• Tidak ada hasil yang ditemukan

Growth and Production Modeling for Oil Palm at Different Levels and Periods of Frond Pruning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Growth and Production Modeling for Oil Palm at Different Levels and Periods of Frond Pruning"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENUNASAN PELEPAH

NOPE GROMIKORA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PENUNASAN PELEPAH

NOPE GROMIKORA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PENUNASAN PELEPAH

NOPE GROMIKORA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Permodelan Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit pada Berbagai Taraf dan Periode Penunasan Pelepah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebabkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Nope Gromikora

NIM. A252100111

(3)

NOPE GROMIKORA. Growth and Production Modeling for Oil Palm at Different Levels and Periods of Frond Pruning. Under direction of SUDIRMAN YAHYA, and SUWARTO.

The number of leaf frond influence oil palm yield, especially fresh fruit bunch weight and production. The objective of this research was to obtain oil palm growth and production model for different levels and periods of frond pruning. The experiment was conducted at PT. Astra Agro Lestari, Pangkalan Bun, Central Kalimantan, from August 2011 to February 2012. The experiment was arranged in randomized block design with two factors and three replications. The first factor was numbers of unpruned frond and the second factors was pruning periods. The frond treatments consisted of 41-48, 49 56, and 57 64 fronds. The periods of pruning treatment consisted of first period (early to mid rainy season):September December, second period (mid to end of rainy season):Januari April, and third period (dry season):May August. Model has been able to predict 75% variable for production and fresh fruit bunch weight for different levels and periods of pruning.

(4)

NOPE GROMIKORA. Permodelan Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit pada Berbagai Taraf dan Periode Penunasan Pelepah. Dibimbing oleh SUDIRMAN YAHYA dan SUWARTO.

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil dari tanaman, salah satu faktor yang berpengaruh adalah cahaya. Hal ini akan mempengaruhi hasil bobot kering dari tanaman, terkait dengan penangkapan cahaya oleh kanopi tanaman. Intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima selama masa pertumbuhan memiliki pengaruh yang besar terhadap produksi hasil dari tanaman. Menurut Squire (1984), hasil janjang per pohon pada kelapa sawit memiliki korelasi positif dengan jumlah radiasi cahaya yang diterima oleh kanopi tanaman.

Kapasitas produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh ukuran tajuk atau luas daun sebagai permukaan fotosintesis. Studi oleh Hardon (1969) menunjukkan ada korelasi positif antara luas daun dengan hasil pada tanaman kelapa sawit pada jenis yang sama. Ukuran daun, selain menunjukkan luas permukaan fotosintesis, juga menunjukkan luas permukaan transpirasi atau kehilangan uap air melalui daun. Pengaturan luas permukaan daun diperlukan untuk menyeimbangkan antara kapasitas fotosintesis bersih (termasuk untuk respirasi jaringan daun) dan pemenuhan permintaan transpirasi.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang telah berjalan, dengan periode penelitian sekurang-kurangnya selama 3 tahun dan telah berjalan selama 1.5 tahun. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2011 hingga Juli 2012. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan Astra Agro Lestari, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Berikutnya pada lokasi dilakukan percobaan untuk tiga kelompok umur pada areal tanaman menghasilkan, yakni : TM: < 8 tahun, 8 13 tahun, > 13tahun.

Rancangan perlakuan adalah faktorial dua faktor, yakni jumlah pelepah yang ditinggalkan dan periode waktu bagi setiap taraf jumlah pelepah. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok. Perlakuan jumlah pelepah terdiri atas P1 : 41 48 pelepah, P2 : 49 56 pelepah, dan P3 : 57 64 pelepah. Dan periode waktu mempertahankan jumlah pelepah terdiri tiga periode yaitu, periode pertama (awal musim hujan sampai puncak musim hujan) : September Desember, periode kedua (puncak musim hujan sampai akhir musim hujan) : Januari April, dan periode ketiga (musim kemarau) : Mei September. Kombinasi perlakuan untuk kelapa sawit umur 8-13 dan > 13 tahun yaitu A : P1 (periode 1)-P1 (periode 2)-P1 (periode 3), B : P1-P1-P2, C : P1-P2-P2, D : P2-P2-P2, E : P2-P2-P1, dan F : P2-P1-P1 dan untuk kelapa sawit umur < 8 tahun yaitu A : P2-P2-P2, B : P2-P2-P3, C : P2-P3-P3, D : P3-P3-P3, E : P3-P3-P2, dan F : P3-P2-P2.

(5)

kg/pokok/bulan, dengan jumlah pelepah yang dipertahan sebesar 41-48 pada awal musim hujan, 49-56 pada puncak musim hujan hingga awal musim kemarau, dan 49-56 pada musim kemarau. Hasil pada perlakuan C menunjukan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf 15%.

Blok B28 merupakan blok yang mewakili tanaman di atas 13 tahun. Produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan A dengan produksi rata-rata 12.50 kg/pokok/bulan, dengan jumlah pelepah yang dipertahankan sebesar 41-48 pelepah sepanjang tahun. Hasil terbaik pada tanaman umur > 13 tahun, didapat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada taraf uji 20%.

LAI (leaf area index) perlakuan terbaik pada tanaman kelapa sawit untuk umur tanaman < 8 tahun adalah 4.02 untuk perlakuan F. Tanaman kelapa sawit umur 8-13 tahun LAI produksi terbaik diperoleh sebesar 3.60 untuk perlakuan C. Sementara untuk tanaman umur > 13 tahun LAI produksi terbaik yang diperoleh sebesar 4.10 untuk perlakuan A. Pada tanaman kelapa sawit curah hujan berpengaruh terhadap produksi dan BTR (bobot tandan rata-rata), walaupun pengaruhnya baru beberapa bulan kemudian. Curah hujan mempengaruhi produksi untuk tanaman umur < 8 tahun pada 12 bulan sebelum panen, 8-13 tahun berpengaruh 21 bulan sebelum panen, dan untuk umur > 13 tahun berpengaruh 26 bulan sebelum panen. Pengaruh curah hujan untuk BTR memiliki pengaruh 3 bulan sebelum panen untuk semua kelompok umur tanaman kelapa sawit.

Model yang telah disusun selanjutnya dijalankan untuk mendapatkan data hasil simulasi, selanjutnya dibandingkan dengan data aktual untuk melihat ketepatan di dalam memprediksi. Pada tanaman umur < 8 tahun, dari hasil uji T didapat hanya satu perlakuan yang memiliki beda nyata antara BTR simulasi dan BTR aktual. Pada tanaman umur 8-13 tahun hasil antara BTR simulasi dan BTR aktual, dari hasil uji T didapat tiga perlakuan yang memiliki beda nyata yaitu perlakuan B, E dan F. tanaman umur > 13 tahun memiliki hasil perbandingan antara BTR simulasi dan BTR aktual yang beda nyata paling besar, yaitu sebanyak empat pelakuan (perlakuan B, C, D dan E).

Hasil BTR simulasi disimulasikan lebih lanjut, sehingga menghasilkan produksi simulasi kelapa sawit. Produksi simulasi selanjutnya dibandingkan dengan produksi aktual, untuk melihat apakah terdapat beda nyata antara produksi simulasi dan produksi aktual. Hasil uji T pada tanaman umur < 8 tahun, menunjukan tidak adanya beda nyata antara produksi simulasi dan produksi aktual. Tanaman umur 8-13 tahun hasil uji T antara produksi simulasi dan produksi aktual hanya terdapat satu perlakuan yang beda nyata, yaitu pada perlakuan E. Pada tanaman umur > 13 tahun, tidak terdapat beda nyata antara produksi simulasi dan produksi aktual pada setiap perlakuan.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kriktik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

PENUNASAN PELEPAH

NOPE GROMIKORA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Nope Gromikora NIM : A252100111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Suwarto, MS Anggota Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc

Ketua

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(9)
(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga penelitian untuk Tugas Akhir Tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan ini berjudul Permodelan Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit Pada Berbagai Taraf dan Periode Penunasan Pelepah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 Juni 2012. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSi dan Dr Ir Suwarto, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran untuk kesempurnaan tesis ini. Kepada keluarga (ayah, ibu dan adik-adik) atas perhatian dan dukungannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Demikianlah tesis ini dibuat sebagai hasil dari penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(11)

Penulis dilahirkan di Mandomai pada tanggal 30 Nopember 1986 dari ayah Marserius dan ibu Kameloh. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

(12)
(13)

E FGFHIJKLM LN OIOIJPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP QR

SJT LJUDtIs VIG IyI PPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP QW XLJyFU FJIJ YZH LMXLrtuNOFGIJHIJXrZHF[UDK L MI\IE IwDt PPPPPPPPPPP Q]

X ZM IXrZHF[UD^Nur _`aIGFJb` cdeaIGFJ H IJ

fdeaIGFJ PPPPPPPP

Q]

XLJgIrFGVurIGhFiIJT LrGIHIpXrZHF[UDK LM I\IE IwDt PPPPPPPPPPPPPPPP RQ

Leaf Area IndexKLM I\IE IwDt ^Nur _`aIGFJb` c deaIGFJ

HIJfdeaIGFJPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP jk

SJ\FTYZHLMH IJKIMDOlIUDPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP jQ

hIUDMEDNFMIUDYZHLMXLrtFN OFGIJHIJXrZHF[UD PPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP jR

Validasi Model Pertumbuhan dan Produksi... 71

Tanaman Umur < 8 Tahun (Blok A35) ... 71

Tanaman Umur 8-13 Tahun (Blok B19) ... 73

Tanaman Umur >13 Tahun (Blok B28) ... 74

SIMPULAN DAN SARAN ... 77

Simpulan... 77

Saran... 77

(14)

mn opnqpnrs t

u vw vxvy

1. Fase perkembangan bagian buah pada tanaman kelapa sawit ... 9

2. Pola produksi tandan buah segar pada beberapa negara dan curah hujan lokal... 10

3. Analisis korelasi produksi dan curah hujan pada Triang 2 ... 10

4. Iklim dan rataan hasil tandan buah pada tiga lokasi perkebunan di Kolombia ... 11

5. Pengaruh LAI di bawah pelepah terhadap radiasi fotosintesis aktif (PAR) di atas kanopi pada keseimbangan karbon ... 12

6. Pengaruh penunasan terhadap pertumbuhan kelapa sawit ... 13

7. Pengaruh perubahan 10 % pada karakter fisiologi dan morfologi utama pada hasil tanaman kelapa sawit ... 13

8. Perlakuan penunasan tanaman kelapa sawit menghasilkan tua ... 19

9. Perlakuan penunasan tanaman kelapa sawit menghasilkan muda ... 20

10. Peubah-peubah yang diamati, peralatan, periode pengamatan serta jumlah sampel per tahun... 22

11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit ... 31

12. Produksi rata-rata Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011 ... 32

13. Bobot tandan rata-rata Blok A35, B28 dan B19 tahun 2011 ... 32

14. Produksi kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun) ... 33

15. Jumlah tandan kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun) ... 34

16. Bobot tandan rata-rata kelapa sawit A35 (< 8 tahun) ... 35

17. Produksi kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun) ... 36

18. Jumlah tandan kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun) ... 38

19. Bobot tandan rata-rata Blok B19 (8-13 tahun) ... 39

(15)

21. Jumlah tandan tanaman kelapa sawit Blok B28 (> 13 tahun)... 41

22. Bobot tandan rata-rata Blok B28 (> 13 tahun)... 42

23. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok A35 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012... 43

24. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok B19 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 ... 43

25. Jumlah tandan bunga betina, bunga jantan, buah hitam dan buah merah Blok B28 periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 ... 44

26. Suhu di dalam dan di luar piringan periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012... 45

27. Kelembaban udara di dalam dan di luar piringan periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 ... 47

28. Intensitas cahaya yang diterima di dalam piringan dan di luar piringan kelapa sawit periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012 ... 48

29. Intensitas cahaya yang diterima pelepah ke-17 dan pelepah terbawah periode 2 (Jan-Apr) tahun 2012... 49

30. Jumlah pelepah yang menopang pertumbuhan tandan dalam setahun ... 53

31. LA dan LAI Blok A35, B19 dan B28 ... 53

32. Curah hujan PT. AMR dan GSIP tahun 1997-2011 (cm/bulan) ... 55

33. Korelasi antara BTR dan curah hujan ... 56

34. Korelasi antara produksi dan curah hujan... 57

35. Korelasi antara curah hujan terhadap BTR dan jumlah tandan setiap perlakuan pada Blok A35 (< 8 tahun) ... 58

36. Korelasi antara curah hujan terhadap BTR dan jumlah tandan setiap perlakuan pada Blok B19 (8-13 tahun)... 59

37. Korelasi curah hujan terhadap BTR dan produksi tandan pada setiap perlakuan pada Blok B28 (> 13 tahun)... 60

(16)

39. LAI per perlakuan pada Blok B19 (umur 8 13 tahun) ... 63

40. LAI per perlakuan pada Blok B28 (umur > 13 tahun)... 63

41. BTR simulasi dan BTR aktual Blok A35 ... 72

42. Produksi simulasi dan produksi aktual Blok A35 ... 72

43. BTR simulasi dan BTR aktual Blok B19... 73

44. Produksi simulasi dan produksi aktual Blok B19 ... 73

45. BTR simulasi dan BTR aktual Blok B28... 74

46. Produksi simulasi dan produksi aktual Blok B28 ... 75

(17)

z{|}{ ~{ €{~

‚ ƒ„ ƒ…ƒ†

1. Diagram perkembangan bunga kelapa sawit ... 8 2. Hubungan antara total bobot kering vegetatif dan bobot kering

buah dengan LAI (leaf area index). ... 14 3. Hubungan antara perkembangan luas daun dengan umur setelah

tanam pada Ekona, Nigeria dan Calabar (Breure 2010). ... 15 4. LAI kelapa sawit pada 3 fase umur secara berurutan Ekona,

Nigeria, Calabar dan optimal LAI (Breure 2010). ... 17 5. Persentase penerimaan cahaya terhadap kanopi pada Ekona,

Nigeria dan Calabar (Breure 2010). ... 17 6. Proses-proses utama pertumbuhan tanaman kelapa sawit ... 23

7. Keterkaitan neraca air dan pertumbuhan tanaman kelapa sawit ... 24 8. Diagram Forester sub model pertumbuhan kelapa sawit pada

berbagai taraf penunasan... 25 9. Model Stella pertumbuhan dan produksi tanaman... 28

10. Model Stella produksi kelapa sawit ... 29 11. Fluktuasi produksi rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28

tahun 2011-2012 ... 50 12. Jumlah tandan rata-rata per pokok Blok A35, B19 dan B28

tahun 2011-2012 ... 51 13. Bobot tandan rata-rata (BTR) Blok A35, B19 dan B28

tahun 2011-2012 ... 52 14. Curah hujan rata-rata PT. AMR dan GSIP tahun 1997-2011 ... 55

15. Perkembangan BTR simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P2-P2-P2 (a), P2-P2-P3 (b), P2-P3-P3 (c), P3-P3-P3 (d), P3-P3-P2 (e), dan

P3-P2-P2(f) untuk kelapa sawit umur < 8 tahun... 66 16. Produksi simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda

dengan kombinasi perlakuan P2-P2-P2 (a), P2-P2-P3 (b),

P2-P3-P3 (c), P3-P3-P3 (d), P3-P3-P2 (e), dan P3-P2-P2(f) untuk

(18)

17. BTR simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P2 (c), P2-P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1 (f)

untuk kelapa sawit umur 8 13 tahun. ... 68 18. Produksi simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda

dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P2 (c), P2-P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1 (f)

untuk kelapa sawit umur 8 13 tahun. ... 69

19. BTR simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P2 (c), P2-P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1(f)

untuk kelapa sawit umur > 13 tahun. ... 70 20. Produksi simulasi dan aktual pada jumlah pelepah yang berbeda

dengan kombinasi perlakuan P1-P1-P1 (a), P1-P1-P2 (b), P1-P2-P2 (c), P2-P2-P2 (d), P2-P2-P1 (e), dan P2-P1-P1(f)

(19)

‡ ˆ ‰Š ˆ‹Œ ˆ Ž ‹ˆ 

‘ ’“ ’”’•

1. Plot penelitian ... 75

2. Produksi per pokok kelapa sawit Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012 ... 84

3. Bobot tandan rata-rata kelapa sawit Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011-2012 ... 84

4. Produksi tandan per pokok kelapa sawit Blok A35, B19 dan B28 Tahun 2011-2012 ... 84

5. Produksi per pokok Blok A35 tahun 2011-2012 ... 85

6. Produksi tandan per pokok Blok A35 tahun 2011-2012... 85

7. Bobot tandan rata-rata blok A35 tahun 2011-2012... 86

8. Produksi per pokok Blok B19 tahun 2011-2012... 86

9. Produksi tandan per pokok Blok B19 tahun 2011-2012 ... 87

10. Bobot tandan rata-rata Blok B19 tahun 2011-2012 ... 87

11. Produksi per pokok Blok B28 tahun 2011-2012... 88

12. Produksi tandan per pokok Blok B28 tahun 2011-2012 ... 88

13. Bobot tandan rata-rata Blok B28 tahun 2011-2012 ... 89

14. Pengaruh curah hujan terhadap produksi pada Blok A35... 90

15. Pengaruh curah hujan terhadap produksi pada Blok B19 ... 91

16. Pengaruh curah hujan terhadap produksi pada Blok B28 ... 92

17. BTR simulasi dan BTR aktual tanaman umur < 8 tahun ... 93

18. Produksi simulasi dan produksi aktual tanaman umur < 8 tahun ... 94

19. BTR simulasi dan BTR aktual tanaman umur 8-13 tahun ... 95

(20)
(21)
(22)

–—˜ ™š› œ œš ˜

 žŸž  ¡elakang

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang penting bagi perkebunan, 80% minyak kelapa sawit diperuntukan untuk produk yang dapat dimakan dan 20% untuk industri olechemical (Basiron dan Chan 2004). Selain itu tanaman kelapa sawit merupakan tanaman dengan produksi minyak yang tinggi dibandingkan penghasil minyak nabati yang lain (Basiron 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi dari tanaman kelapa sawit, salah satunya adalah cahaya. Cahaya yang ditangkap oleh kanopi tanaman akan mempengaruhi hasil bobot kering dari tanaman. Intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima selama masa pertumbuhan memiliki pengaruh yang besar terhadap produksi tanaman. Menurut Squire (1984), hasil tandan per pohon kelapa sawit memiliki korelasi positif dengan jumlah radiasi cahaya yang diterima oleh kanopi tanaman.

Kapasitas produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh ukuran tajuk atau luas daun sebagai permukaan fotosintesis. Studi oleh Hardon et al. (1969), menunjukkan ada korelasi positif antara luas daun dengan hasil pada tanaman kelapas sawit pada jenis yang sama. Ukuran daun, selain menunjukkan luas permukaan fotosintesis, juga menunjukkan luas permukaan transpirasi atau kehilangan uap air melalui daun. Pengaturan luas permukaan daun diperlukan untuk menyeimbangkan antara kapasitas fotosintesis bersih (termasuk untuk respirasi jaringan daun) dan pemenuhan permintaan transpirasi. Selain itu, jika air dan hara tidak menjadi pembatas, laju asimilasi bersih ditentukan oleh intensitas cahaya yang sampai pada daun pelepah terbawah. Bentuk morfologi pelepah tanaman kelapa sawit yang memutar mengelilingi batang, dapat menyebabkan daun bagian bawah menjadi ternaungi.

(23)

baik. Model dikatakan sebagai penyederhanaan, karena tidak semua yang terjadi pada sistem dapat dibuat modelnya (Handoko 2005). Sistem yang coba disederhanakan adalah sistem pertumbuhan pada tanaman kelapa sawit. Dengan mensimulasikan penggunaan cahaya pada proses fotosintesis, dan pembagian hasil fotosintesis pada bagian-bagian tanaman sehingga dapat diduga hasil/produksi dari tanaman kelapa sawit.

Peramalan produksi kelapa sawit telah menjadi hal yang elemen penting dalam manajemen industri kelapa sawit, terutama dalam perencanaan dan pengambilan keputusan (Ismail dan Khamis 2011; Santosa et al 2011). Permodelan ini dikembangkan dengan pendekatan mekanistik yang mencoba menghubungkan proses fisiologis dan morfologis tanaman sebagai respon terhadap fisik lingkungan tanaman terutama kondisi tanah dan iklim (Suwarto 2005). Pendekatan fisiologis yang digunakan melalui pengaruh perbedaan luas daun (jumlah pelepah) terhadap produksi kelapa sawit.

Pada tanaman daun memiliki dua peran yaitu sebagai source (sumber energi) dan sink (pengguna/penyimpan energi), daun muda umumnya menjadi

(24)

proses penuaan daun. Patah pelepah (sengkleh) diduga disebabkan kahat hara kalium dan cekaman kekeringan.

Pada tanaman kelapa sawit, pengaturan luas permukaan daun dilakukan dengan pemotongan pelepah, yang sering disebut penunasan. Penunasan dilakukan dalam rangka pengaturan jumlah pelepah yang harus ditinggalkan untuk mengatur kapasitas produksi, walaupun pada prakteknya sangat ditentukan oleh manajemen panen buah (ketentuan songgo satu dan songgo dua). Penunasan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen (potong) buah atau pada waktu lain secara periodik. Jika penunasan tidak pada waktu panen, penunasan dilakukan pada pelepah yang menjepit buah guna memudahkan potong buah, terutama pada pokok yang buah sudah tinggi dengan menggunakan alat panen egrek. Panen tanpa penunasan (curi buah) umumnya dapat dilakukan pada tanaman yang buahnya masih rendah dengan menggunakan alat panen dodos.

Sampai saat ini belum diperoleh informasi tentang jumlah pelepah yang perlu dipertahankan terus menerus atau berbeda antara musim hujan dan kemarau agar tercapai jumlah pelepah optimum, untuk menyeimbangkan antara kapasitas fotosintesis bersih (termasuk untuk respirasi jaringan daun) dan pemenuhan permintaan transpirasi. Laju berbagai proses fisiologi tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuh, terutama keadaan iklim. Dengan demikian perlu pula diketahui kemungkinan adanya perbedaan tingkat penunasan atau jumlah pelepah optimum dengan perbedaan keadaan iklim antara lokasi perkebunan. Hal inilah yang mendasari dibuatnya modelnya, sehingga mempermudah dalam memprediksi hasil tanaman kelapa sawit berdasarkan jumlah pelepah dan faktor lingkungan. Sehubungan dengan itu, penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Perumusan Masalah

(25)

pelepah untuk tanaman berumur 4 - 7 tahun, 40 - 48 pelepah untuk tanaman berumur 8-13 tahun, 32 pelepah untuk tanaman berumur > 14 tahun. Hal ini biasanya berlaku secara umum pada setiap lokasi kebun kelapa sawit. Model pertumbuhan dibuat berdasarkan input data dari taraf-taraf penunasan yang dilakukan. Dengan adanya model hasil dari pertumbuhan tanaman, serta informasi kondisi lingkungan dapat digunakan untuk memperkirakan hasil dari kelapa sawit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menentukan berapa jumlah pelepah yang dipertahankan dan pembuatan model pertumbuhan, sehingga dapat diketahui jumlah pelepah yang optimum di dalam melakukan fotosintesis.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui pengaruh penunasan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit.

2. Mencari jumlah pelepah yang akan dipertahankan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tertinggi tanaman kelapa sawit.

3. Menyusun model pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Jumlah pelepah yang dipertahankan pada musim hujan akan lebih sedikit dibandingkan pada musim kemarau.

2. Penunasan yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang maksimal, pada musim yang berbeda.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, batangnya lurus, tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium dan tingginya dapat mencapai 15-20 meter. Batang kelapa sawit memiliki diameter 40-75 cm, dengan tinggi batang pada budidayanya biasanya tidak lebih dari 18 meter. Batang kelapa sawit mempunyai tiga fungsi utama, yaitu : a. struktur yang mendukung daun, bunga dan buah; b. sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral ke atas, serta hasil fotosintesis dari daun kebagian lain; c. berfungsi sebagai organ penimbunan makanan. Batang kelapa sawit akan diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah 12 tahun pelepah yang mengering dan membusuk akan terlepas, sehingga penampilan kelapa sawit menjadi mirip dengan tanaman kelapa (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).

Akar kelapa sawit berfungsi untuk menunjang struktur batang di atas tanah, menyerap unsur hara dalam tanah, dan alat respirasi. Kelapa sawit memiliki sistem akar serabut, yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar primer tumbuh dari pangkal batang (bole), diameternya berkisar antara 8-10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 cm. Akar sekunder tumbuh dari akar primer dengan diameter 2-4 mm, dari akar sekunder tumbuh akar tersier dengan diameter 0,7-1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Akar-akar kelapa sawit membentuk lapisan anyaman yang tebal di dekat permukaan tanah, dan juga terdapat beberapa akar napas yang mengarah ke samping atas. Sebagian besar perakaran tanaman kelapa sawit berada dekat permukaan tanah, hanya sedikit yang berada pada kedalaman 90 cm (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).

(27)

dapat mencapai 1.600 buah, berbentuk lonjong membulat dengan panjang buah 2-3 cm dan bobotnya 2-30 gram. Minyak dihasilkan oleh buah yang masak dengan kandungan 45-50 persen dari bobot mesokarp. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri atas tiga lapisan, a. eksokarp, yaitu bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin; b. mesokarp, yaitu bagian serabut buah, dan; c. endokarp, yaitu cangkang pelindung inti (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).

Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip. Daun kelapa sawit terdiri atas kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian dan tulang anak daun, rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan tangkai, dan seludang pembuluh (sheath) yang berfungsi sebagai pelindung dari kuncup dan memberikan kekuatan pada batang. Pada tanaman dewasa dapat menghasilkan 40-60 daun dan akan menghasilkan bakal daun setiap dua minggu serta memiliki masa hidup fungsional selama dua tahun. Panjang daun dapat mencapai 5-7 meter dan memiliki 100-160 pasang anak daun linear. Setiap tahun 18-24 pelepah daun akan dihasilkan, daun tersusun secara spiral dan teratur yang dinamakan phylotaxis. Jumlah pelepah dalam satu spiral berjumlah delapan pelepah (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).

Permodelan

Kemajuan teknologi memungkinkan kita melakukan prediksi hasil dari tanaman melalui model. Model dapat dikatakan sebagai penyederhanaan dari suatu sistem yang kompleks. Sistem dapat dijabarkan sebagai mekanisme yang terjadi pada dunia nyata, dimana sistem merupakan kumpulan dari komponen sistem yang terorganisasi dan mempunyai tujuan yang sama. Di dalam model akan terdapat submodel-submodel lagi sehingga merangkai suatu model yang lebih baik. Model dikatakan sebagai penyederhanaan, karena tidak semua yang terjadi pada sistem dapat dibuat modelnya.

(28)

suatu kegiatan pertanian kedepannya, misalkan untuk memprediksi kapan tanaman yang kita tanaman akan panen. Dalam suatu sistem hanya beberapa komponen yang berpengaruh terhadap model yang kita buat. Pada model yang lebih detail maka komponen yang kita perlukan juga akan semakin banyak. Hal ini diperlukan agar proses dalam suatu sistem dapat kita mengerti dan pelajari, misalnya bagaimana cahaya dapat berpengaruh terhadap hasil dan produksi tanaman. Dalam proses manajemen model dijadikan sebagai kontrol, dimana hasil yang sebenarnya akan di bandingkan dengan data prediksi yang dibuat.

Dalam pembuatan model ada beberapa tahap yang harus dilewati, yaitu penentuan tujuan, pembuatan model, validasi, kalibrasi, aplikasi dan evaluasi (Handoko 2005). Tujuan dalam pembuatan model harus jelas, terutama apa yang ingin kita capai dari hasil model tersebut, sehingga parameter dan data yang kita gunakan tepat dalam penyusunan model. Validasi dilakukan dengan data nyata/real yang kita miliki dan kita bandingkan dengan data hasil prediksi yang dikeluarkan dari model. Apabila terdapat perbedaan yang mencolok maka kita lakukan kalibrasi agar model yang kita buat lebih mendekati kondisi sebenarnya. Berikutnya kita dapat mengaplikasikan model yang kita buat, sehingga model yang kita susun dapat digunakan. Model yang kita buat harus kita evaluasi lagi, agar model yang kita susun semakin mendekati dengan sistem yang akan kita buat modelnya.

Hasil penelitian Henson dan Dolmat (2003), penentuan perkembangan kanopi sangat penting untuk menentukan berapa banyak cahaya yang diserap yang dirubah menjadi produksi. Pada tanaman kelapa sawit besaran LAI bergantung kepada luas pelepah, jumlah pelepah dan satuan tanaman per ha. Intersepsi cahaya oleh kanopi (pelepah) merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, produksi biomassa serta dalam model pertumbuhan tanaman (Awalet al.

2005). Penelitian Okoye et al. (2011) menyatakan modeling produksi tandan buah segar kelapa sawit menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap genotif, lingkungan dan interaksi genotif dan lingkungan.

(29)

segar tergantung pada jumlah sink yang ada, serta input dan data-data terbaru diperlukan untuk membantu mensimulasi tingkat kompleksitas produksi tandan.

Fisiologi Pembuahan dan Hasil Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur 24 sampai 30 bulan setelah ditanam di lapang, dan mampu mengasilkan tandan hingga 15 tandan/tahun dengan berat mencapai 15 25 kg. Buah kelapa sawit normalnya memerlukan waktu 20-22 minggu untuk proses pematangan buah. Kematangan buah kelapa sawit dapat diartikan sebagai tercapainya akumulasi maksimum minyak yang terkadung dalam satu buah, dan seluruh buah dalam tandan (Razali

et al.2012).

Produksi tandan pada tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pemupukan, air, pasokan karbohidrat dan polinasi. Perubahan dari beberapa faktor ini dapat menurunkan atau meningkatkan produksi dari tandan buah. Kekurangan pemupukan dan polinasi yang buruk , yang dapat diakibatkan oleh keduanya atau secara terpisah akan memicu rendahnya produksi tandan (Harun dan Noor 2002).

Gambar 1. Diagram perkembangan bunga kelapa sawit (Siregar 1998)

(30)

Tabel 1. Fase perkembangan bagian buah pada tanaman kelapa sawit Nomor pelepah Perkiraan bulan sebelum

panen

Tingkat perkembangan

L 46 38 Pembentukan awal bunga

L 17 24 Jumlah spiklet ditentukan

L 12 22 Jumlah bunga per spliket

L 11 18 Penentuan jenis kelamin

L +17 6 Antesis dan pembentukan buah

L +18 5 Berat buah

L +31 0 Panen

Sumber : Rizal dan Tsan (2008)

Maksimum berat buah yang dapat dihasilkan sebesar 24 kg dan kandungan minyak pada mesokarp sebesar 25%, pada buah dengan fruitset sebesar 90% dan 75%. Minimum fruitset yang diperlukan sebesar 40% untuk mendapatkan rasio minyak/buah sebesar 20% (Harun dan Noor 2002). Peningkatansinkpada kondisi

source yang sedikit akan mengurangi berat buah dan meningkatkan buah yang tidak berkembang pada bagian dalam buah.

(31)

Tabel 2. Pola produksi tandan buah segar pada beberapa negara dan curah hujan

Menurut Rizal dan Tsan (2008), pengaruh hujan terhadap produksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Curah hujan 200-300 mm bulan-1memberikan produksi 2-3 ton ha-1bulan-1 2. Curah hujan 100-199 mm bulan-1 memberikan produksi 1.5-2 ton

ha-1bulan-1

3. Curah hujan 0-99 mm bulan-1memberikan produksi 0.5-1.5 ton ha-1bulan-1 Curah hujan 18 bulan sebelum panen atau lebih memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penentuan jenis kelamin. Curah hujan yang rendah akan mempengaruhi produksi 18 bulan kemudian karena akan mengurangi perkembangan bunga betina. Korelasi antara curah hujan dan produksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis korelasi produksi dan curah hujan pada Triang 2

Curah hujan x bulan sebelum panen 18 12 6

Produksi (ton ha-1) 0.257* 0.094 0.010

(32)

Pengaruh Jumlah Pelepah terhadap Fisiologi dan Hasil Tanaman

Hasil penelitian Noor (2004), LAI akan meningkat seiring dengan umur kelapa sawit, dan stabil pada umur lebih dari 10 tahun. Pada tempat yang subur dimana luas daunnya mencapai 10-12 m2, tanaman kelapa sawit ditunas hingga tersisa 40 pelepah per pohon dengan populasi 148 tanaman ha-1, diperoleh LAI antara 5.9-7.1. Secara umum produksi bobot kering pada tanaman berbanding lurus dengan penerimaan radiasi pada kanopi, selain itu juga terdapat faktor lain seperti hara atau air. Produksi bahan kering juga bergantung kepada PAR yang diterima dan efisiensi dalam mengkonversi radiasi menjadi bobot kering.

Kebutuhan radiasi pada tanaman kelapa sawit untuk mendapatkan hasil yang memadai belum diketahui secara tepat, tetapi Hartley (dalam Noor 2004) beranggapan bahwa kombinasi antara suhu yang tepat, hujan, dan lama penyinaran dapat memberikan hasil yang baik. Secara umum area yang tingkat radiasi rendah dengan distribusi hujan yang merata dan mencukupi, hasilnya dapat lebih tinggi dibandingkan daerah dengan radiasi tinggi tetapi memiliki musim kering yang sering. Contohnya dapat dilihat pada Tabel 4. Di daerah dengan tingkat radiasi rendah memiliki hasil minyak yang hampir sama dengan dengan daerah yang memiliki tingkat penyinaran yang tinggi.

Tabel 4. Iklim dan rataan hasil tandan buah pada tiga lokasi perkebunan di Kolombia

Timur 4.70 14.14 2.99 Musim kemarau,

penyakit

Utara 6.96 16.63 3.38 Musim kemarau

panjang, suhu tinggi

Note : Lama penyinaran adalah rata-rata untuk 2 (barat), 3 (timur) atau 5 (utara) lokasi selama 4-28 tahun. Data hasil (FEDEPALMA, 1998) adalah untuk semua tanaman pada setiap daerah dan rata-rata untuk tahun 1992.

(33)

fotosintesis. Hal ini memungkinkan tanaman untuk mendapatkan hasil maksimum dengan penunasan yang minimal.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa PAR yang diterima pada pelepah yang di bawah akan semakin berkurang, hal ini karena terjadinya penutupan/naungan oleh pelepah yang di atasnya. Pada pelepah terbawah tingkat kehilangan karbon semakin menurun, hal ini menunjukkan bahwa pelepah yang paling bawah semakin efisien dalam memanfaatkan karbon.

Tabel 5. Pengaruh LAI di bawah pelepah terhadap radiasi fotosintesis aktif (PAR) di atas kanopi pada keseimbangan karbon

Note : diasumsikan 148 pokok/ha dan 10 m2permukaan area per pelepah Sumber : Henson (1991)

(34)

menjadi daun source cukup lama. Selain itu dengan menyisakan sedikit pelepah pada tanaman akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh penunasan terhadap pertumbuhan kelapa sawit

Pelepah yang dipertahankan/pokok 24 32 40

Indeks buah yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikator meningkatnya hasil kelapa sawit. Hardon (dalam Noor 2004) menemukan bahwa peningkatan hasil kelapa sawit, meningkat seiring dengan peningkatan LAI hingga di atas 5.0. Indeks buah juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan total bobot kering buah atau mengurangi pertumbuhan vegetatif. Hal ini sesuai dengan model yang digunakan oleh Squire (dalam Noor 2004) untuk memperkirakan efek perubahan 10% pada karakter morfologi dan fisiologi pada hasil kelapa sawit (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh perubahan 10 % pada karakter fisiologi dan morfologi utama pada hasil tanaman kelapa sawit

Peubah Nilai sekarang Arah perubahan Efek perubahan pada hasil (%)

Max. Luas pelepah 10-12 m2 + -2

Koef. Transmisi (k) 0.47 + +2

Produksi pelepah 20 thn-1 - +6

Luas pelepah/bobot 2.5 m2kg-1 + +6

Pertambahan bobot daun

15 kg thn-1 - +2

Konversi efisiensi 1.4 g MJ-1 + +18

Minyak/bobot buah 0.55 + +7

Sumber : Squire (1984)

(35)

kelapa sawit. Hartley (dalam Noor 2004) menemukan bahwa hujan memberikan efek postif terhadap inisiasi pelepah. Pada penelitian Chang (dalam Noor 2004) menyimpulkan bahwa produksi pelepah mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fluktuasi hasil dan memiliki korelasi yang tinggi dengan hujan selama masa diferensiasi kelamin pada bunga. Normalnya satu pelepah akan menghasilkan satu bunga. Tetapi hal ini tidak selalu tepat. Aborsi dapat terjadi akibat cekaman atau akibat pengaruh fisiologi lainnya. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui produksi inflourescence, yang terkait dengan struktur kanopi.

Meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dapat meningkatkan luas area pada pelepah, yang tentunya akan memberikan pengaruh secara langsung terhadap LAI. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik ataupun anorganik. Selain itu penyakit dan hama seperti hama pemakan daun, dapat mengurangi LAI (Breure 2010). Hasil produksi bobot kering buah pada tanaman kelapa sawit pada umur 6-9 tahun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara total bobot kering vegetatif dan bobot kering buah dengan LAI (leaf area index) (Breure 2010).

P

roduksi

bobot

ke

ri

ng pe

r ha

(

kg C

H2

O

pe

r h

ar

(36)

Gambar 2 menunjukkan bahwa total bobot kering meningkat secara kuadratik seiring dengan meningkatnya LAI pada tanaman, dan akan menurun pada saat LAI lebih dari 6. Gambar 2 juga menunjukkan perbedaan CH2O yang tersedia untuk produksi buah, hal ini akan meningkat seiring dengan LAI hingga mencapai titik maksimum, yaitu saat LAI bernilai 5.6. LAI di atas tersebut menyebabkan bobot kering buah akan berkurang seiring dengan meningkatnya persaingan antar bagian tanaman.

Hasil penelitian Breure (2010) menunjukkan terdapat perbedaan tingkat LAI pada jenis kelapa sawit yang berbeda. Untuk kelapa sawit asal Ekona, Nigeria dan Calabar (Gambar 3), menunjukkan bahwa selama fase 1 tren pertumbuhan kanopi ketiganya hampir sama waluapun Nigeria menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Selama fase 2, ketiga jenis kelapa sawit tersebut mencapai luas area daun yang maksimum, dimana Calabar pada saat umur 6.9 tahun, 7.4 tahun untuk Nigeria, dan 8.8 tahun untuk Ekona. Luas area daun Calabar hanya seluas 7.99 m2 lebih kecil dibandingkan dengan Nigeria dengan luas 9.63 m2dan Ekona 10.11 m2.

Gambar 3. Hubungan antara perkembangan luas daun dengan umur setelah tanam pada Ekona, Nigeria dan Calabar (Breure 2010).

(37)

Gambar 4 menunjukkan nilai tengah LAI (perkiraan) untuk kerapatan 143 tanaman/ha yang umumnya digunakan pada perkebunan komersial, dibandingkan dengan 135 tanaman/ha yang digunakan pada penelitian ini. Seperti pada Gambar 2, ketiga jenis kelapa sawit tersebut memiliki luas LAI yang sama pada fase pertama dengan LAI yang terluas adalah Nigeria, Calabar dan yang terakhir Ekona. Pada fase 2 Nigeria dan Ekona sudah mencapai LAI yang optimum untuk hasil yang maksimum. Sebaliknya Calabar tidak dapat mencapai batas terendah yaitu 5.5. Hal yang lebih menarik pada pola LAI pada fase 3, dimana daun telah mencapai luas perkembangan maksimumnya. Pada fase ini, tingkat LAI dipengaruhi oleh periode produksi buat matang. Untuk alasan inilah, LAI selama fase 3 dianggap sebagai perkiraan yang tepat sebagai perkiraan jumlah kerapatan maksimum penanaman kelapa sawit. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 3, LAI selama fase 3 menurun dibandingkan dari fase 2. Hal ini diperkirakan sebagai akibat pengurangan jumlah daun karena dilakukannya penunasan untuk pemanenan buah pada pohon yang tinggi, disertai dengan pengurangan produksi daun pada fase 3. Tetapi tetap di atas batas teratas untuk LAI yaitu 5.56 Nigeria dan 5.69 Ekona, sementara itu Calabar tetap berada di bawah interval tingkat yang diperlukan untuk produksi optimum. Untuk mendapatkan hsil yang optimal, maka Calabar harus ditanam dengan tingkat kerapatan yang tinggi dari standar 143 tanaman ha-1.

(38)

Gambar 4. LAI kelapa sawit pada 3 fase umur secara berurutan Ekona, Nigeria, Calabar dan optimal LAI (Breure 2010).

Gambar 5. Persentase penerimaan cahaya terhadap kanopi pada Ekona, Nigeria dan Calabar (Breure 2010).

Ekona

Nigeria

Calabar

Optimal

Ekona

Nigeria

Calabar

Tahun setelah tanam

Tahun setelah tanam

Inde

ks L

ua

s D

aun

P

ena

ngka

pa

n

ca

ha

y

a (

%

(39)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Model pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dengan berbagai taraf penunasan dibangun melalui dua kegiatan yaitu (1) percobaan lapangan, dan (2) penyusunan model. Percobaan lapangan diperlukan untuk menjelaskan pengaruh penunasan terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Penyusunan model ditujukan untuk memperoleh model simulasi untuk produksi kelapa sawit.

Data dari hasil percobaan lapangan, selanjutnya digunakan untuk (1) membuktikan dan menjelaskan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dengan berbagai metode penunasan, (2) menurunkan nilai peubah dan parameter input model, dan (3) validasi model.

Pengaruh Penunasan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit

Percobaan ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh kombinasi jumlah dan periode waktu mempertahankan pelepah terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit pada berbagai taraf umur. Kelapa sawit yang menjadi peneltian yaitu tanaman dengan umur < 8 tahun, 8 13 tahun dan > 13 tahun. Parameter yang diukur yaitu produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata kelapa sawit.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang telah berjalan, dengan periode penelitian sekurang-kurangnya selama 3 tahun dan telah berjalan selama 1 tahun. Penelitian yang dilakukan penulis dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2011 hingga Februari 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Astra Agro Lestari, Kotawaringin Barat.

Bahan dan Alat

(40)

Rancangan Percobaan

Rancangan perlakuan adalah faktorial dua faktor, yakni jumlah pelepah yang ditinggalkan dan waktu periode bagi setiap taraf jumlah pelepah. Perlakuan jumlah pelepah terdiri atas 2 taraf penunasan pada tanaman tua (> 13 tahun) dan tanaman muda (< 8 dan 8 13 tahun), sedangkan periode waktu terdiri atas 3 periode dalam setahun. Tidak semua kombinasi taraf perlakuan dicobakan, tetapi dipilih 6 kombinasi yang secara praktek mudah dilakukan.Rancangan lingkungan yang akan digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK).

Taraf-taraf perlakuan untuk faktor jumlah pelepah yang ditinggalkan adalah : 1. P1 : 41 48 pelepah yang dipertahakan.

2. P2 : 49 56 pelepah yang dipertahankan. 3. P2 : 57 64 pelepah yang dipertahankan.

Periode waktu penunasan pelepah adalah :

1. Periode awal pada musim hujan sampai puncak hujan (periode 1, September Desember)

2. Periode sejak puncak hingga awal musim kemarau (periode 2, Januari April) 3. Periode selama musim kemarau (periode 3, Mei - Agustus).

Tabel 8. Perlakuan penunasan tanaman kelapa sawit menghasilkan tua

(41)

menghasilkan tua dapat dilihat pada Tabel 8. Sehingga selama satu tahun akan terdapat tiga kombinasi jumlah pelepah pada lokasi perlakuan.

Pada tanaman muda ( <8 tahun) taraf penunasan yang digunakan adalah 49 56 pelepah dan 57 64 pelepah, dengan 3 periode setiap tahunnya. Kombinasi antara taraf penunasan dengan periode penunasan pada tanaman menghasilkan muda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perlakuan penunasan tanaman kelapa sawit menghasilkan muda

No. Perlakuan

(42)

Pengamatan dan Pengukuran Peubah

Peubah dan parameter yang diukur untuk menjelaskan pengaruh penunasan pelepah terhadap pertumbuhan dan komponen produksi terdiri atas kondisi lingkungan tumbuh, pertumbuhan dan hasil.

Keadaan lingkungan tumbuh. Pengamatan lingkungan tumbuh, dilakukan dengan mengukur iklim mikro di bawah tajuk, berupa intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara. Selain itu dilakukan pula pengamatan intensitas cahaya yang jatuh pada permukaan daun terbawah dan daun ke 17. Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan pada dua titik pada pokok sampel, yaitu pada piringan dan di luar piringan dengan tinggi 1 meter dari permukaan tanah. Sementara untuk cahaya dilakukan pada empat titik pada pokok sampel, yaitu di bawah daun ke-17, di bawah pelepah terbawah, pada piringan dan di luar piringan. Data lain adalah data iklim, terutama curah hujan dan lama penyinaran di daerah percobaan.

Peubah pertumbuhan dan hasil. Pengamatan peubah pertumbuhan tanaman meliputi jumlah, panjang dan lebar pelepah, daun terbawah dan ke 17, pengamatan peubah pertumbuhan ini hanya dilakukan pada tanaman sampel. Selain itu untuk tanaman menghasilkan sebulan sekali diamati pula jumlah bunga jantan dan betina. Jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata dan letak tandan buah matang diamati pada setiap panen. Penghitungan jumlah tandan, BTR dan berat berondolan dilakukan pada semua tanaman setiap kali panen dilakukan. Sementara jumlah bunga jantan dan betina hanya dilakukan pada tanaman sampel.

Peubah-peubah pertumbuhan lainnya dan hasil ini diperoleh dari semua pokok dari dua baris di tengah plot. Peubah-peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 10.

Analisis Data dan Pelaporan.

(43)

akhir disampaikan pada akhir semester kedua untuk tiap-tiap tahun pelaksanaan penelitian.

Tabel 10. Peubah-peubah yang diamati, peralatan, periode pengamatan serta jumlah sampel per tahun

Penyusunan Model Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit

Model dibuat melalui beberapa langkah, yaitu penentuan tujuan pembuatan model, penyusunan model, simulasi model, verifikasi dan aplikasi. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

Penentuan tujuan model. Model dibuat berdasarkan keinginan pembuat serta kebutuhan. Pada penelitian ini tujuan pembuatan model yaitu untuk mensimulasi pertumbuhan tanaman kelapa sawit dan memprediksi hasil tanaman. Dengan demikian data-data yang ada digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

(44)

dan peubah-peubah sistem dapat terangkai secara komprehensif dalam suatu model.

Proses-proses pertumbuhan yang terjadi pada tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 6. Model disusun berdasarkan proses-proses yang terjadi tersebut, sehingga setiap proses memiliki alur yang jelas.

Keterangan :

= aliran massa = aliran informasi = batas kelompok model Gambar 6. Proses-proses utama pertumbuhan tanaman kelapa sawit

Dengan unsur iklim sebagai input luar yang mempengaruhi ketersediaan air dan pertumbuhan tanaman kelapa sawit, selanjutnya disusun keterkaitan sub model neraca air dan pertumbuhan seperti pada Gambar 7.

FOTOSINTESIS RH

AIR TANAH

Transpirasi Evaporasi

RESPIRASI JUMLAH PELEPAH Radiasi

Daun

Fotosintat

Partisi Fotositat

Batang, Daun dan Akar TBS Curah Hujan

(45)

= aliran massa = aliran informasi

Gambar 7. Keterkaitan neraca air dan pertumbuhan tanaman kelapa sawit (Qadir 2012)

Berdasarkan proses-proses utama dan keterkaitan antara neraca air dan pertumbuhan kelapa sawit, selanjutnya disusun diagram Forester seperti pada Gambar 8. Dengan diagram alir (flow chart) dapat diketahui berbagai jenis peubah baik peubah luar (exegenous variable), peubah keadaan (state variable), dan peubah pembantu (auxiliary variable) dan parameter-paremeter yang diperlukan, serta hubungan fungsional di antaranya sehingga model dapat berjalan dan menggambarkan sistem yang dimodelkan.

Berdasarkan diagram Forester pada Gambar 8, diperlukan data unsur iklim sebagai peubah luar berupa radiasi matahari, suhu, kelembaban, curah hujan. Data iklim diperoleh dari stasiun iklim terdekat, yaitu temperatur/suhu bulanan, curah hujan, penyinaran matahari, tekanan udara, kelembaban dan angin.

Sub Model Pertumbuhan Sub Model Neraca

Air

(Penunasan)

Sub Model Pertumbuhan Sub Model Neraca

Air [Hujan]

[T, Angin, RH]

(LAI)

[Cahaya]

(LAI)

(46)

Gambar 8. Diagram Forester sub model pertumbuhan kelapa sawit pada berbagai taraf penunasan

Peubah-pebuah dalam model yang diperoleh dari pengukuran percobaan di lapangan dan perhitungan adalah sebagai berikut:

1. Indeks Luas Daun (LAI =Leaf Area Index)

LAI dihitung dengan terlebih dahulu menghitung LA (leaf area), yaitu dengan menggunakan rumus : LA = p x l x 0.55; p = panjang dan l = lebar dengan satuan m (meter), diperoleh dari pengukuran 6 anak daun pada tengah-tengah pelepah ke-17, yaitu 3 kiri dan 3 di kanan. Sementara angka 0.55 merupakan nilai koreksi untuk pengukuran LA (leaf area) (Hardon dalam Noor 2004). Selanjutnya dari LA ini dapat dihitung LAI pada kelapa sawit. Dengan menggunakan rumus : LAI = LA x N x D; N (pelepah pokok-1) merupakan

Fotosintesis

[Qs]

(k)

(LUE )

LAI

Respirasi TBS

Vegetatif

Respirasi

[T]

(47)

jumlah pelepah pada pohon kelapa sawit (jumlah pelepah pokok-1) dan D merupakan populasi tanaman pada satu hektar (pokok m-2).

2. Q intersepsi

Q intersepsi (MJ m-2 hari-1) merupakan cahaya yang diserap oleh tanaman, untuk melakukan proses fotosintesis. Rumus yang digunakan untuk menghitung intersepsi yaitu : Qint = Qo (1-e-k.LAI). Dengan Qo (MJ m-2 hari-1) merupakan cahaya datang di atas permukaan daun, k merupakan tingkat pemadaman cahaya, dan LAI merupakan indeks luas daun tanaman kelapa sawit. Nilai k yang digunakan adalah sebesar 0.36 untuk umur 6 sampai 8 tahun, 0.45 untuk umur 8 sampai 11 tahun, dan 0.37 untuk umur 13 sampai 14 tahun berdasarkan Gerritsma dalam Noor dan Harun (2004).

3. Fotosintesis

Fotosintesis atau Fs (bobot kering kg m-2) merupakan hasil konversi penggunaan cahaya menjadi fotosintat, yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. rumus yang digunakan untuk menghitung fotosintesis adalah : Fs = LUE * Qint; LUE (kg MJ-1) merupakan efisiensi penggunaan cahaya pada tanaman kelapa sawit, dan Qint merupakan cahaya yang diintersepsi oleh tanaman kelapa sawit. LUE yang digunakan sama pada setiap kelompok umur tanaman yaitu sebesar 0.0006 kg MJ-1 menurut Square dalam Noor (2004). RmV dan RmT yang digunakan adalah sebesar 0.01 (Henson 2004).

4. Partisi

Partisi (bobot kering kg m-2) adalah pembagian hasil fotosintesis kepada setiap bagian tanaman, dan porsi/jumlahnya akan berebeda pada tiap tanaman tergantung pada fase dari pertumbuhan tanaman itu sendiri. Rumus yang digunakan untuk partisi yaitu berdasarkan Breure (2010), adalah : Partisi bobot kering buah = (175.920-307.641*exp(-0.515*LAI))/((175.920-307.641*exp(-0.515*LAI))+(11.96*LAI+8.327)). Partisi bobot kering vegetatif = (11.96*LAI+8.327) / ((175.920-307.641*exp (-0.515*LAI)) + (11.96*LAI+8.327))

(48)

Modeling untuk produksi tandan (tandan pokok-1) didapat persamaan regresi antara curah hujan serta produksi tandan, sehinga akan didapat persamaan pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan.

6. Konversi bobot basah menjadi bobot kering atau bobot kering menjadi bobot basah

Dasar konversi yang digunakan yaitu dari Corley (1976), dimana untuk mendapatkan bobot kering tandan dikalikan 53%. Dengan demikian untuk mendapat bobot kering digunakan rumus, bobot kering tandan = bobot basah*(53/100). Sementara untuk mendapatkan bobot kering menjadi basah, digunakan rumus bobot basah = bobot kering*(100/53).

Penyusunan model untuk produksi tandan didapat dengan mengkorelasikan antara curah hujan serta produksi tandan, sehinga akan didapat persamaan pengaruh curah hujan terhadap produksi tandan.

Proses perangkaian model dilakukan dengan menggunakan perangkat Stella membentuk Model Construction Layer-Stella (MCL-S). Hubungan persamaan metamatik dalam MCL-S disusun dalam Equation Layer-Stella

(EL-S).

Simulasi dan kalibrasi. Simulasi dilakukan dengan menggunakan MCL-S model pertumbuhan tanaman kelapa sawit, dengan mensimulasikan taraf penunasan dan memasukan input model berupa : data iklim, suhu di bawah pelepah, tingkat cahaya di bawah dan di atas pelepah ke-17, hasil TBS, dan nilai konstanta yang diperlukan. Sementara kalibrasi dilakukan dengan menggunakan data tahun pertama.

Model yang telah dirancang selanjutnya dimasukan ke dalam program Stella untuk dibuat modelnya. Model dibuat mengikuti alurflow chartyang dibuat dengan menambahkan persamaan matematik pada setiap parameternya, sehingga model dapat dijalankan. Selanjutnya kita dapat masukan nilai tiap parameter yang telah kita tentukan. Model yang akan digunakan pada model stella dapat dilihat pada Gambar 9.

(49)

yang diperlukan, seperti efisiensi penggunaan stomata serta tingkat pemadaman cahaya. Lalu dengan menggunakan rumus yang sudah ada, disusun persamaan sehingga diperoleh hasil yang diinginkan.

Gambar 9. Model Stella pertumbuhan dan produksi tanaman

Berdasarkan dari model tersebut, maka dapat disusun persamaan-persamaan matematik. Yaitu persamaan-persamaan matematik untuk hubungan setiap peubah, yang menyusun model yang terdapat pada model Stella tersebut. Angka-angka yang digunakan adalah Angka-angka-Angka-angka simulasi sementara, hanya digunakan untuk menguji model apakah dapat berjalan atau tidak. Misalnya untuk panjang dan lebar daun, yaitu sebesar 0.5 m x 0.03 m, untuk jumlah pelepah 56 dan jumlah tanaman per ha sebanyak 136 pokok ha-1. Sementara data klimatologi adalah data yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Pangkalanbun.

Nilai input dan persamaan-persamaan dalam sub model pertumbuhan dan produksi kelapa sawit adalah sebagai berikut:

(50)

FS = LUE*(1-EXP(-k*LAI))*Qs*10^4

Partisi Vegetatif = (11.96*LAI+8.327)/((175.920-307.641*exp (-0.515*LAI)) +(11.96*LAI+8.327))

Partisi Generatif = (175.920-307.641*exp(-0.515*LAI))/((175.920-307.641*exp(-0.515*LAI))+(11.96*LAI+8.327))

Tb Vegetatif = FS*Partisi_Veg Tb TBS = FS*Partisi_TBS RS Veg = BK_Veg*RmV RS TBS = BK_TBS*RmT RmV = 0.01

RmT = 0.01

Simulasi model dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama simulasi dilakukan untuk memperkirakan produksi BTR. Tahap berikutnya dilakukan simulasi untuk memperkirakan produksi, dengan menggunakan input dari hasil simulasi BTR. Hasil dari simulasi tahap pertama akan menghasilkan bobot tandan total dalam satu hektar, sehingga perlu dikalibrasi dengan dibagi 136. Nilai 136 diperoleh dari satuan tanaman per ha yang digunakan, sehingga akan didapat bobot tandan rata-rata. Hasil bobot tandan rata-rata selanjutnya dijadikan bobot basah karena hasil modeling masih berupa bobot kering. Hasil BTR bobot basah inilah yang kemudian dibandingkan dengan BTR aktual. Untuk input model tahap dua, BTR yang digunakan adalah BTR dalam bobot kering. Dengan demikian hasil produksi dalam bobot kering perlu dikonversi menjadi bobot basah.

Gambar 10. Model Stella produksi kelapa sawit

~

BTR

Produk s i

t andan ~

C H

(51)

Nilai input dan persamaan-persamaan model produksi kelapa sawit adalah sebagai berikut :

BTR = data hasil model pertumbuhan dan produksi yang telah dikonversi SPH = 129

CH = data stasiun klimatologi Pers tandan = 0.108*CH+19.46 Tandan = (Pers_tandan*2)/100 Produksi = SPH*tandan*BTR

Kalibrasi model. Kalibrasi model dilakukan dengan menggunakan data tanaman perlakuan A, kalibrasi dilakukan agar model yang disusun lebih tepat dalam menjelaskan sistem yang dimodelkan. Dengan demikian model yang disusun, relevan dalam menjelaskan sistem yang dibuat. Hal ini terutama dalam melihat perubahan yang terjadi akibat perbedaan taraf penunasan yang dilakukan pada tiap periode.

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR

Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok umur tanaman. Dari hasil peubah inilah dapat diketahui perlakuan mana yang memberikan hasil terbaik pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Data yang dikumpulkan dimulai dari bulan Januari 2011 hingga April 2012, sehingga pengumpulan data dimulai pada periode 2 (Jan-Apr), periode 3 (Mei-Agus), periode 1 (Sept-Des) pada tahun 2011 dan terakhir yaitu pada periode 2 (Jan-Apr) pada tahun 2012.

Hasil analisis ragam produksi dan BTR pada setiap kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11. Data produksi, jumlah tandan dan BTR setiap blok dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4.

Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

Note:*)berpengaruh nyata pada taraf 5%, **)berpengaruh nyata pada taraf 10%, n

)berpegaruh nyata pada taraf 15%,nn)berpengaruh nyata pada taraf 20% Data produksi yang dikumpulkan adalah data produksi pada Blok A35, B28 dan B19. Blok A35 merupakan blok yang mewakili umur < 8 tahun, B19 untuk tanaman umur 8-13 tahun, dan B28 untuk tanaman dengan umur > 13 tahun. Produksi rata-rata pada ketiga blok tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

(53)

Tabel 12. Produksi rata-rata Blok A35, B19 dan B28 tahun 2011

Perl

Rata-rata produksi/pokok 2011

...kg/pokok/bulan ...ton/ha/tahun

A35 B19 B28 A35 B19 B28

A 10.59ab 10.07ab 12.27a 17.28ab 16.43ab 20.02a

B 9.33b 8.89ab 11.05ab 15.22b 14.50ab 18.03ab

C 9.63b 10.62a 10.47ab 15.71b 17.33a 17.08ab

D 9.50ab 8.45b 11.54ab 15.50b 13.79b 18.83ab

E 9.25b 9.75ab 11.75ab 15.10b 15.92ab 19.17ab

F 11.17a 10.05ab 10.31b 18.23a 16.40ab 16.83b

Rata-rata 9.91 9.64 11.23 16.17 15.73 18.33

Note : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf *) 15% dan **)20%.

Tabel 13. Bobot tandan rata-rata Blok A35, B28 dan B19 tahun 2011 Perlakuan Bobot tandan rata-rata (kg/tandan)

Note : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Hasil analisis BTR pada ketiga kelompok umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 13.Pada tanaman umur < 8 tahun, tidak terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap BTR. Pada tanaman umur 8-13 perlakuan A memberikan hasil terbaik dan pada tanaman umur > 13 tahun perlakuan C memberikan hasil terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap BTR tidak sama pada tiap kelompok umur tanaman.

Tanaman Umur < 8 Tahun (Blok A35)

(54)

tanaman kelapa sawit. Data produksi di Blok A35 (< 8 tahun) tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Produksi kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun)

Perlakuan

Note : *) perlakuan kontrol, **) perlakuan terbaik

Berdasarkan Tabel 14 hasil terbaik diperoleh pada perlakuan F (57-64, 56, 56) dengan produksi 13.51 kg/pokok/bulan, perlakuan A (56, 56, 49-56) dengan produksi 12.33 kg/pokok/bulan, dan perlakuan D (64, 64, 57-64) dengan produksi 11.69 kg/pokok/bulan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransedo (2011), yang menunjukkan bahwa perlakuan terbaik pada umur tanaman 6 tahun yaitu pada perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56). Perlakuan terbaik dengan memberikan pelepah terbanyak pada awal musim hujan. Data lengkap hasil produksi bulanan dapat dilihat pada Lampiran 5.

(55)

Perlakuan F dapat memberikan hasil terbaik disebabkan oleh kombinasi jumlah pelepah yang tepat. Pada awal musim hujan (Sep-Des) jumlah pelepah dipertahankan banyak yaitu sebesar 57-64 pelepah, jumlah ini dapat memberikan hasil terbaik karena cahaya dan air masih tersedia berimbang. Sementara pada musim hujan (Jan-Apr) dan musim kemarau (Mei-Agus) jumlah pelepah yang dipertahankan sedikit, yaitu sebanyak 49-56 pelepah. Pada musim kemarau dan musim hujan pelapah yang sedikit dapat mendukung pertumbuhan dan produksi secara optimal, karena pada kondisi ini terdapat faktor pembatas yaitu air pada musim kemarau dan cahaya pada musim hujan. Jumlah pelepah yang banyak (57-64) akan mengakibatkan pelepah yang seharusnya menjadi source dapat menjadi

sink, karena pelepah terbawah akan kurang mendapat sinar matahari pada musim hujan. Pada musim kemarau pelepah yang banyak akan meningkatkan transpirasi, sementara kondisi air dalam keadaan kurang. Hal inilah yang dapat menghambat suplai fotosintat ke TBS menjadi tidak maksimal, akibatnya dapat menurunkan produksi.

Tabel 15. Jumlah tandan kelapa sawit Blok A35 (< 8 tahun)

Perlakuan

(56)

Lampiran 6). Pada tanaman muda (< 8 tahun), pengaruh perlakuan sudah mulai terlihat terhadap jumlah tandan yang dihasilkan. Dari Tabel 12 dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah tandan dari periode 2 tahun 2012, dibandingkan pada periode 2 tahun 2011. Perlakuan terbaik didapat pada perlakuan F, yaitu dengan mempertahankan pelepah berjumlah 49-56 pada musim hujan.

Dari Tabel 14 dan 15 dapat dilihat bahwa, antara produksi tandan/pokok dan produksi/pokok memiliki pola yang sama, artinya apabila terjadi penurunan produksi tandan maka produksi tanaman juga akan mengalami penurunan. Oleh karena itu sangat penting untuk menjaga tanaman, agar selalu menghasilkan bunga betina yang lebih banyak dari pada bunga jantan. Data BTR kelapa sawit pada Blok A35 dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Bobot tandan rata-rata kelapa sawit A35 (< 8 tahun)

Perlakuan

Note : *) perlakuan Kontrol . **) perlakuan terbaik

Bobot tandan rata-rata terbaik didapat pada perlakuan E (57-64, 57-64, 49-56) dengan BTR sebesar 14.44 kg/bulan, perlakuan B (49-56, 49-56, 57-64) dengan BTR sebesar 14.44 kg/bulan, dan perlakuan F (57-64, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar 14.37 kg/bulan. Bobot tandan rata-rata tersebut setelah dilakukan uji statistik pada taraf sampai dengan 20% menunjukkan tidak adanya beda nyata BTR antar perlakuan. Hail ini karena BTR lebih dipengaruhi oleh curah hujan dibandingkan jumlah pelepah yang dipertahankan, sehingga pengaruh jumlah pelepah tidak memberikan pengaruh nyata.

(57)

tahun 2012 (data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7). Dari hasil uji statistik perlakuan jumlah pelepah belum menunjukkan adanya beda nyata pada BTR.

Tanaman Umur 8-13 Tahun (Blok B19)

Tanaman kelapa sawit pada Blok B19 (8-13 tahun) merupakan tanaman dengan umur 11 tahun. Tanaman kelapa sawit pada blok ini telah mencapai tinggi lebih dari 4 meter, sehingga pelaksanaan panen selain dodos juga diperlukan alat panen tambahan berupa egrek. Pada kegiatan panen, praktek mempertahankan pelepah dengan cara curi buah dapat mengakibatkan pelepah sengkleh. Pelepah sengkleh yaitu pelepah yang pangkalnya terpotong akibat panen, sehingga menjuntai ke bawah dan dapat membuat pelepah menjadi kering apabila terlalu parah terpotongnya.

Tabel 17. Produksi kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun)

Perlakuan

Note : *) perlakuan kontrol, **) perlakuan terbaik

(58)

Pada tanaman umur 8-13 tahun jumlah pelepah yang dipertahankan banyak (49-56) pada musim kemarau dapat meberikan hasil terbaik. Pada umur 8-13 tahun luas daun yang diperoleh masih rendah dibandingkan pada tanaman umur > 13 tahun (Tabel 31), sehingga jumlah pelepah yang banyak dapat memberikan hasil terbaik. Hal ini kemungkinan karena penunasan pada pelepah tua atau pelepah terbawah hanya mempengaruhi tandan buah segar dalam skala yang kecil (Rosenfeld 2009). Pelepah yang banyak akan menjadi penghambat didalam produksi pada musim penghujan, apabila pelepah terbawah tidak mendapat cukup cahaya yang cukup karena terhalang oleh pelepah di atasnya. Pelepah yang kurang mendapat cahaya akan kurang aktif berfotosintesis, sehingga pelepah tersebut tidak menjadi source melainkan sink. Sementara pada musim kemarau jumlah pelepah yang banyak yang diiringi dengan peningkatan luas daun, akan meningkatkan transpirasi sehingga tanaman akan banyak kehilangan air.

Hasil produksi tersebut selanjutnya diuji pada taraf nyata 15%, dan terdapat beda nyata produksi kelapa sawit dengan produksi terbaik diperoleh pada perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56). Dari hasil perlakuan terbaik (perlakuan C) didapat selisih sebesar 1 kg/pokok/bulan, artinya dapat memberikan produksi tambahan sebesar 136 kg/ha setiap bulan atau 1.6 ton/ha/tahun dibandingkan tanpa pengaturan jumlah pelepah sepanjang musimnya. Sementara apabila dibandingkan dengan perlakuan D (49-56, 49-56, 49-56) jumlah pelepah yang banyak atau dalam istilah perkebunan pelepah gondrong, maka didapat selisih perbedaan mencapai 2.9 ton/ha/tahun. Dengan demikian jumlah pelepah yang terlalu banyak dapat dikatakan tidak memberikan hasil atau produksi terbaik pada tanaman kelapa sawit.

(59)

produksi tandan per pokok dan produksi per pokok selanjutnya dikorelasikan, dan menunjukkan hasil korelasi yang positif. Demikian juga pada produksi dan jumlah tandan per pokok pada Blok A35(< 8 tahun) setelah dilakukan uji statistik juga menunjukkan adanya korelasi yang positif.

Tabel 18. Jumlah tandan kelapa sawit Blok B19 (8-13 tahun)

Perlakuan

Hasil BTR pada Blok B19 (8-13 tahun) dapat dilihat pada Tabel 19 (data BTR per bulan pada Blok B19 dapat dilihat pada Lampiran 10). Bobot tandan rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dengan BTR sebesar 18.05 kg/bulan, perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dengan BTR sebesar 17.66 kg/bulan, dan perlakuan E (49-56, 49-56, 41-48) dengan BTR sebesar 17.35 kg/bulan . Hasil BTR ini kemudian di uji statistik dengan taraf nyata 5 % didapatkan ada beda nyata pada perlakuan di lapangan, dengan hasil terbaik pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48).

(60)

yang sedikit (41-48) memberikan hasil lebih baik dibandingkan pelepah banyak (49-56). Hal ini karena pelapah yang banyak, pelepah terbawah akan menjadi beban (sink) ketika terjadi keterbatasan dalam air ataupun cahaya.

Tabel 19. Bobot tandan rata-rata Blok B19 (8-13 tahun)

Perlakuan

Bobot tandan rata-rata (kg/pokok)

Periode 2 Periode 3 Periode 1 Periode 2 Rata-rata

Note : *) perlakuan kontrol dan perlaukan terbaik

Tanaman Umur > 13 Tahun (Blok B28)

Blok B28 merupakan blok yang mewakili tanaman berumur di atas 13 tahun. Tanaman kalapa sawit ini memiliki tinggi di atas 5 meter, sehingga panen harus dilakukan dengan egrek. Hal inilah yang menghambat praktek di lapangan dalam mempertahankan jumlah pelepah, karena pada saat panen pelepah di bawah buah akan ikut terpotong. Dengan demikian jumlah pelepah pada Blok B28 selalu kurang dari jumlah pelepah yang seharusnya dipertahankan.

(61)

buah yang tertinggal dipanen. Pelepah yang banyak akan menyulitkan pemanen dalam melihat buah yang matang karena terhalang oleh pelepah. Berondolan yang jatuh di piringan sebagai tanda buah matang juga berkurang atau malah tidak ada, karena berondolan yang jatuh tertahan oleh pelepah yang banyak tersebut. Buah yang tertinggal dipanen dapat menurunkan produksi, karena buah menjadi busuk sehingga tidak layak panen atau bobotnya menjadi turun.

Tabel 20. Produksi kelapa sawit Blok B28 (> 13 tahun)

Perlakuan

Note : *) perlakuan kontrol dan perlakuan terbaik

Data produksi pada Blok B28 (> 13 tahun) menunjukkan pola yang berbeda dibandingkan dengan Blok A35 (< 8 tahun) dan B19 (8-13 tahun). Pada Blok B28 puncak produksi tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober, sementara pada Blok A35 dan B28 terjadi pada bulan Maret hingga Mei. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan produksi pelepah antara tanaman muda dan tua. Pada Blok A35 dan B19 memiliki pola pertumbuhan pelepah yang hampir sama. Sementara pada tanaman tua, produksi pelepah jauh menurun dibandingkan pada tanaman muda. Pada tanaman muda pertumbuhan pelepah yaitu 2-3 pelepah/ bulan, sementara pada tanaman tua pertumbuhan pelepahnya hanya 1-2 pelepah/bulan (Corley 1976).

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan varians atau biasa disebut dengan Partial least square path

Batu-batu itu dimuliakan oleh pemiliknya, tidak seperti batu permata indah yang mahal harganya, dan disukai karena bentuk fisik dan warnanya yang sangat bagus

Faktor lain yang menyebabkan kadar leukosit tinggi yaitu karena kondisi litter bercampur ekskreta menjadi lembab dan basah, sehingga mengeluarkan gas amonia

jauh dan lingkungan industri. Pada tahapan ini peneliti memberikan panduan secara umum tentang faktor-faktor yang ada di dalam lingkungan jauh dan lingkungan

Berangkat dari realita yang terjadi di komunitas, PPRBM melihat mengapa masih banyak difabel yang belum menyadari dan memahami secara baik tentang hak-haknya,

Kebijakan-kebijakan yang diperlukan antara lain: Pemeliharaan sistem, penanganan resiko, pengaturan hask akses dan sumber daya manusia, keamanan dan pengendalian asset informasi

Tahap pelaksanaan meliputi: (1) Memberikan pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk melihat bagaimana kemampuan awal siswa; (2) Memberikan perlakuan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah didalam kebijakan Bali Deso Mbangun Deso nya yang salah satu implementasinya melalui pemberian bantuan keuangan kepada pemerintah desa