• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging Di Kabupaten Sumbawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging Di Kabupaten Sumbawa Barat."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI TERNAK

SAPI PEDAGING DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Program Pemberdayaan Kelompok Tani Sapi Pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

BENI AHMADI, Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat. Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan SATYAWAN SUNITO.

Program pemberdayaan Kelompok Tani Ternak (KTT) sapi pedaging di KSB sudah dimulai pada 2005 dan sampai sekarang masih berlangsung. Selama kurun waktu tersebut belum menunjukkan penambahan jumlah KTT sapi pedaging maupun jumlah populasi ternak yang signifikan. Keberdayaan pemberi program dan penerima program merupakan indikator keberhasilan program pemberdayaan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah bagaimana pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat. Sedangkan tujuan khusus adalah 1) Mengkaji implementasi program pemberdayaan KTT Sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat, 2) Mengkaji keberdayaan KTT pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat dan penentu keberdayaan KTT (penerima program dan pemberi program), 3) Merumuskan strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif didukung oleh data kuantitatif yang digunakan pada study kasus program pemberdayaan KTT sapi pedaging. Informan dalam penelitian ini adalah; anggota KTT, Ketua KTT, tokoh masyarkat/agama, staff desa, tenaga pendamping, pegawai kecamatan, Dinas Kelautan Prikanan Peternakan . Hasil penelitian menunjukkan: 1) Implementasi program pemberdayaan KTT sapi pedaging di KSB belum sejalan dengan SOP sesuai peraturan bupati nomor 16 tahun 2012 karena tidak ada konsistensi pemerintah dalam pelaksanaan program. Perubahan dan penyusunan SOP dengan keterlibatan semua pihak harus dilakukan; 2) Keberhasilan program sangat ditentukan oleh keberdayaan dari pemberi program dan penerima program. Adapun faktor penentu adalah penyeragaman program, KTT penerima program, kualitas bibit sapi, system penyetoran bibit sapi, tenaga pendamping, infrastruktur dan dana pemeliharaan, system pemeliharaan dan ketersedian lahan. sedangkan pemberi program yang menentukan dalam program pemberdayaan KTT sapi pedaging adalah kepemimpinan, infrastruktur dan fasilitas pendukung tenaga pendamping, pelatihan tenaga pendamping, system pemeliharaan, informasi dan konsultasi program, monitoring dan evaluasi; 3) Strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging di KSB dengan melahirkan kebijakan yang berorientasi pada karakteristik dan budaya lokal. Penelitian ini diharapkan menjadi solusi bagi program pemberdayaan KTT sapi pedaging di KSB dengan melahirkan kebijakan yang berorientasi pada karakteristik dan budaya lokal tempat program dilaksanakan.

(6)

SUMMARY

BENI AHMADI, The Empowerment Strategic of Beef Catle Farmer Group in West Sumbawa Regency. Supervised by TITIK SUMARTI and SATYAWAN SUNITO.

Empowerment of Livestock Farmers (KTT) beef cattle has been started in 2005 and is still ongoing. During that time the implementation of the program has not been shown to extend the number of beef cattle and livestock numbers are significant. The empowerment of programs giver and program receiver is an indicator of the success of the empowerment program. The general objective of this research is how the implementation of empowerment beef cattle farmer group in West Sumbawa regency. While the specific objectives are: 1) Assess the implementation of empowerment beef catle farmer group in West Sumbawa regency, 2) Assessing empowerment beef catle farmer group in West Sumbawa regency and determinants of empowerment (beneficiaries and donor programs), 3) Formulate a strategy of empowerment in the District West Sumbawa. This study used qualitative methods supported by quantitative, and used to case study of the empowerment beef cattle farmer groups. Informants in this study are; member, chairman of the group, the community leaders / religious, village staff, assistants, clerks districts, DKPP. The results showed: 1) Implementation of empowerment beef cattle farmer groups in KSB has not suitble with the appropriate SOP regent regulation number 16 of 2012 because there is no consistency in the implementation of government programs. Changes and SOP development with the involvement of all parties must be made; 2) The success of the program is determined by the empowerment of reciever programs and recipient programs. The deciding factor is the uniformity of the program, recipients program, the quality of cattle, cattle deposit system, assistants, funding infrastructure and maintenance, system maintenance and availability of land. while giving the program a decisive beef cattle farmer groups development program is leadership, infrastructure and support facilities assistants, assistants training, system maintenance, information and consultation programs, monitoring and evaluation; 3) The strategy to empowerment at KSB with based need oriented policies and the characteristics of the local culture. This study is expected to be a solution for beef cattle empowerment at KSB with need oriented policies and the characteristics of the local culture where the programs are implemented.

(7)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karyatulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

BENI AHMADI

STATEGI PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI TERNAK

SAPI PEDAGING DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada

(10)
(11)
(12)

Judul Kajian : Program Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat

Nama : Beni Ahmadi NRP : I354120055

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Titik Sumarti MC, MS Dr Satyawan Sunito MC, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis yang dilaksanakan ini ialah Program Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Titik Sumarti MC, MS dan Bapak Dr Satyawan Sunito MC, MS selaku komisi pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pengelola Program Studi MPM SPs IPB serta para staf PS MPM SPs IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak H. Ramli dan Ibu Siamina, istri tercinta Betty Pusyanti, anak-anakku M. Wanggra Jubran Ahmadi, M.Ghailan Ahmadi, Saa Ka Waya Ahmadi serta seluruh keluarga, atas segala do‟a dan kasih sayangnya, dan tidak lupa pula penulis sampaikan rasa terima kasih kepada informan dan semua rekan-rekan MPM IPB kelas KSB.

Semoga tesis yang peneliti selesaikan ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN

LatarBelakang 2

RumusanMasalah 3

TujuanKajian 5

KegunaanKajian 6

RuangLingkupKajian 6

2 PENDEKATAN TEORITIS

TinjauanPustaka 7

KerangkaPemikiran 14

3 METODE KAJIAN

LokasidanWaktuKajian 15

MetodePenelitian 15

Pengumpulan Data 16

PengolahandanAnalisis Data 16

MetodePerancanganStrategi 17

PartisipanPerancangan 17

Proses Perancangan 17

4 PROFIL KOMUNITAS

Geografis 19

Iklim 19

Kependudukan 20

StrukturSosial 21

KelembagaanEkonomi 23

Pola-PolaKebudayaan 23

PolaAdaftasiEkologi 24

Masalah-MasalahSosial 25

5 EVALUASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM

EvaluasiKebijakanPeningkatanSwasembadaDagingSapi 27

ImplementasiKebijakanProvinsi Nusa Tenggara Barat

danKabupatenSumbawa Barat

30 6 HASIL DAN SINTESIS KEBERDAYAAN KTT DAN

PENENTUNYA

ImplementasiProgram Pemberdayaan KTTSapiPedaging 39

AnalisisImplementasi Program Pemberdayaan KTT SapiPedaging 40

(15)

7 PERANCANGAN STRATEGI (PROGRAM AKSI)

Kondisi Program PemberdayaanSapiPedaging 49

Isu-isuStrategisStrategis Program Pemberdayaan 49 Permasalahan-permasalahanProgram Pemberdayaan KTT 50

PerancanganStrategi (Program Aksi) 52

8 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 62

Saran-saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

(16)

DAFTAR TABEL

1 Konseppemberdayaan 11

2 Konseppemberdayaandanindikatorkeberdayaan 12

3 Informandalamkajian 15

4 Rekapitulasipekembanganbibitsapi di KSB 29

5 Data bantuansapi di desaKalimantongtahun 2006-2013 32

6 Evaluasiterhadapkreteriakebijakandibidangpeternakan di KSB 33

7 Perkembangansapipenggemukanmasing-masingKecamatandi KSB Tahun

2005 – 2011 34

8 Pokokpenyebaran/distribusidankeadaanakhirinventarisasiPerkembangansapi

masing-masingdesaKalimantongKecamatanBrangEne 2005 - 2011 37

9 SistempenyetoranbibitsapiuntukbantuanPemerintah Daerah 42

10 Tahapanimplementasi program denganindikatoruraiandanharapan 43

11 Uraianketidakberdayaan KTT danpemberi program 46

12 Penerima program danpemberi program pemberdayaan 47

13 Permasalahandankebutuhanmasyarakatdalam program pemberdayaan 52

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangkapemikirankajian 14

2 Grafikpersentaseluaswilayah di KecamatanBrangEneTahun 2011 19

3 GrafikkepadatanpendudukdesaKalimantongdaritahun 2006

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

(19)

0PENDAHULUAN

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi sebagai acuan bagi para pengelola kebijakandi tingkat pusat dan daerah. Pedoman Umum di antaranya menurunkan kuota impor daging dari 100 ribu ton menjadi 38 ribu ton sehingga mencapai 10% dari kebutuhan konsumsi masyarakat, meningkatkan populasi sapi potong menjadi 14,2 juta ekor tahun 2014 dengan rata-rata pencapaian pertumbuhannya sebesar 12,48%, dan meningkatkan produksi daging dalam negeri sebesar 420,3 ribu ton pada tahun 2014 atau meningkat 10,4% setiap tahunnya.

Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan tekad bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi pedaging. Swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan potensi dalam negeri. Dengan berswasembada daging sapi tersebut akan diperoleh keuntungan dan nilai tambah yaitu : (1) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2) penyerapan tambahan tenaga kerja baru; (3) penghematan devisa negara; (4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; dan (5) semakin meningkatnya peyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin.

Keberhasilan program swasembada daging sapi 2014 akan sangat tergantung kepada partisipasi penuh masyarakat peternak sapi potong, sehingga bagaimanapun baiknya program yang disusun tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat peternak dan para pelaku peternakan sapi potong lainnya Oleh karena itu, diperlukan pedoman umum PSDS 2014 agar para pengelola kebijakan sampai operasionalnya di lapangan mempunyai pegangan umum dalam melaksanakan

kegiatan-kegiatan sebagaimana tercantum dalam cetak biru (blue print) PSDS

2014. Pedoman umum ini merupakan acuan penting bagi para pengelola kegiatan baik di tingkat Pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga diperoleh persamaan persepsi dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan langkah-langkah operasionalnya.

Latar Belakang

(20)

pemotongan sapi secara besar-besaran sebagai dampak harga daging sapi yang bertahan relatif tinggi . Sementara itu proyeksi kebutuhan daging sapi tahun 2013 dari Kementerian Pertanian adalah sebesar 549,7 ribu ton. Dari jumlah itu, 474,4 ribu ton mampu dipenuhi dari populasi ternak sapi domestik, sedangkan sisanya sekitar 80 ribu ton (14,6%) harus diimpor. Adapun rincian impor tersebut terdiri dari 32 ribu ton dalam bentuk daging sapi beku dan 267 ribu ekor sapi bakalan yang setara dengan 48 ribu ton daging sapi.Data yang disampaikan Kementerian Pertanian tersebut menggambarkan bahwa potensi pemenuhan penyediaan daging sapi dari dalam negeri cukup besar meskipun belum mampu mencukupi seluruhnya. Fenomena tingginya harga daging sapi di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek dalam beberapa bulan terakhir ini, menunjukkan adanya indikasi ketimpangan pada sistem pasokan daging sapi di Indonesia.

Sebaran populasi ternak sapi dan sebaran konsumsi daging sapi menurut data BPS menurut provinsi tidak merata. Di Indonesia terdapat perbedaan tingkat konsumsi daging oleh masyarakat antara daerah satu dengan lainnya. Masyarakat di kawasan Indonesia Barat (Sumatera dan Jawa) memiliki tingkat konsumsi daging sapi tinggi, sementara itu populasi ternak sapi menyebar di seluruh wilayah Indonesia dan dalam jumlah cukup besar berada di kawasan Indonesia Timur, seperti di Sulawesi Selatan, NTB, NTT, dan Jawa Timur, yang justru tingkat konsumsinya rendah.

Salah satu program strategis Pembangunan Pertanian Tahun 2014 khususnya bidang peternakan yaitu Program Peningkatan Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK). PSDSK dilaksanakan di 33 Provinsi melalui 5 (lima) kegiatan pokok yaitu penyediaan bakalan/dagang Sapi lokal, peningkatan produktivitas ternak Sapi lokal, pencegahan pemotongan Sapi betina produktif, penyediaan bibit Sapi dan pengaturan stock daging Sapi dalam negeri.Dalam implementasinya kelima kegiatan pokok tersebut dijabarkan ke dalam kegiatan operasional, diantaranya optimalisasi kegiatan inseminasi buatan (IB).Sehubungan dengan PSDSK tersebut, perlu didukung ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian teknis bersertifikat. Salah satu upaya peningkatan SDM tersebut dilaksanakan melalui Penyelenggaraan Bimtek Peningkatan Kapasitas Petugas Teknis Inseminasi Buatan (IB)(BIMTEK : BIB Lembang Membangun SDM Peternakan. Selasa, 9 Juli 2013).

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu wilayah Indonesia yang berpotensi untuk mengembangkan usaha peternakan sapi telah membuat program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014). Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Pencapaian swasembada daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging makin menurun dengan mengembangkan potensi dalam negeri.

(21)

bagi kesuksesan pelaksanaan program NTB Bumi Sejuta Sapi (http://regional.kompas.com/read/2009/05/12/15282130).

Dalam mendukung program tersebut kabupaten Sumbawa Barat mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 16 Tahun 2012tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) pendistribusian ternak kepada masyarakat Kelompok Tani Ternak (KTT) Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2012 dalam mendukung pelaksanakan program. Disamping itu meningkatkan populasi, mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak dengan penyebaran ternak pada kawasan-kawasan potensial untuk pengembangan peternakan.

Pembuatan SOP tentang pendistribusian ternak, tahapan-tahapan program dan monitoring kegiatan memastikan Pemberdayaan KTT berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pedoman dan arah yang jelas dalam melakukan pemberdayaan sebagai acuan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi di Kabupaten Sumbawa Barat. Program pemberdayaan KTT di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dimulai sejaktahun 2005, pendistribusian bibit sapi tersebar diseluruh desa yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat.

Dalam kurun waktu tersebut sekitar 5 (lima) KTT telah menerima bantuan bibit sapi pedaging di desa Kalimantong, dengan jumlah bantuan bibit sapi tidak sama masing-masing KTT sapi pedaging. Masing-masing KTT sapi pedaging mempunyai anggota tidak sama tergantung program dan jumlah ternak yang akan diberikan.. Anggota KTT disamping sebagai peternak merupakan petani, pekerjaan pertanian akan dikerjakan setelah selesai mengurus ternak atau sebaliknya. Pembagian waktu diperlukan keseriusan, ketepatan dan kecekatan dalam mengerjakan kedua pekerjaan tersebut.

Keterbatasan pengetahuan, informasi, minimnya pendampingan, monitoring dan evaluasi, mengakibatkan mekanisme pendistribusian bibit sapi belum tepat sasaran, baik dari KTT yang mendapatkan bantuan ternak, kualitas bibit sapi sampai dengan waktu pendistribusian bantuan ternak (Sumber: Informan). Bertitik tolak pada permasalahan di atas, dapat dirumuskan sebuah pertanyaan utama: bagaimana pemberdayaan Kelompok Tani Ternak sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat?

Perumusan Masalah Kajian

Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut menjadi bagian dalam program pemberdayaan.

(22)

potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi.

Pendekataan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia (people centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal, yang merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial dan strategi perumusan program. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya.

Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi masyarakat setempat dibuat ditingkat lokal, oleh masyarakat yang memiliki identitas yang diakui peranannya sebagai partisipan dalam proses pengambilan keputusan. Fokus utama pengelolaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan masyarakat miskin dalam mengarahkan aset- asset yang ada dalam masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhannya, toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh karena itu mengakui makna pilihan individual, dan mengakui proses pengambilan keputusan dengan sentralistik yang memberikan keleluasan pada masyarakat.

Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi- organisasi yang otonom dan mandiri, yang saling berinteraksi memberikan umpan balik pelaksanaan untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang organisasi. Adanya jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan organisasi lokal yang otonom dan mandiri, yang mencakup kelompok penerima manfaat, pemerintah lokal, lokal dan sebagainya, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas berbagai sumber yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya setempat.

Dilain pihak konsep pembangunan yang selama ini diterapkan belum mampu menjawab tuntutan-tuntutan yang menyangkut keadilan dan pemerataan serta keberpihakannya kepada masyarakat, sehingga pembangunan yang digagas belum mampu mengangkat penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Upaya meningkatkan keberpihakan pembangunan kepada kepentingan masyarakat, sepertinya tidak dapat dilepaskan dari upaya pemberdayaan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan dimaksud.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberdayaan masyarakat terletak pada proses pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi pada manusia (people centered development), yang melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal (community based resource management). Oleh karena itu bagaimana implementasi pemberdayaan Kelompok Tani Ternak sapi pedaging di kabupaten Sumbawa Barat?

(23)

justru membawa pemikiran sendiri-sendiri dan bisa menjadi kendala. Ketidaksamaan ide, pemikiran maupun persoalan-persoalan lainnya selama program pemberdayaan berlangsung mengakibatkan program pemberdayaan tidak berjalan baik.

Penempatan posisi struktural pemerintah dan ketidakberdayaan masyarakat KTT sapi pedaging menjadi penghalang program, ketidaksetaraan ini akan diikuti dominasi pemerintah dalam setiap asfek. Dominasi yang begitu kuat terhadap program pemberdayaan. Setelah pengumpulan informasi terkait kondisi yang dapat menghambat dan menggagalkan program pemberdayaan, diharapkan segera diambil langkah perbaikan guna mengantisipasi kegagalan yang lebih besar. Tindakan atau langkah perbaikan harus diikuti dengan pendalaman kembali program pemberdayaan baik ditingkat kebijakan maupun aras komunitas yaitu KTT. Oleh karena itu bagaimana keberdayaan KTT sapi pedaging dan penentu keberdayaan KTT baik dari sisi penerima program maupun pemberi program.

Tindakan yang diambil harus dipastikan merupakan langkah yang tepat dan solusi jangka panjang. Langkah-langkah prematur yang tidak mengenal baik presoalan, dikwatirkan justru akan membuat program pemberdayaan tidak bertahan lama. Pemahaman akan situasi dan kondisi ini tentu diperlukan pengetahuan, kemampuan dan mengusai lingkungan tempat dilakukan kajian. Kedekatan dan merasa diterima dilokasi penelitian diharapkan memahami langkah perbaikan program pemberdayaan untuk bisa memberi manfaat yang lebih banyak lagi kedepan. Dengan demikian perlu strategi dalam pemberdayaan kelompok tani ternak sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat.

Tujuan Kajian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan utama kajian ini adalah untuk merumuskan strategi pemberdayaan KTT sapi di Kabupaten Sumbawa Barat.

Adapun tujuan kajian secara lebih rinci dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengkaji implementasi program pemberdayaan KTT Sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat;

2. Mengkaji keberdayaan KTT pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat dan penentu keberdayaan KTT (penerima program dan pemberi program); dan 3. Merumuskan strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten

Sumbawa Barat.

Kegunaan Kajian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat antara lain:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan perbandingan atau referensi dan menambah bahan studi kepustakaan terkait dengan pemberdayaan KTT sapi pedaging dalam rangka pengembangan masyarakat; dan

(24)

Tenggara Barat terkait dengan penyusunan kebijakan dan strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging dimasa mendatang.

Ruang lingkup Kajian

Fokus kajian dalam penelitian ini ditekan pada perumusan strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat.Untuk mencapai tujuan tesebut maka ruang lingkup kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis implementasi program pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat;

2. Menganalisis keberdayaan kelompok tani ternak sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat dan keberdayaan KTT (penerima program dan pemberi program);dan

(25)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini memaparkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka berisi tentang program pemberdayaan KTT sapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat. Pelaksanaan/implementasi program pemberdayaan dan kebijakan, strategi pemberdayaan KTT sapi pedaging. Kerangka pemikiran konseptual akan dibahas tentang kerangka (frame) yang menjadi alur pikir dan prosedur serta alat analisis yang digunakan. Dari kerangka pemikiran konseptual akan dihasilkan suatu bagan alir dari penelitian.

Tinjauan Pustaka

Pengembangan Masyarakat

Community Development (CD) atau pengembangan masyarakat di definisikan sebagai metode yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Secara khusus pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi sosial, suku, gender, kelamin, usia dan kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat bekerjasama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Suharto, 2005).

Community Development menggambarkan makna yang penting dari dua konsep: community bermakna kualitas hubungan sosial dan development bermakna perubahan kearah kemajuan yang terencana dan bersifat gradual community development digunakan sebagai cara untuk memperbaiki pelayanan dan fasilitas publik, menciptakan tanggungjawab pemerintah lokal, meningkatkan partisipasi masyarakat, memperbaiki kepemimpinan, membangun kelembagaan baru, melaksanakan pembangunan ekonomi dan fisik, serta mengembangkan perencanaan fisik dan lingkungan (Nasdian, 2013).

Menghargai pengetahuan lokal adalah sebuah komponen esensial dari setiap kerja pengembangan masyarakat dan ini dapat dirangkum dengan frasa „masyarakat yang paling tau‟ di atas segalanya. Anggota masyarakat memiliki pengalaman dari masyarakat tersebut tentang kebutuhan dan masalah-masalahnya, kekuatan dan kelebihannya dan cirri-ciri khasnya. Jika kita ingin terlibat dalam sebuah proses pengembangan masyarakat, ia harus dikerjakan di atas dasar pengetahuan lokal seperti ini dan dalam hal ini pekerja masyarakat, kecuali telah lama menjadi anggota masyarakat tersebut, tidak dapat mengklaim sebagi‟ahli‟. Masyarakat lokallah yang memiliki pengetahuan, kearifan dan keahlian ini dan peran pekerja masyarakat adalah mendengar dan belajar dari masyarakat bukan mengajari masyarakat tentang masalah dan kebutuhan mereka (Holland & Blackburn dikutip dalam Jim Ife & Frank Tesoriero)

(26)

Pengembangan masyarakat bukan lagi mengenalkan budaya baru tetapi petani dan peternak ini dimaksudkan medukung program Swasemba daging sapi NTB dan KSB, disamping pemberdayaan KTT demi meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kebiasan dan budaya masyarakat masyarakat setempat dengan peternakan sapi diharapkan mampu mengembangkan program pmberdayaan dan mensejahterahkan masyarakat.

Strategi untuk mencapai sasaran swasembada daging sapi 2014 adalah strategiyang megutamakan keterpaduan antara pendekatan teknis, ekonomis, kelembagaan,pembiayaan dan regulasi. Masing-masing pendekatan ini tidak berdiri sendiri melainkan saling ketergantungan sehingga menimbulkan efek sinergi.

A. Teknis

Pendekatan teknis adalah strategi yang terkait dengan aspek

perbibitan,budidaya, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan pakan. Pendekatan ini akanterkait dengan langkah operasional teknis yang secara rinci diuraikan ke dalam masing-masing pedoman teknis.

B. Ekonomis

Pendekatan ekonomis adalah strategi yang diarahkan untuk secara umummengatur, stok ternak yang ada sehingga stock meningkat mengarah kepadakemampuan domestik sebesar 90% dari kebutuhan konsumsi daging masyarakat. Pada pendekatan ini dilakukan pengaturan stock dan impor melalui instansi yang berwenang sehingga supply tetap terjamin. Melalui strategi ini akan dapat dihitung juga pengaruhnya terhadap pendapatan peternak terutama adanya dampak impor terhadap harga dalam negeri.

C. Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan

Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk melengkapi SDM

dankelembagaan sesuai dengan kebutuhan. Dalam melengkapi SDM

dankelembagaan tersebut dapat terjadi proses revitalisasi kelembagaan, dalam artipeningkatan kapasitas dan kompetensi para pelaku dan kelembagaannya. D. Pembiayaan

Pendekatan pembiayaan ini dipilih karena terdapat tugas-tugas

danwewenang yang harus dijalankan oleh pemerintah dan oleh masyarakat. Pada

prinsipnya pendanaan pemerintah digunakan sebagai leverage untuk

menumbuhkan pembiayaan yang berasal dari swasta dan masyarakat. Faktor

leverage tersebut terutama untuk perbibitan dan penanganan kesehatan hewanserta kesehatan masyarakat veteriner. Karena sifat program yang bersifatmendesak maka kebutuhan pembiayaan sebagian besar akan ditanggung olehpemerintah dan pemerintah daerah

E. Regulasi

Strategi regulasi ini untuk melengkapi pilihan-pilihan strategi

(27)

Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging

Pengertian pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata

“Empowerment”, yaitu sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri. Lebih lanjut (Payne,1997) yang dikutip oleh (Firdaus, 2012). Pemberdayaan dipandang untuk menolong klien dengan membangkitkan tenaga dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan sepanjang hidup, termasuk mengurangi efek atau akibat dari gejala-gejala pada masyarakat atau individu untuk melatih agar kekuatan itu tumbuh dengan meningkatkan kapasitas percaya diri, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Pemberdayaan masyarakat, sebagai proses pemandirian masyarakat, pada hakekatnya merupakan kegiatan yang tak kunjung berhenti (never ending proses). Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan-perubahan di lingkungan internal maupun eksternal masyarakat. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa praktek pelaksanaan pemberdayaan masyarakat seringkali jauh meleset dari konsepnya. Pemberdayaan bukannya mengarah kepada kemandirian, tetapi

menjadi “memperdayai” upaya pengembangan kemandirian tetapi justru lebih

cendrung melestarikan ketergantungan masyarakat kepada beragam bentuk bantuan. (Mardikanto, 2011)

Pemberdayaan masyarakat secara luas diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pembangunan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat. menurut Nasdian (2013) persoalan ketidakberdayaan masyarakat bawah biasanya berkaitan erat dengan persoalan kemiskinan, keterbelakangan, kekurangan kapasitas pendidikan. Salah satu prinsip pembangunan yang dianggap penting dan bisa menjembatani proses pemberdayaan komunitas adalah grass root development (pembangunan dimulai dari rakyat).

Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat (Karsidi, 2007) yang dikutip oleh (Suvi,2013) sebagai berikut:

1. Belajar Dari Masyarakat

Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah sendiri.

2. Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku

(28)

keadaan masyarakat itu sendiri. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.

3. Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman

Salah satu prinsip pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengakuanakan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal (bahkan tradisional) masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang.Namun sebaliknya, telah terbukti pula bahwapengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan masalah mereka.

Otonomi daerah dalam rangka menangkap aspirasi masyarakat daerah, bisa diartikan sebagai undangan pada institusi lokal untuk kembali berfungsi. Otonomi daerah secara budaya berarti pengembalian hak budaya lokal untuk bisa tumbuh dan berkembang secara wajar. Penguatan institusi lokal dalam kerangka otonomi daerah bermakna pengembalian fungsi institusi lokal sebagai wahana masyarakat dalam menghadapi hidup dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi.

Karakteristik suatu wilayah dan kedekatan budaya masyarakat tersebut terhadap program pemberdayaan KTT sapi pedaging, mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat. Pada akhirnya akan menciptakan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Sadar akan hal ini Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merencanakan program pemberdayaan masyarakat di bidang peternakan Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan swasembada daging sapi 2014. Sala satu Kabupaten yang ada di NTB yaitu Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menerbitkan peraturan Bupati Nomor 16 tahun 2012 tentang Standar opersional prosedur ternak kepada masyarakat kelompok tani ternak. Meskipun kedua program ini punya tujuan yang sama tetapi berbeda dalam penerapannya dilapangan, mulai dari pembentukan KTT sapi pedaging, pendistribusian bibit sapi dan sistem pengembalian bibit sapi.

Pembentukan kelompok-kelompok tani disetiap desa dimaksudkan setiap RT atau kelompok akan terbentuk KTT sapi pedaging dengan jumlah tertentu. pembentukan kelompok biasanya dilakukan sendiri oleh masyarakat berdasarkan kedekatan/kesamaan politik maupun karena alasan satu lokasi lahan pertanian. Di desa kalimantong sendiri terdapat 5 KTT dengan masa pembentukan bervariasi, dari 3 tahun sampai dengan 8 tahun (sumber: informan).

(29)

Tabel 1. Konsep Pemberdayaan

No Refrensi Uraian

1 Suharto (2005) Meningkatkan kualitas hidup

2 Nasdian (2003) Kualitas hubungan social, perubahan kearah

kemajuan

„Empowerment‟ mengaktualisasikan potensi yang dimiliki masyarakat

5 Mardikanto ( 2011) Pemandirian masyarakat bukan memperdayai 6 Karsidi (dikutip Suvi, 2013) Belajar dari masyarakat, masyarakat sebagai

pelaku, saling belajar dan saling berbagi pengalaman

Keberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Pedaging

Menurut Sennet & Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam Suharto (1998): “ketidakberdayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketiadaan jaminan ekonomi, rendahnya akses politik, lemahnya akses informasi dan teknologi, ketiadaan dukungan finansial serta tidak tersedianya pendidikan dan pelatihan”. Para teoritisi seperti Seeman (1985), Seligman (1972), dan Learner (1986) yang dirangkum Suharto meyakini bahwa “ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat merupakan akibat dari proses internalisasi yang dihasilkan dari interaksi mereka dengan masyarakat.

Ketidakberdayaan ini baik dari segi struktural dan lingkungan merupakan faktor-faktor yang menentukan program. Keterbatasan sumberdaya daya manusia adalah alasan penting untuk ditemukan solusi. Pada posisi tertentu diperlukan inovasi dan ilmu-ilmu baru dalam meningkatkan program yang terhadap kondisi sosial masyarakat KTT sapi pedaging. Dengan keterbatasan ini juga akan memberikan pengaruh kepada keingintahuan dan keterlibatan dalam setiap program yang ada. Pemanfaatan sumberdaya lokal dalam program ini perlu didorong lebih kuat guna memberikan pengaruh kepada KTT sapi pedaging dan lingkungan sekitar, dengan ketersedian ini diharapkan menunjang keberlanjutan dan keberhasilan program

Faktor pemberi program dalam hal ini adalah, kepemimpinan, pengawasan dan konsistensi implementasi program, fasilitator, monitoring dan evaluasi. Kondisi ini menjadi tolak ukur dari implementasi program bahwa sesungguhnyaposisi pemberi program tidak lebih baik dari penerima program. Masing-masing pihak berada posisi aman dimana hanya sekedar menyerahkan bantuan bibit sapi dan setelah itu cendrung tidak terciptanya intraksi kedua belah pihak.

Sulaiman dkk (2010). Jiwa kepemimpinan harus dimiliki setiap orang, paling tidak harus mampu memimpin dirinya karena seseorang tidak dapat meraih cita-citanya jija ia tidak mampu mengarahkan dirinya sendiri dalam arti tidak dapat memotivasi dirinya untuk maju, untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari, sudah pasti tidak dapat diharapkan untuk mampau memimpin orang lain.

(30)

2005). Monitoring adalah proses proses pengumpulan informasi mengenai apa yang sebenarnyaterjadi selama proses implementasi atau penerapan program

Barker (1987) dukutip dalam Suharto (2005). Memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberi harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.

Suharto (2005). Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupu karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). Guna melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan perlu diketahui konsep mengenai kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang dialaminya. Berapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya.

Pemberdayaan menunjuk kepada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memeliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (frededom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan (Suharto 2005)

Mardikanto (2003) mengemukakan beberapa indikator keberhasilan untuk mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yaitu; jenis hubungan kekuasaan, kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, kemampuan kulturral dan politis.

Tabel 2. Konsep Pemberdayaan dan Indikator Keberdayaan

No Refrensi Uraian

1 Suharto (1998) ketiadaan jaminan ekonomi, rendahnya akses

politik, lemahnya akses informasi dan teknologi, ketiadaan dukungan finansial serta tidak tersedianya pendidikan dan pelatihan

2 Sulaiman dkk (2010) Kepemimpinan, mengarahkan dirinya sendiri

dan orang lain

3 Barker dalam (Suharto 2005) Fasilitator sebagai tanggungjawab membantu

klien menjadi mampu menagani tekanan situasional atau transisional

4 Suharto (2005) Memperkuat kekuasaan masyarakat

5 Totok Mardikanto (2003) Jenis hubungan kekuasaan, kemapuan ekonomi,

(31)

Evaluasi Kebijakan Program Pemberdayaan

Evaluasi menurut Dunn yang dikutip dalam Riant Nugroho (Nugroho. 2003) dalam bukunya Kebijakan Publik (Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi) mendefinisikan evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penafsiran (appraisal), pemberian angka (Ratting) dan penilaian (Assesment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan lainnya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.

Sedangkan Suharto (2005). Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan dan/atau kegagalan sesuatu rencana kegiatan atau program . secara umum dikenal dua tipe evaluasi, yaitu: on-going-evaluation atau evaluasi terus menerus dan ex-post evaluation atau evaluasi akhir. Tipe evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu, misalnya per tri wulan atau semester selama proses implementasi (biasanya pada akhir phase atau tahap suatu renaca). Tipe evaluasi yang kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana. Berbeda dengan monitoring, evaluasi biasanya lebih difokuskan pada pengidentifikasian kualitas program. Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program evaluasi untuk;

1. Mengidentifikasi tingkat pencapain tujuan;

2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran; dan 3. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang

mungkin terjadi diluar rencana (externalities)

Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan ( course of action), kerangka kerja (framework), petunjuk (guideline), rencana (plan), peta (map) atau strategi yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang kesejahteraan sosial (social welfare).Karena urusan kesejahteraan sosial senantiasa menyangkut orang banyak, maka kebijakan sosial seeringkali diidentifikasikan dengan kebijakan publik (Suharto 2005).

Tidak sedikit kebijakan yang dibuat oleh Pusat dan diimplementasikan oleh daerah (bersifat Top-Down) atau kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan menjadi para pelaksananya (Bottom-Up). Padahal persoalan ini hanya merupakan bagian dari permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat komplek, dari berbagai ruang dan waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya.

Peraturan Bupati Nomor 16 tahun 2012 tentang pendistribusian ternak dimaksudkan, program pemberdayaan menjadi lebih baik dan terarah. Hal ini diperjelas dengan SOP pada setiap tahapan program. Pendistribusian ternak adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah KSB dalam rangka memacu peningkatan populasi ternak, melalui penyebaran bantuan ternak kepada masyarakat KTT yang pendanaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(32)

sapi yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Sebelum menyeleksi kelayakan baik secara teknis maupun secara administrasi untuk mendapatkan bantuan ternak, masyarakat KTT sapi pedaging calon penerima bantuan ternak harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

Penerapan SOP dilapangan banyak ditemukan pelanggaran atau mengabaikan tahapan yang sudah menjadi ketentuan dalam implementasi program pemberdayaan. Akibat pelanggaran pada tahapan ini banyak persoalan yang terjadi ketika pendistribusian kepada KTT sapi pedaging menerima bantuan ternak sapi. Kondisi dan karakteristik di setiap KTT sapi pedaging maupun lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada perkembangan program pemberdayaan. seperti penentuan waktu pendistribusian bibit sapi, terdapat waktu/musim tertentu yang paling ideal dilakukan, dan waktu/musim tertentu juga, bibit sapi dapat terserang penyakit dan kelaparan. Kondisi-kondisi ini sangat dipahami oleh KTT, yang sudah turun temurun memelihara sapi. Jadi akan sangat baik jika perbup dan SOP mengakomodir kelokalan KTT sapi pedaging dalam imlementasi kebijakan program pemberdayaan selanjutnya.

Kerangka pemikiran

Kebijakan pemerintah daerah terkait program pemberdayaan KTT dimaksudkan menjadi produktif dan berhasil sehingga dapat menjadikan taraf hidup mereka menjadi lebih baik dan sejahtera, meningkatkan peran serta KTT dalam menciptakan akselerasi dan mendukung perluasan kesempatan kerja dan meningkatkan populasi ternak sapi.

Implementasi program pemberdayaan KTT sangat ditentukan pemberi program dan penerima program seperti: keterbatasan akses, ketiadaan jaminan ekonomi dan pendidikan dan pelatihan, kepemimpinan, konsistensi implementasi program, fasilitator, monitoring dan evaluasi. Keberdayaan KTT sapi pedaging dapat diukur dari kemampuan kekuasaan, kemampuan ekonomi dan kemampuan sosial.

(33)

Gambar 1. Kerangka pemikiran kajian

Semua bagian yang tersedia dan berlangsung dalam penyelenggaraan program pemberdayaan dilakukan secara seksama sehingga menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang obyektif. Kesimpulan yang diperoleh dapat dijadikan sebagai rekomendasi penelitian untuk menyusun strategi baru yang lebih tepat dan sesuai kebutuhan KTT sapi pedaging.

Keberdayaan KTT akan ditentukan oleh pelaksanaan dari program pemberdayaan. Perencanaan yang baik, detail, terarah dan efesien (input) akan semakin memudahkan pelaksanaan program.

Program Pemberdayaan KTT Sapi Pedaging

Keberdayaan KTT sapi pedaging Hubungan Kekuasaan

Kemampuan Ekonomi Kemampuan Sosial Penerima program:

-Keterbatasan Akses -Jaminan Ekonomi

-Pendidikan dan Pelatihan

Pemberi Program: -Kepemimpinan

-Konsistensi Implementasi Program

-Fasilitator

-Monitoring dan evaluasi

(34)
(35)

METODE KAJIAN

Kajian ini dilakukan untuk menyusun strategi pemberdayaan KTT, yang dilakukan oleh pemberi program melalui pendistribusian ternak kepada KTT. Kebijakan pembangunan menjadi bahan penyusunan desain program pemberdayaan. Hubungan kausal dalam program berupa penggunaan desain bagi pemberian input dan proses penyelenggaraan program pemberdayaan. Program memberikan hasil yang dapat dimanfaatkan oleh pemanfaat. Dalam jangka panjang, pemanfaatan tersebut dapat menghasilkan dampak pemberdayaan berkelanjutan.

Lokasi dan Waktu Kajian

Cakupan lokasi penelitian adalah Kabupaten Sumbawa Barat, secara khusus lokasi penelitian di desa Kalimantong. Adapun lokasi tersebut dipilih karena desa Kalimantong merupakan sala satu desa sasaran program pemberdayaan KTT sapi pedaging dari tahun 2005 sampai tahun 20013. Selain itu dari data Skunder, desa Kalimantong mendapat bantuan ternak paling sedikit tetapi tingkat pengembalian baik sekecamatan Brang Ene. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Februari 2014 sampai dengan Desember 2014

Pendekatan Kajian

Penggunaan pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami dan mengamati secara lebih mendalam dan juga melakukan eksplorasi (penggalian) yang lebih dalam dan pengungkapan (eksplore) secara detail dan luas tentang bagaimana proses implementasi program pemberdayaan KTT sapi pedaging di desa Kalimantong KSB.

a. Pemilihan Informan

Untuk menjawab permasalahan kajian, telah ditentukan informan yaitu pihak yang secara langsung berhubungan dengan permasalahan yang dikaji. Informan dalam kajian ini, yaitu: Anggota KTT, ketua KTT, tokoh masyarakat/agama, staff, Desa, tenaga pendamping, pegawai Kecamatan; Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan (DKPP). Adapun jumlah informan dalam penelitian ini pada tabel 3.

Tabel 3. Informan dalam kajian

No Informan Jumlah

1 Anggota KTT 5

2 Ketua KTT 3

3 Tokoh masyarakat/agama 5

4 Staf desa 5

5 Tenaga pendamping 4

6 Pegawai kecamatan 3

7 DKPP 4

(36)

b. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang akan digunakan, yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang langsung didapatkan dari sumber informasi yang merupakan informan dalam kajian ini, diharapkan akan diperoleh informasi yang valid/akurat, dan terpercaya untuk menjawab permasalahan kajian. Data-data tersebut antara lain dapat berupa data naratif, deskriptif, dalam kata-kata informan, dokumen pribadi dan catatan lapangan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lain selain informan, yang sangat terkait dengan kajian. Dalam kajian ini data sekunder yang diperlukan antara lain: 1) data KTT yang terbentuk, pengurus KTT, KTT yang menerima bantuan ternak, data-data tekait pembedayaan KTT, dokumen-dokumen pendukung lainnya yang diperlukan. Pendekatan kualitatif, menggunakan empat metode penggalian data yaitu: wawancara mendalam, studi dokumen, observasi/pengamatan lapangan, dan Focus Group Discusion (FGD).

1. Wawancara mendalam (indepth interview), dilakukan pada subyek penelitian yang dipilih secara acak (purposive Sampling) dari penerima bantuan dan pemberi program penberdayaan. Tujuannya adalah mengetahui implementasi program pemberdayaan.

2. Studi dokumentasi digunakan dalam pengumpulan data skunder, berupa dokumen-dokumen tentang potensi desa, hasil kegiatan program, pengetahuan dan program pemberdayaan yang diperoleh dari instansi yang membidangi peternakan.

3. Observasi/pengamatan dilakukan pada saat kegiatan pemeliharaan ternak dan pada saat pengecekan/registrasi ternak yang dilaksanakan pada saat penelitian dilaksanakan.

4. Fokus Group Discusion (FGD) dilakukan dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang perencanaan program, pelaksanaan program, pihak-pihak yang terlibat dalam program.

c. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini akan menggunakan analisis data kualitatif dengan langkah-langkah atau prosedur sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lokasi penelitian (data lapangan) dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan akan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.

2. Penyajian data

Penyajian data atau display data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3. Menarik kesimpulan dan verifikasi

(37)

Pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan bukan sesuatu yang berlangsung linier, melainkan merupakan suatu siklus yang interaktif, karena menunjukkan adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk memahami atau mendapatkan gambaran dan pengertian yang mendalam, komprehensif, yang rinci mengenai suatu masalah sehingga dapat melahirkan suatu kesimpulan yang induktif.

Perancangan Strategi

Perancangan partisipatif untuk strategi program pemberdayaan KTTsapi pedaging di Kabupaten Sumbawa Barat.

Metode Perancangan

Metode partisipatif dengan menggunakan pendekatan pemetaan isu-isu strategis dalam pemberdayaan KTT dan menggunakan GAP analisis. Pelaksanaan perencanaan dilakukan dengan menggunakan FGD sebanyak 2 kali.

Partisipan Perancangan

Partisipan perancangan metode partisipatif terdiri dari : 1. Tokoh masyarakat;

2. Kelompok Tani Ternak sapi pedaging; 3. Pemerintah desa Kalimantong;

4. Pemerintah Kecamatan; dan

5. Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Proses Perancangan

Tahap awal perancangan diperlukan identifikasi masalah-masalah pemberdayaan KTT sapi pedaging setelah mengidentifikasi masalah tersebut, maka selanjutnya perancangan dilakukan dengan cara melibatkan semua pihak terkait dan khususnya masyarakat. Partisipasi masyarakat ini secara khusus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, kontrol/monitoring, serta sampai pada tingkat menikmati hasil program.

(38)
(39)

PROFIL KOMUNITAS DESA KALIMANTONG

Letak Geografis

Desa Kalimantong memiliki luas wilayah 23.92 km2 dan merupakan desa dengan luas wilayah nomor dua setelah desa Mataiyang dengan luas wilayah 41.8 km2. desa Kalimantong sebelumnya terdiri dari 4 dusun yaitu dusun Mataiyang, dusun Hijrah, dusun fajar karya dan dusun Ai Dewa. tahun 2007 terjadi pemekaran pada 2 dusun fajar Karya dan dusun Hijrah menjadi desa Mujahiddin. Pada tada dahun 2010 terjadi pemekaran di dusun Mataiyang menjadi desa Mataiyang. Persentase wilayah Kecamatan Brang Ene tahun 2011 pada gambar 2.

Sumber: Kecamatan dalam anggka, 2001

Gambar 2. Grafik persentase luas wilayah di Kecamatan Brang Ene tahun 2011 Jarak desa dengan Ibukota Kecamatan 2 Km dan Ibu kota Kabupaten 7 Km dengan tinggi desa dari permukaan air laut 21 Meter. Panjang wilayah pesisir/pantai desa 0 Km, jumlah sungai yang melintasi desa 1 buah dan panjang aliran sungai 20 Km. Secara administrasi, desa Kalimantong dibagi menjadi 9 (Sembilan) RT dan 3 (tiga) Dusun yaitu dusun Ai Dewa, dusun Batu Putih dan dusun Majapahit.

Iklim

Iklim adalah nilai rata-rata (normalnya) terhadap berbagai atmosfir seperti temperatur udara, kelembaban udara, persentasi penyinaran matahari, kecepatan angin, jumlah curah hujan, jumlah hari hujan. Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfir seketika yang unsur-unsurnya sama seperti iklim, yang mungkin kondisinya berada di atas atau di bawah normal. Secara umum desa Kalimantong merupakan termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan

23.92

17.81

41.8 18.2

17.44

21.73

Persentase

Kalimantong

Mura

Mataiyang

Manemeng

Lampok

(40)

yang relatif tinggi. Secara umum musim kemarau antara April sampai September dan musim hujan antara Oktober sampai Maret. Temperatur tahunan berkisar antara 21-35 derajat celcius, kelembaban rata-rata 78%, penguapan rata-rata 3-5 mm/th, kecepatan angin rata-rata 3,5 knot, penyinaran matahari rata-rata 50,5% dan jumlah curah hujan + 2329 m/th dengan jumlah hari hujan + 222 hari/tahun.

Kependudukan

Jumlah dan Komposisi Penduduk

Menurut data yang ada di profil desa Kalimantong, penduduk desa Kalimantong pada tahun 2010 berjumlah1220 jiwa, terdiri atas laki-laki 585 jiwa dan perempuan 635 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 357 sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2011 berjumlah 1379 jiwa,terdiri atas laki-laki 630 jiwa dan perempuan 740 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 398. Perkembangan jumlah komposisi penduduk di desa Kalimantong menurut katagori usia tahun 2010-2012 pada tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan jumlah komposisi penduduk menurut katagori usia di Desa Kalimantongtahun 2010-2012

No Usia L % P % Jumlah %

1. 0-5 73 5.82 83 6.62 156 12.44

2. 5-10 50 3.99 46 3.67 96 7.66

3. 10-15 23 1.83 33 2.63 56 4.47

4. 15-20 31 2.47 24 1.91 55 4.39

5. 20-25 43 3.43 60 4.78 103 8.21

6. 25-30 65 5.18 101 8.05 166 13.24

7. 30-35 73 5.82 71 5.66 144 11.48

8. 35-40 51 4.07 48 3.83 99 7.89

9. 40-45 38 3.03 27 2.15 65 5.18

10. 45-50 33 2.63 32 2.55 65 5.18

11. 50-55 31 2.47 27 2.15 58 4.63

12 55-60 24 1.91 24 1.91 48 3.83

13. 60-65 32 2.55 26 2.07 58 4.63

14. Lebih dari 65

tahun 42 3.35 43 3.43 85 6.78

Jumlah 609 48.56 645 51.44 1254 100

(41)

Kepadatan Geografis dan Agraris

Kepadatan penduduk desa Kalimantong pada tahun 2011 rata-rata 47.62 jiwa perkilometer persegi. Luas lahan menurut penggunaan lahan di desa Kalimantong pada tahun 2011 yaitu; luas pemukiman 19 ha/m2, luas persawahan 79 ha/m2, luas perkebunan 0.27 ha/m2, luas kuburan 0,20 ha/m2, luas pekarangan 0.7, perkantoran 1.34 ha/m2, perkantoran 1.34 ha/m2, luas prasarana umum lainnya 1.16 ha/m2, tanah hutan 2769.46 ha/m2. Terdapat 2 musim yaitu 6 bulan hujan dan 6 bulan kemarau dengan kelembaban 35 0C.

Kepadatan penduduk desa Kalimantong dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 pada gambar 3.

Sumber data: Profil desa Kalimantong, 2011

Gambar 3. Grafik kepadatan penduduk desa Kalimantong dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011

Struktur Sosial

Stratifikasi Sosial

Berdasarkan hasil interview mendalam dengan para tokoh lokal dan observasi lapangan yang dilakukan, desa Kalimantong memiliki tiga kelompok penduduk dengan karakteristik tersendiri :

1. Kelompok lapisan paling atas terdiri dari para hukum masjid, tau kam ntek haji (orang yang sudah naik haji), aparat desa, guru, karyawan; 2. Kelompok lapisan kedua adalah pemilik lahan dan pemilik ternak, para

sandro(Tabib) ; dan

3. Kelompok lapisan ketiga adalah petani penggarap, pengadas ternak, Buruh pabrik.

Penentuan pelapisan masyarakat lebih dipengaruhi garis keturunan keluarga tertentu, pendidikan, kondisi ekonomi dan peran dalam masyarakat. Kebanyakan hukum masjid dan haji mempunyi luas lahan cukup besar tetapi bukan itu yang menempatkan mereka posisi lapisan paling atas. Penempatan dipengaruhi oleh keteladanan dan sering menjadi solusi pada setiap persoalan dan dalam kegiatan kemasyarakatan.

Lapisan pertama dan kedua sebenarnya punya perbedaan sangat kecil, diantaranya luas lahan, perbedaan hanya pada pengaruh dan peran dalam masyarakat.

0 20 40 60 80

2006 20072008 2009

2010 2011

Luas (Km2)

Penduduk

(42)

Kelembagaan Sosial

Lembaga sosial dan budaya cukup berkembang sesuai kondisi dan zaman. Hal ini dilihat berdasarkan perkembangan jumlah, peran dan fungsi lembaga sosial budaya dalam mendukung pelayanan kehidupan masyarakat di Desa Kalimantong.

Beberapa lembaga sosial yanga ada di desa Kalimantong : karang taruna palada, PKK, majlis ta‟lim, perkumpulan olah raga, kelompok arisan, remaja masjid, posyandu, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Organisasi Masyarakat Setempat (OMS), Kelompok Wanita Tani (KWT), Kelompok Tani (Palada, Kolang Makmur, Jaliti, Batu Engeng, Date Jaya, Jorok Bante), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Kelompok Tani Ternak (KTT), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Masyarakat Adat, Perkumpulan Rabana Ratib.

Kelembagaan formal cenderung meningkat sejalan dengan makin beragamnya aktivitas masyarakat di bidang sosial budaya. Sementara keberadaan kelembagaan tradisional semakin berkurang di tengah masyarakat tapi tetap dipertahankan dengan alasan-alasan tertentu.

Secara garis besar kelembagaan Sosial yang ada di desa Kalimantong bisa dikelompokkan Yaitu: dalam bidang pertanian/peternakan, Usaha-usaha bersama masyarakat, olah raga dan budaya/adat. Di dalam masyarakat Kalimantong, budaya-budaya tradisional atau kesenian setempat masih sering kita jumpai dalam acara perkawinan, acara syukuran, dalam acara kesenian baik didalam Desa maupun diluar Desa karena adanya perlombaan atau undangan acara adat.

Jejaring Sosial

Kelembagaan sosial yang ada tidak lepas dari peran pemerintah artinya riwayat terbangun dan yang menjadi dasar terbentuknya masih banyak dipengaruhi oleh pemerintah, lewat kepercayaan individu dalam kelompok maka lahirlah lembaga-lembaga tersebut.

(43)

Kelembagaan Ekonomi

Mata Pencaharian dan Status Pekerjaan

Matapencaharian pokok masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan: Petani 634 laki-laki dan 623 perempuan, buruh tani 18 laki-laki dan 24 perempuan, Pegawai Negeri Sipil 7 laki-laki dan 6 perempuan, pedagang keliling 4 perempuan, pensiunan PNS/TNI 2 laki-laki, pengusaha kecil/menengah 7 laki-laki dan 8 perempuan, karyawan perusahaan swasta 3 laki-laki dan 1 perempuan.

Walaupun beragam matapencaharian masyarakat Kalimantong, terdapat 2 matapencaharian utama yaitu petani dan peternak. Matapencaharian yang lain merupakan usaha sampingan selama menunggu panen padi dan palawija tetapi usaha yang digeluti tidak sebanyak sebelumnya karena adanya perubahan kondisi alam sekitar desa seperti berkurangmya kayu dan bambu ditambah dengan regulasi aturan baru dari pemerintah, mengecilnya air sungai mengakibatkan pencari ikan menjadi susah

Penduduk yang memiliki ternak besar seperti : kerbau, sapi, kuda, kambing melakukan sisitem pemeliharaan dengan melepas di hutan dan sewaktu waktu dilihat. Penangkapan ternak dilakukan pada saat mau melakukan regestrasi atau mau dijual. Sistem beternak seperti ini sudah turun temurun, dan sudah menjadi pola kebiasaan diantara masyarakat. Pembentukan KTT dengan bantuan pemerintah juga tidak merubah adat kebiasaan dari masyarakat, kebiasaan ini terua berlanjut disebabkan karena memang sudah menjadi kebiasaan setempat. Ditambah dengan tidak adanya dana pembuatan kandang dan dana pemeliharaan ternak.

Masyarakat maupun KTT yang mempunyai ternak, sering kali menitipkan ternak pada masyarakat yang lain pada saat ada kepentingan ke luar atau pada saat musim tanam tiba. Kebersamaan dan saling percaya ini sering dilhat dilakukan oleh KTT yang mendapatkan bantuan ternak sekalipun.

Pola-Pola Kebudayaan

Sistem Norma dan Nilai

Norma dan nilai dalam masyarakat masih sangat kental, ini terlihat dari sikap dan pola kebiasaan masyarakat diantara tingkat sosial atau struktur masyarakatnya. Kegiatan sosial masyarakat masih bergantung pada adat istiadat dan gotong royong dalam keluarga serta masyarakat setempat. Ada hubungan seperti kewajiban satu sama lain, kondisi ini terus berjalan secara turun temurun seperti system yang sudah tertanam dan tersusun rapi pada setiap generasi. memegang teguh dan mengedepankan adat nonyaman rasa (tidak enak hati), azas kekeluargaan dan berkelompok.

(44)

Kebanyakan pemilik lahan yang ada di Brang Ene dimiliki oleh masyarakat Kalimantong dan terkenal dengan sebutan tuan tanah, tidak sedikit yang datang menukar hasil pertanian/perkebunan dengan beras, pola ini berlangsung sangat lama. Kegemaran tolong menolong didalam masyarakatnya telah menjadi norma tersendiri dalam tatanan kehidupan sehari hari.

Sampai saat ini ada beberapa pola-pola budaya yang masih kterlihat diantaranya penghargaan terhadap tamu yang datang ke desa masih sangat tinggi dan cendrung berlebihan, kumpul bersama dalam acara makan dan ciri masyarakatnya yang sangat konsumtif.

Orientasi Nilai Budaya

Faktor sosial budaya, karakteristik lokal, arus informasi, dan tingkat ketergantungan antar kelompok cukup menentukan dinamika sosial yang terjadi. Walaupun berada dalam ruang lingkup hubungan kekeluargaan dan kekerabatan tidak jarang terjadi gesekan-gesekan perbedaan sikap dan akibat pilihan tertentu dapat mengakibatkan persoalan sosial. Selain itu, sikap memaksakan kepentingan mengatasnamakan masyarakat seringkali mempersulit penyelesaian masalah. Hal itu dapat dipicu oleh ekspektasi dan keragaman kepentingan kelompok tertentu. Akibatnya timbul kelompok-kelompok yang tidak puas terhadap kebijakan desa maupun kebijakan daerah.

Keberadaan Kelompok-kelompok yang berpengaruh atau terpengaruh tersebut baik secara formal seperti ketua BPD, LPM maupun yang tidak formal seperti Karang Taruna dan Organisasi Masyarakatan Setempat (OMS) terkadang tidak dapat menyelesaikan persoalan karena mereka sebagai individu masuk dalam kelompok-kelompok tertentu juga.

Pola-pola Bersikap, Bertindak dan Sarana

Dinamika-dinamika sosial dalam pola pikir dan budaya masyarakat Kalimantong dan pengorganisasian masyarakat dalam kelompok-kelompok tertentu memang masih belum masuk kedalam katagori mengkwatirkan dalam proses pembangungan desa tetapi potensi tersebut semakin kelihatan seiring dengan kemajuan informasi dan perbandingan kondisi dengan Desa-desa yang lainnya serta persoalan-persoalan yang berhubungan dengan prinsip tertentu.

Pola Adaptasi Ekologi

Basis Ekologi dan Strategi Penghidupan masyarakat

Kehidupan masyarakat Kalimantong dulunya bertumpuh dengan bertani secara tradisional, Beternak, ladang berpindah, berkebun, nganyang (berburu rusa), pencari ikan, pencari kayu, pencari kayu bakar, kusir cidomo, saudagar sapi, toke tanuk (tengkulak tanduk), bajalit (pembuat gula merah), penebang bambu, pembuat genteng dan batu bata, tukang kayu dan penggarap sawah, di mana pemilik lahan memberikan kepada orang lain dan hasil dibagi dengan perjanjian tertentu yang sering disebut ingguh.

(45)

tengkulak tanduk, pembuat genteng dan batu bata tetapi timbul pekerjaan baru seperti tukang ojek, supir dam truk dan terdapat juga perpindahan pekerjaan dari toke tanduk menjadi berkebun, pembuat genteng dan bata beralih menjadi penggarap sawah, kusir cidomo menjadi penebang bambu dan kayu.

Pekerjaan sebagai petani dan beternak sampai sekarang masih terus berlanjut, dan menjadi pekerjaan yang tidak banyak bergeser dari dulu. Pekerjaan beternak merupakan pekerjaan yang paling bermanfaat selain bertani, ini didasarkan pengaruh masyarakat yang satu mempengaruhi yang melihat dari sisi ekonomi yang dihasilkan oleh peternak

Strategi Penghidupan

Rumah tangga di desa Kalimantong melakukan beberapa strategi dalam perubahan basis ekologi. Mencari bambu, kayu dan batu, buruh pabrik, pladen, beternak merupakan strategi yang paling mudah yang bisa dilakukan oleh masyarakat golongan bawah. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, menyebabkan masyarakat mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya

Kelompok /organisasi melakukan kegiatan bersama untuk membuat usaha-usaha altenatif seperti kelembagaan ekonomi meskipun belum efektif tapi bisa memberikan pilihan pekerjaan selain sektor pertanian.

Masalah-Masalah Sosial

Deskripsi dan Dampak Masalah Sosial di desa Kalimantong

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh lokal, masalah-masalah sosial yang terjadi di desa Kalimantong yang memberikan pengaruh kepada keberadaan komunitas masyarakat diantaranya : konflik pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sengketa tanah atau lahan, sengketa batas wilayah, bahaya laten ekonomi.

Masalah sosial yang terjadi di desa Kalimantong secara langsung dan tidak langsung menimbulkan dampak sosial, yaitu;

Gambar

Tabel 1. Konsep Pemberdayaan
Gambar 1. Kerangka pemikiran kajian
Gambar 2. Grafik persentase luas wilayah di Kecamatan Brang Ene tahun 2011
Tabel 1. Perkembangan jumlah komposisi penduduk menurut katagori usia di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan UU Pendidikan Tinggi di atas dapat diketahui bahwa wilayah kajian Islam di PTAI tidak lebih dari sekadar mengkaji keyakinan tentang ketuhanan atau

Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia: Telaah Kritis Terhadap Konsepsi Al- Qur‟an, (Cet.. Merujuk pada hakekat khalifah dan konsep amanah yang dibebankan kepada

Akhir kata, penulis berharap bahwa laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bisa memperkaya ilmu pengetahuan, terutama untuk rekan-rekan mahasiswa

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS ALAT PERAGA MAKET KUDA-KUDA SISTEM BONGKAR PASANG PADA MATA KULIAH KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG III.. Skripsi, Surakarta:

Penanganan kerusakan jalan berdasarkan jenis kerusakan yang terjadi seperti, lubang, legokan, retak dan alur pada ruas jalan lingkar utara Kabupaten sragen, yang perlu

Hasil lainnya yang diperoleh dari simulasi ini adalah kenaikan nilai temperatur udara primer sebesar 463°K dengan kondisi flowrate udara dan batubara pada nilai yang

Dari beberapa pandangan mengenai pengertian bahan ajar tersebut, dapat di pahami bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun