• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Pengaruh Pemimpin Terhadap Produktivitas Komunitas Waria Migran Dan Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Pengaruh Pemimpin Terhadap Produktivitas Komunitas Waria Migran Dan Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMIMPIN TERHADAP PRODUKTIVITAS

KOMUNITAS WARIA MIGRAN DAN PERANAN WARIA

DALAM PEMBANGUNAN DESA

DITA PRATIWI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pemimpin Terhadap Produktivitas Komunitas Waria Migran dan Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(3)

ABSTRAK

DITA PRATIWI. Pengaruh Pemimpin Terhadap Produktivitas Komunitas Waria Migran dan Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa. Dibimbing oleh LALA M KOLOPAKING

Pesantren Waria Al-Fatah di Desa Jagalan sudah berdiri sejak tahun 2008 dengan melibatkan waria migran yang datang dari berbagai daerah. Tujuan mereka berada di Pesantren Waria adalah untuk memerbaiki kehidupan menjadi lebih produktif. Pemimpin pesantren merupakan aktor penting dalam pendirian dan pelaksanaan kegiatan di pesantren ini. Tujuan penelitian, yaitu: mengidentifikasi pengaruh tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran; menganalisis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan dan desa asal waria. Metode penelitian menerapkan pendekatan kuantitatif dengan metode survei yang didukung data kualitatif melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) memengaruhi tingkat produktivitas komunitas waria migran. Tingkat produktivitas memengaruhi tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan dan desa asal waria. Peranan waria dalam pembangunan desa diwujudkan melalui sumbangan berupa uang, barang, atau tenaga kerja yang diberikan komunitas waria migran kepada pihak Desa Jagalan ataupun pihak keluarga di desa asal masing-masing.

(4)

ABSTRACT

DITA PRATIWI. Leaders Influence on Productivity of Migrant Transvestites Community and Transvestites did in Rural Development. Supervised by LALA M KOLOPAKING

Al-Fatah boarding transvestites in jagalan village had establish since 2008 involving transvestites migrants who come from different regions. Their goal was in boarding school is to repair transvestites to be more productive. Pesantren leaders are important actors in the establishment and implementation of activities in these schools. Research objectives, namely: identify the effect of leadership level (level of ability, the level of personality and leadership style) on the level of productivity of the migrant transvestites community; analyze the effect of the productivity level of the migrant transvestites community on the level transvestites did in Jagalan Rural development and village of transvestites. Quantitative research methods approach supported by survey method qualitative data through in-depth interviews. The results showed that the level of leadership (ability level, the level of personality and leadership style) influence the level of productivity of the migrant transvestites community. Productivity levels affect the level of village development and village of origin Jagalan transvestites. Transvestites did ini rural development is realized through donations of money, goods or labor provided to the migrant transvestites community Jagalan village or family parties in their respective home villages.

(5)

PENGARUH PEMIMPIN TERHADAP PRODUKTIVITAS

KOMUNITAS WARIA MIGRAN DAN PERANAN WARIA

DALAM PEMBANGUNAN DESA

DITA PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemimpin Terhadap Produktivitas Komunitas Waria Migran dan Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa

Nama Mahasiswa : Dita Pratiwi

NIM : I34110006

Disetujui oleh

Dr Ir Lala M Kolopaking, MS. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah. MSc Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemimpin Terhadap Produktivitas Komunitas Waria Migran dan Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa” ini membahas tentang pengaruh tingkat kepemimpinan terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran, serta pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan dan desa asal waria. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr Ir Lala M Kolopaking, MS sebagai dosen pembimbing yang bijak, senantiasa memberikan saran, arahan serta masukan yang sangat berarti selama proses penulisan skripsi.

2. Ir Fredian Tonny Nasdian, MS dan Ir Yatri Indah Kusumastuti, Msi sebagai dosen penguji skripsi yang memberikan saran, kritikan, dan arahan kepada penulis untuk perbaikan penulisan skripsi.

3. Endang Sutisna dan Ibu Meriyanti orang tua tercinta, dan keluarga yang menjadi sumber motivasi dan selalu memberikan dorongan positif serta doa kepada penulis.

4. Mahasiswa SKPM 48 sebagai teman berdiskusi sekaligus memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 4

Tinjauan Pustaka 4

Waria dan Komunitasnya 4

Kondisi dan Permasalahan Waria Migran 5

Definisi Pemimpin 6

Gaya Kepemimpinan 7

Produktivitas 9

Kegiatan Produktif Komunitas Waria Migran 10

Pembangunan Desa 11

Kesejahteraan Sosial 12

Kerangka Pemikiran 13

Hipotesis 14

Definisi Operasional 14

Tingkat Kepemimpinan 14

Tingkat Produktivitas Komunitas Waria Migran 15 Tingkat Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa 16

PENDEKATAN LAPANGAN 17

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Teknik Penentuan Informan dan Responden 17

Teknik Pengumpulan Data 17

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

Analisis Data Dengan Software SmartPLS 2.0 19

Evaluasi Model Pengukuran atau Outer Model 19

Uji Validitas 20

Uji Reliabilitas 21

PROFIL DESA JAGALAN 22

Karakteristik Geografis 22

Karakteristik Ekonomi dan Pendidikan 23

PESANTREN WARIA AL-FATAH DESA JAGALAN 25

Kegiatan Pesantren Waria Al-Fatah di Desa Jagalan 28 PENILAIAN TERHADAP KEPEMIMPINAN, PRODUKTIVITAS,

DAN PERANAN WARIA DALAM PEMBANGUNAN DESA 32

(9)

Kemampuan Memimpin Pesantren Waria Al-Fatah 32 Kepribadian Pemimpin Pesantren Waria Al-Fatah 33 Gaya Kepemimpinan Pemimpin Pesantren Waria Al-Fatah 34

Produktivitas Komunitas Waria Migran 36

Peran Serta Waria Migran Dalam Pembangunan Desa 38 Peran Serta Waria Migran Dalam Pembangunan Desa Jagalan 38 Peran Serta Waria Migran Dalam Pembangunan Desa Asal 39 PENGARUH TINGKAT KEPEMIMPINAN, TINGKAT

PRODUKTIVITAS, DAN TINGKAT PERANAN WARIA DALAM

PEMBANGUNAN DESA 41

Pengaruh Tingkat Kemampuan Terhadap Tingkat Produktivitas

Komunitas Waria Migran 41

Pengaruh Tingkat Kepribadian Terhadap Tingkat Produktivitas

Komunitas Waria Migran 44

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Tingkat Produktivitas

Komunitas Waria Migran 46

Pengaruh Tingkat Produktivitas Komunitas Waria Migran Terhadap

Tingkat Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa Jagalan 49 Pengaruh Tingkat Produktivitas Komunitas Waria Migran Terhadap

Tingkat Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa Asal Waria 51

PENUTUP 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Uji reliabilitas kuesioner dengan SPSS 21.0 18 Tabel 2 Nilai loading factor indikator setiap variabel 19 Tabel 3 Pengujian validitas setiap indikator dengan t-statistik 20 Tabel 4 Pengujian reliabilitas variabel berdasarkan nilai AVE, Composite

Reliability, dan Cronbachs Alpha 21

Tabel 5 Luas lahan dan persentase peruntukan atau penggunaan tanah di

Desa Jagalan, tahun 2014 22

Tabel 6 Jumlah dan persentase tenaga kerja menurut kelompok usia di

Desa Jagalan, tahun 2014 23

Tabel 7 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan masyarakat di Desa

Jagalan, tahun 2014 24

Tabel 8 Jumlah dan persentase daerah asal waria migran, Pesantren

Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 27 Tabel 9 Jumlah dan persentase komunitas waria menurut kelompok usia

di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 27 Tabel 10 Jumlah dan presentase usaha mandiri komunitas waria di

(10)

Tabel 11 Penilaian atas kemampuan pemimpin komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 32 Tabel 12 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan pemimpin komunitas

waria di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 33 Tabel 13 Penilaian atas kepribadian pemimpin komunitas waria migran di

Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 33 Tabel 14 Jumlah dan persentase tingkat kepribadian pemimpin komunitas

waria di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 34 Tabel 15 Penilaian atas gaya kepemimpinan pemimpin komunitas waria

migran di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 34 Tabel 16 Jumlah dan persentase tingkat gaya kepemimpinan pemimpin

komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa

Jagalan, tahun 2014 35

Tabel 17 Penilaian atas produktivitas komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 36 Tabel 18 Jumlah dan persentase tingkat produktivitas komunitas waria

migran di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan, tahun 2014 37 Tabel 19 Penilaian atas peranan waria migran dalam pembangunan Desa

Jagalan, tahun 2014 38

Tabel 20 Jumlah dan persentase tingkat peranan waria migran dalam

pembangunan Desa Jagalan, tahun 2014 39

Tabel 21 Penilaian atas peranan waria migran dalam pembangunan desa

asal, tahun 2014 40

Tabel 22 Jumlah dan persentase tingkat peranan waria migran dalam

pembangunan desa asal, tahun 2014 40

Tabel 23 Pengujian hipotesis pengaruh tingkat kemampuan pemimpin terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran di

Pesantren Waria Al-Fatah 41

Tabel 24 Pengujian hipotesis pengaruh tingkat kepribadian pemimpin terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran di

Pesantren Waria Al-Fatah 44

Tabel 25 Pengujian hipotesis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran di Pesantren Waria

Al-Fatah 46

Tabel 26 Pengujian hipotesis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam

pembangunan Desa Jagalan 49

Tabel 27 Pengujian hipotesis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam

pembangunan desa asal 51

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berfikir 13

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Denah lokasi penelitian, Desa Jagalan, Kec Banguntapan, Kab

Bantul 57

Lampiran 2 Jadwal kegiatan penelitian 58

Lampiran 3 Kerangka percontohan responden 59

Lampiran 4 Catatan tematik 60

Lampiran 5 Dokumentasi penelitian 68

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Desa adalah kesatuan masyarakat yang saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan, kepentingan politik, sosial, ekonomi, keamanan, dan menetap dalam suatu wilayah (Nurcholis 2011). Masyarakat desa saling berinteraksi dalam menjalani aktivitas kehidupannya. Interaksi yang dilakukan secara konsisten akan membentuk suatu pola kehidupan dan menghasilkan gejala sosial berupa: norma, kelompok sosial, organisasi sosial, dan perubahan sosial (Soekanto 2009). Tidak semua individu diterima kehadirannya oleh masyarakat desa. Tingkah laku individu atau kelompok yang dinilai masyarakat menyimpang atau bertentangan dengan norma-norma (mengalami patologi sosial) dapat dijauhkan, didiskriminasi, bahkan diusir dari desa. Berbagai macam tingkah laku patologi sosial berupa perjudian, korupsi, kriminalitas, pelacuran, dan mental disorder (kekalutan jiwa, kekacauan serta gangguan mental). Salah satu individu atau kelompok yang dianggap mengalami mental disorder adalah waria (Kartono 2003). Akibatnya, banyak waria yang dijauhi, didiskriminasi, bahkan diusir dari desa.

Secara fisik waria berjenis kelamin laki-laki, namun secara tingkah laku, tutur kata, cara berpakaian, dan bersikap seperti wanita. Direktorat Jenderal Administrasi dan Kependudukan Kementerian Dalam Negeri mendata jumlah waria di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 400 ribu waria, pada tahun 2008 mencapai 600 ribu waria, dan pada tahun 2013 mencapai 7 juta waria (Kemendagri 2013). Mayoritas waria di Indonesia adalah waria migran, yaitu mereka yang berasal dari desa pindah ke kota. Hadirnya waria di kota karena mereka tidak diterima oleh keluarga di desa, dan menganggap peluang untuk mendapatkan pekerjaan di kota lebih besar. Padahal kenyataannya, di kota pun waria tetap sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, karena sektor formal sangat jarang memekerjakan waria (Rahmantyo 2013).

(13)

berinisiatif untuk memerbaiki kehidupan waria menjadi lebih produktif. Sosok tersebut diakui sebagai pemimpin komunitas waria Yogyakarta. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemimpin untuk meningkatkan produktivitas komunitas waria migran adalah mendirikan organisasi non-formal yaitu pesantren waria.

Pesantren Waria Al-Fatah adalah organisasi non-formal pemberdayaan komunitas waria migran yang didirikan pada tahun 2008 oleh salah satu waria di Yogyakarta yaitu Shinta Ratri. Pesantren Waria Al-Fatah terletak di Celenan RT 09, RW 02, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun kegiatan di pesantren ini selain untuk menyalurkan ilmu-ilmu Agama Islam juga untuk membangun kemandirian, mentalitas, kelestarian, keorganisasian, dan etika komunitas waria migran. Tujuan pesantren waria untuk meningkatkan produktivitas komunitas waria migran melalui selektivitas dalam memilih lapangan pekerjaan, memfasilitasi kehidupan waria dengan memberikan modal untuk membangun usaha kecil mandiri, dan berperan sebagai media agar para waria mendapatkan pengakuan eksistensi sebagai bagian dari masyarakat tanpa adanya sikap diskriminasi dan marjinalisasi. Produktivitas yang dicapai dapat berpengaruh terhadap peranan waria dalam pembangunan desa, baik desa tempat tinggal waria (Desa Jagalan) ataupun desa asal waria. Menurut UU No. 06 Tahun 2014 tentang Desa, pembangunan desa diartikan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pembangunan desa juga bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh pemimpin terhadap produktivitas komunitas waria migran dan peranan waria dalam pembangunan desa.

Masalah Penelitian

Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah? 2. Bagaimana pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran

terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan ? 3. Bagaimana pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran

terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan desa asal ? Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pengaruh tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah. 2. Menganalisis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran di

(14)

3. Menganalisis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan desa asal.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, hasil penelitian dapat menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Penelitian ini juga dapat menjadi salah satu sumber informasi serta referensi mengenai topik yang terkait.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat menambah pengetahuan mengenai kehidupan komunitas waria yang selama ini dipandang sebelah mata, dan menambah pengetahuan mengenai keanekaragaman kegiatan produktif untuk meningkatkan produktivitas komunitas waria, sehingga waria dapat lebih diterima dalam kehidupan masyarakat. 3. Bagi pemerintah, hasil penelitian dapat menjadi salah satu acuan untuk

membuat kegiatan usaha ekonomi bagi komunitas waria agar hidup mereka menjadi produktif, dan untuk acuan menyusun kebijakan mengenai HAM bagi komunitas waria agar mereka tidak didiskriminasi dan dimarjinalisasikan.

(15)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Waria dan Komunitasnya

Waria berasal dari penggabungan kata wanita dan pria, yaitu seorang pria tetapi seperti wanita (Mustikawati et al. 2013). Waria (wanita-pria) adalah laki-laki yang berbusana dan bertingkah laku menyerupai wanita (Abdullah dan Faidah 2013). Yuliani (2006) menjelaskan bahwa waria adalah individu transseksual, yaitu individu yang terlahir sebagai lelaki namun merasa dirinya perempuan dan

hidup layaknya perempuan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah

penduduk terbanyak di dunia, juga memiliki jumlah waria migran terbanyak, khususnya di perkotaan (Rahmantyo 2013). Waria migran adalah sebutan bagi waria yang melakukan migrasi. Migrasi yaitu aktivitas perpindahan dari tempat asal ketempat yang baru untuk mencari lingkungan hidup yang lebih baik. Pola migrasi yang terjadi pada waria karena peluang untuk mendapatkan pekerjaan di kota lebih besar, mengingat mayoritas waria yang tidak diterima oleh keluarganya di pedesaan sehingga memilih untuk mencari nafkah di kota (Rahmantyo 2013). Terdapat berbagai macam pandangan mengenai waria dalam kehidupan bermasyarakat. Mengutip tulisan Abdullah dan Faidah (2013) yang menjelaskan tentang waria dalam dua pandangan, berikut penjelasannya:

1. Pandangan agama, khususnya dalam Agama Islam, waria lebih tepat difahami sebagai seorang laki-laki yang memiliki kecenderungan seksual perempuan. Kondisi seperti ini dalam hadits dinamakan mukhannats, yaitu laki-laki yang menyerupai perempuan. Ibn Hajar membagi mukhannats kedalam dua bagian: Tercipta sejak dalam janin dan lelaki yang dengan sengaja memoles dirinya serta berperilaku seperti perempuan. Menurut Ibn Hajar, jenis pertama tidak terlaknat, tapi harus diupayakan agar waria tersebut dapat mengubah diri menjadi lelaki sejati. Jenis kedua hukumnya dosa dan terlaknat, maka waria pun harus mengubah diri menjadi lelaki.

2. Pandangan medis, waria disebabkan apabila dalam zygote terjadi kombinasi tanpa mengalami pembelahan kromosom, maka janin akan mengidap kelainan. Penyebab lainnya ketika janin berusia delapan minggu, janin tersebut kurang mendapatkan asupan testosteron ke otak. Akibatnya sekalipun berjenis kelamin laki-laki, maka secara kejiwaan termasuk orientasi seksualnya, adalah perempuan. Maka waria dapat dikatakan sebagai seorang laki-laki yang sejak dalam janin memiliki “kelainan” otak atau jiwa yang tidak memiliki hasrat seksual sedikitpun terhadap wanita.

Pada dasarnya waria memiliki HAM sebagaimana yang tercantum dalam UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bagian (a) yang menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

(16)

menciptakan suatu kesamaan tujuan dan terbentuklah komunitas waria migran. Terbentuknya komunitas waria migran agar mereka tidak merasa sendiri dan mampu melakukan aktivitas secara normal seperti masyarakat lainnya. Salah satu aktivitas yang dilakukan untuk bertahan hidup adalah bekerja. Abdullah dan Faidah (2013) menyebutkan bahwa umumnya para waria berprofesi di bidang-bidang yang biasanya dilakukan oleh wanita, seperti: salon, butik, dan bidang-bidang kesenian. Komunitas waria migran merupakan salah satu wujud dari realitas sosial yang terjadi. Mereka menjadi komunitas minoritas yang hidup di tengah tekanan sosial, dimana lahirnya perilaku waria tidak terlepas dari proses/dorongan dalam diri, bahwa fisik mereka tidak sesuai dengan kondisi psikis (Nurhidayati 2010). Hal ini juga dijelaskan oleh Yuliani (2006), bahwa dalam kehidupan masyarakat terdapat sekelompok manusia yang tersingkir atau sengaja dijauhi karena karakteristik fisik yang mereka miliki, salah satunya adalah komunitas waria.

Abdullah dan Faidah (2013), menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan seseorang menjadi waria, yaitu: Pertama, disebabkan oleh perlakuan dan pola asuh dari orangtua sejak kecil. Kebiasaan memakai busana dan bermain bersama anak perempuan menjadikan anak mengalami kebimbangan identitas. Kedua, kecenderungan psikis menyimpang dari fitrah tidak mendapat pantauan dari orangtua, sehingga anak mengembara mencari identitas dirinya sendiri. Ketiga, kekerasan seksual yang terjadi karena disodomi oleh saudara laki-laki menimbulkan gejolak kejiwaan. Hubungan seksual telah memengaruhi pola pikir dan kejiwaan untuk merubah diri menjadi waria.

Kondisi dan Permasalahan Komunitas Waria Migran

Menurut Abdullah dan Faidah (2013), dulunya waria cenderung tertutup, namun saat ini waria lebih terbuka mengenai identitas dirinya kepada masyarakat. Komunitas waria migran berusaha untuk hidup normal bersama masyarakat, agar waria mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun tak jarang masyarakat yang menganggap waria sebagai perusak moral masyarakat, penghancur kehidupan keluarga, ataupun manusia tanpa harga diri (Abdullah dan Faidah 2013). Kerap kali para waria dikonstruksi sebagai sampah masyarakat karena norma sosial tidak bisa menerima kehadiran waria. Komunitas waria migran yang merupakan salah satu contoh kaum transseksual, pada kenyataannya memang belum dapat diterima seutuhnya. Mereka masih dipandang sebelah mata, banyak diantara mereka yang mengalami diskriminasi atau penyingkiran dalam lingkungannya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Yuliani (2006) dalam tulisannya, bahwa kaum transseksual di bagian dunia manapun umumnya didiskriminasi dan tidak diakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, maupun budayanya oleh negara. Padahal sebenarnya mereka memiliki hak yang sama seperti manusia lainnya. Waria sering dipandang sebagai patologis, anomali, atau abnormal. Berbicara mengenai patologi, Kartono (2003) dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial menjelaskan bahwa patologi yaitu:

“...Semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas

(17)

Situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai mengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan orang

banyak...” (Kartono 2003:1).

Mengacu pada penjelasan mengenai patologi, waria yang dipandang sebagai patologis seharusnya dapat “disembuhkan” dengan adanya perbaikan-perbaikan

tingkah laku yang dianggap bertentangan atau melanggar kehendak masyarakat

pada umumnya, namun untuk melakukan perbaikan tentu sangat sulit bagi para waria. Sebagai masyarakat normal, seharusnya kita dapat saling menghargai kondisi yang terjadi pada diri komunitas waria migran. Karena pada kenyataannya mereka ingin jati dirinya diakui, mereka butuh pekerjaan untuk menopang hidupnya, butuh interaksi dengan masyarakat dalam aktivitas sosial, dan butuh pengakuan dari masing-masing budaya.

Komunitas waria migran kerap kali menjadi sebuah persoalan dengan berbagai kontradiksi di lingkungan masyarakat. Hal ini karena masyarakat pada umumnya hanya mengetahui dua identitas gender sebagai struktur psikologis dari dua jenis kelamin, yaitu maskulin bagi laki-laki, dan feminin bagi perempuan. Berbagai kontradiksi yang terjadi mengakibatkan waria sering dihadapi dengan kondisi konflik. Konflik yang terjadi tentu bersifat kompleksitas dan memiliki dinamika. Menurut Eliana dan Colonne (2005), konflik yang dihadapi komunitas waria terbagi menjadi dua, yaitu konflik dirinya dengan masyarakat (interpersonal) dan konflik dalam dirinya sendiri (intrapersonal). Waria juga dapat mengalami konflik psikologis. Hal ini dijelaskan oleh Nurhidayati (2010) bahwa konflik psikologis dapat mengakibatkan waria mempresentasikan perilaku yang jauh berbeda dengan laki-laki normal, tetapi tidak juga sebagai wanita normal. Perilaku berbeda inilah yang menjadi salah satu faktor adanya diskriminasi terhadap waria di kalangan masyarakat. Keberadaan mereka (komunitas waria) kerap kali dianggap sebagai masalah dalam hal dimensi sosial, kultural, dan keagamaan dalam sebuah masyarakat (Nurhidayati 2010).

Berbagai macam permasalahan yang dihadapi oleh komunitas waria migran untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya. Mustikawati et al. (2013) dalam tulisannya menjelaskan mengenai masalah pokok komunitas waria, sebagai berikut:

1. Masih banyaknya waria yang berprofesi sebagai PSK (Penjaja Seks Komersial), sehingga menimbulkan stigma dalam masyarakat.

2. Masih sering waria yang mengalami perlakuan kasar terutama dari pihak aparat (Satpol PP).

3. Masih sering terjadi diskriminasi terhadap waria dalam memperoleh lapangan pekerjaan.

Definisi Pemimpin

(18)

dan memotivasi bawahannya, serta sosok yang memiliki kepribadian tegas, berani, agresif, dan mengayomi. Apabila pemimpin memiliki kemampuan dan kepribadian tersebut, maka pengikut atau bawahan yang dipimpin akan menghormati dan patuh terhadap perintah serta tugas yang diberikan. Kemampuan dan kepribadian dapat dilihat dari cara pemimpin melakukan komunikasi baik langsung ataupun tidak langsung terhadap pengikutnya. Apabila komunikasi berjalan dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja pengikut/bawahan secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini diperkuat oleh Kiswanto (2010) yang menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh kemampuan, kepribadian, dan cara komunikasi pemimpin. Pada kehidupan sosial, terdapat berbagai macam kelompok, komunitas, ataupun perusahaan yang masing-masing memiliki pemimpin. Satiawan dan Sutanto (2000) menjelaskan bahwa seorang pemimpin perusahaan merupakan sosok yang seharusnya dapat memberikan kepuasaan kepada para pekerjanya untuk memperoleh tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.

Berlandaskan berbagai literatur, maka dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah sosok yang mampu memengaruhi orang lain atau pengikutnya, dengan kemampuan, kepribadian, dan cara komunikasi yang ia miliki. Kemampuan pemimpin berupa membimbing, mengelola, memerintah, dan memotivasi pengikutnya. Kepribadian pemimpin berupa tegas, berani, agresif, dan ayom (mengayomi). Cara komunikasi pemimpin berupa komunikasi langsung dan tidak langsung yang berjalan dengan baik.

Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan menjadi faktor penting dalam organisasi ataupun perusahaan. Wahjosumidjo (1987) menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif akan menghasilkan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan produktif, serta memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam bekerja bagi seluruh pegawainya, sehingga akan meningkatkan produktivitas dari perusahaan atau organisasi tersebut. Pemimpin memiliki gaya kepemimpinan tersendiri yang digunakan untuk memengaruhi perilaku pengikut atau bawahan agar tujuan yang dikehendaki tercapai. Wahjosumidjo (1987) menjelaskan teori Likert bahwa terdapat empat gaya kepemimpinan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, berikut penjelasannya:

1. Gaya kepemimpinan direktif: Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggungjawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahan untuk melaksanakannya. Pemimpin menentukan semua standar bawahan dalam menjalankan tugas. Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan. Hubungan dengan bawahan rendah, tidak memberikan motivasi kepada bawahan untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahan.

(19)

dengan para bawahan. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan. Hubungan dengan bawahan baik.

3. Gaya kepemimpinan partisipatif: Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan serta saling mempercayai. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

4. Gaya kepemimpinan delegatif: Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan, selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan bawahan. Bawahan mempunyai hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan rendah.

Pemimpin tidak selalu menerapkan satu gaya kepemimpinan dalam menghadapi bawahannya. Perpaduan keempat gaya kepemimpinan dapat digunakan sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi supaya motivasi karyawan tetap terjaga dengan baik saat bekerja. Satiawan dan Sutanto (2000) juga menjelaskan mengenai gaya kepemimpinan yang dikembangkan oleh Rensis Likert, sebagai berikut:

1. Otoritatif dan eksploitif: Semua keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dan memerintah para bawahan dilakukan oleh pemimpin. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin.

2. Otoritatif dan benevolent: Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas dan prosedur yang telah ditetapkan.

3. Konsultatif: Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan mengenai pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.

4. Partisipatif: Sistem yang paling ideal, tujuan dan keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Pemimpin secara formal membuat keputusan, dimana keputusan tersebut merupakan pertimbangan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Pemimpin tidak hanya memberikan penghargaan tetapi juga memberikan hal yang dibutuhkan dan penting bagi karyawannya.

(20)

ini menggunakan konsep Wahjosumidjo (1987) yaitu: gaya kepemimpinan direktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif. Gaya kepemimpinan digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur variabel tingkat kepemimpinan. Produktivitas

Pada suatu organisasi, produktivitas adalah hasil dari anggota organisasi berupa barang atau jasa. Kamuli (2012) dalam tulisannya menjelaskan bahwa produktivitas selalu diarahkan dalam hal melakukan atau memanfaatkan sesuatu agar mencerminkan prinsip efektivitas dan efisiensi. Efisiensi apabila yang dilakukan mempertimbangkan aspek biaya, sarana prasarana, sumber daya (manusia dan material), dan waktu sehemat mungkin. Efektif bila pemanfaatan berbagai aspek tersebut tepat sasaran atau mencapai tujuan yang diinginkan. Artinya, produktivitas merupakan pendayagunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien, ketepatan atau kesesuaian penggunaan metode, atau cara kerja dibandingkan dengan alat dan waktu yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Produktivitas adalah penilaian secara sistematis terhadap individu atau kelompok yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan dalam suatu pekerjaan/kegiatan (Almigo 2004).

Produktivitas kerap kali mengalami penurunan karena adanya permasalahan dalam bekerja. Permasalahan produktivitas merupakan suatu indikasi bahwa peranan kepemimpinan dan manajemen sebagai pengelola sumber daya manusia diperlukan (Almigo 2004). Permasalahan yang kerap terjadi yaitu pemimpin terkadang memberikan penilaian kerja yang sering mengikuti unsur subyektivitas. Hal ini akan berdampak pada buruknya pengelolaan sumber daya manusia, akibatnya suatu organisasi akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas menurun. Hal yang terlebih penting perlu diperhatikan adalah produktivitas sumber daya manusia. Menurut Kamuli (2012), produktivitas sumber daya manusia dapat dilihat dari berbagai perolehan, berikut penjelasannya:

1. Pendapatan yaitu hasil kinerja setelah seseorang menyelesaikan pekerjaannya. Macam-macam pendapatan antara lain adalah uang, barang, pujian, atau kepuasan.

2. Pendidikan yaitu kemampuan seseorang dalam melaksanakan pendidikan formal ataupun non-formal. Pendidikan formal berupa SD, SMP, SMA, D3, S1, dst. Pendidikan non formal berupa pesantren atau kursus/pelatihan.

3. Kesehatan yaitu kemampuan seseorang memelihara dirinya sedini mungkin dari serangan penyakit-penyakit, dan kemampuan hidup bersih dengan menjaga lingkungan, serta hidup sehat dengan menjaga pola makan.

4. Kebutuhan hidup pokok yaitu kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang penting dimiliki setiap manusia berupa sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah/tempat tinggal), dan pengakuan dari masyarakat.

(21)

kemampuannya dalam memeroleh pendapatan, melaksanakan pendidikan, memelihara kesehatan, dan memenuhi kebutuhan hidup pokok.

Kegiatan Produktif Komunitas Waria Migran

Kegiatan produktif adalah segala aktivitas yang dapat meningkatkan produktivitas sumber daya manusia, dalam hal ini adalah komunitas waria migran. Mengutip tulisan Kamuli (2012) bahwa produktivitas sumber daya manusia dapat dilihat dari perolehan pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan hidup pokok. Beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan produktivitas adalah bekerja, melaksanakan pendidikan, sosialisasi dengan masyarakat, memerhatikan lingkungan tempat tinggal, dan hidup bersih. Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut diatas, kegiatan yang dianggap paling mampu meningkatkan produktivitas adalah bekerja. Permasalahan yang dihadapi waria salah satunya adalah sulit mendapat pekerjaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Mustikawati et al. (2013) yang mengatakan bahwa sebagian besar perusahaan formal ataupun masyarakat yang memiliki usaha tidak mau memberikan pekerjaan kepada waria, penolakan ini menimbulkan masalah sosial di kalangan mereka.

Sulitnya waria mendapatkan pekerjaan menjadi fokus untuk melakukan kegiatan produktif bagi komunitas waria migran, berikut penjelasannya:

1. Menurut Mustikawati et al. (2013), kegiatan pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat melalui life skill education bagi komunitas waria migran.

Pemberdayaan ini dilakukan agar waria memiliki: 1. Keterampilan dan jiwa

kewirausahaan sehingga mampu mengembangkan diri dan berkarya untuk mendapatkan tambahan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya; 2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap kemandirian dalam berwirausaha sesuai dengan kebutuhan pasar; 3. Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi dalam menjalankan kegiatan kewirausahaan. Pemberdayaan ekonomi melalui life skill education layak dilakukan sebagai usaha bagi komunitas waria migran. Kegiatan ini dapat dikatakan sebagai salah satu kegiatan produktif bagi komunitas waria migran. Seiring berjalannya kegiatan pemberdayaan ekonomi ini, mulai terlihat bahwa wirausaha yang banyak digemari oleh waria adalah tata boga dan tata rias. Pemberdayaan ekonomi komunitas waria melalui life skill education berpengaruh positif terhadap peningkatan semangat kewirausahaan dan peningkatan kemampuan/ keterampilan waria. Kegiatan pemberdayaan seperti ini mampu membantu komunitas waria mendapatkan sumber penghasilan yang halal dengan berwirausaha, walaupun usaha yang dilakukan memerlukan proses yang cukup lama dengan hasil yang tidak terlalu tinggi, setidaknya dengan kegiatan ini komunitas waria mendapatkan langkah awal dalam memerbaiki pekerjaannya.

(22)

3. Menurut Abdullah dan Faidah (2013), kegiatan bakti sosial bagi komunitas waria migran seperti santunan anak yatim piatu, sumbangan bagi korban bencana, dan kegiatan gotong royong bersama masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis pustaka yang dilakukan, kegiatan produktif bagi komunitas waria migran terdiri atas: pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat melalui life skill education, kegiatan keagamaan dan kegiatan bakti sosial.

Pembangunan Desa

Menurut UU No. 06 Tahun 2014 tentang Desa, pembangunan desa diartikan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pembangunan desa juga bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan melalui:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar

2. Pembangunan sarana dan prasarana desa 3. Pengembangan potensi ekonomi lokal

4. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Pembangunan desa di Indonesia, sebagaimana yang disampaikan Aenilah et al. (2013), awalnya menggunakan istilah pembangunan masyarakat yang diartikan sebagai suatu proses dan metode program kelembagaan dan gerakan yang mencakup mengikutsertakan masyarakat sebagai basis dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi bersama, mendidik dan melatih masyarakat dalam proses demokrasi untuk mengatasi masalah secara bersama, dan mengaktifkan kelembagaan serta menyediakan fasilitas untuk transfer teknologi pada masyarakat.

Pembangunan desa dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pembangunan desa mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial (UU No. 06 Tahun 2014). Perencanaan program atau kegiatan guna pembangunan desa mengikutsertakan masyarakat desa, dalam hal ini masyarakat yang dilibatkan adalah masyarakat Desa Jagalan. Penyusunan perencanaan program atau kegiatan ini disusun dengan adanya musyawarah antar pemerintah desa dengan masyarakat. Musyawarah dilaksanakan untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumberdaya lokal yang tersedia, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi, dan peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat desa berdasarkan kebutuhan masyarakat desa (UU No. 06 Tahun 2014). Keseluruhan pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan seluruh masyarakat desa dengan semangat gotongroyong.

(23)

Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah individu, kelompok, lembaga kesejahteraan sosial, dan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial adalah dengan adanya pemberdayaan sosial. Pemberdayaan sosial merupakan semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (UU No.11 Tahun 2009).

UU No. 11 Tahun 2009 pada pasal 12 menjelaskan bahwa pemberdayaan sosial dimaksudkan untuk memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pemberdayaan sosial dapat dilakukan melalui: peningkatan kemauan dan kemampuan; penggalian potensi dan sumber daya; penggalian nilai-nilai dasar; pemberian akses; dan pemberian bantuan usaha. Pemberdayaan sosial dilakukan dalam bentuk: diagnosis dan pemberian motivasi; pelatihan keterampilan; pendampingan; pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha; peningkatan akses pemasaran hasil usaha; supervisi dan advokasi sosial; penguatan keserasian sosial; penataan lingkungan; dan bimbingan lanjut.

Kesejahteraan sosial juga membahas mengenai penanggulangan kemiskinan. Pada UU No 11. Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Bab IV dijelaskan bahwa penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk: meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha masyarakat miskin; memperkuat peran masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar; mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan; dan memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan.

(24)

Kerangka Pemikiran

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi pengaruh tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah; (2) menganalisis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan; dan (3) menganalisis pengaruh tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan desa asal. Menurut Soekanto (2009) pemimpin adalah seseorang yang mampu memengaruhi pengikutnya untuk bertingkah laku sesuai kehendak pemimpin. Untuk itu, peran pemimpin sangat penting dalam meningkatkan produktivitas komunitas waria migran. Peran pemimpin dalam penelitian ini dilihat dari tingkat kepemimpinan yang diukur dari tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan.

Tingkat kepemimpinan memengaruhi tingkat produktivitas komunitas waria migran. Tingkat produktivitas diukur dari perolehan pendapatan, pemenuhan kebutuhan hidup pokok, pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan pendidikan (Kamuli 2012). Tingkat produktivitas didukung oleh berbagai jenis kegiatan produktif yang diukur secara kualitatif. Kegiatan tersebut mencakup pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat melalui life skill education (Mustikawati et al. 2013), kegiatan keagamaan dan kegiatan bakti sosial (Abdullah dan Faidah 2013).

(25)

Hipotesis

1. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran.

2. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan. 3. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat produktivitas komunitas waria

migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan desa asal. Definisi Operasional

Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sosial yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional, atau sebagian unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu dari variabel (Singarimbun dan Effendi 2008).

Tingkat Kepemimpinan

Menurut Soekanto (2009) pemimpin adalah sosok yang mampu memengaruhi orang lain atau pengikutnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kehendaknya (Soekanto 2009). Tingkat kepemimpinan diukur melalui tiga hal, yaitu: tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan.

Definisi terkait variabel tersebut diantaranya:

1. Tingkat kemampuan (X1) adalah salah satu hal yang penting dimiliki oleh

seorang pemimpin dalam memengaruhi bawahan atau pengikutnya. Hal ini dilihat dari kemampuan pemimpin dalam membimbing, mengelola, memerintah, dan memotivasi komunitas atau organisasi yang ia pimpin (Kiswanto 2010). Jumlah pertanyaan terdiri dari 12 pertanyaan tertutup, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Sangat Setuju (SS) = skor 4 Setuju (S) = skor 3 Kurang Setuju (KS) = skor 2 Tidak Setuju (TS) = skor 1

Penggolongan ini dilakukan dengan skala ordinal sesuai dengan hasil di lapangan, dengan kategori:

a. Tingkat kemampuan kurang baik: skor < 35 b. Tingkat kemampuan cukup: skor 35-39 c. Tingkat kemampuan baik: skor >39

2. Tingkat kepribadian (X2) adalah salah satu hal yang penting dimiliki oleh

seorang pemimpin dalam memimpin bawahan atau pengikutnya. Hal ini dilihat dari kepribadian pemimpin yang mencakup tegas, berani, agresif, dan ayom (mengayomi) (Kiswanto 2010). Jumlah pertanyaan terdiri dari 12 pertanyaan tertutup, sebagai keterangan dengan penilaian berikut: Sangat Setuju (SS) = skor 4

(26)

Penggolongan ini dilakukan dengan skala ordinal sesuai dengan hasil di lapangan, dengan kategori:

a. Tingkat kepribadian kurang baik: skor < 36 b. Tingkat kepribadian cukup: skor 36-40 c. Tingkat kepribadian baik: skor > 40

3. Gaya kepemimpinan (X3) adalah cara yang digunakan oleh pemimpin

untuk menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah terbagi menjadi empat yaitu direktif, delegatif, konsultatif, dan partisipatif (Wahjosumidjo 1987). Jumlah pertanyaan terdiri dari 12 pertanyaan tertutup, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

Sangat Setuju (SS) = skor 4 Setuju (S) = skor 3 Kurang Setuju (KS) = skor 2 Tidak Setuju (TS) = skor 1

Penggolongan ini dilakukan dengan skala ordinal sesuai dengan hasil di lapangan, dengan kategori:

a. Gaya kepemimpinan kurang baik: skor < 31 b. Gaya kepemimpinan cukup: skor 31-34 c. Gaya kepemimpinan baik: skor > 34

Tingkat Produktivitas Komunitas Waria Migran (Variabel Y1)

Produktivitas adalah hasil kerja komunitas waria migran dengan menggunakan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan. Tingkat produktivitas komunitas waria migran diukur melalui empat hal, yaitu: pendapatan, pemenuhan kebutuhan hidup pokok, pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan pendidikan (Kamuli 2012). Akumulasi skor akan dibagi secara ordinal dalam tiga kategori yakni:

a. Tingkat produktivitas komunitas waria migran rendah: skor < 9 b. Tingkat produktivitas komunitas waria migran sedang: skor 9-10 c. Tingkat produktivitas komunitas waria migran tinggi: skor > 10 Definisi terkait variabel tersebut diantaranya:

1. Pendapatan adalah hasil kinerja waria setelah waria menyelesaikan pekerjaan. Pendapatan berupa pujian, barang, uang, dan kepuasan. Pertanyaan berupa pertanyaan tertutup yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

a. Pendapatan 1 jenis: rendah (skor 1) b. Pendapatan 1-2 jenis: sedang (skor 2) c. Pendapatan > 2 jenis: tinggi (skor 3)

2. Pemenuhan kebutuhan hidup pokok adalah kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang penting dimiliki setiap manusia. Hal ini dilihat dari pemenuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal), dan pengakuan dari masyarakat. Pertanyaan berupa pertanyaan tertutup yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

(27)

3. Pemeliharaan kesehatan adalah kemampuan memelihara kesehatan sedini mungkin dari penyakit-penyakit, kemampuan hidup sehat dan bersih. Pertanyaan berupa pertanyaan semi terbuka yang diukur dengan skala ordinal sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

a. Penyakit > 2 pemeliharaan kesehatan: rendah (skor 1) b. Penyakit > 1 pemeliharaan kesehatan: sedang (skor 2) c. Penyakit 1-0 pemeliharaan kesehatan: tinggi (skor 3)

4. Peningkatan pendidikan adalah kemampuan individu dalam meningkatkan pendidikan formal ataupun non-formal. Hal ini mencakup: Pendidikan formal, pendidikan non-formal (pesantren), dan pendidikan ekonomi mandiri. Pertanyaan berupa pertanyaan tertutup yang diukur dengan skala ordinal sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

a. Pendidikan 1 jenis: rendah (skor 1) b. Pendidikan 2 jenis: sedang (skor 2) c. Pendidikan 3 jenis: tinggi (skor 3)

Tingkat Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa (Variabel Y2)

Pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya mencapai kesejahteraan masyarakat desa. Tingkat peranan waria dalam pembangunan desa diukur melalui empat hal, yaitu: pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga, pembangunan sarana dan prasarana desa, mengembangkan potensi ekonomi lokal, dan memanfaatkan sumber daya lokal berkelanjutan (UU No. 06 Tahun 2014). Penelitian ini mengukur tingkat peranan waria dalam pembangunan desa pada Desa Jagalan dan desa asal waria. Jumlah pertanyaan terdiri dari 26 pertanyaan tertutup yang terbagi menjadi 13 pertanyaan untuk tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan, dan 13 pertanyaan untuk tingkat peranan waria dalam pembangunan desa asal waria. Semua pertanyaan diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut:

a. Ya = skor 2 b. Tidak = skor 1

Pengukuran akan dilakukan dengan skor dan dibagi secara ordinal dalam tiga kategori yaitu:

1. Tingkat Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa Jagalan (Y2.1)

a. Tingkat peranan waria rendah: skor < 18 b. Tingkat peranan waria sedang: skor 18-20 c. Tingkat peranan waria tinggi: skor > 20

2. Tingkat Peranan Waria Dalam Pembangunan Desa Asal (Y2.2)

(28)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap produktivitas komunitas waria migran dan peranan waria dalam pembangunan desa ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang diperoleh dari responden, sedangkan data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan responden dan informan (Singarimbun dan Effendi 2008).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pesantren Waria Al-Fatah sudah didirikan sejak tahun 2008 di Celenan RT 09, RW 02, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Jagalan termasuk dalam wilayah pedesaan yang terletak di pinggiran Kota Yogyakarta. Desa Jagalan memiliki jumlah waria migran yang cukup tinggi dibandingkan dengan pedesaan lainnya. Desa Jagalan dipilih secara purposive (sengaja) sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut (Lampiran 1).

Penelitian dilaksanakan dalam waktu 6 bulan, terhitung mulai bulan Januari sampai dengan Juni 2015. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi (Lampiran 2).

Teknik Penentuan Informan dan Responden

Populasi penelitian ini yaitu komunitas waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah yang menerima pengaruh pemimpin waria dalam menjalani kegiatan produktif sehingga mencapai produktivitas. Komunitas waria migran adalah para waria yang berasal dari desa, mengadu nasib di kota untuk bertahan hidup, dan hidup di Pesantren Waria Al-Fatah. Pemilihan responden, diawali dengan membuat kerangka percontohan (sampling frame) dari seluruh populasi yang homogen, kemudian pengambilan sampel dilakukan secara acak (simple random sampling) (Lampiran 3). Unit analisis penelitian adalah individu yaitu waria migran di Pesantren Waria Al-Fatah dengan jumlah 30 responden. Informan adalah orang yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data disekitar lingkungannya terkait dengan penelitian ini yaitu pengurus dan pengajar Pesantren Waria Al-Fatah, serta Aparat Desa Jagalan.

Teknik Pengumpulan Data

(29)

juga menggunakan observasi (pengamatan langsung) yang dilakukan oleh peneliti di Pesantren Waria Al-Fatah, Desa Jagalan.

Selain itu dilakukan wawancara mendalam dengan pengurus dan pengajar Pesantren Waria Al-Fatah, serta aparat Desa Jagalan (Lampiran 5). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen pihak-pihak terkait dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan internet.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif (kuesioner) diolah dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007, SmartPLS 2.0, dan SPSS (StatisticalPackage for the Social Sciences) for windows 21.0. Aplikasi Microsoft Excel 2007 digunakan untuk mengumpulkan seluruh data kuesioner, pengkodean data, dan pembuatan tabel frekuensi.

SmartPLS 2.0 digunakan untuk uji statistik yaitu uji T dan path analysis. Uji T dilakukan untuk mengetahui/menghitung pengaruh antar variabel dan pengaruh indikator terhadap variabel. Path analysis digunakan untuk menganalisis pengaruh antar variabel dan pengaruh indikator dalam variabel yang telah dihitung melalui uji T. Hasil pengolahan data dan analisis data tersebut selanjutnya dianalisis lebih dalam dengan mengacu kepada sejumlah pendekatan dan teori yang dirujuk dalam kerangka pemikiran. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian kuantitatif. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. SPSS for windows 21.0 digunakan untuk mengubah data kuesioner menjadi data ordinal dan pengujian reliabilitas dari seluruh pertanyaan kuesioner. Hasil uji reliabilitas dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1 Uji reliabilitas kuesioner dengan SPSS 21.0

Cronbach's Alpha N of Items

.896 85

Menurut Sugiyono (2012) reliabilitas adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Pengujian terhadap tingkat reliabilitas/keandalan dimaksudkan untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan dalam penelitian mampu memberikan data yang dapat dipercaya atau tidak.

(30)

Analisis Data Dengan Software SmartPLS 2.0

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil uji pengaruh antar varibel penelitian. Terdapat lima hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, yaitu:

1. H1: Terdapat pengaruh antara tingkat kemampuan terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran.

2. H2: Terdapat pengaruh antara tingkat kepribadian terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran.

3. H3: Terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap tingkat produktivitas komunitas waria migran.

4. H4: Terdapat pengaruh antara tingkat produktivitas komunitas waria migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan Desa Jagalan. 5. H5: Terdapat pengaruh antara tingkat produktivitas komunitas waria

migran terhadap tingkat peranan waria dalam pembangunan desa asal waria.

Semua hipotesis akan diuji menggunakan uji T-Statistik dan Path analysis. Seluruh data yang diuji pengaruh merupakan data dengan skala ordinal. Pengujian pengaruh indikator terhadap variabel, dan pengaruh antar variabel didukung oleh software SmartPLS 2.0. Adapun ketentuan hipotesis diterima apabila nilai Statistik lebih besar dari nilai Tabel Z yaitu 1.96, sebaliknya jika nilai T-Statistik yang didapat lebih kecil dari nilai T-Tabel Z yaitu 1.96, maka hipotesis ditolak. Nilai T-Tabel Z untuk 30 responden diperoleh dari Tabel Z statistika yang telah ditentukan yaitu 1.96. Penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi α 0.05, yang artinya tingkat kesalahan pada penelitian ini sebesar 5%, dan tingkat kebenarannya 95%.

Evaluasi Model Pengukuran atau Outer Model

Menurut Chin (1998), evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas pada masing-masing variabel. Pengujian dikatakan valid (absah) jika indikator memiliki nilai loading ≥ 0.5. Artinya jika salah satu indikator memiliki nilai loading <0.5, maka indikator tersebut harus dibuang (drop) karena akan mengindikasikan indikator tidak cukup baik untuk mengukur variabel secara tepat. Berikut adalah hasil output SEM diagram jalur persamaan struktural dengan menggunakan software SmartPLS.

Tabel 2 Nilai loading factor indikator setiap variabel

Variabel Laten Indikator Outer Loadings

Tingkat Kemampuan Memotivasi 0.927 Mengelola 0.785 Tingkat Kepribadian Berani 0.714

Agresif 0.689

Mengayomi 0.703

Gaya Kepemimpinan Partisipatif 0.870 Tingkat Produktivitas Kebutuhan Pokok 0.717

Kesehatan 0.871

(31)

Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut diats memiliki nilai loading ≥ 0.5. Indikator yang memiliki nilai loading < 0.5 telah di buang (drop). Artinya indikator dalam tabel 2 dapat dijadikan sebagai alat ukur yang cukup baik dan dapat menjelaskan variabel secara tepat.

Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2012) validitas adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam output SEM yang menggunakan software SmartPLS 2.0, pengujian validitas dilakukan dengan melihat nilai loading dan melihat nilai T-Statistik dari indikator-indikator yang menjelaskan variabel. Jika nilai loading ≥ 0.5 dan nilai Statistik > T-Tabel yaitu 1.96, maka indikator tersebut memiliki validitas yang baik, dan dapat memengaruhi variabel dengan baik. Berikut adalah hasil output SEM untuk pengujian validitas pada masing-masing indikator dengan menggunakan software SmartPLS:

Tabel 3 Pengujian validitas setiap indikator dengan t-statistik

Variabel Indikator Outer

Kepemimpinan Partisipatif 0.870 0.05 12.87

Valid &

Keterangan: jika T-Statistik > T -Tabel (1.96) maka Valid dan Significant

(32)

Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2012) reliabitas adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Pengujian terhadap tingkat reliabilitas/keandalan dimaksudkan untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan dalam penelitian mampu memberikan data yang dapat dipercaya.

Dalam output SEM yang menggunakan sofware SmartPLS 2.0, menguji reliabitas dapat menggunakan tiga cara, yaitu dengan melihat nilai AVE (Average Variance Extracted), Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability.

1. AVE (Average Variance Extracted) adalah rata-rata dari keseluruhan pertanyaan yang ada di kuesioner. Variabel dikatakan reliabilitas bila nilai AVE nya >0.5.

2. Cronbach’s Alpha adalah tingkat konsistensi jawaban responden dalam satu variabel. Variabel dikatakan reliabilitas bila nilai Cronbach’s Alpha nya >0.6.

3. Composite Reliability adalah hasil gabungan dari seluruh pertanyaan kuesioner. Variabel dikatakan reliabilitas bila nilai Composite Reliability nya >0.7.

Hasil pengujian reliabitas pada masing-masing variabel dengan menggunakan software SmartPLS dijelaskan pada tabel 4.

Tabel 4 Pengujian reliabilitas variabel berdasarkan nilai AVE, Composite Reliability, dan

Cronbachs Alpha

Variabel AVE Composite

Reliability

Cronbachs Alpha

Tingkat Kemampuan 0.75 0.88 0.81 Tingkat Kepribadian 0.63 0.79 0.84 Gaya Kepemimpinan 0.67 0.80 0.82 Tingkat Produktivitas 0.53 0.71 0.86 TPP Desa Jagalan 0.55 0.77 0.82 TPP Desa Asal 0.73 0.84 0.64

(33)

PROFIL DESA JAGALAN

Dalam bab ini dipaparkan mengenai profil Desa Jagalan yang dibagi menjadi dua sub bab. Sub bab pertama tentang kondisi geografis, sub bab kedua tentang kondisi ekonomi dan pendidikan.

Karakteristik Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Jagalan. Desa Jagalan merupakan salah satu dari 8 desa yang terdapat di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Jagalan berada di topografi dataran rendah (Data Monografi Desa Jagalan 2014).

Desa Jagalan adalah desa yang mudah diakses. Jarak Desa Jagalan sekitar 1.5 Km dari pusat pemerintahan kecamatan, 15 Km dari ibukota kabupaten/ kotamadya daerah tingkat II, 7 Km dari ibukota provinsi, dan 400 Km dari ibukota negara. Batas wilayah Desa Jagalan yaitu sebelah utara adalah Kelurahan Prenggan/ Kecamatan Kotageda, sebelah selatan adalah Kelurahan Singosaren/ Kecamatan Banguntapan, sebelah barat adalah Kelurahan Giwangan/ Kecamatan Umbulharjo, dan sebelah timur adalah Kelurahan Purbayan/ Kecamatan Kotagede.

Desa Jagalan berada di pinggiran kota Yogyakarta. Luas lahannya adalah 268 218 Ha. Luas tanah tersebut memiliki status pertanahan sertifikat hak milik 568 Ha, tanah bersertifikat 379 Ha, tanah bersertifikat melalui PRONA 201 Ha, dan tanah yang belum bersertifikat 85 Ha. Sisa tanah yang lain tidak diketahui status pertanahannya. Tabel 5 menjelaskan peruntukan/ penggunaan tanah di Desa Jagalan.

Tabel 5 Luas lahan dan persentase peruntukan atau penggunaan tanah di Desa Jagalan, tahun 2014

1 Pemukiman/Perumahan 229 030.00 85.39

2 Jalan 2 070.00 0.77 Sumber: Data Monografi Desa Jagalan Tahun 2014

Kehidupan Desa Jagalan sudah terdedah dengan kehidupan perkotaan. Hal ini terbukti dari lahan pertanian yang terbatas, sehingga Desa Jagalan dapat digolongkan sebagai desa kota. Peruntukkan lahan terluas yaitu sebesar 85.39% atau 229 030 Ha digunakan untuk pemukiman atau perumahan (Tabel 5).

(34)

Terdapat jalan utama dan jalan gang kecil di Desa Jagalan. Seluas 2 070 Ha lahan yang digunakan sebagai jalan. Desa jagalan tidak memiliki perkantoran yang banyak. Hanya 6.36 Ha lahan yang digunakan sebagai perkantoran kelurahan yang mencakup kantor BPD (Badan Permusyawaratan Desa), Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) dan Karang Taruna. Desa Jagalan juga memiliki lahan seluas 35 227 Ha lahan digunakan untuk berbagai fungsi antara lain pasar, rumah makan, puskesmas, toko sembako, dan sebagainya.

Karakteristik Ekonomi dan Pendidikan

Jumlah penduduk Desa Jagalan menurut data yang tercantum sampai pada bulan Juli 2014 adalah 3 436 jiwa dengan 1 731 penduduk laki-laki dan 1 705 penduduk perempuan, serta 868 kepala keluarga (Pemerintahan Desa Jagalan 2014). Komunitas waria yang menjadi responden tercatat sebagai penduduk laki-laki. Penduduk Desa Jagalan memiliki beragam mata pencaharian yaitu pedagang kerajianan perak, pedagang makanan, sembako, PNS, dan ABRI. Tabel 6 menunjukkan tenaga kerja di Desa Jagalan terdiri dari enam kelompok menurut usianya.

Tabel 6 Jumlah dan persentase tenaga kerja menurut kelompok usia di Desa Jagalan, tahun 2014 Sumber: Data Monografi Desa Jagalan Tahun 2014

Kelompok tenaga kerja masyarakat Desa Jagalan mayoritas berada pada kelompok muda yang berusia 10-26 tahun (Tabel 6). Mereka adalah pemuda-pemudi yang berprofesi sebagai penjaga toko dan pedagang hasil kerajinan perak penduduk Desa Jagalan. Penghasilan dari bekerja sebagai pedagang kerajinan perak jika dipukul rata akan memeroleh Rp 30 000 dalam satu hari.

“..ya kadang dapet kadang enggak mba, kalau lagi banyak wisatawan yang

dateng atau menjelang hari raya besar biasanya bisa sampe dapet Rp 50 000 sehari. Tapi biasanya sehari-hari ya cuma dapet Rp 30 000 aja. Kalau lagi hari-hari biasanya sih sepi mba. Soalnya penduduk sini jarang yang beli, orang kota juga jarang kalo hari biasa, sekalinya ada pembeli nawarnya bisa

sampe setengah harga. Yo gak dapet untung tho mba..” (Tanti, Penduduk

Desa Jagalan)

(35)

SMP/SMA. Adapun masyarakat yang menempuh pendidikan sampai ke jenjang sarjana, mayoritas lebih memilih untuk keluar dari Desa Jagalan. Berikut penjelasannya berdasarkan data lulusan pendidikan masyarakat Desa Jagalan.

Tabel 7 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jagalan, tahun 2014

No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Taman Kanak-kanak 109 5.4 2 Sekolah Dasar 502 25.1

3 SMP/SLTP 669 33.4

4 SMA/SLTA 567 28.3

5 Diploma (D1-D3) 74 3.7 6 Sarjana (S1-S3) 81 4.0

Jumlah 2 002 100.0

Sumber: Data Monografi Desa Jagalan 2014

Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa masyarakat Desa Jagalan didominasi oleh lulusan SMP/SLTP yaitu sebesar 33.4%. Sebagian besar lebih memilih untuk langsung bekerja daripada melanjutkan pendidikan. Lulusan pendidikan pasca SMP/SLTP (SMA/SLTA-Sarjana) memiliki persentase yang tidak jauh berbeda dibandingkan lulusan SMP/SLTP yaitu sebesar 36%. Rendahnya persentase ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tingginya biaya pendidikan yang sangat dirasakan oleh para orangtua. Hal ini karena pendapatan mereka yang belum terbilang tinggi. Mayoritas masyarakat Desa Jagalan memiliki pekerjaan sebagai wirausaha. Mereka mendirikan usaha seperti usaha kerajinan perak, usaha rumah makan (angkringan) dan usaha sembako. Pemasukan yang mereka dapatkan dari usaha tersebut tidak tetap setiap harinya (fluktuatif), untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka terkadang masih mengalami kesulitan. Oleh karena itu, sedikit diantara mereka yang melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang pasca SMP/SLTP.

Jarak sekolah yang cukup jauh dari tempat tinggal masyarakat juga merupakan salah satu faktor rendahnya pendidikan masyarakat Desa Jagalan. Sekolah yang ada di Desa Jagalan hanyalah SD dan SMP/SLTP, sedangkan untuk SMA/SLTA dan perguruan tinggi negeri/swasta berada di luar Desa Jagalan. Jauhnya perjalanan tersebut mengakibatkan sedikit masyarakat yang mau dan mampu menempuhnya.

Pengetahuan yang masih terbatas merupakan salah satu faktor yang memengaruhi banyaknya orangtua yang berfikir bahwa anak-anaknya lebih baik bekerja daripada melanjutkan pendidikan. Mereka menyatakan bahwa tingginya pendidikan tidak menjamin seseorang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Mayoritas orangtua memerintahkan anaknya untuk bekerja daripada sekolah agar menghasilkan pendapatan yang mampu memerbaiki kehidupan ekonomi.

“orang disini, udah bisa lulus SMP/SMA aja udah syukur mba, jadi kalo

Gambar

Tabel 1 Uji reliabilitas kuesioner dengan SPSS 21.0
Gambar 1 Kerangka berfikir
Tabel 2 Nilai loading factor indikator setiap variabel
Tabel 3 Pengujian validitas setiap indikator dengan t-statistik
+7

Referensi

Dokumen terkait

MASYARAKAT, APA YANG BISA KITA LAKUKAN DALAM UPAYA MENCEGAH DAN. MENYELAMATKAN PENGGUNA

A test is said to have content validity if its content constitutes a representative sample of the language skills, structure, etc. with which it is.. meant to be concerned. It

Berdasarkan analisa teknikal, indikator stochastics dan CCI menunjukkan pasar sedang berada dalam teritori positif dimana garis line bergerak dari area.. oversold

getaran turbin angin savonius tipe rotor helix untuk mendapatkan lintasan orbit. sebagai bahan untuk peningkatan keandalan pada operasional turbin

Produktivitas akan tinggi jika ahli waris mempunyai kesadaran dalam menggunakan modal untuk usaha sebanyak 31 orang atau 31.0%.. Adapun

Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam budaya Jawa sering ada ungkapan “ E, ya karang lagi dadi lakon ” (E, dasar memang sedang menjadi pelaku cerita) atau “ urip mung

Proses kerja pada sistem ini terdiri dari 3 langkah kerja, yaitu silinder kerja ganda skuens/spesial yang melakukan penekanan dari bagian samping komponen dan silinder kerja ganda

“Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan