• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Karang Lunak Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Karang Lunak Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN KARANG LUNAK (Octocorallia:Alcyonacea)

Lobophytum strictum, Sinularia dura DAN PERKEMBANGAN

GONAD Sinularia dura HASIL FRAGMENTASI BUATAN DI

PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

DONDY ARAFAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(3)

ABSTRACT

DONDY ARAFAT. Soft Coral Growth (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum and Sinulariadura and Gonadal Development Sinulariadura as a Result of Artificial Fragmentation in Pramuka Island, Kepulauan Seribu, Jakarta. Under direction of Neviaty P. Zamani, Adi Winarto

Soft coral is one of the important parts of the coral reef ecosystem, as the second largest component after hard coral. Soft coral contribute to the formation of “reef” in coral reef ecosystems. The aim of this research were to examine information on reproduction and growth of soft coral, as a basic information for soft coral culture and soft coral stock. This research was conducted using the fragmentation method of the soft coral Lobophytum strictum and Sinularia dura on two water depth (3m & 10m). Sampling were carried out since June 2007 until March 2008, at the Marine Protected Area (MPA), Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta. Sinularia dura and Lobophytum strictum have a high survival rate after fragmentation, the growth rate of Lobophytum strictum was bigger than Sinularia dura. In comparison evaluation of gametocyte growth showed that the number of Sinularia dura’s ovum, at the full moon phase, with the age 18 months was bigger than the 10 months.

(4)

RINGKASAN

DONDY ARAFAT. Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan ADI WINARTO

Penelitian ini dilakukan sejak Bulan Juni 2007 hingga Maret 2008 di perairan Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan Pertumbuhan karang lunak, serta menganalisa struktur histologi dan perkembangan gonad karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan. Lokasi penurunan rak transplantasi terletak di Area Perlindungan Laut (APL) pada dua kedalaman yakni kedalaman 3 meter dan 10 meter. Penelitian ini dilakukan melewati beberapa tahapan yakni tahap awal 1 bulan persiapan, 10 bulan waktu pengukuran pertumbuhan (Juni 2007 - Maret 2008). Bulan ke-10 dan ke-18 setelah pengukuran dilakukan analisa histologi untuk melihat perkembangan gonad karang lunak yang telah ditransplantasikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup tertinggi yakni terdapat pada karang lunak jenis Lobophytum strictum dikedalaman 3 meter dan 10 meter yakni 100 %, sedangkan tingkat kelangsungan transplantasi karang lunak selama penelitian pada spesies Sinularia dura yakni 80 % pada kedalaman 3 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter yakni 100%. Pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter yakni panjang 1,785 cm dan lebar 2,061 cm, berikutnya pertumbuhan pada kedalaman 10 meter yakni panjang 1,512 cm dan lebar 1,541 cm. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%, menunjukkan antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang dan lebar diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05). Spesies yang kedua yakni Lobophytum strictum memiliki pertumbuhan panjang 4,03 cm dan lebar 3,39 cm pada kedalaman 3 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter memiliki pertumbuhan yakni panjang 3,63 cm dan lebar 3,69 cm. Hasil dari Analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%, bahwa antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang dan lebar diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05).

(5)

membesar karena butiran-butiran sitoplasma mulai berkembang menyebar ke seluruh bagian oosit sehingga warna oosit mulai agak terang. Oosit pada tahap ini dapat ditemukan pada rongga gastrovaskular karena sudah terlepas dari pedikel. Ada beberapa oosit yang telah matang dan mencapai ukuran maksimum. Variasi perkembangan sel gamet pada karang lunak Sinularia dura hasil fragmentasi buatan yang ditransplantasi, menunjukkan bahwa fragmentasi tidak mempengaruhi siklus reproduksi perkembangan karang lunak.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PERTUMBUHAN KARANG LUNAK (Octocorallia:Alcyonacea)

Lobophytum strictum, Sinularia dura DAN PERKEMBANGAN

GONAD Sinularia dura HASIL FRAGMENTASI BUATAN DI

PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

DONDY ARAFAT

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta

Nama Mahasiswa : Dondy Arafat N R P : C551060061 Program Studi : Ilmu Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc drh. Adi Winarto, Ph.D

Ketua Anggota

Diketahui

Tanggal Ujian : 29 Juli 2009 Tanggal Lulus : Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas segala karunia-Nya berupa kesehatan dan keluangan waktu sehingga

penelitian tesis mengenai “Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea)

Lobophytum strictum, Sinularia dura dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta” ini

dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di

Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc

dan drh. Adi Winarto, Ph.D selaku komisi pembimbing yang banyak memberikan

masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga sangat berterimakasih kepada

Program Hibah Bersaing tahun 2006 yang diketuai Dr. Hefni Effendi, M.Phil

selaku penyandang dana penelitian. Tim Hibah Bersaing 2006 (Prof. Dr. Ir. Dedi

Soedharma, DEA, Beginer Subhan, S.Pi, Ir. Mukzijat Kawaroe, M.Si) yang telah

memberikan bantuan baik fisik maupun moral, rekan-rekan kuliah Program Studi

Ilmu Kelautan 2006 (Rico, Dobo, Iis, Mila, Mukti, Erna, Ria, Pak Ngadiran, Ira,

Ratih, Syahrul, Om faisal, Tante Katrin dan Bung Degen), teman-teman [Gita

Pradipta, Beginer Subhan, Citra, Iqbal S Goeltom, Ramadian Bachtiar] yang telah

menginspirasi dan menjadi teman diskusi, keluarga [Ayahanda Sastra Yuddin dan

Ibunda Doetje Eka Dharma, dan Adinda Goura Genni Perca yang senantiasa

memberi doa dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan serta semua

yang telah berkontribusi dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada

Program Beasiswa COREMAP yang telah memberikan bantuan dana penulisan

tesis.

Tentunya masih ada berbagai kekurangan dalam tesis ini sehingga saran

dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan

di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat pada tanggal 1 Mei 1982, anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Sastra Yuddin dan ibu Doetje Eka Dharma.

(11)

DAFTAR ISI

Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak ... 7

Karang Lunak yang Ditransplantasi ... 8

Marga Lobophytum menurut Verseveldt (1982) ... 8

Marga Sinularia menurut Verseveldt (1980) ... 9

Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu ... 10

Reproduksi Karang Lunak ... 12

Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak ... 17

Peranan Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak ... 17

Senyawa terpenoid sebagai pelindung terhadap predator ... 17

Senyawa terpenoid untuk merebut ruang hidup ... 18

Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang ... 18

(12)

METODE PENELITIAN ... 23

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 24

Bahan dan alat penelitian untuk transplantasi ... 24

Bahan dan alat penelitian untuk Histologi ... 24

Prosedur Penelitian ... 25

Analisis Data ... 30

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 30

Pertumbuhan ... 31

Rancangan Percobaan ... 31

Pengukuran Tingkat Kematangan Gonad ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Adaptasi Karang Lunak Hasil Fragmentasi (Pemotongan) ... 32

Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmen karang Lunak ... 35

Pertumbuhan ... 37

Pertumbuhan Spesies Sinularia dura ... 38

Pertumbuhan Spesies Lobophytum strictum ... 40

Laju Pertumbuhan ... 43

Laju Pertumbuhan spesies Sinularia dura ... 43

Laju Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum ... 45

Pertambahan Jumlah Cabang Fragmen Karang Lunak ... 47

Pengamatan Struktur Histologi Gonad Karang lunak ... 48

Struktur Histologi Karang lunak Hasil Transplantasi ... 48

Alat Reproduksi Seksual Karang Lunak Hasil Transplantasi ... 51

Kondisi Lingkungan Perairan Lokasi Penelitian... 55

Parameter Fisika Lingkungan ... 56

Parameter Kimia Lingkungan ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pendekatan masalah ... 2

2. Penampang melitang polip karang lunak Anggota Octocorallia

(Bayer, 1956) ... 5

3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c)

Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium ... 9 4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985

dalam Manuputty, 2002) ... 11

5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens

(Achituv dan Benayahu, 1990) ... 14

6. Lokasi Rak Transplantasi Penelitian; Pulau Pramuka – Kepulauan

Seribu, DKI Jakarta ... 23

7. a. Perakitan Rak Transplantasi Karang Lunak, Lokasi Pulau

Pramuka ... 25

b. Desain rak transplantasi karang lunak, dilapisi dengan jaring ... 25

8. Bibit Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) yang diambil disekitar

perairan Pulau Pramuka ... 26

9. Susunan fragmen karang lunak jenis Lobophytum strictum

ditransplantasi dengan substrat dan disusun pada rak transplantasi ... 27

10.Ilustrasi Penempelan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) pada

substrat ... 28

11.Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea) ... 32

12.Proses adaptasi karang lunak spesies Lobophytum strictum hasil

fragmentasi pada kedalaman 3 m (periode Juni-Agustus 2007) ... 34

13.Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies

Sinularia dura di perairan Pulau Pramuka ... 35 14.Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies

Lobophytum strictum di perairan Pulau Pramuka ... 36 15.Pertumbuhan Fragmen karang lunak spesies Sinularia dura pada awal

penelitian hingga akhir penelitian (selama 10 bulan) ... 37

16.Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada

kedalaman 3 meter, di perairan Pulau Pramuka ... 38

17.Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada

kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka ... 39

18.Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan

(14)

19.Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan

pada kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka ... 41

20.Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter di

perairan Pulau Pramuka ... 44

21.Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 10 meter di

perairan Pulau Pramuka ... 44

22.Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter di perairan Pulau Pramuka ... 45

23.Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 10 meter di perairan Pulau Pramuka ... 46

24.Sampel spesies Sinularia dura yang dilakukan pengamatan struktur

histologi ... 48

25.Penampang vertikal bagian antokodia dari Sinularia dura setelah

dilakukan transplantasi karang lunak selama 10 bulan ... 49

26.Penampang melintang jaringan karang lunak Sinularia dura setelah

selama 10 bulan pasca transplantasi ... 50

27.Sel telur (oosit) yang diketemukan pada Sinularia dura selama

10 bulan pasca transplantasi. Oosit dalam tahap 1 ... 51

28.(A) Sel jantan dan (B) Oosit mencapai kematangan di lapisan

misentri filamen, setelah ditransplantasi selama 10 bulan ... 52

29.Sel telur (oosit) diketemukan pada Sinularia dura setelah 18 bulan

pasca transplantasi. (a. Oosit tahap III; b. Oosit tahap IV) ... 53

30.Sel telur (oosit) pada Sinularia dura setelah 18 bulan pasca

transplantasi (Oosit tahap V) ... 54

31.Sebaran suhu pada kedalaman 3 meter dan 10 meter ... 56

32.Kandungan Oksigen Terlarut (DO) di kedalaman 3 meter dan 10 meter

pada daerah transplantasi ... 59

33.Kandungan Nitrat peraiaran di kedalaman 3 meter dan 10 meter ... 60

34.Kandungan Nitrit di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada

Daerah transplantasi ... 60

35.Kandungan Fosfat di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyonina ... 8

2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian ... 24

3. Parameter Fisika-Kimia Perairan, Satuan dan Alat yang digunakan ... 29

4. Persentase kondisi homeostatis karang lunak (Alcyonacea) dari spesies Sinularia dura dan Lobophytum strictum akibat

fragmentasi buatan ... 33

5. Pertambahan jumlah cabang karang lunak (Alcyonacea) ari spesies Sinularia dura dan Lobophytum strictum

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rata-rata pertumbuhan relatif fragmentasi karang lunak

Sinularia dura selama 10 bulan ... 69 2. Rata-rata pertumbuhan relatif fragmentasi karang lunak

Lobophytum strictum selama 10 bulan ... 70 3. Rata-rata sebaran parameter kimia di lokasi penelitian pada

masing-masing kedalaman ... 71

4. Analisis Ragam antar perlakuan pada pertumbuhan Soft Coral

Jenis Sinnularia sp dengan selang kepercayaan 95% ... 72

5. Analisis Ragam antar perlakuan pada pertumbuhan Soft Coral

Jenis Lobophytum sp dengan selang kepercayaan 95% ... 73

6. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Sinularia dura)

hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3m ... 74

7. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Sinularia dura)

hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 m ... 75

8. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Lobophytum strictum)

hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3m ... 76

9. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Lobophytum strictum)

hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 m ... 77

10.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan

lebar pada spesies Sinularia dura dikedalaman 3 meter ... 78 11.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan

lebar pada spesies Sinularia dura dikedalaman 10 meter ... 79 12.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan

lebar pada spesies Lobophytum strictum dikedalaman 3 meter ... 80 13.Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan

lebar pada spesies Lobophytum strictum dikedalaman 10 meter ... 81 14.Analisa Sidik Ragam pertambahan jumlah cabang

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan terumbu karang adalah salah satu sumberdaya alam perairan

tropis yang penting dan mempunyai potensi yang besar. Indonesia memiliki

sumberdaya hayati perairan laut dengan keanekaragamannya yang tinggi, akan

tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Karang lunak merupakan bagian dari

ekosistem terumbu karang yang dianggap penting (Benayahu, 1985; Coll 1983

dan Sammarco et.al, 1998) dan merupakan komponen kedua terbesar sesudah karang batu (Manuputty, 1996a), mempunyai peranan yang penting dalam ekologi

terunbu karang, seperti memberikan kontribusi pada pembentukan terumbu. Pada

saat ini terdapat beberapa sumberdaya laut telah dilaporkan yang mempunyai

potensi antara lain: mikroalga, makroalga, karang lunak, echonodermata,

moluska, krustase, ikan dan spons. Menurut Nontji & Satari (1996), melaporkan

bahwa beberapa spesies alga, karang, spons dan tunikata menghasilkan produk

yang menunjukkan aktivitas antibiotik, antijamur, antivirus dan antiinflammatory.

Para ahli biokimia juga memberikan perhatian terhadap karang lunak

karena efektif menghasilkan senyawa biokatif. Para ahli mengharapkan dapat

menemukan senyawa baru yang bermanfaat yang bermanfaat untuk industri dan

farmasi (Grzimek, 1974; Cuthill, 1996). Sekarang ini karang lunak menjadi

perhatian serius bagi para ahli biokimia. Pengkajian bidang bahan alam laut di

Indonesia merupakan suatu kajian yang relatif masih sangat baru. Keberadaan

karang lunak sekarang ini menjadi sorotan dalam dunia bioteknologi, potensi

besar yang dimiliki karang lunak untuk tujuan komersial, terutama untuk

memproduksi secara massal ekstrak kasar senyawa bioaktif atau sebagai novel substance. Langkah pemilihan teknologi tepat guna masih perlu dilakukan, untuk itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendasar dalam usaha peningkatan produksi.

Penelitian mengenai aspek reproduksi pada karang lunak jenis (Octocorallia:

Alcyonacea) Lobophytum strictum, dan Sinularia dura yang menyangkut perkembangan gonad pada habitat alaminya merupakan usaha untuk menggali informasi dasar bila hendak melakukan upaya transplantasi karang lunak ataupun

(18)

fragmentasi buatan merupakan usaha penyediaan karang lunak di alam, sedangkan

metode baru budidaya transplantasi karang lunak masih jarang dilakukan. Dari

hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pertumbuhan

dan memberikan wawasan baru terhadap dalam perkembangan ilmu di bidang

teknologi reproduksi sebagai persediaan karang lunak.

Pendekatan Masalah

Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat tekanan ekologi misalnya;

pencemaran, pengeboman, bahan kimia dan menyebabkan degradasi populasi

terumbu karang. Rehabilitasi merupakan usaha pemulihan lingkungan baik secara

alami dan buatan, kian marak dilakukan oleh pemerintah demi perbaikkan

ekosistem. Informasi mengenai siklus reproduksi masih kurang khususnya untuk

karang lunak. Sehingga pada saat penerapan teknologi rehabiltasi terkadang masih

memiliki kegagalan yang besar. Teknologi transplantasi dengan metode

fragmentasi buatan merupakan salah satu usaha perbaikan ekosistem. Kompilasi

dari pengetahuan siklus reproduksi dengan transplantasi, diharapkan bahwa usaha

rehabilitasi akan memperbaiki ekosistem terumbu karang. Pengetahuan siklus

reproduksi sangat penting dalam usaha pemilihan bibit benih, yang akan

difragmentasikan dalam usaha perbaikkan lingkungan. Pendekatan masalah

diagram hubungan teknologi transplantasi dengan siklus reproduksi dapat dilihat

pada diagram di bawah ini (Gambar 1):

(19)

Berdasarkan permasalahan mengenai kurangnya informasi siklus

reproduksi khususnya karang lunak, menjadi latar belakang dalam penelitian ini.

Selain itu, untuk menilai seberapa besar tingkat keberhasilan metode transplantasi

maka diperlukan referensi perkembangan reproduksi karang lunak dan didukung

dengan aspek bioekologinya, terutama tentang laju pertumbuhan dan tingkat

kelangsungan hidup yang dikaitan dengan karakteristik fisika-kimia perairan

yang banyak mempengaruhinya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan dan

perkembangan karang lunak hasil fragmentasi buatan serta aspek reproduksi

karang lunak jenis melalui pendekatan histologis. Tujuan yang ingin dicapai,

yaitu:

1. Mengetahui tingkat kelangsungan hidup karang lunak

(Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, dan Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada kedalaman yang berbeda.

2. Mengetahui pertumbuhan karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea)

Lobophytum strictum, dan Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada kedalaman yang berbeda.

3. Mengetahui struktur histologi dan perkembangan gonad karang lunak

(Octocorallia:Alcyonacea) spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan.

Hasil dari penelitian fragmentasi karang lunak ini diharapkan dapat

memberikan manfaat dalam:

1. Memberikan informasi mengenai reproduksi karang lunak sebagai dasar

dalam usaha pembudidayaan karang lunak

2. Mendapatkan teknik praktis dalam menunjang rehabilitasi dan konservasi

untuk memperbaiki pemulihan keanekaragaman ekosistem terumbu karang

Hipotesa Penelitian Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Umum Karang Lunak (Soft Coral)

Ekosistem terumbu karang pada umumnya biota yang dominan ialah

karang batu. Dalam susunan ekosistem terumbu karang karang Alcyonacea atau

yang dikenal dengan karang lunak merupakan invertebrata terbanyak kedua

sesudah karang batu. Istilah Alcyonaria dipakai sebagai nama umum karang lunak

yang merupakan nama penggolongan sub-kelas karang lunak (sub-kelas

Alcyonaria atau Octocorallia). Menurut Verseveldt 1983, mengumpulkan dan

mengidentifikasi berbagai berbagai jenis karang lunak dari beberapa perairan di

antaranya 46 jenis dari marga Lobophytum Von Marenzeller. Alcyonacea telah dikenal sejak zaman Cretaceous kira-kira 65 juta tahun yang lalu (Bayer, 1956).

Hal ini terbukti dengan adanya fosil-fosil spikula di dalam endapan di laut,

terutama di daerah pasang surut atau di daerah terumbu karang. Anggota

Octocorallia ditemukan di perairan laut, dari perairan di katulistiwa sampai ke

perairan kutub, pada semua kedalaman dari daerah pasang surut (intertidal)

sampai ke perairan terdalam (abyssal), khususnya kelimpahan tertinggi ditemukan di perairan dangkal dan hangat di daerah tropis. (Manuputty, 2002).

Menilik hasil penelitian-penelitian mengenai kandungan bahan-bahan

bioaktif, maka jenis spesies karang lunak tersebut termasuk dalam sumber bahan

aktif (Soedharma, 2005). Karang lunak yang telah banyak diteliti adalah

kandungan kimianya. Tursch et al. (1978) telah mengisolasi senyawa terpen dari beberapa jenis karang lunak. Senyawa terpen ini telah menarik perhatian para ahli

kimia terutama yang meneliti senyawa-senyawa alamiah karena dapat digunakan

dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur dan senyawa anti tumor.

Sedangkan kegunaannya bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal

terhadap serangan predator, dalam hal memperebutkan ruang lingkup, dan dalam

proses reproduksi (Coll & Sammarco, 1986), kemudian menemukan bahwa

senyawa terpen karang lunak dihasilkan oleh zooxanthella yaitu alga uniseluler

(21)

Morfologi dan Anatomi

Anggota Octocorallia memiliki tubuh berupa polip dengan delapan

tentakel atau lengan yang berduri (pinnula), fungsinya untuk membantu

mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Dilanjutkan dengan

delapan mesentri yaitu jaringan lunak berupa septa yang menggantung dan

membagi rongga dalam tubuhnya menjadi delapan bagian. Perbedaan yang lain

adalah secara anatomis, yaitu pada kandungan spikula/sklerit yang merupakan

penyokong dan pembentuk tekstur tubuh (Manuputty, 1996; Fossa dan Nilsen,

1998).

(22)

Menurut Bayer (1956), polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu

antokodia, kaliks dan antostela (Gambar 2). Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke dalam jaringan tubuh. Apabila antokodia ditarik ke dalam, maka yang nampak

dari atas adalah pori-pori kecil seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah

yang disebut kaliks. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan

dengan deretan duri-duri di sepanjang sisinya. Duri-duri ini disebut pinnula, fungsinya untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut.

Selain tentakel, ditemukan mulut (sifonoglifa) yang melanjutkan diri membentuk septa. Antokodia juga mengandung spikula yang letaknya berderet sampai ke

ujung masing-masing tentakel. Pada pangkal tentakel terdapat mulut yang

berbentuk kepingan yang disebut stomodeum. Lanjutan mulut berupa saluran pendek disebut farinks atau esofagus. Bagian dalam farinks disusun oleh sel-sel epitel kelenjar dan sel-sel epitel kolumnar yang berflagela. Fungsi flagela untuk

membantu mengalirkan air ke dalam rongga perut pada proses respirasi. Sel-sel

epitel tadi tersusun sedemikian rupa sehingga bagian dalam farinks berbentuk

alur-alur yang disebut sifonoglifa. Bagian polip dimana sifinoglifa terletak disebut

bagian ventral, sebaliknya yang berseberangan dengannya disebut bagian dorsal.

Pada kaliks terdapat rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks

(yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa), benang-benang septa dan organ reproduksi atau gonad.

Fungsi lain dari polip ini adalah berperan dalam proses reproduktif, yaitu

menghasilkan gamet. Polip-polip ini juga sebagian bergerak untuk berekspansi

dan berkonstraksi, sebuah proses yang dapat dilihat pada beberapa koloni

(Ruppert dan Barnes, 1994; Fossa dan Nilsen, 1998). Octocorallia umumnya

memiliki warna yang indah. Warna-warna ini dihasilkan oleh sejumlah

Zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang, yang menghasilkan pigmen coklat, kuning, hijau dan sebagainya (Manuputty, 1996). Zooxanthellae ini mulai masuk ke jaringan polip karang lunak pada saat masih berbentuk telur

(23)

Zooxanthellae yang berenang ke dalam rongga mesentri lewat mulut, kemudian menginfeksinya (Kinzei, 1973 in Sorokin, 1993).

Karang lunak ordo Alcyonacea yang mengandung Zooxanthellae adalah genus Alcyonium, Lithophyton, Lobophytum, Sarcophyton, Sinularia, Capnella, Cladiella, Lemnalia, Paralemnalia. Pada jenis Cespitularia, Sarcophyton, Lobophytum dan Sinularia, Zooxanthellae ditemukan pada jaringan tubuh dan tentakelnya, tetapi pada jenis Cladiella, Zooxanthellae hanya ditemukan pada tentakelnya, sedangkan pada jenis Dendronephtya, Stereopnephthya dan Umbellulufera, Zooxanthellae tidak ditemukan (Sorokin, 1993).

Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak

Menurut Bayer (1983), bahwa bentuk pertumbuhan (percabangan) karang

lunak memiliki beberapa motif. Bentuk pertumbuhan (percabangan) karang lunak

diuraikan sebagai berikut :

Lobata : bertangkai pendek atau panjang, kapitulum terdiri atas lobus

yang berbentuk jari pendek atau tonjolantonjolan bulat yang tidak

beraturan bentuk maupun ukurannya.

Encrusting : kapitulum tanpa tangkai, pertumbuhan koloni merambat dan melekat erat di dasar, pada permukaan atas kapitulum terdiri dari

kumpulan lobus berbentuk bulatan atau seperti pematang yang

tegak lurus.

Arboresen : bentuk pertumbuhan seperti pohon dengan batang utama dan

cabang-cabang.

Glomerata : bentuk pertumbuhan arboresen dengan cabang primer

bergerombol pendek dan rapat, melekat pada batang utama

divarikata : bentuk pertumbuhan arboresen, dari cabang primer

bercabang menjadi cabang sekunder namun tidak rapat.

Umbellata : bentuk pertumbuhan seperti arboresen tetapi cabang primer dan

(24)

Karang lunak dari Sub-ordo Alcyoniina, adalah hewan yang mempunyai

bentuk yang sangat bervariasi dan mempunyai jumlah spesies yang besar.

Sub-Ordo Alcyoniina terdiri dari enam famili, yaitu: Paralcyoniidae (Fasciculariidae,

Viguierotidae), Alcyoniidae, Asterospiculariidae, Nephtheidae, Nidaliidae dan

Xeniidae. Dari keenam famili ini, Famili Alcyoniidae dan Nephtheidae

mempunyai genus yang relatif banyak (Tabel 1) (Fossa dan Nilsen, 1998).

Tabel 1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyoniina.

No. Famili Genus

Alcyonion, Acrophytum, Anthomastus, Bellonella, Cladiella

(=Lobularia,=Microspicularia,=Spaerella),

Lobophytum, Metalcyonum, Minabea, Malacacanthus, Parerythropodium, Sarcophyton, Sinularia, Dampia, Eleutherobia, Inflatocalyx, Ceratocaulon

Asterospiculata

Nephthea, Capnella (=Eunephtya), Daniela, Drifa, Duva, Gersemia, Lemnalia, Litophyton (=Ammothea), Dendronephtthya (=Morchellana, = Roxasia,= Spongodes), Neospongedes,

Xenia, Anthelia, Cespitularia, Efflatounaria, Fungulus, Heteroxenia, Sympodium

Sumber: Fossa dan Nilsen (1998)

Karang Lunak yang Ditransplantasi

Marga Lobophytum menurut (Verseveldt. 1982; Manuputty. 2002)

Koloni besar dan merambat dengan kapitulum yang lebar, permukaan atas

dapat berupa lobata yakni berbentuk jari (digitata) atau juga mempunyai

pematang-pematang, letaknya tegak lurus dengan permukaan kapitulum. Warna

koloni kuning atau kehijauan yang merupakan perbedaan yang kontras dengan

jenis Alcyonacea lainnya, dan ada beberapa yang berwarna krem. Diketemukan

(25)

Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa

Sub-kelas : Octocorallia Bangsa: Alcyonacea

Sub-Bangsa: Alcyoniia Suku : Alcyoniidae

Marga : Lobophytum

Jenis : Lobophytum strictum (Bayer, 1956; Verseveldt, 1983; Manuputty 2002)

Jenis ini umumnya ditemukan dimana-mana terutama pada perairan yang

jernih. Koloni bertangkai pendek, sepintas nampak seperti mengerak (encrusting). Lobus pada bagian tepi bergelombang, dan pada bagian tengah digitiformis

(berbentuk seperti jari) (Tixier Durivault, 1957 dalam Manuputty 2002).

Gambar 3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c) Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium

Marga Sinularia menurut (Verseveldt. 1980; Manuputty. 2002)

Jenis karang lunak ini memiliki koloni bertangkai atau dapat merambat

(encrusting). Memiliki kapitulum lebar, lobata yang merambat, yang bertangkai

digitata. Polip monomorfik yaitu tidak memiliki sifonoid. Beberapa jenis hanya

(26)

berwarna senada dengan kapitulum, kecuali Sinularia flexibilis tangkainya berwarna putih, kapitulum lentur berwarna krem. Warna koloni biasanya coklat,

krem ataupun abu-abu. Anggota Sinularia sangat banyak sehingga untuk membedakannya antara jenis yang satu dengan lainnya tidak cukup hanya dengan

ciri-ciri morfologinya. Untuk itu harus dibedakan dari bentuk sklerit atau

spkulanya (Gambar 3).

Filum : Coelentrata/Cnidaria

Jenis : Sinularia dura (Bayer, 1956)

Ciri khas koloni berbentuk seperti bunga, memiliki spikula yang nampak

jelas dan berukuran besar terutama spikula pada bagian basal (pada yang lobata).

Pada bagian lobus/ atas (top), spikula berbentuk club berukuran 0,15 – 0,20 mm,

atau 0,12 – 0,22 mm, bagian kepala melebar, 0,06 – 0,10 mm, kadang-kadang

sampai 0,15 mm (Pratt, 1903; Manuputty, 1996a). Ditemukan pada kedalaman di

bawah 6 meter atau pada daerah yang gelap di bawah boulder karang, pada

perairan yang agak keruh. Sebaran lokal : Pulau Lancang, Pulau Pari, Pulau

Merak (Manuputty, 2002).

Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu

Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan

karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh dan kerangka yang

menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan

organ-organ dalam untuk mengambil makanan dari dalam air, dan mengeluarkan

zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga pada proses respirasi pada

prinsipnya sama dengan karang batu. Perbedaan antara karang lunak dan karang

batu dapat dilihat dari bentuk dan susunan tubuhnya (Gambar 4) dalam

(27)

4. spikula mesenterial 4. kerangka kapur 8. jaringan

penyokong

Gambar 4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985 dalam Manuputty, 2002)

Walaupun karang lunak dan karang batu mirip, tetapi karang lunak

mempunyai tubuh lebih lunak karena tidak mempunyai kerangka kapur yang

keras. Sebagai gantinya, karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan

berdaging yang diperkuat suatu matriks dari partikel-partikel kapur mikroskopis

yang disebut sklerit. Dalam terminologi istilah spikula dipakai untuk nama umum

bagi kerangka kapur yang menyokong tubuh karang lunak, baik itu berbentuk

pipih, seperti sisik atau seperti kumparan. Istilah sklerit dipakai pada spikula yang

bentuknya seperti kumparan atau jarum tebal yang berukuran besar, dengan kedua

ujung yang runcing atau agak runcing. Sklerit berasal dari kata skleros yang berarti keras. Umumnya dijumpai pada bagian basal atau tangkai terutama di

jaringan koenensim sebelah dalam (internal) (Manuputty, 2002).

(28)

Reproduksi Karang Lunak Reproduksi Aseksual

Pada habitat alami, reproduksi aseksual merupakan mekanisme penting

dalam meningkatkan jumlah individu dalam suatu koloni. Reproduksi ini

dilakukan dengan cara pertumbuhan koloni, fragmentasi, tunas, pembelahan

melintang, dan pencabikan pedal (Sprung dan Delbeek, 1997 in Sandy, 2000). 1. Fragmentasi, penempelan fragmen buatan akan berhasil dengan baik bila

kondisi lingkungan pun optimal dan substrat dasarnya pun baik. Karang

lunak yang paling mudah diperbanyak adalah genus dari Sarcophyton, Sinularia, Xenia, dan Anthelia. Fragmentasi dapat juga terjadi karena adanya predator dan gangguan alam seperti badai. Serangan dari cacing,

siput, dan ikan pada Sarcophyton dapat merusak koloni. Namun, penggunaan fragmentasi mampu menghasilkan sejumlah keturunan dari

sisa jaringan.

2. Pembentukan tunas, biasa terjadi pada karang lunak masif seperti

Sarcophyton di bagian dekat dasar tangkai atau pada bagian pinggir kapitulum. Jika pertunasan terjadi pada koloni yang masih kecil, maka

anak dan induk akan tumbuh bersama-sama untuk membentuk koloni

bertangkai banyak. Bila koloni induk yang bertunas sudah berukuran besar

maka tunas yang tumbuh akan tetap kerdil karena terhalang oleh koloni

induk.

3. Pembelahan melintang, terjadi pada Xenia spp, dimana pembelahan diawali dengan terpisahnya tangkai mulai dari dasar terus memanjang ke

arah vertikal diantara dua cabang terbesar, hingga akhirnya dapat

menghasilkan dua koloni berukuran sama. Proses ini memakan waktu

beberapa bulan untuk sampai benar-benar terpisah. Namun untuk Xenia spp hanya membutuhkan waktu satu minggu saja.

4. Pencabikan pedal (pedal laceration), koloni benar-benar bergerak melintasi substrat mengikuti jaringan bagian basalnya. Selanjutnya,

jaringan ini dapat terus menempel atau menjadi terlepas dan menjadi

(29)

Reproduksi seksual

Banyak spesies yang telah didata adalah gonokorik, dan salah satunya

hermaphrodite yang langka. Proses pemijahan pada seluruh famili Alcyoniidae,

mempunyai siklus tahunan spermatogenesis sedangkan proses oogenesis mereka

disempurnakan lebih lama bahkan melebihi dari siklus oogenesis tersebut

(Yamazato et al. 1981; Alino dan Coll 1989; Benayahu et al. 1990).

Seksualitas karang lunak (alcyonacea) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

hermaprodit dan gonokhorik (Hwang dan Song, 2007; Simpson, 2008).

1. Hermaprodit, yaitu koloni atau polip karang lunak yang mampu

menghasilkan gamet jantan dan betina selama hidupnya. Tipe hermaprodit

ditemukan pada Alcyonium dan Xenia.

2. Gonokhorik, merupakan tipe paling umum pada karang lunak. Polip atau

koloni karang lunak gonokhorik hanya menghasilkan gamet jantan atau

betina saja selama hidupnya. Tipe hermaprodit dapat ditemukan pada

Anthelia, Sinularia, Sarcophyton, Lobophytum, Cladiella, Dendronephthya, dan sebagainya

Gametogenesis

Siklus gametogenesis pada masa pengeraman selama satu tahun, dimana

pengeraman secara internal siklus gametogenesis mempunyai variasi waktu setiap

tahun (Benayahu 1991). Larva karang lunak pada daerah tubir ditemukan ukuran

yang kecil, semusim dan ada kesamaan dengan tahap pemijahan (Alino and Coll

1989; Benayahu et al. 1990), sesuai dengan identifikasi yang ada, ciri khas

pemijahan tahunan dari karang batu (Harrison dan Wallace 1990; Richmond dan

Hunter 1990). Pada daerah Great Barrier Reef di Australia karang lunak memijah secara massal (Babcock et al. 1986; Alino and Coll 1989).

Gametogenesis pada umumnya terjadi pada polip autozooid yang memiliki

alat kelamin atau gonad. Simpson (2008) menjelaskan bahwa secara umum, baik

pada polip betina atau jantan, gamet berkembang di sepanjang non asulkal

mesenteri dan seringkali ditemukan pada bagian dasar polip karang lunak

(30)

Keterangan :

(rg) Rongga gastrovaskular, (ms) Mesenteri, (m) Mesoglea, (o) Gamet betina (oosit), (s) Gamet jantan.

Gambar 5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens (Achituv dan Benayahu, 1990).

Gamet berasal dari gastrodermis dan akan melekat pada mesenteri dengan

bantuan tangkai pedikel pada awal masa perkembangannya. Selama proses

perkembangan, gamet seringkali dibungkus oleh lapisan folikel yang berasal dari

sel-sel yang terspesialisasi pada gastrodermis. Dengan ukuran yang semakin

meningkat, gamet akan terlepas menuju rongga gastrovaskular atau tetap bertahan

pada mesenteri hingga proses pematangan gamet selesai. Namun, karang lunak

pada laut merah (Red Sea) memperlihatkan reproduktif yang terpisah secara temporal (Benayahu et al. 1990), sama halnya dengan scleractinian corals didaerah yang sama (Shlesinger and Loya 1985). Pengeraman spesies pada kedua

kelompok tersebut, cenderung kearah planulate seluruhnya dalam waktu panjang, atau sepanjang tahun (Harrison and Wallace 1990; Benayahu 1991). Reproduksi

seksual pada azooxanthellate octocoral Dendronephthya hemprichi telah diteliti

oleh Klunzinger 1877 di Eliat (Red Sea) sejak awal maret 1989 selama 2 tahun.

Diketahui bahwa D. hemprichi termasuk spesies yang gonokorik. Stadia perkembangan gonad telah diamati seluruhnya setiap tahun. Ukuran oocyte yang

kecil dan kumpulan sperma, sekitar 51 sampai 100 lm panjang diameter, sangat

(31)

lebih kecil. Bentuk tersebut merupakan hasil dari proses gametogenesis dan terus

berlanjut sampai oocyte dan sperma matang dan siap untuk dikeluarkan.

Spermatogenesis

Hwang dan Song (2007) membedakan perkembangan spermatogenesis

menjadi 4 tahap. Tahap I biasanya ditandai dengan berkumpulnya spermatogonia

di mesoglea pada mesenteri. Pada tahap II (spermatosit) sudah memiliki batas dan

bentuk yang jelas dan melekat pada mesenteri dengan bantuan pedikel. Tahap III,

ukuran kista sperma menjadi semakin besar. Spermatosit berkembang menjadi

spermatid yang jumlahnya sangat banyak dan tersusun di bagian tepi dari kista.

Pada tahap IV, spermatosit telah matang dengan berkembang menjadi

spermatozoa yang telah memiliki ekor.

Pemijahan dan fertilisasi

Ada tiga macam bentuk reproduksi seksual pada karang lunak (Cnidaria:

Alcyonacea) untuk menghasilkan gamet, baik melalui pengeraman secara

eksternal maupun internal (Benayahu et al. 1990). Karang lunak alcyonacea

memiliki tiga cara reproduksi untuk menjamin kesuksesan reproduksinya yaitu

pemijahan gamet ke kolom perairan (broadcast spawning), internal brooding, dan external brooding (Hwang dan Song, 2008).

1. Pemijahan gamet ke kolom perairan, merupakan cara reproduksi yang paling

umum terjadi pada karang lunak alcyonacea. Cara ini akan disertai dengan

proses fertilisasi dan perkembangan embryo di kolom perairan. Proses

pemijahan pada karang lunak biasanya mengikuti pemijahan massal secara

serempak dengan organisme lain di ekosistem terumbu karang sebagai suatu

bentuk strategi untuk mengurangi tekanan predasi pada gamet yang baru saja

dikeluarkan (Simpson, 2008).

2. Internal brooding biasa terjadi pada genus Xenia, Heteroxenia, dan Anthelia. Telur biasanya tetap berada di dalam polip hingga akhirnya terjadi proses

pembuahan dan larva akan dikeluarkan ke kolom perairan.

3. External brooding, terjadi pada genus Alcyonium dan Capnella. Telur akan dikeluarkan di permukaan koloni karang lunak dan menunggu hingga terjadi

(32)

gamet sebagai upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva dari

bahaya predasi.

Distribusi Karang Lunak

Karang lunak dari Alcyonacea umumnya menyebar di kawasan

Indo-Pasifik. Menurut perkiraan, lebih dari 100 spesies karang lunak yang didapatkan

di Indo-Pasifik. Spesies-spesies ini banyak hidup pada daerah reef flat dan reef

slope, dan juga di komunitas perairan dalam (Turch dan Turch, 1982). Anggota

Octocorallia terdapat pada seluruh lautan, dari daerah equator sampai pada kutub,

pada seluruh kedalaman, intertidal sampai abisal, dan lebih melimpah pada

perairan hangat dan dangkal di daerah tropis. Karang lunak (Ordo Alcyonacea)

dan gorgonia (Ordo Gorgonacea) menyusun sebagian besar fauna terumbu dan

dalam beberapa areal, khususnya karang lunak, mendominasi pemandangan

bawah laut.

Faktor lingkungan yang sangat penting mempengaruhi penyebaran dan

kelimpahan karang lunak adalah interaksi faktor biologi dan fisik. Hewan ini

sering menyebar pada kedalaman di bawah surut terendah menghindari proses

pengeringan (Bayer, 1956). Pada perairan dangkal, aksi gelombang juga

merupakan faktor pembatas untuk karang lunak berkolonisasi, sedangkan pada

perairan dalam, ketersediaan cahaya merupakan faktor pembatas karang lunak

untuk berkolonisasi (Tursch dan Tursch, 1982). Penyebaran dan zonasi

berdasarkan kedalaman pada jenis-jenis yang berbeda ditentukan oleh

faktor-faktor biotik dan abiotik. Selain itu, interaksi kompetitif dengan organisme karang

lainnya jelas memegang peranan penting dalam menentukan penyebaran karang

lunak (Benayahu, 1985).

Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran karang lunak pada perairan

dangkal adalah tipe substrat. Variasi bentuk karang lunak, seperti koloni kecil

encrusting pada Cladiella dan Pachyclavuaria, koloni digitate lobe pada Cespitularia atau koloni besar capitate pada Sarcophyton, semua memerlukan tempat dan substrat yang stabil untuk pelekatannya. Karang lunak tersebut selalu

melimpah pada pada karang mati dan batuan dasar. Pada kecerahan perairan 13

(33)

penting menentukan penyebaran karang lunak ini. Koloni Dendronepthtya dan Umbellulifera sering ditemukan berasosiasi dengan substrat pasir yang diatasnya mengandung potongan cangkang moluska. Karang lunak ini sering ditemukan

pada daerah yang berarus kuat yang mencegah sedimentasi pada permukaan

koloni.

Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak

Terpenoid adalah kelompok senyawa organik yang banyak terdapat pada

komponen minyak esensial pada banyak tumbuhan dan bunga (Streitwieser et al., 1992). Terpenoid disintesis oleh organisme (biosintesis) dari asam asetat melalui

proses biokimia lanjutan isopentenyl pyrophosphate. Struktur terpenoid umumnya

disusun oleh sejumlah unit isoprena (unit C5) (Streitwieser et al., 1992).

Manuputty (1991) terpenoid merupakan suatu senyawa kimia golongan

hidrokarbon isometik. Senyawa ini umumnya ditemukan dalam minyak esensial

atau minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan yang berdaun harum seperti eukaliptus

atau dalam bentuk terpenoidtin dari sebangsa pinus, damar, karet dan sebagainya.

Peranan Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak Senyawa terpenoid sebagai pelindung terhadap predator

Umumnya perairan terumbu karang hidup bermacam-macam predator

karang lunak seperti ikan, krustasea, ekhinodermata dan lain-lain. Morfologi

karang lunak lentur dan lunak. Hidupnya menetap dan melekat di dasar sehingga

tidak dapat menghindari serangan predator. Selain itu tubuhnya kaya unsur-unsur

nutrisi yang penting seperti protein, lemak, dan karbohidrat, yang merupakan

sumber makanan yang bernilai tinggi bagi predator (Manuputty, 1991). Senyawa

terpenoid berbau harum dan juga mempunyai rasa yang enak, tetapi dibalik semua

ini terkandung racun yang dapat membinasakan biota lain. Beberapa percobaan

telah dilakukan untuk menguji apakah ekstrak karang lunak dapat mempengaruhi

makanan ikan. Dari percobaan itu bahwa karang lunak dengan senyawa

terpenoidnya berpengaruh terhadap makanan ikan. Jadi dengan perantaraan bau

atau aroma yang dikeluarkan oleh karang lunak ke dalam air laut di sekitarnya,

dapat menghalang-halangi biota lain yang mencari makanan di tempat tersebut.

(34)

Beberapa karang lunak yang berbau tidak enak tidak berbahaya, sedangkan yang

berbau harum dapat mematikan (Manuputty, 1991). Senyawa terpenoid dalam

tubuh karang lunak berfungsi sebagai pelengkap kegiatan fisik, mengingat tekstur

tubuhnya yang lunak dan lentur (Benayahu dan Loya, 1981), racun untuk

melawan predator dan untuk menyelamatkan makanan dari biota lain (Manuputty,

1991), menghambat pertumbuhan zooxanthellae pada karang batu (Fossa dan Nilsen, 1998). Senyawa anti predator terutama didapatkan pada karang lunak yang

menahan senyawa terpenoid di dalam tubuhnya, strategi ini dimaksudkan agar

predator tidak memangsanya.

Senyawa terpenoid untuk merebut ruang hidup

Organisme pada terumbu karang terutama yang hidup melekat pada dasar

mempunyai mekanisme tersendiri untuk merebut ruang lingkup hidupnya.

Karang batu misalnya dapat menggunakan sel penyengat untuk membunuh biota

lain yang bertetangga dengannya. Hal ini merupakan salah cara untuk merebut

ruang hidup. Karang lunak tidak memiliki sel penyengat tetapi memiliki senyawa

terpenoid yang bersifat racun. Beberapa karang lunak dengan bantuan senyawa

terpenoid dapat melemahkan bahkan mematikan organisme yang hidup di

sekitarnya (Manuputty, 1991).

Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang

Secara ekologi karang lunak memiliki kemiripan dalam hal batasan

lingkungan dengan karang batu. Grime dalam Hoeksma (1990), dalam hal ekologi dan evolusi, tekanan lingkungan digunakan untuk menggambarkan ambang batas

eksternal laju pertumbuhan dan reproduksi organisme. Suhu merupakan faktor

penting bagi kehidupan karang lunak (Bradbury dan Young, 1981 dalam Sorokin, 1989). Biasanya suhu perairan yang baik bagi ekosistem terumbu karang berkisar

diantara 180C - 360C dan pertumbuhan karang maksimum terjadi pada kondisi

perairan yang rata-rata tahunannya 260C – 280C (Birkeland, 1997). Di beberapa

tempat masih bisa hidup dengan toleransi suhu 360C – 400C (Nykbakken, 1982).

Perubahan tinggi dan rendahnya suhu perairan dapat menyebabkan zooxanthellae

keluar dari jaringan karang. Kehilangan zooxanthellae dalam waktu yang lama

(35)

Menurut Soekarno (1995), suhu yang ekstrim akan mempengaruhi karang batu

dalam proses reproduksi, metabolisme dan pembentukan kerangka kapur.

Suhu yang menyebabkan terjadi bleaching biasanya diatas 330C (Brown dan Howard, 1985; Gross, 1992). Bleaching terjadi selama suhu menurun tiba-tiba 3-5 0C dari suhu rata-ratanya selama 5-10 hari, selama terjadi upwelling (Glynn dan D’Croz, 1990 dalam Glynn, 1996), atau suhu meningkat 3-4 0C untuk jangka

pendek (1-2 hari), dan suhu meningkat 1-20C untuk jangka panjang beberapa

minggu (Jokiel dan Coles, 1990). Peningkatan suhu menyebabkan mengerutnya

protoplasma sehingga karang akan mengerut dan mengakibatkan zooxanthellae

keluar dari jaringan karang. Akibat kenaikkan suhu adalah terhambatnya proses

enzimatis dan proses kalsifikasi karang (Suharsono dan Kiswara, 1984; Grigg dan

Dollar, 1990). Hal ini akan mempercepat kematian pada karang tersebut.

Keuntungan dari simbiosis antara karang zooxanthella bagi karang adalah dalam proses kalsifikasi, sebagai proses perkembangan struktur karang (Pearse

dan Muscatine, 1971 dan Muscatine et al., 1972 dalam Tomascik et al., 1997). Menurut Dubinsky (1990), efek perubahan pada karang dapat menyebabkan

turunnya respon makan, mengurangi rata-rata produksi, banyak mengeluarkan

lendir dan proses fotosintesis dan respirasi berkurang. Kenaikkan suhu 100C

kegiatan metabolisme yang diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali.

Beberapa jenis karang dapat bertahan terhadap suhu 140C akan tetapi laju

kalsifikasi akan menurun. Demikian pula dengan suhu yang tinggi, metabolisme

akan meningkat sampai kecepatan tertentu sehingga pertumbuhan kerangka akan

menurun.

Salinitas suatu perairan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yang

hidup disuatu perairan tersebut. Menurut Bradbury dan Young dalam Sorokin (1993), bahwa salintas suatu perairan akan mempengaruhi laju pertumbuhan

karang lunak. Salinitas optimum bagi pertumbuhan karang 32-35%. Pada derah

yang bersalinitas rendah seperti di muara sungai jarang ditemukan terumbu karang

dan pada daerah bercurah hujan tinggi akan menyebabkan terumbu karang

mengalami gangguan, begitu pula juga pada perairan yang kadar garamnya sangat

tinggi. Terumbu karang yang berada di reef flat mampu beradaptasi daam waktu

(36)

waktu lama dengan perubahan salinitas yang drastis akan merusak komunitas

karang di daerah tersebut. (Nykbakken, 1982; Veron, 1986). Beberapa hasil

penelitian diketemukan bahwa jenis kelompok azooxanthellate alcyonacean

Dendronephthya hemprichi dari famili Nephtheidae merupakan pemakan

fitoplankton, hanya terjadi pada habitat yang memiliki arus yang kuat (Fabricius

et al. 1995a, b). Di Eliat (Red Sea), spesies tersebut sangat berlimpah dibawah permukaan air secara vertical, meskipun sangat langka dengan kedekatan karang

alami (Dahan 1997).

Faktor cahaya juga sangat diperlukan untuk proses fotosintesis dari

zooxanthella yang produknya kemudian ditransfer ke hewan karang yang menjadi

inangya. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan

kemudian mengurangi kemampuan karang untuk membentuk kerangka. Titik

kompenasi untuk karang nampaknya merupakan kedalaman dimana intensitas

cahaya berkurang antara 15-20% dari intensitas permukaan selanjutnya Yonge

(1940) dalam Soekarno (1983) menambahkan bahwa kedalaman laut maksimal untuk karang batu membentuk terumbu karang adalah 45 meter. Terumbu karang

di perairan dangkal antara 0-50 meter dengan dasar yang keras dan perairan yang

jernih. Air yang jernih merupakan faktor pendukung pertumbuhan karang lunak.

Semakin banyak partikel terlarut dalam kolom air maka semakin negatif

pengaruhnya pada karang, karena terhambatnya proses makan hewan karang.

Polip karang harus memproduksi lebih banyak lendir untuk melepaskan

partikel-partikel yang mengendap pada tubuh karang (Levinton, 1982). Kejernihan sangat

diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke dasar laut, yang sangat

penting artinya bagi alga yang bersimbiosis dengan karang. Banyaknya partikel

atau endapan di dalam air laut menyebabkan kekeruhan dan menghalangi proses

fotosintesis alga dan akhirnya pertumbuhan karang terganggu (Soekarno, 1995).

Pergerakkan air juga sangat penting untuk mentransportasi zat hara, larva dan

bahan sedimen. Arus penting untuk pencucian limbah dan untuk mempertahankan

pola penggerusan dan penimbunan (Tomacik, 1991). Pergerakkan air dapat

memberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu pertumbuhan karang lebih baik

pada daerah yang mengalami gelombang yang besar daripada daerah yang tenang

(37)

Metode Transplantasi Karang

Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan penumbuhan koloni

dengan metode fragmentasi, dimana koloni tersebut diambil dari induk koloni

tertentu. Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai suatu

teknologi dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada

daerah-daerah yang bernilai ekonomi tinggi (Harriot and Fisk, 1998). Transplantasi

dinyatakan sukses dari sudut pandang biologis dengan tingkat kelangsungan hidup

dari berbagai perlakuan berkisar antara 50-100%, ketika ditransplantasikan pada

habitatnya dengan habitat dimana mereka dikoleksi (Harriot dan Fisk, 1988).

Dimasa yang akan datang transplantasi banyak kegunaan antara lain

sebagai lapisan bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat,

untuk merehabilitasi spesies karang yang terancam punah. Menurut Clark dan

Edwards (1995) untuk mengurangi stress, karang yang akan di transplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastik berlubang serta

proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Pemanfaatan teknologi transplantasi

karang sangat luas. Salah satu contohnya yaitu di Singapura dimana transplantasi

karang telah dimanfaatkan untuk menyelamatkan dan memindahkan

spesies-spesies karang yang habitat asalnya direklamasikan. Di teluk Kanehoe, Hawaii,

transplantasi karang telah digunakan untuk menghadirkan kembali dua jenis

ekosistem terumbu karang yang telah mati akibat air limbah (Maragos, 1974).

Tujuan utama transplantasi karang adalah untuk memperbaiki kualitas

terumbu karang seperti meningkatnya tutupan karang hidup, keanekaragaman

hayati dan keunikan topografi karang (Clark dan Edwards, 1998). Menurut

Soedharma (2005) mengemukakan bahwa manfaat transplantasi karang adalah:

1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti

upaya untuk menghidupkan atau menanam kembali karang dengan

benih-benih baru baik yang berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat berasal

dari tempat lain.

2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan

rehabilitasi ini adalah bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan

(38)

3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam

ekosistem terumbu karang di daerah tertentu.

4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber

keanekaragaman hayati. Semua hal penting yang menyangkut sumberdaya

plasma nutfah sangat terkait atau terikat dengan Biodiversity Convention yang telah disepakati dan sudah diratifikasi. Indonesia pun ini sudah

(39)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 6). Lokasi penurunan rak transplantasi

terletak di Area Perlindungan Laut (APL) Pulau Pramuka. Lokasi APL memiliki

substrat dasar terumbu karang yang baik. Hewan uji karang lunak yang digunakan

yakni jenis Lobophytum strictum, dan Sinularia dura (Octocorallia:Alcyonacea).

Rak transplantasi karang lunak diletakkan pada dua kedalaman yakni kedalaman

3 meter dan 10 meter. Penelitian ini dilakukan melewati beberapa tahapan yakni

tahap awal 1 bulan persiapan (Mei 2007), 10 bulan waktu pengukuran

pertumbuhan (Juni 2007 - Maret 2008). Bulan ke-10 dan ke-18 setelah

pengukuran, dilakukan analisa histologi untuk melihat perkembangan gonad

karang lunak hasil transplantasi.

Gambar 6. Lokasi Rak Transplantasi Penelitian; Pulau Pramuka – Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

PETA LOKASI PENELITIAN

Sumber :

1. Citra SPOT Kepulauan Seribu 2. Peta Administrasi Kepulauan Seribu BAKOSURTANAL

400 0 400 800 1200 Meters

(40)

Bahan dan Alat Bahan dan alat penelitian untuk transplantasi

Beberapa peralatan yang dibutuhkan pada saat penelitian di lapangan

dapat dilihat pada Tabel 2. Selama pengamatan transplantasi karang lunak

dilakukan pengambilan parameter lingkungan yang mendukung. Beberapa

parameter lngkungan yang diamati seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut dan

nutrien.

Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian.

No. Alat dan Bahan Keterangan

Transplantasi

1. Kerangka Besi berukuran (75x75x25 cm) pada

Gambar 3

Tempat pondasi fragmen karang lunak

2. Jaring berukuran 1,7x3 m dengan mesh 2,2 x 2,2

cm (polietilen)

Tempat mengikat substrat

3. Tali plastik diameter 0,1 cm Pengikat jaring dan substrat

4. Tali plastik pengikat tanaman (kabel tase) Pengikat fragmen

5. Pisau selam Alat Potong

6. Substrat yang terbuat dari semen Substrat

7. Peralatan Penyelaman SCUBA Alat Bantu selam

8. Alat tulis bawah air Pencatat data

9. Jangka sorong Alat ukur pertumbuhan

10. Kapal pengamatan Transportasi

11. Kamera bawah air Publikasi bawah air

12. Newtop label Panamaan

13. GPS Penentuan titik lokasi

Parameter Lingkungan

14. Thermometer Alat ukur suhu

15. pH meter Pengukur pH

16. Refraktometer Pengukur salinitas

17. Botol 1 liter Pengangkutan air sampel

Bahan dan alat penelitian untuk Histologi

Bahan utama yang digunakan untuk histologi karang lunak antara lain

adalah Paraformaldehid 4% atau Formalin 10%, Larutan HF 4%, Asam Asetat,

Aquades, Alkohol 70 – 100 %, Xylol, Parafin, Gliserin, Hematoxylin dan Eosin,

Entelan, sedangkan alat yang akan digunakan antara lain adalah: botol sample,

pinset, gelas ukur, pipet volumetrik, basket jaringan, blok kayu, inkubator,

cetakan parafin, bunsen, mikrotom dan pisau, gelas objek dan cover gelas dan box

(41)

Prosedur Penelitian

Secara umum, penelitian ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yakni

meliputi:

1. Persiapan dan penentuan lokasi.

Penelitian ini diawali dengan melakukan persiapan bahan dan alat

yang diperlukan di laboratorium yakni seperti pembuatan substrat (tempat

pelekatan hewan uji), pembuatan rangkaian rak transplantasi yang terbuat

dari besi. Berikutnya, seluruh bahan dan alat dibawa ke Pulau Pramuka

lalu kemudian dirakit menjadi sebuah rak besi yang utuh (Gambar 7a).

Gambar 7a. Perakitan rak transplantasi karang lunak, lokasi Pulau Pramuka

Kerangka Besi Jaring 75 cm

75 cm

25 cm

(42)

Jaring yang dilekatkan pada rak transplantasi merupakan

penghubung substrat pada rak transplantasi. Ketinggian rak transplantasi

berkisar 25 -50 cm diatas dasar perairan (Gambar 7b). Tujuan adanya

selisih ketinggian rak dengan dasar perairan berguna untuk mengurangi

pengaruh sedimentasi dari substrat dasar dan predator yang mengganggu

hewan uji tersebut. Pada rak transplantasi terdapat 15 substrat (untuk

diukur pertumbuhan) dan 5 substrat (untuk dianalisa histologi).

2. Pencarian bibit karang lunak.

Penelitian dilakukan pada karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea)

yang terdiri dari beberapa jenis yakni Lobophytum strictum dan Sinularia

dura (Gambar 8). Bibit karang lunak diambil disekitar perairan Pulau Pramuka. Masing-masing bibit karang lunak tersebut diambil mulai dari

kedalaman 3 meter hingga 10 meter secara acak. Pengambilan dilakukan

pada satu koloni besar dengan ukuran 10 cm hingga 30 cm.

Gambar 8. Bibit karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) yang diambil disekitar perairan Pulau Pramuka.

Setelah bibit karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) terkumpul,

kemudian dibawa mendekati lokasi penelitian yang memakan waktu 20

hingga 40 menit. Tindak lanjut berikutnya, bibit karang lunak

(Octocorallia:Alcyonacea) diaklimatisasi atau diadaptasi pada kedalaman

yang disesuaikan yakni 3 meter dan 10 meter selama 24 jam.

(43)

3. Fragmentasi untuk transpantasi karang lunak.

Metode transplantasi dilakukan dengan menggunakan teknik

fragmentasi buatan pada bibit karang lunak. Fragmen karang lunak

dilekatkan pada sebuah substrat yang berfungsi sebagai penyangga karang

lunak dapat berdiri dengan kokoh dan tidak mudah lepas. Penempelan

fragmen karang lunak pada substrat di rak transplantasi, seperti pada

Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 9. Susunan fragmen karang lunak jenis Lobophytum strictum yang ditransplantasi dengan substrat dan disusun pada rak transplantasi.

4. Pengamatan dan Pengukuran karang lunak.

• Pengukuran pertumbuhan karang lunak didasarkan atas pertumbuhan panjang dan lebar dari fragmen karang lunak (Gambar 9). Pengukuran

dilakukan per-bulan dengan menggunakan jangka sorong atau yang dinamakan caliper. Pengukuran dilakukan di dalam kolom perairan dengan menggunakan alat SCUBA. Hasil pengukuran tersebut berupa

(44)

Gambar 10. Ilustrasi penempelan karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) pada substrat.

Gambar 10 di atas, menjelaskan pembagian panjang dan lebar yang

ditentukan pada awal penelitian dan tidak berubah hingga penelitian

berakhir. Ketentuan nilai panjang dan lebar karang lunak disepakati

diawal penelitian untuk mengakuratkan data, dan petugas pengukur

tidak bergantian, merupakan antisipasi ketelitian pada saat

pengambilan data. Agar tidak berpindah, setiap fragmen karang lunak

diberi kabel ties yang mengubungkan dengan tiang pada substrat

transplantasi.

• Pengamatan pertumbuhan transplantasi karang lunak juga dilakukan

dengan mengukur pertambahan jumlah cabang dari hasil transplantasi.

5. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia

Pengukuran parameter fisika-kimia perairan meliputi: suhu,

salinitas, kecepatan arus dan kekeruhan yang dilakukan secara insitu,

sedangkan pengukuran oksigen terlarut, nitrat, nitrit dan fosfat dianalisis

pada laboratorium Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor. Pengukuran parameter fisika-kimia di zona PANJANG

L

E

(45)

penelitian dilakukan setiap pengambilan data pertumbuhan karang lunak.

Pada pengukuran parameter fisika-kimia menggunakan satuan dan alat

yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter Fisika-Kimia Perairan, Satuan dan Alat yang digunakan

Parameter Satuan Alat yang Digunakan

Suhu Air 0C Termometer Batang

Salinitas ppt Hand-refraktometer

DO ppm Metode Titrasi

Fosfat ppm Spektrofotometer

Nitrat ppm Spektrofotometer

Nitrit ppm Spektrofotometer

Pengukuran parameter kimia yaitu nitrat, nitrit dan fospat

dilakukan selama enam bulan pada masing-masing kedalaman yakni 3

meter dan 10 meter. Pengangkutan sampel air untuk analisa di

laboratorium, digunakan alat bantu coolbox yang diberi pendingin (es

batu) untuk menjaga kualitas air agar tidak ada perubahan selama

pengangkutan di darat.

6. Pengambilan sampel histologi karang lunak hasil fragmentasi buatan.

Sampel histologi karang lunak diambil pada saat penelitian yakni

bulan ke-10 (Maret 2007) dan ke-18 (Desember 2008). Sampel karang

lunak yang diambil dari substrat transplantasi, dimasukkan kedalaman

botol yang berisikan pengawet formalin 10 %. Sampel karang lunak ini

akan dilihat jaringannya dengan teknik histologi yang dilakukan di

laboratorium. Pengambilan sampel karang lunak untuk pengamatan gonad

dilakukan berdasarkan siklus bulan Qomariah.

Pengangkutan karang lunak dilakukan setelah dimasukkan ke

dalam botol sampel atau plastik yang berisi larutan fiksatif, yaitu formalin

10 %. Ketika sampai laboratorium, kemudian di desilicified menggunakan

larutan HF (hydrofluoric acid) (Ilan dan Loya, 1988) dalam campuran

larutan paraformaldehid, asam asetat dan aquades selama ≤ 24 jam, dan

(46)

dilakukan pembuatan preparat histologik. Pembuatan preparat histologik

dilakukan dengan metode parafin menurut Gunarso (1989) dan Kiernan

(1990). Tahapan metode yang digunakan adalah mencakup : (1)

Pengambilan jaringan (disection) menggunakan silet; (2) Fiksasi

(fixation); (3) Dehidrasi (dehydration) menggunakan alkohol bertingkat

(70 – 100% ); (4) Penjernihan (clearing) menggunakan xylol; (5) Infiltrasi

(infiltration) menggunakan parafin cair pada inkubator bersuhu 65

o

C; (6)

Penanaman (embedding) menggunakan parafin cair; (7) Penyayatan

(section) menggunakan mikrotom (5μm); (8) Afiksing (afixing); (9)

Deparafinasi (deparaffination) menggunakan xylol; (10). Pewarnaan

(staining) menggunakan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE), tahap akhir

dari pewarnaan adalah mounting dengan menggunakan entelan. Setelah

proses tersebut di atas, selanjutnya dilakukan pengamatan struktur

histologis terhadap kehadiran dan perkembangan gonad (telur dan

sperma), kemudian setelah itu dilakukan mikrofotografi menggunakan

mikroskop yang dilengkapi kamera dengan pembesaran 40x ,100x , 200x

dan 400x.

Analisa Data Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase jumlah hewan uji

(Karang lunak) yang hidup dari awal perlakuan hingga akhir penelitian dengan

waktu yang telah ditetapkan di awal penelitian. Data pengamatan individu karang

lunak yang diteliti dianalisis jenis karang lunak dan kombinasi perlakuannya.

Tingkat kelangsungan hidup hewan uji yang ditransplantasikan digunakan rumus

(Ricker, 1975) :

SR = ( Nt / No ) x 100 %

dimana : SR = Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate) dalam %

Nt = Jumlah individu yang hidup pada akhir penelitian

(47)

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan penambahan atau perkembangan panjang, lebar,

tinggi dan berat suatu individu. Pertumbuhan individu karang lunak diukur

dengan menggunakan jangka sorong. Untuk mengukur tingkat pencapaian

pertumbuhan kapitulum hewan uji yang ditransplantasi dihitung berdasarkan

formula:

β

= L

t

- L

o

dimana : β = pertumbuhan lebar kapitilum (mm)

Lt = lebar kapitulum (mm) pada waktu ke – t

Lo= lebar kapitulum (mm) pada waktu ke-0

t = waktu pengamatan (bulan)

Untuk menjaga keakuratan data, pengukuran fragmen karang lunak

dilakukan pemetaan letak substrat dan dipotret guna menandakan penomoran.

Hasil gambar bawah air, dapat menganalisa pertambahan jumlah cabang dari

transplantasi fragmen karang dengan sisi pandang potret yang sama.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 15 ulangan (Steel dan Torrie, 1993).

Data pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh diolah dengan

menggunakan analisa ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata untuk

melihat perbedaan perlakuan (Steel dan Torrie, 1991). Menampilkan kurva

pertumbuhan karang lunak selama penelitian dan perhitungan dengan program

SPSS 12 for Windows dan Microsoft Excel 2003.

Pengukuran Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat perkembangan gonad didasarkan pada keberadaan dan perkembangan

gonad (oosit dan spermatosit atau kantong sperma) pada sampel histologi dengan

metode parafin yang dipotong dengan ukuran 4 – 5 µm dan diwarnai dengan HE.

Pengamatan gonad karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea), kemudian dianalisis

secara deskriptif dengan cara mengamati karakter jaringan gamet secara histologis

Gambar

Gambar 5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens (Achituv dan Benayahu, 1990)
Gambar 6. Lokasi Rak Transplantasi Penelitian; Pulau Pramuka – Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
Tabel 2.  Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian.
Gambar 8. Bibit karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) yang diambil disekitar perairan Pulau Pramuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

fragmen karang yang tidak mampu bertahan hidup secara fisik (satu fragmen karang hilang) akibat faktor lingkungan yaitu kecepatan arus.. Laju pertumbuhan transplantasi

[r]

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa karang lunak hasil fragmentasi di kedalaman 10m memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan

yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang nyata terhadap tingkat kecerahan warna, pertumbuhan panjang, pertumbuhan berat, namun tidak berpengaruh nyata terhadap

Pengambilan sampel ikan di sekitar terumbu karang buatan dilakukan dengan menggunakan bubu tambun yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 60 cm,

1) Jenis spesies ikan karang di sekitar terumbu karang buatan; 2) Komposisi dan kelimpahan plankton di sekitar terumbu karang; 3) Isi perut dari ikan-ikan karang yang