PERTUMBUHAN KARANG LUNAK (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura DAN PERKEMBANGAN
GONAD Sinularia dura HASIL FRAGMENTASI BUATAN DI
PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
DONDY ARAFAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2009
ABSTRACT
DONDY ARAFAT. Soft Coral Growth (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum and Sinulariadura and Gonadal Development Sinulariadura as a Result of Artificial Fragmentation in Pramuka Island, Kepulauan Seribu, Jakarta. Under direction of Neviaty P. Zamani, Adi Winarto
Soft coral is one of the important parts of the coral reef ecosystem, as the second largest component after hard coral. Soft coral contribute to the formation of “reef” in coral reef ecosystems. The aim of this research were to examine information on reproduction and growth of soft coral, as a basic information for soft coral culture and soft coral stock. This research was conducted using the fragmentation method of the soft coral Lobophytum strictum and Sinularia dura on two water depth (3m & 10m). Sampling were carried out since June 2007 until March 2008, at the Marine Protected Area (MPA), Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta. Sinularia dura and Lobophytum strictum have a high survival rate after fragmentation, the growth rate of Lobophytum strictum was bigger than Sinularia dura. In comparison evaluation of gametocyte growth showed that the number of Sinularia dura’s ovum, at the full moon phase, with the age 18 months was bigger than the 10 months.
RINGKASAN
DONDY ARAFAT. Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan ADI WINARTO
Penelitian ini dilakukan sejak Bulan Juni 2007 hingga Maret 2008 di perairan Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan Pertumbuhan karang lunak, serta menganalisa struktur histologi dan perkembangan gonad karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan. Lokasi penurunan rak transplantasi terletak di Area Perlindungan Laut (APL) pada dua kedalaman yakni kedalaman 3 meter dan 10 meter. Penelitian ini dilakukan melewati beberapa tahapan yakni tahap awal 1 bulan persiapan, 10 bulan waktu pengukuran pertumbuhan (Juni 2007 - Maret 2008). Bulan ke-10 dan ke-18 setelah pengukuran dilakukan analisa histologi untuk melihat perkembangan gonad karang lunak yang telah ditransplantasikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup tertinggi yakni terdapat pada karang lunak jenis Lobophytum strictum dikedalaman 3 meter dan 10 meter yakni 100 %, sedangkan tingkat kelangsungan transplantasi karang lunak selama penelitian pada spesies Sinularia dura yakni 80 % pada kedalaman 3 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter yakni 100%. Pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter yakni panjang 1,785 cm dan lebar 2,061 cm, berikutnya pertumbuhan pada kedalaman 10 meter yakni panjang 1,512 cm dan lebar 1,541 cm. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%, menunjukkan antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang dan lebar diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05). Spesies yang kedua yakni Lobophytum strictum memiliki pertumbuhan panjang 4,03 cm dan lebar 3,39 cm pada kedalaman 3 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter memiliki pertumbuhan yakni panjang 3,63 cm dan lebar 3,69 cm. Hasil dari Analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%, bahwa antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang dan lebar diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05).
membesar karena butiran-butiran sitoplasma mulai berkembang menyebar ke seluruh bagian oosit sehingga warna oosit mulai agak terang. Oosit pada tahap ini dapat ditemukan pada rongga gastrovaskular karena sudah terlepas dari pedikel. Ada beberapa oosit yang telah matang dan mencapai ukuran maksimum. Variasi perkembangan sel gamet pada karang lunak Sinularia dura hasil fragmentasi buatan yang ditransplantasi, menunjukkan bahwa fragmentasi tidak mempengaruhi siklus reproduksi perkembangan karang lunak.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PERTUMBUHAN KARANG LUNAK (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura DAN PERKEMBANGAN
GONAD Sinularia dura HASIL FRAGMENTASI BUATAN DI
PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
DONDY ARAFAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta
Nama Mahasiswa : Dondy Arafat N R P : C551060061 Program Studi : Ilmu Kelautan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc drh. Adi Winarto, Ph.D
Ketua Anggota
Diketahui
Tanggal Ujian : 29 Juli 2009 Tanggal Lulus : Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala karunia-Nya berupa kesehatan dan keluangan waktu sehingga
penelitian tesis mengenai “Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta” ini
dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di
Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
dan drh. Adi Winarto, Ph.D selaku komisi pembimbing yang banyak memberikan
masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga sangat berterimakasih kepada
Program Hibah Bersaing tahun 2006 yang diketuai Dr. Hefni Effendi, M.Phil
selaku penyandang dana penelitian. Tim Hibah Bersaing 2006 (Prof. Dr. Ir. Dedi
Soedharma, DEA, Beginer Subhan, S.Pi, Ir. Mukzijat Kawaroe, M.Si) yang telah
memberikan bantuan baik fisik maupun moral, rekan-rekan kuliah Program Studi
Ilmu Kelautan 2006 (Rico, Dobo, Iis, Mila, Mukti, Erna, Ria, Pak Ngadiran, Ira,
Ratih, Syahrul, Om faisal, Tante Katrin dan Bung Degen), teman-teman [Gita
Pradipta, Beginer Subhan, Citra, Iqbal S Goeltom, Ramadian Bachtiar] yang telah
menginspirasi dan menjadi teman diskusi, keluarga [Ayahanda Sastra Yuddin dan
Ibunda Doetje Eka Dharma, dan Adinda Goura Genni Perca yang senantiasa
memberi doa dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan serta semua
yang telah berkontribusi dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada
Program Beasiswa COREMAP yang telah memberikan bantuan dana penulisan
tesis.
Tentunya masih ada berbagai kekurangan dalam tesis ini sehingga saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan
di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat pada tanggal 1 Mei 1982, anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Sastra Yuddin dan ibu Doetje Eka Dharma.
DAFTAR ISI
Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak ... 7
Karang Lunak yang Ditransplantasi ... 8
Marga Lobophytum menurut Verseveldt (1982) ... 8
Marga Sinularia menurut Verseveldt (1980) ... 9
Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu ... 10
Reproduksi Karang Lunak ... 12
Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak ... 17
Peranan Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak ... 17
Senyawa terpenoid sebagai pelindung terhadap predator ... 17
Senyawa terpenoid untuk merebut ruang hidup ... 18
Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang ... 18
METODE PENELITIAN ... 23
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
Bahan dan Alat ... 24
Bahan dan alat penelitian untuk transplantasi ... 24
Bahan dan alat penelitian untuk Histologi ... 24
Prosedur Penelitian ... 25
Analisis Data ... 30
Tingkat Kelangsungan Hidup ... 30
Pertumbuhan ... 31
Rancangan Percobaan ... 31
Pengukuran Tingkat Kematangan Gonad ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
Adaptasi Karang Lunak Hasil Fragmentasi (Pemotongan) ... 32
Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmen karang Lunak ... 35
Pertumbuhan ... 37
Pertumbuhan Spesies Sinularia dura ... 38
Pertumbuhan Spesies Lobophytum strictum ... 40
Laju Pertumbuhan ... 43
Laju Pertumbuhan spesies Sinularia dura ... 43
Laju Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum ... 45
Pertambahan Jumlah Cabang Fragmen Karang Lunak ... 47
Pengamatan Struktur Histologi Gonad Karang lunak ... 48
Struktur Histologi Karang lunak Hasil Transplantasi ... 48
Alat Reproduksi Seksual Karang Lunak Hasil Transplantasi ... 51
Kondisi Lingkungan Perairan Lokasi Penelitian... 55
Parameter Fisika Lingkungan ... 56
Parameter Kimia Lingkungan ... 58
KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pendekatan masalah ... 2
2. Penampang melitang polip karang lunak Anggota Octocorallia
(Bayer, 1956) ... 5
3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c)
Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium ... 9 4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985
dalam Manuputty, 2002) ... 11
5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens
(Achituv dan Benayahu, 1990) ... 14
6. Lokasi Rak Transplantasi Penelitian; Pulau Pramuka – Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta ... 23
7. a. Perakitan Rak Transplantasi Karang Lunak, Lokasi Pulau
Pramuka ... 25
b. Desain rak transplantasi karang lunak, dilapisi dengan jaring ... 25
8. Bibit Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) yang diambil disekitar
perairan Pulau Pramuka ... 26
9. Susunan fragmen karang lunak jenis Lobophytum strictum
ditransplantasi dengan substrat dan disusun pada rak transplantasi ... 27
10.Ilustrasi Penempelan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) pada
substrat ... 28
11.Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea) ... 32
12.Proses adaptasi karang lunak spesies Lobophytum strictum hasil
fragmentasi pada kedalaman 3 m (periode Juni-Agustus 2007) ... 34
13.Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies
Sinularia dura di perairan Pulau Pramuka ... 35 14.Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies
Lobophytum strictum di perairan Pulau Pramuka ... 36 15.Pertumbuhan Fragmen karang lunak spesies Sinularia dura pada awal
penelitian hingga akhir penelitian (selama 10 bulan) ... 37
16.Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada
kedalaman 3 meter, di perairan Pulau Pramuka ... 38
17.Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada
kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka ... 39
18.Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan
19.Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan
pada kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka ... 41
20.Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter di
perairan Pulau Pramuka ... 44
21.Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 10 meter di
perairan Pulau Pramuka ... 44
22.Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter di perairan Pulau Pramuka ... 45
23.Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 10 meter di perairan Pulau Pramuka ... 46
24.Sampel spesies Sinularia dura yang dilakukan pengamatan struktur
histologi ... 48
25.Penampang vertikal bagian antokodia dari Sinularia dura setelah
dilakukan transplantasi karang lunak selama 10 bulan ... 49
26.Penampang melintang jaringan karang lunak Sinularia dura setelah
selama 10 bulan pasca transplantasi ... 50
27.Sel telur (oosit) yang diketemukan pada Sinularia dura selama
10 bulan pasca transplantasi. Oosit dalam tahap 1 ... 51
28.(A) Sel jantan dan (B) Oosit mencapai kematangan di lapisan
misentri filamen, setelah ditransplantasi selama 10 bulan ... 52
29.Sel telur (oosit) diketemukan pada Sinularia dura setelah 18 bulan
pasca transplantasi. (a. Oosit tahap III; b. Oosit tahap IV) ... 53
30.Sel telur (oosit) pada Sinularia dura setelah 18 bulan pasca
transplantasi (Oosit tahap V) ... 54
31.Sebaran suhu pada kedalaman 3 meter dan 10 meter ... 56
32.Kandungan Oksigen Terlarut (DO) di kedalaman 3 meter dan 10 meter
pada daerah transplantasi ... 59
33.Kandungan Nitrat peraiaran di kedalaman 3 meter dan 10 meter ... 60
34.Kandungan Nitrit di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada
Daerah transplantasi ... 60
35.Kandungan Fosfat di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyonina ... 8
2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian ... 24
3. Parameter Fisika-Kimia Perairan, Satuan dan Alat yang digunakan ... 29
4. Persentase kondisi homeostatis karang lunak (Alcyonacea) dari spesies Sinularia dura dan Lobophytum strictum akibat
fragmentasi buatan ... 33
5. Pertambahan jumlah cabang karang lunak (Alcyonacea) ari spesies Sinularia dura dan Lobophytum strictum
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rata-rata pertumbuhan relatif fragmentasi karang lunak
Sinularia dura selama 10 bulan ... 69 2. Rata-rata pertumbuhan relatif fragmentasi karang lunak
Lobophytum strictum selama 10 bulan ... 70 3. Rata-rata sebaran parameter kimia di lokasi penelitian pada
masing-masing kedalaman ... 71
4. Analisis Ragam antar perlakuan pada pertumbuhan Soft Coral
Jenis Sinnularia sp dengan selang kepercayaan 95% ... 72
5. Analisis Ragam antar perlakuan pada pertumbuhan Soft Coral
Jenis Lobophytum sp dengan selang kepercayaan 95% ... 73
6. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Sinularia dura)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3m ... 74
7. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Sinularia dura)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 m ... 75
8. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Lobophytum strictum)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3m ... 76
9. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Lobophytum strictum)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 m ... 77
10.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Sinularia dura dikedalaman 3 meter ... 78 11.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Sinularia dura dikedalaman 10 meter ... 79 12.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Lobophytum strictum dikedalaman 3 meter ... 80 13.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Lobophytum strictum dikedalaman 10 meter ... 81 14.Analisa Sidik Ragam pertambahan jumlah cabang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan terumbu karang adalah salah satu sumberdaya alam perairan
tropis yang penting dan mempunyai potensi yang besar. Indonesia memiliki
sumberdaya hayati perairan laut dengan keanekaragamannya yang tinggi, akan
tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Karang lunak merupakan bagian dari
ekosistem terumbu karang yang dianggap penting (Benayahu, 1985; Coll 1983
dan Sammarco et.al, 1998) dan merupakan komponen kedua terbesar sesudah karang batu (Manuputty, 1996a), mempunyai peranan yang penting dalam ekologi
terunbu karang, seperti memberikan kontribusi pada pembentukan terumbu. Pada
saat ini terdapat beberapa sumberdaya laut telah dilaporkan yang mempunyai
potensi antara lain: mikroalga, makroalga, karang lunak, echonodermata,
moluska, krustase, ikan dan spons. Menurut Nontji & Satari (1996), melaporkan
bahwa beberapa spesies alga, karang, spons dan tunikata menghasilkan produk
yang menunjukkan aktivitas antibiotik, antijamur, antivirus dan antiinflammatory.
Para ahli biokimia juga memberikan perhatian terhadap karang lunak
karena efektif menghasilkan senyawa biokatif. Para ahli mengharapkan dapat
menemukan senyawa baru yang bermanfaat yang bermanfaat untuk industri dan
farmasi (Grzimek, 1974; Cuthill, 1996). Sekarang ini karang lunak menjadi
perhatian serius bagi para ahli biokimia. Pengkajian bidang bahan alam laut di
Indonesia merupakan suatu kajian yang relatif masih sangat baru. Keberadaan
karang lunak sekarang ini menjadi sorotan dalam dunia bioteknologi, potensi
besar yang dimiliki karang lunak untuk tujuan komersial, terutama untuk
memproduksi secara massal ekstrak kasar senyawa bioaktif atau sebagai novel substance. Langkah pemilihan teknologi tepat guna masih perlu dilakukan, untuk itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendasar dalam usaha peningkatan produksi.
Penelitian mengenai aspek reproduksi pada karang lunak jenis (Octocorallia:
Alcyonacea) Lobophytum strictum, dan Sinularia dura yang menyangkut perkembangan gonad pada habitat alaminya merupakan usaha untuk menggali informasi dasar bila hendak melakukan upaya transplantasi karang lunak ataupun
fragmentasi buatan merupakan usaha penyediaan karang lunak di alam, sedangkan
metode baru budidaya transplantasi karang lunak masih jarang dilakukan. Dari
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pertumbuhan
dan memberikan wawasan baru terhadap dalam perkembangan ilmu di bidang
teknologi reproduksi sebagai persediaan karang lunak.
Pendekatan Masalah
Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat tekanan ekologi misalnya;
pencemaran, pengeboman, bahan kimia dan menyebabkan degradasi populasi
terumbu karang. Rehabilitasi merupakan usaha pemulihan lingkungan baik secara
alami dan buatan, kian marak dilakukan oleh pemerintah demi perbaikkan
ekosistem. Informasi mengenai siklus reproduksi masih kurang khususnya untuk
karang lunak. Sehingga pada saat penerapan teknologi rehabiltasi terkadang masih
memiliki kegagalan yang besar. Teknologi transplantasi dengan metode
fragmentasi buatan merupakan salah satu usaha perbaikan ekosistem. Kompilasi
dari pengetahuan siklus reproduksi dengan transplantasi, diharapkan bahwa usaha
rehabilitasi akan memperbaiki ekosistem terumbu karang. Pengetahuan siklus
reproduksi sangat penting dalam usaha pemilihan bibit benih, yang akan
difragmentasikan dalam usaha perbaikkan lingkungan. Pendekatan masalah
diagram hubungan teknologi transplantasi dengan siklus reproduksi dapat dilihat
pada diagram di bawah ini (Gambar 1):
Berdasarkan permasalahan mengenai kurangnya informasi siklus
reproduksi khususnya karang lunak, menjadi latar belakang dalam penelitian ini.
Selain itu, untuk menilai seberapa besar tingkat keberhasilan metode transplantasi
maka diperlukan referensi perkembangan reproduksi karang lunak dan didukung
dengan aspek bioekologinya, terutama tentang laju pertumbuhan dan tingkat
kelangsungan hidup yang dikaitan dengan karakteristik fisika-kimia perairan
yang banyak mempengaruhinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan karang lunak hasil fragmentasi buatan serta aspek reproduksi
karang lunak jenis melalui pendekatan histologis. Tujuan yang ingin dicapai,
yaitu:
1. Mengetahui tingkat kelangsungan hidup karang lunak
(Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, dan Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada kedalaman yang berbeda.
2. Mengetahui pertumbuhan karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, dan Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada kedalaman yang berbeda.
3. Mengetahui struktur histologi dan perkembangan gonad karang lunak
(Octocorallia:Alcyonacea) spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan.
Hasil dari penelitian fragmentasi karang lunak ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam:
1. Memberikan informasi mengenai reproduksi karang lunak sebagai dasar
dalam usaha pembudidayaan karang lunak
2. Mendapatkan teknik praktis dalam menunjang rehabilitasi dan konservasi
untuk memperbaiki pemulihan keanekaragaman ekosistem terumbu karang
Hipotesa Penelitian Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Umum Karang Lunak (Soft Coral)
Ekosistem terumbu karang pada umumnya biota yang dominan ialah
karang batu. Dalam susunan ekosistem terumbu karang karang Alcyonacea atau
yang dikenal dengan karang lunak merupakan invertebrata terbanyak kedua
sesudah karang batu. Istilah Alcyonaria dipakai sebagai nama umum karang lunak
yang merupakan nama penggolongan sub-kelas karang lunak (sub-kelas
Alcyonaria atau Octocorallia). Menurut Verseveldt 1983, mengumpulkan dan
mengidentifikasi berbagai berbagai jenis karang lunak dari beberapa perairan di
antaranya 46 jenis dari marga Lobophytum Von Marenzeller. Alcyonacea telah dikenal sejak zaman Cretaceous kira-kira 65 juta tahun yang lalu (Bayer, 1956).
Hal ini terbukti dengan adanya fosil-fosil spikula di dalam endapan di laut,
terutama di daerah pasang surut atau di daerah terumbu karang. Anggota
Octocorallia ditemukan di perairan laut, dari perairan di katulistiwa sampai ke
perairan kutub, pada semua kedalaman dari daerah pasang surut (intertidal)
sampai ke perairan terdalam (abyssal), khususnya kelimpahan tertinggi ditemukan di perairan dangkal dan hangat di daerah tropis. (Manuputty, 2002).
Menilik hasil penelitian-penelitian mengenai kandungan bahan-bahan
bioaktif, maka jenis spesies karang lunak tersebut termasuk dalam sumber bahan
aktif (Soedharma, 2005). Karang lunak yang telah banyak diteliti adalah
kandungan kimianya. Tursch et al. (1978) telah mengisolasi senyawa terpen dari beberapa jenis karang lunak. Senyawa terpen ini telah menarik perhatian para ahli
kimia terutama yang meneliti senyawa-senyawa alamiah karena dapat digunakan
dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur dan senyawa anti tumor.
Sedangkan kegunaannya bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal
terhadap serangan predator, dalam hal memperebutkan ruang lingkup, dan dalam
proses reproduksi (Coll & Sammarco, 1986), kemudian menemukan bahwa
senyawa terpen karang lunak dihasilkan oleh zooxanthella yaitu alga uniseluler
Morfologi dan Anatomi
Anggota Octocorallia memiliki tubuh berupa polip dengan delapan
tentakel atau lengan yang berduri (pinnula), fungsinya untuk membantu
mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Dilanjutkan dengan
delapan mesentri yaitu jaringan lunak berupa septa yang menggantung dan
membagi rongga dalam tubuhnya menjadi delapan bagian. Perbedaan yang lain
adalah secara anatomis, yaitu pada kandungan spikula/sklerit yang merupakan
penyokong dan pembentuk tekstur tubuh (Manuputty, 1996; Fossa dan Nilsen,
1998).
Menurut Bayer (1956), polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu
antokodia, kaliks dan antostela (Gambar 2). Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke dalam jaringan tubuh. Apabila antokodia ditarik ke dalam, maka yang nampak
dari atas adalah pori-pori kecil seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah
yang disebut kaliks. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan
dengan deretan duri-duri di sepanjang sisinya. Duri-duri ini disebut pinnula, fungsinya untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut.
Selain tentakel, ditemukan mulut (sifonoglifa) yang melanjutkan diri membentuk septa. Antokodia juga mengandung spikula yang letaknya berderet sampai ke
ujung masing-masing tentakel. Pada pangkal tentakel terdapat mulut yang
berbentuk kepingan yang disebut stomodeum. Lanjutan mulut berupa saluran pendek disebut farinks atau esofagus. Bagian dalam farinks disusun oleh sel-sel epitel kelenjar dan sel-sel epitel kolumnar yang berflagela. Fungsi flagela untuk
membantu mengalirkan air ke dalam rongga perut pada proses respirasi. Sel-sel
epitel tadi tersusun sedemikian rupa sehingga bagian dalam farinks berbentuk
alur-alur yang disebut sifonoglifa. Bagian polip dimana sifinoglifa terletak disebut
bagian ventral, sebaliknya yang berseberangan dengannya disebut bagian dorsal.
Pada kaliks terdapat rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks
(yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa), benang-benang septa dan organ reproduksi atau gonad.
Fungsi lain dari polip ini adalah berperan dalam proses reproduktif, yaitu
menghasilkan gamet. Polip-polip ini juga sebagian bergerak untuk berekspansi
dan berkonstraksi, sebuah proses yang dapat dilihat pada beberapa koloni
(Ruppert dan Barnes, 1994; Fossa dan Nilsen, 1998). Octocorallia umumnya
memiliki warna yang indah. Warna-warna ini dihasilkan oleh sejumlah
Zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang, yang menghasilkan pigmen coklat, kuning, hijau dan sebagainya (Manuputty, 1996). Zooxanthellae ini mulai masuk ke jaringan polip karang lunak pada saat masih berbentuk telur
Zooxanthellae yang berenang ke dalam rongga mesentri lewat mulut, kemudian menginfeksinya (Kinzei, 1973 in Sorokin, 1993).
Karang lunak ordo Alcyonacea yang mengandung Zooxanthellae adalah genus Alcyonium, Lithophyton, Lobophytum, Sarcophyton, Sinularia, Capnella, Cladiella, Lemnalia, Paralemnalia. Pada jenis Cespitularia, Sarcophyton, Lobophytum dan Sinularia, Zooxanthellae ditemukan pada jaringan tubuh dan tentakelnya, tetapi pada jenis Cladiella, Zooxanthellae hanya ditemukan pada tentakelnya, sedangkan pada jenis Dendronephtya, Stereopnephthya dan Umbellulufera, Zooxanthellae tidak ditemukan (Sorokin, 1993).
Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak
Menurut Bayer (1983), bahwa bentuk pertumbuhan (percabangan) karang
lunak memiliki beberapa motif. Bentuk pertumbuhan (percabangan) karang lunak
diuraikan sebagai berikut :
Lobata : bertangkai pendek atau panjang, kapitulum terdiri atas lobus
yang berbentuk jari pendek atau tonjolantonjolan bulat yang tidak
beraturan bentuk maupun ukurannya.
Encrusting : kapitulum tanpa tangkai, pertumbuhan koloni merambat dan melekat erat di dasar, pada permukaan atas kapitulum terdiri dari
kumpulan lobus berbentuk bulatan atau seperti pematang yang
tegak lurus.
Arboresen : bentuk pertumbuhan seperti pohon dengan batang utama dan
cabang-cabang.
Glomerata : bentuk pertumbuhan arboresen dengan cabang primer
bergerombol pendek dan rapat, melekat pada batang utama
divarikata : bentuk pertumbuhan arboresen, dari cabang primer
bercabang menjadi cabang sekunder namun tidak rapat.
Umbellata : bentuk pertumbuhan seperti arboresen tetapi cabang primer dan
Karang lunak dari Sub-ordo Alcyoniina, adalah hewan yang mempunyai
bentuk yang sangat bervariasi dan mempunyai jumlah spesies yang besar.
Sub-Ordo Alcyoniina terdiri dari enam famili, yaitu: Paralcyoniidae (Fasciculariidae,
Viguierotidae), Alcyoniidae, Asterospiculariidae, Nephtheidae, Nidaliidae dan
Xeniidae. Dari keenam famili ini, Famili Alcyoniidae dan Nephtheidae
mempunyai genus yang relatif banyak (Tabel 1) (Fossa dan Nilsen, 1998).
Tabel 1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyoniina.
No. Famili Genus
Alcyonion, Acrophytum, Anthomastus, Bellonella, Cladiella
(=Lobularia,=Microspicularia,=Spaerella),
Lobophytum, Metalcyonum, Minabea, Malacacanthus, Parerythropodium, Sarcophyton, Sinularia, Dampia, Eleutherobia, Inflatocalyx, Ceratocaulon
Asterospiculata
Nephthea, Capnella (=Eunephtya), Daniela, Drifa, Duva, Gersemia, Lemnalia, Litophyton (=Ammothea), Dendronephtthya (=Morchellana, = Roxasia,= Spongodes), Neospongedes,
Xenia, Anthelia, Cespitularia, Efflatounaria, Fungulus, Heteroxenia, Sympodium
Sumber: Fossa dan Nilsen (1998)
Karang Lunak yang Ditransplantasi
Marga Lobophytum menurut (Verseveldt. 1982; Manuputty. 2002)
Koloni besar dan merambat dengan kapitulum yang lebar, permukaan atas
dapat berupa lobata yakni berbentuk jari (digitata) atau juga mempunyai
pematang-pematang, letaknya tegak lurus dengan permukaan kapitulum. Warna
koloni kuning atau kehijauan yang merupakan perbedaan yang kontras dengan
jenis Alcyonacea lainnya, dan ada beberapa yang berwarna krem. Diketemukan
Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia Bangsa: Alcyonacea
Sub-Bangsa: Alcyoniia Suku : Alcyoniidae
Marga : Lobophytum
Jenis : Lobophytum strictum (Bayer, 1956; Verseveldt, 1983; Manuputty 2002)
Jenis ini umumnya ditemukan dimana-mana terutama pada perairan yang
jernih. Koloni bertangkai pendek, sepintas nampak seperti mengerak (encrusting). Lobus pada bagian tepi bergelombang, dan pada bagian tengah digitiformis
(berbentuk seperti jari) (Tixier Durivault, 1957 dalam Manuputty 2002).
Gambar 3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c) Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium
Marga Sinularia menurut (Verseveldt. 1980; Manuputty. 2002)
Jenis karang lunak ini memiliki koloni bertangkai atau dapat merambat
(encrusting). Memiliki kapitulum lebar, lobata yang merambat, yang bertangkai
digitata. Polip monomorfik yaitu tidak memiliki sifonoid. Beberapa jenis hanya
berwarna senada dengan kapitulum, kecuali Sinularia flexibilis tangkainya berwarna putih, kapitulum lentur berwarna krem. Warna koloni biasanya coklat,
krem ataupun abu-abu. Anggota Sinularia sangat banyak sehingga untuk membedakannya antara jenis yang satu dengan lainnya tidak cukup hanya dengan
ciri-ciri morfologinya. Untuk itu harus dibedakan dari bentuk sklerit atau
spkulanya (Gambar 3).
Filum : Coelentrata/Cnidaria
Jenis : Sinularia dura (Bayer, 1956)
Ciri khas koloni berbentuk seperti bunga, memiliki spikula yang nampak
jelas dan berukuran besar terutama spikula pada bagian basal (pada yang lobata).
Pada bagian lobus/ atas (top), spikula berbentuk club berukuran 0,15 – 0,20 mm,
atau 0,12 – 0,22 mm, bagian kepala melebar, 0,06 – 0,10 mm, kadang-kadang
sampai 0,15 mm (Pratt, 1903; Manuputty, 1996a). Ditemukan pada kedalaman di
bawah 6 meter atau pada daerah yang gelap di bawah boulder karang, pada
perairan yang agak keruh. Sebaran lokal : Pulau Lancang, Pulau Pari, Pulau
Merak (Manuputty, 2002).
Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu
Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan
karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh dan kerangka yang
menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan
organ-organ dalam untuk mengambil makanan dari dalam air, dan mengeluarkan
zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga pada proses respirasi pada
prinsipnya sama dengan karang batu. Perbedaan antara karang lunak dan karang
batu dapat dilihat dari bentuk dan susunan tubuhnya (Gambar 4) dalam
4. spikula mesenterial 4. kerangka kapur 8. jaringan
penyokong
Gambar 4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985 dalam Manuputty, 2002)
Walaupun karang lunak dan karang batu mirip, tetapi karang lunak
mempunyai tubuh lebih lunak karena tidak mempunyai kerangka kapur yang
keras. Sebagai gantinya, karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan
berdaging yang diperkuat suatu matriks dari partikel-partikel kapur mikroskopis
yang disebut sklerit. Dalam terminologi istilah spikula dipakai untuk nama umum
bagi kerangka kapur yang menyokong tubuh karang lunak, baik itu berbentuk
pipih, seperti sisik atau seperti kumparan. Istilah sklerit dipakai pada spikula yang
bentuknya seperti kumparan atau jarum tebal yang berukuran besar, dengan kedua
ujung yang runcing atau agak runcing. Sklerit berasal dari kata skleros yang berarti keras. Umumnya dijumpai pada bagian basal atau tangkai terutama di
jaringan koenensim sebelah dalam (internal) (Manuputty, 2002).
Reproduksi Karang Lunak Reproduksi Aseksual
Pada habitat alami, reproduksi aseksual merupakan mekanisme penting
dalam meningkatkan jumlah individu dalam suatu koloni. Reproduksi ini
dilakukan dengan cara pertumbuhan koloni, fragmentasi, tunas, pembelahan
melintang, dan pencabikan pedal (Sprung dan Delbeek, 1997 in Sandy, 2000). 1. Fragmentasi, penempelan fragmen buatan akan berhasil dengan baik bila
kondisi lingkungan pun optimal dan substrat dasarnya pun baik. Karang
lunak yang paling mudah diperbanyak adalah genus dari Sarcophyton, Sinularia, Xenia, dan Anthelia. Fragmentasi dapat juga terjadi karena adanya predator dan gangguan alam seperti badai. Serangan dari cacing,
siput, dan ikan pada Sarcophyton dapat merusak koloni. Namun, penggunaan fragmentasi mampu menghasilkan sejumlah keturunan dari
sisa jaringan.
2. Pembentukan tunas, biasa terjadi pada karang lunak masif seperti
Sarcophyton di bagian dekat dasar tangkai atau pada bagian pinggir kapitulum. Jika pertunasan terjadi pada koloni yang masih kecil, maka
anak dan induk akan tumbuh bersama-sama untuk membentuk koloni
bertangkai banyak. Bila koloni induk yang bertunas sudah berukuran besar
maka tunas yang tumbuh akan tetap kerdil karena terhalang oleh koloni
induk.
3. Pembelahan melintang, terjadi pada Xenia spp, dimana pembelahan diawali dengan terpisahnya tangkai mulai dari dasar terus memanjang ke
arah vertikal diantara dua cabang terbesar, hingga akhirnya dapat
menghasilkan dua koloni berukuran sama. Proses ini memakan waktu
beberapa bulan untuk sampai benar-benar terpisah. Namun untuk Xenia spp hanya membutuhkan waktu satu minggu saja.
4. Pencabikan pedal (pedal laceration), koloni benar-benar bergerak melintasi substrat mengikuti jaringan bagian basalnya. Selanjutnya,
jaringan ini dapat terus menempel atau menjadi terlepas dan menjadi
Reproduksi seksual
Banyak spesies yang telah didata adalah gonokorik, dan salah satunya
hermaphrodite yang langka. Proses pemijahan pada seluruh famili Alcyoniidae,
mempunyai siklus tahunan spermatogenesis sedangkan proses oogenesis mereka
disempurnakan lebih lama bahkan melebihi dari siklus oogenesis tersebut
(Yamazato et al. 1981; Alino dan Coll 1989; Benayahu et al. 1990).
Seksualitas karang lunak (alcyonacea) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
hermaprodit dan gonokhorik (Hwang dan Song, 2007; Simpson, 2008).
1. Hermaprodit, yaitu koloni atau polip karang lunak yang mampu
menghasilkan gamet jantan dan betina selama hidupnya. Tipe hermaprodit
ditemukan pada Alcyonium dan Xenia.
2. Gonokhorik, merupakan tipe paling umum pada karang lunak. Polip atau
koloni karang lunak gonokhorik hanya menghasilkan gamet jantan atau
betina saja selama hidupnya. Tipe hermaprodit dapat ditemukan pada
Anthelia, Sinularia, Sarcophyton, Lobophytum, Cladiella, Dendronephthya, dan sebagainya
Gametogenesis
Siklus gametogenesis pada masa pengeraman selama satu tahun, dimana
pengeraman secara internal siklus gametogenesis mempunyai variasi waktu setiap
tahun (Benayahu 1991). Larva karang lunak pada daerah tubir ditemukan ukuran
yang kecil, semusim dan ada kesamaan dengan tahap pemijahan (Alino and Coll
1989; Benayahu et al. 1990), sesuai dengan identifikasi yang ada, ciri khas
pemijahan tahunan dari karang batu (Harrison dan Wallace 1990; Richmond dan
Hunter 1990). Pada daerah Great Barrier Reef di Australia karang lunak memijah secara massal (Babcock et al. 1986; Alino and Coll 1989).
Gametogenesis pada umumnya terjadi pada polip autozooid yang memiliki
alat kelamin atau gonad. Simpson (2008) menjelaskan bahwa secara umum, baik
pada polip betina atau jantan, gamet berkembang di sepanjang non asulkal
mesenteri dan seringkali ditemukan pada bagian dasar polip karang lunak
Keterangan :
(rg) Rongga gastrovaskular, (ms) Mesenteri, (m) Mesoglea, (o) Gamet betina (oosit), (s) Gamet jantan.
Gambar 5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens (Achituv dan Benayahu, 1990).
Gamet berasal dari gastrodermis dan akan melekat pada mesenteri dengan
bantuan tangkai pedikel pada awal masa perkembangannya. Selama proses
perkembangan, gamet seringkali dibungkus oleh lapisan folikel yang berasal dari
sel-sel yang terspesialisasi pada gastrodermis. Dengan ukuran yang semakin
meningkat, gamet akan terlepas menuju rongga gastrovaskular atau tetap bertahan
pada mesenteri hingga proses pematangan gamet selesai. Namun, karang lunak
pada laut merah (Red Sea) memperlihatkan reproduktif yang terpisah secara temporal (Benayahu et al. 1990), sama halnya dengan scleractinian corals didaerah yang sama (Shlesinger and Loya 1985). Pengeraman spesies pada kedua
kelompok tersebut, cenderung kearah planulate seluruhnya dalam waktu panjang, atau sepanjang tahun (Harrison and Wallace 1990; Benayahu 1991). Reproduksi
seksual pada azooxanthellate octocoral Dendronephthya hemprichi telah diteliti
oleh Klunzinger 1877 di Eliat (Red Sea) sejak awal maret 1989 selama 2 tahun.
Diketahui bahwa D. hemprichi termasuk spesies yang gonokorik. Stadia perkembangan gonad telah diamati seluruhnya setiap tahun. Ukuran oocyte yang
kecil dan kumpulan sperma, sekitar 51 sampai 100 lm panjang diameter, sangat
lebih kecil. Bentuk tersebut merupakan hasil dari proses gametogenesis dan terus
berlanjut sampai oocyte dan sperma matang dan siap untuk dikeluarkan.
Spermatogenesis
Hwang dan Song (2007) membedakan perkembangan spermatogenesis
menjadi 4 tahap. Tahap I biasanya ditandai dengan berkumpulnya spermatogonia
di mesoglea pada mesenteri. Pada tahap II (spermatosit) sudah memiliki batas dan
bentuk yang jelas dan melekat pada mesenteri dengan bantuan pedikel. Tahap III,
ukuran kista sperma menjadi semakin besar. Spermatosit berkembang menjadi
spermatid yang jumlahnya sangat banyak dan tersusun di bagian tepi dari kista.
Pada tahap IV, spermatosit telah matang dengan berkembang menjadi
spermatozoa yang telah memiliki ekor.
Pemijahan dan fertilisasi
Ada tiga macam bentuk reproduksi seksual pada karang lunak (Cnidaria:
Alcyonacea) untuk menghasilkan gamet, baik melalui pengeraman secara
eksternal maupun internal (Benayahu et al. 1990). Karang lunak alcyonacea
memiliki tiga cara reproduksi untuk menjamin kesuksesan reproduksinya yaitu
pemijahan gamet ke kolom perairan (broadcast spawning), internal brooding, dan external brooding (Hwang dan Song, 2008).
1. Pemijahan gamet ke kolom perairan, merupakan cara reproduksi yang paling
umum terjadi pada karang lunak alcyonacea. Cara ini akan disertai dengan
proses fertilisasi dan perkembangan embryo di kolom perairan. Proses
pemijahan pada karang lunak biasanya mengikuti pemijahan massal secara
serempak dengan organisme lain di ekosistem terumbu karang sebagai suatu
bentuk strategi untuk mengurangi tekanan predasi pada gamet yang baru saja
dikeluarkan (Simpson, 2008).
2. Internal brooding biasa terjadi pada genus Xenia, Heteroxenia, dan Anthelia. Telur biasanya tetap berada di dalam polip hingga akhirnya terjadi proses
pembuahan dan larva akan dikeluarkan ke kolom perairan.
3. External brooding, terjadi pada genus Alcyonium dan Capnella. Telur akan dikeluarkan di permukaan koloni karang lunak dan menunggu hingga terjadi
gamet sebagai upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva dari
bahaya predasi.
Distribusi Karang Lunak
Karang lunak dari Alcyonacea umumnya menyebar di kawasan
Indo-Pasifik. Menurut perkiraan, lebih dari 100 spesies karang lunak yang didapatkan
di Indo-Pasifik. Spesies-spesies ini banyak hidup pada daerah reef flat dan reef
slope, dan juga di komunitas perairan dalam (Turch dan Turch, 1982). Anggota
Octocorallia terdapat pada seluruh lautan, dari daerah equator sampai pada kutub,
pada seluruh kedalaman, intertidal sampai abisal, dan lebih melimpah pada
perairan hangat dan dangkal di daerah tropis. Karang lunak (Ordo Alcyonacea)
dan gorgonia (Ordo Gorgonacea) menyusun sebagian besar fauna terumbu dan
dalam beberapa areal, khususnya karang lunak, mendominasi pemandangan
bawah laut.
Faktor lingkungan yang sangat penting mempengaruhi penyebaran dan
kelimpahan karang lunak adalah interaksi faktor biologi dan fisik. Hewan ini
sering menyebar pada kedalaman di bawah surut terendah menghindari proses
pengeringan (Bayer, 1956). Pada perairan dangkal, aksi gelombang juga
merupakan faktor pembatas untuk karang lunak berkolonisasi, sedangkan pada
perairan dalam, ketersediaan cahaya merupakan faktor pembatas karang lunak
untuk berkolonisasi (Tursch dan Tursch, 1982). Penyebaran dan zonasi
berdasarkan kedalaman pada jenis-jenis yang berbeda ditentukan oleh
faktor-faktor biotik dan abiotik. Selain itu, interaksi kompetitif dengan organisme karang
lainnya jelas memegang peranan penting dalam menentukan penyebaran karang
lunak (Benayahu, 1985).
Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran karang lunak pada perairan
dangkal adalah tipe substrat. Variasi bentuk karang lunak, seperti koloni kecil
encrusting pada Cladiella dan Pachyclavuaria, koloni digitate lobe pada Cespitularia atau koloni besar capitate pada Sarcophyton, semua memerlukan tempat dan substrat yang stabil untuk pelekatannya. Karang lunak tersebut selalu
melimpah pada pada karang mati dan batuan dasar. Pada kecerahan perairan 13
penting menentukan penyebaran karang lunak ini. Koloni Dendronepthtya dan Umbellulifera sering ditemukan berasosiasi dengan substrat pasir yang diatasnya mengandung potongan cangkang moluska. Karang lunak ini sering ditemukan
pada daerah yang berarus kuat yang mencegah sedimentasi pada permukaan
koloni.
Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak
Terpenoid adalah kelompok senyawa organik yang banyak terdapat pada
komponen minyak esensial pada banyak tumbuhan dan bunga (Streitwieser et al., 1992). Terpenoid disintesis oleh organisme (biosintesis) dari asam asetat melalui
proses biokimia lanjutan isopentenyl pyrophosphate. Struktur terpenoid umumnya
disusun oleh sejumlah unit isoprena (unit C5) (Streitwieser et al., 1992).
Manuputty (1991) terpenoid merupakan suatu senyawa kimia golongan
hidrokarbon isometik. Senyawa ini umumnya ditemukan dalam minyak esensial
atau minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan yang berdaun harum seperti eukaliptus
atau dalam bentuk terpenoidtin dari sebangsa pinus, damar, karet dan sebagainya.
Peranan Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak Senyawa terpenoid sebagai pelindung terhadap predator
Umumnya perairan terumbu karang hidup bermacam-macam predator
karang lunak seperti ikan, krustasea, ekhinodermata dan lain-lain. Morfologi
karang lunak lentur dan lunak. Hidupnya menetap dan melekat di dasar sehingga
tidak dapat menghindari serangan predator. Selain itu tubuhnya kaya unsur-unsur
nutrisi yang penting seperti protein, lemak, dan karbohidrat, yang merupakan
sumber makanan yang bernilai tinggi bagi predator (Manuputty, 1991). Senyawa
terpenoid berbau harum dan juga mempunyai rasa yang enak, tetapi dibalik semua
ini terkandung racun yang dapat membinasakan biota lain. Beberapa percobaan
telah dilakukan untuk menguji apakah ekstrak karang lunak dapat mempengaruhi
makanan ikan. Dari percobaan itu bahwa karang lunak dengan senyawa
terpenoidnya berpengaruh terhadap makanan ikan. Jadi dengan perantaraan bau
atau aroma yang dikeluarkan oleh karang lunak ke dalam air laut di sekitarnya,
dapat menghalang-halangi biota lain yang mencari makanan di tempat tersebut.
Beberapa karang lunak yang berbau tidak enak tidak berbahaya, sedangkan yang
berbau harum dapat mematikan (Manuputty, 1991). Senyawa terpenoid dalam
tubuh karang lunak berfungsi sebagai pelengkap kegiatan fisik, mengingat tekstur
tubuhnya yang lunak dan lentur (Benayahu dan Loya, 1981), racun untuk
melawan predator dan untuk menyelamatkan makanan dari biota lain (Manuputty,
1991), menghambat pertumbuhan zooxanthellae pada karang batu (Fossa dan Nilsen, 1998). Senyawa anti predator terutama didapatkan pada karang lunak yang
menahan senyawa terpenoid di dalam tubuhnya, strategi ini dimaksudkan agar
predator tidak memangsanya.
Senyawa terpenoid untuk merebut ruang hidup
Organisme pada terumbu karang terutama yang hidup melekat pada dasar
mempunyai mekanisme tersendiri untuk merebut ruang lingkup hidupnya.
Karang batu misalnya dapat menggunakan sel penyengat untuk membunuh biota
lain yang bertetangga dengannya. Hal ini merupakan salah cara untuk merebut
ruang hidup. Karang lunak tidak memiliki sel penyengat tetapi memiliki senyawa
terpenoid yang bersifat racun. Beberapa karang lunak dengan bantuan senyawa
terpenoid dapat melemahkan bahkan mematikan organisme yang hidup di
sekitarnya (Manuputty, 1991).
Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang
Secara ekologi karang lunak memiliki kemiripan dalam hal batasan
lingkungan dengan karang batu. Grime dalam Hoeksma (1990), dalam hal ekologi dan evolusi, tekanan lingkungan digunakan untuk menggambarkan ambang batas
eksternal laju pertumbuhan dan reproduksi organisme. Suhu merupakan faktor
penting bagi kehidupan karang lunak (Bradbury dan Young, 1981 dalam Sorokin, 1989). Biasanya suhu perairan yang baik bagi ekosistem terumbu karang berkisar
diantara 180C - 360C dan pertumbuhan karang maksimum terjadi pada kondisi
perairan yang rata-rata tahunannya 260C – 280C (Birkeland, 1997). Di beberapa
tempat masih bisa hidup dengan toleransi suhu 360C – 400C (Nykbakken, 1982).
Perubahan tinggi dan rendahnya suhu perairan dapat menyebabkan zooxanthellae
keluar dari jaringan karang. Kehilangan zooxanthellae dalam waktu yang lama
Menurut Soekarno (1995), suhu yang ekstrim akan mempengaruhi karang batu
dalam proses reproduksi, metabolisme dan pembentukan kerangka kapur.
Suhu yang menyebabkan terjadi bleaching biasanya diatas 330C (Brown dan Howard, 1985; Gross, 1992). Bleaching terjadi selama suhu menurun tiba-tiba 3-5 0C dari suhu rata-ratanya selama 5-10 hari, selama terjadi upwelling (Glynn dan D’Croz, 1990 dalam Glynn, 1996), atau suhu meningkat 3-4 0C untuk jangka
pendek (1-2 hari), dan suhu meningkat 1-20C untuk jangka panjang beberapa
minggu (Jokiel dan Coles, 1990). Peningkatan suhu menyebabkan mengerutnya
protoplasma sehingga karang akan mengerut dan mengakibatkan zooxanthellae
keluar dari jaringan karang. Akibat kenaikkan suhu adalah terhambatnya proses
enzimatis dan proses kalsifikasi karang (Suharsono dan Kiswara, 1984; Grigg dan
Dollar, 1990). Hal ini akan mempercepat kematian pada karang tersebut.
Keuntungan dari simbiosis antara karang zooxanthella bagi karang adalah dalam proses kalsifikasi, sebagai proses perkembangan struktur karang (Pearse
dan Muscatine, 1971 dan Muscatine et al., 1972 dalam Tomascik et al., 1997). Menurut Dubinsky (1990), efek perubahan pada karang dapat menyebabkan
turunnya respon makan, mengurangi rata-rata produksi, banyak mengeluarkan
lendir dan proses fotosintesis dan respirasi berkurang. Kenaikkan suhu 100C
kegiatan metabolisme yang diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali.
Beberapa jenis karang dapat bertahan terhadap suhu 140C akan tetapi laju
kalsifikasi akan menurun. Demikian pula dengan suhu yang tinggi, metabolisme
akan meningkat sampai kecepatan tertentu sehingga pertumbuhan kerangka akan
menurun.
Salinitas suatu perairan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yang
hidup disuatu perairan tersebut. Menurut Bradbury dan Young dalam Sorokin (1993), bahwa salintas suatu perairan akan mempengaruhi laju pertumbuhan
karang lunak. Salinitas optimum bagi pertumbuhan karang 32-35%. Pada derah
yang bersalinitas rendah seperti di muara sungai jarang ditemukan terumbu karang
dan pada daerah bercurah hujan tinggi akan menyebabkan terumbu karang
mengalami gangguan, begitu pula juga pada perairan yang kadar garamnya sangat
tinggi. Terumbu karang yang berada di reef flat mampu beradaptasi daam waktu
waktu lama dengan perubahan salinitas yang drastis akan merusak komunitas
karang di daerah tersebut. (Nykbakken, 1982; Veron, 1986). Beberapa hasil
penelitian diketemukan bahwa jenis kelompok azooxanthellate alcyonacean
Dendronephthya hemprichi dari famili Nephtheidae merupakan pemakan
fitoplankton, hanya terjadi pada habitat yang memiliki arus yang kuat (Fabricius
et al. 1995a, b). Di Eliat (Red Sea), spesies tersebut sangat berlimpah dibawah permukaan air secara vertical, meskipun sangat langka dengan kedekatan karang
alami (Dahan 1997).
Faktor cahaya juga sangat diperlukan untuk proses fotosintesis dari
zooxanthella yang produknya kemudian ditransfer ke hewan karang yang menjadi
inangya. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan
kemudian mengurangi kemampuan karang untuk membentuk kerangka. Titik
kompenasi untuk karang nampaknya merupakan kedalaman dimana intensitas
cahaya berkurang antara 15-20% dari intensitas permukaan selanjutnya Yonge
(1940) dalam Soekarno (1983) menambahkan bahwa kedalaman laut maksimal untuk karang batu membentuk terumbu karang adalah 45 meter. Terumbu karang
di perairan dangkal antara 0-50 meter dengan dasar yang keras dan perairan yang
jernih. Air yang jernih merupakan faktor pendukung pertumbuhan karang lunak.
Semakin banyak partikel terlarut dalam kolom air maka semakin negatif
pengaruhnya pada karang, karena terhambatnya proses makan hewan karang.
Polip karang harus memproduksi lebih banyak lendir untuk melepaskan
partikel-partikel yang mengendap pada tubuh karang (Levinton, 1982). Kejernihan sangat
diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke dasar laut, yang sangat
penting artinya bagi alga yang bersimbiosis dengan karang. Banyaknya partikel
atau endapan di dalam air laut menyebabkan kekeruhan dan menghalangi proses
fotosintesis alga dan akhirnya pertumbuhan karang terganggu (Soekarno, 1995).
Pergerakkan air juga sangat penting untuk mentransportasi zat hara, larva dan
bahan sedimen. Arus penting untuk pencucian limbah dan untuk mempertahankan
pola penggerusan dan penimbunan (Tomacik, 1991). Pergerakkan air dapat
memberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu pertumbuhan karang lebih baik
pada daerah yang mengalami gelombang yang besar daripada daerah yang tenang
Metode Transplantasi Karang
Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan penumbuhan koloni
dengan metode fragmentasi, dimana koloni tersebut diambil dari induk koloni
tertentu. Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai suatu
teknologi dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada
daerah-daerah yang bernilai ekonomi tinggi (Harriot and Fisk, 1998). Transplantasi
dinyatakan sukses dari sudut pandang biologis dengan tingkat kelangsungan hidup
dari berbagai perlakuan berkisar antara 50-100%, ketika ditransplantasikan pada
habitatnya dengan habitat dimana mereka dikoleksi (Harriot dan Fisk, 1988).
Dimasa yang akan datang transplantasi banyak kegunaan antara lain
sebagai lapisan bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat,
untuk merehabilitasi spesies karang yang terancam punah. Menurut Clark dan
Edwards (1995) untuk mengurangi stress, karang yang akan di transplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastik berlubang serta
proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Pemanfaatan teknologi transplantasi
karang sangat luas. Salah satu contohnya yaitu di Singapura dimana transplantasi
karang telah dimanfaatkan untuk menyelamatkan dan memindahkan
spesies-spesies karang yang habitat asalnya direklamasikan. Di teluk Kanehoe, Hawaii,
transplantasi karang telah digunakan untuk menghadirkan kembali dua jenis
ekosistem terumbu karang yang telah mati akibat air limbah (Maragos, 1974).
Tujuan utama transplantasi karang adalah untuk memperbaiki kualitas
terumbu karang seperti meningkatnya tutupan karang hidup, keanekaragaman
hayati dan keunikan topografi karang (Clark dan Edwards, 1998). Menurut
Soedharma (2005) mengemukakan bahwa manfaat transplantasi karang adalah:
1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti
upaya untuk menghidupkan atau menanam kembali karang dengan
benih-benih baru baik yang berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat berasal
dari tempat lain.
2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan
rehabilitasi ini adalah bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan
3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam
ekosistem terumbu karang di daerah tertentu.
4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber
keanekaragaman hayati. Semua hal penting yang menyangkut sumberdaya
plasma nutfah sangat terkait atau terikat dengan Biodiversity Convention yang telah disepakati dan sudah diratifikasi. Indonesia pun ini sudah
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 6). Lokasi penurunan rak transplantasi
terletak di Area Perlindungan Laut (APL) Pulau Pramuka. Lokasi APL memiliki
substrat dasar terumbu karang yang baik. Hewan uji karang lunak yang digunakan
yakni jenis Lobophytum strictum, dan Sinularia dura (Octocorallia:Alcyonacea).
Rak transplantasi karang lunak diletakkan pada dua kedalaman yakni kedalaman
3 meter dan 10 meter. Penelitian ini dilakukan melewati beberapa tahapan yakni
tahap awal 1 bulan persiapan (Mei 2007), 10 bulan waktu pengukuran
pertumbuhan (Juni 2007 - Maret 2008). Bulan ke-10 dan ke-18 setelah
pengukuran, dilakukan analisa histologi untuk melihat perkembangan gonad
karang lunak hasil transplantasi.
Gambar 6. Lokasi Rak Transplantasi Penelitian; Pulau Pramuka – Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
PETA LOKASI PENELITIAN
Sumber :
1. Citra SPOT Kepulauan Seribu 2. Peta Administrasi Kepulauan Seribu BAKOSURTANAL
400 0 400 800 1200 Meters
Bahan dan Alat Bahan dan alat penelitian untuk transplantasi
Beberapa peralatan yang dibutuhkan pada saat penelitian di lapangan
dapat dilihat pada Tabel 2. Selama pengamatan transplantasi karang lunak
dilakukan pengambilan parameter lingkungan yang mendukung. Beberapa
parameter lngkungan yang diamati seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut dan
nutrien.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian.
No. Alat dan Bahan Keterangan
Transplantasi
1. Kerangka Besi berukuran (75x75x25 cm) pada
Gambar 3
Tempat pondasi fragmen karang lunak
2. Jaring berukuran 1,7x3 m dengan mesh 2,2 x 2,2
cm (polietilen)
Tempat mengikat substrat
3. Tali plastik diameter 0,1 cm Pengikat jaring dan substrat
4. Tali plastik pengikat tanaman (kabel tase) Pengikat fragmen
5. Pisau selam Alat Potong
6. Substrat yang terbuat dari semen Substrat
7. Peralatan Penyelaman SCUBA Alat Bantu selam
8. Alat tulis bawah air Pencatat data
9. Jangka sorong Alat ukur pertumbuhan
10. Kapal pengamatan Transportasi
11. Kamera bawah air Publikasi bawah air
12. Newtop label Panamaan
13. GPS Penentuan titik lokasi
Parameter Lingkungan
14. Thermometer Alat ukur suhu
15. pH meter Pengukur pH
16. Refraktometer Pengukur salinitas
17. Botol 1 liter Pengangkutan air sampel
Bahan dan alat penelitian untuk Histologi
Bahan utama yang digunakan untuk histologi karang lunak antara lain
adalah Paraformaldehid 4% atau Formalin 10%, Larutan HF 4%, Asam Asetat,
Aquades, Alkohol 70 – 100 %, Xylol, Parafin, Gliserin, Hematoxylin dan Eosin,
Entelan, sedangkan alat yang akan digunakan antara lain adalah: botol sample,
pinset, gelas ukur, pipet volumetrik, basket jaringan, blok kayu, inkubator,
cetakan parafin, bunsen, mikrotom dan pisau, gelas objek dan cover gelas dan box
Prosedur Penelitian
Secara umum, penelitian ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yakni
meliputi:
1. Persiapan dan penentuan lokasi.
Penelitian ini diawali dengan melakukan persiapan bahan dan alat
yang diperlukan di laboratorium yakni seperti pembuatan substrat (tempat
pelekatan hewan uji), pembuatan rangkaian rak transplantasi yang terbuat
dari besi. Berikutnya, seluruh bahan dan alat dibawa ke Pulau Pramuka
lalu kemudian dirakit menjadi sebuah rak besi yang utuh (Gambar 7a).
Gambar 7a. Perakitan rak transplantasi karang lunak, lokasi Pulau Pramuka
Kerangka Besi Jaring 75 cm
75 cm
25 cm
Jaring yang dilekatkan pada rak transplantasi merupakan
penghubung substrat pada rak transplantasi. Ketinggian rak transplantasi
berkisar 25 -50 cm diatas dasar perairan (Gambar 7b). Tujuan adanya
selisih ketinggian rak dengan dasar perairan berguna untuk mengurangi
pengaruh sedimentasi dari substrat dasar dan predator yang mengganggu
hewan uji tersebut. Pada rak transplantasi terdapat 15 substrat (untuk
diukur pertumbuhan) dan 5 substrat (untuk dianalisa histologi).
2. Pencarian bibit karang lunak.
Penelitian dilakukan pada karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea)
yang terdiri dari beberapa jenis yakni Lobophytum strictum dan Sinularia
dura (Gambar 8). Bibit karang lunak diambil disekitar perairan Pulau Pramuka. Masing-masing bibit karang lunak tersebut diambil mulai dari
kedalaman 3 meter hingga 10 meter secara acak. Pengambilan dilakukan
pada satu koloni besar dengan ukuran 10 cm hingga 30 cm.
Gambar 8. Bibit karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) yang diambil disekitar perairan Pulau Pramuka.
Setelah bibit karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) terkumpul,
kemudian dibawa mendekati lokasi penelitian yang memakan waktu 20
hingga 40 menit. Tindak lanjut berikutnya, bibit karang lunak
(Octocorallia:Alcyonacea) diaklimatisasi atau diadaptasi pada kedalaman
yang disesuaikan yakni 3 meter dan 10 meter selama 24 jam.
3. Fragmentasi untuk transpantasi karang lunak.
Metode transplantasi dilakukan dengan menggunakan teknik
fragmentasi buatan pada bibit karang lunak. Fragmen karang lunak
dilekatkan pada sebuah substrat yang berfungsi sebagai penyangga karang
lunak dapat berdiri dengan kokoh dan tidak mudah lepas. Penempelan
fragmen karang lunak pada substrat di rak transplantasi, seperti pada
Gambar 9 dibawah ini.
Gambar 9. Susunan fragmen karang lunak jenis Lobophytum strictum yang ditransplantasi dengan substrat dan disusun pada rak transplantasi.
4. Pengamatan dan Pengukuran karang lunak.
• Pengukuran pertumbuhan karang lunak didasarkan atas pertumbuhan panjang dan lebar dari fragmen karang lunak (Gambar 9). Pengukuran
dilakukan per-bulan dengan menggunakan jangka sorong atau yang dinamakan caliper. Pengukuran dilakukan di dalam kolom perairan dengan menggunakan alat SCUBA. Hasil pengukuran tersebut berupa
Gambar 10. Ilustrasi penempelan karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) pada substrat.
Gambar 10 di atas, menjelaskan pembagian panjang dan lebar yang
ditentukan pada awal penelitian dan tidak berubah hingga penelitian
berakhir. Ketentuan nilai panjang dan lebar karang lunak disepakati
diawal penelitian untuk mengakuratkan data, dan petugas pengukur
tidak bergantian, merupakan antisipasi ketelitian pada saat
pengambilan data. Agar tidak berpindah, setiap fragmen karang lunak
diberi kabel ties yang mengubungkan dengan tiang pada substrat
transplantasi.
• Pengamatan pertumbuhan transplantasi karang lunak juga dilakukan
dengan mengukur pertambahan jumlah cabang dari hasil transplantasi.
5. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia
Pengukuran parameter fisika-kimia perairan meliputi: suhu,
salinitas, kecepatan arus dan kekeruhan yang dilakukan secara insitu,
sedangkan pengukuran oksigen terlarut, nitrat, nitrit dan fosfat dianalisis
pada laboratorium Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Pengukuran parameter fisika-kimia di zona PANJANG
L
E
penelitian dilakukan setiap pengambilan data pertumbuhan karang lunak.
Pada pengukuran parameter fisika-kimia menggunakan satuan dan alat
yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter Fisika-Kimia Perairan, Satuan dan Alat yang digunakan
Parameter Satuan Alat yang Digunakan
Suhu Air 0C Termometer Batang
Salinitas ppt Hand-refraktometer
DO ppm Metode Titrasi
Fosfat ppm Spektrofotometer
Nitrat ppm Spektrofotometer
Nitrit ppm Spektrofotometer
Pengukuran parameter kimia yaitu nitrat, nitrit dan fospat
dilakukan selama enam bulan pada masing-masing kedalaman yakni 3
meter dan 10 meter. Pengangkutan sampel air untuk analisa di
laboratorium, digunakan alat bantu coolbox yang diberi pendingin (es
batu) untuk menjaga kualitas air agar tidak ada perubahan selama
pengangkutan di darat.
6. Pengambilan sampel histologi karang lunak hasil fragmentasi buatan.
Sampel histologi karang lunak diambil pada saat penelitian yakni
bulan ke-10 (Maret 2007) dan ke-18 (Desember 2008). Sampel karang
lunak yang diambil dari substrat transplantasi, dimasukkan kedalaman
botol yang berisikan pengawet formalin 10 %. Sampel karang lunak ini
akan dilihat jaringannya dengan teknik histologi yang dilakukan di
laboratorium. Pengambilan sampel karang lunak untuk pengamatan gonad
dilakukan berdasarkan siklus bulan Qomariah.
Pengangkutan karang lunak dilakukan setelah dimasukkan ke
dalam botol sampel atau plastik yang berisi larutan fiksatif, yaitu formalin
10 %. Ketika sampai laboratorium, kemudian di desilicified menggunakan
larutan HF (hydrofluoric acid) (Ilan dan Loya, 1988) dalam campuran
larutan paraformaldehid, asam asetat dan aquades selama ≤ 24 jam, dan
dilakukan pembuatan preparat histologik. Pembuatan preparat histologik
dilakukan dengan metode parafin menurut Gunarso (1989) dan Kiernan
(1990). Tahapan metode yang digunakan adalah mencakup : (1)
Pengambilan jaringan (disection) menggunakan silet; (2) Fiksasi
(fixation); (3) Dehidrasi (dehydration) menggunakan alkohol bertingkat
(70 – 100% ); (4) Penjernihan (clearing) menggunakan xylol; (5) Infiltrasi
(infiltration) menggunakan parafin cair pada inkubator bersuhu 65
o
C; (6)
Penanaman (embedding) menggunakan parafin cair; (7) Penyayatan
(section) menggunakan mikrotom (5μm); (8) Afiksing (afixing); (9)
Deparafinasi (deparaffination) menggunakan xylol; (10). Pewarnaan
(staining) menggunakan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE), tahap akhir
dari pewarnaan adalah mounting dengan menggunakan entelan. Setelah
proses tersebut di atas, selanjutnya dilakukan pengamatan struktur
histologis terhadap kehadiran dan perkembangan gonad (telur dan
sperma), kemudian setelah itu dilakukan mikrofotografi menggunakan
mikroskop yang dilengkapi kamera dengan pembesaran 40x ,100x , 200x
dan 400x.
Analisa Data Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase jumlah hewan uji
(Karang lunak) yang hidup dari awal perlakuan hingga akhir penelitian dengan
waktu yang telah ditetapkan di awal penelitian. Data pengamatan individu karang
lunak yang diteliti dianalisis jenis karang lunak dan kombinasi perlakuannya.
Tingkat kelangsungan hidup hewan uji yang ditransplantasikan digunakan rumus
(Ricker, 1975) :
SR = ( Nt / No ) x 100 %
dimana : SR = Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) dalam %
Nt = Jumlah individu yang hidup pada akhir penelitian
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan penambahan atau perkembangan panjang, lebar,
tinggi dan berat suatu individu. Pertumbuhan individu karang lunak diukur
dengan menggunakan jangka sorong. Untuk mengukur tingkat pencapaian
pertumbuhan kapitulum hewan uji yang ditransplantasi dihitung berdasarkan
formula:
β
= L
t- L
odimana : β = pertumbuhan lebar kapitilum (mm)
Lt = lebar kapitulum (mm) pada waktu ke – t
Lo= lebar kapitulum (mm) pada waktu ke-0
t = waktu pengamatan (bulan)
Untuk menjaga keakuratan data, pengukuran fragmen karang lunak
dilakukan pemetaan letak substrat dan dipotret guna menandakan penomoran.
Hasil gambar bawah air, dapat menganalisa pertambahan jumlah cabang dari
transplantasi fragmen karang dengan sisi pandang potret yang sama.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 15 ulangan (Steel dan Torrie, 1993).
Data pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh diolah dengan
menggunakan analisa ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata untuk
melihat perbedaan perlakuan (Steel dan Torrie, 1991). Menampilkan kurva
pertumbuhan karang lunak selama penelitian dan perhitungan dengan program
SPSS 12 for Windows dan Microsoft Excel 2003.
Pengukuran Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat perkembangan gonad didasarkan pada keberadaan dan perkembangan
gonad (oosit dan spermatosit atau kantong sperma) pada sampel histologi dengan
metode parafin yang dipotong dengan ukuran 4 – 5 µm dan diwarnai dengan HE.
Pengamatan gonad karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea), kemudian dianalisis
secara deskriptif dengan cara mengamati karakter jaringan gamet secara histologis