• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung (Zea mays).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung (Zea mays)."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PUPUK UREA BERSALUT GIBSUM (GYPSUM

COATED UREA,GCU) DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PERTUMBUHAN JAGUNG

(Zea mays)

INDAH APRILIYA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung (Zea mays) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

ABSTRAK

INDAH APRILIYA. Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung (Zea mays). Dibimbing oleh BUDI NUGROHO dan LILIK TRI INDRIYATI.

Urea (CO(NH2)2) merupakan jenis pupuk nitrogen yang paling banyak

ditemui dipasaran dan digunakan oleh petani di Indonesia. Sifat higroskopis yang dimiliki oleh pupuk urea menyebabkan pupuk ini mudah larut dalam air dan mudah tercuci keluar dari sistem tanah, akibatnya pemupukan menjadi sangat tidak efisien. Salah satu upaya untuk mengurangi kehilangan N akibat pencucian yaitu dengan memodifikasi sifat fisik pupuk urea dengan mengubah menjadi pupuk lambat tersedia (slow release). Halangan fisik pada pupuk slow release, dapat digunakan untuk memperlambat interaksi antara pupuk urea dengan air sehingga urea akan lebih tahan pelarutan oleh air dan mengurangi kehilangan N melalui pencucian. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Membuat pupuk urea bersalut gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU), (2) Mengukur konsentrasi N-NH4+

dan N-NO3- dari pupuk GCU pada percobaan pencucian, (3) Menentukan

pengaruh pupuk GCU terhadap pertumbuhan dan serapan nitrogen, serta kalsium pada jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh empat jenis pupuk GCU berbentuk granul ukuran 3-5 mm dengan kandungan nitrogen sebesar 33.36% (S1) , 30.97% (S2), 31.51% (M1), dan 29.73% (M2). Empat jenis pupuk tersebut berkarakter sebagai slow release karena dapat mengurangi pencucian nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat. Berdasarkan data pertumbuhan dan analisis serapan hara tanaman menunjukkan bahwa bentuk slow release yang diperoleh berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi jagung pada 2 hingga 5 minggu setelah tanam.

(5)

ABSTRACT

INDAH APRILIYA.The Process of Making Gypsum Coated Urea (GCU) Fertilizer and Its Effect on Maize Growth. Supervised by BUDI NUGROHO and LILIK TRI INDRIYATI.

Urea (CO(NH2)2) is the most marketable nitrogen fertilizer that is used by

Indonesian farmer. The hygroscopic characteristic of urea cause the fertilizer is very water soluble and it is easy to leached, so as fertilization of urea become inefficient. An effort to reduce nitrogen lost by leaching is modifying the physical character of urea fertilizer to be slow release fertilizer. Physical barrier on slow release fertilizer can retard interaction of urea and water with resulting in urea will be more resist and nitrogen loss can be reduced. This research aims to: (1) make Gypsum Coated Urea (GCU), (2) measure NH4+-N and NO3--N concentration

from GCU at the leaching experimental laboratory, (3) determine GCU impact to growth and absorption of nitrogen and calcium at maize. The result showed that there were four types of GCU fertilizer 3-5 mm sized with nitrogen content : 33.36% (S1) , 30.97% (S2), 31.51% (M1), and 29.73% (M2). All of them were slow release fertilizer because they could reduce nitrogen leaching in form of

ammonium and nitrate. Based on growth data and plantation nutrient’s absorption

analysis, slow release fertilizer’s type substantialy affected on plant’s height growth at 2 – 5 week after planted.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PEMBUATAN PUPUK UREA BERSALUT GIBSUM (GYPSUM

COATED UREA,GCU) DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PERTUMBUHAN JAGUNG

(Zea mays)

INDAH APRILIYA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea,

Nama NIM

GCU) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan ]agung (Zea mays).

: Indah Apriliya : A14100098

Dr Ir Budi MSi

Pembimbing I

Tanggal Lulus: 1 8 FEB 2015

Disetujui oleh

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang dilaksanakan sejak Februari 2014 ini berjudul Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung (Zea mays).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budi Nugroho, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Lilik Tri Indriyati, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Desi Nadalia, SP, M.Si selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan

masukkan dalam perbaikan skripsi ini.

2. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3. Keluarga Besar H. Tasdik Machroni (Alm) atas doa, kasih sayang, dan kepercayaannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 ini.

4. Jaka Rahmaddan, Tim PKM GCU (Budi, Fathya, Andang), Sugih, Lohot, Rizki, Nara, Sudiarto yang telah mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.

5. Rekan-rekan MSL 47 atas kebersamaan dan dukungannya selama penelitian.

6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membacanya.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN i

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Nitrogen (N) dalam Tanah 2

Pupuk Urea dan Permasalahannya 3

Slow Release Fertilizer (SRF) 3

Karakteristik Bahan Pelapis (Coating Agent) 3

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan 4

Alat 4

Pembuatan Pupuk Gypsum Coated Urea (GCU) 4

Kandungan Amonium (N-NH4+) dan Nitrat (N-NO3-) dengan Percobaan

Pencucian 5

Percobaan Aplikasi Pupuk terhadap Pertumbuhan Jagung 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) 7 Jumlah Nitrogen yang terdapat pada Perkolat (N-mineral yang tercuci) 9 Pengaruh Pupuk GCU terhadap Pertumbuhan dan Serapan Jagung 12

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 18

DAFTAR PUSTAKA 17

(12)

DAFTAR TABEL

1. Rancangan perbandingan urea, gibsum, dan gum arab serta kandungan nitrogen dalam pupuk

5

2. Perlakuan percobaan pencucian 6

3. Dosis pupuk per pot 7

4. Hasil analisis kandungan hara pupuk GCU 9

5. Pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman minggu ke-5 12 DAFTAR GAMBAR

1. Siklus nitrogen global (Sumber : Hofman et al 2004) 2 2. Pembuatan pupuk GCU sistem salut (a), dan sistem matriks (b) 5

3. Model paralon pencucian 6

4. Bentuk pupuk Gypsum Coated Urea (GCU) 8

5. Pengaruh jenis pupuk GCU terhadap jumlah N-NH4+ yang tercuci (a), dan

rata-rata jumlah N-NH4+ yang tercuci akibat peningkatan dosis pemberian (b).

10 6. Pengaruh perbedaan dosis terhadap jumlah: (a) N-NO3-; (c) N-mineral,

rata-rata jumlah: (b) N-NO3-;(d) N-mineral akibat pemberian pupuk GCU.

11

7. Pola pertumbuhan tinggi tanaman 8 MST 14

8. Bobot kering tanaman 15

9. Serapan nitrogen jagung 15

10. Serapan kalsium jagung 16

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data analisis awal tanah percobaan pencucian dan uji tanaman 18

2. Konsentrasi N-NH4+ pada percobaan pencucian 18

3. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-3 19

4. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-6 19

5. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-9 19

6. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-12 19

7. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-15 20

8. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-18 20

9. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-21 20

10. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-24 21

11. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-27 21

12. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari ke-30 21

13. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ pada percobaan pencucian

selama 30 hari

22 14. Konsentrasi N-NO3- pada percobaan pencucian 22

15. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-3 22

16. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-6 23

17. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-9 23

18. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-12 23

19. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-15 23

20. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-18 24

(13)

22. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-24 24

23. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-27 25

24. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada hari ke-30 25

25. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- pada percobaan pencucian

selama 30 hari

25 26. Jumlah N-mineralyang tercuci pada percobaan pencucian 26 27. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-3 26 28. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-6 26 29. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-9 27 30. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-12 27 31. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-15 27 32. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-18 27 33. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-21 28 34. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-24 28 35. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-27 28 36. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-30 29 37. Hasil analisis sidik ragam jumlah N-mineral yang tercuci selama 30 hari 29

38. Pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman 29

39. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2

30 40. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-3

30 41. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-4

30 42. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-5

31 43. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-6

31 44. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-7

31 45. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada

minggu ke-8

32 46. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap bobot kering jagung 32 47. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap serapan N jagung 32 48. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap serapan Ca jagung 32 49. Data sifat tanah setelah percobaan pencucian 1 bulan 33

50. Model percobaan pencucian 33

51. Uji kelarutan pupuk GCU 33

52. Dokumentasi percobaan pencucian 34

53. Pengacakan perlakuan percobaan uji tanaman 34

54. Dokumentasi percobaan uji tanaman 35

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial yang diperlukan oleh tumbuhan dalam jumlah yang banyak. Nitrogen sangat diperlukan oleh tumbuhan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar.

Saat ini, pupuk urea (CO(NH2)2) merupakan jenis pupuk nitrogen yang

paling banyak ditemui di pasaran dan digunakan oleh petani di Indonesia. Akan tetapi, pupuk ini mudah larut dalam air sehingga berpeluang mengalami pencucian. Wu et al. (2008) melaporkan kehilangan N terbanyak melalui pencucian sebesar 44% dan sisanya melalui volatilisasi serta denitrifikasi, sehingga pemupukan menjadi tidak efisien. Selain itu, kehilangan N melalui pencucian dapat berkontribusi sebagai sumber pencemaran lingkungan terutama pada badan air.

Salah satu upaya untuk mengurangi kehilangan N akibat pencucian yaitu dengan memodifikasi sifat fisik pada pupuk urea dengan membuat pupuk lambat tersedia (slow release). Hambatan fisik pada pupuk slow release, dapat memperlambat interaksi antara pupuk urea dengan air sehingga urea akan lebih tahan pelarutan oleh air. Cara ini mengurangi kehilangan N melalui pencucian.

Prakoso (2006) melaporkan bahwa melalui bentuk slow release dapat menghemat 30% penggunaan pupuk urea. Salah satu alternatif bahan pelapis yang dapat digunakan untuk melapisi pupuk urea yaitu Gibsum (CaSO4.2H2O). Gibsum

merupakan limbah dari pembuatan asam fosfat. Gibsum sebagai barang yang diperdagangkan umumnya mengandung 90% CaSO4.2H2O (Banurea 2011).

Gibsum merupakan salah satu mineral yang tidak larut dalam air pada waktu yang lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, gibsum dapat mengubah sifat urea yang mudah menguap dan cepat larut menjadi lambat tersedia (slow release) sehingga tanaman dapat mengambil N secara bertahap sesuai dengan kebutuhannya.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat pupuk urea bersalut gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU) dengan berbagai perbedaan kandungan hara

2. Mengukur konsentrasi N-NH4+ dan N-NO3- dari pupuk GCU dari percobaan

pencucian

(16)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Nitrogen (N) dalam Tanah

Menurut Leiwakabessy et al (2003), Nitrogen tanah dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu bentuk organik dan anorganik. Bentuk N-organik pada umumnya terdapat dalam bentuk asam amino, protein, gula-gula amino dan lain-lain. Bentuk N-anorganik ialah NH4+, NO2-, NO3-, N2O, NO, dan gas N2 yang hanya

dimanfaatkan oleh Rhizobium. Tanaman mengambil nitrogen dalam bentuk NH4+,

dan NO3-. Siklus nitrogen secara global disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus nitrogen global (Sumber : Hofman et al 2004)

Nitrogen dalam tanah berasal dari gas N2 di udara yang diubah menjadi

bentuk NH4+ melalui fiksasi biologik dan fiksasi pabrik. Proses fiksasi secara

biologi merupakan cara yang sangat penting dalam penyediaan nitrogen bagi tumbuhan. Selain berasal dari fiksasi biologik, nitrogen di dalam tanah juga berasal dari pupuk-pupuk N dari fiksasi pabrik yang diberikan serta bahan organik pada tanah tersebut. Perubahan N-organik menjadi N-anorganik disebut sebagai mineralisasi, sedangkan perubahan bentuk N-anorganik menjadi N-organik disebut dengan proses imobilisasi.

Perubahan bentuk nitrogen dari bahan organik dalam tanah dapat melalui berbagai macam proses antara lain proses aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dalam dekomposisi bahan organik (protein) oleh mikroorganisme. Amonifikasi adalah pembentukan ammonium dari dekomposisi senyawa amino oleh mikroorganisme. Nitrifikasi adalah oksidasi ammonium (N-NH4+) menjadi nitrit (N-NO2-) yang dilakukan bakteri

Nitrosomonas kemudian (N-NO2-) menjadi (N-NO3-) yang dilakukan oleh

Nitrobacter (Hardjowigeno 2007).

(17)

3 Volatilisasi amoniak (penguapan amoniak) dari pupuk dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah (pH, kadar CaCO3, KTK, tekstur), suhu udara, kelembaban jenis

pupuk ammonium, dosis pupuk ammonium dan dalamnya penempatan pupuk. Penguapan amoniak meningkat dengan meningkatnya pH, kadar CaCO3, suhu,

dan taraf ammonium. Kehilangan ini dapat diatasi dengan memperhatikan cara pemberiannya sehingga kehilangan nitrogen dari pupuk karena adanya penguapan dapat dikurangi. Denitrifikasi merupakan perubahan oksida nitrogen seperti nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) menjadi bentuk yang lebih tereduksi seperti gas-gas N2,

nitrous oxide (N2O), nitric oxide (NO), dan NH3 (Leiwakabessy et al 2003). Pupuk Urea dan Permasalahannya

Menurut Soepardi (1983) urea merupakan gabungan dari ammonia dan karbondioksida yang digambarkan oleh persamaan reaksi sebagai berikut:

2NH3 + CO2↔ NH2COONH4↔ NH2CONH2 + 2H2O

Penyerapan nitrogen oleh tumbuhan akan terjadi setelah urea diuraikan menjadi ammonium (NH4+) dengan bantuan enzim urease melalui proses

hidrolisis. Pada saat urea diberikan ke dalam tanah, proses hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga sebagian nitrogen akan hilang melalui proses pencucian (Soepardi 1983).

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), salah satu cara untuk mengurangi kehilangan N dari pupuk urea adalah dengan memodifikasi bentuk fisik dan kimia pupuk urea sehingga diharapkan dapat memperlambat proses hidrolisis. Pembuatan pupuk urea dalam butiran besar juga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N. Beberapa contoh modifikasi bentuk fisik urea antara lain : urea super granul, dan sulfur coated urea (SCU).

Slow Release Fertilizer (SRF)

Slow dan controlled-release fertilizer adalah suatu pupuk yang mengandung unsur hara tertentu, dalam suatu bentuk yang dapat menunda ketersediaan unsur hara tertentu untuk penyerapan dan penggunaan tanaman setelah aplikasi pupuk tersebut. Penundaan ketersediaan unsur hara ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan (Trenkel 2010).

Menurut Trenkel (2010), penggunaan pupuk slow release dapat mengurangi 20-30% kehilangan hara pada aplikasi pemupukan konvensional. Guertal (2009) juga mengatakan bahwa pupuk slow release memainkan peranan penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk oleh tanaman dengan mengurangi frekuensi pemupukan, sehingga hal ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan mengarah ke perkembangan pertanian berkelanjutan.

Karakteristik Bahan Pelapis (Coating Agent)

Bahan pelapis yang dapat digunakan untuk melapisi urea salah satunya yaitu Gibsum (CaSO4.2H2O). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004),

(18)

4

salah satunya adalah sebagai pupuk. Pada awal abad ke-19, gibsum digunakan dalam jumlah besar sebagai pupuk di ladang gandum Amerika Serikat.

Selain gibsum, bahan lain yang dapat ditambahkan pada pelapis pupuk atau perekat salah satunya adalah arabic gum atau gum arab. Gum arab berasal dari getah yang dihasilkan oleh tanaman akasia (Acacia sp.). Keunggulan Arabic gum menurut Williams et al. (2000), adalah dapat larut dalam air dingin, kelarutannya dalam air cukup tinggi yaitu >50%, pengemulsi yang baik, berviskositas rendah pada konsentrasi tinggi, dan memiliki pH berkisar antara 4.0-4.5.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Agustus 2014 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Percobaan uji tanaman dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah Pupuk Urea, Gibsum dan Gum Arab, Bahan Tanah Latosol dan serangkaian bahan kimia untuk analisis Ammonium, Nitrat, dan Kalsium. Selain itu, digunakan juga jagung hibrida varietas Pertiwi.

Alat

Alat yang digunakan adalah Granulator, Sprayer, Nyiru, Paralon pencucian, Mortar, Ayakan, Ember (tampungan perkolat) dan serangkaian alat gelas di laboratorium unuk analisis Ammonium, Nitrat, dan Kalsium.

Pembuatan Pupuk Gypsum Coated Urea (GCU)

Pembuatan pupuk GCU dilakukan dengan membuat dua sistem penyalutan yaitu sistem salut tunggal dan sistem matriks. Perbedaan dari dua sistem penyalutan ini yaitu pada sistem salut tunggal bahan gibsum yang diberikan dibuat menyelimuti permukaan setiap butir urea. Pada sistem matriks, urea dihaluskan terlebih dahulu kemudian dicampur dengan bahan gibsum (diaduk rata) sehingga urea masuk kedalam adonan bahan gibsum.

(19)

5

Tabel 1. Rancangan perbandingan urea, gibsum, dan gum arab serta kandungan nitrogen dalam pupuk

*Pertimbangan urea 46%N

Tahapan pembuatan pupuk GCU

Gambar 2. Pembuatan pupuk GCU sistem salut (a), dan sistem matriks (b) Kandungan Amonium (N-NH4+) dan Nitrat (N-NO3-) dengan Percobaan

Pencucian

Percobaan pencucian dilakukan dalam pipa paralon yang dirancang khusus dengan diameter 16 cm dan panjang 40 cm (Gambar 3) yang disusun pada meja model percobaan pencucian (Lampiran 21). Pada pipa paralon tersebut dimasukkan tanah seberat 5.0 kg bobot kering mutlak (BKM) yang telah lolos saringan 2 mm. Selanjutnya untuk memperoleh kepadatan yang sama, tanah tersebut dipadatkan dengan cara diketukkan ke lantai masing-masing sebanyak 200 ketukan dan dilembabkan hingga mencapai keadaan kapasitas lapang. Setelah

Jenis Pupuk N dalam dengan Gum Arab dan

Aquadest (4:1), Urea di masukkan ke

dalam granulator

Gum arab dan aquadest ditambahkan dengan

perbandingan 4:1

Pupuk dikeringkan pada suhu 40°C Urea yang telah halus, kemudian dicampurkan dengan Gibsum, lalu di

masukkan ke dalam granulator

(20)

6

tanah siap, dilakukan aplikasi pupuk dengan dosis seperti Tabel 2. (Dosis didasarkan dari hasil analisis Urea dan GCU yang akan diuji).

Jumlah air yang diberikan sesuai dengan data curah hujan wilayah Dramaga (3537.5 mm/tahun) yaitu sebesar 584.7 ml setiap aplikasi dengan selang waktu pemberian 3 hari sekali selama satu bulan. Penetapan konsentrasi NH4+ dalam air

perkolasi dilakukan dengan metode Kjeldahl dan konsentrasi NO3- ditetapkan

dengan menggunakan UV-VIS spectrophotometer (Shimadzu UV-1201) pada panjang gelombang 210 nm dan 275 nm.

Gambar 3. Model paralon pencucian Tabel 2. Perlakuan percobaan pencucian

Jenis Perlakuan Kode Perlakuan

Bobot Pupuk

Percobaan Aplikasi Pupuk terhadap Pertumbuhan Jagung

(21)

7 Percobaan ini terdiri dari 10 perlakuan (2 standar, 8 pupuk GCU), dan diulang 3 kali sehingga total unit percobaan 30. Bahan tanah yang digunakan sebanyak 14.18 kg (BKM)/pot, masing-masing diberi kapur sebanyak 1.5 ton/Ha (30 g/pot), pupuk SP-36 sebanyak 300 kg/Ha (6 gram/pot), dan pupuk KCl sebanyak 200 kg/ha (4 g/pot) yang diberikan 2 kali (awal masa tanam dan 4 Minggu Setelah Tanam, MST). Pupuk nitrogen diberikan dosis setara dengan urea 300 kg/Ha untuk dosis 1 dan dosis 2 diberikan 2 kali lipat dari dosis 1, dosis pupuk nitrogen per pot tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Dosis pupuk per pot

Kode Perlakuan Dosis Pupuk (g/pot)

Pupuk N SP-36 KCl

Std 1 2.335 6.00 4.00

Std 2 4.670 6.00 4.00

S1D1 7.002 6.00 4.00

S1D2 14.004 6.00 4.00

S2D1 7.540 6.00 4.00

S2D2 15.080 6.00 4.00

M1D1 7.411 6.00 4.00

M1D2 14.822 6.00 4.00

M2D1 7.855 6.00 4.00

M2D2 15.080 6.00 4.00

Pada tiap pot ditanam dua benih jagung, setelah 1 MST dilakukan penjarangan, dan dipertahankan satu tanaman per pot. Penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Tinggi tanaman diamati setiap minggu sejak 2 MST sampai 8 MST. Pengacakan perlakuan disajikan pada Lampiran 24. Pemberian pupuk GCU pada percobaan uji tanaman, dilakukan satu kali pada masa awal tanam.

Analisis Data

Rancangan Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua factorial. Data yang diperoleh selanjutnya di sidik ragam. Pada perlakuan yang berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test, DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Pupuk Urea Bersalut Gibsum (Gypsum Coated Urea, GCU)

(22)

8

Gambar 4. Bentuk pupuk Gypsum Coated Urea (GCU)

Gambar 4. menunjukkan bahwa pupuk yang dihasilkan berbentuk granul dengan ukuran 3-5 mm. Secara fisik, perbedaan keempat pupuk tersebut terletak pada ukuran butir. Pupuk GCU dengan sistem matriks memiliki ukuran butir yang relatif lebih seragam jika dibandingkan dengan sistem salut. Hal ini dikarenakan adanya proses penghalusan urea pada pembuatan pupuk sistem matriks, sehingga dapat digranulasikan secara seragam, tidak tergantung pada ukuran urea atau gumpalan butiran urea.

Selain urea dan gibsum, komponen penting dalam pembuatan pupuk ini yaitu adanya gum arab yang berperan sebagai perekat. Gum arab dipilih karena merupakan polimer alam yang bersifat stabil dalam larutan asam. Selain itu, gum arab dikenal pula sebagai gum acacia yang merupakan getah dari penyadapan pada batang tumbuhan Acacia (Mahendran et al. 2008). Hasil analisis kandungan hara pupuk GCU dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis kandungan hara pupuk GCU

Kandungan Pupuk Jenis Pupuk

S1 S2 M1 M2

N-Total (%) 33.36 30.97 31.51 29.73

Kalsium (%) 2.85 5.28 3.99 6.65

Sulfat (%) 6.45 10.79 7.37 7.50

Kadar Air (%) 2.31 3.13 7.37 2.99

Kandungan N yang diinginkan pada pupuk GCU yaitu 40% N pada pupuk S1 dan M1, serta 35% N pada pupuk S2 dan M2. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kadar nitrogen pada pupuk S1 dan M1 sebesar 33.36% dan 31.51%, sedangkan pada pupuk S2 dan M2 sebesar 30.97% dan 29.73%. Kandungan nitrogen pada pupuk GCU yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini karena kadar urea yang digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk ini hanya berkadar 38.92%N, selain itu pembuatan pupuk ini dilakukan dengan bantuan granulator sederhana, sehingga memungkinkan masih terdapat sisa bahan pada alat tersebut. Menurut Carney (2008), dalam pembuatan pupuk slow release, kandungan N yang optimum pada pupuk tersebut sebesar 30-40% N. Pupuk GCU yang diperoleh tidak hanya menyumbangkan nitrogen, tetapi juga dapat menyumbangkan kalsium dan sulfat. Kandungan kalsium dan sulfat yang terdapat pada pupuk GCU berasal dari gibsum yang digunakan sebagai bahan pelapis pupuk. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), gibsum merupakan pupuk yang tergolong dalam dwi unsur yaitu Ca dan S. Kandungan Ca dan S pada gibsum (CaSO4.2H2O) masing-masing sebesar 23.1% dan 18.6%.

(23)

9

Jumlah Ammonium (N-NH4+) dan Nitrat (N-NO3-) yang terdapat pada Perkolat (N-mineral yang tercuci)

Pencucian nitrogen dari pupuk dianalisis berdasarkan konsentrasi ammonium (N-NH4+) dan nitrat (N-NO3-) melalui metode pencucian. Proses

pencucian nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat dari pupuk yang telah dicampur dengan tanah dalam penelitian ini diawali dengan pelarutan pupuk GCU oleh air melalui percobaan pencucian yang diasumsikan sebagai kejadian hujan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis pupuk berpengaruh nyata pada jumlah N-NH4+ yang tercuci hari ke-21, 24, 27, dan 30 (Lampiran 9-12),

tetapi jenis dan dosis pupuk tidak berpengaruh nyata pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15, dan 18 (Lampiran 3-8).

Hasil analisis ragam pada total pencucian selama 30 hari menunjukkan bahwa jenis pupuk berpengaruh nyata terhadap jumlah N-NH4+ yang tercuci pada

percobaan pencucian (Lampiran 13). Hasil Uji Duncan jumlah nitrogen dalam bentuk N-NH4+ selama 30 hari disajikan pada Gambar 5a, dan rata-rata pencucian

N-NH4+ akibat peningkatan dosis pemberian disajikan pada Gambar 5b.

Gambar 5. Pengaruh jenis pupuk GCU terhadap jumlah N-NH4+ yang tercuci

(a), dan rata-rata jumlah N-NH4+ yang tercuci akibat peningkatan

dosis pemberian (b). Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di atas balok data tidak berbeda nyata 1% Uji Wilayah Duncan pelarutan pupuk nitrogen dalam tanah. Halangan fisik ini yang menyebabkan terhambatnya pupuk mengalami kontak langsung dengan air. Gibsum yang diberikan pada pupuk urea berperan sebagai selimut yang membantu melindungi urea dari pelarutan. Gibsum merupakan merupakan salah satu mineral yang tidak larut dalam air pada waktu yang lama, sehingga gibsum dapat mengubah sifat urea yang mudah menguap dan cepat larut menjadi lambat tersedia (slow release). Menurut Vashishtha et al (2010), gibsum merupakan pelapis yang baik dalam

(24)

10

pembuatan pupuk urea berlapis karena mampu melindungi kehilangan nitrogen dalam tanah melalui denitrifikasi, volatilisasi, maupun pencucian.

Gambar 5b merupakan grafik nilai rata-rata pencucian akibat adanya peningkatan dosis pemberian pupuk. Berdasarkan grafik yang ditampilkan pada Gambar 5b menunjukkan bahwa pada D1 dan D2 relatif tidak memberikan perbedaan jumlah N-NH4+ yang tercuci, sehingga pemberian dosis pupuk GCU

pada D2 (dosis tinggi) relatif lebih menguntungkan karena jumlah yang hilang akibat pencucian relatif sama dan jumlah N yang tertahan oleh tanah relatif lebih tinggi.

Jumlah nitrogen yang hilang melalui pencucian pada pupuk GCU juga dilihat dalam bentuk nitrat (N-NO3-). Pencucian nitrogen dalam bentuk

ammonium dan nitrat jika dijumlahkan disebut sebagai pencucian N-mineral dari pupuk yang ditambahkan. Hasil analisis ragam pada jumlah N-NO3- dan

N-mineral yang tercuci menunjukkan bahwa peningkatan dosis berpengaruh nyata pada jumlah N-NO3- dan N-mineral yang tercuci hari ke-3, 24, 27, dan 30, tetapi

jenis dan dosis pupuk tidak berpengaruh nyata pada hari ke-6, 9, 12, 15, 18, dan 21 (Lampiran 15-24; Lampiran 27-36). Hasil analisis ragam total pencucian N-NO3- dan N-mineral selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk

berpengaruh nyata terhadap jumlah N-NO3- dan N-mineral yang tercuci

(Lampiran 26 dan Lampiran 37).

Gambar 6a dan 6c menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah N-NO3- dan N-mineral yang tercuci dari dosis 1 (D1) ke dosis 2 (D2) masing-masing

sebesar 21.33% dan 21.29%. Namun, berdasarkan Uji Duncan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah N-NO3- yang tercuci dari D1 ke D2 berbeda nyata

(Gambar 6a), tetapi peningkatan jumlah N-mineral yang tercuci dari D1 ke D2 tidak berbeda nyata (Gambar 6c). Peningkatan ini disebabkan oleh jumlah ammonium yang terlarut pada D2 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan D1, sehingga dengan adanya suasana oksidatif yang terdapat pada tanah menyebabkan proses perubahan ammonium menjadi nitrat (nitrifikasi) pada D2 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan D1. Pada penelitian ini, faktor yang paling berpengaruh dalam nitrifikasi yaitu ketersediaan ammonium di dalam tanah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nitrifikasi antara lain ketersediaan ammonium di dalam tanah, populasi mikroorganisme, pH tanah, aerasi tanah, temperatur, dan kelembaban tanah (Dubey 1968; De Boer dan Kester 1996; Krave et al. 2002).

Gambar 6b dan 6d merupakan grafik nilai rata-rata jumlah N-NO3- dan

N-mineral yang tercuci akibat pemberian pupuk GCU. Gambar 6b menunjukkan bahwa jumlah N-NO3- yang tercuci pada perlakuan jenis pupuk cenderung terjadi

penurunan jika dibandingkan dengan standar. Penurunan ini masing-masing sebesar 13.56%, 8.55%, 10.50%, dan 9.94%. Demikian pula dengan jumlah N-mineral yang tercuci masing-masing sebesar 13.66%, 8.73%, 10.65%, dan 10.08%. Penurunan jumlah N-NO3- dan N-mineral yang tercuci dari Std ke

(25)

11

Gambar 6. Pengaruh perbedaan dosis terhadap jumlah: (a) N-NO3-; (c) N-mineral,

rata-rata jumlah: (b) N-NO3-;(d) N-mineral akibat pemberian pupuk

GCU. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di atas balok data tidak berbeda nyata 5% Uji Wilayah Duncan (DMRT).

(26)

12

kelarutan pada perlakuan M1 dan M2 relatif sama, sehingga jumlah N-mineral yang tercuci pada perlakuan M1 dan M2 relatif sama. Selain itu, adanya proses penghalusan pada sistem matriks menyebabkan pupuk ini dapat digranulasikan secara seragam dan merata, sehingga jumlah pupuk yang larut antara M1 dan M2 relatif sama.

Perbedaan jumlah N-mineral yang tercuci juga terdapat pada perlakuan sistem salut dan matriks. Selisih kandungan N-Total pada sistem salut sebesar 2.39%N, sedangkan M1 dan M2 memiliki selisih kandungan N-Total sebesar 1.78% (Tabel 4). Hal ini menyebabkan jumlah N-mineral yang tercuci pada sistem matriks relatif sama dibandingkan dengan sistem salut. Selain itu, adanya proses penghalusan dan pencampuran pada sistem matriks menyebabkan kandungan bahan pelapis pada pupuk sistem matriks relatif lebih merata dibandingkan dengan sistem salut, sehingga jumlah N-mineral yang tercuci pada sistem matriks relatif sama antara M1 dan M2.

Pada pupuk lambat tersedia yang dibuat dengan cara penyalutan, pelepasan hara melalui salut/membran tidak dipengaruhi secara langsung oleh sifat-sifat tanah, seperti pH tanah, salinitas tanah, tekstur, aktivitas mikroba, potensial redoks, kekuatan ion larutan tanah, tetapi lebih dipengaruhi oleh suhu dan permeabilitas salut dari pupuk tersebut (Trenkel 2010). Permeabilitas salut dapat dipengaruhi oleh ketebalan dan kerataan lapisan salut. Dengan demikian, semakin tebal dan merata lapisan salut, tingkat kelarutan pupuk akan semakin rendah.

Pengaruh Pupuk GCU terhadap Pertumbuhan dan Serapan N dan Ca pada Jagung

Pengaruh pupuk GCU terhadap pertumbuhan jagung diamati melalui pengukuran tinggi tanaman sejak 2 sampai 8 MST (Lampiran 38). Hasil analisis ragam (Lampiran 39-45) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan jenis dan dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman pada 2, 3, 4, dan 5 MST, sedangkan pada 6 hingga 8 MST tidak nyata pada sumber keragaman jenis maupun dosis pupuk. Hasil Uji Duncan pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-5 disajikan pada Tabel 5, dan pola pertumbuhan tinggi tanaman pada minggu ke-8 disajikan pada Gambar 7.

Tabel 5. Pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman minggu ke-5

(27)

13

Jenis Pupuk Dosis 1 Dosis 2

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada dosis 1 (D1) pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan M1 dengan semua tanaman yang mendapat GCU lebih tinggi dari standar. Hal ini karena pada dosis 1, perlakuan Standar 1 memiliki kandungan N yang mudah terlarut lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk GCU (Gambar 5 dan Gambar 6), sehingga resiko pencucian pada perlakuan standar 1 lebih tinggi dan mengakibatkan rendahnya tinggi jagung perlakuan standar 1 dibandingkan perlakuan lainnya.

Pertumbuhan pada dosis 2 (D2) tertinggi terdapat pada standar 2 dengan pola semua perlakuan pupuk GCU lebih rendah dari pertumbuhan jagung pada pupuk standar 2. Hal ini karena ketersediaan N yang tinggi pada perlakuan standar 2, mampu memenuhi ketersediaan N hingga berakhirya masa pertumbuhan vegetatif jagung.

Selain itu, tinggi jagung antara dosis 1 dan dosis 2 pada seluruh perlakuan GCU relatif tidak berbeda. Akan tetapi, tinggi jagung pada perlakuan standar, relatif berbeda antara dosis 1 dan dosis 2. Hal ini karena kelarutan N yang relatif sama (Gambar 5 dan Gambar 6) pada perlakuan GCU dosis 1 dan dosis 2, menyebabkan pertumbuhan jagung yang relatif tidak berbeda antara kedua dosis. Pada perlakuan standar, standar dosis 2 memiliki kelarutan N yang lebih tinggi dibandingkan standar dosis 1, sehingga resiko pencucian pada standar dosis 2 relatif lebih besar dibandingkan dengan standar dosis 1. Meskipun standar dosis 2 memiliki resiko pencucian yang lebih besar dibandingkan dengan standar dosis 1, namun karena dosis jauh lebih besar maka jumlah N yang tertahan oleh tanah masih memenuhi untuk kebutuhan vegetatif jagung sehingga pertumbuhan standar dosis 2 lebih tinggi dibandingkan dengan standar dosis 1. Menurut Moore et al (1996), nitrogen yang berasal dari pupuk urea dengan mudah tersedia bagi tanaman sehingga memberikan respon lebih cepat pada awal percobaan. Pupuk nitrogen slow release akan memberikan respon awal yang lebih lambat karena sumber nitrogen pupuk slow release dibungkus (coating) sehingga memerlukan waktu yang lama untuk tersedia bagi tanaman. Pola tinggi tanaman pada Tabel 5 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk GCU memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan standar 2. Namun, pada akhir masa percobaan (8 MST) pertumbuhan tinggi tanaman pada pupuk GCU dan perlakuan standar 2 memiliki karakter pertumbuhan tinggi tanaman yang hampir sama. Pola pertumbuhan tinggi tanaman pada minggu ke-8 disajikan pada Gambar 7.

(28)

14

Jenis Pupuk Dosis 1 Dosis 2

Gambar 7 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tinggi tanaman 8 MST pada perlakuan pupuk GCU memberikan pola yang relatif sama antara sistem salut dan matriks. Kedua sistem ini diduga dapat menyediakan unsur hara yang relatif sama pada dosis 1 dan dosis 2, sehingga perbedaan pemberian dosis akan menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif sama. Pola pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan standar 1 dan standar 2 relatif memberikan perbedaan tinggi tanaman pada minggu ke-8, sehingga perbedaan pemberian dosis akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Selain itu, pola pertumbuhan jagung pada perlakuan GCU dan standar pada 8 MST memiliki tinggi tanaman yang sama, sehingga penggunaan pupuk GCU diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman pada periode tanam berikutnya.

Pertumbuhan tanaman juga dapat dilihat dari besarnya nilai bobot kering tanaman. Menurut Gardner (1991), bobot kering tanaman dapat menunjukkan keadaan senyawa organik keseluruhan yang ada pada tanaman. Umumnya bila bobot kering tinggi, maka senyawa organik yang dihasilkan tanaman juga tinggi. Bobot kering tanaman yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Bobot kering tanaman

(29)

15

Jenis Pupuk Dosis 1 Dosis 2

49.84

Jenis Pupuk Dosis 1 Dosis 2

Gambar 9. Serapan nitrogen jagung

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis 1, serapan N pada pupuk GCU (S1, S2, M1, dan M2) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan standar, tetapi pada dosis 2 perlakuan standar memiliki serapan N lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk GCU, walaupun secara statistika keduanya tidak berpengaruh nyata. Perbedaan pola serapan N pada dosis 1 dan dosis 2 disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kelarutan antara perlakuan standar dengan pupuk GCU pada masing-masing dosis yang diterapkan. Semakin tinggi tingkat kelarutan pada pupuk, bobot kering yang dihasilkan akan semakin besar dan serapan hara pada tanaman tersebut juga akan semakin tinggi.

Nitrogen dapat tersedia di sekitar perakaran tanaman terutama dengan cara aliran massa yaitu sebesar 98.8% (Hardjowigeno 2007). Mekanisme aliran massa ini akan menyebabkan nitrogen yang telah terlarut dari pupuk bergerak menuju permukaan akar bersama dengan gerakan massa air, sehingga nitrogen akan tersedia di sekitar perakaran tanaman tersebut. Nitrogen yang telah tersedia di sekitar perakaran tanaman tersebut, selanjutnya dengan bantuan energi metabolik akan diserap dan digunakan oleh tanaman untuk pembentukan protein serta pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada pupuk yang memiliki kelarutan lebih tinggi, jumlah nitrogen yang tersedia di sekitar perakaran tanaman akan semakin tinggi pula, sehingga kebutuhan nitrogen untuk memenuhi pertumbuhan vegetatif tanaman relatif lebih tercukupi dibandingkan dengan pupuk yang memiliki kelarutan rendah. Selain serapan nitrogen, pada penelitian ini juga menganalisis serapan kalsium yang disajikan pada Gambar 10.

(30)

16

Gambar 10 menunjukkan bahwa pada perlakuan dosis 1, serapan kalsium pada pupuk GCU lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan standar, tetapi pada dosis 2 perlakuan standar memiliki serapan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh perlakuan pupuk GCU, meskipun keduanya secara statistika tidak nyata. Pola ini serupa dengan pola serapan nitrogen yang sangat dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kelarutan antara pupuk GCU dengan standar pada masing-masing dosis pupuk yang diterapkan.

Kalsium diserap oleh tanaman dalam bentuk Ca2+ melalui dua cara yaitu aliran massa sebesar 71.4%, dan intersepsi akar sebesar 28.6% (Hardjowigeno 2007). Penyediaan dan penyerapan kalsium pada tanaman melalui aliran massa memiliki mekanisme yang serupa dengan serapan nitrogen yaitu bergeraknya unsur hara menuju permukaan akar bersama dengan gerakan massa air. Selain melalui aliran massa, kalsium juga diserap melalui mekanisme intersepsi akar. Mekanisme ini melengkapi penyediaan dan penyerapan kalsium bagi tanaman melalui pemanjangan akar-akar tanaman yang terus tumbuh menuju unsur hara yang berada di tempat-tempat yang lebih jauh di dalam tanah. Selanjutnya, kalsium akan diserap dan digunakan oleh tanaman untuk menyusun dinding-dinding sel tanaman, pembelahan sel, dan sangat esensial untuk perkembangan biji.

Pola serapan nitrogen (Gambar 9) dan kalsium (Gambar 10) relatif sama dengan pola pertumbuhan tinggi tanaman (Tabel 5, dan Gambar 7) dan bobot kering tanaman (Gambar 8), dimana pada dosis 1 serapan pada pupuk GCU lebih tinggi dibandingkan dengan serapan pada perlakuan standar, sedangkan pada dosis 2 perlakuan standar memiliki serapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk GCU. Hal ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kelarutan antara standar dengan pupuk GCU pada masing-masing dosis pupuk yang diterapkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pupuk GCU yang dihasilkan pada sistem salut mengandung nitrogen sebesar 33.36% (S1) , 30.97% (S2), dan pada sistem matriks mengandung nitrogen sebesar 31.51% (M1), dan 29.73% (M2).

2. Pupuk GCU baik dalam bentuk salut dan matriks dapat berfungsi sebagai pupuk lambat tersedia. Gibsum dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan pelapis untuk mengurangi kehilangan nitrogen melalui pencucian dari pupuk urea.

(31)

17 Saran

Pupuk GCU yang dihasilkan masih memerlukan pengembangan untuk digunakan sebagai pupuk slow release. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai mekanisme pelepasan pupuk GCU di dalam tanah dan pengaruh pupuk GCU terhadap tanaman tahunan.

DAFTAR PUSTAKA

[Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

Banurea R. 2011. Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit sebagai Pengisi pada Pembuatan Lembaran Plafon Gipsum dengan Bahan Pengikat Poliuretan [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Carney F. 2008. New Developments in Sulfur Coating Technology. Charleston (US): Fertilizer Outlook and Technology Conference.

De Boer W, Kester RA. 1996. Variability of nitrification potentials in patches of undergrowth vegetation in primary Scats pine stands. J Forest Ecology and Management. 86: 97-103.

Dubey HD. 1968. Effect of Soil Moisture Levels on Nitrification. Canadian J of Microbiol. 14: 1348-1350.

Gardner P, Franklin. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta (ID): UI Pr. Guertal EA. 2009. Slow-release Nitrogen Fertilizer in Vegetable Production.

HorTechnology. 19(1): 16-19.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Heiniger RW, Smith TA, Wiatrak P. 2014. The Impact of The Polymer Coating NutrisphereTM in Increasing Nitrogen Use Efficiency and Corn Yield. American J Agric and Biol Science. 9(1): 44-54.

Hofman G, Cleemput OV. 2004. Soil and Plant Nitrogen. Paris (FR): International Fertilizer Industry Association [IFA].

Krave AS, Van Straalen NM, Van Verseveld HW. 2002. Potential nitrification and factors influencing nitrification in pine forest and agricultural soils in Central Java, Indonesia. J Pedobiologia. 46: 573-594.

Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mahendran T, Williams PA, Philips GO, Al-Assaf S, Baldwin TC. 2008. New Insights into the Structural Characteristics of the Arabinogalactan-Ptotein (AGP) Fraction of Gum Arabic. J Agricultural and Food Chemistry. 56(19): 9269-9276.

Moore RW, Christians NE, Michael LA. 1996. Respon of Three Kentucky Bluegrass Cultivars to Spayable Nitrogen Fertilizer Programs. J Cop Science 36(5): 1296-1301

(32)

18

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Trenkel ME. 2010. Controlled-Release and Stabilized Fertilizers in Agriculture.

Paris (FR): International Fertilizer Industry Association [IFA].

Vashishtha M, Dongara P, Singh D. 2010. Improvement in Properties of Urea by Phospogypsum Coating. Int J Chemtech 2(1) : 36-44.

Williams PA, Phillips GO. 2000. Gum arabic-Handbook of Hydrocolloids. Cambridge (GB): CRC Pr.

Wu L, Liu M, Liang R. 2008. Preparation and properties of chitosan-coated NPK compound fertilizer with controlled-release and water-retention. Bioresource Technology. 99(2) : 547-554.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Analisis Awal Tanah Percobaan Pencucian dan Uji Tanaman Sifat Tanah (Satuan) Nilai Kriteria (Balittanah,

2005)

Sulfat (%) 0.023 Sedang-Tinggi

Ca (me/100 g) 2.15 Rendah

Lampiran 2. Konsentrasi N-NH4+ pada percobaan pencucian

Perlakuan

Konsentrasi N-NH4+ pada percobaan pencucian hari ke-

(33)

19 Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

ke-3

Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

ke-6

Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

ke-9

Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

(34)

20

Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

ke-15

Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

ke-18

Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada hari

ke-21

(35)

21

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** sangat nyata pada α<0.01

Lampiran 11. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** sangat nyata pada α<0.01

Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci pada

(36)

22

Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NH4+ yang tercuci selama

30 hari

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** sangat nyata pada α<0.01

Lampiran 14. Konsentrasi N-NO3- pada percobaan pencucian

Perlakuan

Konsentrasi N-NO3

pada percobaan pencucian hari

ke-Total

3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

---mg/L---Std 1 6.27 157.50 140.82 89.35 104.14 91.96 85.58 85.81 72.15 87.50 921.11

Std 2 6.62 151.67 114.50 70.53 102.96 98.78 102.55 10650 127.74 104.56 986.40

S1D1 0.00 108.18 92.50 44.58 51.44 66.82 65.76 67.27 60.74 64.18 621.47

S1D2 0.00 133.61 147.20 92.03 111.81 106.09 83.15 96.15 121.84 135.49 1027.36

S2D1 0.00 114.62 116.80 110.85 105.25 113.15 73.98 76.69 63.08 72.11 846.52

S2D2 0.00 119.37 110.83 67.41 65.06 87.01 94.55 121.60 112.89 119.20 897.91

M1D1 0.00 118.02 114.81 57.29 74.96 97.42 81.70 84.82 69.77 83.59 782.38

M1D2 2.48 111.83 116.13 162.28 99.41 117.63 85.90 77.82 65.75 85.56 924.79

M2D1 0.00 106.59 99.51 43.20 78.17 69.16 75.08 69.07 61.15 68.59 670.52

M2D2 0.59 143.68 155.31 80.90 90.70 92.51 106.47 121.92 116.99 138.40 1047.47

Lampiran 15. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada

(37)

23 Rata2 1 320074.831 320074.831

Pupuk 4 4185.207 1046.302 0,475 3.48 5.99 Rata2 1 292051.082 292051.082

Pupuk 4 675.422 168.856 0.125 3.48 5.99 Rata2 1 133961.958 133961.958

Pupuk 4 5650.115 1412.529 1.099 3.48 5.99 Rata2 1 156257.095 156257.095

Pupuk 4 1212.604 303.151 0.307 3.48 5.99

Dosis 1 626.168 626.168 0.634 4.96 10.04

P x D 4 5389.317 1347.329 1.364 3.48 5.99

Galat 10 9874.216 987.422

(38)

24 Rata2 1 176919.571 176919.571

Pupuk 4 1807.773 451.943 0.573 3.48 5.99 Rata2 1 146108.333 146108.333

Pupuk 4 910.600 227.650 0.469 3.48 5.99 Rata2 1 164765.145 164765.145

Pupuk 4 1171.447 292.862 0.731 3.48 5.99

Dosis 1 3938.061 3938.061 9.828* 4.96 10.04

P x D 4 2182.347 545.587 1.362 3.48 5.99

Galat 10 4006.829 400.683

Total 20 176063.828

(39)

25 Rata2 1 152111.836 152111.836

Pupuk 4 2244.389 561.097 1.372 3.48 5.99

Dosis 1 9533.383 9533.383 23.317** 4.96 10.04

P x D 4 2905.610 726.403 1.777 3.48 5.99

Galat 10 4088.515 408.851

Total 20 170883.733

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** sangat nyata pada α<0.01

Lampiran 24. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci pada Rata2 1 184012.820 184012.820

Pupuk 4 805.850 201.462 0.640 3.48 5.99

Dosis 1 8590.066 8590.066 27.278** 4.96 10.04

P x D 4 3881.273 970.318 3.081 3.48 5.99

Galat 10 3149.086 314.909

Total 20 200439.096

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** sangat nyata pada α<0.01

Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-NO3- yang tercuci selama

30 Hari Rata2 1 15228419.368 15228419.368

Pupuk 4 37817.364 9454.341 0.220 3.48 5.99

Dosis 1 217121.198 217121.198 5.045* 4.96 10.04

P x D 4 116896.220 29224.055 0.679 3.48 5.99

Galat 10 430344.848 43034.485

Total 20 16030598.998

(40)

26

Lampiran 26. Jumlah N-mineral yang tercuci pada percobaan pencucian Perlakuan

Jumlah N-mineral yang tercuci pada percobaan pencucianhari ke-

Total

Lampiran 27. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-3

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** sangat nyata pada α<0.01

Lampiran 28. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-6

Rata2 1 321010.646 321010.646

Pupuk 4 4186.316 1046.579 0.474 3.48 5.99

Dosis 1 613.963 613.963 0.278 4.96 10.04

P x D 4 1508.367 377.092 0.171 3.48 5.99

Galat 10 22102.208 2210.221

(41)

27 Lampiran 29. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada

hari ke-9

Rata2 1 292646.890 292646.890

Pupuk 4 681.321 170.330 0.126 3.48 5.99

Dosis 1 1262.789 1262.789 0.936 4.96 10.04

P x D 4 5578.544 1394.636 1.033 3.48 5.99

Galat 10 13498.043 1349.804

Total 20 313667.587

Lampiran 30. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-12

Rata2 1 134395.874 134395.874

Pupuk 4 5637.220 1409.305 1.095 3.48 5.99

Dosis 1 3265.844 3265.844 2.538 4.96 10.04

P x D 4 13664.853 3416.213 2.655 3.48 5.99

Galat 10 12865.330 1286.533

Total 20 169829.121

Lampiran 31. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-15

Rata2 1 156692.986 156692.986

Pupuk 4 1222.040 305.510 0309 3.48 5.99

Dosis 1 630.311 630.311 0.638 4.96 10.04

P x D 4 5382.763 1345.691 1.363 3.48 5.99

Galat 10 9873.347 987.335

Total 20 173801.446

Lampiran 32. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-18

Rata2 1 177580.666 177580.666

Pupuk 4 1811.113 452.778 0.574 3.48 5.99

Dosis 1 804.429 804.429 1.019 4.96 10.04

P x D 4 2418.844 604.711 0.766 3.48 5.99

Galat 10 7894.782 789.478

(42)

28

Lampiran 33. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-21

Rata2 1 146656.412 146656.412

Pupuk 4 921.839 230.460 0.475 3.48 5.99

Dosis 1 1629.179 1629.179 3.359 4.96 10.04

P x D 4 379.519 94.880 0.196 3.48 5.99

Galat 10 4850.534 485.053

Total 20 154437.483

Lampiran 34. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-24

Rata2 1 165436.761 165436.761

Pupuk 4 1178.990 294.748 0.736 3.48 5.99

Dosis 1 3934.604 3934.604 9.823* 4.96 10.04

P x D 4 2183.514 545.878 1.363 3.48 5.99

Galat 10 4005.548 400.555

Total 20 176739.418

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * nyata pada α<0.05

Lampiran 35. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada hari ke-27

Rata2 1 152854.095 152854.095

Pupuk 4 2281.380 570.345 1.399 3.48 5.99

Dosis 1 9519.939 9519.939 23.349** 4.96 10.04

P x D 4 2901.588 725.397 1.779 3.48 5.99

Galat 10 4077.160 407.716

Total 20 171634.162

(43)

29 Lampiran 36. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi N-mineral yang tercuci pada

hari ke-30

Rata2 1 185386.185 185386.185

Pupuk 4 815.334 203.834 0.647 3.48 5.99

Dosis 1 8600.283 8600.283 27.293** 4.96 10.04

P x D 4 3862.325 965.581 3.064 3.48 5.99

Galat 10 3151.095 315.109

Total 20 201815.222

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ** nyata pada α<0.01

Lampiran 37. Hasil analisis sidik ragam jumlah N-mineral yang tercuci selama 30 hari Rata2 1 15286742.070 15286742.070

Pupuk 4 38801.263 9700.316 0.225 3.48 5.99

Dosis 1 217018.518 217018.518 5.042* 4.96 10.04

P x D 4 116826.396 29206.599 0.679 3.48 5.99

Galat 10 430448.719 43044.872

Total 20 16089836.965

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * sangat nyata pada α<0.05

Lampiran 38. Pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

(44)

30

Lampiran 39. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-2

Sumber

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * nyata pada α<0.05

Lampiran 40. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-3

Sumber

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * nyata pada α<0.05

Lampiran 41. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-4

Sumber

(45)

31 Lampiran 42. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi

tanaman pada minggu ke-5 Sumber

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * nyata pada α<0.05

Lampiran 43. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-6

Sumber

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * nyata pada α<0.05

Lampiran 44. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-7

(46)

32

Lampiran 45. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-8

Sumber

Lampiran 47. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pupuk GCU terhadap serapan N jagung Rata2 1 4035200.510 4035200.510

Pupuk 4 40682.943 10170.736 0.243 2.87 4.43

Dosis 1 69855.210 69855.210 1.670 4.35 8.10

P x D 4 288489.899 72122.475 1.725 2.87 4.43 Galat 20 836416.497 41820.825

Total 30 5270645.060 Rata2 1 235986.584 235986.584

Pupuk 4 1708.803 427.201 0.204 2.87 4.43

Dosis 1 3215.883 3215.883 1.535 4.35 8.10

P x D 4 14566.305 3641.576 1.739 2.87 4.43

Galat 20 41892.717 2094.636

(47)

33

Lampiran 49. Data sifat tanah setelah percobaan pencucian 1 bulan Perlakuan Kadar Air

(%)

pH Tanah (1:1)

N-Total (%)

Ca (ppm)

SO4

2-(ppm)

Std 1 56.34 3.870 19.40 3.099 0.019

Std 2 55.78 3.823 21.33 2.903 0.017

S1D1 55.09 3.847 15.99 3.483 0.018

S1D2 52.88 3.650 21.38 5.257 0.017

S2D1 52.55 3.743 23.90 4.107 0.016

S2D2 56.91 3.525 24.68 5.102 0.016

M1D1 54.38 3.775 19.69 5.289 0.025

M1D2 56.15 3.745 26.19 4.207 0.022

M2D1 55.96 3.993 22.30 4.496 0.023

M2D2 56.47 3.792 23.87 4.760 0.019

Lampiran 50. Model percobaan pencucian

Lampiran 51. Uji kelarutan pupuk GCU

Lampiran 22 Denah

Keterangan :

1. Meja Aplikasi Perkolasi 2. Paralon Pencucian (Gambar 3) 3. Tampungan Perkolat

1 2

3

Keterangan : 1. Pupuk Urea (Pril) 2. S1

3. S2 4. M1 5. M2

(48)

34

Lampiran 52. Dokumentasi percobaan pencucian

(49)

35

Lampiran 54. Dokumentasi percobaan uji tanaman

2 MST 5 MST

8 MST, Dosis 1 8 MST, Dosis 2

8 MST

(50)

36

Lampiran 55. Jumlah Kebutuhan Air pada Percobaan Pencucian Luas Penampang Paralon Pencucian (d=16 cm)

L = 3.14 x r2 =3.14 x (8)2 = 201.143 cm3 Kebutuhan Air

Curah Hujan (Asumsi) = 3537.5 mm/tahun = 3537.5 mm/ 365 hari = 9.6917 mm/hari = 0.96917 cm/ hari Kebutuhan Air = CH x L

= 0.96917 cm x 201.143 cm3 = 194.9434 cm3

= 0.1949 dm3 = 0.1949 liter = 194.9 ml/ hari

(51)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 30 April 1993 dari pasangan Bapak H. Tasdik Machroni (Alm) dengan Ibu Hindun. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 01 Limbangan Kulon Brebes pada tahun 2004 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2007 di SMPN 12 Bogor. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Plus Bina Bangsa Sejahtera Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian di tahun yang sama.

Gambar

Gambar 1. Siklus nitrogen global (Sumber : Hofman et al 2004)
Tabel 1. Rancangan perbandingan urea, gibsum, dan gum arab serta kandungan nitrogen dalam pupuk
Tabel 3. Dosis pupuk per pot
Gambar 6.  Pengaruh perbedaan dosis terhadap jumlah: (a) N-NO3-
+4

Referensi

Dokumen terkait

tumpangsari untuk jumlah polong isi, bobot 100 butir, dan hasil biji per hektar, tetapi untuk tinggi tanaman dan tingkat kehijauan daun pola tumpangsari lebih tinggi

Semakin tinggi dosis senyawa humat yang diaplikasikan pada tanaman jagung akan meningkatkan tinggi, bobot basah, dan bobot kering tanaman jagung, tetapi jumlah daun relatif

Bobot Kering Total Tanaman dan RGR Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan NPK dan pupuk paitan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter bobot kering total

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa formula pupuk organik terhadap bobot biomassa kering oven, hasil dan potensi hasil tanaman

(2) Pemberian pupuk P (SP-36) berbagai dosis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung kecuali bobot brangkasan kering tanaman

tumpangsari untuk jumlah polong isi, bobot 100 butir, dan hasil biji per hektar, tetapi untuk tinggi tanaman dan tingkat kehijauan daun pola tumpangsari lebih tinggi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aplikasi Leusit 2 t ha -1 memberikan serapan K dan bobot kering biji pipilan tertinggi dan pertumbuhan tinggi tanaman jagung berbeda

Perlakuan dosis pupuk anorganik tidak menunjukan beda nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tanaman dan kering tanaman, bobot basah