• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variability Induction on Stem Cutting and Callus Culture of Handeuleun Trough Gamma Rays Irradiation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variability Induction on Stem Cutting and Callus Culture of Handeuleun Trough Gamma Rays Irradiation"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

ARRIN ROSMALA

 

 

 

 

 

 

 

 

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Keragaman pada Stek Pucuk dan Kultur Kalus Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Arrin Rosmala

(3)

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Trough Gamma Rays Irradiation. Supervised by NURUL KHUMAIDA and DEWI SUKMA.

Handeuleum is medicinal plant that being used by Indonesian people for infection prevention after getting birth, body weight reduction, hemmoroids, abscess, ulcer healing, and prevention of plaque development on teeth. In handeuleum biomass production, Doleschallia bisaltidae attack can reduce its biomass yield up to 70%. That’s the reason to find handeuleum varieties which have better phytochemistry and resistance to pest. Since handeuleum cannot produced seeds, it always propagated vegetatively cause handeuleum has narrow variability. One of the ways improve handeuleum variability is through mutation induction with gamma irradiation which can applied both in vivo and in vitro. This aim of this study is to improve variability of handeuleum trough irradiation gamma rays in vivo (i.e. stem cutting of handeuleum accession Bogor) and in vitro (i.e. callus culture of handeuleum accession Kalimantan and Papua). The results indicate that gamma irradiation caused the diversity toward of cuttings handeuleum Bogor accession and callus culture handeuleum Kalimantan and Papua accession. The GR50 values of irradiation on handeuleum stem cuttings

could be observed on plant height, total number of leaves, leaf length, and leaf weight. Generally irradiation treatment dose 15 Gy, 30 Gy, and 45 Gy have higher value than control (0 Gy) at growth, leaves morphology, leaves anatomy of paradermal, and pigment content (anthochyanine, chlorophyll, and carotenoid) except leaves anatomy of paradermal variable. On the contrary at treatment dose irradiation 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, and 105 Gy on the same variables have lower value than control. Irradiation caused change in phythochemistry content, isozyme pattern (peroxidase (PER); esterase (EST); and acid phosphatase (ACP)), and phenotipic variability. Dose irradiation 45 Gy results the most putative mutant variation. Variability on experiment callus culture of handeuleum accession Kalimantan and Papua seen at callus variance value of relative rate growth, the most value is result by dose 25 Gy.

(4)

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan DEWI SUKMA.

Handeuleum merupakan tanaman obat yang daunnya telah lama dimanfaatkan untuk mencegah infeksi setelah melahirkan, mengurangi berat badan, mengobati wasir, bisul, dan borok, serta mencegah pembentukan plak pada gigi. Handeuleum biasanya diperbanyak secara vegetatif karena biji sulit untuk terbentuk sehingga keragaman handeuleum menjadi sempit. Selain itu, handeuleum memiliki kendala dalam produksi biomassa daun yaitu adanya serangan larva Doleschallia bisaltidae yang menyebabkan penurunan hasil hingga 70%. Untuk meningkatkan keragaman, mendapatkan kandidat tanaman dengan kandungan fitokimia tinggi serta tahan hama adalah dengan induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Iradiasi dapat diterapkan pada tanaman in vivo dan in vitro. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keragaman handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo (stek pucuk) pada aksesi Bogor dan in vitro (kultur kalus) pada aksesi Kalimantan dan Papua.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma menimbulkan keragaman terhadap stek handeuleum aksesi Bogor dan terhadap kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua. Percobaan iradiasi sinar gamma pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor menghasilkan nilai GR50 pada

peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. Umumnya perlakuan iradiasi dosis 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy memiliki nilai pengamatan lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol pada peubah pertumbuhan, morfologi daun, anatomi daun paradermal, dan kandungan pigmen (antosianin, klorofil, dan karotenoid) kecuali peubah irisan anatomi daun transversal. Sebaliknya untuk perlakuan iradiasi dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy pada peubah yang sama memiliki nilai yang lebih kecil daripada kontrol. Iradiasi menyebabkan terjadi perubahan kandungan fitokimia, pola pita isozim (peroksidase (PER); esterase (EST); dan asam fosfatase (ACP)), serta menyebabkan keragaman fenotipik.

Variasi mutan putatif paling banyak dihasilkan oleh perlakuan iradiasi dosis 45 Gy. Keragaman akibat iradiasi sinar gamma pada percobaan kultur kalus

handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua terlihat pada nilai ragam peubah rentang pertumbuhan kalus, dimana dosis 25 Gy menghasilkan nilai paling besar.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan sebagian besar pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

ARRIN ROSMALA

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Nama : Arrin Rosmala

NRP : A252070081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. Ketua

Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(9)

rahmat-Nya penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Induksi Keragaman pada Stek Pucuk dan Kultur Kalus Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff) Melalui Iradiasi Sinar Gamma.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. dan Dr. Dewi Sukma, S.P., M.Si. atas bimbingannya selama penelitian dan atas sarana penelitian yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si, selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.Si, selaku Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura.

Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Nova Kristiana dan staf kebun dari BALITTRO, serta Pak Ir. Ahmad Riyadi, M.Si. atas penyediaan bahan tanaman untuk penelitian ini. Kepada Ibu Siti Kholifah, Ibu Juju Juariah, Pak Prayitno, Pak Milin, Pak Joko, Pak Atang, Pak Prasetyo, dan Pak Yudi yang telah banyak membantu selama penelitian. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Nofia Hardarani, Dwi Rahayu, Dewi Cakrawati, Susi Purwiyanti, Rina Hidayati Pratiwi, Dian Novita, Pienyani Rosawanti, Joan Joulanda Grace Kailola, Aries Kusumawati, Puji Lestari, Richenly Nanlohy, Odit Ferry, Leo Mualim, Syukur Karamang, Tisna Prasetyo, Ahmad Rifqi Fauzi, Pak Nur Arifin, Ibu Atra Romeida, Ibu Kartika Ning Tyas, Lya Nur Yulyaningsih, Mutty Ebtessam, Utami Nurani Putri, Rheka Endalia Meina, Ibu Acih, rekan-rekan mayor AGH 2007 (S-3), PBT 2007 dan 2008, serta kepada teman-teman di Jasminer’s atas persahabatan yang terjalin. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada papah, mamah, kakakku Mia Anin Rahmania, adik-adikku: Attin Rachmawati dan Alin Rosliana atas doa, dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti mengalir.

Sebagian dari karya ilmiah ini rencananya akan dimasukkan ke dalam Jurnal Agronomi Indonesia, dan sebagian lagi ke dalam Jurnal Hayati. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat untuk banyak pihak.

Bogor, Agustus 2011

(10)
(11)

Halaman

INDUKSI KERAGAMAN PADA STEK PUCUK HANDEULEUM (Graptophyllum pictum L. Griff) AKSESI BOGOR MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA

Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Panjang Daun dan Lebar Daun 28 Warna Daun, Tekstur Daun, Warna Batang, Indeks Warna Hijau Relatif Daun ... 33

Kandungan Antosianin, Klorofil Total, dan Karotenoid ... 35

Anatomi Daun ... 39

(12)

Gamma ... 58

Simpulan ... 64

Saran ... 65

INDUKSI KERAGAMAN PADA KULTUR KALUS HANDEULEUM (Graptophyllum pictum L. Griff) AKSESI KALIMANTAN DAN PAPUA MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA Abstrak ... 67

Pendahuluan ... 68

Tujuan ... 69

Hipotesis ... 70

Metodologi Penelitian ... 70

Waktu dan Tempat ... 70

Analisis Data ... 75

Hasil dan Pembahasan ... 75

Kondisi Umum ... 75

Waktu Inisiasi Kalus, Jumlah dan Persentase Jumlah Eksplan Berkalus dan Bobot Kalus ... 76

Warna dan Tekstur Kalus ... 80

Bobot Kalus Proliferasi ... 83

Iradiasi Sinar Gamma Kalus ... 84

Keragaman Kalus Hendeuleum Akibat Iradiasi Sinar Gamma .. 90

Simpulan ... 91

Saran ... 92

PEMBAHASAN UMUM ... 93

SIMPULAN UMUM DAN SARAN Simpulan ... 99

Saran ... 99

(13)

1 Kriteria penilaian kandungan metabolit sekunder secara kualitatif

dengan uji fitokimia ... 20

2 Nilai rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST ... 29

2 Nilai rata-rata warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks

warna hijau relatif daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST ... 33

3 Nilai rata-rata jumlah stomata, jumlah sel epidermis, indeks stomata, dan kerapatan stomata daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai

perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST ... 40

4 Nilai rata-rata tebal daun, tebal kutikula, tebal epidermis atas, panjang palisade, tebal bunga karang, dan tebal epidermis bawah daun

handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar

gamma pada 10 MST ... 45

5 Korelasi antara karakter pertumbuhan, morfologi, anatomi, dan

pigmen pada tanaman handeuleum aksesi Bogor ... 49

6 Kandungan fitokimia daun handeuleum aksesi Bogor yang diiradiasi

dengan sinar gamma pada 10 MST ... 51

7 Keragaman fenotipik handeuleum aksesi Bogor akibat dosis iradiasi

sinar gamma pada 10 MST ... 59

8 Keragaman regeneran mutan putatif handeuleum hasil perlakuan

dengan iradiasi sinar gamma pada 3 BST ... 62

9 Waktu inisiasi kalus, jumlah eksplan berkalus, persentase jumlah eksplan berkalus, bobot kalus pada tahap induksi kalus handeuleum

aksesi Kalimantan dan Papua ... 78

10 Interaksi antara komposisi media proliferasi dan aksesi terhadap

kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua ... 83

11 Interaksi antara aksesi, dosis iradiasi, dan media regenerasi terhadap

Bobot kalus subkultur 1 dan bobot kalus subkultur 2 setelah iradiasi .... 85

(14)
(15)

1 Kerangka berpikir peningkatan keragaman pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor dan kultur kalus handeuleum aksesi

Kalimantan dan Papua melalui iradiasi sinar gamma ... 4

2 Keragaan handeuleum. Tanaman utuh (kiri) dan bunga (kanan) aksesi

Bogor ... 6

3 Keragaan daun handeuleum aksesi Bogor tanpa dan yang diiradiasi dengan berbagai dosis sinar gamma; ovate (a), obovate (b),

lancoleate (c), kontrol (0 Gy) (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f), 45 Gy (g),

60 Gy (h), 75 Gy (i), 90 Gy (j), dan 105 Gy (k) ... 23

4 Keragaan tanaman handeuleum pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: kontrol (0 Gy) (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c), 45 Gy (d), 60 Gy (e), 75 Gy (f), 90 Gy (g), dan 105 Gy (h). Terlihat bahwa daun pada perlakuan 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy memiliki warna

yang berbeda dengan kontrol ... 24

5 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 tinggi tanaman

handeuleum aksesi Bogor ... 26

6 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 jumlah daun

handeuleum aksesi Bogor ... 26

7 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 panjang daun

handeuleum aksesi Bogor ... 27

8 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 lebar daun

handeuleum aksesi Bogor ... 27

9 Grafik perbandingan kandungan pigmen antosianin, klorofil total, dan

karotenoid handeuleum aksesi Bogor pada berbagai dosis iradiasi ... 36

10 Irisan paradermal daun handeuleum aksesi Bogor (400x): sel

epidermis (a), sel tetangga (b), sel penjaga (c), lubang stomata (d) ... 40

(16)

13 Perbandingan struktur anatomi daun handeuleum aksesi Bogor irisan transversal: (a) 0 Gy (kontrol), (b) 15 Gy, (c) 30 Gy, (d) 45 Gy, (e) 60 Gy, (f) 75 Gy, (g) 90 Gy, (h) 105 Gy Semakin tinggi dosis iradiasi, kandungan antosianin semakin berkurang yang berkurang

yang ditunjukkan oleh warna merah ... 47

14 Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman (dimodifikasi) menurut Kaufman et al. (1999) ... 50

15 Interpretasi variasi pola pita isozim peroksidase (PER) ... 54

16 Interpretasi variasi pola pita isozim esterase (EST) ... 55

17 Interpretasi variasi pola pita isozim alkohol dehidrogenase (ADH) ... 56

18 Interpretasi pola pita isozim asam fosfatase (ACP) ... 56

19 Interpretasi variasi pola pita isozim enzim malat dehidrogenase (MDH) ... 57

20 Keragaan variasi morfologi handeuluem aksesi Bogor pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: Keragaan daun pada dosis 15 Gy (a),30 Gy (b),45 Gy (c); Keragaan tunas pada dosis 0 Gy (d), 45 Gy (e),60 Gy (f); 75 Gy (g); Keragaan warna daun yang umumnya muncul pada penelitian ini: ungu (skoring 5) (h), ungu kehijauan (skoring 3) (i), hijau (skoring 1) (j); Keragaan warna batang yang umumnya muncul pada penelitian ini: ungu (skoring 5) (k), ungu kehijauan (skoring 3) (l), hijau (skoring 1) (m) ... 61

21 Keragaan handeuleum. handeuleum di lapang (a); potongan daun asenik untuk inisiasi kalus pada media perlakuan (b) ... 75

22 Hubungan antara konsentrasi 2.4D dengan bobot kalus dua aksesi handeuleum pada konsentrasi NAA 10 dan 15 µM ... 79

23 Warna kalus pada induksi kalus dari dua aksesi handeuleum: putih (a), putih bening (b), cokelat (c) ... 80

24 Pengaruh kombinasi media terhadap warna kalus dua aksesi handeuleum ... 81

(17)

27 Warna kalus handeuleum yang diiradiasi: putih kecokelatan (a),

cokelat keputihan (b), cokelat (c), cokelat kehitaman (d), hitam (e) ... 89

28 Radikal bebas primer (*OH, H*) dan sekunder (H2O2, O2*-) terlibat

pada stres okidatif yang diproduksi oleh IR. eaq- : solvated electron/

elektron terhidrasi ; H2O*: molekul air yang tereksitasi (Esnault et al.

(18)

Halaman

1 Analisis fitokimia ... 113

2 Analisis klorofil dan anthosianin ... 114

3 Analisis isozim ... 115

(19)

Latar Belakang

Dewasa ini, terdapat kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to

nature), dimana masyarakat lebih memilih untuk menggunakan obat alami yang memiliki harga terjangkau dan dipercaya tidak memiliki efek samping

dibandingkan dengan obat-obatan sintetik. Pramono (2002) mencatat bahwa

terdapat peningkatan tren pasar dunia obat herbal sebesar 13%, dimana nilai

perdagangan tercatat sebesar US$20 milyar pada tahun 2000. Biofarmaka (2002)

menambahkan pada tahun 2001 terjadi peningkatan penjualan menjadi

US$45 milyar. Indonesia sendiri pada tahun 2004 terjadi peningkatan omzet

industri jamu nasional sebesar 15 - 20% (Rp3.2 - 3.5 triliun) dari tahun 2003.

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff.) merupakan tanaman obat

yang layak dikembangkan sebagai salah satu tanaman obat unggulan asli

Indonesia. Tanaman ini telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk

menyembuhkan berbagai macam penyakit. Orang Sunda menggunakannya untuk

mencegah infeksi setelah melahirkan, mengembalikan stamina, menormalkan

kembali ukuran rahim, membersihkan rahim dari darah putih, merangsang

produksi ASI, dan mengurangi berat badan (Bermawie et al. 2006). Kearifan lokal

penggunaan obat ini sebagai obat tradisional juga dilaporkan di Pangalengan Jawa

Barat sebagai obat wasir; di Maluku handeuleum yang dikenal sebagai alifuru

dimanfaatkan sebagai obat bisul, darah tinggi, rematik, dan lain-lain; dan

masyarakat Papua menggunakan handeuleum untuk mengatasi penyakit ulu hati,

diabetes, dan batu ginjal (Khumaida et al. 2008).

Menurut hasil penelitian Wahyuningtyas (2005) ekstrak handeuleum 40%

dapat menghambat pembentukan plak pada gigi. Selain itu, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Mu’minah (2007) menunjukkan bahwa ekstrak etanol handeuleum

mampu menurunkan kadar total lipid, kolesterol LDL, dan HDL serum darah

mencit yang diovariektomi bilateral. Penelitian ini merupakan penelitian tahap

awal untuk menyelidiki peranan etanol yang terkandung dalam handeuleum

terhadap kadar hormon estrogen. Estrogen memiliki peran terhadap kondisi

(20)

handeuleum dapat dipakai sebagai tanaman obat untuk mengobati wasir,

melancarkan buang air seni, melancarkan haid, dan rematik/encok.

Isnawati dan Soediro (2003) mengemukakan bahwa handeuleum

mengandung antosianin, leukoantosianin, tannin galat, asam protokatekuat,

flavon, dan flavanol. Menurut BPOM (2004), adanya alkohol, pektin, dan asam

formiat pada tanaman ini merupakan bahan kimia yang bermanfaat sebagai obat.

Handeuleum juga mengandung flavonoid 0.4% dan kandungan minyak atsiri

kurang dari 0.4%. Dilaporkan kemudian bahwa vormofoliol merupakan senyawa

yang menjadi identitas tanaman ini.

Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Khumaida et al. (2008),

menunjukkan bahwa beberapa aksesi handeuleum positif kuat sekali (++++)

mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan

glikosida. Kandungan flavonoid yang positif kuat sekali menandakan bahwa

tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. Selain itu, kandungan

triterpenoid yang positif kuat sekali diduga dapat digunakan sebagai senyawa

penanda untuk ketahanan tanaman terhadap hama. Pemanfaatan handeuleum

sebagai bahan baku obat telah dilakukan oleh perusahaan jamu berskala nasional,

seperti PT Indo Farma dan PT Sidomuncul, yang memerlukan 1 - 2 ton daun

handeuleum setiap bulannya (PSBI 2008). Menurut Wibowo (2000), PT Fimedco

juga turut memanfaatkan bagian tanaman ini sebagai bahan baku obatnya.

Hasil eksplorasi dan penelitian yang dilakukan oleh Khumaida (2008)

telah mengumpulkan handeuleum sebanyak 38 aksesi dari seluruh Indonesia,

dimana tiga belas aksesi yang diuji memiliki kandungan fitokimia tinggi yang

berguna untuk pengobatan. Saat ini handeuleum belum dibudidayakan secara

khusus, tanaman ini biasanya diperbanyak secara konvensional yaitu dengan cara

distek, karena tidak terbentuk biji pada handeuleum. Perbanyakan secara vegetatif

menghasilkan tanaman yang seragam akan tetapi tingkat keragaman genetiknya

sempit. Selain itu, handeuleum memiliki kendala dalam produksi biomassa daun

yaitu adanya serangan larva Doleschallia bisaltide yang menyebabkan penurunan

hasil hingga 70%. Induksi mutasi dapat diterapkan untuk meningkatkan

keragaman tanaman dan mendapatkan kandidat tanaman yang tahan hama, baik

(21)

dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keragaman handeuleum dan

memperbesar peluang didapatkannya kandidat-kandidat varian tanaman baru yang

memiliki kandungan fitokimia yang tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan obat tradisional Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keragaman

handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo pada stek pucuk

handeuleum aksesi Bogor dan in vitro pada kultur kalus handeuleum aksesi

Kalimantan dan Papua.

Hipotesis

1. Terdapat keragaman pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor yang diiradiasi

dengan sinar gamma.

2. Terdapat keragaman pada kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan

Papua yang diiradiasi dengan sinar gamma.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai

peningkatan keragaman handeuleum melalui iradiasi sinar gamma secara in vivo

pada stek pucuk dan secara in vitro pada kultur kalus.

Kerangka Penelitian

Handeuleum adalah tanaman yang banyak dimanfaatkan untuk digunakan

sebagai obat dan sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh. Bagian

handeuleum yang banyak dimanfaatkan adalah daunnya. Berdasarkan hasil

penelitian awal yang telah dilakukan, Khumaida et al. (2008) menyatakan bahwa

tanaman ini memiliki keragaman yang sempit, karena hanya dapat diperbanyak

(22)

Keterangan: ---- belum didapatkan

Induksi kalus Stek pucuk berakar

Proliferasi

Kalus hasil iradiasi

Inkubasi

Replanting

Pertumbuhan

Identifikasi Keragaman Kandidat varian baru

Iradiasi

Identifikasi Keragaman

Kandidat varian baru Perbanyakan handeuleum dengan stek memiliki tingkat

keragaman genetik sempit.

Peningkatan Keragaman Genetik

Gambar 1 Kerangka berpikir peningkatan keragaman pada stek pucuk

handeuleum aksesi Bogor dan kultur kalus handeuleum aksesi

Kalimantan dan Papua melalui iradiasi sinar gamma.

Peningkatan keragaman pada stek pucuk handeuleum aksesi Bogor dan

kultur kalus handeuleum aksesi Kalimantan dan Papua dijelaskan pada Gambar 1.

Penelitian ini meningkatkan keragaman Handeuleum yang sempit melalui induksi

sinar gamma secara in vitro (kultur kalus) dan in vivo (stek pucuk). Kalus dan stek

pucuk diiradiasi sesuai dengan perlakuan, kemudian diidentifikasi keragamannya

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi

Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff), merupakan tanaman asli

Papua berbentuk perdu yang tumbuh lurus, tingginya dapat mencapai 1.5 - 8 m.

Handeuleum ditemukan tumbuh di daerah Jawa mulai dari dataran rendah hingga

ketinggian 1 250 m di atas permukaan laut (dpl), sering ditanam sebagai tanaman

hias atau tanaman pagar, dan banyak digunakan sebagai tanda batas di perkebunan

teh. Tanaman ini diperbanyak dengan cara stek (Heyne 1987).

Menurut United States Department of Agriculture (USDA) (2008),

taksonomi handeuleum sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales

Family : Acanthaceae

Genus : Graptophyllum Nees

Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff

Menurut Heyne (1987), handeuleum dikenal di luar negeri sebagai

-Caricature plant (Inggris), Gertenschriftblatt (Jerman). Indonesia sendiri

memiliki berbagai macam nama daerah: handeuleum, daun temen-temen (Sunda),

daun putri (Ambon), temen (Bali), kabi-kabi (Ternate) dan dongo-dongo (Tidore).

daerah Madura menyebutnya karoton dan karotong. Daerah Jawa mengenal daun

ini dengan nama demung, tulak, dan wungu. Berdasarkan hasil eksplorasi dan

observasi oleh Khumaida et al. (2008), diketahui bahwa masyarakat di desa

Snaimboy Manokwari-Papua Barat menggunakan handeuleum sebagai obat

tradisional, mereka menyebut handeuleum sebagai brendek, dimanfaatkan untuk

(24)

38 aksesi handeuleum yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia, dimana 13 di

antaranya memiliki kandungan bioaktif yang tinggi.

Handeuleum memiliki kulit dan daun berlendir, serta baunya kurang enak.

Ciri-ciri batang adalah sebagai berikut: aerial, berkayu, silindris, tegak, warna

ungu kehijauan, bagian dalam solid, permukaan licin, percabangan simpodial

(batang utama tidak tampak jelas), arah cabang miring ke atas. Daunnya tunggal,

tersusun berhadapan (folia oposita), warna ungu tua, panjang 15 - 25 cm, lebar 5 -

11 cm, helaian daun tipis tegar, bentuk bulat telur, ujung runcing, pangkal

meruncing (acuminatus), tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan

mengkilat (nitidus). Sedangkan bunganya majemuk, muncul dari ujung batang

(terminalis). Buah: kotak sejati (capsula), lonjong, warna ungu kecoklatan, bentuk biji bulat-berwarna putih, dan akarnya tunggang. Keragaan tanaman

handeuleum ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Keragaan handeuleum. Tanaman utuh (kiri) dan bunga (kanan) aksesi Bogor.

Menurut BPPT (2008) handeuleum cocok tumbuh di daerah dataran

rendah sampai ketinggian 1 250 meter di atas permukaan laut. Wibowo (2000)

menambahkan handeuleum mampu tumbuh pada ketinggian di bawah

800 meter dpl, dimana semakin tinggi dataran maka daun handeuleum akan

semakin berwarna ungu yang disebabkan oleh adanya peningkatan senyawa

(25)

bahwa handeuleum dapat tumbuh di tempat terbuka, beriklim kering, dan lembab.

Handeuleum umumnya dikembangbiakkan menggunakan stek batang karena buah

dan biji sulit terbentuk (Djazuli & Fathan 2000).

Kandungan Kimia dan Manfaat

Graptophyllum pictum L. Griff telah lama dikenal sebagai tanaman obat, terutama sebagai obat wasir karena bersifat anti inflamasi, sehingga mampu

mengurangi pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh wasir,

membantu proses melahirkan, serta dapat dipakai sebagai pelembut kulit.

Tanaman ini juga dipakai untuk mengobati bisul, luka-luka, radang, dan

melancarkan datang bulan.

Beberapa pustaka menyebutkan bahwa handeuleum mengandung

metabolit sekunder alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, glikosida, dan steroid.

Isnawati dan Soediro (2003) mengemukakan bahwa handeuleum juga

mengandung antosianin, leukoantosianin, tannin galat, asam protokatekuat,

flavon, dan flavanol. Menurut Wahyuningtyas (2005) ekstrak handeuleum 40%

dapat menghambat pembentukan plak pada gigi. Berdasarkan uji klinis pada

kelinci menunjukkan bahwa infus handeuleum dengan kadar 1.56 - 100%

mempunyai efek sebagai laksansia ringan, yaitu dengan menaikkan amplitude

kontraksi otot polos jejunumnya (Sumastuti 2000). Mu’minah (2007) melaporkan

bahwa ekstrak etanol pada daun handeuleum dalam serum darah dapat

menurunkan kadar kolesterol LDL dan total lipid, selain itu juga dapat

menurunkan berat badan mencit yang digunakan pada penelitian.

Kultur Kalus

Menurut Gamborg dan Shyluk (1981), kultur jaringan merupakan

sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman. Jaringan

dapat dikulturkan secara aseptik dalam medium hara. Kemudahan dalam

melakukan kultur tergantung pada jenis tanaman dan asal jaringan.

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman

seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta

(26)

Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam wadah tertutup yang tembus cahaya agar

bagian-bagian tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman

lengkap. Teknik kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan secara

in vitro. Awalnya teknik kultur jaringan ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori totipotensi sel, lalu berkembang untuk penelitian di bidang

fisiologi tanaman dan biokimia (Gunawan 1992). Totipotensi didefinisikan

sebagai kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan berkembang bila tersedia

lingkungan luar yang sesuai (Mantell et al. 1985).

Menurut George dan Sherrington (1984) ada 2 (dua) kemungkinan

pertumbuhan tanaman secara in vitro yaitu pertumbuhan terorganisasi dan tidak

terorganisasi. Pertumbuhan terorganisasi terjadi pada bagian-bagian tanaman

(organ) seperti titik tumbuh (meristem) pucuk atau akar, daun yang baru/mulai

muncul, kuncup bunga, dan buah-buah kecil yang dikulturkan. Pertumbuhan tidak

terorganisasi jarang terjadi di alam, seringkali terjadi ketika potongan-potongan

tanaman yang dikulturkan secara in vitro. Jaringan-jaringan yang kemudian

terbentuk, kekurangan beberapa struktur khas yang dapat dikenali dan hanya

berisi sejumlah sel berbeda jenis yang ditemukan pada tanaman lengkap yang

selanjutnya disebut kalus. Regenerasi tanaman dapat dilakukan secara langsung

atau melalui dua tahap yaitu media induksi kalus dan media induksi tunas

adventif.

Kultur kalus dapat dihasilkan dari sejumlah besar organ tanaman yang

beragam seperti akar, tunas, dan daun, atau tipe spesifik sel seperti endosperm dan

polen. Untuk inisiasi kalus, secara aseptik eksplan ditransfer ke dalam media semi

solid dan secara halus merendam eksplan ke dalam medium agar sehingga tercipta

suatu kontak yang baik.

Media, jenis, dan konsentrasi ZPT adalah faktor utama dalam

pembentukan kalus. Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh George dan

Sherrington (1984), untuk induksi kalus tanaman dikotil diperlukan auksin dengan

konsentrasi tinggi dan tetap memerlukan sitokinin pada konsentrasi sangat rendah.

Induksi tunas diperlukan sitokinin dengan konsentrasi tinggi dan auksin pada

konsentrasi rendah, ada juga induksi tunas dapat dihasilkan dengan penggunaan

(27)

tanaman induk dikulturkan dalam media semi padat yang ditambahkan auksin

dengan konsentrasi yang relatif cukup tinggi, dengan atau tanpa sitokinin. Kalus

yang terbentuk selanjutnya dipindahkan ke media dengan auksin rendah untuk

merangsang pembentukan struktur yang terorganisir. Tunas dan akar akan

terbentuk dari bagian meristemastik, pada bagian permukaan dari kalus.

Faktor genotipe secara keseluruhan mempengaruhi pola pembentukan

organ adventif dari kalus. Kemampuan membentuk tunas dan akar secara terpisah

atau embriogenesis dari kalus berbeda antar famili maupun genus tanaman.

Pembentukan embrio (embriogenesis) dan pengembangan dari embrio pada

umumnya memerlukan taraf auksin yang berbeda. Embrio terbentuk dari sel

meristemastik yang mempunyai isi sitoplasma yang penuh (tanpa vakuola). Hasil

penelitian Sondahl dan Sharp pada tahun 1977 memaparkan bahwa eksplan daun

Coffea arabica ditanam pada medium MS + Kinetin 22 µM (≈ 0.43 mg/L) +

2.4-D 2 µM (≈4.862 mg/L) dapat membentuk kalus dan pada medium MS +

Kinetin 2.5 µM (≈0.538/L) + NAA 0.5 µM (≈0.09 mg/L) dapat membentuk tunas

dan embrio genesis somatik (Ammirato 1982; Tisserat 1985).

Iradiasi Sinar Gamma

Iradiasi ialah pemberian sinar radio aktif pada suatu objek dengan dosis

tertentu selama periode tertentu (Ismachin 2007). Salah satu sifat dari unsur

radioaktif tersebut adalah kemampuannya untuk menghasilkan iradiasi pengion,

yaitu iradiasi dengan energi tinggi yang dapat bereaksi dengan objek yang dikenai

iradiasi dengan cara pengionan. Molekul objek akan mengalami ionisasi dan

tereksitasi. Elektron yang terlepas akibat ionisasi akan ditangkap oleh molekul

lain yang kemudian dapat membentuk radikal bebas yang sangat reaktif.

Pembentukan radikal bebas tersebut akan mempengaruhi air yang merupakan

komponen terbesar di dalam sel atau dalam sistem biologi. Hal tersebut akan

sangat menentukan terhadap kerusakan di dalam sistem biologi.

Briggs dan Constantin (1977) melaporkan bahwa iradiasi elektromagnetik

dapat menimbulkan keragaman genetik, karena pengaruh iradiasi dapat

menimbulkan perubahan struktur gen, struktur kromosom ataupun jumlah

(28)

Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar ultraviolet dan beberapa tipe

radiasi pengion seperti sinar x, sinar gamma, partikel alfa, partikel beta, proton,

dan neutron.

Van Harten (1998) menyatakan bahwa sinar gamma merupakan mutagen

yang paling banyak digunakan, hal ini dikarenakan sinar gamma memiliki panjang

gelombang yang pendek (lebih pendek dari sinar X) sehingga memiliki level

energi tertinggi. Level energi yang tinggi membuat sinar gamma mampu untuk

menembus lebih ke dalam jaringan dibandingan dengan mutagen fisika lainnya,

sehingga frekuensi mutasi yang terjadi menjadi lebih besar. Selain itu, sinar

gamma tidak meninggalkan residu radioaktif seperti yang dihasilkan oleh partikel

alpha dan beta. Lebih jauh van Harten (1998) menjelaskan bahwa sinar gamma

dapat dihasilkan oleh radioisotop 137Cs atau 60Co. Cobalt-60 memiliki dua puncak

spektrum energi radiasi pada 1.33 MeV dan 1.17 MeV, dengan masa paruh5.27

tahun, dan cobalt menjadi hilang terhadap stanium yang stabil. Caesium-137

merupakan mono-energetic dengan puncak energi pada 0.66 MeV.

Menurut Crowder (1997) iradiasi dapat menyebabkan patahnya

kromosom, dan pada dosis yang rendah dapat menyebabkan terjadinya delesi,

semakin tinggi dosis akan menimbulkan duplikasi, inversi, dan translokasi.

Ionisasi dari basa di dalam molekul DNA menyebabkan basa-basa tersebut salah

berpasangan. Tiamin akan berpasangan dengan adenin dalam keadaan normal,

namun apabila tiamin kehilangan satu proton akibat ionisasi maka tiamin akan

berpasangan dengan guanin. Hal demikian akan menimbulkan terjadinya mutasi

gen. Apabila iradiasi pengion memutuskan rantai kromosom pada tempat-tempat

tertentu, maka dapat mengubah struktur kromosom. Apabila kerusakan terjadi

pada benang-benang gelendong (spindle fibre) yang berfungsi menarik kromosom

ke kutub-kutubnya pada fase anafase saat pembelahan mitosis, maka akan

mengubah jumlah kromosom dan menyebabkan euploidi dan aneuploidi. Oleh

karena itu ionisasi dapat menyebabkan terjadinya mutasi kromosom dan aberasi

kromosom.

Mandal et al. (2000) menyatakan pemberian perlakuan iradiasi pada tunas

krisan dengan dosis 1.5 krad, 2.0 krad, dan 2.5 krad telah didapatkan hasil bahwa

(29)

dengan perlakuan yang lain dimana 55% daun varigata dan 5% lainnya

mengalami mutasi. Menurut Handayanti et al. (2001), tanaman mini varietas

Romantica meilandina yang diiradiasi 1 krad sampai 10 krad bunga berubah dari

warna pink menjadi warna putih. Eksplan Prince meilandina yang diiradiasi

1 krad sampai 8 krad dari merah tua berubah menjadi merah agak muda.

Pemberian iradiasi sinar gamma dan kolkisin pada kultur in vitro

menyebabkan terjadinya keragaman dalam bentuk dan ukuran daun, serta warna

bunga dari tanaman Crossandra infundibuliformis var Danica (Hewawasam et al.

2004). Penelitian iradiasi sinar gamma pada kultur kalus nodular manggis yang

dilakukan oleh Qosim et al. (2007) mengemukakan bahwa respon daya regenerasi

kalus nodular menurun dan variabel waktu pembentukan tunas meningkat secara

linier seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi. Selain itu jaringan bunga

karang dan jumlah berkas pembuluh dari regeneran mutan pada umumnya lebih

tebal dan lebih banyak daripada regeneran kontrol yang tidak mendapat perlakuan

sinar gamma.

Induksi Mutasi In Vivo dan In Vitro

Ibrahim (1999) menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan genetik, dan

merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik. Mutasi merupakan

satu-satunya sumber pencipta keragaman pada tanaman yang pada tanaman yang steril

dan tanaman apomiktik obligat. Poespodharsono (1996) menambahkan bahwa

secara molekuler mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sekuen)

nukelotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada

protein yang dihasilkan.

Van Harten (1998) menyebutkan induksi mutasi sinar gamma dapat

diterapkan pada materi tanaman in vivo dan in vitro. Micke dan Donini (1993)

menyatakan bahwa bagian tanaman yang dapat dimutasi dengan cara diiradiasi

adalah dengan biji dan tepung sari, dan untuk tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif bagian yang dapat dimutasi adalah umbi, stek stolon, dan rimpang.

Micke dan Donini (1993) menyebutkan pada tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif, mutasi dapat terjadi pada sel-sel somatik, kimera sektoral yang mungkin

(30)

dihilangkan. Maluszynski et al. (1995) mengemukakan pada kondisi in vivo sulit untuk mengisolasi mutan dari kimera sektorial dan membutuhkan waktu yang

lama, sedangkan kondisi in vitro mengisolasi mutan dari kimera dapat dilakukan

dengan mudah dan membutuhkan waktu yang cepat. Van Harten (1998)

menambahkan bahwa meski mutan utuh dapat diperoleh secara langsung dari

kalus, akan tetapi kalus memiliki daya regenerasi yang rendah.

Chaudhari (1971) menyatakan bahwa pengaruh iradiasi pada tanaman

yang diperbanyak secara vegetatif ada empat macam, yaitu: (1) perubahan

genetik, (2) pertumbuhan terhambat, (3) perkembangan morfologi yang abnormal,

dan (4) kematian tanaman.

Radiosensitivitas

Menurut van Harten (1998) radiosensitivitas adalah tingkat sensitifitas

tanaman terhadap iradiasi. Radiosensitifitas adalah perhitungan relatif yang

mengindikasikan kuantitas efek iradiasi pada objek yang diiradiasi (tanaman,

bagian tanaman, perbedaan tahap pertumbuhan, tahap meiosis dan mitosis, tahap

bibit muda dengan tanaman dewasa, atau fungsi molekuler yang spesifik). Sel

yang aktif membelah lebih sensitif terhadap iradiasi bila dibandingkan dengan sel

yang tidak aktif membelah. Radiosensitifitas dapat diukur dengan menentukan

dosis iradiasi yang menghasilkan persentase tertentu dari sel yang bertahan hidup.

Kriteria lain untuk mengukur radiosensitifitas adalah jumlah sel yang membelah,

penundaan mitotik, penghambatan pertumbuhan, dan sterilitas dari polen.

Seringkali ditemukan hubungan antara ukuran nukleus (atau ICV = Volume

kromosom interfase) dengan radiosensitifitas, tapi hal ini tidak terdapat pada

mayoritas spesies poliploidi.

Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi radiosensitivitas, yaitu:

(1) faktor lingkungan, seperti oksigen, kandungan air, suhu, dan penyimpanan

paska iradiasi; (2) faktor biologi, seperti volume inti, volume kromosom saat

interfase, dan faktor genetik. Keragaman yang timbul akibat iradiasi mutasi fisik,

sangat tergantung pada tingkat radiosensitivitas.

Secara visual tingkat sensitivitas ini dapat diamati dari respon yang

(31)

Reduction 50 (GR50) (Akgun & Tosun 2004). GR50 ialah dosis yang

menyebabkan penurunan pertumbuhan 50% dari populasi yang diiradiasi, pada

umumnya mutasi yang diinginkan berada pada kisaran GR50.

Analisis Isozim

Menurut Taiz dan Zeiger (2002) isozim adalah suatu enzim yang terdiri

dari beberapa molekul aktif yang mempunyai struktur kimia berbeda dan dikode

oleh gen berbeda, akan tetapi mengkatalisis reaksi yang sama. Sastra (1996)

menyatakan bahwa isozim terdiri atas rantai polipeptida, sehingga

memperlihatkan sifat-sifat umum seperti protein. Strukturnya terdiri dari

asam-asam amino yang mengandung gugus karboksil dan gugus amino. Asam amino

akan terionisasi di dalam larutan, dan dapat bersifat asam atau basa (amfoter).

Adanya perbedaan konstanta ionisasi (pK), bila diberi medan listrik akan

menyebabkan asam amino bermigrasi menuju ke kutub yang berlawanan

muatannya.

Keragaman tanaman dapat dilakukan secara morfologi, sitologi, biokimia,

dan molekuler. Analisis morfologi paling umum dilakukan untuk mendeteksi

keragaman, hanya saja analisis ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Simpson

dan Whiters (1986) menyatakan bahwa protein termasuk isozim merupakan

produk primer ekspresi gen, karenanya keragaman protein atau isozim dapat

dipakai untuk menduga keragaman genetik tanaman atau organisme yang lain.

Molekul-molekul protein atau isozim dapat dipisahkan dengan teknik

elektroforesis, setelah pewarnaan akan tampak pita-pita protein pada gel sehingga

dapat ditelaah perbedaan dan persamaannya. Alel-alel kodominan umumnya

mengontrol pola pita tersebut dan diwariskan sesuai dengan hukum mendel.

Simpson dan Whiters (1986) mengemukakan bahwa sekuen-sekuen asam amino

pada dasarnya ditentukan oleh sekuen nukleotida pada gen, maka analisis genetika

yang berlandaskan isozim dapat digunakan sebagai pendekatan bagi analisis gen

yang mengkodenya.

Menurut Azrai dan Kasim (2003) isozim memiliki kelebihan yaitu bersifat

stabil, hal ini dikarenakan isozim tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, lebih

(32)

dan Weeden (1989) menyebutkan bahwa bagian tanaman yang digunakan untuk

analisis isozim adalah bagian vegetatif tanaman yang masih muda, yang biasanya

mempunyai aktifitas enzim yang tinggi, sehingga akan mudah diamati. Aisyah

(2006) mengemukakan bahwa aktivitas isozim yang dapat diuji pada tanaman

sangat beragam karena masing-masing tanaman memiliki isozim utama.

Peroksidase (PER) dan esterase (EST) banyak dijumpai pada tanaman.

Peroksidase merupakan enzim tanaman yang terlibat dalam sintesis lignin, dan

dijumpai juga pada vakuola tanaman. Boumann dan Klerk (1997) mengingatkan

untuk mempertimbangkan adanya pengaruh fisiologi dan fase perkembangan

tanaman terhadap keberadaan enzim, sehingga disarankan untuk menggunakan

enzim yang bersifat stabil terhadap perubahan fisiologi maupun fase

perkembangan tanaman. Contohnya enzim malat dehidrogenase (MDH), alkohol

dehidrogenase (ADH), asam fosfatase (ACP), fosfoglukoisomerase (PGA), dan

(33)

INDUKSI KERAGAMAN PADA STEK PUCUK

HANDEULEUM (

Graptophyllum pictum

L. Griff) AKSESI

BOGOR MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA

Abstrak

Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman tanaman membiak vegetatif adalah dengan induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada stek pucuk. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, isozim, serta keragaman fenotipik stek pucuk handeuleum aksesi Bogor. Dosis sinar gamma yang digunakan adalah 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma mempengaruhi semua peubah pertumbuhan, morfologi, anatomi daun handeuleum, mempengaruhi kandungan fitokimia, aktifitas enzimatis, dan keragaman fenotipik pada beberapa perlakuan dosis iradiasi sinar gamma. Iradiasi

sinar gamma menghasilkan GR50 pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun,

panjang daun, dan lebar daun. Dosis 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy menghasilkan klorofil total, antosianin, dan karotenoid yang lebih besar dibandingkan perlakuan lain. Terdapat korelasi yang erat antara jumlah daun dengan panjang daun, lebar daun, dan antosianin; antosianin dengan indeks warna hijau relatif daun dan klorofil total; karotenoid dengan klorofil total; palisade dengan bunga karang. Terdapat perbedaan pola pita enzim peroksidase (PER), esterase (EST), dan asam fosfatase (ACP) bila dibandingkan dengan kontrol menunjukkan adanya perubahan genetik handeuleum yang diiradiasi. Iradiasi sinar gamma menimbulkan keragaman fenotipik pada semua peubah pertumbuhan, morfologi dan anatomi daun handeuleum kecuali pada peubah indeks stomata. Iradiasi sinar gamma dosis 45 Gy menghasilkan variasi dan jumlah mutan putatif yang paling banyak, masing-masing sebesar 9 (sembilan) variasi dan 10 mutan putatif.

Kata kunci: daun ungu, dosis iradiasi, isozim, keragaman fenotipik.

Abstract

One methode way to increase plant variability is to induce mutation by gamma ray irradiation. This research was conducted to study the effect of gamma ray irradiation dose to the growth, morphology, leaves anatomy, phytochemical content, isozymes, and phenotypic variability of handeuleum accession Bogor.

The gamma ray doses used were 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, and 105 Gy. The results showed that gamma-ray irradiation affected all

variables of plant growth, morphology and anatomy of handeuleum leaves, phytochemical content, enzymatic activity and phenotypic. Gamma irradiation

produced GR50 on plant height, total of leaves, leaves lenght, and leaves width.

(34)

chlorophyll; palisade with sponge tissue. There were some differences in enzyme banding pattern of peroxidase (PER), esterase (EST), and acid phosphatase (ACP) indicating changes of irradiated handeuleum. Gamma ray irradiation caused phenotypic variability in all variables of plantgrowth, morphology and anatomy leaves of handeuleum.Gamma irradiation 45 Gy produced number of variation and putative mutant the most, 9 (nine) variation with 10 putative mutant respectively.

Key words: daun ungu, irradiation dose, isozyme, phenotypic variability

Pendahuluan

Perbaikan sifat genetik tanaman dapat dilakukan pemuliaan konvensional

dan induksi mutasi menggunakan mutagen fisika dan kimia. Induksi mutasi

dilakukan guna meningkatkan peluang terjadinya mutasi, dan seringkali

diterapkan pada tanaman yang tidak dapat diperbaiki melalui persilangan.

Menurut van Harten (1998) metode induksi mutasi banyak digunakan karena

memiliki keuntungan dapat merubah satu karakter tanpa merubah seluruh susunan

gen secara signifikan, selain itu kombinasi metode mutasi dengan pembiakan

secara vegetatif dapat menurunkan resiko kehilangan karakter mutan akibat

segregasi.

Handeuleum merupakan tanaman yang belum dibudidayakan secara

khusus dan biasanya diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan cara distek, hal ini

dikarenakan handeuleum bijinya tidak berkembang dengan sempurna.

Perbanyakan secara vegetatif menghasilkan tanaman yang seragam akan tetapi

tingkat keragamannya sempit, keragaman pada tanaman dapat dilakukan dengan

induksi mutasi. Menurut Broertjes dan van Harten (1998), sinar gamma sering

digunakan sebagai mutagen untuk induksi mutasi karena merupakan radiasi

elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek, sehingga dapat

menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang tinggi. Hal ini

menyebabkan daya tembus ke dalam jaringan sangat dalam, bisa mencapai

beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya.

Sinar gamma bereaksi dengan atom atau molekul untuk memproduksi

radikal bebas dalam sel, contohnya: OH- dan H2O2. Radikal bebas ini dapat

merusak atau memodifikasi komponen yang penting dari sel tanaman (DNA) dan

(35)

biokimia, dan fisiologi dari tanaman tergantung dari level iradiasi (Wi et al.

2007).

Khumaida et al. (2008) dalam penelitiannya menyebutkan dari 38 aksesi

tanaman handeuleum yang diteliti menunjukkan karakter morfologi yang tidak

berbeda nyata, sedangkan kandungan fitokimianya (alkaloid, saponin, tanin,

flavonoid, steroid, triterpenoid, dan glikosida) memiliki nilai yang bervariasi.

Sebanyak 13 aksesi yang memiliki kandungan fitokimia yang tinggi, di antaranya

adalah aksesi Bogor, Kalimantan, dan Papua.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma

terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, karakter

isozim, serta keragaman fenotipik stek pucuk handeuleum aksesi Bogor.

Hipotesis

Iradiasi sinar gamma dapat mengakibatkan perubahan terhadap

pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, serta dapat

meningkatkan keragaman stek pucuk handeuleum aksesi Bogor.

Metodologi Penelitian

Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan pada bulan Nopember 2009 hingga Juni 2010.

Aplikasi iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi

(PATIR) BATAN Pasar Jumat Jakarta. Pengamatan karakter pertumbuhan

tanaman dan morfologi dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, University

Farm (UF), IPB. Pengujian fitokimia dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor. Analisis kandungan pigmen dilakukan di

Laboratorium Spektrofotometrik, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB,

sedangkan pengamatan karakter anatomi daun dilakukan di Laboratorium

(36)

dilakukan di laboratorium Hayati, Pusat Studi Bioteknologi dan Sumberdaya

Hayati IPB.

Metode Percobaan

Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL), dengan 1 (satu) faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma yang terdiri atas 8

(delapan) taraf yaitu 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan

105 Gy. Setiap perlakuan terdiri dari 10 ulangan, dengan 1 (satu) stek pucuk untuk

setiap ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 80 stek pucuk.

Model linier RAL adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan perlakuan dosis iradiasi ke-i, dan ulangan ke-j

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan dosis iradiasi ke-i

εijk : Pengaruh galat percobaan perlakuan dosis iradiasi ke-i ulangan ke-j.

i : 1, 2, 3...8.

j : 1, 2, 3..10.

Persiapan Bahan Tanam

Tanaman yang digunakan berasal dari perbanyakan stek handeuleum

aksesi Bogor yang mempunyai kandungan fitokimia yang tinggi (Khumaida et al.

2008). Stek dengan panjang 3 (tiga) ruas ditanam pada polibag dengan media

tanam menggunakan tanah : kompos dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Stek pucuk

yang sudah berakar dan memiliki daun baru dengan tinggi sekitar 15 cm

digunakan sebagai bahan percobaan yang akan diiradiasi. Stek kemudian dicabut

dengan hati-hati dari media, dibersihkan dari tanah, lalu akarnya dibungkus

dengan aluminium foil. Stek diiradiasi menggunakan sinar gamma dari ionisasi

Cobalt 60, memakai alat irradiator gamma chamber 4000A, tipe Irpasena buatan

(37)

Stek yang telah diiradiasi langsung ditanam pada media baru,

ditumbuhkan di bawah kubung kecil selama kurang lebih dua bulan. Stek berumur

dua bulan selanjutnya dipindah tanam ke polibag yang lebih besar berdiameter

15 cm dan dipelihara di lapang dengan naungan paranet 55%. Penyemprotan

pestisida dilakukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit. Selama

perawatan tanaman disiram 2 (dua) kali sehari, dan diberi pupuk daun setiap satu

minggu sekali, dan dipupuk dengan NPK sebulan sekali sebanyak 4 g/polibag

dengan perbandingan komposisi N:P:K = 15:15:15.

Pengamatan

Karakter Pertumbuhan Tanaman dan Morfologi

Pengamatan dilakukan pada karakter yang diduga berkaitan dengan

keragaman tanaman yang diinduksi oleh iradiasi sinar gamma, meliputi

1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan media sampai pucuk dengan

menggunakan penggaris.

2. Jumlah daun, dihitung jumlah semua daun yang terdapat pada tanaman.

3. Panjang dan lebar daun, sampel diambil dari daun kedua dari ujung, panjang

daun diukur mulai dari pangkal sampai ujung daun, sedangkan lebar daun

diukur pada area terlebar daun.

4. Indeks warna hijau relatif daun, diamati menggunakan klorofilmeter Minolta

SPAD 502. Sebelum digunakan alat dikalibrasikan terlebih dahulu dengan

standar warna hijau yang telah disertakan pada alat tersebut.

5. Warna daun, warna batang, dan tekstur daun, diukur berdasarkan nilai skoring.

Skoring warna daun dan batang: 5=ungu, 3=ungu kehijauan, 1=hijau. Skoring

tekstur daun: 3=lembut, 1=keras/kaku.

Karakter Anatomi Daun

Pengamatan karakter anatomi daun dilakukan pada irisan transversal dan

paradermal menggunakan metode sediaan utuh menggunakan bahan segar,

meliputi:

1. Jumlah sel epidermis dan stomata, diamati jumlahnya di bawah mikroskop

(38)

2. Kerapatan stomata didapat dari perhitungan berikut: Kerapatan stomata =

Σ Stomata / Luas bidang pandang ( mm2).

3. Indeks stomata didapat dari perhitungan berikut: Indeks stomata =

(Σ Stomata / (Σ Stomata + Σ Sel epidermis)) x 100.

4. Tebal daun, tebal kutikula, tebal epidermis atas, panjang palisade, tebal bunga

karang, dan tebal epidermis bawah. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop

digital molekuler.

Analisis Kandungan Fitokimia Daun

Analisis dilakukan terhadap kandungan fitokimia daun handeuleum untuk

kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, flavonoid, tanin, dan glikosida;

serta pada kandungan pigmen seperti klorofil total, karotenoid total, dan

antosianin total.

Tabel 1 Kriteria penilaian kandungan metabolit sekunder secara kualitatif dengan uji fitokimia

Senyawa Dasar Penilaian Penilaian

Alkaloid Jumlah pereaksi 1 tetes

4+

Steroid Perubahan warna biru/hijau 1 tetes

4+

Triterpenoid Perubahan warna merah/ungu Tua

3+

Sedang 2+

Muda 1+

Saponin Pembentukan lapisan busa 3 cm

3+

2 cm 2+

1 cm 1+

Flavonoid Jumlah pereaksi 1 tetes

4+

Tanin Jumlah pereaksi 1 tetes

4+

Analisis kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, tanin, dan

glikosida dilakukan secara kualitatif (Harborne 2000) dengan data berupa skoring

yang berdasarkan standar laboratorium pengujian Balai Penelitian Tanaman Obat

dan Aromatik (BALITTRO). Kandungan metabolit sekunder dalam sampel

(39)

yang terbentuk (Tabel 1). Kegiatan analisis kandungan fitokimia daun dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Analisis kandungan pigmen seperti klorofil total, karotenoid total, dan

antosianin total dilakukan dengan metode Sims dan Gamon (2002), menggunakan

alat spektrofotometer yang teknis pelaksanaannya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Setiap pigmen diidentifikasi konsentrasinya pada panjang gelombang yang

berbeda-beda, dimana panjang gelombang 663 nm untuk klorofil a, 647 nm untuk

klorofil b, 537 nm untuk antosianin, dan 470 nm untuk karotenoid. Data kemudian

dibaca menggunakan UV spektrofotometer, dan hasilnya dikonversi ke dalam

satuan mol/m2 dengan tahapan perhitungan sebagai berikut:

Antosianin = 0.01373*A537 – 0.00697*A647 – 0.002228*A663

Klorofil a = 0.01373*A663 – 0.000897*A537 – 0.003046*A663

Klorofil b = 0.02405*A647 – 0.004305*A537 – 0.005507*A663

Klorofil total dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Klorofil total 7.15*A633 – 18.71*A647

Karotenoid = (A470 – (17.1*(Chl a + Chl b) – 9.479*antosianin))/119.26

Keterangan: A(x) merupakan data hasil pembacaan pada panjang gelombang x.

Konsentrasi pigmen per satuan luas dikonversi menggunakan perhitungan sebagai

berikut:

Pigmen/area = (pigmen*6/1000)/(Luas area daun total dalam m2)

Analisis Isozim

Kegiatan analisis isozim terdiri atas beberapa tahapan, cara penyiapan

bahan untuk analisis bahan dapat dilihat pada Lampiran 3. Interpretasi pola pita

isozim dilakukan dengan cara meletakkan gel di atas plastik bening kemudian

diletakkan di atas lampu pengamatan untuk diambil data dan difoto. Pola pita

isozim yang tampak digambar pada plastik transparan, hasil foto diamati dan

diukur jarak pergerakan pita dari titik awal. Hasil pengukuran jarak pergerakan

ditentukan pola pada Rf (relative electrophoresis mobility) dengan perhitungan

(Sastrosumarjo et al. 2006).

Rf = Jarak pergerakan pita dari tempat awal

(40)

Analisis Data

Data pertumbuhan, morfologi dan anatomi daun diuji menggunakan

analisis ragam (uji F) pada taraf nyata (α) 1% dan 5% dengan menggunakan

program SAS. Apabila hasil uji nyata, dilanjutkan dengan uji wilayah berganda

Duncan (Duncan’s Multiple Range Test-DMRT). Nilai Growth Reduction 50

(GR50) didapatkan dengan menggunakan program curve-fit, yaitu suatu program

analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari model persamaan terbaik

terhadap persentase penurunan pertumbuhan dari suatu populasi (Aisyah 2006).

Uji korelasi antar peubah dilakukan berdasarkan persamaan Pearson. Analisis

perbandingan nilai varian antar populasi dengan uji F. Keragaman fenotipik (σ2f)

dihitung menurut Steel dan Torrie (1995): σ2f=∑ X2i–(∑ Xi )2/(n-1). Standar

deviasi ragam fenotipik (Sdσ2f) dihitung menurut Anderson dan Brancot (1952)

dalam Darajat (1987): Sdσ2f = √σ2f. Kriteria penilaian terhadap luas atau sempit

keragaman fenotipik: Apabila σ2f ≥ 2* Sdσ2f Æ keragaman fenotipik luas

Apabila σ2f < 2* Sdσ2f Æ keragaman fenotipik sempit. Keterangan: σ2f = ragam

fenotipik; Xi = nilai rata-rata ke-i; n = jumlah yang diuji; Sdσ2f = standar deviasi

keragaman fenotipik.

Hasil dan Pembahasan

Morfologi Tanaman

Pengamatan terhadap karakter morfologi tanaman dapat mendeteksi

pertumbuhan dari tanaman. Penelitian ini menggunakan karakter pertumbuhan

(tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun) dan karakter

morfologi (warna daun, tekstur daun, dan warna batang) sebagai peubah untuk

melihat perubahan pertumbuhan tanaman akibat perlakuan dengan iradiasi sinar

gamma.

Berdasarkan pengamatan terhadap karakter-karakter tersebut di atas

terlihat bahwa terdapat kecenderungan pengelompokkan tanaman hasil iradiasi

berdasarkan dosis iradiasi menjadi dua kelompok. Tanaman yang mendapat dosis

iradiasi 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy pada umumnya pertumbuhannya normal sama

dengan tananaman kontrol (0 Gy) dengan daun yang berwarna ungu, sedangkan

(41)

umumnya pertumbuhannya terhambat, tidak menghasilkan tunas yang baru, dan

daun tetap berwarna hijau.

Gambar 2 Bentuk daun handeuleum pada berbagai dosis iradiasi; (a) ovate, (b) obovate, (c) lancoleate, (d) kotrol (0 Gy), (e) 15 Gy, (f) 30 Gy, (g) 45 Gy, (h) 60 Gy, (i) 75 Gy, (j) 90 Gy, (k) 105 Gy.

Gambar 3 Keragaan daun handeuleum aksesi Bogor tanpa dan yang diiradiasi

dengan berbagai dosis sinar gamma; ovate (a), obovate (b),

lancoleate (c), kontrol (0 Gy) (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f), 45 Gy (g), 60 Gy (h), 75 Gy (i), 90 Gy (j), dan 105 Gy (k).

Awal-awal pertumbuhan (3 MST, 4 MST) pada tanaman yang diiradiasi

terbentuk daun-daun baru yang mengalami perubahan baik dari segi bentuk,

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)

(h) (i) (j) (k)

(42)

warna serta tekstur yang lebih tebal, meskipun bisa dikatakan bahwa respon yang

timbul bersifat individual. Morfologi pada tanaman kontrol pada umumnya adalah

ovate dan sebagian kecil lanceolate. Sedangkan pada tanaman yang diiradiasi

terdapat penambahan bentuk elliptical selain kedua bentuk di atas.

Handeuleum pada stadia awal pertumbuhan umumnya memiliki warna

daun hijau muda dan ketika beranjak dewasa warna daun berubah menjadi

berwarna ungu merah kecoklatan. Tanaman yang diiradiasi sinar gamma dosis

60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy, warna daunnya tetap hijau sampai daun

tersebut mati. Seterusnya daun-daun baru yang terbentuk kembali normal. Variasi

bentuk dan warna daun terbanyak terdapat pada handeuleum yang diiradiasi sinar

gamma 45 Gy, yaitu sebanyak 9 (sembilan) variasi, dengan jumlah tanaman

mutan putatif yang terbentuk sebanyak 11 tanaman.

Gambar 4 Keragaan tanaman handeuleum pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: kontrol (0 Gy) (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c), 45 Gy (d), 60 Gy (e), 75 Gy (f), 90 Gy (g), dan 105 Gy (h). Terlihat bahwa daun pada perlakuan 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy memiliki warna yang berbeda dengan kontrol.

(h) (g)

(f) (e)

(d) (c)

(43)

Bentuk morfologi dan warna daun serta keragaan tanaman pada penelitian

ini disajikan pada Gambar 3 dan 4. Berdasarkan analisis ragam, Fhitung sumber

variasi dosis iradiasi (perlakuan) pada semua peubah yang diamati menunjukkan

berbeda nyata, yang berarti bahwa dosis iradiasi berpengaruh terhadap

peubah-peubah pengamatan.

Hal yang sama dijumpai pada penelitian Datta et al. (2005), dikatakan

bahwa mutasi somatik pada warna bunga dan bentuk floret dideteksi pada

populasi tanaman yang diberi perlakuan dengan sinar gamma. Wi et al. (2007)

menunjukkan bahwa gejala awal tanaman labu yang diiradiasi oleh sinar gamma

tingkat tinggi (1 kGy) adalah daun yang menjadi keriting dan menguning

(data tidak ditunjukkan), keduanya merupakan indikasi dari terjadinya

ketidakseimbangan zat pengatur tumbuh pada tanaman. Penelitian yang dilakukan

Badignnavar dan Murty (2007), menunjukkan bahwa warna daun tanaman kacang

tanah yang diberi iradiasi sinar gamma berubah menjadi hijau dan penampilan

tanaman secara keseluruhan menjadi normal kembali setelah 80 HST. Mutan

selalu tersegregasi ke dalam mutan dan tanaman tetua dengan frekuensi yang lebih

tinggi untuk tipe tanaman tetua bila dibandingkan dengan tanaman mutan.

Menurut Micke dan Donini (1993), kerusakan pada struktur genetik akibat

mutasi dapat berubah normal kembali (diplontic atau haplontic selection), hal ini

dikarenakan sel-sel yang normal pertumbuhannya mengalahkan sel-sel yang

termutasi. Bahkan terkadang terjadi mutasi balik, yaitu mutan yang sudah

terekspresi dapat kembali menjadi fenotip tetuanya pada generasi berikutnya.

Menurut Wi et al. (2007), tanaman memiliki sistem perlindungan alami terhadap

kerusakan oksidatif yaitu salah satunya dengan cara mengaktifkan perlindungan

enzimatik endogen, seperti: peroksidase (POD), superoksida dismutase (SOD),

dan katalase (CAT), yang aktif selama tanaman mengalami luka. 

Growth Reduction 50 (GR50)

Sensitivitas iradiasi dapat diketahui dengan Growth Reduction 50 (GR50)

(Akgun & Tosun 2004). Pertumbuhan tanaman kontrol didefinisikan pada GR100,

sedangkan GR50 didefinisikan sebagai penurunan 50% dari pertumbuhan tanaman

(44)

tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. GR50 dihitung pada akhir

pengamatan, yaitu pada minggu ke-10 setelah tanam.

Gambar 5 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 tinggi tanaman

handeuleum aksesi Bogor.

Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah sebesar 0.998, hal

ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 5).

Berdasarkan analisis curve fit di atas diketahui GR50 peubah tinggi tanaman

diperoleh pada dosis 42 Gy.

Gambar 6 menunjukkan hubungan persentase penurunan jumlah daun

dengan dosis iradiasi sinar gamma, dan dapat diperoleh menggunakan persamaan

regresi Sinusodial Fit, yaitu Y = 55.48 + 58.59 cos (0.03 X + 0.72), dimana Y

adalah persentase penurunan jumlah daun, dan X adalah dosis iradiasi.

Gambar 6 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 jumlah daun

handeuleum aksesi Bogor.

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

8.70

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

(45)

Nilai koefisien determinasi (R) persamaan ini adalah sebesar 0.985, hal ini

menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal). Berdasarkan

analisis curve fit di atas diketahui GR50 diperoleh pada dosis iradiasi 33 Gy.

Fungsi matematika yang membantu mengetahui dosis yang

mengakibatkan reduksi panjang daun handeuleum sebesar 50% adalah Polynomial

Fit yang dirumuskan dalam persamaan Y = 96.88 – 2.19 X + 0.04 X2 – 0.0002 X3,

dimana Y adalah persentase penurunan panjang daun, dan X adalah dosis iradiasi.

Gambar 7 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 panjang daun

handeuleum aksesi Bogor.

Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah sebesar 0.942, hal

ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 7).

Berdasarkan analisis curve fit di atas diketahui nilai GR50 peubah panjang daun

diperoleh pada dosis 113 Gy.

Gambar 8 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 lebar daun

handeuleum aksesi Bogor.

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

50.50

0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5

(46)

Hubungan persentase penurunan lebar daun dengan dosis iradiasi sinar

gamma dapat menggunakan persamaan Polynomial Fit Y = 97.79 – 1.86 X +

0.03 X2 – 0.0002 X3, dimana Y adalah persentase penurunan jumlah daun, dan X

adalah dosis iradiasi. Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah

sebesar 0.961, hal ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai

(andal) (Gambar 8). Berdasarkan analisis curve fit di atas didapat GR50 lebar daun

adalah sebesar 122 Gy.

Menurut Ahnstroem (1977), morfologi tanaman seperti batang tanaman

yang berkayu atau sukulen dapat mempengaruhi tingkat radiosensitivitas, karena

berhubungan dengan ketahanan fisik sel saat menerima iradiasi sinar gamma.

Selain itu, radiosensitivitas juga dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan

seperti oksigen, kadar air, penyimpanan paska-iradiasi, dan suhu.

Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Panjang Daun dan Lebar Daun.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui iradiasi sinar gamma

berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang

daun, dan lebar daun (Tabel 2). Peubah ini umumnya nilainya semakin kecil

seiring dengan bertambahnya dosis iradiasi sinar gamma.

Hasil yang disajikan pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa tinggi tanaman

paling tinggi diperoleh pada perlakuan kontrol tanpa iradiasi sinar gamma (0 Gy)

yaitu sebesar 83 cm, tidak berbeda nyata dengan perlakuan iradiasi sinar gamma

15 Gy yang menghasilkan tinggi 78.7 cm. Tinggi tanaman paling rendah

diperoleh pada perlakuan 105 Gy sebesar 14.1 cm (tereduksi sebesar 83.0%),

tidak berbeda nyata dengan perlakuan 60 Gy, 75 Gy, dan 90 Gy yang

masing-masing menghasilkan tanaman dengan tinggi berturut-turut sebesar 16.2 cm, 16.1

cm, dan 15.9 cm dimana masing-masing perlakuan mengalami tinggi tanaman

tereduksi secara berturut-turut sebesar 80.5%, 80.6%, dan 80.8%. Dosis iradiasi

sinar gamma yang semakin tinggi menyebabkan tinggi tanaman handeuleum

semakin pendek (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel meristem pucuk

(47)

Tabel 2 Nilai rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. Nilai ± yang

disajikan adalah standar deviasi. a) Data merupakan hasil transformasi dengan

rumus (√X+0.5)

Penelitian Kon et al. (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi dosis

radiasi sinar gamma yang diberikan, tinggi tanaman long bean semakin tereduksi

bila dibandingkan dengan tanaman kontrol, dimana penurunan paling tinggi

adalah pada dosis 800 Gy, yang merupakan dosis perlakuan paling tinggi.

Menurut Fauza et al. (2005) pada bibit tanaman manggis yang bijinya diberi

perlakuan sinar gamma dosis 0 krad, 1 krad, 2 krad, dan 3 krad, terdapat

kecenderungan terjadi penurunan tinggi bibit tanaman manggis dengan semakin

tingginya dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan.

Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman kontrol (0 Gy)

menghasilkan rata-rata jumlah daun paling banyak yaitu sebanyak 106.3 helai,

sedangkan perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 105 Gy menghasilkan rata-rata

jumlah daun paling sedikit yaitu sebanyak 3.0 helai, mengalami penurunan

sebesar 97.2%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan iradiasi sinar

gamma dosis 60 Gy, 75 Gy, dan 90 Gy yang berturut-turut menghasilkan daun

sebanyak 3.8, 3.4, 3.3 helai. Perlakuan sinar gamma dosis 60 Gy mengalami

penurunan sebesar 96,4%, dosis 75 Gy sebesar 96.8%, sedangkan dosis 90 Gy

Gambar

Gambar 1 Kerangka berpikir peningkatan keragaman pada stek pucuk
Gambar 2  Keragaan handeuleum. Tanaman utuh (kiri) dan bunga (kanan) aksesi
Tabel 1  Kriteria penilaian kandungan metabolit sekunder secara kualitatif dengan
Gambar 2  Bentuk  daun handeuleum pada berbagai dosis iradiasi; (a) ovate, (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada studi 2 dilakukan 2 percobaan, yaitu : percobaan (4) Respons klon tebu terhadap iradiasi sinar gamma, dan percobaan (5) Regenerasi tunas tebu dari kalus yang diiradiasi

2004.. Peningkatan Ketenggangan terhadap Aluminium dan pH Rendah pada Tanaman Padi Melalui Keragaman Somaklonal dan Iradiasi Sinar Gamma. Di bawah bimbingan ED1 GUHARDJA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Mortalitas Lalat Buah Dan Mutu Buah Mangga Gedong ( Mangifera indica. L) Selama Penyimpanan

Gambar 2 memperlihatkan pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada telur ayam broiler. Pada dosis iradiasi 1 kGy dan 2 kGy jumlah

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kolkisin 6 ppm dan perlakuan iradiasi sinar gamma 6 gray mempengaruhi perubahan parameter panjang tanaman, jumlah daun,

Lokal Bima yang toleran terhadap cekaman larutan polietilena glikol (PEG). Percobaan diawali dengan menginduksi ES kacang tanah. Induksi mutasi dengan sinar