• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Abnormalitas Larva Chironomid pada Perairan yang Tercemar Logam Berat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Abnormalitas Larva Chironomid pada Perairan yang Tercemar Logam Berat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ABNORMALITAS LARVA CHIRONOMID PADA

PERAIRAN YANG TERCEMAR LOGAM BERAT

TYAS DITA PRAMESTHY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Abnormalitas Larva Chironomid pada Perairan yang Tercemar Logam Berat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Tyas Dita Pramesthy

(4)

RINGKASAN

TYAS DITA PRAMESTHY. Studi Abnormalitas Larva Chironomid pada Perairan yang Tercemar Logam Berat. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan MAJARIANA KRISANTI.

Chironomid merupakan salah satu larva serangga air dari ordo Diptera, Famili Chironomidae. Objek penelitian ini adalah genus Kiefferulus sp. dan subfamili Tanypodinae. Kiefferulus sp. memiliki ciri khusus pada bagian mulutnya yaitu berupa gigi mentum, sedangkan Tanypodinae berupa gigi ligula. Gigi pada larva chironomid dapat mengalami kecacatan atau abnormalitas apabila habitat perairan mengalami pencemaran logam berat. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan pengaruh logam berat terhadap kecacatan morfologi dari larva chironomid, serta modifikasi indeks abnormalitas untuk gigi mentum chironomid. Hasil pengamatan larva Kiefferulus sp. menunjukkan abnormalitas mentum yang terjadi pada perlakuan Hg 0 µg/L dan 1.8 µg/L sebesar 100%, sedangkan pada perlakuan Hg 0.2 µg/L, 0.6 µg/L dan 1.4 µg/L <100%, yaitu terdapat satu individu yang tidak mengalami abnormalitas pada gigi mentum. Terjadinya abnormalitas pada perlakuan Hg 0 µg/L dapat disebabkan oleh media air yang digunakan dalam pemeliharaan larva telah mengandung logam Pb. Abnormalitas gigi pada mentum larva Kiefferulus sp. dapat dilihat berdasarkan bagian-bagian gigi pada mentum yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu gigi median, median lateral, dan lateral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abnormalitas pada Kiefferulus sp. lebih banyak terjadi pada gigi bagian lateral.

Larva chironomid merupakan larva yang dapat mengakumulasi logam berat dalam jaringan tubuhnya. Larva Kiefferulus sp. pada setiap perlakuan mengandung logam Hg, dengan nilai tertinggi pada perlakuan 0.2 µg/L yaitu sebesar 1.75 mg/kg. Pada perlakuan 0 µg/L Hg terdapat sedikit kandungan Hg dalam biota yaitu 0.10 mg/kg. Kandungan Pb tertinggi pada perlakuan Hg 0.2 µg/L yaitu sebesar 427.78 mg/kg.

Evaluasi abnormalitas pada larva chironomid dilakukan dengan menghitung nilai mentum deformity index/ indeks abnormalitas mentum. MDI yang merupakan modifikasi dari TSI dan ISLD dikembangkan untuk menghitung skor atau nilai indeks abnormalitas pada mentum. Hasil analisis telah menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi logam berat, maka nilai MDI akan semakin tinggi. Hal tersebut dapat dijadikan dasar bahwa MDI dapat digunakan sebagai evaluasi abnormalitas mentum pada larva Kiefferulus sp.

Hasil penelitian yang dilakukan di Danau Lido menunjukkan bahwa konsentrasi timbal (Pb) di Danau Lido cukup tinggi, yaitu 0.08-0.19 mg/L. Sepuluh dari lima puluh lima larva Tanypodinae yang dikumpulkan mengalami abnormalitas pada ligula. Nilai Indeks deformitas ligula sebesar 4.4, nilai tersebut mengindikasi adanya respon larva chironomid pada pencemaran timbal.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu logam berat Hg dan Pb dapat menyebabkan abnormalitas pada gigi chironomid. Indeks abnormalitas mentum dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat abnormalitas pada Kiefferulus sp.

(5)

SUMMARY

TYAS DITA PRAMESTHY. Study of Chironomid Larvae Deformities on Heavy Metal Contaminated Water. Supervised by YUSLI WARDIATNO and MAJARIANA KRISANTI.

Chironomid is one of aquatic insect larvae of order Diptera, Famili Chironomidae. Object of this study are Kiefferulus sp. and subfamili Tanypodinae. Kiefferulus sp. has special characteristic on the mouth part, shown by the teeth of mentum, while Tanypodinae has ligula teeth. Chironomid larvae might have deformities in mouth part when aquatic habitats had been polluted by heavy metal. The purpose of this study is to describe the effect of heavy metals to morphological deformities of chironomid larvae and modification index for evaluation mentum deformity.

The observation of Kiefferulus sp. larvae showed that mentum deformity 100% occured in Hg 0 µg/L and 1.8 µg/L, whereas Hg 0.2 µg/L, 0.6 µg/L and 1.4 µg/L treatment are <100%, there was treatment which did not show deformities in mentum. The occurrence of deformities in the treatment of Hg 0 µg/L can be caused by water media that was used in larvae rearing had Pb contain. Mentum deformity in larval Kiefferulus sp. can be seen on the part of teeth exactly on mentum which was divided into 3 parts, i.e. the median teeth, median lateral teeth, and lateral teeth. The result showed that the deformity of Kiefferulus sp. more common in lateral teeth.

Chironomid larvae can accumulated heavy metals in body tissues. Larvae of Kiefferulus sp. at each treatment showed Hg contain, with the highest value in the treatment of 0.2 µg/L Hg i.e 1.75 mg / kg. In the treatment of 0 µg/L Hg there is 0.10 mg/kg Hg. The highest Pb contain in the treatment 0.2 µg/L Hg i.e. 427.78 mg/kg.

Deformities evaluation of Kiefferulus sp. was conducted by calculating the value of mentum deformation index. MDI which is a modification of the TSI and ISLD was developed to calculate score or value of mentum deformity index. Results presented that higher concentration of heavy metals, caused higher MDI, so, MDI can be used as tool of Kiefferulus sp. mentum deformities evaluation.

Result of research which was conducted in Lake Lido showed that lead (Pb) concentration in Lido Lake was quite high, i.e. 0.08-0.19 mg/L. Ten of fifty-five collected Tanypodinae larvae exhibited deformation in their ligulae. Index of severity of ligula deformation (ILSD) was 4.4, indicating the response of the chironomid larvae to lead pollution.

The conclusion of this study is the heavy metals Hg and Pb cause teeth deformities of chironomid. MDI can be used to evaluate the degree of deformity in Kiefferulus sp.

(6)

SUMMARY

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

STUDI ABNORMALITAS LARVA CHIRONOMID PADA

PERAIRAN YANG TERCEMAR LOGAM BERAT

TYAS DITA PRAMESTHY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)
(9)

Judul Tesis : Studi Abnormalitas Larva Chironomid pada Perairan yang Tercemar Logam Berat

Nama : Tyas Dita Pramesthy

NIM : C251130256

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Ketua

Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul Studi Abnormalitas Larva Chironomid pada Perairan yang Tercemar Logam Berat. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Mei-Juni 2014 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa S2 sinergi sekolah pascasarjana IPB.

2. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc dan Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan saran sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.

3. Dr Jojok Sudarso, SSi, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan koreksi dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.

4. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi 2014-2017 sekaligus sebagai dosen penguji dari program studi yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan studi dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini.

5. Dr Ir Enan M Adiwilaga selaku Ketua Program Studi SDP tahun 2010-2013 yang telah membantu dalam tahapan penyelesaian studi dan penelitian, serta seluruh dosen Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan yang telah banyak mengajari, memberikan ilmu serta pengalaman kepada penulis.

6. Seluruh staf departemen MSP, staf laboratorium biologi mikro, serta staf laboratorium produktivitas dan lingkungan perairan MSP IPB yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan perkuliahan dan penelitian.

7. Keluarga tercinta, Bapak (Sahab Sahroni), Mama (Nani Mulyani), Kakak (Yodha Prasidya), serta Adik-adik (Bagas Pramudika dan Dianita Pradipta), yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa yang tidak pernah putus.

8. Seluruh sahabat-sahabat MSP 46, SDP 2012, SDP 2011 (Gilang, Ika, Devi, Arni, Novita, Selvia, Asyanto, Kusnanto, Ka Dita, Ka Pepen, Ka Alim, Ka Dede, Mba Sri, Ka Fuquh, Ka Bambang, Ka Perdana, Ka Wahyu, Ka Panji, Pak Syawal

dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu), serta sahabat kost Puri Prasetya atas doa, dukungan, dan bantuannya dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

9. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan selama satu tahun masa studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

1. DAFTAR ISI vi

2. DAFTAR TABEL viii

3. DAFTAR GAMBAR viii

4. DAFTAR LAMPIRAN viii

5. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan 3

Manfaat 3

6. METODE PENELITIAN 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Pengambilan Contoh Air dan Larva Chironomid di Danau Lido 5

Pemeliharaan Larva Chironomid 5

Pengamatan Kecacatan Morfologi Larva Chironomid 6

Analisis Kandungan Logam Berat Pb dan Hg 6

Analisis Data 8

Indeks Abnormalitas Chironomid 9

7. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Pembahasan 18

8. KESIMPULAN DAN SARAN 24

Kesimpulan 24

Saran 25

9. DAFTAR PUSTAKA 25

10.LAMPIRAN 29

11.RIWAYAT HIDUP 39

(12)

viii

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik abnormalitas dan nilai indeks dasar untuk setiap kelas 10 2. Kategori klasifikasi dasar dan nilai untuk tipe indeks secara individu

pada abnormalitas ligula 12

3. Kandungan logam berat pada air Danau Lido 13

4. Persentase abnormalitas pada larva Kiefferulus sp. yang dipaparkan

logam berat Hg. 13

5. Kandungan logam Hg dan Pb pada chironomid 15

6. Pendugaan Indeks Respon Morfologi dari larva Tanypodinae yang

mengalami abnormalitas ligula di perairan Danau Lido 18

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir perumusan masalah 3

2. Peta lokasi penelitian di Danau Lido 4

3. Morfologi bagian ventral kapsul kepala a. larva Chironominae 7

4. Bagian mentum larva chironomid ; M gigi tengah (median teeth), ML gigi tengah lateral (median-lateral teeth), L gigi lateral (lateral teeth) 9

5. Ligula Tanypodinae (Warwick 1991) 11

6. Persentase abnormalitas pada setiap bagian gigi larva Kiefferulus sp.

yang dipaparkan logam Hg 14

7. Hubungan peningkatan konsentrasi Hg di air dengan peningkatan

konsentrasi Hg di biota 15

8. Hubungan peningkatan Hg di air dengan Pb di biota 16

9. Nilai indeks abnormalitas mentum pada Kiefferulus sp. 17

10. Siklus hidup larva chironomid modifikasi Charles et al. (2004) in

Krisanti (2012) 19

11. Diagram interpretasi dari interaksi antara proses utama kontaminasi, kondisi tropik, dan sedimentasi dan respon biologis pada berbagai

tingkat organisasi biologis (Warwick 1991) 23

DAFTAR LAMPIRAN

1. Desain akuarium dalam penelitian 29

2. Konsentrasi Hg yang digunakan dalam penelitian 29

3. Gambar alat dan bahan 30

4. Gambar mentum Kiefferulus sp. yang normal dan mengalami

abnormalitas 33

5. Gambar ligula Tanypodinae yang normal dan mengalami abnormalitas 36

6. Gambar Lokasi Penelitian 37

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lingkungan perairan merupakan lingkungan yang sering kali mengalami pencemaran. Pencemaran tersebut seringkali tidak diketahui di awal, sehingga perubahan pada lingkungan perairan tersebut tidak teridentifikasi. Pada umumnya pencemaran perairan hanya dinilai dari kualitas air, sementara untuk dampaknya terhadap biota perairan kurang diperhatikan. Townsend (2013) menyatakan bahwa analisis kimia bukan merupakan ukuran langsung dari kesehatan ekosistem. Adanya bahan kimia tersebut tidak berarti degradasi telah terjadi.

Penilaian secara biologis dapat digunakan dalam mendeteksi atau mengukur adanya pencemaran pada lingkungan, karena pada akhirnya biota perairan akan terpengaruh ketika perubahan parameter kimia terjadi. Townsend (2013) menyatakan bahwa penilaian biologis digunakan untuk menentukan terjadinya degradasi di ekosistem dengan mengidentifikasi sumber-sumber potensial dan penyebab degradasi, serta memprediksi degradasi yang terjadi karena adanya penyebab lain atau yang berbeda.

Salah satu jenis biota yang dapat digunakan sebagai penilaian biologis adalah makroinvertebrata. Alasan digunakan makroinvertebrata menurut Townsend (2013) adalah karena organisme tersebut terdistribusi secara luas pada berbagai ekosistem perairan, beragam di lingkungan air tawar, memiliki fungsi penting, membentuk bagian penting dari diet organisme lain, memiliki kepekaan bervariasi untuk stres yang berbeda, siklus hidup yang pendek, dan ukurannya yang kecil sehingga mudah untuk pemeriksaan, pengambilan, penyimpanan, dan transportasi. Selain itu, penggunaan makroinvertebrata juga dapat menghindari kendala etis yang terkait dengan spesies vertebrata. Salah satu biota yang dapat digunakan dalam penilaian secara biologis yaitu larva chironomid.

Chironomid adalah spesies dari ordo Diptera, merupakan larva serangga yang hidup pada perairan. Chironomid tersebut dapat hidup pada perairan tawar, baik menggenang ataupun mengalir. Meskipun sebagian besar spesies menghuni air tawar, beberapa chironomid juga hidup di darat dan beberapa merupakan spesies laut (Oliver & Roussel 1983). Larva chironomid dapat tumbuh dan berkembang apabila kondisi lingkungan perairan dalam keadaan optimum, baik dari aspek fisika, kimia, maupun biologi, sehingga larva chironomid dapat digunakan untuk merefleksikan degradasi lingkungan (Lagrana et al. 2011). Kondisi lingkungan dapat berpengaruh pada tingkat kematian dari larva chironomid. Akan tetapi, beberapa jenis larva chironomid dapat mentolerir lingkungannya, seperti penurunan kandungan oksigen terlarut, peningkatan bahan anorganik, dan adanya kandungan logam berat dalam perairan.

(14)

2

mengendap di bagian dasar sungai, danau, muara sungai, atau perairan laut. Hal tersebut dapat menyebabkan efek merusak terhadap organisme bentik dan ikan (Lagrana et al. 2011).

Michailova & Petrova (2005) menyatakan bahwa, logam berat bersifat toksik bagi sel. Pengaruh logam berat dapat terjadi dalam jangka waktu yang pendek dengan konsentrasi tinggi, yaitu dapat menyebabkan keracunan akut untuk organisme air, atau logam berat tersebut dapat mempengaruhi organisme dengan konsentrasi rendah tetapi untuk jangka waktu yang panjang. Hal tersebut dapat menyebabkan keracunan kronis dan gangguan dalam fungsi vital, seperti perubahan morfologi, pertumbuhan, reproduksi, penetasan, terjadinya cacat, namun belum menunjukkan sebagai penyebab kematian.

Hasil penelitian Bhattacharya et al. (2005, 2006) menunjukkan bahwa logam berat timbal (Pb) dapat menjadi penyebab penting dalam perubahan morfologi bagian mulut larva chironomid, peningkatan kandungan logam berat juga berkorelasi positif terhadap peningkatan persentase kecacatan morfologi pada larva chironomid. Janssens de Bisthoven et al. (1992) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kecacatan morfologi pada larva chironomid dengan kandungan logam timbal dan tembaga dalam larva tersebut. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang telah dilakukan Vermeulen et al. (2000) menggambarkan bagian mulut larva chironomid mengalami kelainan bentuk setelah dipaparkan timbal dan merkuri.

Pendekatan metode eksperimental menurut Townsend (2013) dapat mengatasi banyak masalah yang dihadapi dalam biomonitoring. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan tujuan untuk mendeskripsikan pengaruh logam berat terhadap kecacatan morfologi larva chironomid pada bagian mentum (gigi).

Rumusan Masalah

(15)

3

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pengaruh logam berat terhadap kecacatan morfologi dari larva chironomid, serta memodifikasi indeks abnormalitas untuk analisis abnormalitas pada mentum chironomid.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh logam berat terhadap kecacatan morfologi larva chironomid, sehingga dapat

(16)

4

digunakan untuk menduga resiko ekologi dari pemaparan suatu polutan sebelum dampak yang lebih besar terjadi.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2014. Lokasi pengambilan contoh massa telur (eggmass) dan larva chironomid di Danau Lido, Jawa Barat (Gambar 2). Kegiatan penelitian (pemaparan massa telur hingga menjadi larva pada logam berat) dilaksanakan di Laboratorium Eksperimental, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pengamatan morfologi larva chironomid dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I, dan analisis kandungan logam berat pada larva chironomid dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan morfologi dan Analisis kandungan logam berat dilakukan pada akhir penelitian, setelah larva chironomid melewati instar III.

(17)

5

Tahapan Penelitian

Pengambilan Contoh Air dan Larva Chironomid di Danau Lido

Pengambilan contoh air dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat merkuri (Hg) dan timbal (Pb) pada air Danau Lido. Contoh air diambil menggunakan botol contoh ukuran 500 mL. Pengambilan contoh air dilakukan di 2 titik, yaitu area KJA dan area dekat persawahan yang berdekatan dengan area wisata perahu. Air danau juga diambil untuk media pemeliharaan larva chironomid dalam akuarium. Air danau terlebih dahulu di saring menggunakan

plankton net.

Pengambilan contoh larva chironomid di Danau Lido dilakukan untuk membandingkan antara abnormalitas bagian mulut pada larva di lingkungan dengan abnormalitas bagian mulut pada larva yang dipelihara di laboratorium. Lokasi pengambilan larva chironomid di dekat area persawahan karena kedalaman air pada area danau dekat persawahan dangkal yaitu ± 2 m, sehingga lebih banyak ditemukan larva chironomid. Contoh larva chironomid diambil menggunakan Van Veen Grab sampler dari sedimen, kemudian sedimen disaring menggunakan saringan kasar dan halus untuk mendapatkan larva chironomid. Larva chironomid yang didapat diawetkan menggunakan alkohol 70%.

Pemeliharaan Larva Chironomid

Penelitian dimulai dengan pengambilan massa telur Chironomid dari Danau Lido, Jawa Barat. Massa telur tersebut diambil dari danau, karena diharapkan mendapatkan beberapa telur dengan satu spesies. Lokasi pengambilan massa telur di dekat area persawahan. Lokasi ini dipilih berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan bahwa chironomid dewasa sering meletakkan telurnya pada batang tumbuhan air, dan pada area danau dekat persawahan ini banyak ditemukan tumbuhan air. Massa telur yang diambil merupakan gumpalan gelatin berwarna bening dan apabila diperhatikan terdiri dari butir-butir telur berwarna kecoklatan. Massa telur dari chironomid biasanya akan menetas dalam waktu 24 sampai 36 jam (Hershey & Lamberti 2001). Massa telur yang didapat dari Danau Lido kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan berupa akuarium yang diberi penutup berupa waring (jaring benih ikan) (Lampiran 1). Penggunaan waring ini bertujuan untuk menghindari predator yang mungkin terdapat di ruang laboratorium. Pemeliharaan juga dilakukan di dalam ruang laboratorium agar kondisi pemeliharaan larva chironomid tetap dalam keadaan terkontrol atau tidak terpengaruhi oleh faktor lain, misalnya suhu dan predator. Ruang laboratorium diberi pendingin ruangan untuk mengatur suhu 25 oC agar logam Hg yang diberikan tidak menguap atau kosentrasi dari logam tersebut tetap stabil, selain itu ruang laboratorium dibuat gelap (tanpa cahaya)

untuk menghindari tumbuhnya fitoplankton yang akan meningkatkan

(18)

6

bahan organik 0.5 g/L waktu capaian dari instar I-IV berturut-turut adalah 4, 2, 13, dan 2 hari.

Larva di dalam akuarium diberi perlakuan berupa konsentrasi Hg yang berbeda. Jenis Hg yang digunakan pada penelitian ini yaitu HgNO3. Perlakuan konsentrasi logam yang berbeda dilakukan untuk melihat perbedaan besarnya respon kecacatan pada larva chironomid yang terpapar logam berat. Konsentrasi yang digunakan mengacu pada kadar merkuri dalam Sungai Cikaniki, Bogor dimana sungai tersebut merupakan salah satu sungai yang menjadi tempat pembuangan limbah dari penambangan emas di Gunung Pongkor, Bogor. Menurut Syawal & Yustiawati (2012), kandungan Hg dalam Sungai Cikaniki pada tahun 2008 yaitu 2.743-4.846 µg/L dan pada tahun 2009 kandungan Hg mengalami penurunan yaitu 0.370-1.128 µg/L. Bhattacharya (2005) menyatakan bahwa kandungan Hg yang dapat menyebabkan kecacatan morfologi pada Chironomid yaitu 0.20-1.43 µg/L. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan beberapa perbedaan konsentrasi pada logam Hg dengan masing-masing 3 ulangan (Lampiran 2). Perlakuan perbedaan konsentrasi untuk jenis logam Hg yaitu 0 µg/L, 0.2 µg/L, 0.6 µg/L, 1.4 µg/L, dan 1.8 µg/L. Setelah melewati instar III, contoh larva chironomid diambil untuk analisis logam berat dan pengamatan morfologi chironomid.

Pengamatan Kecacatan Morfologi Larva Chironomid

Pengamatan kecacatan atau abnormalitas pada bagian mulut difokuskan pada bagian gigi, baik ligula maupun mentum (Gambar 3). Pembuatan preparat chironomid dilakukan terlebih dahulu sebelum mengamati bentuk gigi. Tahapan dalam membuat preparat yaitu larva chironomid yang telah diawetkan direndam menggunakan KOH 10% dalam botol kaca selama 24 jam untuk membersihkan jaringan tubuh. Larva yang jaringannya sudah bersih diletakkan di kaca obyek menggunakan pipet tetes, kemudian posisi larva diatur menggunakan jarum agar bagian ventral berada di atas. Pengeringan (dehidrasi) kemudian dilakukan pada larva dengan menggunakan hot plate. Larva yang telah kering diberi Entellan® dan ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan gigi menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss yang terhubungkan dengan kamera Axio Cam Erc 5s dan dilengkapi dengan program Axio Vision Rel.4.8. Pengamatan abnormalitas atau kecacatan morfologi mengacu pada Al-Shami et al. (2011) untuk bagian mentum (Gambar 4), dan Warwick (1991) untuk bagian ligula (Gambar 5).

Analisis Kandungan Logam Berat Pb dan Hg

1. Analisis kandungan logam berat pada air Danau Lido

(19)

7

dibuang dan fase organik (lapisan atas) ditambahkan asam nitrat sebanyak 25 ml dan diaduk selama satu menit, lalu diamkan hingga terbentuk lagi dua lapisan (fase). Bagian yang diambil adalah fase anorganik (lapisan bawah) yang selanjutnya dimasukkan ke dalam botol sampel. Kandungan logam dalam sampel logam tersebut siap diukur menggunakan nyala udara – asetilen yaitu dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorbstion Spectrometric).

(20)

8

2. Analisis kandungan logam berat pada larva chironomid

Metode yang digunakan untuk analisis logam berat yaitu metode GFAAS (Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometry). Metode GFAAS adalah teknik analisis yang dirancang untuk melakukan analisis kuantitatif dari berbagai jenis contoh logam. Pada GFAAS, volume atau bobot contoh yang diperlukan relatif lebih kecil, sehingga dapat menentukan kandungan logam dengan contoh yang memiliki bobot minim. Metode ini juga memiliki sensitivitas yang tinggi. Berdasarkan APHA (2012), tahapan dalam pengukuran kandungan logam dimulai dengan pengeringan contoh larva chironomid basah dalam oven hingga kering. Setelah kering, contoh ditumbuk hingga halus, dan ditimbang sebanyak 0.5-1.0 gram yang kemudian ditambahkan H2SO4 dan HNO3. Contoh didiamkan hingga uapnya hilang. Selanjutnya, contoh dipanaskan hingga berwarna kuning, dan didiamkan hingga dingin, kemudian diencerkan dengan menambahkan aquades dan HCl sebanyak 4:1 hingga mencapai 50 mL. Contoh yang telah diencerkan, dimasukkan ke dalam corong pemisah dan ditambahkan dengan larutan standar logam, kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, supernatan dipisahkan dari larutan contoh kemudian diukur dengan menggunakan alat GFAAS.

Analisis Data

Beberapa perhitungan dapat digunakan dalam mengevaluasi kejadian abnormalitas pada larva chironomid, di antaranya persentase individu yang mengalami abnormalitas pada bagian tertentu (% deformitas) dan Indeks Deformitas Ligula (ISLD). Bhattacharya et al. (2006) dan Warwick (1991) menyatakan persentase dari kecacatan atau abnormalitas pada struktur atau bagian tertentu dihitung menggunakan rumus:

(21)

9

Gambar 4 Bagian mentum larva chironomid ; M gigi tengah (median teeth), ML gigi tengah lateral (median-lateral teeth), L gigi lateral (lateral teeth)

Sumber: Al-Shami et al. (2011)

Indeks Abnormalitas Chironomid

Indeks abnormalitas larva chironomid dapat digolongkan menjadi beberapa indeks sesuai dengan jenis atau spesies yang diamati. Untuk menganalisis abnormalitas pada mentum Kiefferulus sp. digunakan rumus

Mentum deformity index (MDI) yang merupakan modifikasi dari Toxic Score Index (TSI) (Lenat 1993) dan Index of severity of ligula deformation (ISLD) (Warwick 1991), sedangkan untuk menganalisis indeks pada jenis Tanypodinae menggunakan rumus Index of severity of ligula deformation (ISLD) (Warwick 1991).

1. Mentum deformity index (MDI)

Mentum deformity index (MDI) merupakan modifikasi dari TSI dan ISLD yang dikembangkan untuk menghitung skor atau nilai indeks abnormalitas pada mentum Kiefferulus sp. Lenat (1993) mengklasifikasikan abnormalitas mentum ke dalam 3 kelas. Kelas I terdiri dari gigi yang mengalami sedikit abnormalitas (rusak ringan), kelas II terdiri dari larva dengan abnormalitas gigi sedikit lebih parah, sedangkan kelas III terdiri dari larva dengan abnormalitas parah, terdapat gigi tambahan atau gigi yang hilang. Analisis TSI oleh Lenat (1993) digunakan untuk menduga pencemaran yang terjadi pada suatu perairan menggunakan

(22)

10

Indeks abnormalitas mentum mengklasifikasikan abnormalitas menjadi 3 kelas dengan beberapa karakteristik abnormalitas tertentu pada setiap kelas (Tabel 1). Sebelum menentukan MDI, terlebih dahulu dilakukan perhitungan Modified Index of Morphological Response (MIMR) yang dimodifikasi berdasarkan Index of Morphological Response (IMR) (Warwick 1991). Langkah awal untuk menghitung MIMR terlebih dahulu memberikan skor nilai indeks dasar pada setiap individu berdasarkan abnormalitas yang dikelompokkan berdasarkan 3 kelas (MIMR individu). Penilaian MIMR individu untuk setiap kelas mengacu pada nilai indeks dasar Warwick (1991) yang digunakan untuk memberikan skor pada ligula (Tabel 2). Nilai indeks dasar untuk MIMR individu tersebut merupakan nilai rata-rata dari nilai indeks dasar IMR pada setiap aspek kecacatan yang terdapat pada masing-masing kelas.

Tabel 1 Karakteristik abnormalitas dan nilai indeks dasar untuk setiap kelas

Kelas Karakteristik Deformitas Nilai Indeks

Dasar

I Perubahan/modifikasi sedikit "chipped" 2

II

Perubahan/modifikasi lebih terlihat,

23 tumpang tindih gigi (over lapping),

massive/kerusakan sedikit

III Gigi tambahan, gigi garpu, 29

massive/kerusakan lebih besar

Indeks abnormalitas mentum dapat ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung nilai MIMR untuk seluruh individu. Rumus untuk menilai MIMR semua individu yaitu:

Rumus dalam menentukan nilai indeks abnormalitas mentum mengacu pada rumus ISLD Warwick (1991), dimana nilai total MIMR dari setiap individu dibagi dengan jumlah total individu yang dianalisis.

(23)

11

2. Index of Severity of Ligula Deformation (ISLD)

Nilai ISLD dapat digunakan untuk evaluasi abnormalitas pada Chironomid yang memiliki ligula. Larva Tanypodinae merupakan larva yang memiliki struktur khusus berupa ligula, paraligula, dan appendage yang terletak pada dorsal mentum (Epler 2001). Ligula memiliki ciri berwarna gelap atau kecoklatan dengan jumlah gigi 5 dan berbentuk simetri (Gambar 5).

Gambar 5 Ligula Tanypodinae (Warwick 1991)

Tahapan untuk menentukan ISLD yaitu terlebih dahulu menentukan Index of Morphological Response (IMR). Indeks respon morfologi (IMR) dihitung untuk setiap abnormalitas atau kecacatan berdasarkan 8 langkah dasar (Tabel 2) Warwick (1991), kemudian IMR dapat ditentukan untuk setiap individu dengan rumus sebagai berikut:

Indeks tingkat abnormalitas pada ligula (Index of severity of ligula deformation) menginterpretasikan pengukuran dari respon morfologi sebagai dampak stress lingkungan pada Chironomid (Warwick 1991). Penentuan indeks ini dengan rumus sebagai berikut:

(24)

12

Tabel 2 Kategori klasifikasi dasar dan nilai untuk tipe indeks secara individu pada abnormalitas ligula

Langkah Aspek deformitas Nilai indeks

dasar

2 Modifikasi gigi; lebih besar, gigi luar 2

3 Tumpang tindih gigi (over lapping) 4

4 Kehadiran gigi aksesori atau tambahan 8

5 Keberadaan gigi garpu (Forked teeth) 16

6 Gabungan antara ligula dan paraligula 32

7 Massive disorganization 64

8 Tidak simetris 64

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Danau Lido merupakan danau yang terletak pada ketinggian 502.2 m dpl. Danau Lido memiliki bentuk tidak beraturan, dan disekitar danau ditumbuhi oleh belukar dan pohon. Danau Lido merupakan danau yang relatif kecil dengan luas 21 Ha dan termasuk kategori danau buatan yang dibuat pada abad ke-18 yaitu ketika dibendungnya Sungai Ciletuh untuk pembangunan jalan raya Bogor-Sukabumi (Nancy 2007). Danau Lido mempunyai satu inlet dan dua outlet. Sumber utama air Danau Lido berasal dari aliran Sungai Ciletuh dan sumber air lainnya berasal dari air permukaan dan air aliran tanah (ground water).

Danau Lido pada awalnya dimanfaatkan untuk mengairi areal persawahan, kini Danau Lidotelah dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan, seperti KJA, wisata perahu, dan rumah makan apung. Kegiatan tersebut diduga telah mengubah kualitas dari Danau Lido. Salah satu parameter kualitas air yang dapat mengalami perubahan yaitu kandungan logam berat. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat merkuri (Hg) dan timbal (Pb) pada air Danau Lido. Pengambilan sampel air dilakukan pada dua titik, yaitu area KJA dan area sawah yang berdekatan dengan area wisata perahu. Hasil analisis kandungan logam Hg dan Pb pada Danau Lido terdapat pada Tabel 3.

(25)

13

dalam hasil analisis sehingga kandungan Hg pada Danau Lido masih di bawah baku mutu.

Tabel 3 Kandungan logam berat pada air Danau Lido

Logam Satuan Area

* PP No. 82 tahun 2001 peruntukan kelas III

Massa telur (eggmass) yang berasal dari Danau Lido merupakan telur larva chironomid dari genus Kiefferulus sp. Ciri khusus Kiefferulus sp. yang dipelihara dalam laboratorium yaitu memiliki sepasang insang, terdapat 5 ruas antena, memiliki gigi mentum, gigi premandible berjumlah lebih dari 2, dan memiliki mandible bergigi banyak, serta tidak memiliki striae. Klasifikasi genus

Kiefferulus sp. menurut Eppler (2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Kandungan logam berat pada perairan telah diketahui dapat menyebabkan perubahan atau abnormalitas pada morfologi biota akuatik. Untuk mendeskripsikan abnormalitas pada morfologi larva chironomid diambil sejumlah contoh larva yang telah dipelihara di laboratorium. Jumlah total larva Kiefferulus

sp. yang dianalisis secara morfologi sebanyak 1083 individu. Hasil pengamatan dari setiap individu menunjukkan bahwa hampir seluruh individu mengalami deformitas, hal tersebut dapat dibuktikan dengan nilai persentase abnormalitas dari setiap perlakuan menunjukkan nilai yang tinggi (Tabel 4).

(26)

14

Persentase abnormalitas pada perlakuan Hg 0.2 µg/L, 0.6 µg/L, dan 1.4 µg/L menunjukkan bahwa terdapat individu yang tidak mengalami deformitas. Individu yang tidak mengalami abnormalitas yaitu masing-masing 1 individu dari rata-rata jumlah individu pada setiap perlakuan. Nilai persentase abnormalitas juga menunjukkan nilai yang tidak berbeda secara signifikan antar tiap perlakuan. Abnormalitas yang dianalisis pada penelitian ini yaitu abnormalitas gigi pada mentum larva Kiefferulus sp. Abnormalitas gigi pada mentum larva

Kiefferulus sp. dilihat berdasarkan bagian-bagian gigi pada mentum, yaitu gigi median merupakan gigi yang diapit oleh gigi yang lebih kecil, median lateral merupakan dua gigi yang lebih besar, dan lateral merupakan empat gigi luar yang lebih kecil di kedua sisi (Gambar 4). Besarnya persentase abnormalitas pada setiap bagian gigi dari seluruh perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Persentase abnormalitas pada setiap bagian gigi larva Kiefferulus sp. yang dipaparkan logam Hg

(27)

15

kerusakan. Abnormalitas yang terjadi pada gigi median pada umumnya berupa modifikasi 2 gigi kecil yang menyatu dengan gigi besar ditengah.

Larva chironomid merupakan larva yang dapat mengakumulasi logam berat dalam jaringan tubuhnya. Hasil analisis kandungan logam berat Pb dan Hg pada larva Kiefferulus sp. menunjukkan bahwa larva tersebut dapat mengakumulasi logam Pb dan Hg dalam jaringan tubuhnya. Besarnya kandungan logam Pb dan Hg pada Kiefferulus sp. dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan logam Hg dan Pb pada chironomid

Logam Satuan Hg (µg/L) pada perlakuan Hg 0.2 µg/L, yaitu 1.75 mg/kg Hg dan 427.78 mg/kg Pb.

Peningkatan konsentrasi Hg di air dapat meningkatkan kandungan Hg pada biota. Hubungan peningkatan konsentrasi Hg di air dan biota dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Hubungan peningkatan konsentrasi Hg di air dengan peningkatan

konsentrasi Hg di biota

(28)

16

Gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan antara peningkatan konsentrasi Hg di air dengan biota berbanding lurus, yaitu peningkatan konsentrasi Hg di air dapat meningkatkan konsentrasi Hg di biota ( <α 0.1). Nilai korelasi dari hubungan antara peningkatan konsentrasi Hg di air dengan biota yaitu 0.93, hal tersebut berarti hubungan keduanya sangat erat.

Peningkatan konsentrasi Hg di air dapat meningkatkan atau menurunkan kandungan Pb di air. Hubungan peningkatan konsentrasi Hg di air dan Pb di biota dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hubungan peningkatan Hg di air dengan Pb di biota

Gambar 8 menunjukkan hubungan antara peningkatan Hg di air dengan peningkatan Pb pada biota. Kurva pada Gambar 8 merupakan kurva dengan bentuk polynomial, sehingga persamaan pada hubungan Hg di air dengan Pb pada biota membentuk persamaan kuadratik. Terbentuknya persamaan kuadratik mengindikasikan bahwa kandungan Hg di air dapat mempengaruhi kandungan Pb di biota ( <α . ). Berdasarkan hubungan tersebut, didapatkan nilai korelasi 0.87. Hal tersebut berarti hubungan keduanya sangat erat.

Evaluasi abnormalitas pada larva chironomid dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai Mentum Deformity Index/indeks abnormalitas mentum (MDI). Asumsi yang digunakan yaitu semakin besar konsentrasi logam, maka nilai indeks abnormalitas mentum akan semakin besar. Nilai MDI dari larva Kiefferulus sp. yang dipaparkan Hg dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai MDI tertinggi terdapat pada perlakuan Hg 1.8 µg/L yaitu sebesar 25.00. Secara umum Gambar 9 telah menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi logam berat, maka nilai MDI akan semakin tinggi. Nilai korelasi dari hubungan nilai konsentrasi dengan MDI sebesar 0.82 yang berarti hubungan keduanya sangat erat. Hal tersebut dapat

(29)

17

dijadikan dasar bahwa MDI dapat digunakan sebagai evaluasi abnormalitas mentum pada larva Kiefferulus sp. ( <α . ).

Gambar 9 Nilai indeks abnormalitas mentum pada Kiefferulus sp.

Sebagai perbandingan hasil penelitian di laboratorium dilakukan analisis abnormalitas pada larva chironomid yang terdapat di Danau Lido. Larva chironomid yang diperoleh dari Danau Lido merupakan jenis dari sub famili Tanypodinae. Eppler (2001) mengklasifikasikan Tanypodinae sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Analisis besarnya abnormalitas pada larva Tanypodinae menggunakan analisis ISLD. Hasil analisis abnormalitas pada larva Tanypodinae (Lampiran 5) terdapat pada Tabel 6.

(30)

18

Tabel 6 Pendugaan Indeks Respon Morfologi dari larva Tanypodinae yang mengalami abnormalitas ligula di perairan Danau Lido

(31)

19

Gambar 10 Siklus hidup larva chironomid modifikasi Charles et al. (2004) in

Krisanti (2012)

Kiefferulus sp. memiliki ciri khusus pada bagian mulutnya yaitu berupa gigi mentum, sedangkan Tanypodinae berupa gigi ligula. Gigi pada larva chironomid dapat mengalami kecacatan atau abnormalitas apabila habitat perairan mengalami pencemaran logam berat (Al-Shami et al. 2011, Bhattacharya et al.

2006, Janssens de Bisthoven et al. 1992, Warwick 1991).

Hasil pengamatan larva Kiefferulus sp. pada setiap individu menunjukkan bahwa hampir seluruh individu mengalami abnormalitas pada gigi mentum. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan nilai persentase abnormalitas dari setiap perlakuan menunjukkan nilai yang tinggi (Tabel 4). Abnormalitas yang terjadi pada gigi mentum tersebut disebabkan terpaparnya larva Kiefferulus sp. oleh logam berat Hg dengan berbagai konsentrasi.

Abnormalitas pada morfologi yang terjadi disebabkan oleh rusaknya jaringan-jaringan dalam tubuh biota. Rusaknya jaringan pada biota diakibatkan oleh adanya reaksi-reaksi logam berat pada tubuh, dimana dengan konsentrasi rendah ion-ion logam berat mampu menghambat kerja enzim yang dapat menyebabkan terganggunya metabolisme pada biota, sehingga pada tingkat toksisitas kronis dapat menyebabkan kelainan berkelanjutan yang menjadikan biota tersebut cacat.

(32)

20

memberikan pengaruh terhadap kejadian toksisitas, misalnya polutan organik (PCB). Brezonik et al. (1991) menyatakan faktor lain yang turut berpengaruh pada spesiasi logam dalam mengontrol bioavailability antara lain kondisi fisik dan kimia perairan, misalnya: kekuatan ion, alkalinitas, kompleksitas ikatan/ ligan, pH, potensial redoks, dan sebagainya. Selain karena pengaruh pemaparan logam berat selama penelitian, abnormalitas yang terjadi juga dapat disebabkan oleh faktor genetik, karena perairan Danau Lido telah mengalami pencemaran, sehingga massa telur yang diambil dapat berasal dari induk yang telah mengalami perubahan secara genetik. Clarke (1993) menyatakan bahwa perbedaan secara morfologi dapat terjadi karena dua hal, yaitu genetik dan tekanan lingkungan.

Abnormalitas mentum yang terjadi pada perlakuan Hg 0.2 µg/L, 0.6 µg/L, dan 1.4 µg/L tidak 100%, yaitu terdapat satu individu yang tidak mengalami abnormalitas pada gigi mentum. Abnormalitas pada mentum tidak terjadi pada individu tersebut karena pada satu individu tersebut diduga telah terjadi abnormalitas pada bagian morfologi lainnya yang tidak diamati atau dianalisis. Abnormalitas pada individu chironomid dapat beragam, mulai dari abnormalitas gigi, antenna, dan mandible (Al Shami et al. 2010, Wise et al. 2001, Warwick 1991, Warwick & Tisdale 1988, Zhang 2008). Wise et al. (2001) menyatakan bahwa abnormalitas pada Chironomus sp. lebih dominan terjadi pada satu bagian tubuh. Pengamatan pada mentum dan mandible larva chironomid yang mengalami cacat pada kedua bagian hanya 3-5 individu dari rata-rata 50 individu yang dianalisis (1-10%).

Berdasarkan pengamatan bentuk ligula pada Tanypodinae yang diperoleh dari Danau Lido diketahui bahwa larva tersebut telah mengalami kecacatan (deformitas) sebesar 18.18 %. Larva yang mengalami abnormalitas ligula sebanyak 10 individu dari 55 individu yang dikumpulkan (Lampiran 5). Hal ini berarti masih terdapat individu yang tidak mengalami abnormalitas gigi pada danau yang tercemar logam Pb. Power & Chapman (1992) menyatakan bahwa tingginya konsentrasi logam belum tentu menyebabkan gejala toksisitas yang tinggi, hal tersebut bergantung pada jumlah ion yang bersifat bioavailable, yaitu bentuk fraksi kontaminan total pada air atau sedimen yang dapat menyebabkan toksisitas.

Abnormalitas gigi pada mentum larva Kiefferulus sp. dapat dilihat berdasarkan bagian-bagian gigi pada mentum yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu gigi median, median lateral, dan lateral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abnormalitas pada Kiefferulus sp. lebih banyak terjadi pada gigi bagian lateral (Gambar 6). Gigi merupakan bagian tubuh yang sebagian besar tersusun oleh zat kitin. Kelesoglu (2007) menyatakan bahwa logam berat dapat merusak ikatan biopolimer dari kitin. Oleh karena itu, adanya pemaparan logam berat dapat menyebabkan kerusakan pada gigi Kiefferulus sp.

(33)

21

adanya kandungan Hg pada air Lido, namun tidak terdeteksi pada hasil analisis air karena keterbatasan deteksi limit alat. Keckes & Mienttinen (1972) menyatakan bahwa pada dasarnya merkuri terdapat di seluruh alam. Kandungan merkuri dalam air tanah berkisar 0.01–0.07 ppb, sungai dan danau 0.08–0.12 ppb, tanah 30–500 ppb, dan dalam batuan vulkanik antara 10-100 ppb. Mwamburi (2003) menyatakan bahwa kontaminasi logam Hg sebagian besar berasal dari buangan limbah industri, emisi atmosfer, dan pelindihan bahan kimia dari lahan pertanian. Logam merkuri termasuk dalam jenis logam yang memiliki kemampuan untuk akumulasi pada makhluk hidup dan biomagnifikasi pada rantai makanan. Hal tersebut dapat dijadikan dasar bahwa kandungan merkuri pada biota dengan perlakuan 0 µg/L Hg berasal dari kandungan merkuri yang terdapat di alam. Kandungan Pb pada Kiefferulus sp. disebabkan karena adanya kandungan Pb yang tinggi pada air Danau Lido yang digunakan sebagai media pemeliharaan larva Kiefferulus sp. Terserapnya logam ke dalam biota dapat melalui beberapa cara, yaitu : 1) tercerna bersama partikel makanan, logam berat di air cenderung berikatan dengan partikel organik, sehingga berpotensi terbawa saat biota memanfaatkan bahan organik. 2) teradsorbsi, senyawa logam dalam bentuk terlarut dapat dengan mudah teradsorbsi pada jaringan eksoskeleton di beberapa jenis serangga atau hewan bentik lainnya yang sering mengadakan kontak langsung dengan sedimen (Timmermans et al. 1992).

Hubungan antara peningkatan konsentrasi Hg di air dengan biota berbanding lurus (Gambar 7), yaitu peningkatan konsentrasi Hg di air dapat meningkatkan konsentrasi Hg di biota. Hubungan antara peningkatan konsentrasi Hg di air dengan biota adalah linier. Berbeda dengan hubungan peningkatan konsentrasi Hg di air dengan biota, hubungan antara peningkatan Hg di air dengan kandungan Pb pada biota membentuk kurva polynomial (Gambar 8), dimana kandungan Pb terus meningkat diawal seiring dengan pertambahan Hg, akan tetapi pada titik tertentu kandungan Hg di air yang lebih banyak akan menurunkan kandungan Pb pada biota, sehingga dapat diketahui bahwa hubungan antara peningkatan Hg di air dengan kandungan Pb pada biota merupakan hubungan kuadratik. Dengan demikian, dapat diduga bahwa antara Hg dan Pb terdapat hubungan sinergi, akan tetapi hubungan sinergi tersebut dapat berbeda pada perbandingan tingkat konsentrasi tertentu.

(34)

22

Oleh karena itu, semakin tingginya nilai indeks abnormalitas, maka dapat disimpulkan semakin tingginya kontaminasi atau pencemaran yang terjadi.

Hasil pengamatan abnormalitas gigi pada larva chironomid yang berasal dari Danau Lido digunakan sebagai pembanding hasil penelitian di laboratorium. Nilai ISLD larva Tanypodinae yang diperoleh dari Danau Lido yaitu 4.4 (Tabel 6). Nilai ISLD juga merupakan nilai yang menunjukkan bahwa telah terjadinya respon morfologi terhadap lingkungan yang tercemar (Warwick 1991). Hasil penelitian Warwick (1991) menunjukkan bahwa nilai ISLD dari larva chironomid lebih tinggi pada stasiun pengamatan yang memiliki kandungan bahan pencemar lebih tinggi. Seiring waktu, kandungan bahan pencemar yang meningkat juga meningkatkan nilai ISLD dari larva chironomid. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kandungan Pb di Danau Lido (Tabel 3) telah melewati baku mutu untuk kelas 3, yaitu untuk kegiatan perikanan. Oleh karena itu, abnormalitas pada larva chironomid dapat terjadi, karena kandungan Pb di Danau Lido sudah cukup tinggi. Bhattacharya (2005) menyatakan bahwa kandungan Pb yang dapat menyebabkan kecacatan pada chironomid yaitu 2.40-5.02 µg/L. Tingginya kandungan Pb di Danau Lido dapat disebabkan oleh adanya kegiatan pariwisata air yang menggunakan rakit dengan bahan bakar solar/premium, dan berasal dari sungai yang masuk melalui inlet danau. Timbal secara alami berasal dari pelapukan batuan dan erosi tanah yang mengandung timbal sulfida (PbS). Lebih dari 200000 ton Pb dipergunakan dalam industri kimia yang berbentuk tetra-etil-Pb, yang biasanya dicampur dengan bahan bakar minyak (BBM) dengan tujuan meningkatkan daya tahan mesin. Timbal (Pb) juga telah banyak digunakan pada bahan bangunan, solder, cat, dan pembuatan alat dengan bahan-bahan logam (Moore & Ramamoorthy 1984). Odum (1971) menyatakan bahwa konsentrasi logam Pb yang berasal dari debu jalanan dapat mencapai 100-67800 ppm, dan dari aliran permukaan mencapai 100-12000 ppb.

(35)

23

beberapa struktur mungkin menjadi indikator lebih peka bagi fisikemistri (physicochemistry) dari substrat.

Pengaruh logam berat tidak hanya menunjukkan kejadian abnormalitas pada gigi dari larva Kiefferulus sp., namun hasil penelitian di laboratorium menunjukkan semakin cepatnya beberapa biota menjadi dewasa. Selama 18 hari waktu pemeliharaan, satu larva dari perlakuan Hg 0.2 µg/L, 1.4 µg/L dan 1.8 µg/L telah menjadi dewasa (terbang). Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa logam berat dapat menyebabkan emergence menjadi dewasa. Sudarso (2013) menyatakan bahwa keberadaan merkuri yang terakumulasi di tubuh larva

Trichoptera hydropsychid menunjukkan bioavailability logam tersebut di perairan yang berpotensi menimbulkan gangguan bagi larva tersebut untuk emergence

menjadi dewasa. Pinder et al. (1993) menyatakan bahwa emergence dewasa larva chironomid berhubungan dengan kondisi lingkungan dan predasi. Menurut Warwick (1991) bahan yang bersifat toksik, tidak hanya mempengaruhi secara individu chironomid, namun dapat mempengaruhi hingga populasi (Gambar 11).

Gambar 11 Diagram interpretasi dari interaksi antara proses utama kontaminasi, kondisi tropik, dan sedimentasi dan respon biologis pada berbagai tingkat

organisasi biologis (Warwick 1991)

(36)

24

logam (Winner et al. 1980; Luoma & Carter 1991; Canfield et al. 1994). Oleh karena itu, larva chironomid dapat dijadikan sebagai indikator biologi lingkungan yang terkontaminasi logam berat. Walkel (2001) in Heinrich et al. (2006) menyatakan bahwa larva chironomid dapat digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan karena sangat cepat merespon perubahan kondisi perairan. Indikator adalah fitur terukur yang memberikan informasi yang berguna mengenai status ekosistem, kualitas atau tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi mereka. Konsep indikator biologi yaitu penggunaan hewan atau tumbuhan sebagai instrumen guna menilai kondisi kualitas lingkungan. Penggunaan indikator biologi akan memudahkan pembuat kebijakan atau pengelola dalam pengambilan keputusan pengelolaan, karena dalam pengambilan keputusan perlu informasi pada semua tingkatan yang tepat dan relevan.

Penggunaan indeks pada indikator biologi (biota) lebih baik dibandingkan penggunaan indeks pencemaran. Penggunaan indeks pencemaran logam hanya didasarkan pada rasio konsentrasi terhadap situs rujukan (reference site) dan belum tentu mencerminkan tingkat bioavailability maupun gangguan pada biota akuatik yang sebenarnya. Penggunaan indeks pencemaran hanya menunjukkan sampai seberapa tingkat pengkayaan logam tersebut pada masing-masing stasiun pengamatan dibandingkan dengan konsentrasi latar belakangnya (background concentration).

Pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengurangi abnormalitas pada larva chironomid yaitu dengan mengurangi masuknya logam berat kedalam perairan. Apabila kontaminasi logam berkurang, maka abnormalitas yang terjadi pada larva chironomid dapat berkurang. Frank & Kohn (1982) menyatakan bahwa respon morfologi berupa abnormalitas pada chironomid dapat kembali normal jika stressor dihilangkan. Penulis tersebut memindahkan larva

Chironomus riparius dan C. plumosus dari lingkungan yang tercemar tinggi ke kondisi bersih di laboratorium. Frekuensi dari abnormalitas dimana pada seluruh populasi sebesar 40% pada perairan yang tercemar, menurun sekitar 2% setelah satu generasi setelah ditempatkan pada kondisi yang bersih atau tidak tercemar. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengurangi kandungan logam berat di perairan. Masukan bahan logam berat dapat berkurang apabila sumber (point resource) dapat dikurangi. Cara yang dapat dilakukan yaitu penerapan instalasi pengolahan limbah yang baik dan optimal di seluruh kegiatan industri dan penerapan instalasi pengolahan limbah pada inlet suatu perairan, serta pengurangan pengunaan bahan logam berat pada bahan baku industri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Logam berat dapat menyebabkan abnormalitas gigi pada larva Kiefferulus

(37)

25

Saran

Diperlukan perlakuan kontrol dengan menggunakan air steril, seperti air akuades untuk membuktikan tidak adanya penyebab lain yang menyebabkan abnormalitas gigi pada chironomid.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Shami SA, Rawi CSM, Nor SAM, Ahmad AH, Ali A. 2010. Morphological deformities in Chironomus spp. (diptera: chironomidae) larvae as a tool for impact assessment of anthropogenic and environmental stresses on three rivers in the juru river system, Penang, Malaysia. Environmental entomology 39(1): 210-222.

Al-Shami SA, Salmah MRC, Hassan AA, Azizah MNS. 2011. Evaluation of mentum deformities of Chironomus spp. (chironomidae: diptera) larvae using modified toxic score index (mtsi) to assess the environmental stress in juru river basin, Penang, Malaysia. Environmental Monitoring Assessment 177: 233–244.

[APHA]. 2012. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 22nd Edition. American Public Health Association. Washington DC.

Arimoro FO, Ikomi RB, Iwegbue CMA. 2007. Water quality changes in relation to diptera community patterns and diversity measured at an organic effluent impacted stream in the Niger Delta, Nigeria. Ecological Indicators. 7: 541-552.

Bay EC. 2003. Chironomid midges. Emeritus urban entomologist WSU Puyallup. 3 pp.

Bhattacharya G, Sadhu AK, Mazumdar A, Chaudhuri PK. 2005. Antennal deformities of chironomid larvae and their use in biomonitoring of heavy metal pollutants in the river damodar of West Bengal, India. Environmental Monitoring and Assessment 108: 67-84.

Bhattacharya G, Sadhu AK, Mazumdar A, Majumdar U, Chaudhuri PK, Ali A. 2006. Assessment of impact of heavy metals on the communities and morphological deformities of chironomidae larvae in the river damodar (India, West Bengal). Supplementa ad acta hydrobiologica 8: 21-32.

Brezonik PL, King SO, and Mach CE. 1991. The Influence of Water Chemistry on Trace Metal Bioavailability and Toxicity to Aquatic Organism. Di dalam: Newman MC. and Mintosh AW. editor. Metal Ecotoxicology concepts and Application. Lewis Publishers. Michigan. USA.

Canfield TJ, Kimble NE, Grumbaugh WG, Dwyer FJ, Ingersoll CG, Fairchild JF. 1994. Use of benthic macroinvertebrate community structure and sediment quality triad to evaluate metal contaminated sediment in the upper clark fork river, Montana. Environmental Toxicology and Chemistry 13(12): 1999-2012.

(38)

26

Measures within the Detroit River–Western Lake Erie Basin. United Earth Fund. p: 78-82.

Clarke KR. 1993. Non-parametric multivariate analyses of changes in community structure. Austrlian Journal of Ecology 18: 117-143.

Eppler JH. 2001. Identification manual for the larval Chironomidae (Diptera) of North and South Carolina. EPA Region 4 and Human Health and Ecological Criteria Division. Crawfordville.

Farhani SA. 2012. Pertumbuhan dan perkembangan larva Chironomus sp. pada level bahan organik berbeda dalam skala laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Frank C, Kohn T. 1982. The influence of waste water and thermal pollution on the benthos of an urban channel, Di Dalam: R. Born-kamm (ed.) Urban ecology. 2nd European Ecol. Symp., Blackwell Scientific Publications, Oxford, UK. p: 345-346.

Frouz J, Matena J, Ali A. 2003. Survival strategies of chironomids (Diptera: Chironomidae) living in temporary habitats: A Review. University of Florida, Florida Research and Education Center. USA.

Heinrich M, Barnekov L, Rosenberg S. 2006. A comparison of chironomid biostratigraphy from Lake Vuolep Njakajaure with vegetation, lake-level, and climate changes in Abisko National Park, Sweden. J Paleolimnol 36: 119-131.

Hershey AE, Lamberti GA. 2001. Aquatic insect ecology. Di dalam: Thorp JH and Covich AP (eds.). Classification of North American Freshwater Invertebrates. 2nd Edition. Academic Press. San Diego.

Janssens de bisthoven LG, Timmermans KR, Ollevier F. 1992. The concentration of cadmium, lead, copper and zinc in Chironomus gr. Thummi larvae (diptera, chironomidae) with deformed versus normal menta. Hydrobiologia

239: 141-149.

Jeyasingham K, Ling N. 1997. Head capsule deformities in Chironomus zealandicus (Diptera: Chironomidae): influence of site and substrate. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research 3:175-184.

Keckes S, Miettinen JK. 1972. Mercury as a Marine Pollution. Di dalam: FAO Marine Pollution and Sea Life. England. News Ltd.

Kelesoglu S. 2007. Comparative adsorption studies of heavy metal ions on chitin and chitosan biopolymers [Tesis]. Izmir (TR): Izmir Institute of Technology.

Kopp A, Troelstrup Jr. NH. 2009. Mentum deformation of chironomidae subfamilies, functional feeding guilds, and habit guilds within the cheyenne river basin, South Dakota. Proceedings of the South Dakota Academy of Science: Vol. 88

Krisanti M. 2012. Produktivitas larva chironomidae pada substrat buatan di kedalaman perairan dan kandungan bahan organik berbeda [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(39)

27

Lenat DR. 1993. Using mentum deformities of chironomus larvae to evaluate the effects of toxicity and organic loading in streams. Journal of the North American Benthological Society 12(3): 265-269.

Luoma SN, Carter JL. 1991. Effect of Trace Metal on Aquatic Benthos. Di dalam: Newman MC, McIntosh AW, editor. Metal Ecotoxicology: Concepts and Applications. Chelsea. Michigan. Lewis Publishers. p: 61-30.

Michailova P, Petrova N. 2005. Comparative effect of heavy metals on the polytene chromosomes of chironomidae, dipteral. Proceedings the balkan scientific conference of biology in Plovdiv (BG). P: 539-552.

Moore JW, Ramamoorthy S. 1984. Heavy Metals in Natural Waters. Springer-Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. WB Sounder Co. Philadelphia. 574p.

Oliver DR, Roussel ME. 1983. The Insect and Arachnids of Canada 11th ed: The genera of larvae midges of Canada (Diptera: Chironomidae), Biosystematics Research Institute Ottawa, Ontario. Research Branch., Agriculture Canada. Pinder AM, Trayler KM, Mercer JW, Arena J, Davis AJ. 1993. Diel periodicities

of adult emergence of some chironomids (diptera: chironomidae) and a mayfly (ephemeroptera: caenidae) at a Western Australian wetland. Journal Australian Entomological Society 32: 129-135.

Power EA, Chapman PM. 1992. Assessing Sediment Quality. In: A. Burton (Eds): Sediment Toxicity Assessment. Lewis Publishers.

[PP] Peraturan Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Seidman LA, Bergtrom G, Gingrich DJ, Remsen CC. 1986. Accumulation of cadmium by the fourth instar larva of the fly Chironomus thummi. Tissue & Cell 18(3): 395-405.

Sudarso J. 2013. Keterkaitan masukan bahan organik dan logam merkuri terhadap struktur komunitas dan produktivitas sekunder larva trichoptera di sungai ciliwung (jawa barat)[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syawal S, Yustiawati. 2012. Speciation analysis of mercury in river water in West

Java, Indonesia. LIPI 5(48): 22-24.

Timmermans KR, Peeters W, and Tonkes M. 1992. Cadmium, zinc, lead, and copper in Chironomus riparius (meigen) larvae (diptera, chironomidae): uptake and effects. Hydrobiologia 241: 119-134.

Townsend KR. 2013. Using chironomidae to assess water and sediment quality [Disertasi] Melbourne (AU): University of Melbourne.

Vermeulen AC, Liberloo G, Dumont P, Ollevier, Goddeeris B. 2000. Exposure of Chironomus riparius larvae (diptera) to lead, mercury β -sitosterol: effects on mouthpart deformation and moulting. Chemosphere

(40)

28

Ward JV. 1992. Aquatic insect ecology: 1. biology and habitat. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Wardiatno Y, Krisanti M. 2013. The vertical dynamics of larval chironomids on artificial substrates in Lake Lido (Bogor, Indonesia). Tropical Life Sciences Research. 24(2): 13-29.

Warwick WF. 1985. Morphological abnormalities in chironomidae (diptera) larvae as measures of toxic stress in fresh water ecosystem: indexing antennal deformities in Chironomus meigen. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 42: 1881-1914.

Warwick WF. 1991. Indexing deformities in ligulae and antennae of procladius larvae (diptera: chironomidae): application to contaminant-stressed environments. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 48: 1151-1166.

Warwick WF, Tisdale NA. 1988. Morphological deformities in Chironomus, Cryptochironomus, and Procladius (diptera: chironornidae) from two differentially stressed sites in Tobin Lake, Saskatchewan. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 45: 1123-1144.

Winner RW, Bossel MW, Farrell MP. 1980. Insect community structure as an index of heavy metal pollution in lotic ecosystems. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 37: 647-655.

Wise RR, Pierstorff CA, Nelson SL, Bursek RM, Plude JL, McNello M, Hein J. 2001. Morphological deformities in Chironomus (chironomidae:diptera) larvae as indicator of pollution in Lake Winnebago, Wisconsin. Journal Great Lakes Resource 27(4): 503-509.

(41)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Desain akuarium dalam penelitian

Lampiran 2 Konsentrasi Hg yang digunakan dalam penelitian

Seri akuarium Hg (µg/L)

A 0.2

B 0.6

C 1.4

D 1.8

(42)

30

Lampiran 3 Gambar alat dan bahan

Pinset Van Veen Grab

Alkohol 70%

Saringan halus

botol film plastik

Larva chironomid

Botol

Air contoh Wadah air Danau

Lido

(43)

31

Lampiran 3 Lanjutan

Akuarium Kain kassa pembungkus

bahan organik

Bahan organik Egg mass

Larva Kiefferulus sp. di dasar akuarium

Pipet Larva Kiefferulus botol film plastik Alkohol 70%

sp..

(44)

32

Lamoiran 3 Lanjutan

Kaca objek & kaca penutup Botol kaca

Larva chironomid yang telah

diawetkan dalam alkohol 70% KOH 10%

Mikroskop Entelan

(45)

33

(46)

34

Lampiran 4 Lanjutan

20µm

(47)

35

Lampiran 4 Lanjutan

(48)

36

Lampiran 5 Gambar ligula Tanypodinae yang normal dan mengalami abnormalitas

a

b

c

d

g

i

j k

h

e f

20µm 20µm

20µm

20µm 20µm

20µm 20µm

20µm

20µm 20µm

(49)

37

Lampiran 6 Gambar Lokasi Penelitian

Area Danau Lido dekat persawahan

(50)

38

Area Danau Lido tempat KJA

(51)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Diagram alir perumusan masalah
Gambar 2  Peta lokasi penelitian di Danau Lido
Gambar 3  Morfologi bagian ventral kapsul kepala a. larva Chironominae b. larva Tanypodinae
Gambar 4  Bagian mentum larva chironomid ; M gigi tengah (median teeth), ML gigi tengah lateral (median-lateral teeth), L gigi lateral (lateral teeth) Sumber: Al-Shami et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ensefalopati hepatikum (EH) merupakan komplikasi penting dalam perjalanan penyakit sirosis hepatis dan merupakan prediktor mortalitas independen pada pasien dengan acute

Asuransi adalah perjanjian/ kontrak antara dua pihak, dimana satu pihak setuju untuk mengambil risiko pihak lain dengan imbalan pertimbangan yang dikenal sebagai premi dan

Tabel 52 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Laki-Laki Solo Tabel 53 Rerata Durasi Bunyi Silabis Kal_Beh Penutur Perempuan Solo Tabel 54 Rerata Durasi Bunyi Silabis

Pendidikan demikian berpengaruh kepada perkembangan seorang manusia baik emosi, intelektual maupun sosial, dengan demikian pendidikan anak usia dini dalam Islam merupakan

Metode imobilisasi obat dalam matriks hidrogel dengan teknik iradiasi mempunyai keunggulan antara lain polimer atau monomer sebagai matriks hidrogel dapat mengalami

Program revitalisasi pasar tradisional juga menyentuh tata kelola (kelembagaan) pasar. Mewujudkan pasar yang profesional haruslah dikelola dengan manajemen yang terpadu dimana

Pada tahap ini dilakukan pengujian pada 10 orang peserta didik, hal yang pertama dilakukan adalah membagikan multimedia yang dikembangkan melalui program share it. Dari

Hal ini berarti bahwa dosen yang memiliki penilaian relatif baik terhadap imbalan atau balas jasa yang mereka terima sebagai pengajar di perguruan tinggi,