• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN

PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS TEH

(STUDI KASUS : PTPN VIII AFDELING RANCABALI III)

PALUPI PERMATA RAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

PALUPI PERMATA RAHMI. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus: PTPN VIII Afdeling Rancabali III). Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO dan RATNA WINANDI. Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai sumber pendapatan dan devisa, penyedia lapangan kerja bagi masyarakat, dan pengembangan wilayah. Produsen teh terbesar di Jawa Barat dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III adalah salah satu unit dari 44 unit PTPN VIII.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (2) Menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (3) Menganalisis pengaruh perubahan peningkatan harga jual output, harga pupuk anorganik dan penurunan produksi terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki keuntungan privat

sebesar Rp469 803 837 per hektar dan keuntungan sosial yaitu sebesar Rp316 555 288 per hektar, artinya usahatani teh hitam orthodoks menguntungkan

secara finansial maupun ekonomi. Teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki nilai Privat Cost Ratio (PCR) sebesar 0.67 dan Domestic

Resource Cost (DRC) Ratio sebesar 0.74. Hal ini menunjukkan teh hitam

orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki daya saing baik dari keunggulan komparatif maupun kompetitif.

Dampak kebijakan Pemerintah terhadap teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III secara keseluruhan dapat dilihat dari indikator-indikator dampak kebijakan Pemerintah. Indikator dampak kebijakan Pemerintah terhadap output yaitu nilai Transfer Output (TO) sebesar Rp239 564 941, Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) sebesar 1.18, Indikator dampak kebijakan Pemerintah untuk input adalah nilai Transfer Input (TI) sebesar Rp27 153 923, nilai Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) sebesar 1.17, Nilai Transfer Faktor (TF) yaitu Rp59 162 469. Indikator terhadap dampak kebijakan Pemerintah terhadap input-output adalah Transfer Bersih (TB) yaitu Rp153 248 548, Koefisien Proteksi Efektif (EPC) sebesar 1.18, Rasio Subsidi Produsen (SRP) sebesar 0.11 dan nilai Keofisien Keuntungan (PC) sebesar 1.48. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan pemerintah yang ada menguntungkan bagi pengembangan dan peningkatan daya saing teh.

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas menggunakan metode switching value menunjukkan bahwa harga jual output, harga input (pupuk anorganik) dan penurunan jumlah produksi teh hitam orthodoks sensitif mempengaruhi daya saing usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III.

(5)

SUMMARY

PALUPI PERMATA RAHMI. Analysis of Competitiveness and Government Policy Effect on Tea Commodity (Case Study : PTPN VIII Afdeling Rancabali III). Suvervised by HENY K.DARYANTO and RATNA WINANDI.

Tea is one of the commodities that holds an important role in the Indonesian economy, namely as a source of income and foreign exchange, provider of jobs for the community, and regional development. The largest tea producers in West Java produced by PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III is one of the unit of the 44 units PTPN VIII.

The purpose of this study are (1) to analyze the competitiveness of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (2) to analyze the government policy effect on competitiveness of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (3) and to analyze the effects of changes in output price, anorganic fertilizer prices, and the decrease of production on competitiveness of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Method of the research uses the Policy Analysis Matrix (PAM) and Sensitivity Analysis.

Based on the results of the analysis showed that orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III has a private profits amount Rp469 803 837 per hectare and social benefits Rp316 555 288 per hectare, it means that the farming of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III is beneficial in finance and economy. Orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III has Private Cost Ratio (PCR) value 0.67 and Domestic Resource Cost (DRC) value 0.74. It means that the orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III has competitiveness (comparative advantage and competitive advantage).

The impact of government policy in the orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III as a whole can be seen from the indicators-indicators. The indicators of the impact of policy on output are the Transfer Output (TO) value Rp239 564 941, and value of NPCO is 1.18. Indicators for goverment policy impact for input are Transfer Input (TI) amounted to Rp27 153 923, Nominal Protection Coefficient Input (NPCI) value 1.17, and the value of Transfer Factor (TF) is Rp59 162 469. Indicators of the impact of the input-output policy are Net Transfer (TB) value Rp153 248 548, Effective Protection Coefficient (EPC) value 1.18, Subsidy Ratio Producers (SRP) 0.11, and Profitabillity Coefficient (PC) value 1.48. In general it can be said that the existing government policies are profitable to the development and improvement of the competitiveness of tea

Based on the results of the sensitivity analysis showed that the price of orthodoks black tea, price of anorganic fertilizer, and amount of orthodoks black tea production is very sensitive affect the competitiveness of orthodoks black tea farming in PTPN VIII Afdeling Rancabali III.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN

PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS TEH

(STUDI KASUS : PTPN VIII AFDELING RANCABALI III)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III) Nama : Palupi Permata Rahmi

NIM : H451110381

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc Ketua

Dr Ir Ratna Winandi, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III).

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan juga Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji luar komisi dan juga Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

5. Direksi dan Direktur SDM PT. Perkebunan Nusantara VIII atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian tesis di PTPN VIII.

6. Administratur PTPN VIII Rancabali atas kesempatan dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian di PTPN VIII Rancabali. 7. Kepala Tanaman, Kepala Pengolahan, Kepala Afdeling Rancabali III,

Seluruh staff bagian kantor, kebun, pengolahan, dan teknik yang turut membantu memberikan informasi terkait kebutuhan penelitian tesis. 8. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya untuk orang tua dan keluarga

yang senantiasa memberikan dukungan dan memberikan semangat untuk penyelesaian tesis saya.

9. Rekan-rekan di Magister Sains Agribisnis khususnya (Fitri, Mila, Pamela, Lamreta, Doni, Vela, Pak Ari, Triana, dan Helentina) atas diskusi, masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan.

.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III).

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan juga Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji luar komisi dan juga Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

5. Direksi dan Direktur SDM PT. Perkebunan Nusantara VIII atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian tesis di PTPN VIII.

6. Administratur PTPN VIII Rancabali atas kesempatan dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian di PTPN VIII Rancabali. 7. Kepala Tanaman, Kepala Pengolahan, Kepala Afdeling Rancabali III,

Seluruh staff bagian kantor, kebun, pengolahan, dan teknik yang turut membantu memberikan informasi terkait kebutuhan penelitian tesis. 8. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya untuk orang tua dan keluarga yang

senantiasa memberikan dukungan dan memberikan semangat untuk penyelesaian tesis saya.

9. Rekan-rekan di Magister Sains Agribisnis khususnya (Fitri, Mila, Pamela, Lamreta, Doni, Vela, Pak Ari, Triana, dan Helentina) atas diskusi, masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan.

.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(13)

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Karakteristik Tanaman Teh 9

Daya Saing dengan Metode Policy Analysis Matrix (PAM) 11

Daya Saing Tanaman Perkebunan 13

3 KERANGKA PENELITIAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Teori Perdagangan Internasional 14

Teori Daya Saing 15

Teori Kebijakan Pemerintah 17

Policy Analysis Matriks 23

Analisis Sensitivitas 24

Relevansi Dengan Penelitian Sebelumnya 25

Kerangka Pemikiran Operasional 25

4 METODE 27

Lokasi Dan Waktu Penelitian 27

Metode Pengambilan Responden 28

Jenis Dan Sumber Data 28

Metode Analisis Data 29

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38

Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VII 38

Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali 39

Visi Dan Misi Perusahaan 40

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PT. Perkebunan

Nusantara VIII Rancabali 40

Kondisi Umum Perkebunan Teh Rancabali 42

(14)

Analisis Daya Saing Teh Di PTPN VIII Afdeling Rancabali III 52 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing

Teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III 57

Analisis Sensitivitas Usahatani Teh Hitam Orthodoks 61

7 SIMPULAN DAN SARAN 64

Simpulan 64

Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 70

(15)

2008 – 2012 1 2 Produksi teh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan

swasta menurut provinsi di Indonesia

2 3 Ekspor dan impor teh Indonesia periode 2008-2012 3 4 Ekspor dan impor teh hitam Indonesia periode 2008-2012 3

5 Ekspor teh ke negara tujuan tahun 2012 4

6 SNI untuk teh hitam 6

7 Klasifikasi kebijakan pemerintah terhadap harga komoditi 18

8 Sumber data dan jenis data 29

9 Matriks analisis kebijakan 30

10 Komposisi dan jumlah tenaga kerja di PTPN VIII Rancabali 42 11 Luas areal konsesi di PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali 43

12 Budget usahatani teh hitam orthodox 49

13 Proporsi penggunaan input usahatani teh hitam orthodoks 50

14 Tabel matriks PAM 53

15 Perbandingan nilai keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancbali III 55 16 Indikator-indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap teh hitam

orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III 57

17 Keuntungan usahatani teh hitam orthodoks berdasarkan analisis

sensitivitas 62

18 Daya saing usahatani teh hitam orthodoks berdasarkan analisis

sensitivitas 63

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman teh 10

2 Aliran Perdagangan Internasional 15

3 Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang impor

20 4 Pengaruh Pajak dan subsidi pada input tradable 22 5 Pengaruh Pajak dan subsidi pada input non tradable 22

6 Kerangka penelitian operasional 27

7 Kerangka penentuan budget usahatani 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alokasi biaya produksi 70

2 Harga privat dan so1scial 71

3 Perhitungan nilai SERt 72

4 Harga output sosial 72

5 Rekapitulasi budget privat terdiskon usahatani komoditas teh

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris, memiliki kekayaan alam yang sangat beragam, baik kekayaan hayati maupun non hayati. Potensi dari kekayaan alam tersebut mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari Pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi bangsa. Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan penting dalam perekonomian di Indonesia. Subsektor perkebunan Indonesia memiliki beberapa komoditi yang menjadi andalan yakni karet, minyak sawit, kakao, kopi, teh, kina, tebu dan tembakau.

Komoditas teh merupakan salah satu komoditas pertanian subsektor perkebunan yang diusahakan secara komersial di Indonesia sejak tahun 1800-an. Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai sumber pendapatan dan devisa, penyedia lapangan kerja bagi masyarakat, dan pengembangan wilayah. Pada tahun 2010, komoditi teh telah memberikan kontribusi devisa negara sebesar US 178 548 000 dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 99 838 tenaga kerja (Peraturan Menteri Pertanian No. 11 Tahun 2013).

Teh di Indonesia diproduksi oleh perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Secara lengkap luas areal dan produksi teh Indonesia menurut status pengusahaannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas areal dan produksi teh Indonesia menurut status pengusahaan tahun 2008-2012

Tahun Luas areal / Area (Ha) Produksi ( Ton)

PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah 2008 60 539 44 743 34 135 139 417 38 593 81 494 33 194 153 282 2009 57 126 38 706 28 224 124 056 45 239 71 565 35 785 152 589 2010 56 465 38 295 28 036 122 797 50 947 68 017 32 048 151 012 2011 55 983 37 640 28 835 122 458 51 507 61 110 33 986 146 603 2012 56 258 37 202 28 148 121 608 51 741 57 146 34 526 143 413 Sumber : BPS, 2013

(18)

dilihat bahwa luas areal perkebunan teh mengalami penurunan dari tahun 2008 seluas 139 417 ha menjadi 121 608 ha pada tahun 2012.

Dalam hal produksi, produksi teh di Indonesia mengalami penurunan yaitu dari 153 282 ton pada tahun 2008 menjadi 143 413 ton pada tahun 2012. Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi terbesar dihasilkan oleh perkebunan besar negara (PBN) jika dibandingkan dengan perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta (PBS). Perkebunan Besar Negara (PBN) merupakan perkebunan penyumbang produksi teh terbesar di Indonesia yaitu sebesar 39.85 persen dari produksi total teh nasional di tahun 2012 (BPS 2013). Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi penghasil teh terbesar di Indonesia yaitu sebesar 106 211 ton atau 70.75 persen dari total produksi teh nasional (BPS 2013). Produksi teh di Indonesia menurut Provinsi selengkapnya dapat terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi teh perkebunan rakyat, perkebunan negara, dan perkebunan swasta menurut provinsi di Indonesia (ton)

No Provinsi Tahun

2009 2010 2011 2012

1. Sumatera Utara 15 733 8 327 7 057 7 057

2. Sumatera Barat 9 213 7 700 7 288 8359

3. Jambi 5 164 4 774 4 330 3 539

4. Sumatera Selatan 3 664 3 810 4 087 3 997

5. Bengkulu 804 1 078 1 793 2 133

6. Jawa Barat 103 924 110 637 104 906 106 211

7. Jawa Tengah 11 003 11 357 14 680 16 308

8. DI. Yogyakarta 186 43 72 72

9. Jawa Timur 2 780 3 148 2 378 2 434

10. Sulawesi Selatan 138 138 - -

11. Banten - - 12 17

Indonesia 152 589 151 012 146 603 150 127 Sumber : BPS, 2013

Daerah sentra produksi teh di Jawa Barat tersebar di beberapa daerah yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bandung Barat. Sentra produksi teh terbesar di Jawa Barat berada di Kabupaten Bandung yaitu dengan produksi sebesar 20 679 ton dengan luas areal sebesar 11 377 ha pada tahun 2011 atau dengan kata lain Kabupaten Bandung menyumbang sebesar 51.72 persen terhadap total produksi teh di Jawa Barat (BPS 2012).

(19)

Tabel 3 Volume, nilai dan neraca perdagangan ekspor dan impor teh Indonesia

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa teh Indonesia mengalami penurunan volume total ekspor teh terjadi dari 96 209 ton pada tahun 2008 menjadi 70 701 ton pada tahun 2012. Penurunan volume total ekspor teh diindikasikan karena menurunnya volume produksi teh dari tahun ke tahun (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa nilai neraca perdagangan teh Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012 bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa teh Indonesia masih berpotensi menjadi komoditas ekspor. Secara lengkap volume, nilai dan neraca perdagangan ekspor dan impor teh hitam Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

(20)

Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa volume ekspor teh hitam Indonesia mengalami penurunan yaitu dari 84 151 ton pada tahun 2008 menjadi 58 464 ton pada tahun 2012. Penurunan volume ekspor teh hitam Indonesia dikarenakan menurunnya jumlah produksi teh hitam. Penurunan produksi juga secara tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas teh itu sendiri. Menurut Zamroni (2000), produktivitas merupakan salah satu indikator daya saing dilihat dari keunggulan komparatifnya. Oleh karena itu produktivitas harus ditingkatkan agar teh Indonesia mampu bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri. Namun, kondisi ini berkebalikan apabila dilihat dari sisi impor, volume impor teh hitam naik dari 4 302 ton pada tahun 2008 menjadi 23 836 ton pada tahun 2012. Berdasarkan Tabel 4 juga dapat diketahui bahwa, nilai neraca perdagangan teh hitam Indonesia pada tahun 2008 hingga tahun 2012 adalah bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa teh Indonesia masih berpeluang untuk ekspor. Indonesia mengekspor teh ke beberapa negara yaitu Rusia, Inggris, Pakistan, Malaysia, Jerman, dan negara lainnya. Secara lengkap ekspor teh Indonesia ke negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Ekspor teh Indonesia ke negara tujuan tahun 2012

No Negara Tujuan Volume (Ton) Nilai (000 US$)

1. Rusia 10 441 20 537

2. Inggris 9 121 18 490

3. Pakistan 8 876 21 976

4. Malaysia 7 223 14 995

5. Jerman 4 919 8 850

6. Lainnya 29 492 71 892

Total 70 071 156 741 Sumber: BPS, 2013

Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa, lima besar negara tujuan ekspor teh Indonesia adalah Rusia, Inggris, Pakistan, Malaysia, Jerman. Rusia menempati urutan pertama sebagai negara tujuan ekspor teh Indonesia dengan volume ekspor sebesar 10 441 ton atau sebesar 14.90 persen terhadap total volume ekspor teh Indonesia. Keunggulan teh Indonesia dibandingkan dengan negara lain yaitu teh Indonesia lebih menyehatkan karena teh Indonesia mengandung kadar katekin yang lebih tinggi dibandingkan produk negara-negara lain. Tipe teh Indonesia hampir seluruhnya adalah assamica, sedangkan China adalah sinensis (Pusat Penelitian Teh dan Kina 2006). Kadar katekin pada tipe assamica lebih tinggi daripada sinensis. Katekin merupakan antioksidan yang sangat efektif untuk menetralkan radikal bebas dalam tubuh (Harmandini 2009).

(21)

PTPN XIII, Kegiatan usaha PTPN VIII meliputi pembudidayaan tanaman, pengolahan, produksi, dan penjualan komoditi teh, karet, kina, kopi, kakao, sawit dan gutta percha dengan areal konsesi seluas 118 510.12 hektar.

Pemberlakuan AFTA pada tahun 2003 menuntut PTPN VIII sebagai produsen teh terbesar di Jawa Barat untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebagai produsen teh terbesar di Jawa Barat, hal ini tentunya merupakan suatu peluang yang baik untuk meraih keuntungan yang signifikan jika perusahaan mampu mengelola sistem produksi secara baik, mempertahankan konsistensi kualitas, ketersediaan produk, dan peningkatan efisiensi sumber daya yang digunakan. PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III sebagai salah satu dari 44 unit kebun dari PTPN VIII juga dituntut untuk selalu memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan sebagai salah satu unit kebun dari PTPN VIII yang produknya berorientasi ekspor maka produksi yang dihasilkan harus memiliki daya saig agar dapat bertahan baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri.

Daya saing komoditas teh di Indonesia tidak terlepas dari peran kebijakan Pemerintah yang mendorong produsen supaya berorientasi ekspor sebagai peranan penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam hal penerimaan devisa. Kebijakan yang terkait input dari usahatani komoditas teh yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 yang menaikkan bea masuk (pajak impor) sebesar 5 persen atas produk bahan baku pertanian seperti, pupuk dan obat-obatan. Kebijakan Pemerintah lainnya yaitu Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan1. Selanjutnya kebijakan terkait PPN terhadap pembelian BBM ini adalah Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Kebijakan selanjutnya berkenaan mengenai tarif bea keluar/pajak ekspor teh sebesar nol persen yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.67/PMK.011/2010.

Kebijakan-kebijakan Pemerintah tersebut akan mempengaruhi usahatani teh baik dari segi input, output, transportasi dan pengangkutan output yang akhirnya akan berdampak pada daya saing teh di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III. Dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global dimana negara-negara produsen dan eksportir teh saat ini telah mampu meningkatkan kinerja produknya, sesuai dengan program peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 maka komoditas perkebunan termasuk komoditas teh, dituntut untuk berdaya saing agar bisa bertahan di tengah-tengah persaingan dan bisa bertahan di pasar domestik dan internasional.

Tanaman teh merupakan salah satu komoditi unggulan PTPN VIII yang dominan dalam jumlah pengeluaran biaya dan jumlah pendapatan. Sebagai salah satu komoditi unggulan, tanaman teh harus mempunyai daya saing tinggi. Sebagai industri yang bergerak di bidang agribisnis teh maka dituntut pula untuk berdaya

1

(22)

saing agar bisa bertahan di pasar domestik dan internasional (PTPN VIII 2003). Oleh karena itu, studi mengenai daya saing komoditas teh baik keunggulan kompetitif dan komparatif di PTPN VIII Afdeling Rancabali III perlu dilakukan. Disamping itu penting pula mengetahui bagaimana dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.

Perumusan Masalah

Potensi komoditi teh Indonesia dilihat dari sisi komparatif memiliki prospek yang baik, karena iklim dan cuaca Indonesia yang cocok untuk budidaya teh. Sumberdaya alam yang kita miliki merupakan suatu bentuk keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh semua negara. Suatu negara agar dapat terus bersaing di pasar internasional, maka memiliki keunggulan komparatif saja tidaklah cukup tapi juga dibutuhkan sebuah keunggulan yang mampu bersaing baik di dalam negeri maupun di tengah pasar persaingan global.

Pengusahaan tanaman teh di Indonesia dilaksanakan oleh tiga pihak yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan swasta. Perkebunan rakyat merupakan perkebunan dengan luas areal terbesar di Indonesia namun, meskipun luas areal perkebunan rakyat ini paling besar akan tetapi jumlah produksinya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perkebunan besar negara. PTPN VIII Afdeling Rancabali III merupakan salah satu perkebunan negara dari 44 unit PTPN VIII penghasil teh berkualitas yang berlokasi di Rancabali Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi teh perkebunan negara terbesar di Jawa Barat dengan produksi sebesar 20 679 ton pada tahun 2011 (BPS 2012). Produksi teh yang dihasilkan oleh PTPN VIII Afdeling Rancabali III menggunakan teknologi pengolahan yang memiliki Standar Nasional Indonesia dan standar internasional. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-1902-1991) untuk teh hitam dapat dilihat pada Tabel 6 :

Tabel 6 Standar Nasional Indonesia teh hitam

No Karakteristik/Jenis Uji Syarat Mutu/Spesifikasi Teh Hitam

1. Persentasi kadar air b/b maksimal 8.00

2. Persentasi kadar ekstrak air b/b minimal 32

3. Persentasi kadar abu total b/b minimal;-maksimal

4-8 4. Persentasi kadar abu larut dalam air b/b

minimal-maksimal

45 5. Persentasi kadar abu tidak larut dalam asam

b/b minimal-maksimal

1.0 6. Persentasi alkalinitas abu larut dalam air b/b

minimal-maksimal

1.0-3.0 7. Persentasi kadar serat kasar b/b maksimal 16.5

8. Kadar gagang dan tulang (b/b) -

(23)

PTPN VIII Afdeling Rancabali III mengalami beberapa kendala-kendala dalam pengusahaannya yaitu adanya penurunan luas areal perkebunan teh yang dikarenakan konversi lahan ke tanaman buah dan kayu. Hal ini akan berdampak pula pada produksi teh yang dihasilkan. Selain itu, terjadi kenaikan harga terhadap input seperti pupuk anorganik dan obat-obatan (insektisida, herbisida, fungisida) di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kendala-kendala yang terjadi di PTPN VIII Afdeling Rancabali III akan mempengaruhi input dan output pada usahatani teh hitam orthodoks, dan pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing baik keunggulan komparatif maupun kompetitif.

PTPN VIII dituntut untuk terus meningkatkan produksi dan efisiensi pengusahaan teh sebagai salah satu komoditas utamanya dalam rangka untuk meningkatkan daya saing teh Indonesia. Sebagai salah satu unit dari 44 unit kebun di PTPN VIII maka Perkebunan Rancabali Afeling Rancabali III juga dituntut untuk memproduksi teh yang memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing di pasar internasional maupun domestik. Daya saing yang tinggi merupakan kekuatan utama untuk mampu bersaing dalam pasar dunia yang semakin ketat. Daya saing yang tinggi tercermin dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh komoditi tersebut.

Komoditas teh adalah komoditas perkebunan Indonesia yang berorientasi ekspor, perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah. Kebijakan tersebut erat kaitannya dengan output dan input pengusahaan komoditas teh. Kebijakan Pemerintah yang memproteksi komoditi teh khususnya jenis teh hitam orthodoks untuk saat ini belum spesifik ada. Namun, Dewan Teh Indonesia (DTI) selaku lembaga di bidang agribisnis teh mengusulkan kebijakan Pemerintah menyangkut pengaturan teh impor. Dewan Teh Indonesia (DTI) mengusulkan agar teh impor dikenakan tarif sebesar 25 persen dan pengenaan non tarif barrier terhadap teh impor juga diusulkan, seperti aturan tentang standar teh2. Kebijakan lainnya terkait output teh hitam orthodoks adalah pengenaan PPN terhadap pembelian BBM terdapat pada Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Meskpiun kebijakan ini tidak spesifik terkait untuk komoditas teh hitam orthodoks, namun, kebijakan seperti pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap pembelian BBM secara tidak langsung menambah biaya transportasi untuk usaha komoditas ini baik dari segi usahatani maupun pemasarannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi output juga.

Kebijakan terkait input yaitu adanya Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 yang menaikkan pajak impor 5 persen atas produk bahan baku pertanian seperti, pupuk dan obat-obatan dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan. Kebijakan Pemerintah lainnya seperti subsidi BBM tidak berlaku di PTPN VIII Rancabali karena PTPN VIII Rancabali tidak mendapatkan subsidi dari Pemerintah bahkan

2

(24)

PTPN VIII Rancabali terkena PPN terhadap pembelian BBM seperti yang terdapat pada Undang-Undang No 42 Tahun 2009 dan Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM.

Kebijakan Pemerintah yang ada juga akan mempengaruhi daya saing komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap input dan output pengusahaan komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Oleh karena itu diperlukan analisis mengenai daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Apakah komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki daya saing?

2. Bagaimana dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III?

3. Bagaimana pengaruh perubahan peningkatan harga jual output, harga pupuk anorganik dan penurunan produksi terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III

2. Menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.

3. Menganalisis pengaruh perubahan peningkatan harga jual output, harga pupuk anorganik serta penurunan produksi terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PTPN VIII Kebun Rancabali dan Afdeling Rancabali III pada khususnya.

2. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat menambah referensi dalam mengenai daya saing komoditas teh dan pengambilan keputusan pengembangan usaha. 3. Bagi Pemerintah, hasil analisis dampak kebijakan Pemerintah diharapkan

(25)

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian dari studi mengenai “Analisis Daya Saing dan Dampak

Kebijakan terhadap Komoditas Teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III” ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis teh yang diteliti adalah jenis teh ekspor Indonesia yaitu teh hitam orthodoks.

2. Umur tanaman teh yang dianalisis yaitu selama periode 25 tahun dengan pertimbangan bahwa umur produktif teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah pada umur tanaman 25 tahun3.

3. Analisis dilakukan pada tingkat usahatani teh sampai proses pengepakan (karung/sack).

4. Lokasi perkebunan teh milik negara yang diteliti adalah perkebunan milik negara PT.Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Afdeling Rancabali III) dengan pertimbangan Afdeling Rancabali III dianggap mewakili dari seluruh kegiatan budidaya teh (Pada saat penelitian dilakukan, kegiatan pembibitan teh hanya dilakukan di Afdeling Rancabali III).

5. Penggunaan harga jual rata-rata dari teh hitam kering orthodoks tidak dibedakan tiap jenis (grade), semua jenis (grade) dianggap sama.

6. Pada penelitian ini memiliki keterbatasan dalam penggunaan alat analisis PAM. Alat analisis PAM merupakan alat analisis untuk menganalisis kebijakan Pemerintah di tingkat usahatani untuk komoditas, namun keterbatasan pada penelitian ini yaitu hanya dilakukan pada kasus di satu perusahaan saja yaitu PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III, akan lebih baik jika seluruh perusahaan di PTPN ikut dianalisis juga.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanaman Teh

Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) termasuk tanaman penyegar yang mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan. Tiga kandungan utama dalam daun teh antara lain senyawa polifenol yang dikenal sebagai katekin, zat nutrisi yang terdiri dari berbagai mineral dan vitamin, serta alkaloid antara lain kafein, dan theofilin. Selain itu, daun teh juga mengandung minyak atseri, thiamin, dan pigmen klorofil (Wibowo 2007). Senyawa katekin dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus dan bakteri. Vitamin B-kompleks yang terkandung dalam daun teh bermanfaat menjaga kesehatan mulut, lidah, dan bibir, serta flouride yang baik untuk gigi (Ghani 2002). Minuman teh juga sangat digemari oleh masyarakat di dunia karena mempunyai rasa yang khas. Tanaman teh tumbuh subur di daerah tropis dan daerah sub-tropis dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun.

3

(26)

Teh dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu 15-30 derajat celcius. Jenis tanah yang baik ditanami teh adalah andosol, latosol, dan beberapa jenis laterit. Teh menyukai tanah dengan derajat keasaman kurang dari 5.5. Berdasarkan pengolahannya teh dikelompokkan menjadi (1) Teh putih yaitu teh yang dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. (2) Teh hijau yaitu daun teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah dipetik. (3) Teh Oolong yaitu teh yang dimana pada saat proses oksidasi dihentikan di tengah-tengah antara teh hijau dan teh hitam yang biasanya memakan waktu 2-3 hari. (4) Teh hitam yaitu daun teh dibiarkan teroksidasi secara penuh sekitar 2 minggu hingga 1 bulan4. Gambar pucuk teh dan tanaman teh secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.

.

Gambar 1 Tanaman teh

Penelitian mengenai komoditas teh dilakukan oleh Suprihatini (2005), meneliti mengenai daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia, dimana penelitian ini ingin mengetahui posisi daya saing teh Indonesia di pasar dunia. Metode analisis yang digunakan adalah Constant Market Share (CMS). Hasil penelitian terlihat bahwa, pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh dibawah pertumbuhan ekspor teh dunia karena komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang memenuhi kebutuhan pasar dimana bernilai negatif (-0.032). Sulaeman (1985), meneliti tentang penawaran ekspor teh, harga ekspor teh, dan volume ekspor teh Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda yang memakai persamaan tunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor teh Indonesia dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga ekspor, harga domestik, harga di pasar London, GDP Indonesia, GDP Amerika Serikat, dan GDP Inggris. Harga ekspor teh dipengaruhi secara positif oleh harga teh di pasar New York. harga di pasar London. dan dipengaruhi secara negatif oleh harga teh dan penawaran teh India. Ekspor teh dipengaruhi positif oleh harga lelang di Jakarta, GDP Indonesia dan Inggris dan dipengaruhi secara negatif oleh harga teh domestik dan ekspor teh India.

Herath dan Silva (2011) meneliti mengenai "Strategies for Competitive

Advantage in Value Added Tea Marketing". Dimana tujuan penelitian ini adalah

untuk menganalisis pemasaran dan produk strategi inovasi diadopsi oleh para

4

(27)

perusahaan dengan tujuan mencari kontribusinya terhadap posisi yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam nilai tambah industri teh.Hasil penelitian menunjukkan bahwa membangun merek, niche pemasaran, diferensiasi produk, biaya kepemimpinan, dan fokus pelanggan merupakan strategi yang paling menonjol yang diadopsi oleh perusahaan. Strategi perusahaan yang penting yang menjadi pembeda dari pesaing dan menempatkan mereka di antara pemimpin pasar diantaranya yaitu memperluas pasar di luar negeri, perdagangan yang adil, kelestarian lingkungan, dan identifikasi pengiriman yang lebih cepat, pengambilan keputusan yang strategis, dan pengambilan resiko oleh para pemimpin perusahaan merupakan strategi perusahaan yang penting yang menjadi pembeda dari pesaing dan menempatkan mereka di antara pemimpin pasar.

Samantaray dan Ashutosh (2012) melakukan penelitian tentang An

Analysis Of Trends Of Tea Industry In India. Penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari tren industri teh di India dengan menggunakan berbagai alat analisis yaitu analisis regresi, analisis time series dan analisis cluster. Studi ini menunjukkan bahwa India tidak mampu mengekspor teh lebih banyak lagi dari yang diproduksi. Lebih lanjut diungkapkan bahwa bagaimana produksi bervariasi dengan daerah dimana teh ini tumbuh, yaitu, utara dan selatan. Penelitian ini menyimpulkan untuk memberikan temuan penting dan wawasan tentang tren industri yang memberikan kontribusi untuk perekonomian India.

Sahoo, Mukherjee dan Roy (2013) dalam penelitiannya mengenai

Measuring Degree of Global Competitiveness: A Case on World Tea Industry.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis pangsa pasar, analisis tren, dan

analisis degree of competitivenes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

persaingan global untuk produksi teh menurun selama bertahun-tahun, sedangkan, pangsa pasar India juga menurun. Hal ini menunjukkan ancaman untuk teh di India. Di antara sepuluh negara penghasil produksi teh, hanya China yang menduduki pangsa pasar paling besar dibandingkan dengan sembilan negara lainnya. India adalah salah satu negara yang pangsa pasar tehnya menurun. Jadi, secara keseluruhan itu adalah ancaman besar bagi industri teh India karena Cina memegang pangsa pasar pang besar dibandingkan sembilan negara lainnya.

Daya Saing dengan Metode Policy Analysis Matrix (PAM)

(28)

Novianti (2003) melakukan penelitian mengenai analisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas unggulan sayuran. Metode analisis yang digunakan adalah PAM dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kentang, cabe merah keriting, bawang merah secara finansial dan ekonomi menguntungkan. Hasil analisis daya saing menunjukkan bahwa di ketiga daerah penelitian. komoditas kentang dan bawang merah di daerah penelitian menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu, artinya kedua usahatani komoditas unggulan tersebut memiliki daya saing (komparatif dan kompetitif). Hasil dampak input-output menunjukkan bahwa berdasarkan koefisien proteksi efektif, adanya kebijakan Pemerintah berdampak disinsentif terhadap petani produsen kentang dan kubis. Hasil perubahan kebijakan menunjukkan bahwa usahatani kentang lebih peka terhadap perubahan yang terjadi.

Elbadawi et.al (2012) melakukan penelitian mengenai Assessing the

Competitiveness of Sheep Production in Selected States in Sudan. Alat analisis

yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi Pemerintah pada produksi domba dalam hal pajak berdampak negatif terhadap daya saing ekspor domba di negara-negara yang dipilih. Produksi domba menunjukkan daya saing yang kuat. Hal ini terlihat dari indikator DRC yang menunjukkan bahwa Sudan memiliki keunggulan komparatif dalam produksi domba di negara-negara yang dipilih. Kordofan Utara telah terbukti lebih efektif dalam menghemat devisa, diikuti oleh Gadarif. Pada

International Value Added (IVA) terbukti memiliki nilai positif pada devisa atau

tabungan. Koefisin ekspor domba pada coefficient of international

competitiveness (CIC) mengindikasikan bahwa ekspor domba ini menguntungkan

dan memiliki daya saing secara internasional. Rekomendasi terhadap Pemerintah berdasarkan penelitian ini yaitu diharapkan dapat mendorong produksi domba, meningkatkan tingkat output, peningkatan produktivitas domba, dan Pemerintah harus mengurangi pajak dari produksi domba.

Waqar et.al (2007) menganalisis mengenai Analysis of Economic

Efficiency and Competitiveness of the Rice Production Systems of Pakistan’s

Punjab, dengan menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil

menunjukkan bahwa peningkatan produksi beras Basmati dapat menyebabkan peningkatan ekspor. Produksi padi IRRI di Punjab Pakistan ditandai oleh kurangnya efisiensi ekonomi yang mengakibatkan inefisiensi penggunaan sumber daya untuk menghasilkan komoditas. Di sisi lain, baik beras Basmati dan padi IRRI di Punjab menunjukkan kurangnya daya saing di tingkat petani, hal ini ditandai adanya keuntungan privat yang negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur insentif yang berlaku secara negatif mempengaruhi petani. Sebuah divergensi negatif antara keuntungan privat dan sosial menyiratkan bahwa efek bersih dari intervensi kebijakan adalah untuk mengurangi profitabilitas tingkat petani dari kedua sistem produksi padi di Punjab. Hasil penelitian menyoroti kebutuhan untuk menghapus kebijakan yang ada distorsi dalam struktur insentif ekonomi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan daya saing untuk mencapai tingkat petani dalam produksi padi.

Abedi et.al (2011), melakukan penelitian tentang Determining

Comparative Advantages of Corn in Optimal Cultivation Pattern. Alat analisis

(29)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung memiliki keunggulan komparatif di semua daerah di provinsi Kermanshah, sementara dalam pola budidaya optimal 37.5 persen daerah yang ada rotasi dan 50 persen daerah di kurangnya rotasi, areal jagung telah meningkat. Selain itu, perbandingan pola budidaya optimal yang dihasilkan dari model pemrograman linear dengan peringkat tanaman berdasarkan indeks keunggulan komparatif menunjukkan bahwa, ketersediaan sumber daya dan keterbatasan, biaya input tradable dan non tradable dan hasil akan menyebabkan pergeseran dalam keunggulan komparatif tanaman ke tanaman lainnya. Faktor-faktor pendukung seperti kebijakan dan rotasi tanaman mungkin memberikan efek pada keunggulan komparatif dan pola budidaya yang optimal.

Daya Saing Tanaman Perkebunan

Beberapa penelitian daya saing dengan menggunakan PAM banyak dilakukan seperti halnya Desianti (2002) yang meneliti mengenai Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap profitabilitas dan daya saing kopi robusta Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matriks (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua petani memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif seperti yang ditunjukkan oleh Biaya Sumber Daya Domestic (DRC) dan Rasio Biaya Privat (PCR) yang memiliki koefisien kurang dari satu. Namun berdasarkan nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC), kebijakan Pemerintah yang efektif untuk produksi biji kopi robusta hanya di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur saja. Sementara di wilayah lainnya (Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi) kebijakan Pemerintah tidak efektif.

Serlina (2001), melakukan penelitian terkait dengan daya saing dan efisiensi tataniaga komoditas jambu mete di Sulawesi Tenggara dimana penulis menggunakan analisis Biaya Sumber Daya Domestik (BSD) untuk melihat daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif). Sedangkan pada analisis efisiensi tataniaga menggunakan analisis saluran tataniaga dan margin tataniaga serta keterpaduan pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan jambu mete di Sulawesi Tenggara secara umum memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, baik pada orientasi promosi ekspor maupun dan perdagangan antar daerah (PAD).

Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai KBSD tetap lebih kecil dari satu, yang berarti meskipun ada perubahan-perubahan harga input, ouput, dan tingkat produktivitas, komoditas jambu mete tetap efisien baik secara ekonomi maupun secara finansial untuk orientasi promosi ekspor (PE), dan perdagangan Antar Daerah (PAD) di Sulawesi Tenggara. Dalam analisis efisiensi tataniaga, dengan membandingkan saluran dan margin tataniaga terlihat bahwa sistem tataniaga jambu mete baik untuk gelondongan maupun kaang mete mentah ini dapat dikatakan efisien. Jika dilihat dari keterpaduan pasar petani dan acuan (eksportir dan konsumen lokal) maka nilai yang diperoleh belum mencapai satu, atau dapat dikatakan pasar masih kurang terpadu.

(30)

Bangka Belitung ini menguntungkan (baik secara keuntungan privat mapupun sosial), dan usahatani lada putih ini memiliki daya saing dari segi keunggulan komparatif (nilai DRCR<1) maupun kompetitif (nilai PCR<1). Selanjutnya kebijakan Pemerintah tidak menyediakan perlindungan efektif untuk memproduksi lada putih. Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap indikator keuntungan menunjukkan bahwa usahatani lada putih lebih peka (sensitif) terhadap penurunan produksi sebesar 20 persen dan penurunan harga output lada putih sebesar 20 persen.

Neptune dan Andrew (2006) meneliti tentang Competitiveness Of Cocoa

Production Systems in Trinidad and Tobago. Alat analisis yang digunakan adalah

Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil menunjukkanbahwa semua sistem produksi

kakao (small farm traditional, large farm traditional, dan large farm intensive

cultivation) menguntungkan, dan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

Meskipun demikian, sistem produksi kakao untuk small farm traditional memiliki keuntungan yang rendah jika dibandingkan dengan large farm traditional, dan

large farm intensive cultivation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya

tingkat profitabilitas per hektar untuk small farms dikarenakan luas areal yang menurun dan output yang juga menurun.

Rodgers (2008) dengan melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi sistem efisiensi Agroforestri Petani karet di Jambi. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) untuk menganalisis efisiensi produksi dan keuntungan penggunaan analisis neraca lahan yang dibandingkan dengan sistem neraca lahan tahunan (petani karet monokultur dan sistem petani karet agroforestry). Analisis PAM dihitung berdasarkan harga privat dan sosial dan nilai NPV (Net Present Value) pada harga privat sebagai indikator insentif produksi dan harga sosial yang menghapus dampak kebijakan Pemerintah (pajak, subsidi, dan pungutan lokal lainnya). Penggunaan indikator DRC dan PCR pada PAM dirasa cukup baik.

3 KERANGKA PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori Perdagangan Internasioanal

(31)

Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan maka terjadilah perdagangan internasional (Halwani 2005).

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (scale of economy) dalam produksi. Hal ini berarti, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang (Basri 2010).

Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya di tiap-tiap negara. Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa, dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak diproduksi sama sekali. Dengan demikian akan berkembang hubungan saling ketergantungan dan peranan perdagangan internasional dari setiap negara akan menjadi penting. Secara lebih jelas aliran perdagangan internasional terdapat pada Gambar 2.

P

Gambar 2 Aliran perdagangan Internasional Sumber: Salvator 1997

Keterangan:

P2 :Harga keseimbangan di pasar dunia

P3 :Harga keseimbangan di negara B sebelum berdagang P1 :Harga keseimbangan di negara A sebelum berdagang Da :Permintaan domestik negara A

Daya saing didefenisikan sebagai kemampuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dalam lingkungan global selama biaya imbangnya lebih rendah dari

(32)

penerimaan sumber daya yang digunakan (Esterhuizen 2008). Menurut Uchida dan Cook (2004), menyatakan bahwa daya saing berkaitan erat dengan teknologi yang menghasilkan peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas produk. Peningkatan spesialisasi teknologi juga memungkinkankan dilakukannya pengembangan kapasitas.

Daya saing dapat diidentifikasikan dengan masalah produktivitas, yakni dengan melihat tingkat ouput yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktivitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (Porter 1990). Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditi atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan suatu komoditi tersebut secara efisien dibanding negara lain.

Teori daya saing dalam penelitian ini berdasarkan pada kerangka Policy

Analysis Matrix (PAM). Konsep daya saing dalam PAM dikategorikan menjadi 2

macam yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif menyatakan keunggulan yang dimiliki ketika pasar tidak terdistorsi yaitu didekati dengan menilai biaya dan penerimaan menggunakan harga sosial sedangkan keunggulan kompetitif adalah keunggulan pada saat harga aktual dimana ada distorsi Pemerintah.

Keunggulan Komparatif

Konsep keunggulan komparatif pertama kali dicetuskan oleh david Ricardo yang dikenal dengan nama hukum keunggulan komparatif (law of

comparative advantage) atau Teori Ricardian. Teori ini menyatakan bahwa

keunggulan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antar negara. Hal ini berarti bahwa berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan produktivitas antar negara (Basri 2010).

Teori Ricardo berpendapat bahwa keunggulan komparatif muncul karena berbeda dalam teknologi antar negara. Namun, hal berbeda menurut Teori Heckscher-Ohlin (H-O) yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan penggunaan faktor produksi tersebut secara relatif intensif dalam kegiatan produksi barang ekspor. Model H-O telah dikembangkan oleh 3 teori penting yaitu factor-price

equalization theorem, Stopler-Samuelson Theorem dan Rybzynski theorem.

Pearson et al. (2005) mengemukakan bahwa keunggulan komparatif bersifat dinamis, dengan kata lain keunggulan komparatif tidak stabil dan dapat diciptakan karena dipengaruhi oleh perubahan dalam sumberdaya alam, perubahan faktor-faktor biologi, perubahan harga input, perubahan teknologi, dan biaya transportasi. Suatu daerah yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan telah mencapai efisiensi ekonomi yang terkait dengan kelayakan secara ekonomi.

(33)

keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut yang besar. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya antara lain ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi (Zulkarnaini 2007).

Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur daya saing suatu aktivitas pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu kegiatan dimana keuntungan privat dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku dan nilai uang yang berlaku berdasarkan analisis finansial. Harga pasar adalah harga yang sebenarnya dibayar oleh produsen untuk membeli faktor produksi dan harga yang benar-benar diterima dari hasil penjualan output. Keunggulan kompetitif lebih sesuai untuk menganalisis kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et.al 1978). Komoditi yang memiliki keunggulan kompetititf dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial. Dengan kata lain konsep keunggulan kompetitif ini didasarkan pada perekonomian yang berada dalam distorsi Pemerintah.

Salah satu faktor untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah teknologi, karena dengan adanya kemajuan teknologi, untuk menghasilkan sejumlah output yang sama diperlukan kombinasi pemakaian input yang lebih sedikit. Keadaan ini disebabkan karena produktivitas input yang meningkat dengan kemajuan teknologi tersebut (Sugiarto et al. 2005).

Teori Kebijakan Pemerintah

(34)

Tabel 7 Klasifikasi kebijakan Pemerintah terhadap harga komoditi PE : Produsen Barang Orientasi Ekspor TCE : Hambatan Barang Ekspor

PI : Produsen Barang Substitusi Impor TPI : Hambatan Barang Impor

Pada Tabel 7 menunjukan bahwa kebijakan harga dapat dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama. tipe instrumen yang berupa subsidi atau kebijakan perdagangan. Kedua kelompok penerima, meliputi produsen atau konsumen, dan ketiga tipe komoditas yang berupa komoditas dapat di impor atau dapat diekspor. 1. Tipe Instrumen

Dalam kebijakan tipe instrumen, dibedakan pengertian antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi adalah pembayaran dari dan atau untuk Pemerintah. Apabila dibayar dari Pemerintah maka disebut subsidi positif, sedangkan apabila dibayar untuk Pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Pada dasarnya, subsidi positif dan negatif bertujuan untuk menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasional untuk melindungi konsumen atau produsen dalam negeri.

(35)

a. Implikasi Pada Anggaran Pemerintah

Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran Pemerintah, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran Pemerintah dan subsidi negatif (pajak) akan menambah anggaran Pemerintah.

b. Tipe Alternatif Kebijakan

Ada delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barang orientasi ekspor (PE) dan barang substitusi impor (SI) yaitu :

a. Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor (S+PI) b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) c. Subsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor (S-PI) d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) e. Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor (S+CI) f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) g. Subsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor (S-CI) h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE)

Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen membuat harga yang diterima menjadi lebih tinggi bagi produsen dan lebih rendah bagi konsumen. Penerapan subsidi negatif (pajak) membuat harga yang diterima produsen lebih rendah, dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga lebih tinggi. Pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe yaitu hambatan pada barang impor (TPI) dan hambatan perdagangan pada barang ekspor (TPE). Aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota sepanjang Pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan, sedangkan dampak dari perluasan ekspor atau impor tidak dapat diciptakan oleh kebijakan perdagangan. Negara hanya dapat melakukan subsidi impor atau ekspor dan memperluas perdagangan. c. Tingkat Kemampuan Penerapan

Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditas baik komoditas

tradable maupun komoditas non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan

hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (tradable). 2. Kelompok Penerima

Kelompok kedua dari klasifikasi kebijakan adalah apakah kebijakan dimaksudkan untuk konsumen atau produsen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer di antara produsen, konsumen dan keuangan Pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, Pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer, ketika produsen memperoleh keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, dan sebaliknya ketika konsumen memperoleh keuntungan dan produsen mengalami kerugian. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain, tetapi dengan adanya transfer yang diikuti oleh efisiensi ekonomi yang hilang. Maka keuntungan yang diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diderita. Oleh karena itu, manfaat yang diperoleh kelompok tertentu (konsumen, produsen atau keuangan Pemerintah) adalah lebih kecil dari jumlah yang hilang dari kelompok yang lain.

3. Tipe Komoditas

(36)

kebijakan harga, maka harga domestik adalah sama dengan harga dipasar internasional, dimana untuk barang yang diekspor digunakan harga fob (harga di pelabuhan ekspor) dan untuk barang yang dapat diimpor digunakan harga cif (harga pelabuhan impor). Kebijakan harga yang ditetapkan pada input dapat berupa kebijakan subsidi baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak) dan kebijakan hambatan perdagangan yang berupa tarif dan kuota.

Kebijakan Pemerintah pada Harga Output

Kebijakan Pemerintah pada output dapat berupa subsidi dan pajak. Kebijakan Pemerintah terhadap output baik berupa subsidi dan pajak dapat diterapkan pada barang ekspor maupun impor. Kebijakan Pemerintah terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient On Output/NPCO). Dampak dari subsidi positif terhadap produsen dan konsumen pada barang impor terdapat pada Gambar 3.

.

Gambar 3 Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang impor

Sumber : Monke dan Pearson 1989 Keterangan :

Pw : Harga di pasar internasional Pd : Harga di pasar domestik

Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi PE : Produsen barang orientasi ekspor

PI : Produsen barang substitusi impor CE : Konsumen barang orientasi ekspor CI : Konsumen barang substitusi impor S+ : Subsidi positif

S- : Subsidi negatif (Pajak)

(37)

Gambar 3(a) merupakan gambar subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima oleh produsen domestik lebih tinggi dari harga di pasar internasional. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi tetap pada Q3. Harga yang diterima konsumen akan tetap sama dengan harga di pasar dunia. Subsidi ini akan menyebabkan jumlah impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Tingkat subsidi per output sebesar (Pp – Pw) pada output Q2, maka transfer total dari Pemerintah kepada produsen sebesar Q2 x (Pp – Pw) atau PpABPw. Subsidi menyebabkan barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri dengan biaya korbanan sebesar Q1CAQ2, sedangkan opportunity cost yang diperoleh jika barang tersebut diimpor adalah sebesar Q1CBQ2. Dengan adanya subsidi tersebut, maka akan terjadi kehilangan efisiensi sebesar CAB. Gambar 3(b) menunjukkan subsidi untuk produsen barang ekspor. Adanya subsidi dari Pemerintah menyebabkan harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar dunia. Harga yang tinggi berakibat pada peningkatan output produksi dalam negeri dari Q3 ke Q4, sedangkan konsumsi menurun dari Q1 ke Q2 sehingga jumlah ekspor meningkat dari Q3 ke Q4. Tingkat subsidi yang diberikan Pemerintah adalah sebesar GABH.

Gambar 3(c) menunjukkan subsidi positif untuk konsumen untuk output yang diimpor. Kebijakan subsidi sebesar Pw–Pd kepada konsumen menyebabkan produksi menurun dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi akan meningkat dari Q3 menjadi Q4 karena kebijakan subsidi akan merubah harga dalam negeri menjadi lebih rendah. Subsidi ini akan menyebabkan peningkatan impor dari Q3- Q1 menjadi Q4-Q2. Transfer Pemerintah terdiri dari dua bagian, yaitu transfer dari Pemerintah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwAPd. Dengan demikian akan terjadi kehilangan efisiensi ekonomi pada sisi konsumsi dan produksi. Di sisi produksi, output turun dari Q2 menjadi Q1 menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar Q2FAQ1 atau sebesar Pw x (Q2-Q1), sehingga terjadi inefisiensi ekonomi sebesar AFB. Di sisi konsumsi opportunity cost akibat peningkatan konsumsi adalah sebesar Pw x (Q4

– Q3) atau sebesar Q3EGHQ4 dengan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EHQ4 sehingga terjadi inefisiensi sebesar EGH. Dengan demikian total inefisiensi yang terjadi adalah sebesar AFB dan EGH.

Gambar 3(d) menunjukkan subsidi untuk barang ekspor, pada grafik tersebut harga dunia (Pw) lebih besar dari harga yang diterima produsen (Pp). Harga yang lebih rendah menyebabkan konsumsi barang ekspor menjadi meningkat dari Q1 menjadi Q2. Perubahan ini akan menyebabkan opportunity cost sebesar Pw x (Q2 –Q1) atau area yang sama dengan kemampuan membayar konsumen yaitu Q1CAQ2, dengan inefisiensi yang terjadi yaitu sebesar CBA.

Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input

Kebijakan terhadap input dapat diterapkan pada input tradable dan input

non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi positif

(38)

1. Kebijakan Input Tradable

Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input

tradable dapat ditunjukan pada Gambar 4. berikut ini :

Gambar 4 Pengaruh pajak dan subsidi pada input tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989

Keterangan: S+ : Subsidi S- : Pajak

S – II : Pajak untuk input impor S + II : Subsidi untuk input impor

Pada Gambar 4.a menunjukkan adanya pajak pada input menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama. output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva suplai bergeser ke kiri atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CA Q2 dengan ongkos produksi dari output Q2BC Q1. Gambar 4.b menggambarkan dampak subsidi input yang menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva suplai bergeser ke kanan bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yaitu perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input.

2. Kebijakan Input Non Tradable

Kebikan yang berlaku pada input non tradable meliputi kebijakan pajak dan subsidi karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non

tradable. Ilustrasi mengenai dampak kebijakan subsidi dan pajak yang diterapkan

Pemerintah pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar

Tabel matriks  PAM
Tabel 3  Volume, nilai dan neraca perdagangan ekspor dan impor teh Indonesia periode 2008–2012
Tabel 7 Klasifikasi kebijakan Pemerintah terhadap harga komoditi
Gambar 3  Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang
+5

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan, analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap output berupa pengurangan kuota impor atau pelarangan impor dan diequilibrium nilai tukar rupiah

Dampak kebijakan kenaikan harga kedelai sebesar 10 persen dan suku bunga sebesar 10 persen dapat dikatakan tidak efisien. Hal tersebut terlihat dari..

Judul Tesis : Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Unggulan Sayuran.. Nama Mahasiswa Tanu Novianti Nomor Pokok

.DNDR PHUXSDNDQ VDODK VDWX NRPRGLWDV HNVSRU ,QGRQHVLD \DQJ SRWHQVLDO XQWXN GLNHPEDQJNDQ NDUHQD NRQVXPVL NDNDR GXQLD \DQJ FHQGHUXQJ PHQLQJNDW 1DPXQ NDNDR QDVLRQDO PHQJKDGDSL

Berdasarkan hasil analisis sensi- tivitas pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perubahan harga output kedelai domestik sebesar 15,00 persen, depresiasi nilai tukar dan upaya

Secara keseluruhan, analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap output belimbing dewa di Kota Depok mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah terhadap output mampu

Dengan kata lain pengaruh instrumen kebijakan pemerintah dalam pasar input - output yang diterapkan saat ini menimbulkan dampak disinsentif terhadap pengembangan usaha

Demikian halnya harga sosial output (jagung pipilan kering) pada harga sosial sebesar Rp.2.728 per kilogram, sedangkan harga privatnya sebesar Rp.4.500 per kilogram,