KETAHANAN PENETRASI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA
PENGGUNAAN LAHAN BUDIDAYA MONOKULTUR
FANIYOSI NAFISAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Penetrasi dan Sifat Fisik Tanah Pada Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016 Faniyosi Nafisah NIM A14110036
ABSTRAK
FANIYOSI NAFISAH. Ketahanan Penetrasi dan Sifat Fisik Tanah Pada Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur. Dibimbing oleh WAHYU PURWAKUSUMA dan DWI PUTRO TEJO BASKORO
Ketahanan penetrasi tanah merupakan cerminan mudah tidaknya tanah ditembus oleh akar tanaman. Akar tanaman harus mampu menembus tanah tanpa adanya hambatan untuk menyerap air dan hara yang dibutuhkan tanaman. Ketahanan penetrasi pada tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur, bobot isi, dan kandungan bahan organik. Sifat-sifat tanah tersebut sampai tahap tertentu dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan penetrasi tanah serta kaitannya dengan sifat tanah latosol pada penggunaan lahan budidaya monokultur; kebun buah naga, kebun jeruk, kebun jambu dan semak belukar sebagai kontrol. Ketahanan penetrasi diukur dengan alat penetrometer saku pada tiap-tiap penggunaan lahan. Pengamatan lapang terhadap nilai ketahanan penetrasi yang dilakukan selama tujuh hari berurut-urut menghasilkan pola grafik yang semakin meningkat seiring bertambahnya hari tidak hujan. Ketahanan penetrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan dari tertinggi hingga terendah secara berurut-urut adalah pada kebun jeruk, kebun buah naga, kebun jambu dan semak belukar. Ketahanan penetrasi tanah pada kondisi kadar air tanah minimum dari tertinggi hingga terendah secara urut pada kedua kedalaman 0-20cm dan 20-40cm adalah pada kebun jeruk 4.45kg/cm² dan 4.08kg/cm² dengan kadar air 26.80% dan 32.78%, kebun buah naga 4.38kg/cm² dan 3.85kg/cm² dengan kadar air 31.25% dan 36.59%, kebun jambu 4.27kg/cm² dan 3.80kg/cm² dengan kadar air 29.06% dan 38.65% dan semak belukar 4.19kg/cm² dan 3.87kg/cm² dengan kadar air 29.06% dan 27.03%. Setiap penggunaan lahan setelah tujuh hari tidak turun hujan mengalami peningkatan ketahanan penetrasi pada kedua kedalaman seiring bertambahnya hari tidak hujan namun secara umum belum menghambat perkembangan akar khususnya pada tanaman tahunan.
ABSTRACT
FANIYOSI NAFISAH. Penetration Resistance and Physical Properties of Soil on Monoculture Cultivation. Supervised by WAHYU PURWAKUSUMA and DWI PUTRO TEJO BASKORO
Soil penetration resistance expresses the ability of soil penetrated by plant roots. Plant roots should be able to penetrate into soil without any obstacles to absorb water and nutrients. Soil penetration resistance is influenced by soil water content, texture, bulk density, and organic matter content. Which are influenced to some extent by land use type. The study aims to determine soil penetration resistance and its relation to soil properties on monoculture farming system i.e: dragon fruit, citrus, guava and shrubs on Latosol. Penetration resistances were measured using a pocket penetrometer. Field observation of the penetration resistance in seven consequtive non-rainydays showed that soil penetration increase with time. The highest soil penetration resistance was found on citrus land, followed by dragon fruit land, guava land and shrubs. Penetration resistance of 0-20cm and 20-40cm soil layers under conditions of minimum soil moisture contents from the highest to the lowest are 4.45kg/cm² and 4.08kg/cm² with a water content of 26.80% and 32.78% on citrus land, 4.38kg/cm² and 3.85kg/cm² with a water content of 31.25% and 36.59% on dragon fruit land, 4.27kg/cm² and 3.80kg/cm² with a water content of 29.06% and 38.65% on guava land and 4.19kg/cm² and 3.87kg/cm² with a water content of 29.06% and 27.03% on shrubs. Penetration resistance of both soil layers on every land use increased with time during seven consecutive non-rainydays but in general the penetration resistance values are still in normal range for perennial crops.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
FANIYOSI NAFISAH
KETAHANAN PENETRASI DAN SIFAT FISIK TANAH PADA
PENGGUNAAN LAHAN BUDIDAYA MONOKULTUR
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Ketahanan Penetrasi dan Sifat Fisik Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan Budidaya Monokultur”. Skripsi ini merupakan tugas akhir program sarjana pertanian (S1) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga Besar Oekoek tercinta yang tak pernah henti memberikan kasih sayang, semangat, doa dan motivasi kepada penulis;
2. Ir. Wahyu Purwakusuma MSc sebagai dosen pembimbing skripsi maupun akademik yang telah memberikan banyak arahan, kesabaran dan nasihat;
3. Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro MSc dan Dr. Ir. Latief M Rachman MSc MBA sebagai dosen pembimbing skripsi kedua dan dosen penguji atas saran, arahan dan masukkannya;
4. Siti Sholichah dan Ressa Yasmine atas kerja sama, bantuan dan pengertiannya selama penelitian bersama penulis;
5. Regina Haery, Eka Afera, Rani Yunita, Yana Kristin, Dieny, Meli, Deni Ari, Rere Agnes, Vini Soang, Indah, Ujem, Diendra, Nisa Latifah, Nurul, Ichsan, Ninis dan seluruh teman-teman SOILER 48 yang selalu memberikan bantuan, semangat, do’a serta keceriaan; 6. Segenap Keluarga SABISA Farm atas bantuan kepada penulis selama
penelitian;
7. Segenap keluarga Besar BLH Azimuth, khususnya angkatan IXX Gemercik Air Mandalawangi dan kakak asuh Indrayu W Ritonga 8. Segenap Staf Laboratorium Konservasi Tanah dan Air dan
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah atas bantuannya kepada penulis;
9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, Aamiin.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 1
Waktu dan tempat penelitian 1
Alat dan Bahan 2
Metode Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Kondisi umum lokasi penelitian 3
Sifat-sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan lahan 6 Ketahanan penetrasi tanah pada berbagai penggunaan
lahan 10
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 17
DAFTAR TABEL
1. Metode Analisis Sifat-Sifat Tanah 3
2. Tekstur Pada Berbagai Penggunaan Lahan 7
3. Bahan Organik Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan 8 4. Bobot Isi dan Porositas Total Pada Berbagai Penggunaan Lahan 9 5. Stabilitas Agregat Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan 10 6. Ketahanan Penetrasi Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan 13
DAFTAR GAMBAR
1. Peta Lokasi Penelitian 2
2. Kebun Buah Naga 4
3. Kebun jeruk 5
4. Kebun Jambu 5
5. Semak Belukar 6
6. Grafik Ketahanan Penetrasi Beberapa Hari Setelah Hujan 11 7. Hubungan Ketahanan Penetrasi Dengan Kadar Air Tanah 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap kandungan klei kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 17 2. Lampiran 2 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
kandungan klei kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 17 3. Lampiran 3 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bahan
organik kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 17
4. Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bahan
organik kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 17
5. Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bobot isi kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 18 6. Lampiran 6 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap bobot
isi kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 18
7. Lampiran 7 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap porositas total kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 18 8. Lampiran 8 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
porositas total kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 18 9. Lampiran 9 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap indeks
stabilitas agregat kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 19 10. Lampiran 10 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap indeks
11. Lampiran 11 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap ketahanan penetrasi hari ke-1 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 19 12. Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-1 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 19 13. Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-2 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 20 14. Lampiran 14 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-2 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 20 15. Lampiran 15 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-3 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 20 16. Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-3 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 20 17. Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-4 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 21 18. Lampiran 18 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-4 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 21 19. Lampiran 19 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-5 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 21 20. Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-5 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 21 21. Lampiran 21 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-6 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 22 22. Lampiran 22 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-6 kedalaman 20-40cm pada taraf 0.05 22 23. Lampiran 23 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
ketahanan penetrasi hari ke-7 kedalaman 0-20cm pada taraf 0.05 22 24. Lampiran 24 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan terhadap
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah sebagai media tumbuh perakaran tanaman diharapkan dapat memberikan kondisi yang mendukung tumbuh kembang akar. Akar tanaman harus mampu menembus tanah tanpa adanya hambatan untuk menyerap air dan hara yang dibutuhkan tanaman. Cerminan mudah tidaknya tanah ditembus oleh akar tanaman disebut dengan ketahanan penetrasi tanah. Ketahanan penetrasi tanah juga menggambarkan kepadatan dan ketahanan suatu tanah. Pemadatan atau ketahanan tanah dapat menjadi masalah akibat terhambatnya pertumbuhan akar tanaman sehingga berpengaruh pada menurunnya produksi tanaman. Ketahanan penetrasi tanah dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah seperti kadar air, kandungan bahan organik, dan bobot isi tanah (Whalley et al. 2007) dan tekstur (To dan Kay 2005). Islami dan Utomo (1995) menyatakan bahwa pengaruh sifat fisik tanah terhadap ketahanan penetrasi tanah berbeda-beda, karena ketahanan penetrasi tanah terdiri atas kekuatan geser, kekuatan tarik, dan ketahanan terhadap pemadatan. Kekuatan geser tanah dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan air tanah, dan bobot isi tanah; kekuatan tarik tanah dipengaruhi oleh jenis mineral klei, kandungan bahan organik, dan kadar air tanah; dan pemadatan tanah dipengaruhi oleh tingginya bobot isi tanah.
Pengolahan tanah pada setiap jenis budidaya pertanian memiliki jenis pengolahan yang berbeda sesuai kebutuhan dan kondisi lahan yang digunakan. Pada budidaya monokultur, pengolahan tanah akan spesifik bergantung dari jenis tanaman yang dibudidayakan. Winanti (1996) berpendapat bahwa perbedaan tutupan lahan mengakibatkan perbedaan sifat biofisik tanah karena setiap jenis tanaman memiliki sistem perakaran yang berbeda. Oleh karena itu, dengan memperhatikan potensi terbentuknya sifat biofisik tanah yang berbeda pada beberapa penggunaan lahan budidaya monokultur maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kaitannya dengan ketahanan penetrasi tanah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan penetrasi tanah serta kaitannya dengan sifat fisik tanah Latosol pada kebun buah naga, kebun jeruk, kebun jambu dan semak belukar.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
2
dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah terganggu dan contoh tanah agregat utuh pada tanah Latosol dari keempat penggunaan lahan yaitu: kebun buah naga, kebun jeruk, kebun jambu, dan semak belukar, dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis di laboratorium. Alat yang digunakan yaitu penetrometer saku (pocket penetrometer), linggis, cangkul, palu, golok, balok kayu, alumunium foil dan peralatan laboratorium.
Gambar 1 Lokasi Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: penetapan lokasi, pengambilan contoh tanah, persiapan alat dan bahan, analisis karakteristik fisik dan kimia tanah, dan pengukuran lapang serta pengolahan data.
Penetapan Lokasi
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan perbedaan penggunaan lahan pertanian monokultur. Dalam hal ini ditentukan di empat lokasi penggunaan lahan berbeda yaitu: lahan buah naga, lahan jeruk, lahan jambu dan semak belukar. Adapun semak belukar dijadikan sebagai kontrol.
Pengambilan Contoh Tanah
3
Penetapan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat-sifat tanah yang dianalisis adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan penetrasi tanah diantaranya: tekstur, bobot isi, kadar bahan organik, kadar air lapang dan stabilitas agregat. Parameter sifat fisik tanah dan metode analisis yang digunakan terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode Analisis Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat Fisik Tanah Contoh Tanah Metode
Tekstur Terganggu Pipet
Bobot Isi Agregat Clod
Bobot Jenis Partikel Terganggu Piknometer
Bahan Organik
Kadar Air Lapang Terganggu Gravimetrik
Pengukuran Ketahanan Penetrasi dan Kadar Air
Pengukuran ketahanan penetrasi dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer saku (Pocket Penetrometer) dengan cara menusukkan penetrometer sebanyak 10 kali dengan sudut 90° pada sisi tanah. Pengukuran dilakukan pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm disetiap titik pengamatan. Pengamatan dilakukan pada lubang berukuran ± 17cm x 17cm dengan kedalaman 40cm. Nilai yang diperoleh dari hasil tusukkan kemudian dirata-ratakan untuk mendapat nilai ketahanan penetrasi tanah pada setiap kedalaman.
Setiap pengukuran ketahanan penetrasi tanah diikuti dengan penetapan kadar air tanah. Pengukuran kadar air dilakukan dengan mengambil tanah pada titik bekas tusukkan alat penetrometer kemudian diukur secara gravimetrik di laboratorium. Pengukuran ketahanan penetrasi tanah dan kadar air lapang dilakukan selama tujuh hari berturut-turut tanpa hujan setelah satu kejadian hujan.
Pengolahan Data
Data sifat-sifat tanah beserta ketahanan penetrasi pada setiap penggunaan lahan dianalisis menggunakan ANOVA dan Uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum lokasi penelitian
Di Indonesia latosol umumya terdapat pada bahan induk volkanik, baik berupa tuffa atapun batuan beku. Latosol memiliki ciri solum tebal (1.5-10 m), kemasaman masam hingga agak masam (pH H2O 4.5-6.5), bahan organik rendah
4
University Farm Sindangbarang IPB adalah Latosol coklat kemerahan dengan bahan induk tuff andesit. Latosol merupakan tanah yang sudah terlapuk lanjut, warna tanah merah, cokelat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan, atau kuning.
Kebun Buah Naga
Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis yang mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca. Agar tanaman buah naga dapat tumbuh dengan baik dan maksimal, media tumbuhnya harus subur dan mengandung bahan organik yang cukup. Drainase harus berjalan baik dan bersifat porous, karena tanaman ini tidak tahan genangan air. Akar buah naga tidak memiliki akar tunggal, tanaman ini hanya memiliki akar serabut yang tumbuh dan berkembang secara mendatar (horizontal) di dalam tanah pada kedalaman sekitar 30 – 40cm atau lebih (Amalya dan Sobir 2013).
Gambar 2 Kebun buah naga
Kebun buah naga ini ditanami dengan varietas buah naga merah dan putih yang telah berumur satu tahun (Gambar 2). Sebelumnya lahan tersebut merupakan lapangan yang digunakan warga untuk berbagai kegiatan. Lahan seluas 0.5 ha ini ditanami buah naga dengan jarak tanam 3x3 m. Kebun ini tengah dikembangkan menjadi kebun agrowisata yang dikelola oleh mahasiswa, sehingga perawatan yang berhubungan dengan pengolahan tanahnya belum begitu intensif dibandingkan jika dikelola oleh petugas University Farm. Perawatan berupa pemupukkan pada piringan tanaman dilakukan tiga bulan sekali dengan pemberian pupuk kandang kotoran sapi, pupuk dasar N P K dan kapur. Adapun perawatan pembersihan gulma dilakukan secara berkala. Pengolahan tanah terakhir dilakukan pada akhir bulan Maret 2015.
Kebun Jeruk
5
Tanaman jeruk ini kurang lebih telah berumur 1.5 tahun dengan tinggi rata-rata tanaman satu meter dan ditanam dengan jarak tanam 4x4 meter pada lahan seluas 0.6 ha (Gambar 3). Pengolahan tanah di lahan ini dilakukan secara intensif oleh petugas University Farm dengan perlakuan perawatan berupa pembersihan gulma yang dilakukan satu bulan sekali dan pemupukkan KCL dan pupuk kandang kotoran ayam yang dilakukan tiga bulan sekali. Kebun ini digunakan sebagai kebun percobaan penelitian IPB sehingga selain aktivitas perawatan, terdapat pula aktivitas yang dilakukan untuk percobaan penelitian. Sebelumnya lahan ini merupakan lahan yang ditanami berbagai tanaman semusim dan telah mengalami pengolahan tanah serta pemupukan yang cukup intensif. Pengolahan tanah yang intensif dan tingginya aktivitas manusia dapat menyebabkan pemadatan tanah yang menyebabkan ketahanan penetrasinya meningkat. Pengolahan tanah terakhir dilakukan pada pertengahan bulan Januari 2015.
Gambar 3 Kebun jeruk
Kebun Jambu
Tanaman jambu kristal merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh di daerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Sistem perakaran adalah sistem akar tunggang, karena akar lembaganya terus tumbuh menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil dan akar pokok yang berasal dari akar lembaga disebut akar tunggang. Jambu memiliki akar tunggang yang bercabang berkerucut panjang dan tumbuh lurus kebawah sehingga memberi kekuatan lebih besar pada batang dan juga daerah perakaran menjadi amat luas (Tjitrosoepomo 2007).
6
Tanaman jambu yang ditanam telah berumur 4 tahun dengan tinggi rata-rata satu meter. Lahan seluas satu ha ini ditanami jambu kristal dengan jarak tanam 4x4 meter (Gambar 4). Perawatan oleh petugas University Farm berupa pemupukkan pada piringan tanaman dilakukan tiga bulan sekali dengan pemberian pupuk kandang kotoran ayam, pupuk dasar NPK dan kapur selain itu perawatan pembersihan gulma dilakukan secara berkala. Penggunaan lahan sebelumnya ditanami tanaman semusim berupa jagung dan kacang. Pengolahan tanah terakhir dilakukan pada bulan Januari 2015.
Semak Belukar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Semak belukar merupakan tumbuhan perdu yang memiliki kayu-kayuan kecil dan rendah. Lahan semak belukar merupakan tanah yang telah diusahakan, kemudian berubah menuju hutan kembali (karena ditinggalkan dan sebagainya). Lahan yang telah berumur 15 tahun ini merupakan lahan bekas ditanami tanaman singkong dan talas yang telah diberakan selama 3 tahun. Tidak adanya aktivitas manusia yang memanfaatkan lahan ini menyebabkan tumbuhnya tanaman liar seperti rerumputan, alang-alang, pohon pisang dan singkong karet. Lahan ini dijadikan lahan pembanding dengan penggunaan lahan budidaya monokultur lainnya untuk melihat perbandingan ada tidaknya pengaruh pengolahan lahan terhadap ketahanan penetrasi dan sifat fisik tanahnya.
Gambar 5 Semak Belukar
Sifat-Sifat Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan
Tekstur
7
Tabel 2 Tekstur pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan Kedalaman sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis ragam, keempat penggunaan lahan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Tekstur tanah pada keempat penggunaan lahan adalah klei dengan persentase klei yang cenderung lebih tinggi pada kedalaman 0-20cm pada kebun buah naga 58.23%, pada semak belukar 53.55%, selanjutnya pada kebun jeruk 53.01% dan terendah pada kebun jambu 52.37%. Pada kedalaman 20-40cm kadar klei tertinggi adalah pada kebun jeruk 56.80%, pada kebun buah naga 55.33%, pada kebun jambu 48.47% dan terakhir pada semak belukar 46.29%. Menurut Wesley (1973), tanah bertekstur klei memiliki sifat kohesif yang menunjukkan suatu keadaan saling melekat satu sama lain. Sifat kohesif pada klei menyebabkan tanah sulit diolah atau dibutuhkan gaya yang lebih besar untuk menembus tanah tersebut. Gaya kohesif tanah akan meningkat dengan meningkatnya kandungan klei (Baver et al 1978 dalam Afrial 2000). Lebih tingginya persentase klei dibandingkan dengan persentase debu dan pasir pada ke-empat penggunaan lahan berpengaruh pada nilai stabilitas agregat dan bobot isi tanah. Tanah yang didominasi oleh pasir akan memiliki banyak pori makro, tanah yang didominasi oleh debu akan banyak memiliki pori meso, dan tanah yang didominasi oleh klei akan banyak memiliki pori mikro. Tanah yang semakin porus (banyak pori makro) akan mudah ditembus oleh akar dan sebaliknya apabila semakin tidak porus maka tanah akan sulit ditembus oleh akar (Hanafiah 2005).
Bahan Organik Tanah
8
Tabel 3 Kandungan bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan
Penggunaan lahan Bahan Organik (%)
0-20 cm 20-40 cm sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.
Hasil uji ragam menunjukan bahwa keempat penggunaan lahan mempunyai kandungan bahan organik yang berbeda nyata pada taraf uji 5%. Bahan organik tanah pada kebun buah naga berbeda nyata dengan kebun buah jambu dan semak belukar. Kandungan bahan organik pada kedalaman 0-20cm tertinggi adalah pada kebun buah naga 5.53%, selanjutnya pada kebun jeruk 4.08%, pada semak belukar 3.41% dan terendah pada kebun jambu 3.31%. Pada kedalaman 20-40 cm kandungan bahan organik tertinggi adalah pada kebun buah naga 3.67%, selanjutnya pada kebun jeruk 3.02%, pada kebun jambu 2.58% dan terendah pada semak belukar 2.55%. Bahan organik pada keempat penggunaan lahan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 0-20cm merupakan daerah pemberian pupuk dan tempat penimbunan serasah sehingga menghasilkan nilai bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan dibawahnya.
Kandungan bahan organik yang tinggi pada kebun buah naga di kedalaman 0-20cm dan 20-40cm disebabkan pengaplikasian pupuk kandang yang baru dilakukan saat pengambilan sampel tanah. Rendahnya kandungan bahan organik pada semak belukar disebabkan karena tidak adanya aktivitas pengelolaan tanah. Suplay bahan organik hanya didapat dari sumbangan serasah rerumputan dan alang-alang diatasnya.
Bobot Isi dan Porositas Total
9
Tabel 4 Bobot isi dan porositas total pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan Bobot Isi (g/cm sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.
Hasil uji ragam terhadap bobot isi dan porositas tanah pada keempat penggunaan lahan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada kedalaman 0-20cm dan berbeda nyata pada kebun buah naga dan kebun jambu pada kedalaman 20-40cm pada taraf 5%. Meskipun demikian, bobot isi cenderung lebih tinggi pada pada kebun jambu 1.10g/cm3, diikuti pada kebun jeruk 1.08g/cm3, selanjutnya pada kebun buah naga 1.07g/cm3 dan terendah pada semak belukar 1.04g/cm3. Pada kedalaman 20-40cm bobot isi tertinggi pada kebun jeruk 1.12g/cm3, diikuti kebun buah naga 1.10g/cm3, kemudian semak belukar 1.03g/cm3 dan terendah pada kebun jambu 0.96g/cm3.
Lebih tingginya bobot isi pada kebun jambu, kebun jeruk dan kebun buah naga dikedalaman 0-20 cm disebabkan oleh adanya pengolahan tanah pada kedalaman 0-20cm. Sedangkan semak belukar memiliki bobot isi rendah akibat rendahnya aktivitas pengolahan tanah pada lahan tersebut. Pada umumnya pengaruh pengolahan tanah hanya bersifat sementara dalam menggemburkan tanah, selanjutnya dapat terjadi penyumbatan pori-pori tanah oleh partikel-partikel yang hancur pada saat proses pengolahan tanah. Penyumbatan pori inilah yang membuat tanah menjadi lebih padat sehingga bobot isi meningkat (Arsyad, 2010). Ukuran tajuk yang kecil pada tanaman jeruk dan buah naga yang masih berumur 1.5 dan 1 tahun serta perawatan pemangkasan pada tajuk tanaman jambu turut menyebabkan tingginya bobot isi pada permukaan tanah. Tanaman dengan ukuran tajuk yang kecil juga menjadi agen pemadatan tanah akibat energi pukulan oleh air hujan secara langsung pada permukaan tanah dapat memungkinkan resiko terjadinya pemadatan tanah. Semak belukar memiliki permukaan penutup tanah yang didominasi oleh alang-alang dan rerumputan sehingga permukaan tanah cenderung terlindungi dari pukulan air hujan secara langsung.
Porositas total pada kedalaman 0-20 cm tertinggi terdapat pada semak belukar 56.02%, kemudian pada kebun buah naga 54.89%, selanjutnya pada kebun jambu 54.41% dan yang terendah pada kebun jeruk 54.07%. Porositas total tertinggi dikedalaman 20-40 cm terdapat pada kebun jambu 60.02%, selanjutnya pada semak belukar 56.70%, pada kebun buah naga 54.82% dan yang terendah pada kebun jeruk 53.12%. Semakin tinggi porositas total, semakin rendah bobot isi. Hal ini disebabkan peningkatan porositas total menjadikan tanah lebih porous dan bobot isi lebih rendah sehingga akar tanaman akan mudah menembus tanah.
Stabilitas Agregat
10
Kemantapan agregat tanah bergantung pada ketahanan tanah melawan daya dispersi dan kekuatan sementasi atau pengikatan (Notohadiprawiro 1998). Stabilitas agregat pada ketiga penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Stabilitas agregat pada berbagai penggunaan lahan
Penggunaan lahan Stabilitas agregat (%) Kelas Stabilitas Agregat 0-20 cm 20-40 cm
Kebun buah naga 482.15ab 485.38a Sangat Stabil Sekali Kebun jeruk 398.86b 306.02b Sangat Stabil Sekali Kebun jambu 553.42a 303.42b Sangat Stabil Sekali Semak belukar 482.93ab 311.95b Sangat Stabil Sekali
Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata, sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.
Hasil uji ragam menunjukan bahwa kemantapan agregat tanah pada keempat penggunaan lahan berbeda nyata pada taraf 5%. Kelas indeks stabilitas agregat pada keempat penggunaan lahan tergolong sangat stabil sekali. Pada kedalaman 0-20cm, Kebun jambu memiliki stabilitas tertinggi 553.42%, selanjutnya semak belukar 482.93%, kebun buah naga 482.15% dan terendah pada kebun jeruk 398.86%. Pada kedalaman 20-40cm, Kebun buah naga memiliki stabilitas tertinggi 485.38%, selanjutnya semak belukar 311.95%, kebun jeruk 306.02% dan terendah pada kebun jambu 303.42%.
Keempat penggunaan lahan pada kedalaman 0-20cm memiliki stabilitas agregat tanah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pada kedalaman 20-40cm sehingga permukaan tanahnya akan lebih stabil dibandingkan dengan kedalaman 20-40cm. Nilai stabilitas agragat tanah yang tinggi disebabkan oleh kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada kedalaman 0-20cm dibandingkan kedalaman 20-40cm. Bahan organik efektif dalam meningkatkan stabilitas agregat tanah karena berfungsi sebagai bahan penyemen dan pengikat antar partikel tanah dalam bentuk selaput liat yang menyelimuti agregat sehingga agregat menjadi lebih stabil (Baver et al., 1972).
Ketahanan Penetrasi Tanah
Ketahanan Penetrasi Tanah Beberapa Hari Setelah Hujan
11
empat penggunaan lahan baik pada kedalaman 0-20cm maupun pada kedalaman 20-40cm mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya hari tidak hujan. Peningkatan ketahanan penetrasi pada kedalaman 0-20cm lebih tinggi dibandingkan dengan pada kedalaman 20-40cm. Hal ini disebabkan kadar air yang lebih rendah pada kedalaman 0-20cm dibandingkan dengan pada kedalaman 20-40cm (Gambar 7). Lebih rendahnya kadar air pada kedalaman 0-20cm disebabkan adanya proses evaporasi yang lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 20-40cm. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sofyan (2011) bahwa kadar air tanah pada kedalaman tanah 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 0-10 cm. Hal tersebut disebabkan kedalaman tanah 0-10cm bersinggungan langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu, sehingga nilai evaporasinya menjadi lebih besar. Baver et al (1972) mengemukakan bahwa kadar air tanah akan menentukan besarnya nilai ketahanan penetrasi tanah sehingga nilai kadar air dapat digunakan untuk menduga mampu tidaknya akar tanaman menembus tanah.
Gambar 6 Ketahanan penetrasi pada kedalaman 0-20cm (A) dan 20-40cm (B) beberapa hari setelah hujan pada beberapa penggunaan lahan kebun buah naga (a), kebun jeruk (b), kebun jambu (c) dan semak belukar (d) Tanah Latosol, Sindang Barang
12
penggunaan lahan dan kedalaman tanah memiliki konstanta yang berbeda-beda. Semakin tinggi kadar air tanah maka semakin kecil nilai ketahanan penetrasi tanahnya.
Gambar 7 Hubungan ketahanan penetrasi dengan kadar air tanah pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm beberapa hari setelah hujan pada penggunaan lahan kebun buah naga (A), kebun jeruk (B), kebun jambu (C) dan semak belukar (D) Tanah Latosol, Sindang Barang
Ketahanan Penetrasi Tanah dan Sifat Tanah pada Kadar Air Tertentu
13
Tabel 6 Ketahanan penetrasi tanah pada hari pertama hingga hari ke tujuh pada berbagai penggunaan lahan
Hari Tidak Hujan
Kebun Buah Naga Kebun Jeruk Kebun Jambu Semak Belukar
0-20 sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.
Tabel 6 Kadar air tanah pada hari pertama hingga hari ke tujuh pada berbagai penggunaan lahan
Hari Tidak Hujan
Kebun Buah Naga Kebun Jeruk Kebun Jambu Semak Belukar
0-20
Hasil uji ragam terhadap ketahanan penetrasi pada keempat penggunaan lahan menunjukkan hasil berbeda nyata dari hari pertama hingga hari ke tujuh setelah satu kejadian hujan. Ketahanan penetrasi pada kedua kedalaman 0-20cm dan 20-40cm pada hari ke tujuh dengan kondisi kadar air minimum dari yang tertinggi secara urut adalah pada kebun jeruk 4.45kg/cm² dan 4.08kg/cm² dengan kadar air 26.80% dan 32.78%, pada kebun buah naga 4.38kg/cm² dan 3.85kg/cm² dengan kadar air 31.25% dan 36.59%, pada kebun jambu 4.27kg/cm² dan 3.80kg/cm² dengan kadar air 29.06% dan 38.65% dan pada semak belukar 4.19kg/cm² dan 3.87kg/cm² dengan kadar air 26.35% dan 27.03%. Tingginya ketahanan penetrasi pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm pada kebun jeruk disebabkan bobot isi yang paling tinggi (Tabel 4). Semak belukar memiliki nilai ketahanan penetrasi paling rendah pada kedalaman 0-20cm karena memiliki bobot isi yang rendah (Tabel 4). Begitupun dengan kebun jambu dikedalaman 20-40 cm yang memiliki bobot isi yang paling rendah sehingga nilai ketahanan penetrasinya pun rendah (Tabel 4).
14
meskipun memiliki bobot isi yang cukup tinggi. Santosa (2006) menyatakan bahwa bahan organik memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan dengan partikel mineral tanah, sehingga semakin besar kadar bahan organik tanah maka nilai berat isi tanah semakin kecil. Tanah dengan bahan organik yang tinggi akan memiliki bobot isi tanah yang relatif rendah.
Ketahanan Penetrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan
Nilai ketahanan penetrasi pada penggunaan kebun buah naga, kebun jeruk, kebun jambu dan semak belukar dipengaruhi oleh karakteristik tanah pada masing-masing penggunaan lahan. Ketahanan penetrasi tertinggi di kedalaman 0-20cm adalah pada kebun jeruk karena bobot isi tanahnya tinggi (Tabel 4), porositas total rendah (Tabel 4), dan stabilitas agregatnya rendah dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Selain itu, praktek pengolahan tanah yang intensif dan umur penggunaan lahan yang lebih lama juga berpengaruh pada nilai ketahanan penetrasi yang tinggi (Gambar 3). Kebun buah naga mendapatkan kandungan bahan organik paling tinggi (Tabel 3), pengolahan tanah yang tidak begitu intensif serta umur penggunaan yang paling muda (Gambar 2) sehingga ketahanan penetrasi lebih rendah dibandingkan kebun jeruk. Kebun jambu dengan nilai ketahanan penetrasi lebih rendah dari penggunaan kebun jeruk dan kebun buah naga diduga disebabkan oleh bobot isi yang cukup tinggi (Tabel 4), porositas total rendah (Tabel 4), dan stabilitas agregat paling tinggi dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Lamanya umur penggunaan yang mencapai empat tahun pada kebun ini juga menyebabkan tingginya nilai ketahanan penetrasi (Gambar 4). Semak belukar memiliki ketahanan penetrasi terendah akibat bobot isi tanahnya yang paling rendah (Tabel 4) dan porositas total yang tinggi (Tabel 4). Porositas total yang tinggi juga menjadi salah satu faktor rendahnya nilai ketahanan penetrasi. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2000), peningkatan porositas total khususnya pori makro menjadikan tanah lebih porus sehingga akar tanaman akan mudah menembus tanah. Selain itu, tidak adanya aktivitas pengolahan tanah selama 3 tahun juga menyebabkan ketahanan penetrasinya rendah (Gambar 5).
Pada kedalaman 20-40 cm, ketahanan penetrasi tertinggi hingga terendah secara berurut-urut adalah pada penggunaan kebun jeruk, kebun buah naga, kebun jambu dan semak belukar (Tabel 6). Kebun jeruk memiliki ketahanan penetrasi tertinggi diduga karena bobot isi tanahnya tinggi (Tabel 4), porositas total paling rendah (Tabel 4) dan stabilitas agregat rendah dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Kebun buah naga memiliki kandungan bahan organik paling tinggi (Tabel 3), stabilitas agregat yang paling tinggi dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Kebun jambu dengan nilai ketahanan penetrasi lebih rendah dari penggunaan kebun jeruk dan kebun buah naga diduga disebabkan oleh bobot isi rendah (Tabel 4), porositas total tinggi (Tabel 4), dan stabilitas agregat rendah dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5). Semak belukar memiliki ketahanan penetrasi terendah akibat bobot isi tanahnya rendah (Tabel 4), porositas total tinggi (Tabel 4), stabilitas agregat tinggi dibandingkan dengan ketiga penggunaan lainnya (Tabel 5).
15
besar dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kondisi ini masih sesuai bagi akar umumnya pada tanaman tahunan untuk melakukan penetrasi di dalam tanah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Whalley et al. (2007) menyatakan secara umum pemanjangan akar tanaman akan terbatas pada kondisi tanah dengan ketahanan penetrasi tanah sebesar 2.5 MPa atau 25 kg/cm2. Lebih rinci lagi pada tanaman jagung dimana akar tanaman akan sulit ditemukan pada nilai ketahanan penetrasi sebesar 1 MPa atau 10 kg/cm2 (Ayu 2013). Hasil penelitian Weeks et al (2005) menyatakkan ketahanan penetrasi pada tanaman tahunan kapas dan kacang meningkat sampai angka 3500 kPa hingga kedalaman tanah 36cm dan mulai turun hingga kedalaman tanah 45cm. Oleh karena itu, perakaran tanaman keempat penggunaan lahan masih belum terhambat dan pemanjangan akar masih dapat berlangsung.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ketahanan penetrasi tanah pada penggunaan lahan budidaya monokultur dari yang tertinggi hingga terendah secara berurut-urut pada kebun jeruk, kebun buah naga, kebun jambu dan semak belukar. Ketahanan penetrasi disetiap penggunaan lahan setelah tujuh hari tidak turun hujan mengalami peningkatan seiring bertambahnya hari tidak hujan karena tanah menjadi lebih kering dan keras namun belum menghambat perkembangan akar pada tanaman.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan penetrasi dengan penggunaan jenis penetrometer yang berbeda karena menurut Kurnia et al (2006), ketahanan penetrasi tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah, tetapi juga oleh jenis penetrometer yang digunakan, khususnya sudut dan diameter ujung alat, serta kekasaran permukaan ujung penetrometer tersebut. Semakin kasar permukaan ujung penetrometer, semakin besar tahanan penetrasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Amalya M dan Sobir. 2013. 20 Tanaman Buah Koleksi Eklusif. Depok: Penebar swadaya.
Afrial H. 2000. Variabilitas spasial dari kohesif tanah in situ pada Tanah Latosol, Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.Afrial H. 2000. Variabilitas spasial dari kohesif tanah in situ pada Tanah Latosol, Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
16
Handayanto dan Hairiah, K. 2007.Biologi Tanah. Pustaka Adipura: Yogyakarta Hakim, N.M, Yusuf Nyakpa, A.M.Lubis, S,G.Nugroho, M.R,Saul, M.Amina
Diha, Go.Ban,Hong, H.H,Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, UNILA, Lampung.
Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Semarang (ID) : IKIP Semarang Press.
Kurnia U, Agus F, Adimihardja A, Sariah A. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian.
Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Presana HC. 2014. Dinamika Ketahanan Penetrasi Pada Berbagai Penggunaan Lahan. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Rachim DA dan Arifin. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Pustaka reka cipta: Bandung.
To J, Kay BD. 2005. Variation in soil penetrometer resistance with soil properties : the contribution of effective stress and implication for pedotransfer function. Geoderma 126 : 261-276
Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers
Vaz CMP, Bassoi LH, Hopmans JW. 2001. Contribution of water content and bulk density to field soil penetration resistance as measured by a combined cone penetrometer-TDR probe. Soil and Tillage Research 60 (1-2) : 35-42 Wesley LD. 1973.Mekanika Tanah. Jakarta(ID):Badan Penerbit Pekerja Umum Weeks et al. 2005. Effect of Perennial Grasses On Soil Quality Indicator In
Cotton and Peanut Rotation In Virginia. 6321 Holland Rd. Suffolk, Virginia USA
Whalley WR, To J, Kay BD, Whitmore AP. 2007. Prediction of penetrometer resistance of soils with models with few parameters. Geoderma 137 (3-4) : 370-377
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam dan Uji Duncan Tekstur Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F
Penggunaan lahan 3 64 21 0,23 0,8724
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 742,9029333 92,8628667
Total 11 807,210225
Lampiran 2. Analisis Ragam dan Uji Duncan Tekstur Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 236,8456917 78,9485639 2,23 0,1626
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 283,6906 35,461325
Total 11 520,5362917
Lampiran 3. Analisis Ragam dan Uji Duncan Bahan Organik Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 9,45995833 3,15331944 3,7 0,0618
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 7 0,85278333
Total 11 16,282225
Lampiran 4. Analisis Ragam dan Uji Duncan Bahan Organik Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 2,46653333 0,82217778 2,89 0,1024
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 2,27813333 0,28476667
Total 11 5
18
Lampiran 5. Analisis Ragam dan Uji Duncan Bobot Isi Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,00488471 0,00162824 0,36 0,7819
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,03591658 0,00448957
Total 11 0,04080129
Lampiran 6. Analisis Ragam dan Uji Duncan Bobot Isi Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,0480665 0,01602217 2,73 0,1141
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,04701092 0,00587637
Total 11 0,09507742
Lampiran 7. Analisis Ragam dan Uji Duncan Porositas Total Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 6,55896667 2,18632222 0,34 0,7967
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 51,3148 6,41435
Total 11 57,87376667
Lampiran 8. Analisis Ragam dan Uji Duncan Porositas Total Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 68,095 22,69833333 2,75 0,1125
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 66,0796 8,25995
19
Lampiran 9. Analisis Ragam dan Uji Duncan Stabilitas Agregat Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 35960,01809 11986,6727 2,04 0,1869
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 47008,1328 5876,0166
Total 11 82968,15089
Lampiran 10. Analisis Ragam dan Uji Duncan Stabilitas Agregat Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 71606,0074 23868,6691 3,1 0,0891
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 61556,0945 7694,5118
Total 11 133162,1019
Lampiran 11. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-1 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 2,97846667 0,99282222 504,82 <,0001
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0.01573333 0,00196667
Total 11 2,9942
Lampiran 12. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-1 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,93253333 0,31084444 8,65 0,0068
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,28753333 0,03594167
20
Lampiran 13. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-2 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 1,0727 0,35756667 8,52 0,0072
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,3358 0,041975
Total 11 140.850.000
Lampiran 14. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-2 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,66855833 0,22285278 6,02 0,019
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,29613333 0,03701667
Total 11 0,96469167
Lampiran 15. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-3 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F
Penggunaan lahan 3 2 0,70145556 5.13 0,0287
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 1 0,13676667
Total 11 3
Lampiran 16. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-3 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
Sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,433 0,14433333 9,37 0,0054
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,1232 0,0154
21
Lampiran 17. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-4 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 2,30969167 0,769897 14,81 0,0012
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,4158 0,051975
Total 11 2,72549167
Lampiran 18. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-4 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,94569167 0,315231 6,61 0,0147
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,3816 0,0477
Total 11 132.729.167
Lampiran 19. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-5 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 1,79673333 0,59891111 46,91 <,0001
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,10213333 0,01276667
Total 11 1,89886667
Lampiran 20. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-5 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,5926 0,19753333 10,69 0,0036
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,1478 0,018475
22
Lampiran 21. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-6 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 1,05175833 0,35058611 34,34 <,0001
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,08166667 0,01020833
Total 11 0,133425
Lampiran 22. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-6 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,63655833 0,21218611 6,54 0,0152
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,25973333 0,03246667
Total 11 0,89629167
Lampiran 23. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-7 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 0-20cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,11675833 0,03891944 6,04 0,0188
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,05153333 0,00644167
Total 11 0,16829167
Lampiran 24. Analisis Ragam dan Uji Duncan Ketahanan Penetrasi Hari ke-7 Pada Berbagai Penggunaan Lahan Kedalaman 20-40cm
sumber DF Sum of square mean square F value Pr > F Penggunaan lahan 3 0,14269167 0,04756389 4,42 0,0413
Kedalaman 0 0 - - -
Interaksi 0 0 - - -
Galat 8 0,08613333 0,01076667
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1992, anak ke tiga dari tiga bersaudara keluarga Bambang Achamd Jusuf dan Rina Sofwayani. Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMA Taman Islam Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam berbagai organisasi kemahasiwaan diantaranya: sebagai bagian dari Divisi Budaya Olahraga dan Seni, Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Pertanian BEM FAPERTA kabinet berAksi. Bagian dari keluarga besar biro lingkungan hidup AZIMUTH angkatan IXX. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kegiatan seperti IPB Goes To Field di Desa Klapanunggal, Kab. Bogor dan pelatihan Petani Muda Sarjana SABISA IPB. Berbagai kepanitiaan juga diikuti oleh penulis seperti Seminar Nasional Ilmu Tanah, Soilidarity, Pekan Olahraga Tanah, Mahakarya Faperta IPB , Seri A Faperta IPB dan Action Faperta IPB.