sementara itu, protein p17 berbentuk bulat dan berada di dekat selubung.19
Selubung tersusun atas lipid dan glikoprotein, antara lain gp41 dan gp120 yang berperan dalam proses infeksi HIV. Gp120 berhubungan dengan reseptor limfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas dan bahan kimia, maka HIV termasuk virus yang sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih serta sinar matahari. Selain itu, virus HIV mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium, hipoklorit dan sebagainya.20
transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain.21,22
2.3 Patogenesis HIV/AIDS
Virus HIV menyerang limfosit T yang mempunyai marker permukaan sel CD4. Limfosit merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologis, seperti membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag.21
HIV mempunyai tropisme selektif terhadap sel T4 karena molekul CD4 yang terdapat pada dindingnya adalah reseptor dengan afinitas yang tinggi untuk virus ini. HIV menyerang CD4 secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, virus akan menghambat fungsi dan kinerja sel T, sementara itu secara tidak langsung melalui perantara gp120 dan anti p24 yang akan menghambat aktivasi sel yang menghasilkan antigen HIV.20
Dalam tubuh penderita AIDS, partikel virus bergabung dengan DNA host
sehingga satu kali terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala). Masa ini berlangsung selama 8-9 tahun. Virus HIV yang berhasil masuk ke dalam tubuh seseorang juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel microglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrite pada kelenjar limfe, sel-sel epital pada usus, dan sel Langerhans di kulit.23
Tahapan klinis sampai berkembang menjadi AIDS meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organ limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis, dan kematian.19
Masa latensi klinis dapat berlangsung 8-9 tahun atau lebih, dimana selama masa ini banyak terjadi replikasi virus baru. Siklus hidup virus mulai saat infeksi sel sampai replikasi berkisar rata-rata 2,6 hari. Pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan gejala klinis yang nyata, seperti infeksi opurtunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut.19 HIV yang ditemukan pada pasien dengan penyakit tahap lanjut, biasanya jauh lebih virulen dan sitopatik daripada strain virus yang ditemukan pada awal infeksi.20
2.4 Sel CD4
Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah bagian dari sel darah putih atau limfosit yang berperan penting di dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Sel ini juga disebut sel T4 atau sel pembantu.
Ketika manusia terinfeksi HIV, sel yang paling utama diserang adalah sel CD4. Ketika sel ini menggandakan diri untuk melawan infeksi apapun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Menurunnya jumlah CD4 menandakan menurunnya imunitas tubuh sehingga semakin memudahkan terjadinya infeksi. Jumlah sel CD4 yang normal adalah 410-1.590 sel/mL darah. Bila jumlah di bawah 350 sel/mL atau di bawah 14%, kondisi tersebut dianggap sebagai AIDS.24
menunjukkan kerusakan yang parah pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini adalah tanda AIDS pada penderita HIV.18
Pada pasien HIV yang tidak diobati, penurunan jumlah CD4 sekitar 4% per tahun. Keberhasilan pemberian ARV menyebabkan jumlah CD4 meningkat lebih dari 50% per tahun. Pada stadium akut infeksi HIV, penurunan jumlah CD4 terjadi sangat drastis hingga kurang dari 1.000 sel/mL darah, kemudian bertambah lagi pada masa serokonversi, dan menurun selama fase kronis dengan laju penurunan 70 sel/mL darah per tahun.18
Centers for diseases control (CDC) pada tahun 2003 menetapkan klasifikasi klinis HIV/AIDS berdasarkan jumlah CD4 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Klinis HIV/AIDS Berdasarkan Jumlah CD4
Jumlah CD4 Kategori Klinis
Total
CDC (2003) juga menetapkan jenis infeksi opurtunistik yang mungkin diderita oleh penderita HIV berdasarkan jumlah CD4, yaitu:25
a. Jumlah CD4 kurang dari 500 sel/mL darah
b. Jumlah CD4 antara 200-499 sel/mL darah
Infeksi opurtunistik yang sering terjadi dengan jumlah CD4 sekitar 200-499 sel/mL darah adalah kandidiasis dan sarkoma kaposi.
c. Jumlah CD4 kurang dari 200 sel/mL darah
Pada kondisi jumlah CD4 kurang dari 200 sel/mL darah maka penderita HIV memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi pneumocystis carinii pneumonia, histoplasmosis, progressive multifocal leukoencephalopathy (PML), toksoplasmosis, criptosprorodiosis, criptococcosis, sitomegalovirus, dan mycobacterium avium complex (MAC).
2.5 Transmisi HIV/AIDS
Virus HIV dapat diisolasi dari darah, saliva, semen, sekresi serviks, limfosit, air seni, air susu, cairan serebrospinal, dan air mata. Namun tidak semua cairan ini dapat menjadi media penularan virus. Virus HIV paling banyak dijumpai pada semen, darah, dan sekresi serviks.19
Transmisi virus HIV dapat dikelompokkan menjadi: a. Transmisi melalui hubungan seksual
laki-laki adalah 2-3%. Proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual (baik heteroseksual maupun homoseksual) di Indonesia mencapai 60% dari seluruh transmisi.26
b. Transmisi melalui darah dan produk darah
Diperkirakan 90-100% orang yang mendapat transfusi darah yang telah tercemar HIV akan mengalami infeksi. Sebuah penelitian di Amerika Serikat melaporkan risiko infeksi HIV melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 835.000 kasus.3 Proporsi penularan melalui penggunaan bersama jarum suntik di Indonesia mencapai 30% dari seluruh jenis transmisi.26
c. Transmisi secara vertikal
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, persalinan, dan setelah melahirkan atau melalui pemberian ASI. Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20%.3
d. Transmisi melalui cairan tubuh lain
Walaupun di dalam air liur penderita HIV/AIDS dapat ditemukan virus HIV, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menjadi sumber penularan, baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain. Demikian juga dengan cairan tubuh lainnya seperti air mata, keringat, dan urin.3
e. Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium
penularan HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darah seseorang yang terinfeksi HIV adalah 0,3%. Sedangkan risiko penularan HIV ke membran mukosa yang mengalami erosi adalah 0,09%.3
Penyebaran penyakit AIDS dibagi ke dalam 3 pola, yaitu:
a. Pola I terdapat di Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand dan beberapa negara Amerika Latin. Penyebaran pada pola I ini terutama terjadi melalui hubungan homoseksual dan biseksual serta pemakaian obat bius secara intravena. Transmisi perinatal jarang terjadi karena masih relatif sedikit pengidap HIV. Perbandingan laki-laki dan perempuan yang terkena HIV adalah 10:1.
b. Pola II terdapat di daerah Sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, dan Karibia. Penyebaran terutama terjadi melalui hubungan heteroseksual. Transmisi perinatal merupakan masalah besar karena 5-15% atau lebih perempuan hamil telah tertular HIV. Perbandingan laki-laki dan perempuan yang terkena HIV adalah 1:1.
2.6 Gejala Klinis HIV/AIDS
Gejala dari infeksi akut HIV menyerupai mononucleosis infeksiosa, meliputi demam, ruam di kulit, pembengkakan kelenjar getah bening, rasa tidak enak badan yang berlangsung 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan menghilang, meskipun pembengkakan kelenjar getah bening masih terjadi. Seiring dengan penurunan imunitas tubuh, penderita akan memperlihatkan gejala-gejala kronis seperti diare lebih dari satu bulan, berat badan menurun hingga 10% dalam satu bulan, demam berkepanjangan selama satu bulan, nafas pendek, serta bercak putih pada lidah (kandidiasis oral). Ketika sistem imun sudah semakin buruk, maka muncul penyakit oportunistik berat yang sangat bervariasi atau neoplasma yang tidak umum, terutama sarkoma kaposi. Penderita pada tahap ini sudah dikategorikan ke dalam AIDS.17
World Health Organization (WHO) menetapkan empat stadium klinis pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS yakni sebagai berikut:
Tabel 2.2 Empat Stadium Klinis Pada Pasien HIV/AIDS Stadium 1
Asimtomatik
Tidak terjadi penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan
Penurunan berat badan 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (kelitis angularis) Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (pruritic popular eruption)) Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit Sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB paru dalam 1 tahun terakhir
Gingivitis/periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb < 8 g%), netropenia (< 5.000/ml), trombositopeni kronis (< 50.000/ml)
Stadium 4 Sakit Berat
(AIDS)
Sindrom wasting HIV
Pneumonia pneumosistis, pnemoni bakterial yang berat berulang Herpes simpleks ulseratif lebih dari 1 bulan
Kandidosis esophageal TB ekstraparu
Sarkoma Kaposi
Retinitis CMV (Cytomegalovirus) Abses otak toksoplasmosis
Encefalopati HIV Meningitis kriptokokus
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Lekoensefalopati multifocal progresif (PML)
Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis meluas, histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis
Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin Kanker serviks invasif
Leismaniasis atipik meluas
Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIV
Sumber: WHO, 200827
2.7 Infeksi Opurtunistik
Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit CD4 sebagai pertanda munculnya IO pada penderita AIDS. Penurunan CD4 disebabkan oleh kematian CD4 yang dipengaruhi oleh HIV. Infeksi-infeksi opurtunistik umumnya terjadi bila jumlah CD4 < 200 sel/mL atau dengan kadar lebih rendah.11
Infeksi opurtunistik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV. Infeksi ini biasanya tidak terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV hingga jumlah sel T CD4 turun menjadi 200 sel/mL darah. Ketika pengobatan terhadap beberapa patogen opurtunistik dilaksanakan dan penatalaksanaan pasien AIDS memungkinkan ketahanan yang lebih lama, spektrum IO mengalami perubahan.20
Terdapat enam prinsip dasar dalam mendiagnosis dan mengobati penyakit infeksi pada penderita AIDS, yaitu:17
a. Penyakit infeksi parasit, jamur, dan virus pada penderita AIDS biasanya tidak dapat disembuhkan. Terkadang penyakit infeksi tersebut dapat diatasi pada tahap akut, namun biasanya dibutuhkan pengobatan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
b. Sebagian besar penyakit infeksi pada penderita AIDS adalah akibat reaktivasi kuman yang sudah ada pada penderita, jadi bukan infeksi baru. Biasanya tidak menular, kecuali tuberkulosis paru, herpes zoster, dan salmonellosis.
d. Jenis infeksi parasit atau jamur pada penderita AIDS di suatu daerah tergantung dari prevalensi parasit/jamur tersebut pada penduduk setempat.
e. Infeksi pada penderita AIDS biasanya berat dan seringkali dalam bentuk disseminata.
f. Beberapa jenis penyakit infeksi sekarang sduah dikenal berkaitan erat dengan AIDS.
Data dari Dirjen PP&PL Kementerian Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa IO yang paling banyak dilaporkan pada penderita AIDS di Indonesia adalah tuberkulosis (11.513 kasus). Diikuti kandidiasis orofaringeal (6.605 kasus), diare kronis (6.567 kasus), dermatitis generalisata (1.676 kasus), dan limfadenopati generalisata persisten (778 kasus).29
Hasil penelitian Jannah (2010) di RSUD Dr. Soetomo menyebutkan bahwa IO yang paling sering dijumpai adalah kandidiasis oral (23,0%), selanjutnya diare (12,0%), tuberkulosis (12%), pneumocystis carinii (7%), pneumonia (6%), sepsis (6%), pruritic popular eruption (6%), cytomegalovirus (4%), toksoplasmosis (4%), dan TB ekstraparu (3%).30
2.8 Epidemiologi Infeksi Opurtunistik pada Penderita AIDS
2.8.1 Distribusi dan Frekuensi Infeksi Opurtunistik pada Penderita AIDS a. Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyebab kematian utama pada orang dewasa di negara berkembang. Tuberkulosis erat kaitannya dengan kerusakan imunitas seluler, sedangkan orang yang terinfeksi HIV imunitas selulernya rusak. Infeksi tuberkulosis seringkali mendahului diagnosis AIDS.
Tuberkulosis pada penderita AIDS dapat menyerang susunan saraf pusat dan menyebabkan kematian. Pengobatan yang dilakukan pada dasarnya serupa dengan pengobatan TB paru pada umumnya, namun dengan sedikit perubahan.
Sistem kekebalan tubuh pada orang yang sehat dapat mengendalikan basil tb agar tidak menyebabkan penyakit. Namun, kuman ini dapat menimbulkan infeksi opurtunistik pada penderita AIDS. Angka TB pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) 40 kali lebih tinggi dibanding angka orang bukan penderita AIDS. Angka TB paru meningkat di seluruh dunia karena infeksi HIV. Penting bagi ODHA untuk mencegah dan mengobati TB sesegera mungkin.28
HIV merupakan faktor risiko yang paling potensial untuk terjadinya TB aktif, baik pada orang yang baru terinfeksi maupun mereka dengan infeksi TB laten. Risiko terjadinya TB pada orang dengan ko-infeksi HIV/TB berkisar antara 5-10% per tahun. Sekitar 60% ODHA berkembang menjadi TB aktif semasa hidupnya.
tuberkulosis. Di Afrika, proporsi perempuan penderita AIDS yang juga menderita TB lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki penderita AIDS yang menderita TB. Namun tingkat kematian lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan.32
Pada tahun 2000, kejadian HIV/TB secara global menunjukkan bahwa 9% dari 8,3 juta kasus TB pada kelompok umur 15-49 tahun diakibatkan oleh infeksi HIV. Sekitar 1,8 juta kematian akibat TB, 12% diakibatkan oleh HIV/AIDS. TB paru merupakan penyebab kematian dari 11% pasien AIDS. Hampir 6 juta orang dewasa dengan HIV di Asia Tenggara, 40-50% terinfeksi TB.32
Penelitian yang dilakukan oleh Sidebang (2010) di Puskesmas Tanjung Morawa menunjukkan proporsi terjadinya IO tuberkulosis pada kelompok umur 15-39 tahun adalah 94,1% dan kelompok umur > 15-39 tahun sebanyak 5,9%. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki ODHA lebih banyak menderita tuberkulosis dengan proporsi 88,2%. Sementara itu perempuan hanya 11,8%.33 Penelitian Dikromo (2008) menunjukkan bahwa di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, kasus infeksi opurtunistik TB paru pada ODHA terjadi pada usia 20-29 tahun (61,4%) dan laki-laki (83,1%). Kadar CD4 berada di bawah 200 sel/mL darah (78,3%).34
b. Kandidiasis orofaringeal
Kandidiasis orofaringeal adalah infeksi opurtunistik mukosa orofaringeal yang pada banyak kasus disebabkan oleh jamur Candida albicans, tetapi dapat juga disebabkan oleh spesies lain seperti Candida glabrata, Candida tropicalis, dan
pada ODHA. Kandidiasis mulut sering mendahului IO lainnya atau sarkoma kaposi dalam waktu satu tahun atau lebih.17
Kandidiasis oral merupakan manifestasi yang paling umum dan dini, sebagai tanda permulaan dari infeksi HIV. Limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mL merupakan faktor risiko terjadinya kandidiasis oral, sedangkan jika kurang dari 100 sel/mL akan timbul juga kandidiasis kuku.11
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Angita (2011) diketahui bahwa di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, penderita AIDS dengan kandidiasis orofaringeal terbanyak adalah laki-laki (69%), dengan rentang usia 30-39 tahun, pekerjaan buruh dan pegawai swasta (21,43%), sudah menikah (88,09%), jumlah CD4 < 50 sel/mL darah (78,57%).35 Hasil penelitian Sasmita (2010) di RSUD DR. Soetomo menunjukkan bahwa 41,94% penderita kandidiasis oral memiliki jumlah CD4 < 50 sel/mL darah, 87,1% memiliki riwayat tidak menggunakan ARV dan 64,52% terjadi pada kelompok heteroseksual.36
c. Diare Kronis
Penelitian menunjukkan bahwa infeksi bersamaan antara diare kronis dan HIV/AIDS pada anak-anak lebih berbahaya dibandingkan pada anak-anak yang hanya mengidap HIV/AIDS. Suatu studi di Republik Kongo menjumpai risiko kematian disebabkan diare kronis pada anak yang mengidap HIV 11 kali lebih besar dari anak yang tidak mengidap HIV.38
Di negara dengan obat antiretroviral (ARV) yang sudah tersedia dengan cukup, insidens diare kronis pada penderita AIDS menurun dari 53% menjadi 13%. Sedangkan di negara dengan obat ARV yang kurang tersedia, insidens diare kronis pada penderita AIDS masih tetap tinggi. Namun, penelitian di Boston dimana obat antiretroviral cukup tersedia, sebanyak 40% orang dewasa yang terinfeksi HIV mengalami paling sedikit satu kali diare selama satu bulan pengobatan ARV.12
Penelitian Farozanah (2010) di RSUP H. Adam Malik menunjukkan bahwa proporsi ODHA dengan diare kronis pada laki-laki sebesar 77% dan perempuan sebesar 23%. Dimana 88% dari penderita adalah dewasa, 8% anak-anak, dan 4% lansia. Jumlah CD4 < 200 sel/mL darah 54% dan CD4 ≥ 200 sel/mL darah 46%. 39 Penelitian Sidebang (2010) membuktikan bahwa frekuensi kejadian diare kronis pada ODHA tertinggi pada kelompok umur 15-39 tahun (50,0%), diikuti kelompok umur < 15 tahun dan > 39 tahun yang masing-masing 25,0%. Laki-laki ODHA memiliki proporsi 100,0% menderita diare kronis.33
d. Sarkoma Kaposi
pustul, nodul, atau plak berwarna merah atau ungu. Kelainan ini merupakan salah satu tanda khas infeksi HIV. Beberapa penelitian di Asia tidak mendapatkan penderita HIV/AIDS yang mempunyai kelainan kulit sarkoma kaposi.40
Sarkoma kaposi memengaruhi kurang lebih 20% ODHA di Amerika Serikat yang tidak memakai terapi ARV. Angka di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi tampaknya lebih rendah. Sarkoma kaposi terutama terjadi pada laki-laki. Di Amerika Serikat, laki-laki penderita AIDS berisiko delapan kali lebih besar untuk mendapat sarkoma kaposi dibandingkan perempuan.28 Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada tahun 2010 ditemukan bahwa proporsi sarkoma kaposi pada penderita AIDS sebesar 0,8%.41
e. Pneumocystis Carinii Pneumonia
Pneumocystis carinii pnemumonia merupakan IO dengan gejala utama demam, batuk kering yang tidak produktif, lemah, nafas pendek yang terjadi secara bertahap dan tidak ada rasa sakit. Diagnosis ditegakkan dengan adanya kista-kista yang khas pada sekret pernafasan. Di Amerika Serikat, IO ini merupakan penyebab kematian ke-2 pada penderita AIDS.42
2.8.2 Determinan Infeksi Opurtunistik pada Penderita AIDS a. Determinan Tuberkulosis Pada Penderita AIDS
Tuberkulosis disebabkan oleh kuman berbentuk batang, yaitu Mycobacterium tuberculosis. Berbeda dengan IO pada umumnya, agen penyebab tuberkulosis merupakan agen tunggal.
Pada dasarnya, masyarakat sudah memiliki agen infeksius ini di dalam tubuhnya. Namun karena sistem imun masih bisa menahan infeksinya, sebagian besar tidak menunjukkan gejala tuberkulosis sampai meninggal. Pada penderita AIDS dengan sistem imun yang buruk, mengakibatkan basil ini aktif untuk menginfeksi paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis memiliki ukuran panjang 1-4 µ dengan lebar 0,3-0,6 µ. Basil ini tumbuh optimal pada suhu 37°C dengan tingkat keasaman 6,4-7,0. Struktur dinding sel yang kompleks menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yakni apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.44
b. Determinan Kandidiasis Orofaringeal pada Penderita AIDS
tidaklah mengherankan, sebab 50% rongga mulut manusia yang sehat membawa jamur ini sebagai komponen normal mikroflora mulut.45
Kandidiasis orofaringeal secara tidak langsung menyebabkan kematian, namun rasa nyeri menyebabkan kesulitan asupan makanan yang berakibat menurunnya kualitas hidup dan berpengaruh buruk terhadap sistem kekebalan tubuh yang memang telah terganggu pada penderita AIDS.46
c. Determinan Diare Kronis pada Penderita AIDS
Diare kronis yang terjadi pada penderita AIDS dapat diakibatkan oleh berbagai penyebab (multifaktorial), antara lain bakteri, parasit, jamur, dan virus. Gejala yang sering ditimbulkannya adalah rasa keram pada lambung, nausea, lemah, berat badan menurun, hilang selera makan, muntah, dan dehidrasi. Hal ini berlangsung terus-menerus selama 4 minggu atau berulang-ulang selama 8 minggu. Selain itu juga bisa disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium avium kompleks
dengan gejala demam berkelanjutan, keringat pada malam hari, berat badan menurun, anemia, nyeri badan, pusing, diare, dan kelemahan. Infeksi biasanya terjadi apabila jumlah CD4 < 50 sel/mL darah.47
Diare disebabkan oleh berbagai jenis infeksi protozoa, yaitu Microsporodium, Cryptosporodium, Isospora belli, Giardia lambia, Entamoeba histolytica, Leishmania
virus yang sering menyebabkan diare adalah Cytomegalovirus, Herpes simplex,
Adenovirus, Rotavirus, dan Norwal.48
Di Amerika Serikat, penyebab diare kronis pada penderita AIDS yang paling sering adalah Clostridium difficile sebanyak 51,3% dan protozoa yang lain sebanyak 18%.49 Di Uganda sebanyak 47% penderita AIDS dirawat dengan keluhan diare kronis dan dari pemeriksaan kultur tinja, penyebab yang paling banyak adalah
Criptosporodium, Isospora belli, Mycrosporodia, Giardiasis, Shigellosis, Amebiasis,
Salmonellosis, Strongyloides, Candidiasis, Campylobacter, Cytomegalovirus, dan
Mycobacterium avium complex.50
Di India, protozoa penyebab diare yang paling banyak dijumpai pada pasien penderita AIDS adalah Cryptosporodium (46,4%) dan Microsporodium (26,8%).49 Sedangkan di Kenya, penyebab diare kronis yang paling sering pada penderita AIDS adalah Cryptosporodium sp. (17%) dan Salmonella typhimurim (13%).51
d. Determinan Sarkoma Kaposi Pada Penderita AIDS
e. Determinan Pneumocystis Carinii Pneumonia Pada Penderita AIDS
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci yang memiliki struktur berbeda dengan khamir dan kapang pada umumnya. Sampai tahun 1988 jamur tersebut digolongkan sebagai protozoa sebab kesamaan morfologi dan respons hospes dengan protozoa, perbedaan fenotipe dengan jamur pada umumnya, obat antifungal tidak efektif terhadap P. jiriveci, serta obat antiprotozoa efektif terhadap jamur tersebut. Presentasi klinis PCP biasanya terjadi pada penderita AIDS dengan jumlah CD4 < 200 sel/mL darah (pada 90% kasus) dengan gejala berupa demam, batuk nonproduktif, rasa berat di dada, serta sesak yang progresif dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.43
2.9 Pencegahan HIV/AIDS 2.9.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan agar orang yang sehat tetap sehat atau tidak menjadi sakit. Pencegahan tingkat pertama pada HIV/AIDS dapat dilakukan dengan :
a. Melakukan tindakan seks yang aman dengan pendekatan “ABC” yaitu
Abstinence artinya absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah, Be Faithful artinya setia pada satu pasangan yang sah, dan jika kedua hal tersebut tidak memungkinkan maka plihan berikutnya adalah dengan menggunakan kondom secara konsisten (Use Condom). b. Pada pengguna napza suntikan, selalu berusaha untuk menggunakan jarum
suntik yang steril dan tidak menggunakannya secara bersama-sama. Alangkah baiknya berhenti menggunakannya.
d. Melakukan skrining yang konsisten terhadap produk darah maupun organ yang didonorkan serta menghindari jahitan, transfusi, atau tindakan invasif lainnya yang kurang perlu.
e. Untuk mencegah penularan vertikal dari ibu positif HIV ke anaknya, maka pencegahan dapat dilakukan dengan cara mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan. Bila sudah hamil, diusahakan untuk tidak sampai menularkan ke bayinya. Dan jika bayi sudah terinfeksi, diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.26
2.9.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan tahap kedua ini dilakukan untuk mencegah agar infeksi opurtunistik tidak terjadi, kalaupun terjadi tidak menyebabkan kondisi yang sangat berisiko. Beberapa tindakan yang dilakukan adalah:
a. Melakukan diagnosis dini terinfeksi HIV/AIDS dengan menggunakan uji laboratorium terhadap spesimen darah di klinik VCT. Diagnosis pasti terinfeksi HIV ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dimulai dengan uji ELISA (Enzym linked Immunosorbent Assay) dilanjutkan dengan uji Western blot karena uji ini mampu mendeteksi komponen yang terkandung di dalam HIV.3 Sementara itu, Departemen Kesehatan RI (2005) menetapkan diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans, yaitu:
1. Dewasa (> 12 tahun) apabila:
a. Tes HIV + dan ditemukan 2 tanda mayor dan 1 tanda minor, b. Ditemukan sarkoma kaposi atau PCP.
2. Anak-anak (≤ 12 tahun) apabila:
b. Jika umur < 18 bulan, tes HIV + dan ditemukan 2 tanda mayor dan 2 tanda minor dengan ibu yang HIV +.
Tabel 2.3 Diagnosis AIDS Berdasarkan Tanda Mayor dan Minor
Tanda Mayor Tanda Minor
a) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan
b) Diare kronis lebih dari 1 bulan
c) Demam menetap lebih dari 1 bulan secara konstan atau intermiten
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e) Ensefalopati HIV
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan b) Dermatitis generalisata
c) Herpes zoster rekuren
d) Infeksi herpes simpleks virus kronis progresif
e) Kandidiasis orofaringeal
f) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
g) Retinitis oleh virus cytomegalovirus (CMV)
Sumber: Depkes RI, 200552
Saat ini, pemerintah telah menyelenggarakan klinik Voluntary, Councelling, and Testing (VCT) untuk mengetahui status HIV/AIDS secara dini. Klinik VCT mencakup proses konseling pra-testing, konseling pos-testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu seseorang untuk mengetahui status HIV. Konseling pra-testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas hasil tes HIV yang akan dihadapi. Konseling pos-testing membantu seseorang untuk mengerti dan menerima status (HIV +) dan merujuk pada layanan dukungan yang tersedia.53
b. Pengobatan suportif untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini termasuk profilaksis kotrimoksasol, terapi antiretroviral (ART), serta nutrisi yang baik bagi ODHA.
Beberapa IO pada ODHA dapat dicegah dengan pemberian pengobatan profilaksis. Terdapat dua macam pengobatan ini, yaitu profilaksis primer untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita dan profilaksis sekunder untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya. Berikut adalah tabel mengenai anjuran pemberian profilaksis kotrimoksasol pada ODHA:
Tabel 2.4 Pemberian Kotrimoksasol Sebagai Profilaksis
Indikasi Saat Penghentian Dosis Pemantauan
Bila tidak tersedia
jumlah sel CD4 dan terjangkau, kotrimoksasol diberikan pada pasien dengan CD < 200 sel/mL
Bila sel CD4 naik > 200 sel/mL pada pemeriksaan dua kali interval 6 bulan berturut-turut jika mendapatkan ARV Semua bayi lahir dari ibu
hamil HIV + berusia 6 minggu
Dihentikan pada usia kehamilan 18 bulan dengan hasil tes HIV -. Jika hasil tes HIV +, dihentikan pada usia 18 bulan jika mendapatkan terapi ARV
Trimetropim 8-10 mg/kg BB dengan dosis tunggal
Sumber: Kemenkes RI, 20116
b.2 Terapi Antiretroviral (ART)
Saat yang paling tepat untuk memulai terapi ARV adalah sebelum pasien jatuh sakit atau muncunya IO yang pertama. Artinya, pada saat penderita dinyatakan HIV +, dianjurkan untuk segera memulai terapi ARV. Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila terapi ARV dimulai pada saat CD4 < 200 sel/mL darah dibandingkan bila terapi dimulai pada CD4 di atas jumlah tersebut. Apabila tersedia sarana tes CD4, maka terapi dimulai sebelum CD4 kurang dari 200 sel/mL darah. Berikut adalah tabel yang menunjukkan waktu untuk memulai terapi ARV:
Tabel 2.5 Saat Untuk Memulai Terapi ARV Pada ODHA Stadium
Klinis
Bila tersedia pemeriksaan CD4 Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4 1 Terapi ARV dimulai jika CD < 200
sel/mL darah
Terapi ARV belum diberikan
2 Bila jumlah total limfosit < 1200 sel/mL
darah 3 Jika CD4 diantara 200-350 sel/mL
darah, pertimbangkan untuk diberikan ARV sebelum CD turun menjadi di bawah 200 sel/mL darah
Terapi ARV dimulai tanpa memandang jumlah limfosit total
4 Terapi ARV dimulai tanpa memandang jumlah CD4
Sumber: Kemenkes RI, 20116
Tabel 2.6 Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)
Golongan Obat dan Mekanisme Kerja Nama Obat
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
(NRTI). Bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase sehingga pertumbuhan rantai DNA hasil replikasi virus terhenti.
Abacavir (ABC) Didanosin (ddI) Lamivudine (3TC)
Stavudine (d4T) Zidovudin (ZDZ atau AZT) Tenofir disoproxil fumarat (TDF)
Emtricitabine (FTC)
Non-nucleoside Reverse Transcriptase
(NNRTI). Bekerja dengan cara menghambat transkripsi RNA HIV menjadi DNA.
Nevirapin (NVP) Efavirenz (EFZ)
Protease Inhibitor (PI). Bekerja dengan cara menghambat enzim protease HIV sehinggan pematangan virus tidak terjadi.
Indinavir (IDV)
Saat ini, regimen terapi ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari tiga jenis obat ARV. Pemerintah Indonesia menganjurkan untuk menggabungkan 2 jenis obat ARV golongan NRTI ditambah 1 jenis dari golongan NNRTI pada lini pertama terapi ARV, yaitu:
Tabel 2.7 Kombinasi Obat untuk Terapi ARV Lini Pertama
Obat A Obat B
Sumber: Kemenkes RI, 20116
terapi ARV mengharuskan ODHA menggunakan terapi ARV lini kedua, yang terdiri dari:
Tabel 2.8 Kombinasi Obat untuk Terapi ARV Lini Kedua
Obat A Obat B
Didanosisn + Abacavir
Ritonavir Abacavir + Tenofir disoproxil fumarat
Lamivudine + Tenofir disoproxil fumarat Efavirenz + Nevirapin
Sumber: Kemenkes RI, 20116
b.3 Nutrisi Pada ODHA
Gangguan sistem kekebalan tubuh pada ODHA dapat menurunkan status gizi akibat kurangnya asupan makanan karena berbagai jenis infeksi. Status nutrisi seseorang dapat ditentukan dengan menilai indeks massa tubuh (IMT). Laporan di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan menemukan dari 752 responden ODHA , sebanyak 1% berada pada stadium 4 dengan status gizi buruk (IMT 16,92 ) dan sekitar 80% ODHA mempunyai masalah gizi antara lain kehilangan BB (wasting), diare, mual dan muntah, tidak nafsu makan (appetite) dan oral kandidiasis.26
CDC (2003) mengklasifikasikan IMT menjadi lima kategori, yaitu:25 1. IMT < 18,5 kg/m2 sebagai berat badan kurang,
2. IMT 18,5-22,9 kg/m2 sebagai berat badan normal, 3. IMT 23-24,9 kg/m2 sebagai praobes
4. IMT 25-29,9 kg/m2 sebagai obes tingkat I 5. IMT ≥ 30 kg/m2 sebagai obes tingkat II
Hasil penelitian Koethe (2011) di Amerika Serikat melaporkan bahwa sebanyak 58% ODHA dengan IMT di bawah 18,5 kg/m2 memiliki jumlah CD4
220-255 sel/mL darah, dan hanya 19% dengan IMT 23-24,9 kg/m2 yang memiliki CD4 sekitar 260 sel/mL darah. Selain itu, didapatkan hasil bahwa risiko ODHA
mengalami kematian paling tinggi ditemukan pada IMT di bawah 18,5 kg/m2 sebesar
80%.53 Hasil penelitian Susilowati (2009) di Semarang dan sekitarnya menunjukkan
bahwa ODHA yang memiliki IMT di bawah 18,5 kg/m2 sebanyak 63% dan dengan
IMT 18,5-22,9 kg/m2 sebanyak 37%.54
c. Pengobatan infeksi opurtunistik untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. Penanganan terhadap infeksi ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan sesuai anjuran petugas kesehatan.
d. Pengobatan antiretroviral (ARV) untuk menghambat kinerja enzim reverse transcriptase atau enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik menjadi jarang terjadi dan lebih mudah diatasi, meskipun ARV belum bisa menyembuhkan pasien HIV/AIDS.
2.9.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS, baik fisik,ekonomi, maupun sosial. Beberapa hal yang dilakukan pada pencegahan tingkat ketiga ini adalah:
a. Tidak menjauhi atau mengucilkan ODHA.
b. Membangkitkan harga dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalunya yang indah.
d. Perlu diberikan perawatan paliatif bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal, yang mencakup pemberian kenyamanan, persiapan menjelang kematian meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan pemakaman.26
2.10 Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka di atas, maka kerangka
konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
KARAKTERISTIK PENDERITA AIDS DENGAN INFEKSI OPURTUNISTIK
1. Sosiodemografi Umur
Jenis Kelamin Suku
Pendidikan Pekerjaan
Status pernikahan Tempat tinggal
2. Jenis infeksi opurtunistik 3. Transmisi penularan 4. Jumlah CD4
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan desain case series.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan dengan alasan ketersediaan data serta kesediaan pihak RSUP H. Adam Malik Medan untuk memberikan izin penelitian.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan Januari-Juni 2013.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah semua data penderita AIDS dengan infeksi opurtunistik yang tercatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 yang berjumlah 223 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah semua data penderita AIDS dengan infeksi opurtunistik yang tercatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012. Besar sampel sama dengan populasi (total sampling).
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram bar, dan diagram pie.
3.6 Definisi Operasional
3.6.1 Umur adalah lamanya waktu hidup semenjak dilahirkan sampai umur penderita AIDS dengan IO dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 dan dikelompokkan menurut rumus Sturgess.
3.6.2 Jenis kelamin adalah ciri khas (organ reproduksi) penderita AIDS dengan IO yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 yang dikelompokkan menjadi:
1. Laki-laki 2. Perempuan
3.6.3 Suku adalah suku yang terdapat di Indonesia sesuai dengan yang tercatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, yang dikategorikan menjadi:
3.6.4 Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh penderita AIDS dengan IO yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, dikelompokkan atas:
1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 2. Tamat SD/Sederajat
3.6.5 Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan sehari-hari oleh penderita AIDS dengan IO yang dikelompokkan berdasarkan penghasilan penderita sesuai dengan yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, yang dikategorikan menjadi:
1. Bekerja (PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta, Sopir, Buruh Bangunan, Pekerja Seks Komersial)
2. Tidak bekerja (Tidak Bekerja, Ibu Rumah Tangga)
3.6.6 Status pernikahan adalah identitas penderita AIDS dengan IO yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, yang dikategorikan menjadi:
1. Menikah 2. Tidak menikah
3.6.7 Tempat tinggal adalah tempat dimana penderita AIDS dengan IO berdomisili sesuai dengan yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, yang dikategorikan menjadi:
1. Medan 2. Luar Medan
3.6.8 Jenis infeksi opurtunistik adalah jenis penyakit yang diderita oleh penderita AIDS yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012 dan dikategorikan menjadi:
1. Tuberkulosis 2. Oral candidiasis 3. Diare kronis 4. Sarkoma kaposi
5. Pneumocystis carinii pneumonia 6. Lainnya
3.6.9 Transmisi penularan adalah cara atau jalur transmisi infeksi HIV untuk menyebar dari orang yang satu ke orang yang lainnya, yang dikelompokkan menjadi:
1. Heteroseksual 2. Homoseksual 3. Penasun 4. Tato
3.6.10 Jumlah CD4 adalah jumlah CD4 pada penderita AIDS dengan IO pada akhir perhitungan yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, yang dikelompokkan menjadi:
1. < 200 sel/mL 2. ≥ 200 sel/mL
3.6.11 Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang yang menentukan status nutrisi seseorang yang dicatat di rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012, dikelompokkan menjadi:
BAB 4 HASIL
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ± 10 Ha dan terletak di jalan Bunga Lau No. 17 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Sebagai rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan memiliki 1.955 orang tenaga yang terdiri dari 790 orang tenaga medis dari spesialis dan subspesialis, 604 orang paramedis perawatan, 298 orang paramedis nonperawatan dan 263 orang tenaga nonmedis serta ditambah dengan dokter brigade siaga bencana (BSB) sebanyak 8 orang.
RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, dan hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medis, kardiovaskular, mikrobiologi, nefrologi, dan endokrinologi), pelayanan penunjang nonmedis (instalasi gizi, farmasi, Central Sterilization Supply Depart (CSSD), penyuluh kesehatan masyarakat rumah sakit (PKMRS), dan bioelektro medis) serta pelayanan nonmedis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil, dan pemulasaran jenazah).