• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan dan produksi usahatani cabai kopay di kelurahan koto panjang dalam kota payakumbuh propinsi sumatera barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendapatan dan produksi usahatani cabai kopay di kelurahan koto panjang dalam kota payakumbuh propinsi sumatera barat"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN DAN PRODUKSI USAHATANI CABAI KOPAY DI

KELURAHAN KOTO PANJANG DALAM KOTA PAYAKUMBUH

PROPINSI SUMATERA BARAT

OKTAVIOLA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

OKTAVIOLA PUTRI. Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan HASTUTI.

Cabai Kopay merupakan varietas baru dari cabai merah keriting. Cabai Kopay berasal dari Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera Barat. Cabai Kopay memiliki karakteristik yang berbeda dengan cabai merah keriting lainnya, yaitu dari aspek produktivitas, bentuk fisik cabai, daya tahan cabai, dan harga jual cabai. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat apakah usahatani Cabai Kopay menguntungkan bagi petani, faktor apa yang dapat mempengaruhi produksi Cabai Kopay, dan efisiensi ekonomi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi Cobb-Douglas yang diestimasi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), dan analisis efisiensi ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani Cabai Kopay dengan status penguasaan lahan pemilik lebih menguntungkan daripada usahatani Cabai Kopay dengan status penguasaan lahan sewa dan bagi hasil. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Cabai Kopay adalah tanah, benih, dan pupuk kandang. Usahatani Cabai Kopay berada pada increase return to scale, oleh karena itu usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam belum efisien secara ekonomi sehingga untuk menghasilkan output optimum yang memberikan keuntungan maksimum maka penggunaan faktor produksi ditingkatkan sampai titik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya petani Cabai Kopay meningkatkan penguasaan lahan dengan status penguasaan lahan pemilik yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani Cabai Kopay. Petani Cabai Kopay sebaiknya meningkatkan penggunaan luas lahan, benih, dan pupuk kandang karena berdasarkan analisis faktor produksi bahwa luas lahan, benih dan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produksi Cabai Kopay, dan selanjutnya untuk mengetahui daya saing Cabai Kopay maka perlu adanya penelitian lanjutan mengenai analisis daya saing Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam.

(6)

ABSTRACT

OKTAVIOLA PUTRI. Income and Production of Kopay Chili Farming in Koto Panjang Dalam, Payakumbuh, West Sumatera. Supervised by AHYAR ISMAIL and HASTUTI.

Kopay chili is a new variety of red chili. Kopay chili comes from Koto Panjang Dalam Lamposi Tigo Nagori, Payakumbuh, West Sumatra. Kopay chili is different from other red chili such as aspect of productivity, its physical form, its durability and its selling price. The purpose of this study was to see whether Kopay chili farming profitable for farmers, what factors can affect the production of Kopay chili, and economic efficiency Kopay chili farming in Koto Panjang Dalam village. The analysis that used in this research is analysis of farm income, analysis Cobb-Douglas production function which estimated using Ordinary Least Square (OLS), and analysis of economic efficiency. The results showed that chili farming Kopay with owners over land ownership more profitable than is farming Kopay chili to lease land ownership and profit sharing. The factors that influence the production of Kopay chili is land, seed, and manure. Kopay chili farming is on the increase of returns to scale, so Kopay chili farming in Koto Panjang Dalam yet economically efficient therefore to produce the optimum output that gives the maximum benefit, the use of factors of production is increased to a certain point. Based on the research results, chili farmers should increase tenure with the owner of land ownership that aims to increase farmers' income Kopay chili. Kopay chili farmers should increase the use of land, seed, and manure as a factor of production that is based on the analysis of land, seed and manure significantly affected the production of Kopay chili, and further to determine the competitiveness of Kopay chili hence for further research on power analysis Chili's competitiveness in Koto Panjang Kopay Dalam is needed.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

PENDAPATAN DAN PRODUKSI USAHATANI CABAI KOPAY DI

KELURAHAN KOTO PANJANG DALAM KOTA PAYAKUMBUH

PROPINSI SUMATERA BARAT

OKTAVIOLA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah ekonomi pertanian, dengan judul Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera Barat.

Terima kasih kepada Ayahanda Yusrizal dan Ibunda Syafwani atas segala perhatian, dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Serta saudari penulis dr. Priska Natalia dan Tri Juliani Syavitri terimakasih atas doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Ibu Hastuti, S.P, M.P, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, motivasi, saran, dan ilmu yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Novindra, S.P, M.Si dan Ibu Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang telah banyak memberi saran dan masukannya. Terima kasih kepada pengurus beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) pusat beserta donatur yang telah banyak membantu dalam hal materi dan telah memberikan pengalaman berharga kepada penulis. Terima kasih kepada Kakak-kakak, Teman-teman dan Adik-adik di organisasi mahasiswa daerah Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) yang telah bersedia menjadi keluarga penulis di IPB. Terima kasih kepada Bapak Syahrul Yondri yang telah membantu selama pengumpulan data dan membagi pengalaman berusahatani Cabai Kopay.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Cabai ... 9

2.2 Pendapatan Usahatani ... 10

2.4Fungsi dan Faktor Produksi ... 12

2.4 Efisiensi Usahatani ... 15

2.5 Penelitian Terdahulu ... 17

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

3.1.1 Analisis Usahatani ... 21

3.1.1.1 Analisis pendapatan usahatani ... 21

3.1.1.2 Analisis return cost ratio ... 21

3.1.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 21

3.1.3 Marginal Physical Product, Average Physical Product, dan Total Physical Product ... 23

3.1.4 Elastisitas Produksi ... 24

3.1.5 Elasticity of Scale atau Return to Scale ... 26

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 29

(12)

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

4.4 Metode Analisis Data ... 30

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 30

4.4.2 Analisis Faktor Produksi ... 33

4.4.2.1 Kriteria Uji Ekonomi ... 34

4.4.2.2 Kriteria Uji Statistika ... 34

4.4.2.3Kriteria Uji Ekonometrika ... 36

4.4.3 Analisis Efisiensi Produksi ... 37

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 41

5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 41

5.2 Keadaan Demografi ... 42

5.3 Keadaan Ekonomi ... 43

5.4 Lembaga Kemasyarakatan Bidang Pertanian ... 44

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

6.1 Karakteristik Responden Petani Cabai Kopay ... 47

6.1.1 Karakteristik Umum Petani Cabai Kopay ... 47

6.1.2 Karakteristik Usahatani Cabai Kopay ... 50

6.2 Pendapatan Usahatani Cabai Kopay ... 56

6.3 Faktor Produksi Usahatani Cabai Kopay ... 59

6.4 Efisiensi Produksi Usahatani Cabai Kopay ... 66

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 69

7.1 Simpulan ... 69

7.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksidan laju pertumbuhan subsektor hortikultura di Indonesia, tahun

2012 – 2013 ... 1

2. Perkembangan produksi sayuran Indonesia tahun 2010 – 2012 ... 2

3. Perkembangan luas panen dan produksi cabai di daerah sentra produksi di Indonesia tahun 2010 – 2012 ... 3

4. Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Propinsi Sumatera Barat, tahun 2009 – 2012 ... 3

5. Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Kota Payakumbuh, tahun 2009 – 2013 ... 4

6. Realisasi panen, produksi dan produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, tahun 2012 – 2014 ... 5

7. Penelitian terdahulu ... 18

8. Populasi petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam ... 30

9. Matriks metode analisis data ... 30

10. Komponen pengeluaran usahatani Cabai Kopay berdasarkan pengklasifikasian Doll dan Orazem ... 32

11. Jumlah penduduk Kelurahan Koto Panjang Dalam berdasarkan gender .... 42

12. Jumlah penduduk Kelurahan Koto Panjang Dalam berdasarkan umur ... 43

13. Jumalah penduduk menurut mata pencaharian ... 43

14. Data luas tanaman dan produksi tanaman pangan di Kelurahan Koto Panjang Dalam pada tahun 2012 ... 44

15. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan jenis kelamin ... 47

16. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan kelompok umur kerja ... 48

17. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan kelompok umur produktif ... 48

18. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan tingkat pendidikan formal ... 49

19. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan pendidikan non formal ... 49

20. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan jumlah tanggungan keluarga .... 50

21. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan luas lahan ... 51

22. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan ... 51

23. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan pengalaman bertani cabai ... 52

(14)

25. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto

Panjang Dalam per hektar per musim tanam . ... 54

26. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ... 55

27. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ... 55

28. Biaya penyusutan alat pada usahatani Cabai Kopay di Keluarahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ... 56

29. Rata-rata pendapatan usahatani Cabai Kopay ... 57

30. Hasil estimasi fungsi produksi usahatani Cabai Kopay ... 60

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fungsi produksi Neoklasik ... 25

2. Skema kerangka pemikiran operasional ... 28

3. Peta Kecamatan Lamposi Tigo Nagori tahun 2013 ... 41

4. Kantor Lurah Koto Panjang Dalam ... 94

5. Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kelautan Kecamatan Lamposi Tigo Nagori ... 95

6. Sekretariat Sub Terminal Agribisnis (STA) Kota Payakumbuh ... 95

7. Ladang Cabai Kopay ... 96

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner penelitian ... 77

2. Karakteristik petani Cabai Kopay ... 82

3. Data produksi per hektar per musim tanam petani Cabai Kopay ... 85

4, Data penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk buatan dan fungisida pada usahatani Cabai Kopay per hektar per musim tanam ... 86

5. Data penggunaan tenaga kerja (HKP) dalam usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ... 89

6. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ... 90

7. Biaya penyusutan alat pada usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ... 91

8. Pendapatan usahatani Cabai Kopay berdasarkan status penguasaan lahan ... 92

9. Uji normalitas produksi Cabai Kopay ... 93

10. Uji heteroskedastisitas produksi Cabai Kopay ... 93

11. Rasio NPM-BKM ... 94

(17)

1.1 Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian yang secara nasional memberikan kontribusi positif terhadap indikator ekonomi makro. Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor hortikultura pada tahun 2012 mencapai 103.80 triliun rupiah dan diproyeksikan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 120.00 triliun rupiah (Direktorat Jenderal Hortikultura 2013). Produksi dan laju pertumbuhan subsektor hortikultura di Indonesia tahun 2010 – 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi dan laju pertumbuhan sub subsektor hortikultura di Indonesia, tahun 2010 – 2013

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2014a), diolah

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 sub subsektor sayuran, buah dan tanaman obat mengalami pertumbuhan positif, pada periode yang sama sub subsektor sayuran memiliki laju pertumbuhan paling besar dibandingkan sub subsektor buah dan tanaman obat yaitu sebesar 4.35 persen. Tahun 2012 laju pertumbuhan sub subsektor sayuran hanya sebesar 0.63 persen, hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2012 secara keseluruhan komoditas yang ada pada sub subsektor sayuran mengalami kenaikan hasil yang menurun.

(18)

Tabel 2 Perkembangan produksi sayuran Indonesia, tahun 2010 – 2012 Komoditas Sub

Subsektor Sayuran

Produksi (ribu ton) Laju Prtumbuhan (%) 2010 2011 2012 2010 2011 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik (2014a) *

Gabungan angka cabai besar dan cabai rawit

Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas unggulan yang dihasilkan dan dibudidayakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sentra produksi cabai di Indonesia berada di 21 propinsi (Putranto et al. 2011). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

(19)

Tabel 3 Perkembangan luas panen dan produksi cabai di daerah sentra produksi Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2014b)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) menyatakan bahwa luas panen komoditas cabai di Propinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2009 – 2012 (Tabel 4), hal tersebut mengindikasikan potensi pengembangan komoditas cabai di Propinsi Sumatera Barat masih dapat ditingkatkan dari aspek ketersediaan lahan.

Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Propinsi Sumatera Barat, tahun 2009 – 2012

Tahun Luas panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (ton/ha)

2009 6 861 41 522 6.05

2010 7 051 46 222 6.56

2011 8 083 58 981 7.30

2012 8 196 65 108 7.94

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

(20)

tanaman cabai merah keriting yaitu Cabai Kopay. Cabai Kopay merupakan singkatan dari cabai Kota Payakumbuh. Tahun 2010 Walikota Payakumbuh menjadikan Cabai Kopay sebagai icon dari Kota Payakumbuh dengan sentra produksi berada di Kelurahan Koto Panjang Dalam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014b) bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Kota Payakumbuh 2013 meningkat sebesar 6.07 persen dibandingkan tahun 2012 dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas harga berlaku sebesar 9.85 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih potensial menjadi alternatif mata pencaharian penduduk di Kota Payakumbuh. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas cabai di Kota Payakumbuh dari tahun 1999-2004 dapat dilihat pada Tabel 5.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Payakumbuh (2013)

Tabel 5 menunjukkan bahwa tahun 2012 produktivitas cabai Kota Payakumbuh mencapai 10.54 ton per hektar, lebih besar daripada produktivitas cabai di Propinsi Sumatera Barat yang sebesar 7.94 ton per hektar. Produktivitas cabai di Kota Payakumbuh menunjukkan trend yang meningkat. Luas panen dan produksi cabai di Kota Payakumbuh dari tahun 2009 – 2013 mengalami peningkatan.

(21)

Kelurahan Koto Panjang Dalam. Sebesar 75.88 persen dari luas lahan di Kelurahan Koto Panjang Dalam digunakan sebagai sawah dan ladang, salah satunya sebagai ladang Cabai Kopay.

Cabai Kopay potensial untuk dikembangkan kerena memiliki produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan cabai merah keriting lainnya. Luas panen, produksi dan produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori pada tahun 2012 – 2013 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Luas panen, produksi dan produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, tahun 2012 – 2014

Tahun Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

2012 64.97 771.56 11.88

2013 69.38 835.80 12.05

2014* 78.20 1088.68 13.92

Sumber : Koordinator Statistik Kecamatan Lamposi Tigo Nagori (2013) Keterangan : *Angka sementara sampai April 2014

Berdasarkan Tabel 6, maka dapat terlihat bahwa bulan April 2014 luas panen komoditas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori mengalami kenaikan sebesar 8.82 hektar dengan kenaikan produksi sebesar 252.88 ton dari tahun 2013. Produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori dari tahun 2013 hingga April 2014 mengalami peningkatan yaitu dari 12.05 ton/ha menjadi 13.92 ton per hektar.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan wawancara mendalam (depth-interview) dengan penemu Cabai Kopay (Syahrul Yondri) mengatakan bahwa, “Pendapatan usahatani Cabai Kopay dapat mencapai Rp 200 000 000 per hektar per periode.” Berdasarkan informasi yang ada di lapangan bahwa hingga tahun 2014 pendapatan petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam belum mencapai Rp 200 000 000 per hektar per periode.

(22)

Petani subsisten pada umumnya mengukur efisiensi usahatani dari sudut pandang besarnya hasil produksi, bukan pada rendahnya biaya untuk memproduksi hasil tersebut (Hanafie 2010). Produktivitas merupakan salah satu faktor penting pada usahatani (Soekartawi 2002). Berdasarkan data Kelurahan Koto Panjang Dalam (2014) bahwa produksi Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam tahun 2013 adalah 90 ton dengan luas panen sebesar 15 hektar sehingga produktivitas Cabai Kopay adalah 6 ton per hektar, namun berdasarkan wawancara mendalam (depth-interview) dengan penemu Cabai Kopay bahwa produktivitas rata-rata Cabai Kopay seharusnya mencapai 10 ton per hektar. Rendahnya produktivitas cabai di Kelurahan Koto Panjang Dalam mengindikasikan bahwa usahatani Cabai Kopay belum efisien, sehingga untuk mengetahui penggunaan input yang menghasilkan output optimum pada usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam maka penelitan ini perlu dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian meliputi:

1. Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani Cabai Kopay berdasarkan status penguasaan lahan di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

3. Bagaimana efisiensi ekonomi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian yaitu:

1. Membandingkan pendapatan usahatani Cabai Kopay berdasarkan status penguasaan lahan pemilik, sewa dan bagi hasil.

2. Menganalisis faktor-faktor produksi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Bagi para pelaku usahatani cabai, khususnya Cabai Kopay, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan memperbaiki kombinasi penggunaan faktor produksi usahatani Cabai Kopay.

2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah Kota Payakumbuh, diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan usahatani Cabai Kopay.

3. Bagi penulis, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di lapang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cabai

Cabai memilki varietas yang beragam. Ada cabai besar (Capsicum annuum), diantaranya cabai merah (Capsicum annuum var longum) seperti cabai keriting dan paprika. Varietas lain dari cabai yaitu cabai kecil (Capsicum frustencens) seperti cabai rawit. Semua cabai besar merupakan tanaman perdu semusim artinya tanaman cabai besar hanya hidup satu musim selama empat bulan, sedangkan cabai kecil dapat berproduksi sampai umur tiga tahun (Putranto et al. 2011).

Salah satu varietas cabai merah keriting yaitu Cabai Kopay. Karakteristik Cabai Kopay berbeda dengan kerakteristik cabai merah keriting lainnya yaitu dari segi produktivitas, bentuk fisik cabai, daya tahan cabai, dan harga jual cabai.

Penemu Cabai Kopay yaitu Bapak Syahrul Yondri mengatakan, “Pemanenan Cabai Kopay dapat dilakukan selama 3.5 bulan sampai 4 bulan dengan frekuensi pengambilan sebanyak 27 kali dalam 14 minggu. Satu kali periode usahatani Cabai Kopay menghasilkan antara 1 kilogram sampai 1.5 kilogram cabai per batang tanaman. Rata-rata produktivitas Cabai Kopay mencapai 10 ton per hektar. Cabai Kopay memiliki panjang berkisar 35 centimeter sampai 40 centimeter sehingga dalam satu kilogram terdiri dari 90 sampai 95 buah. Daya tahan Cabai Kopay pasca panen dapat mencapai 10 hari.”

Berdasarkan penelititan Siregar (2011) bahwa pemanenan cabai merah keriting lainnya dilakukan 17 kali dalam 9 minggu, dalam satu kali periode hanya menghasilkan 4 ons sampai 7 ons cabai per batang tanaman. Rata-rata produktivitas cabai merah keriting lainnya hanya 3.5 ton per hektar. Cabai merah keriting lainnya memiliki panjang maksimum 15 centimeter sehingga dalam satu kilogram terdiri dari 250 buah dengan daya tahan pasca panen hanya 3 hari sampai 5 hari.

(25)

2.2 Pendapatan Usahatani

Menurut Widodo (2008), usahatani merupakan kegiatan manusia dengan alam sehingga menghasilkan makanan dan bahan mentah. Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola faktor produksi dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produk yang tinggi (Rahim dan Hastuti 2007). Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa usahatani merupakan cara hidup (way of life) manusia dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang terbatas untuk memaksimumkan pencapaian tujuan.

Selanjutnya Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan usahatani memerlukan informasi data tentang penerimaan dan biaya, selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut Rahim dan Hastuti (2007), biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil maksimal.

(26)

Selanjutnya menurut Hanafie (2010), dalam proses produksi ada yang dinamakan dengan biaya rata-rata (average cost), biaya marjinal (marginal cost), dan biaya total (total cost). Biaya rata-rata (average cost) adalah biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi. Perhitungan biaya rata-rata tidak dapat digunakan sebagai bahan penyusun kebijakan yang realistis karena terdapatnya perbedaan antara petani yang satu dengan petani lainnya dalam satu daerah. Biaya marjinal (marginal cost) adalah tambahan biaya untuk memproduksi satu unit tambahan hasil produksi. Biaya marjinal akan menurun apabila semakin banyak produk yang dihasilkan, sampai pada titik tertentu kemudian biaya marjinal mulai meningkat kembali. Biaya total (total cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi.

Doll dan Orazem (1984) mengelompokkan komponen biaya usahatani berdasarkan cara pengeluarannnya yaitu berupa biaya tunai (cash cost) dan biaya diperhitungkan (noncash cost). Biaya tunai merupakan biaya yang secara riil dikeluarkan oleh petani. Meliputi: pembayaran tunai sarana produksi pertanian seperti pembelian benih, pupuk, obat-obatan (pestisida), beban biaya sewa dibayar dimuka seperti sewa lahan garapan, sewa alat mesin pertanian, dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan merupakan biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani. Meliputi: nilai tenaga kerja dalam keluarga, pembayaran sumberdaya yang dimiliki petani dan penyusutan peralatan pertanian.

Nilai depresiasi dapat ditentukan dengan metode garis lurus (straight line method) dengan asumsi bahwa pengurangan nilai aset terjadi secara linear terhadap waktu atau umur aset. Depresiasi terdistribusi secara merata pada harga pokok produk yang dihasilkan, sehingga harga jual produk relatif tetap dari waktu ke waktu (Pujawan 2009). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa alat yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Secara matematis biaya penyusutan yaitu (Weston dan Copeland 1995):

�� = ��−� ... (2.1)

(27)

Dt = Depresiasi pada tahun ke-t

Db = Depreciation base (Nilai awal)

S = Salvage value (Nilai sisa) N = Umur ekonomis

Nilai awal (depreciation base) merupakan harga awal dari suatu properti/aset yang terdiri dari harga beli, biaya transportasi dan biaya lainnya sampai properti/aset siap dipakai. Nilai sisa merupakan nilai perkiraan suatu properti/aset pada akhir umur depresiasinya. Nilai sisa pada alat pertanian diasumsikan tidak ada. Artinya nilai perkiraan alat pertanian pada akhir umur ekonomisnya dianggap sama dengan nol. Umur ekonomis merupakan lamanya suatu properti/aset dapat digunakan dengan kualitas yang sama seperti awal pembelian (Weston dan Copeland 1995).

2.3 Fungsi dan Faktor Produksi

Soekartawi (2002) menyatakan fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara faktor produksi dan hasil produksi. Analisis fungsi produksi melihat hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Analisis fungsi produksi dilakukan untuk mendapatkan tingakat efisien penggunaan sumberdaya yang terbatas seperti lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga dapat dikelola dengan baik agar hasil produksi maksimum. Fungsi produksi juga dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontrol manusia. Oleh karena itu, terdapat faktor ketidaktentuan (uncertainity) dan resiko (risk) dalam fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi yang baik yaitu fungsi produksi yang menjelaskan permasalahan yang muncul dalam peristiwa ekonomi. Analisis yang dipilih tergantung pada tujuan yang ingin dicapai.

(28)

lebih variabel (variabel dependen dan variabel independen). Penyelesaian hubungan antara variabel dependen dan independen dilakukan dengan cara regresi, yaitu variasi dari variabel dependen akan dipengaruhi oleh variasi dari variabel independen. Fungsi Cobb-Douglas bukan hanya digunakan pada fungsi produksi, tetapi juga digunakan pada model pendugaan yang lain, misalnya pada fungsi keuntungan Cobb-Douglas dan fungsi biaya Cobb-Douglas (Soekartawi 2002).

Menurut Soekartawi (1991), faktor produksi usahatani merupakan semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi memiliki pengaruh terhadap hasil produksi. Menurut Rahim dan Hastuti (2007), faktor produksi yang mempengaruhi produksi pertanian dijelaskan sebagai berikut:

1. Lahan pertanian

(29)

2. Modal

Modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Modal berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang tidak habis dalam satu kali proses produksi, contohnya tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian. Modal tidak tetap yaitu modal yang dikeluarkan setiap satu kali proses produksi, misalnya benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja.

3. Tenaga kerja

Skala usaha akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Usahatani skala kecil biasanya akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak memerlukan tenaga kerja ahli (skill labor). Usahatani skala besar akan membutuhkan tenaga kerja luar keluarga, sehingga ada biaya tenaga kerja berupa upah yang harus dibayarkan. Upah tenaga kerja tergantung pada kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, umur tenaga kerja, dan lama waktu bekerja.

4. Pupuk

Pupuk merupakan nutrisi bagi tanaman untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pemberian pupuk dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. Pupuk terbagi menjadi dua jenis yaitu pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian sisa-sisa tanaman dan hewan, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau dan pupuk kompos. Pupuk anorganik merupakan pupuk yang dibuat oleh industri atau pabrik yang mengandung bahan kimia, misalnya pupuk TSP, NPK, dan ZA.

5. Pestisida

(30)

dan udara) dan berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen. 7. Benih

Benih yang digunakan dalam usahatani menentukan kualitas dari suatu komoditas. Benih unggul lebih tahan terhadap penyakit dan menghasilkan komoditas dengan kualitas yang baik dibandingkan dengan komoditas lain, sehingga harga komoditas dapat bersaing di pasar.

8. Teknologi

Adanya perlakuan teknologi terhadap usahatani dapat meningkatkan efisiensi dalam usahatani.

9. Manajemen

Peran manajemen sangat penting untuk mencapai efisiensi produksi. Jika faktor produksi lahan, modal, tenaga kerja, pupuk, pestisida dan benih tidak dikelola dengan baik maka produksi optimum tidak akan tercapai. Faktor produksi manajemen sangat jarang menjadi variabel independen dalam analisis fungsi produksi karena variabel manajemen sulit diukur. Kesulitan dalam pengukuran variabel manajemen dalam analisis ekonomi pertanian dibuktikan denngan adanya multikolonearitas antara variabel manajemen dengan variabel independen yang lain.

2.4 Efisiensi Usahatani

Menurut Hanafie (2010), efisiensi merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi digolongkan menjadi tiga (Widodo 2008):

1. Technical efficiency (efisiensi teknis), faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi yang maksimum.

2. Allocative efficiency (efisiensi alokatif), jika nilai produk marjinal sama dengan biaya korbanan marjinal dari masing-masing faktor produksi.

(31)

Menurut Doll dan Orazem (1984), efisiensi ekonomi mengacu pada penggunaan input yang memaksimumkan tujuan individu maupun sosial. Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi ekonomi yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Menurut Tasman (2006), syarat keharusan (necessary condition) terjadi ketika derivasi atau turunan pertama dari fungsi keuntungan (profit function) harus bernilai sama dengan nol yang dijabarkan pada persamaan (2.2). Turunan pertama dari fungsi keuntungan disebut dengan the first-order conditions. Kondisi ini menunjukkan bahwa garis singgung fungsi keuntungan berada pada titik optimal (titik kritis) yang merupakan suatu garis horizontal. Tidak semua turunan pertama yang bernilai nol adalah titik optimal, namun titik optimal harus memenuhi syarat keharusan tetapi belum cukup untuk menyatakan nilai maksimum atau minimum.

π = PY . Y – Px . X – TFC

�� � = 0

.�

� − −0 = 0

. , =

� = �� � ... (2.2) Menurut Tasman (2006), syarat kecukupan (sufficient condition) untuk kasus maksimum terjadi ketika turunan kedua dari fungsi keuntungan (profit function) bernilai negatif yang dijabarkan pada persamaan (2.3). Turunan kedua dari fungsi keuntungan disebut dengan the second-order conditions. Kondisi ini menunjukkan bahwa garis singgung memiliki kemiringan negatif.

�2

� 2 < 0 ... (2.3)

(32)

1. Kendala yang mempengaruhi yield gap I

Yield gap I merupakan perbedaan hasil antara produksi di balai percobaan dan produksi potensial usahatani (experimental and potential farm yield). Hal ini disebabkan oleh kendala yang sulit diatasi manusia, seperti teknologi yang sulit untuk ditransfer dan diadopsi karena adanya perbedaan lingkungan (iklim).

2. Kendala yang mempengaruhi yield gap II

Yield gap II merupakan perbedaan hasil antara produksi potensial usahatani dan produksi aktual yang dihasilkan petani (potential farm and actual farm yield). Hal ini disebabkan oleh variabel teknis-biologis (bibit, pupuk, pestisida, dan lahan) dan variabel sosial-ekonomi (harga, resiko, ketidakpastian, kredit modal, dan adat).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait produksi, efisiensi, dan pendapatan usahatani yang dapat dijadikan referensi adalah penelitian Basmah (2013), Azizah (2012), Poetryani (2011), Finanda (2011), Amri (2011) dan Sumiyati (2006) yang dapat dilihat pada Tabel 7.

(33)

No Peneliti/ Judul Tujuan Metode Hasil 1 Basmah (2013)/ Produksi dan

Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik Serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten

1. Produksi usahatani padi semiorganik

dipengaruhi oleh jumlah benih, pupuk kompos, pupuk kandang, dan pupuk NPK yang digunakan petani.

Produksi usahatani padi anorganik dipengaruhi oleh jumlah benih, pupuk kompos, pupuk KCL, dan pupuk NPK yang digunakan, serta luas lahan yang diusahakan petani.

2. Pendapatan usahatani padi semiorganik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik.

Pendapatan usahatani padi non anggota KKT-LK lebih besar dibandingkan dengan anggota KKT-LK.

Pendapatan usahatani padi penggarap penyewa lebih menguntungkan dibandingkan penggarap pemilik dan bagi hasil.

Pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK lebih besar dibandingkan lainnya. Pendapatan usahatani padi semiorganik penggarap penyewa lebih besar dibandingkan lainnya. Pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK penggarap penyewa memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan strata lainnya.

2 Azizah (2012)/ Perbandingan

Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik serta Faktor-faktor Penentu Penggunaan Pupuk

1. Membandingkan

1. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani padi dengan pupuk organik 2.6 % lebih kecil

(34)

No Peneliti/ Judul Tujuan Metode Hasil Organik (Studi Kasus di Desa

Purwasari, Kecamatan Dramaga dan

Pendapatan atas biaya total pada usahatani padi dengan pupuk organik 4.4 % lebih besar

dibandingkan usahatani padi tanpa pupuk organik. 2. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap penerapan padi dengan pupuk organik adalah variabel lama pendidikan dan luas lahan garapan.

3 Poetryani (2011)/ Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dari sisi biaya produksi dan pendapatan.

1. Usahatani padi organik lebih efisien dibandingkan usahatani padi anorganik.

2. Pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total dari usahatani padi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. 3. Pada usahatani padi organik, faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi adalah benih dan TK, sedangkan yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani adalah biaya TK, produksi gabah, harga gabah.

Pada usahatani padi anorganik, faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi adalah pupuk urea, TK, dan pestisida kimia, sedangkan yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani adalah biaya TK dan produksi gabah.

4 Finanda (2011)/ Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo (Studi Kasus: CV Jumbo Bintang Lestari)

1. Semua faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi lele dumbo.

(35)

No Peneliti/ Judul Tujuan Metode Hasil

3. Berdasarkan analisis pendapatan, usaha layak untuk dilakukan karena memberikan keuntungan. Berdasarkan analisis sensitivitas, usaha dikatakan tidak layak apabila penurunan harga jual lele dumbo lebih besar dari 11.08 persen.

5 Alfian Nur Amri (2011)/ Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja.

3. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja.

1. Analisis kualitatif

1. Budidaya ubi kayu di Desa Pasirlaja belum sesuai dengan pedoman usahatani ubi kayu (POB). Ketidaksesuaian terletak pada struktur dan tekstur tanah, pola penanaman, dan proses pemupukan. 2. Pendapatan atas biaya tunai dari usahatani ubi kayu lebih menguntungkan daripada pendapatan atas biaya total. 3. Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi. Hal ini dikarenakan rasio antara NPM dan BKM pada masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu.

6 Sumiyati (2006)/ Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa

Sindangjaya, Kecamatan Pacet,

1. Kombinasi optimal pada usahatani bawang daun tercapai apabila penggunaan luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk KCL, pupuk kandang, obat padat, TK pria, dan TK wanita ditingkatkan.

(36)
(37)

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori yang digunakan terkait produksi dan pendapatan usahatani. Kerangka pemikiran teoritis yang mendukung penelitian yaitu teori pendapatan usahatani, fungsi produksi Cobb-Douglas, dan efisiensi produksi usahatani.

3.1.1 Analisis Usahatani

Jenis analisis usahatani beragam, jenis analisis yang dipilih tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Pada prakteknya, seringkali analisis usahatani dibedakan menjadi analisis parsial dan analisis keseluruhan usahatani. Analisis parsial dilakukan pada satu cabang usahatani, sedangkan analisis keseluruhan usahatani dilakukan pada semua cabang usahatani (Soekartawi 1995).

3.1.1.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan usahatani digunakan sebagai ukuran apakah usahatani menguntungkan atau merugikan dan seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut. Secara teoritis, pendapatan sama dengan nol artinya usahatani mencapai titik impas (Break Even Point). Pendapatan besar dari nol artinya usahatani menguntungkan. Sebaliknya, pendapatan kecil dari nol artinya usahatani tersebut tidak menguntungkan.

3.1.1.2 Analisis Return Cost Ratio

Return cost ratio (R-C ratio) merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis, R-C ratio sama dengan satu artinya tidak untung dan tidak rugi. R-C ratio besar dari satu artinya usahatani menguntungkan. Sebaliknya, R-C ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. (Soekartawi 1995).

3.1.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

(38)

constant return to scale (Debertin 1986). Bentuk matematis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut (Debertin 1986):

Y = f(K,L) = A Kα L(1- αԐ ... (3.1) Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa output (Y), modal (K), tenaga kerja (L), dan konstanta (A). Koefisien alpha (αԐ merupakan elastisitas yang berkaitan dengan penggunaan modal, sedangkan (1-αԐ adalah elastisitas yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja.

Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmanaturalkan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, sehingga dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas harus memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi 2002):

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, karena logaritma natural dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2. Asumsi yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap

pengamatan. Jika diperlukan lebih dari satu model untuk melakukan analisis maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

3. Setiap variabel independen adalah perfect competition.

4. Perbedaan lingkungan (iklim) pada fungsi produksi termasuk pada faktor kesalahan (error term).

Persamaan (3.1) diselesaikan dengan regresi linear berganda dalam bentuk logaritma natural sebagai berikut:

Ln Y = Ln A + α Ln K + (1- αԐ Ln L ... (3.2) Menurut Semaoen (1992), fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dalam penyelesaiannya, sehingga fungsi produksi Cobb-Douglas sering disebut dengan power function. Karakteristik fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut:

1. Marginal Physical Product selalu bernilai positif (MPP > 0), sehingga

koefisien regresi harus bernilai positif (βi > 0).

2. Elastisitas faktor produksi dinyatakan oleh koefisien regresi (Ԑi = βiԐ. 3. Hasil penjumlahan koefisien regresi menunjukkan economic of scale.

(39)

berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi, meskipun MPP > 0 tetapi jika faktor produksi terus menerus ditambahkan, namun faktor produksi lainnya dipertahankan tetap, maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan sifat produksi komoditas pertanian.

Menurut Juanda (2009), dalam model regresi linear berganda yang diestimasi dengan metode OLS terdapat beberapa asumsi yang mendasarinya: 1. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan (3.3)

Ln Y = Lnβ0+ β1 Ln X1+ β2 Ln X2+ β3 Ln X3 + ... + βn Ln Xn+ ԑ ... (3.3) Keterangan:

Y = Peubah tak-bebas X1,..., Xn= Peubah bebas β0 = Intersep

β1, ..., βn = Parameter koefisien regresi

ԑ = Sisaan

2. Peubah tak bebas merupakan fungsi linear dari beberapa peubah bebas dan komponen sisaan.

3. Peubah bebas merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak, dan tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas atau tidak ada masalah multicollinearity.

4. a) Komponen sisaan mempunyai nilai harapan sama dengan nol. E( i) = 0

dan ragam konstan untuk semua pengamatan. Var( iԐ = σ2. b) Tidak ada korelasi antar sisaan . Cov( i, jԐ = 0, untuk i ≠ j.

c) Sisaan merupakan penyimpangan antara nilai aktual dengan nilai dugaan yang digambarkan pada garis regresi, sehingga sisaan diasumsikan menyebar normal.

3.1.3 Marginal Physical Product, Average Physical Product, dan Total Physical Product

(40)

... (3.4) Keterangan:

MPP = Marginal Physical Product

∆Y = Tambahan satu satuan unit hasil produksi

∆X = Tambahan satu satuan unit faktor produksi

Ada tiga kemungkinan kondisi MPP (Hanafie 2010): 1. Constant Productivity

Penambahan satu satuan input X menyebabkan tambahan satu satuan output Y secara proposional.

2. Increasing Productivity

Penambahan satu satuan input X menyebabkan tambahan output Y semakin menaik secara tidak proposional.

3. Decreasing Productivity

Penambahan satu satuan input X menyababkan tambahan satu satuan output Y menurun. Dikenal juga dengan hukum kenaikan hasil yang semakin menurun (The Law of Diminishing Return).

Menurut Hanafie (2010), Average Physical Product (APP) merupakan produk total per satuan faktor produksi.

... (3.5) Keterangan:

APP = Average Physical Product Y = Hasil produksi

X = Faktor produksi

Total Physical Product (TPP) merupakan jumlah seluruh output Y yang dihasilkan dalam proses produksi (Debertin 1986).

3.1.4 Elastisitas Produksi

(41)

nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas 3 daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Debertin (1986)

Gambar 1 Fungsi produksi Neoklasik

Keterangan:

MPP = Marginal Physical Product APP = Average Physical Product TPP = Total Physical Product

Titik B = Titik belok fungsi produksi (inflection point) Titik C = Titik singgung

(42)

Daerah Produksi I

Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi besar dari satu. Kondisi sebelum titik A, penambahan faktor-faktor produksi sebesar satu satuan akan menambah jumlah produksi yang dihasilkan lebih besar dari satu satuan (increasing return to scale). Setelah titik A, penambahan faktor-faktor produksi akan menambah jumlah produksi dengan proporsi peningkatan yang lebih kecil (decreasing return to scale). Keuntungan maksimum masih belum tercapai, karena jumlah produksi yang dihasilkan masih dapat diperbesar dengan penggunaan faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu daerah I disebut daerah irrasional jika produksi dihentikan.

Daerah Produksi II

Daerah II elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu. Penambahan faktor-faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan jumlah produksi yang dihasilkan paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Alternatif pilihan sepanjang garis titik B sampai titik M merupakan alternatif pilihan yang memberikan keutungan yang maksimum. Daerah ini disebut daerah yang rasional.

Daerah Produksi III

Daerah III mempunyai elastisitas produksi kecil dari nol (MPPX < 0), artinya

setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut daerah irrasional yang mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi inefisien.

3.1.5 Elasticity of Scale atau Return to Scale

Menurut Tasman (2006), Return to Scale fungsi produksi Cobb-Douglas diperoleh dari penjumlahan parameter variabel penduga (∑βi). Menurut Soekartawi (2002), skala usaha perlu diketahui untuk melihat apakah usahatani yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. Kondisi increasing returns to scale merupakan kondisi yang paling cocok untuk meningkatkan pendapatan petani.

(43)

jika terjadi perubahan penggunaan input secara proposional maka Tasman (2006) membedakan kondisi returns to scale pada usahatani menjadi:

1. Constant returns to scale (∑βi = 1). Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proposional dengan penambahan output produksi yang diperoleh.

2. Increasing returns to scale (∑βi > 1). Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan penambahan output produksi dengan proposi yang lebih besar.

3. Decreasing returns to scale (∑βi < 1). Artinya bahwa proporsi penambahan output produksi lebih kecil daripada proporsi penambahan input produksi.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian diketahui bahwa luas panen komoditas cabai di Propinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2009 – 2012, hal tersebut mengindikasikan bahwa dari aspek ketersediaan lahan, potensi pengembangan komoditas cabai di Propinsi Sumatera Barat masih dapat ditingkatkan. Dilihat dari aspek budidaya usahatani, Kota Payakumbuh memiliki varietas baru dari tanaman cabai merah keriting yaitu Cabai Kopay. Cabai Kopay potensial untuk dikembangkan karena memilki produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan cabai merah keriting lainnya. Berdasarkan wawancara mendalam (depth-interview) dengan Syahrul Yondri (penemu Cabai Kopay) mengatakan bahwa, “Pendapatan usahatani Cabai Kopay dapat mencapai Rp 200 000 000 per hektar per periode.” Perbedaan produktivitas antara Cabai Kopay dengan cabai merah keriting lainnya diduga akibat dari perbedaan penggunaan input dalam proses produksi. Setiap penggunaan faktor produksi memiliki batas optimum untuk meningkatkan total produksi.

(44)

ekonomi yang diperoleh dengan membandingkan Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Ketiga analisis tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi peningkatan pendapatan dan produksi usahatani Cabai Kopay sehingga mempu memberikan manfaat bagi petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional Usahatani Cabai Kopay

2. Perbedaan karakteristik Cabai Kopay dengan cabai merah keriting menyebabkan perbedaan input pada proses produksi.

(45)

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Koto Panjang Dalam merupakan asal daerah ditemukannya varietas Cabai Kopay dan Kelurahan Koto Panjang Dalam merupakan kelurahan percontohan untuk tanaman Cabai Kopay. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Maret sampai April 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan berupa data kualitatif (nonnumeris) dan data kuantitatif (numeris), baik berupa data primer maupun data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan pengamatan langsung dan wawancara langsung kepada semua petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam, yang tergabung dalam 4 kelompok tani (KT), yaitu KT-Tunas Baru, KT-Padang Baringin Talao, KT-Tanjung Dama, dan KT-Bakuang Jaya dengan menggunakan kuesioner, serta wawancara secara mendalam (depth-interview) kepada informan, yaitu staf Kelurahan Koto panjang Dalam, Pengurus Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis, dan penemu Cabai Kopay. Data sekunder diperoleh dari buku-buku yang relevan dengan topik penelitian, jurnal, skripsi, artikel, dan instansi-instansi yang terkait seperti Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kecamatan Lamposi Togo Nagori dan Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, Badan Pusat Statistik, dan Kementrian Pertanian.

4.3 Metode Pengumpulan Data

(46)

yaitu Tunas Baru, Padang Baringin Talao, Tanjung Dama, dan KT-Bakuang Jaya. Penentuan jumlah responden pada penelitian ini dengan cara sensus karena total populasi hanya 39 petani Cabai Kopay. Penggunaan sensus berlaku jika anggota populasi relatif kecil (Usman 2009). Jumlah petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam berdasarkan kelompok tani dapat di lihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Populasi petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam

No Kelompok Tani Status Penguasaan Lahan Jumlah

(Orang)

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Data yang dianalisis adalah data satu musim terakhir yang diolah dan dianalisis dengan aplikasi program Microsoft Excel 2010, EViews 7 dan Minitab 15. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis 1 Menganalisis pendapatan usahatani

Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang, Kota Payakumbuh. usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang, Kota Payakumbuh. usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang, Kota Payakumbuh.

(47)

proses usahatani. Menurut Tjakrawaralaksana (1983), pendapatan usahatani adalah sisa dari penerimaan yang telah dikurangi dengan semua biaya input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan. Berdasarkan pengertian tersebut maka pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya tunai, sedangakan pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Secara matematis dirumuskan Soekartawi (1995) pada persamaan (4.1) dan persamaan (4.2).

πatas biaya tunai = TR – TCtunai ... (4.1) πatas biaya total = TR – TCtotal ... (4.2) Menurut Soekartawi (1995), pendapatan atas biaya tunai besar daripada nol, maka biaya tunai yang dikeluarkan kecil dari penerimaan atau secara finansial usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai kecil daripada nol, maka biaya tunai yang dikeluarkan besar daripada penerimaan atau secara finansial usahatani tersebut tidak menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sama dengan nol, maka biaya tunai sama dengan penerimaan atau secara finansial usahatani mencapai titik impas (Break Even Point).

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan atas biaya total besar daripada nol, maka biaya total yang dikeluarkan kecil daripada penerimaan atau secara ekonomi usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya total kecil daripada nol, maka biaya total yang dikeluarkan besar daripada penerimaan atau secara ekonomi usahatani tidak menguntungkan. Pendapatan atas biaya total sama dengan nol, maka biaya total sama dengan penerimaan atau secara ekonomi usahatani mencapai titik impas (Break Even Point).

Penerimaan usahatani Cabai Kopay adalah perkalian antara harga jual Cabai Kopay dengan jumlah produksi Cabai Kopay. Secara matematis penerimaan usahatani dapat dilihat pada persamaan (4.3) (Doll dan Orazem 1984):

TR = PY . Y ... (4.3) Keterangan:

TR = Penerimaan total usahatani Cabai Kopay (Rp)

(48)

Y = Jumlah produksi Cabai Kopay (kg)

Biaya usahatani Cabai Kopay terdiri dari biaya tunai (cash cost) dan biaya diperhitungkan (noncash cost). Komponen biaya usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Komponen pengeluaran usahatani Cabai Kopay

No. Komponen

1 Total Cost Tunai (TC Tunai)

1. Fix cost : sewa lahan dan biaya bagi hasil

2. Variable cost : pembelian benih, pupuk kandang (kotoran ayam dan kerbau),

pupuk buatan (KCL, NPK Phonska, SS, TSP, Urea, dan ZA), pestisida anorganik (fungisida antracol dan trivia), dan upah tenaga kerja luar keluarga

2 Total Cost Diperhitungkan (TC Diperhitungkan)

1. Fix cost : pembayaran lahan yang dimiliki petani

2. Variable cost : tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan alat

3 Biaya Total (TC)

Penjumlahan Total Cost Tunai dan Total Cost Diperhitungkan Sumber: Diolah (2014)

Menurut (Soeharjo dan Patong 1973) pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisis pendapatan diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi dan kelayakan usahatani adalah perbandingan penerimaan dan biaya (Revenue Cost ratio). Analisis Revenue Cost ratio (R-C ratio) menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya (Soekartawi 1995). Perhitungan R-C ratio dilakukan atas biaya tunai dan atas biaya total. Rumus R-C ratio atas biaya tunai dan atas biaya total (Soekartawi 1995) adalah:

R-C ratio atas biaya tunai =

... (4.4) R-C ratio atas biaya total =

(49)

Menurut Soekartawi (1995), R-C ratio atas biaya total besar daripada satu, maka biaya total yang dikeluarkan kecil daripada penerimaan atau secara ekonomi usahatani menguntungkan. R-C ratio atas biaya total kecil daripada satu, maka biaya total yang dikeluarkan besar daripada penerimaan atau secara ekonomi usahatani tidak menguntungkan. R-C ratio atas biaya total sama dengan satu, maka biaya total sama dengan penerimaan atau secara ekonomi usahatani mencapai titik impas (Break Even Point).

4.4.2 Analisis Faktor Produksi

Analisis faktor produksi usahatani Cabai Kopay menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang diestimasi menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yang mentransformasikan fungsi produksi Cobb-Douglas ke dalam bentuk regresi linear berganda dengan logaritme natural (ln), dapat dilihat pada persamaan (4.6).

Ln CK = Lnβ0+ β1 Ln LLi+ β2 Ln JBi+ β3Ln PKi+ β4 Ln NPKi+ β5 Ln ZAi+ β6 Ln ANTi+ β7 Ln TRVi + β8 Ln TKi + ԑi ... (4.6) β1, β2,…, β8 > 0

Keterangan:

CK = Produksi Cabai Kopay (kg) LL = Luas lahan (ha)

JB = Jumlah benih (kg/ha)

PK = Jumlah pupuk kandang (kg/ha) NPK = Jumlah pupuk NPK (kg/ha) ZA = Jumlah pupuk ZA (kg/ha)

ANT = Jumlah pestisida antracol (kg/ha) TRV = Jumlah pestisida trivia (kg/ha)

TK = Jumlah tenaga kerja yang setara laki-laki (HKP/ha)

β0 = Intersep

β1,…, β8 = Parameter koefisien regresi ԑ = Residual

i = untuk setiap responden (petani Cabai Kopay)

(50)

variabel-variabel independen yang diestimasi berpengaruh terhadap produksi ke dalam persamaan regresi linear berganda. Pengolahan data menggunakan metode OLS dengan bantuan program Minitab 15 (Lampiran 8). Menurut Dalil Gauss-Markov (Juanda 2009), jika asumsi model regresi linear berganda dipenuhi maka pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS akan menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

4.4.2.1 Kriteria Uji Ekonomi

Kriteria ekonomi memeriksa apakah tanda dan besaran parameter estimasi sesuai dengan yang diharapkan menurut teori ekonomi dan pengalaman empiris (Sinaga 2011).

4.4.2.2 Kriteria Uji Statistika

Kriiteria uji statistik melihat nilai goodness of fit, uji statistik-F, dan statistik uji-t. Langkah-langkah pengujian model secara statistik menurut Juanda (2009) adalah sebagai berikut:

1. Asumsi sisaan ( ) dipenuhi.

2. Melihat ukuran kebaikan dari kecocokan (goodness of fit) dari model regresi.

3. Uji model secara keseluruhan dengan uji statistik-F. 4. Uji model secara parsial dengan statistik uji-t. 4.4.2.2.1 Goodness of fit

Goodness of fit menunjukkan proporsi total keragaman variabel dependen yang dijelaskan oleh model regresi variabel independen terhadap variabel dependen, R-sq dapat lihat pada persamaan (4.7).

R-sq =

= 1 - = 1 -

= 1 -

̂

̅ ... (4.7)

(51)

dalam koefisien determinasi yaitu: 1) Nilainya tidak pernah negatif

2) Memiliki nilai limit 0 ≤ R-sq ≤ 1. Apabila R-sq = 1, artinya semua titik contoh terletak pada garis dugaan persamaan regresi maka data aktual sama dengan data dugaannya, sehingga memperoleh kecocokan sempurna antara data hasil pengamatan dengan garis dugaan persamaan regresi. Apabila R-sq = 0, artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

4.4.2.2.2 Uji statistik-F

Menurut Juanda (2009), uji statistik-F digunakan untuk melihat apakah semua variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependennya, atau minimal ada satu variabel independen yang dapat mempengaruhi variabel dependen. Adapun tahapan uji statistik-F adalah sebagai berikut (Juanda 2009):

a. Hipotesis statistik: H0: β1= β2 = βn = 0

H1: minimal ada satu βn≠ 0

b. Statistik uji yang digunakan: Fhitung ~Ftabel

⁄ ~ Fα (dbr, dbe) ... (4.8)

Keterangan:

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi (R2) JKS = Jumlah Kuadrat Sisa (1 - R2) dbr = Derajat bebas regresi (k-1) dbe = Derajat bebas residual (N-k) n = Parameter koefisien regresi

c. Kriteria keputusan jika menggunakan α = 5%:

Fhitung > Ftabel atau Pvalueuji statistik F < 0.05 ……. terima H1

Fhitung < Ftabel atau Pvalueuji statistik F > 0.05 ……. terima H0

d. Apabila terima H1, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel

(52)

menjelaskan variabel dependen dengan baik pada taraf α = 0.05.

4.4.2.2.3 Statistik uji-t

Menurut Juanda (2009), statistik uji-t untuk menguji signifikansi dari parameter koefisien regresi secara parsial. Apakah masing-masing variabel independen pada persamaan regresi mempengaruhi variabel independen jika variabel lainnya tetap (cateris paribus).

a. Hipotesis statistik: H0: βn = 0

H1: βn > 0

b. Statistik uji yang digunakan: thitung≈ttabel

̂

̂ ≈ tα (dbe) ... (4.9)

Keterangan:

̂ = Estimasi nilai koefisien regresi atau parameter βn

̂ = Estimasi standar residual dugaan parameter βn

n = Parameter koefisien regresi

c. Kriteria keputusan jika menggunakan α = 5%:

thitung > ttabel atau Pvalue uji statistik-t < 0.05 ……. terima H1

thitung < ttabel atau Pvalue uji statistik-t > 0.05 ……. terima H0

d. Apabila terima H1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen

dalam persamaan regresi berpengaruh terhadap variabel dependen pada taraf

α = 0.05.

4.4.2.3 Kriteria Uji Ekonometrika

Kriteria uji ekonometrika dilakukan untuk mengetahui apakah parameter koefisien regresi yang diestimasi memenuhi asumsi model regresi linear berganda. Artinya model yang dibuat harus bebas dari penyimpangan asumsi adanya multikolinearitas, normalitas, dan heteroskedastisitas.

4.4.2.3.1 Uji Multikolinearitas

(53)

persamaan regresi berganda. Adanya multikolinearitas menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya multikolinear dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Jika nilai VIF relatif kecil (kurang dari 10), maka variabel independen tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas yang serius, sedangkan jika nilai VIF relatif besar (lebih dari 10) maka variabel independen tersebut mengalami masalah multikolinearitas yang serius (Juanda 2009).

4.4.2.3.2 Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera membandingkan value Jarque-Bera dengan taraf α yang digunakan. Jika value Jarque-Bera < α, maka residual tidak terdistribusi normal. Jika value Jarque-Bera

> α, maka residual terdistribusi normal atau tidak terdapat masalah normalitas

(Winarno, 2009)

4.4.2.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dalam estimasi model regresi linear berganda adalah homoskedatisitas yaitu ragam sisaan (error) konstan dalam setiap pengamatan. Pelanggaran asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas yang dapat dideteksi dengan uji Glejser. Jika nilai Probability Chi-Square lebih besar daripada taraf nyata, artinya tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada model. Jika nilai Probability Chi-Square lebih kecil daripada taraf nyata, artinya terdapat masalah heteroskedastisitas pada model (Juanda 2009).

4.4.3 Analisis Efisiensi Produksi

Metode analisis efisiensi produksi usahatani Cabai Kopay menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Efisiensi alokatif (harga) dilihat dari Nilai Produk Marjnal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) untuk setiap faktor produksi yang digunakan. NPM didefinisikan dari nilai yang meningkatkan jumlah produksi yang dihasilkan dari penambahan unit input (X) ketika (Y) dijual dengan harga konstan (Debertin 1986). Efisiensi terjadi jika NPM sama dengan BKM.

atau

(54)

, artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, sehingga

input harus ditambah.

, artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, sehingga input harus dikurangi.

, artinya penggunaan faktor

produksi X sudah efisien.

NPM dan BKM diturunkan dari fungsi pendapatan, untuk memperoleh keuntungan maksimum maka turunan pertama dari fungsi pendapatan sama dengan nol, dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

π = PY . Y – PX . X – TFC

... (4.11)

... (4.12) MPPX,Y diperoleh dari persamaan elastisitas produksi ( p). p merupakan

parameter koefisien regresi dari fungsi produksi Cobb-Douglas ( p = βn).

Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Tasman 2006):

p =

=

= .

p = .

p =

p =

... (4.13)

Persamaan (4.11) dapat diubah dengan memasukan persamaan (4.13) sehingga diperoleh persamaan (4.14):

(55)

̅ ... (4.15) Dimana :

π = Pendapatan

NPM = Nilai Produk Marjinal BKM = Biaya Korbanan Marjinal Mpp = Marginal Physical Product App = Average Physical Product TFC = Total Fix Cost

Y = Produksi Cabai Kopay X = Faktor produksi

∆Y = Perubahan produksi Cabai Kopay ∆X = Perubahan faktor produksi

PY = Harga Cabai Kopay PX = Harga faktor produksi

Gambar

Tabel 1 Produksi dan laju pertumbuhan sub subsektor hortikultura di Indonesia,
Tabel 2 Perkembangan produksi sayuran Indonesia, tahun 2010 – 2012
Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Propinsi Sumatera
Tabel 7  Penelitian terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi pada usahatani cabai merah keriting di Desa Ketep yaitu faktor produksi luas lahan,

Penggunaan faktor produksi yang berupa luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk pupuk urea, pupuk Phonska, dan pupuk SP- 36 pada usahatani jagung di Kecamatan Geyer,

Penggunaan faktor produksi pada usahatani cabai merah masih didasarkan pada minat dan pengalaman para petani cabai merah, penggunaan bibit, pupuk organic dan anorganik,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja secara simultan dan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh penggunaan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, fungisida, insetisida, dan tenaga

Penggunaan faktor produksi luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk cair, dan pestisida pada usahatani padi mentik susu organik belum mencapai efisiensi

Petani padi sawah dalam mengkombinasikan faktor produksi luas lahan belum mencapai efisiensi ekonomi, penggunaan faktor produksi tenaga kerja dan benih tidak efisien, sedangkan

Faktor produksi luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk NPK, tenaga kerja dan pestisida secara parsial berpengaruh terhadap produksi padi di Kecamatan