• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morphological and molecular genetic characters of Barb (Barbonymus balleroides Val. 1842; Cyprinidae) in Serayu River Central Java.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Morphological and molecular genetic characters of Barb (Barbonymus balleroides Val. 1842; Cyprinidae) in Serayu River Central Java."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK MOLEKULER

IKAN BREK (

Barbonymus balleroides

Val. 1842

;

CYPRINIDAE)

DI SUNGAI SERAYU JAWA TENGAH

BAHIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis karakteristik morfologis dan genetik molekuler ikan brek (Barbonymus balleroides Val. 1842; Cyprinidae) di

Sungai Serayu Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Bahiyah

(4)

RINGKASAN

BAHIYAH. Karakteristik Morfologis dan Genetik Molekuler Ikan Brek (Barbonymus balleroides Val. 1842; Cyprinidae) di Sungai Serayu Jawa Tengah.

Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan RIDWAN AFFANDI.

Pada tahun 1988 pemerintah Banjarnegara membangun Waduk Mrica, pembangunan ini diharapkan dapat mengairi sawah-sawah tadah hujan menjadi sawah-sawah irigasi intensif. Namun demikian, pembangunan waduk ini telah memberikan dampak yang cukup penting bagi perkembangan populasi dan komunitas ikan di daerah ini. Penelitian tentang ikan brek (Barbonymus balleroides) di Sungai Serayu Jawa Tengah bertujuan untuk mengkaji

karakteristik morfologis dan genetik ikan brek (B. balleroides) pada berbagai

habitat di Sungai Serayu. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai oktober 2013. Pengambilan sampel ikan dilakukan secara purposive sampling,

dilanjutkan dengan road sampling pada enam stasiun yang mewakili tiga zona

yaitu hilir (bawah), tengah (waduk) dan hulu (atas). Pengambilan ikan menggunakan alat tangkap berupa jala, jaring insang dan electrofishing. Analisis

morfologi dilakukan berdasarkan karakter morfometrik, meristik dan asimetri dengan menggunakan program R (PCA dan diskriminan), sedangkan untuk menentukan suatu spesies secara definitif dan perbedaan genetik antar lokasi ditelusuri dengan memanfaatkan marka DNA mitokondria yaitu cytochrome oxidase 1 (CO1) dengan analisis menggunakan program Mega 4. Data fisika dan

kimia perairan diamati berdasarkan letak stasiun.

Hasil penelitian didapatkan jumlah ikan brek 180 ekor dari spesies B. balleroides dengan ciri tidak memiliki spot hitam di batang ekor. Hasil

pengukuran kualitas perairan masih berada pada kisaran normal yang dapat mendukung kehidupan ikan. Berdasarkan pengukuran morfometrik, ikan brek di sungai Serayu teridentifikasi ke dalam dua kelompok spesies ikan yaitu kelompok A spesies ikan di bawah waduk (stasiun I dan II) dengan nilai koefisien sebesar 2.5, dan kelompok B spesies ikan pada zona waduk (stasiun III dan VI) dan atas waduk (stasiun V dan VI). Nilai koefisien pada kelompok A dan B berkisar antara 8.53. Analisis meristik tidak menunjukkan adanya pemisahan populasi ikan.

Analisis genetik berdasarkan penanda mtDNA CO1 pada perwakilan masing-masing stasiun (I – VI) di Sungai Serayu didapatkan panjang fragmen 710 bp. Berdasarkan pohon filogenetik sekuen tersebut, keenam sampel ikan Brek di Sungai Serayu membentuk satu cluster dan terpisah dari outgroup (B. gonionotus

dan Puntius orphoides) dengan jarak genetik sebesar 6.34%. Hasil analisis ini

menyatakan bahwa nama spesies ikan brek (B. balleroides) adalah benar.

Terdapat variasi intraspesies pada ikan brek (B. balleroides) di Sungai Serayu dari

jarak genetik ‘P’ memperlihatkan dua cluster dengan nilai 2%. Cluster pertama

(A) adalah kelompok populasi yang terdiri dari stasiun I dan II dan cluster kedua

(B) adalah stasiun III dan IV serta stasiun V dan VI. Nilai perbedaan antar stasiun III dan IV adalah 0.15%, serta sebesar 0.3% antara stasiun V dan VI. Perbedaan intra populasi antara stasiun I dengan stasiun II adalah 2%.

(5)

SUMMARY

BAHIYAH. Morphological and molecular genetic characters of Barb (Barbonymus balleroides Val. 1842; Cyprinidae) in Serayu River Central Java.

Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and RIDWAN AFFANDI.

The goverment builded the Mrica Reservoir in Banjarnegara at 1988. The reservoir affected of fish population and community in the ecosystem. The research aimed to evaluated the morphological and genetic characters of the Barb (Barbonymusballeroides) at several habitats in Serayu River. The research was

conducted during February to September 2013. Sampling was carried out used applying purposive sampling method, continued by road sampling at six stations representing three zones, i.e., upper, middle, and lower zones. Fishing gear used were net, gill net and electrofishing. M orphological characters were completed based on morphometric, meristic, and asymmetric characters with the R (PCA and Discriminant). D efinitive species identification and genetic difference between locationswere accomplished using mithochondrial DNA marker, cytochrome oxidase 1 (CO1) using Mega 4 programe. Physical and chemical characteristics of

aquatic environment were observed based on position of the stations.

Physical and chemical characteristics of aquatic environment indicated that the condition of sampling stations to support fish survival. Morphologically, Barb of the Serayu River was separated into two groups, group A inhabiting lower zone of the reservoir (station I and II) and group B inhabiting the middle zone (station III and IV), and the upper zone (station V and VI). Morphological clustering distance between Barb in station I and II were 2.5; while between group A and B were 8.53. Whereas, meristic analysis did not show any separation of fish population.

Genetic analysis based on mtDNA CO1 of Barb in the sampling stations was successfully accomplished, resulting in 710 bp i n fragment length. Phylogenetic analysis showed that six samples of the Barb formed one cluster and separated from outgroup (B. gonoinotus dan Puntius orphoides) with genetic

distance of 6.34%. It implied that species identification of the Barb (B. balleroides) was true. Be found intraspecific variation on Barb of Serayu River

genetic distance analysis using p-distance performed two clusters with the value of 2%. The first was Barb of station I and II, and the second was stations III, IV, V, and VI. Genetic distance between stations of III and IV was 0.15%; while between station V and VI was 0.3%. Genetic difference based on CO1 gene between station I and II was 2%.

Keywords: Fragmentation, mtDNA, habitat.

(6)

phytochemical constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions. All fractions showed inhibitory activity against α-amylase and water fraction showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity against α-amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of 57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins were the chemical constituents of the active fraction.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Mauris ultrices tellus vel risus tempus non consequat mass velit. Vestibulum quis justo eu arcu elementum bibendum. Proin venenatis eleifend fermentum. Vivamus ullamcorper dictum quam non mollis. Morbi cursus dolor ut tellus faucibus rutrum. Duis nibh nibh, rutrum nec congue sed, iaculis eget velit. Vivamus tempus, dolor et eleifend interdum, ipsum purus tristique risus, id aliquam libero nunc non neque. Praesent vel massa purus, sed gravida ligula.

Etiam vel suscipit erat. Aliquam erat volutpat. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Sed vulputate neque sit amet nibh gravida scelerisque. Nam mattis euismod facilisis. Ut sit amet nunc sem, vel imperdiet risus. Pellentesque iaculis tempus nunc accumsan porttitor. Sed eget odio nec enim ornare feugiat. Quisque viverra sapien a felis molestie dictum. Donec malesuada porttitor sagittis. In hac habitasse platea dictumst. Morbi at justo at tellus tincidunt volutpat sed vel enim.

Keywords: alkaloids, α-amylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins, lorem, ipsum

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK MOLEKULER IKAN BREK (Barbonymus balleroides Val. 1842; CYPRINIDAE) DI SUNGAI

SERAYU JAWA TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Karakteristik Morfologis dan Genetik Molekuler Ikan Brek

(Barbonymus balleroides Val. 1842; Cyprinidae) di Sungai Serayu

Jawa Tengah

Nama : BAHIYAH

NRP : G352110181

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA

Ketua Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi BioSains Hewan

Dr Ir Rd Roro Dyah Perwitasari, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah dengan judul Karakteristik Morfologis dan Genetik Molekuler Ikan Brek (Barbonymus balleroides

Val. 1842; Cyprinidae) di Sungai Serayu Jawa Tengah. Tesis ini dibiayai oleh Kementerian Agama RI dan Kementrian Keuangan RI melalui Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) serta bantuan dana penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Haryono, M.Si yang telah melibatkan penelitian ini sebagai bagian dari penelitian disertasinya, kepada Dr. Ir. Nurlisa Butet, M.Sc atas bantuan, koreksi, diskusi dan saran kepada penulis. Bapak Heri analis Laboratorium Molekuler PPSHB, Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Yuliadi Zamroni, M.Si dan Andy Darmawan, M.Si, serta teman-teman seperjuangan (Yuli Tri Yuliani, Rumondang Tampubolon, M.Si, Norce Mote, Andi Khoerul, Maria Panggur, M.Si, Novita Triartiningrum,M.Si dan Epa Paujiah, M.Si). ayah (H. Bunyamin), ibu (Hj. Atikah), mertua (Make Ngatini), saudara-saudaraku (Deden Hidayat, Eki Baehaki, UU Ulumudin, Otih Solihat dan Taufiqurrohman) serta keluarga kecil tercinta (Muhammad Efendi, M.Si dan Atthifatuzzahra Efendi), atas segala do’a, kasih sayang, kesabaran dan dorongan semangat demi keberhasilan studi. Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk adik tercinta (Alm. Ahmad Haetami). Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN i

1 PENDAHULUAN 7

Latar Belakang 7

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE 4

Waktu dan lokasi 4

Deskripsi lokasi 4

Teknik pengambilan sampel 4

Prosedur Analisis Data 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 19

4 SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(12)

DAFTAR TABEL

1. Letak geografis dari masing-masing stasiun pada ketiga zona

pengambilan sampel di Sungai Serayu 4

2. Parameter fisika dan kimia 5

3. Keterangan parameter pada Gambar 3 6

4. Karakter meristik untuk beberapa parameter ikan brek 7 5. Data parameter lingkungan di masing-masing stasiun penelitian 9 6. Hubungan prameter lingkungan dengan stasiun pengambilan sampel di

Sungai Serayu berdasarkan PCA 10

7. Nilai eigenvalue dan proporsi dari parameter lingkungan 10 8. Nilai koefisien linear diskriminan morfometrik 12 9. Proporsi hasil analisis diskriminan morfometrik 13 10.Nilai koefisien linear diskriminan meristik 13 11.Proporsi hasil analisis diskriminan meristik 13 12.Estimasi hasil analisis cluster dari ke enam stasiun 14 13.Keterkaitan karakter morfologi dengan Parameter lingkungan 14 14.Keterkaitan Karakter asimetri dengan hasil parameter lingkungan 16 15.Estimasi perbedaan jarak evolusi diantara hasil sequen sepanjang 710 bp 17 16.Urutan nukleotida yang mengalami delesi dan substitusi pada

masing-masing stasiun berdasarkan lampiran 4 dan 5 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Lokasi sampling penelitian dengan enam stasiun di Sungai Serayu 5 3 Pengukuran morfometrik pada ikan brek (Barbonymus balleroides) 6

4 Hasil analisis PCA pada parameter lingkungan di ke enam stasiun 10 5 Struktur skematis sisik linea lateralis B. balleroides dan Puntius orphoides 11

6 Ikan brek B. balleroides dan P. orphoides 11

7 Hasil analisis diskriminan pada morfometrik 12

8 Hasil analisis diskriminan pad meristik 13

9 Hasil analisis cluster dari enam stasiun 14

10 Hasil analisis asimentri magnitude (besaran) pada masing-masing stasiun 15 11 Hasil analisis asimetri number (bilangan) pada masing-masing stasiun kiri

dan kanan 15

12 Hasil amplifikasi DNA marka CO1 B. balleroides (dari stasiun I sampai VI) 17

13 Filogenetik P-distance ikan brek berdasarkan marka CO1 sepanjang 710 bp 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar lokasi pengambilan sampel 28

2 Gambar Alat tangkap 29

3 Rata-rata pengukuran parameter morfometrik ikan brek 30

4 Urutan nukleotida hasil aligment mega 4 32

5 Urutan Nukleotida B.balleroides dengan outgroupnya 35

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai Serayu merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa setelah Sungai Bengawan Solo dengan panjang mencapai 180 km dan memiliki 11 anak sungai. Hulu Sungai Serayu terletak di lereng barat laut Pegunungan Dieng dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai ini melintasi beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Pada tahun 1988, pemerintah Kabupaten Banjarnegara membangun Waduk Mrica di bagian tengah Sungai Serayu untuk membantu persediaan air dan irigasi pertanian dengan kapasitas waduk 148,287 juta m3 (Wulandari 2004). Pembangunan Waduk Mrica menyebabkan perubahan topografi (ketinggian dan kemiringan) badan sungai dari zona atas waduk ke zona bawah waduk (Vannote et al. 1980). Selain itu, pembangunan waduk di bagian tengah

aliran sungai menyebabkan perbedaan arus, kedalaman, tipe substrat dan kandungan oksigen terlarut sehingga perubahan kondisi perairan diduga akan mempengaruhi struktur komunitas ikan. Pada tahun 1997 (Hadisusanto et al. 2011) telah melaporkan

bahwa ikan di perairan Sungai Serayu ditemukan sebanyak 16 spesies, sedangkan pada tahun 2009 hanya ditemukan 12 s pesies. Penurunan jumlah spesies tersebut diduga karena adanya perubahan lingkungan sehingga terjadinya perubahan komposisi jenis ikan yang ada.

Ikan brek di beberapa daerah sering disebut sebagai spesies Puntius orphoides

(Suryaningsih 2012), dan juga spesies Barbonymus balleroides (Rumondang 2013). Ikan

brek merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi (±Rp. 30.000/kg), terutama bagi masyarakat di sekitar Sungai Serayu. Ukuran ikan brek (B. balleroides)

dapat mencapai 233 mm (Rumondang 2013), sedangkan ukuran ikan brek (P. orphoides) mencapai 327 mm (Suryaningsih 2012). Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa ikan brek tersebar luas mulai dari zona atas waduk, zona waduk dan zona bawah waduk di Sungai Serayu (Pramono & Marnani 2006; Hadisusanto et al. 2011; Wahyuningsih et al. 2011). Walaupun memiliki nilai ekonomis

yang tinggi tetapi jenis ikan ini belum dibudidayakan oleh masyarakat maupun pemerintah. Penentuan spesies ikan brek lebih dini penting dilakukan untuk membedakan kedua spesies ikan tersebut.

Penelitian tentang biopotensi di Sungai Serayu sebelumnya telah dilakukan oleh Wahyuningsih et al. (2011) yang menemukan 13 spesies dari tujuh famili di zona atas

Waduk Sungai Serayu dan tujuh spesies diantaranya termasuk ke dalam famili Cyprinidae yaitu s pesies Osteochilus microcephalus, Osteochilus kahajanensis, Osteochilus hasselti, Rasbora agryrotaenia, Rasbora lateristriata, Puntius orphoides

dan Puntius javanicus. Hadisusanto et al. (2011) menemukan empat spesies ikan dari

famili Cyprinidae di bagian hulu Sungai Serayu, dua diantaranya adalah Puntius orphoides dan Osteochilus vittatus. Pramono dan Marnani (2006) juga menemukan

spesies dari famili Cyprinidae di zona bawah Waduk Sungai Serayu yaitu P. orphoides.

(14)

2

karena pengaruh habitat pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Todd et al. (2007)

melaporkan jenis ikan Metriaclima zebra memiliki variasi dalam ukuran tubuh dan

bentuk gigi yang hidup di Waduk Malawi, Zimbabwe.

Adanya ketidakpastian jenis spesies akibat penamaan label yang sama terhadap dua spesies ikan brek, harus ditentukan lebih dini penamaan berdasarkan karakter morfologis baku. Apabila pendekatan ini masih belum terlalu jelas, maka dapat dilakukan dengan menggunakan marka genetik molekuler. Salah satu marka genetik molekuler yaitu genom mitokondria terutama gen CO1 dapat digunakan untuk memilah spesies ikan dan variasi genetik antara populasinya (Hebert et al. 2003; Ward et al.

2005; Indu et al. 2012). Oleh karena itu, marka CO1 ini akan digunakan untuk melihat

pemilahan ikan brek dan variasi genetiknya berdasarkan adanya fragmentasi habitat akibat pembangunan Waduk Mrica. Perubahan secara genetik seperti dilaporkan oleh Wibowo (2011) pada ikan belida (Chitala lopis) telah terjadi di Sungai Kampar Riau.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi genetik akibat pembangunan Bendungan Kutopanjang di bagian aliran Sungai Kampar.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik morfologis dan genetik molekuker ikan brek (B. balleroides) pada berbagai habitat di Sungai Serayu. Informasi

morfologis, genetik molekuler dan ekologi ikan brek diharapkan dapat menjadi dasar untuk konservasi dan pengelolaan ikan brek khususnya di Sungai Serayu.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup perubahan karakteristik morfologis dan genetik molekuler ikan brek di Sungai Serayu sebagai akibat adanya fragmentasi habitat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Ikan brek merupakan ikan air tawar yang banyak ditemukan di Sungai Serayu. Ikan ini memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi belum dibudidayakan oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Oleh karena itu, dibutuhkan data biopotensi ikan brek untuk pengelolaan dan pembudidayaan ikan brek terutama yang berada di Sungai Serayu.

Pembangunan Waduk Mrica menyebabkan fragmentasi Sungai Serayu menjadi bagian zona atas waduk, bagian zona waduk dan bagian zona bawah waduk sehingga turut menyebabkan terputusnya migrasi ikan brek di bagian zona bawah waduk ke zona atas waduk atau sebaliknya. Pembangunan waduk juga menyebabkan perubahan kemiringan dan topografi badan sungai dari zona atas waduk ke zona bawah waduk sehingga kecepatan arus, kedalaman, tipe substrat dan kandungan oksigen terlarut berbeda. Hal ini berpengaruh terhadap karakteristik habitat, karakteristik morfologi dan genetik molekuler ikan brek.

(15)

3 Karakteristik habitat pada masing-masing zona dianalisis untuk mengetahui hubungan karakteristik morfologis dan genetik molekuler ikan brek dengan habitat. Untuk mengetahui karakteristik dan variasi morfologi ikan brek antar zona dianalisis secara morfometrik, meristik dan asimetri. Variasi genetik molekuler ikan brek dianalisis dengan keragaman genetik menggunakan marka CO1. Hasil variasi morfologi dan genetik molekuler pada masing-masing ikan sesuai dengan kondisi lingkungannya, diharapkan mampu menjelaskan pengaruh fragmentasi adanya perubahan habitat dengan perubahan karakter biologi dari spesies target. Gambar 1 m enunjukkan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Pembangunan waduk

Panglima Besar Soedirman (Mrica)

Fragmentasi habitat Sungai bagian hulu, tengah

(waduk) dan hilir

Perubahan habitat dan komunitas

Perubahan kondisi perairan (fisika dan kimia)

a. Analisis morfometrik, meristik dan asimetri b. Analisis variasi genetik

molekuler CO1

Analisis hubungan karakteristik ikan dengan

habitat

Cekaman lingkungan terhadap kehidupan ikan Perubahan morfologi dan

genetik molekuler

Pengelolaan dan pemanfaatan

(16)

4

METODE

Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Oktober 2013 di Sungai Serayu wilayah Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Analisis meristik, morfometrik dan asimetri dilakukan di Laboratorium Bio Makro Manajemen Sumberdaya Perikanan FPIK IPB, sedangkan analisis genetik molekuler dilakukan di Laboratorium PPSHB IPB Bogor dan Laboratorium Terpadu MIPA IPB Bogor. Analisis faktor habitat diamati dilapangan langsung dan analisis air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan (Proling) IPB Bogor.

Deskripsi lokasi pengambilan sampel

Sungai Serayu memiliki panjang mencapai 180 km dan memiliki 11 anak sungai. Bagian hulu dari Sungai Serayu terletak di lereng barat laut Pegunungan Dieng dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai Serayu melintasi beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Pada tahun 1988, pemerintah Kabupaten Banjarnegara membangun Waduk Soedirman di bagian tengah Sungai Serayu untuk membantu persediaan air dan irigasi pertanian. Tabel 1 menunjukkan letak geografis dari ke enam stasiun secara rinci (lampiran 1 ga mbar lokasi per stasiun).

Tabel 1 Letak geografis dari masing-masing stasiun pada ketiga zona pengambilan sampel di Sungai Serayu

Stasiun Wilayah Letak Geografis

1 (zona bawah waduk) Mandiraja dan Purwonegoro 07

0 26’06,9” LS - 1090 32’33.5” BT 2 (dibawah waduk) Wanadadi 070 23’59,4” LS - 1090 35’54.4” BT

3 (tengah(waduk)) Bawang 070 23’35,6” LS - 1090 36’47.3” BT 4 (tengah(waduk)) Wanadadi 070 23’21,9” LS - 1090 39’40.1” BT 5 (diatas waduk) Banjarnegara 070 23’21,5” LS - 1090 41’48.9” BT 6 (zona atas waduk) Sigaluh 070 22’11,5” LS - 1090 42’28.3” BT

Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel ikan dilakukan secara purposive sampling, kemudian

dilanjutkan dengan road sampling (Ratti & Garton 1996). Penentuan pengambilan

sampling dilaksanakan di enam stasiun di aliran Sungai Serayu (dua stasiun di masing-masing zona bawah waduk, daerah waduk dan zona atas waduk) (Gambar 2). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 individu/stasiun dengan ikan yang diambil memiliki ciri-ciri sisik keperak-perakan dan pada sirip anal dan ventral berwarna merah. Penentuan lokasi berdasarkan jarak tempuh seluruhnya sekitar 20-30 km.

(17)

5 jaring insang dengan tiga ukuran mata jaring 13 (¾, 1 ½ d an 2 i nci) masing-masing berukuran panjang 20 m dan lebar 2 m, selain itu digunakan pula electrofishing dengan

sumber daya accu 12 Volt 10 Amper (lampiran 2). Penggunaan alat tangkap disesuaikan dengan kondisi perairan yang menjadi lokasi sampling. Sampel yang tertangkap dipilah berdasarkan karakteristik ikan brek (B. balleroides) menurut Kottelat et al. (1993).

Sampel dimasukkan ke dalam kantung plastik yang berisi alkohol 95%, setiap kantung diberi label, untuk di analisis lebih lanjut. Masing-masing spesimen didokumentasikan secara langsung dari tiap sisi kanan dan kiri dilakukan pengukuran morfologi pada setiap parameter yang akan dianalisa.

Gambar 2 Lokasi sampling penelitian dengan enam stasiun di Sungai Serayu

a. Pengamatan Karakteristik Habitat

Parameter lingkungan (fisika & kimia) diukur secara in-situ ketika pengambilan

sampel ikan dilakukan, parameter yang diukur meliputi pH, kandungan oksigen terlarut (DO), substrat dasar perairan, kecepatan arus, dan suhu (Tabel 2).

Tabel 2 Parameter fisika dan kimia

(18)

6

Pengamatan Karakter Spesies

1). Pengamatan Karakteristik Morfometrik dan Meristik

Pengamatan karakter secara morfometrik dilakukan pada 26 karakter sebagaimana tertera pada Gambar 3 dan Tabel 3.

2

4

3

Gambar 3 Pengukuran morfometrik pada ikan brek (B.balleroides)

Tabel 3 Keterangan parameter pada Gambar 3

(19)

7 Pengamatan meristik meliputi jumlah jari-jari pada sirip dorsal, ventral, pectoral dan anal; jumlah sisik bagian pada gurat sisi, sebelum sirip dorsal, diatas dan di bawah gurat sisi, serta sisik yang melingkari batang ekor (Tabel 4) dengan mengacu pada Weber dan de Beaufort (1916). Pengukuran karakter morfometrik diukur menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0,10 mm dengan mengacu pada Kottelat et al. (1993).

Tabel 4 Karakter meristik untuk beberapa parameter ikan brek

No Keterangan Singkatan

1 Jumlah jari-jari sirip dorsal JSD

2 Jumlah jari-jari sirip ventral JSV

3 Jumlah jari-jari sirip pectoral JSP

4 Jumlah jari-jari sirip anal JSA

5 Jumlah sirip ekor atas JSEA

6 Jumlah sirip ekor bawah JSEB

7 Jumlah sisik pada gurat sisi SGS

8 Jumlah sisik sebelum sirip dorsal SSD

9 Jumlah sisik diatas gurat sisi SAGS

10 Jumlah sisik dibawah gurat sisi SBGS

11 Jumlah sisik batang ekor SBE

12 Jumlah sisik lingkar badan sebelum sirip dorsal SLBD 13 Jumlah sisik lingkar badan setelah sirip anal SLBA

14 Jumlah gerigi dorsal GD

2). Pengamatan karakter asimetri

Organ tubuh berpasangan yang diamati adalah jumlah jari-jari pada sirip ventral, dan jumlah jari-jari pectroral, diameter mata dan jumlah helai tapis insang pada lembar insang terluar. Untuk melakukan penghitungan tersebut, terlebih dahulu lembar insang terluar, sirip pectoral dan diameter mata, dipisahkan dari bagian tubuh ikan dengan cara memotong dari pangkalnya tanpa merusak lembar insang terluar, sirip dada dan diameter mata ikan. Penghitungan bagian sebelah kiri dan bagian sebelah kanan organ-organ tersebut dilakukan dibawah mikroskop binokuler. Hasil penghitungan rigi tapis insang pada lembar insang terluar, jari-jari sirip dada dan diameter mata, selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai fluktuasi asimetri, baik besaran (magnitude) maupun bilangan

(number) yang mengacu pada Leary et al. (1983). 3). Pengamatan Karakter Genetik Molekuler

- Ekstraksi dan Isolasi mtDNA

Sebanyak lima individu dari 30 i ndividu pada masing-masing zona sungai yang ada diambil jaringannya. Jaringan tersebut disimpan di dalam alkohol 90%, kemudian dicuci dengan buffer TE (NaCL 1 M, Tris-HCL 10 mM, EDTA 0.1 mM, pH 8) hingga volume 400 µl. Jaringan dilisis dengan ATL 180 µl dan proteinase K 20 µl pada suhu 56 0C selama 1 jam dengan interval 10 menit di fortex dan sentrifuge swing. Metode ekstraksi selanjutnya mengikuti petunjuk Genomic DNA mini kit for fresh blood & tissue (Qiagen).

- Amplifikasi fragmen mtDN

Amplifikasi sebagian fragmen CO1 mtDNA dengan metode PCR (Polymerase

(20)

FishF1-8

5’TCAACCAACCACAAAGATTGGCAC3’ (forward) dengan reverse FishR1

5’TAGACTTCTGGGTGGCCAAAGAATCA3’ pada konsentrasi 0.1-1.0 μM dengan target gen CO1 sebesar 655 bp (Ward et al. 2005).

- Komposisi dan Kondisi PCR

Komposisi pereaksi yang digunakan terdiri atas 3 µ L sampel, 2 µ L primer

(Forward dan reverse), 1 µL dNTP, 8.8 µL untuk ddH2O, 5X buffer 5 µL, 5X enhancer

5µL, dan 0.2 µL Taq polymerase. Kondisi PCR yang digunakan adalah sebagai berikut: predenaturasi selama 5 menit pada suhu 94 oC, denaturasi selama 30 detik pada suhu 94 oC, penempelan primer selama 30 detik pada suhu 52 oC, elongasiselama 30 detik pada suhu 72 oC, post PCR pada suhu 72 oC selama 5 menit dan inkubasi 10 menit pada suhu

15 oC. Proses PCR dilakukan sebanyak 35 s iklus. Visualisasi pita DNA dilakukan menggunakan gel agarose 1.2% (0.6 mg, TAE 1x 50 m L, dan ETBR 2.5 µ L) dengan voltase 85 mV selama 60 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan sinar ultraviolet dan pita yang didapat difoto. Hasil PCR yang teramplifikasi dengan baik dan pitanya bersih (satu pita tanpa pengotor) kemudian di sekuensing di perusahaan yang mengkhususkan untuk mensekuensing fragmen DNA yaitu PT. Fist Base Singapura dengan perwakilan di Indonesia yaitu PT. Genetika Science Jakarta.

Analisis Data

Karakteristik Habitat

Hasil pengukuran karakteristik habitat dianalisis dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan standar baku mutu perairan yang optimum bagi kehidupan ikan.

Pengukuran karakter morfometrik dan meristik

Analisis data dilakukan di Laboratorium Bio Makro MSP FPIK Bogor. Hasil perhitungan dan pengukuran yang sudah distandarisasi dianalisis menggunakan

discriminance analysis pada program R versi 2.15.2 ( Quinn & Keough 2002) untuk

melihat pengelompokkan (cluster) diantara spesies dari enam stasiun. Analisis karakter asimetri

Analisis dari pengamatan karakter asimetri akan mengacu pada Leary et al.(1983) dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

FAm =Ʃ(L-R) dan Fan=ƩZ N N

Keterangan :

FAm = Fluktuasi asimetri magnitude (besaran) Fan = Fluktuasi asimetri number (Jumlah) L = Jumlah organ sisi kiri

R = Jumlah organ sisi kanan

(21)

9

Analisis Genetik Molekuler

Analisis runutan gen cytochrome oxidase 1 (CO1) dilakukan dengan program

MEGA 4 (Tamura et al. 2007). Hasil runutan di sejajarkan, kemudian dihitung

keragaman dan jarak genetik intra dan antarpopulasi. Sebagai pembanding dipakai spesies ikan yang nama panggilan lapalnya sama yaitu Puntius orphoides (kode akses

JF915642.1) dan spesies ikan yang memiliki genus yang sama yaitu Barbanymus gonionotus (kode akses NC_08655.1). Analisis pohon f ilogeni dari data runutan

dilakukan menggunakan metode Neighbor joining dengan bootstrap 1000X. Katerkaitan Antar Karakter Morfologis, Genetik dengan Habitat

Hubungan parameter fisik dan kimia perairan dengan karakteristik dan pola distribusi ikan brek dianalisis menggunakan Principle Component Analysis (PCA) pada

program R versi 2.15.2 (Quinn & Keough 2002).

3. HASIL

Karakteristik habitat pada masing-masing stasiun

Hasil pengukuran parameter lingkungan Sungai Serayu pada masing-masing stasiun seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Suhu air di Sungai Serayu berkisar 25 oC sampai 30 oC, rentang nilai kekeruhan pada aliran Sungai Serayu berkisar antara 5 sampai 82 NTU dan nilai kecepatan arus berkisar antara 0.02 sampai 0.20 m s-1. Kondisi pH pada masing-masing lokasi relatif sama yaitu pada kisaran 6 sampai 7. Nilai NO2 dan NH3 berkisar antara 0.004 sampai 0.182 mg L-1. Nilai alkalinitas berkisar antara 143 sampai 194 mg L-1.

Tabel 5 Data parameter lingkungan di masing-masing stasiun penelitian

Parameter Sat. Zona Hilir Zona Tengah Zona Hulu

St. I St.II St. III St. IV St. V St. VI

Fisika

Suhu oC 28-30 25-30 25-30 25-29 26-28 26-29

Kekeruhan NTU 5-82 38-39 12-30 12-34 12-56 15-26

Kecepatan

arus m s-1 0.04-0.08 0.04-0.16 0.02-0.03 0.02-0.04 0.08-0.16 0.13-0.20 Tipe

substrat Berbatu, pasir Berbatu, pasir Berpasir, lumpur Berpasir, lumpur

Berbatu, pasir,

lumpur Berbatu, pasir

Kimia

pH - 6-7 6-7 6-7 6-7 6-7 6-7

Oksigen

terlarut mg L-1 5-7 5-6 4-6 4-6 6-7 6-7

NO2 mg L-1 0.004 <0.004 0.004 0.012 0.006 0.006

NH3 mg L-1 0.100 0.076 0.104 0.180 0.074 0.084

(22)

10

Analisis hubungan parameter lingkungan dengan stasiun pengambilan sampel menggunakan PCA program R 2.14 (Tabel 7) didapatkan hasil bahwa cukup dengan dua PCA yaitu PC1 dan PC2 telah memberikan proporsi keragaman >75% (88.6%). Parameter lingkungan yang berkontribusi kuat dalam pemilahan stasiun adalah PC1 dimiliki oleh kekeruhan dan pada PC2 (kecepatan arus). Keenam stasiun memiliki berbagai keragaman parameter yang dimiliki, hanya stasiun I dan II berkorelasi positif dengan kekeruhan. Adapun kecepatan arus berkorelasi positif dengan stasiun V dan VI (Gambar 4).

Gambar 4 Hasil analisis PCA pada parameter lingkungan di ke enam stasiun Tabel 6 Hubungan parameter lingkungan dengan stasiun pengambilan sampel di

Sungai Serayu berdasarkan PCA

Parameter PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 suhu -0.0098 0.0139 0.0239 -0.2151 -0.1561 -0.8104 kekeruhan -0.8528 0.5024 -0.1227 0.0512 -0.0282 -0.0178 kecepatan_arus 0.4792 0.7635 -0.3479 -0.1329 0.0750 0.1246 pH 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0111 NO2 0.0003 -0.2645 -0.8618 0.3425 -0.0053 -0.2170 NH3 -0.1864 -0.2855 -0.3410 -0.7768 0.1152 0.3162 alkalinitas -0.0285 -0.0738 -0.0578 0.2738 -0.6885 0.3989 DO 0.0859 0.0868 -0.0306 -0.3712 -0.6942 -0.1451

Tabel 7 Nilai eigenvalue dan proporsi dari parameter lingkungan

PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6

Eigenvalue

1.027650 0.5636185 0.1958257 0.006151435 0.003466595 1.136317 x 10-31

Proporsi

0.572 0.314 0.109 0.003 0.002 0.000

(31,

4%

)

(23)

11

Karakteristik Morfologi Ikan Brek

Berdasarkan pengamatan terhadap struktur sisik pada linea lateralis, ikan brek di Sungai Serayu digolongkan ke dalam genus Barbodes dengan ciri-ciri jari-jari sisik

sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping Gambar 5b, terdapat tonjolan kecil yang memanjang dari tulang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke arah mata. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kottelat et al.

(1993). Ciri ini yang menjadi pembeda dengan genus Puntius. Struktur sisik Puntius

mempunyai proyeksi dari pusat ke pinggir seperti jari-jari pada bola dan jari-jari yang ke arah samping tidak melengkung ke arah belakang dan tidak memiliki tonjolan kecil seperti pada Barbodes (Gambar 5a).

Gambar 5 Struktur skematis sisik linea lateralis a. Puntius orphoides; b. Barbonymus ballerodes

Ikan brek (B. balleroides) memiliki bentuk tubuh ramping, memanjang ke arah

belakang, sirip ekor berbentuk cagak. Warna tubuh keperak-perakan, pada bagian punggung agak gelap, tidak memiliki spot hitam pada batang ekornya dan pada bagian sirip anal dan ventral terdapat warna merah (Gambar 6). Pada P. orphoides sirip ekor

memiliki pinggiran hitam tebal atas dan bawah dan memiliki spot hitam pada batang ekor.

Ikan brek yang diambil seluruhnya sebanyak 180 ekor dengan ciri-ciri seperti pada B. balleroides. Memiliki ukuran panjang standar berkisar antara 60.64 mm sampai

166.73 mm dengan ketebalan tubuh berkisar antara 03.80 mm sampai 32.98 m m. Panjang standar rata-rata pada masing-masing stasiun sebagai berikut: stasiun I (112.38 mm), stasiun II (107.58 mm), stasiun III (76.43 mm), stasiun IV (85.41 mm), stasiun V (85.82 mm) dan stasiun VI (96.99 mm). Adapun data lengkap morfometrik dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 6 Ikan brek a. Barbonymus balleroides dan b. Puntius orphoides

Berdasarkan hasil analisis diskriminan terhadap 26 karakter morfometrik Tabel 9 menunjukan bahwa nilai koefisien linear diskriminan morfometrik memenuhi > 75% jika terdiri dari LD1, LD2 dan LD3 (dengan jumlah 84%). Gambar 7 menunjukkan adanya pengelompokkan ikan brek yang berada di stasiun I dan II membentuk plot sendiri, sementara IV, V dan VI terjadi tumpang tindih dan III sebagian menjauh. Karakter yang berbeda di LD1 adalah tinggi batang ekor (TBE), di LD2 adalah pada Panjang sebelum sirip vectoral (PSSV), dan LD3 pada Panjang kepala (PK) (Tabel 8).

a b

Barbonymus balleroides

bulatan hitam Tidak

ada bulatan hitam

(24)

12

(25)

13 Tabel 9 Proporsi hasil analisis diskriminan morfometrik

Proporsi:

LD1 LD2 LD3 LD4 LD5

0.4579 0.2827 0.1098 0.0908 0.0588

Gambar 8 Hasil analisis driskriminan pada meristik Tabel 10 Nilai koefisien linear diskriminan meristik Karakter LD1 LD2 LD3 LD4 LD5

(26)

14

Gambar 9 Hasil analisis cluster dari enam stasiun Tabel 12 Estimasi hasil analisis cluster dari enam stasiun

1 2 3 4 5 1

2 2.530840

3 11.723911 10.284893

4 9.470194 7.855608 4.759383

5 8.574426 6.959910 5.399699 2.581734

6 7.319891 6.063818 9.302868 5.524929 4.595296

Tabel 13 Keterkaitan karakter morfologi dengan Parameter lingkungan ST Karakter Morfometrik Parameter Lingkungan

TBE PBE LB PRA Kec. Arus

I 0.61 0.14 0.12 0.33 0.04-0.08

II 0.72 0.14 0.12 0.34 0.04-0.16

III 0.46 0.14 0.15 0.35 0.02-0.03

IV 0.41 0.13 0.18 0.34 0.02-0.04

V 0.40 0.14 0.16 0.40 0.08-0.16

VI 0.38 0.11 0.15 0.33 0.13-0.20

Analisis karakter meristik menunjukkan variabel keterangan karakter lain pada Tabel 11, be rikut nilai koefisien linear diskriminan meristik memenuhi > 75% jika terdiri dari LD1, LD2 dan LD3 (dengan jumlah 84%). Karakter yang memiliki nilai paling tinggi adalah di LD1 adalah Rigi (R), di LD2 dan LD3 adalah pada sirip dorsal (SD) (Tabel 10). Berdasarkan cluster dendogram dari data morfometrik hubungan antar stasiun membentuk dua kelompok besar (Gambar 9) yaitu kelompok I (stasiun I dan II) dan kelompok II (stasiun III, VI, IV dan V). Kelompok I (Stasiun I dan II) memiliki nilai koefisien sebesar 2.5, sedangkan nilai koefisien pada kelompok II berkisar antara 8.53.

1 2

3

6

4 5

2

3

4

5

6

7

8

Cluster Dendrogram

H

ei

ght

(27)

15

Karakter Asimetri

Karakter yang digunakan untuk mengetahui tingkat keasimetrian ikan brek adalah diameter mata (DM), jumlah jari-jari sirip ventral (Vf), jumlah jari-jari sirip pectoral (Pf), jumlah sisik linea lateralis (LLS), dan jumlah rigi tapis insang pada lembar terluar (I). Berdasarkan analisis karakter asimetri pada semua individu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan (Gambar 10). Nilai asimetri dari bilangan (FAn) masing-masing karakter kiri-kanan sebagai berikut : D iameter mata (7.2 & 7.2), linea lateralis (23 & 23.5); jumlah jari-jari sirip ventral (8.6 & 8.6), jumlah jari-jari sirip pectoral (13.8 & 13.9) dan jumlah rigi tapis insang lembar terluar (12.68 & 12.69). Nilai asimetri dari bilangan magnitude tertinggi di masing-masing stasiun adalah karakter diameter mata sebesar 0.09 (stasiun I), linea lateralis sebesar 0,20 (stasiun I), jumlah jari-jari sirip ventral sebesar 0.13 (stasiun I), jumlah jari-jari sirip pectoral sebesar 0.13 (stasiun I, II dan V) dan jumlah rigi insang tapis lembar terluar sebesar 0.4 (stasiun IV). Nilai asimetri dari bilangan (FAn) pada masing-masing stasiun antara karakter kiri-kanan yang memiliki nilai tertinggi adalah Diameter mata 4.6 (stasiun I), linea lateralis 12.5 (stasiun VI); jumlah jari-jari sirip ventral 4.4 (stasiun IV), jumlah jari-jari sirip pectoral 7.1 (stasiun I dan VI) dan jumlah rigi tapis insang lembar terluar 6.6 dan 6.5 (stasiun III dan VI).

Gambar 10. Hasil analisis asimetri magnitude (besaran) pada masing-masing stasiun

Gambar 11. Hasil analisis asimetri number (bilangan) pada masing-masing stasiun kiri dan kanan

DMI LLSI VfI PfI II DMA LLSA VfA PfA IA

(28)

16

Tabel 14 Keterkaitan Karakter asimetri dengan hasil parameter lingkungan Zonasi

Karakter Parameter Lingkungan

DM LLSI Vf Pf I Kekeruhan Kec. Arus Alkalinitas DO NO2 NH3

I 0.09 0.20 0.13 -0.13 -0.20 5-82 0.04-0.08 143-184 5-7 0.004 0.10

II 0.01 -1.33 0.00 -0.13 -0.07 38-39 0.04-0.16 148-156 5-6 <0.004 0.076

III 0.01 0.01 0.01 -0.01 -0.01 12-30 0.02-0.03 143-186 4-6 0.004 0.104

IV -0.03 0.00 0.00 0.00 0.47 12-34 0.02-0.04 174-194 4-6 0.012 0.18

V -0.01 -1.47 -0.07 -0.13 -0.27 12-56 0.08-0.16 149-190 6-7 0.006 0.074

VI -0.43 -0.07 -0.07 0.20 -0.27 15-26 0.13-0.20 143-149 6-7 0.006 0.084

Keterangan: DM (diameter mata), LLSI (linea lateralis), Vf (jumlah jari sirip ventral), Pf (jumlah jari-jari sirip pectoral) dan I (jumlah rigi tapis insang lembar terluar). DO (oksigen terlarut), NO2 (nitrat), NH3 (amoniak).

Variasi Genetik Ikan Brek di Sungai Serayu

Berdasarkan penanda mtDNA CO1 pada perwakilan ikan brek di masing-masing stasiun (I – VI) di Sungai Serayu didapatkan panjang fragmen 710 bp ( Gambar 12). Setelah dilakukan pensejajaran dengan menggunakan spesies pembanding Puntius orphoides (Kode akses JF915642.1) dan Barbonymus gonionotus (Kode akses

NC_008655.1) didapatkan hasil pohon f ilogenetik seperti dilihat pada Gambar 13. Keenam sampel ikan brek di Sungai Serayu membentuk satu cluster dan terpisah dari outgroup (Barbonymus gonionotus dan Puntius orphoides) pada jarak genetik sebesar

6.34% (Tabel 15). Perbedaan nukleotida antara B. balleroides dengan P. orphoides

sebesar 13.65% (Tabel 15).

Perbedaan genetik antar lokasi sampling dari sesama sampel penelitian ini dan selanjutnya disebut sebagai spesies B. balleroides dianalisis melalui pendekatan jarak

genetik ‘P’ (Tabel 15). Jarak genetik intraspesies B. balleroides memperlihatkan dua cluster (perbedaan 2.0%): Cluster A adalah kelompok populasi yang terdiri dari stasiun I

dan II dan cluster B adalah stasiun III dan IV serta stasiun V dan VI. Nilai perbedaan

dari cluster B antara stasiun III dan IV adalah 0.15%, serta antara stasiun V dan VI

sebesar 0.3%. Adapun perbedaan intra populasi cluster Bantara stasiun I dengan stasiun

(29)

17

3_4

4_8

5_12

6_2

1_1

2_19

Barbonymus gonionotus (NC_008655.1)

Puntius orphoides (JF915642.1) 100

100

89

72

0.00 0.01

0.02 0.03

0.04 0.05

0.06

Gambar 12 Hasil amplifikasi DNA marka CO1 Barbonymus balleroides (dari stasiun I -

VI)

Gambar 13 Filogenetik P-distance ikan brek berdasarkan marka CO1 sepanjang 710 bp

Tabel 15 Estimasi perbedaan jarak evolusi diantara hasil sequen sepanjang 710 bp 1_1 2_19 3_4 4_8 5_12 6_2 7_Bg 8_Po 1_1

2_19 0,040

3_4 0,050 0,022

4_8 0,050 0,022 0,003

5_12 0,052 0,036 0,017 0,017

6_2 0,053 0,036 0,017 0,017 0,006

Barbonymus gonionotus 0,141 0,115 0,105 0,105 0,118 0,118

Puntius orphoides 0,162 0,135 0,125 0,128 0,133 0,136 0,125

Keterangan: 1-6 (B. balleroides), Bg (B. gonionotus) dan Po (P. orphoides)

Analisis nukleotida dengan menggunakan program mega 4 didapatkan hasil seperti pada Lampiran 4 dan 5 terdapat delesi dan subtitusi nukleotida. Tabel 16 menunjukkan

750 bp

710 bp

A

(30)

18

urutan nukleotida pada gen CO1 dan macam perubahannya. Dari panjang fragmen nukleotida 710 bp m enunjukkan adanya individu ikan brek dari stasiun I dan II merupakan posisinya lebih basal dari semua ikan brek di berbagai stasiun pengambilan sampel. Hal ini ditunjukkan dengan adanya urutan nukleotida yang terdelesi pada ikan yang berasal dari stasiun lainnya (III, IV, V dan VI), yaitu nukleotida C (sitosin) pada urutan basa ke 591 dan 592. Selain itu, substitusi transisi pada ikan di stasiun I dan II terlihat dibeberapa urutan nukleotida dibanding dengan III, IV, V dan VI.

Adanya perubahan susunan nukleotida yang terjadi pada masing-masing stasiun menjadikan penanda intraspesies pada ikan brek yang dapat dicirikan dari urutan nukleotida. Ikan di stasiun I dan II merupakan zona di bawah waduk yang memiliki kemiripan dalam penanda genetik spesifik yaitu urutan nukleotida ke 583 dan urutan nukleotida ke 601. Perubahan urutan nukleotida ke 612 yaitu nukleotida A (Alanin) dengan triplet kodon CAA pada stasiun I menjadi nukleotida G (Guanin) dengan triplet kodon CAG pada stasiun yang lain merupakan bentuk subtitusi silent. Hasil penyandian dari triplet kodon tersebut adalah glutamine. Selain itu, pada spesies yang dijadikan out grup terjadi substitusi asam amino di beberapa urutan nukleotida, hal ini memberikan informasi bahwa B. balleroides berbeda dengan B. gonionotus dan Puntius orphoides. P. orphoides memiliki nukleotida tersendiri dibandingkan dengan Barbonymus, adanya

insersi pada urutan nukleotida ke 8 yaitu tidak adanya nukleotida A pada spesies lain. Tabel 16 Urutan nukleotida yang mengalami delesi dan subtitusi pada masing-masing

stasiun berdasarkan Lampiran 4 dan 5 Letak nukleotida ke-

ST 2 5 8 24 30 36 73 81 87 96 99 102 108 111 114 117 118 123 I A A - T T T T T T A T T T G A T C C II . . - C . . . . III . . - . . . . . . . IV . . - . . . . . . . V . . - C . . . . . . . . VI . . - C . . . . . . . .

B.

gonionotus T T - . C . C C . G . C C . . . . . P.

orphoides . . A C A C . . C . A C C A G A T T

Letak nukleotida ke-

ST 126 129 141 144 147 153 159 174 189 192 195 198 201 222 225 228 237 246 I C T C A C C C T G A T C T C A C C A II . . . T . . . . III . . . . . . . . . . . . . . IV . . . . . . T . . . . . . . . . V . . . . . . . . . . . . . . VI . . . . . . . . . . . . . .

B.

gonionotus T . T T . T T C . C C . C T G T T C P.

(31)
(32)

20

Letak nukleotida ke-

ST 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 595 596 601 602 603 I G G T T T T T C A A C C A C C A G A II T . . . . . C A . G . . . T . . . . III T . G C C G C . G G - - . T T T . C IV T . G C C G C . G G - - . T T T . C V T . G C C G C . G G - - . T T T . C VI T . G C C G C . G G - - . T T T . C

B. gonionotus T A G C C G C . G G - - . T T T A C P. orphoides T A G C C G C . G G - - G T T T A C

Letak nukleotida ke-

ST 604 605 606 608 609 612 613 614 616 617 619 620 624 625 626 629 638 641 I C A A G G A T T T G T T T G G C T C II . C C A A G A . G A A . A A C . . . III T C C A A G A . G A A . A A C . . . IV T C C A A G A . G A A . A A C . . . V T C C A A G A . G A A . A A C . . . VI T C C A A G A . G A A . A A C . . .

B. gonionotus T . . A A G A . G A A C A A T T . . P. orphoides T T T A A G A C G A A . A A T T C T

Letak nukleotida ke-

ST 644 650 656 665 668 677 680 692 695 698 695 698 I G T A C T C A T C C C C II . . . . III . . . . IV . . . . V . . . . VI . . . .

B.

gonionotus T C . T T . G C A T A T P.

orphoides A A G . . T . . . .

Keterangan: sama (.) dan tidak ada atau delesi (-)

PEMBAHASAN

Karakteristik habitat Ikan Brek di Sungai Serayu

(33)

21 laporan Wahyuningsih et al. (2011) yang menyatakan bahwa kisaran suhu di Sungai

Serayu rata-rata 21 oC sampai 28 oC yang baik bagi pertumbuhan ikan terutama ikan brek. Buckel et al. (1995) menyatakan bahwa kisaran suhu yang dapat mendukung laju

pertumbuhan dan konsumsi ikan yang ada di perairan yaitu 21 sampai 30 oC.

Kekeruhan merupakan faktor fisika lainnya yang berpengaruh terhadap habitat ikan dan perilaku ikan dalam mencari pakan, terutama tipe ikan diurnal. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air, banyak tidaknya cahaya yang diserap oleh bahan-bahan yang berada di dalam air tersebut. Terlihat pada stasiun I mencapai 5 sampai 82 NTU, nilai ini merupakan rentang yang cukup jauh, hal ini dipengaruhi oleh musim, padahal nilai kekeruhan yang baik untuk mendukung kehidupan ikan antara 0 sampai 40 NTU (Carter et al. 2010). Tingginya tingkat kekeruhan yang terjadi di Sungai Serayu

dikarenakan sistem buka tutup pintu bendungan yang berdampak langsung pada stasiun I dan II. Tingginya tingkat kekeruhan di Sungai Serayu juga disebabkan oleh perilaku membuang limbah rumah tangga, tanah longsor dan penambangan pasir di sekitar DAS Serayu. Kekeruhan juga dapat disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, misalnya lumpur dan pasir halus (Davis & Cornwell 1991

dalam Effendi 2003). Selain itu, ikan brek merupakan tipe ikan diurnal yaitu cenderung

aktif pada siang hari dan menggunakan mata untuk melacak makanan sehingga adanya perbedaan tingkat kekeruhan atau intensitas cahaya antar stasiun akan berpengaruh terhadap kemampuan mencari pakan (Rahardjo et al. 2011).

Perairan Sungai Serayu bagian hulu (stasiun VI) tergolong dalam tipe arus deras dengan kecepatan mencapai 0.13 sampai 0.20 m s-1, sedangkan zona waduk relatif lebih tenang. Kecepatan arus merupakan karateristik fisika biasanya dipengaruhi oleh kedalaman, kemiringan dan kelebaran dasar sungai. Pada zona tengah (waduk) memiliki kedalaman tertinggi dibandingkan pada zona lainnya. Hal ini diakibatkan karena zona tengah mengalami pembendungan untuk sarana irigasi dan pembangkit listrik. Zona atas waduk (Stasiun V dan VI) kecepatan arus terderas karena pada zona tersebut memiliki topografi lebih miring dibanding dengan stasiun dibawahnya. Pada musim hujan arus lebih cepat, karena jumlah air yang mengalir lebih banyak. Dettinger dan Diaz (2000) menambahkan bahwa tinggi rendahnya kecepatan arus sungai juga dipengaruhi oleh struktur sungai dan faktor lain seperti musim.

Parameter faktor kimia yang diamati pada perairan Sungai Serayu meliputi: pH, kandungan oksigen terlarut, NO2, NH3 dan alkalinitas. Hasil pengukuran pH pada masing-masing lokasi berkisaran antara 6-7. Kisaran pH tersebut masih baik untuk kehidupan organisme perairan yaitu berkisar 6-9 (Maniagasi et al. 2013). Nilai oksigen

terlarut berkisar antara 4-7 mg L-1. Oksigen terlarut adalah salah satu faktor kimia yang berperan dalam metabolisme ikan, kadar oksigen terlarut di Sungai Serayu baik untuk mendukung kehidupan ikan terutama ikan brek. Kisaran kandungan oksigen terlarut yang dapat mendukung kehidupan organisme yaitu >5 mg/L (Salmin 2005). Kadar nilai NO2 berkisar antara 0.004 mg L-1 dan 0.012 m g L-1. NO2 yang baik untuk kehidupan ikanadalah <0,1 mg L- (Wedemeyer 1996). Nilai NH3 berkisar antara 0.074 mg L-1 dan 0.180 mg L-1 , amoniak yang dapat ditoleransi oleh organisme perairan yaitu kurang dari 0.1 mg L-1 (Wedemeyer 1996). Kadar amoniak di stasiun IV terindikasi melewati nilai yang dapat ditoleransi untuk kehidupan ikan, hal ini diduga karena aktivitas pertanian di kawasan sekitar waduk sehingga memberi dampak pada kondisi air di stasiun tersebut. Fenomena yang sama pernah dilaporkan oleh Tatangindatu et al. (2013) tentang tinginya

(34)

22

Nilai alkalinitas perairan berkisar antara 143 mg L-1 dan 194 mg L-1. Alkalinitas di Sungai Serayu masih baik untuk kehidupan ikan. Boyd (1988) menyatakan bahwa kisaran alkalinitas untuk ikan adalah 20-300 ppm. Alkalinitas yang mampu menyangga perubahan pH perairan serta dapat mendukung laju pertumbuhan yang optimum pada media budidaya ikan dianjurkan agar kadar alkalinitas berkisar 100-150 ppm, pada kadar alkalinitas tersebut dapat mencegah fluktuasi pH yang besar (Wedemeyer 1996). Yulfiperius et al. (2004) menyatakan bahwa alkalinitas yang baik untuk ikan lalawak

(Barbonymus sp.) atau ikan brek adalah 80 ppm CaCO.

Variasi Morfometrik, meristik dan asimetrik Ikan Brek di Sungai Serayu

Pengamatan morfologi menunjukkan bahwa ikan brek memiliki tubuh ramping, memanjang ke arah belakang, sirip ekor berbentuk cagak, tubuh berwarna keperak-perakan, pada bagian punggung berwana gelap serta pada bagian sirip anal dan ventral terdapat warna merah. Ikan brek memiliki tipe mulut subterminal dengan gigi yang tajam, hal ini sesuai dengan Kottelat et al. (1993). Hasil penangkapan selama penelitian

menunjukkan adanya variasi morfologi dalam ikan brek. Ikan brek memiliki panjang standar berkisar antara 60.64 mm sampai 166.73 mm dengan ketebalan tubuh berkisar antara 3.80 mm sampai 32.98 mm.

Analisis diskriminasi berdasarkan 26 karakter morfometrik menunjukkan adanya tumpang tindih pada sebagian besar populasi ikan brek terutama pada stasiun IV, V, VI, dan sebagian stasiun III. Karakter morfometrik telah menunjukkan adanya pemisahan populasi antar stasiun pengambilan sampel terutama pada stasiun I dan II yang membentuk kelompok terpisah dari stasiun yang lain. Hal ini juga didukung dengan menggunakan analisis clustering yang menggambarkan dua kelompok populasi ikan brek di Sungai Serayu. Hasil yang berbeda terlihat pada scaterplot karakter meristik,

tidak terlihat adanya pemisahan populasi, pada Gambar 8 menunjukkan sebaran berada pada titik yang sama (tersebar rata di semua titik). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan karakter morfometrik lebih tepat untuk membedakan populasi dibandingkan karakter meristik. Sharp et al. (1978) mengungkapkan karakter

morfometrik lebih tepat dibandingkan karakter meristik untuk membedakan populasi. Menurut Barlow (1961), perbedaan-perbedaan ini disebabkan oleh fakta bahwa variasi dalam bentuk (morfometrik) lebih terkait dengan faktor genetik sementara karakter meristik lebih banyak tergantung pada fluktuasi faktor lingkungan. Selain itu, Sifat data meristik yang terpisah dapat mengurangi ketepatan dalam analisis statistik yang baik (Ihssen et al. 1981).

(35)

23 mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal (Van Valen 1962).

Variasi Genetik Ikan Brek di Sungai Serayu

Pada pohon filogenetik dan jarak genetik yang dihasilkan membuktikan bahwa ikan brek yang dipakai dalam penelitian ini bukan P. orphoides yang selama ini juga

dikenal sebagai ikan brek, akan tetapi sebagai spesies lain yaitu B. balleroides

berdasarkan karakter morfologi yang dijelaskan oleh Kottelat et al. (1993). Variasi

genetik ikan brek di Sungai Serayu telah menunjukkan adanya fenomena fragmentasi habitat pada zona pengambilan sampel. Zona atas terpisah secara genetik dengan zona waduk dan zona bawah. Fenomena adanya keterpisahan genetik antar organisme yang berada di sepanjang sungai pernah dilaporkan oleh Wibowo (2011) pada ikan Belida (Chitala lopis) di Sungai Kampar Riau, yaitu dihasilkan berdasarkan gen Cyt b

keragaman genetik terbesar ikan belida Sungai Kampar terdapat di populasi bagian hilir. Hal serupa juga terjadi pada bangsa udang (Pin et al. 2007). Macrobrachium nipponense

atau udang sungai membentuk dua kelompok yang berbeda be rdasarkan sekuen gen CO1 di dua sungai besar di China. Kelompok pertama merupakan udang yang berasal dari Sungai Yangtze dan kelompok kedua merupakan udang yang berasal dari Sungai Lancang China.

Adanya variasi genetik ikan brek yang terjadi di Sungai Serayu diduga berkaitan dengan adanya perubahan topografi paska pembangunan Waduk Mrica sehingga dapat memutus aliran gen ikan brek. Sebelum pembangunan waduk tersebut, ikan brek dari stasiun I dan II dapat bermigrasi ke stasiun III, IV dan bahkan stasiun V dan VI. Tetapi dengan pembangunan waduk tersebut wilayah persebaran ikan brek menjadi terbagi hanya ke dalam beberapa bagian atau zona. Adanya waduk, ikan dari zona bawah tidak dapat bermigrasi ke waduk dan zona atas. Hal ini semakin lama akan menyebabkan keterpisahan dan mengakibatkan zona bawah membentuk cluster tersendiri (terisolasi).

Isolasi menyebabkan ikan tersebut harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru, Sebagai contoh, perbedaan ekologi cenderung menjadi kunci penting dalam isolasi aliran gen Salamander (Nosil 2008). Hal ini ditunjukkan letak basal ikan brek pada zona bawah (stasiun I dan II) dibanding dengan stasiun yang lain pada analisis jarak genetik berdasarkan penanda CO1. Zona atas dan waduk belum berbeda banyak, karena pertemuan ikan brek antara zona atas dan waduk lebih besar peluangnya dibandingkan dengan zona bawah yang jauh terisolasi dari kedua zona lainnya.

Keterkaitan antara karakteristik habitat dan karakter Morfologi dan Genetik Ikan Brek di Sungai Serayu

Perubahan topografi yang terjadi di Sungai Serayu berdampak pada karakteristik habitat di stasiun pengambilan sampel, terutama kecepatan arus dan kekeruhan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi yang tertinggi pada kedua parameter tersebut yaitu kekeruhan sebesar 0.85, sedangkan kecepatan arus bernilai 0.47, s emakin positif nilai korelasinya semakin kuat peran parameter tersebut di habitat tersebut (Bengen 2000).

(36)

24

tubuh yang memanjang dan ramping. Hal serupa juga dapat ditemukan pada ikan belida di bagian Sungai kampar yang berarus deras dengan bentuk tubuh yang relatif memanjang (ramping), dibandingkan dengan sungai yang berarus tenang, dengan bentuk tubuh yang relatif melebar (Wibowo 2011). Kecepatan arus juga berpengaruh terhadap alat gerak ikan terutama sirip pektoral dan sirip ventral dan hal ini berkaitan dengan aktivitas renang dan upaya mempertahankan posisi tubuh ketika tidak bergerak (Gosline 1996). Pada stasiun IV (zona waduk) yang memiliki arus rendah, memiliki tubuh yang relatif tinggi atau tubuh lebar. Kecepatan arus diduga telah membentuk keasimetrian kedua karakter tersebut. Ikan pada habitat yang berarus deras (stasiun V dan VI) memiliki tingkat asimetri yang lebih tinggi dibanding zona waduk yang memiliki kecepatan arus lebih tenang. Lebar bukaan mulut yang relative besar di stasiun V diduga ada kaitannya dengan jenis makanan yang dimakan. Ikan yang memiliki bukaan mulut besar memiliki ukuran mangsa yang besar dan bersifat predator (Kottelat et al. 1993).

Rumondang (2013) dari hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa ikan-ikan yang berada di hulu (zona atas) banyak mengkonsumsi organisme hewani (zooplankton, gastropoda dan insekta) yang ukurannya lebih besar dari komponen tumbuhan yang di makan. Sementara itu, kekeruhan air berkaitan dengan kemampuan ikan dalam mencari makan, ikan yang hidup di perairan keruh memiliki diameter mata yang lebih besar dibandingkan ikan yang hidup diperairan yang jernih. Kekeruhan perairan mengakibatkan intensitas cahaya yang masuk keperairan menurun sehingga daya pandang berkurang, respon tersebut membentuk diameter mata membesar. Contoh variasi morfologis lain yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (intensitas cahaya) adalah pigmentasi tubuh. Pada ikan tawes (Barbodes gonionotus), pigmentasi warna

pada sisiknya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya intensitas sinar matahari (Budiharjo 2001).

Barlow (1961) dan Ihssen et al. (1981) menyatakan bahwa pembeda dari data

morfometrik dan meristik saja tidak cukup untuk membuktikan pemisahan populasi pada suatu individu. Sehingga perlu dikaji secara genetik, dari hasil karakteristik ikan secara genetik pada stasiun I dan II ditunjukkan dengan adanya urutan nukleotida C (sitosin) pada urutan basa ke 591 dan 592, sedangkan pada stasiun yang lain nukleotida pada urutan tersebut mengalami delesi. Selain itu, subtitusi beberapa nukleotida juga terjadi antar stasiun. Perubahan nukleotida yang terjadi pada masing-masing stasiun diduga merupakan respon adaptif terhadap fluktuasi lingkungan yang terjadi di Sungai Serayu. Variasi genetik pada ikan air tawar tergolong cukup rendah sebagai akibat keterbatasan migrasi secara alami, Contoh ayam hutan hijau (Gallus varius) di Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sumbawa, dan Flores memiliki keragaman genetik tinggi karena adanya fragmentasi habitat sehingga mengakibatkan terputusnya aliran gen antar populasi (Zein & Sulandari 2008). Ikan C. lucius dari perairan Sumatera Barat dengan yang berasal dari

Jambi dan Riau. Kekerabatan populasi ikan C. lucius dari perairan Jambi dan Riau

mempunyai jarak genetik lebih dekat dibandingkan dengan kekerabatan ikan dari perairan Sumatera Barat (Azrita et al. 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ikan brek yang dipakai dalam penelitian adalah spesies B. balleroides yang berbeda

(37)

25 2. Pembangunan Waduk Mrica telah menyebabkan keterpisahan populasi ikan brek di

Sungai Serayu sehingga berdampak pada perbedaan karakteristik morfometrik dan genetik ikan brek.

3. Berdasarkan karakteristik morfologis dan genetik fragmentasi habitat akibat pembendungan, populasi ikan brek (B. balleroides) membentuk 2 cluster yaitu cluster 1 zona bawah dan cluster 2 zona atas dan tengah (waduk).

4. Nilai perbedaan secara morfologi antara cluster 1 dan 2 adalah 8.53, sedangkan

perbedaan berdasarkan jarak genetik stasiun I dan II dengan stasiun III, IV, V dan VI adalah 2.0%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang bisa dipertimbangkan sebagai bagian dari rencana pengelolaan sumber daya ikan brek yaitu: penamaan daerah atau lokal sebaiknya seiring dengan nama ilmiah sehingga tidak ada nama lokal dengan dua nama ilmiah dan tidak terjadi kesalahan dalam penamaan satu individu. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat variasi dalam spesies ikan brek berdasarkan marka genetik lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak C. 1995. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Yogyakarta (ID):

UGM press.

Azrita, Nugroho E, Syandri H, Dahelmi dan Syaifullah. 2011. Genetik Ikan Bujuk (Channa lucius Cuvier, Channidae) dari Perairan Sumatera Barat, Jambi dan

Riau Berdasarkan Marker DNA. Berita Biologi 10(5): 675-680.

Barlow GW. 1961. Causes and significance of morphological variation in fishes. Syst. Zool 10:105-117.

Bengen DG. 2000. Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Bogor (ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 88 hlm.

Boyd, C.E. 1988. Water quality in warmwater fish ponds. Fourth Printing Auburn Univ.

Agricultural Experiment Station. Alabama, USA. 625 p.

Buckel JA, Steinberg ND, Conover DO. 1995. Effects of temperature, salinity, and fish size on growth and consumption of juvenile bluefish. Journal of Fish Biology,47

(4): 696–706.

Budiharjo A. 2001. Perubahan karakter morfologi ikan Tawes (Barbodes gonionotus)

yang hidup di danau Gua Serpeng, Gunung kidul. Biodiversitas 2: 104-109

Carter MW, Shoup DE, Dettmers JM, Wahl DA. 2010. Effects of turbidity and cover on prey selectivity of adult smallmouth bass. Transactions of the American Fisheries Society 139: 353–361.

Dettinger MD, Diaz HF. 2000. Global Characteristics of Stream Flow Seasonality and Variability. Journal of Hydrometeorology 1(4): 289-310.

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Gosline WA. 1996. Structures associated with feeding in three broad-mouthed, benthic fish groups. Environ. Biol. Fishes, 47:399-405.

(38)

26

dalam Rangka Menjaga Kelestariannya dalam Endi Setiadi Kartamihardja. (eds). Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, PR 04: 1-5.

Hebert PDN, Ratnasingham S, deWaard JR. 2003. Barcoding animal life: cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species. Proceeding of the Royal Society. 270: 96–99.

Ihssen PE, Brooke HE, Casselman JM, McGlade JM, Payne NR, Utter FM. 1981. Stock identification:materials and methods. Canadian Journal Fish Aquat Science.

38:1838-1855.

Indu M, Ambili TR, Manimekalan A. 2012. In sillico analysis of the molecular

phylogeny of Siluriformes inferred from mitochondrial CO1 gene. IJALS 5:

71-78.

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Singapore: Periplus Edition. 291pp + 84 plates.

Leary RF, Allendorf FW, Knudsen KL. 1983. Developmental stability and enzyme heterozygosity in rainbow trout. Nature (Lond.) 301: 71–72.

Maniagasi R, S Sipriana. Tumembouw, Mundeng Y. 2013. Analisis kualitas fisika kimia

air di areal budidaya ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Budidaya Perairan 1(2): 29-37.

Nosil P. 2008. Perspective Speciation with gene flow could be common. Journal compilation 2103-2106.

Pin Y, Hao Z, Li-qiao C, Jin-yun Y, Na Y, Zhi-min G, Da-xiang S. 2007. Genetic structure of the oriental river prawn (Macrobrachium nipponense) from Yangtze

and Lancang River, inferred from COI gene sequence. Zoological Research

28(2): 113-118.

Pramono TB, Marnani S. 2006. Pola Penyerapan Kuning Telur dan Perkembangan Organogenesis pada Stadia Larva Ikan Brek (Puntius orphoides). Program

Sarjana Perikanan dan Kelautan. Universitas Soedirman: Purwokerto. 1-4.

Quinn GP, Keough MJ. 2002. Experimental Design and Data Analysis for Biologists.

United Kingdom (UK): Cambridge University Press. 526 p.

Rahardjo MF, Sjafei DS, Affandi R, Sulistiono, Hutabarat J. 2011. Iktiologi. Bandung:

Lubuk Agung. 396 ha l. Smith HM. 1945. The freshwater fishes of Siam or Thailand. Smithsonian Institution. United States National Bulletin 188. 622 p.

Ratti JT, Garton EO. 1996. Research and experimental design. Di dalam: Bookhout TA, editor. Research and Management Techniques for Wildlife and Habitats. New

York (US): Allen Pr. 1–23 p.

Rumondang. 2013. Kajian makanan dan pertumbuhan ikan brek (barbonymus balleroides val. 1842) di sungai serayu kabupaten banjarnegara provinsi jawa tengah. [tesis]. Bogor: Pascasarjana. 74 p.

Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana 30(3): 21–26.

Sharp JC, Able KW, Legget WC, Carscaden JE. 1978. Utility of meristic and morphometric characters for identification of capelin (Mallotus vi`lotus) stocks

in Canadian Atlantic waters. J. Fish. Res.Bd. Can 35:124-130.

Suryaningsih S. 2012. Karakter Morfometri dan Karakter Reproduksi Ikan Brek, Puntius orphoides (Valenciennes, 1842) dan Tawes, P. javanicus (Bleeker, 1863) di

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Letak geografis dari masing-masing stasiun pada ketiga zona pengambilan sampel di Sungai Serayu
Tabel 2 Parameter fisika dan kimia
Tabel 3 Keterangan parameter pada Gambar 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1 pada motilitas dan morfologi dikarenakan peranan vitamin E sebagai antioksidan yang

[r]

Untuk proses sintesa Fe 3 O 4 digunakan bejana kaca berdimensi 12×10×15 cm berisi larutan elektrolit demin water dan sintesa dilakukan dengan mengalirkan arus DC pada

Oleh karena itu Suryabrata, (2006), mengemukakan syarat-syarat tes yang baik adalah : (1) tes harus valid, artinya tes tersebut hanya mengukur satu aspek saja atau satu domain

Data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah cara mudah menghafal Alquran dengan metode at-Taisir yang ditulis oleh ustaz Adi Hidayat.. Adapun sumber data penelitian

Agar tidak menyimpang dari permasalahan, Tugas Akhir ini memiliki batasan masalah antara lain aplikasi dikembangkan berbasis desktop untuk sistem operasi Windows,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap Feed Conversion Ratio (FCR) dan efesiensi pakan pada

Koeswanti (2018:7) menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning membantu peserta didik dalam mengembangkan kecakapan memecahkan masalah, meningkatkan