• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN AIR

DENGAN POLA DEFEKASI ANAK SEKOLAH DASAR

DI KOTA BOGOR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara asupan serat makanan dan air dengan pola defekasi pada anak sekolah dasar. Sebanyak 527 siswa SD dengan kisaran usia 9−13 tahun diambil sebagai contoh. Berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U status gizi contoh sebagian besar normal. Rata-rata asupan serat contoh 12.4 g/hari; rata-rata asupan air contoh 1086 ml/hari. Frekuensi BAB contoh 6 kali/minggu dengan mayoritas konsistensi feses menurut

Bristol Stool Chart termasuk kategori normal (tipe 3 dan 4). Sebanyak 8.5% contoh memiliki konsistensi feses keras (tipe 1 dan 2 ) dan 8.3% contoh memiliki konsistensi feses lunak/cair (tipe 5−7). Sebanyak 22.2% contoh mengalami nyeri ketika buang air besar dan 18.0% contoh mengeluh sulit buang air besar (konstipasi). Terdapat hubungan signifikan (p<0.05) antara asupan serat dengan frekuensi BAB dan konsistensi feses, namun tidak terdapat hubungan signifikan antara asupan serat dengan keluhan nyeri ketika BAB dan keluhan konstipasi, asupan air dengan frekuensi BAB, konsistensi feses, rasa nyeri ketika BAB dan keluhan konstipasi (p>0.05).

Kata kunci: asupan air, asupan serat, frekuensi BAB, konstipasi, pola defekasi.

ABSTRACT

ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA. Association of dietary fiber and water intake with defecation pattern among elementary school students in Bogor City. Supervised by SITI MADANIJAH.

The study aimed to analyze corelation between dietary fiber and water intake with defecation pattern among elementary school students. The number of samples in this research as much as 527 students with a range of ages 9−13 years old. The average dietary fiber intake as much as 12.4 g/d. The average water intake as much as 1086 ml. The average frequency of bowel movements as much as 6 times/week with the consistency of the stool according to Bristol Stools Chart categories include into normal (type 3 and 4). There were 8.5% subject had hard stools (type 1 and 2) and 8.3% subject had watery stools (type 5−7). There were 22.2% of subject who experience pain when defecating and as much as 18.0% of subject complained of difficult bowel movements. Based on BMI/A and H/A index, sample had normal nutritional status. Based on correlation test, there was a significant correlation between fiber intake with stool frequency and consistency of stool (p<0.05). However, there was no significant correlation between fiber intake with painfulness when defecate, water intake with stool frequency, consistency of stool and painfulness when defecate,fiber and water intake with constipation (p>0.05).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN AIR

DENGAN POLA DEFEKASI ANAK SEKOLAH DASAR

DI KOTA BOGOR

ELYZZABETH MAYORGA AMBARITA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor

Nama : Elyzzabeth Mayorga Ambarita NIM : I14090003

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan, saran, dan motivasi kepada penulis sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini.

2. dr. Naufal Muharam Nurdin selaku pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberikan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Tim penelitian BOPTN−Lintas Fakultas/Departemen/Pusat/Advanced Research dengan koordinasi Southeast Asian Food Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung dalam kegiatan penelitian.

4. Orang tua, kak Ellien, bang Victor Manulang, kak Frisca, Rabecca, dan keluarga besar yang selalu mendoakan penulis, memberikan semangat, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materi selama masa pendidikan. 5. Teman-teman sesama tim penelitian Uthu, Dian serta sahabat dan teman terdekat Evi, Lativa, Weny, Nisa, Sarah, Debora, Velyn, Sefri, Lisa, Ika, Hanum, Tania, Fera, Anggar, Suty, Ayu, Erwin, Diego, Onald, Tami, Nabil, Etong, Irul, Kak Ai, Yuyun,Icha dan adik-adik Wisma Jenius atas semua saran, motivasi, bantuan, dan dukungannya selama ini.

6. Teman-teman Gizi 46 atas kebersamaannya selama ini, semangat, motivasi, saran dan juga bantuan baik dalam perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala doa, dukungan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik yang membangun berkaitan dengan penulisa skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Bogor, Maret 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian 5

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Contoh 11

Karakteristik Keluarga Contoh 12

Status Gizi Contoh 14

Asupan Energi dan Zat Gizi 16

Asupan Serat 20

Asupan Air 20

Pola Defekasi 21

Hubungan antar Variabel 24

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis variabel dan cara pengumpulan data 6

2 Kategori status gizi berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U 9 3 Sebaran contoh berdasarkan kelas dan jenis kelamin 11 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin 11 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan jenis kelamin 12 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 12 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga 13

8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 13

9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua 14 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi indeks IMT/U dan TB/U 15 11 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh 16 12 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan jenis kelamin 16 13 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan protein contoh 17 14 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan jenis kelamin 17 15 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan lemak contoh 18 16 Sebaran contoh berdasarkan TKL dan jenis kelamin 18 17 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan karbohidrat contoh 19 18 Sebaran contoh berdasarkan TKKh dan jenis kelamin 19 19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan serat 20 20 Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan air contoh 21 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pemenuhan air minum 21 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi BAB per minggu 22

23 Sebaran contoh berdasarkan konsistensi feses 23

24 Sebaran contoh berdasarkan Nyeri ketika BAB 23

25 Sebaran contoh berdasarkan keluhan konstipasi 1 bulan terakhir 24 26 Sebaran contoh berdasarkan asupan serat dan pola defekasi 25 27 Sebaran contoh berdasarkan asupan air dan pola defekasi 26 28 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan pola defekasi 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran mengenai asupan serat makanan dan air serta pola

defekasi anak sekolah dasar 4

(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang rentan terhadap masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah yang sering dihadapi anak usia sekolah dasar yaitu pergeseran pola makan yang cenderung mengonsumsi makanan tinggi energi dan rendah serat. Berbagai penelitian melaporkan bahwa ada hubungan antara kurangnya asupan serat makanan dengan pola defekasi. Hal ini mendorong konsumsi serat makanan menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi karena serat dapat membantu memelihara kesehatan terutama sistem pencernaan dan mencegah atau mengontrol kejadian penyakit (Sulistijani 2002).

Sejauh ini penelitian tentang konsumsi serat Indonesia masih sangat terbatas. Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 gram/orang/hari (Depkes 2001). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia 19−29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki dan 32 g/hari untuk perempuan. Data rata-rata konsumsi serat untuk anak di Indonesia belum ada. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk anak-anak berusia 9-13 tahun adalah 26–35 g/hari (WNPG 2012).

Serat makanan adalah zat non gizi yang tidak dapat diserap oleh dinding usus halus dan tidak dapat masuk dalam sirkulasi darah. Serat akan dilewatkan menuju usus besar (kolon) dengan gerakan peristaltik usus (Sulistijani 2002). Serat makanan memiliki kemampuan mengikat air di dalam kolon membuat volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf pada rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian feses lebih mudah dieliminir. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya volume feses, melunakkan konsistensi feses dan memperpendek waktu transit di usus (Kusharto 2006). Tensiska (2008) juga mengemukakan konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses, menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah feses dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat. Oleh karena itu penelitian tentang konsumsi serat pada anak menjadi sangat penting.

Selain serat, faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi adalah asupan air. Air merupakan zat yang vital dalam memelihara hidup dan sangat dibutuhkan oleh manusia. Air memiliki banyak fungsi. Salah satu fungsi air adalah media eliminasi sisa metabolisme. Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang tidak diperlukan termasuk toksin. Berbagai sisa metabolisme tersebut dikeluarkan melalui saluran kemih, saluran nafas, kulit dan saluran cerna yang memerlukan media air ( Santoso et al. 2011).

Di Indonesia, hasil penelitian The Indonesian Regional Hydration Study

(16)

2

Surveys (NHANES) tahun 2005−2010, menunjukkan bahwa rata-rata asupan air pada anak di United States lebih rendah daripada kebutuhan tubuhnya. Asupan rata-rata air pada kelompok usia 9−13 tahun sebesar 1.6 L pada perempuan dan sebesar 1.7 L pada laki-laki. Berdasarkan penelitian Linorita 2009 menggunakan Data Riskesdas 2010 menunjukkan rata-rata asupan air minum pada anak Indonesia masih kurang. Rata-rata konsumsi air minum anak usia 10−12 tahun sebesar 905 ml/hari untuk laki-laki dan 887 ml/hari pada perempuan.

Proses defekasi dapat berjalan lancar jika kebutuhan air tercukupi. Sanjoaquin et al. 2003 melaporkan terdapat peningkatan jumlah pergerakan usus dengan meningkatkan asupan air. Klauser et al. 1990 meneliti 8 orang sehat yang diberi air 2500 ml selama 1 minggu, kemudian 1 minggu berikutnya hanya diberi air kurang dari 500 ml. Hasil menunjukkan frekuensi buang air besar dan berat feses menurun secara bermakna.

Penelitian mengenai asupan air pada anak, pengaruh asupan air dan serat terhadap pola defekasi masih terbatas. Data mengenai pola defekasi juga masih terbatas. Oleh karena itu peneliti ingin melihat asupan serat makanan, air dan pola defekasi serta hubungan antara variabel tersebut pada anak sekolah dasar di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik contoh dan keluarga contoh. 2. Bagaimana asupan serat makanan dan asupan air contoh. 3. Bagaimana status gizi contoh.

4. Bagaimana tingkat kecukupan serat dan air contoh. 5. Bagaimana pola defekasi contoh.

6. Bagaimana hubungan antara asupan serat dan air dengan pola defekasi contoh.

7. Bagaimana hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan pola defekasi.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Adapun tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengindentifikasi karakteristik contoh (usia, kelas, jenis kelamin, uang saku) dan keluarga contoh (besar keluarga, total pendapatan, pekerjaan dan pendidikan orang tua).

2. Menganalisis asupan energi dan zat gizi makro contoh (lemak, protein dan karbohidrat).

3. Menganalisis status gizi contoh.

(17)

3

6. Menganalisis hubungan antara asupan serat dan air dengan pola defekasi. 7. Menganalisis hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan pola defekasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang asupan serat makanan dan konsumsi air serta status kesehatan (pola defekasi) anak sekolah dasar di Kota Bogor. Selain itu dapat memberikan informasi tentang zat gizi yang diperlukan oleh anak sekolah serta pentingnya serat makanan bagi anak usia sekolah. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta berguna sebagai tambahan pustaka pada penelitian selanjutnya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang rentan terhadap masalah gizi dan kesehatan. Salah satu masalah yang sering dihadapi anak usia sekolah dasar yaitu pergeseran pola makan yang cenderung mengonsumsi makanan tinggi energi dan rendah serat.

Karakteristik individu seperti jenis kelamin dan umur bepengaruh terhadap kecukupan serat dan air. Karakteristik keluarga diantaranya pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua akan berpengaruh pada pengetahuan dan sikap seseorang dalam mengonsumsi serat dan air sedangkan besar keluarga akan mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi. Lingkungan sosial yang berada di sekitar individu akan membentuk suatu kebiasaan seseorang untuk mengonsumsi makanan mengandung serat dan minum air.

Kebiasaan makan anak-anak cenderung mengarah pada pola konsumsi pada makanan cepat saji. Anak-anak cenderung tidak menyukai makanan seperti buah dan sayur yang banyak mengandung serat. Serat merupakan zat non gizi yang penting untuk mengatasi konstipasi. Konstipasi merupakan kesulitan dalam pengeluaran sisa pencernaan karena volume feses terlalu kecil sehingga penderita jarang buang air besar.

(18)

4

Asupan serat dan air kemudian dihubungkan dengan pola defekasi meliputi frekuensi buang air besar, konsistensi feses, rasa nyeri ketika buang air besar dan keluhan konstipasi. Kerangka pemikiran penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

(19)

5

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian BOPTN−Lintas Fakultas/Departemen/Pusat/Advanced Research yang berjudul “Pola Konsumsi Pangan Sumber Serat dan Formulasi Produk Intervensi pada Anak Usia Sekolah”, dengan koordinasi Southeast Asian Food Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di 20 (dua puluh) sekolah dasar di wilayah perkotaan Bogor, Jawa Barat meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu kecamatan Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sereal. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Februari 2014.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Populasi penelitian adalah anak laki-laki dan perempuan usia 9−13 tahun yang tinggal di Kota Bogor, sedangkan populasi terjangkau adalah anak-anak yang terdaftar di 20 Sekolah Dasar (SD) yang tersebar di 6 kecamatan di Kota Bogor yang dipilih secara acak menggunakan metode Simple Random Sampling. Jumlah SD di setiap kecamatan ditentukan proporsional berdasarkan jumlah penduduk di kecamatan tersebut terhadap jumlah penduduk kota Bogor, menurut data statistik kota Bogor 2012. Jumlah SD di setiap kecamatan adalah sebagai berikut:

Kecamatan Bogor selatan : 4 SD Kecamatan Bogor timur : 2 SD Kecamatan Bogor utara : 3 SD Kecamatan Bogor tengah : 3 SD Kecamatan Bogor barat : 4 SD Kecamatan Bogor tanah sareal : 4 SD

Jumlah contoh ditetapkan berdasarkan angka simpangan baku asupan serat pada anak sekolah menurut data NHANES 2003−2006, yakni 12g/hari, dengan ketepatan absolut sebesar 1.5 g/hari. Berikut adalah rumus perhitungan pengambilan contoh :

Keterangan:

n = Jumlah contoh yang diambil Z = Deviat baku normal = 1.96

S = Simpangan baku asupan serat anak sekolah = 12 d = Presisi yang diinginkan = 1.5

(20)

6

Berdasarkan rumus perhitungan diatas maka diperoleh n= 246, dibulatkan menjadi 250 untuk setiap kelompok jenis kelamin. Dengan demikian, dari setiap sekolah akan diambil sebanyak 13 contoh perempuan dan 12 contoh laki-laki, dengan total contoh minimal sebanyak 500 anak. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini 527 anak.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak (usia, kelas, uang saku), karakteristik keluarga (tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga), konsumsi pangan, asupan serat dan air, status gizi anak berdasarkan IMT/U dan TB/U, pola defekasi serta data hasil review kandungan serat pangan.

Tabel 1 menunjukkan jenis dan cara pengumpulan data. Data tersebut diperoleh melalui wawancara terstruktur. Data karakteristik dan pola defekasi dikumpulkan melalui wawancara pada ibu contoh dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Data konsumsi pangan dan air diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24 jam. Data status gizi dikumpulkan dengan pemeriksaan antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Alat ukur timbangan berupa timbangan injak digital sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan

microtoise.

Tabel 1 Jenis variabel dan cara pengumpulan data

No Jenis data Variabel Cara pengumpulan

1 Karakteristik

Besar keluarga Pengisian kuesioner oleh ibu contoh

Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Total pendapatan

3 Status gizi

Berat badan (kg) Penimbangan berat badan menggunakan timbangan

Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry dan analisis. Proses

editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding

(21)

7 jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang diluar kewajaran.

Karakteristik contoh dan keluarga dianalisis secara deskriptif. Karakteristik anak adalah usia, jenis kelamin, kelas dan uang saku. Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan. Usia anak dilihat berdasarkan tanggal lahir dan dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu usia 9 tahun, 10 tahun, 11 tahun, 12 tahun dan 13 tahun. Uang saku anak sekolah dasar diolah dengan mengelompokkannya menjadi 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Kategori tersebut diperoleh dengan cara mengelompokkan uang saku anak SD dengan mencari simpangan kuartilnya. Data peubah karakteristik contoh disajikan secara deskriptif yang meliputi kelas dikategorikan menjadi kelas V (lima) dan VI (enam).

Data karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Menurut BKKBN (2009), data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang 5−6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang. Data pendidikan orang tua dikategorikan menurut jenjang pendidikan yang pernah diperoleh yaitu tamat SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi tidak bekerja (ibu rumah tangga untuk ibu), PNS/Polisi/ABRI, karyawan swasta, buruh, wiraswasta/pedagang, jasa (penjahit, supir, ojeg, reparasi) dan lainnya. Pendapatan orang tua dihitung berdasarkan total pendapatan per bulan dan dikelompokkan menjadi 5 kategori < Rp 1 juta, Rp 1 juta – Rp 2 juta, Rp 2 juta – Rp 4 juta, Rp 4 juta – Rp 6 juta dan > Rp 6 juta.

Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT diolah dengan menggunakan Aplikasi Analisis Konsumsi Pangan. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi, protein, lemak dan karbohidrat. Angka kecukupan zat gizi yang digunakan mengacu pada angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2012. Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :

Keterangan :

KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

(22)

8

Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat merupakan tahap lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2012. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

Untuk menentukan AKG individu dapat dilakukan dengan melakukan koreksi terhadap berat badan, dengan rumus:

Tingkat konsumsi energi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: defisiensi tingkat berat (<70% AKG), defisiensi tingkat sedang (70−90% AKG), dan defisiensi tingkat ringan (80−89% AKG), cukup (90−119% AKG) dan lebih ≥120% AKG) (Depkes RI 1996).

Intik “serat” dihitung berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari sumber review seperti penuntun diet, USDA National Nutrient Database for Standard Reference, dan DKBM Singapure. Data asupan serat contoh dibandingkan dengan kebutuhan serat orang dewasa dan dilakukan penggolongan tingkat konsumsi serat berdasarkan anjuran asupan serat per hari yaitu 20−30 gram/hari dengan kategori kurang (<19 g/hari), cukup (19−30 g/hari), dan lebih (> 30 g/hari).

Data konsumsi air pada penelitian ini diperoleh dari minuman. Perhitungan air dari minuman diperoleh berdasarkan data recall 2x24 jam dan dihitung dalam ml. Penggolongan tingkat pemenuhan air minum dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu kurang minum (<2 000 ml) dan cukup minum ( ≥2 000 ml). Pengelompokan kategori didapat berdasarkan angka kecukupan air anak usia 9−13 tahun.

Data pola defekasi diperoleh menggunakan kuesioner yang diberikan kepada ibu contoh. Setelah kusioner diberikan, enumerator wajib untuk menanyakan lagi kepada contoh agar jawaban yang diberikan lebih valid. Pola defekasi yang ditanyakan kepada contoh meliputi frekuensi BAB, konsistensi feses dengan memilih jawaban tipe feses yang tersedia pada Bristol Stool Chart, rasa nyeri ketika BAB dengan jawaban ya atau tidak dan frekuensinya, dan keluhan konstipasi dengan jawaban ya atau tidak. Frekuensi BAB dikategorikan menjadi 2 yaitu <3 kali/minggu dan ≥3 kali/minggu, konsistensi feses dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu konsistensi feses keras (tipe 1 dan 2), konsistensi feses normal (tipe 3 dan 4), konsistensi feses lunak atau cair (tipe 5−tipe 7) (Gambar 2). Keluhan konstipasi diperoleh dengan cara menanyakan pandangan subjektif contoh terhadap kebiasaan buang air besar dikelompokkan

AKG Aktual =

(23)

9 menjadi 2 kategori yaitu konstipasi (sulit buang air besar) dan tidak konstipasi.

Bristol Stool Chart disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Bristol stool chart

Data jenis kelamin dan umur contoh diperoleh melalui wawancara langsung kepada contoh. Status gizi contoh dihitung berdasarkan data umur dan ukuran antropometri (BB dan TB) dengan menggunakan parameter indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dan parameter tinggi badan menurut umur (TB/U), dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Berikut adalah batasan z-skor untuk klasifikasi status gizi berdasarkan kedua indeks tersebut (Tabel 2). Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U

Indeks Variabel Kategori

IMT/U

Z-skor < -3 Sangat kurus -3 ≤ z-skor < -2 Kurus -2 ≤ z-skor ≤ +1 Normal +1 < z-skor ≤ +2 Gemuk Z-skor > +2 Obese

TB/U

Z-skor < -3 Sangat pendek -3 ≤ z-skor < -2 Pendek

-2 ≤ z-skor ≤ +2 Normal Z-skor > +2 Tinggi

Sumber: WHO (2007)

Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferesia dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Hubungan uji beda dianalisis menggunakan Independent Sampel t-test dan Mann-Whitney dan hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji korelasi rank Spearman dan Chi-square.

(24)

10

keluhan konstipasi), status gizi IMT/U dengan pola defekasi (frekuensi BAB, konsistensi feses, rasa nyeri ketika BAB, dan keluhan konstipasi) . Uji korelasi

Chi-square dilakukan untuk menguji hubungan antara asupan serat dengan konsistensi feses. Semua analisis statistik menggunakan program SPSS vs 16.

Definisi Operasional

Contoh adalah anak kelas 5 dan 6 SD berusia 10 − 13 tahun yang diambil secara acak distratifikasi berdasarkan jenis kelamin dan kelas dari sekolah yang ditetapkan berdasarkan kriteria penelitian yang dilakukan oleh SEAFAST. Karakteristik contoh adalah berbagai ciri yang membedakan individu satu

dengan individu yang lainnya mencakup jenis kelamin, umur, berat badan dan tinggi badan yang dikumpulkan melalui kuisioner.

Karakteristik keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup besar keluarga, pendapatan, pekerjaan dan pendidikan orang tua.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga dikategorikan sebagai keluarga besar, sedang, dan kecil. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah

ditempuh ayah dan ibu contoh.

Pendapatan orang tua adalah jumlah penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan ayah dan ibu dalam satu bulan yang dinilai dalam bentuk uang.

Konsumsi pangan adalah berbagai jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari dengan metode food recall 2x24.

Asupan zat gizi adalah kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat terdapat dalam makanan yang diukur dengan food recall 2x24 jam. Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein diklasifikasikan menjadi kurang (<90%) dan baik (>90%).

Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang diukur secara antropometri dan ditentukan berdasarkan IMT/U dan TB/U.

Asupan serat adalah asupan serat yang dikonsumsi oleh contoh dari makanan dan minuman dalam satuan gram sehari.

Kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tubuh setelah dikoreksi kebutuhan air contoh.

Asupan air adalah jumlah air yang masuk ke dalam tubuh contoh yang diperoleh dari minuman.

Air minum adalah air yang diperoleh dari minuman yang memberikan kontribusi asupan air bagi contoh.

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi adalah nilai yang menunjukkan pemenuhan asupan zat gizi terhadap kebutuhan zat gizi sampel.

Defekasi atau buang air besar adalah proses pengeluaran atau pengosongan usus dari zat/sisa makanan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.

(25)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas V dan VI SD dari 20 SDN terpilih yang terletak pada 6 kecamatan di Kota Bogor. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah contoh sebanding baik kelas V maupun kelas VI dengan persentase masing-masing 50.1% dan 49.9%. Jumlah contoh berdasarkan jenis kelamin juga relatif sama seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kelas dan jenis kelamin

Variabel Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kelas

Lima 133 50.6 131 49.6 264 50.1

Enam 130 49.4 133 50.4 263 49.9

Total 263 100 264 100 527 100

Hurlock (2004) membedakan periodisasi masa anak berdasarkan perkembangan psikologis menjadi 3 kategori, yaitu early childhood (2−6 tahun),

late childhood (6−12 tahun), dan remaja awal (13−14 tahun). Usia 9−12 tahun termasuk dalam masa kanak-kanak kedua atau masa sekolah. Berdasarkan pengelompokan usia pada Tabel 4, median usia contoh yaitu 11 tahun.

Sebagian besar contoh pada umumnya termasuk dalam kategori anak-anak dengan persentase 98.1% dan sisanya tergolong usia remaja awal sebanyak 1.9%. Sebagian besar anak termasuk dalam kategori anak berusia 11 tahun dan 10 tahun dengan persentase sebesar 49.5% dan 32.8%. Hanya sebagian kecil contoh yang berusia 9 dan 13 tahun yaitu 1.9%. Sebaran contoh berdasarkan usia disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin

Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

9 4 1.5 6 2.3 10 1.9

10 78 29.6 95 36.0 173 32.8

11 129 49.1 132 50.0 261 49.5

12 44 16.7 29 10.9 73 13.9

13 8 3.1 2 0.8 10 1.9

Total 263 100 264 100 527 100

Median (min;max) 11(9;13) 11(9;13) 11(9;13)

Rata-rata±SD 10.9±0.8 10.7±0.7 10.8±0.8

(26)

12

digunakan untuk mengukur status sosial keluarga. Semakin besar uang saku yang diterima oleh anak maka semakin besar pendapatan keluarga (Slamet 2009). Hasil analisis menunjukkan uang saku contoh berkisar Rp 0−Rp 30 000. Berdasarkan Tabel 5 sebagian besar uang saku contoh berada pada kisaran Rp 4 000–Rp 7 000 yaitu sebanyak 45.5% dengan persentase contoh perempuan (46.2%) dan laki-laki (44.9%) relatif sama. Hasil uji beda Mann-Whitney juga membuktikan tidak terdapat perbedaan signifikan antara uang saku contoh laki-laki maupun perempuan (p=0.607). Berikut sebaran contoh berdasarkan uang saku disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan jenis kelamin

Uang saku (Rp/hari) Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Rendah ( 0−4 000 ) 85 32.3 77 29.2 162 30.7

Sedang (4 000−7 000) 118 44.9 122 46.2 240 45.5

Tinggi (7 000−10 000) 13 4.9 14 5.3 27 5.1

Sangat tinggi (>10 000 ) 47 17.9 51 19.3 98 18.6

Total 263 100 264 100 527 100

Median (min;max) 5 000 (0;28 000) 5 000 (1 000;30 000) 5 000 (0;30 000)

Karakteristik Keluarga Contoh

Tingkat Pendidikan Orang tua

Pendidikan orang tua dibedakan menjadi pendidikan ayah dan ibu. Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang/strata pendidikan formal yang ditempuh. Tingkat pendidikan orang tua disajikan pada Tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

Pendidikan Terakhir Ayah Ibu

n % n %

Tidak sekolah 12 2.3 4 0.8

SD/sederajat 92 17.5 135 25.6

SMP/sederajat 84 15.9 111 21.1

SMA/sederajat 226 42.9 187 35.5

Perguruan Tinggi 113 21.4 90 17.1

Total 527 100 527 100

Berdasarkan Tabel 7 sebagian besar pendidikan ayah contoh tergolong tinggi. Sebagian besar pendidikan ayah contoh (42.9%) adalah tamat SMA/sederajat. Demikian hal nya dengan pendidikan ibu sebagian besar merupakan tamat SMA/sederajat dengan persentase 35.5%. Pendidikan ayah dan ibu contoh jika dibandingkan menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat pendidikan ayah rata-rata lebih tinggi daripada tingkat pendidikan ibu.

(27)

13 berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Menurut Atmarita & Fallah (2004), tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang/masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.

Pendapatan Keluarga

Besar kecilnya pendapatan akan menentukan kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan. Salah satu faktor penting dalam pemilihan makanan adalah pendapatan dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan. Terdapat sejumlah bukti bahwa makanan yang banyak direkomendasikan untuk pola makan sehat bukan hanya bergizi, lebih mengenyangkan dan padat energi, namun juga harus dibeli dengan harga yang tinggi (Gibney et al.2005).

Pendapatan keluarga merupakan akumulasi pendapatan yang dihasilkan oleh ayah dan ibu yang bekerja per bulan. Hasil menunjukkan sebagian besar keluarga contoh memiliki tingkat pendapatan yang cukup rendah < Rp 1 juta sebanyak 40.1%, Rp 1 juta–Rp 2 juta sebanyak 25.8%, Rp 2 juta–Rp 4 juta sebanyak 16.3%. Terdapat juga keluarga yang memiliki tingkat pendapatan yang cukup tinggi, 9.1% keluarga contoh memiliki tingkat pendapatan Rp 4 juta–Rp 6 juta dan 8.7% keluarga contoh memiliki tingkat pendapatan ≥ Rp 6 juta. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga disajikan pada Tabel 8.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan keluarga

Tingkat Pendapatan (Rp/bulan) n %

<1 juta 211 40.1

1 juta−2 juta 136 25.8

2 juta−4 juta 86 16.3

4 juta−6 juta 48 9.1

>6 juta 46 8.7

Total 527 100

Besar Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat terdiri atas ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Sementara besar keluarga menggambarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal di bawah satu atap (dalam satu rumah). Hasil menunjukkan sebagian besar contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil (45.5%) dan keluarga sedang (49.5%). Hanya sedikit contoh yang termasuk dalam kategori keluarga besar (5.0%). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 6.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga (orang) n %

Kecil (≤ 4) 240 45.5

Sedang (5−7) 261 49.5

Besar (≥ 8) 26 5.0

(28)

14

Besar kecilnya anggota keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan gizi anggota keluarga terutama keluarga miskin. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga. Semakin besar anggota keluarga maka kecukupan pangan yang harus tercukupi akan semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kecukupan pangan keluarga akan tinggi (Sanjur 1982).

Pekerjaan Orang tua

Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Soehardjo 1989). Pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi 6 kelompok yaitu: PNS/POLRI/TNI, Swasta, Petani/Buruh tani, Wiraswasta, Tidak bekerja, dan lainnya selain yang disebutkan di atas. Berikut sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Jenis Pekerjaan Ayah Ibu

n % n %

PNS/POLRI/TNI 51 9.7 16 3.0

Swasta 204 38.7 33 6.3

Petani/Buruh tani 29 5.5 0 0.0

Wiraswasta 155 29.4 32 6.1

Tidak bekerja 0 0.0 425 80.7

Lainnya 88 16.7 21 3.9

Total 527 100 527 100

Sebanyak 38.7% pekerjaan ayah contoh adalah swasta, kemudian disusul oleh wiraswasta sebesar 29.4%. Terdapat juga ayah contoh yang bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI (9.7%), petani/buruh tani 5.5% dan lainnya 16.7% seperti buruh non tani, jasa (penjahit, supir, ojeg, reparasi). Sebaliknya, sebagian besar ibu termasuk dalam kategori tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 80.7%, tetapi ada juga sebagian kecil ibu yang bekerja. Sebanyak 3.0% bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI, 6.3% bekerja sebagai karyawan swasta, 6.1% bekerja dibidang wiraswasta dan lainnya sebanyak 3.9%. Menurut Soehardjo (1989), semakin baik pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pendapatannya, hal tersebut juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi keluarga demi tercapainya taraf hidup yang lebih baik.

Status Gizi Contoh

(29)

15 Pengukuran secara langsung terdiri atas antropometri, pemeriksaan biokimia, klinis, dan biofisik.

Penilaian status gizi contoh dalam penelitian ini menggunakan indeks IMT/U dan TB/U, dengan parameter z-skor yang diklasifikasikan menurut WHO (2007). Tabel 10 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kedua indeks tersebut. Secara keseluruhan status gizi contoh cenderung berbeda antara laki-laki dan perempuan tetapi tidak signifikan (p=0.05). Sebanyak 70.8% contoh memiliki status gizi berdasarkan IMT/U normal dengan persentase perempuan lebih tinggi (72.3%) daripada laki-laki (69.2%). Sebaliknya, proporsi contoh laki-laki (20.1%) yang memiliki status gizi di atas normal lebih banyak dibandingkan contoh perempuan (17.4%). Proporsi contoh yang memiliki status gizi kurus juga lebih banyak pada laki-laki (10.6%) dibandingkan contoh perempuan (10.2%). Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh faktor konsumsi pangan dan status kesehatan. Konsumsi pangan, salah satunya dipengaruhi oleh akses terhadap pangan ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang (Riyadi 2003).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi indeks IMT/U dan TB/U

Indeks Kategori Laki-laki Perempuan Total Uji beda

n % n % n %

(30)

16

contoh yang termasuk kategori pendek lebih banyak pada perempuan (15.5%) daripada laki-laki (14.8%). Hasil uji beda T menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi TB/U contoh laki-laki dan perempuan (p=0.229).

Asupan Energi dan Zat Gizi

Asupan energi

Energi merupakan suatu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik (Hardinsyah & Tambunan 2004). Hasil analisis menunjukkan rata-rata asupan energi contoh per hari secara keseluruhan adalah 1763.0±587.2 kkal dengan asupan contoh perempuan lebih tinggi 1822.0 ± 587.2 kkal daripada laki-laki 1703.0 ± 582.2, nilai ini sedikit dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk anak sekolah.

Angka kecukupan energi untuk anak berusia 9 tahun sebesar 1 850 kkal. Angka kecukupan energi anak laki-laki usia 10−12 tahun sebesar 2 100 kkal, usia 13−15 tahun 2 475 kkal, sedangkan angka kecukupan energi untuk anak perempuan usia 10−12 tahun sebesar 2 000 kkal, usia 13−15 tahun 2 125 kkal. Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh

Energi Rata-rata ± SD Total

Laki-laki Perempuan

Asupan (g/hari) 1703.0 ± 582.2 1822.0 ± 587.2 1763.0 ± 587.2

Kebutuhan (g/hari) 1888.9 ± 320.6 1805.6 ± 305.0 1805.6 ± 316.6

Tingkat Kecukupan (%) 86.9 ± 32.7 101.3 ± 39.1 93.3 ± 36.1

Hasil penelitian Masti (2009) yang membandingkan rata-rata asupan energi SD swasta dan SD negeri di Kota Bogor menunjukkan hasil serupa, rata-rata asupan energi siswa SD Swasta dan SD negeri berturut-turut yaitu 1 679 kkal/hari dan 1 546 kkal/hari. Hasil uji beda T menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan energi laki-laki maupun perempuan (p=0.020). Hal ini diduga akibat dari baik frekuensi maupun jumlah makanan yang dikonsumsi contoh laki-laki dan perempuan berbeda. Asupan energi yang telah dihitung kemudian dibandingkan dengan kebutuhan contoh sehinggga didapatkan tingkat kecukupan energi contoh. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan TKE dan jenis kelamin Tingkat Kecukupan

Energi (%AKG)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit Berat 69 26.2 43 16.3 112 21.3

Defisit Sedang 37 14.1 30 11.4 67 12.7

Defisit Ringan 31 11.8 31 11.7 62 11.8

Normal 83 31.6 73 27.7 156 29.6

Lebih 43 16.3 87 33.0 130 24.7

(31)

17 Berdasarkan Tabel 12 didapatkan bahwa sebagian besar contoh tingkat kecukupan energi termasuk dalam kategori normal (29.6%) selebihnya defisit berat sebanyak 21.3%, defisit sedang 12.7%, defisit ringan 11.8% dan lebih 24,7%. Tingkat kecukupan energi yang berlebih banyak terdapat pada contoh perempuan daripada laki-laki. Masih banyak contoh yang tingkat pemenuhan kecukupan energi kurang baik. Total contoh yang masuk dalam kategori tingkat kecukupan defisit baik berat, sedang maupun ringan sebesar 45.8%. Keadaan tersebut diduga konsumsi pangan contoh pada saat dilakukan recall dalam jumlah yang sedikit.Terdapat juga contoh yang termasuk kategori tingkat kecukupan lebih. Asupan energi yang berlebihan akan tertimbun di dalam tubuh, terutama dalam jaringan adiposa dalam bentuk lemak yang dapat menimbulkan obesitas dan pada akhirnya akan menyebabkan resistensi insulin dan sindrom metabolik (Gross et al. 2004).

Asupan Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh; karena selain sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utama protein bagi tubuh yaitu membentuk jaringan baru (Muchtadi 2008). Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2012, diketahui angka kecukupan protein untuk laki-laki usia 9−13 tahun adalah 49−72 g/hari sedangkan untuk perempuan usia 9−13 tahun adalah 49−69 g/hari. Rata-rata asupan protein contoh secara keseluruhan yaitu 52.4 ± 20.2 g/hari. Asupan protein perempuan 53.9 ± 19.3 g/hari relatif sama dengan contoh laki-laki 50.9 ± 21.1 g/hari. Hasil uji beda T menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan protein laki-laki maupun perempuan (p=0.094).

Tabel 13 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan protein contoh

Protein Rata-rata ± SD Total

Laki-laki Perempuan

Asupan (g/hari) 50.9 ± 21.1 53.9 ± 19.3 52.4 ± 20.2 Kebutuhan (g/hari) 50.3 ± 8.7 53.1 ± 9.1 51.7 ± 9.01 Tingkat Kecukupan (%) 103.3 ± 44.3 101.1 ± 40.0 103.6 ± 42.2

Asupan protein yang telah dihitung kemudian dibandingkan dengan kebutuhan contoh sehinggga didapatkan tingkat kecukupan protein contoh. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan TKP dan jenis kelamin

(32)

18

Hasil analisis menunjukkan tingkat kecukupan protein contoh hampir merata dalam 5 kategori tersebut. Sebagian besar contoh berada pada kategori tingkat kecukupan normal dan lebih dengan persentase masing-masing yaitu 30.6% dan 29.4%. Terdapat contoh yang pemenuhan kecukupan protein kurang baik, dibuktikan dengan 21.3% contoh termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, 8.2% termasuk defisit tingkat sedang dan 10.6% termasuk kategori defisit tingkat ringan. Keadaan tersebut diduga konsumsi pangan contoh pada saat recall

khususnya pangan sumber protein sedikit. Asupan lemak

Peranan lemak dalam bahan pangan yang utama adalah sebagai sumber energi. Lemak merupakan sumber energi yang dapat menyediakan energi sekitar 2.25 kali lebih banyak daripada yang diberikan oleh karbohidrat (pati, gula) atau protein (Muchtadi 2008). Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan lemak dapat dilihat pada Tabel 15. Median asupan lemak contoh secara keseluruhan adalah 48.7 g/hari.Median asupan lemak contoh laki-laki adalah 47.3 g/hari sedikit lebih kecil daripada perempuan yaitu sebesar 50.4 g/hari. Median asupan lemak contoh masih kurang di bawah rata-rata kebutuhan contoh. Hasil uji beda Mann-Whitney

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan lemak laki-laki maupun perempuan (p=0.073). Median asupan, angka kecukupan dan tingkat kecukupan lemak contoh disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan lemak contoh

Lemak Median (min;max) Total

Laki-laki Perempuan

Asupan (g/hari) 47.3 (12.7;139.7) 50.4 (5.57;130.7) 48.7 (5.6;139.7)

Kebutuhan (g/hari) 63.0 (39.5;103.6) 60.5 (37.8;84.5) 60.5 (37.8;103.6)

Tingkat Kecukupan (%) 77.8 (22.9;254.1) 87.3 (10.42; 294.7) 82.3 (10.4;294.7)

Asupan lemak yang telah dihitung kemudian dibandingkan dengan kebutuhan contoh sehinggga didapatkan tingkat kecukupan lemak contoh. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan TKL dan jenis kelamin Tingkat Kecukupan

(33)

19 (34.7%) contoh termasuk dalam kategori TKL defisit berat, dengan persentase laki-laki (39.9%) lebih tinggi daripada perempuan (29.5%). Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kecukupan lemak contoh kurang baik. Keadaan tersebut dapat terjadi diduga konsumsi pangan contoh pada saat dilakukan recall dalam jumlah sedikit.Contoh yang termasuk kategori TKL normal dan lebih tidak berbeda jauh antara laki-laki maupun perempuan dengan persentase 21.3% dan 20.9%.

Asupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan karbohidrat terjadi karena zat gizi ini terpakai habis dan tidak di daur ulang (Hartono 2006).

Karbohidrat banyak terdapat dalam makanan pokok seperti nasi, mie, kentang singkong, dll. Selain itu, minuman ringan juga mengandung karbohidrat dalam bentuk gula. Median asupan karbohidrat siswa secara keseluruhan adalah 300.4 g/hari, lebih tinggi sedikit dari angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan adalah 254−289 g/hari.

Median asupan karbohidrat siswa laki-laki dan perempuan melebihi angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan. Median asupan karbohidrat contoh perempuan 315.1 g/hari lebih tinggi dibanding contoh laki-laki 288.9 g/hari. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan karbohidrat laki-laki maupun perempuan. Median asupan, angka kecukupan dan tingkat kecukupan karbohidrat disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan karbohidrat contoh

Karbohidrat Median (min;max) Total

Laki-laki Perempuan

Asupan (g/hari) 288.9 (79.1;1436.9) 315.1(52.3;1202.4) 300.4 (52.3;1436.9)

Kebutuhan (g/hari) 259.7 (161.9;427.6) 248.3 (155.1;355.2) 248.3 (155.1;427.6) Tingkat Kecukupan (%) 115.3 (28.01;469.6) 136.8 (14.7; 535.7) 121.2(14.7;535.7)

Tabel 18 menggambarkan tingkat kecukupan karbohidrat contoh. Secara keseluruhan 51.8% contoh termasuk dalam tingkat kecukupan karbohidrat lebih. Kelebihan asupan karbohidrat akan disimpan dalam bentuk lemak di dalam tubuh. Apabila tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang baik akan mengakibatkan kelebihan berat badan. Hanya 23.3% contoh termasuk kategori tingkat kecukupan karbohidrat normal. Masih ada contoh yang pemenuhan kebutuhan lemak kurang baik.termasuk kategori pada tingkat kecukupan defisit berat, defisit sedang, dan defisit ringan dengan persentase masing-masing yaitu 12.0%, 5.7%, dan 7.2%. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan TKKh dan jenis kelamin

Tingkat Kecukupan Karbohidrat (%AKG)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit Berat 36 13.7 27 10.2 63 12

Defisit Sedang 19 7.2 11 4.2 30 5.7

Defisit Ringan 28 10.6 10 3.8 38 7.2

Normal 61 23.2 62 23.5 123 23.3

Lebih 119 45.2 154 58.3 273 51.8

(34)

20

Asupan Serat

Serat makanan (dietary fiber) adalah komponen bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam saluran pencernaan manusia (Beck 2011). Hasil analisis menunjukkan asupan serat contoh berkisar antara 2.6−61.1 g/hari. Rata-rata asupan serat contoh pada umumnya termasuk kategori kurang (89.2%). Hanya 8.7% contoh yang termasuk kategori asupan serat cukup sedangkan terdapat 2.1% contoh yang asupan seratnya lebih. Kranz et al. 2012 melaporkan rata-rata asupan serat anak laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat masih kurang. Dibuktikan rata-rata asupan serat anak laki-laki usia 6−11 tahun dan 12−19 tahun adalah 13.7 g/hari dan 14.9 g/hari sedangkan pada perempuan 12.0 g/hari dan 13.3 g/hari. Studi Guimaraes et al. 2001 menunjukkan rata-rata asupan serat pada anak usia 4−14 tahun 10.3 g/hari. Paulo et al. 2006 membandingkan rata-rata asupan serat pada anak yang konstipasi dan tidak konstipasi. Hasil menunjukkan rata-rata asupan serat pada anak yang mengalami konstipasi sebesar 16.6 g/hari dan 18.2 g/hari untuk anak yang tidak konstipasi.

Kekurangan dan kelebihan serat dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh. Menurut Beck 2011 asupan serat yang rendah dapat mengakibatkan gangguan kolon seperti konstipasi. Menurut Khomsan (2008) konsumsi serat berlebihan akan berdampak terhadap penyerapan mineral seperti besi, seng dan magnesium. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan serat laki-laki maupun perempuan (p<0.05). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan serat dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan serat Tingkat Kecukupan

Rata-rata±SD 11.45±5.9 13.3±7.4 12.4±6.8

Median (min;max) 10.33 (2.6;61.1) 11.6 (3.8;57.8) 11.0 (2.6;61.1) Asupan Air

(35)

21 Tabel 20 Asupan, kebutuhan dan tingkat kecukupan air contoh

Air

Laki-laki Perempuan Total

Rata-rata±SD Rata-rata±SD Rata-rata±SD Kebutuhan (ml/hari) 1915±277.9 1935±341.9 1925±311.5 Asupan (ml/hari) 1066.0±423.8 1106.0±486.9 1086.0±456.5 Tingkat Kecukupan (%) 59.0±23.6 61.3±27.0 60.2±25.4

Asupan air yang digunakan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang diperkirakan sejumlah 1.5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1.0 liter berasal dari kandungan air dalam bahan makanan yang dikonsumsi ( Winarno 1992).

Tabel 20 menunjukkan rata-rata kebutuhan, asupan, dan tingkat pemenuhan air contoh. Berdasarkan tabel diketahui bahwa asupan air contoh masih kurang dari kebutuhan air contoh tersebut. Asupan rata-rata contoh hanya memenuhi setengah dari kebutuhan. Rata-rata tingkat pemenuhan kebutuhan air contoh sebesar 60.2±25.4%. Tingkat pemenuhan kebutuhan air contoh perempuan dan laki-laki relatif sama yaitu 61.3±27.0% dan 59.0±23.6%.

Tingkat pemenuhan kebutuhan air dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu cukup jika konsumsi air ≥ 2 000 ml/hari dan kurang jika konsumsi air < 2000 ml/hari. Pengelompokan ini diacu dari kebutuhan contoh berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yaitu sebesar 2 000 ml/hari. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pemenuhan air disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pemenuhan air minum

Kategori air Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 256 97.3 247 93.6 503 95.4

Cukup 7 2.7 17 6.4 24 4.6

Total 263 100 264 100 527 100

Sebagian besar contoh termasuk kategori tingkat pemenuhan air kurang (95.4%). Hanya 4.6% contoh memenuhi kebutuhan air berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dengan persentase contoh perempuan (6.4%) lebih tinggi daripada laki-laki (2.7%). Menurut Khomsan (2005) kurang air dapat menyebabkan konstipasi, infeksi saluran urin, terbentuknya batu ginjal, kelelahan, dan masalah-masalah seputar kulit, rambut dan kuku. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pemenuhan air contoh laki-laki dan perempuan (p=0.09).

Pola Defekasi

(36)

22

dari tiga kali seminggu dan terdapat gejala lain seperti feses keras dan terdapat rasa nyeri sering dikaitkan dengan kesulitan buang air besar. Gangguan pencernaan ini sering disebut konstipasi. The American Gastroenterological Association menggambarkan konstipasi atau kesulitan buang air besar merupakan suatu gejala yang didefinisikan sebagai ketidakpuasan dalam defekasi dengan karakteristik gerakan usus yang jarang, kesulitan buang air besar atau keduanya. Kesulitan buang air besar meliputi perlu ekstra mengejan, sensasi tidak tuntas buang air besar, feses keras atau menggumpal, membutuhkan waktu yang lama ketika defekasi ( Locke et al. 2000)

Sebaran contoh berdasarkan frekuensi buang air besar selama satu minggu terakhir dapat dilihat pada Tabel 22. Mengacu pada Kriteria Rome III, frekuensi buang air besar contoh dikelompokkan menjadi <3 kali/minggu dan ≥3 kali/minggu. Buang air besar < 3 kali/minggu merupakan salah satu indikator sulit buang air besar (konstipasi).

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi BAB per minggu Frekuensi

Sebagian besar contoh pada umumnya termasuk dalam frekuensi BAB lebih dari 3 kali/minggu (88.4%) dengan rata-rata frekuensi buang air besar sebanyak 6 kali/minggu. Hal ini juga mengindikasikan bahwa sebagian besar frekuensi BAB contoh normal. Sedikit contoh yang mengalami BAB kurang dari 3 kali/minggu (11.6%). Penelitian Jenning et al. 2009 melaporkan terdapat 20% anak mengalami frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali/minggu. Wu et al.

2011 dalam surveynya pada anak-anak di Taiwan sebanyak 27.7% frekuensi buang air besar ≥ 4 hari satu kali atau kurang dari 3 kali/minggu. Buang air besar (BAB) kurang dari 3 kali per minggu mengindikasikan adanya gejala konstipasi. Menurut Corwin (2007) konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Definisi ini bersifat subjektif dan dianggap sebagai penurunan relatif jumlah buang air besar pada individu karena frekuensi defekasi berbeda pada setiap individu. Pada umumnya pengeluaran defekasi kurang dari 1 setiap 3 hari yang dianggap mengindikasikan konstipasi. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi buang air besar contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Konsistensi Feses

(37)

23 Berikut sebaran contoh berdasarkan konsistensi feses yang disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan konsistensi feses

Bristol Stool Chart Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Keras (tipe 1 dan 2) 19 7.2 26 9.8 45 8.5

Normal (tipe 3 dan 4) 226 85.9 212 80.3 438 83.1 Lunak/cair (tipe 5 s/d 7) 18 6.8 26 9.8 44 8.3

Total 263 100 264 100 527 100

Berdasarkan Tabel 23 pada umumnya contoh mempunyai bentuk dan konsistensi feses tipe 3 dan 4 yaitu sebanyak 83.1%. Konsistensi feses tipe 3 dan 4 merupakan tipe feses yang paling ideal. Sebanyak 8.5% contoh memiliki konsistensi feses kategori tipe 1 dan 2. Tipe feses 1 dan 2 merupakan tipe feses yang keras, kadar air yang rendah dan sulit dikeluarkan. Tipe feses ini merupakan salah satu indikator terjadinya konstipasi. Terdapat juga anak yang mempunyai konsistensi feses tipe 5−7 sebanyak 8.3%. Tipe feses 5−7 merupakan tipe feses lunak sampai cair. Tipe feses ini merupakan salah satu indikator diare. Bekkali et al. (2007) meneliti 20 anak berusia 4-16 tahun yang menderita konstipasi didapatkan bahwa 7 orang (35%) memiliki konsistensi feses yang keras.

Nyeri ketika buang air besar (BAB)

Berdasarkan Tabel 24 didapatkan bahwa terdapat sebagian kecil contoh yang mengalami rasa nyeri ketika buang air besar (BAB) yaitu sebesar 22.2%. Rasa nyeri ketika buang air besar dapat mengakibatkan anak tidak ingin buang air besar. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh konstipasi. Bekkali et al. (2007) meneliti 20 anak berusia 4−16 tahun yang menderita konstipasi didapatkan bahwa 13 anak (65%) mengalami rasa nyeri ketika buang air besar. Berdasarkan uji beda

Mann-Whitney, tidak terdapat perbedaan signifikan nyeri yang dirasakan ketika BAB antara contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan Nyeri ketika BAB

Nyeri ketika BAB Laki-laki Perempuan Total Uji beda

n % n % n %

Pernah 62 23.6 55 20.8 117 22.2 p=0.482

Tidak 201 76.4 209 79.2 410 77.8

Total 263 100 264 100 527 100

Keluhan sulit buang air besar (Konstipasi)

(38)

berturut-24

turut sebesar 20.8 % dan 15.2%. Sebaran contoh berdasarkan keluhan konstipasi disajikan pada tabel 25.

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan keluhan konstipasi 1 bulan terakhir

Konstipasi Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Pernah 40 15.2 55 20.8 95 18.0

Tidak 223 84.8 209 79.2 432 82.0

Total 263 100 264 100 527 100

Survey nasional yang dilakukan pada anak-anak di Taiwan yang melibatkan 2375 anak menunjukkan sebanyak 767 anak atau sekitar 32.2% yang mengalami konstipasi. Anak perempuan lebih banyak mengalami konstipasi daripada anak laki-laki berturut-turut 36.1% dan 29.2% (Wu et al. 2011). Penelitian sebelumnya yang dilakukan Jenning et al. 2009 menunjukkan hal yang sama. Persentase anak perempuan yang pernah mengalami konstipasi lebih besar daripada laki-laki yaitu sebanyak 36.0%. Dampak negatif dari konstipasi telah di laporkan Youssef et al.

2005. Hasil penelitian menunjukkan anak yang mengalami konstipasi mengalami penurunan kualitas hidup baik dari segi fisik, emosional, sosial maupun sekolah.

Hubungan antar Variabel

Hubungan asupan serat dengan pola defekasi

Hasil analisis rankSpearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan frekuensi buang air besar contoh (rs = 0.107, p<0.05) yang artinya semakin tercukupi asupan serat maka maka frekuensi buang air besar semakin baik/normal dan sebaliknya semakin tidak tercukupi asupan serat maka frekuensi buang air besar akan semakin jarang atau berkurang. Penelitian Yang et al. 2012 menunjukkan hal yang sama bahwa asupan serat berkorelasi positif terhadap frekuensi buang air besar.

Penelitian ini juga menghubungkan asupan serat dengan rasa nyeri ketika buang air besar. Hasil uji rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan rasa nyeri ketika buang air besar (p>0.05). Yang et al. 2012 menyatakan asupan serat jelas dapat meningkatkan frekuensi buang air besar, tetapi tidak jelas dalam mengurangi rasa nyeri ketika buang air besar. Faktor yang menyebabkan rasa nyeri ketika buang air besar tidak hanya asupan serat yang kurang. Faktor lain yang dapat menyebabkan rasa nyeri ketika buang air besar antara lain asupan air putih yang kurang, konsumsi air yang bersifat diuretik seperti kopi dan air karbonasi, terlalu banyak mengonsumsi makanan yang tinggi lemak/berminyak serta kebiasaan menahan buang air besar yang dapat menyebabkan feses tertahan dan air terserap oleh dinding kolon dan akibatnya feses menjadi keras dan timbul rasa nyeri ketika dikeluarkan.

(39)

25 antara asupan serat dan konstipasi. Sebaran contoh berdasarkan asupan serat dan pola defekasi disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan asupan serat dan pola defekasi

Pola Defekasi

Total 470 100 46 100 11 100 527 100

Rasa nyeri ketika BAB

Pernah 103 21.9 12 26.1 2 18.2 117 22.2 p=0.262a

Tidak pernah 367 78.1 34 73.9 9 81.8 410 77.8

Total 470 100 46 100 11 100 527 100

Konsistensi feses

Tipe 1 & 2 41 8.7 4 8.7 0 0.0 45 8.5 p=0.016b

Tipe 3 & 4 392 83.4 39 84.8 7 63.6 438 83.1

Tipe 5 s/d 7 37 7.9 3 6.5 4 36.4 44 8.3

Total 470 100 46 100 11 100 527 100

Keluhan Konstipasi

Pernah 83 17.7 10 21.7 2 18.2 95 18.0 p=0.706a

Tidak pernah 387 82.3 36 78.3 9 81.8 432 82.0

Total 470 100 46 100 11 100 527 100

a

Nilai signifikansi rank Spearman, signifikan jika p < 0.05; b Nilai signifikansi Chi-square, signifikan jika p < 0.05

Serat makanan yang cukup mampu mencegah kesulitan BAB apabila diiringi dengan peningkatan konsumsi air minum yang cukup setiap hari karena dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh sehingga tidak terjadi rasa nyeri ketika buang air besar (Muchtadi 2001). Faktor penyebab terjadinya konstipasi antara lain 1) pola hidup yang diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, kurang olah raga; 2) Obat-obatan seperti antikolinergik, suplemen besi dan kalsium, opiate ( kodein dan morfin); 3) Kelainan stuktural kolon seperti tumor, stiktur, hemoroid, abses perineum; 4) Penyakit sistemik seperti hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus; 5) Penyakit neurologic seperti hirschprung, lesi medulla spinalis, neuropati otonom; 6) Disfungsi otot dinding dasar pelvis; 7) motilitas kolon yang lemah (Djojoningrat 2009).

(40)

26

memungkinkan untuk menurunkan transit time feses di dalam usus besar. Zaslavsky et al. 1998 membandingkan asupan serat anak konstipasi dengan tidak konstipasi dan menunjukkan asupan serat antara kedua kelompok ini sebanding. Hubungan Asupan air dengan pola defekasi

Hasil analisis korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan air dengan frekuensi buang air besar, (kurang dari 20% dari konsumsi sebelumnya). Hasil menunjukkan frekuensi buang air besar dan berat feses menurun secara bermakna. Dapat disimpulkan bahwa asupan air dapat berkorelasi positif dengan frekuensi buang air besar jika contoh mengonsumsi air sangat kurang (<20%) sedangkan pada penelitian ini contoh telah memenuhi kebutuhan airnya lebih dari 50%. Sebaran contoh berdasarkan asupan air dan pola defekasi disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan asupan air dan pola defekasi

Pola defekasi

Nilai signifikansi rank Spearman, signifikan jika p < 0.05

(41)

27 asupan air ditingkatkan 50%. Tidak adanya hubungan antara asupan air dan rasa nyeri ketika buang air besar diduga dipengaruhi faktor lain yaitu kebiasaan contoh menunda dorongan buang air besar. Kebiasaan menahan buang air besar menyebabkan feses tertahan di kolon. Akibatnya air pada feses diserap oleh kolon sehingga menyebabkan feses kering dan keras dan menimbulkan rasa nyeri ketika dikeluarkan. Gangguan pencernaan merupakan gangguan kesehatan yang terkait dengan ketidaknormalan fungsi saluran pencernaan. Salah satu kelainan yang sering mengganggu kesehatan pencernaan yaitu konstipasi. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak tuntas buang air besar, terdapat rasa sakit/nyeri, perlu ekstra mengejan atau konsistensi feses yang keras. Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya konstipasi selain asupan serat dan air adalah aktivitas fisik. Peningkatan asupan air lebih berpengaruh pada penderita konstipasi daripada contoh yang tidak konstipasi. Pada umumnya penelitian sebelumnya percaya bahwa peningkatan asupan cairan memperbaiki konstipasi/kesulitan buang air besar. Dalam satu percobaan, relawan sehat diberi peningkatan jumlah cairan hingga 2 liter/hari. Volume urin meningkat, tetapi frekuensi buang air besar tidak (Chung

et al. dalam Bove et al. 2012). Tabber et al. 2012 melaporkan review penelitian-penelitian sebelumnya bahwa tidak ditemukan bukti bahwa peningkatan asupan air lebih efektif meningkatkan buang air besar atau menurunkan kesulitan buang air besar (konstipasi).

Hubungan status gizi (IMT/U) dengan pola defekasi

Masalah yang sering timbul saat ini pada anak adalah timbulnya berat badan yang berlebih (overweight atau obesitas) yang ternyata merupakan faktor pencetus terjadinya konstipasi pada anak. Pashankar & Baucke2005pada studi retrospektif melaporkan 22.0% anak-anak konstipasi memiliki status gizi obesitas sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 11.0% obesitas. Pada studi ini disimpulkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang kuat dengan angka kejadian konstipasi. Peningkatan angka prevalensi obesitas dapat diperoleh dari diet, tingkatan aktivitas, atau pengaruh hormon. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi (IMT/U) dan pola defekasi (frekuensi buang air besar, konsistensi feses, rasa nyeri ketika buang air besar dan keluhan konstipasi) (p>0.05).

(42)

28

Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan pola defekasi

Pola Defekasi

Status gizi (IMT/U) Sangat

Kurus Kurus Normal Overweight Obese Total

n % n % n % n % n % n %

Frekuensi BAB (p=0.317b)

<3x/minggu 2 22.2 3 6.5 48 12.9 6 10.5 2 4.8 61 11.6 ≥3x/minggu 7 77.8 43 93.5 325 87.1 51 89.5 40 95.2 466 88.4

Total 9 100.0 46 100.0 373 100.0 57 100.0 42 100.0 527 100.0

Konsistensi feses (p=0.840b) Keras 1 11.1 4 8.7 32 8.6 4 7.0 4 9.5 45 8.5 Normal 8 88.9 35 76.1 312 83.6 48 84.2 35 83.3 438 83.1 Lunak/cair 0 .0 7 15.2 29 7.8 5 8.8 3 7.1 44 8.3

Total 9 100.0 46 100.0 373 100.0 57 100.0 42 100.0 527 100.0

Nyeri ketika BAB (p=0.141b) Pernah 3 33.3 12 26.1 89 23.9 9 15.8 4 9.5 117 22.2 Tidak 6 66.7 34 73.9 284 76.1 48 84.2 38 90.5 410 77.8 Total 9 100.0 46 100.0 373 100.0 57 100.0 42 100.0 527 100.0

Keluhan konstipasi (p=0.865b)

Pernah 2 22.2 7 15.2 71 19.0 8 14.0 7 16.7 95 18.0 Tidak 7 77.8 39 84.8 302 81.0 49 86.0 35 83.3 432 82.0

Total 9 100.0 46 100.0 373 100.0 57 100.0 42 100.0 527 100.0 b Nilai signifikansi Chi-square, signifikan jika p < 0.05

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Contoh dalam penelitian adalah siswa-siswi kelas V dan VI di Kota Bogor dengan kisaran usia 9-13 tahun. Contoh memiliki uang saku antara Rp 0−Rp 30 000. Sebagian besar contoh mempunyai keluarga sedang terdiri dari 5-7 orang dengan pendidikan ayah dan ibu adalah tamat SMA. Sebagian besar pekerjaan ayah contoh yaitu karyawan swasta sedangkan ibu lebih banyak berperan sebagai ibu rumah tangga (IRT) dengan tingkat pendapatan keluarga kurang dari Rp 1 juta.

Status gizi berdasarkan IMT/U dan TB/U contoh sebagian besar normal. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh termasuk normal sedangkan tingkat kecukupan lemak defisit ringan dan karbohidrat termasuk kategori lebih. Sebagian besar contoh termasuk kategori kurang asupan serat dan air.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai asupan  serat makanan dan air serta pola
Tabel 1 Jenis variabel dan cara pengumpulan data
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin
Tabel 11. Tabel 11 Asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan energi contoh
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan fixed effect model menunjukan bahwa upah, jumlah penduduk dan PDRB memliki pengaruhterhadap

Sedang untuk siswa yang tidak aktif akan mendapatkan teguran-te- guran baik lewat pembina pramuka atau- pun oleh Waka Kesiswaan diteruskan ke- pada Wali Kelas

Dalam penelitian ini analisis Structural Equation Modeling (SEM) digunakan untuk menganalisis hubungan antara perceived quality, perceived value, perceived best score, dan

Eksplorasi dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, baik dari buku maupun gambar (karya seni visual). Eksplorasi dilakukan untuk lebih mendalami ide atau gagasan

Perencanaan. 1) Menyusun Silabus Pembelaja- ran; 2) Menyususn Rencana Pelaksanaan Pem- belajaran; 3) Menyiapkan Soal Tes Tulis; 4) Menyiapkan Lembar Observasi; 5)

Data hasil penelitian menggambarkan bahwa eksplorasi konten yang dilakukan mahasiswa menunjukkan keterampilan argumentasi mengenai beberapa uraian dan alasan konsep

treatment pada elemen interior yang merusak eksisting akan diminamalisir sehingga budaya pinisiq sebagai bagian dari unsur daerah kemudian dapat diterapkannya ke dalam desain