• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan sifat dan kimia tanah akibat kebakaran lantai hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan sifat dan kimia tanah akibat kebakaran lantai hutan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN SlFAT FlSlK DAN KlMlA TANAH

AKIBAT KEBAKARAN LANTAI HUTAN

UCUN SULASTRI

SEKOLAHPASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perubahan Sifat Fisik dan Kimia

Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Surnber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

Ucun

Sulastri
(3)

ABSTRAK

UCUN SULASTRI. Pembahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat Kebakaran

Lantai Hutan. Dibimbing oleh oleh SUDARSONO sebagai ketua komisi

pembimbing, dan SURIA DARMA TARIGAN sebagai anggota komisi pembimbing.

Kebakaran hutan dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah. Dalam penelitian ini dipelajari pembahan sifat fisik dan kimia tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan frekuensi kebakaran yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas

kebakaran, baik 1 kali maupun 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar

secara deskritif. Lokasi penelitian berada di Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel,

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tomo Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang, Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat.

Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan terjadinya peningkatan Ca

dan Mg yang berasal dari abu sisa kebakaran yang dikuti dengan peningkatan pH

tanah pada horison atas area bekas kebakaran 1 kali, sebaliknya pada area bekas

kebakaran 3 kali terjadi penurunan. Kandungan C-organik total tanah pada

horison atas menurun pada area bekas kebakaran dan penurunan terbesar terjadi pada agregat yang berukuran besar. N-total, P-tersedia dan kalium mengalami

penurunan akibat kebakaran baik pada horison atas area bekas kebakaran 1 kali

maupun area bekas kebakaran 3 kali dan p e n m a n terbesar terjadi pada area

bekas kebakaran 3 kali, sedangkan kandungan P-HC1 25% mengalami

peningkatan.

Selanjutnya berkaitan dengan sifat fisik tanah, pada horison atas area bekas kebakaran terjadi p e n m a n porositas total tanah, meningkatnya bobot isi tanah, berkurangnya ka~asitas tanah menahan air, menurunnva infiltrasi dan perrneabiiit& tan&, serta berkurangnya stabiliti agregat akibat kebakaran lantai hutan, terutama pada area bekas kebakaran 3 kali.

Pembahan sifat fisik dan kimia tanah lebih lanjut menyebabkan

meningkatnya laju erosi dan erosi potensial pada area bekas kebakaran.

Peningkatan laju erosi dan erosi potensial terutama disebabkan karena terjadi

penurunan persentasi bahan organik clan liat, dan peningkatan terbesar terjadi

(4)

PERUBAHAN SlFAT FlSlK DAN KlMlA TANAH

AKIBAT KEBAKARAN LANTAI HUTAN

UCUN SULASTRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen llmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan

Nama : Ucun Sulastri

NRP : A251020051

Program Studi : Ilmu Tanah (TNH)

Disetujui

Komisi Pembimbing

-Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Sekolah Pascasarjana

da Manuwoto, M.Sc.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT

atas

segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Judul karya ilmiah ini adalah Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan.

Pada kesempatan ini penulis menyarnpaikan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberi bimbingan dan saran

selama penelitian

dan

penulisan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada Bapak Yasin selaku kepala RPH Bugel beserta staf yang telah

membantu selama kegiatan penelitian di lapangan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayahanda Alizar, Ibunda Nurmaylis (Alm), serta s e l d keluarga atas segala kesempatan, kepercayaan, doa dan kasih sayangnya.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 3 Januari 1974

dari

ayah

Alizar dan ibu N m a y l i s (Alm). Penulis me~pctkan anak keernpat dari tujuh

bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri I Bukittinggi dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Penulis rnemilih Program Studi llrnu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan

(8)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

x

...

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN

...

xii

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

I

. .

...

Tujuan Penelltian 3

TINJAUAN PUSTAKA

...

4

...

Kebakaran Hutan 4

...

Penyebab clan Akibat Kebakaran Hutan

5

Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat Tanah

...

7

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

...

14

. .

Lokasi Penelltian

...

14

Fisiografi dan Bentuk Wilayah

...

14

...

Geologi dan Jenis Tanah 17

Iklim

...

17

BAHAN DAN METODE

...

21

Bahan

...

21

. .

...

Metode Penelltian 21

...

Penentuan Plot Pengamatan

...

Pengambilan Contoh Tanah dan Serasah

...

Pembuatan Profil Tanah

...

Pengarnbilan Contoh Tanah untuk Analisis Sifat Fisika

...

Pengarnbilan Contoh Tanah untuk Analisis Sifat Kimia

Pengambilan Contoh Serasah

...

...

Analisis Contoh Tanah dan Serasah

...

Analisis Data dan Penyajian Hasil

...

Analisis Sifat Fisika dan Kimia Tanah

(9)

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

Serasah Tanaman Jati

...

Bobot Tumpukan Serasah Tanaman Jati

...

Kandungan Hara Serasah Tanaman Jati

...

Perubahan Morfologi Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan

...

Perubahan Sifat Kimia Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan

...

Reaksi Tanah (pH Tanah)

C-Organik Total Tanah clan C-Organik Total pada Berbagai

Ukuran Agregat Tanah

...

Nitrogen Total Tanah

...

Fosfor HCI 25% dan Fosfor Tersedia

...

Kation-Kation Basa (CaMg. K dan Na)

...

...

Perubahan Sifat Fisika Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan

...

Bobot Isi. Porositas. dan PermeabilitasTanah

...

Kapasitas Tanah Menahan Air

...

Distribusi dan Stabilitas Agregat Tanah

Perubahan Laju Erosi dan Erosi Potensial Tanah Akibat Kebakaran

Lantai Hutan

...

...

Faktor Erosivitas Hujan (R)

...

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

...

Faktor Lereng (LS)

Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi Tanah

(P)

...

...

PEMBAHASAN UMUM

KESIMPULAN

...

...

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

1

.

Curah hujan daerah penelitian (Stasiun Hujan Tomo)

...

20

2

.

Suhu udara dan kelembaban udara daerah penelitian

...

20

.

.

3

.

Parameter dan metode anallsls

...

24

4 . Bobot tumpukan serasah tanaman jati

...

26

5

.

Hasil analisis kandungan hara serasah tanaman jati

...

27

6

.

Kadar C-organik total pada berbagai ukuran agregat tanah

...

33

7

.

Kapasitas infiltrasi berdasarkan persamaan Horton

...

49

8

.

Nilai faktor erosivitas hujan daerah penelitian

...

52

9

.

Nilai faktor erodibilitas tanah daerah penelitian

...

53

10

.

Nilai faktor lereng daerah penelitian

...

53
(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

. .

1

.

Lokasi penelltlan

...

15

2

.

Peta kerja BKPH Tomo Utara

...

16

. .

3

.

Peta geologi daerah penelltian

...

18

...

4

.

Peta tanah daerah penelitian 19

...

5

.

Pembahan tebal horison atas akibat kebakaran lantai hutan 28

...

6

.

Pembahan pH tanah akibat kebakaran lantai hutan 29 7

.

Pembahan C-organik total tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

31

8

.

Pembahan nitrogen total tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

34

...

9

.

Pembahan fosfor HC125% tanah akibat kebakaran lantai hutan 36 10

.

P e ~ b a h a n fosfor tersedia tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

37

11

.

Pembahan kalsium tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

39

12

.

Pembahan magnesium tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

40

13

.

Perubahan kalium tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

41

14

.

Pembahan natrium tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

42

15

.

Perubahan bobot isi tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

43

16

.

Perubahan porositas total tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

44

17

.

Pembahan permeabilitas tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

44

18

.

Pembahan kadar air dalam keadaan kapasitas lapang akibat kebakaran lantai hutan

...

45

19

.

Pembahan kadar air tersedia akibat kebakaran lantai hutan

...

46

20

.

Perubahan distribusi agregat tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

48

21

.

Perubahan stabilitas agregat tanah akibat kebakaran lantai hutan

...

48

22

.

Kurva laju infiltrasi pada lereng 0-8%

...

50
(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi profil pada tiap titik pengamatan

...

71

2. Hasil analisis sifat kimia tanah

...

77

3. Hasil analisis sifat fisika tanah

...

78

4. Distribusi ukuran agregat tanah

...

79

5. Data pengukuran infiltrasi pada area tidak terbakar (lereng 0-8 %) dengan persamaan Horton

...

80

6 . Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 1 kali (lereng 0-8 %) dengan persamaan Horton

...

80

7. Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 3 kali (lereng 0-8 %) dengan persamaan Horton

...

8 1 8. Data pengukuran intiltrasi pada area tidak terbakar (lereng 15-25 %) dengan persamaan Horton

...

8 1 9. Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 1 kali (lereng 15-25 %) dengan persamaan Horton

...

82
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan sumber daya alam tidak pemah lepas dari berbagai gangguan.

Hutan yang merupakan sumber daya dam selalu mengalami gangguan, baik yang

disebabkan oleh manusia maupun oleh dam sendiri. Salah satu bentuk gangguan

yang muncul adalah kebakaran hutan yang dapat menyebabkan rusaknya hutan.

Kebakaran hutan merupakan bentuk ancaman terhadap kelestarian hutan

yang paling banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan faktor

pengganggu dan perusakan hutan dan hasil hutan lainnya. Menurut De Bano et al.

(1998) dalam pengelolaan sumber daya hutan, kebakaran hutan dapat mengancam

keutuhan kelestarian hutan, estetika lingkungan, dan memusnahkan

keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya yang penting bagi kehidupan.

Kebakaran hutan yang terjadi umumnya disebabkan oleh kegiatan

manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja dan juga oleh faktor dam seperti

petir dan gunung meletus. Diperkirakan 90% kebakaran hutan terjadi akibat

perbuatan manusia dan 10% oleh dam (Suratmo 1985). Kebakaran hutan di

Indonesia sebagian besar terjadi karena adanya aktivitas manusia dalam

penggunaan api temtama untuk pembukaan lahan, pemanfaatan abu serasah untuk

pemupukan tanah garapan, memperoleh tunas atau rumput muda untuk pakan

temak, atau untuk pengurangan timbunan serasah di lantai hutan. Kebakaran

hutan yang disebabkan oleh manusia temtama terjadi pada kondisi lahan bakar

dan cuaca yang cukup kering, khususnya di musim kemarau.

Kebakaran hutan dapat berakibat positif maupun negatif. Kebakaran hutan

dapat berakibat positif apabila k e b a k m hutan tersebut terkendali misalnya untuk

memanfaatkan abu serasahnya atau untuk memupuk tanah garapan. Kebakaran

hutan akan memberi dampak negatif apabila tidak terkendali dan akan

menyebabkan kerusakan pada ekosistem serta degradasi sumber daya alam dan

lingkungan. Pengamhnya terutarna terhadap vegetasi, memburuknya kondisi

tanah baik secara fisik maupun kimia, m e m p e r b d tata air, serta terjadinya

(14)

kebakaran hutan juga menimbulkan asap akibat dari proses pembakaran tidak

sempurna yang dapat menyebabkan te rjadinya polusi dan pencemaran udara.

Besarnya kerusakan hutan yang terjadi akibat kebakaran tergantung

beberapa faktor, antara lain intesitas kebakaran. lama waktu kejadian, tipe

kebakaran, serta curah hujan setelah te rjadi kebakaran hutan. Menurut De Bano

et al. (1998), tingkat kerusakan akibat kebakaran hutan ditentukan juga oleh

karakteristik vegetasi seperti potensi dan jenis bahan bakar yang tersedia, kadar

air bahan bakar, ketebalan d m kandungan kimia bahan bakar, kondisi lingkungan

seperti iklim (curah hujan, kelembaban udara, angin), serta kondisi topografi

kawasan.

Dampak kebakaran hutan terhadap tanah dapat menyebabkan menurunnya

kualitas tanah meliputi sifat fisik, kimia, biologi tanah, meningkatnya erosi, dan

berkurangnya kapasitas tanah menyimpan air, seluruhnya sangat mempengaruhi

pertumbuhan pohon selanjutnya di area kebakaran. Dampak kebakaran hutan

terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah hutan tergantung dari tipe tanah,

kandungan air dari tanah, intensitas dan durasi waktu kebakaran serta lama waktu

kebakaran, dan intensitas timbulnya api (Chandler et al. 1983a). Menurut Blank

dan Zamudio (1998), tanah dan vegetasi yang terbakar menghasilkan perubahan

dalam sifat-sifat kimia dan fisika tanah, perubahan-perubahan tersebut sangat

tergantung kepada tipe kebakaran, sifat-sifat tanah, vegetasi penutup, dan iklim.

Terhadap sifat fisika tanah, kebakaran hutan menyebabkan terbukanya

lantai hutan sehingga tidak adanya perlindungan terhadap permukaan tanah. Hal

ini menyebabkan meningkatnya peluang tejadinya aliran permukaan jika turun

hujan dan akan tejadi erosi yang tidak terkendali. Dan lebih lanjut dapat

menyebabkan memburuknya sifat-sifat fisik tanah yang tercermin pada penurunan

kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, me~ngkatnyfi kepadatan

dan ketahanan penetrasi tanah, berkurangnya kemantapan struktur tanah, dan

te rjadinya peningkatan bulk density tanah (Giovannini & Lucchesi 1997).

Dari aspek kimia, kebakaran hutan akan menghasilkan volatilisasi unsur-

unsur hara tertentu dan mendorong nitrifikasi akibat panas yang terjadi.

Selanjutnya kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat dalam

(15)

seperti K, Ca, Mg, dan S (De Bano et al. 1998), tetapi pengaruh ini tidak

berlangsung lama karena dengan terbukanya lantai hutan akan meningkatnya erosi

dan pencucian semakin intensif ( H a d & Wibowo 1985). Perubahan yang

terjadi dalam sifat kimia tanah akibat kebakaran tidak mungkin dapat

memperbaiki kesuburan tanah dalam jangka panjang karena efeknya bersifat

sementara (Suharjo 1995).

Penelitian ini dilakukan unttk mempelajari perubahan sifat fisik dan kimia

tanah akibat kebakaran

lantai

hutan yang terjadi berdasarkan fiekuensi kebakaran

yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas kebakaran 1 kali dan

area tegakan bekas kebakaran 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar.

Lokasi penelitian berada di Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel, Bagian Kesatuan

Pemangkuan Hutan (BWH) Tomo Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)

Sumedang, Penun Perhutani Unit I11 Jawa Barat, tepatnya pada petak 5 1 f dengan

tanaman utama jati yang ditanam pada tahun 1998 dan pernah mengalami

kebakaran pada tahun 2002, 2003, dan 2004. Tipe kebakaran yang terjadi

termasuk tipe kebakaran permukaan (surface fire) yang dicirikan dengan

terbakarnya serasah dan tumbuhan bawah yang ada di lantai hutan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak

pengelola hutan (BKPH Tomo Utara) tentang kondisi lahan setelah terjadi

kebakaran terutama sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Data yang diperoleh

diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk mencegah dan mengendalikan

kebakaran dan dapat ditentukan teknik pengelolaan yang tepat agar kelestarian

hutan tercapai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan sifat fisik dan kimia

tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan frekuensi kebakaran

yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas kebakaran, baik 1 kali

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan adalah kejadian alam yang mempakan suatu proses

reaksi secara cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain yang ditandai dengan

panas, cahaya serta biasanya menyala. Kebakaran hutan te jadi di alam terbuka

yaitu tejadinya penjalaran api secara bebas dan tidak terhambat pada lokasi

tertentu yang mengkonsumsi bahan bakar yang ada di hutan seperti serasah,

rumput, tumbuhan bawah, patahan kayu, serta pohon-pohon yang masih hidup.

Ciri utama kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan menyebar

bebas (Brown & Davis 1973).

Selanjutnya Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa proses kebakaran

merupakan kebalikan dari proses fotosintesis, dimana di dalam proses kebakaran

energi yang tersimpan di dalam biomassa dilepas sebagai panas pada saat bahan

bakar seperti daun, rumput, atau kayu berkombinasi oksigen (02) membentuk

karbondioksida (C02) dan uap air (H20). Sedangkan dalam proses fotosintesis

C02, H20, dan energi matahari berkombinasi menghasilkan suatu energi kimia

simpanan dan oksigen. Pada proses fotosintesis energi terpusat secara perlahan,

sebaliknya proses pembakaran energi dilepas dengan cepat.

Fuller (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen penting yang

diperlukan untuk setiap api agar dapat menyala dan mengalami proses

pembakaran yaitu hams tersedia bahan bakar yang dapat terbakar, panas yang

cukup

untuk

digunakan dan menaikkan temperatur bahan bakar hingga ke titik

penyalaan, serta diperlukan suplai oksigen yang cukup dalam menjaga proses

pembakaran.

Tahapan atau fase proses terjadi kebakaran hutan dibedakan atas beberapa

bagian yaitu : pra-pemanasan, penyalaan, pembaraan, pemijaran, dan pemadarnan

(De Bano et al. 1998)

Berdasarkan perbedaan cara menjalar api dan posisi api terhadap tanah

(17)

1. Kebakaran bawah (groundfire)

Kebakaran ini membakar bahan bakar bempa material organik

yang berada di bawah lantai hutan dan permukaan tanah. Bahan organik

yang terbakar itu meliputi bahan organik yang sedang membusuk, humus

serta lapisan tanah bagian atas. Tipe kebakaran bawah sangat sulit

dideteksi, sehingga sulit diawasi.

2. Kebakaran permukaan (surfaceJre)

Kebakaran yang membakar bahan bakar yang terdapat di lantai

hutan, baik bempa serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah, dan lain

sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon dan di atas permukaan

tanah. Tipe kebakaran ini paling sering terjadi di dalam tegakan hutan

sekunder dan alami. Kebakaran permukaan dapat menjalar ke tumbuhan

yang lebih tinggi dan tajuk pohon.

3. Kebakaran tajuk (crownfire)

Kebakaran tajuk terjadi karena adanya kebakaran permukaan yang

menjalar ke arah tajuk. Kebakaran menjalar dari tajuk pohon ke tajuk

pohon lainnya atau semak-semak. Kebakaran tajuk sangat sulit untuk

dipadamkan dan menjalar sangat cepat yang dipengaruhi oleh faktor angin

dan bisa mengakibatkan api loncat (spot Jre) yang dapat menyebabkan

kebakaran di daerah lain.

Penyebab dan Akibat Kebakaran Hutan

Penyebab terjadi kebakaran hutan sangat beragam, tetapi ada dua faktor

utama yaitu faktor alam dan faktor manusia. Menurut Chandler et al. (1983b),

kebakaran hutan secara alami di ~engaruhi oleh beberapa faktor d a m yang saling

berkaitan seperti iklim (kemarau yang panjang, petir, dan daya dam lainnya),

jenis tanaman (misalnya tanaman pinus yang mengandung resin), tipe vegetasi

(alang-alang, hutan belukar, hutan monokultur), dan bahan sisa vegetasi seperti

serasah, ranting, dan lain-lain.

Secara mum kebakaran hutan yang terjadi biasanya berhubungan erat

dengan kegiatan yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,

(18)

aktivitas sampingan penggembalaan temak dengan cara membakar alang-alang

yang sudah tua agar berguna kembali (Fuller 1991). Menurut Suratmo (1985),

kebakaran hutan yang terjadi lebih dari 90% disebabkan oleh kelalaian manusia

dan umumnya ditunjang oleh pengamh dan faktor dam seperti musim kemarau

yang panjang sehingga potensi bahan bakar meningkat.

F A 0 (1953) mengklasifikasikan penyebab kebakaran hutan sebagai

berikut :

1.

Peralatan. Suatu kebakaran yang disebabkan penggunaan alat.

2.

Pemanfaatan hutan. Suatu kebakaran yang dihasilkan secara langsung dari

pemanenan-penebangan kayu dan hasil hutan laimya.

3. Pembakaran vegetasi. Suatu kebakaran yang disengaja oleh manusia

untuk membakar vegetasi lahan orang lain tanpa seizin pemiliknya.

4. Pembahan fungsi dan konversi lahan. Kebakaran yang disebabkan karena

adanya konversi lahan untuk tujuan pertanian, pembangunan industri,

konstruksi jalan, dan lain sebagainya.

5. Petir. Kebakaran yang disebabkan secara langsung maupun tidak

langsung oleh petir.

6. Rekreasi. Kebakaran yang disebabkan dari aktivitas manusia dalam

melakukan kegiatan rekreasi, khususnya rekreasi alam.

7.

Merokok. Kebakaran yang disebabkan oleh perokok, korek api, atau

pembakaran tembakau dalam segala bentuknya.

8. Penyebab lain. Penyebab lain sebagainya yang tidak termasuk ketujuh

penyebab di atas.

Akibat kebakaran hutan ada yang segera terlihat dan ada yang tidak segera

terlihat, sedangkan besamya derajat kerusakan terutama dipengamhi oleh tipe

kebakaran, lamanya kebakaran, keadaan tegakan hutan, dan cuaca atau i k l i i

(Davis 1959).

Kebakaran hutan dapat menghabiskan kayu di hutan dalam waktu singkat

dan bahan bakar lain yang mudah terbakar, menghasilkan energi yang berbentuk

panas sehingga dapat membunuh dan mematikan turnbuhan dan satwa, serta

mempengaruhi tanah hutan. Selain itu, abu sisa pembakaran akan memberikan

(19)

menyatakan bahwa kebakaran hutan berdasarkan intensitas dan jenis kebakaran

yang terjadi menimbulkan beberapa dampak yaitu : kemsakan pada pohon yang

terbakar, kerusakan pada anakan pohon, gangguan terhadap tanah hutan,

penunman produktivitas hutan karena banyak kayu-kayu yang terbakar,

penurunan dari nilai rekreasi dan keindahan, serta turunnya kesejahteraan

penduduk sekitar hutan karena sumberdaya yang sering mereka gunakan habis

terbakar, sehingga keperluan hidup sehari-hari kurang terpenuhi.

Kebakaran hutan selain merugikan juga memberikan keuntungan (Suharjo

1998). Keuntungan tersebut di antaranya adalah:

1. Abu hasil pembakaran sangat kaya akan hara sehingga menjadi salah satu

sasaran pokok dalam penggunaan lahan menggunakan api.

2. Penyiapan lahan menggunakan api sangat menghemat.

3. Biaya yang dibutuhkan dalam penyiapan lahan menggunakan api jauh

lebih murah sehingga pemsahaan dapat diuntungkan.

4. Rurnput muda yang dihasilkan dari kebakaran mempakan makanan bagi

satwa liar.

5. Dengan adanya api maka diversifikasi jenis vegetasi lebih beragam dan

mencegah monokultur. Panas yang cukup mampu membuat beberapa

jenis vegetasi tertentu berkecambah.

Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat-Sifat Tanah

Kebakaran hutan dapat merusak tanah karena terbakarnya akar dan lapisan

humus yang menahan aliran permukaan, serta terbakarnya pohon dan semak yang

memiliki daya menyimpan air. Pengaruh kebakaran hutan terhadap sifat tanah

sangat ditentukan oleh frekuensi kebakaran, intensitas panas, lamanya kebakaran,

vegetasi yang tumbuh, dan jenis tanah (Davis 1959). Hal yang sama

dikemukakan oleh Blank dan Zamudio (1998).

Menurut Ralston dan Hatchel (1971), diacu dalam Pritchett (1979),

kebakaran hutan menyebabkan terbukanya lantai hutan sehingga tidak ada

perlindungan terhadap permukaan tanah jika hujan turun dan mengakibatkan

terjadinya erosi permukaan yang tidak terkendali. Lebih jauh dampak yang

(20)

tanah meningkat akibat agregat tanah terdispersi oleh pukulan butir-butir hujan

dan tertutupnya pori-pori tanah oleh partikel abu pembakaran.

Kehilangan tanaman penutup dan pembakaran bahan organik dapat

mengubah struktur tanah, dengan demikian mempengaruhi porositas dan sifat

hidrologi lainnya (Giovannini & Lucchesi 1997), serta menambah akumulasi zat-

zat hidrofobik setebal beberapa sentimeter dengan demikian m e n d a n infiltrasi

dan meningkatkan aliran permukaan (De Bano 1971). Kondisi tersebut

meningkatkan kcrentanan tanah terhadap erosi,

dan

umumnya meningkatkan

aliran permukaan dan kehilangan tanah. Unsur hara kemudian hilang bersamaan

dengan aliran permukaan (Andreu et al. 1996). Menurut Andreu et al. (1996),

erosi lebih intensif te rjadi pada area kebakaran intesitas tinggi jika dibandingkan

kebakaran intensitas sedang. Pengaruh kebakaran kepada erosi tanah utamanya

tergantung kepada intensitas dan karakteristik beberapa kejadian hujan berikutnya

seperti intensitas dan lama hujan.

Kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat dalam abu

atau arang sehingga menaikkan pH tanah dan menambah unsur hara tanah seperti

K, Ca, Mg, dan S (De Bano et al. 1998). Hamzah dan Wibowo (1985)

menyatakan bahwa kebakaran hutan menyebabkan terbakarnya bahan organik,

baik yang bergelatungan rnaupun yang terletak di atas permukaan tanah serta

terjadi pemanasan lapisan permukaan. Pembakaran bahan organik menghasilkan

pembebasan C02, gas-gas yang mengandung nitrogen dan abu yang berterbangan

ke atmosfer dan penyadapan mineral &lam bentuk abu. Abu kayu dan abu

serasah lebih mudah larut daripada bahan organik asli. Jadi pengaruh kebakaran

dapat meningkatkan kadar hara tersedia untuk waktu sementara.

Darnpak kebakaran hutan terhadap sifat tanah dalam jangka pendek dapat

meningkatkan kesubwan tanah seperti yang dilaporkan Kim er al. (1999), hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa dua minggu setelah kebakaran terjadi

peningkatan pH tan& bahan organik, nitrogen, P-tersedia, dan basa-basa yang

dapat dipertukarkan. Sebaliknya, dari hasil penelitian Pennington et al. (2001),

dampak kebakaran hutan terhadap tanah dalam jangka panjang yaitu sembilan

bulan setelah kejadian kebakaran menyebabkan menurunnya C-organik, N-total,

(21)

Kebakaran hutan tidak hanya menyebabkan perubahan dalam tanah dan

sifat-sifat lingkungan, kebakaran tersebut juga meningkatkan kehilangan unsur

hara melalui volatilisasi, pencucian, dan erosi air. Kebakaran hutan akan

menghasilkan volatilisasi unsur-unsur ham tertentu

dan

mendorong nitrifikasi

akibat panas yang terjadi. Hilangnya unsur hara makro C, N, S, dan P akibat

kebakaran melibatkan proses senyawa oksidasi baik dalam bentuk gas, bahan

organik, bentuk partikel abu, dan transpor air baik akibat pengendapan maupun

transpor sedimen. Unsur sulfur akan hilang pada hutan yang terbakar pada suhu

375 OC-575 "C dan akan menghilangkan unsur S sebanyak 24% hingga 79% dari

total unsur S yang tersedia (Tiedemann 1987). Suhu dari hutan yang terbakar yang

mencapai 777 "C akan menguapkan unsur P (Raison et al. 1985a), tapi hilangnya

unsur P ini tidak dapat diamati pada kondisi kebakaran di bawah suhu 400 "C. De

Bano clan Klopatek (1988) menyatakan bahwa 50% dari total unsur P hilang

akibat penguapan serasah pinus yang terbakar, dan Mackensen el al. (1996)

menyatakan bahwa hilangnya unsur P akibat penguapan sebesar 27% hingga 33%

akibat kebakaran. Unsur Ca tidak mudah menguap pada area vegetasi yang

terbakar pada suhu rendah (Raison et al. 1985a). Bagaimanapun, perubahan

bentuk menjadi asap atau angin bisa menyebabkan unsur Ca menguap pada

kebakaran dengan intensitas tinggi (Raison et al. 1985b). Belillas dan Feller

(1998) menernukan sedikit pembahan kandungan Ca dalam area sebelum

kebakaran hutan maupun setelah kebakaran yaitu sebesar 136

*

15 kg hi1 pada

area hutan yang terbakar dan 132

*

26 kg hd1 pada area hutan yang tidak

terbakar. De Bano dan Conrad (1978) menemukan 699 kg Ca ha.' dalam

tumbuhan dan serasah sebelum kebakaran, setelah kebakaran abu serasah dan

tumbuhan mengandung 688 kg ~a hap'.

Hasil penelitian Baird et al. (1999) menunjukkan terjadi peningkatan pH

tanah pada saat 1 tahun setelah terjadi kebakaran sebesar 0.lunit pada kedalaman

0-10 cm. Ellingson et al. (2000) melaporkan bahwa kebakaran intesitas rendah

meningkatkan pH tanah sebesar 1.1 unit pada kedalaman 0-2.5 cm sesaat setelah

terjadi kebakaran dan pada kebakaran intensitas tinggi terjadi peningkatan pH

sebesar 2.2 unit. Penelitian Pennington et al. (2001) menunjukkan terjadinya

(22)

unit pada kedalaman 0-5 cm, 0.78 unit pada kedalaman 5-10 cm, 0.62 unit pada

kedalaman 10-20 cm, dan 0.51 unit pada kedalaman 20-30 cm. Pada saat 3 bulan

setelah kebakaran, pada kedalaman 2-5 cm terjadi peningkatan pH sebesar 0.5 unit

hingga 0.7 unit ( Ellis & Graley 1983 ; Tomkin et al. 1991)

Kim et al. (1999) melaporkan tejadi peningkatan pH tanah pada

kedalaman 0-5 cm sebesar 0.7 unit pada kebakaran intensitas rendah dan 0.6 unit

pada kebakaran intensitas tinggi akibat penambahan hara di lantai hutan yang

terbakar. Peningkatan pH setelah kebakaran akibat peningkatan kandungan abu

(Kauffinan et al. 1993). Kenaikan pH ini juga berhubungan dengan peningkatan

amonifikasi setelah kebakaran (Mroz et al. 1980). Menurut Kim et al. (1999),

peningkatan pH tanah pada area kebakaran bermanfaat untuk pertumbuhan

vegetasi selanjutnya, karena perubahan dari ketersedian hara dan peningkatan pH

tersebut segera terhenti karena hilangnya abu dengan cepat selama musim hujan

yang tinggi.

Secara umum dinyatakan bahwa kebakaran intensitas tinggi menyebabkan

kehilangan C dan N pada lapisan atas tanah (Ellis & Graley 1983) yaitu 7 360 kg

C organik has' dan 21 1 kg N ha-' hilang dari lapisan permukaan tanah. Sebaliknyq

hasil penelitian Kim et al. (1999) menunjukkan tejadi peningkatan N pada

kedalaman 0-5 cm sebesar 25% dan 24% bahan organik akibat kebakaran

intensitas tinggi, 65% N dan 60% bahan organik &bat kebakaran intensitas

sedang pada saat 2 minggu setelah te jadi kebakaran. Kandungan bahan organik

setelah kebakaran meningkat diduga akibat banyaknya abu biomasa yang mati,

atau menurun akibat sedikitnya masukan jumlah serasah di permukaan tanah dan

hilangnya C melalui volatilisasi. Menurut Kim et al. (1999) kandungan bahan

organik pada kedalam 0-5 cm sedikit lebih tinggi di area kebakaran akibat

bercampurnya abu ke dalam tanah. Peningkatan konsentrasi N pada kedalaman

0-5 cm area kebakaran intesitas rendah lebih besar jika dibandingkan area

kebakaran intensitas tinggi. Peningkatan N di area kebakaran mungkin akibat

pergerakan nitrogen inorganik danfatau tambahan dari sisa abu hasil pembakaran

serasah di lantai hutan (Kim et al. 1999).

Caldwell et al. (2002) dari h a i l penelitiannya mengemukakan bahwa 6 mg

(23)

proses volatilisasi akibat kebakaran. Menurut Caldwell et al. (2002) penguapan

unsur N selama kebakaran hutan mempakan mekanisme dominan dari sistem

hilangnya unsur N. Selanjutnya juga dinyatakan bahwa ada hubungan antara

fiksasi N dengan lamanya kebakaran. Fiksasi N berpotensi hilangnya

ketersediaan kandungan N akibat kebakaran, dan berpengaruh bagi ketersedian

unsur N dalam jangka panjang.

Ketterings dan Bigham 2000 melaporkan terjadi penurunan 22% C dan

31%

N

pada kedalam 0-5 cm area kebakaran pada saat 2 minggu setelah terjadi

kebakaran intensitas tinggi. Binkley et al. (1992) menemukan bahwa sebanyak

13 rng C ha" dan 410 kg N ha.' hilang melalui proses penguapan akibat

kebakaran pada hutan pinus. Belillas dan Feller (1998) menyatakan bahwa

sebanyak 48 mg C ha-' dan 260 kg N ha.' mengalami proses volatilisasi akibat

kebakaran. Little dan Ohmann (1988) melaporkan bahwa 192 kg hingga 666 kg

N ha-' menguap akibat kebakaran.

Hasil penelitian Garcia et al. (2000) menyatakan bahwa kebakaran hutan

menyebabkan meningkatnya N-amonium dan penurunan kandungan N-total dan

N-nitrat sesaat setelah terjadi kebakaran. Menurut Garcia et al. (2000),

peningkatan dalam N-amonium adalah akibat transformasi bahan organik, dimana

meningkat pada suhu 210 "C, dan N-nitrat tanah menurun setelah terjadi

kebakaran.

Baird et al. (1999) melaporkan bahwa pada kedalaman 0-60 cm terjadi

penurunan kandungan C tanah sekitar 36% (31 mglha) dan 46% N (3.0 m g h )

pada saat 3 bulan setelah terjadi kebakaran jika dibandingkan dengan area yang

tidak terbakar. Pada saat 1 tahun setelah terjadi kebakaran terjadi penurunan

sekitar 30% C (25 mgha) dan 46% N (3.0 mgha).

Kettering clan Bigham 2000 melaporkan bahwa terjadi peningkatan P-

tersedia sebesar 10.7 mgkg pada kedalaman 0-5 cm area kebakaran pada saat 2

minggu setelah terjadi kebakaran intensitas tinggi. Kim et al. 1999 melaporkan

bahwa peningkatan ketersedian P pada kedalaman 0-5 cm signifikan lebih tinggi

di area kebakatan intensitas rendah dibandingkan area kebakaran intensitas tinggi yaitu P-tersedia pada area kebakaran intensitas rendah meningkat menjadi 94

(24)

al. 1991 kehilangan P-tersedia di area kebakaran intesitas tinggi sebanding dengan

area kebakaran intensitas rendah diduga akibat kehilangan melalui proses

volatilisasi. Garcia et al. (2000) menyatakan bahwa kebakaran hutan

menyebabkan meningkatnya P-tersedia, dan konsentrasi P-tersedia meningkat

setelah kebakaran disebabkan karena pembakaran bahan organik dan terjadi

mineralisasi akibat suhu tinggi.

Perubahan P-total akibat kebakaran bervariasi. Penelitian Pennington et

al. (2001) menunjukkan tejadinya peningkatan P-total sebesar 28.9% pada

kedalaman 0-5 cm dan 1 1.1 % pada kedalaman 5- 10 cm pada saat 9 bulan setelah

terjadi kebakaran. Giardina et al. (2000) melaporkan bahwa terjadi peningkatan

P-tersedia pada 1 hari setelah terjadi kebakaran sebesar 24.8 kgha pada

kedalaman 0-2 cm dan 12.9 kgha pada kedalaman 2-5 cm. Giardiia et al. (2000)

juga melaporkan terjadi peningkatan P-total setelah kebakaran sebesar 6.4 kglha

yang mengindikasikan adanya bagian P yang terkandung dalam biomasa

ditransformasi ke tanah selama kebakaran.

Hasil penelitian Garcia et al. (2000) menyatakan bahwa kebakaran hutan

2+

.

menyebabkan meningkatnya ~ a ' , K+, dan Mg dl permukaan tanah sesaat setelah

terjadi kebakaran. Sebaliknya, kandungan KTK dan ca2+ di dalam tanah

menurun setelah te rjadi kebakaran intensif maupun sedang. Peningkatan kation-

kation Na', K', dan M ~ ~ + dapat dipertukarkan sebagai hasil pembakaran

disebabkan karena keberadaan abu. Hasil penelitian Kim et al. (1999)

menunjukkan bahwa kation yang dapat dipertukarkan seperti Ca, Mg, dan K di

permukaan tanah meningkat setelah terjadi kebakaran yang berasal dari abu

serasah sisa kebakaran di permukaan tanah.

Kebakaran hutan menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah pada

kedalaman 0-2 cm dan 2-5 cm pada saat 2 hari setelah terjadi kebakaran intensitas

tinggi (Ellis & Graley 1983). Tomkin et al. (1991) juga melaporkan terjadinya

peningkatan bobot isi tanah pada kedalaman 0-2 cm. Hasil penelitian Pennington

et al. (2001) menunjukkan terjadi peningkatan bobot isi tanah sebesar dari 0.58

mg/m3 menjadi 0.70 mg/m3 pads kedalaman 0-5 cm akibat kebakaran yang terjadi.

Giardina et al. (2000) melaporkan bahwa terjadi peningkatan bobot isi dari

(25)

(2000), ha1 ini terjadi mungkin karena teksturnya lempung berpasir dan

rendahnya kandungan C-organik pada area tersebut.

Akibat jangka panjang dari kebakaran hutan yang bemlang-ulang adalah

proses erosi, seperti yang dilaporkan Giovannini et al. 1990 yang menyatakan

bahwa kebakaran hutan yang terns menerus dan berulang-ulang utamanya di

musim panas, diikuti oleh hujan yang lebat di musim gugur menyebabkan te jadi

erosi yang intensif. Edelman (1949), diacu dalam Rachmatsjah et al. (1985)

mengatakan bahwa seringnya kebakaran hutan dapat mengakibatkan erosi dan

pembentukan humus yang tidak sempurna. Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa

kebakaran pada kawasan butan jati dapat meningkatkan kemsakan tanah

sehubungan terdapatnya sifat-sifat yang kurang baik pada tegakan jati yaitu:

1. Penutupan tajuk yang kurang sempurna pada umur yang lebih tua dan pada

tanah yang kurang subur.

2. Tegakan jati hampir setiap tahun mengalami penggundulan, ini terjadi

pada musim kering yang dapat merangsang timbulnya kebakaran hutan.

3. Daun jati yang gugur sangat cepat hancur sehingga pembentukkan humus

tidak sempurna.

(26)

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Wilayah penelitian terletak lebih kurang 76 km utara kota Sumedang.

Secara geografi lokasi penelitian terletak pada posisi antara 06'46'00" - 06'46'55"

Lintang Selatan dan 108"06'35"- 108°07'00" Bujur Timur. Secara spasial lokasi

penelitian disajikan pada Gambar 1.

Area penelitian adalah wilayah kerja Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel

dengan luasan

*

1099 ha. RPH Bugel merupakan wilayah kerja Bagian Kesatuan

Pemangkuan Hutan (BKPH) Tomo Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)

Sumedang, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat. Wilayah kerja RPH Bugel

meliputi desa Bugel, desa Karyamukti, desa Kebun Cawu, dan desa Tomo. Batas-

batas wilayah penelitian sebelah utara dan timur berbatasan dengan RPH

Kosambian, sebelah barat laut dengan RPH Taman, sebelah barat daya dengan

RPH Nyalindung, dan sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Tomo Selatan.

Lokasi penelitian tepatnya merupakan area bekas kebakaran hutan yang

berada pada petak 51f seluas 60.1 ha dengan tanaman utama jati yang ditanam

pada tahun 1998 (Gambar 2). Area ini pemah mengalami kebakaran beberapa

kali yaitu pada tahun 2002 seluas 4 ha, tahun 2003 seluas 6 ha dan terakhir ada

tahun 2004 seluas 19 ha, dan kebakaran umumnya terjadi pada bulan Agustus.

Fisiografi dan Bentuk Wilayah

Wilayah penelitian termasuk ke dalam zone fisiografi antiklinorium

Bogor. Zone ini mempunyai ciri sebagai daerah antiklinorium karena adanya

proses pelipatan yang kuat, selain itu juga terjadi proses pengendapan dari bahan-

bahan volkan.

Struktur geomorfologis wilayah penelitian termasuk sistem Plain. Bentuk

permukaan lahan banyak dipengaruhi oleh proses erosi dan deposisi. Lokasi

penelitian umumnya memiliki fisiografl mulai datar, berombak, dan

bergelombang. Khusus untuk petak 51f fisiografinya adalah bergelombang

(27)
(28)
(29)

Geologi dan Jenis Tanah

Area penelitian termasuk ke dalam formasi Subang anggota batu liat dan

napal yang disebut Miosen Subang Clay (Msc) dengan bahan induk adalah bahan

vollcan di atas napal (Gambar 3). Bahan volkan tersebut berasal dari gunung

Tangkuban Parahu, pada saat gunung tersebut melakukan aktivitas vulkaniknya

sehingga batuan napal tertutup bahan volkan dan berada di bawah bahan volkan.

Batuan napal merupakan tipe batuan sedimen klastik yang komponennya

terdiri dari campuran kalsit dan mineral liat dengan sedikit residu kuarsa, mika

dan karbon. Napal merupakan deposit maridlakustrin dari bahan-bahan klastik

yang telah mengalami pergerakan sangat jauh dan telah tercampur dengan bahan-

bahan hasil endapan kimia atau organogenetis (klastik). Batuan napal dicirikan

dengan warna terang hingga kelabu gelap, kecoklatan, tekstur klastik dengan

ukuran butir sangat halus/halus.

Jenis tanah dominan pada area penelitian adalah Latosol. Dalam

klasifikasi Taxonomi tanah USDA termasuk ordo Inceptisol dengan sub grup

Vertic Ustropepts. Penyebaran jenis tanah pada wilayah penelitian dan sekitamya

dapat dilihat pada Gambar 4. Keadaan tanah pada daerah penelitian secara umum

addah kering dan retak-retak pada saat kering, sedangkan pada saat basah

menjadi lengket, becek dan tergenang. Penggunaan lahan yang utama adalah

hutan dengan tanaman utama jati. Selain i t y juga ditemukan tanaman mahoni dan

johar, yang semuanya diusahakan oleh pihak Perhutani.

Berdasarkan data curah hujan yang diukur di Stasiun Hujan Tomo dari

tahun 1990-2005 (Tabel 1) , curah hujan tahunan wilayah penelitian cukup tinggi

dengan rata-rata curah hujan tahunan 2 521.3 mmltahun. Suhu udara rata-rata

daerah penelitian adalah 26.77 "C dengan kelembaban udara rata-rata 82.09%.

(30)

Sumber : Peta Gwlogl Lembar Ardjawlnangun lawa Barat Skala 1 :100.000 Djur1.1973

-

PETA GEOLOGI DAERAH

PENELITIAN

0 S 15 km

LEGENDA

Lokasi Penelitian

lalan

Sungal

MY Formasl Subang- Batu llat dan napal

Pk Formasl Kallwangu

Pt Formasl Tjkalang

Qa Aluvlum

Qob Breksl terlipat

Qos Paslr tufa, Konglomerat, llat

Qvl Hasil vulkan muda-lava

Qyu Batuan Volkan; Plroklastlk

[image:30.779.21.706.10.452.2]

I I I )

(31)

Sumber : Detailed Reconnaissance Land Survey of the Cimanuk Watershed area 0 7.5 km (West lava). So11 Research Institute. 1976. Skala 1:100.000

I

PETA TANAH DAERA

PENELITIAN

N

LEGENDA S

A

Lokasi P e n e l i t ~ a n

lalan Sungal

Aerlc Tropqudalfs

AquenUc Choromudemr Aqulc Eutropepts Enik Chmmudepmr Eutroppta

Eutmpepta dan Tropudalfs Hydraquents

Lkhlc UmbrlcVltrandepis Tmpofluvents

Tropudalfs dan Eutropepta Typic Eutroppta

Vplc Tmpequepts Typlc Tmpotthena Typic Tmpudults UlUc Tropudalfs vemc Eutmpepta Vettic Tropudalfs Vertlc Ustmpeuta

Peta lawa Barat

[image:31.779.0.708.13.464.2]

I I I

(32)

Tabel 1. Curah hujan daerah penelitian (Stasiun Hujan Tomo) (rnrn)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jml

Rata-

447.5 355.8 409.7 243.4 132.4 73.8 39 23.6 38 85.8 272.3 417.1 2521.3

rata

Keterangan: (-) : tidak ada data

Sumber : Slmiun Klimolologi Bogor

Tabel 2. Suhu udara dan kelembaban udara daerah penelitian (Stasiun Jatiwangi)

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei lun lul Ags Sep Okt Nov Des

rata

Suhu Udara

31.1 31.7 32.4 33.2 33.4 31.7 31.7 - 32.9 33.7 32.4 31.9 32.95

Rata-rata ("C)

Suhu Udara

22.6 22.5 22.9 22.8 23.2 22.9 22.3 22.3 22.3 22.4 22.4 221 22.56

Rata-rata ("C)

Suhu Udara

Rata-rata 26.1 26.4 26.3 27 27.3 26.4 261 - 27 27.7 27.6 26.6 26.77

("C)

Kelembaban

Udara 88 87 89 83 83 884 80 -

Rata-rata 75 73 76 85 82.09

(Yo)

Keterangan: (-) : tidak ada data

S m b e r : Deportemen Perhubmgm, Pusal Meleorologo &n Geofrsika Jaka110, 1980

Tipe iklim daerah penelitian berdasarkan klasifikasi iklim Schrnidth- Ferguson adalah tipe C yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba yang

memiliki vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau. Menurut klasifikasi

iklim Oldeman, daerah penelitian memiliki tipe iklim C3 (setahun hanya dapat

ditanam padi satu kali clan penanaman palawija yang kedua hams hati-hati jangan

[image:32.524.42.447.81.362.2] [image:32.524.24.448.85.610.2]
(33)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah yang

berasal dari area bekas kebakaran 1 kali yang terbakar pada tahun 2004, area

bekas kebakaran 3 kali yang terbakar pada tahun 2002, 2003, dan 2004 serta

contoh tanah yang berasal dari area yang tidak tebakar. Penentuan lokasi

pengambilan contoh tanab berdasarkan data sekunder antara lain peta ke rja BKPH

Tomo Utara skala 1: 50.000, peta tanah tinjau wilayah Sumedang Utara skala 1:

100.000, peta mpa bumi skala 1:25.000, dan data kebakaran hutan BKPH Tomo

Utara.

Metode Penelitian

Kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengurnpulan

data, penentuan plot pengamatan, pengambilan contoh tanah dan serasah, analisis

contoh tanah dan serasah, clan analisis data dan penyajian hasil.

Penentuan Plot Pengamatan

Kegiatan penelitian ini diawali dengan pengumpulan data sekunder berupa

data kebakaran hutan yang terjadi di BKPH Tomo Utara. Selanjutnya, dilakukan

survei pendahuluan yang ditunjang oleh peta tanah dan peta kerja BKPH Tomo

Utam untuk menentukan satuan lahan homogen pada area kebakaran dan area

yang tidak terbakar. Satuan lahan homogen ini sebagai dasar penentuan plot

pengamatan dan pengambilan contoh tanah. Satuan lahan homogen memiliki

keseragaman jenis tanah yaitu Vertic Ustropepts, lereng, dan area bekas

kebakaran hutan.

Pemilihan area bekas kebakaran berdasarkan frekuensi kebakaran yang

terjadi, yaitu area yang terbakar 1 kali pada tahun 2004 dan area yang terbakar 3

kali yang terjadi pada tahun 2002, 2003, dan 2004, serta memiliki jenis dan umur

tanaman yang seragam yaitu tanaman jati yang ditanam pada tahun 1998. Untuk

lereng dibagi ke dalam kelas lereng 0-8% dan 15- 25% pada masing-masing area

(34)

lahan homogen ditentukan plot pengamatan yang berukuran 20 x 20 meter (petak

contoh primer).

Pengambilan Contoh Tanah dan Serasah

Pengambilan contoh tanah dilakukan untuk menganalisis sifat-sifat fisika

dan kimia tanah pada masing-masing plot pengamatan. Pengambilan contoh tanah

dan serasah dilakukan pada bulan Mei 2005 yaitu 9 bulan setelah terjadi

kebakaran terakhir yang terjadi pada bulan Agustus 2004.

Pembuatan Profil Tanah

Pada masing-masing unit pengamatan dibuat satu profil tanah. Pembuatan

profil tanah dilakukan sampai kedalaman 1 meter untuk mengetahui tebal horison

atas dan sifat- sifat morfologi tanah, serta sebagai dasar pengambilan contoh tanah

untuk keperluan analisis.

Pengambilan Contoh Tanah untuk Analisis Sifat Fisika

Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat fisika dilakukan pada dua

horison teratas pada profil tanah yang telah dibuat. Contoh tanah yang diambil

mempakan contoh tanah tidak terganggu dengan menggunakan ring contoh dan

contoh tanah agregat utuh berupa bongkahan tanah. Contoh tanah tidak terganggu

temtama digunakan untuk analisis bobot isi, porositas, dan permeahilitas tanah.

Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk analisis distrihusi dan stabilitas

agregat tanah. Selain itu, juga dilakukan analisis tekstur dan kadar air serta

dilakukan pengukuran infiltrasi di lapangan.

Pen~ambilan Contoh Tanah untuk Analisis Sifat Kimia

Untuk sifat kimia tanah, pengambilan contoh tanah pada masing masing

plot pengamatanlpetak contoh primer dilakukan pada petak contoh sekunder yang

berukuran 1x1 meter, dimana setiap plot pengamatan terdapat tiga petak contoh

sekunder yang mewakili masing-masing satuan lahan homogen yang ada.

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada dua horison teratas pada profil

yang telah dibuat dan menggunakan bor tanah pada dua petak contoh sekunder

lainnya. Contoh tanah yang diambil mempakan contoh tanah terganggu. Tanah

(35)

masing-masing dalam unit petak contoh primer yang telah dibuat sebelumnya.

Selanjutnya, contoh tersebut dipisahkan pada masing-rnasing horison yang sama,

kemudian diaduk secara merata untuk diambil hasilnya untuk dianalisis. Sifat

kimia tanah yang dianalisis adalah pH, C-organik total, C-organik pada berbagai

ukuran agregat, N- total, P HC1 25 %, P-tersedia, dan kation-kation basa (K, Ca,

Mg, dan Na)

Pengambilan Contoh Serasah

Pengambilan contoh serasah dilakukan pada setiap satuan lahan hornogen.

Satu plot petak contoh primer 20x20 meter yang mewakili satuan lahan homogen

yang ada diambil contoh serasah dari 3 petak contoh sekunder yang berukuran

1x1 meter. Contoh serasah digunakan untuk analisis kandungan hara dari serasah.

Pada setiap petak contoh sekunder juga dihitung jumlah serasah berdasarkan

bobot isi per satuan luas.

Analisis Contoh Tanah dan Serasah

Analisis contoh tanah dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu

Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB untuk memperoleh sifat-

sifat fisika dan kirnia tanah. Parameter sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang

dianalisis dan metode analisis yang digunakan disajikan pada Tabel 3. Selain

analisis tanah, juga dilakukan analisis kandungan hara dari serasah jati.

Analisis Data dan Penyajian Hasil

Analisis Sifat Fisika dan Kimia

Analisis data tanah untuk mengetahui dampak kebakaran terhadap sifat-

sifat fisik dan kimia tanah dilakukan secara deskriptif antara data pada area yang

terbakar yang dibedakan berdasarkan frekuensi kebakaran dengan area yang tidak

terbakar yang mempunyai kerniringan lereng yang sama dan jenis tanah yang

sama.

Penentuan Laiu Erosi dan Erosi Potensial Setiap Unit Lahan

Penentuan laju erosi dan erosi potensial pada setiap satuan lahan homogen

(36)

dan erosi potensial ditentukan berdasarkan persamaan Universal Soil Loss

Equation (USLE) yang dikemukan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yaitu :

A = RKLSCP

dimana A adalah besamya erosi (tonJhaftahun), R adalah faktor erosivitas hujan,

K adalah faktor erodibilitas tanah, LS faktor panjang dan kemiringan lereng, C

adalah faktor pengelolaan tanaman, dan P adalah faktor tindakan konservasi

Tabel 3. Parameter dan metode analisis

No Jenis Analisis Metode analisis Satuan

1 Sifat-Sifat Fisika Tanah

a. Bulk Density Gravimetri d c c

b. Kadar air Gravimetri %

c. Infiltrasi Lapangan (infiltrometer) cdjarn

d. Porositas Gravimetri %

e. Distribusi agregat Pengayakan mm

f. Ketahanan agregat Pengayakan keringhasah -

g. Permeabilitas Lambe c d j a m

2 Sifat-Sifat Kimia Tanah

a.

pH pH meter -

b. C-organik Walkley and Black YO

c. N-total Kjeldahl %

d. P-tersedia Bray I PPm

e. P-HC125 % HC125 % PPm

f. K,Ca, Mg, Na Ekstrak NHdOAcpH7 me/ 1 OOg

3 Jaringan Tanaman

a. Curganik Walkley and Black YO

b. N-total Kjeldahl %

c. P, K,Ca, Mg Pengabuan basah YO

Faktor Erosivitas Huian (R)

Faktor erosivitas hujan diperoleh berdasarkan data curah hujan.

[image:36.524.28.447.36.680.2]
(37)

yang dikemukakan oleh Levain (1975), diacu dalam Bols (1978), dimana El,,

adalah indeks erosivitas hujan bulanan, R adalah curah hujan bulanan dalam

sentimeter.

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah ditetapkan pada setiap satuan lahan homogen

yang memuat data fisik tanah dan kimia tanah hasil analisis, yaitu permeabilitas,

struktur, tekstur, dan kandungan bahan organik. Nilai faktor erodibilitas tanah

tersebut diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan :

lOOK =1.292 12.1~'-'~10"(12-a)+3.25(b-2)+2.5(~-3)]

yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978), dimana K adalah faktor

erodibilitas tanah, M adalah ( persentase pasir sangat halus dan debu) x (100-

persentase liat), a adalah persentase bahan organik, b adalah kode struktur tanah, c

adalah kelas permeabilitas tanah.

Faktor Lereng (LS)

Faktor lereng diperoleh dari perkalian faktor panjang lereng dan faktor

kemiringan lereng. Faktor panjang lereng diperoleh dengan menggunakan

persamaan yang diperkenalkan oleh Eyces (1968), diacu dalam Haryanto (1994)

yaitu :

L

=

( ~ 0 / 2 2 y s

dimana L adalah faktor panjang lereng, Lo adalah panjang lereng dalam meter,

sedangkan

untuk

menghitung faktor kemiringan lereng digunakan persamaan :

s

= (s/9y4

yang dikemukakan oleh Eppink (1979), diacu dalam Haryanto (1994), dimana S

adalah faktor kemiringan lereng dan s adalah kemiringan lereng dalam persen.

Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Faktor Tindakan Konservasi Tanah (PI

Penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hutan jati

yang pernah terbakar pada tahun 2002, 2003, dan 2004. Faktor pengelolaan

tanaman (C) dan tindakan konservasi tanah (P) ditentukan berdasarkan literatur

(38)

HASlL DAN PEMBAHASAN

Serasah Tanaman Jati

Bobot Tumpukan Serasah Tauaman Jati

Bobot tumpukan serasah tanaman jati yang dominan berupa daun dan

ranting, yang berada di atas permukaan tanah dari masing-masing titik

pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Bobot tumpukan serasah tanaman jati di atas permukaan tanah

Bobot tumpukan serasah (tonha) Lereng

Area tidak terbakar Area terbakar lx Area terbakar 3x

Hasil tersebut menunjukkan bahwa area yang tidak terbakar mempunyai

bobot tumpukan serasah yang lebih tinggi (3.46 tonha) dibandingkan dengan area

bekas kebakaran 1 kali (2,78 toniha) maupun area bekas kebakaran 3 kali (2.76

toniha). Sedangkan antara area bekas kebakaran 1 kali dengan area bekas

kebakaran 3 kali bobot tumpukan serasahnya hampir sama.

Rendahnya tumpukan serasah pada area bekas kebakaran karena pada

suatu kejadian kebakaran, serasah yang ada pada area tersebut habis terbakar,

sedangkan di area yang tidak terbakar dalam kurun waktu yang sama masih ada

sisa serasah yang belum terdekomposisikan. Selain itu, diduga jatuhan serasah di

area yang terbakar lebih sedikit dibandingkan area yang tidak terbakar. Hal ini

dapat terjadi karena pertumbuhan tanaman jati di area yang tidak terbakar lebih

baik dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman jati di area bekas kebakaran,

terutama area yang bemlang kali terbakar.

Kandungan Hara Serasah Tanaman Jati

Serasah adalah sumber utama bahan organik yang akan mengalami

(39)

tanah dan menyumbangkan sejumlah unsur hara. Kandungan hara serasah jati

yang diperoleh dari hasil analisis disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis kandungan hara serasah jati

Serasah tanaman jati Unsur hara

Analisis serasah tanaman jati menunjukkan bahwa sebagian besar jaringan

tanaman jati mengandung 42.17% karbon (C-organik), hanya sebagian kecil

terdapat unsur-unsur lain seperti 0.94% nitrogen (N), 1.43% kalsium(Ca), 0.41%

magnesium (Mg), 0.07% kalium (K), dan 0.05% fosfor (P). Kandungan hara

tersebut mengalami perubahan setelah serasah berubah menjadi abu akibat proses

kebakaran. Grier (1975), diacu dalam Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa

pembakaran sisa tanaman akan menyebabkan kehilangan nitrogen sebesar 10-

15%. Menurut Spurr dan Barnes (1980) berkurangnya kandungan C-organik dan

N-total tersebut karena proses pembakaran menyebabkan unsur tersebut hilang

melalui konveksi dan volatilisasi.

Perubahan Morfologi Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan

Pengamatan profil di lapangan (Lampiran 1 ) menunjukkan bahwa pada

saat 9 bulan setelah kebakaran, secara umum tidak terjadi perubahaan morfologi

tanah akibat proses kebakaran. Analisis warna tanah berdasarkan pengamatan

profil di lapangan dengan menggunakan MunseN Soil Color diketahui bahwa

warna tanah area bekas kebakaran secara umum tidak berbeda dengan area yang

(40)

yang tidak terbakar pada lereng 0-8% berwarna coklat gelap (7.5

YR

4/3), clan

pada lereng 1525% benvama coklat (7.5 YR 4/61.

Dari pengamatan profil diketahui tebal horison atas area bekas kebakaran

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan area yang tidak terbakar

(Gambar 5). Pada lereng 0-8% area bekas kebakaran 3 kali mempunyai tebal

[image:40.527.33.439.57.714.2]

horison atas 18 cm, area bekas kebakaran 1 kali tebal horison atasnya 21 cm,

Gambar 5. Perubahan tebal horison atas akibat kebakaran lantai hutan

dan area yang tidak terbakar mempunyai horison atas setebal 23 cm. Hal ini

menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada area bekas kebakaran 3 kali lebih

tinggi yang menyebabkan hilangnya horison atas setebal 5 cm jika dibandingkan

dengan area yang tidak terbakar, dan pada area bekas kebakaran 1 kali horison

atasnya berkurang setebal 2 cm. Untuk area pada lereng 15-25%, baik pada area

bekas kebakaran 1 kali maupun pada area bekas kebakaran 3 kali kehilangan

horison atasnya lebih besar jika dibandingkan dengan area yang sama pada lereng

0-8%. Pada area bekas kebakaran 3 kali dengan tebal horison atas 26 cm

mengalami kehilangan horison atas setebal7 cm, dan pada area bekas kebakaran

1 kali mengalami kehilangan horison atas setebal 3 cm jika dibandingkan dengan

area yang tidak terbakar. Hal di atas membuktiian bahwa kebakaran yang

(41)

diiemukakan oleh Giovannini et al. (1990) dan dengan bertambahnya kemiringan

lereng erosi yang terjadi akan lebih besar (Arsyad, 1989).

Perubahan Sifat Kimia Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan

Reaksi Tanah (pH tanah)

Hasil analisis sifat kimia tanah (Lampiran 2) menunjukkan adanya

pembahan pH tanah akibat kebakaran lantai hutan. Nilai pH tanah area yang tidak

terbakar, area bekas kebakaran 1 kali dan area bekas kebakaran 3 kali pada lereng

0-8% daerah penelitian berturut-turut adalah 6.29, 6.84, dan 6.20 untuk horison

atas dan 7.65, 7.87, 7.24 untuk horison bawah. Pada lereng 15-25% bertumt-tumt

adalah 5.93, 6.10 dan 5.87 untuk horison atas, serta 6.57, 6.63 dan 5.81 untuk

horison bawah (Garnbar 6). Dari data tersebut diketahui hahwa pH tanah area

Gambar 6. Pembahan pH tanah akibat kebakaran lantai hutan.

bekas kebakaran 1 kali pada saat 9 bulan setelah terjadi kebakaran lebih tinggi jika

dibandiigkan dengan area yang tidak terbakar, sebaliknya pada area bekas

kebakaran 3 kali lebih rendah.

Peningkatan pH tanah pada saat 9 bulan setelah terjadi kebakaran pada

area bekas kebakaran 1 kali disebabkan oleh adanya penambahan unsur hara

[image:41.530.27.446.25.643.2]
(42)

meningkatkan pH tanah, dan penambahan tersebut dalam jangka waktu 9 bulan

setelah tejadi kebakaran diduga lebih besar jika dibandingkan dengan kehilangan

yang dimanfaatkan tanarnan, proses pencucian, dan proses erosi setelah tejadi

kebakaran. Hal yang sama juga disampaikan oleh De Bano et al. (1998), yaitu

penambahan basa-basa yang berasal dari abu sisa kebakaran yang relatif lebih

tinggi sehingga banyak mengandung unsur hara yang dapat meningkatkan pH

tanah, karena adanya penguraian materi organik bempa limbah (serasah di lantai

hutan) dan jaringan vegetasi yang terbakar, sehingga menghasilkan abu yang

mengandung kation basa.

Peningkatan pH tanah horison atas (0-2 1 cm) pada lereng 0-8% area bekas

kebakaran 1 kali sebesar 0.55 satuan unit pH, ha1 ini sejalan dengan yang

dilaporkan oleh Pennington, et a1 (2001) yaitu tejadi peningkatan pH tanah

sebesar 0.5-0.7 satuan unit pH pada kedalaman 0-20 cm dalam jangka waktu 9

bulan setelah terjadi kebakaran.

Pada horison atas area bekas kebakaran 3 kali, pH tanahnya lebih rendah

jika dibandingkan dengan area yang tidak terbakar. Diduga sesaat setelah terjadi

kebakaran, pH tanah pada area bekas kebakaran 3 kali mengalami peningkatan,

tetapi dalam jangka waktu 9 bulan setelah tejadi kebakaran terakhir, pH tanah

area bekas kebakaran 3 kali mengalami penurunan. Hal ini te rjadi kemungkinan

disebabkan oleh proses erosi yang terjadi pada lahan tersebut sangat intensif

akibat terjadinya kebakaran yang bemlang-ulang yang dapat menyebabkan

tejadiiya pemadatan tanah sehingga memperburuk sifat fisik tanah seperti

porositas tanah rnenurun dan kemampuan tanah menyerap air menurun serta

meningkatkan aliran permukaan. Erosi yang tinggi karena curah hujan yang

tinggi setelah terjadi kebakaran pada area bekas kebakaran 3 kali menyebabkan

abu serasah sisa kebakaran yang banyak rnengandung unsur-unsur hara yang

awalnya dapat meningkatkan pH tanah sebagian besar hilang bersamaan dengan

aliran permukaan sehingga m e n d a n pH tanah.

Pa& horison bawah, pH tanah cenderung lebih tinggi jika dibandingkan

dengan horison atas tanah untuk setiap titik pengamatan (Gambar 6). Hal ini

diduga karena adanya penambahan basa-basa pada horison bawah akibat

(43)

menyebabkan tingginya pH tanah pada horison bawah kemungkinan karena

bahan induk di daerah penelitian berkembang dari batuan napal yang banyak

mengandung kalsit.

C-Organik Total Tanah dan C-Organik Total pada Berbagai Ukuran Agregat Tanah

Hasil analisis kadar C-organik total disajikan pada Gambat 7. Kadar C-

organik total pada horison atas area yang tidak terbakar, area bekas kebakaran 1

kali dan area bekas kebakarn 3 kali pada lereng 0-8% berturut-turut adalah 1.84%,

1.53%, dan 1.53%, sedangkan pada lereng 15-25% adalah 1.64%, 1.52%, dan

1.36%.

Gambar 7. Perubahan C-organik total tanah akibat kebakaran lantai hutan.

Dari data tersebut di atas diketahui bahwa pada saat 9 bulan setelah terjadi

kebakaran C-organik total tanah pada area yang terbakar cenderung lebih rendah

jika dibandingkan dengan area yang tidak terbakar baik pada area bekas

kebakaran 1 kali maupun area bekas kebakaran 3 kali. Penurunan kadar C-

organik total antara tanah area bekas kebakaran 1 kali dan area bekas kebakaran 3

[image:43.527.28.444.32.715.2]
(44)

penurunan C-organik total pada area bekas kebakaran 3 kali lebih besar daripada

area bekas kebakaran 1 kali.

Penurunan C-organik total pada area bekas kebakaran 1 kali akibat

kebakaran mencapai nilai sebesar 16-17% dari C-organik total pada area yang

tidak terbakar. Hasil penelitian Pennington et al. (2001) juga menunjukkan ha1

yang sama yaitu tejadi penurunan C-organik total sebesar 16.9% pada area bekas

kebakaran pada saat 9 bulan setelah te jadi kebakaran. Lebih rendahnya kadar C-

organik total pada area bekas kebakaran diduga karena kehilangan C-organik total

yang berasal dari pembakaran serasah pada saat kebakaran lebih besar dari

kehilangan C-organik total pada area yang tidak terbakar (berasal dari

dekomposisi bahan organik berupa serasah). C-organik total pada horison atas

area bekas kebakaran tersebut hilang melalui proses volatilisasi, pencucian dan

erosi intensif, terutama pada area bekas kebakaran 3 kali akibat sering terbukanya

lantai hutan.

Tabel 6 menunjukkan kadar C-organik total pada berbagai ukuran agregat

tanah. Sama dengan C-organik total tanah, kadar C-organik total pada berbagai

ukuran agregat tanah cenderung lebih rendah pada area bekas kebakaran jika

dibandingkan dengan area yang tidak terbakar pada saat 9 bulan setelah terjadi

kebakaran. Penurunan terbesar te jadi pada agregat ukuran 4.8-8 mm, yaitu pada

lereng 0-8% terjadi penurunan sebesar 26.13% pada horison atas area bekas

kebakaran 1 kali dan 26.63% pada area bekas kebakaran 3 kali. Pada agregat yang

paling kecil (0.1-0.3 mm) terjadi penurunan yang lebih rendah yaitu sebesar

20.59% pada horison atas area bekas kebakaran 1 kali dan 21.08% pada area

bekas kebakaran 3 kali. Kadar C-organik total pada masing-masing agregat

cenderung b

Gambar

Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian
Gambar 4. Peta tanah daerah penelitian
Tabel 1. Curah hujan daerah penelitian (Stasiun Hujan Tomo) (rnrn)
Tabel 3. Parameter dan metode analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

produktivitasnya.Untuk dapat membuat produk atau jasa yang memiliki mutu dan kualitas yang baik, perusahaan bergantung pada kemampuan manajemen dalam melaksanakan

Hopefully, This paper could help the readers to expand their knowledge about Calculus especially about Derivative.. Tondano, 14 th

Blok Pengujian Pengiriman Data Data pengiriman dapat dilihat pada LCD 16X2 yang ditunjukkan pada tabel 3 dan setelah data dikirim maka pada LCD akan tertampil seperti

Berdasarkan data puskesmas kecamatan tersebut, maka dilakukan analisis untuk mengetahui variasi data dari variabel jumlah penderita diare di Kecamatan Cakung,

Talvez essa seja a grande magia e o atrativo que o teatro, não só como obra, mas como exercício de criação, exerce sobre as pessoas: a oportunidade de experimentar, como jogo, o

Untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teori-teori mahasiswa di ajak untuk melakukan kajian dan analisa kasus-kasus hukum kontemporer yang terjadi di masyarakat baik yang

Untuk mengukur kinerja pustakawan dapat dilihat dari beberapa angka kredit yang diperoleh masing-masing pustakawan untuk menentukan apakah pustakawan dapat prestasi yang